Upload
ngoti2
View
21
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pengalaman belajar lapangan dengan pasien pengidap ADHD
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) merupakan kelainan
neurobehavioral yang paling sering terjadi pada anak-anak, yang juga merupakan suatu
keadaan kronis yang paling sering berpengaruh pada anak-anak usia sekolah, dan
merupakan gangguan mental yang sering ditemukan pada anak-anak.1
ADHD ditandai oleh 3 gejala utama yaitu inatensi, hiperaktivitas, dan
impulsivitas.1,2,3,4 Gejala yang satu bisa jadi menonjol dibandingkan gejala lainnya, atau
bisa juga terjadi kombinasi dari gejala-gejala tersebut.1-8
Dulu seringkali diagnosis ADHD diabaikan, hal ini terjadi karena informasi
mengenai ADHd sangatlah terbatas. Bahkan peranan neurologis pada terjadinya ADHD
masih diragukan. Dikatakan juga kriteria diagnosis ADHD terlalu luas, dan tidak ada tes
yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis ADHD. Namun saat ini, informasi mengenai
ADHD semakin berkembang, dan adanya peranan neurologis pada ADHD sudah dapat
dibuktikan.8
ADHD pertama kali didefinisikan oleh Dr. Heinrich Hoffman pada tahun 1845.
Beliau merupakan seorang physician yang menulis buku-buku pengobatan dan psikiatri.
Dr. Hoffman pernah menulis buku berjudul ” The Story of Fidgety Philip” yang
menceritakan mengenai seorang anak yang menderita Attention deficit hyperactivity
disorder. Tahun 1902, Sir George F. Still mempublikasikan serial ceramah di Inggris
yang mendeskripsikan mengenai sekelompok anak impulsif dengan masalah tingkah laku
yang bermakna. Menurut Sir George, hal tersebut disebabkan oleh disfungsi genetik.
Sejak saat itu, banyak paper scientific yangmembahas mengenai ADHD.6
Dampak ADHD tidak hanya dirasakan oleh anak tersebut, namun juga dirasakan
oleh keluarga. Dampak pada anak bisa berupa prestasi sekolah yang buruk, gangguan
sosialisasi, status pekerjaan yang rendah, dan risiko kecelakaan meningkat. Sedangkan
dampak pada keluarga adalah menimbulkan stres dan depresi pada keluarga,
keharmonisan keluarga terganggu dan perubahan status pekerjaan.1,6
Anak dengan ADHD mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Anak-anak ini memerlukan bantuan, bimbingan, dan pengertian baik dari orang tuanya,
pembimbing, dan sistem pendidikan umum. Prognosis dari ADHD ini umumnya baik,
terutama bila pasien cepat didiagnosis sehingga segera mendapatkan terapi.5,6
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sesuai dengan edisi keempat dari American Psychiatric Association’s Diagnostic and
Statistical Manual (DSM-IV), ADHD adalah suatu keadaan yang menetap dari inatensi
dan/atau hiperaktifitas-impulsivitas yang lebih sering frekuensinya dan lebih berat
dibandingkan dengan individu lain yang secara tipikal diamati pada tingkat
perkembangan yang sebanding.2
ADHD ditandai oleh kurangnya kemampuan memusatkan perhatian, termasuk
peningkatan distraktibilitas dan kesulitan untuk mempertahankan perhatian; kesulitan
mempertahankan kontrol impuls; overaktifitas motorik dan kegelisahan motorik.1
Gejala inatensi atau hiperaktifitas-impulsivitas yang menyebabkan terjadinya
gangguan harus ada sebelum umur 7 tahun, walaupun banyak individu yang didiagnosis
ketika gejalanya ditemukan setelah beberapa tahun. Gejala-gejala tersebut harus ada
minimal pada dua tempat (misalnya di rumah dan di sekolah atau di tempat kerja).
Gangguan tersebut harus jelas berhubungan dengan perkembangan fungsi sosial,
akademik, atau pekerjaan. Gangguan tidak terjadi bersamaan dengan gangguan
perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak digolongkan
sebagai gangguan mental lain (seperti gangguan mood, gangguan cemas, gangguan
disosiatif, atau gangguan kepribadian).2
DSM-IV menetapkan ada 3 tipe dari ADHD yaitu tipe yang dominan hiperaktif,
tipe dominan gangguan perhatian dan tipe kombinasi dari keduanya. Anak yang
mengalami gangguan ini sering mengalami masalah dalam pendidikannya, hubungan
interpersonal dengan anggota keluarga dan teman sebaya, dan rasa harga diri yang
rendah. ADHD juga sering bersamaan terjadinya dengan gangguan emosional, gangguan
tingkah laku, gangguan berbahasa, dan gangguan belajar.1,2
2
2.2 Epidemiologi
DSM IV memperkirakan prevalensi ADHD sebesar 3-5% di antara anak-anak usia
sekolah. Namun dari sampel anak-anak usia sekolah yang berasal dari komunitas,
diperkirakan bahwa prevalensi ADHD sebesar 4-12%.1
Di USA prevalensi ADHD pada anak sebesar 3-7%, sedangkan angka prevalensi
pada anak-anak di negara lain, seperti Jerman, New Zealand dan Kanada dilaporkan rata-
rata 5 – 10%. Prevalensi menurut Health Maintenance Organization berkisar antara 7-9
%.3,5
Penderita ADHD lebih sering dijumpai pada anak laki-laki, rasio perkiraan anak
laki-laki dan anak perempuan adalah 3 : 1 dan 4 : 1 pada populasi klinis. 3,5 Tipe inatensi
lebih banyak ditemukan pada wanita.1 Data pada komunitas lain menunjukkan rasio 2 : 1.
Seiring perkembangan jaman rasio laki-laki berbanding perempuan mengalami penurunan
akibat meningkatnya deteksi dini pada kasus ADHD.
Berdasarkan data ini disetiap kelas di USA akan dijumpai satu atau dua siswa
yang menderita ADHD3 , ini talah dibuktikan pada dalam suatu survei 2004.
