33
PATHOLOGI SISTEM HEMATOPOIETIKA REVIEW DARI STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM HEMATOPOIETIK Komponen fungsional utama dari system hematopoietika adalah darah, sumsum tulang, jaringan limfoid, system fagositik mononuclear dan system immune. Tidak seperti sistem-sistem organ lainnya, komponen-komponen fungsional tadi berada pada beberapa organ dan mempunyai fungsi yang overlapping sifatnya Organ-organ dimana komponen fungsional utama dari system hematopoeitika berada adalah : sumsum tulang, pembuluh darah, lien, nodus limfatikus dan thymus Darah terdiri dari plasma dan sel-sel darah. Plasma sendiri akan menggumpal karena fibrinogen berubah menjadi fibrin. Jika fibrin dipisahkan dari dalam plasma maka sisanya disebut serum. Sel-sel darah Sel-sel darah terdiri dari sel-sel darah merah, platelet dan sel-sel darah putih Sel-sel dari system hematopoietika diproduksi pada sumsum tulang, sel-sel yang mature kemudian berada pada darah, jaringan limfoid dan jaringan fagosistik mononuclear Eritrosit yang masak mempunyai umur 120 hari, tinggal di dalam darah yang mempunyai fungsi khusus yaitu mentransport oksigen. Eritrosit yang tua akan dibuang ke lien dan jaringan fagositik mononuclear lainnya, sedangkan bahan kimia dari eritrosit tadi akan kembali digunakan sebagai bahan pembentuk eritrosit yang baru. Eritrosit merupakan sel-sel yang spesial, tidak mempunyai nucleus, berbentuk cakram yang bikonkaf. Fungsi utama dari eritrosit adalah untuk transport oksigen. Jumlah oksigen yang dapat ditransportasikan oleh darah tergantuk kepada jumlah eritrosit dan jumlah hemoglobin di dalamnya. Jutaan eritrosit dibuang dari sirkulasi setiap jam oleh sel-sel fagositik mononuclear yang terdapat di lien, hepar dan pada tempat-tempat lainnya.

Pathologi sistem hematopoietika

Embed Size (px)

Citation preview

PATHOLOGI SISTEM HEMATOPOIETIKA

REVIEW DARI STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM HEMATOPOIETIK

Komponen fungsional utama dari system hematopoietika adalah darah, sumsum tulang,

jaringan limfoid, system fagositik mononuclear dan system immune.

Tidak seperti sistem-sistem organ lainnya, komponen-komponen fungsional tadi berada

pada beberapa organ dan mempunyai fungsi yang overlapping sifatnya

Organ-organ dimana komponen fungsional utama dari system hematopoeitika berada

adalah : sumsum tulang, pembuluh darah, lien, nodus limfatikus dan thymus

Darah terdiri dari plasma dan sel-sel darah. Plasma sendiri akan menggumpal karena

fibrinogen berubah menjadi fibrin. Jika fibrin dipisahkan dari dalam plasma maka sisanya

disebut serum.

Sel-sel darah

Sel-sel darah terdiri dari sel-sel darah merah, platelet dan sel-sel darah putih

Sel-sel dari system hematopoietika diproduksi pada sumsum tulang, sel-sel yang mature

kemudian berada pada darah, jaringan limfoid dan jaringan fagosistik mononuclear

Eritrosit yang masak mempunyai umur 120 hari, tinggal di dalam darah yang

mempunyai fungsi khusus yaitu mentransport oksigen. Eritrosit yang tua akan dibuang

ke lien dan jaringan fagositik mononuclear lainnya, sedangkan bahan kimia dari eritrosit

tadi akan kembali digunakan sebagai bahan pembentuk eritrosit yang baru.

Eritrosit merupakan sel-sel yang spesial, tidak mempunyai nucleus, berbentuk cakram

yang bikonkaf. Fungsi utama dari eritrosit adalah untuk transport oksigen. Jumlah

oksigen yang dapat ditransportasikan oleh darah tergantuk kepada jumlah eritrosit dan

jumlah hemoglobin di dalamnya.

Jutaan eritrosit dibuang dari sirkulasi setiap jam oleh sel-sel fagositik mononuclear yang

terdapat di lien, hepar dan pada tempat-tempat lainnya.

Produk sisa dari penghancuran eritrosit yang paling penting adalah zat besi yang

merupakan bagian dari molekul hemoglobin yang harus disimpan oleh system fagosistik

mononuclear yang akan kemudian dipakai untuk memproduksi eritrosit yang baru.

Protein dari hasil proses penghancuran eritrosit dan sel-sel darah putih kembali

ketempat penyimpanan protein tubuh.

Bilirubin merupakan produk dari proses penghancuran eritrosit yang harus

diekskresikan. Bilirubin merupakan bagian dari molekul hemoglobin yang bukan terdiri

dari zat besi, kemudian akan dibawa oleh darah ke hepar, kemudian diikat oleh sel-sel

hepar dan diekskresikan kedalam intestinum melalui duktus biliverus. Kadar bilirubin

dalam darah dapat meningkat pada kondisi-kondisi dimana terjadi penghancuran

eritrosit dalam jumlah yang banyak, sakit hepar atau pada obstruksi duktus biliverus.

Platelet sesungguhnya adalah merupakan fragmen-fragmen dari sel-sel sumsum tulang

megakaryosit. Megakaryosit tetap berada pada sumsum tulang tapi framen

sitoplasmanya masuk kedalam darah dimana disana fragmen-fragmen tadi siap

berpartisipasi dalam sistem pembekuan darah bila diperlukan. Platelet berumur pendek

dan harus digantikan secra kontinyu

Sel-sel granulosit juga terdapat didalam darah, mereka selalu siap berpartisipasi dalam

suatu reaksi inflamasi. Sel-sel granulosit dihancurkan sama dengan yang terjadi pada

sel-sel darah merah

Setelah meninggalkan sumsum tulang, limfosit mengalami proses maturasi lebih lanjut.

Beberapa dari mereka berdiferensiasi pada thymus menjadi sel-sel T lomfosit yang

kemudian akan ikut berperan dalam imunitas seluler, sebagian lagi berdiferensiasi pada

jaringan limfoid lainnya menjadi sel-sel B limfosit yang mempunyai kemampuan untuk

bertransformasi lebih lanjut menjadi sel-sel plasma untuk memproduksi antibody.

Sel-sel monosit merupakan sel-sel derivat dari sumsum tulang yang paling tersebar luas.

Sebagian bersirkulasi dalam darah siap berpartisipasi pada proses reaksi inflamasi, yang

lainnya pada jaringan, terutama pada sinusoid-sinusoid pada hepar, nodus limfatikus,

dan sumsum tulang, tapi juga terdapat pada seluruh jaringan tubuh. Pada jaringan sel-

sel monosit ini mempunyai banyak nama seperti makrofag, histiosit, sel-sel

retikuloendotelial, dan sel-sel Kupffer pada hepar.

Sel-sel makrofag jaringan secara keseluruhan dianggap sebagai pemburu bagi sel-sel

debris, material asing ataupun material yang berasal dari dalam tubuh sendiri seperti

sel-sel mati misalnya untuk difagosit dan dimusnahkan. Sel-sel makrofag dalam jaringan

disebut juga sebagai system fagositik mononuklear atau biasa juga disebut dengan

system retikuloendotelial. Sel-sel makrofag juga mempunyai peran penting dalam

respons imunitas seluler

Sumsum tulang terdiri dari jaringan ikat khusus dimana didalamnya terdapat banyak

pembuluh-pembuluh kapiler. Jaringan ikat khusus tadi berisi bentuk-bentuk immature

sampai bentuk intermediate dari berbagai sel-sel darah yang kelak akan berubah

menjadi matur/masak

Sel-sel darah merah yang masih dalam bentuk intermediate disebut rubrisit atau

normoblast, sampai suatu saat nukleusnya menghilang kemudian menjadi sel-sel darah

merah atau eritrosit.

