Upload
leminh
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PARTISIPASI POLITIK
FORUM KOMUNIKASI ANAK BETAWI (FORKABI)
DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2007
Nurbaiti 103033227795
PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USULUDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2008 M / 1429 H
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan semesta alam atas segala rahmat dan
kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan
salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
beserta para keluarga dan sahabatnya semoga kita selalu dalam limpahan
syafaatnya, Amin.
Skripsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana sosial
pada jurusan pemikiran politik Islam fakultas ushuluddin Universitas Islam
Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas segala bimbingan dan dukungan kepada:
1. Bapak Drs. H. Husen Sani, Ketua Umum DPP FORKABI sekaligus anggota
DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PAN.
2. Bapak Drs. H. Abdul Ghoni, anggota DPRD DKI Jakarta sekaligus ketua DPD
FORKABI Jakarta Selatan.
3. Bapak Drs. H. Nanang Suryana, ketua DPRT FORKABI cab. Cipulir.
4. Bapak Drs. Agus Darmadji, M. Fils., Ketua Jurusan Pemikiran Politik Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Dra. Wiwi Siti Sajaroh, MA., Sekretaris Jurusan Pemikiran Politik Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Drs. Haniah Hanafie, M. Si., selaku pembimbing akademik sekaligus
pembimbing skripsi yang telah menyetujui proposal skripsi yang diajukan
kepada fakultas dan memberi arahan serta masukan dalam penyusunan skripsi.
7. Dosen-dosen Pemikiran Politik Islam, atas pembelajaran ilmu yang telah
diberikan. Semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat bagi penulis.
8. Bapak K.H. Sa’adih al-Batawi dan Majlis Pengajian As-Sam’aawat yang
memberikan doa dan semangat bagi penulis agar tetap bersyukur dan
istiqomah.
9. Orang tua tercinta, Bapak dan Ibu (Bahrudin dan Aniyah) yang senantiasa
memberikan do’a dan pengorbanannya dengan harapan dan ketulusan hati
serta kasih sayang yang tak terhingga.
10. Kakak-kakak dan adikku yang selalu memberikan dukungan doa (Bang Amin,
Bang Hafidz dan Dien) semoga tetap akur dan saling menyayangi.
11. Mertua dan Ipar-iparku yang selalu memberikan doa agar skripsi ini cepat
selesai dan jadi sarjana.
12. Suamiku tercinta yang memberikan pundaknya untuk berkeluh kesah dan
selalu memberikan motivasi, cinta dan kasih sayang yang tak terhingga.
13. Sahabat-sahabat di Pemikiran Politik Islam angkatan 2003 terimakasih telah
memberikan warna persahabatan dalam menjalani masa perkuliahan
khususnya Linda, Muti, Kiki, Hilda (selamat yan dah punya anak), Irna,
Nawal, Bowo, Niko (yang lain kapan nyusul?).
Penulis yakin dan sadar akan segala keterbatasan dan kekurangannya
dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis menerima saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak agar skripsi ini lebih sempurna dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang lain.
Ciputat, 05 Maret 2008
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................. 1
B. Perumusan Masalah ................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 7
E. Metode Penelitian ...................................................................... 7
1. Teknik Pengambilan Sampel................................................ 8
2. Teknik Analisa Data............................................................. 9
F. Sistematika Penulisan ................................................................ 9
BAB II : TEORI PARTISIPASI POLITIK
A. Pengertian Partisipasi Politik ..................................................... 11
B. Partisipasi Politik dalam Islam................................................... 15
C. Bentuk dan Tingkat Partisipasi Politik....................................... 18
D. Faktor-faktor yang Memepengaruhi Partisipasi Politik ............. 26
BAB III : PROFIL FORKABI
A. Sejarah dan Berdirinya FORKABI ............................................ 37
B. Susunan Kepengurusan FORKABI (2005-
2010)…………………………………………………………...39
C. Struktur Organisasi FORKABI..................................................41
1. Wilayah Organisasi FORKABI............................................41
2. Pimpinan Organisasi ............................................................ 43
3. Rangkap dan Masa Jabatan .................................................. 46
D. Keanggotaan FORKABI ............................................................ 46
1. Penerimaan Anggota ............................................................ 46
2. Syarat dan Kewajiban Anggota............................................ 47
3. Hak-hak Anggota ................................................................. 47
4. Sanksi Organisasi ................................................................. 47
5. Bentuk-bentuk Sanksi .......................................................... 48
6. Mekanisme Pembelaan Diri ................................................. 49
7. Pemberhentian Anggota ....................................................... 50
BAB IV : PARTISIPASI POLITIK FORKABI DALAM PILKADA DKI
JAKARTA 2007
A. Pilkada DKI Jakarta 2007 .......................................................... 49
B. Partisipasi Politik FORKABI
dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 ................................................51
C. Bentuk-Bentuk Partisipasi FORKABI dalam Pilkada
DKI Jakarta 2007 .......................................................................52
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik
FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007............................. 56
1. Faktor Intern......................................................................... 56
2. Faktor Ekstern ..................................................................... 57
E. Dampak Partisipasi FORKABI terhadap Pilkada
DKI Jakarta 2007 .......................................................................58
F. Analisis Politik Islam terhadap Partisipasi Politik
FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007............................. 60
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 69
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan pembangunan nasional merupakan bagian dari usaha
merealisasikan tujuan negara. Tujuan nasional sebagaimana dijelaskan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan
penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui pembangunan nasional
dalam segala aspek kehidupan bangsa, oleh penyelenggara bangsa yaitu, lembaga
negara tertinggi negara bersama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia.
Indonesia sebagai negara yang berkembang sedang giat melaksanakan
rangkaian pembangunan. Pembangunan yang melingkupi segenap aspek
kehidupan yang diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur,
sejahtera lahir batin, merata baik secara materil dan spiritual berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Tujuan pembangunan tersebut dapat dicapai melalui
proses panjang yang memerlukan perhatian dan pengorbanan semua pihak, baik
pemerintah maupun masyarakat. Dengan demikian masyarakat dituntut untuk ikut
berperan dalam kegiatan pembangunan secara aktif dan pasif.
Peran masyarakat dalam melaksanakan pembangunan, merupakan suatu
keadaan masyarakat yang sadar berbangsa dan bernegara, akan senantiasa
mengikuti perubahan dan dinamika yang terjadi dan sedang berkembang dalam
kehidupan masyarakat dan bernegara. Perubahan yang disebabkan oleh
keberhasilan pembangunan ialah munculnya tuntutan masyarakat untuk
berpartisipasi secara aktif di kehidupan politik. Dalam rangka itu, rakyat semakin
menghendaki keterlibatannya di dalam penentuan pemimpin, perumusan dan
pemutusan kebijaksanaan publik, dan pengawasan terhadap kehidupan kekuasaan
negara. Aspirasi tersebut berakar pada peningkatan dan pendalaman kesadaran
politik sebagai produk peningkatan informasi dan pengetahuan yang dirangsang
oleh perkembangan pendidikan, kesehatan, media informasi, dan lainnya sebagai
bawahan dari pertumbuhan ekonomi.1
Pada negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia yang
menganut sistem Demokrasi Pancasila, pemikiran yang mendasari konsep
partisipasi politik adalah kedaulatan berada di tangan rakyat, yang dilaksanakan
melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan
masyarakat dan menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan.
Partisipasi politik merupakan kegiatan warga negara dalam mempengaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan sekaligus sebagai wahana dalam
menentukan pemimpin pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Jadi,
partisipasi politik merupakan sebuah pengejawantahan dari penyelenggaraan
kekuasaan politik yang absah oleh rakyat.2
Salah satu wujud dari adanya kedaulatan rakyat adalah dengan
dilaksanakannya Pemilu (Pemilihan Umum), dan pada saat ini menjadi Pilkada
(Pemilihan Kepala Daerah), Pilkades (pemilihan Kepala Desa) dan pemilihan-
1 Arbi Sanit, “Demokrasi Pemilihan Umum,” dalam Indria Samega dan Syarofin Arba,
ed., Demitologisasi Politik Indonesia (Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo, 1998), h. 140 2 Mirriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai. (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1998), h. 3
pemilihan umum lainnya. Melalui Pemilu, di sini rakyat mempunyai kekuasaan
atau hak untuk memilih dan menentukan sendiri wakil-wakilnya dan
pemimpinnya baik itu Presiden, Gubernur maupun Kepala Desa.
Sekarang ini untuk pertama kalinya proses pemilihan dan pengangkatan
kepala daerah (Gubernur), Bupati, Walikota dan lain-lain di Indonesia sama
dengan proses pengangkatan Presiden yaitu dilakukan melalui proses sistem
pemilihan umum yang mangacu pada UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pilkada
yang dilakukan di masing-masing daerahnya. Dengan adanya Pilkada rakyat dapat
menentukan wakil-wakilnya dengan memilih salah satu pasangan calon Gubernur
(Cagub) dan calon Wakil Gubernur (caWagub) yang didukung oleh partai politik
yang ikut dalam Pilkada. Calon Gubernur manapun yang mendapatkan suara
terbanyak maka cagub itulah yang menang. Dengan demikian sistem yang
digunakan dalam pemilihan kepala daerah menggunakan sistem pemilu
proporsional.
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2007 ini berbeda dengan
pemilihan kepala daerah sebelumnya. Pada Pilkada 2007 ini masyarakat yang
menentukan sendiri Gubernurnya. Sehingga masyarakat dapat lebih mengenal
siapa dan bagaimana sifat calon pemimpin yang akan memimpinnya itu.
Pemilu atau Pilkada disebut juga dengan pesta demokrasi bagi rakyat
Indonesia pada umumnya dan khususnya bagi masyarakat Jakarta saat ini. Dengan
demikian, adalah suatu kewajiban bagi masyarakat Jakarta untuk ikut berperan
dalam menyukseskan Pilkada, yang merupakan salah satu wujud dari adanya
kedaulatan rakyat. Keterlibatan masyarakat dalam politik menunjukkan bahwa
kesadaran politik masyarakat sangat tinggi. Hal ini didukung oleh keinginan
masyarakat untuk berperan aktif dalam bidang politik sangat besar. Disamping itu
rasa ingin tahu dan memahami masalah-masalah politik yang sedang berkembang
merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan oleh masyarakat. Karena
menurut mereka bahwa setiap kebijakan politik yang dikeluarkan akan
mempengaruhi kondisi kehidupan mereka.
Gema pilkada di tanah Betawi untuk memilih Gubernur dan Wakil
Gubernur yang berlangsung pada Agustus 2007 semakin ramai. Suhu politikpun
kian meningkat. Berbagai wacana dan opini berkembang sangat beragam di
berbagai lapisan masyarakat, dari pendapat yang sama sampai yang berbeda. Hal
ini sangatlah wajar untuk meningkatkan kualitas dari demokratisasi itu sendiri.
Selain itu salah satu keberhasilan Pilkada ini adalah seberapa besar peran serta
masyarakat dalam mengikuti Pilkada ini. Proses demokratisasi ini harus kita jalani
untuk memperoleh figure calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang
benar-benar memiliki kemampuan dan dapat diterima secara fair dan objektif di
tengah masyarakat Jakarta.
Hal ini terjadi pada FORKABI. FORKABI adalah Forum Komunikasi
Anak Betawi yang berdiri tanggal 18 April 2001 di Jakarta. FORKABI
merupakan organisasi sosial kemasyarakatan, yang bertujuan menghimpun dan
mengembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) masyarakat Betawi agar
dapat menjadi pelaku pembangunan di kampungnya sendiri.3 FORKABI adalah
salah satu organisasi masyarakat yang pada umumnya menaungi masyarakat
Betawi di Jakarta dan sekitarnya. Selain itu, FORKABI juga sangat berperan
3 AD/ART FORKABI. Pasal. 8
penting dalam masalah politik karena sebagai warga Jakarta FORKABI berhak
untuk mengeluarkan aspirasi-aspirasi yang berkembang saat ini.
Dari hal ini para sesepuh Betawi ingin mencoba mewadahi orang-orang
asli putra daerah yang mempunyai SDM tinggi dan berwawasan luas agar dapat
menyalurkan aspirasinya dalam membangun kota Jakarta. Pada akhirnya maka
terbentuklah FORKABI. Di antara pendiri-pendiri FORKABI adalah: Drs. Husen
Tsani, Jenderal Sanif, Kolonel Asmuni, H. Abdul Khoir, dan Irwan Syafi’i.4
FORKABI sendiri aktif dan terlibat dalam masalah politik baik secara
langsung atau tidak langsung, karena mereka tidak ingin termajinalkan dalam
masalah ini. Terbukti sampai saat ini putra daerah sangat minim sekali yang
menduduki jabatan di pemerintahan. Peranan yang dilakukan oleh FORKABI
tidak hanya di dalam Pilkada DKI Jakarta saja dengan mendukung Fauzi Bowo
sebagai calon gubernur tetapi juga dapat terlihat pada pemilu 2004 dimana mereka
langsung berkiprah dalam masalah politik, baik menjabat di salah satu Parpol dan
mencalonkan diri sebagai perwakilan daerah.
Dengan adanya pemilihan kepala daerah yang berlangsung pada tanggal 8
Agustus 2007 yang pada akhirnya memenangkan pasangan Cagub dan caWagub
Fauzi Bowo dan Priyanto. Bukan tidak mungkin dibelakang kemenangan mereka
ada dukungan besar dari beberapa partai politik dan organisasi-organisasi
masyarakat yang ada di Jakarta dan salah satu organisasi masyarakat yang
mendukung penuh pasangan Foke-Priyanto untuk duduk di kursi pemprof adalah
FORKABI dengan segala aktifitas politiknya baik bentuk dan peran partisipasinya
4 Wawancara Pribadi dengan H. Nanang Suryana (Ketua DPRT cab. Cipulir)
dalam menyukseskan kampanye-kampanye yang diadakan oleh pasangan Foke-
Priyanto pada Pilkada DKI Jakarta 2007.
Uraian diatas mendorong peneliti untuk lebih jauh mengetahui bentuk
peran partisipasi FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007. Disamping itu,
penulis merupakan mahasiswa PPI (Pemikiran Politik Islam) sehingga sangat
sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki oleh penulis. Berdasarkan uraian di atas
penelitian yang akan dilakukan oleh penulis diberi judul:
“PARTISIPASI POLITIK FORUM KOMUNIKASI ANAK BETAWI
(FORKABI) DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2007”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk memudahkan pemahaman latar belakang masalah di atas, maka
penulis membatasi ruang lingkupnya pada bentuk partisipasi FORKABI dalam
Pilkada DKI Jakarta 2007. Dari pokok masalah di atas dapat dirumuskan beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
1. Bentuk-bentuk partisipasi politik seperti apa yang dilakukan FORKABI dalam
mensukseskan Pilkada DKI Jakarta 2007?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi politik FORKABI
dalam Pilkada DKI Jakarta 2007?
