Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    1/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    1

    PEDOMAN STANDAR PENGELOLAAN PENYAKIT

    BERDASARKAN KEWENANGAN

    TINGKAT PELAYANAN KESEHATAN

    I. PENDAHULUAN

    Pembangunan Kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi hak dasar rakyat untuk

    memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 dan Undang-

    Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pembangunan kesehatan yang telah

    dilakukan selama ini bertujuan untuk meningkatkan derajat dan status kesehatan bagiseluruh masyarakat Indonesia. Untuk itu pemerintah menetapkan Pembangunan Kesehatan

    dalam Program Pembangunan Nasional.

    Pemerintah telah menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan tingkat

    dasar sampai dengan rujukan yang memiliki kemampuan yang berbeda dalam menangani

    masalah kesehatan di masyarakat. Meskipun pendekatan pelayanan kesehatan sama tetapi

    fokus penekanan pelayanan berbeda sesuai dengan kemampuan yang ada pada tiap fasilitas

    pelayanan kesehatan. Agar kesinambungan pelayanan kesehatan pada masyarakat dapat

    terwujud, diperlukan sistem rujukan yang berjenjang dan terstruktur, dimana ada kejelasanperan dan fungsinya sesuai tingkat fasilitas pelayanan kesehatan.

    Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelayanan medis di

    pemberi pelayanan kesehatan harus senantiasa dipertahankan bahkan ditingkatkan agar

    tercapai pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan. Demi

    Tercapainya penyelenggaraan pelayanan medis yang memenuhi standar tersebut perlu

    pedoman pengelolaan berdasarkan kewenangan di tingkat pelayanan kesehatan. Untuk itu

    Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat bersama FK UNPAD, RSUP Hasan Sadikin Bandung dan

    Organisasi Profesi telah menyusun Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit BerdasarkanKewenangan Tingkat Pelayanan Kesehatan.

    Buku ini menginformasikan bagaimana pengelolaan penyakit mulai dari pelayanan dasar

    sampai pelayanan rujukan, perlu tidaknya kasus tersebut dirujuk berdasarkan kewenangan

    tingkat pelayanan kesehatan. Sehingga diharapkan dapat menjadi acuan dalam peningkatan

    kompetensi tenaga kesehatan di pemberi pelayanan kesehatan.

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    2/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    2

    II. DASAR HUKUM

    1. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

    2.

    Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 128/MENKES/SK/II/2004, tentangKebijakan Dasar Puskesmas.

    3. Buku Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Rumah Sakit

    III. TUJUAN

    Umum :

    Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang optimal berdasarkan kewenangan

    dan kompetensi di tiap jenjang pelayanan kesehatan.

    Khusus :

    - Tersusunnya pedoman pengelolaan penyakit berdasarkan kewenangan

    Pemberi Pelayanan Kesehatan

    - Dasar pengkajian untuk rencana pengembangan dan peningkatan

    kompetensi tenaga kesehatan

    IV. PENYAKIT DAN PENGELOLAANNYA

    Pengelompokan penyakit dan bagaimana pengelolaannya berdasarkan kewenangan di

    setiap tingkat pelayanan kesehatan terdiri dari :

    - Penyakit Anak

    - Penyakit Dalam

    - Penyakit Kebidanan dan Kandungan

    - Penyakit Bedah

    - Penyakit THT-KL

    - Penyakit Neurologi (Syaraf)

    - Penyakit Kulit Kelamin

    - Penyakit Mata- Penyakit Jiwa (Psikiatri)

    - Penyakit Gigi dan Mulut

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    3/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    3

    PENGELOLAAN PENYAKIT ANAK

    No DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

    1 TB Paru Skrining tanda serta

    gejala klinik

    Penilaian klinis dan

    diagnostik (Tes

    PPD, rontgen thorax)

    Diagnostik dan

    penanganan TB paru

    disertai komplikasi

    (empyema, atelektasis,

    destroyed lung,

    hemoptysis, TB milier,

    Multi Drug Resistance TB

    (MDR-TB)

    Rujuk balik untuk th/ OAT rujuk balik untuk terapiOAT)

    2 Bronko

    Pneumonia

    Penilaian klinis,

    diagnostik dan terapi

    (BP ringan) sesuai MTBS

    Penilaian klinis, diagnostik

    dgn pemeriksaan penunjang

    (lab dan rontgen)

    Penegakan diagnostik dan

    terapi BP berat dengan

    ancaman gagal nafas

    sehingga membutuhkan

    ventilator, empysema dan

    sepsis.

    Penatalaksanaan

    Bronkhopneumoni

    rujuk balik

    3 Diare Diagnosis : Diare akut

    dengan /tanpa

    dehidrasi, diare dengandehidrasi ringan-sedang

    Tatalaksana sesuai

    protocol

    Penatalaksanaan diare

    ringan- sedang yang tidak

    dapat direhidrasi per oral,diare berat, diare akut

    dengan dehidrasi berat,

    diare disertai komplikasi

    seperti sepsis, gangguan

    elektrolit, (membutuhkan

    kultur feses)

    Diagnosis etiologi dan

    talaksana diare persisten /

    kronis, diare denganpenyakit penyerta seperti

    HIV, diare yang

    membutuhkan

    pemeriksaan penunjang

    kultur feses, dan

    endoskopi

    Dehidrasi berat bisaditangani

    di Puskesmas DTP

    rujuk balik danpenyuluhan

    4 Penyakitjantung

    bawaan (PJB)

    Deteksi dini PJB,tatalaksana penyakit

    penyerta pada PJB.

    Diagnosis PJB melaluipemeriksaan penunjang

    (EKG, rontgen thorax),

    penatalaksanaan penyakit

    penyerta PJB

    Diagnosis dan tatalaksanaPJB dengan pemeriksaan

    echocardiographydan

    kateterisasi jantung

    Tatalaksana PJB Operatif

    TIDAK RUJUK BALIK

    Bila tidak dilakukanoperatif rujuk balik

    5 Cerebal Palsy

    (CP)

    Deteksi dini tumbuh

    kembang (DDTK)

    Diagnostik kelaianan

    perkembangan (Denver,

    Cat/Clam),

    Diagnostik dan skrining CP

    dgn comorbid (gangguan

    pendengaran,pengelihatan, RM,

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    4/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    4

    epilepsi)

    Tatalaksana spastisitas,

    fisioterapi (klinik tumbuh

    kembang)

    Tatalaksana dan

    fisioterapi, penilaian IQ

    (URM : fisioterapi, terapi

    bicara, terapi okupasi)

    Rujuk balik untukpemantauantumbuh

    kembang dan stimulasi di

    rumah

    6 Gizi buruk Deteksi

    Diagnosis dini

    Tatalaksana gizi buruk Tatalaksana kegawatan

    dan tatalaksana kelainan

    khusus

    PMT

    Rujuk

    Penatalaksanaan komplikasi Diagnosis etiologi

    (HIV/AIDS, kelainan

    congenital, sindroma

    malabsorbsi) Rujuk

    balik

    Bila memerlukan

    pemeriksaan khusus untuk

    etiologi (HIV/AIDS, kelainan

    Kongenital ) Rujuk

    Rujuk balik ke PKM untuk

    pemantauan dan PMT

    7 ISPA Diagnosis dan

    tatalaksana ISPA TIDAK PERLU DIRUJUKTidak perlu dirujuk

    8 Thalassemia Deteksi dini suspek

    thalassemia

    (skrining tanda serta

    gejala klinik: anemia,

    hepatosplenomegali)

    Pemeriksaan penunjang

    (darah rutin) dan pemberian

    transfusi.

    Penegakan diagnosis

    melalui Hb elektroforesa,

    pencegahan dan

    penanganan komplikasi :

    hemosiderosis (chelating

    agent), splenektomi,

    kontrol rutin penderita Rujuk balik untuktransfusi berkala

    9 DF/DHF Skrining tanda serta

    gejala klinik

    Penanganan DHF Grade II

    sampai dengan DSS (DHF

    Grade III dan IV)

    Pemeriksaan penunjang Ig

    M dan Ig G

    Penegakkan diagnosis,

    dengan pemeriksaan

    penunjang (IgG , IgM,

    NS1), DHF yang

    memerlukan perawatan

    intensif

    Tatalaksana DF/DHF

    dengan pemeriksaan

    darah rutin (Puskesmas

    DTP)

    bila memerlukan perawatan

    intensif Rujuk ke PPK 3

    Rujuk balik paskaperawatan

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    5/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    5

    10 Sindroma

    Nefrotik

    Diagnosis berdasarkan

    gejala klinis dan

    pemeriksaan urin

    dipstik.

    Penegakan diagnostis pasti Diagnosis lengkap dan

    tatalaksana SN resisten

    steroiddengan

    khemoterapi :

    siklofosfamid

    Rujuk untuk diagnosis

    pasti

    Rawat inap SN serangan

    pertama (jika dibutuhkan)

    rujuk balik untuk

    melanjutkan pengobatan

    Rujuk balik untukpenanganan lanjutan,

    follow up remisi atau

    relaps

    Jika terjadi SN resisten

    steroid harus dirujuk

    11 Epilepsi Diagnosis berdasarkan

    gejala klinis, tatalaksana

    serangan kejang akut,

    (pemberian diazepam),

    Penanganan status

    epileptikus (pemberian

    fenobarbital, fenitoin)

    Pusat diagnositk epilepsi

    melalui EEG, CT Scan, MRI.

    Pengobatan dengan status

    epileptikus refrakter

    yang memerlukan PICU

    kontrol rutinpenderita Rujukjika terjadi status

    epileptikus refrakter/

    memerlukan perawatan

    intensif ( PICU)

    Rujuk balik untukpengobatan jangka

    panjang

    12 Kejang

    demam

    Tatalaksana kejang

    demam (sederhana)

    Kejang demam kompleks

    dan kejang demam status

    konvulsivus,

    Bila perlu perawatan

    intensif/ status epileptikus

    refrakterRujuk

    Tatalaksana status

    konsulsivus

    refrakter/rawat intensif,

    pemeriksaan penunjanguntuk penegakan

    diagnostik rujuk balik

    13 Masalah

    neonates

    Deteksi kegawatan

    (BBLR, Infeksi/sepsis,

    Ikterus neonatorum,

    kejang neonatus,

    asfiksia) Rujuk

    Tatalaksana

    kegawatdaruratan

    Tatalaksana

    kegawatdaruratan

    Diagnosis Etiologi

    Diagnosis etiologi Diagnosis etiologi

    Perawatan Bayi baru lahir

    level 2

    Perawatan Bayi baru lahir

    level III

    Bila perlu perawatan

    intensif (Level III) rujukPPK 3

    perawatan intensif

    stabil rujuk balik

    14 Demam Tifoid Skrining tanda serta

    gejala klinik

    Tatalaksana Demam

    Tifoid

    Pemeriksaan darah

    rutin

    (Puskesmas DTP)

    Penatalaksanaan sampai

    dengan komplikasi ( Tifoid

    ensefalopati, perdarahan,

    perforasi usus)

    Rujuk balik

    Tidak perlu di rujuk di PPK

    3

    15 Morbili Diagnosis Penegakan diagnosisTidak perlu di rujuk

    di PPK 3Tatalaksanasimptopmatis

    Tatalaksana komplikasi

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    6/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    6