Didalam sel-sel darah merah yang immature terdapat material basofilik pada

sitoplasmanya dan sel-sel darah merah yang immature tadi disebut dengan sel-sel

retikulosit

Adanya peningkatan retikulosit didalam darah merupakan indikasi adanya pelepasan

dini dari sumsum tulang merah dan ini menunjukkan adanya percepatan produksi sel-sel

darah merah. Kondisi tersebut dapat ditemukan pada keadaan dimana terjadi hipoksia,

perdarahan yang hebat atau adanya peningkatan perusakan sel-sel darah merah.

Sel-sel granulosit yang mature berasal dari myeloblat berkembang menjadi myelosit dan

kemudian menjadi granulosit yang masak. Sel-sel granulosit tersebar secara luas pada

susum tulang, konsentrasi normal dari sel-sel granulosit lebih kurang 4x sel-sel precursor

sel darah merah

Monosit berkembang dari monoblast dan bercampur dengan sel-sel granulosit

Sumsum tulang bertindak sebagai tempat penyimpanan sel-sel darah, yang kelak

dilepaskan bila dibutuhkan. Sumsum tulang dapat meningkatkan produksinya jika ada

kebutuhan yang meningkat akan sel-sel darah. Dalam keadaan normal eritrosit hidup

samapi 120 hari dan sel-sel neutrofil hanya setengah hari.

Eritropoietin adalah hormon yang dilepaskan oleh ginjal yang mempunyai fungsi untuk

menstimulasi proses eritropoiesis. Jika terdpat sangat sedikit eritrosit pada sirkulasi

darah, hormon ini lebih banyak lagi dilepaskan untuk mempercepat produksi sel-sel

darah merah

Produksi neutrofil diduga distimulasi oleh hormon yang dilepas dari jaringan yang rusak.

Gambar :

MASALAH-MASALAH YANG SERING DAN MASALAH YANG BERSIFAT SERIUS PADA SISTEM

HEMATOPOIETIKA

Masalah klinis yang paling sering terjadi pada system hematopoeitika adalah anemia.

Anemia adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan massa sel-sel darah merah

pada sirkulasi

Penurunan tersebut dapat terjadi karena adanya penurunan produksi dari sel-sel darah

merah atau karena adanya peningkatan perusakan dari sel-sel tersebut.

Tipe anemia yang tersering adalah:

Anemia defisiensi zat besi karena kekurangan zat gizi

Anemia defisiensi zat besi karena adanya perdarahan kronis melalui uterus

ataupun dari traktus gastrointestinal

Anemia yang ada kaitannya dengan penyakit-penyakit kronis

Anemia defisiensi vitamin B12 (anemia pernisiosa) dan anemia defisiensi asam

folat.

Kebanyakan kelainan pada sel-sel darah putih merupakan efek sekunder dari penyakit-

penyakit lain yang mendasarinya dibandingkan karena kelainan pada system

hematopoietikanya sendiri. Sebagai contoh kebanyakan proses infeksi ada kaitannya

dengan meningkatnya sel-sel darah putih sehingga menimbulkan kondisi leukositosis.

Jika infeksi yang terjadi berat dan kronis, jaringan myeloid atau limfoid mengalami

hiperplasia.

Yang termasuk kanker primer dari system hematopoietika adalah leukemia, limfoma,

dan multiple myeloma. Kanker-kanker dari sel-sel darah putih atau derifatnya

merupakan 76 persen dari seluruh kanker pada system hematpoietika dan menjadi

penyebab kematian utama pada penyakit-penyakit primer pada system tersebut.

SYMPTOM, SIGN DAN UJI LABORATORIS

Kebanyakan gejala/symptom dari penyakit-penyakit system hematopoietika bersifat

tidak spesifik. Gejala yang muncul dapat karena penyakit dari system lainnya.

Symptom anemia bervariasi dari yang tanpa gejala sampai gagal jantung. Gagal jantung

terjadi bila ada insufisiensi jumlah darah yang dipompakan oleh jantung sehingga terjadi

insufisiensi oksigen pada jaringan tubuh.

Symptom yang tidak spesifik dari anemia antara lain adalah sakit kepala, mudah capek,

kehilangan nafsu makan, “heart burn”, nafas pendek, edema tungkai bawah, kebas-

kebas dan sensasi gatal pada kulit.

Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan adanya pembesaran dari limfanodi

(limfadenopati), pembesaran lien (splenomegali), dan pembesaran hepar (hepatomegali)

yang dapat juga terjadi pada penyakit-penyakit lain selain penyakit system

hematopoietika.

Ditemukannya perdarahan-perdarahan kecil pada kulit (petechiae) merupakan

penemuan penting untuk mengarah kepada adanya penurunan jumlah platelet.

Perdarahan lain seperti perdarahan melalui hidung atau ecchymoses (perdarahan yang

luas pada area kulit) dapat dikaitkan dengan adanya penurunan jumlah platelet, atau

ada kaitannya dengan gangguan koagulasi.

Kepucatan pada kulit terdapat pada kondisi anemia berat.

Uji laboratories pada untuk penyakit-penyakit system hematopoietika termasuk

didalamnya adalah:

Analisis dari sel-sel darah

Biopsi nodus limfatikus dan sumsum tulang merah

Tes-tes khusus untuk penyakit-penyakit khusus

Analisis dari sel-sel darah digunakan untuk kepentingan skrining dan diagnostik.

Pemeriksaan laboratories yang paling sering dilakukan adalah:

Pemeriksaan hematokrit

Kadar hemoglobin

Jumlah eritrosit dan leukosit

Diferensiasi sel-sel darah putih

Morfologi sel darah merah

Jumlah platelet dan retikulosit

Hematokrit, hemoglobin, jumlah sel-sel darah merah dan pemeriksaan sediaan apus

darah digunakan untuk melihat ada tidaknya anemia dan dipakai untuk menggolongkan

anemia sebagai anemia mikrositik, normositik, atau makrositik dan sebagai

normokhromik atau hipokhromik.

Anemia didefinisikan sebagai suatu penurunan massa sel-sel darah merah pada sirkulasi

dan dipresentasikan dengan rendahnya hematokrit, hemoglobin, atau rendahnya jumlah

sel-sel darah merah.

Hematokrit adalah volume dari sel-sel darah merah dibandingkan dengan elemen-

elemen darah yang lain. Jika darah di “centrifuged” / diputar, sel-sel darah merah akan

mengendap dibagian bawah tabung membentuk sedimen. Persentase dari sedimen tadi

terhadap seluruh volume darah yang di “centrifuge” tadi disebut kadar hematokrit

Hemoglobin diukur dari jumlah hemoglobin dalam gram/dl.

Hitung jumlah sel-sel darah dihitung dengan menghitung sel-sel yang ada didalam bilik

kecil pada sediaan yang ada diukur dengan jumlah sel-sel darah/millimeter kubik darah

Ukuran dari konsentrasi hemoglobin didalam sel darah merah dapat divisualisasikan

secara langsung dengan memeriksaan sediaan apus darah dibawah mikroskop atau

dapat dihitung dengan mengukur kadar hematokrit, kadar hemoglobin dan jumlah sel-sel

darah merah

Pemeriksaan sediaan apus darah berguna untuk menentukan secara cepat klasifikasi

sel-sel darah merah menjadi makrositik, normositik-normokhromik, atau mikrositik-

hipokhromik

Perubahan-perubahan lain pada morfologi sel-sel darah merah dapat juga dipakai untuk

mendapatkan informasi yang spesifik dari penyebab anemia

Mean Corpuscular Volume (MCV), atau ukuran rata-rata sel darah merah dihitung dengan

cara membagi hematokrit dengan jumlah sel-sel darah merah

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) dihitung dengan membagi

hemoglobin dengan hematokrit.