Faktor lingkungan seperti stress psikososial, masalah orang tua, dan masalah
dalam pendidikan mungkin berperan pada terjadinya ADHD namun bukan merupakan
faktor penyebab. Penelitian secara epidemiologis menunjukkan bahwa ADHD sering
tidak terdiagnosis sehingga banyak anak-anak yang mengalami gangguan ini tidak
mendapatkan pengobatan.1
2.3 Etiologi
ADHD merupakan kondisi heterogen dimana tidak hanya satu penyebab yang
diidentifikasi. Diperkirakan adanya peranan faktor genetik dan lingkungan mempunyai
pengaruh penting terhadap perkembangan fetus dan postnatal yang kemudian
berpengaruh pada terjadinya ADHD pada anak-anak usia dini.1 Adapun faktor-faktor
yang meningkatkan resiko terjadinya ADHD dihubungkan dengan genetik,
perkembangan, keracunan, post infeksi, dan post trauma.4
1. Faktor genetik
3
Penelitian pada keluarga dan anak kembar memperkirakan adanya peningkatan resiko
ADHD melalui transmisi vertikal langsung dan adanya beberapa gangguan genetik
spesifik seperti sindrom Tourette’s, sindrom fragile-X, dan sindrom Turner sangat
beresiko menderita ADHD.4
Lebih sering didapatkan pada keluarga yang menderita ADHD. Keluarga
keturunan pertama dari anak ADHD didapatkan lima kali lebih banyak menderita
ADHD daripada keluarga anak normal. Angka kejadian orangtua kandung lebih
banyak daripada orangtua angkat anak ADHD. Angka kejadian saudara kembar satu
telur anak ADHD (50-98%) lebih tinggi daripada saudara kembar dua telur anak
ADHD (3%).6,7
Penelitian molekular genetik dan genetic engenering mengindentifikasi
beberapa gen yang terlihat berhubungan dengan ADHD karena efeknya terhadap
reseptor dopamin transport, dopamin reseptor dan dopamin beta - hydroksilase.
Penelitian dari NIMH (National Institute of Mental Health) menunjukkan bahwa
varian gen COMT (Catheco-O-methyltransferase) yang berbeda dihubungkan dengan
level aktivitas dopamin prefrontal yang berbeda. COMT merupakan enzym yang
berperan dalam metabolisme dopamin.5
2. Faktor lingkungan
Kehamilan dan permasalahan sosial, disfungsi keluarga dan kelas sosial bawah dapat
dihubungkan dengan diagnosis ADHD. Walaupun demikian, pada banyak penderita
ADHD tidak berhubungan dengan hal tersebut diatas.5
Adanya paparan saat kehamilan terhadap substansi toksik (alkohol, rokok, kokain,
heroin), zat aditif atau pewarna dalam makanan, dan faktor alergi makanan berperan
terhadap terjadinya ADHD.4,6,7 Adanya timbal dengan dosis tinggi pada tubuh anak-
anak prasekolah juga berperan terhadap terjadinya ADHD. Namun sejak dilarangnya
penggunaan timah pada cat, prevalensi eksposure pada level toksik sudah jarang
terjadi.
Anak-anak yang tinggal di bangunan tua yang dulunya menggunakan cat dengan
kadar timah yang tinggi masih beresiko menderita ADHD.1,6
3. Faktor neurobiologis
4
Beberapa anak dengan kelainan dan kerusakan otak memperlihatkan tanda-tanda
ADHD, namun hanya sedikit anak dengan ADHD yang mempunyai riwayat
kerusakan otak karena trauma.
Ini dapat terjadi misalnya karena infeksi, trauma kelahiran atau komplikasi
kehamilan karena ibu banyak merokok dan mengkonsumsi alkohol saat hamil.1,6
ADHD dihubungkan dengan adanya kelainan pada lobus frontal, mekanisme
inhibisi dari korteks, dan sistem aktivasi retikular.8
Penelitian oleh National Institute of Mental Health (NIMH) pada tahun 2002
dengan functional Magnetic Resonance Imaging (fMRI), Positron Emission
Tomography (PET), dan Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
mendapatkan bahwa otak pada anak penderita ADHD lebih kecil 3 – 4% daripada
anak normal, bagian otak yang mengecil ialah bagian lobus frontal, temporal, nukleus
kaudatus dan serebelum. Komunikasi dalam otak pada area tersebut menggunakan
neurotransmitter dopamin dan noradrenalin. Pada anak ADHD terjadi hipofungsi
dopamine dan noradrenalin. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kebanyakan
obat-obatan yang terbukti memiliki khasiat pada ADHD adalah berfungsi untuk
meningkatkan pelepasan dopamin dan menghambat pengambilan kembali
neurotransmiter. 5,6
2.4 Patofisiologi
Penyebab pasti dari ADHD belum diketahui. Namun dikatakan bahwa area kortek frontal,
seperti frontrosubcortical pathways dan bagian frontal kortek itu sendiri, merupakan area
utama yang secara teori bertanggung jawab terhadap patofisiologi ADHD.5 Mekanisme
inhibitor di kortek, sistem limbik, serta sistem aktivasi retikular juga dipengaruhi. ADHD
dapat mempengaruhi satu, dua, tiga, atau seluruh area ini sehingga muncul tipe dan profil
yang berbeda dari ADHD.4
Sepertimana yang diketahui bahwa lobus frontal berfungsi untuk mengatur agar
pusat perhatian pada perintah, konsentrasi yang terfokus, membuat keputusan yang baik,
membuat suatu rencana, belajar dan mengingat apa yang telah kita pelajari,serta dapat
menyesuaikan diri dengan situasi yang tepat. Mekanisme inhibisi di kortek befungsi
untuk mencegah agar kita tidak hiperaktif, berbicara sesuatu yang tidak terkontrol, serta
marah pada keadaan yang tidak tepat. Dapat dikatakan bahwa 70 % dari otak kita
berfungsi untuk menghambat 30 % yang lain.
5
Pada saat mekanisme inhibitor dari otak tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya maka hasilnya adalah apa yang disebut dengan ”dis-inhibitor disorder” seperti
perilaku impulsif, quick temper, membuat keputusan yang buruk, hiperaktif, dan lain-lain.
Sedangkan sistem limbik mengatur emosi dan kewaspadaan seseorang. Bila sistem
limbik teraktivasi secara berlebihan, maka seseorang memiliki mood yang labil,
temperamen yang meledak-ledak, menjadi mudah terkejut, selalu menyentuh apapun
yang ada di sekitarnya, memiliki kewaspadaan berlebihan. Sistem limbik yang normal
mengatur perubahan emosional yang normal, level energi normal, rutinitas tidur normal,
dan level stress yang normal. Disfungsi dari sistem limbik mengakibatkan terjadinya
masalah pada hal tersebut.5,6,8
Beberapa data mendukung hal ini yaitu pemeriksaan MRI pada kortek prefrontal
mesial kanan penderita ADHD menunjukkan penurunan aktivasi. Selama pemeriksaan
juga terlihat hambatan respon motorik yang berasal dari isyarat sensorik. MRI pada
penderita ADHD juga menunjukkan aktivitas yang melemah pada korteks prefrontal
inferior kanan dan kaudatum kiri. Neurotransmiter utama yang teridentifikasi lewat fungsi
lobus frontal adalah katekolamin. Neurotranmisi dopaminergik dan noradrenergik terlihat
sebagai fokus utama aktifitas pengobatan yang digunakan untuk penanganan ADHD.
