Upload
rudy-setiady
View
6
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
neuroscience
Citation preview
Sistem Pengaturan Sensorik pada Lengan Kanan
Sugandhi Junilando Limthin Putra 102012204
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Pendahuluan
Manusia tidak dapat mempertahankan hidupnya jika ia tidak tahu adanya bahaya yang
mengancam atau menimpa dirinya. Adanya bahaya dapat diketahui dengan jalan melihat,
mendengar, mencium, dan merasakan rasa-nyeri, rasa-raba, rasa-panas, rasa-dingin, dan
sebagainya. Inilah yang disebut sebagai sistem sensorik. Sistem ini menerima ribuan informasi
kecil dari berbagai organ sensoris dan kemudian mengintegrasikan untuk menentukan reaksi
yang harus dilakukan tubuh.
Sebagian terbesar kegiatan sistem saraf berasal dari pengalaman sensoris dari reseptor
sensoris, baik berupa reseptor visual, reseptor auditorius, reseptor raba di permukaan tubuh, atau
jenis reseptor lain. Pengalaman sensoris ini dapat menyebabkan suatu reaksi segera, atau
kenangannya dapat disimpan di dalam otak selama bermenit-menit, berminggu-minggu, atau
bertahun-tahun dan kemudian dapat membantu menentukan reaksi tubuh di masa yang akan
datang.
Struktur Saraf Sensorik
Sistem saraf memiliki tiga fungsi yang saling berhubungan, yaitu input sensoris,
integrasi, dan output motoris.1 Input sensoris merupakan penghantar impuls atau sinyal dari
reseptor, misalnya mata. Integrasi merupakan proses pengolahan impuls atau sinyal untuk
menghasilkan respons. Adapun output motoris adalah penghantar impuls dari pusat pengolahan
(otak) ke sel-sel efektor, misalnya sel-sel otot yang akan menghasilkan respons tubuh. Proses
penyampaian informasi, memerlukan suatu media, yaitu sel saraf (neuron).
Informasi yang disampaikan berupa impuls saraf. Hantaran informasinya dialirkan
dengan aliran listrik secara cepat melalui serabut saraf, yang dilanjutkan oleh hantaran kimia
(neurotransmitter) antarsel saraf serta antara sel saraf dan sel efektor.2
Sel saraf (neuron) berfungsi menghantarkan impuls atau sinyal dari reseptor ke pusat
saraf dan meneruskannya ke efektor. Neuron tersusun atas badan sel saraf, dendrit, dan akson
(neurit). Badan sel saraf mengandung inti sel (nukleus) dan sitoplasma (neuroplasma). Dendrit
merupakan serabut saraf yang bercabang-cabang. Dendrit berfungsi menghantarkan impuls
(rangsang) dari ujung akson neuron lain menuju badan sel saraf. Akson merupakan serabut saraf
yang panjang, namun tidak bercabang. Akson berfungsi menghantarkan impuls dari badan sel
saraf menuju neuron lain. Akson merupakan serabut saraf yang memiliki selaput. Pada akson
terdapat selubung mielin yang terdiri atas sel-sel schwann. Selubung mielin berfungsi
meningkatkan kecepatan pengiriman impuls. Di antara selubung mielin terdapat bagian akson
yang tidak memiliki selubung dan disebut nodus ranvier.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, neuron dapat dibagi menjadi tiga, yaitu neuron
sensoris, neuron intermediet (asosiasi) dan neuron motoris. Neuron sensoris memiliki akson yang
pendek dan dendrit yang panjang. Neuron sensoris berfungsi membawa impuls menuju sistem
saraf pusat. Neuron intermediet berfungsi menghubungkan neuron sensoris dengan neuron
motoris. Neuron motoris memiliki dendrit yang pendek dan akson yang panjang. Adapun
fungsinya yaitu membawa impuls dari sistem saraf pusat ke efektor.