Tabel dibawah ini menunjukkan angka normal dari pengukuran sel-sel darah merah dan

interpretasi dari nilai rendah dan nilai tinggi dari angka-angka tersebut

Uji

laboratories

Harga normal Istilah dibawah harga

normal

Istilah diatas harga

normal

Hematokrit

Hemoglobin

Jml eritrosit

MCV

MCHC

Pria: 40-54%

Wanita: 37-49%

Pria: 14.1-18.0 g/dl

Wanita: 12.3-16.2 g/dl

Pria: 4.7-6.1 juta/mm3

Wanita: 4.2-5.6 juta/ mm3

82-97 cu

32-36 g/dl

Anemia

Anemia

Anemia

Mikrositosis

(anemia mikrositik)

Hipokhromia

(anemia hypochromik)

Polisitemia

Polisitemia

Polisitemia

Makrositosis

(anemia makrositik)

Hiperkhromia

(jarang terjadi)

Hitung jumlah sel darah putih dan hitung jenis sel darah putih digunakan untuk

mengevaluasi sel-sel darah putih

Hitung jumlah sel darah putih menghitung jumlah sel-sel darah putih dalam bilik sediaan

darah / millimeter kubik

Hitung jenis menghitung persentasi sel darah putih berdasarkan jenis sel, diperiksa

dengan memakai sediaan apus darah

Dibawah ini merupakan table yang menampilkan harga normal dari sel-sel darah putih

dan nama atau istilah yang dipakai untuk menggambarkan kondisi dibawah harga

normal atau diatas harga normal

Uji laboratoris Harga normal Istilah diatas harga Istilah dibawah harga

normal normal

Hitung leukosit

Hitung jenis sel

darah putih :

Neutrofil

Limfosit

Monosit

Eosinofil

Basofil

4.300-11.600/mm3

42-81%

10-47%

0-10%

0-7%

0-1%

Leukositosis

Granulositosis atau

neutrofilik leukositosis

Limfositosis

Monositosis

Eosinofilia

basofilia

Leukopenia

Granulositopenia atau

neutropenia

Limfositopenia

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

PENYAKIT-PENYAKIT SPESIFIK PADA SISTEM HEMOPOIETIKA

PENYAKIT-PENYAKIT GENETIK

Ada beberapa defect yang bersifat herediter yang penting yang dapat menyebabkan

anemia, penyakit sckle-cell, talasemia, sferositosis herediter, dan defisiensi glucose-6

fospatase

PENYAKIT-PENYAKIT INFLAMATORIS/DEGENERATIF

Akan dibicarakan mengenai anemia, kelainan pada sel-sel darah putih, kelainan pada

platelet dan kelainan-kelainan inflamatoris tertentu yang secara karakteristik

mempengaruhi jarigan limfoid dan sistem fagositik mononuklear

Kebanyakan kondisi tersebut diatas secara langsung sebagai akibat adanya proses injuri,

inflamasi dan reparasi

Tinjauan umum anemia

Anemia dapat ditemukan pada banyak penyakit antara lain : penyakit-penyakit primer

dari sel-sel darah merah, dan penyakit-penyakit yang secara sekunder yang

mengikutsertakan system hematopoietika

Tabel berikut ini menunjukkan klasifikasi anemia :

Klasifikasi Anemia

Anemia karena kehilangan darah :

Kehilangan darah akut

Kehilangan darah kronis

Anemia hemolitika :

Sickle-cell anemia

Thalassemia

Defisiensi glukosa- 6- fospatase dehirogenasi

Anemia immune hemolitika

Hipersplenisme

Anemia hemolitika mikroangiopatik

Anemia dengan berkurangnya produksi sel-sel darah merah

Anemia defisiensi :

o Anemia defisiensi zat besi

o Anemia defisiensi vit B12 (anemia pernisiosa)

o Anemia defisiensi asam folat

Anemia karena penyakit kronis

Anemia myelophtisik

Anemia aplastik

Pada anemia kehilangan darah dan anemia hemolitika , anemia bisa terjadi karena

adanya pengrusakan sel-sel darah yang merah lebih cepat dibanding dengan

kemampuan sumsum tulang merah mengganti sel-sel darah merah tadi.

Anemia karena kehilangan darah, terjadi karena tubuh kehilangan darah melalui

system vaskuler baik diluar tubuh ataupun di dalam tubuh

Anemia hemolitika , terjadi karena adanya destruksi dari sel-sel darah merah di

dalam system vaskuler atau pada system fagositik mononuclear. Jika system

fagositik mononuclear (terutama lien) memfagosit sel-sel darah merah sebelum

umur normal dari sel –sel tadi berakhir maka disebut hemolisis ekstravaskuler.

Jika sel-sel dihancurkan didalam aliran darah disebut hemolisis intravaskuler

Klasifikasi anemia berdasarkan pendekatan penemuan laboratories merupakan cara

yang efisien untuk membantuk menetukan tipe anemia.

Evaluasi atas hasil pemeriksaan ukuran sel-sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin

dapat dipakai untuk mengkategorikan anemia menjadi 3 tipe :

Anemia mikrositik hipokhromik terdapat pada anemia defisiensi besi, pada

beberapa kasus penyakit-penyakit kronis dan sedikit pada penyakit-penyakit

yang jarang

Anemia makrositik (normokhromik) biasanya karena defisiensi vitamin B12 atau

asam folat

Anemia normositik normokhromik merupakan gambaran anemia yang paling

sering.

Penghitungan retikulosit dapat dipakai untuk mengkategorikan anemia menjadi 2 tipe :

Anemia karena menurunnya produksi sel-sel darah merah (ditandai dengan

menurunnya jumlah retikulosit)

Anemia karena meningkatnya pengrusakan atau kehilangan sel-sel darah merah

(ditandai dengan meningkatnya jumlah retikulosit)

Pengklasifikasian anemia dengan cara pendekatan pemeriksaan laboratories harus

diaplikasikan dengan hati-hati, karena ada beberapa kondisi menimbulkan kondisi

ambiguity. Sebagai contoh:

Kehilangan darah secara kronis tidak ada kaitannya dengan meningkatnya jumlah

retikulosit, karena anemia kronis mengakibatkan anemia defisiensi besi. Dus

karenanya, anemia kehilangan darah kronis merupakan anemia kehilangan

darah dan anemia dengan produksi sel-sel darah merah yang menurun.

Pada thalassemia terdapat penurunan produksi sel-sel darah merah karena

adanya defisiensi produksi hemoglobin dan hemolisis ekstravaskuler.

Pengklasifikasian dari anemia jelas sangat penting, karena interpretasi yang salah

terhadap pengklasifikasian tadi dapat mengakibatkan kegagalan dalam menegakkan

diagnose penyakit yang melatarbelakangi anemia tadi, atau dapat juga menyebabkan

pengobatan yang tidak tepat.

ANEMIA KEHILANGAN DARAH / BLOOD LOSS ANEMIA

Kehilangan darah akut akan menyebabkan anemia dalam beberapa jam setelah

kehilangan darah, hal tersebut karena adanya proses hemodilation, yaitu suatu proses

dimana terjadi lebih dahulu penggantian dari serum darah yang hilang sebelum

terjadinya penggantian sel-sel darah oleh sumsum tulang.

