Upload
hanhu
View
273
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
ii
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA PADI DI LAHAN RAWA
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Kementerian Pertanian 2014
iii
PEDOMAN TEKNIS
BUDIDAYA PADI DI LAHAN RAWA
Penanggung Jawab:
Kepala BPTP Bengkulu Dr. Dedi Sugadi, MP Penulis:
Eddy Makruf Heriyan Iswadi
Redaksi Pelaksana:
Agus Darmadi
Diterbitkan oleh:
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km 6,5 Bengkulu 38119 Telp. (0736) 23030, Fax. (0736) 345568
E-mail: [email protected] Website: www.bengkulu.litbang.deptan.go.id
ISBN 978-602-9064-20-9
iv
PENGANTAR
Lahan sub optimal yang terdiri dari lahan
kering masam dan lahan rawa
merupakan sumberdaya alam yang
mempunyai potensi cukup baik untuk
pengembangan budidaya pertanian.
Lahan rawa merupakan salah satu
agroekosistem yang sangat potensial dan
sangat prospektif untuk dikembangkan sebagai sumber
pertumbuhan baru. Selama ini belum dimaksimalkan
dengan baik, pemamfaatannya masih sangat rendah
dibandingkan dengan lahan sawah irigasi.
Potensi lahan rawa di Propinsi Bengkulu dengan luas
6.746 hektar yang tersebar di 9 Kabupaten/Kota. Potensi
sumberdaya lahan harus dibangkit untuk dikembangkan
sebagai salah satu alternatif pertumbuhan baru produksi
padi untuk mendukung Program Peningkatan Produksi
Beras Nasional. Upaya optimalisasi lahan rawa oleh Badan
Litbang Pertanian telah dilakukan BPTP Bengkulu dengan
perbaikan teknis budidaya dan penggunaan varietas
unggul.
Pengembangan lahan rawa menjadi lahan usaha tani
baru bukanlah hal yang mudah, hal itu harus didukung
oleh inovasi teknologi serta partisipasi petani dan
stakeholders dalam membantu sosialisasi teknologi untuk
meningkatkan keberhasilan usaha tani padi lahan rawa
maka disusunlah Buku Pedoman Teknis Budidaya Padi di
Lahan Rawa ini yang diharapkan dapat membantu
mengatasi permasalahan sistem produksi padi di lahan
v
rawa dengan pemilihan teknologi yang tepat dan
penggunaan varietas unggul baru padi lahan rawa.
Bengkulu, Oktober 2014
Kepala BPTP Bengkulu,
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP
vi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................ vii
I. PENDAHULUAN ........................................................ 1
II. MENGENAL LAHAN RAWA ......................................... 3
III. TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI DI LAHAN RAWA .......... 7
1. Persiapan Lahan ................................................ 7
2. Penggunaan Benih Bermutu ............................... 9
3. Varietas Unggul ................................................. 10
4. Membuat Persemaian ........................................ 13
5. Penanaman ....................................................... 14
6. Pengelolaan Air ................................................. 21
7. Pemupukan ....................................................... 22
8. Pengendalian Gulma .......................................... 26
9. Pengendalian Hama ........................................... 28
10. Pengendalian Penyakit ....................................... 32
11. Panen dan Pasca Panen ..................................... 42
PENUTUP ....................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 45
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Beberapa varietas unggul padi rawa yang ditanam di Provinsi Bengkulu melalui kegiatan pengkajian dan diseminasi (tahun 2008 - 2014)............................... 11
2. Varietas padi unggul serta ketahanannya terhadap
hama dan penyakit yang dapat dibudidayakan pada lahan rawa lebak.................................................... 12
3. Dosis Pemupukan pada pertanaman padi lebak di musim kemarau..................................................... 23
4. Waktu dan takaran pemberian pupuk pada pertanaman padi lebak di musim kemarau............... 26
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Penerapan Legowo 2 : 1 (a) dan Legowo 4 : 1 (b), varietas Inpara 2 pada rawa lebak dangkal tanah mineral di Desa Karang Anyar Kabupaten Seluma..... 2
2. Lahan sawah rawa gambut dangkal......................... 8
3. Hand traktor mini untuk mengolah lahan rawa gambut dangkal..................................................... 9
4. Persemaian di lahan gambut dangkal; (a) Benih yang sudah direndam selama 24 jam, (b) Persiapan lahan persemaian, (c) Pertumbuhan bibit di persemaian, (d) Bibit siap dipindah ke lahan sawah.. 14
5. Skema (a) dan penerapan (b) legowo 4 : 1 di lahan rawa lebak pematang lahan mineral......................... 17
6. Skema (a) dan penerapan (b) legowo 2 : 1 di lahan rawa lebak pematang lahan mineral......................... 18
7. Penerapan legowo 2 : 1 di lahan rawa gambut dangkal................................................................. 18
8. Panen padi rawa Inpara 2 di lahan rawa lebak pematang tanah mineral Desa Karang Anyar Kabupaten seluma tahun2011/2012......................... 42
9. Panen padi Inpara 2 di lahan rawa lebak gambut dangkal Desa Panca Mukti Kec. Pondok Kelapa Kabupateng Bengkulu Tengah tahun 2014............... 43
1
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan pangan, khususnya beras, terus
meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk, sedangkan usaha diversifikasi pangan berjalan
sangat lambat. Peningkatan produksi padi nasional tetap
menjadi prioritas pemerintah, karena beras selain sebagai
makanan pokok penduduk Indonesia, juga sebagai barang
ekonomi, sosial, dan politik. Oleh karena itu, perluasan
areal panen dan peningkatan produktivitas padi dan bahan
pangan lainnya menjadi suatu keharusan guna memenuhi
kebutuhan tersebut. Dalam upaya perluasan areal tanam
padi, lahan-lahan suboptimal seperti lahan kering, lahan
sawah tadah hujan dan lahan rawa pasang surut
(termasuk lahan gambut dan rawa lebak) dengan berbagai
kendala biotik (hama dan penyakit) serta abiotik
(kekeringan dan kesuburan rendah) dapat dimanfaatkan
dengan teknologi tepat guna untuk mendukung kebutuhan
produksi nasional.
Potensi sumber daya lahan Indonesia cukup besar
memiliki wilayah daratan sekitar 188,2 juta ha, terdiri atas
148 juta lahan kering dan sisanya berupa lahan basah
termasuk lahan rawa (gambut, pasang surut, lebak) dan
lahan yang sudah menjadi sawah permanen. Keragaman
tanah, bahan induk, fisiografi, elevasi, iklim, dan
lingkungannya menjadikan sumber daya lahan yang
beranekaragam, baik potensi maupun tingkat kesesuaian
lahannya untuk berbagai komoditas pertanian.
2
Luas lahan rawa di Provinsi Bengkulu cukup luas
(6.746 ha) yang terdiri dari lahan rawa lebak mencapai
6.171 ha dan rawa pasang surutnya sekitar 575 ha,
dengan rincian rawa lebak di Kabupaten Bengkulu Selatan
202 ha, Rejang Lebong 624 ha, Bengkulu Utara 1.707 ha,
Seluma 1.380 ha, Mukomuko 1.936 ha, Lebong 20 ha,
Kepahiyang 105 ha, Bengkulu Tengah 123 ha dan Kota
Bengkulu 74 ha. Sedangkan lahan pasang surut tersebar di
Kabupaten Bengkulu Selatan seluas 84 ha, Bengkulu Utara
138 ha, Seluma 196 ha, Mukomuko 30 ha, Bengkulu
Tengah 15 Ha dan Kota Bengkulu 112 ha (BPS Provinsi
Bengkulu, 2013).
Potensi pengembangan lahan rawa untuk komoditas
padi masih terbuka tetapi saat ini petani padi rawa di
Bengkulu masih menggunakan teknologi sederhana
dengan varietas padi sawah seperti Ciherang, Ciliwung dan
IR 64 serta padi lokal yang berumur dalam (5-6 bulan).