Sistem Saraf Otonom (SSO)
Saraf yang mengontrol dan mengoordinasikan fungsi fisiologis tubuh manusia dibedakan
atas 2 divisi utama: (1) sistem saraf pusat (SSP) terdapat dalam otak dan medula spinalis, dan (2)
sistem saraf perifer yang memperantarai antara SSP dan lingkungan eksternal atau internal.
Saraf perifer dibagi lagi menjadi divisi aferen (pembawa impuls yang masuk ke SSP) dan
divisi eferen (pembawa impuls turun dari SSP ke organ-organ).
Divisi eferen dibagi lagi atas saraf somatik dan saraf otonom (SSO). Neuron-neuron
eferen SSO mempersarafi otot polos dan otot jantung, kelenjar, dan organ dalam lain. Tidak
seperti saraf somatik, SSO dibedakan atas saraf simpatik (adrenergik) dan saraf parasimpatik
(kolinergik). Neuron saraf simpatik berasal dari regio torakal dan lumbal (disebut juga divisi
torako-lumbal), dan neuron saraf parasimpatik berasal dari daerah batang otak atau dari daerah
sakral (disebut juga divisi kranio-sakral).
Serabut saraf dari pusat ke ganglion disebut serabut praganglion, dan dari ganglion ke
organ disebut serabut pascaganglion. Serabut saraf praganglion simpatik pendek, dan berakhir di
ganglion yang terletak dekat ke medula spinalis; sedangkan serabut pascaganglion simpatik
panjang berakhir di organ. Sedangkan serabut saraf praganglion parasimpatik panjang dan
berakhir di ganglion yang letaknya dekat atau di dalam organ target; dan serabut
pascaganglionnya pendek.
Gambar 1. Divisi Parasimpatik dan Simpatik.3
Mekanisme Penghantaran Impuls
Agar impuls dapat disampaikan ke pusat sistem saraf dan efektor, sel-sel saraf akan
saling berhubungan melalui sinapsis. Arah perambatan impuls pada sinapsis hanya terjadi dalam
satu arah. Sinapsis dapat terjadi antarneuron, antara neuron dan sel otot (neuromuscular), serta
antara neuron dan kelenjar (neuroglandular). Mekanisme penghantaran impuls melalui sinapsis
sangat khas. Diantara hubungan antarneuron terdapat sebuah celah sempit yang disebut celah
sinapsis. Melalui celah sinapsis inilah impuls dihantarkan dari satu neuron ke neuron lainnya
melalui sebuah perantara yang disebut nerotransmiter yang merupakan sinyal dalam bentuk
cairan senyawa kimia. Beberapa contoh neurotransmiter antara lain asetilkolin, serotonin,
noradrenalin, dopamin, dan asam aspartat. Ujung sinapsis membentuk tonjolan yang disebut
tonjolan sinapsis.
Neuron yang merupakan tempat datangnya impuls disebut neuron prasinapsis. Adapun
neuron atau sel lain yang menerima impuls disebut neuron postsinapsis. Dengan adanya
potensial aksi yang terjadi pada neuron, merangsang pengeluaran neurotransmiter yang di kemas
dalam vesikel-vesikel. Potensial aksi ini juga memicu masuknya kalsium ke ujung syaraf dan
menyebabkan eksositosis dari vesikel neurotransmiter. Neurotransmiter yang keluar dari sinaps
merupakan rangsangan untuk neuron postsinaps.