    Deteksi komplikasi

    Bila ada komplikasi

    Rujuk

    16 Meningitis Deteksi dan tatalaksana

    kegawatan (Kejang) Rujuk

    Penatalaksanaan

    kegawatan

    Penatalaksanaan

    komplikasi danperawatan intensif

    Diagnostic etiologi (Lumbal

    pungsi ) dan perawatan

    non intensif

    Penegakan diagnosis

    etiologi dan komplikasi

    (CT scan, MRI, EEG)

    Bila perlu perawatan

    intensif Rujukke PPK 3

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    7/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    7

    PENGELOLAAN PENYAKIT DALAM

    No DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

    1 DM Tipe 2 Tanpa komplikasi,

    TERKENDALI dengan

    1 obat hipoglikemik

    oral (OHO)

    NIDDM (4)

    Standar Kompetensi Dokter KKI 2006

    DM Tipe 2 Tanpa komplikasi,

    TIDAK TERKENDALI

    dengan 1 OHO

    rujuk

    Tanpa komplikasi, TIDAK

    TERKENDALI dengan 1

    OHO pengelolaan

    Tanpa komplikasi,

    TERKENDALI dengan 2

    OHO

    rujuk balik

    DM Tipe 2 Tanpa komplikasi,

    TIDAK TERKENDALI

    dengan 1 OHO

    Tanpa komplikasi, TIDAK

    TERKENDALI dengan 1

    OHO pengelolaan

    Terkendali

    rujuk BERKOMPLIKASI &TERKENDALI dg 2 OHO

    rujuk balik

    TANPA KOMPLIKASI &

    TERKENDALI denganInsulin

    BERKOMPLIKASI &

    TERKENDALI dg Insulin

    dikelola 1 bulan

    Bila tidak terkendali

    rujuk ke PPK 3DM tipe 2 Hipoglikemi

    1.TEGAKKAN

    DIAGNOSIS KLINIS

    2.TERAPI

    PENDAHULUAN

    3. RUJUK SEGERA

    Terkendalirujuk balik ke PPK 2

    HIPOGLIKEMI (3B)Standar Kompetensi Dokter

    KKI 2006

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    8/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    8

    DM tipe 2 KOMPLIKASI AKUT

    (KAD)

    Terkendali pengelolaan Terkendali

    1. TEGAKKAN

    DIAGNOSIS KLINIS

    2. TERAPIPENDAHULUAN

    3. RUJUK

    rujuk balik

    KOMPLIKASI AKUT (KAD) rujuk

    (TIDAK TERKENDALI

    DALAM 48 JAM

    rujuk balik

    DM tipe 2 KOMPLIKASI KRONIS Terkendali pengelolaan Terkendali

    1.TEGAKKAN

    DIAGNOSIS KLINIS

    rujuk balik rujuk balik

    2.TERAPI

    PENDAHULUAN

    Tidak terkendali dalam 2

    bulan

    3. RUJUK rujuk

    2 Hipertensi

    Esensial

    Hipertensi esensial Essential Hypertension (4)

    Standar Kompetensi Dokter

    KKI 2006

    Hipertensi

    Esensial

    Pengelolaan

    Hipertensi krisis Terkendali Pengelolaan

    rujuk rujuk balikHipertensi

    Sekunder

    1.TEGAKKAN

    DIAGNOSIS KLINIS

    Terkendali Pengelolaan Tidak terkendali

    pengelolaan dan evaluasi

    2.TERAPI

    PENDAHULUAN

    rujuk balik Terkendali Rujuk balik

    3. RUJUK

    3 ASHD (Peny

    Jantung Koroner

    Kronik Stabil)

    PJK Kronik Stabil

    1.TEGAKKAN

    DIAGNOSIS KLINIS

    2.TERAPI

    PENDAHULUAN

    3.RUJUK

    PJK Kronik Stabil

    Terkendali pengelolaan

    RUJUK BALIK

    RUJUK KEMBALI

    SETIAP 3 BULAN

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    9/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    9

    ASHD (Sindroma

    Koroner Akut)

    Sindroma Koroner

    Akut (SKA)

    Terkendali pengelolaan Stabil/terkendali (evaluasi

    tiap 3 bulan)

    1. TEGAKKAN

    DIAGNOSIS KLINIS

    rujuk rujuk balik

    2. TERAPI

    PENDAHULUAN

    3. RUJUK

    ASHD (Gagal

    Jantung)

    1.TEGAKKAN

    DIAGNOSIS KLINIS

    Terkendali pengelolaan

    2.TERAPI

    PENDAHULUAN

    rujuk balik

    3. RUJUK rujuk setiap 3 bulan

    4 TBP tidak

    berkomplikasi

    TBP kasus baru Uncomplicated Pulmonary

    Tuberculosis (4)

    tidak berkomplikasi Standar Kompetensi Dokter

    KKI 2006

    TB Paru TB paru dg

    pneumotoraks

    Terkendali pengelolaan

    (pneumotoraks) 1.TEGAKKAN

    DIAGNOSIS KLINIS

    rujuk balik

    2. RUJUK SEGERA

    TB Paru 1.TEGAKKAN

    DIAGNOSIS KLINIS

    Terkendali pengelolaan

    (pengobatan

    ulang

    /berkomplikasi)

    2. TERAPI

    PENDAHULUAN

    rujuk balik

    3. RUJUK

    TB Paru 1.TEGAKKANDIAGNOSIS KLINIS

    Terkendali pengelolaan

    (MDR/XDR) 2. RUJUK rujuk balik

    5 Diare dengan

    dehidrasi ringan

    sedang / berat

    dengan / tanpa

    komplikasi

    1.TEGAKKAN

    DIAGNOSA KLINIS

    2.RUJUK jika tidak

    ada fasilitas DTP

    Terkendali pengelolaan

    rujuk balik

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    10/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    10

    6 Goiter 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2

    2.Rujuk

    7 COPD / Asmabronkiale 1.Tegakkan diagnosis Terkendali pengelolaan

    2.Rujuk rujuk balik

    8 Pneumonia

    tanpa

    komplikasi

    1. Tegakkan diagnosis Terkendali pengelolaan

    2. Pengelolaan di PPK

    1

    rujuk balik

    9 Arthritis tanpa

    komplikasi

    1. Tegakkan diagnosis

    2. Pengelolaan di PPK1

    Dirujuk bila ada komplikasi

    atau memerlukanfisioterapi

    N

    Arthritis dengan

    komplikasi

    1. Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2

    2. Rujuk Fisioterapi

    10 SLE 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2

    2.Rujuk

    11 Gastritis 1. Tegakkan diagnosis2. Pengelolaan di PPK

    1

    Dirujuk dengan catatan bilaobat di PPK.1 tdk tersedia.

    12 Demam Dengue 1.Tegakkan diagnosis

    2.Pengelolaan di PPK

    1 dgn DTP

    Demam Dengue

    dg komplikasi

    1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2

    2.Rujuk

    DSS 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 dgn

    fasilitas ICU

    2.Rujuk

    13 Gagal ginjal akut 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 dgn

    fasilitas HD stabil, rujuk

    balik2.Rujuk

    14 GGK terminal 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 dg

    fasilitas HD

    Jika PPK. 2 tidak ada

    fasilitas HD

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    11/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    11

    2.Rujuk atau sesama PPK.2 dg

    fasilitas sama

    15 Sindroma

    Nefrotik

    1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 (

    Rujuk balik untuk Taperingoff, bisa dilakukan di PPK I)

    2.Rujuk

    16 Anemia berat 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 Stabil

    rujuk balik

    2.Rujuk

    17 Leukemia 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2

    2.Rujuk

    18 Perdarahan

    saluran cerna

    1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2

    dengan fasilitas endoskopi

    Jika PPK.2 tidak ada

    fasilitas endoskopi2.Rujuk

    19 HIV 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2 utk

    terapi ARV (ada tim

    konseling)

    Jika ada komplikasi.

    2.VCT

    3.Rujuk

    20 Hepatitis akut 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2.

    Diagnosis tegak, Stabil

    rujuk balik2.Rujuk jika fasilitas

    tdk lengkap

    Hepatitis kronis 1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2

    2.Rujuk

    21 Demam tifoid

    tanpa

    komplikasi

    1.Tegakkan diagnosis

    2.Pengelolaan di PPK

    1 dgn DTP

    Demam tifoid

    dgn komplikasi

    1.Tegakkan diagnosis Pengelolaan di PPK.2.

    Diagnosis tegak, Stabil

    rujuk balik2.Rujuk

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    12/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    12

    PENGELOLAAN PENYAKIT KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

    No. DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

    1 Hipertensi Dalam Kehamilan :

    Hipertensi

    Gestasional

    Skrining :

    Test protein urine

    Therapi oral anti

    hipertensi dapat

    diberikan

    Penilaian klinis dan

    diagnosis Tidak ada

    tanda-tanda preeklamsi

    rujuk balik ke PPK I

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    Preeklamsi

    Ringan

    Skrining:

    Test Protein urine

    Penilaian klinis dan

    diagnosis :

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    Rujuk ke PPK II Tidak ada tanda-tanda

    preeklamsi berat rujukbalik ke PPK I untuk oral

    antihipertensi

    Preeklamsi

    Berat

    Skrining:

    Test Protein urine

    Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi HELLP

    syndrome atau komplikasi

    lain

    Pemberian MgSO4

    Pemberian

    antihipertensi

    Perawatan/tindakan

    terminasi kehamilan

    Rujuk ke PPK II

    Eklamsi Pemberian MgSO4

    Pemberian

    antihipertensi

    Rujuk ke PPK II

    Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    yang Memerlukan

    perawatan ICU

    Tindakan terminasi

    kehamilan dan rawat

    bersama dengan bagian

    lain

    NICU atau dengan

    komplikasi HELLP

    syndrome atau komplikasi

    lain

    2 Perdarahan

    Trimester 1:

    Abortus

    Imminens

    Skrining

    Sarankan untuk

    pemeriksaan USG ke

    PPK II

    Penilaian Klinis dan

    Diagnosis USG baik

    kembalikan ke PPK I

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    USG tidak baik

    terminasi

    Abortus

    Insipiens

    Skrining:

    sarankan untuk

    pemeriksaan USG ke

    PPK II

    Penilaian klinis dan

    diagnosis :

    USG baik Rujuk balik

    Tidak usah dirujuk ke PPK

    III

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    13/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    13

    USG tidak baik terminasi

    Abortus

    Inkomplitus

    Skrining :

    Pemeriksaan awal

    Penilaian klinis dan

    diagnosis :

    KU baik rujuk ke

    PPK II

    Terminasi

    KU tidak baik

    Perbaiki KU sambil

    di rujuk ke PPK II

    (boleh dilakukan kuret

    tumpul di PONED)

    Abortus

    Komplitus

    Skrining:

    Rujuk ke PPK II untuk

    pemeriksaan lanjut

    Penilaian klinis dan

    diagnosisMola

    Hidatidosa

    Skrining :

    Rujuk ke PPK II

    Penilaian klinis dan

    diagnosis :

    Terminasi

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain seperti

    tirotoksikosis

    Kehamilan

    Ektopik

    Terganggu

    (KET)

    Skrining :

    KU baik Rujuk ke

    PPK II KU

    buruk Perbaiki KU

    Rujuk PPK II

    Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Laparatomi Operatif

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain atau dengan

    riwayat infertilitas yang

    memerlukan keahliansubspesialis

    Trimester 2:

    Perdarahan

    Midtrimester

    Skrining :

    Rujuk ke PPK II

    Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Perawatan atau tindakan

    setelah baik Rujuk balik

    ke PPK I

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain (seperti

    kelainan darah dan

    penyakit sistemik lainnya)

    Trimester 3:

    Perdarahan

    Antepartum

    Plasenta previa Skrining :

    KU baik rujuk ke

    PPK II KU

    buruk perbaiki KU

    sambil rujuk ke PPK II

    Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Perawatan/tindakan

    terminasi

    setelah baik rujuk balik

    ke PPK I

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain seperti

    kelainan darah dan

    penyakit sistemik lainnya )

    Solusio

    Plasenta

    Skrining : Penilaian klinis dan

    diagnosis:

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    14/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    14

    KU baik rujuk ke

    PPK II

    Tindakan terminasi

    KU buruk perbaiki

    KU sambil di rujuk ke

    PPK IIPost Partum:

    Perdarahan

    Post Partum

    Dini:

    Atonia Uteri Skrining:

    Resusitasi cairan,

    pemberian O2

    Rujuk ke PPK II

    sambil lakukan

    dekompresi manual

    Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    Luka jalan lahir Skrining: Penilaian klinis dandiagnosis :

    Diagnosis danPenatalaksanaan kasus

    KU baik Rujuk ke

    PPK II

    dengan komplikasi

    KU buruk rujuk

    sambil resusitasi

    cairan dan pemberian

    O2

    penyakit lain

    Retensio

    plasenta

    Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis

    KU baik Rujuk kePPK II Penatalaksanaan kasus

    KU buruk rujuk

    sambil resusitasi

    cairan dan pemberian

    O2

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    Sisa plasenta Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis

    KU baik Rujuk ke

    PPK II

    Penatalaksanaan kasus

    KU buruk rujuk

    sambil resusitasi

    cairan dan pemberianO2

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    Perdarahan

    post partum

    lambat:

    Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis

    KU baik Rujuk ke

    PPK II

    Penatalaksanaan kasus

    KU buruk rujuk

    sambil resusitasi

    cairan dan pemberian

    O2

    dengan komplikasi

    penyakit lain

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    15/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    15

    3 Kelainan Letak Skrining:

    Rujuk ke PPK II

    (PONED apabila letak

    sungsang dan

    pembukaan lengkap)

    Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Dalam kehamilan : Versi

    luar apabila berhasil

    menjadi letak kepala Rujuk balik ke PPK I

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    Persalinan : terminasi

    4 Kehamilan

    Multiple

    Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lainRujuk ke PPK II untuk

    persalinan

    (pemeriksaan USG)

    Persalinan: terminasi

    5 Ketuban Pecah

    Dini

    Skrining:

    Rujuk ke PPK II

    (skrening : sediakan

    lakmus test)

    Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    konservatif atau terminasi

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    6 Kelainan Janin:

    IUGR Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    Rujuk ke PPK II Dan memerlukan

    perawatan NICU

    IUFD Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lainRujuk ke PPK II Terminasi kehamilan

    Prematur Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    Rujuk ke PPK II Perawatan konservatif atau

    terminasi

    Dan memerlukan

    perawatan NICU

    Gawat Janin Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain dan

    memerlukan perawatan

    NICU

    Rujuk ke PPK II Terminasi kehamilan

    7 Persalinan

    tidak

    maju/Distosia

    Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    Rujuk ke PPK II

    (dilakukan vakum diPONED)

    Terminasi

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    16/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    16

    8 Panggul Sempit Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lainRujuk ke PPK II Terminasi

    9 Bekas Seksio

    sesarea

    Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lainRujuk ke PPK II Terminasi

    10 Ruptura Uteri Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lainPerbaiki KU sambil

    rujuk ke PPK II

    Laparotomi eksploratif

    11 Penyakit

    Jantung:

    Decompensatio

    Cordis FC III

    Skrining:

    Rujuk ke PPK II

    Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Perawatan konservatif atau

    terminasi kehamilan

    Diagnosis dan

    penatalaksanaan kasus

    dengan komplikasi

    penyakit lain

    Decompensatio

    Cordis FC III-IV

    Skrining:

    Rujuk ke PPK II

    Penilaian klinis dan

    diagnosis:

    Memerlukan perawatan

    ICU/CICU

    Terminasi kehamilan

    (dokter IPD harus ada di

    PPK II bila ingin di rawat)

    NICU. Perlu pemeriksaan

    lanjutan ECHO

    12 Kehamilan

    dengan

    Komplikasi lain

    Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis

    Memerlukan perawatan

    ICU/CICU

    Rujuk ke PPK II NICU

    Spesialis lain yang tidak adadi PPK II

    13 Infeksi Skrining: Penilaian klinis dan

    diagnosis.

    Diagnosis dan penanganan

    sepsis dan memerlukan

    tindakan diagnosis lanjut

    atau perawatan ICU

    Tanda-tanda infeksi

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    17/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    17

    PENGELOLAAN PENYAKIT BEDAH

    No DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

    1 AppendicitisAcute

    Skrining tanda sertagejala klinik

    Appendectomy AppendectomylaparoskopiDiver

    Edukasi

    Rujuk ke PPK 2 Kontrol Luka

    Jika yakin pasien akan

    ke RS, beri therapi

    pendahuluan

    (Antibiotik dan

    analgetik)

    setelah stabil Rujuk balik

    2 Hemorhoidinterna

    Penilaian klinis,Diagnostik dan terapi

    (Haemmorrhoid Gr I

    dan II)

    HaemorroidectomyKontrol luka

    Rujuk ke PPK 2

    (Haemorrhoid Gr III

    dan IV)

    Setelah stabil rujuk balik

    3 Fistula ani

    simple

    Penegakan Diagnosis Fistulectomy

    Therapi pendahuluan Setelah stabil rujuk ke PPK

    1Rujuk ke PPK 2

    4 Fissura ani Penegakkan Diagnosis Therapi dan tindak lanjutan

    Therapi Pendahuluan Setelah stabil rujuk kembali

    ke PPK 1

    Rujuk ke PPK 2

    5 Cholelithiasis Deteksi gejala klinik Penegakkan Diagnosis Penanganan oleh

    Subspesialis

    Therapi Simptomatis melalui PemeriksaanPenunjang

    Bila telah stabi rujuk kembali ke PPK 2

    Rujuk ke PPK 2 Therapi Pendahuluan

    Tindakan operasi

    Bila dg penyulit rujuk ke

    PPK 3

    6 Hernia

    inguinalis

    lateralis

    reponibilis

    Edukasi Hernioraphy

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    18/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    18

    Simptomatis Setelah stabil rujuk kembali

    ke PPK 1

    Rujuk ke PPK 2

    7 Fibro

    AdenomaMammae

    (FAM)

    Deteksi dini Ekstirpasi dan PA Jaringan

    Simptomatis

    Rujuk Ke PPK 2

    8 Lipoma Simptomatis Ekstirpasi dlm narkose

    umum

    Ekstirpasi dan

    perawatan luka post

    eksisi

    Rujuk kembali ke PPK I

    untuk perawatan luka

    Rujuk ke PPK 2 bila :

    Multiple Lipoma,

    Tanda2 keganasan

    9 Ateroma Simptomatis Ekstirpasi dlm narkose

    umum

    Ekstirpasi dan

    perawatan luka post

    eksisi

    Rujuk ke PPK 2 bila :

    Giant Ateroma

    Rujuk kembali ke PPK I

    untuk perawatan luka

    10 Struma

    Nodosa

    Deteksi gejala dan

    Pemeriksaan Fisik

    Penanganan lebih lanjut

    (eksisi)

    Penanganan

    Subspesialistik

    Edukasi

    Simptomatik

    Rujuk

    Rujuk ke PPK 3 jika

    memerlukan penegakkan

    diagnostic dan

    penanganan subspelialistik

    Jika terkontrol, rujuk

    kembali ke PPK 2

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    19/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    19

    PENGELOLAAN PENYAKIT THT-KL

    NO DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

    1 Otitis MediaSupuratif

    Kronik dengan

    penyulit

    skrining tanda dangejala klinik

    - Penilaian klinis - Penilaian Klinis

    Rujuk ke PPK 2 - Foto Rontgen

    ( Schuller dan Stenver )

    - Foto Rontgen schuller

    dan Stenver

    - Kultur resistensi - CT Scan telinga

    - Operasi - Kultur resistensi

    - Rujuk ke PPK 3 bila :

    - Pemeriksaan Oto-

    Mikroskopi

    1. Komplikasi

    intrakranial

    - Tindakan : bedah mikro

    telinga

    2. Komplikasiintratemporal

    3. Otorea menetap

    setelah terapi

    Maksimal

    2 Tumor Kepala

    Leher

    Skrining tanda dan

    gejala klinis

    - Skrining tanda dan gejala

    klinis

    - Skrining tanda dan gejala

    klinis

    a. Karsinoma

    Nasofaring

    - Nasofaringoskopi - Nasofaringoskopi

    b. Karsinoma

    Sinonasal - Biopsi, FNAB - FNAB

    c. KarsinomaLaring

    - Menerima rujukan balikdari PPK 3 - Biopsi dengan endoskopi

    d. Tumor di

    leher

    untuk perbaikan

    Keadaan Umum (lokal anestesi)

    - Operasi dengan

    endoskopi

    - Operasi kasus dengan

    penyulit

    - Radiotherapi

    - Kemoiradiasi

    - Kontrol setelah tindakan

    6 bulan

    Pertama

    - Rujuk balik ke PPK 2

    untuk perbaikan

    Keadaan umum

    3 Rinosinusitis

    dengan/tanpa

    polip disertai

    - Skrining tanda dan

    gejala klinik

    - Skrining tanda dan gejala

    klinis

    - Nasoendoskopi

    - Terapi sesuai - Pemeriksaan THT-KL - Kultur resistensi

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    20/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    20

    penyulit Pedoman lengkap

    Tatalaksana - Nasoendoskopi - CT Scan Sinus Paranasal

    - Kultur resistensi

    - Tindakan bedah sinus

    endoskopi tingkat lanjut

    - Rontgen sinus ( waters,Caldwelluck)

    - Tindakan bedah hidung

    sinus

    konvensional

    4 Rhinitis Alergi Skrining tanda dan

    gejala klinis

    Skrining tanda dan gejala

    klinis

    - Skrining tanda dan gejala

    klinis

    - Nasoendoskopi

    - Pemeriksaan tes alergi

    (Skin Prick Test)

    - Immunoterapi

    5 Epistaksis Skrining tanda dan

    gejala klinis

    - Skrining tanda dan gejala

    klinis

    - Nasoendoskopi

    mencari sumber

    - Tampon hidung anterior Perdarahan

    - Bila perdarahan tetap

    tidak dapat teratasi

    - Tampon hidung anterior

    dan posterior

    Rujuk ke PPK III - Ligasi

    6 Benda Asing di

    esophagus

    - Skrining tanda dan

    gejala klinis

    - Foto rontgen soft

    Tissues leher AP dan

    lateral

    - Skrining tanda dan gejala

    klinis

    - Foto rontgen soft tissue

    leher AP dan Lateral

    Ekstraksi benda asing

    dengan esofagoskopi kaku

    dalan narkose umum

    7 Benda asing di

    Bronkus

    - Skrining tanda dan

    gejala klinis

    - Skrining tanda dan gejala

    klinis

    Ekstraksi benda asing

    dengan

    - Foto Thoraks - Foto thoraks

    bronkoskopi kaku dan atau

    bronkoskopi

    lentur dalam narkose

    umum

    8 Speech

    delayed

    Skrining tanda dan

    gejala klinis

    - Skrining tanda dan gejala

    klinis

    - Pemeriksaan Brain

    Evoked Respon

    Audiometri ( BERA )

