20
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diare 1. Pengertian a. Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2002 Keputusan Menteri Kesehatan (kepmenkes RI) tentang pedoman Pemberantasan Penyakit Diare (P2D) diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita. 1 b. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan encer. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali. 8 c. Diare yaitu keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lender dan darah/lender saja. 9 d. Diare merupakan keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam. Pada umur 3 tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan volume orang dewasa, volume lebih dari 200 g/24 jam. 10 2. Penyebab Diare Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :

patofisiologi diare anak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Diare anak

Citation preview

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare

1. Pengertian

a. Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.

Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia

(Depkes RI) tahun 2002 Keputusan Menteri Kesehatan (kepmenkes

RI) tentang pedoman Pemberantasan Penyakit Diare (P2D) diare

merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi

berak lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai

perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita.1

b. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal dan

encer. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia (FKUI)/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

(RSCM), diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal

atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari

biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar

sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1

bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.8

c. Diare yaitu keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada

bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat

berwarna hijau atau dapat pula bercampur lender dan darah/lender

saja.9

d. Diare merupakan keluarnya tinja air dan elektrolit yang hebat. Pada

bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam. Pada umur 3 tahun, yang

volume tinjanya sudah sama dengan volume orang dewasa, volume

lebih dari 200 g/24 jam.10

2. Penyebab Diare

Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :

7

a. Faktor infeksi

1. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :

a. Infeksi bakteri : Vibrio, E.Coli, Salmonella, Shigella, dll

b. Infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, dll

c. Infestasi parasit : Cacing, Protozoa, Jamur

2. Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar pencernaan,

seperti Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis,

Bronkopneumonia, Ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat

pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

b. Faktor malabsorbsi

1. Malabsorbsi karbohidrat : Disakarida dan Monosakarida. Pada bayi

dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.

2. Malabsorbsi lemak

3. Malabsorbsi protein

c. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan

d. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat

menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.3

3. Patogenesis dan Patofisiologi Diare

1. Patogenesis

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah :

a. Gangguan osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi,

sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus.

Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk

mengeluarkannya sehingga timbul diare.

b. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus

akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga

8

usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi

rongga usus.

c. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan

usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya

bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh

berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.

Patogenesis diare akut antara lain :

1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus

setelah berhasil melewati rintangan asam lambung

2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus

halus

3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)

4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan

menimbulkan diare

Patogenesis diare kronik lebih kompleks dan faktor-faktor yang

menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, mlabsorbsi, malnutrisi

dan lain-lain.

2. Patofisiologi

Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :

a. Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan

terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolic,

hipokalemia dan sebagainya)

b. Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan

kurang, pengeluaran bertambah)

c. Hipoglikemia

d. Gangguan sirkulasi darah.3

Ada beberapa komplikasi kehilangan akibat diare antara lain :

a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik)

b. Renjatan hipovolemik

9

c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah,

bradikardia, perubahan elektrokardiogram)

d. Hipoglikemia

e. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa dan defisiensi enzim

lactase

f. Kejang, terjadi pada dehidrasi hipertonik

g. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare, jika lama atau

kronik).7

4. Tanda/Gejala Klinis

Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh

biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian

timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lender dan atau darah. Warna

tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur

dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya

defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin

banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat

diabsorbsi usus selama diare.

Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan

dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan

banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat

badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi

cekung, selaput lender bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi

dehidrasi ringan, sedang dan berat. Pada dehidrasi berat, volume darah

berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala-

gejalanta yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil,

tekanan darah menurun, penderita menjadi lemah, kesadaran menurun

(apatis, somnolen dan kadang-kadang sampai soporokomateus). Akibat

dehidrasi, diuresis berkurang (oliguria sampai anuria). Bila sudah ada

asidosis metabolic, penderita akan tampak pucat dengan pernafasan yang

10

cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul). Sedangkan berdasarkan tonisitas

plasma dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Dehidrasi hipotonik (dehidrasi hiponatremia) yaitu bila kadar natrium

dalam plasma kurang dari 130 mEq/l

b. Dehidrasi isotonic (dehidrasi isonatremia) yaitu bila kadar natrium

dalam plasma 130-150 mEq/l

c. Dehidrasi hipertonik (hipernatremia) yaitu bila kadar natrium dalam

plasma lebih dari 150 mEq/l.