Sel-sel; darah merah pada darah tetap bersifat normokhromik dan normositik. Dal;am

beberapa hari kemudian terjadi peningkatan jumlah retikulosit dan akan melepas sel-sel

darah merah baru dari susmsum tulang merah

Sumsum tulang merah mampu mengganti kehilangan darah dalam jumlah yang banyak,

sebagai contoh seotrang donor tidak menderita sakit walaupun ia kehilangan darah yang

banyak

Kehilangan darah dalam jumlah yang sangat banyak harus diganti kalau tidak, akan

menyebabkan efek hemodinamik berupa syok misalnya.

Kehilangan darah kronis, merupakan kehilangan darah secara perlahan-lahan dalam

jumlah kecil selama periode waktu yang relatif lama. Penyebab yang paling sering

adalah perdarahan yang berlebihan pada waktu menstruasi, dan perdarahan kronis dari

traktus gastrointestinal.

Sumsum tulang merah mempunyai kapasitas yang besar untuk menggantikan darah

yang hilang. Anemia yang terjadi biasanya lama kemudian setelah dalam perjalannya

tubuh gagal dalam mensiklus ulang zat besi yang hilang dari sdel-sel darah merah. Jadi

anemia kehilangan darah kronis merupakan subkategori dari anemia defisiensi zat besi.

Biasanya adanya kehilangan darah kronis dapat diketahui dengan mengetahui riwayat

menstruasi dan pemeriksaan darah pada feses (occult fecal blood test)

Blood Loss Anemia

Kausa Lesi Manifestasi

ANEMIA HEMOLITIKA

Pada anemia hemolitika, sel-sel darah secara lebih dini dibuang/diambil dari aliran darah

(hemolisis ekstravaskuler) atau sel-sel darah merah mengalami destruksi didalam aliran

darah (hemolisis intravaskuler).

Hemolisis ekstravaskuler lebih sering terjadi. Hemolisis yang terjadi dapat karena

sumsum tulang merah memproduksi sel-sel darah merah yang tidak sempurna/rusak

sehingga umurnya pendek, atau dapat juga terjadi karena adanya kondisi tertentu yang

mempengaruhi sel-sel darah merah yang normal setelah dilepas dari sumsum tulang

merah

Pada anemia hemolitika terdapat peningkatan produksi bilirubin karena adanya proses

sel-sel darah merah yang mati kemudian dihancurkan oleh makrofag. Transportasi dari

elemen pigmen bilirubin ini didalam darah menuju hepar untuk kemudian diekskresikan

ke duodenum, sering bermanifestasi dalam bentuk meningkatnya kadar bilirubin serum

dan ditandai dengan “mild jaundice”/ kulit berwarna kuning muda

Adanya anemia menstimulasi sumsum tulang merah untuk memproduksi lebih banyak

eritrosit. Sumsum tulang menjadi hiperplastik dan melepaskan lebih banyak eritrosit-

Perdarahan akut Hiperplasia sumsum tulang (kompensasi)

Anemia normositik normokhromikRetikulositosis

Perdarahan kronis Menurunnya simpanan besi

Anemia mikrositik hipokhromikMenurunnya serum besi

eritrosit bentuk muda dari pada eritrosit yang normal, kondisi tersebut menyebabkan

retikulositosis.

Pada hemolisis intravaskuler terdapat hemoglobin bebas didalam darah dan urin, dan

terdapat pula penurunan haptoglobin serum, yakni sejenis protein serum yang mengikat

hemoglobin bebas.

Pasien dengan anemia hemolitika tidak menjadi kehilangan zat besi yang berasal dari

sel-sel darah yang rusak karena zat tersebut akan masuk kembali kedalam tempat-

tempat penyimpanan zat besi didalam tubuh.

Pada kenyataannya bila ada peningkatan absorbsi terhadap zat besi dan pemberian

terapi transfusi akan menyebabkan timbulnya kondisi hemosiderosis pada pasien-pasien

tersebut.

Mekanisme terjadinya anemia hemolitika antara lain karena :

Adanya defect/cacat pada sel-sel darah merah sehingga umurnya menjadi

pendek

Adanya antibodi terhadap sel-sel darah merah sehingga sel-sel darah merah

tersebut menjadi rusak dan segera dibuang dari dalam aliran darah oleh sistem

retikuloendotelial

Adanya pengambilan sel-sel darah merah secara dini oleh lien karebna adanya

kongesti pasif kronis (hipersplenism)

Adanya injuri mekanik terhadap sel-sel darah merah oleh permukaan yang kasar

pada pembuluh darah (anemia hemolitik mikroangiopatik)

Sickle-cell Anemia

Sickle-cell anemia adalah salah satu dari beberapa kelainan genetic dari struktur

hemoglobin karena adanya perubahan sususnan asam-asam amino pada molekul globin.

Penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh adanya defect pada genetik struktur

hemoglobin disebut hemoglobulinopati.

Sickle-cell anemia terjadi pada orang-orang yang mempunyai 2 gen hemoglobin S

( homozigot).

Orang dengan satu gen hemoglobin S (heterozigot) disebut membawa trait penyakit ini

dan dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan laboratoris sickle-cell, tapi orang tersebut

tidak mengalami anemia.

Identifikasi bahwa seseorang membwa trait untuk penyakit ini berguna untuk

kepentingan koseling genetik.

Hemoglobin S merupakan kelainan genetik yang banyak ditemukan pada orang kulit

hitam, kira-kira 10 % dari populasi ini merupakan pembawa gen heterozigot untuk

hemoglobin S dan 1% mempunyai gen homozigot dengan penyakit yang manifest

Adanya hemoglobin yang abnormal pada beberapa sel-sel darah mengakibatkan sel-sel

tadi menjadi berbentuk seperti sabit pada kondisi dimana tekanan oksigen yang rendah

Sel-sel sabit tadi tidak saja mudah pecah dan cepat mati, tapi juga mempunyai tendensi

untuk mengendap dan menutup pembuluh-pembuluh darah kecil.

Penyumbatan pembuluh darah kecil acapkali terdapat pada lien dan tulang, yang

mengakibatkan terjadinya infark-infark kecil disana selama periode yang bertahun-

tahun.

Pasien dengan sickle-cell anemia dapat hidup dengan baik kecuali pada periode-periode

kritis, bila sel-sel darah makin banyak menjadi sel-sel sabit, biasanya ditandai dengan

rasa nyeri pada abdomen dan tulang akibat adanya infark-infark kecil yang timbul pada

daerah tersebut, demikian juga akan timbul “jaundice” akibat meningkatnya perusakan

sel-sel darah merah

Ulkus pada tungkai bawah merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien yang

telah lama menderita penyakit ini.

Kebanyakan pasien dengan sickle-cell anemia meningggal pada usia 30-40 tahun

Sickle-cell Anemia

Kausa Lesi Manifestasi

Thalassemia

Thalassemia merupakan penyakit genetik yang menimbulkan gangguan pada kecepatan

mensintesa hemoglobin normal (hemoglobin A), keadaan tersebut terjadi karena adanya

defisiensi produksi alfa dan beta globin.

Pada fetus sebagai kompensasi terdapat peningkatan hemoglobin F atauhemoglobin A2

(yang pada keadaan normal jumlahnya sedikit)

Thalassemia paling sering terdapat pada orang-orang keturunan Mediterranian.