    (Terlambat

    bicara)

    - Pemeriksaan Emisi

    Otoakustik

    - Pemeriksaan Auditory

    Steady State Respon

    - Terapi Wicara

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    21/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    21

    PENGELOLAAN PENYAKIT SYARAF (NEUROLOGI)

    NODIAGNOSIS

    (RAWAT INAP)PPK 1 PPK 2 PPK 3

    1 STROKEPerdarahan

    Intra Serebral

    Skrining tanda sertagejala klinik

    Diagnostik danpenanganan stroke PIS

    Diagnostik danpenanganan stroke PIS

    disertai komplikasi

    inrakranial (TTIK) dan

    ekstrakanial (emboli paru,

    respiratory failure)

    Penanganan sesuai

    guideline stroke

    Rujuk ke PPK 1

    Manitol 20% (antiedema),

    penanganan factor resiko,

    rehabilitasi (sesuai

    guideline stroke)

    CT Scan kepala

    Terapi : antiedem, operatif

    atas indikasi, rehabilitasi

    Pemeriksaan penunjang

    (EKG, Foto Thorax, profil

    lipid, pemeriksaan darah

    perifer lengkap)

    Setelah lewat fase akut

    rujuk balik

    Setelah lewat fase akut

    rujuk balik

    Bila disertai tanda-tanda

    TTIK rujuk PPK 3

    2 STROKE

    INFARK

    Skrining tanda serta

    gejala klinik

    Diagnostik dan

    penanganan stroke infark

    dengan komplikasi

    Pemeriksaan penunjang :

    EKG, Ro-Thorax,

    pemeriksaan darah perifer

    lengkap, faktor resiko (gula

    darah, profil lipid,asam

    urat)

    Diagnostik dan

    penanganan stroke infark

    dengan komplikasi

    neuroprotektan,

    antiplatelet agregasi,

    penanganan faktor

    resiko (sesuai

    guideline stroke)

    Terapi: manitol 20%, anti

    platelet agregasi,

    antikoagulan atas indikasi,

    penanganan factor resiko

    dan komplikasi

    Pemeriksaan penunjang

    (EKG, ,CT-scan kepala atas

    indikasi, USG

    karotis,Transcranial

    Doppler,Echocardiografi)

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    22/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    22

    Bila ada komplikasi

    akut (intra dan

    ekstrakranial) atau ada

    tanda-tanda TTIK

    Rujuk ke PPK 2

    (sesuai guideline stroke) Terapi : manitol 20%, anti

    agregasi platelet,

    antikoagula atas indikasi,

    fisioterapi (sesuai guideline

    stroke)

    Perbaikan rujuk balik

    FISIOTERAPI

    Setelah lewat fase akut

    rujuk balik

    Bila komplikasi berat dan

    tidak tertangani rujuk ke

    PPK 3

    3 Meningitis

    serosa

    Skrining tanda serta

    gejala klinik

    Diagnostik dan

    penanganan Pemeriksaan

    Penunjang : LP,

    pemeriksaan darah rutin,

    kimia, elektrolit, sputum

    BTA, foto thorax

    Diagnostik dan

    penanganan komplikasi

    meningitis

    Rujuk ke PPK 2 Terapi (kortikosteroid, obat

    anti tuberkulosa)

    Pemeriksaan penunjang :

    CT scan bila ada tanda-

    tanda TTIK, LP dengan

    pemeriksaan kultur Terapisesuai diagnostik,

    dexamethason, operatif

    bila tanda-tanda TTIK akut

    Setelah stabil rujuk ke PPK

    1 untuk lanjutan OAT

    Perbaikanrujuk balik PPK

    2

    bila ada tanda-tanda TTIK

    atau perburukan klinis

    rujuk ke PPK 3

    4 Tetanus Skrining tanda serta

    gejala klinik

    Therapi dan tindak lanjutan

    Tetanus grade II :

    Tindakan lanjutan :

    tracheostomi Penanganan

    komplikasi tetanus (kejang

    tidak teratasi, disotonomi,

    pneumonia aspirasi ,

    respiratory failure hebat,

    kardiomipati, fraktur

    kompresi)

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    23/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    23

    Terapi Pendahuluan :

    debridement luka, ATS

    10.000 u, TT 0,5 cc,

    Oksigen, diazepam

    injeksi, metronidazole

    3x500mg antibiotic

    (tetrasiklin

    4x500mg) Tetanus

    grade I

    ATS/HTIG injeksi, TT (bila

    belum diberikan di PPK 1),

    EKG, Foto thorax

    Perbaikan rujuk balik

    Tetanus grade II -V

    Rujuk ke PPK 2

    Terapi : metronidazole

    3x500mg (14 hari),

    tetrasiklin 4x500 mg (10

    hari), debidrement,

    diazepam injeksi)

    Setelah perbaikan rujuk

    kembali ke PPK 1

    Tetanus grade III-V rujuk

    ke PPK 3

    5 ENSEFALITIS Skrining tanda serta

    gejala klinik

    Penegakkan Diagnosis : LP Penanganan komplikasi

    pada ensefalitis (status

    epileptikus), perlu

    perawatan ruang intensif

    Penanganan kejang :diazepam injeksi Pemeriksaan penunjang :pemeriksaan darah, foto

    thorax, EEG,

    Pemeriksaan penunjang :LP, EEG, CT Scan,

    pemeriksaan antigen -

    antibodi spesifik untuk

    virus

    Antiviral (acyclovir) Therapi pemberian obat

    anti kejang, antiviral,

    antipiretik,

    Perbaikanrujuk balik

    Therapi Simptomatis :untuk demam

    (parasetamol)

    Kejang berulang sampaistatus rujuk ke PPK 3

    Rujuk ke PPK 2

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    24/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    24

    6 MYELORADIKU

    LOPATI

    Skrining tanda serta

    gejala klinik

    Penegakkan Diagnosis dan

    penatalaksanaan

    Penegakan diagnostik dan

    penatalaksanaan

    Pemeriksaan penunjang :

    Foto polos vertebra (bila

    belum dilakukan), MRI

    (atas indikasi), bone

    scanning (bila ada

    kecurigaan Ca metastasis)

    Simptomatis : anti

    nyeri (Na diklofenak)

    dan tirah baring

    Pemeriksaan penunjang :

    pemeriksaan darah, foto

    thorax, foto vertebra,

    myelografi

    Terapi : operatif, analgetik,

    fisioterapi

    Rujuk ke PPK 2 Terapi : anti nyeri (Nadiklofenak)

    Rujuk ke PPK 3 Rujuk balik bila tidak mau

    operasi atau penanganan

    khusus

    7 MYELOPATI Skrining tanda serta

    gejala klinik

    Penegakkan Diagnosis dan

    penatalaksanaan

    Pemeriksaan penunjang:foto polos vertebra,

    pemeriksaan darah,

    myelografi

    Penegakan diagnostik dan

    penatalaksanaan

    Pemeriksaan penunjang :Foto polos vertebra, MRI

    Rujuk Ke PPK 2 Bila terdapat progresivitas

    Rujuk Ke PPK 3

    Terapi : operatif (sesuai

    indikasi)

    8 RADIKULOPATI Skrining tanda serta

    gejala klinik

    Penegakkan Diagnosis dan

    penatalaksanaanPemeriksaan penunjang:

    foto polos vertebra,

    pemeriksaan darah, EMG

    Penegakan diagnostik dan

    penatalaksanaanPemeriksaan penunjang :

    Foto vertebra, EMG,MRI

    bila ada indikasi

    Simptomatis : anti

    nyeri (Na diklofenak)

    Terapi : operatif sesuai

    indikasi

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    25/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    25

    Bila tidak ada

    perbaikan Rujuk ke

    PPK 1

    Bila gejala defisit

    neurologis berat atau

    terapi simptomatis tidak

    ada perbaikan rujuk ke

    PPK 3

    9 STATUS

    EPILEPTIKUS

    Diagnosa berdasarkan

    gejala klinis,

    tatalaksana serangan

    kejang akut

    (pemberian diazepam

    dan loading dose OAE)

    segera rujuk PPK 1

    Penanganan status

    epileptikus, mencari

    etiologi.

    Diagnostik status

    epileptikus (EEG, CT scan,

    MRI) Penanganan di

    ruang intensif

    Bila perbaikan dan kejang

    terkontrol Rujuk balik

    PPK 2

    Rujuk ke PPK 3 jika terjadi

    status epileptikus

    refrakter/yang

    memerlukan perawatan

    intensif (ICU), pemberian

    OAE

    10 SOL

    ( Tumor

    Intrakranial

    dan infeksi

    intrakranial )

    Diagnosa berdasarkan

    gejala klinis

    Diagnostik dan

    penanganan lebih lanjut

    TTIK (gejala berupa

    penurunan kesadaran,

    muntah, nyeri kepala,

    papiledema)

    Penanganan Subspesialistik

    (operatif, kemoterapi,

    radioterapi)

    Penatalaksanaan :

    dexamethason dan

    ranitidine injeksi

    Rujuk PPK 2

    Pemeriksaan penunjang :

    foto polos tengkorak, CT

    Scan kepala dengan

    kontras

    Pemeriksaan penunjang :

    PA

    Jika perbaikan, rujuk

    kembali ke PPK 2

    Rujuk ke PPK 3 jika

    memerlukan penegakkan

    diagnostic dan penanganan

    subspesialistik

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    26/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    26

    NO

    DIAGNOSIS

    (RAWAT

    JALAN)

    PPK 1 PPK 2 PPK 3

    1 Sequele Stroke Skrining tanda dan

    gejala klinis dan faktorresiko

    Penanganan faktor resiko

    dan kecacatan(rehabilitasi)

    -

    Penanganan preventif

    stroke sekunder,

    faktor resiko,

    fisioterapi

    Bila ada perbaikan fungsi

    rujuk balik PPK 1

    Sesuai guideline stroke

    Bila deficit neurologis

    berat rujuk ke PPK 2

    2 Radikulopati Skrining tanda dan

    gejala klinis

    Penegakkan Diagnosis dan

    penatalaksanaan

    Pemeriksaan penunjang:

    foto polos vertebra,EMG

    bila alat tersedia, CT myelo

    sesuai indikasi,

    pemeriksaan darah

    Penegakan diagnostik dan

    penatalaksanaan

    Pemeriksaan penunjang :

