Upload
ferry-afero-tanama
View
295
Download
27
Embed Size (px)
Citation preview
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat [email protected]
Kecelakaan Kerja
Ferry Afero Tanama
Mahasiswa, Fakultas Kedokteran UKRIDA
I. Pendahuluan
Di seluruh dunia, terdapat lebih dari 2,6 milyar pekerja dan tenaga kerja yang terus-
menerus berkembang. Sekitar 75% nya merupakan pekerja di negara sedang berkembang yang
risiko di tempat kerjanya jauh lebih parah. Setiap tahun terdapat sekitar 250 juta kasus cedera
akibat kerja yang mengakibatkan 330.000 kematian.1 Jika kita masukkan juga kasus penyakit
akibat pekerjaan, kira-kira 1,1 juta orang di seluruh dunia meningeal setiap tahunnya. Setiap
tahun sekitar 160 juta kasus baru penyakit terkait pekerjaan terjadi di seluruh dunia. Semua
perkiraan itu tentu saja berada di bawah angka sebenarnya karena laporan dari berabgai wilayah
di dunia tidak dapat reliabel.1
Tenaga manusia sebagai salah satu faktor produksi di perusahaan, merupakan satu kesatuan
biologis yang mempunyai peran sama dengan faktor produksi lainnya (dana permodalan, alat
produksi, dan sebagainya). Karena itu pemeliharaan dan pengembangan tenaga manusia,
memerlukan perhatian khusus di samping perhatian terhadap faktor produksi lainnya. Tanpa
pemeliharaan dan pengembangan tenaga manusia, pemeliharaan dan pengembangan faktor
produksi lainnya, tidak akan punya arti apa-apa ditinjau dari produktivitas kerja di perusahaan.2
Kecelakaan kerja pada manusia bukan terjadi, tapi disebabkan oleh kelemahan di sisi
majikan, pekerja, atau keduanya. Akibat yang ditimbulkannya dapat memunculkan trauma bagi
keduanya: bagi pekerja, cedera dapat berpengaruh terhadap pribadi, keluarga, dan kualitas
hidupnya, sedangkan bagi majikan, berupa kerugian produksi, waktu terbuang untuk
penyelidikan, dan yang terburuk biaya untuk proses hukum.3
II. Pembahasan
Seorang pekerja laki-laki usia 35 tahun sedang memperbaiki dinding gedung lantai 2. Pada
saat memperbaiki, stager yang dipijak patah dan terjatuh . Saat itu pekerja tidak memakai tali
pengaman. la mengalami patah paha kanan dan memerlukan tindakan operasi. Dokter
perusahaan membuat laporan kejadian untuk mengurus klaim kepada JAMSOSTEK.
1. Definisi Kecelakaan Kerja
Yang dimaksud kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak disengaja seperli kejadian-
kejadian yang tidak diharapkan dan tidak terkontrol. Kecelakaan tidak selalu berakhir dengan
luka fisik dan kematian. Kecelakaan yang menyebabkan kerusakan peralatan dan material dan
khususnya yang menyebabkan luka perlu mendapat perhatian terbesar. Semua kecelakaan tanpa
melihat apakah itu menyebabkan kerusakan ataupun tidak perlu mendapatkan perhatian.
Kecelakaan yang tidak menyebabkan kerusakan peralatan, material dan kecelakaan fisik dari
personil kerja dapat menyebabkan kecelakaan lebih lanjut.4
Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan, kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak
diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Dan tempat kerja
merupakan tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap dimana tenaga
kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana
terdapat sumber cahaya.5
Definisi kecelakaan kerja lainnya adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak di-
harapkan. Tidak terduga maksudnya tidak dilatar belakangi unsur kesengajaan, dan tidak
direncanakan, karenanya peristiwa sabotase ataupun kriminalitas adalah di luar niang lingkup
keeelakaan. Tidak diharapkan, sebab peristiwa kecelakaan disertai oleh kerugian material
ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat.
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan kerja, dalam
kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian
muncul dua permasalahan:
a. Kecelakaan sebagai akibat langsung dari pekerjaan atau;
b. Kecelakaan terjadi saat mclakukan pekerjaan.
Adakalanya ruang lingkup keeelakaan kerja diperluas, sehingga meliputi kecelakaan tenaga
kerja pada saat perjalanan dari dan ke tempat kerja. Kecelakaan di rumah, atau pada waktu
rekreasi dan cuti berada di luar makna kecelakaan kcrja, sekalipun pencegahannya sering
disertakan dalam program keselamatan kerja/kesclamatan perusahaan. Keeelakaan demikian,
termasuk kecelakaan umum yang mcnimpa tenaga kcrja di luar pekerjaannya.2
2. Teori Kecelakaan Kerja
a. Teori Domino Heinrich
Heinrich (1931) dalam risetnya menemukan sebuah teori yang dinamainya Teori Domino.
Teori itu menyebutkan bahwa pada setiap kecelakaan yang menimbulkan cidera, terdapat lima
faktor secara berurutan yang digambarkan sebagai lima domino yang berdiri sejajar, yaitu:
2
kebiasaan/situasi, kesalahan seseorang, perbuatan dan kondisi tak aman (hazard), kecelakaan,
serta cidera. Heinrich mengemukakan, untuk mencegah terjadinya kecelakaan, kuncinya adalah
dengan memutuskan rangkaian sebab-akibat. Misalnya, dengan membuang hazard, satu domino
di antaranya.
Birds (1967) memodifikasi teori domino Heinrich dengan mengemukakan teori manajemen
yang berisikan lima faktor dalam urutan suatu kecelakaan yaitu: manajemen, sumbcr penyebab
dasar, gejala, kontak, dan kerugian. Dalam teorinya, Birds itu mengemukakan bahwa usaha
pencegahan kecelakaan kerja hanya dapat berhasil dengan mulai memperbaiki manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja. Praktek di bawah standar atau unsafe acts dan kondisi di
bawah standar atau unsafe conditions merupakan penyebab langsung suatu kecelakaan, dan
penyebab utama dari kesalahan manajemen.6
Gambar. 13
Beberapa contoh tipikal penyebabnya adalah:
Situasi kerja
- pengendalian manajemen yang kurang
- standar kerja yang minim
- tidak memenuhi standar
perlengkapan yang gagal atau tempat kerja yang tidak mencukupi.
Kesalahan orang
- keterampilan dan pengetahuan yang minim
- masalah fisik atau mental
- motive yang minim atau salah pencrnpatan
- perhatian yang kurang
Tindakan tidak aman
- tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui
3
- mengambil jalan pintas
- menyingkirkan atau tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja.
