Upload
bayu
View
80
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
KEDUDUKAN PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP, DASAR NEGARA, DAN IDEOLOGI, SERTA SEBAGAI DASAR ETIKA POLITIK BANGSA INDONESIA
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas rahmatnya saya dapat
menyelesaikan paper ini. Makalah ini ditulis dari hasil ungkapan pemikiran saya sendiri yang
bersumber dari internet dan buku sebagai referensi
Saya berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,
semoga hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai kedudukan Pancasila sebagai dasar
Negara dan ideology dalam berbangsa dan bernegara serta sebagai dasar etika berpolitik, semoga
nilai-nilai dalam Pancasila dapat di implementasikan dalam kehidupan kita sehari hari. sebagai
calon pengganti pemimpin bangsa dimasa mendatang yang memahami makna serta kedudukan
dan peranan Pancasila. Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Demikan makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya,
sehingga, menambah wawasan dan pengetahuan tentang Pancasila.
Bali, 5 November 2015
Gede Eridya Bayu Seyoga
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………1
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………...2
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………………...3
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………………………..4
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………………………4
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika………………………………………………………………………………5
2.2 Pengertian Nilai, Norma, dan Moral………………………………………………………….6
2.2.1 Pengertian Nilai…………………………………………………………………...6
2.2.2 Pengertian Norma…………………………………………………………………7
2.2.3 Pengertian Moral………………………………………………………………….7
2.3 Pengertian Hierarkhi Nilai……………………………………………………………………8
2.4 Hubuangan antara Nilai, Norma, dan Moral………………………………………………….9
2.5 Pengertian Etika Politik dan Politik………………………………………………………….10
2.5.1 Pengertian Etika Politik…………………………………………………………..10
2.5.2 Pengertian Politik…………………………………………………………………11
2.6 Nilai-nilai yang Terkandung dalam Pancasila sebagai Sumber Etika Politik………………..11
2.7 Asal Mula Pancasila………………………………………………………………………….12
2.7.1 Asal Mula yang Langsung………………………………………………………..12
2.7.2 Asal Mula yang Tidak Langsung…………………………………………………13
2.8 Kedudukan Pancasila sebagai Pandangan Hidup, Dasar Negara, dan Ideologi Bangsa……..14
2.8.1 Kedudukan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia……………..14
2.8.2 Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia…………………………..14
2.8.3 Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia………………………..15
2.9 Kedudukan Pancasila sebagai Jati Diri Bangsa Indonesia……………………………………17
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………...18
3.2 Saran………………………………………………………………………………………….18
3.3 Daftar Pustaka………………………………………………………………………………..19
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga
merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun
norma kenegaraan lainnya. Dalam Filsafat Pancasila terkandung di dalamnya suatu pemikiran-
pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komperhensif (menyeluruh)
dan sistem pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak
secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau
aspek praksis melainkan suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar.
Sebagai suatu nilai, Pancasila memberikan dasar-dasa yang bersifat fundamental dan
universal bagi manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun
manakala nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau
kehidupan yang nyata dalam masyarakat, bangsa ataupun negara maka nilai-nilai tersebut
kemudian dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman.
Norma-norma tersebut meliputi (1) norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk. Sopan ataupun santun, susila ataupun
tidak susila. Dalam kapasitas inilah nilai-nilai Pancasila telah terjabarkan dalam suatu norma-
norma moralitas atau norma-norma etika sehingga Pancasila merupakan sistem etika dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. (2) norma hukum yaitu suatu sistem peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka Pancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di negara Indonesia. Sebagai sumber dari
segala sumber hukum nilai-nilai Pancasila yang sejak dahulu telah merupakan suatu cita-cita
moral yang luhur yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum
membentuk negara. Atas dasar pengertian inilah maka nilai-nilai Pancasila senbenarnya berasal
3
dari bangsa Indonesia sendiri atau dengan kata lain perkataan bangsa Indonesia sebagai asal-
mula materi (kausa materialis) nilai-nilai Pancasila.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini berikut beberapa rumusan masalah yang akan saya bahas :
1. Apa pengertian etika?
2. Bagaimana pengertian nilai, norma dan moral?
3. Apa itu hierarkhi nilai?
4. Bagaimana hubungan antara nilai, norma dan moral?
5. Bagaimana pengertian etika politik dan politik?
6. Nilai-nilai apa yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika politik ?
7. Bagaimana asal mula Pancasila
8. Bagaimana kedudukan Pancasila sebagai pandangan hidup, dasar Negara, dan
ideology bangsa Indonesia?
