37
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSRENBANG ( MUSYAWARAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN ) DI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015 NASKAH PUBLIKASI OLEH : WANDI SAPUTRA NIM : 120565201066 Pembimbing utama : Bismar Arianto., S. Sos., M. Si Pembimbing kedua : Kustiawan.,M.pol.,SC PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSRENBANG ( …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · mensosialisasikan tentang besarnya peran masyarakat dalam partisipasi

Embed Size (px)

Citation preview

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSRENBANG

( MUSYAWARAH PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN )

DI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN

KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015

NASKAH PUBLIKASI

OLEH :

WANDI SAPUTRA

NIM : 120565201066

Pembimbing utama : Bismar Arianto., S. Sos., M. Si

Pembimbing kedua : Kustiawan.,M.pol.,SC

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING

Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbingskripsi

mahasiswa disebut dibawah ini :

Nama : Wandi saputra

Nim : 120565201066

Jurusan : Ilmu Pemerintahan

Alamat : Jalan pendidikan. Perumaha SDN 002 Kel.Tembeling .

Email : [email protected]

Judul naskah : Partisipasi msyarakat dalam Musrenbang Desa Tembeling

Tahun 2015 kec. Teluk Bintan. Kabupaten Bintan.

Menyatakan judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tertib naskah

ilmiah dan dapat di terbitkan :

Tanjung Pinang, 5 Agustus 2017

Yang menyatakan :

Dosen pembimbing I Dosen Pembimbing II

Bismar Arianto, S.Sos., M.Si Kustiawan,M.Pol.SC

NIP. 198005292014041001 NIDN. 0507097301

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSRENBANG DESA

TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN

TAHUN 2015

OLEH :

WANDI SAPUTRA

ABSTRAK

Partisipasi masyarakat dalam musrenbang desa tembeling diharapkan

dapat memberikan sumbangsihnya baik dalam bentuk pemikiran berupa masukan

dan saran dan juga bentuk tenaga untuk bersama pemerintah Desa dalam

perencanaan dan pembangunan desa. hal ini perlu dilakukan karena masyarakat

memiliki hak dan kewajiban dalam menyampaikan aspirasinya yang tertuang

dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 68 Bab VI, pasal 80 ayat 1

mempertegas lagi bahwa perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan

mengikutsertakan masyarakat, ayat 2 Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan

musrenbang desa. Adapun metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini

adalah metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu hanya memaparkan situasi

atau peristiwa yang nyata tentang Partisipasi Masyarakat dalam Musrenbang desa

di Desa Tembeling dan teori yang peneliti gunakan yaitu teori Tangkilisan (2005:

32) bahwa partisipasi masyarakat dilihat dari :1).Partisipasi dalam memberikan

tanggapan informasi; 2).Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan;

3.)Partisipasi masyarakat dalam operasional pembangunan; 4).Partisipasi

masyarakat dalam menerima, memelihara hasil pembangunan. Teori ini diperkuat

dalam Permendagri nomor 114 Tahun 2014 tentang Perencanaan Desa memuat

definisi tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa dalam ketentuan

pasal 1 angka 7 dan UU No. 6 Tahun 2014 pasal 68 tentang Desa, serta UU No.

23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat

peneliti sampaikan temuan – temuan yang terjadi di Desa Tembeling , yaitu 1).

lemahnya sosialisasi dari pemerintah Desa kepada masyarakat tentang

musrenbang desa. 2). lemahnya kerjasama antara Kepala Desa dan BPD dalam

mensosialisasikan tentang besarnya peran masyarakat dalam partisipasi secara

langsung dalam menyampaikan aspirasinya; 3). diakibatkan oleh kesibukan

masyarakat desa yang bekerja sehingga tidak hadir secara langsung dalam

musrenbang desa; 4). karena banyaknya usulan dari masyarakat namun

pelaksanaaan dari pemerintah desa sangat kurang, ini juga menjadi salah satu

penyebab rendahnya partisipasi masyarakat. masyarakat menjadi jenuh dah malas

karena banyak usulan yang diajukan namun pelaksanaan dari desa kurang.

Kata kunci : Partisipasi masyarakat, Musrenbang Desa

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSRENBANG DESA

TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN

TAHUN 2015

OLEH :

WANDI SAPUTRA

ABSTRACT

Community participation in rural musrenbang Tembeling expected to give

a good contribution in the form of thought in the form of feedback and

suggestions and also the form of energy to be with the village government in the

planning and development of the village. this needs to be done because the public

has a right and duty to express their aspirations set forth in Law No. 6 of 2014 on

the village of Article 68 Chapter VI, Article 80, paragraph 1 confirm again that

the village development plan organized by involving the public, paragraph 2 of

the Village Government is obliged to keep musrenbang village. The methods that

researchers use in this research is descriptive qualitative method, only describe

situations or real events on Public Participation in Musrenbang village in the

Village Tembeling and theories that the researchers use the theory Tangkilisan

(2005: 32) that public participation can be seen from: 1) .Partisipasi in providing

feedback information; 2) .Partisipasi communities in development planning; 3.)

Public participation in development operations; 4) .Partisipasi communities in

receiving, maintaining the fruits of development. This theory is reinforced in

Regulation number 114 of 2014 on Village Planning contains definitions of Rural

Development Planning in the provisions of Article 1 point 7 and No. 6 In 2014

article 68 of the village, as well as Law No. 23 Year 2014 on Regional

Government. Based on the results of the study, researchers can convey findings

that occurred in the village Tembeling 1). weak socialization of the village

government to the people of the village musrenbang. 2). the lack of cooperation

between the Village Head and BPD in the dissemination of the pivotal role played

by the community in direct participation in conveying their aspirations; 3). due to

the busyness of the rural communities that work so it does not present directly in

the village musrenbang; 4). because of the many suggestions from the community,

but the execution of the village government is lacking, it also became one of the

causes of low participation. community became saturated dah lazy because many

proposals that were submitted, but the implementation of the village less.

