38
BAB 1 Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita hampir seimbang. Lima sampai sepuluh persen orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun. (8) Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000- 400.000 penderita. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, laki-laki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui. (4) Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif ke 2 paling sering dijumpai setelah penyakit Alzheimer. Berbagai gejala penyakit Parkinson, antara lain tremor waktu istirahat, telah dikemukakan sejak Glen tahun 138-201, bahkan berbagai macam tremor sudah digambarkan tahun 2500 sebelum masehi oleh bangsa India. Namun Dr. James Parkinson pada tahun 1817 yang pertama kali menulis deskripsi gejala penyakit Parkinson dengan rinci dan lengkap kecuali kelemahan 1

Parkinson

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Parkinson

Citation preview

BAB 1Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita hampir seimbang. Lima sampai sepuluh persen orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun.(8)Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, laki-laki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum diketahui.(4)Penyakit Parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif ke 2 paling sering dijumpai setelah penyakit Alzheimer. Berbagai gejala penyakit Parkinson, antara lain tremor waktu istirahat, telah dikemukakan sejak Glen tahun 138-201, bahkan berbagai macam tremor sudah digambarkan tahun 2500 sebelum masehi oleh bangsa India. Namun Dr. James Parkinson pada tahun 1817 yang pertama kali menulis deskripsi gejala penyakit Parkinson dengan rinci dan lengkap kecuali kelemahan otot sehingga disebutnya paralysis agitans. Pada tahun 1894, Blocg dan Marinesco menduga substansia nigra sebagai lokus lesi, dan tahun 1919 Tretiakoff menyimpulkan dari hasil penelitian post mortem penderita penyakit Parkinson pada disertasinya bahwa ada kesamaan lesi yang ditemukan yaitu lesi disubstansia nigra. Lebih lanjut, secara terpisah dan dengan cara berbeda ditunjukkan Bein, Carlsson dan Hornykiewicz tahun 1950an, bahwa penurunan kadar dopamine sebagai kelainan biokimiawi yang mendasari penyakit Parkinson.(4,7)

BAB II

PEMBAHASAN

DEFINISI

Penyakit Parkinson (Parkinson Disease) adalah suatu penyakit degeneratif pada sistem saraf (neurodegenerative) yang bersifat progressive, ditandai dengan ketidakteraturan pergerakan (movement disorder), tremor pada saat istirahat, kesulitan pada saat memulai pergerakan, dan kekakuan otot.(10)Penyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.(2)Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom Parkinson.(2)KLASIFIKASIPada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis dan penatalaksanaannya.

1. Parkinsonismus primer/ idiopatik/ paralysis agitans.

Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.

2. Parkinsonismus sekunder atau simtomatik.

Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain: tuberkulosis, sifilis meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.

3. Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)

Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepato-lentikularis), hidrosefalus normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal (parkinsonismus juvenilis).(5)ETIOLOGIEtiologi Penyakit Parkinson belum diketahui (idiopatik), akan tetapi ada beberapa faktor resiko (multifaktorial) yang telah diidentifikasikan, yaitu:

a. Usia: meningkat pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia dibawah 30 tahun.

b. Rasial: orang kulit putih lebih sering daripada orang Asia dan Afrika.

c. Genetik: diduga ada peranan faktor genetik

Telah dibuktikan mutasi yang khas tiga gen terpisah (alpha-Synuclein, Parkin, UCHL1) dan empat lokus tambahan (Park3, Park4, Park6, Park7) yang berhubungan dengan Parkinson keturunan. Kebanyakan kasus idiopatik Parkinson diperkirakan akibat faktor-faktor genetik dan lingkungan. Etiologi yang dikemukan oleh Jankovics (1992) adalah sebagai berikut :

Genetik predispositions

+ Environmental Factor ( exogenous and endogenous )+Trigger factor ( stress, infection , trauma , drugs , toxins )+Age related neuronal attrition and loss of anti-oxidative mechanism

(

Parkinson(s DiseaseGambar 1. Etiologi dari Parkinson(s disease

d. Lingkungan:

i. Toksin: MPTP, CO, Mn, Mg, CS2, Metanol, Sianid.