Dopamin merupakan zat yang bertanggung jawab pada tingkah laku dan hubungan sosial,
serta mengontrol aktivitas fisik. Norepinefrin berkaitan dengan konsentrasi, memusatkan
perhatian, dan perasaan. Dukungan terhadap peranan norepinefrin dalam menimbulkan
ADHD juga ditunjukkan dari hasil penelitian yang menyatakan adanya peningkatan kadar
norepinefrin dengan penggunaan stimulan dan obat lain seperti desipramine efektif dalam
memperbaiki gejala dari ADHD. Pengurangan gejala juga terlihat setelah penggunaan
monoamine oxidase inhibitor, yang mengurangi pemecahan terhadap norepinefrin
sehingga kadar norepinefrin tetap tinggi dan menyebabkan gejala ADHD berkurang.4,5
Fungsi neurologis utama yang dipengaruhi oleh ketidakseimbangan
neurotransmiter pada ADHD adalah pada fungsi eksekutif (pelaksana).
Enam peranan utama dari fungsi eksekutif yang berubah pada ADHD adalah
(1) Pergantian dari satu pola pikir atau strategi ke pola pikir atau strategi yang
6
lain (fleksibilitas);
(2) Organisasi (contohnya mengantisipasi masalah dan kebutuhan);
(3) Merencanakan (contoh,menetapkan tujuan);
(4) Memori kerja (menerima,menyimpan, dan mengolah informasi tersebut
melalui memori singkat);
(5) Memisahkan afek dari kognisi (membedakan emosi yang satu dengan alasan
yang tertentu);
(6) Mengendalikan dan mengatur verbal dan aksi motorik.5
2.5 Gejala Klinis
Karakteristik prinsip dari ADHD adalah inatensi, hiperaktifitas, dan impulsivitas yang
mana ini terlihat pada kehidupan awal anak-anak. Biasanya gejala hiperaktifitas dan
impulsivitas mendahului inatensi. Gejala yang berbeda dapat muncul pada tempat yang
berbeda dan tergantung pada situasi. Anak-anak bisa jadi tidak dapat duduk dengan
tenang di kelasnya atau suka mengacau di sekolah, sedangkan tipe inatensi sering terlihat
melamun.
Anak yang impulsif suka bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu, sehingga sering
dianggap memiliki masalah dengan kedisiplinan. Sedangkan anak-anak yang pasif atau
lebih banyak diam dapat terlihat tidak memiliki motivasi.
Semua anak ADHD terkadang terlihat gelisah, terkadang bertindak tanpa berpikir,
terkadang dapat terlihat melamun. Saat hiperaktifitas anak, distraktibilitas, konsentrasi
yang kurang, atau impulsivitas mulai berpengaruh pada penampilan anak di sekolah,
hubungan sosial dengan anak lain, atau perilaku anak di rumah maka terjadinya ADHD
dapat diperkirakan.
Oleh karena gejalanya bervariasi pada tempat yang berbeda, maka ADHD sulit
didiagnosis terutama bila inatensi menjadi gejala utamanya.6
Anak yang hiperaktif biasanya akan terus bergerak. Mereka suka menghancurkan
segala sesuatu di sekitarnya, menyentuh atau bermain dengan apa saja yang dilihatnya,
atau bicara tanpa henti. Anak tersebut menjadi sangat sulit untuk duduk diam saat makan
ataupun di sekolah. Mereka suka menggeliat dan gelisah di tempat duduknya atau suka
mengelilingi kamar. Mereka juga suka menggoyang-goyangkan kakinya, menyentuh
segala sesuatu, atau membuat keributan dengan mengetuk-ketukan pensilnya. Sedangkan
remaja atau orang dewasa yang hiperaktif lebih sering merasakan kegelisahan dalam
7
dirinya. Mereka sering memilih untuk tetap sibuk dan melalukan banyak hal dalam waktu
yang bersamaan.6
Anak yang impulsif terlihat tidak mampu berpikir sebelum bertindak, sering
mengatakan sesuatu yang tidak sesuai tanpa dipikirkan dahulu, memperlihatkan emosinya
tanpa mampu mengendalikannya. Impulsivitas ini membuat anak sulit menunggu sesuatu
yang mereka inginkan atau menunggu giliran untuk bermain. Mereka dapat merampas
mainan dari anak lainnya atau memukul anak lain saat mereka kalah. Pada remaja dan
dewasa, mereka lebih memilih mengerjakan sesuatu dengan segera walaupun gajinya
kecil dibandingkan melakukan sesuatu dengan gaji besar namun penghargaan yang
diterimanya tidak segera didapat.6
Anak dengan tipe inatensi susah memusatkan perhatiannya pada satu hal,
perhatiannya mudah beralih pada suara-suara yang didengarnya atau apa saja yang
dilihatnya, dan mudah bosan dengan tugasnya setelah beberapa menit. Bila mereka
melakukan sesuatu yang sangat disukainya, mereka tidak kesulitan dalam memusatkan
perhatian. Tetapi pemusatan perhatian yang disengaja, perhatian untuk mengatur dan
melengkapi tugas atau belajar sesuatu yang baru sangatlah sulit. Anak-anak tersebut
sering lupa mengerjakan pekerjaan rumahnya atau meninggalkan tugasnya di sekolah.