Keywords: community participation, Musrenbang Village

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSRENBANG

DI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN

KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015

A. Latar belakang

Pelaksanaan otonomi daerah akan sangat bergantung pada kesiapan

pemerintah daerah dalam menata sistem pemerintahannya agar pembangunan

berjalan dengan efektif, efisien, tranparansi, dan akuntabel serta mendapat

partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Sesuai

dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan melalui peningkatan pelayanan,

pemberdayaan dan peran serta masyarakat dan juga peningkatan daya saing

daerah, dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,dan ke

khasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan

efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah perlu di tingkatkan

dengan lebih memperhatikan aspek – aspek hubungan antara pemerintah pusat

dengan daerah dan atar daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang

dan tantangan pesaing global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan

pemerintahan negara.

Pemerintahan daerah adalah penyelengaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas – luasnya dalam sistem dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. ( UU No. 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah , Pasal 1.)

Indonesia sebagai sebuah negara dibangun diatas dan dari desa. Dan desa

adalah pelopor sistem demokrasi yang otonomi dan berdaulat penuh. Sejak lama,

desa telah memiliki sistem dan mekanisme pemerintahan serta norma sosial

masing-masing. Inilah yang menjadi cikal bakal sebuah negara bernama Indonesia

ini. Namun, sampai saat ini pembangunan desa masih dianggap seperempat mata

oleh pemerintah. Kebijakan pemerintah terkait pembangunan desa terutama

pembangunan sumber daya manusianya sangat tidak terpikirkan. Istilah desa

disesuaikan dengan asal-usul, adat istiadat, dan nilai-nilai budaya masyarakat di

setiap daerah otonom di Indonesia. Setelah UUD 1945 diamandemen, istilah desa

tidak lagi disebut secara eksplisit.

Pemerintahan desa terdiri dari atas pemerintah desa yang meliputi Kepala

Desa, Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kepala Desa

merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan

yang ditetapkan bersama Badan permusyawaratan Desa (BPD).Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa. Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud

dalam pasal 23 adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang

dibantu oleh perangat desa atau yang disebut dengan nama lain. ( UU Nomor 6

Tahun 2014 pasal 25 Bab V bagian ke satu )

Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang

dimiliki oleh daerah provinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota.

Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat

istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari pemerintah. Desa atau

nama lainnya, yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui

dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Landasan

pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman, partisipasi,

otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat.Otonomi desa merupakan

hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul dan nilai-

nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang

mengikuti perkembangan desa tersebut.Urusan pemerintahan berdasarkan asal-

usul desa, urusan yang menjadi wewenang pemerintahan Kabupaten atau Kota

diserahkan pengaturannya kepada desa

Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 18

kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan

desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan

pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,

dan adat istiadat desa. Dan menurut Pasal 19 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014

tentang Desa kewenangan desa meliputi:

1. kewenangan berdasarkan hak asal usul;

2. kewenangan lokal berskala Desa;

3. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi, atau Pemerintah Daerah

4. Kabupaten/Kota; dan

5. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi, atau Pemerintah

Pembangunan yang baik akan terselenggara apabila diawali dengan

perencanaan yang baik pula, sehingga mampu dilaksanakan oleh seluruh pelaku

pembangunan serta memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu, maka proses

perencanaan memerlukan keterlibatan masyarakat, diantaranya melalui konsultasi

publik atau musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Musrenbang

merupakan forum konsultasi para pemangku kepentingan untuk menghasilkan

kesepakatan perencanaan pembangunan di daerah yang bersangkutan sesuai

tingkatan wilayahnya. Penyelenggaraan musrenbang meliputi tahap persiapan,

diskusi dan perumusan prioritas program/kegiatan, formulasi kesepakatan

musyawarah dan kegiatan pasca musrenbang. Musrenbang merupakan wahana

utama konsultasi publik yang digunakan pemerintah dalam penyusunan rencana

pembangunan nasional dan daerah di Indonesia.

Musrenbang tahunan merupakan forum konsultasi para pemangku

kepentingan untuk perencanaan pembangunan tahunan, yang dilakukan secara

berjenjang melalui mekanisme “bottom-up planning”, dimulai dari musrenbang

desa/kelurahan, musrenbang kecamatan, forum SKPD (Satuan Kerja Perangkat

Daerah) dan musrenbang kabupaten/kota, dan untuk jenjang berikutnya hasil

musrenbang kabupaten/ kota juga digunakan sebagai masukan untuk musrenbang

provinsi, Rakorpus (Rapat Koordinasi Pusat) dan musrenbang nasional. Proses

musrenbang pada dasarnya mendata aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang

dirumuskan melalui pembahasan di tingkat desa/kelurahan, dilanjutkan di tingkat

kecamatan, dikumpulkan berdasarkan urusan wajib dan pilihan pemerintahan

daerah, dan selanjutnya diolah dan dilakukan prioritisasi program/kegiatan di

tingkat kabupaten/kota oleh Bappeda bersama para pemangku kepentingan

disesuaikan dengan kemampuan pendanaan dan kewenangan daerah.

UU no 6 tahun 2014 tentang desa pasal 80 ayat 1 dan 2 menyebutkan bahwa :

1. Perencanaan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pasal 79

diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat desa.

2. Dalam menyusun perencanaan dan pembangunan desa sebagaimana

dimaksud pada ayat 1, pemerintah desa wajib menyelenggarakan

musyawarah perencanaan pembangunan desa.

Permendagri nomor 114 Tahun 2014 tentang Perencanaan Desa memuat

definisi tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa dalam ketentuan

pasal 1 angka 7 yang berbunyi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau

di sebut dengan nama lain yang selanjutnya Musrenbang Desa adalah

Musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa dan unsur

masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan

prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan Desa yang didanai

oleh Anggaran dan Belanja Desa , swadaya masyarakat Desa, dan / atau

Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten / Kota.

Setiap tahun pada bulan Januari, biasanya di desa-desa diselenggarakan

musrenbang untuk menyusun Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa).

Penyusunan dokumen RKP Desa selalu diikuti dengan penyusunan dokumen

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa), karena suatu rencana

apabila tanpa anggaran sepertinya akan menjadi dokumen atau berkas belaka.

Kedua dokumen ini tidak terpisahkan, dan disusun berdasarkan musyawarah dan

mufakat.RKP Desa dan APB Desa merupakan dokumen dan infomasi publik.

Pemerintah desa merupakan lembaga publik yang wajib menyampaikan informasi

publik kepada warga masyarakat. Keterbukaan dan tanggung jawab kepada publik

menjadi prinsip penting bagi pemerintah desa.

