Upload
nrubra
View
3.696
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
PATOFISIOLOGI RINITIS ALERGI
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan
tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi
terdiri dari 2 fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau reaksi alergi fase
cepat (RAFC) yang berlangsung secara kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau reaksi tipe lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktifitas) setelah
pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam.
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau
monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan
menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah di
proses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan
molekul HLA kelas II membentuk komplek peptida MHC kelas II (Major
Histocompatility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th
0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) ang
akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2.
Th2 akan menghasilkan akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL 3,
IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya dipermukaan sel
limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi
imunoglobulin E. IgE di sirkulasi diikat oleh reseptor IgE dipermukaan sel
mastoid atau basofil (sel mediiator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses
ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi terpapar
dengan alergen yanng sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen
spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil
dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed
Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan newly formed
mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien D4 (LT D4),
leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Pletelet Activating Factor (PAF), dan berbagai
sitokin (IL 3, IL4, IL5, IL6, GM-CSF (Granulosyte Macrophage Colony
Stimulating Factor) dll. Inilah yang disebut sebagai reaksi alergi fase cepat
(RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vadianus
sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga
menyebabkan kelenjar mukosa dans el globet mengalami hipersekresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung
tersumbat akan vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung saraf
vidianus, juga menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan
target. Respons ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut
dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditanndai
dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit,
neutrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta penningkatan sitokin seperti
IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte macrophag colony stimulating factor (GM-CSF)
dan ICAM 1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif
hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya
seperti eosinophilic derivated protein (EDP), major basic protein (MBP), dan
eosinophilicc peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen),
iritasi oleh faktor non spesifik dapat memberat gejala seperti asap rokok, bau
yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi.
KOMPLIKASI OTITIS MEDIA
Komplikasi yang bisa timbul jika otitis media tidak segera diobati adalah
mastoiditis, perforasi gendang telinga dengan cairan yang terus menerus keluar
yang berlanjut menjadi otitis media supuratif kronis. Komplikasi lebih lanjut
seperti infeksi ke otak walau jarang masih mungkin terjadi, sumbatan pembuluh
darah akibat tromboemboli juga bisa terjadi. Ada 2 komplikasi otitis media
supuratif akut (OMA), yaitu : meningitis dan abses otak.
Otitis media supuratif, baik yang akut maupun yang kronis, mempunyai
potensi untuk menjadi serius. Bentuk komplikasi bergantung pada kelainan
patologik yang menyebabkan otore. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien
OMSK tipe bahaya, tetapi OMSK tipe aman pun dapat menyebabkan suatu
komplikasi, bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotika
mutahir komplikasi otogenik menjadi jarang. Pemberian obat-obat itu sering
menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kurang jelas.
OMSK dibagi atas 2, yaitu :
1. Tipe Tubo timpanal/Benigna
2. Tipe Atiko antral/Maligna
a. Tubo timpanal
Karakteristik perforasi pada pars tens. Pada umumnya tidak memberikan
komplikasi yang berbahaya seperti sepsis intrakranial (safe otitis media)
b. Atiko Antral
Umumnya mengenai pars plasid. Karakteristik pembentukan retraction
pocket, dengan penumpukan keratin yang akan membentuk kolesteatom
A. Komplikasi OMSK dibagi berdasarkan penyebarannya:
1. Hematogen
Penyebaran melalui osteotroboflebitis dapa diketahui dengan adanya
1)komplikasi terjadi pada awal suatu infeksi atau eksaserbasi akut, dapat
terjadi pada hari pertama atau kedua sampai hari ke sepuluh, 2) gejala
prodormal tidak jelas seperti didapatkan pada gejala meningitis lokal, 3)
pada oprasi, didapatkan dinding tulang telinga utuh, dan tuulang serta
lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah, sehingga disebut
hemoragika.