C. Tujuan Penelitian
Selaras dengan perumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan
dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bentuk partisipasi politik FORKABI dalam partai politik dan
Pilkada DKI Jakarta 2007
2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi partisipasi politik
FORKABI dalam Pilkada DKI 2007
3. Mengetahui analisis politik Islam (Siyasah Dusturiyah) terhadap partisipasi
FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007
D. Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini diharapkan agar:
1. Dapat mengetahui bentuk partisipasi politik yang dilakukan oleh FORKABI
dan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik FORKABI dalam
Pilkada DKI Jakarta 2007
2. Dapat memberikan masukan kepada pengurus FORKABI sebagai wadah
perkumpulan masyarakat Betawi untuk mengembangkan organisasi
FORKABI kearah yang lebih baik lagi.
3. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang FORKABI.
E. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif.
Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari objek yang diamati.
Dalam hal ini objek yang diamati oleh penulis adalah bentuk partisipasi
politik FORKABI dalam pilkada DKI Jakarta 2007.
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah:
a. Penelitian lapangan (field research), yaitu penelitian dengan cara
mencermati langsung objek yang diteliti guna memperoleh data yang
otentik
b. Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu dengan cara
membaca, memahami, dan menginterpretasikan informasi dari buku-
buku dan media cetak lainnya yang ada hubungannnya dengan materi
skripsi.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Jumlah responden yang diambil sebanyak 3 orang pengurus
FORKABI yang dianggap mengatahui permasalahan yang dikemukakan.
Kedua responden tersebut, berkapasitas sebagai ketua DPP FORKABI dan
ketua DPD FORKABI Jakarta Selatan sekaligus sebagai anggota DPRD dan
Ketua DPRt cab. Cipulir. Untuk menetapkan satu atau beberapa responden,
penulis menggunakan teknik “Purposive Sampling”, yaitu menentukan
sample dengan pertimbangan tertentu atau penentuan sample yang dilakukan
secara sengaja dengan anggapan atau pendapat sendiri berdasarkan tujuan
tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal. Dalam hal
ini mewawancarai tokoh FORKABI.5
Sumber data dari penelitian ini terdiri dari dua sumber, yaitu:
a. Sumber data primer, yaitu sumber yang harus ada yang berupa
penjelasan dari hasil wawancara dan menjadi sumber pokok dari data-
data yang dikumpulkan dan langsung ada kaitannya dengan masalah
5 Suharismi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT.
RIneka Cipta, 2002), h.15
penelitian. Dalam hal ini yang menjadi sumber data primer adalah
pengurus FORKABI baik ditingkat pusat maupun cabang.
b. Sumber data sekunder yaitu, sumber-sumber lainnya yang menunjang
sumber primer, diantaranya buku-buku yang berkaitan dengan
partisipasi politik, fiqh siyasah dan FORKABI
Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik sebagai berikut:
a. Wawancara, kegiatan ini dilakukan melalui beberapa pertanyaan yang
diajukan kepada responden/informan di tempatnya masing-masing
dalam masalah partisipasi politik
b. Dokumentasi, dalam menggunakan teknik ini penulis meneliti buku-
buku, dokumen-dokumen dan sebagainya. Adapun buku-buku yang
berkaitan dengan FORKABI, partisipasi politik dan fiqh siyasah.
3. Teknik Analisis Data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, maka metode yang
digunakan dalam analisis ini adalah metode deskriftif. Dalam penelitian ini
analisa data dilakukan dengan melalui tahapan sebagai berikut:
a. Mengumpulkan seluruh data mengenai partisipasi politik FORKABI
b. Mengelompokkan data dalam satuan-satuan sesuai dengan masalah
penelitian
c. Menafsirkan dan menarik kesimpulan dari data-data yang dianalisis
dengan memperhatikan rumusan masalah.
Kemudian untuk metode penulisan penelitian ini menggunakan buku
“Pedoman Penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang
diterbitkan oleh Center for Quality Development Assurance (CEQDA) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2007 sebagai referensi.
F. Sistematika Penulisan
Guna memudahkan pembahasan dan penulisan serta lebih sistematis, maka
penulis menyusun pada lima bab, yaitu
Pertama; pendahuluan merupakan gambaran umum tentang hal-hal yang
berkaitan dengan partisipasi FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 yang
terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Kedua; membahas tentang pengertian partisipasi politik serta bentuk dan
tingkatan partisipasi politik dan faktor-faktor yang mendorong dan mempengaruhi
seseorang untuk berpartisipasi dalam politik.
Ketiga; membahas tentang sejarah berdirinya FORKABI serta struktur
organisasi dan keanggotaan organisasi FORKABI.
Keempat; membahas tentang bentuk partisipasi yang dilakukan FORKABI
dalam Pilkada DKI Jakarta 2007, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
politik FORKABI dan kaitannya dengan analisis politik Islam.
Kelima; penutup yang di dalamnya terdapat kesimpulan dan saran-saran
BAB II
TEORI PARTISIPASI POLITIK
A. Pengertian Partisipasi Politik
Pemikiran yang mendasari adanya partisipasi politik warga negara di
negara-negara yang menganut system demokrasi seperti Indonesia adalah
kedaulatan berada di tangan rakyat. Karena itu masyarakat dalam kehidupan
politik berbangsa secara luas, bebas dan aktif sangat dibutuhkan. Hal ini
merupakan syarat utama untuk membangun masyarakat yang memiliki kesadaran
dan kemandirian dalam politik.6 Meskipun pada kenyataannya masih banyak
masyarakat yang belum menyadari bahwa kegiatan aktifitas masyarakat dengan
pemerintah merupakan salah satu dari bentuk kegiatan politik yang berupa
partisipasi politik mereka terhadap pemerintah sebagai warga negara. Sebagai
contoh ialah ketika masyarakat dihadapkan pada proses pemilihan umum (pemilu)
untuk mengangkat wakil-wakil rakyat untuk duduk di parlemen atau pemilihan
kepala negara (presiden) maupun pemilihan kepala daerah (gubernur) secara
langsung. Masyarakat datang dengan berduyun-duyun ke TPS-TPS terdekat untuk
menggunakan hak pilihnya sebagai warga negara dan menyuarakan aspirasinya
terhadap para wakil-wakil rakyat pilihannya. Meskipun pada dasarnya masyarakat
tidak ingin terlibat secara langsung dalam kancah perpolitikan namun tanpa
disadari peran masyarakat dalam kegiatan kampanye dan pemilu pada hakikatnya
6 Mirriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998),h. 3
merupakan sebuah bentuk dari partisipasi politik warga negara terhadap
pemerintah.
Banyak pakar politik yang mendefinisikan partisipasi politik sebagai
keterlibatan individu pada bermacam-macam tingkatan di dalam system politik.
Peran serta masyarakat merupakan kata lain dari istilah standar dalam ilmu
politik, yaitu partisipasi politik. Dalam ilmu politik partisipasi politik diartikan
sebagai upaya warga masyarakat, baik secara individual ataupun kelompok, untuk
ikut serta mempengaruhi pembentukan dan kebijakan public dalam sebuah
negara.7
Mirriam Budiarjo memberikan definisi partisipasi politik adalah;”
Kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam
kehidupan politik. Yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah (public
policy). Kegiatan ini mencakup tindakan memberikan suara dalam pemilu,
menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok
kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau
anggota parlemen.”8
Ramlan Surbakti secara umum berpendapat bahwa partisipasi politik dapat
diartikan sebagai keikutsertaan warga negara dalam menentukan segala keputusan
yang menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. Partisipasi politik masyarakat
yang dilakukan lewat control terhadap proses perumusan, pelaksanaan dan
penilaian suatu kebijakan pemerintah akan berpengaruh positif dalam
7 Affan Gaffar, “Merangsang Partisipasi POlitik Rakyat.” Dalam Demitologisasi Politik
Indonesia: Mengusung Elitisme dalam Orde Baru (Jakarta:CIDESINDO, 1998), h. 240 8 Mirriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
1998), h.1
pembangunan. Oleh karena itu aktifitas-aktifitas masyarakat di bidang politik
merupakan bagian penting dalam upaya membangun demokrasi, dengan kata lain
tanpa adanya partisipasi masyarakat maka tidak ada demokrasi.
Dalam literature politik banyak ditemukan definisi partisipasi politik yang
diungkapkan oleh para sarjana Barat. Namun secara mendasar mereka
menyampaikan persamaan makna, antara lain yang dijelaskan oleh:
1. Harbert Mc Closky: “partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari
warga masyarakat melalui kegiatan yang dilakukan dengan proses pemilihan
penguasa, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
pembentukan kebijakan umum.
2. Norman H. Nie dan Sidney Verba: ”partisipasi politik adalah kegiatan pribadi
warga negara yang legal yang bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-
pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka”. Tujuan
utama dari tindakan yang dilakukan oleh warga negara tersebut adalah
mempengaruhi kebijakan atau keputusan pemerintah.
3. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson: ”partisipasi politik adalah kegiatan
warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk
mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Baik secara individual
maupun kolektif.9
Berdasarkan definisi-definisi pakar ilmu politik diatas, dapat disimpulkan
bahwa partisipasi politik merupakan kesadaran pribadi masyarakat untuk
melakukan interaksi dengan pemerintahan dalam rangka mempengaruhi segala
bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal itu dilakukan karena
9 Mirriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, h. 2-3
masyarakat memiliki hasrat untuk menentukan hidup secara bebas dan
bertanggung jawab.
Pembangunan yang berorientasi dan berdimensi kerakyatan akan tercapai
apabila rakyat bersikap tidak masa bodoh dan punya kepedulian terhadap masa
depan bangsa. Menurut Huntington dan Juan Nelson untuk membangun peran
aktif masyarakat dalam politik diperlukan tiga prasyarat yang harus di tumbuh
kembangkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara antara
lain:
1. Kegiatan
Kegiatan politik yang dilakukan oleh masyarakat bukan kegiatan yang bersifat
subyektif sebagaimana yang sering dijelaskan oleh para sarjana politik.
Mereka memasukkan sikap warga negara yang nyata seperti pengetahuan
politik, minat terhadap politik dan persepsi tentang relevansi politik. Berbeda
dengan Huntington yang memasukkan sikap politik yang subyektif sebagai
variable-variable yang terpisah.
2. Bersifat Perseorangan
Aktifitas politik warga negara harus dilakukan secara perseorangan. Selain itu,
kegiatan politik akan dinilai sebagai peranan jika bukan dilakukan oleh orang-
orang profesional di bidang politik seperti pejabat pemerintah dan pejabat
partai. Menurut Huntington mereka dianggap berperan dalam politik jika
berada dalam status bukan sebagai pegawai pemerintah (diluar jam kerja)
namun kegiatan politik mereka termasuk kedalam peran yang terputus-putus
(avocational).
3. Memiliki tujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah
Segala bentuk kegiatan politik baik yang legal maupun illegal merupakan
partisipasi politik jika bertujuan untuk mempengaruhi setiap kebijakan
pemerintah. Oleh karena itu Huntington dan Juan Nelson memasukkan
demontrasi, gerakan-gerakan protes, huru hara dan pemberontakan sebagai
bentuk kegiatan partisipasi. Hal ini didasarkan pada inti dari tujuan dari
kegiatan tersebut yaitu untuk mempengaruhi keputusan pemerintah.10
B. Partisipasi Politik dalam Islam
Kajian persoalan rakyat, status hak-hak dan kewajibannya seperti
partisipasi politik dibahas dalam fiqh siyasah dusturiyah. Permasalahan di dalam
fiqh siyasah dusturiyah adalah hubungan antara pemimpin di satu pihak dengan
rakyatnya di pihak lain serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam
masyarakatnya. Apabila hak pemimpin untuk ditaaati dan mendapat bantuan serta
peranan masyarakat, maka kewajiban dari masyarakat adalah taat dan membantu
serta berperan aktif dalam program-program yang disepakati untuk kemaslahatan
bersama.
Partisipasi politik merupakan kalimat yang terdiri dari dua kata dengan arti
yang saling berdiri sendiri yaitu partisipasi dan politik, tetapi pada pendefinisian
partisipasi politik semua bagian kata dimasukkan dalam satu makna. Dalam
bahasa politik Islam, partisipasi politik disebut dengan musyarokah siyasiyah.
Secara bahasa musyarokah siyasiyah berasal dari akar kata شارك dengan arti
bersekutu. Adapaun siyasiyah diambil dari kata ساس- يسوس-سياسة yang
10Sammuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik Di Negara Berkembang,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), h. 6-7
bermakna mengatur, mengendalikan, mengurus, atau membuat keputusan.
Sedangkan secara terminology sebagaimana yang dikutip oleh Suyuthi Pulungan
dari pendapat Ibnu Manzhur bahwa siyasah adalah mengatur atau memimpin
sesuatu dengan cara yang membawa pada kemaslahatan.11 Sedangkan definisi
yang singkat dan padat dikemukakan oleh Bahantsi Ahmad Fathi yang
menyatakan bahwa siyasah adalah “pengurusan kepentingan (kemaslahatan) umat
manusia sesuai dengan syara”.
Dalam ilmu politik partisipasi politik didefinisikan sebagai keikut sertaan
warga negara dengan bentuk yang terorganisir dalam membuat keputusan-
keputusan politik, dengan keikut sertaan yang bersifat sukarela dan atas
kemauannya sendiri, yang didasari oleh rasa tanggung jawab terhadap tujuan-
tujuan sosial secara umum, dalam koridor kebebasan berpikir, bertindak dan
kebebasan mengemukakan pendapat.12
Sayyid Salamah al-Khamisyi mendefinisikan bahwa partisipasi politik
(musyarokah siyasiyah) adalah hasrat individu untuk mempunyai peran dalam
kehidupan politik melalui keterlibatan administrativ untuk menggunakan hak
bersuara, melibatkan dirinya di berbagai organisasi, mendiskusikan berbagai
persoalan politik dengan pihak lain, ikut serta melakukan berbagai aksi dan
gerakan, bergabung dengan partai-partai atau organisasi independent atau ikut
serta dalam kampanye penyadaran, memberikan pelayanan terhadap lingkungan
dengan kemampuan sendiri dan sebagainya.13
11 Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 23 12 Sa’d Ibrahim Jum’ah dalam Muiz Ruslan, “Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin,
(Solo, Era Intermedia, 2000), h. 98 13 Ustman Abdul Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, (Solo, Era
Intermedia, 2000), h. 46
Kamal al-Manuffi berpendapat dalam Muiz Ruslan, partisipasi politik
adalah hasrat individu untuk berperan aktif dalam kehidupan politik melalui
pengelolaan hak bersuara atau pencalonan untuk lembaga-lembaga yang dipilih,
mendiskusikan persoalan politik dengan orang lain atau bergabung dengan
organisasi-organisasi mediator.14 Dari beberapa pendapat diatas dapat
didefinisikan bahwa partisipasi politik (Musyarokah Siyasiyah) adalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk melibatkan diri dalam mempengaruhi
kebijakan pemerintah melalui pemungutan suara, menghadiri rapat umum,
menjadi anggota partai politik atau kelompok kepentingan (interest group),
mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dengan
tujuan ikut serta dalam menentukan segala keputusan yang mempengaruhi
hidupnya.