Mereka juga sering lupa membawa buku atau salah membawa buku. Bila pekerjaan
rumahnya sudah selesai, biasanya banyak sekali kesalahan dan bekas hapusan. Adanya
pekerjaan rumah sering disertai frustasi baik pada anak maupun pada orang tua anak
tersebut. Anak tipe ini juga jarang sekali dapat mengikuti perintah, sering kehilangan
barang seperti mainan, pensil, buku, dan alat-alat untuk mengerjakan tugas; mudah
beralih dari aktivitas yang belum diselesaikannya ke aktivitas lainnya.6
Anak dengan tipe dominan inatensi sering terlihat melamun, mudah bingung,
bergerak lambat, dan letargis. Mereka sulit memproses suatu informasi secara cepat dan
akurat dibandingkan anak-anak lain. Saat gurunya memberikan perintah langsung
maupun tertulis, anak-anak tipe ini membutuhkan waktu yang lama untuk mengerti apa
yang harus mereka lakukan dan mereka seringkali membuat kesalahan. Walaupun anak
terlihat dapat duduk diam, tidak mengacau, dan bahkan terlihat serius bekerja namun
sesungguhnya anak-anak ini tidak mengerti sepenuhnya apa tugasnya. Anak tipe ini tidak
memiliki masalah sosial.6
Diagnosis ADHD didasarkan pada riwayat klinis yang didapat dari wawancara
dengan pasien dan orang tua serta informasi dari guru. Wawancara dengan orang tua
8
tentang gejala yang tampak, usia timbulnya gejala, riwayat perkembangan anak (sejak
dalam kandungan), riwayat medis: fungsi penglihatan dan pendengaran, riwayat
pengobatan, riwayat alergi, adanya penyakit kronis, yang mungkin berpengaruh pada
perkembangan anak, riwayat di sekolah, hubungannya dengan teman, masalah dalam
keluarga misalnya perselisihan dalam keluarga, perceraian, anak kurang kasih sayang
yang mungkin berperan dalam menimbulkan ADHD.5
2.6 Diagnosis
Berdasarkan gejala yang menonjol, ADHD dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu:1,2,5,6,7,8
1. Tipe yang dominant gangguan pemusatan perhatian
2. Tipe yng dominant hiperaktivitas dan impulsivitas
3. Tipe campuran (gejalanya campuran dari gangguan pemusatan perhatian,
hiperaktivitas, dan impulsivitas)
Diagnosis ADHD tipe gangguan pemusatan perhatian (menurut DSM IV)
ditegakkan bila minimal ada 6 gejala gangguan pemusatan perhatian untuk waktu
minimal 6 bulan dan didapat kurang dari 6 gejala hiperaktivitas serta dimulai sebelum
usia 7 tahun. Gejala-gejala ini tetap ada pada saat anak di sekolah atau di rumah bersifat
maladaptif, dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak. 1,2,5,6,7,8
Diagnosis ADHD tipe hiperaktivitas dan impulsivitas (menurut DSM IV)
ditegakkan bila minimal ada 6 gejala hiperaktivitas dan impulsivitas untuk waktu minimal
6 bulan dan didapat kurang dari 6 gejala gangguan pemusatan perhatian dan dimulai
sebelum usia 7 tahun. Gejala-gejala ini tetap ada pada saat anak di sekolah atau di rumah
bersifat maladaptif, dan tak sesuai dengan tahap perkembangan anak. 1,2,5,6,7,8
Diagnosis ADHD tipe campuran (menurut DSM IV) ditegakkan bila didapatkan 6
atau lebih gejala gangguan pemusatan perhatian dan 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-
impulsivitas yang tetap ada selama paling sedikit 6 bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun
serta gejala-gejala ini tetap ada saat di sekolah dan di rumah. 1,2,5,6,7,8
Untuk menegakkan diagnosis dapat digunakan kriteria diagnosis menurut DSM IV,
seperti yang tertera di bawah ini.
9
Tabel 1. Diagnosis Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas
Kriteria Diagnosis DSM IV
A. Salah satu dari (1) atau (2)
(1) Enam (atau lebih) dari gejala-gejala tidak dapat memusatkan perhatian yang menetap
Paling sedikit 6 bulan sampai pada derajat terjadinya maladaptif tidak sesuai dengan
tingkat perkembangan
Tidak dapat memusatkan perhatian
a) Sering gagal memusatkan perhatian pada hal-hal kecil atau membuat kesalahan
yang tidak hati-hati pada pekerjaan sekolah, pekerjaan atau aktivitas lain.
b) Sering sukar mempertahankan perhatian pada tugas atau aktivitas bermain.
c) Sering tampak seperti tidak mendengarkan bila diajak berbicara langsung.
d) Sering tidak mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah,
tugas, atau kewajiban di tempat kerja ( tidak karena perilaku menentang atau
kegagalan untuk memahami petunjuk)
e) Sering mengalami kesukaran dalam mengatur tugas dan aktivitas.
f) Sering menghindar, tidak suka atau enggan terikat pada tugas yang membutuhkan
dukungan mental yang terus menerus (pekerjaan rumah atau pekerjaan sekolah)
g) Sering menghilangkan benda-benda yang dibutukan dalam tugas atau aktivitas
( misal: pensil, buku, atau alat-alat lain)
h) Sering mudah terganggu oleh rangsangan dari luar.
i) Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari.
(2) Enam atau lebih gejala hiperaktivitas - impulsivitas yang menetap selama 6 bulan
Sampai derajat terjadinya maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan
Hiperaktivitas
a) Sering tampak gelisah dengan tangan atau kaki atau menggeliat-geliat di tempat
duduk.
b) Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau tempat lain dimana
situasinya sedang diharapkan untuk tetap duduk.
c) Sering berlari dan memanjat dalam situasi dimana hal tersebut tidak sesuai. ( pada
remaja atau orang dewasa, terdapat perasan subyektif berupa kegelisahan)
d) Sering mengalami kesulitan bila bermain atau bersenang-senang di waktu
10
senggang dengan diam
e) Selalu “bergerak terus” atau berlaku bagaikan di dorong oleh “mesin”
f) Sering berbicara berlebihan.
Impulsivitas
g) Sering menjawab lebih dahulu sebelum pertanyaan selesai diajukan
h) Sering sulit menunggu giliran.
i) Sering menyela dan memaksakan kehendaknya pada orang lain (misalnya
memotong pembicaraan atau permainan)
B. Beberapa gejala hiperaktivitas - impulsivitas atau sukar memusatkan perhatian yang
11
menimbulkan hambatan telah muncul sebelum usia 7 tahun.
C. Beberapa gejala diatas dapat muncul dalam dua atau lebih keadaan misalnya disekolah
di tempat kerja atau dirumah.
D. Harus jelas ada gangguan secara klinis dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
E. Gejala - gejala ini tidak terjadi semata-mata dalam perjalanan gangguan pervasif,
skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak lebih baik bila bersama-sama
dengan gangguan mental yang lain ( misalnya gangguan afektif, gangguan cemas,
gangguan disosiatif, atau suatu gngguan kepribadian)
Kode berdasarkan tipe :
Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas, tipe kombinasi :
Kedua kriteria A1 dan A2 ditemukan dalam 6 bulan terakhir.
Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas, dengan kesukaran memusatkan
perhatian sebagai gejala dominan :
Kriteria A1 ditemukan tetapi kriteria A2 tidak ditemukan selama periode 6 bulan
Terakhir
Gangguan Pemusatan Perhatian / Hiperaktivitas , dengan Hiperaktivitas-
impulsivitas sebagai gejala yang dominan :
Kriteria A2 ditemukan tetapi kriteria A1 tidak ditemukan dalam periode 6 bulan
Terakhir
Sumber: DSM IV
Dalam penelitian klinis, skala pengukuran tingkah laku anak ADHD digunakan
untuk menilai efek pengobatan dan keadaan klinis anak ADHD. Skala pengukuran
tersebut dipakai untuk mengukur perubahan tingkah laku anak ADHD sebelum dan
sesudah pengobatan. Skala pengukuran yang banyak digunakan dalam menilai hasil
pengobatan atau penanganan anak ADHD adalah:
A. Conners Parent Rating Scales atau Conners abbreviated rating scale untuk orang tua
dan guru, terdiri dari 10 pernyataan
Tabel 2. Angket Skala Rating Guru versi Indonesia
12
Tidak sama
sekali
Sekali-
sekali
Cukup
sering
Hampir
selalu
1. Tidak kenal lelah atau aktivitas
yang berlebihan.