ii. Pengunaan herbisida dan pestisida

iii. Infeksi

Banyak fakta yang menyatakan tentang keberadaan disfungsi mitokondria dan kerusakan metabolism oksidatif dalam pathogenesis Parkinson disease. Keracunan MPTP (1 methyl, 4 phenyl, 12,3,6 tetrahydropyridine) dimana MPP+ sebagai toksik metabolitnya, pestisida dan limbah industri ataupun racun lingkungan lainnya, menyebabkan inhibisi terhadap komplek I (NADH-ubiquinone oxidoreduktase) rantai electron-transport mitokrondria, dan hal tersebut memiliki peranan penting terhadap kegagalan dan kematian sel. Pada PD, terdapat penurunan sebanyak 30-40% dalam aktivitas komplek I di substansia nigra pars kompakta. Seperti halnya kelainan yang terjadi pada jaringan lain, kelainan di substansia nigra pars kompakta ini menyebabkan adanya kegagalan produksi energi, sehingga mendorong terjadinya apoptosis sel.

e. Cedera kranio serebral: peranan cedera kranio serebral masih belum jelas.

f. Stres emosional: diduga juga merupakan faktor resiko(1).

PATOFISIOLOGI

Secara umum dapat dikatakan bahwa Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer dan dense cores. Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia nigra adalah khas, akan tetapi tidak patognomonik untuk Penyakit Parkinson, karena terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih memahami patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia basalis dan sistem ekstrapiramidal.(3)1. Ganglia Basalis

Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada dibawah kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti batang otak . Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus piramidalis , sedangkan yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana ganglia basalis ikut berperan. Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan sistem ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot menjadi halus, terarah dan terprogram.

a. Ganglia Basalis (GB) tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu:

i. Striatum (neostriatum dan limbic striatum)ii. Neostriatum terdiri dari putamen (Put) dan Nucleus Caudatus (NC)iii. Globus Palidus (GP)

iv. Substansia Nigra (SN)v. Nucleus Subthalami (STN)

Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya GB dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula spinalis. Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks premotor dan supplementary motor area menuju ke GB lewat Putamen. Dari putamen diteruskan ke GPi (Globus Palidus internus) lewat jalur langsung (direk) dan tidak langsung (indirek) melalui GPe (Globus Palidus eksternus) dan STN. Dari GPe diteruskan menuju ke inti-inti thalamus, antara lain: VLO (Ventralis lateralis pars oralis), VAPC (Ventralis anterior pars parvocellularis) dan CM (centromedian). Selanjutnya menuju ke korteks dari mana jalur tersebur berasal. Masukan dari GB ini kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis (traktus piramidalis).Kelompok inti yang tergabung didalam ganglia basalis berhubungan satu sama lain lewat jalur saraf yang berbeda-beda bahan perantaranya (neurotransmitter/NT).

Terdapat tiga jenis neurotransmitter utama didalam ganglia basalis, yaitu: Dopamine (DA), Acetylcholin (Ach) dan asam amino (Glutamat dan GABA).2. Patofisiologi Ganglia Basalis

Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya kelainan di ganglia basalis oleh karena hubungan antara kelompok-kelompok inti disitu sangat kompleks dan saraf penghubungnya menggunakan neurotransmitter yang bermacam-macam. Satu unit fungsional yang dipersarafi oleh lebih dari satu sistem saraf maka persarafan tersebut bersifat reciprocal inhibition (secara timbal balik satu komponen saraf melemahkan komponen yang lain). Artinya yang satu berperan sebagai eksitasi dan yang lain sebagai inhibisi terhadap fungsi tersebut. Contoh klasik reciprocal inhibition adalah dalam fungsi saraf otonom antara saraf simpatik dengan NT noradrenalin (NA) dan saraf parasimpatik dengan NT asetilkolin (Ach).

Fungsi unit tersebut normal bilamana kegiatan saraf eksitasi sama atau seimbang dengan saraf inhibisi. Bilamana oleh berbagai penyakit atau obat terjadi perubahan keseimbangan tersebut maka timbul gejala hiperkinesia atau hipokinesia tergantung komponen saraf eksitasi atau inhibisi yang kegiatannya berlebihan.

Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan , yaitu berdasarkan cara kerja obat menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf kolinergik dan perubahan keseimbangan jalur direk (inhibisi) dan jalur indirek (eksitasi).Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin akibat kematian neuron di pars kompakta substansia nigra sebesar 40 50% yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies). Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang. Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamin dari ujung saraf nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2 (inhibitorik) yang berada di dendrit output neuron striatum. Output striatum disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek berkaitan dengan reseptor D2. Maka bila masukan direk dan indirek seimbang, maka tidak ada kelainan gerakan.

Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan substansia nigra pars kompakta dan saraf dopaminergik nigrostriatum sehingga tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala Penyakit Parkinson belum muncul sampai lebih dari 50% sel saraf dopaminergik rusak dan dopamin berkurang 80%. Reseptor D1 yang eksitatorik tidak terangsang sehingga jalur direk dengan neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga fungsi inhibitorik terhadap globus palidus segmen eksterna berlebihan. Fungsi inhibisi dari saraf GABAergik dari globus palidus segmen ekstena ke nucleus subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nukleus subtalamikus meningkat akibat inhibisi.

Terjadi peningkatan output nukleus subtalamikus ke globus palidus segmen interna/ substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergik yang eksitatorik akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus palidus/ substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh lemahnya fungsi inhibitorik dari jalur langsung, sehingga output ganglia basalis menjadi berlebihan kearah talamus.

Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke talamus adalah GABAnergik sehingga kegiatan talamus akan tertekan dan selanjutnya rangsangan dari talamus ke korteks lewat saraf glutamatergik akan menurun dan output korteks motorik ke neuron motorik medulla spinalis melemah terjadi hipokinesia.(6)

Gambar 2. Skema teori ketidakseimbangan jalur langsung dan tidak langsung

Keterangan Singkatan

D2: Reseptor dopamin 2 bersifat inhibitorik

D1: Reseptor dopamin 1 bersifat eksitatorik

SNc: Substansia nigra pars compacta

SNr: Substansia nigra pars retikulata

GPe: Globus palidus pars eksterna

GPi: Globus palidus pars interna

STN: Subthalamic nucleus

VL: Ventrolateral thalamus=talamus

PATOLOGI ANATOMILesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.

Gambar 3. Lesi substasia nigra pada Penyakit Parkinson

Substansia nigra pada penderita penyakit Parkinson memperlihatkan depigmentasi menyolok pada pars kompakta, menunjukkan degenerasi sel saraf yang mengandung neuromelanin.

Dengan mikroskop elektron terlihat neuron yang bertahan hidup mengandung inklusi eosinofilik sitoplasmik disertai halo ditepinya yang dikenal sebagai Lewy Body. Lewy body ditemukan di nucleus batang otak tertentu biasanya mempunyai diameter > 15 cm, berbentuk sferis dan inti hialin yang padat. Komponen struktural yang predominan pada Lewy body terlihat berupa bahan filamen yang tersusun dalam pola sirkuler dan linear, kadang terjulur kearah dari inti yang padat elektron. Lewy body bukan gambaran yang spesifik pada penyakit Parkinson karena juga ditemukan pada beberapa penyakit neurodegeneratif lain yang langka.(11)GAMBARAN KLINIS

Keadaan penderita pada umumnya diawali oleh gejala yang non spesifik, yang didapat dari anamnesa yaitu kelemahan umum, kekakuan pada otot, pegal-pegal atau kram otot, distonia fokal, gangguan ketrampilan, kegelisahan, gejala sensorik (parestesia) dan gejala psikiatrik (ansietas atau depresi). Gambaran klinis penderita Parkinson: (9,1)1. Tremor

Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangeal, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam (pil rolling). Pada sendi tangan fleksi ekstensi atau pronasi supinasi, pada kaki fleksi ekstensi, pada kepala fleksi ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur tertarik tarik. Tremor terjadi pada saat istirahat dengan frekuensi 4-5 Hz dan menghilang pada saat tidur. Tremor disebabkan oleh hambatan pada aktivitas gamma motoneuron. Inhibisi ini mengakibatkan hilangnya sensitivitas sirkuit gamma yang mengakibatkan menurunnya kontrol dari gerakan motorik halus. Berkurangnya kontrol ini akan menimbulkan gerakan involunter yang dipicu dari tingkat lain pada susunan saraf pusat. Tremor pada penyakit Parkinson mungkin dicetuskan oleh ritmik dari alfa motor neuron dibawah pengaruh impuls yang berasal dari nukleus ventro-lateral talamus. Pada keadaan normal, aktivitas ini ditekan oleh aksi dari sirkuit gamma motoneuron, dan akan timbul tremor bila sirkuit ini dihambat.2. Rigiditas

Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot protagonis dan terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot protagonis dan otot antagonis sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonis dan otot antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari ekstremitas yang terlibat.3. Bradikinesia

Gerakan volunter menjadi lamban sehingga gerak asosiatif menjadi berkurang misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban mengenakan pakaian atau mengkancingkan baju, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak bibir dan lidah menjadi lamban. Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan berkurang sehingga wajah mirip topeng, kedipan mata berkurang, menelan ludah berkurang sehingga ludah keluar dari mulut. Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari impuls optik sensorik, labirin, propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi alfa dan gamma motoneuron.

4. Hilangnya refleks postural

Meskipun sebagian peneliti memasukan sebagai gejala utama, namun pada awal stadium penyakit Parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit Parkinson yang sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh.

5. Wajah Parkinson

Seperti telah diutarakan, bradikinesia mengakibatkan kurangnya ekspresi muka serta mimik. Muka menjadi seperti topeng, kedipan mata berkurang, disamping itu kulit muka seperti berminyak dan ludah sering keluar dari mulut.

6. Mikrografia

Bila tangan yang dominan yang terlibat, maka tulisan secara graduasi menjadi kecil dan rapat. Pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini.

7. Sikap Parkinson

Bradikinesia menyebabkan langkah menjadi kecil, yang khas pada penyakit Parkinson. Pada stadium yang lebih lanjut sikap penderita dalam posisi kepala difleksikan ke dada, bahu membongkok ke depan, punggung melengkung kedepan, dan lengan tidak melenggang bila berjalan.

8. Bicara

Rigiditas dan bradikinesia otot pernafasan, pita suara, otot faring, lidah dan bibir mengakibatkan berbicara atau pengucapan kata-kata yang monoton dengan volume yang kecil dan khas pada penyakit Parkinson. Pada beberapa kasus suara mengurang sampai berbentuk suara bisikan yang lamban.

9. Disfungsi otonom

Disfungsi otonom mungkin disebabkan oleh menghilangnya secara progresif neuron di ganglia simpatetik. Ini mengakibatkan berkeringat yang berlebihan, air liur banyak (sialorrhea), gangguan sfingter terutama inkontinensia dan adanya hipotensi ortostatik yang mengganggu.

10. Gerakan bola mata

Mata kurang berkedip, melirik kearah atas terganggu, konvergensi menjadi sulit, gerak bola mata menjadi terganggu.

11. Refleks glabela

Dilakukan dengan jalan mengetok di daerah glabela berulang-ulang. Pasien dengan Parkinson tidak dapat mencegah mata berkedip pada tiap ketokan. Disebut juga sebagai tanda Mayersons sign12. Demensia

Demensia relatif sering dijumpai pada penyakit Parkinson. Penderita banyak yang menunjukan perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya. Disfungsi visuospatial merupakan defisit kognitif yang sering dilaporkan. Degenerasi jalur dopaminergik termasuk nigrostriatal, mesokortikal dan mesolimbik berpengaruh terhadap gangguan intelektual.

13. Depresi

Sekitar 40 % penderita terdapat gejala depresi. Hal ini dapat terjadi disebabkan kondisi fisik penderita yang mengakibatkan keadaan yang menyedihkan seperti kehilangan pekerjaan, kehilangan harga diri dan merasa dikucilkan. Tetapi hal ini dapat terjadi juga walaupun penderita tidak merasa tertekan oleh keadaan fisiknya. Hal ini disebabkan keadaan depresi yang sifatnya endogen. Secara anatomi keadaan ini dapat dijelaskan bahwa pada penderita Parkinson terjadi degenerasi neuron dopaminergik dan juga terjadi degenerasi neuron norepineprin yang letaknya tepat dibawah substansia nigra dan degenerasi neuron asetilkolin yang letaknya diatas substansia nigra.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis, karena tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit Parkinson. Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air kencing, darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson dibandingkan kontrol. Lebih lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda biologis yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitive terhadap penyakit Parkinson hanya ditegakkan dengan otopsi. Dua penelitian patologis terpisah berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme tersebut.(7,8)2. Neuroimaging:

a. Magnetik Resonance Imaging (MRI)