Gambar 2. Mekanisme Penghantaran Impuls.1
Korteks Serebri Sensorik / Jaras-Jaras
Korteks serebri adalah selubung luar substansia grisea yang menutupi substansia alba di
bagian dalam. Bagian lain substansia grisea, yaitu nukleus basal, terletak jauh di dalam
substansia alba. Di seluruh SSP, substansia grisea terutama terdiri dari badan sel glia. Berkas
atau traktus serta saraf bermielin (akson) membentuk substansia alba. Integrasi masukan saraf
dan inisiasi keluar saraf berlangsung di sinaps di dalam substansia grisea. Traktus saraf di
substansia alba berfungsi untuk menyalurkan sinyal dari satu korteks serebri ke korteks serebri
dan bagian SSP lainnya. Segala kegiatan yang dilakukan oleh manusia, diatur secara spesifik
pada korteks serebri manusia. Patokan anatomik yang digunakan dalam pemetaan korteks adalah
lipatan-lipatan dalam tertentu yang membagi masing-masing korteks menjadi enam lobus, yaitu:
lobus frontalis, lobus parietalis, lobus oksipitalis, lobus temporalis, lobus insula, dan sistem
limbik. Lobus oksipitalis, melaksanakan pemrosesan awal masukan penglihatan. Sensasi suara
pada awalnya dipersepsikan oleh lobus temporalis. Lobus parietalis dan frontalis dipisahkan oleh
lipatan dalam, sulkus sentralis yang berjalan kira-kira ke bagian tengah permukaan lateral
masing-masing hemisfer. Lobus parietalis terletak di belakang sulkus sentralis, dan lobus
frontalis terletak di depannya. Lobus parietalis terutama berperan menerima dan memproses
masukan sensorik. Lobus frontalis berperan dalam tiga fungsi utama, yaitu: aktivitas motorik
volunter, kemampuan bicara, elaborasi pikiran.
Sensasi dari permukaan tubuh, misalnya sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan nyeri,
secara kolektif dikenal sebagai sensasi somestetik. Di dalam SSP, informasi ini diproyeksikan ke
korteks somatosensorik. Korteks somatosensorik terletak di bagian depan masing-masing lobus
parietalis tepat di belakang sulkus sentralis. Pada tempat inilah terjadi pemrosesan awal di
korteks dan persepsi masukan somestetik serta masukan proprioseptif yaitu kesadaran akan
posisi tubuh. Setiap bagian di dalam korteks somatosensorik menerima masukan somestetik dan
proprioseptif dari suatu bagian spesifik tubuh. Pada homonkulus sensorik, tubuh
direpresentasikan terbalik pada korteks somatosensorik, dan berbagai bagian tubuh tidak diwakili
secara sebanding. Ukuran masing-masing nagian tubuh dalam homonkulus ini menunjukkan
proporsi relatif korteks somatosensorik yang didedikasikan untuk bagian tersebut. Ukuran wajah,
lidah, tangan, dan genitalia yang besar menunjukkan tingginya derajat persepsi sensorik yang
berkaitan dengan bagian-bagian tubuh ini.
Korteks somatosensorik di masing-masing sisi otak umumnya menerima masukan
sensorik dari sisi tubuh yang berlawanan, karena kebanyakan jalur asendens yag membawa
informasi sensorik ke medula spinalis menyebrang ke sisi yang berlawanan untuk akhirnya
berakhir di korteks. Karena itu, kerusakan korteks somatosensorik di hemisfer kiri menyebabkan
defisit sensorik di sisi kanan tubuh, sementara gangguan sensorik di sisi kiri berkaitan dengan
kerusakan di sisi kanan korteks.
Kesadaran sederhana tentang sentuhan, tekanan, suhu, atau nyeri dideteksi oleh talamus,
suatu bagian otak tingkat bawah, tetapi fungsi korteks somatosensorik lebih dari sekedar
merasakan sensasi murni, yaitu persepsi sensorik yang lebih lengkap. Korteks somatosensorik
menentukan lokasi sumber masukan sensorik dan memperkirakan derajat intensitas rangsangan.
Bagian ini juga mampu melakukan diskriminasi ruang, sehingga kita dapat mengetahui bentuk
suatu benda yang sedang dipegang serta dapat mengetahui perbedaan halus dari benda yang
berkontraksi dengan kulit.4
Paresthesia (Kesemutan)
Kesemutan dalam bahasa medis disebut paresthesia. Gangguan ini terjadi karena
gangguan saraf tepi (perifer), yakni saraf di luar jaringan otak. Misalnya di tangan, kaki, dan
bagian badan lainnya. Gangguan saraf tepi yang menimbulkan kesemutan dapat disebabkan oleh
berbagai faktor. Di antaranya, tertekan pada area kesemutan. Misalnya, posisi duduk dengan
lengan tertekuk pada siku dalam waktu lama dapat mengakibatkan kesemutan di lengan bawah
karena berkurangnya sirkulasi darah. Demikian pula jika lutut tertekuk dalam waktu lama, maka
daerah betis ke bawah dapat mengalami kesemutan.
