Click here to load reader
Upload
kriss7z
View
41
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
blok 29
Citation preview
Acute Respiratory Distress Syndrome
Krisna Lalwani *)
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Pendahuluan
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah keadaan darurat medis yang
dipicu oleh berbagai proses akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsung dengan
kerusakan paru. ARDS mengakibatkan terjadinya gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba
ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua
belah paru. ARDS juga disebut syok paru akibat cedera paru dimana sebelumnya paru sehat.
Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor,
transfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi asap atau kimia, gangguan metabolik toksik,
pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosis obat. Perawatan akut secara khusus menangani
perawatan kritis dengan intubasi dan ventilasi mekanik.
ARDS berkembang sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma
jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung. ARDS terjadi sebagai akibat
cedera atau trauma pada membran alveolar kapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan
kedalam ruang interstisiel alveolar dan perubahan dalam jaring-jaring kapiler, terdapat
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi yang jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan
pengalihan ekstansif darah dalam paru-paru. Terkait dengan hal tersebut, makalah ini akan
membahas dan memberikan pengertian tentang sejumlah bahan maupun bagian yang perlu
diperhatikan lebih dalam dari kasus yang diberikan yaitu acute respiratory distress syndrome
(ARDS).
Alamat Korespondensi:
*) Krisna Lalwani, 102011301, Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email : [email protected]
1
Pembahasan
Kasus 6:
Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa oleh keluarganya ke RS UKRIDA karena sesak
napas. Dia baru saja dievakuasi dari lokasi kebakaran.
Pengkajian Primer Kegawatdaruratan
1. Airway
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi (wheezing)
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
b. Menggunakan otot aksesori pernapasan
c. Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan keluaran urine
4. Disability
5. Exposure
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan
lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk menegakkan
diagnosis. Sistematika yang lazim dalam anamnesis, yaitu identitas, riwayat penyakit, dan
riwayat perjalanan penyakit. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-
anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (allo-anamnesis) bila keadaan
pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai. Penanganan dari pasien ini harus dimulai
dengan riwayat secara menyeluruh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
melakukan diagnosis.
2
Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku, agma, status perkawinan,
pekerjaan, dan alamat rumah. Data ini sangat penting karena data tersebut sering berkaitan
dengan masalah klinik maupun gangguan sistem organ tertentu.
Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan terpenting yang membawa pasien minta pertolongan
dokter atau petugas kesehatan lainnya. Keluhan utama biasanya dituliskan secara singkat
beserta lamanya. Sering menjadi alasan untuk meminta pertolongan kesehatan, diikuti oleh
mereka mengalami kesulitan untuk bernapas, retraksi dan sianosis.
Riwayat Penyakit Sekarang
Adakah sesak nafas, mual, muntah, takipneu, dispneu dan suara mengi saat bernapas?
biasanya berupa pernafasan yang cepat dan dangkal. Batuk kering dan demam yang terjadi
lebih dari beberapa jam sampai seharian. Kulit terlihat pucat atau biru.
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit? Apakah ada riwayat trauma ? Apakah
ada riwayat perdarahan? Sepsis atau syok? Pneumonia? Aspirasi lambung? Apakah pernah
mengalami hal yang sama? Apakah penyakit kronis pada organ-organ (saluran cerna,
kardiovaskuler, organ pernafasan dan ginjal).
Obat-obatan
Obat apa yang sedang dikonsumsi pasien? apakah baru-baru ini ada perubahan
penggunaan obat? adakah respons terhadap terapi terdahulu ?
Alergi
Adakah alergi obat atau antigen lingkungan ?
3
Riwayat Keluarga dan Sosial
Adakah riwayat penyakit dalam keluarga? Apa pekerjaan pasien? Bagaimana
lingkungan tempat tinggalnya? Apakah rutin dalam olahraga? Menanyakan aktivitas,
makanan sehari-hari dan ekonomi.
Pemeriksaan Fisik
Perhatikan dengan cermat keadaan-keadaan baik yang langsung terlihat, maupun saat
pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu. Hal-hal yang harus diperhatikan: 1,2
1. Kesadaran umum pasien: Apakah pasien tampak sakit ringan atau berat? Compos
mentis, semua normal?