Tujuan dari partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat adalah
untuk memberikan pengaruh kepada keputusan-keputusan politik negara, atau
bertujuan untuk mengahadapi berbagai problematika sosial masyarakat.15
Partisipasi dalam politik merupakan kegiatan fundamental untuk
menumbuhkan rasa tanggung jawab pada pelaksana pemerintahan dan rakyat
sebagai objek kebijakan. Disamping itu tingginya partisipasi politik menunjukkan
tingginya kesadaran masyarakat dalam berdemokrasi sehingga akan berdampak
positif dalam memperkokoh pemerintahan. Salah satu syarat penting berdirinya
suatu negara adalah rakyat. Maka unsur rakyat dalam sebuah negara sangat
penting sebab secara nyata yang memiliki kepentingan agar negara berjalan
dengan baik adalah rakyat. Oleh karena itu terciptanya peran rakyat dalam proses-
14Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, h. 99 15Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ihwanul Muslimin, h. 100
proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh negara atau pemerintah sangat
penting. Makin besar partisipasi masyarakat dalam politik maka makin demokratis
kehidupan politik. Sebab ciri masyarakat demokratis adalah bangkitnya secara
optimal peranan masyarakat dalam kehidupan berpolitik dan bernegara.
C. Bentuk dan Tingkat Partisipasi Politik
Bentuk dan tingkat partisipasi politik dipengaruhi oleh sistem politik.
Partisipasi politik masyarakat dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung, partisipasi politik dilakukan melalui kontak langsung
dengan para pejabat negara yang ikut dalam menentukan kebijakan-kebijakan
publik. Sedangkan yang tidak langsung adalah kegiatan partisipasi politik yang
dilakukan melalui media massa yang ada dengan menulis opini dan pandangan
tentang hal-hal yang menjadi sorotan publik.
Pada umumnya partisipasi politik rakyat ada yang bersifat mandiri
(otonom) dan kelompok (dimobilisasi). Partisipasi otonom adalah dimana seorang
individu dapat melakukan kegiatan partisipasi politiknya atas inisiatif dan
keinginan sendiri hal tersebut dilakukan semata-mata karena rasa tanggung
jawabnya dalam kehidupan politik, atau di dorong oleh keinginan untuk
mewujudkan keinginannya. Sedangkan partisipasi politik dalam bentuk lain
adalah partisipasi politik yang tidak berdasarkan atas keinginan sendiri tetapi
berdasarkan pada permintaan kelompoknya atau digerakkan oleh orang lain,
partisipasi politik inilah yang disebut dengan partisipasi politik yang
dimobilisasi.16 Berdasarkan tinggi rendahnya kesadaran politik dan kepercayaan
kepada pemerintah, maka Paige membagi partisipasi politik kedalam empat tipe.
Pertama, apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan terhadap
pemerintah yang tinggi maka partisipasi politik cenderung aktif. Kedua,
sebaliknya apabila kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah rendah
maka partisipasi politik cenderung pasif-tertekan (apatis). Ketiga, tipe partisipasi
berupa militan radikal, yakni apabila kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan
kepada pemerintah sangat rendah. Keempat, apabila kesadaran politik sangat
rendah tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi maka partisipasi ini
disebut tidak aktif (pasif).17
Sammuel Huntington dan Joan Nelson mengkategorikan bentuk partisipasi
politik kedalam beberapa bentuk, yaitu18:
1. Electoral activity (kegiatan pemilihan), adalah segala kegiatan yang secara
langsung atau tidak langsung berhubungan dengan pemilu yang termasuk
kedalam kegiatan ini adalah pemberian suara, pemberian sumbangan-
sumbangan dana kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, dan mencari
dukungan bagi seorang calon pemimpin dari partai tertentu.
2. Lobbying, mencakup upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi
pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan tujuan
untuk mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-
persoalan yang menyangkut masalah orang banyak.
16 Sammuel P Huntington & Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
(Jakarta, PT Rineka Cipta,1994),h. 9 17 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta, PT Gramedia Widiasarana
Indonesia, 1992), h. 144 18 Sammuel P Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
(Jakarta, PT. Rineka Cipta, 1994), h. 16-17
3. Organizational activity (kegiatan organisasi), adalah keterlibatan warga
masyarakat ke dalam berbagai organisasi politik baik sebagai anggota atau
pejabat dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah.
4. Contacting (mencari koneksi), adalah suatu bentuk partisipasi yang dilakukan
oleh warga negara dengan langsung mendatangi atau menghubungi para
pejabat negara melalui pesawat telepon.
5. Violence (tindak kekerasan), adalah suatu bentuk partisipasi yang dilakukan
melalui jalan kekerasan yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan
pemerintah, biasanya cara yang dilakukan adalah merusak sarana dan
prasarana yang ada di kantor-kantor pemerintahan.
Diluar pembagian di atas, Gabriel Almond membagi bentuk-bentuk
partisipasi politik kepada dua bagian yaitu konvensional dan non-konvensional.19
Bentuk partisipasi konvensional adalah suatu bentuk partisipasi politik yang
normal dalam demokrasi modern yang berupa kegiatan kampanye, pemberian
suara (voting), diskusi politik, membentuk dan bergabung dalam kelompok
kepentingan, dan komunikasi politik. Sedangkan bentuk partisipasi non-
konvensional adalah beberapa kegiatan partisipasi politik yang dilakukan secara
legal maupun illegal dan revolusioner. Kegiatan dalam partisipasi ini mencakup
pengajuan petisi, demonstrasi, konfrontasi, aksi mogok, tindakan anarkis,
tindakan kekerasan terhadap manusia berupa penculikan dan pembunuhan serta
melakukan revolusi.
19 Mochtar Mas’oed dan Collin Andrews, Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta,
UGM Press, 1995), h. 46.
Kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi politik
mempunyai bermacam-macam bentuk dan intensitasnya. Menurut pengamatan,
jumlah orang yang mengikuti kegiatan yang tidak intensif, yaitu kegiatan yang
tidak banyak menyita waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan prakarsa
sendiri, seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, besar sekali
jumlahnya. Sebaliknya, kecil sekali jumlah orang yang secara aktif dan sepenuh
waktu melibatkan diri dalam politik. Kegiatan sebagai aktivis politik ini
mencakup antara lain menjadi pemimpin dari partai atau kelompok kepentingan.
Hal tersebut dapat digambarkan dalam bentuk piramida partisipasi politik yang
basisnya lebar, tetapi menyempit ke atas sejalan dengan meningkatnya intensitas
kegiatan politik.20
Sumber: Berdasarkan David F. Roth dan Frank L. Wilson dalam Mirriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1998), h.7
Keterangan:
1. Aktifis:
20Mirriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai,(Jakarta,
Yayasan Obor Indonesia, 1998), h. 8
1
2
3
4
a. Pejabat
b. Pemimpin Partai
c. Kelompok Kepentingan
2. Partisipan
a. Petugas kampanye
b. Anggota aktif partai/kelompoik kepentingan
c. Aktif dalam proyek-proyek sosial
3. Pengamat
a. Menghadiri rapat umum
b. Anggota kelompok kepentingan
c. Mendiskusikan masalah politik
d. Mengikuti perkembangan politik melalui media massa.
e. Memberikan suara (voting)
4. Orang yang apolitis
Sedangkan Michael Rush dan Phillip Althof mengklasifikasikan bentuk
partisipasi politik kedalam sembilan kelompok, yaitu:
1. Menduduki jabatan politik atau administrativ
2. Mencari jabatan politik atau administrativ
3. Keanggotan aktif suatu kelompok organisasi politik
4. Keanggotaan pasif suatu kelompok organisasi politik
5. Keanggotaan aktif suatu oeganisasi semu politik
6. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik
7. Partisipasi dalam rapat umum, seperti demonstrasi
8. Partisipasi dalam diskusi politik
9. Pemberian suara (voting)21
Hierarki partisipasi politik di atas berlaku di berbagai tipe sistem politik.
Tetapi arti masing-masing tingkat partisipasi tersebut bisa berbeda dari sistem
politik yang satu ke sistem politik yang lain. Pada puncak hierarki terdapat orang-
orang yang menduduki berbagai macam jabatan, baik para pemegang jabatan
politik maupun para anggota birokrasi pada berbagai tingkatan. Mereka yang
menempati puncak hierarki ini memiliki kepentingan langsung dengan
pelaksanaan kekuasaan politik formal. Di bawah para pemegang jabatan-jabatan
politik formal adalah para anggota dari berbagai organisasi politik atau semi
politik. Termasuk di sini adalah semua tipe partai politik dan kelompok
kepentingan. Kesamaan antara partai politik dan kelompok kepentingan terletak
pada peranan keduanya sebagai agen-agen mobilisasi politik. Baik partai politik
maupun kelompok kepentingan merupakan organisasi yang berfungsi sebagai
wadah yang memungkinkan para anggota masyarakat berpartisipasi dalam
kegiatan politik. Tercakup dalam kegiatan tersebut adalah usaha mempertahankan
gagasan, posisi, orang atau kelompok-kelompok tertentu melalui sistem politik
yang bersangkutan.22
Dengan melihat pembahasan tentang partisipasi politik di atas, maka dapat
dipahami bahwa bentuk-bentuknya tidak terbatas pada pemberian suara atau
21 Machael Rush dan Phillip Althof, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2000), h. 124 22 Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 2001), h.
149
pencalonan dalam pemilu, akan tetapi juga memiliki bentuk yang lain.
Diantaranya:
a. Memahami berbagai persoalan politik dan sosial dengan cara mengikuti
berita-berita politik, baik internal maupun eksternal, melalui media massa,
seminar, simposium, kongres, dan diskusi informal dengan orang lain.
b. Ikut serta dalam kampanye politik. Misalnya kampanye penyadaran
masyarakat tentang berbagai peristiwa politik. Seperti mengajak masyarakat
untuk memberikan perhatian terhadap pemilu, atau mempropagandakan
kepada orientasi politik itu sendiri.
c. Ikut serta dalam berbagai aksi atau demonstrasi politik yang bertujuan untuk
memberi pengaruh terhadap keputusan public.
d. Memberikan konstribusi nyata dalam berbagai kegiatan berupa perbaikan
lingkungan atau pelayanan masyarakat dengan usahanya sendiri.
e. Bergabung dalam suatu partai politik atau pressure group, baik secara aktif
ataupun biasa-biasa saja.23
Partisipasi dalam partai politik dan kelompok kepentingan dapat bersifat
aktif dan pasif. Dikatakan partisipasi politik aktif bila orang-orang yang
bersangkutan menduduki jabatan-jabatan tertentu dalam suatu organisasi politik,
memberikan dukungan keuangan, atau membayar iuran keanggotaan.
Perbedaannya terletak pada sikap dan tujuan mereka. Kelompok kepentingan
adalah organisasi yang berusaha memajukan, mempertahankan atau mewakili
sikap-sikap yang terbatas atau khas yang bertujuan untuk memperjuangkan
kepentingan-kepentingan kelompok masing-masing dari kebijakan-kebijakan
23Ustman Abdul Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Musllimin, (Solo, Era
Intermedia, 2000),h. 103-104
pemerintah yang dapat merugikan kelompoknya. Sedangkan partai politik
berusaha memajukan, mempertahankan atau mewakili spectrum sikap yang lebih
luas yang bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dari pada
kepentingan kelompoknya sendiri.
Bentuk partisipasi yang lain adalah mengikuti suatu rapat umum
demonstrasi yang diselenggarakan oleh suatu organisasi politik, atau oleh
kelompok-kelompok kepentingan tertentu. Partisipasi semacam ini bisa bersifat
spontan, tetapi seringkali karena diorganisir oleh partai-partai politik dan
kelompok-kelompok kepentingan untuk memenuhi agenda politik mereka
maasing-masing. Dalam kasus ini, orang pada dasarnya berpartisipasi bukan
berdasarkan kesadarannya sendiri, melainkan karena dimobilisasi.
Termasuk bentuk partisipasi politik yang sebentar-bentar adalah diskusi
politik informal, yang dilakukan entah di dalam keluarga, di tempat kerja atau di
tempat-tempat lainnya dengan membahas fenomena-fenomena politik yang
sedang berkembang dalam pertemuan-pertemuan yang sifatnya informal.
Bentuk partisipasi politik yang tidak menuntut banyak upaya adalah ikut
memberikan suara dalam suatu kegiatan pemungutan suara. Disamping itu
terdapat pula orang-orang yang tidak berpartisipasi sama sekali dalam proses
politik. Mereka ini disebut orang-orang yang apatis terhadap politik.24
Pemberian suara (voting) merupakan bentuk partisipasi politik aktif yang
paling umum digunakan. Dalam negara-negara yang totaliter misalnya, cara ini
digunakan lebih sebagai alat bagi penguasa untuk memilih siapa yang seharusnya
menjalankan kekuasaan. Bagi negara yang berpartai tunggal, voting lebih
ditujukan untuk memberi kesempatan kepada penguasa untuk dapat memobilisasi
24Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik,h. 150-151
rakyatnya dan bukan sebagai kesempatan bagi rakyat dalam mempengaruhi
kebijaksanaan pemerintah atau bahkan memilih pemimpin pemerintahan.
Pemberian suara bukanlah satu-satunya bentuk partisipasi, tetapi masih banyak
bentuk partisipasi politik yang bersifat continue dan tidak terbatas pada masa
pemilihan umum saja. Contoh di Amerika, walaupun masyarakatnya tidak terlalu
bergairah dalam melakukan pemberian suara pada waktu pemilihan umum, tetapi
mereka lebih aktif berperan untuk mencari pemecahan masalah-masalah
masyarakat dan lingkungannnya melalui kegiatan lain, juga mereka lebih
cenderung menggabungkan diri dalam organisasi politik, bisnis, buruh, petani
dan sebagainya.25
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik
Manusia merupakan makhluk sosial politik, karena itu dalam setiap gerak
langkah kehidupan mereka sangat membutuhkan bantuan dari orang lain. Hal
tersebut didasarkan pada upaya masing-masing individu untuk mencapai
tujuannya. Dalam upaya memenuhi setiap kebutuhan hidup banyak faktor yang
menjadi pertimbangan. Begitu pula dalam partisipasi politik, alasan-alasan yang
dimiliki oleh individu akan mempengaruhi sejauhmana partisipasi politiknya akan
dilaksanakan. Agar mereka memiliki nilai tawar dalam segala bentuk kebijakan
politik.
Partisipasi politik antara masyarakat yang satu terhadap masyarakat yang
lain berbeda-beda sesuai dengan kadar dan tingkatan partisipasi politik yang juga
berbeda. Tidak semua orang yang mau berpartisipasi dalam kehidupan politik. Di
dalam kenyataan hanya sedikit orang yang mau berpartisipasi aktif dalam
25Mirriam Budiarjo, Partisipasi partai Politik,h.10
kehidupan politik. Dan lebih besar jumlah orang yang tidak mau berpartisipasi
dalam kehidupan politik. Sikap politik masyarakat yang berhubungan dengan
tingkat partisipasinya ada yang berwujud apatisme, sinisme, alienasi dan anomi.
