10
III. ANALISIS LAPORAN KASUS III. 1 Analisis patofisiologi penyakit Vitamin D merupakan salah satu vitamin yang di perlukan oleh tubuh manusia yang dapat di peroleh melalui makanan seperti : ikan, telur, susu dan keju. Selain itu, sumber vitamin D juga dapat di peroleh melalui produksi sel kulit apabila terkena sinar matahari secara langsung. Vitamin D khususnya dapat membantu metabolisme kalsium dan mineralisasi tulang (Almatsier, 2002). Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium dari saluran cerna dan juga membantu mengontrol penyimpanan kalsium dalam tulang. Mekanisme bagaimana vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium terutama dengan menunjang transport aktif kalsium melalui epitel ileum. Vitamin D terutama meningkatkan pembentukan protein pengikat kasium dalam sel epitel usus yang membantu absorpsi kalsium. Fungsi spesifik vitamin D berkaitan dengan keseluruhan metabolisme kalsium tubuh dan pembentukan tulang. (Guyton, 2007) Nelson dkk (2000) menyatakan bahwa vitamin D berfungsi dalam homeostasis kalsium-fosfor bersama-sama dengan parathormon dan calcitonin. Kalsium dan fosfor 5

patofisiologi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: patofisiologi

III. ANALISIS LAPORAN KASUS

III. 1 Analisis patofisiologi penyakit

Vitamin D merupakan salah satu vitamin yang di perlukan oleh tubuh manusia

yang dapat di peroleh melalui makanan seperti : ikan, telur, susu dan keju. Selain itu,

sumber vitamin D juga dapat di peroleh melalui produksi sel kulit apabila terkena

sinar matahari secara langsung. Vitamin D khususnya dapat membantu metabolisme

kalsium dan mineralisasi tulang (Almatsier, 2002).

Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium dari saluran cerna dan juga

membantu mengontrol penyimpanan kalsium dalam tulang. Mekanisme bagaimana

vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium terutama dengan menunjang transport aktif

kalsium melalui epitel ileum. Vitamin D terutama meningkatkan pembentukan

protein pengikat kasium dalam sel epitel usus yang membantu absorpsi kalsium.

Fungsi spesifik vitamin D berkaitan dengan keseluruhan metabolisme kalsium tubuh

dan pembentukan tulang. (Guyton, 2007)

Nelson dkk (2000) menyatakan bahwa vitamin D berfungsi dalam homeostasis

kalsium-fosfor bersama-sama dengan parathormon dan calcitonin. Kalsium dan fosfor

sangat diperlukan pada proses-proses biologik. Kalsium penting untuk kontraksi otot,

transmisi impul syaraf, pembekuan darah dan struktur membran. Fosfor memegang

peranan penting sebagai komponen DNA dan RNA, fosforilasi protein-protein untuk

pengaturan jalur-jalur metabolik. Kalsium dan Fosfor serum pada kadar tertentu

penting untuk mineralisasi tulang secara normal dengan meningkatkan penyerapan

kalsium dan fosfor di dalam sistem pencernaan sehingga kadarnya di dalam darah

meningkat. Hal ini dilakukan dengan mengambil kalsium dari tulang dan mendorong

penyimpanannya oleh ginjal..Vitamin D juga berperan sebagai kofaktor bagi enzim-

enzim, seperti lipase dan ATP-ase.

5

Page 2: patofisiologi

Namun yang jelas, fungsi vitamin D tersebut di dalam tubuh harus di ikuti

oleh kadar yang normal bagi tubuh itu sendiri karena kekurangan ataupun kelebihan

dari kadar vitamin D yang diperlukan oleh tubuh dapat menyebabkan hasil yang

merugikan bagi tubuh manusia sendiri. Misalnya, saat seseorang kekurangan vitamin

D maka tubuh akan mengalami pertumbuhan kaki yang tidak normal dimana betis

akan membentuk huruf O dan X. Begitu pula apabila seseorang kelebihan kadar dari

vitamin D di dalam tubuhnya maka akan bersifat toksik bagi tubuh dengan gejala

diare, muntah serta dehidrasi berlebihan. Intoksisitas vitamin D merupakan suatu

kondisi dimana terjadi kelebihan/dosis vitamin D terlalu tinggi di dalam tubuh.