Kecelakaan
- kejadian yang tidak terduga
- akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya
- terjatuh
- terhantam mesin atau material yang jatuh, dan sebagainya.
Cedera/kerusakan
- terhadap pekerja: sakit dan penderitaan & kehilangan pendapatan kehilangan kualitas hidup
- terhadap majikan: kerusakan pabrik, pembayaran kompensasi kerugian produksi,
kemungkinan proses pengadilan.2
b. Teori Multiple Causation
Teori ini menyebutkan bahwa kecelakaan kerja terjadi karena adanya banyak penyebab.
Penyebab kecelakaan tersebut adalah kondisi yang tidak aman (unsafe condition) dan tindakan
yang tidak aman (unsafe action).7
c. Teori Gordon
Menurut Gordon (1949), Kecelakaan terjadi karena adanya kontak diantara 3 (tiga) hal
yaitu korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan dan lingkungan yang kompleks. Untuk
itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab terjadinya kecelakaan, harus diketahui
karakteristik dari korban kecelakaan, perantara dan lingkungan secara detail.7
d. Teori Domino Terbaru
Teori Domino yang terbaru berkembang sekitar tahun 1969. Dalam teori tersebut
diungkapkan bahwa penyebab terjadinya kecelakaan adalah adanya ketimpangan manajemen.
Teori tersebut merupakan pengembangan dari Teori Heinrich yang menunjukkan bahwa
manajemen juga ikut berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan kerja.7
e. Teori Reason
Reason menyatakan bahwa kecelakaan terjadi karena adanya lubang dalam system
pertahanan. Sistem pertahanan yang dimaksud adalah pelatihan dan prosedur yang mengatur
kelamatan dan kesehatan kerja.7
f. Teori Frank E Bird Peterson
4
Kecelakaan terjadi karena adanya kontak dengan suatu sumber energy seperti mekanis,
kimia, kinetic, fisis yang dapat mengakibatkan cedera pada manusia, alat maupun lingkungan.
Selanjutnya teori ini dikembangkan oleh Derek Viner (1998) melalui Konsep Energi. Konsep ini
menyebutkan bahwa kecelakaan terjadi akibat energi yang lepas dan mengenai si penerima.
Seperti kita ketahui bersama bahwa energy di ala mini tersaji dalam beberapa bentuk misalnya
mekanis, kimia, kinetic, radiasi, dan lain-lain. Cedera terjadi karena energy yang mengenai
penerima melebihi ambang batas kemampuan penerima.7
3. Penyebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan akibat kerja terjadi tanpa disangka-sangka dalam waktu sekejap mata. Bennett
(1991) mengemukakan bahwa di dalam setiap kejadian kecelakaan kerja, empat faktor bergerak
dalam satu kesatuan berantai, yakni a) faktor lingkungan, b) faktor bahaya, c) faktor peralatan
dan perlengkapan, dan d) faktor manusia.
Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan di berbagai Negara tidak sama. Namun ada
kesamaan umum, yaitu kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab, antara lain:3
a. Penyebab langsung
(1) Perbuatan yang tidak aman (unsafe acts), didefinisikan sebagai segala tindakan manusia
yang dapat memungkinkan tejadinya kecelakaan pada diri sendiri maupun orang lain.
Contoh dari perbuatan yang tidak aman seperti misalnya :
- Tidak menggunakan alat yang telah disediakan.
- Salah menggunakan alat yang telah disediakan.
- Menggunakan alat yang sudah msak.
- Metode kerja yang salah.
- Tidak mengikuti prosedur keselamatan kerja.
(2) Kondisi yang tidak aman (unsafe condition), didefinisikan sebagai suatu kondisi lingkungan
kerja yang dapat memungkinkan terjadinya kecelakaan.
- Contoh kondisi yang tidak aman :
- Kondisi fisik, mekanik, peralatan.
- Kondisi permukaan tempat berjalan dan bekerja.
- Kondisi penerangan, ventilasi, suara dan getaran.
- Kondisi penataan lokasi yang salah.
b. Penyebab tidak langsung
5
(1) Fungsi manajeinen proyek.
(2) Kondisi pekerja4
a. Faktor Manusia5
Umur/usia
usia muda relative lebih mudah terkena kecelakaan kerja dibandingkan dengan usia lanjut
yang mungkin dikarenakan sikap ceroboh dan tergesa-gesa. Pengkajian usia dan kecelakaan
akibat kerja menunjukkan angka kecelakaan pada umumnya lebih rendah dengan bertambahnya
usia, tetapi tingkat keparahan cedera dan penyembuhannya lebih serius.
Jenis Kelamin
Tingkat kecelakaan akibat kerja pada perempuan akan lebih tinggi daripada pada laki-laki.
Perbedaan kekuatan fisik antara perempuan dengan kekuatan fisik laki-laki adalah 65%. Secara
umum, kapasitas kerja perempuan rata-rata sekitar 30% lebih rendah dari laki-laki. Tugas yang
berkaitan dengan gerak berpindah, laki-laki mempunyai waktu reaksi lebih cepat daripada
perempuan.
Koordinasi Otot
Koordinasi otot berpengaruh terhadap keselamatan pekerja. Diperkirakan kekakuan dan
reaksi yang lambat berperan dalam terjadinya kecelakaan kerja.
Kecenderungan Celaka
Konsep popular dalam penyebab kecelakaan adalah “accident prone theory”. Teori ini
didasarkan pada pengamatan bahwa ada pekerja yang lebih besar mengalami kecelakaan
dibandingkan pekerja lainnya. Hal ini disebabkan karena ciri-ciri yanga ada dalam pribadi yang
bersangkutan (ILO,1979)
Pengalaman Kerja
Semakin banyak pengalaman kerja dari seseorang, maka semakin kecil kemungkinan
terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan kerja
bertambah baik sesuai dengan usia, maka kerja atau lamanya bekerrja di tempat yang
bersangkutan.
Tingkat Pendidikan
6
Pensisikan formal dan pendidikan non-formal akan mempengaruhi peningkatan
pengetahuan pekerja dalam menerima informasi dan perubahan, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Tuntutan pekerjaan atau job requirements pada seorang pekerja adalah:
1. Pengetahuan (pengetahuan dasar dan spesifik tentang pekerjaan).
2. Fungsional (keterampilan dasar dan spesifik dalam mengerjakan suatu pekerjaan).
3. Afektif (kemampuan dasar dan spesifikasi dalam suatu pekerjaan).
Kelelahan
Kelelahan dapat menimbulkan kecelakaan kerja pada suatu industri. Kelelahan merupakan
suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Kelelahan ini
ditandai dengan adanya penurunan fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan pada organ di
luar kesadaran. Kelelahan disebabkan oleh berbagai hal, antara lain kurang istirahat, terlalu lama
bekerja, pekerjaan rutin tanpa variasi, lingkungan kerja yang buruk serta adanya konflik.
b. Faktor lingkungan5
Lokasi/tempat kerja
Tempat kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi suatu usaha, dimana terdapat
tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya kerja di tempat itu. Disain di lokasi
kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Tempat kerja yang baikapabila
lingkungan kerja aman dan sehat.