Dengan pendekatan PTT, lahan rawa mempunyai potensi
untuk dikembangkan dan diharapkan mampu menjadi
penyumbang produksi beras di Provinsi Bengkulu.
Gambar 1. Penerapan Legowo 2 : 1 (a) dan Legowo 4 : 1 (b), varietas
Inpara 2 pada rawa lebak dangkal tanah mineral di Desa
Karang Anyar Kabupaten Seluma.
(a) (b)
3
II. MENGENAL LAHAN RAWA
Lahan rawa adalah lahan yang tergenang secara
periodik atau terus menerus secara alami dalam waktu
lama karena drainase atau saluran alami terhambat.
Meskipun dalam keadaan tergenang, lahan rawa tetap
ditumbuhi oleh tumbuhan. Perbedaan Lahan rawa dengan
danau adalah, danau tergenang sepanjang tahun dan
genangannya lebih dalam, tidak ditumbuhi oleh tanaman
kecuali tumbuhan air. Sedangkan lahan rawa dapat
diusahakan untuk budidaya pertanian dengan penerapan
teknologi tepat guna, seperti pengaturan air dengan
perbaikan drainase.
Lahan rawa gambut merupakan salah satu sumber
daya alam yang mempunyai potensi cukup baik untuk
pengembangan budidaya pertanian. Pengelolaannya harus
dilakukan secara bijak agar kelestarian sumber daya alam
dapat dipertahankan. Dengan mengetahui tipe lahan rawa
gambut dapat dibuat perencanaan yang baik dalam
pengelolaannya secara bijaksana.
Genangan lahan rawa dapat disebabkan oleh
pasangnya air laut, genangan air hujan, dan luapan air
sungai. Berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa
di bagi tiga yaitu rawa pasang surut, rawa lebak, dan rawa
lebak peralihan.
Rawa Pasang Surut adalah lahan rawa yang
genangannya dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Tingginya air pasang dibedakan menjadi dua, yaitu pasang
besar dan pasang kecil. Pasang kecil terjadi secara harian
4
yaitu 1-2 kali sehari. Berdasarkan pola genangannya
(jangkauan air pasangnya), lahan pasang surut dibagi
menjadi empat tipe:
1. Tipe A, genangan terjadi pada waktu pasang besar dan
pasang kecil;
2. Tipe B, tergenang hanya pada pasang besar;
3. Tipe C, tidak tergenang tetapi kedalaman air tanah pada
waktu pasang kurang dari 50 cm;
4. Tipe D, tidak tergenang pada waktu pasang, kedalaman
air tanah lebih dari 50 cm tetapi pasang surutnya air
masih terasa atau terlihat pada saluran tersier.
Rawa Lebak adalah lahan rawa yang genangannya
terjadi karena luapan air sungai dan atau oleh air hujan di
daerah cekungan di pedalaman sehingga genangan
umumnya terjadi pada musim hujan dan menyusut atau
hilang pada musim kemarau. Rawa lebak dibagi menjadi
tiga;
1. Rawa lebak dangkal atau lebak pematang dengan
genangan airnya kurang dari 50 cm. Lahan rawa lebak
dangkal biasanya terletak di sepanjang tanggul/
bantaran sungai dengan lama genangannnya kurang
dari 3 bulan.
2. Rawa lebak tengahan dengan kedalaman air genangan
50-100 cm. Terjadi genangan selama 3-6 bulan.
3. Rawa lebak dalam, genangan air lebih dari 100 cm
selama lebih dari 6 bulan. Rawa lebak dalam biasanya
terdapat di pedalaman menjauhi sungai.
5
Rawa Lebak peralihan adalah lahan rawa yang
pasang surutnya air masih dipengaruhi pasang surut air
laut atau sungai. Pada lahan rawa lebak peralihan terjadi
endapan air laut berupa lapisan pirit, biasanya pada
kedalaman 80-120 cm di bawah permukaan tanah.
Lahan Rawa Potensial adalah lahan rawa yang tidak
memiliki lapisan tanah gambut dan tidak memiliki lapisan
pirit (kadar piritnya kurang dari 0,75%) atau memiliki
lapisan pirit pada kedalaman 50 cm. Lahan rawa ini cukup
subur dan potensial untuk pertanian. Tanah yang
mendominasi lahan rawa ini adalah tanah alluvial hasil
pengendapan yang dibawa oleh air hujan, air sungai atau
air laut.
Rawa Sulfat Masam Potensial atau Lahan Aluvial
bersulfida dangkal adalah lahan yang tidak memiliki tanah
gambut dan kedalaman lapisan piritnya kurang dari 50 cm.
Pirit (FeS) adalah senyawa yang terbentuk dalam suasana
payau. Lapisan pirit lebih dari 0,75% disebut sebagai
lapisan pirit. Dalam keadaan tergenang senyawa pirit tidak
berbahaya. Dalam keadaan kering senyawa pirit akan
teroksidasi dan bila terkena air akan menjadi asam sulfat
(air aki) yang sangat asam sehingga akar tanaman akan
terganggu, unsur hara sukar diserap tanaman, unsur besi
dan aluminium akan larut hingga meracuni tanaman.
Lahan yang lapisan piritnya sudah teroksidasi tidak
direkomendasikan untuk budidaya pertanian. Tanda-tanda
lahan yang ada lapisan pirit adalah; 1) lahan ditumbuhi
penuh oleh rumput purun tikus; 2) pada tanggul saluran
terdapat bongkah-bongkah tanah berwarna kuning jerami;
6
3) di saluran drainase terdapat air yang mengandung karat
besi berwarna kuning kemerahan.
Gambut adalah tanah hasil pelapukan bahan organik
seperti daun, ranting kayu, semak dalam keadaan jenuh air
dalam jangka waktu yang sangat lama. Di alam gambut
sering bercampur dengan tanah liat dan berada pada
lapisan paling atas.
Lahan Bergambut adalah Lahan dengan ketebalan
tanah gambut kurang dari 50 cm. Lahan Gambut adalah
lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50 cm.
Berdasarkan kedalamannya, lahan gambut dibagi menjadi
empat tipe, yaitu;
1. Lahan gambut dangkal, lahan dengan ketebalan gambut
50-100 cm.
2. Lahan gambut sedang, lahan dengan ketebalan gambut
100-200 cm.
3. Lahan gambut dalam, lahan dengan ketebalan gambut
200-300 cm.
4. Lahan gambut sangat dalam, lahan dengan ketebalan
gambut lebih dari 300 cm.
7
III. TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI RAWA
1. PERSIAPAN LAHAN
Rawa Dangkal
Membuat pematang sehingga terbentuk petakan-
petakan, guna pematang tersebut untuk menahan air,
Tanah diolah sempurna dengan cangkul pada awal
musim penghujan. Traktor dapat digunakan pada awal
musim hujan sebelum genangan air di petakan lahan
tinggi. Diupayakan agar permukaan tanah rata di dalam
setiap petakan,
Persiapan lahan dengan traktor dapat mengurangi
kepadatan tanah, untuk lahan bergambut dan gambut
sebaiknya pengolahan tanah cukup menggunakan
cangkul karena kalau menggunakan traktor sering
terperosok,
Pengolahan tanah lebih awal dapat mempercepat waktu
tanam dan pertumbuhan padi. Disaat genangan air
tinggi tanaman padi sudah tinggi sehingga terhindar
dari rendaman air yang dapat mematikan tanaman padi.
Sebelum hujan datang di saat lahan masih kering,
persiapan lahan dapat juga dilakukan dengan
menyemprotkan herbisida non selektif untuk
memberantas gulma.
Rawa Tengahan dan Rawa Dalam
Diawal musim penghujan, persiapan lahan dapat
dilakukan dengan cara membersihkan gulma dan sisa
tanaman bekas pertanaman sebelumnya. Pembersihan
8
lahan dilakukan dengan arit sebelum petakan digenangi
air, kemudian dapat digunakan traktor tangan.