Kelainan genetic yang resesif untuk hemoglobin S

Sel darah merah bentuk sabitOklusi vaskuler dengan infarkHiperplasia sumsum tulang merah

Krisis anemia dan nyeri karena ada thrombosisSel-sel sabitHemoglobin STerjadi pada orang kulit hitam

Thalassemia mayor terjadi pada individu-individu dengan gen yang homozigot, ditandai

dengan anemia yang berat berkembang mulai pada masa bayi, dan membawa kematian

pada usia anak-anak atau pada masa usia muda

Terdapat adanya penurunan produksi sel-sel darah merah karena meningkatnya

destruksi dari sel-sel darah merah pada sumsum tulang merah

Thalassemia

Kausa Lesi Manifestasi

Sferositosis Herediter

Sferositosis herediter merupakan kelainan genetik pada membran sel-sel darah merah

dengan pola autosomal dominan yang diturunkan.

Sel-sel darah merah yang abnormal berbentuk sferis dan bukan berbentuk diskus yang

normalnnya datar dan bikonkaf.

Begitu sel-sel tadi mereka disaring oleh lien, sel-sel abnormal tadi lebih mudah

dihancurkan oleh lien daripada sel-sel yang normal

Anemia yang terjadi biasanya bersifat ringan dan sering tak diketahui sampai dewasa.

Lien membesar karena menangkap sel-sel darah yang abnormal.

Pembuangan lien biasanya dapat mengobati kondisi ini.

Sferositosis Herediter

Kausa Lesi Manifestasi

Defisiensi Glukosa-6-Fosfatase Dehidrogenase

Defek genetic dari sintesis hemoglobin

Anemia berat karena menurunnya produksi dan meningkatnya destruksi sel-sel darah merah

AnemaHemoglobin FTerjadi pada orang-orang keturunan Mediterranian.

Defek genetic yang dominan

Sel-sel darah merah yang sferositikSplenomegaliHiperplasia sumsum tulang merah

Sel-sel sferositikMeningkatnya fragilitas sel-sel darah merahsplenomegali

Defisiensi glukosa-6-fosfatase dehidrogenase merupakan kelainan genetik dimana

terjadi defek pada enzim menjadi manifest hanya jika sel-sel darah merah terpapar

dengan obat-batan oksidant tertentu seperi obat antimalaria, sulfa, nitrofurantoin,

aspirin dan obat-obat analgesik lainnya.

Pasien mengalami defisiensi enzim pada sel-sel darah merah yang lebih tua yang dapat

menyebabkan obat-obat oksidan dapat menghancurkan membran sel darah merah dan

mengakibatkan hemolisis

Menghentikan pemakaian obat dan mengganti sel-sel darah yang hilang dengan sel-sel

darah muda akan menghentikan episode proses hemolisis

Kelainan genetik ini bersifat sex-linked dan terdapat pada 10% orang kulit hitam. Pria

lebih sering mengalami anemia tipe ini karena biasanya wanita merupakan pembawa

yang bersifat heterozigot

Penyakit ini dapat dicegah dengan melakukan skrining individu-individu yang berisiko

tinggi (pria kulit hitam) terhadap adanya defek dan kemudian mencegah orang-orang

tersebut untuk terpapar dengan obat-obat oksidan

Defisiensi Glukosa-6-Fosfatase Dehidrogenase

Kausa Lesi Manifestasi

Immune Hemolityc Anemia

Immune hemolityc anemia merupakan anemia yang mungkin ada kaitannya dengan

antibody yang mengaktifkan komplemen dan melisiskan sel-sel darah merah, atau dapat

juga ada kaitannya antibody yang memfasilitasi pembuangan sel-sel darah merah oleh

lien.

Transfusi darah dengan inkompatibilitas dalam system ABO antara donor dan resipien,

dan eritroblastosis fetalis merupakan contoh-contoh dari hemolisis intravaskuler.

Beberapa obat tertentu dapat memicu antibodi timbulnya antibodi terhadap sel-sel

darah merah sehingga menyebabkan immune hemolityc anemia.

Defek genetic yang bersifat sex-linked dan resesif

Tidak ada kecuali abnormalitas biokimiawi

Tidak ada kecuali mendapat obat-obat tertentuDefisiensi enzimTerjadi pada orang kulit htam

Pada banyak kasus dari immune hemolytic anemia, sumber antigennnya berupa faktor

Rh dari pasiennya sendiri, oleh karena itu anemia yang terjadi diklasifikasikan sebagai

autoimmune hemolytic anemia.

Test Coomb dapat digunakan untuk menguji adanya antibodi yang melekat pada

permukaan sel-sel darah merah sehingga tes ini dapat digunakan untuk menditeksi

adanya immmune hemolytic anemia

Hipersplenisme/hypersplensm

Hipersplenisme paling sering disebabkan oleh adanya kongesti pasif yang kronis pada

lien, suatu kondisi dimana tekanan vena lien meningkat akibat adanya obstruksi pada

system vena portal, biasanya akibat adanya cirrhosis hepatis

Kongesti vena menyebabkan lien membuang/membersihkan sel-sel darah lebih cepat

dari normal, sehingga anemia yang terjadi digolongkan dalam anemia hemolitik

ekstravaskuler

Kondisi demikian dicurigai pada pasien-pasien dengan cirrhosis hepatis dan pembesaran

lien yang sering disertai dengan leukopenia, trombositopenia bersama-sama dengan

anemia

Anemia Hemolitik Mikroangiopatik / Microangipathic Hemolytic Anemia

Anemia hemolitik mikroangiopatik disebakan adanya permukaan yang kasar pada aliran

darah, kondisi tersebut dapat diakibatkan oleh katup jantung buatan, plaks

atherosklerotik yang kasar, atau thrombosis intravaskuler yang tersebar.

Pada pemeriksaan darah apus akan terlihat adanya sel-sel darah yang patah disebut

“schiztocytes” atau “helmet cell”

ANEMIA HEMOLITIKA

Kausa Lesi Manifestasi

ANEMIA DENGAN PENURUNAN PRODUKSI SEL DARAH MERAH

Defek genetic sel darah merahAntibody terhadap sel darah merahHipersplenisme

Hiperplasia sumsum tulang (kompensasi)Spelnomegali

Biasanya anemia normositik normokhromikRetikulositosisTes khusus untuk mengukur umur sel darah merah dan untuk kondisi-kondisi yang spesifik

Sumsum tulang merah dapat gagal untuk menghasilkan jumlah yang cukup sel-sel darah

merah :

jika suplai nutrien tidak adekuat untuk memproduksi sel-sel darah merah

jika fungsinya tertekan oleh karena adanya penyakit kronis atau

jika jumlah sumsum merahnya tidak cukup

Pemeriksaan sediaan apus darah merupakan hal yang dapat membantu untuk

menditeksi awal karena :

Defisiensi zat besi akan menghasilkan anemia mikrositik hipokhromik

Defisiensi vit B12 dan asam folat akan menghasilkan anemia makrositik

Kebanyakan tipe anemia yang lain menghasilkan anemia normositik

normokhromik

Anemia Defisiensi Besi

Merupakan anemia yang sering terjadi. Anemia ini dapat terjadi karena adanya

kehilangan zat besi ataupun pemasukan zat besi yang tidak adekuat

Kehilangan zat besi kebanyakan terjadi pada kondisi kehilangan darah kronis

Anemia defisiensi besi dapat terjadi pada kondisi-kondisi dibawah ini:

Pemasukan zat yang besi yang tidak adekuat terjadi pada bayi-bayi yang

mendapat minuman susu dan buah-buahan tanpa mendapat daging atau

suplemen zat besi

Pada wanita pada usia subur dapat terjadi anemia defisiensi zat besi karena

adanya kombinasi antara tidak cukupnya pemasukan zat besi dan meningkatnya

kehilangan zat besi (pada saat menstruasi)

Pada saat kehamilan terjadi kehilangan zat besi karena sebagian dipakai untuk

janin

Pada kondisi dimana terdapat gangguan /penyakit-penyakit intestinal kronis

dimana terjadi malabsorbsi dari zat besi dapat mengakibatkan anemia juga

Pada anemia defisiensi besi, sel-sel yang diproduksi lebih kecil dan lebih pucat dari sel-

sel darah merah yang normal, karena adanya sedikitnya hemoglobin per sel (anemia

mikrositik hipokhromik)

Anemia biasanya bersifat ringan dan tidak dirasadari oleh pasien

Karena simpanan zat besi telah terpakai, kadar zat besi pada serum menurun dan

protein yang mengikat besi akan meningkat sehingga terjadi peningkatan kapasitas

serum untuk mengikat zat besi

Pemberian zat besi akan menyebabkan meningkatnya jumlah retikulosit dalam beberapa

hari dan meningkatkan hemoglobin setelah lebih kurang 10 hari.

Anemia Defisiensi Vitamin B12

Anemia defisiensi vitamin B12 disebabkan karena adanya kegagalan absorbsi vitamin

B12 dari traktus intestinal dan bukan karena defisiensi vitamin B12 dalam diet

Vitamin B12 dalam diet (factor ekstrinsik) harus berkombinasi dengan protein yang

diproduksi oleh mukosa gaster (factor intrinsic) dan kemudian dibawa ke usus halus

bagian distal untuk diabsorbsi kemudian ikut aliran darah dibawa ke sumsum tulang dan

ketempat penyimpanan vitamin B12 lainnya didalam tubuh

Atrofi mukosa gaster, yang terjadi kebanyakan pada orang-orang dengan usia diatas 60

tahun mengakibatkan adanya insufisiensi faktor intinsik merupakan penyebab yang

paling sering defisiensi vitamin B12. Penyakit yang ditimbulkannya disebut anemia

pernisiosa.

Defisiensi vitamin B12 menyebabkan gangguan sintesis DNA mengakibatkan adanya

pengakumulasian yang besar, prekursor sel-sel darah merah (megaloblast) pada susum

tulang merah.

Proses maturasi sel darah merah menjadi tertunda, dan sel-sel darah merah yang

dilepas ke dalam aliran darah lebih besar dari normal (makrositik).

Sel-sel makrositik mempunyai kecenderung mengalami hemolisis dari pada sel-sel darah

yang normal, sehingga anemia yang terjadi mempunyai komponen hemolitik disamping

defisiensi produksi sel-sel darah merahnya.

Anemia pernisiosa dapat mempunyai kaitan dengan destruksi permanen chorda spinalis

(sumsum tulang belakang) yang mengakibatkan hilangnya koordinasi

Dicurigai adanya anemia pernisiosa bila pada seseorang ditemukan anemia makrositik

dengan megaloblast dalam sumsum tulang merah, dan dapat dikonfirmasikan dengan

rendahnya vitamin B12 serum

Tes Schilling, yang mengukur derajat absobsi vitamin B12 dari usus juga berguna untuk

tes diagnostik.

Injeksi vitamin B12 dapat mengobati anemia, dan diberikan secara kontinyu dengan

interval teratur untuk mencegah kambuhnya kembali penyakit tersebut

Anemia Defisiensi Asam Folat

Defisiensi asam folat juga mengakibatkan terganggunya sintesis DNA dan

mengakibatkan anemia makrositik yang mirip dengan anemia pernisiosa, kecuali pada

penyakit ini tidak terjadi proses degenerasi pada sumsum tulang belakang.

Defisensi asam folat dapat terjadi karena tidak adekuatnya asam folat dalam diet,

banyak terjadi pada orang yang alkoholik, pada wanita hamil dimana terjadi peningkatan

kebutuhan terhadap asam folat, pada penyakit-penyakit kronis pada usus yang

mengakibatkan malabsorbsi.

Pemeriksaan asam folat pada serum diperlukan untuk membedakan defisiensi asam

folat dengan defisiensi vitamin B12

Anemia Pada Penyakit-Penyakit Kronis

Anemia pada penyakit-penyakit kronis adalah anemia yang kausanya tak diketahui, tapi

terdapat pada pasien-pasien dengan penyakit kronis. Diagnosa anemia penyakit kronis

ditegakkan setelah kausa yang lain dapat ditolak

Anemia tipe ini merupakan anemia yang paling sering dan dengan pengobatan tidak

memberi respons yang baik.

Penyakit-penyakit yang termasuk menyebabkan anemia adalah

Infeksi yang kronis

Kanker

Penyakit-penyakit inflamatoris kronis; seperti rheumatoid arthritis dan penyakit ginjal

kronis

10-15 dari penderita penyakit-penyakit diatas menujukkan anemia

Membedakan anemia tipe ini dengan anemia defisiensi zat besi yang ringan merupakan

masalah, karena keduanya mempunyai borderline mikrositik dan borderline kadar besi

dalam serum.

Patogenesis dari anemia tipe ini tidak jelas, walaupun diketahui ada proses supressi

pada reproduksi sel-sel darah merah, ke-tidak inginan dari sel-sel fagositik mononuklear

untuk melepas simpanan zat besi untuk produksi sel-sel baru, dan umur sel-sel darah

merah yang relatif lebih pendek.

Diagnosis anemia tipe ini berdasarkan adanya riwayat penyakit kronis dan pada

pemeriksaan laboratories menunjukkan sel-sel darah merah normositik, normokromik

atau kadang-kadang mikrositik, hipokhromik ringan disertai adanya kadar zat besi dan

feritin serum yang normal atau sedikit rendah, kapasitas mengikat besi serum normal.

Kontras dengan anemia defisiensi besi, sel-sel fagositik mononklear pada sumsum tulang

merah berisi zat besi dalam jumlah yang banyak

Myelophthisic Anemia /Anemia mielophthisik

Anemia mielophthisik merupakan anemia yang disebabkan oleh penggantian jaringan

sumsum tulang merah dengan jaringan yang sakit seperti kanker, atau jaringan fibrosa.

Kanker merupakan penyebab yang sering. Leukemia, limfoma, multiple myeloma, dan

metastase karsinoma paru, payudara atau prostat dan menggantikan jaringan sumsum

tulang merah, sehingga sel-sel darah merah yang diproduksinya berkurang

Disamping anemia, terdapat juga leukopenia dan trombositopenia.

Penggantian jaringan sumsum tulang merah dengan jaringan fibrosa disebut

myelofibrosis. Hal tersebut dapat terjadi akibat radiasi, obat ataupun kausa yang tidak

diketahui.

Untuk mengkompensasi destruksi sumsum tulang merah, sel-sel hematopoetika mulai

menetap pada tempat-tempat lain seperti lien, hepar, nodus limfatikus, proses tersebut

disebut “myeloid metaplasia” atau “extramedularry hematopoiesis”

Anemia Aplastik

Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan adanya atrofi dari sumsum tulang

merah, biasanya kausanya tidak diketahui, tapi kadang-kadang dapat karena racun

bahan kimia seperti benzena, obat anti kanker, khloramfenikol dan radiasi

Seperi anemia mielophthisik, semua elemen-elemen darah berkurang.