Apatisme politik adalah sikap yang dimiliki orang yang tidak berminat
atau tidak punya perhatian terhadap orang lain, situasi, atau gejala-gejala umum
atau khusus yang ada di dalam masyarakatnya. Orang yang apatis adalah orang
pasif, yang mengandalkan perasaan dalam mengahadapi permasalahan. Ia tidak
mampu melaksanakan tanggung jawabnya baik sebagai pribadi maupun sebagai
warga masyarakat, dan selalu merasa terancam.
Sinisme politik adalah sikap yang dimiliki orang yang menghayati
tindakan dan motif orang lain dengan perasaan curiga. Orang-orang yang sinis
beranggapan bahwa politik merupakan urusan yang kotor, bahwa para politisi itu
tidak dapat dipercaya. Robert Agger dalam buku Pengantar Sosiologi Politik
karya Michael Rush dan Phillip Althof menyatakan bahwa sinisme adalah sebagai
kecurigaan yang buruk dari sifat manusia.
Alienasi politik adalah perasaan keterasingan seseorang dari kehidupan
politik dan pemerintahan masyarakat.
Anomi (terpisah) politik adalah perasaan kehilangan nilai dan arah hidup,
sehingga tak bermotifasi untuk mengambil tindakan-tindakan yang berarti dalam
hidup ini.26
Pada saat ini, partisipasi politik yang dilakukan oleh warga negara semakin
luas. Muiz Ruslan mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi partisipasi politik masyarakat ada empat yaitu keyakinan agama,
26 Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2001), h.
155
jenis kultur politik, karakter lingkungan politik dan faktor personal. Yang
termasuk faktor personal adalah motifasi pribadi, kemampuan, kecakapan dan
keyakinan kekuatan individu untuk mempangaruhi kebijakan pemerintah.27
a. Keyakinan Beragama
Islam sebagai agama yang universal tidak hanya mengajarkan akidah,
fiqih, moral dan etika. Tetapi Islam juga mengatur syariah sebagai norma yang
wajib diikuti oleh manusia. Fungsi dari syariah tersebut adalah sebagai aturan
dalam melakukan hubungan antara satu individu dengan individu yang lain dalam
segala aspek kehidupan. Baik bersifat individual, keluarga maupun sosial
kemasyaratan dan hubungan-hubungan yang lainnya yang lebih luas. Islam
membawa syariah yang dapat mewujudkan kepentingan ummat dan negara
berdasarkan prinsip-prinsip yang rasional dan memenuhi kebutuhan hidup negara.
Untuk menjamin terlaksananya hukum-hukum Tuhan dikehendaki adanya
suatu kekuatan yaitu negara. Negara merupakan agency (alat) dari masyarakat
yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam
masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.28
Keyakinan agama yang dimiliki oleh individu dapat mempengaruhi tingkat
keterlibatan masyarakat dalam politik. Dalam masyarakat tradisional agama
adalah suatu fenomena massa sedangkan politik tidak. Sebaliknya dalam
masyarakat transisi agama dapat menjadi alat sehingga massa menjadi sadar
politik. Islam sebagai agama yang sempurna ajaran-ajarannya telah mendorong
pemeluknya untuk memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran,
27 Utsman Abdul Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, (Solo, Era
Intermedia, 2000), h. 101 28Mirriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama,
2000), h. 38
mengkritik dan mengawasi penguasa. Apabila konsep ini diterapkan oleh umat
Islam secara khusus dan manusia secara umum maka tingkat partisipasi individu
dalam politik akan tinggi. Karena mereka telah memiliki dorongan spiritual yang
bersifat personal dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan politik.
b. Jenis Kultur Politik
Ali Jalbi dalam Muiz Ruslan mengatakan terkadang kultural politik dapat
mendorong seseorang untuk berpartisipasi secara aktif dalam politik bahkan akan
menjadikan seseorang buta politik. Seperti kultur yang digambarkan oleh
masyarakat pedesaan di Mesir dengan ungkapan “ yang penting bisa makan
sambil menunggu ajal”.29 Pendapat Ali Jalbi tersebut menjelaskan bahwa aspek
budaya yang berkembang dalam suatu lingkungan masyarakat akan berpengaruh
positif bahkan negative terhadap tingkat partisipasi masyarakat dalam lingkungan
politik.
Budaya politik merupakan persepsi manusia berupa pola sikapnya
terhadap berbagai masalah politik dan peristiwa politik terbawa pula ke dalam
pembentukan struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun
pemerintahan. Dengan demikian, setiap gejala social yang tercermin dalam
tingkah laku berpolitik masyarakat menunjukkan partisipasi politik yang
dilakukan. Secara umum budaya politik terbagi dalam tiga klasifikasi sebagai
berikut:30
1. budaya politik parochial (parochial political culture)
2. budaya politik kaula (subject political culture)
29Muiz Ruslan, Pendidikan Ikhwanul Muslimin, h. 102 30Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia: Suatu Model Pengantar, ( Bandung,
Sinar Aglesindo, 1999),h. 30
3. budaya politik peranan (participant political culture)
Dalam budaya parochial partisipasi politik yang dimiliki oleh anggota
masyarakat biasanya bersatu dengan bidang ekonomi, keagamaan dan lainnya.
Masyarakat dengan tipe budaya seperti ini memiliki kesadaran adanya pusat
kekuasaan politik. Hal ini mengakibatkan mereka tidak menaruh minat terhadap
obyek-obyek politik secara penuh. Dengan kata lain partisipasi politik yang
dilakukan pada masyarakat dengan budaya parochial sangat kecil.
Masyarakat dengan budaya kaula memiliki kesadaran lebih baik di
banding masyarakat parochial dalam minat politik dan perhatian besar terhadap
sistem politik. Tetapi kesadaran mereka sebagai pelaku politik sangat rendah.
Mereka menganggap dirinya tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
atau mengubah sistem yang ada.
Berbeda dengan masyarakat yang hidup dalam budaya politik peranan.
Individu masyarakat dalam lingkungan budaya politik ini memiliki keyakinan
bahwa diri mereka dengan orang lain merupakan bagian dari anggota aktif dalam
politik. Oleh karena itu anggota masyarakat lebih memiliki kesadaran hak dan
tanggung jawab politik yang dinyatakan dalam upaya pemanfaatan hak dan
tanggung jawab tersebut. Dengan demikian masyarakat lebih aktif dalam
berpolitik dan mampu mengembangkan partisipasi politik yang dimiliki.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa budaya politik
yang berkembang dalam suatu lingkungan masyarakat akan mempengaruhi
kuantitas dan kualitas partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat. Semakin
baik kesadaran politik yang didukung oleh budaya politik peranan maka
partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat akan semakin tinggi.
c. Karakter Lingkungan Politik
Ramlan Surbakti menjelaskan empat jenis lingkungan yang mempengaruhi
partisipasi politik masyarakat, yaitu31:
1. lingkungan sosial politik tidak langsung
2. lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk
kepribadian aktor politik
3. struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu
4. lingkungan sosial politik
Lingkungan sosial politik tidak langsung yang dapat mempengaruhi
partisipasi serta politik yang dijalankan oleh masyarakat adalah sistem politik
yang ada, system ekonomi, system budaya yang memasyarakat dan pemberitaan
yang ditampilkan oleh media massa baik media cetak atau elektronik.
Adapun lingkungan sosial politik langsung yang dapat mempengaruhi
partisipasi masyarakat adalah keluarga, agama, sekolah, maupun kelompok
pergaulan. Pada proses interaksi dengan lingkungan politik tadi seseorang
individu mengalami sosialisasi. Sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi watak
politik yang terlihat dalam aktivitas yang dilakukan.
Struktur kepribadian dapat ditinjau dari landasan individu berperan dalam
politik seperti kepentingan yang dimiliki, adaptasi politik, eksternalisasi dan
31 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, 1992), h. 132
pertahanan diri. Kepentingan yang dimiliki artinya, penilaian seseorang terhadap
suatu obyek ditentukan oleh minat dan kebutuhan atas obyek tersebut. Adaptasi
politik (penyesuaian diri) artinya, penilaian terhadap suatu obyek dipengaruhi oleh
keinginan untuk sesuai atau selaras dengan obyek tersebut. Sedangkan
eksternalisasi dan pertahanan diri artinya, penilain seseorang terhadap obyek yang
dipengaruhi oleh keinginan untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis
yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan diri dan ekternalisasi diri. Dengan
kata lain minat dan kebutuhan atas politik merupakan standar penilaian terhadap
partisipasi politik masyarakat.
Muiz Ruslan menjelaskan pengaruh lingkungan politik terhadap partisipasi
politik, bahwa dalam masyarakat yang menghormati supremasi hukum dan
kebebasan politik, sistem politiknya bersifat multi partai, mengakui hak kritik dan
partisipasi rakyat akan banyak memberi kesempatan kepada anggota masyarakat
untuk melakukan partisipasi dalam kehidupan bernegara. Demikian pula,
keberadaan partai-partai dengan segala ragamnya, juga berarti jaminan atas
adanya oposisi yang institusional yang dengannya mereka melakukan partisipasi
politik dan ikut mengambil keputusan. Artinya, ideologi dan sistem politik
masyarakat memberikan pengaruh besar kepada partisipasi warganya.32
Sistem politik yang dikembangkan oleh pemerintah yang berkuasa akan
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam politik. Apabila saluran-saluran
demokrasi yang salah satunya adalah tuntutan partisipasi politik lebih besar bagi
masyarakat dibuka lebar-lebar maka kesadaran dan kepercayaaan politik yang
berkembang di mata masyarakat akan berjalan menuju keseimbangan pelaksanaan
32Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, (Solo, Era Intermedia, 2000), h.
102
hak dan kewajiban antara pemerintah dengan rakyat. Pada posisi ini pemerintah
merupakan pihak yang dipercaya untuk mengatur segala urusan masyarakat
sementara itu rakyat merupakan pihak yang memberi kepercayaan politik kepada
pemerintah. Sebaliknya apabila saluran-saluran demokrasi disumbat akan
melahirkan demokrasi yang semu. Maksudnya partisipasi politik yang ada hanya
dalam rangka pemuasan hajat pemerintah sementara rakyat menjadi korban politik
kepentingan elit.
Dalam konteks Indonesia, tirani penguasa terhadap warga negara telah
berlangsung sejak tahun 1950 yaitu ketika Orde Lama yang dipimpin oleh
Soekarno secara sepihak membubarkan konstituante pada Juli 1959. Padahal
konstituante merupakan lembaga perwakilan rakyat yang anggota-anggotanya
dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Mulai saat itu kemerdekaan politik
dan hak-hak warga negara sebagai penentu pemerintahan demokratis direbut
dengan paksa oleh penguasa.
Pada masa Orde Baru sebagai pengganti Orde Lama, batasan terhadap
hak-hak politik dan kemerdekaan berpendapat warga negara lebih parah. Ketika
rezim ini berkuasa selama 32 tahun walaupun ada lembaga-lembaga politik,
terbukanya prosedur-prosedur demokrasi namun secara nyata realitas demokrasi
tidak terjadi yang ada hanya kesemuan demokrasi. Untuk melanggengkan
kekuasaannya rezim Orde Baru tidak segan-segan melakukan tindakan secara fisik
seperti penangkapan, penculikan, dan pembunuhan serta memaksakan
homogenitas idiologi Pancasila dan pembatasan kebebasan. Hal ini
mengakibatkan multi krisis partisipasi masyarakat karena resiko yang akan
diterima oleh masyarakat yang mencoba menyampaikan aspirasinya sangat besar.
Penerapan sentralisasi kekuasaan oleh Orde Baru sangat mempengaruhi
partisipasi masyarakat. Warga negara banyak yang tidak tertarik untuk ikut
mempengaruhi segala bentuk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, karena
mereka tidak diberikan kesempatan untuk menyalurkan aspirasi sehingga dalam
setiap pengambilan keputusan oleh pemerintah masyarakat bersikap masa bodoh
(apatis).
Tujuan partisipasi politik akan tercapai jika terjadi interaksi positif antara
pemerintah dengan masyarakat. Goetano Moscha dalam Ramlan Surbakti
mengatakan dalam setiap masyarakat terdapat dua kelas yang menonjol yaitu
kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Untuk kalangan elit politik
secara kuantitas jumlah mereka sedikit namun mampu memanfaatkan fungsi
politik, monopoli kekuasaan dan membagi keuntungan-keuntungan politik.
Berbeda dengan kalangan yang diperintah walaupun kuantitas mereka lebih besar
namun secara kualitas mereka tidak memiliki kemampuan untuk memanfaatkan
fungsi politik dan sasaran mobilisasi politik oleh penguasa.33
d. Faktor Personal
Ramlan Surbakti berpendapat secara umum partisipasi politik adalah
keikutsertaan warga negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang
menyangkut atau mempengaruhi hidupnya. 34 Definisi ini menjelaskan bahwa
keinginan murni dari individu masyarakat tanpa paksaan dari pihak lain dalam
partisipasi politik mempengaruhi tingkat keterlibatan politiknya.
33Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana,
1992),h. 75 34 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, h. 141
Tingkat partisipasi warga negara dalam aktifitas politik sangat bergantung
pada tingkat perhatian politik.35 Semakin tinggi perhatian masyarakat terhadap
politik maka akan semakin tinggi tingkat kesadaran politiknya. Dengan kata lain
motivasi politik yang dimiliki oleh individu akan mendorong mereka untuk aktif
berpolitik.
Adapun sarana yang dapat dijadikan sebagai alat untuk membangkitkan
motivasi politik masyarakat antara lain; media-media komunikasi politik,
propaganda politik dan penyadaran politik. Media-media komunikasi politik yang
biasa di pakai adalah koran, majalah, radio, televisi, makalah-makalah diskusi
politik dan lainnya. Media-media tersebut digunakan karena mengandung pesan-
pesan dan informasi-informasi yang dapat dijadikan referensi oleh masyarakat
dalam melakukan kegiatan politik. Selain itu, dari informasi yang diterima
masyarakat dapat mengawasi dan mengkritisi kinerja pemerintah sehingga
aspirasi masyarakat dapat tersalurkan.
Propaganda politik merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah
orientasi politik masyarakat. Bentuknya dapat berupa penyebaran isu-isu politik,
kampanye maupun demonstrasi. Sedangkan penyadaran politik ditujukan untuk
menumbuhkan perasaan individu bahwa partisipasi politik merupakan keharusan.
Sehingga mereka memiliki kemauan untuk ikut serta dalam persaingan politik dan
bergabung dalam partai politik atau kelompok kepentingan bahkan mencalonkan
diri dalam pemilihan umum.
Partisipasi politik juga tergantung kepada tingkat kemampuan dan
kecakapan yang dimiliki oleh individu. Standar dalam memberikan penilaian
35 Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Muslimin, (Solo, Era Intermedia, 2000), h.