9. Bagaimana kedudukan Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila sebagai
etika politik.
2. Dapat mengerti hubungan antara nilai, norma dan moral dalam konteks pancasila
sebagai etika politik.
3. Dapat memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai sumber etika
politik.
4. Untuk mengetahui asal mula Pancasila dan kedudukannya sebagai pandangan hidup,
dasar Negara, dan indeologi bangsa Indonesia.
5. Untuk mengetahui kedudukan Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut lingkungan
masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat
teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang ada sedangkan
kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut.
Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang
pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi. dua kelompok yaitu etika
umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran danpandangan-pandangan moral. itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana
dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil
sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika
umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan etika
khusus membahas prinsip-prinsip Etika khusus dibagi menjadi etika individu yang membahas
kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban
manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar
dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai "susila" dan "tidak susila",
"baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan
kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan
orang yang tidak susila. Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar
pembenaran dalam hubungan dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikata-
kan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia.
5
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika
adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral.
Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia.
2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etikaindividual) maupun
mahluk sosial (etikasosial).
2.2 Pengertian Nilai, Norma, dan Moral
2.2.1 Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang
melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian,maka nilai itu adalah suatu kenyataan
yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan
sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.
Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna,
benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah
berhubungan dengan unsur indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani,
rohani, akal, rasa, karsa dan kepercayaan.
6
2.2.2 Pengertian Norma
Kesadaran akan hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap
peraturan atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam
kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu.
Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai makhluk budaya,
sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang
dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma dalam perwujudannya
dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma
sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi,
misalnya:
a. Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan
b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri
sendiri,
c. Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan
masyarakat,
d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda
yang dipaksakan oleh alat Negara.
2.2.3 Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan
perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma
yang berlaku dalam masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.
Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggao tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya
dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat
berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti
moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan
sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat
dalam berbagai aspeknya.
7
2.3 Pengertian Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu –
masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai
tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama
tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan
yaitu :
1. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa
senang, menderita atau tidak enak,
2. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan serta
kesejahteraan umum,
3. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan
pengetahuan murni,
4. Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Walter G . everet menggolongkan nilai – nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu:
a) Nilai – nilai ekonomis
b) Nilai – nilai kejasmanian
c) Nilai – nilai hiburan
d) Nilai – nilai sosial
e) Nilai – nilai watak
f) Nilai – nilai estetis
g) Nilai – nilai intelektual
h) Nilai – nilai keagamaan
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
2. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu
aktivitas atau kegiatan,
8
3. Nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang dibedakan
dalam empat tingkatan sebagai berikut :
a. Nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta manusia.
b. Nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia.
c. Nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak
manusia.
d. Nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak.
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria sehingga
merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena
itu, nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia
berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang
bersumber pada berbagai sistem nilai.
Dari uraian mengenai macam – macam nilai diatas, dapat dikemukakan pula bahwa yang
mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud material saja, akan tetapi juga sesuatu
yang berwujud non material atau immatrial. Notonagoro berpendapat bahwa nilai – nilai
pancasila tergolong nilai – nilai kerokhanian, tetapi nilai – nilai kerohanian yang mengakui
adanya nilai material dan vital. Dengan demikian nilai – nilai lain secara lengkap dan harmonis,
baik nilai matrial, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral,
maupun nili kesucian yang sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha
Esa sebagai ‘dasar’ sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai
‘tujuan’.
2.4 Hubungan antara Nilai, Norma, dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap
terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris
bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat
tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku
manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan
9
manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral
maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia.
Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu,
hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya.
Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan
tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang
memberikan ajaran moral.
2.5 Pengertian Etika Politik dan Politik
2.5.1 Pengertian Etika Politik
Etika, atau filsafat moral mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan
kejahatan. Etika politik yang demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku
politik yang baik dan mana yang jelek. Standar baik dalam konteks politik adalah
bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau politik
sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang
buruk. Sayangnya, itulah yang terjadi di negeri ini.Etika politik bangsa Indonesia
dibangun melalui karakteristik masyarakat yang erdasarkan Pancasila sehingga amat
diperlukan untuk menampung tindakan-tindakan yang tidak diatur dalam aturan secara
legal formal. Karena itu, etika politik lebih bersifat konvensi dan berupa aturan-aturan
moral. Akibat luasnya cakupan etika politik itulah maka seringkali keberadaannya
bersifat sangat longgar, dan mudah diabaikan tanpa rasa malu dan bersalah. Ditunjang
dengan alam kompetisi untuk meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang)
yang begitu kuat, rasa malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan.