Sistem TOT (Tanpa Olah Tanah), penyemprotan
gulma/rumput harus dilakukan di awal musim
penghujan pada saat petakan lahan belum digenangi
air. Penyemprotan gulma lebih awal harus
diperhitungkan supaya proses pembusukan gulma tidak
menunda waktu tanam. Penyemprotan gulma
menjelang musim kemarau (setelah genangan air surut)
berisiko tinggi yaitu terlambat waktu tanam sehingga
akan kekeringan pada fase generative dan banyak bulir
yang hampa.
Jenis racun rumput (herbisida) yang digunakan
biasanya herbisida non selektif seperti glifosat atau
paraquat.
Persiapan lahan dengan cara dibakar tidak dianjurkan
karena lahan yang mengandung gambut akan terbakar
dan menurunkan kesuburan tanah.
Gambar 2. Lahan sawah rawa gambut dangkal.
9
Gambar 3. Hand traktor mini untuk mengolah lahan rawa gambut dangkal.
2. PENGGUNAAN BENIH BERMUTU
Disadari bahwa benih menjadi salah satu input
produksi yang mempunyai kontribusi nyata terhadap
peningkatan produksi tanaman. Benih bermutu akan
menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak,
benih yang baik akan menghasilkan perkecambahan dan
pertumbuhan yang seragam. Bibit yang berasal dari benih
yang baik ketika dipindahkan ke lahan pertanaman tumbuh
lebih cepat dan akan memberikan hasil tinggi.
Cara mendapatkan benih bermutu
Gunakan benih berlabel yang dapat dibeli di kios
saprodi.
Membuat benih sendiri dengan cara:
Pilih tanaman yang tumbuhnya seragam, tidak ada
tanaman yang berbeda pertumbuhannya seperti
10
tinggi, bentuk daun dan bila ada tanaman yang
berbeda jangan diikut sertakan panen,
Lakukan panen padi secara khusus untuk benih,
Hasil panen segera dirontok, dibersihkan dan
dikeringkan,
Hasil penen untuk benih yang sudah dikeringkan dan
sudah bersih disimpan dalam wadah yang aman
seperti kantong plastik dan dimasukkan dalam
kaleng,
Simpan di tempat yang kering.
Cara memilih benih
Memilih benih yang baik dapat dilakukan dengan cara
menggunakan larutan ZA atau larutan garam 3%
dengan perbandingan 1 kg ZA dilarutkan dengan 3 liter
air atau 30 gram garam dilarutkan dalam satu liter air.
Jumlah benih yang dimasukkan disesuaikan dengan
volume larutan ZA atau garam. Benih yang mengapung
dibuang.
Untuk daerah yang sering terserang hama penggerek
batang, sebelum benih disebarkan pada petak
persemaian lakukan perlakuan benih dengan insektisida
fipronil. Untuk hama keong mas dilakukan dengan cara
dipungut/diambil atau menggunakan molokusida atau
pestisida nabati.
3. VARIETAS UNGGUL
Untuk pertanaman padi di lahan rawa tahap pertama
yang harus diperhatikan adalah memilih varietas yang
11
sesuai dengan kondisi lahan dan preferensi wilayah yang
berhubungan dengan; 1) bentuk gabah; 2) kejernihan
beras; dan 3) tekstur nasi sehingga memudahkan untuk
pengembangannya. Disamping itu umur varietas dan
toleransinya terhadap hama penyakit. Varietas yang
berumur pendek (genjah) akan memberikan tingkat
keberhasilan yang tinggi dibandingkan varietas yang
berumur panjang (dalam), terutama bila diperkirakan akan
terjadi cekaman kekeringan. Beberapa varietas unggul
sebagai alternatif yang dapat dibudidayakan pada lahan
rawa lebak seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Beberapa varietas unggul padi rawa yang ditanam di Provinsi Bengkulu melalui kegiatan pengkajian dan diseminasi (tahun 2008 - 2014).
Nama varietas
Pengkajian
Diseminasi Keterangan
Visitor plot
UPBS
Banyuasin - bentuk beras agak
bundar, pulen
Mendawak - - bentuk beras agak
bundar agak pulen
Lambur - - bentuk beras agak
bundar, pulen
Inpara-1 kurang disenangi, perah
Inpara-2 disenagi, pulen
Inpara-3 kurang disenagi,
perah
12
Tabel 2. Varietas padi unggul serta ketahanannya terhadap hama dan penyakit yang dapat dibudidayakan pada lahan rawa lebak.
Nama Varietas Umur
Panen
Hasil
(t/ha)
Tekstur
Nasi
Ketahanan terhadap hama
dan penyakit
WCK HDB BCk Blast
Barito 140-145 3 pera T-1 AT - -
Mahakam 135-140 3-4 pera P-1,2,3 AT - -
Kapuas 127 4-5 sedang T-1 T - -
Musi 135-140 3-4 pera T-2 T - T
Sei Lilin 115-125 4-6 pera AT-2 - - AP
Sei Lalan 125-130 4-6 pera T-1,2,3 - - T
Lematang 125-130 4-6 pera T-1 - - AT
Banyuasin 115-120 4-6 pulen T-3 - T T
Batang Hari 125 4-6 pera T-1,2 T - T
Dendang 125 3-5 pulen T-1,2 - AT AT
Indragiri 117 4,5-5,5 Sedang T-2 T - T
Punggur 117 4,5-5 Sedang T-2,3 - - T
Margasari 120-125 3-4 Sedang AT-2 - - T
Martapura 120-125 3-4 Sedang AP - - T
Air tenggulang 125 5 pera T-1,2,3 T - T
Lambur 120 4 pulen AT-3 - - T
Mendawak 115 4 pulen AT-3 - - AT
IR-42 135-145 4,5-5,5 pera T-1,2 T - -
Inpara-1 131 6,67 pera AT-WCk 1,2 T - T
Inpara-2 128 6,08 pulen AT-WCk 1,2 T - T
Inpara-3 127 5,6 pulen AT-WCk 3 - - T
Keterangan:
T = Tahan WCK = Wereng Coklat
AT = Agak Tahan 1,2,3 = Biotipe 1, 2, 3
AP = Agak Peka HDB = Hawar Daun Bakteri
P = Peka BCk = Bercak Coklat
13
4. MEMBUAT PERSEMAIAN
Untuk varietas unggul baru supaya bibit tidak terlalu
tua, persemaian untuk rawa dangkal, rawa tengahan dan
rawa dalam harus terpisah sesuai dengan waktu tanam
dan kedalaman genangan air.
Cara membuat persemaian
Persemaian padi di lahan rawa dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu:
Persemaian basah, dilakukan di petakan sawah sebelum
penyiapan lahan dengan membuat bedengan dan
saluran drainase keliling.
Persemaian kering, dilakukan pada lahan kering di
tempat tertentu seperti di pematang.
Persemaian terapung, dapat dilakukan dengan
membuat rakit dari bambu atau batang pisang yang di
atasnya di beri hamparan tanah/lumpur. Ukuran rakit 1
x 2 m2 dan di letakan di permukaan air.
Keperluan benih 20-25 kg/ha, luas pesemaian ± 500 M2
untuk pertanaman 1 ha.
Lahan untuk persemaian diolah sempurna, lebar
bedengan 1 m dan panjang sesuai dengan ukuran petak
lahan. Di atas bedengan taburkan pupuk organik seperti
pupuk kandang dan sekam 2 kg/m2 agar bibit mudah
dicabut dan akar tidak banyak yang rusak.
Rendam benih selama 24 jam, kemudian tiriskan,
taburkan benih dengan merata kemudian tutup dengan
lapisan tanah tipis.
14
Gambar 4. Persemaian di lahan gambut dangkal; (a) Benih yang sudah direndam selama 24 jam, (b) Persiapan lahan persemaian, (c) Pertumbuhan bibit di persemaian, (d) Bibit siap dipindah ke lahan sawah.