Pada dehidrasi isotonic dan hipotonik penderita tampaknya tidak

begitu haus, tetapi pada penderita dehidrasi hipertonik, rasa haus akan

nyata sekali dan sering disertai kelainan neurologist seperti kejang,

hiperefleksi dan kesadaran yang menurun, sedangkan turgor dan tonus

tidak berapa buruk.3

5. Pencegahan Diare

Diare pada anak usia muda di daerah tropis biasanya disebabkan

oleh infeksi usus. Tindakan pencegahan terhadap diare yang dapat

dilakukan antara lain :

a. Pemberian air susu ibu (ASI) :

1. Berikan air susu ibu selama 4-6 bulan pertama kemudian berikan

ASI bersama makanan lain sampai kurang lebih anak berusia satu

tahun

2. Untuk menyusu dengan nyaman dan aman, harusnya : jangan beri

cairan tambahan seperti air, air gula atau susu bubuk, terutama

dalam hari-hari awal kehidupan anak, memulai pemberian ASI

segera setelah bayi lahir, menyusukan sesuai keperluan

(peningkatan pengisapan meningkatkan penyediaan susu),

keluarkan susu secara manual untuk mencegah pembendungan

payudara selama masa pemisahan dari bayi, jika ibu bekerja diluar

rumah dan tidak mungkin membawa bayinya, maka berikan ASI

sebelum meninggalkan rumah, sewaktu kembali dimalam hari dan

pada kesempatan dimana ibu berada bersama bayi, ibu seharusnya

11

terus memberikan ASI sewaktu bayinya sakit dan setelah sakit. Hal

ini sangat penting jika bayi menderita diare.

b. Perbaikan cara menyapih

1. Pada usia 4-6 bulan bayi harus diperkenalkan dengan makanan

penyapih yang bergizi dan bersih. Pada tahap awal sebaiknya

makanan saring lunak

2. Kemudian diet anak seharusnya menjadi semakin bervariasi dan

mencakup : makanan pokok di masyarakat (biasanya serealia atau

umbi), kacang atau kacang polong, sejumlah makanan dari hewan,

sebagai contoh produk susu, telur dan daging, serta sayuran hijau

atau sayuran jingga

3. Anak juga harus diberikan buah-buahan atau sari buah dan minyak

atau lemak yang ditambahkan ke dalam makanan penyapih

4. Anggota keluarga seharusnya mencuci tangan sebelum

menyiapkan makanan penyapih dan sebelum memberi makan bayi

5. Makanan harus dipersiapkan di tempat bersih, menggunakan

wadah dan peralatan yang bersih

6. Makanan yang tidak dimasak harus dicuci dengan air bersih

sebelum dimakan

7. Makanan yang dimasak harus dimakan sewaktu masih hangat atau

panaskan dahulu sebelum dimakan

8. Makanan yang disimpan harus ditutup dan jika mungkin masukkan

ke dalam lemari es.

c. Penggunaan banyak air bersih : air harus diambil dari sumber terbersih

yang tersedia, sumber air harus dilindungi dengan : menjauhkan dari

hewan, melokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber

air, serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk

menjauhkan air hujan dari sumber, air harus dikumpulkan dan

disimpan dalam wadah bersih dan gunakan gayung bersih bergagang

panjang untuk mengambil air, air untuk masak dan minum untuk anak

harus dididihkan.