Hal ini sejalan yang dinyatakan dalam undang-undang Desa, yaitu Belanja

desa diprioritaskan untuk memuhi kebutuhan pembangunan yang disepakati

dalam musyawarah desa dan sesuai dengan prioritas pemerintah daerah

kabupaten/kota dan kegiatan pemeberdayaan masyarakat desa ( UU No. 6 Tahun

2014 pasal 74)

Masyarakat desa seharusnya mengetahui pentingnya Musrenbang

(Musyawarah perencanaan dan pembangunan), khusus tingkat desa karena

Keterlibatan masyarakat dalam musrenbang sangat dibutuhkan untuk

mensinergiskan rencana pembangunan desa. Hal ini diperlukan guna

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Didalam forum musrenbang itu pula

masyarakat berhak menyampaikan pendapat dan asprasinya kepada peerintah desa

guna untuk kemajuan dan pembangunan desa.

Berkaitan dengan hak masyarakat desa dalam menyampaikan aspirasinya

tertuang dalam undang-undang nomor 6 Tahun 2014 pasal 68 tentang Desa Bab

VI hak dan kewajiban masyarakat yaitu :

1. Masyarakat desa berhak :

a. Meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta

mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan

pembangunan , pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan

masyarakat.

b. Memperoleh pelayanan yang sama dan adil.

c. Menyampaikan aspirasi , saran, dan pendapat lisan atau tulisan secara

bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa,

pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa dan

pemberdayaan masyarakat desa.

2. Masyarakat desa berkewajiban :

Pada huruf (d).“memelihara dan mengembangkan nilai permusyarwaratan

permufakatan, kekeluargaan dan kegotongroyongan di desa.

Pada huruf (e) “ berpatisipasi dalam berbagai kegiatan di desa.

Jadi, menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang hak dan kewajiban masyarakat

desa dalam hal ini adalah pentingnya masyarakat mengetahui bahwa masyarakat

berhak mengikuti kegiatan desa ,yaitu Musrenbang diperkuat oleh Undang-

undang tersebut. Dimana dikatakan masyarakat berhak menyampaikan aspirasi,

saran, pendapat, tentang kegiatatan penyelenggaraan , pelaksanaan, pembinaan

dan pemberdayaan masyarakat.

Bahkan masyarakat tidak hanya menyampaikan aspirasinya dalam

Murenbang untuk menyusun Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa)

namun juga mengawasi. Penyusunan dokumen RKP Desa selalu diikuti dengan

penyusunan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) tapi

masyarakat diberikan hak untuk berpastisipasi dalam pelaksanaan dan bahkan

dalam pengawasan kegiatan penyelenggaraan pemerintah desa. Di dalam

pelaksaan tersebut diartikan bahwa ketika hasil Musrenbang sudah ditetapkan

pada tahun yang telah ditentukan, maka maka dalam pelaksanaan masyarakat

bergotong-royong untuk melaksanakan program yang sudah ditetapkan tersebut

demi pembangunan desa untuk kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri. Begitu

juga dengan pengawasan , maka masyarakat berhak mengawasi program yang

telah ditetapkan didalam hasil musrenbang ,apakah sudah berjalan dengan baik

atau tidak . dan diperkuat lagi dengan UU No.6 Tahun 2014 pasal 68 tentang hak

dan kewajiban masyarakat desa pada huruf (e) “ masyarakat wajib ikut

berpatisipasi dalam berbagai kegiatan di desanya.

Desa Tembeling merupakan salah satu desa yang ada kecamatan Teluk

Bintan, Kabupaten Bintan. Jumlah penduduk Desa Tembeling berjumlah 1.105

jiwa atau 302 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri atas laki-laki yang berjumlah

575 jiwa dan perempuan yang berjumlah 530 jiwa. Sebagian besar dari penduduk

tersebut adalah suku melayu yang merupakan penduduk asli Desa Tembeling, dan

juga suku pendatang seperti : Jawa, Padang dan lain-lain.

Desa Tembeling mempunyai letak Wilayah Daratan dan Pesisir Pantai,

Tanjung, Teluk dan Sungai – sungai. Dalam perkembangannya Desa Tembeling

tumbuh dan berkembang sebagai Ibu Kota Kecamatan yakni Kecamatan Teluk

Bintan yang memiliki wilayah jasa, Perikanan, Perkebunan,Pertambangan dan

Daerah Pelabuhan Perdagangan yang sangat penting, khususnya Kecamatan

Teluk Bintan yang dihuni dengan berbagai macam etnis, suku dan agama yang

telah mampu hidup berdampingan dan rukun sebagai suatu kelompok Masyarakat

Desa Tembeling.

Berdasarkan observasi atau pra penelitian yaitu hari senin, tanggal 28

Desember 2015 di Desa Tembeling dan berdasarkan wawancara bersama

Sekretaris desa tentang kehadiran masyarakat dalam musyawarah perencanaan

dan pembangunan desa (Musrebang Desa) tahun 2015, maka penulis tertarik

untuk meneliti berkaitan partisipasi masyarakat terhadap Musrenbang di Desa

Tembeling tahun 2015 di kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan karena

dalam pelaksanaannya masih dijumpai masalah, sebagai berikut :

1. Partisipasi masyarkat di desa Tembeling tergolong rendah , ini seperti

yang katakan Bendahara desa, yang hadir hanya pengkat desa,BPD,

Dusun,RW, RT, untuk RT tidak semua RT yang bisa hadir , sedangkan

masyarakat hanya beberapa orang saja. Undangan di buat untuk 50

orang,namun dari masyarkat yang datang hanya beberapa orang saja. jadi,

ketika rapat di balai desa semua yang hadir termasuk kepala desa dan

perangkat, BPD, Dusun, RW, RT serta masyarakat, dari semua yang hadir

baik itu pemerintah desa, BPD, dan tamu undangan serta masyarakat

semuanya berjumlah 31 orang, dari jumlah 31 orang tersebut

masyarakatnya hanya 5 orang saja, selebihnya pemerintah desa dan

undangan dari Kecamatan. sedangkan Desa Tembeling memiliki 9 RT, 4

RW, 2 Dusun, melihat jumlah masyarakat yang begitu banyak di Desa

Tembeling, jadi asumsi sementara peneliti partisipasi masyarakat

tergolong rendah.