Baru-baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI, didapati bahwa hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem memperlihatkan signal di striatum.(7)b. Positron Emission Tomography (PET)

Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah memberi kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa, khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada semua penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat awitan gejala, penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi sayangnya PET tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson dengan parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu alat untuk secara obyektif memonitor progresi penyakit, maupun secara obyektif memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.(7)

Gambar 4. PET pada penderita Parkinson pre dan prost transplantasic. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)

Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post sinapsis oleh SPECT, suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma Parkinson plus dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis murni. Penempelan ke striatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga dikenal sebagai RTI-55, berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi yang secara klinis terkena maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson. Penempelan juga berkurang secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang diharapkan sesuai umur yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr sampai 71% pada tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata penurunan tahunan sebesar 11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum pada 34 penderita penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun. Sekarang telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel saraf nigrostriatal pada penyakit Parkinson.

Dengan demikian, imaging transporter dopamin pre-sinapsis yang menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna dalam mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya, potensi SPECT sebagai suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson dini atau bahkan presimptomatik tampaknya telah menjadi kenyataan dalam praktek. Potensi teknik tersebut sebagai metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi terapi farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki.(8)DIAGNOSISDiagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes (1992):

1. Possible: didapatkan 1 dari gejala-gejala utama

2. Probable: didapatkan 2 dari gejala-gejala utama

3. Definite: didapatkan 3 dari gejala-gejala utama

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu:

1. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman).2. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan terganggu.3. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang.4. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.5. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.(10,11)PENATALAKSANAAN

Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan, sebagai berikut: (3,5,6)1. Farmakologika. Bekerja pada sistem dopaminergiki. L-dopa

Penemuan terapi l-dopa pada tahun 1960 merupakan terobosan baru pengetahuan tentang penyakit degenerasi. Meskipun sampai sekarang l-dopa masih merupakan obat paling menjanjikan respon terbaik untuk penyakit parkinson, namun masa kerjanya yang singkat, respon yang fluktuatif dan efek oxidative stress dan metabolitnya menyebabkan para peneliti mencari bahan alternative. Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur metabolisme dari dopamin sebagai berikut. Tyrosin yang berasal dari makanan akan diubah secara beruntun menjadi l-dopa dan dopamin oleh enzimya masing-masing. Kedua jenis enzim ini terdapat diberbagai jaringan tubuh, disamping dijaringan saraf. Dopamin yang terbentuk di luar jaringan saraf otak, tidak dapat melewati sawar darah otak. Untuk mencegah jangan sampai dopamin tersintesa diluar otak maka l-dopa diberikan bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam bentuk carbidopa dengan perbandingan carbidopa : l-dopa = 1 : 10 (Sinemet) atau benzerazide : l- dopa = 1 : 4 ( Madopar). Efek terapi preparat l-dopa baru muncul sesudah 2 minggu pengobatan oleh karena itu perubahan dosis seyogyanya setelah 2 minggu. Mulailah dosis rendah dan secara berangsur ditingkatkan. Drug holiday sebaliknya jangan lebih lama dari 2 minggu , karena gejala akan muncul lagi sesudah 2 minggu obat dihentikan.

ii. MAO dan COMT InhibitorPada umumnya penyakit parkinson memberi respon yang cepat dan bagus dengan l-dopa dibandingkan dengan yang lain, namun ada laporan bahwa l-dopa dan dopamin menghasilkan metabolit yang mengganggu atau menekan proses pembentukan energi dari mitokondria dengan akibat terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya degenerasi sel neuron. Preparat penghambat enzim MAO (monoamine oxydase) dan COMT (Catechol-O-methyl transferase) ditambahkan bersama preparat l-dopa untuk melindungi dopamin terhadap degradasi oleh enzim tersebut sehingga metabolit berkurang (pembentukan radikal bebas dari dopamin berkurang) sehingga neuron terlindung dari proses oxidative stress.

iii. Agonis Dopamin

Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah golongan dopamin agonis. Golongan ini bekerja langsung pada reseptor dopamin, jadi mengambil alih tugas dopamin dan memiliki durasi kerja lebih lama dibandingkan dopamin. Sampai saat ini ada 2 kelompok dopamin agonis, yaitu derivat ergot dan non ergot. Secara singkat reseptor yang bisa dipengaruhi oleh preparat dopamin agonis adalah sebagai berikut:Keuntungan terapi dengan agonis dopamin dibandingkan l-dopa antara lain:

1) Durasi kerja obat lebih lama.2) Respon fluktuatif dan diskinesia lebih kecil.3) Dapat dipilih agonis dopamin yang lebih spesifik terhadap reseptor dopamin tertentu disesuaikan kondisi penderita penyakit parkinson.