Perlatan dan perlengkapan
Proses produksi adalah bagian dari perencanaan produksi. Langkah penting dalam
perencanaan adalah memilih peralatan dan perlengkapan yang efektif sesuai dengan apa yang
diproduksinya. Pada dasarnya peralatan/perlengkapan mempunyai bagian-bagian kritis yang
dapat menimbulkan keadaan bahaya, yaitu:
1. Bagian-bagian fungsional
2. Bagian-bagian operasional
Bagian-bagian mesin yang berbahaya harus ditiadakan denga jalan mengubah konstruksi,
member alat perlindungan. Peralatan dan perlengkapan yang dominan menyebabkan kecelakaan
kerja, antara lain:
1. Peralatan/perlengkapan yang menimbulkan kebisingan.
2. Peralatan/perlengkapan dengan penerangan yang tidak efektif.
3. Peralatan/perlengkapan dengan temperature tinggi ataupun terlalu rendah.
7
4. Peralatan/perlengkapan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya.
5. Peralatan/perlengkapan dengan efek radiasi yang tinggi.
6. Peralatan/perlengkapan yang tidak dilengkapi dengan pelindung, dll.
Shift kerja
Menurut National Occupational Health and Safety Committee, shift kerja adalah bekerja di
luar jam kerja normal, dari Senin sampai Jumat termasuk hari libur dan bekerja mulai dari jam
07.00 sampai dengan jam 19.00 atau lebih. Shift kerja malam biasanya lebih banyak
menimbulkan kecelakaan kerja dibandingkan dengan shift kerja siang, tetapi shift kerja pagi-pagi
tidak menutup kemungkinan dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja.
Sumber kecelakaan
Sumber kecelakaan merupakan asal dari timbulnya kecelakaan, bisa berawal dari jenis
perlatan/perlengkapannya, berawal dari faktor human error, dimana sumber dari jenis kecelakaan
merambat ke tempat-tempat lain, sehingga menimbulkan kecelakaan kerja.
4. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan hubungan tenaga kerja
dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengola-hannya, landasan tempat kerja,
lingkungan kerja dan cara-cara melakukan pekerjaan tersebut. Unit ksclamatan kerja merupakan
suatu unit yang bertanggung jawab atas tempat, alat, mesin, pesawat, yang aman bagi tcnaga
kerja, dan sesuai dengan kondisi kerja, juga bertanggung jawab dalam penyediaan alat
keselamatan/pengaman/pelindung yang cocok serta menycnangkan bagi tenaga kerja.
Tujuan keselamatan kerja, antara lain:
Melindungi hak keselamatan tenaga kerja dalam/selama melakukan pekerjaan untuk
kesejahtcraan hidup serta peningkatan produksi dan produktivitas nasional.
Mcnjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
Memelihara sumber produksi serta menggunakannya dengan amat dan ber-dayaguna (efisien)2
Selain itu, ada beberapa alasan pentingnya memperhatikan masalah keselamatan dalam
bekerja, yaitu :
Kemanusiaan
Membiarkan terjadinya kecelakaan keja tanpa berusaha melakukan sesuatu untuk
memperbaiki keadaan merupakan suatu tindakan yang tidak manusiawi. Hal ini dikarenakan
kecelakaan yang terjadi tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi korbannya, misalnya
8
kematian, luka/cedera berat maupun ringan, tetapi juga mengakibatkan penderitaan bagi
keluarga korban jika korban meninggal atau cacat. Oleh karena itu, pengusaha mempunyai
kewajiban untuk melindungi pekerjanya dengan cara menyediakan lapangan kerja yang aman.
Ekonomi
Setiap kecelakaan kerja yang terjadi akan menimbulkan kerugian ekonomi seperti
kerusakan mesin, peralatan, bahan dan bangunan, biaya pengobatan, biaya santunan
kecelakaan dan sebagainya. Oleh karena itu, dengan melakukan langkah-langkah pencegahan
kecelakaan maka selain dapat mencegah terjadinya cedera pada pekerja, kontraktor juga dapat
menghemat biaya yang hams dikeluarkan.
UU dan peraturan
UU dan peraturan dikeluarkan oleh pemerintah atau suatu organisasi bidang kesehatan
kerja dengan pertimbangan bahwa masih banyak kecelakaan yang terjadi, makin
meningkatnya pembangunan dengan penggunaan teknologi modern.
Nama baik perusahaan
Suatu perusahaan yang mempunyai reputasi yang baik dapat empengaruhi
kemampuannya dalam bersaing dengan perusahaan lain. Menururt Ir Christiawan, reputasi
atau citra perusahaan juga merupakan sumber daya penting terutama bagi industri jasa, karena
berhubungan dengan kepercayaan dari pemberi tugas/pemilik proyek (Christiawan, 1992).