2. Periksa tanda-tanda vital pasien, seperti frekuensi nadi, frekuensi nafas, suhu,tekanan
darah.
Pada kasus ARDS penting dilakukan 4 tahap pemeriksaan fisik yaitu :
1. Inspeksi
Dimana pada kondisi ini lihat dengan teliti dan menyeluruh, adakah kelainan yang
Nampak jelas (misalnya benjolan,ketidaksadaran) , adakah daerah yang pucat, bisa
juga dilihat dengan maneuver tertentu seperti batuk,bernafas atau pergerakan.
- Jalan nafas
Apakah jalan nafas tidak terhalang?Tampak nafas melemah?
Apakah pasien bernafas dengan muidah dan berbicara dengan nyaman?
- Warna Kulit
2. Palpasi
- Apakah ada nyeri tekan
Dimulai dengan ringan dan lembut,kemudian tekan lebih kuat.
- Adakah gangguan sirkulasi seperti akral dingin dan lainnya?
- Denyut nadi (takikardi,bradikardi)?
3. Perkusi
Dengar dan rasakan adanya perbedaan, dibandingkan pada kedua sisi.
4. Auskultasi
Pola nafas
Adakah murmur,gallop,ronkhi ?
4
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisa Gas Darah : hipoksemia, hipokapnia (sekunder karena
hiperventilasi ),hiperkapnia ( pada emfisema atau keadaan lanjut ).
Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ), hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena
hiperventilasi, hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi,
alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini, asidosis respiratori /
metabolik terjadi pada tahap lanjut.
Leukositosis (pada sepsis), anemia, trombositopenia (refleksi inflamasi)
sistemik dan keruskan endotel, peningkatan kadar amylase (pada pancreatitis)
2. Pemeriksaan Rontgent Dada :
Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
Gambar 1. Chest radiograph dengan bilateral infiltrate.3
3. Tes fungsi Paru :
Penurunan complain paru dan volume
Pirau kanan kiri meningkat
Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan fisik dan penunjang adalah; pasien tampak
sakit berat dengan tekanan darah 120/80 mmHg, pernafasan 33x/ menit, suhu 38,30C disertai
dengan adanya retraksi dada yang positif, ronkhi basah kasar diseluruh lapang paru.
Gambaran radiologi pada foto thorax terdapat infiltrat bilateral dan hasil pemeriksaan analisa
5
gas darah: PH 7,35, PC02 30 mmol/L, PO2 30 mmol/L dan HCO3 18 mmol/L. Pasien sudah
ditindak dengan oksigen 10 Liter via rebreathing mask.
Diagnosa Banding
Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi pada salah satu atau kedua paru-paru ,lebih tepatnya
peradangan itu terjadi pada kantung udara (alveolus).Kantung udara akan terisi cairan atau
nanah sehingga menyebabkan sesak nafas,batuk berdahak,demam,menggigil,dan kesulitan
bernafas.Infeksi tersebut bisa disebabkan oleh bakteri,virus , atau pun jamur.4
Penyakit pneumonia ini bisa digolongkan berdasarkan usia,berat atau ringannya dari
suatu penyakit dan juga apa yang menyebabkan penyakit ini menjadi sulit atau komplikasi
yang terjadi.
Gejala penyakit infeksi saluran nafas pneumonia ringan seringkali mirip dengan flu
atau common cold (sakit demam,batuk,pilek),namun tak kunjung sembuh atau bertahan lama.
Ciri-ciri dan gejala pneumonia antara lain:
1. Demam , berkeringat,menggigil
2. Suhu tubuh lebih rendah dari normal pada usia >65 tahun dan pada orang dengan
system kekebalan tubuh yang lemah.
3. Batuk berdahak tebal dan kentel
4. Nyeri dada saat bernafas dalam atau ketika batuk
5. Sesak nafas (nafas cepat)
6. Kelelahan dan nyeri otot
7. Mual, muntah, atau diare
8. Sakit kepala
Pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya >10.000/ul
kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke
kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25%
penderita yang tidak diobati. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
6
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segment paru secara
anatomis.