Kesemutan juga dapat terjadi jika saraf-saraf pada anggota gerak tubuh menurun
fungsinya. Biasanya kondisi ini terjadi karena kekurangan vitamin B kompleks. Tidak hanya
merasa kesemutan, sering kali juga disertai rasa tidak nyaman diujung jari, bahkan rasa panas
pun ikut menyertai. Sementara itu jika kesemutan yang terjadi diakibatkan oleh gangguan
hantaran saraf maka biasanya akan muncul secara spontan tanpa ada pemicu dan tidak hilang
meski sudah mengubah posisi. Kesemutan yang dialami karena gangguan saraf ini termasuk
salah satu gejala dari neuropati yaitu istilah untuk kerusakan saraf yang bisa disebabkan oleh
penyakit, trauma pada saraf, atau bisa juga akibat efek samping dari suatu penyakit sistemik.
Neuropathy adalah salah satu komplikasi diabetes melitus.5
Kerusakan pada sistem saraf ini lebih mengacu pada saraf sensorik yang menimbulkan
rasa sakit, kesemutan, dan mati rasa pada kaki dan tangan.
Neurostransmiter yang Bekerja
Sekitar 100 miliar sel otak membentuk kelompok neuron, atau sel saraf, yang tersusun
dalam bentuk jaringan. Neuron tersebut menyampaikan informasi satu sama lain dengan
mengirim pesan elektrokimia dari neuron ke neuron, suatu proses yang disebut neurotransmisi.
Pesan elektrokimia dikirim dari dendrite (tonjolan dari badan sel), melalui badan sel, kebawah
menuju akson (stuktur yang panjang dan luas), dan menyebrangi celah diantara sel (sinaps) ke
dendrite neuron berikutnya. Pada system saraf, pesan elektrokimia menyebrangi celah atau
sinaps diantara sel neuron melalui pembawa pesan kimia khusus yang disebut neurotransmitter.6
Neurotransmitter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron, yang membantu
transmisi informasi ke seluruh tubuh. Neurotransmitter memicu atau menstimulasi aksi didalam
sel (eksitasi) atau menghambat atau menghentikan aksi (inhibisi). Neurontransmitter cocok
dengan sel reseptor khusus yang melekat di membrane dendrite, seperti halnya bentuk kunci
tertentu yang cocok masuk ke lubanaga kunci. Setelah neurotransmitter dilepas ke dalam sinaps
dan menyampaikan pesan ke sel reseptor, neurotransmitter dibawa kembali dari sinaps ke akson
untuk disimpan dan digunakan kemudian (reuptake).
Dopamin
Suatu neurotransmitter yang terutama terdapat pada batang otak, diketahui terlibat dalam
pengontrolan gerakan yang kompleks, motivasi, kognisi, dan pengaturan respons emosional.
Dopamine umumnya bersifat eksitasi dan disintesis di tirosin, suatu asam amino dalam makanan.
Dopamine terlibat dalam menimbulkan skizofrenia dan psikosis lain, juga gangguan gerakan,
seperti penyakit Parkinson. Anti psikotik bekerja denganmenyekat reseptor dopamine dan
menurukan aktifitas dopamine.
Norepinefrin
Neurotransmitter yang dominan pada system saraf, terutama terdapat pada batang otak
dan berperan dalam perubahan perhatian, belajar dan memori, tidur dan terjaga, serta pengaturan
mood. Epinefrin merupakan derivate dari norepinefrin dikenal juga noradrenalin dan adrenalin.