102
kemampuan dan kecakapan individu dapat dilihat dari kemampuan memikul
tanggung jawab, mengambil keputusan, memilih dan memiliki kesadaran politik
yang kritis, berorientasi kepada pelayanan lingkungan dan minat untuk
memecahkan masalah.
BAB III
PROFIL FORKABI
A. Sejarah Berdirinya FORKABI
Berawal dari kegelisahan masyarakat Betawi dan kegaduhan ibukota
Jakarta yang semakin hari semakin padat akan arus urbanisasi masyarakat desa
yang hijrah ke kota yang pada akhirnya menjadikan masyarakat Betawi semakin
terpinggirkan dan tergeser dari wilayahnya. Selain itu berdirinya organisasi
masyarakat FORKABI juga dilatar belakangi oleh terjadinya keributan antara
etnis Betawi dengan etnis Madura pada tahun 2001 yang berlatar belakang
masalah tanah atau lahan kosong di daerah Mampang. Masyarakat Betawi adalah
masyarakat yang dikenal mempunyai rasa solidaritas yang tinggi, apabila terjadi
pertengkaran antara tetangga warga Betawi akan membantu melerainya, apalagi
jika terjadi perkelahian atau percekcokan antara masyarakat Betawi dengan etnis
lain maka akan timbul rasa solidaritas yang tinggi antar sesama warga Betawi
yang pada akhirnya mengakibatkan perselisihan-perselisihan kecil dimana orang-
orang yang tidak bersalah pun akan terkena imbasnya keadaan inilah yang
ditakutkan oleh sebagian warga Betawi yang ada di Jakarta apabila perselisihan-
perselisihan terus didiamkan dan masyarakat Betawi tidak di organisir maka tidak
mungkin akan terjadi perkelahian antar etnis yang berkepanjangan. Hal tersebut
menyebabkan sebagian masyarakat Betawi perduli terhadap hal-hal diatas maka
atas dasar tersebut dibentuklah ormas Betawi yang bernama FORKABI yang pada
awalnya bertujuan untuk mengkoordinir masyarakat Betawi agar tidak
terpengaruh oleh hal-hal yang sifatnya memprovokator warga Betawi.36 Selain itu
secara langsung atau tidak langsung warga juga Betawi turut ambil dalam bagian
untuk memajukan ibukota dalam hal ini Jakarta. Pada dasarnya masyarakat
Betawi juga ikut merasakan penderitaan dalam memperjuangkan kemerdekaan
bangsa Indonesia dari penjajahan dan oleh sebab itu masyarakat Betawi perlu
menjadi pewaris nilai-nilai luhur kemerdekaan dan berkewajiban untuk
membangun, mempertahankan dan menjaga keutuhan negara Indonesia serta
mengisi kemerdekaan tersebut dengan pembangunan di segala bidang agar cita-
cita menjunjung masyarakat yang adil dan makmur yang mendapat ridho Allah
SWT dapat terwujud.37
Untuk mewujudkan cita-cita di atas maka dibentuklah FORKABI (Forum
Komunikasi Anak Betawi) pada tanggal 18 April 2001 sebagai wadah warga
Betawi yang dideklarasikan di Jakarta oleh para sesepuh Betawi antara lain; H.
Husen Tsani, Jenderal Sanif, Kolonel Asmuni, H. Abdul Khair dan Irwan Syafi’i.
Beliau mencita-citakan suatu masyarakat yang demokratis, berkeadilan social
mandiri dan cerdas. FORKABI sendiri menginginkan suatu tatanan masyarakat
yang dapat mengembangkan kepribadiannya dalam suatu kebebasan dimana
masyarakat dapat berperan serta dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya dan
peran serta dalam usaha mengembangkan kemanusiaan.38
Dalam waktu 6 tahun FORKABI mampu dan mempunyai peran yang
sangat strategis dalam masyarakat Betawi khususnya dan umumnya bagi warga
36Wawancara pribadi dengan H. Husein Sani (Ketua Umum DPP FORKABI) 37AD/ ART FORKABI, h.1 38 Hasil wawancara dengan H. Goni (Ketua DPD FORKABI) Jakarta Selatan
Jakarta dan pemerintah baik di pusat maupun di daerah, terbukti saat ini banyak
warga Betawi yang mengisi tempat-tempat strategis baik di instansi pemerintah
maupun swasta.
Nilai-nilai religius yang menjadi landasan moral dalam mengangkat harkat
dan martabat adalah dasar dari perjuangan Betawi menuju tingkatan kehidupan
sosial ekonomi yang lebih layak adalah dasar dari perjuangan FORKABI.
Sehingga ketika orang Betawi sudah mempunyai kekuasaan atau menjabat di
lingkungan manapun tidak akan pernah lupa terhadap budaya sendiri.
Tujuan didirikannya FORKABI adalah mengangkat harkat dan martabat
orang Betawi agar:
1. Menjadi pelaku di kampungnya sendiri
2. Bangga menjadi orang Betawi
3. Disegani sekaligus dicintai oleh sesama anak bangsa, juga mampu merangkul
orang-orang yang bukan berasal dari Betawi agar merasa menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari orang Betawi.
4. Nuansa dan budaya Betawi dapat dikagumi/dihargai di kampungnya sendiri,
baik oleh masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional.
B. SUSUNAN KEPENGURUSAN DPP FORKABI (2005-2010)
BADAN PENGURUS HARIAN
KETUA : H. Husain Sani
Wakil Ketua : Drs. H. Asmuni Muchtar
Wakil Ketua : H. Komaruddin
Wakil Ketua : KH. Rusdi Ali
Wakil Ketua : H. Margani M. Mustar, M. Si
Wakil Ketua : H. M. Arsyad, SH, MBA, MM
Wakil Ketua : H. M. Asyraf Ali, Bac
Wakil Ketua : Hj. Yetty W. Mualim, SPd, MSi
SEKRETARIS JENDERAL : H. A. Latief, HM
Wakil Sekretaris Jenderal : H. Masdar Mundari
Wakil Sekretaris Jenderal : H. Daong Zulkarnaen
Wakil Sekretaris Jenderal : Maryadi, SPd
Wakil Sekretaris Jenderal : H. Lahyanto Nadie
Wakil Sekretaris Jenderal : M. Ihsan, SH
Wakil Sekretaris Jenderal : Erwin H. Al-Djakartaty, S. Sos
Wakil Sekretaris Jenderal : Hj. Decy Whidiyati Wawan
BENDAHARA : Drs. H. Thaher Hussein
Wakil Bendahara : Drs. H. Herman Sani, BBM
Wakil Bendahara : Drs. H. Chaidir
Wakil Bendahara : Maah Setiawan
Wakil Bendahara : H. Mohammad Andi
DEWAN PENASEHAT
KETUA : Mayjen (TNI) H. Nachrowi Ramli, SE
Wakil Ketua : H. M. Ade Supriatna, Bsc
Wakil Ketua : H. Effendi Yusuf, SH
Wakil Ketua : Drs. H. Nukman Muhasyim
Wakil Ketua : H. Salman Muchtar
Wakil Ketua : H. Irwan Syafi’i
Wakil Ketua : Drs. H. Achmad Suadi
Wakil Ketua : H. Toton Bachtiar
Sekretaris : H. Thamrin, SH
Wakil Sekretaris : Drs. Edi Susilo
Anggota : KH. Mukhtar Lutfi
: KH. Syaugie Thaher
: KH. Drs. Edi Ahmadi
: KH. Nasrullah Ali Sibroh Malisi
DEWAN PEMBINA
Struktur : Gubernur DKI Jakarta (ex-office)
Ketua Umum Bamus Betawi (ex-officio)
Kapolda Metro Jaya (ex-officio)
Pangdam Jaya (ex-officio)
Kajati DKI Jakarta (ex-officio)
Kepala Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (ex-
officio)
C. Struktur Organisasi FORKABI
1. Wilayah Kerja Organisasi
a. Dewan Pimpinan Pusat (DPP) FORKABI ialah kesatuan organisasi dan
kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan Propinsi, Nasional dan
Internasional.
b. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) FORKABI ialah kesatuan organisasi dan
kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan Kota Madya/
Kabupaten.
c. Dewan Pimpinan Cabang (DPC) FORKABI ialah kesatuan organisasi dan
kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan Kecamatan.
d. Dewan Pimpinan Ranting (DPRT) FORKABI ialah kesatuan organisasi
dan kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan Kelurahan/ Desa.
e. Dewan Pimpinan Sub Ranting (DP Subran( FORKABI ialah kesatuan
organisasi dan kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan Rukun
Warga(RW).
f. Dalam rangka membina anggota, maka disetiap dewan pimpinan sub
ranting dapat didirikan kepengurusan FORKABI di tingkat rukun tetangga
(RT) yang disebut koordinator tetangga. Pendirian koordinator tetangga
(KORTA) dapat didirikan apabila disatu Rt terdapat 10 sampai 15 anggota
FORKABI.
g. Dewan Pimpinan Luar Daerah (DPLD) FORKABI ialah kesatuan
organisasi dan kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan di luar
profinsi DKI Jakarta yang kedudukannya setara dengan DPD.
h. Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI ialah kesatuan
organisasi dan kepemimpinan dengan ruang lingkup kewenangan diluar
negara Indonesia.
Ketentuan tentang hubungan struktural dan fungsional antara DPP, DPD,
DPC, DPRT, DP Subran, KORTA dan DPLN FORKABI ditentukan dalam
anggaran rumah tangga.
2. Pimpinan Organisasi
Dewan Pimpinan Pusat (DPP) FORKABI:
a. DPP FORKABI adalah pimpinan tertinggi dalam memimpin organisasi
b. DPP FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah besar
(MUBES) untuk masa jabatan 3 tahun
c. DPP FORKABI terdiri dari pimpinan harian, Dewan Penasehat, Dewan
Pembina, Departemen.
Dewan Pimpinan Daerah (DPD) FORKABI:
a. DPD FORKABI memimpin organisasi ditingkat Kota Madya/Kabupaten
dan melaksanakan kebijakan yang digariskan DPP FORKABI.
b. DPD FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah daerah
(MUSDA) untuk masa jabatan 3 tahun.
c. DPD FORKABI disahkan oleh DPP FORKABI dengan surat keputusan.
d. DPD FORKABI terdiri dari pimpinan harian, dewan penasehat, dewan
pembina, divisi.
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) FORKABI:
a. DPC FORKABI memimpin organisasi ditingkat kecamatan dan
melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh organisasi.
b. DPC FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah cabang
(MUSCAB) untuk masa jabatan 3 tahun.
c. DPC FORKABI disahkan oleh DPD FORKABI dengan surat keputusan.
d. DPC FORKABI terdiri dari pimpinan harian, dewan penasehat, dewan
Pembina, bagian.
Dewan Pimpinan Rating (DPTR) FORKABI:
a. DPRT FORKABI memimpin organisasi di tingkat Kelurahan/Desa dan
melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh organisasi.
b. DPRT FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah ranting
(MUSRAN) untuk masa jabatan 3 tahun.
c. DPRT FORKABI disahkan oleh DPC FORKABI dengan surat keputusan.
d. DPRT FORKABI terdiri dari pimpinan harian, dewan penasehat, dewan
Pembina, seksi.
Dewan Pimpinan Sub Ranting (DP Subran) FORKABI:
a. DP Subran FORKABI memimpin organisasi ditingkat rukun warga (RW)
dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh organisasi.
b. DP Subran FORKABI dipilih dan ditetapkan dalam musyawarah sub
ranting (MUSSUBRAN) untuk masa jabatan tiga tahun.
c. DP Subran FORKABI disahkan oleh DPRT FORKABI dengan surat
keputusan.
d. DP Subran FORKABI terdiri dari pimpinan harian, dewan penasehat,
dewan Pembina, sub seksi.
Koordinator Tetangga (KORTA) FORKABI:
a. Pimpinan Kordinator Tetangga (KORTA) FORKABI ditentukan langsung
oleh DP Subran FORKABI.
b. Pimpinan Kordinator Tetangga (KORTA) FORKABI disesuaikan dengan
kebutuhan setempat.
c. Pimpinan Kordinator Tetangga (KORTA) FORKABI disesuaikan dengan
kebutuhan setempat.
d. Pimpinan Kordinator Tetangga (KORTA) FORKABI disahkan oleh DP
Subran FORKABI dengan surat keputusan.
Dewan Pimpinan Luar Daerah (DPLD) FORKABI:
a. Dewan Pimpinan Luar Daerah (DPLD) FORKABI memimpin organisasi
ditingkat Kotamadya/Kabupaten di luar propinsi DKI Jakarta dan
melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh DPP FORKABI.
b. Dewan Pimpinan Lurar Daerah (DPLD) FORKABI dipilih dan ditetapkan
dalam musyawarah pimpinan luar daerah (MUSPILDA) untuk masa
jabatan 3 tahun.
c. Dewan Pimpinan Luar Daerah (DPLD) FORKABI disahkan oleh DPP
FORKABI dengan surat keputusan.
d. Dewan Pimpinan Luar Daerah (DPLD) FORKABI terdiri dari pimpinan
harian, dewan penasehat, dewan Pembina, departemen.
Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI:
a. Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI memimpin organisasi
ditingkat luar negeri dan melaksanakan kebijakan yang digariskan oleh
DPP FORKABI.
b. Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI dipilih dan ditetapkan
dalam musyawarah pimpinan luar negeri (MUSPILNEG) untuk masa
jabatan 3 tahun.
c. Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI disahkan oleh DPP
FORKABI dengan surat keputusan.
d. Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) FORKABI terdiri dari pimpinan
harian, dewan penasehat, dewan Pembina, departemen.
Pimpinan organisasi FORKABI ditingkatan dilengkapi dengan:
a. Dewan Penasehat
b. Dewan Kehormatan
c. Dewan Pembina
d. Dewan Pakar (hanya ada di DPP FORKABI)
e. Penjelasan mengenai dewan penasehat, dewan kehormatan dan dewan
Pembina serta dewan pakar diatur lebih lanjut dalam anggaran rumah
tangga.
3. Rangkap dan Masa Jabatan
Pimpinan organisasi FORKABI yang menjadi eksekutif dari jabatan ketua
umum hingga anggota departemen pada DPP, DPLD, dan DPLN, jabatan ketua
hingga anggota seksi pada DPRT serta jabatan ketua hingga anggota sub seksi
pada DP Subran tidak diperkenankan untuk rangkap jabatan ditingkat eksekutif
kepengurusan baik ditingkat atas maupun bawah. Masa jabatan kepengurusan
adalah 3 tahun dan dapat dipilih kembali untuk periode selanjutnya pada
posisi/tempat yang sama.39
D. Keanggotaan FORKABI
4. Penerimaan Anggota
Anggota Biasa
Yang dapat diterima sebagai anggota biasa adalah masyarakat
Betawi dan para keturunannya dan/atau yang mempunyai hubungan famili
baik secara langsung atau tidak langsung.