Kelebihan vitamin D menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium didalam

darah(hipercalsemia). Peningkatan kadar kalsium dalam darah berlebih akan

menyebabkan terjadinya endapan kalsium pada organ –organ diseluruh tubuh

terutama ginjal. Toksisitas vitamin D tidak akan diakibatkan oleh vitamin D dari

sumber endogen meskipun seseorang terpapar secara berlebihan dari sinar matahari.

Hal ini disebabkan karena prokolekalsiferol dan kolekalsiferol akan mengalami

proses transformasi hanya sesuai kebutuhan sedangkan sebagian lagi akan menjadi

beberapa fotoisomer dengan aktivasi biologic yang sangat rendah.

Bayi di dalam kasus ini merupakan salah satu contoh dari kasus yang

mengalami intoksisitas akibat kelebihan vitamin D dan akhirnya juga turut

mengalami gangguan pada ginjal berupa nefrokalsinosis. Hal ini dikarenakan pada

dasarnya semua anak termasuk bayi perlu mendapatkan 400 IU vitamin D setiap hari,

dan jumlah ini tidak dapat diperoleh dengan pemberian ASI. Beberapa orang

memperoleh vitamin D dari sinar matahari namun ada juga yang memberikan

pemberian suplemen vitamin D dalam bentuk tetes kepada bayi yang minum ASI

segera setelah lahir. Hal ini sebenarnya di perkenankan asalkan dosis yang di berikan

pada bayi sesuai dengan kebutuhan vitamin D bayi tersebut dan berkonsultasi terlebih

dahulu dengan dokter. Namun, dalam kasus ini yang menjadi masalah adalah

pemberian vitamin D yang berlebihan dari orang tua anak tanpa meminta

6

Page 3: patofisiologi

Kolekalsiferol (vitamin D3)

Hati

1,25-Dihidroksikolekalsiferol

Epitel Usus

Hormon paratiroid

Ginjal

25-Hidroksikolekalsiferol

Aktivasi

Konsentrasi ion kalsium plasma

Absorpsi kalsium dari usus

Fosfatase AlkaliATPase yang dirangsang

kalsium

Protein Mengikat Kalsium

Penghambatan

pertimbangan dari dokter terlebih dahulu (300,000 IU) sehingga terjadilah suatu

proses keracunan vitamin D yang dialami bayi dan menimbulkan kondisi patologis

bagi bayi tersebut. Hal ini didukung oleh adanya gejala seperti diare, penurunan nafsu

makan dan data hasil pemeriksaan yang menunjukkan peningkatan serum level diatas

normal, peningkatan serum phosphorus, peningkatan rasio kalsium urine/kreatinin

urine di atas normal, peningkatan 25hydroxy vitamin D serta hasil USG abdomen

yang menunjukkan adanya kalsifikasi bilateral minimal yang terjadi pada parenkim

ginjal. Adanya kalsifikasi ini menunjukkan selain mengalami intoksisitas akibat

vitamin D bayi tersebut juga mengalami nefrokalsinosis.

Proses awal terjadinya intoksisitas vitamin D sehingga berlanjut mengalami

nefrokalsinosis adalah sebagai berikut (Guyton,2007):

7

Penghambatan

Page 4: patofisiologi

Proses diatas normalnya terjadi di dalam fungsi fisiologis dari tubuh untuk

mempertahankan kadar kalsium dalam tubuh tetap dalam batas normal. Namun

karena pada bayi di dalam kasus diberikan suplemen tambahan vitamin D dalam

jumlah besar (300,000 IU) maka akibatnya terjadilah intoksikasi vitamin D yang

menyebabkan hiperkalemia. Hal ini didasarkan dari tingginya konsumsi vitamin D

yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan tubuh tidak lagi mampu untuk

mengkompensasi kelebihan vitamin D tersebut. Akibatnya kadar konsentrasi dari ion

kalsium plasma meningkat. Pada penyerapan vitamin D (yang diubah dari 25-

(OH)vitamin D di hati) atau 25-(OH)vitamin D itu sendiri, kalsitriol terlepas dari

ikatan dengan protein, meningkatkan kadar kalsitriol bebas.Peningkatan ini

menyebabkan hiperkalsemia karena peningkatan absorpsi kalsium intestinal dan

peningkatan resorpsi tulang. Keadaan hiperkalsemia ini akan menyebabkan terjadinya

nefrokalsinosis.