Kerugian terapi agonis dopamin adalah onset terapeutiknya rata-rata lebih lama dibandingkan DA ergik.

b. Bekerja pada sistem kolinergik

Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit parkinson, oleh karena dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem kolinergik terhadap sistem dopaminergik yang mendasari penyakit parkinson. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson, yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin).Golongan anti kolinergik terutama untuk menghilangkan gejala tremor dan efek samping yang paling ditakuti adalah kemunduran memori.

c. Bekerja pada sistem Glutamatergik

Diantara obat-obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit parkinson adalah dari golongan antagonisnya, yaitu amantadine, memantine, remacemide dan L235959. Antagonis glutamatergik diduga menekan kegiatan berlebihan jalur dari inti subtalamikus sampai globus palidus internus sehingga jalur indirek seimbang kegiatannya dengan jalur direk, dengan demikian out put ganglia basalis ke arah talamus dan korteks normal kembali. Disamping itu, diduga antagonis glutamatergik dapat meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat reuptake dan menstimulasi reseptor dopamin.

Obat ini lebih efektif untuk akinesia dan rigiditas daripada antikolinergik.

d. Bekerja sebagai pelindung neuron

Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi akibat nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah:

i. Neurotropik faktor, yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron. Termasuk dalam kelompok ini adalah BDNF (brain derived neurotrophic factor) , NT 4/5 (Neurotrophin 4/5) , GDNT (glia cell line-derived neurotrophic factorm artemin), dan sebagainya. Semua belum dipasarkan.ii. Anti-exitoxin, yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan bahan neurotoksis (MPTP, Glutamate). Termasuk disini antagonis reseptor NMDA, MK 801, CPP, remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.iii. Anti oksidan, yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat serangan radikal bebas. Deprenyl (selegiline), 7-nitroindazole, nitroarginine methyl-ester dan methylthiocitrulline. Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim yang memproduksi radikal bebas. Dalam penelitian ditunjukkan vitamin tidak menunjukkan efek anti oksidan.iv. Bioenergetic suplements, yang bekerja memperbaiki proses metabolisme energi di mitokondria. Coenzym Q10 (Co Q10), nikotinamide termasuk dalam golongan ini dan menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant pada hewan model dari penyakit parkinson.v. Immunosuppressant, yang menghambat respon imun sehingga salah satu jalur menuju oxidative stress dihilangkan. Termasuk dalam golongan ini adalah immunophillins, CsA (cyclosporine A) dan FK 506 (tacrolimu). Akan tetapi berbagai penelitian masih menunjukkan kesimpulan yang kontroversial.

e. Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat untuk penyakit parkinson, yaitu hormon estrogen dan nikotin. Pada dasawarsa terakhir, banyak peneliti menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan potensinya sebagai neuroprotektan. Pada umumnya bahan yang berinteraksi dengan R nikotinik memiliki potensi sebagai neuroprotektif terhadap neurotoksis, misalnya glutamat lewat R NMDA, asam kainat, deksametason dan MPTP. Bahan nikotinik juga mencegah degenerasi akibat lesi dan iskemia.

Gambar 5. Skema pengobatan parkinson

2. Non Farmakologik

Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering terlupakan mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.a. Perawatan Penyakit Parkinson

Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula, maka perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi paramedis, melainkan kepada semua orang yang ada di sekitarnya.

b. Pendidikan

Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita, keluarga dan care giver tentang penyakit yang diderita. Hendaknya keterangan diberikan secara rinci namun supportif dalam arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut. Ditimbulkan simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal.

c. Rehabilitasi

Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai berikut:i. Abnormalitas gerakanii. Kecenderungan postur tubuh yang salahiii. Gejala otonomiv. Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living-ADL)v. Perubahan psikologik