Biopsi sumsum tulang merah berguna untuk membedakan anemia mielophthisik dengan

anemia aplastik, yang pertama jaringan sumsum tulang merah berisi jaringan sakit,

sedangkan berikutnya berisi jaringan sumsum tulang merah yang hiposeluler.

ANEMIA DENGAN PENURUNAN PRODUKSI SEL-SEL DARAH MERAH

Kausa Lesi Manifestasi

Defisiensi besiDefisiensi vitamin B12Defisiensi asanm folatPenyakit kronisPenggantian jaringan sumsum tulang merah dengan jaringan lainAtrofi sumsum tulang merahThallasemia

Biasanya terdapat abnormalitas sumsum tulang merah

Anemia mikrositik hipokhromik (defisiensi besi)Anemia makrositik (drfisiensi vit B12dan asam folat)Jumlah retikulosit normal atau rendah

KELAINAN PADA SEL-SEL DARAH PUTIH

Kelainan degeneratif dan kelainan inflamatoris pada sel-sel darah putih hampir selalu

terjadi secara sekunder akibat adanya penyakit-penyakit dari system lain yang

mempengaruhi system hematopoietika:

Granulositosis merupakan karakteristik dari inflamasi akut

Limfositosis dan monositosis terjadi pada inflamasi kronis

Eosinofilia merupakan karakteristik dari infeksi parasit dan allergi

Neutropenia dan limfopenia kadang-kadang terjadi pada beberapa tipe infeksi

Leukopenia dapat terjadi pada pembuangan yang berlebihan dari jaringan lien yang

mengalami hipersplenisme atau dapat juga terjadi pada insufisiensi produksi sel-sel

darah pada anemia aplastik dan anemia mielophthisik

KELAINAN PADA PLATELET

Trombositopenia

Trombositopenia lebih sering terjadi dan lebih signifikan daripada trombositosis

Mekanisme trombositopenia antara laian karena adanya peningkatan destruksi platelet

dan penurunan produksi platelet.

Kausa dari meningkatnya destruksi platelet antara lain adanya antibody terhadap

platelet, meningkatnya penggunaan platelet misalnya pada gangguan pembekuan darah

dan hipersplenisme.

Kadang-kadang, pengobatan dengan satu atau berbagai macam obat ada kaitannya

dengan berkembangnya antibody terhadap platelet

Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP) / Trombositopenia Purpura Idiopatik

ITP merupakan kondisi trombositopenia tanpa bukti adanya penyebab yang jelas, dan

diduga karena adanya antibody terhadap platelet.

ITP dapat terjadi pada anak-anak setelah mengalami infeksi. Dapat juga terjadi pada

orang dewasa terutama wanita muda, tanpa didahului episode yang tiba-tiba dan

berlangsung berkepanjangan

Pada kasus-kasus kronis, pembuangan lien sering memberikan perbaikan (remisi),

karena lien tidak lagi dapat membuang platelet-platelet yang telah diliputi oleh antibody.

Tanpa memperhatikan kausanya, pada ITP ditandai dengan adanya penurunan jumlah

platelet akan mengakibatkan timbulnya perdarahan dari pembuluh-pembuluh darah

kecil yang mengakibatkan petechiae.

Trombositosis biasanya ada hubungannya dengan beberapa penyakit yang tidak biasa

dan biasanya tidak memberi efek pada kesehatan

Trombositopenia

Kausa Lesi Manifestasi

Penyakit-penyakit Infeksi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penyakit-penyakit infeksi sekeringkali sebagai

penyebab terjadinya hiperplasia sekunder dari jaringan myeloid, limfoid, dan jaringan

fagositik mononuclear

Beberapa penyakit infeksi, kebanyakan penyakit-penyakit infeksi kronis, mempunyai

efek utama pada system hematopoietik, penyakit-penyakit tersebut antara lain adalah:

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang tinggal didalam sel-

sel darah merah dan mengakibatkan destruksi dari sel-sel darah merah secara

episodik dan bermanifestasi sebagai demam dan anemia.

Infeksi mononukleosis yang disebabakan oleh virus mengakibatkan

membesarnya jaringan limfoid, termasuk nodus limfatikus, jaringan limfoid

farings dan lien. Penyakit ini berlangsung lama, mengakibatkan kelemahan, sakit

pada tenggorokan, dan limfadenopati. Adanya limfosit atipik dalam darah dan tes

positif dari antibodi terhadap virus menunujjukan adanya infeksi ini.

Penyakit-penyakit granulomatus seperti tuberkulosis dan infeksi jamur sistemik

mempunyai tendensi yang kuat untuk terlokalisir pada organ-organ yang

mempunyai banyak jaringan fagositik mononuklear, termasuk lien, nudus

limfatikus, hepar dan sumsum tulang merah

Antibody terhadap plateletKelainan koagulasiHipersplenismePenggantian jaringan sumsum tulang merah oleh jaringan lainAtrofi sumsum tulang merah

Dapat berupa splenomegali atau kerusakan sumsum tulang merah

Perdarahan petechiaeTrombositopenia

Sarkoidosis adalah suatu penyakit granulomatous yang bersifat idiopatik, juga

menimbulkan lesi granulomatous yang menyebar pada jaringan fagositik

mononuklear.

PENYAKIT-PENYAKIT HIPERPLATIK/NEOPLASTIK PADA SISTEM HEMATOPOIETIKA

Penyakit leukemia adalah kanker sel-sel darah putih yang ditandai dengan adanya

penggantian yang ekstensif jaringan sumsum tulang merah dengan sel-sel neoplastik

darah putih.

Kondisi leukemia adalah kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah sel-sel darah karena

meningkatnya sel-sel leukemik, kondisi tersebut biasanya tapi tidak selalu terdapat pada

pasien dengan leukemia.

Leukemia dapat berupa granulositik ataupun monositik.

Limfoma juga merupakan kanker sel-sel darah putih, ditandai dengan adanya sel-sel

kanker tadi pada jaringan limfoid sampai pada sumsum tulang merah, biasanya

mengakibatkan timbulnya lesi berupa masa yang kebanyakan sel-selnya berasal dari sel-

sel jaringan limfositik

Multiple myeloma merupakan kanker sel-sel plasma, biasanya muncul pada sumsum

tulang merah tanpa terjadi leukemia. Efek dari multiple myeloma adalah karena

penggantian jaringan sumsum tulang merah dengan jaringan kanker yang memproduksi

immunoglobulin abnormal yang kemidian ditimbun pada organ-organ lain.

Tanpa pengobatan proses malignansi pada system hematopoetika pada umumnya

bersifat fatal

Polisitemia

Polisitemia adalah suatu penigkatan jumlah sel-sel darah merah karena adanya produksi

dari sel-sel tadi yang bersifat persiten/menetap

Hal tersebut merupakan suatu bentuk hiperplasia yang dapat bersifat primer (tak

diketahui penyebabnya) atau bersifat sekunder karena adanya penyakit-penyakit lain

sebagai penyebabnya.

Polisitemia primer disebut juga dengan polisitemia vera. Polisitemia sekunder dimediasi

oleh eritropoietin. Meningkatnya produksi eritropoietin antara lain karena :

Hipoksia karena penyakit paru kronis, penyakit jantung sianotik, atau tinggal

pada daerah ketinggian

Adanya satu atau beberapa neoplasma yang memberi efek pada peningkatan

produksi eritropoietin

Terjadinya polisitemia sekunder karena hipoksia dibutuhkan untuk mempertahankan

oksigenasi jaringan.

Polisitemia akan menimbulkan gangguan karena akan menaikkan viskositas darah, yang

dapat mengakibatkan timbulnya trombosis dan perdarahan.