2. Erosi tulang
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui, bila 1) komplikasi
terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakitt, 2) gejala
prodormal infeksi lokal biasanya mendahului gejala infeksi yang lebih
luas, misalnya paresis nervus fasialis ringan yang hilang timbul
mendahului paresis n. Fasialis yang total, atauu gejala meningitis lokal
mendahului meningitis purulen., 3) pada oprasi dapat ditemukan lapisan
tulang yangg rusak diantara fokus supurasi dengan struktur sekitarnya.
Struktur jaringan lunak yang terbuka biasanya dilapisi jaringan granulasi.
3. Jalan yang sudah ada:
Penyebaran dapat melalui 1)komplikasi terjadi pada awal penyakit, 2) ada
serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin dapat ditemukan
fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang atau riwayat otitis media yang
sudah sembuh. Komplikasi intrakranial mengikuti komplikasi labirinitis
supuratif. 3) pada operasi dapat ditemukan jalan penjalaran melalui sawar
tulang yang bukan karena erosi.
Secara sederhana, penyebaran terjadi melalui:
– Fenestra rotundum
– Meatus akustikus internus
– Duktus perilimfatik
– Duktus endolimfatik
B. Klasifikasi
1. Komplikasi di telinga tengah
– Perforasi Membran timpani persisten
– Erosi tulang pendengaran
– Paresis N VII
2. Komplkasi di telinga dalam
– Fistula labirin, otitis media supuratif kronis terutama dengan
kolesteatom dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada
bagian vestibuler labirin, sehingga terbentuk fistulla. Pada
keadaan ini infeksi dapat masuk, sehingga terjadi labirinitis dan
akhirnya akan terjadi komplikasi tuli total atau meningitis.
– Labirintis supuratif, labirinitis yang mengenai seluruh bagian
labirin, disebut labirinitis umum (general), dengan gejala
vertigo berat dan tuli sensorineural berat
– Tuli saraf, labirinitis yang terbatas (labirinitis sirkumskripta)
menyebabkan terjadinya vertigo atau tuli saraf saja.
3. Komplikasi di ekstradural
– Abses ekstradural, ialah terkumpulnya nanah diantara
duramater dan tulang. Pada otitis media supuratif kronis
keadaan ini berhubungan dengan jaringan granulasi dan
kolesteatoma yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau
mastoid. Gejala terutama berupa nyeri telinga hebat dan nyeri
kepala.
– Trombosis sinus lateral, invasi infeksi ke sinus sigmoid ketika
melewati tulang mastoid akan menyebabkan terjadinya
trombosis sinus lateralis. Demam yang tidak dapat diterangkan
penyebabnya adalah tanda pertama dari infeksi pembuluh
darah. Pada mulanya suhu naik turun dengan sangat curam
disertai menggigil. Kurve demikian menandakan sepsis. Rasa
nyeri biasanya tidak jelas, kecuali jika sudah terdapat abses
perisinus.
– Petrositis, tulang temporal mempunyai sel-sel udara sampai ke
apeks os petrosuum. Penyebaran infeksi dari telinga tengah ke
os petrosumm secara langsung ke sel-sel udaranya sering
terjadi. Adanya petrositis sudah dapat dicurigai, apabila pada
pasien otitis media terdapat keluhan diplopia, karena
kelemahan n VI. Seringkali disertai rasa nyeri didaerah parietal,
temporal dan oksipital, oleh karena itu terkenanya n. V
ditambah dengan terdapatnya otore yang persisten,
terbentuklah suatu sindrom Gradenigo.
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat
– Meningitis, paling seing terjad. Keadaan ini dapat terjadi
oleh otitis media akut, maupun kronis, serta torlakolisasi,
atau umum. Pada pemeriksaan likuor serebrospinal terdapat
bakteri pada bentuk yang umum, sedangkan pada bentuk
terlokalisir tidak ditemukan bakteri.
– Abses otak, sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis
dapat ditemukan diserebelum, fosa kranial posterior atau
dilobs temporal, difosa kranial media. Keadaan ini sering
berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrosis,
atau meningitis. Abses otak biasanya merupakan perluasan
langsung dari infeksi telinga dan mastois atau
tromboflebitis. Umumnya didahului dengan abses
ekstradural.
