Upload
amallia-nanda-sari
View
25
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
III. ANALISIS LAPORAN KASUS
III. 1 Analisis patofisiologi penyakit
Vitamin D merupakan salah satu vitamin yang di perlukan oleh tubuh manusia
yang dapat di peroleh melalui makanan seperti : ikan, telur, susu dan keju. Selain itu,
sumber vitamin D juga dapat di peroleh melalui produksi sel kulit apabila terkena
sinar matahari secara langsung. Vitamin D khususnya dapat membantu metabolisme
kalsium dan mineralisasi tulang (Almatsier, 2002).
Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium dari saluran cerna dan juga
membantu mengontrol penyimpanan kalsium dalam tulang. Mekanisme bagaimana
vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium terutama dengan menunjang transport aktif
kalsium melalui epitel ileum. Vitamin D terutama meningkatkan pembentukan
protein pengikat kasium dalam sel epitel usus yang membantu absorpsi kalsium.
Fungsi spesifik vitamin D berkaitan dengan keseluruhan metabolisme kalsium tubuh
dan pembentukan tulang. (Guyton, 2007)
Nelson dkk (2000) menyatakan bahwa vitamin D berfungsi dalam homeostasis
kalsium-fosfor bersama-sama dengan parathormon dan calcitonin. Kalsium dan fosfor
sangat diperlukan pada proses-proses biologik. Kalsium penting untuk kontraksi otot,
transmisi impul syaraf, pembekuan darah dan struktur membran. Fosfor memegang
peranan penting sebagai komponen DNA dan RNA, fosforilasi protein-protein untuk
pengaturan jalur-jalur metabolik. Kalsium dan Fosfor serum pada kadar tertentu
penting untuk mineralisasi tulang secara normal dengan meningkatkan penyerapan
kalsium dan fosfor di dalam sistem pencernaan sehingga kadarnya di dalam darah
meningkat. Hal ini dilakukan dengan mengambil kalsium dari tulang dan mendorong
penyimpanannya oleh ginjal..Vitamin D juga berperan sebagai kofaktor bagi enzim-
enzim, seperti lipase dan ATP-ase.
5
Namun yang jelas, fungsi vitamin D tersebut di dalam tubuh harus di ikuti
oleh kadar yang normal bagi tubuh itu sendiri karena kekurangan ataupun kelebihan
dari kadar vitamin D yang diperlukan oleh tubuh dapat menyebabkan hasil yang
merugikan bagi tubuh manusia sendiri. Misalnya, saat seseorang kekurangan vitamin
D maka tubuh akan mengalami pertumbuhan kaki yang tidak normal dimana betis
akan membentuk huruf O dan X. Begitu pula apabila seseorang kelebihan kadar dari
vitamin D di dalam tubuhnya maka akan bersifat toksik bagi tubuh dengan gejala
diare, muntah serta dehidrasi berlebihan. Intoksisitas vitamin D merupakan suatu
kondisi dimana terjadi kelebihan/dosis vitamin D terlalu tinggi di dalam tubuh.
Kelebihan vitamin D menyebabkan peningkatan konsentrasi kalsium didalam
darah(hipercalsemia). Peningkatan kadar kalsium dalam darah berlebih akan
menyebabkan terjadinya endapan kalsium pada organ –organ diseluruh tubuh
terutama ginjal. Toksisitas vitamin D tidak akan diakibatkan oleh vitamin D dari
sumber endogen meskipun seseorang terpapar secara berlebihan dari sinar matahari.
Hal ini disebabkan karena prokolekalsiferol dan kolekalsiferol akan mengalami
proses transformasi hanya sesuai kebutuhan sedangkan sebagian lagi akan menjadi
beberapa fotoisomer dengan aktivasi biologic yang sangat rendah.
Bayi di dalam kasus ini merupakan salah satu contoh dari kasus yang
mengalami intoksisitas akibat kelebihan vitamin D dan akhirnya juga turut
mengalami gangguan pada ginjal berupa nefrokalsinosis. Hal ini dikarenakan pada
dasarnya semua anak termasuk bayi perlu mendapatkan 400 IU vitamin D setiap hari,
dan jumlah ini tidak dapat diperoleh dengan pemberian ASI. Beberapa orang
memperoleh vitamin D dari sinar matahari namun ada juga yang memberikan
pemberian suplemen vitamin D dalam bentuk tetes kepada bayi yang minum ASI
segera setelah lahir. Hal ini sebenarnya di perkenankan asalkan dosis yang di berikan
pada bayi sesuai dengan kebutuhan vitamin D bayi tersebut dan berkonsultasi terlebih
dahulu dengan dokter. Namun, dalam kasus ini yang menjadi masalah adalah
pemberian vitamin D yang berlebihan dari orang tua anak tanpa meminta
6
Kolekalsiferol (vitamin D3)
Hati
1,25-Dihidroksikolekalsiferol
Epitel Usus
Hormon paratiroid
Ginjal
25-Hidroksikolekalsiferol
Aktivasi
Konsentrasi ion kalsium plasma
Absorpsi kalsium dari usus
Fosfatase AlkaliATPase yang dirangsang
kalsium
Protein Mengikat Kalsium
Penghambatan
pertimbangan dari dokter terlebih dahulu (300,000 IU) sehingga terjadilah suatu
proses keracunan vitamin D yang dialami bayi dan menimbulkan kondisi patologis
bagi bayi tersebut. Hal ini didukung oleh adanya gejala seperti diare, penurunan nafsu
makan dan data hasil pemeriksaan yang menunjukkan peningkatan serum level diatas
normal, peningkatan serum phosphorus, peningkatan rasio kalsium urine/kreatinin
urine di atas normal, peningkatan 25hydroxy vitamin D serta hasil USG abdomen
yang menunjukkan adanya kalsifikasi bilateral minimal yang terjadi pada parenkim
ginjal. Adanya kalsifikasi ini menunjukkan selain mengalami intoksisitas akibat
vitamin D bayi tersebut juga mengalami nefrokalsinosis.