2. Minim sosialisasi dari pemerintah desa tentang rencana musyawarah

kegiatan musrenbang sehingga kurang mengakomodir kepentingan

masyarkat.

3. Dengan adanya, BPD dan RT masyarkat merasa sudah terwakili, jadi

banyak masyarakat memutuskan tidak hadir dalam rapat musrenbang,

yang seharusnya masyarakat hadir karena masyarakat memiliki hak

menyampaikan aspirasi, pendapat bahkan mengawasi penyelenggaraan

desa sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 pasal 68.

4. Selain itu, dari hasil pra penelitian yang dilakukan, peneliti mendapatkan

data hasil musrenbang dari tahun 2013 sampai 2015 data tersebut berupa

usulan Rencana Kerja Desa dari tahun 2013 sampai 2015. Data ini berguna

untuk memperkuat alasan peneliti memilih lokasi Desa Tembeling. Dari

data ini peneliti dapat melihat penyebab kurangnya partisipasi masyarakat

dalam musrenbang desa, karena setiap tahunnya dari tahun 2013 sampai

2015 banyak usulan yang tidak dilaksanakan oleh desa. Asumsi peneliti,

ketika usulan RKPDes banyak tapi pelaksanannya hanya sedikit, maka

masyarakat menjadi tidak mau dan malas mengikuti musrenbang, begitu

juga sebaliknya.

B. Kerangka Teori

1. Masyarakat

Dalam memahami konsep partisipasi masyarakat, sebaiknya terlebih dahulu

kita paham siapa yang berpartisipasi tersebut,yaitu masyarakat. Definisi dan

pengertian mengenai masyarakat telah banyak dikemukakan oleh para antropologi

dan sosiologi. Menurut Robert Mac Iver dalam Budiardjo (2002:33), masyarakat

adalah “suatu sistem hubungan-hubungan yang ditertibkan (Society means a

system of ordered relations)”. Menurut perumusan Harold J. Laski dari London

School Of Economics and Political Science dalam Budiardjo (2002:34) maka

masyarakat adalah “sekelompok manusia yang hidup bersama dan bekerjasama

untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama (A Society is a

group of human beings living together and working together for a satisfaction of

their mutual wants)”. Beberapa pengertian tentang masyarakat tersebut

dikemukakan dalam Soejono Soekanto (2003:24) dengan mengutip pendapat para

ahli antara lain :

1) Masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tatacara, dari wewenang

dan kerja sama antara berbagai kelompok dan penggolongan, dan pengawasan

tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia. Keseluruhan yang selalu

berubah (Mac Iver dan Page).

2) Masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja

bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan

menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang

dirumuskan dengan jelas (Ralph Hinton).

3) Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan

kebudayaan (Selo Soemardjan). Berdasarkan pengertian diatas dapat ditarik

kesimpulan tentang masyarakat merupakan kelompok manusia sebagai satu

kesatuan dan merupakan satu sistem yang menimbulkan kebudayaan dan

kebiasaan dimana setiap orang merasa terikat satu sama lain yang mencakup

semua hubungannya baik dalam kelompok maupun individu di dalam satu

wilayah. Selain itu masyarakat dapat juga disimpulkan sebagai kesatuan hidup

manusia yang berinteraksi menurut sistem adat tertentu yang bersifat kontinyu dan

yang terkait oleh suatu rasa identitas bersama.

2. Partisipasi masyarakat

Dalam konteks pembangunan Adisasmita (2006:38) mengatakan partisipasi

masyarakat adalah keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam

pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan

(implementasi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan di masyarakat

lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan

aktualisasi dari ketersediaan dan kemauan anggota masyarakat untuk berkorban

dan berkontribusi dalam implementasi program/proyek.

Adisasmita (2006:42) juga mengatakan bahwa partisipasi masyarakat adalah

pemberdayaan masyarakat, peran sertanya dalam kegiatan penyusunan

perencanaan dan implementasi program/proyek pembangunan, dan aktualisasi

kesediaan dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap

implementasi pembangunan.

Beberapa hal yang dianggap penting untuk dibahas didalam penelitian ini

adalah partisipasi sebagai salah satu elemen pembangunan merupakan proses

adaptasi masyarakat terhadap perubahan yang sedang berjalan. Partisipasi adalah

penentuan sikap dan keterlibatan hasrat setiap individu dalam situasi dan kondisi

organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong individu tersebut untuk

berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil bagian dalam

setiap pertanggungjawaban bersama (Syafiie. 2009:141).

Berkaitan dengan proses pembangunan Adisasmita (dalam Solekhan,

2012:20) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan keterlibatan dan

pelibatan anggota masyarakat dalam pembangunan meliputi kegiatan dalam

perencanaan dan pelaksanaan program atau proyek pembangunan yang dikerjakan

dimasyarakat lokal.

Gaventa dan Valderama (dalam Solekhan, 2012:31) menegaskan bahwa

partispasi warga telah mengalihkan konsep partipasi dari sekedar kepedulian

terhadap “penerima derma” atau “kaum tersisih “ menuju ke suatu kepedulian

dengan pelbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan

pengambilan keputusan diberbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi

kehidupan mereka. Lebih dari pada itu, partisipasi warga juga terefleksikan dalam

berbagai bentuk Rusidi dalam Siregar (2001:21) mengatakan ada empat dimensi

dalam berpartisipasi:

a. Sumbangan pemikiran (ide atau gagasan).

Sumbangan pemikiran adalah bagaimana masyarakat memberikan ide

pemikiran untuk pembangunan dan kemajuan di desa

b. Sumbangan materi (dana dan barang).

sumbangan materi yang diberikan dari masyarakat untuk pemerintah desa

pada saat tahapan pelaksanaan pembangunan

c. Sumbangan tenaga (bekerja).

sumbangan tenaga adalah sumbangan atau keikut sertaan masyarakat

tempatan dalam proses pembangunan desa

d. Memanfaatkan pembangunan.

memanfaat pembangunan yang sudah terlaksana bagaimana masyarakat

memanfaatkannya dan menjaganya.