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil. Tidak
tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign (terperangkapnya udara pada
bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus
Diagnosis Kerja
Acute Respiratory Distress Syndrome
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pertama kali dikemukakan pada tahun
1967, merupakan sindrom yang mematikan dari penyakit paru akut. Dulunya disebut dengan
adult respiratory distress syndrome, tetapi sekarang disebut dengan Acute respiratory distress
syndrome karena dapat menyerang anak-anak juga.5 Acute respiratory distress syndrome
merupakan sindrom dengan sesak napas yang berat dan onsetnya cepat,hipoksemia dan
infiltrat paru-paru difus yang mengarah ke gagal pernapasan. ARDS ini juga merupakan
bentuk dari noncardiogenic pulmonary edema. Trauma pada paru-paru dapat terjadi secara
langsungyaitu dengan menghirup zat beracun atau secara tidak langsung, yang terjadi karena
sepsis. Acute Lung Injury(ALI) sedikit berbahaya namun memiliki potensi untuk
berkembang menjadi ARDS. Arterial PO2( in mmHg)/FIO2(inspiratory O2 fraction)
<200mmHg merupakan karakteristik dari ARDS, dimana PaO2/FIO2 antara 200-300
mengidentifikasikan bahwa pasien tersebut menderita ALI.6
7
Etiologi
ARDS ini sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab yaitu severe sepsis syndrome,
bacterial pneumonia, trauma, transfusi berulang, aspirasi dari konten lambung, dan overdose
obat.Trauma kepala, hampir tenggelam, inhalasi zat beracun, dan luka bakar dapat
menyebabkan ARDS juga tetapi kasusnya sangat jarang. Tingkat kegawatan ARDS ini
berhubungan dengan semakin tua usia semakin gawat,kecanduan alkohol kronik, asidosis
metabolik, dan tingkat keparahan suatu penyakit kritis.ARDS berkembang sebagai akibat
kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun
tidak langsung. Penyebabnya bisa penyakit apapun,yang secara langsung ataupun
tidaklangsung melukai paru-paru:6
1. Trauma langsung pada paru
a. Pneumoni virus,bakteri
b. Contusio paru
c. Aspirasi cairan lambung
d. Inhalasi asap berlebih
e. Inhalasi toksin
f. Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama
2. Trauma tidak langsung
a. Sepsis
b. Shock, Luka bakar hebat, tenggelam
c. DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation)
d. Pankreatitis
e. Uremia
f. Overdosis obat seperti heroin, metadon, propoksifen atau aspirin
g. Idiophatic (tidak diketahui)
h. Bedah Cardiobaypass yang lama
i. Transfusi darah yang banyak
j. PIH (Pregnant Induced Hipertension)
k. Peningkatan TIK
l. Terapi radiasi
m. Trauma hebat, Cedera pada dada
8
Epidemiologi
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun
1967.Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan laju
mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat bervariasi.Tingkat mortilitasnya 50 %.Sepsis
sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary
baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.7
Manifestasi Klinis
Dasar definisi yang dipakai konsensus Komite Konferensi ARDS Amerika-Eropa
tahun 1994 terdiri dari :
1. Gagal napas (respiratory failure/distress) dengan onset akut;
2. Rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi
(PaO2/FIO2) < 200 mmHg – hipoksemia berat;
3. Radiografi dada : infiltrat alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru;
4. Tekanan baji kapiler pulmoner (pulmonary capillary wedge pressure)< 18 mmHg,
tanpa tanda tanda klinis (rontgen,dan lain-lain) adanya hipertensi atrial kiri / (tanpa
adanya tanda gagal jantung kiri).
Gejala ARDS biasanya muncul 24-48 jam setelah penyakit yang berat atau trauma.