12

d. Cuci tangan. Semua anggota keluarga seharusnya mencuci tangan

dengan baik : setelah membersihkan anak yang telah buang air besar

dan setelah membuang tinja anak, setelah buang air besar, sebelum

menyiapkan makanan, sebelum makan, sebelum memberi makan anak

e. Menggunakan kakus :

1. Semua anggota keluarga seharusnya mempunyai kakus bersih yang

masih berfungsi (kakus harus digunakan oleh semua anggota

keluarga yang cukup besar)

2. Kakus harus dijaga bersih dengan mencuci permukaan yang kotor

secara teratur

3. Jika tidak ada kakus anggota keluarga harus :

a. Buang air besar jauh dari rumah, jalan atau daerah anak

bermain dan kurang lebih 10 meter dari sumber air

b. Jangan buang air besar tanpa alas kaki

c. Tidak mengijinkan anak mengunjungi daerah buang air besar

sendiri

f. Membuang tinja anak kecil pada tempat yang tepat :

1. Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan

daun atau kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus

2. Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang

bersih dan mudah dibersihkan kemudian buang ke dalam kakus

dan bilas wadahnya atau anak dapat buang air besar di atas suatu

permukaan seperti kertas koran atau daun besar dan buang ke

dalam kakus

3. Bersihkan segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya

g. Imunisasi campak. Anak harus diimunisasi campak secepat mungkin

setelah usia 9 bulan.11

6. Pengobatan diare

Diare dapat diobati dengan garam ORALIT yang tujuannya

untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan tubuh sebagai akibat diare.

Minumkanlah cairan oralit sebanyak mungkin penderita mau. 1 bungkus

13

kecil oralit dilarutkan ke dalam 1 gelas air masak (200 cc). Kalau oralit

tidak ada buatlah : LARUTAN GARAM GULA. Ambillah air putih

(masak) 1 gelas masukkan dua sendok teh peres gula pasir, dan seujung

sendok teh garam dapur. Diaduk rata dan diberikan kepada penderita

sebanyak mungkin ia mau minum. Bila diare tak terhenti dalam sehari atau

penderita lemas sekali bawalah segera ke Puskesmas.1

B. Konsep Perilaku

Perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas

seseorang, yang merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai

faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan perkataan lain perilaku

manusia sangatlah kompleks, dan mempunyai bentangan yang sangat luas.

Seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3

domain, ranah atau kawasan yakni : a) kognitif (Cognitive), b) afektif

(affective), c) psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori

Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu12 :

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior).12

a. Edukasi (Education)

Dalam rangka pembinaan dan peningkatan perilaku

kesehatan masyarakat, pendekatan edukasi (pendidikan kesehatan)

lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat

disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu bentuk

intervensi atau upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku

tersebut kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan

14

mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau masyarakat

mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan. Secara operasional pendidikan kesehatan adalah semua

kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan,

sikap dan praktek masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan

kesehatan mereka sendiri.

Sesuai dengan 3 faktor penyebab terbentuknya perilaku

(Green 1980), maka kegiatan pendidikan kesehatan juga ditujukan

kepada 3 faktor berikut :

1. Pendidikan kesehatan dalam faktor-faktor predisposisi

Dalam hal ini pendidikan kesehatan ditujukan untuk menggugah

kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik

bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Bentuk

pendidikan kesehatan adalah penyuluhan kesehatan, pelatihan,

pameran kesehatan dan sebagainya.

2. Pendidikan kesehatan dalam faktor-faktor “enabling”

Karena faktor pemungkin (enabling) ini berupa fasilitas atau sarana

dan prasarana kesehatan, maka bentuk pendidikan kesehatannya

adalah memberdayakan masyarakat agar mereka mampu

mengadakan sarana dan prasarana kesehatan bagi mereka. Hal ini

bukan berarti memberikan sarana dan prasarana kesehatan dengan

Cuma-Cuma tetapi memberikan kemampuan dengan bantuan

teknik, memberikan arahan, dan mencari dana untuk pengadaan

sarana dan prasarana.

3. Pendidikan kesehatan dalam faktor-faktor “reinforcing”

Karena faktor ini menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat

(toma) dan tikoh agama (toga), serta petugas termasuk petugas

kesehatan, maka pendidikan kesehatan yang paling tepat adalah

dalam nentuk pelatihan bagi toma, toga dan petugas kesehatan.12

15

b. Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum seseorang mengadopsi

perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, yakni :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih

baik lagi

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers

menyimpulkan bahwa perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap

diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui

proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang

positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).

Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan

kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.12

b. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan yaitu :

1. Tahu (know), yang termasuk pengetahuan dalam tingkatan ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik seluruh

bahan yang dipelajari atau merangsang yang diterima. Oleh sebab

itu “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah

2. Memahami (comprehension) orang yang telah paham terhadap

objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

16

menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang

dipelajari

3. Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan

untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada kondisi atau

situasi sebenarnya

4. Analisis (analysis), merupakan suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-

komponen, tetapi masih dalam satu struktur dan masih ada kaitan

satu sama yang lain. Misalnya : menggambarkan, membedakan,

mengelompokkan dan sebagainya

5. Sintesis (synthesis), suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang lama

6. Evaluasi (evaluation), yaitu berkaitan untuk melakukan penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria

yang telah ada.

Pendidikan kesehatan tidak segera membawa manfaat

bagi masyarakat. Pendidikan kesehatan merupakan “behavioral

investment” jangka panjang. Hasil investment pendidikan kesehatan

baru dapat dilihat beberapa tahun kemudian. Dalam waktu yang

pendek, pendidikan kesehatan hanya menghasikan perubahan dan

peningkatan pengetahuan masyarakat. Pengetahuan kesehatan akan

berpengaruh kepada perilaku sebagai hasil jangka menengah dari

pendidikan kesehatan. Selanjutnya perilaku kesehatan akan

berpengaruh kepada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat

sebagai keluaran pendidikan kesehatan.7

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan

yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan

tingkat-tingkat tersebut diatas.12

17

Hasil pengetahuan seseorang dirumuskan oleh Hermann

Ebbinghaus (1913) yang menyatakan bahwa situasi tahu atau tidak

tahu sebagai hasil dari proses belajar sangat dipengaruhi oleh waktu

sejak memperoleh pemaparan. Pengaruh waktu tersebut dirumuskan

melalui rumus matematik logaritma berikut :

Keterangan : b = hasil belajar

t = waktu dalam menit

k = 1,84

e = 1,25

Apabila rumus tersebut digambarkan dalam diagram

retensi selama satu bulan sejak pemaparan substansi, hasilnya dapat

dilihat melalui grafik retensi berikut :

Grafik 2.1

Retensi Daya Ingat Selama 1 Bulan

b = {100 k/ (log t)e + k}

Grafik Retensi 1 Bulan

120

100

80

60

40

20 18

0

20

40

60

80

100

120

140

20' 1 jam 8 jam 24 jam 2 hari 5 hari 31 hari

Waktu

Daya

Ing

at

Daya Ingat

18

Melalui grafik tersebut nampak bahwa apa yang dipelajari oleh

seseorang akan cenderung menurun secara logaritmik dari waktu ke-

waktu.13

2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat langsung

dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang

tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian

reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari

merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu

merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan

kesiapan untuk bereaksi terhadap ojek di lingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek.

a. Komponen Pokok Sikap

Sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu : a) kepercayaan

(keyakinan), ide dan konsep suatu objek, b) kehidupan emosiomal atau

evaluasi terhadap suatu objek, c) kecenderungan untuk bertindak

(tend to behave).

b. Berbagai Tingkatan Sikap

Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap.

19

3. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Hubungan antara perilaku dan sikap, tidak sepenuhnya

dipengaruhi namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak.

Analisis akan memperhatikan misalnya bahwa sikap sampai tingkat

tertentu merupakan penentu, komponen dari akibat perilaku. Hal tersebut

merupakan alasan yang cukup untuk memberikan perhatian terhadap

sikap, keyakinan dan nilai sebagai faktor.