Pandangan lain tentang bentuk-bentuk partisipasi warga tersebut

disampaikan oleh Cohen dan Uphoff (dalam Solekhan, 2012:32) yang

mengatakan bahwa bentuk-bentuk partisipasi warga itu dibagi menjadi empat

bentuk partisipasi, yang terdiri dari:

1. Partisipasi dalam pembuatan keputusan (participation in decision making).

2. Partisipasi dalam pelaksanaan (participation in implementation).

3. Partisipasi dalam menerima manfaat (participation in benefits).

4. Partispasi dalam evaluasi (participation in evaluation).

Menurut Thubany dalam Purnamasari (2006:23) partisipasi penuh dapat

terwujud jika struktur kelembagaan memungkinkan warga untuk berpartisipasi

dan memutuskan persoalan mereka sendiri sehari-hari dan representasi

masyarakat yang terwakili secara proporsional di dalam setiap proses

pengambilan kebijakan atas nama kepentingan bersama. Oleh karenanya,

partisipasi masyarakat harus didasarkan pada (1) pembuatan keputusan, (2)

penerapan keputusan, (3) menikmati hasil, dan (4) evaluasi hasil. Sementara

empat aspek yang menjadi indikasi terbangunnya partisipasi, yakni :

1. informasi atau akses lainnya;

Akses, yaitu bahwa setiap warga masyarakat itu mempunyai kesempatan

untuk mengakses atau memengaruhi pembuatan kebijakan, termasuk akses

dalam layanan publik dan akses pada arus informasi.

2. inisiatif (voice/suara) dan apresiasi warga (masukan),

Akses, yaitu bahwa setiap warga masyarakat itu mempunyai kesempatan

untuk mengakses atau memengaruhi pembuatan kebijakan, termasuk akses dalam

layanan publik dan akses pada arus informasi.

3. mekanisme pengambilan keputusan

pengambilan keputusan, yaitu masyarakat bersama – sama Pemerintah Desa

membuat keputusan atas dasar kesepakatan bersama dan untuk kepentingan serta

kesejahteraan masyarakat bersama.

4. kontrol pengawasan.

Kontrol, yaitu bahwa setiap warga masyarakat mempunyai kesempatan dan

hak untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan.

Partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya seluruh anggota masyarakat

dalam memecahkan permasalahan-permasalahan masyarakat tersebut.Geddesian

(dalam Irma Purnamasari, 2008:43) mengemukakan bahwa pada dasarnya

masyarakat dapat dilibatkan secara aktif sejak tahap awal penyusunan rencana.

Keterlibatan masyarakat dapat berupa:

a. Pendidikan melalui pelatihan.

b. Partisipasi aktif dalam pengumpulan informasi.

c. Partisipasi dalam memberikan alternatif rencana dan usulan kepada pemerintah.

Menurut Juliantara (dalam Irma Purnamasari, 2008:45) substansi dari

partisipasi adalah bekerjanya suatu sistem pemerintahan dimana tidak ada

kebijakan yang diambil tanpa adanya persetujuan dari rakyat, sedangkan arah

dasar yang akan dikembangkan adalah proses pemberdayaan, lebih lanjut

dikatakan bahwa tujuan pengembangan partisipasi adalah:

1. Pertama, bahwa partisipasi akan memungkinkan rakyat secara mandiri

(otonom) mengorganisasi diri, dan dengan demikian akan memudahkan

masyarakat menghadapi situasi yang sulit, serta mampu menolak berbagai

kecenderungan yang merugikan.

2. Kedua, suatu partisipasi tidak hanya menjadi cermin konkrit peluang ekspresi

aspirasi dan jalan memperjuangkannya, tetapi yang lebih penting lagi bahwa

partisipasi menjadi semacam garansi bagi tidak diabaikannya kepentingan

masyarakat.

3. Ketiga, bahwa persoalan-persoalan dalam dinamika pembangunan akan dapat

diatasi dengan adanya partisipasi masyarakat. (Juliantara, 2002: 89-90).

Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007:27) adalah : keikutsertaan

masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di

masyarakat, pemilihan dan pengambilan peraturan Desa tentang alternatif solusi

untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah , dan

keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

Untuk penelitian ini maka peneliti menggunakan pendapat Tangkilisan (2005:

32 ) bahwa partisipasi masyarakat dilihat dari :

1. Partisipasi dalam memberikan tanggapan informasi

merupakan peran serta masyarakat dalam menanggapi semua informasi

yang berkaitan dengan Musrenbang.

2. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan

merupakan partisipasi masyarakat dalam membuat perencanaan dalam

Musrenbang.

3. Partisipasi dalam operasional pembangunan

merupakan peran serta masyarakat dalam membantu berjalannya

pelaksanaan dengan ikut bekerja dan bergotong royong dalam

pelaksanaan program pembangunan.

4. Partisipasi dalam menerima dan memelihara pembangunan

merupakan merupakan peran serta masyarakat dalam memelihara hasil

pembangunan melalui perawatan yang dilakukan secara bersama – sama

oleh masyarakat.

Bagir Manan (2001:85) berpendapat berpartisipasi dapat dilakukan dengan cara :

1. mengikutsertakan dala tim atau kelompok kerja penyusunan

praturan daerah.

2. Melakukan Publik Hearing atau mengundang dalam rapat – rapat

penyusunan peraturan daerah.

3. Melakukan uji sahih kepada pihak tertentu untuk mendapatkan

tanggapan.

4. Melakukan loka karya ( work shop ) atas raperda sebelum secara

teori dibahas oleh DPRD.

5. Mempublikasikan ranperda agar mendapat tanggapan publik.

Sudarningrum dalam sugiyah (2001 :38 ) mengklasifikasikan partisipasi

menjadi dua berdasarkan cara keterlibatan yaitu :

1. Partisipasi Langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam

proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan

pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap

keinginan orang lain atau ucapannya.

2. Partisipasi Tidak Langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya.

3. Perencanaan pembangunan

Perencanaan merupakan tahap awal dalam kegiatan pembangunan yang

harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh penyelenggara pembangunan.

Huraerah (2011:79) menyatakan, perencanaan pembangunan kerap ditengarai

sebagai titik signifikan bagi keberhasilan pembangunan nasional di indonesia.