2. Mudah menjadi gembira,
impulsif.
3. Mengganggu anak-anak lain.
4. Gagal menyelesaikan kegiatan
yang telah dimulai,silang
perhatiannya pendek
5. Menggerak - gerakkan anggota
tubuh/kepala terus-menerus
6. Perhatiannya mudah beralih
7. Permintaannya harus segera
dipenuhi, mudah terjadi frustasi
8. Sering dan mudah menangis
9. Suasana hatinya berubah dengan
cepat dan drastis
10. Ledakan kekesalan, tingkah laku
ekplosif dan tak terduga.
Kemudian angka-angka tersebut dijumlahkan. Apabila jumlahnya ≥ 15 dianggap anak
bersangkutan menderita hiperkinetik/ADHD. Skor ≥ 12 dicurigai gangguan hiperkinetik
dapat dikonsultasikan ke seorang ahli (Psikiater anak).
Terlampir juga Form Deteksi Dini Gangguan Konsentrasi dan Hiperaktivitas-(Lampiran
1).
B. IWOA Conners Subscales (Inattention and overactivity with aggression)
Mengukur dimensi perilaku yang berhubungan dengan ADHD. Terdiri dari 2 skala:
1. Inattention/overactivity subscale
13
terdiri dari 5 item yakni tidak bisa duduk diam, menggumam atau membuat suara
aneh lainnya, mudah terangsang dan bertindak tanpa berpikir (impulsif), tidak dapat
memusatkan perhatian, perhatiannya mudah teralih, gagal menyelesaikan kegiatan
yang telah dimulainya, rentang waktu perhatiannya pendek.
2. Oppositional/Defiant subscale
Terdiri dari 5 item yakni suka bertengkar, berlagak pintar, ledakan kekesalan, tingkah
laku eksflosif dan tidak terduga. Bersikap menantang/menentang. Tidak mau
bekerjasama.
Setiap item dinilai seperti di atas (0-3), bila penilaian > 15, dapat didiagnosis ADHD.
2.7 Pemeriksaan
a. Anamnesis 5
1. Riwayat penyakit sekarang
sesuai dengan kriteria ADHD berdasarkan DSM IV.
2. Riwayat penyakit dahulu
Temukan adanya riwayat pemakaian obat-obatan yang memiliki interaksi negatif
dengan ADHD atau pengobatannya seperti: antikonvulsan, antihipertensi, obat yang
mengandung kafein, pseudoefedrin, monoamin oxidase inhibitors (MAOIs).
Temukan pula adanya penyakit yang memiliki interaksi negatif dengan ADHD atau
pengobatannya seperti: penyakit arterial (mayor), glaukoma sudut sempit, trauma
kepala, penyakit jantung, palpitasi, penyakit hati, hipertensi, kehamilan, dan penyakit
ginjal.
Temukan pula adanya kelainan psikiatrik karena 30-50% penderita ADHD disertai
dengan kelainan psikiatrik. Adapun kelainan psikiatrik yang dimaksud antara lain:
gangguan cemas, gangguan bipolar, gangguan perilaku, depresi, gangguan disosiasi,
gangguan makan, gangguan cemas menyeluruh, gangguan mood, gangguan obsesif-
kompulsif, gangguan panik atau tanpa agorafobia, gangguan perkembangan perfasif,
Posttraumatic stress disorder (PTSD), psikotik, fobia sosial, gangguan tidur,
penyalahgunaan zat, sindrom Tourette’s atau gangguan Tic, dan komorbiditas somatik
(tidak ada komorbiditas somatik yang berhubungan dengan ADHD).
3. Riwayat keluarga
14
Temukan adanya anggota keluarga lain yang menderita ADHD atau mengalami gejala
seperti yang tercantum dalam criteria DSM IV.
4. Riwayat sosial
Meliputi: interaksi antar anggota keluarga, masalah dengan hukum, keadaan di
sekolah, dan disfungsi keluarga.
b. Pemeriksaan fisik :
Perlu observasi yang baik terhadap perilaku penderita ADHD karena pada penderita
ADHD menunjukkan gejala yang sedikit pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik
yang dilakukan meliputi : tanda vital, tinggi badan, berat badan, tekanan darah dan
nadi. Pemeriksaan fisik umum termasuk penglihatan, pendengaran dan neurologis.
Tidak ada pemeriksaan fisik dan laboratorium yang spesifik untuk ADHD.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara seksama, mungkin dapat membantu dalam
menegakkan diagnosa, dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.5
c. Pemeriksaan psikologis (mental)
Terdiri dari pemeriksaan terhadap kesan umum berupa refleksi menghisap, kontrol
impuls, dan state of arousal. Pemeriksaan mental seperti: tes intelegensia, tes
visuomotorik, tes kemampuan bahasa, dan lain-lain.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Liver Function Test
Complete blood cell counts
e. Pemeriksaan Imaging
MRI
PET (Positron Emision Tomography)
2.8 PENATALAKSANAAN
Penanganan holistik anak ADHD yang terbaik adalah1,2,4 :
1. Farmakoterapi (Medikamentosa)
2. Terapi perilaku
15
3. Kombinasi pengobatan medikamentosa dengan terapi perilaku
4. Edukasi pasien dan keluarga mengenai anak ADHD.
Terapi Medikamentosa
Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS stimulant, meliputi
sediaan short dan sustained-release seperti methylphenidate, dextroamphetamine,
kombinasi dextroamphetamine dan amphetamine salt. Salah satu keuntungan sediaan
sustained-release untuk anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan bertahan efeknya
sepanjang hari sehingga anak-anak tidak perlu minum dosis kedua maupun ketiga saat
kegiatan di sekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah dipertahankannya obat ini pada
level tertentu dalam tubuh sepanjang hari sehingga fenomena rebound dan munculnya
iritabilitas dapat dihindari. FDA (The Food and Drug Administration) menyarankan
penggunaan dextroamphetamine pada anak-anak berusia 3 tahun atau lebih dan
methylphenidate pada anak-anak berusia 6 tahun atau lebih. Kedua obat inilah yang
paling sering dipakai untuk terapi ADHD.kaplan
Terapi second line meliputi antidepresan seperti bupropion, venlafaxine dan juga
terdiri dari Agonis reseptor α-Adrenergik seperti clonidine dan guanfacine. Obat
antidepresan sebaiknya diberikan bila pemberian obat psikostimulan tidak efektif hasilnya
untuk anak ADHD. 5, kaplan
Psikostimulan menstimuli area yang mengalami penurunan aktivasi hingga dapat
mencapai tingkat yang lebih tinggi. Ternyata efek methylphenidate sangat baik terhadap
anak ADHD dimana anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan adrenalin di sinaps,
sedangkan methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptake dopamin dan
noradrenalin kembali ke sel syaraf. Efek methylphenidate menstimulasi korteks serebral
dan struktur sub kortikal5.