3. Praktik atau tindakan (practice)

Praktik merupakan salah satu dari tiga jenis perilaku yang berbentuk

perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Perbuatan

atau praktik tidak sama dengan perilaku. Perwujudan dari perilaku yang

lain dapat melalui pengetahuan dan sikap. Perwujudan suatu sikap agar

menjadi suatu perbuatan nyata perlu adanya kondisi tertentu yang

memungkinkan antara lain adanya fasilitas dan dukungan. Perbuatan nyata

atau praktik mempunyai beberapa tingkatan antara lain :

a. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungn dengan tindakan

yang akan diambil merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat dua.

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseoarng telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka dia sudah

mencapai praktik tingkat tiga.

20

d. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikan tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran dapat juga

dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau

kegiatan responden.

C. Pelatihan

1. Pengertian Pelatihan

Pelatihan adalah salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa

atau dalam suatu pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan

pengetahuan, keterampilan, dan merubah sikap peserta dengan cara yang

spesifik.14

Pelatihan bisa diartikan sebagai setiap aktifitas formal dan informal

yang memberikan kontribusi pada perbaikan dan peningkatan tingkat

pengetahuan, ketermpilan dan sikap. Pelatihan seharusnnya melibatkan

lebih dari sekedar pembelajaran. Pelaatihan mencakup pembelajaran untuk

melakukan sesuatu dan jika itu berhasil, maka hasilnya terlihat dalam

melakukan sesutau secara berbeda.15

2. Tujuan Pelatihan

Tujuan khusus pelatihan yaitu untuk membuat orang memahami

diri sendiri, dapat bergaul dengan baik dengan rekan kerja maupun

membuat keputusan sendiri.13

3. Metode Pelatihan

Metode diperlukan oleh pelatih dan penggunanya bervariasi

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Pelatihan tidak akan dapat

melaksanakan tugasnya jika tidak dapat menguasai satupun metode yang

telah dirumuskan dan dikembangkan oleh para ahli psikologi dan

21

pendidikan. Terlaksananya proses pembelajaran untuk mencapai tujuan

sangat dipengaruhi oleh metode yang dipergunakan dalam pelatihan.

Metode yang digunakan pada aplikasi pendidikan kesehatan adalah

metode belajar mengajar. Pada garis besarnya metode tersebut dibagi 2

macam yaitu :

a. Metode didaktik

Metode ini didasarkan pada cara satu arah atau one way method.

Pendidik aktif dan peserta didik pasif. Kelemahannya sulit dievaluasi

keberhasilannya. Yang termasuk metode ini adalah ceramah, siaran

radio, TV/Film, media cetak.

b. Metode sokratik

Merupakan metode dua arah atau two-way traffic method. Dengan

demikian peserta didik dapat aktif dan kreatif. Yang termasuk metode

ini adalah diskusi kelompok, diskusi panel, diskusi buzz, diskusi

forum, seminar, symposium, konperensi, penugasan/resitasi, studi

kasus, kunjungan lapangan, latihan lapangan, demonstrasi, brain

storming, latihan lapangan dll.16

Dalam pembinaan ibu balita untuk berperan serta secara aktif

dalam pencegahan penyakit diare maka kegiatan pembinaan perlu

dilakukan pelatihan untuk melaksanakan pencegahan diare. Adapun

program pelatihan yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah :

1. Judul pelatihan

Judul pada pelatihan yang akan dilaksanakan adalah pelatihan

pencegahan diare pada ibu balita.

2. Tujuan pelatihan

a. Tujuan umum pelatihan

Untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu balita dalam hal

penyakit diare mengenai : pengertian, penyebab, tanda/gejala,

akibat dan pencegahan diare serta cara pembuatan larutan gula

garam.

22

b. Tujuan khusus pelatihan

Setelah selesai pelatihan, peserta pelatihan diharapkan mampu :

1. Menjelaskan pengertian penyakit diare, penyebab diare,

tanda/gejala, akibat dan pencegahan diare serta cara pembuatan

larutan gula garam

2. Dapat merubah serta mengembangkan pengetahuan dan sikap

pencegahan diare yang selama ini belum bisa dilaksanakan.