    Foto vertebra, EMG,MRI

    bila ada indikasi

    Simptomatis : anti

    nyeri (Na diklofenak),

    bila tdk ada

    perubahan rujuk ke

    PPK 2

    Bila gejala defisit

    neurologis berat atau

    terapi simptomatis tidak

    ada perbaikan rujuk ke

    PPK 3

    Terapi : simptomatis dan

    causal, operatif sesuai

    indikasi

    Bila ada red flag

    rujuk ke PPK 2

    Bila ada gejala dan tanda

    red flagrujuk ke PPRK 3

    3 CTS Skrining tanda dan

    gejala klinis

    Diagnosa dan penanganan Penanganan dan diagnostic

    Penanganan

    simptomatik analgetik,

    dan posisioning

    EMG bila alat tersedia, USG

    carpal tunnel, mencari

    factor resiko

    EMG

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    27/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    27

    bila ada deficit

    neurologi rujuk ke

    PPK 2

    penanganan analgetik

    deksamethason injeksi

    fisioterapi

    terapi medikamentosa

    operatif bila ada indikasi

    bila nyeri teratasi rujuk

    balik PPK 1

    bila nyeri teratasi rujuk

    balik PPK 2

    bila deficit neurologi berat

    (atrofi) rujuk ke PPK 3

    4 Parkinson Skrining tanda dan

    gejala klinis

    Diagnosa dan penanganan,

    mencari factor resiko

    Diagnosa dan penanganan

    Parkinson

    Rujuk ke PPK 2 Obat antiparkinson Pemeriksaan CT Scan

    Pemeriksaan darah untuk

    mencari faktor resiko

    Bila gejala terkontrol

    rujuk balik ke PPK 2

    Bila gejala tidak teratasi

    atau efek samping obat rujuk ke PPK 3

    Parkinson sekunder

    rujuk ke PPK 3

    Bila ada perbaikan rujuk ke

    PPK 1

    5 Nyeri kepala Skrining tanda dan

    gejala klinis,penegakkan diagnose

    berdasarkan guideline

    nyeri kepala perdossi

    Diagnosa dan penanganan

    nyeri kepala primer

    Diagnosa dan penanganan

    nyeri kepala

    Bila nyeri kepala teratasi

    rujuk balik PPK 1

    Pemeriksaan CT Scan, MRI

    sesuai indikasi

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    28/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    28

    Bila nyeri kepala tidak

    terkontrol, ada nyeri

    kepala sekunder dan

    terdapat tanda-tanda

    bahaya nyeri kepala

    (red flag) rujuk ke

    PPK 2

    Nyeri kepala dengan red

    flag rujuk ke PPK 3

    Penanganan nyeri kepala

    sekunder, operatif bila ada

    indikasi

    Nyeri kepala sekunder

    periksa konsul mata,

    THT, gigi dll sesuai kausal

    Bila sudah tertangani

    rujuk balik ke PPK 2

    Bila teratasi rujuk balik

    PPK 1

    6 Epilepsi Skrining tanda dan

    gejala klinis,

    penegakkan diagnosa

    berdasarkan bangkitan

    Diagnosa dan penanganan

    kejang pada epilepsi dan

    mencari etiologi

    Diagnosa dan penanganan

    kejang

    terapi sesuai guideline

    epilepsy perdossi

    Pemeriksaan penunjang :

    EEG, pemeriksaan darah

    rutin, elektrolit, SGOT,

    SGPT

    EEG, MRI

    Bila kejang tidak

    terkontrol dengan 2

    jenis obat antiepilepsi

    lini pertama rujuk

    ke PPK 2

    Terapi sesuai guideline

    epilepsy dengan kombinasi

    obat

    Pemeriksaan darah rutin,

    elektrolit, SGOT, SGPT

    Setelah kejang terkontrol

    rujuk balik ke PPK 1

    Terapi kombinasi obat lini

    pertama dan lini kedua

    sesuai guideline epilepsy

    Bila kejang tidak terkontrol

    rujuk ke 3

    Bila kejang terkontrol

    rujuk balik Ke PPK 2

    7 Vertigo Skrining tanda dan

    gejala klinis

    Diagnosa dan penanganan,

    mencari etiologi

    Diagnosa dan penanganan

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    29/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    29

    terapi simptomatik pemeriksaan factor resiko,

    CT Scan kepala bila alat

    tersedia,

    MRI sesuai indikasi

    Bila ada deficit

    neurologi dan

    progresif Rujuk PPK

    2 untuk mencari

    etiologi dan

    penanganan

    konsul THT Tindakan operatif sesuai

    indikasi

    Terapi simptomatik,

    fisioterapi

    Terapi simptomatik,

    fisioterapi

    Bila gejala tidak teratasi

    rujuk ke PPK 3

    bila gejala teratasi rujuk

    balik ke PPK 2

    8 Nyeri

    (termasuknyeri

    punggung

    bawah)

    Skrining tanda dan

    gejala klinis

    Diagnosa dan penanganan

    serta mencari etiologi

    Diagnosa dan penanganan

    terapi simptomatik Penanganan nyeri :

    analgetik, fisioterapi

    EMG, MRI sesuai indikasi

    Bila ada tanda-tanda

    red flag LBP dan

    tanda radikuler

    rujuk ke PPK 2

    Pemeriksaan foto polos

    vertebra, EMG sesuai

    indikasi dan bila tersedia

    alatnya

    Tindakan operatif sesuai

    indikasi

    Analgetik, fisioterapi

    Bila nyeri progresif dan

    belum teratasi dan

    terdapat tanda red flag

    Rujuk ke PPK 3

    Bila nyeri teratasi rujuk

    balik ke PPK 2

    9 Neuropati/Polineuropati Skrining tanda dangejala klinis Diagnosa dan penanganan,serta mencari etiologi Penanganan dan diagnostic

    terapi siimptomatik,

    mencari factor resiko

    EMG bila alat tersedia EMG

    terapi simptomatik dan

    penanganan factor resiko

    terapi medikamentosa dan

    penanganan factor resiko

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    30/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    30

    Bila gejala tidak

    teratasi, progresif

    Rujuk ke PPK 2

    Bila terdapat deficit

    neurologi atau gejala tidak

    teratasi rujuk ke PPK 3

    bila gejala teratasi rujuk

    balik PPK 2

    10 Meningitis

    (post

    perawatan)

    Skrining tanda dan

    gejala klinis

    Lanjutkan terapi OAT

    Diagnostik dan

    penanganan Pemeriksaan

    Penunjang : LP,

    pemeriksaan darah rutin,

    kimia, elektrolit, sputum

    BTA, foto thorax

    Diagnostik dan

    penanganan komplikasi

    meningitis

    Bila gejala klinis

    memburuk Rujuk ke

    PPK 2

    Terapi (kortikosteroid, obat

    anti tuberkulosa)

    Pemeriksaan penunjang :

    CT scan bila ada tanda-

    tanda TTIK, LP dengan

    pemeriksaan kultur Terapi

    sesuai diagnostik,

    dexamethason, operatif

    bila tanda-tanda TTIK akut

    Setelah stabil rujuk ke PPK

    1 untuk lanjutan OAT

    Perbaikanrujuk balik PPK

    2

    bila ada tanda-tanda TTIKatau perburukan klinis

    rujuk ke PPK 3

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    31/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    31

    PENGELOLAAN PENYAKIT KULIT KELAMIN

    No DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

    1 Vitiligo Terapi topikal untuktipe lokalisata

    Bila tidak responsif

    atau generalisata

    rujuk PPK 1

    Terapi topikalBila tidak responsifrujuk

    PPK 3

    Terapi topicalFototerapi

    2 Liken Simpleks

    Kronikus

    Terapi topical Sama dengan PPK 1 Konsul ke psikiater apabila

    faktor psikis dinyatakan

    sebagai penyebab

    3. Psoriasis

    vulgaris

    Umum: hindari faktor

    pencetusKhusus:

    Terapi topikal bila

    luas lesi < 5%

    Bila tidak responsif

    atau luas lesi > 5%

    rujuk PPK 2

    Umum: hindari faktor

    pencetusKhusus:

    Terapi topikal

    Terapi sistemik

    Konsul ke bagian Gigi dan

    Mulut, THT-KL untuk

    penatalaksanaan faktor

    pencetus

    Bila terdapat komplikasi

    artritiskonsul IPD

    Bila terdapat komplikasieritroderma, psoriasis

    pustulosarujuk PPK 3

    Sama dengan PPK 2

    ditambah fototerapi,biologic agents

    4. Dermatitis

    Seboroik

    Terapi topical

    Terapi sistemik

    Bila terdapat

    komplikasi

    eritrodermaRujuk

    PPK 2

    Terapi topikal

    Terapi sistemik

    Bila tidak responsifrujuk

    PPK 3

    Sama dengan PPK 2

    ditambah penanganan

    komplikasi

    5. Dermatitis

    Numularis

    Terapi topical

    Terapi sistemik

    Sama dengan PPK 1

    Konsul ke bagian Gimul,

    THT-KL untuk

    penatalaksanaan infeksi

    fokal

    Sama dengan PPK 2

    6. Skabies Penyuluhan

    Terapi topikal

    Terapi sistemik

    Sama dengan PPK 1 Sama dengan PPK 1

    7. Tinea Kruris Menghilangkan faktor Terapi topikal Sama dengan PPK 2

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    32/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    32

    predisposisi

    Terapi topikal

    Terapi sistemik

    Bila luasrujuk PPK

    2

    Terapi sistemik untuk lesi

    yang luas

    8. Keloid Terapi topical

    Bila tidak responsif

    rujuk PPK 2

    Terapi topikal

    Tindakan: injeksi

    kortikosteroid inralesi

    Bila tidak responsif

    rujuk PPK 3

    Terapi topikal

    Tindakan injeksi

    kortikosteroid inralesi

    dapat dikombinasikan

    dengan bedah beku

    Eksisi dengan radioterapi

    9. Xerosis Cutis Menghindari faktor-

    faktor yang

    menambah

    kekeringan kulit

    Terapi topikal:

    pelembab

    Sama dengan PPK 1 Sama dengan PPK 1

    10. Dermatitis

    Kontak Iritan

    Menyarankan kepada

    penderita untuk

    menghindari bahan

    penyebab

    Menyarankan

    penderita untuk

    menggunakan

    pelindung seperti

    sarung tangan jika

    terpaksa harus kontak

    dengan bahan

    penyebab

    Terapi topikal

    Terapi sistemik

    Bila tidak responsif

    rujuk PPK 2

    Sama dengan PPK 1

    Bila tidak resposifrujuk

    PPK 3

    Sama dengan PPK 1

    Melakukan pemeriksaan

    untuk mengetahui bahan

    penyebab

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    33/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    33

    PENGELOLAAN PENYAKIT MATA

    NO DIAGNOSIS PPK 1 PPK 2 PPK 3

    1. KONJUNGTIVITIS EVALUASI

    Riwayat

    trauma/kelilipan,

    kontak dengan

    penderita mata

    merah, riwayat

    iritasi dan

    alergi/hipersensitiv

    itas (udara, debu,

    obat, makanan dll)

    Pemeriksaan tajam

    penglihatan

    dengan kartu

    snellen dan koreksi

    terbaik

    menggunakan

    pinhole.

    Pemeriksaan

    dengan lampu

    senter dan lup

    untuk melihat,

    konjungtivabulbi

    dan tarsal, dan

    memastikan pada

    kornea tidak

    ditemukan

    kelainan akibat

    perdagangan

    konjungtiva.

    Konjungtivitas

    bakteri bila

    ditemukan

    konjungtiva

    hiperemis, secret

    mukopurulen atau

    purulen, dapat

    disertai membrane

    atau

    pseudomembran

    pada konjungtiva

    tarsalis.