Norepinefrin yang berlebihan menyebabkan berbagai gangguan ansietas; norepinefrin yang
kurang dapat mempengaruhi kehilangan memori, menarik diri dari masyarakat, dan despresi.
Beberapa antidepresan menyekat reuptake norepinefrin dan antidepresan yang lain menghambat
MAO memetabolisme noreepinefrin. Distribusi epinefrin di otak terbatas, tetapi epinefrin
mengontrol respons fight-or-flight pada system saraf perifer.
Serotonin
Suatu neurotransmitter yang hanya ditemukan di otak, fungsinya sebagian besar adalah
inhibisi dan serotonin berperan penting dalam menimbulkan gangguan asnietas dan mood serta
skizofrenia. Serotonin diketahui berperan dalam perilau waham, halusinasi, menarik iri pada
penderita skizofrenia. Serotonin berasal dari triptofan, suat asam amino dalam makanan.
Serotonin terlibat dalam pengontrolan asupan makanan, tidur dan terjaga, pengaturan suhu tubuh,
pengotrolan nyeri, perilaku seksual, dan penganturan emosi. Beberapa antidepresan menyekat
reuptake serotonin sehingga serotonin tersedia di sinaps lebih lama, yang menyebabkan mod
membaik.
Histamin
Terlibat dalam memproduksi respons alergi perifer, mengontrol skresi lambung, stimulasi
jantung, dan kewaspadaan. Beberapa obat psikotropika menyekat histamine menyebatkan
penigkatan berta badan, sedasi dan hipotensi.
Asetilkolin
Merupakan neurotransmitter yang ditemukan di otak, medulla spinalis, dan system saraf
perifer, khususnya di taut neuromuscular oto skelet. Asetilkolin dapt bersifat eksitasi atau
inhibisi. Asetilkolin disintesis dari kolin yang ditemukan dalam makanan seperti daging merah
dan sayuran terbukti mempengaruhi siklus tidur/terjaga serta member tanda aktifnya otot.
Penelitian menunjukan bahwapenderita penyakit alzeimer yang menurun, dan penderita
miastenia gravis (suatu gangguan otot karena impuls gagal melewati taut mioneural, yang
menyebabkan kelemahan otot) memiliki jumlah reseptor asetilkolin yang menurun.
Asam Gama-Aminobutirat (GABA)
Suatu asam amino adalah neurotransmitter inhibisi utama di otak dan terbukti
memodulasi system neurotransmitter lain, bukan memberikan stimulus langsung. Glutamat
merupakan asam amino eksitasi yang pada kadar tinggi dapat memiliki efek neurotoksik utama.
Glutamate terlibat dalam kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke, hipoglikemia, hipoksia,
atau iskemia yang terus menerus, dan beberapa penyakit degenerative sepeti hungtinto atau
Alzheimer.
Kesimpulan
Kesemutan dapat disebabkan tangan yang terlalu lama bertumpu atau mengalami
tekanan, kaki terlalu lama ditekuk atau posisi duduk yang salah. Kesemutan terjadi karena
gangguan saraf tepi (perifer), yakni tertekan pada area kesemutan atau disebabkan karena
kekurangan vitamin B kompleks yang menyebabkan demyelenisasi sehingga terjadi gangguan
hantaran impuls.
Daftar Pustaka
1. Firmansyah R, Mawardi A, Riandi MU. Mudah dan aktif belajar biologi. Jakarta: Setia
Purna; 2008.h.130-2.
2. Munaf S, Kamaluddin MT. Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2009.h.327-8.
3. Campbell NA, Mitchell LG. Biologi. Jilid ke-3. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga; 2004.h.220
4. Sherwood L. Fisiologi manusia. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2012.h.156-8.
5. Tobing A, Mahendra B, Krisnatuti D, Alting BZA. Care yourself: diabetes melitus. Jakarta:
Penebarplus; 2009.h.23.
6. Videbeck SL. Psychiatric mental health nursing. Jakarta: EGC; 2008.h.23-6