Polisitemia vera lebih jarang terjadi, merupajkan kondisi dimana terjadi proliferatif

secara primer pada sumsum tulang merah, sel-sel darah yang lain juga dapat mengalami

proliferasi dan penyakit dapat mengarah kepada myelofibrosis, dan pada sebagian kecil

kasus berkembang menjadi leukemia.

Leukemia

Leukemia terdiri dari beberapa macam neoplasma maligna dari sel-sel darah putih, yang

berasal dan menyebar pada sumsum tulang merah dan biasanya mengakibatkan sel-sel

darah putih meningkat jumlahnya.

Sel-sel leukemik sering melakukan infiltrasi secara merata orfan-organ lain seperti lien,

hepar dan nodus limfatikus

Leukemia biasanya diklasifikasikan berdasarkan tipe sel darah putih, dan kronisitas dari

penyakitnya. Tingkatan diferensiasi dari sel-sel darah putih berhubungan erat dengan

durasi penyakitnya; leukemia akut mempunyai sel-sel yang terdiferensiasi dengan

buruk, dan perjalanan penyakitnya cepat, sementara leukemia kronis mempunyai sel-sel

yang terdiferensiasi dengan baik, dan perjalanan penyakitnya lambat.

Kebanyakan leukemia mengikutsertakan sertakan sel-sel limfosit maupun granulosit

(kebanyakan sel-sel neutrofil).

Leukemia monosit merupakan leukemia yang lebih jarang terjadi, sedangkan leukemia

limfositik akut merupakan tipe leukemia yang paling sering terjadi pada masa anak-

anak, dan bersifat sangat fatal, kecuali segera diobati secara agresif dengan kemoterapi

multi-agen. Pengobatan yang sukses akan memperpanjang kehidupan dan dapat

menghasilkan kesembuhan.

Leukemia limfositik kronis merupakan penyakit yang sangat berbeda; terjadi pada orang

–orang tua dan perjalanannya lambat, dan banyak pasien meninggal karena sebab lain,

sebelum leukemia tiba waktunya untuk membunuh mereka.

Baik leukemia granulositik (myelogenous) akut maupun kronik terjadi lebih sering pada

orang dewasa dan lebih sulit diobati daripada leukemia pada anak

Leukemia akut tersusun oleh lebih banyak sel-sel primitif atau sel-sel dengan tipe

diferensiasi buruk. Leukemia akut, serangannya tiba-tiba dengan disertai perdarahan

karena adanya trombositopenia, anemia, kelemahan, demam dan berat badan yang

menurun. Jumlah sel-sel darah putih dapatbnormal atau meningkat.

Leukemia kronis tersusun oleh lebih banyak sel-sel mature/masak dengan sedikit sel-sel

dalam bentuk blast yang primitif. Walaupun gejalanya mirip dengan leukemia akut tetapi

serangannya terjadi secara gradual, dengan berlanjutnya waktu jumlah sel-sel darah

putih akan meningkat secara pesat, dan terjadi pembesaran organ-organ seperti lien,

hepar dan nodus limfatikus karena adanya infiltrasi sel-sel leukemik kedalam organ-

organ tersebut.

Diagnosis dibuat dengan melakukan pemeriksaan darah apus dan pemeriksaan sumsum

tulang merah.

Leukemia

Kausa Lesi Manifestasi

Limfoma

Limfoma terdiri dari beberapa macam neoplasma maligna sel-sel limfosit dan histiosit

yang berasal dari jaringan limfoid diluar sumsum tulang merah, paling sering berasal

dari nodus limfatikus.

Limfoma biasanya membentuk lesi yang berupa massa, kontras dengan leukemia

dimana penyakitnya terkonsentrasi pada sumsum tulang merah.

Lebih jauh lagi, limfoma biasnya tidak melepaskan sel-sel malignanya kedalam aliran

darah

Klasifikasi limfoma dibuat berdasarkan tipe selnya dan sangat kompleks. Kategori utama

dari limfoma antara lain penyakit Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.

Penyakit Hodgkin ditandai oleh adanya suatu sel yang besar dengan nucleus multilobuler

yang berisi nucleoli yang disebut sebagai sel Reed-Stenberg.

Tidak seperti pada kebanyakan kondisi malignansi lain, penyakit Hodgkin banyak berisi

sel-sel benigna antara lain sel-sel limfosit, histiosit, neutrofil, eosinofil, dan fibroblast;

tambahan sel-sel tersebut digunakan sebagai dasar untuk mensubklasifikasikan penyakit

limfoma, dan ada tidaknya sel-sel tadi berhubungan dengan prognosis dari penyekit

tersebut.

Tidak diketahui Penggantian sumsum tulang merah dengan sel-sel neoplastikSel-sel leukemik di darahInfiltrasi organ oleh sel-sel leukemik

KelemahanAnemiaPerdarahanInfeksiSel-sel leukemik dalam darah dan sumsum tulang merah

Limfoma non-Hodgkin diklasfikasikan berdasarkan besarnya ukuran sel (limfositik vs

histiositik), maturasi dari sel(terdifirrrensiasi baik atau buruk), tanda-tanda imunologis

(sel T, sel B atau tidak keduanya), pola histologis (noduler vs diffuse), dan rincian dari

struktur sel.

Tujuan dari mengupayakan pengklasifikasian penyakit limfoma ini adalah untuk

mengestimasi secara lebih baik prognosis dari penyakit dan pengobatan yang optimal.

Kemungkinan untuk hidup penderita penyakit Hodgkin diperhitungkan nol, tapi dengan

pengobatan dengan radiasi ataupun kemoterapi yang agresif, kemungkinan hidupnya

akan meningkat, dengan makin berkurangnya sel-sel maligna.

Limfoma limfositik tipe noduler dengan diferensiasi sel yang buruk, mempunyai median

kemungkinan hidup yang panjang, walaupun tanpa terapi.

Kontras dengan yang tipe noduler, limfoma limfositik tipe diffuse, kemungkinan hidupnya

pendek, tapi dengan pengobatan kemoterapi yang agresif akan meningkatkan rentang

kemungkinan hidupnya.

Diagnosis limfoma dan klasifikasi limfoma dibuat dengan pemeriksaan biopsy.

Limfoma

Kausa Lesi Manifestasi

Multiple Myeloma

Multiple myeloma merupakan neoplasma maligna dari sel-sel plasma. Tanpa diketahui

sebabnya, neoplasma maligna dari sel-sel plasma ini muncul didalam sumsum tulang

merah dan tumbuh disana menggantikan jaringan sumsum tulang merah dengan

pengrusakan yang terlokalisir disekitar tulang.

Karakteristik lain dari penyakit ini adalah adanya produksi dari imunoglobulin yang dapat

diditeksi di darah ataupun urin.

Multiple myeloma merupakan penyakit dari orang-orang usia pertengahan dan usia tua

yang muncul bersama anemia, infeksi, lesi destruksi yang multifokal pada tulang, dan

kadang-kadang terdapat gagal ginjal karena adanya presipitasi immunoglobulin pada

tubulus renalis.

Tidak diketahui Massa neoplastik pada nodus limfatikus dan organ-organ lain

Limadenopati atau massa lainLimfoma dengan biopsi

Walaupun kemoterapi dapat memperpanjang kemungkinan hidup, tapi prognosis akhir

dari penyakit ini buruk.

Multiple Myeloma

Kausa Lesi Manifestasi

Tidak diketahui Neoplasma sel-sel plasma pada sumsum tulang merah dan tulang

Nyeri tulangAnemiaImmunoglobulin dalam darah ataupun urinSel-sel plasma maligna pada pemeriksaan biopsy sumsum tulang merah