3. Peserta pelatihan berjumlah 70 0rang.

4. Alat yang digunakan : kuesioner, leaflet

5. Tempat pelatihan : Balai Kelurahan Rejosari.

6. Metode pelatihan

Metode pelatihan dengan metode Ceramah Tanya jawab (CTJ) dan

demonstrasi pembuatan Larutan Gula Garam (LGG).

7. Waktu pelatihan selama 1 hari, dengan waktu 2 jam efektif.

8. Pengajar pada pelatihan ini adalah : peneliti dan rekan dari FKM

UNIMUS.

9. Materi pelatihan

Materi pada pelatihan ini adalah : pengertian tentang penyakit diare,

penyebab, tanda/gejala, akibat dan cara pencegahan diare serta cara

pembuatan larutan gula garam.

10. Pelaksanaan pelatihan : menyiapkan materi pelatihan, menyiapkan

tempat pelatihan, pengaturan waktu penyampaian materi yaitu

penjelasan secara singkat 30 menit, tanya jawab 30 menit, bila materi

memerlukan peragaan pengaturan waktunya adalah 20 menit

penjelasan singkat, 20 menit peragaan dan 20 menit Tanya jawab.

11. Evaluasi

a. Persiapan evaluasi

1. Menyiapkan instrument evaluasi dalam bentuk kuesioner yang

diambil dari masing-masing pokok bahasan 1,2,3 dan 4.17

Sebanyak 14 pertanyaan yang sebelumnya telah dilakukan uji

coba.

23

2. Menjelaskan maksud dan tujuan evaluasi (bukan berarti

menguji ibu balita) tetapi ingin mengukur sejauh mana

pengetahuan dan sikap ibu balita sebelum dan setelah diberikan

pelatihan tentang pencegahan diare.

b. Pelaksanaan evaluasi

1. Melaksanakan evaluasi sebelum pelatihan yaitu :

a. Evaluasi kehadiran adalah prosentase kehadiran

Yaitu : Jumlah peserta yang hadir

Jumlah peserta yang diundang

b. Evaluasi pengetahuan pre test

2. Melakukan evaluasi setelah pelatihan (post test)

3. Melakukan evaluasi setelah satu bulan (post test ulang)

c. Mengolah dan menganalisa hasil pre test dan post test

d. Memberikan penilaian (skor) terhadap masing-masing ibu balita

e. Menghitung nilai rata-rata antara pre test dan post test.

12. Pencatatan dan pelaporan hasil pelatihan kepada : Kepala Puskesmas

digunakan untuk laporan program Pemberantasan Penyakit Menular

(P2M), Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas

Muhammadiyah Semarang (UNIMUS) sebagai laporan penelitian.

24

D. Kerangka Teori

Gambar 2.2

Sumber : 12

E. Kerangka Konsep

Gambar 2.3

F. Hipotesis

1. Ada perbedaan pengetahuan tentang pencegahan diare pada ibu balita

sebelum dan sesudah pelatihan

2. Ada perbedaan sikap tentang pencegahan diare pada ibu balita sebelum

dan sesudah pelatihan

VARIABEL BEBASProgram PelatihanPencegahan Diare

VARIABEL TERIKAT1. Pengetahuan tentang pencegahan

diare2. Sikap tentang pencegahan diare

Perilaku

Proses Perubahan

Enabling factorsKesediaan sumber-

sumber fasilitas

Pemberdayaan masyarakatPemberdayaan sosial

Pendidikan kesehatan(Promosi kesehatan)

ReinforcingFactors

(sikap danperilaku petugas)

PrespondingFactors

(Pengetahuan* ,sikap*,

kepercayaan,tradisi, nilai dsb.)

Komunikasi(penyuluhan,

pelatihan)Training

25

3. Ada perbedaan pengetahuan antara sesudah pelatihan dan 1 bulan setelah

pelatihan pada kelompok eksperimen

4. Ada perbedaan sikap antara sesudah pelatihan dan 1 bulan setelah

pelatihan pada kelompok eksperimen

5. Ada perbedaan pengetahuan antara kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol

6. Ada perbedaan sikap antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.