Efek samping psikostimulan yang tersering adalah insomnia, berkurangnya nafsu
makan sampai berat badan menurun, kadang-kadang sakit kepala. Bila sebelum dan saat
pengobatan anak ADHD menunjukkan gejala sukar makan, maka perlu diberikan vitamin
untuk nafsu makan. Bila timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya pemberian malam
hari tak dilakukan, dilakukan membaca terlebih dahulu sebelum tidur (bedtime reading),
dapat diberikan obat tidur bila sangat diperlukan.5,6,kaplan
Tabel 3 Terapi Medikamentosa yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD
16
Nama Obat Durasi Dosis
Stimulan (first-line treatment)
Methylphenidate
-Short-acting (Ritalin,Methylin)
2-3 jam dua kali per hari
tab @ 10 mg
-Intermediate-acting (Ritalin SR, Methylin ER)
3-8 jam satu kali per hari
tab @ 20 mg
-Long-acting ( Concerta, Metadate CD, Ritalin LA)
8-12 jam satu kali per hari
tab @ 18 mg
Amphetamine
-Short-acting (Dexedrine, Dextrostat)
4-6 jam satu kali per hari
tab @ 5 mg
Antidepresan
Trisiklik (TCA)
- Imipramin, Desipramin 10-25 mg/ hari
Bupropion 3,1 – 7,1 mg/kg/hari
Tabel 3 Terapi Medikamentosa Stimulan yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD
Nama Obat Sediaan
(mg)
Durasi
(Jam)
Dosis yang
Direkomendasikan
Preparat Methylphenidate
Ritalin 5, 10, 15, 20 3-4 0,3-1 mg/kg 3 kali sehari;
sampai dengan 60 mg/hari
Ritalin-SR 20 8 sampai dengan 60 mg/hari
Concerta 18, 36, 54 12 sampai dengan 54 mg/q
Metadate ER 10, 20 8 sampai dengan 60 mg/hari
Metadate CD 20 12 sampai dengan 60 mg/q
Preparat Dexmethylphenidate
Focalin 2,5; 5; 10 3-4 sampai dengan 10 mg
Preparat Dextroamphetamine
Dexedrine 5, 10 3-4 0,15-0,5 mg/kg 2 kali
sehari; sampai dengan 40
17
mg/hari
Dexedrine Spansule 5, 10, 15 8 Sampai dengan 40
mg/hari
Preparat Dextroamphetamine
dan amphetamine salt
Adderall 5, 10, 20, 30 4-6 0,15-0,5 mg/kg 2 kali
sehari; sampai dengan 40
mg/hari
Adderall XR 10, 20, 30 12 Sampai dengan 40 mg/q
Sumber: Kaplan Psikiatri
Tabel 4 Terapi Medikamentosa Stimulan yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD
Nama Obat Sediaan
(mg)
Dosis Yang Direkomendasikan
Preparat Bupropion
Wellbutrin 75, 100 (3-6 mg/kg) 150-300 mg/hari; sampai
18
dengan 150 mg 2 kali per hari
Wellbutrin SR 100,150 (3-6 mg/kg) 150-300 mg/hari; sampai
dengan 150 mg q; >150 mg/hari
gunakan dosis 2 kali sehari
Venlafaxine
Effexor 25; 37,5; 50,75; 100 25-150 mg/hari; gunakan dosis 2 kali
per hari
Effexor SR 37,5; 75; 150 37,5-150 mg q
Agonis α-Adrenergik
Clonidine (Catapres) 0,1; 0,2; 0,3 3-10μg/kg/hari dibagi menjadi 3 kali
per hari; sampai dengan 0,1 mg tiga kali
perhari
Guanfacine (Tenex) 1, 2 0,5-1,5 mg/hari
Sumber: Kaplan Psikiatri
Terapi Perilaku
Berupa :
1.Intervensi pendidikan dan sekolah
Hal ini penting untuk membangun kemampuan belajar anak.
2.Psikoterapi : pelatihan ADHD, suport group, atau penggunaan keduanya pada orang
dewasa dapat membantu menormalisasi gangguan dan membantu penderita agar fokus
pada informasi umum. Konselor terapi perilaku ini dapat melibatkan psikolog, dokter
spesialis tumbuh kembang anak, pekerja sosial dan perawat yang berpengalaman.
Modifikasi prilaku dan terapi keluarga juga dilakukan untuk mendapatkan hasil yang
optimal.
Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi konflik orang tua dan anak serta mengurangi
ketidakpatuhan anak. Terapi perilaku ini terdiri dari beberapa langkah, yakni:3
a. Fase pemberian informasi (Information phase)
Memberikan informasi pada orang tua mengenai keadaan anak sebenarnya
termasuk kesukaran tingkah laku anak.
b. Fase penilaian (Assessment phase)
Menilai seberapa berat gangguan interaksi anak dengan saudara atau orang tua.
19
c. Fase pelatihan (Training phase)
Menawarkan pelatihan keterampilan sosial pada anak, orang tua, bila
memungkinkan gurunya.
d. Fase evaluasi (Review progress)
Menilai kemajuan/perbaikan tingkah laku anak ADHD.
Pendekatan pada anak untuk memperbaiki tingkah lakunya di rumah dan hubungan
interpersonal anak-orang tua dilakukan dengan cara :3
a) Mengidentifikasi situasi permasalahan yang spesifik dan peristiwa yang
menimbulkan tingkah laku yang tidak diinginkan misalnya sikap menentang bila
disuruh belajar, sikap tidak bisa diam, dan sebagainya.
b) Dilakukan monitor kemajuan anak dengan menggunakan skala penilaian yang
sudah baku.
c) Ditingkatkan hubungan/interaksi yang positif antara orang tua dan anak serta
dibatasi interaksi negatif antara orang tua dengan anak.
d) Berusaha untuk berkomunikasi secara efektif dan menetapkan peraturan.
e) Digunakan sistem hadiah (rewards) segera bila anak mencapai target tingkah laku
yang dikehendaki.
f) Digunakan “negative reinforcement” (time out) sebagai hukuman pada anak pada
masalah tingkah laku yang serius.
Pendekatan yang hampir sama dapat dilakukan oleh guru di sekolah pada anak ADHD
yang mengganggu teman-temannya di sekolah.