Anggota Kehormatan
Yang dapat diterima sebagai anggota kehormatan adalah para
penduduk Jakarta yang telah menetap sekurang-kurangnya sepuluh tahun
dan/atau mengakui sebagai masyarakat Betawi dan telah memberikan
39AD/ART FORKABI, hal. 5-7
kontribusi yang positif bagi masyarakat Betawi dengan sesungguhnya
serta ikut bertanggung jawab untuk menjaga citra Betawi.
DPP FORKABI berhak untuk memenuhi permintaan seseorang
sebagai anggota kehormatan FORKABI. Terhadap seseorang yang telah
disetujui menjadi anggota FORKABI akan diberikan kartu tanda angota
(KTA) yang dikeluarkan oleh DPP melalui pimpinan organisasi ditempat
yang bersangkutan semula melakukan pendaftaran.
2. Syarat dan Kewajiban Anggota
a. Berakhlak mulia dengan melaksanakan ajaran agama
b. Berkewajiban menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai juang
masyarakat Betawi
c. Berkewajiban mentaati dan mematuhi segala peraturan dan keputusan
organisasi.
d. Membayar iuran anggota.
3. Hak-Hak Anggota
a. Setiap angota mempunyai hak untuk mendapatkan perlakuan serta
perlindungan hukum yang sama dari organisasi.
b. Setiap anggota mempunyai hak untuk mengemukakan pendapat.
c. Setiap anggota mempunyai hak untuk membela diri
d. Anggota biasa berhak untuk memilih dan dipilih.
e. Anggota biasa mempunyai hak bicara dan bersuara.
f. Anggota kehormatan mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai
hak suara, dipilih dan memilih.
4. Sanksi Organisasi
Sanksi organisasi dapat diberikan kepada anggota dan pengurus pimpinan
organisasi apabila:
a. Yang bersangkutan nyata-nyata telah melanggar ketentuan-ketentuan
organisasi dan kebijakan dasar pimpinan FORKABI.
b. Melakukan tindakan yang tidak terpuji yang dapat merusak nama baik
FORKABI dan citra Betawi.
5. Bentuk-Bentuk Sanksi
a. Bentuk sanksi untuk anggota FORKABI.
1) Peringatan Tertulis:
Peringatan tertulis kepada anggota FORKABI diberikan oleh DP
Subran yang bersangkutan dengan menyampaikan tindakan
keputusan tersebut kepada seluruh organisasi diatasnya.
2) Pemberhentian Sementara:
Pemberhentian sementara kepada anggota FORKABI ditetapkan
oleh DPC yang bersangkutan dengan menyampaikan tindakan
keputusan tersebut kepada seluruh pimpinan organisasi diatas dan
dibawahnya.
3) Pemberhentian Tetap:
Pemberhentian tetap kepada anggota FORKABI ditetapkan oleh
rapat harian DPP setelah berkonsultasi dengan DPC dan DP
Subran yang bersangkutan.
B. Bentuk Sanksi untuk Pengurus FORKABI.
1) Peringatan Tertulis:
Peringatan tertulis kepada pengurus FORKABI diberikan oleh
pimpinan organisasi yang bersangkutan dengan menyampaikan
tindakan keputusan tersebut kepada seluruh organisasi diatas dan
dibawah.
2) Pemberhentian Sementara:
Pemberhentian sementara kepada pengurus FORKABI ditetapkan
oleh pimpinan organisasi satu jenjang diatas kepengurusan yang
bersangkutan
3) Pemberhentian Tetap:
Pemberhentian tetap kepada pengurus FORKABI ditetapkan oleh
rapat pleno DPP (Dewan Penasehat, dewan Pembina, Departemen)
setelah berkonsultasi dengan pimpinan organisasi yang
bersangkutan dan pimpinan organisasi satu jenjang diatas
kepengurusan yang bersangkutan.
6. Mekanisme Pembelaan Diri
a. Pembelaan Diri secara Tertulis:
1) Pembelaan diri secara tertulis dilakukan oleh anggota FORKABI
yang ditujukan kepada DP Subran dengan menyampaikan
tindakannya kepada DPC dan DPP.
2) Pembelaan diri secara tertulis dilakukan poleh pengurus FORKABI
yang ditujukan kepada pimpinan organisasi yang bersangkutan
dengan menyampaikan tindakannya kepada seluruh pimpinan
organisasi diatas dan di bawahnya.
b. Hadir dalam sidang pembelaan diri.
1) Angggota FORKABI yang diberhentikan sementara diminta hadir
dalam sidang pembelaan diri dalam rapat pleno DPC (Dewan
Penasehat, Dewan Pembina, Departemen) setelah berkonsultasi
dengan pimpinan organisasi yang bersangkutan dan pimpinan
organisasi satu jenjang diatas kepengurusan yang bersangkutan.
2) Pengurus FORKABI yang diberhentikan sementara diminta hadir
dalam sidang pembelan diri dalam rapat pleno pimpinan organisasi
satu jenjang di atas kepengurusan yang bersangkutan.
7. Pemberhentian Anggota.
Anggota berhenti karena:
a. Meninggal dunia.
b. Atas permintaan sendiri
c. Diberhentikan dengan keputusan pimpinan organisasi sebagaimana
termaksud dalam pasal bentuk-bentuk sanksi.40
40AD/ART FORKABI, h. 13-15
BAB IV
PARTISIPASI POLITIK FORKABI
DALAM PILKADA DKI JAKARTA 2007
A. Pilkada DKI Jakarta 2007
Semarak menyambut pesta demokrasi dalam rangka memilih Gubernur
DKI Jakarta telah terasa. Warga Jakarta pun mulai menimbang-nimbang, siapa
kira-kira calon gubernur yang tepat untuk dipilih. Pastinya dengan harapan orang
yang dipilih itu mampu memimpin Ibukota Negara RI ini dengan baik. Pemimpin
yang tahu akan kondisi warganya yang memiliki latar belakang budaya, agama,
profesi dan strata sosial ekonomi yang beragam. Pemimpin yang memiliki visi
jauh ke depan untuk membangun Jakarta sebagai kota yang maju.
Bukan hal yang mudah untuk memimpin provinsi yang berpenduduk
sekitar 8 juta jiwa ini. Jakarta sudah menjadi kota metropolitan dan modern
dengan segudang persoalan. Masalah yang dihadapi bukan hanya dari segi
ekonomi, tetapi juga sosial, budaya, maupun politik. Selain diidamkan sebagai
hunian yang nyaman, Jakarta juga diidamkan sebagai kota bisnis dan pusat
pemerintahan negara yang aman.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung menjadi isu sentral
dalam diskursus politik nasional dan dipandang sebagai bagian integral dari
proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi momentum yang
sangat penting bagi proses demokratisasi politik di tingkat lokal.
Pelaksanaan pilkada langsung dapat dikatakan sebagai bentuk pengukuhan
terhadap otonomi rakyat daerah dalam menentukan kepala pemerintahan daerah.
Idealnya pemerintahan yang dipilih secara langsung akan dapat melaksanakan
fungsi dan kebijakannya sesuai dengan aspirasi masyarakat, karena diadakannya
pilkada secara langsung bertujuan untuk mendekatkan masyarakat dengan
pemerintah.
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) adalah pemilihan umum untuk
memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh
penduduk setempat yang memenuhi syarat. Sebelumnya, kepala daerah dan wakil
kepala daerah di pilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar
hukum penyelenggaraan pilkada adalah Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah. Dalam undang-undang ini, pilkada belum
dimasukan kedalam rezim pemilihan umum (pemilu). Pilkada pertama kali
diselenggarakan pada bulan Juni 2005. Sejak berlakunya Undang Undang Nomor
22 Tahun 2007 tentang penyelengaraan pemilihan umum, pilkada dimasukkan
dalam rezim pemilu, sehingga resmi bernama Pemilihan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah. Pilkada pertama yang diselenggarakan berdasarkan
undang-undang ini adalah Pilkada DKI Jakarta 2007. Pemilihan kepala daerah
(Pilkada) adalah instrument untuk meningkatkan partisipasi demokrasi dan
memenuhi semua unsure yang diharapkan. Apalagi sebenarnya pilkada adalah
sebuah demokrasi yang bersifat local yang bertujuan untuk memperkuat legitimasi
demokrasi. Di negara-negara lain, keberhasilan pilkada tidak dapat berdiri sendiri
tetapi di dukung dengan kematangan partai dan actor politik, budaya politik di
masyarakat, dan kesiapan dukungan administrasi penyelenggaraan pilkada.
Kondisi politik local yang sangat heterogen, kesadaran dan pengetahuan politik
masyarakat yang rendah, jeleknya system pencatatan kependudukan, dan
penyelenggaraan pemilihan sering menyebabkan kegagalan tujuan pilkada.
Maka dari itu masyarakat DKI Jakarta harus berpartisipasi aktif dalam
Pilkada DKI Jakarta 2007 dengan menggunakan hak pilihnya dan mensukseskan
jalannya Pilkada untuk memilih dan menentukan pemimpin yang benar-benar
mampu mewujudkan impian-impian dari masyarakat yang majemuk.
B. Partisipasi Politik FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007
Seluruh masyarakat Jakarta dalam Pilkada DKI 2007 kemarin mempunyai
peran politik yang sangat berarti untuk kelangsungan hidup berbangsa dan
bernegara demi terciptanya negara yang demokratis. Untuk pertama kalinya dalam
Pilkada DKI Jakarta 2007 masyarakat Jakarta diwajibkan berpartisipasi aktif
dalam memilih gubernur dan wakil gubernur secara langsung yang sesuai dengan
hati nurani untuk memimpin DKI Jakarta selama 5 tahun kedepan.
Begitu juga FORKABI mempunyai partisipasi politik yang sama karena
FORKABI merupakan bagian dari masyarakat Jakarta yang berhak menyalurkan
aspirasinya melalui Pilkada DKI Jakarta 2007. Untuk mewujudkan cita-cita
FORKABI yang berdaulat adil dan makmur, warga FORKABI perlu menjalin dan
mempererat tali silaturahim antar sesama orang Betawi agar kompak, bersatu dan
mempunyai solidaritas yang tinggi di dalam memperjuangkan hak-haknya. Maka
yang harus diperhatikan yaitu membina dalam proses kaderisasi agar orang
Betawi lebih siap berkompetisi secara sehat terhadap sesama anak bangsa lainnya
dalam merebut posisi-posisi strategis baik di tingkat pemerintahan daerah
maupun di pemerintahan pusat. Menghimpun dan menjalin potensi sumber daya
manusia masyarakat Betawi yang telah handal sehingga dapat bersinergi secara
lebih baik dan mempunyai posisi atau daya tawar yang kuat terhadap siapapun
guna memperjuangkan dan memperoleh peluang-peluang bagi orang Betawi yang
belum beruntung di beberapa bidang dan mewujudkan agar masyarakat Betawi
sebagai satu komunitas (mitra) yang bisa diandalkan, baik oleh pemerintah pusat
dan propinsi maupun tempat tinggalnya sendiri serta pro-aktif dalam menciptakan
keadaan yang kondusif bagi kelancaran perputaran roda pemerintahan.41
C. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta
2007
Seperti yang telah dijelaskan di dalam bab sebelumnya, bentuk-bentuk
partisipasi politik dibagi kedalam beberapa bentuk dan sifat yaitu partisipasi
politik yang berbentuk konvensional dan non-konvensional serta partisipasi
politik yang bersifat otonom (mandiri) dan dimobilisasikan (kelompok). Bentuk
partisipasi politik konvensional adalah bentuk partisipasi yang normal dalam
demokrasi modern diantaranya berupa kegiatan kampanye, pemberian suara
(voting), diskusi politik, lobbying, membentuk dan bergabung dalam kelompok
kepentingan. Sedangkan bentuk partisipasi politik non-konvensional adalah
bentuk kegiatan partisipasi politik yang dilakukan secara legal maupun illegal dan
revolusioner. Yang termasuk dalam bentuk partisipasi ini adalah pengajuan petisi,
demonstrasi, tindakan kekerasan terhadap manusia berupa penculikan dan
pembunuhan serta melakukan revolusi.42 Partisipasi politik yang bersifat otonom
(mandiri) adalah dimana seorang individu dapat melakukan kegiatan partisipasi
politiknya atas inisiatif dan keinginan sendiri tanpa paksaan orang lain. Hal
tersebut dilakukan semata-mata karena di dorong oleh rasa tanggung jawabnya
dalam kehidupan politik, atau di dorong oleh keinginan untuk mewujudkan
41Wawancara dengan Ketua DPD FORKABI Jakarta Selatan Bpk. H. Abdul Goni.
Jakarta, tanggal 11 Februari 2008 42 Mochtar Mas’oed dan Collin Andrews, Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta,
UGM Press, 1995), h. 46
harapannya di masa depan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Kebalikan
dari sifat partisipasi otonom, partisipasi yang di mobilisasikan adalah bentuk
partisipasi seseorang yang tidak berdasarkan keinginannya tetapi digerakkan atau
diminta oleh kelompoknya.43
Berdasarkan hal diatas bentuk partisipasi politik yang dilakukan oleh
FORKABI dalam Pilkada DKI Jakarta 2007 merupakan bentuk partisipai politik
yang konvensional. Bentuk partisipasi politik yang dilakukan oleh FORKABI
adalah melakukan sosialisasi pilkada dengan mengusung salah satu calon
gubernur dan wakil gubernur sampai ke tingkat akar rumput (tingkat RT/RW) se-
DKI Jakarta, ikut melakukan kampanye-kampanye politik, melaksanakan diskusi
politik antar warga Betawi, memberikan suara dalam pilkada, sosialisasi Pilkada
bekerja sama dengan KPU, turnamen olah raga dalam rangka sosialisasi kandidat,
kegiatan seni budaya, kegiatan publikasi melalui media FORKABI news dan
media lainnya, pelaksanaan Pilkada bayangan (poling) dalam rangka mengukur
kekuatan dukungan dan lain-lain. Hal tersebut dilakukan oleh organisasi
masyarakat FORKABI guna mendukung pasangan cagub dan cawagub yaitu
Fauzi Bowo dan Priyanto agar dapat menempati posisi nomer satu di
pemerintahan propinsi DKI Jakarta. Dukungan yang diberikan oleh FORKABI
terhadap Fauzi Bowo ini dilatar belakangi oleh keinginan dan cita-cita masyarakat
Betawi agar pemimpin Jakarta ada yang berasal dari putra-putra terbaik Betawi
dengan tujuan agar dapat melestarikan kebudayaan Betawi dengan baik serta
menjadikan budaya Betawi sebagai ikon Jakarta dan dikenal tidak hanya di dalam
negeri saja tetapi juga di luar negeri (internasional).44 Partisipasi politik yang
43Sammuel P Huntington & Joan Nelson, Partisipasi POlitik di Negara Berkembang,
(Jakarta, PT Rineka Cipta, 1994), h. 9 44Wawancara Penulis dengan Ketua DPD FORKABI Jakarta Selatan Bpk. H. Abdul
Goni, Jakarta, tanggal 11 Februari 2008.
dilakukan oleh warga FORKABI juga bisa disebut sebagai partisipasi politik yang
bersifat otonom (mandiri) dan dimobilisasikan (kelompok). Bersifat otonom
karena pada dasarnya warga Betawi menginginkan adanya putra-putra Betawi
yang dapat masuk ke dalam jajaran pemerintahan baik di pemerintahan pusat
maupun pemerintahan daerah, hal tersebut dilakukan untuk menepis citra Betawi
yang selama ini dikenal hanya sebagai penonton di kampungnya sendiri kini
dengan adanya kesempatan tersebut diharapkan agar masyarakat Betawi menjadi
pelaku yang membangun di kampungnya sendiri. Sedangkan partisipasi politik
FORKABI juga dapat disebut sebagai partisipasi politik yang dimobilisasikan
(kelompok), karena bagi masyarakat Betawi yang memasuki salah satu organisasi
masyarakat yang salah satunya adalah organisasi masyarakat FORKABI maka
warga tersebut wajib mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh
organisasi tersebut. Dalam hal ini FORKABI mendukung penuh pasangan Fauzi
Bowo-Priyanto dan keputusan ini harus diikuti oleh para anggota FORKABI se-
Jakarta yang merupakan sebuah harga mati bagi FORKABI.45
Adapun bentuk partisipasi politik aktif yang dilakukan oleh FORKABI
adalah menjadi pengurus partai politik dan menjadi organisasi non-politik.