5. PENANAMAN
Cara tanam dan populasi tanaman sangat
mempengaruhi hasil yang diperoleh. Cara tanam yang
dianjurkan dengan system jajar legowo 4: 1 dan 2:1.
Istilah jajar legowo diambil dari bahasa jawa, secara
harfiah tersusun dari kata “lego (lega)” dan “dowo
(panjang)”. Sistem tanam jajar legowo adalah pola
bertanam yang berselang-selingan antara dua atau lebih
(a) (b)
(c) (d)
15
(biasanya dua tau empat) barisan tanaman padi dan satu
baris kosong.
Pengertian Sistem Tanam Jajar Legowo
Prinsip dari system tanam jajar legowo adalah
meningkatkan populasi tanaman dengan mengatur jarak
tanam.
Legowo adalah cara tanam padi sawah/rawa yang
memiliki beberapa barisan tanaman kemudian diselingi
oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan
pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris tengah.
Hasil penelitian, tipe terbaik untuk mendapatkan
produksi gabah tertinggi dicapai oleh legowo 4:1, dan
untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih dicapai
oleh legowo 2:1.
Sistem tanam jajar legowo merupakan salah satu
rekomendasi yang terdapat dalam paket anjuran
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Sistem tanam jajar legowo juga merupakan suatu upaya
memanipulasi lokasi pertanaman sehingga pertanaman
akan memiliki jumlah tanaman pingir yang lebih banyak
dengan adanya barisan kosong.
Tanaman padi yang berada di pinggir memiliki
pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dari
pada tanaman padi yang berada di barisan tengah
sehingga memberikan hasil produksi dan kualitas gabah
yang lebih tinggi.
16
Hal ini disebabkan karena tanaman yang berada di
pinggir akan memperoleh intensitas sinar matahari yang
lebih banyak (efek tanaman pinggir).
Manfaat Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo
Menambah jumlah populasi tanaman padi sekitar 30 %
yang diharapkan akan meningkatkan produksi baik
secara makro maupun mikro.
Dengan adanya baris kosong akan mempermudah
pelaksanaan pemeliharaan, pemupukan dan
pengendalian hama penyakit tanaman yaitu dilakukan
melalui barisan kosong/lorong.
Mengurangi kemungkinan serangan hama dan penyakit
terutama hama tikus. Pada lahan yang relatif terbuka
hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya dan
dengan lahan yang relatif terbuka kelembaban juga
akan menjadi lebih rendah sehingga perkembangan
penyakit dapat ditekan.
Menghemat pupuk karena yang dipupuk hanya bagian
tanaman dalam barisan.
Jajar Legowo 4 : 1
Cara tanam yang memiliki 4 barisan kemudian
diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris
pinggir mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak tanam pada
barisan tengah. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe
legowo 4 : 1 adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan
tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm (barisan
kosong).
17
Gambar 5. Skema (a) dan penerapan (b) legowo 4 : 1 di
lahan rawa lebak pematang lahan mineral.
Jajar Legowo 2 : 1
Cara tanam yang memiliki 2 barisan kemudian
diselingi oleh 1 barisan kosong dimana pada setiap baris
pinggir mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak tanaman
antar barisan. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe
legowo 2 : 1 adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm
(barisan pinggir) x 40 cm (barisan kosong).
Modifikasi jarak tanam pada cara tanam legowo bisa
dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Secara
umum, jarak tanam yang dipakai adalah 20 cm dan bisa
dimodifikasi menjadi 22,5 cm atau 25 cm sesuai
pertimbangan varietas padi yang akan ditanam atau
tingkat kesuburan tanahnya.
18
Gambar 6. Skema (a) dan penerapan (b) legowo 2 : 1 di lahan rawa lebak pematang lahan mineral.
Gambar 7. Penerapan legowo 2 : 1
di lahan rawa gambut dangkal.
19
Cara Penerapan Jajar Legowo
Pembuatan barisan tanam
Persiapkan alat garis tanam dengan ukuran jarak tanam
yang dikehendaki. Bahan untuk alat garis tanam bisa
digunakan kayu atau bahan lain yang tersedia serta
biaya terjangkau.
Lahan sawah yang telah siap ditanami, 1-2 hari
sebelumnya dilakukan pembuangan air sehingga lahan
dalam keadaan macak-macak.
Ratakan dan datarkan sebaik mungkin. Selanjutnya
dilakukan pembentukan garis tanam yang lurus dan
jelas dengan cara menarik alat garis tanam (caplak)
yang sudah dipersiapkan sebelumnya yang dibuat
dengan ukuran legowo 2:1 atau 4:1, untuk lahan rawa
lebak/rawa bergambut digunakan tali yang dibentang
dari ujung ke ujung lahan.
Tanam
Umur bibit padi yang digunakan sebaiknya kurang dari
21 hari. Gunakan 1-3 bibit per lubang tanam pada
perpotongan garis yang sudah terbentuk. Cara tanam
sebaiknya maju agar perpotongan garis untuk lubang
tanam bisa terlihat dengan jelas.
Apabila kebiasaan tanam mundur tidak menjadi
masalah, yang penting populasi tanaman yang ditanam
dapat terpenuhi.
Pada alur pinggir kiri dan kanan dari setiap barisan
legowo, populasi tanaman ditambah dengan cara
menyisipkan tanaman di antara 2 lubang tanam yang
tersedia.
20
Pemupukan pada system legowo
Pemupukan dilakukan dengan cara tabur. Posisi orang
yang melakukan pemupukan berada pada barisan
kosong di antara 2 barisan legowo.
Pupuk ditabur ke kiri dan ke kanan dengan merata,
sehingga 1 kali jalan dapat melalukan pemupukan 2
barisan legowo.
Khusus cara pemupukan pada legowo 2 : 1 boleh
dengan cara ditabur di tengah alur dalam barisan
legowonya.
Penyiangan
Penyiangan bisa dilakukan dengan tangan atau dengan
menggunakan alat siang seperti landak/gasrok.
Apabila penyiangan dilakukan dengan alat siang, cukup
dilakukan ke satu arah sejajar legowo dan tidak perlu
dipotong seperti penyiangan pada cara tanam bujur
sangkar.
Sisa gulma yang tidak tersiang dengan alat siang di
tengah barisan legowo bisa disiang dengan tangan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pada pengendalian hama dan penyakit dengan
menggunakan alat semprot atau handsprayer, posisi
orang berada pada barisan kosong di antara dua
barisan legowo.
Penyemprotan diarahkan ke kiri dan ke kanan dengan
merata, sehingga 1 kali jalan dapat melakukan
penyemprotan 2 barisan legowo.
21
6. PENGELOLAAN AIR
Di lahan rawa lebak pengelolaan air sangatlah
penting, terutama untuk menghindari fluktuasi genangan
air yang tinggi dan yang datang sewaktu-watu bila ada
hujan. Usaha yang sudah dilakukan oleh pemerintah ialah
dengan membangun polder. Dalam pengelolaan air
ditingkat skala mikro atau tingkat petani perlu dilakukan
antara lain;
Membuat galangan untuk mencegah masuknya air yang
tinggi kedalam petakan pada musim penghujan atau
untuk menahan air di dalam petakan pada musim
kemarau.
Membuat tebat (dam overflow) pada saluran tersier
atau kuarter saat menjelang kemarau untuk menahan
aair agar tidak habis terkuras dan aras (level) muka air
tanah dapat dipertahankan < 60 cm khususnya pada
musim kemarau.
Membuat saluran atau kemalir di sekeliling petakan
serta kemalir pada musim hujan. Kemalir dibuat dengan
interval jarak 6-8 m dengan kedalaman saluran 20 cm
dan lebar 30 cm di dalam petakan untuk drainase air
sehingga tanaman padi tidak mati terendam.
