7
HISTOLOGI HATI Sel–sel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus ke pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti labirin dan busa. Celah diantara 14 lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut sinusoid hati (Junquiera et al., 2007). Sinusoid hati adalah saluran yang berliku–liku dan melebar, diameternya tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkat yang tidak utuh. Sinusoid dibatasi oleh 3 macam sel, yaitu sel endotel (mayoritas) dengan inti pipih gelap, sel kupffer yang fagositik dengan inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau liposit hepatik yang berfungsi untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks ekstraseluler serta kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal vena portal dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung (Eroschenko, 2010; Junqueira et al., 2007). Traktus portal terletak di sudut-sudut heksagonal. Pada traktus portal, darah yang berasal dari vena portal dan arteri hepatik dialirkan ke vena sentralis.

PBL 2 Digest

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PBL 2 Digest

Citation preview

HISTOLOGI HATISelsel yang terdapat di hati antara lain: hepatosit, sel endotel, dan sel makrofag yang disebut sebagai sel kuppfer, dan sel ito (sel penimbun lemak). Sel hepatosit berderet secara radier dalam lobulus hati dan membentuk lapisan sebesar 1-2 sel serupa dengan susunan bata. Lempeng sel ini mengarah dari tepian lobulus ke pusatnya dan beranastomosis secara bebas membentuk struktur seperti labirin dan busa. Celah diantara 14 lempeng-lempeng ini mengandung kapiler yang disebut sinusoid hati (Junquiera et al., 2007). Sinusoid hati adalah saluran yang berlikuliku dan melebar, diameternya tidak teratur, dilapisi sel endotel bertingkat yang tidak utuh. Sinusoid dibatasi oleh 3 macam sel, yaitu sel endotel (mayoritas) dengan inti pipih gelap, sel kupffer yang fagositik dengan inti ovoid, dan sel stelat atau sel Ito atau liposit hepatik yang berfungsi untuk menyimpan vitamin A dan memproduksi matriks ekstraseluler serta kolagen. Aliran darah di sinusoid berasal dari cabang terminal vena portal dan arteri hepatik, membawa darah kaya nutrisi dari saluran pencernaan dan juga kaya oksigen dari jantung (Eroschenko, 2010; Junqueira et al., 2007). Traktus portal terletak di sudut-sudut heksagonal. Pada traktus portal, darah yang berasal dari vena portal dan arteri hepatik dialirkan ke vena sentralis. Traktus portal terdiri dari 3 struktur utama yang disebut trias portal. Struktur yang paling besar adalah venula portal terminal yang dibatasi oleh sel endotel pipih. Kemudian terdapat arteriola dengan dinding yang tebal yang merupakan cabang terminal dari arteri hepatik. Dan yang ketiga adalah duktus biliaris yang mengalirkan empedu. Selain ketiga struktur itu, ditemukan juga limfatik (Junqueira et al., 2007). Aliran darah di hati dibagi dalam unit struktural yang disebut asinus hepatik. Asinus hepatik berbentuk seperti buah berry, terletak di traktus portal. Asinus ini terletak di antara 2 atau lebih venula hepatic terminal, dimana darah mengalir dari traktus portalis ke sinusoid, lalu ke venula tersebut. Asinus ini terbagi menjadi 3 zona, dengan zona 1 terletak paling dekat dengan traktus portal sehingga paling banyak menerima darah kaya oksigen, sedangkan zona 3 terletak paling jauh dan hanya menerima sedikit oksigen. Zona 2 atau zona intermediet berada diantara zona 1 dan 3. Zona 3 ini paling mudah terkena jejas iskemik (Junqueira et al., 2007).

Gambaran mikroskopik dengan perbesaran 30x hati manusia (Eroschenko, 2010).

EPIDEMIOLOGI SIROSIS HEPATISInsidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hepar alkoholik dan infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hepatis sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam (Nurdjanah, 2006).Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun (Nurdjanah, 2006).Insidensi penyakit ini disebutkan sangat meningkat sejak perang dunia II, sehingga merupakan sebagai penyebab kematian paling menonjol. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh insidensi hepatitis virus yang meningkat, namun lebih bermakna karena asupan alkohol yang sangat meningkat. Alkoholisme merupakan satu-satunya penyebab terpenting sirosis (Lindseth, 2006).Faktor ResikoPenyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering disebutkan antara lain (Lindseth, 2006) : a. Faktor Kekurangan Nutrisi Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalam simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975, ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein hewani , dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah, yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah b. Hepatitis Virus Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A c. Zat Hepatotoksik Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol d. Penyakit Wilson Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orang-orang muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati. d. Hemokromatosis Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya hemokromatosis, yaitu: 1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.2. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati. e. Sebab-Sebab Lain 1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak. Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis sentrilobuler 2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada kaum wanita. 3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik. Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris. Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40- 50% kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40 % . sejumlah 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B atau C.

DAFTAR PUSTAKAJunqueira LC dan Carneiro J. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. Jakarta: EGC. Hlm: 318-33. Eroschenko VP. 2010. Atlas Histologi diFiore dengan Korelasi Fungsional Edisi 11. Jakarta: EGC. Hlm: 324-6, 331, 342.Nurdjanah, S. 2006. Sirosis hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Pusat Penerbitan ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.

Lindseth, G.N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Dalam Patofisiologi Sylvia A.Price et.al. Edisi 6. EGC: Jakarta.