    Konjungtivitis virus

    bila ditemukan

    konjungtiva

    hiperemis, secret

    Sama dengan fasilitas

    primer

    Pemeriksaan komposisi

    air mata dengan

    melakukan pemeriksaan

    Schirmer, BUT dan

    Ferning, uji anel melalui

    pungtum lakrimalis

    untuk menilai ada atau

    tidaknya sumbatan.

    Pemeriksaan dengan

    slitlamp untuk menilai

    keadaan konjungtiva

    bulbi, tarsal, forniks dan

    kornea.

    Melihat gambaran

    secret (mukoserosa,

    mukopurulen,

    purulen).

    Melihat gambaran

    folikel, papil,

    membrane pada

    konjungtivitis tarsal

    superior dan inferior

    dan konjungtiva

    forniks

    Melihat gambaran

    injeksi dan nodul

    pada konjungtivitis

    bulbi.

    Memastikan tidakditemukan kelainan

    pada kornea.

    Melihat kelainan

    pada komposisi air

    mata, obstruksi

    kelenjar meibom.

    Pemeriksaan swab

    secret dengan

    penawaran gram bila

    dicurangi infeksi

    bakteri, Giemsa bila

    dicurigai virus

    Pemeriksaan kultur

    swab secret konjungtiva

    pada agar darah domba,

    agar tioglikolat, dan uji

    resistensi anti mikroba.

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    34/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    34

    umumnya

    mukoserosa dan

    pembesaran

    kelenjar limfe

    preaurikuler.

    Konjungtivitis

    alergi bila

    mempunyai

    riwayat alergi atau

    atopi dan

    ditemukan

    keluhan gatal, dan

    hiperemis

    konjungtiva.

    Curigai Steven

    Johnson syndrome

    jika terjadi

    konjungtivitis pada

    kedua mata yang

    timbul seteleh

    minum atau

    mendapatkan

    terapi obat-

    obatan.

    Curigai

    kojungtivitis

    gonore, terutama

    pada bayi baru

    lahir, jika

    ditemukan

    konjungtivitas

    pada dua mata

    dengan secret

    purulen yang

    sangat banyak.

    PENATALAKSANAAN

    Berikan tetes mata

    kloramfenikol

    (0,5% -1 %)6 kali

    sehari atau salep

    mata 3x sehari

    selama minimal 3

    hari bila dicurigai

    infeksi bakteri.

    Berikan salep anti

    virus jka sicurigai

    infeksi virus

    Berikan tetes mata

    buatan 6 kali

    Berikan obat tetes

    mata antibiotik

    sprektum luas 6 kali

    sehari dan/atau salep

    mata 3 kali setiap bila

    dicurigai infeksi bakteri

    Berikan salep mata

    antivirus asiklovir 5 kali

    sehari bila dicurigai

    infeksi virus.

    Berikan tetes mata anti

    alergi (kromolin glikat)

    Berikan tetes

    antibiotika sesuai hasil

    gram atau kultur, 6 kali

    sehari atau salep mata

    3 kali sehari bila infeksi

    bakteri

    Berikan tetes antivirus

    sdoksuridin atau

    asiklovir bila infeksi

    virus.

    Berikan tetes/salep

    mata antihistamin atau

    kortikosteroid bila

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    35/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    35

    sehari bila

    dicurigai iritasi.

    Pada steven

    Jhonson

    syndrome,

    diberikan tetes

    mata antiinlamasi

    (sterioid) dan air

    mata

    buatan/lubrikan

    kemudian rujuk ke

    fasilitas sekunder

    untuk

    mendapatkan

    penanganan lanjut

    dari bagian

    spesialis kulit.

    Pada Konjungtivitis

    gonoro, pada bayi

    diberikan injeksi

    penilisin procain

    50.000 IU/Kg

    bb/hari dan

    kloramfenikol

    tetes mata (0,5% -

    1,0%) tiap jam.Bila

    tidak tidak ada

    perbaikan dan

    atau terjadi

    komplikasi pada

    kornea, segera

    rujuk ke fasilitas

    sekunder dan

    tersier.

    Bila tidak ada

    perbaikan dengan

    terapi dalam 1

    minggu pada

    konjungtivitis

    bakteri, 2 minggu

    pada konjungtivitis

    virus dan alergi,

    segera rujuk ke

    fasilitas sekundrt

    atau tersier.

    dan/atau anti inflamasi

    bila dicurigai reaksi

    alergi/hipersensitivitas

    Berikan tetes /gel

    lubrikan atau air mata

    buatan bila ditemukan

    iritasi

    Dicari factor

    predisposisi penyakit

    yaitu sistemik (diabetes

    mellitus, TBC, kondisi

    imunitas yang rendah,

    cacingan, kondisi

    immunocompromised).

    Keadaan konjungtiva

    diperiksa 3 hari hingga

    sidapatkan perbaikan

    klinis, Bila tidak ada

    perbaikan, memburuk

    atau terjasi kompliksi

    dalam 1 bulan, dirujuk

    ke dokter mata

    konsultan Infeksi dan

    Imunologi atau fasilitas

    mata tersier.

    ditemukan reaksi alergi

    atau hipersesitivitas.

    Bila ditemukan

    kompliksi pada kornea,

    penatalaksanaan sesuai

    dengan

    penatalaksanaan

    keratitis/ulkus kornea

    Pada Steven Jhonson

    syndrome, berikan

    terapi anti inflamasi

    (steroid) tropical dan

    lubrikan/air mata

    buatan, disertai terapi

    dari bagian spesialis

    kulit.

    Pada konjungtivitis

    gonore, diberikan

    gentamisin/ciprofloxaci

    n salep mata, injeksi

    ceftriaxon 1 gr single

    dose intravena, jika ada

    ulkus berikan ceftriaxon

    1 gr intravena tiap 12

    jam selama 3 hari.Bila

    alergi diberikan

    ciprofloxacin 500 mg

    oral 2 kali selama 5

    hari. Pada bayi berikan

    gentamisin/ciprofloxaci

    n salep mata injeksi

    ceftriaxon 25-50 mg/kg

    bb atau cefotaxim

    100mg/kg bb

    interavena atau

    intramuskular.

    Berikan tetes/ gel mata

    lubrikan dan air mata

    buatan bila ditemukan

    iritasi

    Pemeriksaan klinis

    factor predisposisi local

    (dry eye, obstruksi

    duktus nasolakrimalis

    dll), dilanjutkan

    pentalaksanaan

    terhadap kelainan

    tersebut pemeriksaan

    laboraturium lengkap

    darah, urin, feses bila

    dicurigai predisposisi

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    36/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    36

    penyakit sistemik.

    Berikan terapi

    oral/parenteral sistemik

    bila ditemukan factor

    predisposisi sistemik

    sesuai hasil konsultsi

    bagian yang

    bersangkutan.

    Keadaan konjungtiva di

    periksa tiap 3 hari

    hingga didapatkan

    perbaikan klinis dan

    evaluasi pengobatan

    terhadap factor

    predisposisi sistemik

    dan local

    2 KERATITIS

    DAN ULKUS

    KORNEA

    EVALUASI

    Riwayat trauma

    (kelilipan, benda

    asing di kornea,

    khusus riwayat

    trauma tumbuh-

    tumbuhan atau

    pengunaan obat

    tetes mata

    tradisional yang

    berasal dari tumbuh-

    tumbuhan dapat

    dicurigai disebabkan

    oleh jamur,

    penggunaan lensa

    kontak), pemakaian

    kortikosteroid

    topical.

    Pemeriksaan tajam

    penglihatan dengan

    kartu Snellen dan

    koreksi terbaik

    menggunakan pin-

    hole.

    Pemeriksaan dengan

    lampu senter dan

    lup untuk melihat

    keadaan kornea

    Riwayat trauma (kelilipan,

    benda asing di kornea,

    khusus riwayat trauma

    tumbuh-tumbuhan atau

    pengunaan obat tetes

    mata tradisional yang

    berasal dari tumbuh-

    tumbuhan dapat dicurigai

    disebabkan oleh jamur,

    penggunaan lensa

    kontak), pemakaian

    kortikosteroid topical.

    Pemeriksaan tajam

    penglihatan dengan kartu

    Snellen dan koreksi

    terbaik menggunakan pin-

    hole.

    Tekanan intraocular (TIO)

    diukur dengan cara palpasi

    Pemeriksaan dengan slit

    lamp untuk menilai

    keadaan kornea dan

    segmen anterior lainnya :

    Melihat gambaran

    secret (serosa,

    mukopurulen,

    purulen).

    Bentuk ulkus

    (pungtata, filament,

    dendritik, geografik,

    oval, intersisial,dll)

    Kedalaman ulkus

    (superficial, dalam,

    apakah ada

    kecenderuangan untuk

    Riwayat trauma (kelilipan,

    benda asing di kornea,

    khusus riwayat trauma

    tumbuh-tumbuhan atau

    pengunaan obat tetes

    mata tradisional yang

    berasal dari tumbuh-

    tumbuhan dapat dicurigai

    disebabkan oleh jamur,

    penggunaan lensa

    kontak), pemakaian

    kortikosteroid topical.

    Pemeriksaan tajam

    penglihatan dengan kartu

    Snellen dan koreksi

    terbaik menggunakan pin-

    hole.

    Tekanan intraocular (TIO)

    diukur dengan cara palpasi

    Pemeriksaan dengan slit

    lamp untuk menilai

    keadaan kornea dan

    segmenn anterior lainnya :

    Melihat gambaran

    secret (serosa,

    mukopurulen,

    purulen).

    Bentuk ulkus

    (pungtata, filament,

    dendritik, geografik,

    oval, intersisial,dll)

    Kedalaman ulkus

    (superficial, dalam,

    apakah ada

    kecenderuangan untuk

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    37/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    37

    PENATALAKSANAAN

    Berikan tetes. Salep

    mata kloramfenikol

    (0,5-1%) enam kali

    sehari, atau salep

    mata tetrasiklin 3

    kali sehari sekurang-

    kurangnya untuk 3

    hari.

    Jangan diberikan

    kombinasi

    antibiotika dengan

    obat yang

    mengandung

    kortikosteroid

    Jang menggunakan

    obat-obat

    tradisional.

    Segera rujuk ke

    spesialis mata

    apabila :

    Tajam

    penglihatan

    awal buruk atau

    menurun

    setelah 3 hari

    pengobatan

    Tampak lesi

    perforasi (impending

    perforation) dan

    perforasi.

    Pemeriksaan kerokan

    korea dengan penawaran

    Gram dan pemeriksaanlangsung dengan KOH 10%

    Pasien sebaiknya dirawat

    apabila :

    Lesi ulkus kornea

    mengancam

    penglihatan,

    mengancam

    perforasi.

    Pasien dianggap

    kurang patuh utnuk

    pemberian obat tiap

    jam

    Diperlukan follow up

    untuk menilaikebersihan terapi.

    Apabila ditemukan

    gambaran ulkus kornea

    dendritik, geogradik atau

    stroma, dapat diberikan

    salep mata asiklovir 5 kali

    sehari atau tetes mata

    idoksuridin tiap jam.

    Bila pada pemeriksaan

    kerokan kornea

    didapatkan hasil gram

    positif atau negative

    diberikan antibiotika tetes

    mata golongan

    perforasi (impending

    perforation) dan

    perforasi.

    Hipopion dapat ada

    atau tidak ada.

    Lakukan foto keadankornea dan segmen

    anterior lainnya.