Awalnya terjadi sesak napas, takipnea dan napas pendek, dan terlihat jelas penggunaan otot
pernapasan tambahan. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan ronkhi dan mengi. Pada
penderita yang tiba-tiba mengalami sesak napas pada 24 jam setelah sepsis atau trauma,
kecurigaan harus ditujukan kepada ARDS. Pemeriksaan analisis gas darah harus segera
dilakukan. Pada jam pertama, hasilnya menunjukkan alkalosis respiratorik dengan PaO2
menurun, sedangkan PaCO2 normal atau sedikit turun. Foto paru menunjukkan edema paru,
tetapi batas jantung tetap normal. Pemberian oksigen suplemen tidak meningkatkan PaO2.8
Patogenesis
Epitelium alveolar dan endothelium mikrovaskular mengalami kerusakan pada
ARDS. Kerusakan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas barier alveolar dan kapiler
sehingga cairan masuk ke dalam ruang alveolar.Derajat kerusakan epithelium alveolar yang
9
menentukan prognosis.Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel,yaitu sel pneumosit
tipe I dan tipe II.Permukaan alveolar 90% terdiri dari sel pneumosit tipe I berupa sel pipih
yang mudah rusak.Fungsi utama sel pneumosit tipe I adalah pertukaran gas yang berlangsung
secara difusi pasif.Sel pneumosit tipe II meliputi 10 % permukaan alveolar terdiri atas sel
kuboid yang mempunyai aktivitas metabolic intraseluler,transport ion,memproduksi surfaktan
dan lebih resisten terhadap kerusakan.8
Kerusakan epithelium yang berat menyebabkan kesulitan dalam perbaikan dan
menyebabkan fibrosis paru.Kerusakan pada fase akut yaitu terjadinya pengelupasan sel epitel
bronchial dan alveolar, diikuti dengan pembentukan membrane hialin yang kaya protein pada
membrane basal epitel yang gundul.Neutrofil memasuki endotel kapiler yang rusak dan
jaringan interstitial dipenuhi cairan yang kaya akan protein.Keberadaan mediator anti
inflamasi,interleukin-1 receptor antagonists,soluble tumor necrosis factor receptor,auto
antibody yang melawan IL-8 dan IL 10 menjaga keseimbangan alveolar.
Gambaran Patofisiologi ARDS
Cidera paru-paru Kerusakan
Sistemik
Kebocoran cairan Penurunan
Dalam ruang Defusi Jaringan
Intestisial
Alveolar Hipoksia
Seluler
Permeabilitas
Membran alveolar Pelepasan factor-faktor
Meningkat (enzim tisosom, vasoaktif, sistem
Komplemen, asam metaboli, kolagen, histamine)
Cairan bergerak
Kealveoli
kerusakan kembran alveolar kapiler pertukaran gas
Produksi Surfaktan Edema intestisial Kolaps alveolar pe Komplain
alveolar paru yang progresif Paru
10
Hipoksia arterial
Odema paru Pe pengembangan paru sianosis
Penurunan Fungsi Penurunan efektif paru
Paru
Hipoventilasi
Plasma & sel darah Peningkatan
Merah keluar dari frekuensi
Kapiler-kapiler yang rusak pernafasan
Perdarahan dispnea
Hipoksemia
Bagan 1. Gambaran pathogenesis ARDS5
Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanan ARDS ini, perlu diperhatikan keadaan atau penyebab yang
mendasari tercetusnya ARDS ini misalkan sepsis,dll. Prinsip penatalaksaannya adalah
meminimalkan prosedur dan komplikasi yang timbul, profilaksis terhadap venous
thromboembolism, gastrointestinal bleeding, aspirasi, dan infeksi kateter vena
11
Gangguan perfusi jaringan
Gangguan pertukaran gas
ARDS Gangguan pertukaran gas
MK : Pola nafas tidak efektif
MK : Kelemahan
sentral.Dibutuhkan juga kesadaran yang cepat terhadap infeksi nosokomial apabila terinfeksi
dan pemberian nutrisi yang adekuat juga perlu.9
Penatalaksanaan terhadap hipoksemia pada ARDS biasanya diperlukan intubasi
tracheal dan ventilasi mekanik dengan tekanan positif. Positive End –Expiratory
Pressure(PEEP) tingkat rendah dan pemberian oksigen supplemental diperlukan untuk
menjaga PaO2 di atas 55mmHg atau SaO2 di atas 88% sebaiknya dilakukan. Juga dibutuhkan
usaha untuk menurunkan FIO2 di bawah 60% sesegera mungkin untuk mencegah toksisitas
oksigen. PEEP dapat dinaikkan sesuai kebutuhan selama cardiac output dan oksigen delivery
tidak menurun dan tekanan pernapasan tidak meningkat secara berlebih. Sebuah studi
mengatakan sebuah protokol pemberian tidal volume pada pasien ARDS dengan 6 ml/kg dari
berat badan ideal dapat memberikan penurunan 10% mortalitas dibandingkan terapi tidal
volume standar yang menggunakan 12 ml/kg dari berat badan ideal. 9
Kateter arteri pulmonal sebaikanya tidak digunakan secara rutin untuk manajemen
ALI.Oxygen delivery dapat ditingkatkan pada pasien yang anemia dengan memperhatikan
bahwa konsentrasi hemoglobin minimal 7g/dL.Penggunaan kortikosteroid pada beberapa
studi menunjukkan adanya perbaikan pada 2 minggu pertama, namun penggunaan
kortikosteroid secara rutin tidak direkomendasikan.9
Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan kelelahan akibat pemasangan ventilator.