Prestasi keselainatan kerja perusahaan mendukung reputasi perusahaan itu, sehingga dapat
dikatakan bahwa prestasi keselainatan kerja yang baik akan memberikan keuntungan pada
perusahaan secaratidak langsung.4
5. Dampak kecelakaan kerja
Kecelakaan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan baik bagi pekerja maupun
bagi pengusaha. Bagi pekerja, kecelakaan yang terjadi dapat mengakibatkan penderitaan baik
merupakan kematian, luka/cidera berat maupun ringan, maupun penderitaan bagi keluarga
mereka bila pekerja meninggal dunia atau cacat. Sedangkan bagi pengusaha, kecelakaan yang
terjadi dapat menimbulkan kerugian berupa biaya langsung dan biaya tak langsung. Biaya
langsung terdiri dari biaya kompensasi pekerja, biaya perawatan medis dan rumah sakit,
santunan untuk pekerja yang menderita cacat, santunan kematian, serta premi asuransi yang
dikenakan atas kebakaran, kehilangan, atau kerusakaan properti, serta atas tuntutan dari
masyarakat sekitar. Sedangkan biaya tak langsung misalnya biaya untuk mengganti peralatan
yang rusak, biaya tambahan karena pekerjaan terhenti, biaya yang timbul karena waktu yang
terbuang untuk mencari tenaga kerja pengganti, untuk membersihkan lokasi pekerjaan dan untuk
9
memberikan pertolongan, dan sebagainya. Selain itu biaya tak langsung yang timbul juga dapat
berupa penurunan kualitas pekerjaan, penurunan produktivitas pekerja, dan penurunan nama baik
perusahaan. Besarnya biaya tak langsung dapat mencapai 4-7 kali biaya langsung. Oleh karena
itu, terlihat bahwa kecelakaan kerja berpengaruh terhadap biaya, waktu, mutu pekerjaan,
produktivitas pekerja dan nama baik perusahaan.4
6. Manajemen dan Penilaian Resiko
Manajemen resiko adalah proses manajemen dimana kemungkinan untuk mendapatkan
keuntungan dan kerugian yang berhubungan aktifitas diidentifikasi, dievaluasi dan dikendalikan
dan atau penerapan kebijakan-kebijakan manajemen dan prosedur untuk memaksimumkan
kesempatan dalam mendapatkan keuntungan dalam meminimumkan kerugian. Pelaksanaan
manajemen risiko haruslah menjadi bagian integral dari pelaksanaan sistem manajemen
perusahaan/organisasi. Manajemen ini bertujuan untuk meminimalkan atau bahkan menghindari
risiko sama sekali.5
Penerapan Manajemen Resiko5
Penerapan manajemen resiko dilakukan dengan beberapa komponen dengan urutan yang
sistematis, yaitu;
a) Komitmen
Merupakan kebijakan perusahaan yang melibatkan keseluruhan organisasi dimulai dari
manajemen puncak hingga karyawan dalam melaksanakan K3. Komitmen harus diinyatakan
oleh manajemen puncak dan disosialisasikan kepada seluruh karyawan. Komitmen merupakan
komponen terpenting dalam penerapan sistem manajemen K3 karena komitmen menunjukkan
pernyataan kesiapan untuk memperhatikan masalah K3.
b) Identifikasi risiko
Kegiatan identifikasi risiko dilakukan dengan identifikasi terhadap risiko yang akan
dikelola, mencari tahu jenis bahaya apa saja yang mungkin menimbulkan risiko, bagaimana
dan kenapa risiko tersebut bisa muncul.
c) Analisis risiko
Analisis risiko dilakukan untuk memperkirakan risiko dengan mengkombinasikan faktor
probabilitas atau likehood dan konsekuensi, dengan mempertimbangkan upaya pengendalian
risiko yang telah dilakukan.
d) Evaluasi risiko
10
Evaluasi risiko dilakukan untuk membandingkan tingkat risiko yang didapat dalam
proses analisi risiko dengan criteria evaluasi sesuai dengan model analisis yang digunakan.
e) Penanganan risiko
Penanganan atau pengendalian risiko dilakukan dengan mempertimbangkan aspek
efektifitas dan efisiensi.
f) Monitoring dan review
Monitoring dilakukan dengan mengkaji ulang tingkat risiko serta efektifitas program
penanganan risiko yang telah dilakukan.
g) Komunikasi dan Konsultasi
Komunikasi antara manajemen dan pekerja untuk mendapatkan masukan mengenai
implementasi pengelolaan risiko di tempat kerja guna perbaikan sistem pengelolaan risiko
tersebut.
Penilaian Resiko8
Pada dasarnya, penilaian risiko adalah cara-cara yang digunakan majikan untuk dapat
mengelola dengan baik risiko yang dihadapi oleh pekerjanya dan memastikan bahwa kesehatan
dan keselamatan mereka tidak terkena risiko pada saat bekerja.
Regulasi Manajemen (Management Regulations) menempatkan tanggung jawab khusus di
pundak majikan untuk :
• Mengidentifikasikan bahaya yang berisiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja pekerjanya.
• Melakukan penilaian risiko yang 'sesuai dan mencukupi' terhadap bahaya yang teridentifikasi.
• Memutuskan apa yang 'sesuai dan mencukupi' itu berdasarkan situasi dan kondisi operasinya.
• Menentukan lingkup penilaian:
‐ semua perlengkapan, baik yang sedang dipakai maupun yang baru
‐ material dan substansi.
• Lebih memprioritaskan perlindungan terhadap seluruh angkatan kerja ketimbang perorangan.
• Mempertimbangkan segala risiko dari kegiatan operasional yang dapat mempengaruhi orang yang
bukan pekerja seperti agen dan para pekerja kontrak, kontraktor, tamu, dan mereka yang datang karena
tugas seperti tukang pos, karyawan perusahaan utilitas, supir pengantar, dan sebagainya.
• Mengangkat seorang penilai:
- untuk melakukan penilaian-penilaian
- yang mempunyai pengetahuan tentang :
* proses-proses kerja
* perundang-undangan kesehatan dan keselamatan kerja
* standar kesehatan dan keselamatan kerja terbaru untuk industri.
11
• Memberikan waktu kepada penilai untuk melakukan penilaian selama jam kerja. (Penilai bisa
merupakan penyelia atau penanggung jawab yang sudah mendapatkan pelatihan kesehatan dan
keselamatan kerja.)
• Jika mempekerjakan lima pekerja atau lebih, catatlah hasil penilaian risiko tersebut.
Istilah-istilah tertentu yang digunakan dalam penilaian risiko:
• Bahaya (hazard) - sesuatu yang berpotensi menyebabkan kerugian/kelukaan.
• Probabilitas - kemungkinan bahwa bahaya dapat menyebabkan kerusakan atau
kerugian/kelukaan.
• Risiko - perpaduan antara probabilitas dan tingkat keparahan kerusakan atau
kerugian/kelukaan
• Berbahaya (danger) - keadaan yang berisiko.
• Tingkat risiko (extent of risk) - ukuran jumlah orang yang mungkin terkena pengaruh dan
tingkat keparahan kerusakan atau kerugian/kelukaan, yaitu berupa konsekuensi.
Strategi
Sasaran penilaian risiko adalah mengidentifikasi bahaya sehingga tindakan dapat diambil untuk
menghilangkan, mengurangi, atau mengendalikannya sebelum terjadi kecelakaan yang dapat
menyebabkan cedera atau kerusakan.