Terapi perilaku sebaiknya :2
a) Dilakukan pada anak ADHD yang gejalanya ringan (mild ADHD)
b) Anak ADHD dengan komorbiditas yang tidak berespon baik dengan pengobatan
stimulansia (anak depresi, atau gangguan tingkah laku, sikap menentang)
c) Pada keluarga yang tidak mau menggunakan obat untuk terapi anaknya.
d) Anak ADHD yang tidak berespon secara adekuat dengan obat-obatan.
e) Anak ADHD yang tidak tahan / toleran dengan obat-obatan (alergi, reaksi tambah
buruk)
Dalam terapi perilaku sebaiknya orangtua menunjukkan perilaku yang baik yang dapat
ditiru anak (menunda kemarahan/lebih sabar, memberikan disiplin yang konsisten dan
sesuai dengan usia anak). Mengajarkan pada anak bermain olahraga yang banyak
20
mempergunakan gerakan adalah lebih baik daripada permainan yang tenang (catur),
misalnya sepakbola dan tenis.
Terapi Medikamentosa
Penggunaan obat-obatan dalam terapi ADHD berperan sebagai CNS stimulant, meliputi
sediaan short dan sustained-release seperti methylphenidate, dextroamphetamine,
kombinasi dextroamphetamine dan amphetamine salt. Salah satu keuntungan sediaan
sustained-release untuk anak-anak adalah satu dosis di pagi hari akan bertahan efeknya
sepanjang hari sehingga anak-anak tidak perlu minum dosis kedua maupun ketiga saat
kegiatan di sekolah berlangsung. Keuntungan lain adalah dipertahankannya obat ini pada
level tertentu dalam tubuh sepanjang hari sehingga fenomena rebound dan munculnya
iritabilitas dapat dihindari.kaplan
Terapi second line meliputi antidepresan seperti bupropion, venlafaxine dan juga
terdiri dari Agonis reseptor α-Adrenergik seperti clonidine dan guanfacine. Obat
antidepresan sebaiknya diberikan bila pemberian obat psikostimulan tidak efektif hasilnya
untuk anak ADHD.5, kaplan FDA (The Food and Drug Administration) menyarankan
penggunaan dextroamphetamine pada anak-anak berusia 3 tahun atau lebih dan
methylphenidate pada anak-anak berusia 6 tahun atau lebih.Kedua obat inilah yang paling
sering dipakai untuk terapi ADHD.kaplan
Psikostimulan menstimuli area yang mengalami penurunan aktivasi hingga dapat
mencapai tingkat yang lebih tinggi. Ternyata efek methylphenidate sangat baik terhadap
anak ADHD dimana anak ADHD terjadi hipofungsi dopamin dan adrenalin di sinaps,
sedangkan methylphenidate bekerja untuk menghambat reuptake dopamin dan
noradrenalin kembali ke sel syaraf. Efek methylphenidate menstimulasi korteks serebral
dan struktur sub kortikal5.
Efek samping psikostimulan yang tersering adalah insomnia, berkurangnya nafsu
makan sampai berat badan menurun, kadang-kadang sakit kepala. Bila sebelum dan saat
pengobatan anak ADHD menunjukkan gejala sukar makan, maka perlu diberikan vitamin
untuk nafsu makan. Bila timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya pemberian malam
hari tak dilakukan, dilakukan membaca terlebih dahulu sebelum tidur (bedtime reading),
dapat diberikan obat tidur bila sangat diperlukan.5,6,kaplan
Tabel 3 Terapi Medikamentosa yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD
21
Nama Obat Durasi Dosis
Stimulan (first-line treatment)
Methylphenidate
-Short-acting (Ritalin,Methylin)
2-3 jam dua kali per hari
tab @ 10 mg
-Intermediate-acting (Ritalin SR, Methylin ER)
3-8 jam satu kali per hari
tab @ 20 mg
-Long-acting ( Concerta, Metadate CD, Ritalin LA)
8-12 jam satu kali per hari
tab @ 18 mg
Amphetamine
-Short-acting (Dexedrine, Dextrostat)
4-6 jam satu kali per hari
tab @ 5 mg
Antidepresan
Trisiklik (TCA)
- Imipramin, Desipramin 10-25 mg/ hari
Bupropion 3,1 – 7,1 mg/kg/hari
Tabel 3 Terapi Medikamentosa Stimulan yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD
Nama Obat Sediaan
(mg)
Durasi
(Jam)
Dosis yang
Direkomendasikan
Preparat Methylphenidate
Ritalin 5, 10, 15, 20 3-4 0,3-1 mg/kg 3 kali sehari;
sampai dengan 60 mg/hari
22
Ritalin-SR 20 8 sampai dengan 60 mg/hari
Concerta 18, 36, 54 12 sampai dengan 54 mg/q
Metadate ER 10, 20 8 sampai dengan 60 mg/hari
Metadate CD 20 12 sampai dengan 60 mg/q
Preparat Dexmethylphenidate
Focalin 2,5; 5; 10 3-4 sampai dengan 10 mg
Preparat Dextroamphetamine
Dexedrine 5, 10 3-4 0,15-0,5 mg/kg 2 kali
sehari; sampai dengan 40
mg/hari
Dexedrine Spansule 5, 10, 15 8 sampai dengan 40 mg/hari
Preparat Dextroamphetamine
dan amphetamine salt
Adderall 5, 10, 20, 30 4-6 0,15-0,5 mg/kg 2 kali
sehari; sampai dengan 40
mg/hari
Adderall XR 10, 20, 30 12 sampai dengan 40 mg/q
Sumber: Kaplan Psikiatri
Tabel 4 Terapi Medikamentosa Stimulan yang dipergunakan untuk Pengobatan ADHD
Nama Obat Sediaan
(mg)
Dosis Yang Direkomendasikan
Preparat Bupropion
Wellbutrin 75, 100 (3-6 mg/kg) 150-300 mg/hari; sampai
dengan 150 mg 2 kali per hari
23
Wellbutrin SR 100,150 (3-6 mg/kg) 150-300 mg/hari; sampai
dengan 150 mg q; >150 mg/hari
gunakan dosis 2 kali sehari
Venlafaxine
Effexor 25; 37,5; 50,75; 100 25-150 mg/hari; gunakan dosis 2 kali
per hari
Effexor SR 37,5; 75; 150 37,5-150 mg q
Agonis α-Adrenergik
Clonidine (Catapres) 0,1; 0,2; 0,3 3-10μg/kg/hari dibagi menjadi 3 kali
per hari; sampai dengan 0,1 mg tiga kali
perhari
Guanfacine (Tenex) 1, 2 0,5-1,5 mg/hari
Sumber: Kaplan Psikiatri
2.9 PROGNOSIS
Prognosis pasien ADHD umumnya baik bila:
1. Tidak ada faktor komorbid utama
2. Pasien dan yang merawatnya memperoleh cukup edukasi mengenai ADHD dan
manajemen penanganannya
3. Taat dalam melaksanakan terapi
4. Learning disabilities yang menyertai didiagnosa dan ditinjau ulang dan
ditangani.