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :

i. Terapi fisik : ROM ( range of motion )1) Peregangan2) Koreksi postur tubuh3) Latihan koordinasi4) Latihan jalan (gait training)5) Latihan buli-buli dan rectum6) Latihan kebugaran kardiopulmonar7) Edukasi dan program latihan di rumah

ii. Terapi okupasi

Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas kehidupan sehari-hari.

iii. Terapi wicara

Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan diafragma, evaluasi menelan, latihan disartria, latihan bernapas dalam sebelum bicara. Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume berbicara, irama dan artikulasi.

iv. Psikoterapi

Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan asesmen mengenai fungsi kognitif, kepribadian, status mental, keluarga dan perilaku.

v. Terapi sosial medik

Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial lingkungan dan finansial, untuk maksud tersebut perlu dilakukan kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja.

vi. Orthotik Prosthetik

Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural, dengan membuatkan alat bantu jalan seperti tongkat atau walker.

d. Diet

Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet yang khusus, akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar tidak terjadi kekurangan gizi, penurunan berat badan, dan pengurangan jumlah massa otot, serta tidak terjadinya konstipasi. Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang berimbang antara komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi, serta cukup kalsium untuk mempertahankan struktur tulang agar tetap baik. Apabila didapatkan penurunan motilitas usus dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap beberapa hari sekali. Hindari makanan yang mengandung alkohol atau berkalori tinggi.

e. Pembedahan

Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi memberikan respon terhadap pengobatan/ intractable, yaitu masih adanya gejala dua dari gejala utama penyakit parkinson (tremor, rigiditas, bradi/akinesia, gait/postural instability), fluktuasi motorik , fenomena on-off, diskinesia karena obat, juga memberi respons baik terhadap pembedahan. Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan:

i. Pallidotomi, yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala:

a) Akinesia/ bradi kinesia

b) Gangguan jalan/ postural

c) Gangguan bicaraii. Thalamotomi, yang efektif untuk gejala:

a) Tremor

b) Rigiditas

c) Diskinesia karena obatf. Stimulasi otak dalam

Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit parkinson ini sampai sekarang belum jelas, namun perbaikan gejala penyakit parkinson bisa mencapai 80%. Frekwensi rangsangan yang diberikan pada umumnya lebih besar dari 130 Hz dengan lebar pulsa antara 60 90 s. Stimulasi ini dengan alat stimulator yang ditanam di inti GPi dan STN.

g. Transplantasi

Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall dan kawannya, menggunakan jaringan medula adrenalis yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells , non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang.

Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4-6 tahun sesudah transplantasi. Sampai saat ini, diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan transplantasi dari jaringan embrio ventral mesensefalon.

PROGNOSIS

Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah. (9,10)PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien PD dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.(9,10,11)DAFTAR PUSTAKA

1. Fahn, Stanley. 2000. Merrits Neurology. Tenth edition. Lippincott Williams & Wilkins.2. De Long, Mahlon. 2006. Harrison Neurology in Clinical Medicine. First edition. McGraw-Hill Professional.3. John C. M. Brust, MD. 2007. Current Diagnosis & Treatment In Neurology, McGraw-Hill. Hal 199-206.

4. Clarke CE, Moore AP. 2006. Parkinson's Disease. http://www.aafp.org/afp/20061215/2046.html (diakses 5 Februari 2013).

5. Sjahrir H, Nasution D, Gofir A. 2007. Parkinsons Disease & Other Movement Disorders. Pustaka Cedekia dan Departemen Neurologi FK USU Medan. Hal 4-53.

6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. 2007. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. FKUI. Hal 1373-1377.

7. Price SA, Wilson LM, Hartwig MS. 2006. Gangguan Neurologis dengan Simtomatologi Generalisata. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 1139-1144.

8. Harsono. 2008. Penyakit Parkinson. Buku Ajar Neurologis Klinis. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia dan UGM. Hal 233-243.

9. Duus Peter. 1996. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan Gejala Edisi II. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 231-243.

10. Agoes, Azwar, dkk. 2010. Penyakit di Usia Tua. Penyakit Parkinson. Jakarta. EGC. Hal 147-152.11. Ganong, William F., and Mcphee, Stephen J. 2011. Patofisiologi Penyakit Edisi 5. Penyakit Parkinson. Jakarta. EGC. Hal 188-189.25