Untuk mencapai sasaran tersebut dan untuk mengefektifkan serta dapat menjalankan
menjalankan penilaian risiko, kita perlu mclakukan pendekatan yang sistematis. Langkah-
langkah berikut merupakan pendekatan yang logis dan sistematis:
1. Mendefinisikan tugas atau proses yang akan dinilai.
2. Mengidentifikasi bahaya.
3. Menghilangkan atau mengurangi bahaya hingga minimum.
4. Mengevaluasi risiko dari bahaya residual.
5. Mengembangkan strategi-strategi pencegahan.
6. Menjalankan pelatihan metode-metode kerja yang baru.
7. Mengimplementasikan upaya-upaya pencegahan.
8. Memonitor kinerja.
9. Melakukan kajian ulang secara berkala dan membuat revisi jika perlu.
7. Investigasi Kecelakaan
Menurut peraturan menteri tenaga kerja PER.03/MEN/1998 BAB II tentang tata cara
pelaporan kecelakaan, pasal 2 ayat 1 mnyebutkan bahwa pengurus atau pengusaha wajib
12
melaporkan kecelakaan kerja yang dimaksud terdiri dari kecelakaan kerja, kebakaran atau
peledakan atau bahaya pembuangan limbah san kejadian berbahaya lainnya.9
Sasaran3
• Menentukan penyebab kecelakaan sehingga kejadian serupa dapat dicegah.
• Tidak untuk mencari kambing hitam.
• Mendapatkan informasi untuk laporan ke pihak yang berwenang.
• Mendapatkan informasi untuk pihak asuransi yang entah itu:
- membantu penyelesaian atau penolakan proses pengadilan sehubungan dengan klaim yang
diajukan korban
- untuk mengajukan klaim atas kerusakan pabrik, perlengkapan, dan sebagainya.
• Mendapatkan informasi untuk badan-badan hukum lainnya, misalnya manfaat jaminan sosial.
Penyebab kecelakaan3
Adalah kejadian atau keadaan sebelum insiden yang menyebabkan cedera atau kerusakan.
• Penyebab langsung—bagian atau komponen yang secara aktual menyebabkan cedera atau
kerusakan.
• Akar penyebab—tindakan atau kegiatan yang menyebabkan kontak dengan penyebab
langsung. Analisis akar penyebab kecelakaan melibatkan pemeriksaan urut-urutan kejadian
dan pengambilan keputusan yang mengarah ke kecelakaan dan pengidentifikasian tindakan
yang tak langsung yang memicu rangkaian kejadian tersebut.
Penyebab cedera atau kerusakan adalah tindakan atau proses yang menyebabkan cedera atau
kerusakan aktual.
Penyelidikan3
Oleh siapa?
- Diawali penyelia yang memberitahukan kepada penasehat keselamatan kerja.
- Perwakilan keselamatan kerja - catat hak mereka.
- Penasehat keselamatan kerja.
- Surveyor/tenaga ahli dari pihak asuransi jika klaim terhadap majikan mungkin atau sudah
dibuat.
- Inspektur yang berwenang jika cedera atau kecelakaan harus dilaporkan kepada pihak
berwenang.
- Polisi jika terjadi korban jiwa.
13
Kapan?
- Segera setelah orang yang terluka kembaii dari klinik P3K atau dipindahkan untuk
menjalani perawatan medis.
- Sebelum lokasi kecelakaan dimasuki orang lain.
Prosedur
‐ Mendatangi lokasi dan mencatat detail-detail yang penting.
‐ Mengambil gambar/foto.
‐ Mengukur bagian dan area yang relevan.
- Memeriksa kondisi pabrik dan perlengkapan - menyiapkan pengujian jika diperlukan
- Menanyai para saksi
* idealnya sendirian namun boleh disertai perwakilannya saja jika diminta
* menekankan bahwa sasaran penyelidikan ialah pada pengungkapan penyebab
kecelakaan
* bukti-bukti harus didapat langsung dan bukan menurut penuturan
- Memeriksa catatan pelatihan yang pernah diberikan kepada pekerja yang menjadi korban.
- Menanyai korban sesegera mungkin tanpa menimbulkan tekanan.
- Menganalisis informasi dan menyiapkan laporan.
- Jika klaim sudah masuk, pihak asuransi akan menyelidiki dan menanyai para saksi namun
tidak menanyai pihak penuntut.
- Jika penyelidikan dilakukan oleh inspektur yang berwenang, sural pernyataan bisa
dimintakan dari para saksi, termasuk korban.
- Dalam kasus korban jiwa, polisi melakukan penyelidikan untuk menentukan penyebab
kematian dan apakah telah terjadi tindakan kriminal sebelumnya.
Meminta keterangan
‐ Jika diperlukan untuk meminta keterangan, arahnya harus ditetapkan dengan jelas,
misalnya untuk menentukan penyebab kecelakaan
‐ Laporan permintaan keterangan ini diberikan untuk majikan maupun pekerja sehingga
'tidak ditutup-tutupi' pada saat terjadi gugatan
‐ Jika sasaran permintaan keterangan ini adalah untuk menolak klaim, ini harus jelas
dinyatakan dan dipahami oleh orang-orang yang terlibat, tatkala catatan dan laporan
menjadi 'rahasia'.
Informasi yang akan dikumpulkan
‐ Rincian tapak—pemilik, alamat, departemen/seksi/bengkel
‐ Proses atau operasi yang bersangkutan, termasuk rincian setiap pabrik yang terlibat
14
‐ Tanggal dan waktu kecelakaan
‐ Data rinci pribadi korban (mungkin didapat dari data personalia)
‐ Informasi pelatihan yang pernah diberikan kepada korban
‐ Pekerjaan yang sedang dilaksanakan pada saat kecelakaan
* Apakah sudah mendapat izin?
* Apakah prosedur yang benar sudah diikuti?
* Apakah alat Pelindung terpasang di tempat?, dll
‐ Rincian cedera yang dialami.
Laporan
‐ Menganalisis hasil penyelidikan dan informasi yang diperoleh
‐ Mempersiapkan laporan yang menggambarkan keadaan kecelakaan dan kemungkinan
penyebab-penyebabnya
‐ Membuat saran agar kejadian serupa tidak terulang.
Tujuan Investigasi
Tujuan investigasi kecelakaan kerja menurut ICAM Investigation Guidline adalah sebagai
berikut;
• Menentukan fakta di sekitar lokasi kejadian.
• Mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi dan penyebab dasar kecelakaan.
• Melihat kecukupan prosedur dan program pengendalian yang sudah ada
• Merekomendasikan tindakan pencegahan dan perbaikan.
• Melaporkan temuan dalam rangka untuk membagi pelajaran dari kecelakaan.
• Tidak menyalahkan satu pihak.10
8. Pencegahan dan Perbaikan Kecelakaan Kerja
Prinsip-prinsip pencegahan kecelakaan sasarannya adalah mencegah terjadinya kecelakaan,
dan juga jika kecelakaan terjadi, mencegahnya agar tidak terulang kembali. Prosedurnya antara
lain;
‐ Mengidentifikasi bahaya.
‐ Menghilangkan bahaya.
‐ Mengurangi bahaya hingga seminim mungkin jika penghilangan bahaya tidak dapat
dilakukan.
‐ Melakukan penilaian risiko residual.