Proses awal terjadinya intoksisitas vitamin D sehingga berlanjut mengalami
nefrokalsinosis adalah sebagai berikut (Guyton,2007):
7
Penghambatan
Proses diatas normalnya terjadi di dalam fungsi fisiologis dari tubuh untuk
mempertahankan kadar kalsium dalam tubuh tetap dalam batas normal. Namun
karena pada bayi di dalam kasus diberikan suplemen tambahan vitamin D dalam
jumlah besar (300,000 IU) maka akibatnya terjadilah intoksikasi vitamin D yang
menyebabkan hiperkalemia. Hal ini didasarkan dari tingginya konsumsi vitamin D
yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan tubuh tidak lagi mampu untuk
mengkompensasi kelebihan vitamin D tersebut. Akibatnya kadar konsentrasi dari ion
kalsium plasma meningkat. Pada penyerapan vitamin D (yang diubah dari 25-
(OH)vitamin D di hati) atau 25-(OH)vitamin D itu sendiri, kalsitriol terlepas dari
ikatan dengan protein, meningkatkan kadar kalsitriol bebas.Peningkatan ini
menyebabkan hiperkalsemia karena peningkatan absorpsi kalsium intestinal dan
peningkatan resorpsi tulang. Keadaan hiperkalsemia ini akan menyebabkan terjadinya
nefrokalsinosis.
Nelson dkk (2000) menyatakan bahwa nefrokalsinosis didefiniskan sebagai
peningkatan kadar kalsium ginjal, paling sering disebabkan oleh hiperkalsemia dan
hiperkalsiuria, yang menyebabkan deposisi kalsium di parenkim ginjal
(nefrokalsinosis kortikal) atau piramida medula (nefrokalsinosis medular). Kelainan
metabolisme kalsium, seperti hiperkalsemia dan hiperkalsiuria dapat memicu deposisi
garam kalsium dalam parenkim ginjal (nefrokalsinosis). Deposisi yang meluas dapat
menyebabkan penyakit tubulointerstisial kronik dan insufisiensi ginjal. Tanda-tanda
awal kerusakan akibat hiperkalsemia terlihat pada tingkat intraselular di dalam sel-sel
epitel tubulus. Keadaan ini menyebabkan distorsi mitokondria, sitoplasma, dan
membran basalis.
Debris kalsium di sel menyebabkan oklusi tubulus, mengakibatkan atrofi
obstruktif nefron, inflamasi non spesifik, dan fibrosis interstisial. Drainase urin yang
terganggu melalui tubulus yang berkalsifikasi menyebabkan atrofi daerah korteks dan
mengakibatkan parut korteks. Abnormalitas fungsional konsentrasi urin (osmolalitas)
8
adalah perubahan pada ginjal yang pertama kali terdeteksi. Dampak ini berhubungan
dengan menurunnya transpor klorida di dalam segmen asenden nefron.
Kerusakan lain fungsi tubulus, seperti asidosis tubular dan nefritis salt-losing,
juga dapat terjadi. Deposisi kalsium yang terus berlanjut dan tidak disadari akhirnya
menyebabkan insufisiensi ginjal kronik. Nefrokalsinosis dapat diperberat dengan
pembentukan batu ginjal, yang memperburuk insufisiensi ginjal, menyebabkan
uropati obstruktif. Selain itu dapat pula ditemukan gambaran histologis berupa
deposit kristal kalsium fosfat atau kalsium oksalat di dalam interstisium ginjal.
Pada pasien di dalam kasus ditemukan gejala berupa diare dan penurunan
nafsu makan hal ini terjadi karena adanya intoksikasi vitamin D yang menyebabkan
gangguan hiperkalsemia sehingga menyebabkan timbulnya manifestasi klinis berupa
gangguan gastrointestinal. Gejala-gejala gastrointestinal dihubungkan dengan aksi
depresi sistem saraf otonom dan akibat hipotoni otot. Peningkatan sekresi asam
lambung sering terjadi pada hiperkalsemia dan meningkatkan manifestasi
gastrointestinal. Anoreksia, nausea, dan muntah meningkat dengan peningkatan
volume residual lambung. Konstipasi dipicu oleh dehidrasi yang sering bersama-sama
hiperkalsemia. Nyeri perut yang kemudian memicu obstipasi. (Ginayah,2011)
Selain itu, hiperkalsemia juga dapat menimbulkan gejala gangguan pada
ginjal. Hiperkalsemia menyebabkan defek tubular ginjal reversibel yang
mengakibatkan hilangnya kemampuan pemekatan urin dan poliuria. Penurunan
asupan cairan dan poliuria berperan pada gejala yang dihubungkan dengan dehidrasi.
Penurunan reabsorpsi pada tubulus proksimal terhadap natrium, magnesium, dan
kalium terjadi akibat deplesi garam dan air yang disebabkan oleh dehidrasi seluler
dan hipotensi. Sedangkan untuk gejala nefrokalsinosis pada kasus ini tidak ada yang
khas.
9
10
11