Saluran air perlu terutama untuk menghindari serangan
keong mas yang cukup dominan di lahan rawa lebak,
ataupun pencucian racun besi bila ada.
Meratakan permukaan tanah sangat penting supaya air
tergenang merata di dalam petakan. Kalau hal tersebut
tidak dilakukan maka heteroginitas kesuburan tanah di
22
dalam satu hamparan tanah sangat tinggi dan akibatnya
pertumbuhan tanaman padi tidak merata.
7. PEMUPUKAN
Beberapa kendala yang harus diperhatikan dalam
pengelolaan pemupukan padi di lahan rawa:
1. Tanah di lahan rawa mempunyai kandungan unsur hara
tanah relatif rendah. Untuk memperoleh hasil panen
padi yang tinggi maka pengelolaan hara perlu menjadi
salah satu perhatian yang serius.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian pemupukan di
lahan rawa lebak secara umum rekomendasinya
adalah Dosis pupuk anjuran: 90 kg N + 45-67,5 kg
P2O5 + 50-60 kg K2O. Kalau di lahan rawa lebak
“bergambut/gambut” tambahkan 5 kg CuSO4 + 5 kg
ZnSO4 Per-ha.
Pemberian unsur N sebaiknya dalam bentuk urea
tablet, urea granul, urea briket dengan dosis 150-200
kg/ha, karena urea yang dipadatkan lambat
melepaskan N sehingga sesuai untuk lahan yang
selalu tergenang oleh air.
Pupuk P dan K berdasarkan status unsur hara tanah,
dan Pemberian pupuk daun PPC dan ZPT sesuai
dengan rekomendasi.
23
Tabel 3. Dosis Pemupukan pada pertanaman padi lebak di musim kemarau.
No. Jenis Tanah Dosis Pupuk Waktu dan cara
pemberian
1 Bergambut - Urea 175 -200 kg/ha
- SP-36 100-150
kg/ha - KCl 100 kg/ha - CuSO4 5
kg/ha - Kapur
(dolomite) dosis rendah 500 kg/ha
- Sepertiga bagian pupuk urea dan seluruh pupuk SP-
36 dan KCl diberikan saat tanam.
2 Mineral - Urea 200 kg/ha
- SP-36150 kg/ha
- KCl 100 kg/ha
- Sepertiga bagian pupuk urea dan
seluruh pupuk SP-36 dan KCl
- Dua pertiga bagian pupuk urea diberikan pada saat tanaman berumur 1 bulan
Sumber: Balai Penelitian Lahan Rawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005.
2. Fluktuasi genangan air yang tidak menentu serta muka
air yang tinggi menjadi kendala serius untuk
menerapkan cara pemupukan yang efektif. Sebaiknya
pupuk diberikan saat lahan macak-macak.
3. Untuk mendapatkan dosis pupuk spesifik lokasi gunakan
alat perangkat uji tanah cepat seperti Perangkat Uji
tanah rawa (PUTR).
24
Dengan alat ini dapat diketahui status kisaran pH,
hara N, hara P dan hara K dengan rekomendasinya
Rendah, sedang dan tinggi. Dari hasil uji tanah
dengan perangkat PUTR yang dilakukan diketahui
berdasarkan deret standar warna (pH 2 hingga 8)
misalnya < 4, maka kapur yang harus diberikan 500
kg/Ha, pH 4-8 kapur yang diberikan 1000 kg/ha dan
pH > 8 kapur yang diberikan 2.000 kg/ha.
Pengelompokan status hara N tanah pada bagan
warna perangkat uji Tanah PUTR, apabila warna
reaksi tanah pada tabung rekasi berwarna kuning
maka dikatagorikan status hara tanah N rendah
artinya dosis pupuk urea yang diperlukan 300 kg/ha,
status hara tanah N sedang dengan warna reaksi
tanah pada tabung bewarna hijau mudah artinya
pupuk urea yang harus diberikan 200 kg/ha, apabila
warna reaksi tanah pada tabung rekasi berwana
hijau, staus hara N tinggi maka pupuk urea yang
diperlukan 100 kg/ha.
Pengelompokan status hara P tanah pada bagan
warna perangkat uji Tanah PUTR, apabila warna
reaksi tanah pada tabung rekasi berwarna biru
sangat muda maka di katagorikan status hara tanah
P rendah artinya dosis pupuk SP-36 yang diperlukan
150 kg/ha, status hara tanah P sedang dengan
warna reaksi tanah pada tabung bewarna biru muda
artinya pupuk SP-36 yang diperlukan 100 kg/ha, apa
bila warna reaksi tanah pada tabung rekasi berwa
25
biru, staus hara P tinggi maka pupuk SP-36 yang
diperlukan 50 kg/ha.
Pengelompokan status hara K tanah pada bagan
warna perangkat uji Tanah PUTR, apabila warna
reaksi tanah pada tabung rekasi berwarna orange
maka dikatagorikan status hara tanah K rendah
artinya dosis pupuk KCl yang diperlukan dengan
pemberian jerami 2,5 t/ha, pupuk KCl yang
diperlukan 125 kg/ha, status hara tanah K sedang
dengan warna reaksi tanah pada tabung bewarna
kuning dengan pemberian jerami 2,5 t/ha pupuk KCl
yang diperlukan 75 kg/ha, apabila status hara K
tinggi warna reaksi tanah pada tabung rekasi
berwana kuning muda, dengan pemberian jerami 2,5
t/ha maka pupuk KCl yang diperlukan 25 kg/ha.
Kalau jeraminya tidak dikembalikan ke lahan maka
keperluan pupuk KCl untuk yang status hara K
rendah dosis pupuk KCl 150 kg/ha, status hara K
sedang dosis pupuk KCl 100 kg/ha dan status hara K
tinggi dosis KCl yang diperlukan 50 kg/ha.
4. Waktu Pemupukan
Pupuk diberikan secara bertahap dan dosis pupuk
disesuaikan dengan hasil analisis tanah, namun sebagai
panduan umumnya sebagai berikut:
26
Tabel 4. Waktu dan takaran pemberian pupuk pada pertanaman
padi lebak di musim kemarau.
Waktu pemupukan
Dosis dan Jenis Pupuk
Urea (kg/ha)
SP-36 (kg/ha)
KCl (kg/ha)
Pupukan Dasar
(7-14 ST) 33% 100% -
Pupuk Susulan
I (21-30 HST) 33% - 50%
Pupuk Susulan
II (35-45 HST) 33% - 50%
8. PENGENDALIAN GULMA
Gulma di lahan rawa lebak, pada musim kemarau
akan tumbuh cepat karena genangan air menurun dan
suhu relatif tinggi. Selama genangan air dan pengolahan
tanah dikerjakan dengan baik maka infestasi gulma
rendah. Pada Musim hujan biasanya infestasi di dominasi
oleh gulma berdaun lebar yang senang dengan genangan
air.
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara:
Penyiangan dengan tangan atau manual, gulma/rumput
disiang dengan tangan pada umur 21 dan 42 hari
setelah tanam (hst).
Penyiangan mekanis, dengan menggunakan landak atau
gasrok selama genangan air tidak melebihi 10 cm. Cara
27
ini juga sekaligus menggemburkan dan memperbaiki
aerasi tanah.
Pemakaian herbisida pra tumbuh dan purna tumbuh
yang selektif. Herbisida pra tumbuh adalah herbisida
yang disemprotkan sebelum guma tumbuh atau tumbuh
awal seperti kecambah gulma. Herbisida purna tumbuh
adalah herbisida yang disemprotkan pada saat gulma
tumbuh aktif. Herbesida selektif artinya hanya
membunuh gulma sasaran, dan sebaiknya pada saat
penyemprotan alat semprot dilengkapi dengan sungkup
agar bidang semprotan terarah. Sistem tanam jajar
legowo dapat mempermudah pekerjaan penyemprotan.