‐ Mengendalikan risiko residual.
15
Identifikasi potensi bahaya
• Sebelum kejadian; penilaian risiko (lihat sebelumnya) dan inspeksi keselamatan kerja.
• Setelah kejadian; penyelidikan kecelakaan (lihat sebelumnya)
• Nyaris; menerapkan prosedur pelaporan kecelakaan yang nyaris terjadi.
Definisi
‐ Bahaya - sesuatu yang berpotensi menyebabkan cedera/luka.
‐ Risiko - kemungkinan kecelakaan akan terjadi dan dapat mengakibatkan kerusakan.
‐ Kecelakaan - sebuah kejadian takterduga yang menyebabkan cedera atau kerusakan.
‐ Nyaris - sebuah kejadian yang nyaris menyebabkan cedera atau kerusakan.3
Membuat Rekomendasi
Investigasi kecelakaan harus mengidentifikasi rekomendasi tindakan pencegahan dan
perbaikan. Ini bisa dilaksanakan dengan mengelompokkan semua kegagalan dan kekurangan
yang sudah diidentifikasi menggunakan teori analisa penyebab kecelakaan yang sudah
ditetapkan.9
Hierarchy Control atau Urutan Pengendalian Resiko9
Menurut Permenaker No. 5/MEN/1996 pengendalian kecelakaan kerja bisa dilakukan
melalui 3 metode pengendalian kecelakaan kerja, yaitu:
1. Pengendalian teknis atau rekayasa (Engineering Control)
Adalah melakukan rekayasa pada bahan dengan cara;
‐ Eliminasi, yaitu dengan cara menghilangkan sumber bahaya secara total.
‐ Substitusi, mengganti material maupun teknologi yang digunakan dengan material atau
teknologi lain yang lebih aman bagi pekerja dan lingkungan.
‐ Minimalisasi, yaitu mengurangi jumlahpaparan bahaya yang ada di tempat kerja.
‐ Isolasi, memisahkan antara sumber bahaya dengan pekerja.
Pengendalian teknis atau rekayasa diperkirakan dapat memberikan hasil atau efektifitas
penurunan risiko sebesar 70%-90% (perubahan disain atau penggantian mesin dan 40%-70%
pemberian batas atau barier).
2. Pengendalian Administrasi (Administratif Control)
Yaitu pengendalian bahaya dengan kegiatan yang bersifat adminisrasi seperti pemberian
penghargaan, trining dan penerapan prosedur.
16
3. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
Yaitu alat yang digunakan untuk melindungi pekerja agar dapat memproteksi dirinya sendiri.
Pengendalian ini adalah alternatif terakhir yang dapat dilakukan bila kedua pengendalian
sebelumnya belum dapat mengurangi bahaya dan dampak yang mungkin timbul.
9. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja (SMK3)
Maju mundumya suatu industri sangat diitunjang oleh peranan tenaga kerja. Untuk dapat
membangun tenaga kerja yamg produktif. sehat, dan berkualitas perlu adanya manajemen yang
baik. terutama yang terkait dengan masalah Kesclamatan dan Kesehatan kerja (K3).
K3 yang termasuk dalam suatu wadah higiene perusahaan dan kesehatan kerja (hipcrkes)
terkadang terlupakan oleh para pengusaha. Padahal. K3 mcmpunyai tujuan pokok dalam upaya
memajukan dan mengembangkan proses induslrialisasi. Terutama dalam mewujudkan
kesejahteraan para buruh. Tujuan dari Sistem Manajemen K3 adalah:
1. Sebagai alat uniuk mencapai dcrajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya, baik
buruh. petani. nelayan. pegawai negeri atau pekerja-pekerja bebas
2. Sebagai upaya untuk mencegah dnn memberantas penyakit dan kecelakaan-kecelakaan akibat
kerja. memelihara. dan meningkatkan kesehatan dan gizi para tenaga kerja. merawat dan
meningkatkan efisiensi dan daya produktifitas tenaga manusia. memberantas kekelahan kerja
dan melipatgandakan gairah serta kenikmatan bekerja.
Lebih jauh sistem ini dapat mcmberikan perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu
perusahaan agar terhindar dari bahaya pengotoran bahan-bahan proses industrialisasi yang
bcrsangkutan, dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan
olch produk-produk indusiri. K3 merupakan modal utama kesejahteraan para buruh/tenaga kerja
sccara keseluruhan. Selain ilu. dengan penerapan K3 yang baik dan dan terarah dalam suatu
wadah industry tentunya akan memberikan dampak lain, salah satunya adalah sumber daya
manusia (SDM).10
Manajemen K310
Dalam pasar bebas yang marak dengan berbagai persaingan, penerapan manajemen K3
sangat penting untuk dij alankan dengan baik dan terarah. Proses industrialisasi merupakan
'syarat mutlak' untuk membangun negeri ini. Pengalaman di negara-negara lain menunjukkan
bahwa tren suatu pertumbuhan dari sistem K3 adalah melalui fase-fase, yaitu fase kesejahteraan,
fase produktivitas kerja, dan fase toksikologi industri.
17
Sekarang ini, K3 sebagaimana halnya aspek-aspek tentang pengaturan tenaga kerja, sedang
berada pada fase 'kesejahteraan', terutama umumnya para buruh. Mungkin setelah tercapainya
kestabilan politik, hukum, dan ekonomi, kita bisa memulai menginjakkan kaki ke fase produkti
vitas kerja. Sedang fase toksikologi industri, cepat lambatnya dicapai tergantung kepada
kemampuan untuk mengembangkan perindustrian pada umumnya.
Penerapan pengaturan perundang-undangan dan pengawasan serta perlindungan para buruh
merupakan prinsip dasar dalam sistem manajemen ini. Keselamatan dan Kesehatan kerja yang
disesuaikan dengan 'sistem ergonomi' (penyesuaian beban kerja/alat kerja dengan kemampuan
dan fisik pekerja), merupakan salah satu usaha untuk mencetak para buruh yang produktif
dengan peningkatan SDM yang profesional dan andal.
Agar para buruh (buruh pabrik, misalnya) berada dalam kondisi kesehatan dan
produktivitas kerja yang setinggi-tingginya, maka mereka perlu mendapatkan keseimbangan
yang menguntungkan dari faktor beban kerja, dan beban tambahan akibat lingkungan kerja dan
kapasitas kerja. Setiap pekerjaan bisa menjadi beban bagi pelakunya, Beban yang dimaksud
mungkin fisik, mental atau sosial.