Akibatnya ada dua hal: (a) pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada, dan (b) tidak
berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai dengan moralitas publik. Untuk memaafkan
fenomena tersebut lalu berkembang menjadi budaya permisif, semua serba boleh, bukan
saja karena aturan yang hampa atau belum dibuat, melainkan juga disebut serba boleh,
karena untuk membuka seluas-luasnya upaya mencapai kekuasaan dan uang dengan
mudah.
10
2.5.2 Pengetian Politik
Pengertian ‘politik’ berasal dari kosakata ‘politics’, yang memiliki makna
bermacam – macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘ negara’, yang menyangkut
proses penentuan tujuan – tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan
itu. Berdasarkan pengertian – pengertian pokok tentang politik maka secara operasional
bidang politik menyangkut konsep – konsep pokok yang berkaitan dengan negara ( state),
kekuasaan ( power), pengambilan keputusan ( decision making), kebijaksanaan ( policy),
pembagian ( distribution), serta alokasi ( allocation).
Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan
dengan para pelaksana pemerintahan negara, lembaga – lembaga tinggi negara, kalangan
aktivis politik serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan
negara. Pengertian politik yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang
membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.
2.6 Nilai-nilai yang Terkandung dalam Pancasila sebagai Sumber Etika Politik
Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab’ adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan
kenegaraan.Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar
kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan:
a) Asas legalitas ( legitimasi hukum).
b) Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
c) Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya
(legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kenijaksanan yang menyangkut publik,
pembagian serta kewenangan harus berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral
kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam
hidup bersama ( keadilan sosial ) sebgai mana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan
11
dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala
kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum
yang berlaku
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula
kekuasan negara. Oleh karena itu pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan,
kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok negara.
2.7 Asal Mula Pancasila
2.7.1 Asal Mula yang Langsung
Asal mula yang langsung tentang Pancasila adalah asal mula yang langsung
terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat Negara yaitu asal mula yang sesudah dan
menjelang proklamasi kemerdekaan. Adapun rincian asal mula langsung Pancasila
tersebut menurut Notonagoro (1975) adalah sebagai berikut:
a. Asal mula bahan (Kausa Materialis)
Asal bahan Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri yang terdapat dalam
kepribadian dan pandangan hidup. Unsure-unsur Pancasila tersebut dapat berupa nilai-
nilai adat istiadat kebudayaan serta nilai-nilai religius yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari bangsa Indonesia.
b. Asal mula bentuk (Kausa Formalis)
Asal mula bentuk Pancasila adalah Ir. Soekarno bersama-sama dengan Drs. Moh.
Hatta serta anggota BPUPKI lainnya merumuskan dan membahas Pancasila terutama
dalam hal bentuk, rumusan serta nama Pancasila.
c. Asal mula karya (Kausa Effisien)
Asal mula karya yaitu asal mula yang menjadikan Pancasila dari calon dasar
negara menjadi dasar negara yang sah. Adapun asal mula Pancasila adalah PPKI sebagai
pembentuk negara dan atas kuasa pembentuk negara yang mengasahkan Pancasila
12
menjadi dasar negara yang sah, setelah dilakukan pembahasan baik dalam siding-sidang
BPUPKI maupun oleh Panitia Sembilan.
d. Asal mula tujuan (Kausa Finalis)
Tujuan dirumuskan dan dibahasnya Pancasila adalah untuk dijadikan sebagai
dasar negara. Adapun asal mula tujuannya yaitu para anggota BPUPKI dan Panitia
Sembilan termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta yang menentukan tujuan
dirumuskannya Pancasila sebelum ditetapkan oleh PPKI sebagai dasar negara yang sah.
2.7.2 Asal Mula yang Tidak Langsung
Asal mula tidak langsung Pancasila adalah asal mula sebelum proklamasi
kemerdekaan yang terdapat pada kepribadian serta dalam pandangan hidup sehari-hari
bangsa Indonesia. Adapun rincian asal mula tidak langsung Pancasila adalah sebagai
erikut:
Nilai-nilai yang menjadi unsur-unsur Pancasila sebelum secara langsung dirumuskan
menjadi dasar negara yaitu: nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai
kerakyatan, dan nilai keadilan telah ada dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari
bangsa Indonesia sebelum membentuk negara.