Penggunaan herbisida untuk pengendalian gulma
harus dilaksanakan dengan hati-hati dan bijaksana dengan
enam tepat, yaitu: tepat gunakan seperti Ally 76 WP, cara
penyiangan dengan herbisida/racun rumput harus
memenuhi persyaratan kondisi petakan harus macak-
macak sehingga cairan herbisida sewaktu penyemprotan
membasahi daun-daun gumla dan sampai kepermukaan
tanah dan apabila menggunakan herbisida pasca tumbuh
herbisida harus membasahi daun-daun gulma. Hujan yang
datang setelah penyemprotan hanya akan menyebabkan
pekerjaan menjadi sia-sia dan pemborosan. Contoh jenis
herbisida yang dianjurkan ialah:
Tepat mutu, herbisida yang digunakan berkualtas baik,
efektifitas tinggi.
Tepat sasaran, herbisa yang digunakan harus sesuai
dengan kondisi dan jenis gulma.
28
Tepat takaran, karena herbisida adalah racun, dosis
yang digunakan harus terukur dan tepat sehingga tidak
berdampak buruk bagi lingkungan.
Tepat waktu, digunakan/disemprotkan sesuai dengan
fase pertumbuhan yang tepat. Herbisida pra tumbuh
digunakan pada saat gulma belum tumbuh dan
herbisida purna tumbuh digunakan pada saat gulma
tumbuh aktif.
Tepat aplikasi, cara yang digunakan harus tepat apakah
ditabur dan larutan semprot sesuai dengan jenis
herbisida.
Tepat alat, alat semprot tidak bocor, nozel yang
digunakan harus sesuai seperti nozel kipas.
9. PENGENDALIAN HAMA
Dasar dasar pengendalian hama dan penyakit pada
padi rawa hampir sama dengan pengendalian padi sawah
irigasi. Karena pengairan sulit diatur pengendalian secara
kultur teknis sebagai salah satu komponen pengendalian
hama terpadu (PHT) sulit dilakukan.
Tikus
Serangan hama tikus mulai dari persemaian sampai
dengan hampir panen. Serangan hama tikus umumnya
lebih berat pada musim kemarau dibandingkan pada
musim hujan. Pengendalian hama tikus dapat dilakukan
secara mekanis, musuh alami, fumigasi, penggunaan
umpan beracun dan perbaikan aspek budidaya seperti
waktu tanam yang tepat dan serempak, perbaikan sanitasi
29
lingkungan tanaman. Hal yang perlu diperhatikan dan
dilakukan antara lain adalah:
Gropyokan rutin secara gotong royong
Pemasangan umpan beracun dengan rodentisida
Pemeliharaan musuh alami seperti anjing, kucing,
burung hantu.
Wereng Coklat dan Wereng Hijau
Serangan Wereng Coklat dapat mengakibatkan
kerusakan ringan sampai berat dari semua fase tumbuh,
bibit, anakan, matang susu. Hama menghisap cairan dalam
jaringan penangkutan tanaman padi. Serangan wereng
hijau menyebabkan pertumbuhan padi terhambat dan
penurunan jumlah anakan.
Cara pengendalian
Hama Wereng Coklat dapat dikendalikan dengan
varietas yang tahan.
Dengan menggunakan jarak tanam yang tidak terlalu
rapat atau menggunakan sistem tanam Jajar legowo.
Pergiliran varietas tanaman yang sesuai dengan
ekosistem daerah tersebut.
Aplikasi insektisida yang berbahan aktif amiztran,
karbofuran, bupofrezin, BPMC, karbosulfan dan fipronil
Hama Putih Palsu
Serangan hama putih palsu umunya terjadi karena
penanaman terlalu awal dari jadual tanam dan pemupukan
Nirtogen yang tinggi (>200 kg N/ha).
Cara pengendalian
Penanaman tepat waktu dan serempak
30
Penyemprotan dengan insektisida secara bijaksana agar
musuh alaminya seperti laba-laba tetap terpelihara.
Penyemprotan dapat dilakukan apabila serangan
mencapai 14%.
Memusnakan tumbuhan inang seperti gulma purun
tikus.
Penggerak Batang Padi
Hama penggerek batang padi yang disebabkan oleh
serangga hamaTryphoriza innotata, dan Tryphoriza.
Insertulas atau dikenal dengan sundep dan beluk. Hal yang
perlu diperhatikan dan dilakukan pada pengendalian hama
penggerak batang adalah:
Hama penggerek batang harus diamati secara intensif
sejak dipersemaian sampai dengan panen. Apabila
populasi ngengat tinggi dapat dikendalikan dengan
insektisida seperti karbofuran dan fipronil.
Insektisida butiran dapat digunakan pada saat
genangan air surut dan insektisida cairan digunakan
pada saat genangan air tinggi.
Apabila fase generatif populasi ngengat tangkapan 300
ekor/minggu pada perangkap lampu aplikasikan
insektisida cairan.
Pada saat panen tunggul jerami dipotong rendah
supaya perkembangan larvanya terganggu dan
mengurangi populasi generasi berikutnya.
Keong Mas
Serangan yang keong mas mulai dari masih
persemaian dan tanaman yang baru ditanam.
31
Pengendalian yang paling utama adalah mencegah
penyebaran keong mas pada areal baru. Pada lahan yang
selalu tergenang keong akan berkembang cepat dan sulit
dikendalikan. Pengendalian keong mas harus berkelanjutan
untuk mencegah serangan pada tanaman musim
berikutnya.
Cara pengendalian
Membersihkan saluran air dari keong mas dengan cara
mengambil dan memusnahkannya.
Memasang saringan pada aliran air masuk untuk
menjaring keong mas.
Mengeringkan sawah 7 hari setelah tanam.
Mengumpan dengan menggunakan daun talas dan
pepaya.
Memasang ajir agar keong mas bertelur pada ajir dan
telurnya dimusnahkan.
Mengambil telur keong mas yang ada pada tanaman
padi.
Aplikasi pestisida pada saluran air (caren).
Orong-Orong
Serangan hama orong-orong sangat potensial di lahan
gambut.
Serangan hama orong-orong terjadi pada perakaran
tanaman di bawah permukaan tanah.
Tanaman yang terserang menjadi layu dan mati.
Cara pengendalian
Penggenangan daerah yang terserang terutama waktu
tanam 1-2 minggu.
32
Aplikasi insektisida berbahan aktif karbofuran.
Kepinding Tanah
Serangan hama ini dengan cara menghisap cairan
dari daun bagian pinggir dan menyebabkan tanaman
menjadi kuning sampai orange. Pertumbuhan padi
terhambat, penurunan jumlah anakan.
Cara pengendalian
Hindari pemupukan nitrogen yang tinggi yang memicu
perkembangan wereng hijau.
Menanam dengan varietas yang tahan.
Aplikasi insektisida dengan bahan aktif BPMC, Bufrezin,
imidkloprid, Karbofuran, MIPC dan tamektosam.
10. PENGENDALIAN PENYAKIT
Penyakit Blast
Penyakit Blast disebabkan oleh serangan jamur
Pyricularia oryzae (P. grisea). Jamur ini menyerang
tanaman padi pada berbagai ekosistem. Penyakit blast
merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya padi
karena bila terserang jamur Pyricularia oryzae ini akan
mengakibatkan penurunan produksi hingga 70.
Serangan masa vegetatif menimbulkan gejala blast
daun (leaf blast) ditandai adanya bintik-bintik kecil pada
daun berwarna ungu kekuningan. Bercak menjadi besar,
berbentuk seperti belah ketupat pada bagian tengahnya
berupa titik berwarna putih atau kelabu dengan bagian
tepi kecoklatan.
33
Serangan pada fase generatif menyebabkan pangkal
malai membusuk, berwarna kehitaman dan mudah
patah (busuk leher).
Serangan pada daun muda, menyebabkan proses
pertumbuhan tidak normal, daun menjadi kering dan
mati. Blast daun banyak menyebabkan kerusakan
antara fase pertumbuhan hingga fase anakan
maksimum.