Partisipasi politik dalam tingkatan menduduki jabatan politik dan mencari jabatan
politik adalah tujuan utama FORKABI, selain itu FORKABI juga memanfaatkan
lobby-lobby politik, menggunakan koneksi dalam menyalurkan aspirasi politik
FORKABI.bagi warga FORKABI yang menduduki jabatan politik seperti partai
politik tidak diwajibkan pada salah satu partai politik saja tetapi FORKABI
memberikan kebebasan bagi warganya untuk aktif di partai politik mana saja.
TABEL. I JUMLAH PENGURUS FORKABI DALAM PARTAI POLITIK
45Suara FORKABI, h.8
No Partai Jumlah 1. PAN 28 2. Golkar 19 3. PPP Reformasi 14 4. PDI Perjuangan 12 5. Demokrat 15 6. PPP 7 7. PKB 8
Sumber wawancara pribadi dengan Ketua DPD FORKABI Jakarta Selatan Bapak. Drs.
Abdul Ghani, tanggal 11 Februari 2008
Keterangan tabel di atas membuktikan bahwa FORKABI diinstruksikan
menjabat di semua partai politik dan tidak terfokus pada satu partai saja. Karena
mengisi jabatan dipartai politik terutama posisi strategis dapat mengangkat dan
menyalurkan aspirasi politik FORKABI khususnya dan warga Betawi umumnya,
dengan hal ini jabatan-jabatan strategis yang ada di partai politik merupakan
peluang bagi masyarakat Betawi sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi
politiknya.46
Dengan adanya organisasi masyarakat seperti FORKABI, sampai saat ini
menunjukkan signifikansi dan adaptabilitas FORKABI terhadap kebutuhan dan
perkembangan masyarakat. Posisi ini menjadi daya tarik tersendiri bagi organisasi
peserta pemilu (OPP) pada masa era Orde Baru untuk menjadikan organisasi
masyarakat (ormas) yang direpresantikan oleh masyarakat sebagai mesin
pendulang suara dalam setiap pesta demokrasi. Pemanfaatan FORKABI tersebut
pada era-reformasi saat ini masih dilakukan oleh partai-partai peserta pemilu
dengan harapan mereka mampu menambah perolehan suara. Selain itu partisipasi
FORKABI dalam politik untuk kedepan mengagendakan bahwa segala bentuk
kekuasaan atau peluang-peluang yang ada di Jakarta harus direbut oleh orang
46 Wawancara pribadi dengan Ketua DPD FORKABI, tanggal 11 Februari 2008
Betawi yang berpotensi. Karena menurut kertua umum FORKABI H. Husein
Tsani banyak sekali potensi yang dimiliki oleh putra daerah untuk menjabat di
suatu jabatan strategis baik di pemerintahan daerah, kota madya maupun di
pemerintahan pusat. Hal ini untuk membuktikan bahwa warga Betawi tidak saja
menjadi pesuruh atau kaki tangan orang tertentu dan jangan sampai di sepelekan
oleh para pendatang (urban) karena selama ini FORKABI selalu dijadikan alat
untuk memenuhi hasrat kekuasaan tertentu.47
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Politik FORKABI
Di dalam bab sebelumnya telah dijelaskan faktor-faktor apa saja yang
dapat mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi dalam politik. Dari hasil
wawancara dengan ketua DPD FORKABI Jakarta Selatan dalam proses partisipasi
politik FORKABI di pilkada DKI Jakarta 2007 kemarin yang mengusung
pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Fauzi Bowo-Priyanto dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor intern dan ekstern FORKABI.
1. Faktor Intern.
Masyarakat Betawi yang ada di Jakarta khususnya warga FORKABI
mengaspirasikan partisipasi politiknya dengan mendukung Fauzi Bowo untuk
menduduki jabatan gubernur dan menjadi orang nomer satu di Jakarta. Hal
tersebut merupakan hasil dari musyawarah yang diambil oleh para ketua
FORKABI dari tingkat pusat (DPP) sampai ke tingkat Sub-Ranting (DP-Subran)
dengan tujuan agar ada putra Betawi yang menduduki jabatan di pemerintahan
pusat dapat lebih memberikan ruang-gerak untuk melestarikan kebudayaan
47“FORKABI Petukangan Utara bersama 18 Unsur Pengusaha Kecil Menegah
Deklarasikan Dukungan Buat Fauzi Bowo”, Suara FORKABI, 15 Juni 2007, h. 6
Betawi agar dapat lebih berkembang lagi dan menjadi ikon kota Jakarta sebagai
salah satu kebudayaan tradisional khas Jakarta yang dapat dikenal di dunia
internasional dan dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik. Hal ini
merupakan sebuah keinginan dan cita-cita masyarakat Betawi dan sebuah
kesempatan besar yang dinanti-nantikan masyarakat Betawi yang selama ini
menjadi penonton dikampungnya sendiri agar menjadi pelaku di kampungnya
(Jakarta).
2. Faktor Ekstern
Faktor eksteren yang mempengaruhi FORKABI untuk berpartisipasi
politik dalam pilkada DKI Jakarta 2007 adalah dengan melihat sosok calon
gubernur Fauzi Bowo itu sendiri. Sebagai salah satu putra terbaik Betawi yang
duduk di jajaran pemerintahan, Fauzi Bowo adalah seorang tokoh yang modern
dan agamis. Ini terlihat dari latar belakang beliau yang berasal dari keluarga ulama
dan pejuang yaitu H. Abdul Manaf bin Abdul Djabar yang merupakan seorang
tokoh NU pada masanya dan pejuang M.H. Thamrin yang selalu memperjuangkan
kepentingan rakyat. Bukan tidak mungkin darah ulama dan pejuang yang mengalir
dalam diri Fauzi Bowo menjadikan ia seorang pemimpin Jakarta yang dapat
mengayomi, melindungi dan memperjuangkan masyarakat Jakarta sesuai dengan
dengan ajaran-ajaran Islam.
Selain sebagai calon gubernur yang berlatar belakang Betawi dan agamis,
Fauzi Bowo juga didukung dengan gelar pendidikan dan pengalaman. Beliau
adalah seorang lulusan dari universitas Jerman dengan gelar Doktor Ingenieur
jurusan tata kota, dengan latar belakang pendidikan tinggi dan ditambah dengan
pengalamannya selama 30 tahun bekerja di pemerintahan kota Jakarta tentunya
beliau paham betul apa saja yang akan dikerjakannya nanti sebagai gubernur yang
terpilih dan diharapkan agar fauzi Bowo dapat membenahi kota Jakarta yang
sembrawut agar menjadi rapi, tentram, nyaman dan aman bagi warganya. Dengan
terpilihnya Fauzi Bowo sebagai gubernur, masyarakat Betawi khususnya
FORKABI berharap agar di tangan Fauzi Bowo kota Jakarta dapat menjadi lebih
maju lagi menjadi kota megapolitan, dan tentunya tanpa melupakan nilai-nilai
religius dan dapat lebih meningkatkan kebudayaan Betawi.
E. Dampak Pilkada DKI Jakarta 2007 terhadap FORKABI
Pilkada DKI Jakarta 2007 lalu adalah sebuah ajang pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang untuk pertama kalinya terselenggara di
Indonesia. Jakarta adalah provinsi pertama yang menyelenggarakan pesta
demokrasi khusus bagi warganya. Tidak hanya warga Betawi saja yang identik
dengan Jakarta yang dapat mengikuti proses pemilihan gubernur, tetapi seluruh
warga Jakarta yang berasal dari berbagai macam etnis suku yang telah menetap
dan menjadi warga Jakarta berhak untuk menyalurkan aspirasinya dalam pilkada
2007 ini untuk menentukan siapa gubernur dan wakil gubernur yang berhak dan
bisa memimpin Jakarta agar menjadi lebih baik di masa mendatang.
Begitupun FORKABI sebagai warga Jakarta dan salah satu organisasi
massa (ormas) yang menaungi hampir sebagian warga Betawi juga ikut
berpartisipasi dalam ajang pilkada 2007 ini dengan mendukung penuh calon
gubernur Fauzi Bowo yang berasal dari keturunan putera Betawi. Dukungan
FORKABI terhadap calon gubernur Fauzi Bowo tidak hanya berupa dukungan
suara semata, tetapi FORKABI juga mengikuti kampanye-kampenye yang
dilakukan oleh calon gubernur Fauzi Bowo.
Ajang Pilkada DKI Jakarta 2007 dengan hasil kemenangan yang diperoleh
oleh pasangan Fauzi Bowo-Priyanto merupakan sebuah kebahagiaan dan
kebanggaan tersendiri bagi ormas FORKABI dan khususnya warga Betawi.
Dengan kemenangan tersebut membuktikan kepada masyarakat luas, bahwa
Betawi yang selama ini identik dengan opini “jual tanah, pergi haji dan
kawin”dan yang dikenal hanya sebagai penonton saja di kampungnya kini telah
berubah menjadi sebagai penggerak dan pelaku di kampungnya.
Kemenangan Fauzi Bowo menjadi gubernur Jakarta periode 2007-2012
tidak dimungkiri menjadi sebuah batu loncatan bagi warga Betawi lainnya untuk
berkiprah di dunia politik dalam tingkat daerah, nasional maupun tingkat
internasional maupun di bidang-bidang lainnya. Adanya sosok Fauzi Bowo
dengan latar belakang Betawi menjadi tolak ukur dan acuan bagi pemuda-pemudi
putra-putri Betawi untuk tetap maju dan percaya diri dalam menghadapi
persaingan kerja maupun kehidupan dengan etnis lain di Jakarta, baik di bidang
ekonomi, social, politik maupun bidang lainnya. Dengan kemenangan Fauzi
Bowo sebagai gubernur Jakarta diharapkan dapat melestarikan khazanah dan
kebudayaan Betawi serta dapat mengajak putra-putri Betawi untuk tetap menjaga
dan mencintai budayanya agar tetap dikenal dan diketahui oleh anak-cucu
masyarakat Betawi kelak.
FORKABI sebagai sebuah wadah atau organisasi masyarakat menjadi
barometer acuan bagi ormas-ormas lainnya. Terpilihnya Fauzi Bowo yang putera
Betawi menjadi bukti atau wujud nyata bahwa upaya komunikasi yang dilakukan
oleh Forum Komunikasi Anak Betawi (FORKABI) dapat mengasah informasi dan
pemahaman akan toleransi pemikiran berbentuk tindakan dukungan anak bangsa
terhadap tanah kelahirannya. Fauzi Bowo terpilih sebagai bagian entitas Betawi
yang pendukungnya FORKABI salah satunya ikut andil memajukan dan
mencerdaskan bangsa serta masyarakat Betawi. Semoga dimasa datang
FORKABI sebagai organisasi masyarakat mampu menjadi penggerak anak
Betawi yang menyumbangkan kemajuan di Jakarta dengan atau tanpa unsure ke-
Betawian, lebih toleran dan profesional untuk bergerak bersama berperan setara
membangun Jakarta untuk semua.
F. Analisis Politik Islam Terhadap Partisipasi Politik FORKABI Dalam
Pilkada DKI Jakarta 2007.
Secara umum partisipasi politik dapat diartikan sebagai keikutsertaan
warga biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau
mempengaruhi hidupnya.48 Adapun bentuk-bentuk partisipasi politik yang dapat
dilakukan oleh individu tidak terbatas pada pemberian suara atau pencalonan
dalam pemilu tapi juga dapat dilakukan dengan memahami berbagai persoalan
politik dan sosial dengan cara mengikuti berita-berita politik, ikut serta dalam
kampanye politik, memberikan kontribusi nyata dalam kegiatan sosial politik dan
tergabung dalam partai politik atau kelompok kepentingan.49
Berdasarkan pendapat diatas, diketahuai bahwa keterlibatan masyarakat
dalam politik memiliki pengaruh besar dalam menciptakan kehidupan politik yang
48 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1992),
h. 140 49 Muiz Ruslan, Pendidikan Politik Ikhwanul Mu slimin, (Solo, Era Intermedia, 2000), h.
103
aman dan tentram. Karena tanpa adanya partisipasi masyarakat dalam perumusan
dan pelaksanaan kebijakan pemerintah akan merusak tatanan demokrasi yang
dibangun dan mengakibatkan disintegrasi.
Di Indonesia, dasar penerapan konsep partisipasi politik sebagaimana
negara-negara demokrasi lainnya adalah kedaulatan berada di tangan rakyat.
Sebab pihak yang paling berkepentingan untuk mewujudkan sebuah pemerintahan
yang demokratis adalah rakyat. Tingkat partisipasi politik masyarakat yang tinggi
menunjukkan tingkat kesadaran dan pemahaman politik yang tinggi dalam
masyarakat. Hal ini menolong warga negara dengan sukarela ikut terlibat dalam
aktifitas-aktifitas politik.
FORKABI merupakan salah satu potensi masyarakat yang dapat
diberdayakan dalam kegiatan-kegiatan politik. Oleh karena itu, partisipasi politik
komunitas masyarakat termasuk FORKABI sangat diharapkan. Karena
keterlibatan masyarakat dalam hal ini FORKABI pada bidang politik akan
berdampak positif dalam menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
Hak-hak dan kewajiban rakyat termasuk warga FORKABI terhadap
pemerintah dalam fikih Islam dibahas dalam Siyasah Dusturiyah. Secara bahasa
Siyasat berasal dari kata Saasa. Dalam kamus Al-Munjid kata ini berarti mengatur,
mengurus dan memerintah. Siyasat bisa juga berarti pemerintahan dan politik,
atau membuat kebijaksanaan. Jadi secara bahasa Siyasah mengandung beberapa
arti yaitu mengatur, mengurus, memerintah, memimpin, membuat kebijaksanaan,
pemerintah dan politik. Artinya mengatur, mengurus, dan membuat kebijaksanaan
atas sesuatu yang bersifat politis untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan secara
terminologis Siyasat adalah membuat kemaslahatan manusia dengan membimbing
ke jalan yang menyelamatkan.50 Permasalahan di dalam fiqh siyasah dusturiyah
adalah hubungan antara antara pemimpin di satu pihak dengan rakyatnya di pihak
lain serta kelembagaan-kelembagaan yang ada di dalam masyarakatnya.