5. Beberapa dan semua masalah emosional diinvestigasi dan ditangani dengan
baik oleh dokter umum atau pasien dirujuk ke pusat kesehatan jiwa yang
profesional.5
Sedikitnya 80% dari anak-anak yang menderita ADHD, gejalanya menetap
sampai remaja bahkan dewasa. Dengan peningkatan usia, maka gejala hiperaktif akan
berkurang tetapi gejala inatensi, impulsivitas, disorganisasi, dan kesulitan dalam
membangun hubungan dengan orang lain biasanya menetap dan semakin menonjol. Bila
gejala ADHD tidak segera diidentifikasi dan diterapi, maka individu yang menderita
24
ADHD dapat mengalami masalah-masalah seperti: prestasi sekolah yang buruk, gangguan
sosialisasi, status pekerjaan yang rendah, risiko gangguan pengunaan zat meningkat,
risiko kecelakaan meningkat, perilaku seksual dan kriminalitas yang juga meningkat.1
Disamping itu dampak pada psikologis yang lain adalah rasa rendah diri, kemampuan
sosial yang kurang, ansietas, depresi, gagal untuk mencapai potensi diri. Sedangkan
dampak pada keluarga adalah menimbulkan stres dan depresi pada keluarga,
keharmonisan keluarga terganggu dan perubahan status pekerjaan.2
DAFTAR PUSTAKA
1. Simms MD. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder. In: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB (eds). Nelson Textbook of Pediatrics. 17th edition. Saunders, USA. 2004. p. 107-10.
25
2. DSM IV. Attention Deficit/Hyperactivity Disorder. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4th edition. American Psychiatric Association, Washington DC. 1994. p. 78-85.
3. Support Group for ADHD Children and ADHD Adults. http://www.adhdnews.com/Last update: 2005. Accessed: August 2nd 2006.
4. Towbin KE, LeckmannJF. Attention Deficit Hyperctivity Disorder. In: Rudolph AM (ed). Rudolph’s Pediatrics. 19th edition. Appleton and Lange, USA,1991, p:115-16.
5. Montauk SL. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. http://www.emedicine.com. Last update : Juny 2005. Accessed: August 2nd 2006.
6. Attention Deficit Hyperactivity Disorder.. http://www.nimh.nih.gov/publicat/ adhd.cfmcom. Last update: February 18th 2005. Accessed: August 3rd 2006.
7. Chang D.K. Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder. http://www.emedicine.com. Last update : Juny 2005. Accessed: August 3 rd 2006.
8. Attention Deficit Disorder. http://www.add-adhd.org/ADHD_attention-deficit.html. Accessed: August 2nd 2006.
TINJAUAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : M.Iqbal
Umur : 2 tahun 5 bulan
26
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln Soka 113, Kesiman, Denpasar
Tgl Pemeriksaan : 19 Augustus 2006
II. HETEROANAMNESA (IBU)
Keluhan utama :
Anak tidak mau diam-terlalu aktif
Riwayat penyakit Sekarang :
Pasien dikeluhkan tidak mau diam, terus beraktivitas, dan disuruh diam tidak
mau diam-sering ada saja yang dikerjakan.
Dan dkeluhkan juga suka berlari-lari, bermain terus dan jika ada barang baru
langsung dibongkar olehnya.
Terus bermain aktif tanpa ada batas waktu-hanya keliatan diam jika lagi tidur.
Dibandingkan dengan teman-teman peer groupnya,pasien dikatakan paling
tidak bisa diam dan sering mengganggu anak-anak lain.
Bicara sudah jelas-segala kalimat dan pengucapan dapat dimengerti dan sering
ada aja ditanyakan. Misalnya, kenapa air berwarna putih? Apabila sudah
dijawab tetap saja ada pertanyaan yang lain, sampai orang tua pasien
mengeluh jawaban yang seharusnya diberikan
Interaksi bahasa, reseptif dan ekspresif dapat dimengerti.
Suka mengerjakan hal-hal yang baru, misalnya menulis dan mewarna-cepat
mngertikan sesuatu yang diajarin dan langsung dikerjakan dengan cepat.
Dikeluhkan juga dalam mengerjakan sesuatu cepat menjadi bosan-misalnya
ketika diajar untuk membaca, pasien dengan cepat meliat dan meminta
orangtuanya mengajarkan dan dihabiskan meliat gambar-gambar dengan cepat
dan kemudian tidak mau dibaca buku tersebut, seterusnya meminta buku yang
lain.
Minum ASI (+) Normal
BAK/BAB (+) Normal
Makan dan minum seperti biasa.
Riwayat penyakit sebelumnya :.
Tidak ada.
Riwayat pengobatan :
27
Kontrol terus ke poli jiwa dan tumbuh kembang.
Riwayat keluarga :
Di keluarga tidak ada yang seaktif pasien
Riwayat persalinan
Lahir spontan, di dokter Sp.OG dengan BBL 3200 gram, langsung menangis,
kelainan (-).
Riwayat imunisasi :
Lengkap sesuai umur,semua imunisasi yang sudah didapat
Riwayat nutrisi :
ASI : 0 – sekarang
PASI : 5 bulan – sekarang
Bubur susu : 4 bulan – 6 bulan
Nasi Tin : 7 bulan – 10 bulan
Makanan dewasa : 1 tahun – sekarang
III.PEMERIKSAAN FISIK
Status present :
KU : Sedang
Kesadaran : CM
Nadi : 110x/menit isi cukup.
RR : 28 x/menit.
T ax : 37,2 0C
BB : 12,5 kg
PB : 125 cm
Nelson : 90% ( baik)
Status general :
Kepala : Normocephali, UUB datar
Mata : an -/-, ikt -/-, Rp +/+ isokor
THT : Nch (+) sianosis (-)
Thoraks
Cor : S1S2 Tunggal regular, mur mur (-)
28
Po :Bentuk thorax normal, dada simetris, retraksi (-)
Ves +/+, Wh +/+, Rh +/+
Abdomen : Distensi (-), BU (+) N, H/L ttb, Asites (-)
Extremitas : Akral hangat (+), sianosis (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Denver II
PS : 1F + 1FC
MH : 12 a – dalam batas normal
B : Dalam batas normal
MK : Dalam batas normal
SKOR DETEKSI DINI GANGGUAN KONSENTRASI DAN
HIPERAKTIVITAS
Perhatian : 12 – Bermasalah dan perlu perhatian
Hiperaktivitas : 13 – Bermasalah dan perlu perhatian
Sosialisasi : > 22 – Tidak Bermasalah
Bersikap Menentang : < 9 – Tidak Bermasalah
V. DIAGNOSIS
ADHD
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi Tingkah laku – dikonsul ke RM
Konsul Psikiatri Anak.
VII. MONITORING
Sering Kontrol ke Poli tumbuh kembang.
29