Inotropik agent (Dopamine) untuk meningkatkan curah jantung & tekanan darah.
Memberikan dukungan sirkulasi, memastikan volume cairan yang adekuat, memberikan
dukungan nutrisi. Dukungan nutrisi yang adekuat sangat penting dalam mengobati
ARDS.Pasien dengan ARDS membutuhkan 35-45 kkal/kg sehari untuk memenuhi kebutuhan
normal.Pemberian makan enteral adalah pertimbangan pertama,namun nutrisi parenteral total
dapat saja diperlukan.
Pencegahan
Pada pasien ARDS, posisi semifowler dilakukan untuk mengurangi kemungkinan
regurgitasi asam lambung.Pada pasien ARDS yang mendapatkan makanan melalui NGT
penting untuk berpuasa 8 jam sebelum operasi-yang akan mendapatkan anesthesia umum-
agar lambung kosong.Selain berpuasa selama 8 jam pemberian antasida dan simetidin
sebelum operasi pada pasien digunakan untuk mengurangi asam lambung sehingga
mengurangi kerusakan paru jika terjadi aspirasi.Setiap keadaan shock,harus diatasi
12
secepatnya dan harus selalu memakai filter untuk transfuse darah,menanggulangi sepsis
dengan antibiotic yang adekuat, dan jika perlu hiolangkan sumber infeksi dengan tindakan
operasi. Pengawasan yang ketat harus dilakukan pada pasien ARDS selama masa laten,jika
pasien mengalami sesak nafas,segera lakukan pemeriksaan analisa gas darah.5-7
Komplikasi
Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara ), defek difusi sedang,
hipoksemia selama latihan, toksisitas oksigen, dan sepsis .5-7
Prognosis
Mortalitas rate pada ARDS adalah 30-40%. Jika ARDS disertai dengan sepsis maka
mortality rate mencapai 90%. Penyebab kematian adalah karena penyakit itu sendiri dan
komplikasi sekunder yang ditimbulkan berupa kegagalan sistem berbagai organ atau sepsis.
Kesimpulan
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) mengakibatkan terjadinya
gangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat,
hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru.
ARDS menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang
mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-paru
menjadi kaku akibatnya adalah penurunan karakteristik dalam kapasitas residual fungsional,
hipoksia berat dan hipokapnia. Berdasarkan hasil anamnesis pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang pasien berusia 30 tahun mengalami Acute respiratory distress
syndrome.
13
Daftar Pustaka
1. Gleadle J. At a glace anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007.h.17-
21.
2. Welsby P.D. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009.h.41-3.
3. Eloise M, Harman MD ,Walia MD. Acute Respiratory Distress Syndrome. (Diunduh
dari: http://www.emedicine.com/med/topic70.htm, diakses 21 November 2014).
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi ke-
5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.511-2.
5. Heyman GH, Porth CM. Pathophysiology. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
and Wilkins; 2004.p.715-6.
6. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal
medicine. 18th ed. United State: McGraw-Hill Companies,Inc; 2012.p.2205-9.
7. Piantadosi CA , Schwartz DA. The acute respiratory distress syndrome. Ann Intern
Med; 2004.p.141;460-70.
8. Djojodibroto D. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC; 2009.h.236.
9. Mcphee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment. United State:
McGraw-Hill Companies,Inc; 2013.p.322-3,407-8.
14