– Hidrosefalus otitis, ditandai dengan peninggian tekanan
likuor serebrospinal yang hebat tanpa adanya kelainan
kimiawi dan likuor itu. Pada pemeriksaan terdapat edema
papil. Keadaan ini dapat menyertai otitis media akut atau
kronis. Gejala berupa nyeri kepala yang menetap, diplopia,
pandangan kabur, mual dan muntah. Keadaan ini
diperkirakan disebabkan oleh tertekannya sinus lateralis
yang mengakibatkan kegagalan absorpsi likuor
serebrospinal oleh lapisan araknoid.
5. Paresis N VII
Nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran infeksi langsung ke
kanalis fasialis pada otitis media akut. Pada otitis media kronis,
kerusakan terjadi akibat erosi tulang oleh kolesteatoma atau oleh
jaringan granulasi, disusul oleh infeksi kedalam kanalis fasialis
tersebut.
– Infeksi langsung: OMA
– Erosi Tulang:
Kolesteatoma
Jaringan Granulasi
Infeksi Langsung.
Pengobatan:
– Pada OMA:
a) AB dosis tinggi
b) Dekompresi N VII (jika tdk membaik)
– Pada OMSK: langsung dekompresi N VII
6. Labirintitis
1. Labirintitis umum: vertigo berat & tuli saraf berat
2. Labirintitis sirkumskripta: vertigo atau tuli saraf saja
3. Labirintitis Serosa: toksin
4. Labirintitis Supuratif: sel radang
5. Labirintitis serosa: difus & sirkumskripta
6. Labirintitis serosa difus:
– Masuknya toksin / bakteri: tingkap bulat, tingkap lonjong,erosi
tulang & hematogen
– Gejala / tanda: vertigo spontan, nistagmus rotatoar kearah telinga
yg sakit, mual & muntah, ataksia, tuli saraf, tes fistula (+)
Terapi: bed rest, sedasi, AB adekuat, drenase, telinga tengah.
Pembedahan indikasi kontra
7. Labirintitis supuratif akut difus
– Gejala & tanda: tuli total, vertigo berat, mual & muntah, ataksia,
nistagmus horisontal-rotatoar spontan kearah telinga sehat
– Kelainan patologik: infiltrasi sel PMN, destruksi jaringan lunak,
tulang labirin nekrosis.
– Pengobatan: AB adekuat,denase, sedasi ringan, bed rest,
8. Labirintitis kronik difus
– 2-6 minggu setelah akut
– Gejala & tanda: tuli total, vertigo ringan, nistagmus ringan kearah
yang sehat.
– Pengobatan: AB, mastoidektomi jika ada indikasi
9. Komplikasi Ke Ekstradural
1. Petrositis: infeksi langsung
a. Gejala & tanda: diplopia (parese N VI), Neuralgia N V,
otore persisten à sindrom Gradeningo
b. Pengobatan : operasi, AB adekuat
2. Tromboflebitis Sinus Lateral:
a. Invasi ke sinus sigmoid melalui tulang mastoid
b. Gejala & tanda: demam naik – turun secara drastis (gbr
sepsis), kultur darah +,
c. Pengobatan: pembedahan, ligasi V jugular interna jk terdpt
trombus
10. Komplikasi Ke SSP
a) Meningitis : paling sering (OMA / OMSK)
– Gejala & tanda: panas, kaku kuduk, mual, muntah, bs
kesadaran menurun. Pem LP: bakteri (+), protein tinggi.
– Pengobatan: AB adekuat, pembedahan.
b) Abses otak : bisa lanjutan dari komplikasi lain.
– Gejala & tanda: tergantung lokasi yg terkena
– Abses serebelum : ataksia, disdiadokokinesis, tremor
intensif,tdk tepat menunjuk objek.
– Abses lobus temporal : afasia,
– Gejala & tanda umum: demam, nyeri kepala, letargik, serangan
kejang, nadi lambat. LP: protein tinggi, tekan tinggi. CT Scan:
gbr spt cincin
– Pengobatan: operasi (bedah saraf / THT), AB adekuat
Otitis media supuratif kronik Otitis media akut
Otitis media akut