    Pemeriksaan kerokan

    kornea dengan pewarnaan

    Gram, Giemsa dan

    pemeriksaan langsung

    dengan KOH 10%

    Pemeriksaan kultur

    kerokan kornea dengan

    agar darah domba,

    tioglikolat dan agar

    sabouraud dekstrosa. Bila segmen posterior sulit

    dinilai, lakukan

    pemeriksaan

    ultrasonografi. Bila

    didapatkan adanya

    kekeruhan vitreus dan

    tanda-tanda endoftalmitis,

    lakukan prosedur

    endoftalmitis.

    Pasien sebaiknya dirawatapabila:

    Lesi ulkus kornea

    mengancam

    penglihatan,

    mengancam

    perforasi.

    Pasien dianggap

    kurang patuh utnuk

    pemberian obat tiap

    jam

    Diperlukan follow up

    untuk menilaikebersihan terapi.

    Apabila ditemukan

    gambaran ulkus kornea

    dendritik, geogradik atau

    stroma, dapat diberikan

    salep mata asiklovir 5 kali

    sehari atau tetes mata

    idoksuridin tiap jam.

    Bila pada pemeriksaan

    kerokan kornea

    didapatkan hasil gram

    positif atau negative

    diberikan antibiotika tetes

    mata golongan

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    38/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    38

    putih di kornea

    Tetap berikan

    kloramfenikol tetes

    mata saat merujuk

    ke spesialis mata di

    fasilitasi sekunderdan tertier.

    aminoglikosida

    (gentamisin ,dibekasin,

    tobramisin) dengan

    konsentrasi yang

    ditingkatkan (fortified)tiap

    jam atau golonganquinolone (sprofloksasin,

    ofloksasin, levofloksasin)

    tiap 5 menit pada 1 jam

    pertama dilanjutkan tiap

    jam. Keadaan kornea

    diperiksa tiap hari hingga

    didapatkan adanya

    kemajuan pengobatan,

    yang kemudian frakuensi

    pemberian dapat

    dikurangi hingga 2

    minggu. Bila kerokan kornea

    didapatka hifa jamur (KOH

    positif), berikan tetes

    mata Natamisin 5 % tiap

    jam tiga kali sekali.

    Keadaan Korea diperiksa

    tiap hari hingga

    didapatkan adanya

    kemajuan pengobatan,

    yang kemudian frekuensi

    pemberian dapat

    dikurangi hingga 3-5minggu.

    Terapi tambahan yang

    dapat diberikan adalah

    tetes mata sikloplegik dan

    anti glaukoma apabila

    didapatkan peningkatan

    TIO. Pemberian analgetik

    apabila diperlukan.

    Lakukan pemeriksaan gula

    darah puasa dan 2 jam

    setelah makan sebagai

    salah satu factor risiko

    ulkus kornea.

    Rujuk ke spesialis mata

    konsultan infeksi dan

    imunologi mata atau klinik

    mata tersier apabila

    didapatkan :

    Ulkus kornea yang

    terjadi pada pasien

    yang hanya

    mempunyai satu

    mata

    Ulkus kornea pada

    anak-anak

    Adanya

    aminoglikosida

    (gentamisin ,dibekasin,

    tobramisin) dengan

    konsentrasi yang

    ditingkatkan (fortified)tiap

    jam atau golonganquinolone (sprofloksasin,

    ofloksasin, levofloksasin)

    tiap 5 menit pada 1 jam

    pertama dilanjutkan tiap

    jam. Keadaan kornea

    diperiksa tiap hari hingga

    didapatkan adanya

    kemajuan pengobatan,

    yang kemudian frakuensi

    pemberian dapat

    dikurangi hingga 2

    minggu. Bila kerokan kornea

    didapatkan hifa jamur,

    diberikan tetes mata

    Natamisin 5% tiap jam

    dan salep mata Natamisin

    5 % tiga kali sehari atau

    bila pasien mampu,

    berikan tetes mata

    amfoterisin B 0,15% tiap

    jam (tetes mata

    amfoterisin B 0,15% dapat

    dibuat dengan modifikasisediaan bubuk untuk

    pemberian intravena).

    Keadaan kornea diperiksa

    tiap hari hingga

    didapatkan adanya

    kemajuan pengobatan

    yang kemusian frekuensi

    pemberian dapat

    dikurangi hingga 3-5

    minggu.

    Terapi tambahan yang

    dapat diberikan adalah

    tetes mata sikloplegik dan

    anti glaukoma apabila

    didapatkan peningkatan

    TIO. Pemberian analgetik

    apabila diperlukan.

    Lakukan pemeriksaan gula

    darah puasa dan 2 jam

    setelah makan sebagai

    salah satu factor risiko

    ulkus kornea.

    Tidakan Bedah:

    Keratektomi

    superfinansial tanpa

    membuat perlukaan

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    39/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    39

    kecenderungan

    untuk perforasi atau

    perforasi.

    Kedurigaan ulkus

    kornea jamur, tetapi

    tidak mempunyaifasilitas pemeriksaan

    langsung KOH 10%

    atau pewarnaan

    jamur lainnya.

    Tidak didapatnya

    kemajuan terapi

    setelah 3 hari

    pengobatan (ulkus

    kornea bakteri) atau

    7 pengobatan (ulkus

    kornea jamur).

    pada membrane

    Bowman dengan

    indikasi :

    Keratitis virus

    epitelial

    Erosi kornearekuren

    Keratektomi

    superfinansial hingga

    membran Bowman

    atau stroma anterior,

    dengan indikasi :

    Untuk

    menegakkan

    diagnosis,

    terutama pada

    ulkus kornea

    jamur. Menghilangkan

    materi infeksi,

    terutama jamur

    Tarsorafi lateral atau

    medial , dengan

    indikasi :

    Keratitis terpapar

    Keratitis

    neuroparalitik

    Tissue adhesive atau

    graft amnion

    multilayer, denganindikasi :

    - Ulkus korena

    dengan tissue loss

    berukuran kecil

    - Perforasi kornea

    perifer berukuran

    kecil

    Flap konjungtiva,

    dengan indikasi :

    - Kecenderungan

    perforasi/descem

    atocele- Perforasi kornea

    di perifer

    Patch graft dengan

    flap konjungtiva,

    dengan indikasi :

    - Kecenderungan

    perforasi/descemato

    cele

    - Perforasi kornea

    di perifer

    Keratoplasi tembus,

    dengan indikasi :- Mempertahankan

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    40/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    40

    integritas bola

    mata

    -Mengganti jaringan

    kornea yang

    terinfeksi dengan

    donor kornea. Fascia lata graft,

    dengan indikasi :

    -Mempertahankan

    integritas bola mata,

    dimana sulit untuk

    mendapatkan donor

    kornea

    3 GLAUKOMAKRONIS

    EVALUASI

    Pemeriksaan tajam

    penglihatan dengankartu Snellen dengan

    koreksi terbaik dan

    pin-hole: biasanya

    tajam penglihatan

    masih baik.Pada

    stadium lanjut

    didapatkan koreksi

    tajam penglihtan

    tidak penuh dengan

    pupil melebar dan

    berwarna hitam.

    Pemeriksaan denganlampu senter dan

    lup: gambaran bola

    mata tidak berbeda

    dengan gambaran

    mata normal. Pupil

    dapat terlihat

    midriasis dan reflex

    cahaya yang lambat.

    Pemeriksaan

    funduskopi rasio

    CD (Perbandingan

    antara lebarcekungan papil

    terhadap lebar papil

    N.II) sebesar 0,6 atau

    lebih.

    Pemeriksaan

    tekanan intraocular

    dengan tonometer

    Schiotz : TIO 28 mm

    Hg (4,5/7,5) atau

    lebih.

    Pemeriksaan lapang

    pandang dengan tes

    konfrontasi :

    menyempit.

    Klafisikasi glaucoma

    berdasarkan pemeriksaansudut bilik mata depan

    (gonioskopi) dibagi ke

    dalam glaucoma sudut

    terbuka dan glaucoma

    sudut tertutup.

    Berdasarkan etiologinya

    dibagi kedalam glaucoma

    sekunder. Glaucoma

    primer adalah glaucoma

    yang timbul dengan

    sendirinya pada orang

    yang mempunyai bakatbawaan glaucoma,

    sedangkan glaucoma

    sekunder adalah glaucoma

    yang timbul sebagai

    penyulit penyakit mata

    lain baik yang sedang

    maupun yang pernah

    diderita serta penyakit

    sistemik.

    Glaukoma sudut terbuka

    primer (glaucoma kronis)

    Glaukoma sudutterbuka primer adalah

    glaucoma primer yang

    ditandai sudut bilik

    mata depan yang

    terbuka, atrifi dan

    ekskavasi papil N.II

    serta lapang pandang

    karakteristik, yang

    bersifat progessif

    lambat, disebabkan

    oleh berbagai factor

    risiko, terutama TIO

    yang terlalu tinggi

    untuk kelangsungan

    Klasifikasi glaucoma mirip

    dengan klasifikasi padafasilitas sekunder.

    Pemeriksaan tajam

    penglihatan menggunakan

    kartu Snellen atau chart

    projector dengan koreksi

    dan pin-hole. Tajam

    penglihatan sentral sering

    masih baik walaupun

    penyakit sudah stadium

    lanjut.

    Pemeriksaan dengan

    biomikroskopi : Gambaranbola mata tidak berbeda

    dengan gambaran mata

    normal. Pupil dapat

    terlihat midriasis dan

    reflex cahaya yang lambat.

    Bilik mata depan dalam

    dengan sudut bilik mata

    depan yang terbuka lebar

    pada glaucoma sudut

    terbuka primer. Bilik mata

    depan dangkal dan sudut

    bilik mata dengan sempitpada glaucoma sudut

    tertutup primer. Kelainan

    glaucoma jenis ini bersifat

    bilateral walaupun tidak

    selalu simetris pada kedua

    mata. Pada glaucoma

    sudut terbuka sekunder

    harus dicari factor

    penyebab.

    Pemeriksaan sudut bilik

    mata depan dengan

    gonioskopi.

    Pemeriksaan funduskopi :

    Gambar dan uruaikan papil

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    41/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    41

    kesehatan mata.

    Glaukoma sudut terbuka

    sekunder

    Gambaran klinis yang

    mirip dengan

    glaucoma sudutterbuka primer antara

    lain adalah glaucoma

    pigmenter, glaucoma

    kortikosteroid,

    glaucoma

    pseudoeksfoliasi,

    glaucoma angle recess

    setelah trauma tumpul

    dan lain-lain.

    Glaukoma kronis sudut

    tertutup primer

    Glaukoma jenis iniadalah glaucoma

    primer yang ditandai

    dengan tertutupnya

    trabekulum oleh iris

    perifer secara

    perlahan.Bentuk

    primer berkembang

    pada mereka yang

    memiliki factor

    predisposisi anatomi

    berupa sudut bilik

    mata depan tergolongsempit.

    Selain sudut bilik mata

    depan yang tertutup,

    gambaran klinisnya

    asimptomatis mirip

    glaucoma sudut

    terbuka primer.

    Glaukoma tersebut

    dapat pula

    berkembang dari

    bentuk

    intermiten,subakutatau merambat

    (creeping). Glaukoma

    jenis ini juga

    merupakan kelanjutan

    glaucoma akut sudut

    tertutup primer yang

    tidak mendapat

    pengobatan atau

    setelah mendapat

    pengobatan yang tidak

    sempurna atau setelah

    terapi iridektomi

    perifer/trabekulektomi

    (glaucoma residual).

    saraf optik.