Nilai-nilai tersebut terkandung dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia
sebelum membentuk negara dan dijadikan pedoman dalam memecahkan problema
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia.
Dengan demikian asal mula tidak langsung Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri
sebagaiKausa Materialis yaitu sebagai asal mula tidak langsung nilai-nilai Pancasila.
Berdasarknan tinjauan kausalitas tersebut, pada hakikatnya Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia jauh sebelum bangsa Indonesia membentuk Negara,
nila-nilai tersebut telah tercermin dan teramalkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu
tinjauan tersebut memberikan bukti bahwa terbentuknya pancasila bukan merupakan
hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang dan bukan hasil
pengaruh dari paham-paham besar dunia, melainkan nilai-nilai Pancasila secara tidak
langsung telah terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia.
13
2.8 Kedudukan Pancasila sebagai Pandangan Hidup, Dasar Negara, dan Ideologi Bangsa
2.8.1 Kedudukan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk
mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang
dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Pandangan hidup tersebut berfungsi
sebagai kerangka acuan untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi
antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
Sebagai makhluk individu dan sosial manusia akan senantiasa hidup sebagai
bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas mulai dari lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat, bangsa dan negara. Dalam kehidupan bersama tersebut, muncul pandangan
hidup dalam masyarakat yang dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup
bangsa, selanjutnya pandangan hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi
pandangan hidup negara.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa memberikan pedoman dan kekuatan
rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Sehingga dalam Pancasila terkandung konsep dasar mengenai
kehidupan yang dicita-citakan serta dasar pemikiran dan gagasan mengenai wujud
kehidupan yang dianggap baik (Darmohardjo, 1996).
2.8.2 Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia
Pancasila sebagai dasar negara merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk
mengatur penyelenggaraan negara. Akibatnya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan
Negara terutama peraturan perundang-undangan harus dijabarkan dan dirumuskan dari
nilai-nilai Pancasila. Maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukumyang
mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Menurut Kaelan (2004) kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci
sebagai berikut:
14
Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum
(sumber tertib hukum) Indonesia. Sehingga Pancasila merupakan asas kerokhanian
tertib hukum Indonesia.
Meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945.
Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum dasar tertulis
maupun tidak tertulis.
Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi
yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.
Pancasila sebagai sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi
penyelenggara Negara, dan para pelaksana pemerintahan.
Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, Ketetapan No. XX/MPRS/1966,
Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978.
2.8.3 Kedudukan Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
Sebagai suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia maka pancasila pada
hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang
atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, namun pancasila
diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai budaya serta nilai religious yang terdapat
dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk Negara, dengan kata
lain unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) pancasila tidak lain diangkat dari
pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kausa
materialis (asal bahan) pancasila.
1. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti “gagasan, konsep, pengertian
dasar, cita-cita’ dan ‘lagos’ yang berarti ‘ilmu’. Kata ‘idea’ berasal dari kata bahasa
Yunani ‘eidos’ yang berarti ‘bentuk’. Di samping itu ada kata ‘idein’ yang artinya
‘melihat’. Maka secara harafiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam
pengertian sehari-hari, ‘idea’disamakan artinya dengan ‘cita-cita’. Cita-cita yang
15
dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan
atau faham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat
merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar
yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencangkup pengertian tentang
idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita (Kaelan, 2004).
2. Pancasila sebagai Ideologi terbuka dan ideologi tertutup
Ideologi sebagai suatu sistem pemikiran (system of thought), maka ideologi
terbuka itu merupakan suatu sistem pemikiran terbuka, sedangkan ideologi tertutup itu
merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Suatu ideologi tertutup dapat dikenali dari
berbagai ciri khas. Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat,
melainkan merupakan cita-cita suatu kelompok orang yang mendasari suatu program
untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat. Dengan demikian adalah menjadi cita-
cita ideologi tertutup, bahwa atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan
yang dibebankan kepada masyarakat.
3. Hubungan antara filsafat dan ideologi
Filsafat sebagai pandangan hidup dan hakikatnya merupakan system nilai yang
secara epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan dasar atau pedoman
hidup manusia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa
dan negara, tentag makna hidup serta sebagai dasar pedoman bagi manusia dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan (Abdulgani, 1986).