Dalam kenegaraan, Juhaya S. Praja berpendapat bahwa secara umum dan
universal Siyasah memiliki tujuh prinsip, yaitu:
1. Prinsip Tauhidullah adalah prinsip umum hukum Islam, prinsip ini
menyatakan bahwa semua manusia ada di bawah suatu ketetapan yang sama,
yaitu ketetapan tauhid yang dinyatakan dalam kalimat la’ila’ha illa al-Lah’.
2. Prinsip Kebebasan (al-hurriyah) adalah kebebasan atau kemerdekaan secara
umum, baik kebebasan individual maupun komunal. Konstitusi Islam
menggariskan kebebasan yang meliputi kebebasan individu, kebebasan
beragama, kebebasan berpolitik dan kebebasan berserikat.
3. Prinsip Musyawarah (al-syu’ra) prinsip ini tercantum dalam Al-Quran surat
Ali’Imron ayat 159 dan Al-Syu’ra ayat 38. Esensi dari musyawarah adalah
pertukaran pikiran dan pemdapat dalam menyelesaikan dan pengujian
berbagai masalah oleh sekelompok orang yang memiliki keahlian dalam
masalah tersebut agar diperoleh gagasan dan pendapat yang paling mendekati
kebenaran dan baik.
4. Prinsip Persamaan (al-musa’wah)
5. Prinsip Keadilan (al-adl) adalah pelaksanaan hukum Islam didasarkan atas
kejujuran dan kasih sayang.
6. Prinsip Mu’aradlah adalah prinsip pengawasan masyarakat atas kebijaksanaan
pemerintah sebagai kelanjutan dari prinsip kebebasan.
50Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran, (Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 23
7. Prinsip Al-Naql al-Dha’tiyy (Mu’hasabat Al-Nafs) adalah auto critique, yaitu
membuka berbagai kelemahan-kekurangan diri sendiri; mengetahui sebab-
sebab serta cara-cara memperbaikinya. Dalam sistim ketatanegaraan dan di
zaman modern, prinsip ini hanya dilaksanakan di dalam negara yang
menganut sistim partai tunggal yang tidak mengenal oposisi.51
Partisipasi aktif yang dilakukan oleh FORKABI adalah menjadi pengurus
partai politik dan pengurus organisasi non-politik. Partai politik dan kelompok
kepentingan dibentuk bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah
dengan landasan adanya persamaan tujuan dan cita-cita anggota. Hal ini sesuai
dengan prinsip Mu’aradlah yaitu pengawasan masyarakat atas kebijakan
pemerintah. Landasan Al-Quran dari prinsip ini adalah firman Allah S.W.T.
dalam surat Al-Imron ayat 104:
يأمرون بالمعروف وينهون ولتكن منكم أمة يدعون إلى الخير و }104:آل عمران{عن المنكر، وألئك هم المفلحون
Artinya: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang Ma’ruf dan mencegah dari yang Munkar, mereka orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 104)
Aktifitas politik yang dilakukan oleh FORKABI di atas merupakan upaya
sadar mereka dalam rangka menyumbangkan pikirannya, waktu dan tenaga dalam
bidang politik. Sehingga dalam pelaksanaannya terjalin keseimbangan hak dan
kewajiban antara pemerintah dan rakyat dalam hal ini FORKABI. Konsep ini
sesuai dengan prinsip musyawarah dengan landasan Al-Quran dari prinsip ini
adalah firman Allah S.W.T dalam surat Al-Imron ayat 159:
51Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung, Pusat Penerbitan Universitas LPPM,
1995), h. 85-87
ولو آنت فظا غليظ القلب صلىفبما رحمة من اهللا لنت لهم فاعف عنهم واستغفرلهم وشاورهم صلىالنفضوا من حولك
إن اهللا يحب ح فإذا عزمت فتوآل على اهللا صلىفى األمر }159: آل عمران{آلين المتو
Artinya: “maka sebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu karena itu manfaatkanlah mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai oirang-oramng yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran: 159)
Jalur perubahan FORKABI adalah kultural dengan mengedepankan aspek
moral. Ide ini sesuai dengan pemikiran politik al-Ghazali yang bersendikan agama
dan etika. Bahwa penguasa politik harus memahami tugas dan tanggung
jawabnya, membersihkan pejabat pemerintah dari sifat tercela, tidak takabur dan
menyadari dirinya adalah bagian dari rakyat.52Konsekuensi dari sikap ini adalah
disentuhnya melalui jalur struktural oleh FORKABI dalam melakukan
pemberdayaan dan perubahan sosial.
Dalam pandangan FORKABI agama dan politik memiliki hubungan yang
erat. Sebagaimana Al-Ghazali mengatakan “agama adalah dasar dan sulthan
(kekuasaan politik) adalah penjaganya”. Maksudnya sesuatu yang tidak ada
pondasinya akan runtuh dan pondasi tanpa penjaga akan hilang. Lebih lanjut Al-
Ghazali mengatakan “penguasa langsung mengatur agama dan politik”.53 Hal ini
sejalan dengan pendapat FORKABI bahwa yang bertanggung jawab untuk
52 Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 271 53 Pulungan, Fiqh Siyasah, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), h. 239
menjalankan negara adalah pemerintah dan rakyat. Karena itu mereka memiliki
perhatian yang besar terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah.
Dalam Islam kaitan erat antara pemerintah dan rakyat merupakan pondasi
utama dalam membangun negara yang thayyibah. Apabila hak pemerintah adalah
ditaati dan mendapat partisipasi dari rakyat dalam hal ini FORKABI maka
kewajiban dari masyarakat termasuk FORKABI adalah membantu serta
berpartisipasi aktif dalam program-program yang disepakati untuk kemaslahatan
bersama.
Berdasarkan uraian diatas, diketahui partisipasi politik yang dilakukan
oleh FORKABI sesuai dengan prinsip Mu’aradlah, Al-Naql Al-Dha’tyy
(Muhasabat al-Nafs), dan al-syu’ra (musyawarah). Dengan demikian partisipasi
FORKABI dalam kegiatan-kegiatan politik harus terus ditingkatkan agar mereka
mampu mengemban amanah sebagai salah satu pelaku pemberdayaan dan
perubahan sosial.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Partisipasi politik FORKABI dalam pilkada DKI Jakarta 2007 dilakukan
dengan cara sosialisasi sampai ke tingkat akar rumput/bawah tentang masalah
pilkada baik secara langsung atau tidak langsung. Misalnya melakukan
sosialisasi tatacara pemilihan kepala daerah, memberi dukungan kepada salah
satu pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Pemilihan kepala daerah
DKI Jakarta 2007 kemarin menjadi pembelajaran bagi FORKABI khususnya
dan umumnya warga Betawi jika dihadapkan pada pemilihan-pemilihan baik
kepala daerah, pemilihan umum dan lain-lain agar menjadi suatu kesempatan
bagi masyarakat Betawi yang mempunyai potensi untuk berpartisipasi aktif
dalam politik.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik FORKABI dalam pilkada
DKI Jakarta 2007 meliputi faktor intern dan ekstern, yaitu: jenis kultur, agama
dan faktor personal.
3. FORKABI membebaskan bagi warganya untuk berpartisipasi langsung dalam
partai politik dan tidak terfokus pada salah satu partai politik. Sebagaimana
dikatakan oleh ketua DPD FORKABI Jakarta Selatan bahwa seluruh anggota
diharuskan aktif dan menjabat di struktur mana saja di semua partai sesuai
dengan hati nurani masing-masing anggota, meskipun dalam partai berbeda
semua anggota tetap di bawah bendera FORKABI.
4. Dalam analisis politik Islam partisipasi politik yang dilakukan oleh
FORKABI sesuai dengan tujuan yang terkandung dalam prinsip Mu’aradlah,
al-Naql al-Dha’tyy dan Musyawarah. Pemikiran politik FORKABI sama
dengan ulama sunni seperti al-Mawardi dan al-Ghazali, mereka memandang
agama dan politik memiliki kaitan, mendirikan negara adalah wajib syara dan
perubahan sosial ke arah lebih baik dilakukan melalui jalur kultural daripada
struktural.
B. Saran
1. FORKABI adalah organisasi masyarakat yang menaungi Betawi di wilayah
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, (Jabotadepok) dan sekitarnya.
Namun pada kenyataannya banyak warga Betawi (khususnya masyarakat
awam) yang tidak mengetahui apa itu FORKABI yang sebenarnya apa visi
dan misinya dan apa yang membedakan FORKABI dengan ormas-ormas lain.
Hal ini membuktikan bahwa FORKABI masih kurang mensosialisasikan
dirinya sebagai ormas Betawi yang dapat menaungi masyarakat Betawi dalam
memberikan penyuluhan dan perlindungan bagi warga Betawi khususnya dan
warga Jakarta umumnya dalam hal melestarikan kebudayaan Betawi di
kalangan masyarakat awam dan generasi-generasi muda Betawi.
2. Sebagai salah satu ormas yang menaungi Betawi dan melestarikan kebudayaan
Betawi FORKABI masih kurang dalam hal penyediaan sanggar-sanggar
kesenian Betawi yang dapat dinikmati atau dapat diikuti oleh anak-anak muda
Betawi yang ingin mengenal dan belajar tentang kebudayaan dan kesenian
Betawi. Sejauh ini kesenian dan kebudayaan Betawi hanya dapat dijumpai di
sanggar-sanggar yang terdapat di wilayah yang masih kental dengan Betawi
seperti wilayah Condet, Rawa Belong, dan lain-lain. Padahal warga Betawi
tidak hanya terdapat di wilayah tersebut saja tetapi menyebar di seantero
wilayah Jabodetabek. Kurangnya sanggar-sanggar yang mengajarkan kesenian
Betawi ditakutkan lambat laun generasi muda Betawi tidak kenal lagi budaya
Betawi yang asli. FORKABI sebagai orgasisasi Betawi yang bertujuan ingin
melestarikan kebudayaan Betawi diharapkan dapat menyediakan sanggar-
sanggar kesenian Betawi di setiap cabangnya atau di setiap wilayah Sub-
rantingnya.
3. Sebagai penulis, dalam skripsi ini saya mengharapkan agar fakultas Ushuluddin
dan Filsafas khususnya program Pemikiran Politik Islam dapat mengupas
pemikiran-pemikiran para tokoh Islam lebih banyak lagi. Khususnya tentang
perbedaan dan persamaan teori antara pemikir Islam dan pemikir Barat, baik
tentang negara, konsep demokrasi di Barat dan konsep musyawarah dalam
Islam, serta partisipasi politik ala-Barat dan partisipasi politik (Musyarokah
Siyasiyah) dalam Islam dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Lisa dalam Jhon L. Espito, “Islam Qadhdhafi”, dalam Dinamika
Kebangunan Islam, (Jakarta : Rajawali Press, 1987).
Allan, J.A. Libya, The Experience of Oil, (Colorado : Weseview, 1981).
Al-Qadhdhafi, Mu’ammar, al-Multaga al-fikri al-Awwal lil-Talabah al-‘Arab al
Darisin bi-al-Jamahiriyah (Tipoli, Manshurat al-Markaz al-‘Alami wa-
Abhath al-Kitab al Akhdar, 1982).
__________, Shuruh al-Kitab al-Akhdar’2 vols. (Tripoli, al-Markaz al-‘Alami li
Diraqsat wa-Abhath al-Kitab al-Akhdar, 1983).
Ayoub, Mahmoud, Islam dan Teori Dunia Ketiga : Pemikiran Keagamaan
Muammar Qadhdhafi, (Bogor : Humaniora Press, 1991).
Bruce St. John. Ronald. The Middle East Journal, Volume 58. No. 3.(Musim
Panas 2004),
Chomcky, Noam, Menguak Tabir Terorisme Internasional, (diterjemahkan oleh
Hamid Basyaib dari Internasional Terorisme in tehe Real World ),
(Bandung : Mizan ).
Edward. Halley. P, Qadhafi & The U. S. Since 1969, (New york : Praeger, 1984).
Espito. Johan. L, Ensiklopedi Oxpord Dunia Islam Modern Jilid III, (Bandung :
Mizan, 2001).
______________, Islam dan Politik, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990).
Fisher, W.B. “Libya”dalam The Midle East and North Africa, (London : Eroupe
Publication Limited, 1993).
Frederic. Muscat, Muammar Qadhafi, (Jakarta : Beunebi Cipta, 1988).
Gunther, John, Inside Africa, (New York : Harper & Brother, 19995).
Harris, Lillian Craig, Libya Qadhdhafi’s Revolution and Modern State, (Colorado
Wesview Press, 1986).
Lapidus. Ira. M, Sejarah Sosial Umat Islam, (Rajawali Press, Jakarta, 2000).
Long. David. E & Bernand, The Government and Politics of Middle East and
North Africa, (Colorado : Wstview Press, 2002).
Mintarja, Endang, Politik Berbasis Agama, (Pustaka Pelajar : Yogayakarta,
20006).
Petter. Slughet & Marion, The Times Guide to The Middle East, (London : Times
Books, 1991).
Qaddafi. Muammar, Menapak Jalan Revolusi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2000).
Qadhdhafi, Muammar, The Green Book, (Tripoli : Mateu Cromo).
Rais. Amin, Politik dan Pemerintahan di Timur Tengah, (Yogyakarta: Studi
Sosial PAU-UGM, 1988).
Ronan, Yahudit, Libya dalam Middle East Comtemporary Survey, (London :
Westview Press, 1987).
Sadat, Anwar, Tokoh-Tokoh Pemimpin Yang Saya Kenal, (diterjemahkan oleh
Ermas dari Those I Have Known), Jakarta : Dunia Pustaka Jaya.
Sadily. Hasan, Ensiklopedi Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Bahrulhm, 1990).
Sihbudi , M. Riza, dkk, Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah, (Bandung :
Eresco).
_________, Islam, Dunia Arab, Iran : Bara Timur Tengah, (Bandung : Mizan,
1991).
Stoddard, Lothrop, Dunia Baru Islam, (diterjemahkan oleh H.M. Mulyadi
Djojomartono dari The World Of Islam), Jakarta : Panitia Penerbit.
Syukri, Muhammad Fuad, Libya al-Hadisah, (Kairo : Matbaat al-I’timad).
Wegs. J. Robert, Erope Since 1945 : A Concise History, (New York : St. Matrin’s
Press).