Karena perencanaan akan membawa pada suatu pilihan berhasil atau tidaknya

pencapaian tujuan pembangunan.

Pembangunan yang dilaksanakan dengan perencanaan yang baik pada

akhirnya dapat menghasilkan suatu pembangunan yang efektif, efisien, serta tepat

sasaran. Untuk itu, dalam melaksanakan perencanaan pembangunan diperlukan

unsur-unsur penting didalamnya. Kartasasmita (1997:49) mengemukakan,

perencanaan pembangunan harus memiliki mengetahui serta memperhitungkan

unsur pokok dalam pembangunan.

Dalam melaksanakan kegiatan perencanaan pembangunan diperlukan unsur-

unsur penting didalamnya termasuk keterlibatan masyarakat. Karena didalam

kegiatan perencanaan ada tujuan akhir yang hendak dicapai yaitu berbagai

kepentingan masyarakat. Selain itu, perencanaan yang dilaksanakan dalam rangka

untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi didalam pembangunan.

Untuk itu, dalammelaksanakan perencanaan pembangunan, berbagai elemen

masyarakat diharapkan dapat terlibat didalamnya, sehingga perencanaan yang

dilaksanakan merupakan perencanaan yang berdasarkan peran serta partisipati

masyarakat, atau dengan kata lain merupakan perencanaan partisipatisipasi.

Bagan 1.1

Sumber : Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun

2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa.

TAHAPAN MUSRENBANG DESA

Penyusunan RKP Desa pasal 29

(1).Pemerintah Desa menyusun RKP

Desa sebagai penjabaran RPJM Desa.

(2).RKP Desa disusun oleh

Pemerintah Desa sesuai dengan

informasi dari pemerintah daerah

kabupaten/kota berkaitan dengan

pagu indikatif Desa dan rencana

kegiatan Pemerintah, pemerintah

daerah provinsi, dan pemerintah

daerah kabupaten/kota.

(3). RKP Desa mulai disusun oleh

pemerintah Desa pada bulan Juli

tahun berjalan.

(4). RKP Desa ditetapkan dengan

peraturan Desa paling lambat akhir

bulan September tahun berjalan.

(5). RKP Desa menjadi dasar

penetapan APB Desa.

Penyusunan RKP Desa pasal 30

(1) Kepala Desa menyusun RKP Desa

dengan mengikutsertakan masyarakat

Desa.

(2) Penyusunan RKP Desa sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan

kegiatan yang meliputi:

a. penyusunan perencanaan pembangunan

Desa melalui musyawarah

Desa;

b. pembentukan tim penyusun RKP Desa;

c. pencermatan pagu indikatif Desa dan

penyelarasan program/kegiatan

masuk ke Desa

d. pencermatan ulang dokumen RPJM

Desa;

e. penyusunan rancangan RKP Desa;

f. penyusunan RKP Desa melalui

musyawarah perencanaan pembangunan

Desa;

g. penetapan RKP Desa;

h. perubahan RKP Desa; dan

Untuk lebih detil penulis juga menambahkan tahapan pra Musrenbang

Desa dari sumber yang lain . Rianingsih Djohani (2008 : 6) adalah :

1. Pengorganisasian musrenbang terdiri dari kegiatan - kegiatan :

a. Adanya pembentukan Tim Penyelenggara Musrenbang (TPM)

b. Pembentukan Tim Pemandu Musrenbang Desa oleh TPM ( 2 – 3 orang )

2.persiapan teknis musrenbang desa :

a. penyusunan jadwal dan agenda musrenbang

b. pengumuman dan penyebaran undangan peserta dan narasumber minmal 7 hari

sebelum hari – H.

c. persiapan logistik (tempat,konsumsi,alat dan bahan ).

3. pengkajian desa secara partisipatif, terdiri dari kegiatan – kegiatan :

a. kajian kondisi,permasalan,dan potensi desa (per Dusun /RW, dan isu

pembangunan bersama warga masyarakat.

b. penyusunan data dan informasi dari hasil kajian oleh Tim Pemandu

4. Penyusunan draf Rancangan awal RKP Desa, terdiri dari atas kegiatan –

kegiatan :

a. kajian ulang ( review) dokumen RPJM Desa dan hasil – hasil kajian desaoleh

TPM dan Tim Pemandu.

b. kajian dokumen data dan dan informasi kebijakan program dan anggaran

daerah oleh TPM dan Tim Pemandu.c. Penyusuanan draf Rancangan awal RKP

Desa dengan mengaccu pada kajian TPM dan Tim Pemandu.

4. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa

Permendagri nomor 114 Tahun 2014 tentang Perencanaan Desa memuat

definisi tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa dalam ketentuan

pasal 1 angka 7 yang berbunyi Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau

di sebut dengan nama lain yang selanjutnya Musrenbang Desa adalah

Musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa dan unsur

masyarakat yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menetapkan

prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan Desa yang didanai

oleh Anggaran dan Belanja Desa , swadaya masyarakat Desa, dan / atau

Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten / Kota.

Menurut Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 54 ayat 1

pengertian Musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti

oleh Badan Permusyawaratan Desa, pemerintah desa, dan unsur masyarakat Desa

untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan

pemerintah desa .

Santoso dan Gianawati (2005:19), mengemukakan bahwa didalam kegiatan

pembangunan yang mengutamakan partisipasi masyarakat akan membawa

manfaat, yaitu:

a. Efisien, karena sumberdaya serta kemampuan lokal dapat dipergunakan serta

pelibatan masyarakat sejak awal membantu perencanaan yang disusun tepat

sasaran;

b. Efektif, karena masyarakat lokal lebih memahami kondisi, potensi dan

permasalahannya, serta kebutuhannya lebih teridentifikasi;

c. Menjamin kemitraan, karena akan tercipta rasa saling percaya antar pelaku

pembangunan, sehingga dialog dan konsensus akan terwujud untuk meraih tujuan

yang disepakati bersama;

d. Memberdayakan kapasiatas, terjalin lewat upaya negosiasi (dialog) dan

pengelolaan pembangunan;

e. Memperluas ruang lingkup, karena masyarakat akan memahami tanggung

jawabnya dan berusaha mengembangkan aktifitas pembangunan;

f. Meningkatkan ketepatan kelompok sasaran, karena akan meningkatkan

ketepatan dalam mengidentifikasi kelompok sasaran (targeting) dari bebagai

program pembangunan;

g. Berkelanjutan, karena masyarakat akan mempunyai rasa memiliki dan ikut

serta menjaga proses maupun hasil pembangunan;

h. Memberdayakan kelompok marjinal, karena mereka memiliki kesempatan

untuk dapat mengambil peran dalam menentukan kegiatan pembangunan yang

tepat untuk mereka;

i. Meningkatkan akuntabilitas, karena jika dilakukan secara sungguh-sungguh

akan meningkatkan kepercayaan masyarakat (akuntabilitas) terhadap pemerintah.