Seorang pekerja berat, seperti pekerja bongkar dan muat barang di pelabuhan, tentu lebih
banyak beban fisiknya dari pada beban mental atau sosial. Sebaliknya, seorang pengusaha,
mungkin beban mentalnya relatif lebih besar. Begitu pula petugas sosial, tentu lebih menghadapi
beban-beban sosialnya. Dalam konteks ini, faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja,
baik dari aspek penyakit akibat kerja maupun kecelakaan kerja, dipengaruhi beberapa faktor, di
antaranya:
Faktor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat ranibat udara, suara,
vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.
Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan benda-benda padat.
Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuh-tumbuhan.
Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja.
Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan di antara pekerja atau dengan
pengusaha, pemeliharaan kerja, dan sebagainya.
Langkah-Langkah Penerapan SMK310
Setiap jenis Sistem Manajemen K3 mempunyai elemen atau persyaratan tertentu yang
harus dibangun dalam suatu organisasi. Sistem Manajemen K3 tersebut harus dipraktekkan
dalam semua bidang/divisi dalam organisasi. Sistem Manajemen K3 harus dijaga dalam
18
operasinya untuk menjamin bahwa sistem itu punya peranan dan fungsi dalam manajemen
perusahaan.
Untuk lebih memudahkan penerapan standar Sistem Manajemen K3, berikut ini dijelaskan
mengenai tahapan-tahapan dan langkah-langkahnya. Tahapan dan langkah-langkah tersebut
dibagi menjadi dua bagian besar:
1. Tahap Persiapan
Merupakan tahapan atau langkah awal yang hams dilakukan suatu
organisasi/perusahaan. Langkah ini melibatkan lapisan manajemen dan sejumlah personel,
mulai dari menyatakan komitmen sampai dengan menetapkan kebutuhan sumber daya yang
diperlukan. Adapun, tahap persiapan ini, antara lain:
‐ Komitmen manajemen puncak
‐ Menentukan ruang lingkup
‐ Menetapkan cara penerapan
‐ Membentuk kelompok penerapan
‐ Menetapkan sumber daya yang diperlukan
2. Tahap pengembangan dan penerapan
Sistem dalam tahapan ini berisi langkah-langkah yang hams dilakukan oleh
organisasi/perusahaan dengan melibatkan banyak personal, mulai dari menyelenggarakan
penyuluhan dan melaksanakan sendtri kegiatan audit internal serta tindakan perbaikannya
sampai dengan melakukan sertifikasi.
Berikut ini langkah-lagkah spesifik dalam menerapkan Sistem Manajemen K3 dalam suatu
perusahaan;
1) Menyatakan komitmen
Pernyataan koniitmen dan penetapan kebijakan untuk menerapkan sebuah Sistem
Manajemen K3 dalam organisasi/manajemen harus dilakukan oleh manajemen puncak.
Penerapan Sistem Manajemen K3 tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen terhadap sistem
manajemen tersebut. Manajemen harus benar-benar menyadari bahwa merekalah yang paling
bertanggung jawab terhadap keberhasilan atau kegagalan penerapan Sistem Manajemen K3.
2) Menetapkan cara penerapan
Perusahaan dapat menggunakan jasa konsultan untuk menerapkan Sistem Manajemen
K3.Namun dapat juga tidak menggunakan jasa konsultan jika organisasi yang bersangkutan
memiliki personel yang cukup mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan orang.
19
3) Membentuk kelompok keija penerapan
Jika perusahaan akan membentuk kelompok kerja sebaiknya anggota kelompok kerja
tersebut terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja, biasanya manajer unit kerja. Hal ini
penting karena merekalah yang tentunya paling bertanggung jawab terhadap unit kerja yang
bersangkutan.
4) Menetapkan sumber daya yang diperlukan
Sumber daya di sini mencakup orang/persone!, perlengkapan, waktu dan dana. Orang
yang dimaksud adalah beberapa orang yang diangkat secara resmi di luar tugas-tugas
pokoknya dan terlibat penuh dalam proses penerapan.
5) Langkah 5. Kegiatan penyuluhan
Penerapan Sistem Manajemen K3 adalah kegiatan dari dan untuk kebutuhan personal
perusahaan. Oleh karena itu perlu dibangun rasa adanya keikutsertaan dari seluruh karyawan
dalam perusahaan melalui program penyuluhan.
6) Peninjauan sistem
Kelompok kerja penerapan yang telah dibentuk kemudian mulai bekerja untuk meninjau
sistem yang sedang berlangsung dan kemudian dibandingkan dengan persyaratan yang ada da
lam Sistem Manajemen K3. Peninjauan ini dapat dilakukan melatui dua cara yaitu dengan
meninjau dokumen prosedur dan meninjau pelaksanaannya.
7) Penyusunan Jadwal Kegiatan
Setelah melakukan peninjauan sistem maka kelompok kerja dapat menyusun suatu
jadwal kegiatan.
8) Pengembangan Sistem Manajemen K3
Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan dalam tahap pengembangan Sistem Manajemen
K3 antara lain mencakup dokumentasi, pembagian kelompok, penyusunan bagan alir,
penulisan manual Sistem Manajemen K3, prosedur dan instruksi kerja.
9) Penerapan sistem
Setelah semua dokumen selesai dibuat, maka setiap anggota kelompok kerja kembali ke
masing-masing untuk menerapkan sistem yang telah ditulis.