Nelson dkk (2000) menyatakan bahwa nefrokalsinosis didefiniskan sebagai

peningkatan kadar kalsium ginjal, paling sering disebabkan oleh hiperkalsemia dan

hiperkalsiuria, yang menyebabkan deposisi kalsium di parenkim ginjal

(nefrokalsinosis kortikal) atau piramida medula (nefrokalsinosis medular). Kelainan

metabolisme kalsium, seperti hiperkalsemia dan hiperkalsiuria dapat memicu deposisi

garam kalsium dalam parenkim ginjal (nefrokalsinosis). Deposisi yang meluas dapat

menyebabkan penyakit tubulointerstisial kronik dan insufisiensi ginjal. Tanda-tanda

awal kerusakan akibat hiperkalsemia terlihat pada tingkat intraselular di dalam sel-sel

epitel tubulus. Keadaan ini menyebabkan distorsi mitokondria, sitoplasma, dan

membran basalis.

Debris kalsium di sel menyebabkan oklusi tubulus, mengakibatkan atrofi

obstruktif nefron, inflamasi non spesifik, dan fibrosis interstisial. Drainase urin yang

terganggu melalui tubulus yang berkalsifikasi menyebabkan atrofi daerah korteks dan

mengakibatkan parut korteks. Abnormalitas fungsional konsentrasi urin (osmolalitas)

8

Page 5: patofisiologi

adalah perubahan pada ginjal yang pertama kali terdeteksi. Dampak ini berhubungan

dengan menurunnya transpor klorida di dalam segmen asenden nefron.

Kerusakan lain fungsi tubulus, seperti asidosis tubular dan nefritis salt-losing,

juga dapat terjadi. Deposisi kalsium yang terus berlanjut dan tidak disadari akhirnya

menyebabkan insufisiensi ginjal kronik. Nefrokalsinosis dapat diperberat dengan

pembentukan batu ginjal, yang memperburuk insufisiensi ginjal, menyebabkan

uropati obstruktif. Selain itu dapat pula ditemukan gambaran histologis berupa

deposit kristal kalsium fosfat atau kalsium oksalat di dalam interstisium ginjal.

Pada pasien di dalam kasus ditemukan gejala berupa diare dan penurunan

nafsu makan hal ini terjadi karena adanya intoksikasi vitamin D yang menyebabkan

gangguan hiperkalsemia sehingga menyebabkan timbulnya manifestasi klinis berupa

gangguan gastrointestinal. Gejala-gejala gastrointestinal dihubungkan dengan aksi

depresi sistem saraf otonom dan akibat hipotoni otot. Peningkatan sekresi asam

lambung sering terjadi pada hiperkalsemia dan meningkatkan manifestasi

gastrointestinal. Anoreksia, nausea, dan muntah meningkat dengan peningkatan

volume residual lambung. Konstipasi dipicu oleh dehidrasi yang sering bersama-sama

hiperkalsemia. Nyeri perut yang kemudian memicu obstipasi. (Ginayah,2011)

Selain itu, hiperkalsemia juga dapat menimbulkan gejala gangguan pada

ginjal. Hiperkalsemia menyebabkan defek tubular ginjal reversibel yang

mengakibatkan hilangnya kemampuan pemekatan urin dan poliuria. Penurunan

asupan cairan dan poliuria berperan pada gejala yang dihubungkan dengan dehidrasi.

Penurunan reabsorpsi pada tubulus proksimal terhadap natrium, magnesium, dan

kalium terjadi akibat deplesi garam dan air yang disebabkan oleh dehidrasi seluler

dan hipotensi. Sedangkan untuk gejala nefrokalsinosis pada kasus ini tidak ada yang

khas.

9

Page 6: patofisiologi

10

Page 7: patofisiologi

11