Infeksi pada daun setelah fase anakan maksimum
biasanya tidak menyebabkan kehilangan hasil yang
terlalu besar, namun infeksi pada awal pertumbuhan
sering menyebabkan puso terutama varietas yang
rentan.
Penggunaan fungisida pada fase vegetatif sangat
dianjurkan apabila guna menekan tingkat intensitas
serangan blast daun dan juga dapat mengurangi infeksi
pada tangkai malai (blas leher).
Faktor yang mempengaruhi berkembangnya penyakit
Blast:
Lingkungan, hamparan yang sudah pernah terjadi
serangan blast, besar kemungkinan blast akan
segera menyebar didukung oleh kelembaban dan suhu
24 ºC - 28 ºC.
Jarak Tanam, jarak tanam yang rapat bisa
mengakibatkan kelembaban di sekitar tanaman akan
meningkat, sehingga bisa mempercepat perkembangan
jamur blast.
Pemupukan, pemupukan unsur Nitrogen yang tinggi
dimusim penghujan akan memicu pertumbuhan
34
Pyricularia oryzae. Pemupukan nitrogen yang tinggi
menyebabkan ketersediaan nutrisi yang ideal dan
lemahnya jaringan daun, sehingga spora blast pada
awal pertumbuhan dapat menginfeksi optimal dan
menyebabkan kerusakan serius pada tanaman padi.
Kebersihan Lahan, kebersihan lahan dari gulma juga
sangat mempengaruhi serangan blas. Pada lahan yang
gulmanya tidak dikendalikan serangan blast lebih tinggi
dibandingkan dengan lahan yang bebas gulma.
Benih yang tidak sehat, Benih padi yang digunakan
bebas dari jamur Blast. Jangan menggunakan benih
padi yang terserang blast, karena jamur blat bisa
bertahan lama di dalam benih padi.
Pencegahan dan Pengendalian blast dengan menerapkan
pengelolaan tanaman terpadu (PTT) pada tanaman padi:
Penggunaan varietas tahan dan pembenaman jerami.
Penggunaan varietas baru yang tahan terhadap blast
sangat dianjurkan bagi daerah yang endemi terhadap
blast.
Pemupukan berimbang, Penggunaan pupuk sesuai
anjuran terutama pada daerah-daerah endemi penyakit
blast.
Penggunaan Nitrogen yang tidak berlebihan dan dengan
penggunaan kalium dan phosfat, dianjurkan agar dapat
mengurangi infeksi blast di lapangan.
Penggunaan kalium mempertebal lapisan epidermis
pada daun sehingga masuknya spora pada jaringan
daun akan terhambat dan tidak akan berkembang.
35
Waktu tanam yang tepat, penanaman yang bertepatan
banyak embun perlu dihindari agar pertanaman
terhindar dari serangan penyakit blas yang berat. Oleh
karena itu data iklim spesifik dari wilayah-wilayah
pertanaman padi setiap lokasi perlu diketahui.
Penggunaan Fungisida:
Penggunaan fungisida dianjurkan untuk daerah endemis
penyakit blast dengan ketentuan pengendalian secara
terpadu dan tepat guna.
Penyakit Tungro
Penyebab Penyakit dan Penularannya
Tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda
yaitu virus bentuk batang Rice Tungro Bacilli Virus
(RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical
Virus (RTSV) yang ditularkan oleh wereng hijau
(sebagai vektor).
Sejumlah species wereng hijau dapat menularkan virus
tungro, namun Nephotettix virescens merupakan
wereng hijau yang paling efisien perlu diwaspadai
keberadaannya.
Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor
memperoleh virus setelah mengisap tanaman yang
terinfeksi virus kemudian berpindah dan mengisap
tanaman sehat.
Gejala Serangan
Tanaman padi yang tertular virus tungro menjadi kerdil,
daun berwarna kuning sampai kuning jingga disertai
bercak-bercak berwarna coklat.
36
Perubahan warna daun dimulai dari ujung, meluas ke
bagian pangkal.
Jumlah anakan sedikit dan sebagian besar gabah
hampa.
Infeksi virus tungro menurunkan jumlah malai per
rumpun, malai pendek, jumlah gabah per malai rendah.
Intensitas Serangan serangan tungro ditentukan:
Tersedianya sumber tanaman terserang, adanya vektor
(penular)
Intensitas penyakit tungro juga dipengaruhi oleh tingkat
ketahanan varietas dan stadia tanaman.
Tanaman stadia muda, sumber inokulum tersedia dan
populasi vektor tinggi akan menyebabkan tingginya
intensitas serangan tungro.
Ledakan tungro biasanya terjadi dari sumber infeksi
yang berkembang pada pertanaman yang tidak
serempak.
Pengendalian penyakit tungro
Pengendalian bertujuan untuk mencegah dan
meluasnya serangan serta menekan populasi wereng
hijau yang menularkan penyakit.
Upaya pengedalian harus dilakukan secara terpadu yang
meliputi:
Waktu tanam tepat
Waktu tanam harus disesuaikan dengan pola fluktuasi
populasi wereng hijau yang sering terjadi pada bulan-
bulan tertentu.
37
Waktu tanam diupayakan agar pada saat terjadinya
puncak populasi, tanaman sudah memasuki fase
generatif (berumur 55 hari atau lebih).
Karena serangan yang terjadi setelah masuk fase
tersebut tidak menimbulkan kerusakan yang berarti.
Tanam serempak
Diupaya menanam tepat waktu tidak efektif apabila
tidak dilakukan secara serempak.
Bertanam serempak akan memutus siklus hidup wereng
hijau dan keberadaan sumber inokulum.
Menanam varietas tahan
Menanam varietas tahan merupakan komponen penting
dalam pengendalian penyakit tungro.
Varietas tahan artinya mampu mempertahankan diri
dari infeksi virus dan atau penularan virus oleh wereng
hijau. Walaupun terserang.
Varietas tahan tidak menunjukkan kerusakan fatal,
sehingga dapat menghasilkan secara normal.
Memusnahkantanaman yang terserang
Memusnahkan (Eradikasi) harus dilakukan sesegera
mungkin setelah ada gejala serangan dengan cara
mencabut seluruh tanaman sakit kemudian dibenamkan
dalam tanah atau dibakar.
Untuk efektifitas upaya pengendalian, eradikasi mesti
dilakukan di seluruh areal dengan tanaman terinfeksi,
eradikasi yang tidak menyeluruh berarti menyisakan
sumber inokulum.
38
Pemupukan N yang tepat
Pemupukan N berlebihan menyebabkan tanaman
menjadi lemah, mudah terserang wereng hijau sehingga
memudahkan terjadi inveksi tungro.
Penggunaan pupuk N harus berdasarkan pengamatan
dengan Bagan Warna Daun (BWD) untuk mengetahui
waktu pemupukan yang paling tepat.
Dengan BWD, pemberian pupuk N secara berangsur-
angsur sesuai kebutuhan tanaman sehingga tanaman
tidak akan menyerap N secara berlebihan.
Penggunaan pestisida
Insesektisida hanya efektif menekan populasi wereng
hijau pada pertanaman padi yang menerapkan pola
tanam serempak.
Infeksi virus dapat terjadi sejak di pesemaian,
menggunakan insektisida confidor ternyata cukup
efektif.
Penggunaan insektisida sistemik butiran (carbofuran)
lebih efektif mencegah penularan tungro.
Penyakit Hawar Daun Bakteri
Penyakit kresek atau hawar daun bakteri (bacterial
leaf blight) merupakan salah satu penyakit penting pada
tanaman padi. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri
Xanthomonas campestris pv. oryzae. Penyakit umumnya
banyak terdapat pada padi yang dipindah pada umur yang
lebih muda. Selain itu juga terdapat lebih banyak pada
tanaman yang dipotong ujungnya pada saat pemindahan.