10) Proses sertifikasi
Ada sejumlah lembaga sertifikasi Sistem Manajemen K3. Misalnya sucofindo
melakukan sertifikasi terhadap Permenaker 05/Men/1996. Namun untuk OHSAS 18001:1999
organisasi bebas menentukan lembaga sertifikasi manapun yang diinginkan.12
20
10. Peraturan Perundangan K3
Berikut ini peraturan-peraturan yang mengatur Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
berlaku khususnya di Indonesia:
Keputusan Menteri Tentang K311
1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. : Kep. 155/MEN/1984 Tentang Penyempurnaan
Keputusan Menteri Tenaga Dan Transmigrasi Nomor Kep.125/MEN/82, Tentang
Pembentukan, Susunan Dan Tata Kerja Dewan Keselamatan Dan Kesehtan Kerja Nasional,
Dewan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Wilayah Dan Panitia Pembina Keselamatan Dan
Kesehatan Kerja
2. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja Dan Menteri Pekerjaan Umum No.:
Kep.174/MEN/1986. No.: 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiatan Konstruksi
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep. 1135/MEN/1987 tentang Bendera
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No.: KEPTS.333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan
Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No.: Kep.245/MEN/1990 tentang Hari Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja Nasional
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Kep.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika di Tempat Kerja
7. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep.186/MEN/1999 tentang Unit Penanggulangan
Kebakaran di Tempat Kerja
8. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Kep.197/MEN/1999 tentang Pengendalian Bahan
Kimia Berbahaya
9. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I. No.: Kep.-75/MEN/2002 tentang
Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SMI-04-0225-2000 Mengenai
Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja
10. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
No.:Kep.235/MEN/2003 Tentang Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan,
Keselamatan Atau Moral Anak
11. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi R.I. No.: Kep.68/MEN/IV/2004 Tentang
Pencegahan Dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja
21
Mengenai K3 Umum dan SMK311
1. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep. 1135/MEN/1987 tentang Bendera
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No.: Kep.245/MEN/1990 tentang Hari Keselamatan
Dan Kesehatan Kerja Nasional
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Per.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Mengenai Kecelakaan Kerja11
1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Per.03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan
dan Pemeriksaan Kecelakaan
2. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Dan Pengawasan
Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja R.I. No. : Kep. 84/BW/1998 Tentang Cara
Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan
Mengenai Kesehatan Kerja11
1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. Per.02/MEN/1980 Tentang:
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. : Per.01/MEN/1981 Tentang
Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No.: Per.03/MEN/1982 Tentang
Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja
4. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No.: KEPTS.333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan
Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
5. Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Kep.51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika di Tempat Kerja Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi R.I. No.:
Kep.68/MEN/IV/2004 Tentang Pencegahan Dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat
Kerja
Hubungan OHSAS 18001 dan PERMENAKER 05/MEN/199610
Pada tahun 1991 BSI (British Standart Institution) dengan badan-badan sertifikasi dunia
meluncurkan sebuah Standart Sistem Manajemen K3 yang diberi nama Occupational Health and
22
Safety Management Systems (AHSAS 18001). OHSAS 18000 diterbitkan atas kerjasama
organisasi-organisasi dunia, antara lain:
1. National Standards Authority of Ireland
2. South African Bureau of Standards
3. Japanese Standards Association
4. British Standards Institution
5. Bureaus Veritas Quality International
6. Det Norske Veritas
7. Lyoyds Register Quality Assurance
8. National Quality Assurance
9. SFS Certification
10. SGS Yarsley International Certification Services
11. Association Espanola de Normalization y Certification
12. International Safety Management Organization Ltd
13. SIRIM QAS Sdn Bdn
14. International Certification Services
15. The High Pressure Gas Safety Intitute of Japan
16. The Engineering Employers Federation
17. Singapore Productivity and Standards Board
18. Instituto Mexicano de Normalization y Certification
OHSAS 18000 yang sekarang kita kenal memiliki struktur yang rnirip dengan ISO
14001:1996. Dengan demikian OHSAS 18001 lebih mudah diintegrasikan dengan ISO 14000,
walau dapat juga diintegrasikan dengan ISO 9000.
Indonesia sendiri juga telah mengembangkan Sistem Manajemen K3 sejenis yang dikenal
Permenaker 05/Men/1996. Berbeda dengan OHSAS 18000 yang sistem auditnya hampir sama
dengan ISO 14000 atau ISO 9000 yang diaudit oleh badan sertifikasi manapun, maka khusus
untuk Permenaker OS/Men/ 1996 yang merupakan penilaian penilaian kinerja hanya bisa diaudit
oleh Sucofindo.
Perbedaan lain dari OHSAS 18001 dan Permenaker 05/Men/1996 adalah Permenaker
0S/Men/1996 memiliki pembagian jumlah/jenis elemen untuk jenis perusahaan yang tergantung
pada besar kecil perusahaan yang bersangkutan. Sedang persyaratan untuk OHSAS 18001
berlaku untuk semua jenis organisasi tanpa mempcrhatikan besar kecilnya perusahaan itu.
23
Penerapan Permenaker 05/Men/1996 dibagi menjadi tiga tingkatan:
1. Perusahaan kecil atau perusahaan dengan tingkat risiko rendah hanis menerapkan sebanyak 64
kriteria.
2. Perusahaan sedang atau perusahaan dengan tingkat risiko menengah hams menerapkan
sebanyak 122 kriteria.
3. Perusahaan besar atau perusahaan dengan tingkat risiko tinggi hums menerapkan sebanyak
166 kriteria.
Keberhasilan pcnerapan Permenaker 05/Men/1996 di tempat kerja diukur sebagai berikut:
1. Untuk tingkat pencapaian penerapan 0-59 % dan pelanggaran peraturan perundangan
(nonconformance) dikenai tindakan hukum.
2. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84 % diberikan sertifikat dan bendera perak.
3. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85-100% diberikan sertifikat dan bendera emas.
III. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah dijabarkan diatas, dapat kia ketahui bahwa salah satu faktor
terjadinya kecelakaan kerja pada pria yang disebutkan dalam skenario tersebut adalah tidak
mengikuti prosedur kerja yang seharusnya, yaitu memakai tali pengaman. Yang mana prosedur-
prosedur tersebut sudah tentu tertulis dalam sistem manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada setiap perusahaan. Oleh sebab itu, berdasarkan hasil pembelajaran diatas maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis diterima.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. McKenzie, F James. Kesehatan dan keselamatan di tempat kerja dalam Kesehatan
Masyarakat: Suatu Pengantar. Ed.4; Alih bahasa, Atik Utami, et all. Editor bahasa Indonesia,
Palupi Widyastuti. Jakarta: EGC, 2007. h.615
2. Dainur. Higine perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja (hiperkes) dalam Materi-materi
Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat; Editor: Jonathan Oswari. Jakarta: Widya Medika, 1995.
h.71-2, 75-8
3. Ridley John. Kecelakaan dalam Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Ed.3. Jakarta:
Erlangga, 2007. h. 113-8
4. Chundawan E. Kecelakaan Kerja dan Penerapan K-3 Dalam Pengoperasian Tower Crane
pada Proyek Industri. Surabaya: Universitas Kristen Petra;
5. Okti FP. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: FKM Universitas Indonesia; 2008
6. Suardi R. Mengapa kesehatan dan keselamatan kerja (K3) penting? dalam Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatam Kerja. Jakarta: Penerbit PPM, 2007. h.3-8
7. Teori Kecelakaan Kerja. 25 Oktober 2011. Diunduh dari:
www.dinsosnakertrans.tulungagung.go.id. 2011
8. Ridley John. Tanggung jawab manajemen dalam Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja,
Ed.3. Jakarta: Erlangga, 2007. h. 113-8
9. Mayendra O. Kecelakaan Kerja. Jakarta: FKM Universitas Indonesia; 2009
10. Suardi R. Sistem manajemen K3 dan manfaat penerapannya dalam Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatam Kerja. Jakarta: Penerbit PPM, 2007. h.15-6, 23-34
11. Lestari MI, Efendi Y. Himpunan Peraturan Perundang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: PortalK3,com
25