    Pemeriksaan tekanan

    intraocular dengan

    tonometer Schiotz,

    tonometri aplanasi, tono-

    pen dan bila ada dengantonometer non kontak.

    Pemeriksaan lapang

    pandang dengan alat

    perimeter kinetic dan

    static baik manual maupun

    computer:bila

    memungkinkan dengan

    Octopus atau Humphrey.

    Bila memungkinkan

    evaluasi papil saraf optic

    dan serabut saraf retina

    dengan alat diagnosticimaging seperti OCT

    (optical coherence

    tomography)dan HRT

    (Heidelberg retinal

    topography).

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    42/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    42

    PENATALAKSANAAN

    Tekanan intra ocular

    diturunkan dengan

    Pemeriksaan tajam

    penglihatan menggunakan

    kartu Snellen dengan

    koreksi dan pin-hole.

    Tajam penglihatan sentral

    sering masih baikwalaupun penyakit sudah

    stadium lanjut.

    Pemeriksaan dengan

    biomiksokopi : Gambaran

    bola mata tidak berbeda

    dengan gambaran mata

    normal. Pupil dapat

    terlihat midriasis dan

    reflex cahaya yang

    lambat.Bilik mata depan

    dalam dengan sudut bilik

    mata depan yang terbukalebar pada glaucoma sudut

    terbuka primer. Bilik mata

    depan dangkal dan sudut

    bilik mata depan sempit

    pada glaucoma sudut

    tertutup primer. Kelainan

    glaucoma jenis ini bersifat

    bilateral walaupun tidak

    selalu simetris pada kedua

    mata. Pada glaucoma

    sudut terbuka sekunder

    harus dicari factorpenyebab.

    Pemeriksaan sudut bilik

    mata depan menggunakan

    teknik Van Herrick dan

    sebaliknya menggunakan

    gonioskopi.

    Pemeriksaan funduskopi :

    terlihat atrofi papil

    glaukomatosa.

    Pemeriksaan tekanan

    intraocular dengan

    tonometer Schiotz : TIO

    umumnya lebih dari 21

    mm Hg.

    Pemeriksaan lapang

    pandang dengan alat

    perimeter sederhana atau

    perimeter Goldmann :

    cacat lapang pandang

    galukomatosa.

    1.GLAUKOMA SUDUT

    TERBUKA PRIMER

    1.GLAUKOMA SUDUT

    TERBUKA PRIMER

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    43/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    43

    obat-obatan secara

    bertahap berupa :

    - Timolol 0,25% - 0,5%

    2x 1 tetes/hari (bila

    tidak ada kontra

    indikasi)- Pilokarpin 2% 4 x 1

    tetes/hari

    - Asetazolamind 3-4 x

    125250 mg/hari

    - KCI 2-3 x 0,25 0,5

    gr/hari

    Obat-obatan

    prinsipnya dibeirkan

    secara sendiri-

    sendiri, tetapi dapat

    dikombinasikan

    tergantung darisasaran TIO.

    Umumnya TIO

    diharapkan lebih

    rendah dari 21 mm

    Hg.

    Oleh karena obat-

    obatan dibeirkan

    untuk jangka lama

    dan terus menerus.

    Sangat penting

    diperhatikan

    kepatuhan penderitadalam melaksanakan

    pengobatannya.

    Penerita dirujuk ke

    dokter spesialis

    mata, pelayanan

    tingkat sekunder

    atau tersier bila TIO

    tetap diatas

    21mmHg, penderita

    tidak patuh, tidak

    tahan terhadap

    obat-obatan, dalam

    stadium lanjut

    glaucoma dan/atau

    utnuk menilai

    progresifitas

    penyakitnya.

    Upaya pencegahan

    kebutaan akibat

    glaucoma

    memerlukan

    penyuluhan dan

    penjaringan

    glaucoma secara

    aktif di masyarakat,

    baik untuk

    Tujuan pengobatan

    pada penderita yang

    terbukti menderita

    glaucoma sudut terbuka

    primer adalah

    mencegah berlanjutnyakerusakan papil saraf

    optic. Sampai saat ini

    belum ada criteria yang

    memuaskan untuk

    menetapkan tingkat TIO

    yang dapat diterapkan

    aman untuk

    mempertahankan

    keadaan lapang

    pandang bagi semua

    penderita. Ada yang

    menurukan 30% lebihrendah dari TIO awal.

    Adapula yang

    menetapkan target

    pressure dengan

    perhitungan khusus

    yang bersifat

    individual/mata.

    a. Medikamentosa

    -Pemilihan obat

    untuk pengobatan

    awal didasarkan

    pada penilaianmata penderita

    dan status

    kesehatan umum.

    Bila cacat lapang

    pandang belum

    lanjut atau TIO

    tidak terlalu tinggi

    maka terapi dapat

    dicoba pada satu

    mata lebih dahulu

    untuk menilai

    manfaat dan efek

    samping.

    -Terapi

    medikamentosa

    bersifat

    monoterapi

    dimulai dengan

    timolol maleat

    (C.Timol) 0,25% -

    0,5% satu sampai

    2x sehari bila tidak

    ada kontraindikasi

    atau obat-obat

    baru yang lain

    (seperti glaupen,

    Medika mentosa

    - Prinsip terapi mirip

    dengan penanganan

    pada fasilitas

    sekunder, namun

    dapat pulamenggunakan obat-

    obatan jenis terbaru,

    seperti :

    Prostaglandin

    analog (Glaupen,

    Glauplus,

    Xalatan,

    Travatan)

    Penghambat

    karbonik

    anhidrase topical

    (Dorzol, Azopt) Alpha 2 agonist

    adrenergic

    Terapi laser beurpa

    trabekuloplasti

    argon laser,

    trabekuloplasti laser

    selektif

    Terapi bedah

    berupa

    trabekulektomi

    tanpa/atau

    denganMitomisin C/5-

    Fluorourasil, non

    penetrating

    filtering surgery,

    operasi drainase

    implant,

    siklodiatermi

    dan operasi

    kombinasi

    katarak dan

    glaukoma.

    2.

    GLAUKOMA SUDUTTERBUKA SEKUNDER

    Cari faktor penyebab

    Medikamentosa

    - Prostaglandin

    analog

    (Glaupen,

    Glauplus,

    Xalatan,

    Travatan)

    - Penghambat

    karbonik

    anhidrase

    topical (Dorzol,

    Azopt).

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    44/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    44

    penemuan kasus

    maupun deteksi dini.

    glauplus, xalatan,

    travatan, dorzol,

    azopt). Bila dengan

    obat pertama

    keadaan TIO yang

    diharapkan belumtercapai tetapi

    obat tersebut

    dianggap berespon

    baik (mencapai

    nilai efektif

    farmakologis)

    dapat ditambahkan

    obat tetes lainnya,

    tetapi bila bila

    dianggap tidak

    efektif maka obat

    pertama digantidengan obat lain,

    lalu penilaian

    diulang lagi. Bila

    dengan

    monoterapi atau

    kombinasi ternyata

    belum mencapai

    sasaran beurpa

    penurunan TIO

    yang tidak

    memuaskan atau

    tetap berlanjutnyakerusakan atau

    sejak awal tekanan

    lebih dari 30

    mmHg maka dapat

    diberikan terapi

    sistematik dengan

    penghambat

    karbonik

    anhidrase. Obat ini

    biasanya dimulai

    dengan dosis 125

    mg, 3 4 kali per

    hari. Bila

    efektivitas yang

    diharapkan belum

    tercapai, maka

    dosis ditingkatkan

    menjadi 250 mg

    tiap 6 jam atau 500

    mg setiap 12 jam.

    Pada setiap

    pemberian obat

    asetazolamide

    harus disertakan

    pemberian obat

    preparat kalium

    - Alpha 2 agonist

    adrenergic

    Terapi laser berupa

    trabekuloplasti argon

    laser, trabekuloplasti

    laser selektif. Terapi bedah berupa

    trabekulektomi

    tanpa/ atau dengan

    mitomisin C/5-

    Fluorourasil, non

    penetrating filtering

    surgery, operasi

    drainase impant,

    siklodiatermi dan

    operasi kombinasi

    katarak dan

    glaukoma.

    3. GLAUKOMA KRONIS

    SUDUT TERTUTUP PRIMER

    Terapi

    medikamentosa

    diberikan baik

    sebelum terapi

    definitive iridektomi

    perifer maupun

    setelahnya.

    Tindakan bedah

    trabekulektomi bilaTIO diatas 21 mmHg

    setelah tindakan

    iridektomi perifer

    dan medikamentosa

    Tindakan bedah

    kombinasi

    trabekulektomi dan

    katarak bila ada

    indikasi keduanya.

    Tindakan iridektomi perifer

    laser atau trabekuloplasti

    Pra dan setelah tindakan

    diberikan alpha 2 agonis

    Pemberian anti inflamaasi

    topical setelah tindakan

    selama 2-3 hari

    Follow up tindakan laser

    setelah 1 hari, 1 minggu

    selanjutnya 4-8 minggu

    minggu setelah tindakan

    IP/trabekuloplasti laser.

    Bila TIO naik

    pertimbangan pemberian

    medikamentosa atau

    tindakan trabekulektomi.

    Minggu ke 8 lakukan

  • 8/13/2019 Pedoman_Standar_Pengelolaan_Penyakit_berdasarkan_kewenangan.pdf

    45/90

    Pedoman Standar Pengelolaan Penyakit

    Dinkes Provinsi Jawa Barat2012

    45

    (KCL 0,5 gr) 2 -3 x,

    0,25 0,5 gr per

    hari.

    b. Tindakan bedah :

    -Bila dengan

    pengobatanmedikamentosa

    diatas belum

    memuaskan

    sebaiknya penerita

    dipertimbangkan

    untk dilakukan

    terapi bedah

    (trabekulektomi

    atau non

    penetrating

    filtering surgery)

    ataudikonfirmasikan

    untuk

    kemungkinan

    tindakan lain ke

    pelayanan tingkat

    tersier.

    Instruksi bagi penderita :

    Dalam pengobatan

    glaukoma penting sekali

    untuk memberikan instruksi

    pada penderita mengenai

    waktu dan pemakaian obattermasuk cara menekan

    daerah kantus internus

    untuk mencegah absorpsi

    sistemik obat tetes.Dokter

    harus merencanakan dan

    membicarakan saat dan

    jenis pengobatan dan

    meyakini bahwa nama obat

    dan jam pemberiannya ada

    tertulis di label botol.

    Tambahan pula pasien

    harus diberitahu dengan

    kata-kata yang sederhana

    mengenai mekanisme

    terjasinya glaukoma, alasan

    dan tujuan pengobatan,

    cara berbagai obat bekerja

    dan efek samping yang

    mungkin terjadi, Hal ini

    perlu dalam upaya menjaga

    kepatuhan penderita dalam

    berobat.

    Pasien harus diyakinkan

    perlunya pemeriksaan

    kontrol berkala seumur

    hidup mengenai TIO,

    gonioskopi dan cek TIO.

    Perawatan setelah tindakan

    trabekulektomi

    Berikan kombinasi

    antibiotic dan ant