Kerugian hasil yang disebabkan oleh penyakit hawar daun
bakteri (HDB) dapat mencapai 60% - 70 %.
39
Gejala Serangan
Gejala Penyakit berupa bercak berwarna kuning sampai
putih berawal dari bentuk garis lebam berair pada
bagian tepi daun.
Bercak bisa mulai dari salah satu atau kedua tepi daun
yang rusak dan berkembang menutup seluruh helaian
daun.
Tanaman padi yang terserang penyakit hawar daun
bakteri (HDB) pada fase awal pertumbuhan, tanaman
layu dan akhirnya mati. Gejala inilah yang biasanya oleh
petani disebut dengan penyakit kresek.
Sedangkan pada tanaman dewasa serangan mulai dari
tepi daun berwarna keabu-abuan dan akhirnya
mengering sehingga tanaman tidak dapat
berfotosintesis dengan baik sehingga pertumbuhan
tanaman terganggu.
Serangan pada saat tanaman berbunga, hawar daun
bakteri dapat menyebabkan kerugian yang sangat
besar dengan mengurangi hasil sampai 50-70% akibat
pengisian gabah terhambat sehingga gabah hampa
meningkat.
Serangan penyakit hawar daun bakteri menyerang
tanaman padi mulai dari persemaian sampai tanaman
padi menjelang panen.
Infeksi dimulai dari bagian daun melalui luka seperti
bekas potongan bibit padi atau lubang alami daun
seperti stomata (lubang daun) dan merusak klorofil
daun, sehingga kemampuan daun untuk melakukan
40
fotosintesis menjadi menurun dan pertumbuhan
tanaman terhambat.
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) ini biasanya
menyerang tanaman padi pada saat musim hujan.
Kondisi pertanaman dengan kelembaban yang tinggi
dan pemupukan yang tidak berimbang dengan dosis
pupuk nitrogen yang tinggi.
Menanam Varietas Padi Tahan Hawar Daun Bakteri (HDB)
Pengendalian Hawar Daun Bakteri (HDB) dengan
menanam varietas yang tahan terhadap serangan
penyakit hawar daun bakteri ini.
Tingkat ketahananan terhadap hawar daun bakteri
ini bervariasi antara agak tahan dan tahan.
Varietas yang tahan ditanam pada suatu wilayah
tertentu dapat menjadi varietas yang rentan jika
ditanam pada wilayah lainya, hal ini disebabkan karena
strain/patotipe HDB ini cepat bergeser dari wilayah yang
satu ke wilayah yang lain.
Pengendalian Hawar Daun Bakteri (HDB) dengan teknik
budidaya:
Pengendalian penyakit hawar daun bakteri dilakukan
secara terpadu dengan menggunakan teknik budidaya.
Teknik budidaya yang disarankan antara lain dengan
perlakuan bibit dan pergiliran varietas.
Menanam dengan jarak tanam yang tidak terlalu rapat,
Irigasi/pengairan secara berselang (intermiten),
pemupukan sesuai kebutuhan tanaman.
41
Tidak dianjurkan memotong daun bibit dan akar pada
saat tanam, karena akan mempermudah infeksi bakteri
HDB.
Strain/Patogen HBD ini biasanya menginfeksi melalui
luka bekas potongan pada bibit padi yang ditanam.
Serangan Penyakit hawar daun bakteri dipicu juga oleh
keadaan lingkungan sekitar pertanaman dengan
kelembaban yang tinggi.
Untuk menekan perkembangan HBD ini dilakukan
dengan menanam padi dengan jarak yang tidak terlalu
rapat.
Pengairan dilakukan secara berselang (intermiten)
sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman dan jangan
menggenangi tanaman padi secara terus menerus.
Hawar daun bakteri juga berkembang pada tanaman
padi yang dipupuk dengan pupuk Nitogen dengan dosis
yang tinggi tanpa diimbangi dengan pupuk Kalium.
Pupuk Nitrogen yang tinggi akan memacu pertumbuhan
vegetatif tanaman, tetapi tanaman kurang tahan
terhadap infeksi bakteri patogen Xoo.
Untuk menekan perkembangan hawar daun
bakteri pemupukan tanaman padi harus dilakukan
secara berimbang. Pupuk Nitrogen yang diaplikasikan
harus diimbangi dengan aplikasi pupuk Kalium.
Penggunaan bakterisida secara bijaksana dan sesuai
dengan rekomendasi setempat.
42
11. PANEN DAN PASCA PANEN
Panen dilakukan dengan menggunakan sabit
bergerigi atau sabit biasa yang tajam. Biasanya yang
melakukan panen tenaga kerja wanita dan hasil sabitan
diketakkan pada tunggul padi selama 1 hari agar gabah
kering oleh sinar matahari. Tenaga kerja laki-laki
mengumpulkan hasil panen ke tempat yang sudah
disiapkan untuk dirontok dengan power thresher atau
pedal thresher (tergantung alat perontok yang dimiliki
petani/kelompok tani). Hasil perontokan dimasukkan dalam
karung dan disimpan di rumah/gudang. Panen dapat juga
dilakukan dengan menggunakan mesin panen, dan kondisi
lahan saat panen harus kering.
Gambar 8. Panen padi rawa Inpara 2 di lahan rawa lebak pematang tanah mineral Desa Karang Anyar Kabupaten seluma
tahun2011/2012.
43
Gambar 9. Panen padi Inpara 2 di lahan rawa lebak gambut dangkal Desa Panca Mukti Kec. Pondok Kelapa Kabupateng Bengkulu Tengah tahun 2014.
44
PENUTUP
Lahan sub optimal baik lahan kering masam maupun
lahan rawa yang mempunyai potensi cukup besar tidak
akan memberikan mafaat bagi kehidupan umat manusia.
Buku yang kami buat ini dengan judul PEDOMAN TEKNIS
BUDIDAYA PADI DI LAHAN RAWA bersumber dari
beberapa bahan bacaan dan pengalaman penerapan
komponen teknologi budidaya padi rawa melalui kegiatan
Pengkajian dan diseminasi yang dilaksanakan BPTP
Bengkulu dari tahun 2008 sampai 2014. Buku ini
diharapkan dapat membantu memberikan pengertian dan
pemahaman kepada petugas lapang atau siapa saja yang
berusahatani di lahan rawa.
Potensi yang cukup besar harus segera di
manfaatkan secara optimal dengan penerapan inopasi
teknologi tepat guna sesuai dengan kareteristik
sumberdaya lahan dan sumber daya mnusianya untuk
kesejahteraan petani yang mencari penghidupan pada
ekosistem lahan rawa.
45
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabri, Muhammad., Ladiyani Retno Widowati, Eviat. 2011.
Petunjuk Penggunaan Perangkat Uji Tanah Rawa
(Swampland Soil TesKit: Acid Sulpate Soils) Versi 0.1. Balai
Penelitian Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 19
halaman.
Ahmad Suryana. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Padi Lahan Rawa Lebak. Pedoman Bagi Penyuluh Pertanian.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. 42 halaman.
Pusat Penelitian dan Pengembangan tanaman Pangan 2010.
Pedoman Produksi Benih Sumber Padi. Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 30 halaman.
Eddy, dkk. 2011/2012. Laporan kegiatan diseminsi Visitor Plot
Teknologi Budidaya di Kabupaten Seluma dan Laporan
Pengkajian Lahan Sub Optimal di Kabupaten Bengkulu
Tengah tahun 2013. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Bengkulu.
BPS Provinsi Bengkulu, 2013. Provinsi Bengkulu Dalam Angka.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.
Ar-Riza, I. 2005. Pedoman Teknis Budidaya Padi di Lahan Lebak.
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. 28 halaman.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, 2003.
Kerja sama BLITPA, BP2TP, BPTP SUMUT, BPTP JATIM, BTP
NTB, BPTP SULSEL, BPTP KALTIM, IRRI.