Tiap ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita-cita yang mendasar dan
menyeluruh yang saling menjalin menjadi satu sistem pemikiran yang logis dan
bersumber kepada filsafat. Dengan kata lain, ideologi sebagai system of trought mencari
nilai, norma dan cita-cita yang bersumber kepada filsafat.
Jadi filsafat sebagai dasar dan sumber bagi perumusan ideologi yang menyangkut
stategi dan doktrin, telah timbul di dalam kehidupan bangsa dan Negara, termasuk di
dalamnya menentukan sudut pandang atau filsafat hidup yang merupakan norma ideal
yang melandasi ideologi (Kaelan, 2004).
16
2.9 Kedudukan Pancasila sebagai jati diri Bangsa Indonesia
Pancasila adalah suatu filsafat yang merupakan fundamen pikiran, jiwa dan hasrat yang
sedalam-dalamnya yang di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi.
(Prof. Drs. Sunaryo Wreksosuhardjo, 2008). Tidak pernah ada suatu bangsa hidup terpisah dari
akar tradisinya sebagaimana tidak ada pula suatu bangsa yang hidup tanpa pengaruh dari luar.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang hidup dengan kelenturan budayanya untuk mengadaptasi
unsur-unsur luar yang dianggap baik dan dapat memperkaya nilai-nilai lokal yang dimiliki.
Ketidakmampuan beradaptasi dengan budaya luar acap kali menempatkan bangsa tersebut ke
dalam kisaran kekeringan atau kekerdilan identitas. Namun demikian, terlalu terobsesi dengan
budaya luar dan pada saat yang sama mencampakkan tradisi dan nilai-nilai baik lokal berpeluang
menjadikan bangsa tersebut kehilangan identitas. Akibatnya bangsa tersebut tidak pernah
menjadi dirinya sendiri.
Yang dimaksud jati diri bangsa adalah pandangan hidup yang berkembang didalam
masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama, berisi konsep, prinsip, dan nilai dasar yang
diangkat menjadi dasar negara sebagai landasan statis, ideologi nasional, dan sebagai landasan
dinamis bagi bangsa yang bersangkutan dalam menghadapi segala permasalahan menuju cita-
citanya.
Pancasila menjadi jati diri bangsa Indonesia mengandung arti bahwa Pancasila menjadi
ciri khas bangsa Indonesia yang tidak ditemukan pada bangsa lain. Oleh karena itu bangsa
Indonesia berkewajiban mempertahankan kemurnian Pancasila ditengah gencarnya arus
globalisasi. Selain itu, Pancasila tidak hanya dijadikan pedoman bangsa, namun harus diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari, agar tetap tegak berdiri dalam wadah NKRI
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
1. Pancasila adalah sebagai suatu sistem filsafat yang pada hakikatnya merupakan
nilai sehingga merupakan sumber dari segala penjabaran norma baik norma
hukum, norma moral maupun norma kenegaraan laianya.
2. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang prinsip – prinsip yang berlaku
bagi setiap tindakan manusia yang membicarakan masalah – masalah yang
berkaitan dengan predikat “susila” dan “tindak susila”, “baik” dan “buruk”.
3. Hubungan sistematik antara nilai, norma dan moral tersebut terwujud dalam suatu
tingkah laku praktis dalam kehidupan manusia.
4. Etika politik adalah termasuk lingkup etika sosial manusia yang secara harfiah
berkaitan dengan bidang kehidupan politik.
5. Asal Mula terbentuknya Pancasila dibagi menjadi dua yaitu, a) Asal mula yang
langsung dan b) Asal mula yang tidak langsung.
6. Pancasila memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Bangsa Indonesia yaitu
sebagai pandangan hidup, dasar Negara, dan Ideologi , serta jati diri Bangsa.
3.2 Saran
Kita sebagai bangsa Indonesia harus menerapkan niai-nilai yang terkandung pada
pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia
sangat cocok untuk dijadikan pedoman dalam melakukan setiap perbuatan yang
sesuai dengan aturan yang berlaku di dalam masyarakat.
18
3.3 Daftar Pustaka
Kaelan, H. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Muhammad Hidayatulloh. 2015. Pancasila Sebagai Jati diri Bangsa
Indonesia. http://muringkay.blogspot.co.id/2012/10/pancasila-sebagai-jati-
diri-bangsa.html, 5 November 2015.
Diky Mulyana Sanjaya. 2015. Asal mula pancasila.
http://pancasilagunadarma.blogspot.co.id/2012/11/pengertian-asal-mula-
pancasila.html, 5 November 2015.
19