Untuk penelitian ini maka peneliti menggunakan pendapat Tangkilisan (2005:

32 ) bahwa partisipasi masyarakat dilihat dari :

1. Partisipasi masyarakat dalam memberikan tanggapan informasi

merupakan peran serta masyarakat dalam menanggapi semua informasi

yang berkaitan dengan Musrenbang di Desa Tembeling.

2. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan

merupakan partisipasi masyarakat dalam membuat perencanaan dalam

Musrenbang di Desa Tembeling.

3. Partisipasi masyarakat dalam operasional pembangunan

merupakan peran serta masyarakat dalam membantu berjalannya

pelaksanaan dengan ikut bekerja dan bergotong royong dalam

pelaksanaan program pembangunan di Desa Tembeling.

4. Partisipasi masyarakat dalam menerima, memelihara, dan hasil

pembangunan

merupakan merupakan peran serta masyarakat dalam memelihara hasil

pembangunan melalui perawatan yang dilakukan secara bersama – sama

oleh masyarakat Desa Tembeling.

Untuk memperkuat teori, maka peneliti menggunakan teori lain yaitu teori

Bagir Manan (2001:85) berpendapat berpartisipasi dapat dilakukan dengan cara :

1. mengikutsertakan dala tim atau kelompok kerja penyusunan praturan

daerah.

2. Melakukan Publik Hearing atau mengundang dalam rapat – rapat

penyusunan peraturan daerah.

3. Melakukan uji sahih kepada pihak tertentu untuk mendapatkan tanggapan.

4. Melakukan loka karya ( work shop ) atas raperda sebelum secara teori

dibahas oleh DPRD.

5. Mempublikasikan ranperda agar mendapat tanggapan publik.

C. Hasil penelitian

1. Analisa Partisipasi Masyarakat Dalam Musrenbang Desa

Tembeling Tahun 2015.

a. Partisipasi dalam memberikan tanggapan informasi

1. Masyarakat ikut secara langsung dalam musrenbang desa yang di adakan

pemerintah desa.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, peneliti menemukan memang

benar adanya masyarakat ikut berpartisipasi dalam musrenbang desa, namun

masyarakat yang hadir hanya sedikit. Partisipasinya lebih kepada pasrtisipasi

secara tidak langsung karena yang hadir hanya RT/RW yang mewakili

masyarakat. jadi, masyarakat merasa sudah terwakili dan ntuk mendukung

pernyataan di atas peneliti mendapatkan data absensi musrenbang desa. didalam

absensi masyarakat tersebut dapat dilihat kehadiran masyarakat yang hadir di

musrenbang desa.

2. Masyarakat ikut aktif dalam sesi tanya jawab dalam musrenbang desa.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan responden di lapangan,

peneliti menemukan memang benar adanya sesi Tanya jawab dalam musrenbang

desa tembeling. Untuk mendukung pendapat ini , peneliti mendapat data hasil

musrenbang desa dari Tahun 2013 – 2016 , dari hasil musrenbang ini menunjukan

bahwa adanya pendapat, saran, dan masukan dari masyarakat yang buat dalam

bentuk RKPdes ( Rencana Kerja Pembangunan Desa ) atau pun hasil musrenbang

tersebut.

b. Masyarakat ikut aktif dalam berdialog (sesi tanya jawab)

ketika dalam musrenbang

1. Adanya penampungan aspirasi di tingkat dusun melalui musyawarah

dusun

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, memang benar adanya musyawarah

dusun terlebih dahulu sebelum musrenbang desa, ini diperkuat dengan adanya

dokumen musyawarah dusun, yaitu berita acara, absensi, dan hasil musyawarah

dusun.

2. Adanya nya keikutsertaan masyarakat secara tidak langsung

(perwakilan ) dalam musrenbang desa.

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, peneliti menemukan bahwa

memang benar adanya partisipasi secara tidak langsug ( perwakian ) dalam

musrenbang desa yaitu hanya RT/RW yang mewakili masyarakat. ini di tunjukan

dengan adanya absensi musrenbang desa Tahun 2015.

c. Partisipasi dalam operasional pembangunan

1. Masyarakat ikut bekerja dan bergotong royong dalam pembangunan

desa.

Berdasarkan hasil penelitian, memang benar adanya ikut bekerja

membangun desa dengan bergotog royong, untuk memperkuat pendapat ini

peneliti mendapatkan dokumentasi masyarakat saling bergotong royong.

d. Partisipasi dalam menerima dan merawat pembangunan

1. Pembangunan yang dilaksanakan bermanfaat dan Masyarakat ikut

merawat pembangunan yang telah dibuat.

Berdasarkan penelitian di lapangan, peneliti menemukan tidak semua

warga desa tembeling mau merawat pembangunan yang telah di laksanakan, ada

juga yang tidak mau merawat seperti di kampung pulau ladi , bangunan balai desa

dan pos siskamling sudah tidak terawat lagi. Ini di tunjukan dengan dokumentasi

foto yang peneliti peroleh di lapangan.

D. PENUTUP

1. Kesimpulan

Partisipasi masyarakat Desa Tembeling tergolong partisipasi rendah, yaitu

dapat diihat dari kehadiran di musrenbang desa, dan juga kehadiran pada tingkat

musyawarah dusun dalam rangka menampung aspirasi atau gagasan dari

masyarakat dan partisipasi masyarakat lebih kepada pasrtisipasi secara tidak

langsung yaitu hanya mengandalkan perwakilan dari RT/RW setempat.

a. Sedangkan, faktor yang menghambat partisipasi masyarakat yaitu

pertama,lemahnya kerjasama antara Kepala Desa dan BPD dalam

mensosialisasikan tentang besarnya peran masyarakat dalam partisipasi

secara langsung dalam menyampaikan aspirasinya,

b. Kedua, diakibatkan oleh kesibukan msyarakat desa yang bekerja

sehingga tidak hadir secara langsung dalam musrenbang desa.

c. Ke tiga, karena banyaknya usulan dari masyarakat namun pelaksanaaan

dari pemerintah desa sangat kurang, ini juga menjadi salah satu

penyebab rendahnya partisipasi masyarakat. masyarakat menjadi jenuh

dah malas karena banyak usulan yang diajukan namun pelaksanaan dari

desa kurang.

2. Saran

a. Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) sebagai lembaga yang berfungsi

salah satunya sebagai tempat masyarakat desa menyalurkan aspirasi harus

berperan aktif dala mengoptimalkan penyerapan dan penyaluran aspirasi

masyarkat desanya, karena fungsi ini telah diamanatkan dalam UU No. 6

Tahun 2014 Tentang Desa dalam pasal 68.

b. Jika masyarakat menyepakati bahwa RT/RW sebagai perwakilan

masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya ditingkat musrenbang

Desa Tembeling, maka sebelumnya harus ada penyerapan atau

penampungan aspirasi masyarakat ditingkat dusun atau RT setempat.

Agar RT setempat lebih mudah menyampaikan usulan kepada

pemerintah desa karena sudah menampung aspirasi dari masyarkat.

c. Masyarakat Desa Tembeling sebaiknya ikut berpartisipasi secara

langsung dalam menyampaikan aspirasinya dalam forum musrenbang

desa agar masyarakat memahami informasi te tang pembangunan desa

untuk kepentingan bersama.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku - buku

Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Perdesaan dan Perkotaan.

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Arikunto,Suharsimi.2006. prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta :

Rineka Cipta

Budiarjo, Miriam. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT Gramedia

Pustaka Utama,

Davis, Keith. 2000. Perilaku dalam Organisasi,Edisi ke tujuh. Jakarta : Erlangga

Diamar son, 2004. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan.

Jakarta : CV. Cipruy.

Djohani. Rianingsih dkk. 2008 .panduan penyelenggara musrenbang desa,

Bandung : Studio Driya Media.

Eko, Sutoro. 2003. Mengkaji ulang good governance. Institute Research and

Empowerment. Yogyakarta

H.A.R. Tilaar. 2009. Kekuasaan dan Pendidikan : Kajian Manajemen Pendidikan

Nasional dalam Pusaran Kekuasaan.

Jakarta : Rinika Cipta

Holil, Soelaiman. 2005. Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial.

Bandung

Huraerah, Abu. 2011. Pengorganisasian & Pengembangan Masyarakat: Model &

Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan. Bandung: Humaniora.

Isbandi, Rukminto Adi,2007. Perencanaan Partisitoris Berbasis Aset Komunitas:

dari pemikiran menuju penerapan. Depok. FISIP UI Press

Kartasasmita , Ginanjar , dkk. 2005. Pembaharuan dan Pemberdayaan.Ikatan

Alumni ITB

Khairul Muluk, 2007. Menggugat partisipasi public dalam pemerintahan Daerah,

Lembaga Penerbitan dan Dokumentasi

Manan, Bagir. 2001. Menyongsong fajar Otonomi Daerah. Pusat Studi Hukum

UI. Yogyakarta

FIA-UNIBRAW

Miraza, Bachtiar Hassan. 2005. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.

Bandung : ISEI

Moleong, Lexy J. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung :

Remaja Rosda Karya

Ndraha, Taliziduhu, 2006. Budaya Organisasi. Rineka Cipta, Jakarta.

Nurmianto, Eko . 2003. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya :

Guna Widya

Santoso, Budhy & Gianawati, Nur dyah. 2005. Manajemen Pembangunan

Berbasis Masyarakat: Perencanaan Pembangunan Partisipatif.

Jember : Perform Project

Sarwono,Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Siregar. I. 2001. Tesis Penanggulanagn kemiskinan melalui pemberdayaan

masyarakat nelayan. Universitas

Indonesia, Depok

Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Prilaku Manusia Pembangunan. Bogor :

IPB Press.

Soekanto, Soejono, 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT .Raja Grafindo

Persada

Sugiyono.2005. Metode penelitian Administratif. Bandung : CV. Alfabeta

Sundariningrum. 2001. Klasifikasi Partisipasi. Jakarta : Graisindo

Sumaryadi, I Nyoman.2005. Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan

Pemberdayaan Masyarakat .

Jakarta : CV. Citra Utama

Solekhan, Moch. 2012. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Malang: Setara

Tangkilisan, Hassel Nogi.s. 2007. Penataan Birokrasi Era Milenium.

YPAPI. Yogyakarta

Usman, Husaini. 2006. Manajemen-teori, praktik dan riset pendidikan

Bumi aksara: Jakarta

Purnamasari, Dewi. 2006. Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan

Pembangunan . Jakarta : Universtas Indonesia

Yuwono, Teguh. 2001. Manajemen Otonomi Daerah : Membangun Daerah

Berdasarkan Paradigma Baru. Semarang :

Ciyaps Diponegoro Universiti

B. Jurnal

Fadil, Faturrahman. 2013. Partisipasi Masyarakat dalam Musyawarah

Perencanaan Pembangunan di Kelurahan Kota Baru Tengah.

Sofi, Kohen. 2014. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan di Desa Kuala

Sempang Kecamatan Seri Kuala Lobam Kabupaten Bintan Tahun 2014.

Suji, Inti wasiati Masruhen. 2013. Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Desa Tahun 2013.

C. Dokumen

Republik Indonesia. 2014. Undang – undang no. 6 tahun 2014 tentang Desa.

Lembaran Negara RI Tahun 2014. Sekretariat Negara Jakarta.

Republic Indonesia. 2014. Undang – Undang No. Tahun 2014 Tentang

Pemerintah Daerah. Lembaran Negara RI Tahun 2014. Sekretariat Negara Jakarta.

Republik Indonesia, 2014. Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Perencanaan

Desa memuat definisi tentang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa.

Lembaran RI Tahun 2014. Sekretariat Negara Jakarta.