22
19 Pemagangan Pemuda Tani Indonesia ke- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly) PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE 1984-2016 Gusnelly, Devi Riskianingrum Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (P2 SDR-LiPi). Gg. Widya Graha, Jln. Gatot Subroto Kav. Jakarta Selatan Selatan e-mail : [email protected] Abstrak Sektor pertanian memegang peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional dan telah menyumbang 14% dari PDB nasional pada tahun 2013, ternyata penyerapan tenaga kerja sektor pertanian malah mengalami penurunan. Kenyataan yang harus diakui adalah generasi muda pedesaan memandang kehidupan pertanian sebagai kehidupan tanpa prospek masa depan yang cerah sehingga mereka memilih industri lain dan meninggalkan desa untuk bekerja di Kota sehingga menyisakan orang-orang tua untuk bekerja di pertanian. Oleh karena itu, pertanian Indonesia sedang mengalami krisis regenerasi petani sekaligus diiringi dengan tren aging agriculture. Sejak zaman Orde Baru, pemerintah nampaknya menyadari bahwa krisis petani sedang berlangsung dan harus segera menemukan solusi untuk mengatasinya. Berbagai program untuk peningkatan produktifitas pertanian dibuat oleh pemerintah kala itu.Kementerian Pertanian, menyusun sebuah program yang memagangkan petani muda dari desa ke Jepang yang bertujuan untuk peningkatan SDM pertanian, belajar teknologi pertanian modern yang selanjutnya diharapkan mampu menarik kembali minat generasi muda memasuki sektor pertanian. Studi ini menggunakan pendekatan deskriptif-analitis dan studi literature serta wawancara mendalam kepada sejumlah alumni magang, tulisan ini berbicara mengenai pengalaman para petani muda Indonesia yang melakukan pemagangan ke Jepang, dampak paska pemagangan, dan pengetahuan yang di dapatkan di Jepang dimanfaatkan untuk pengembangan usaha pertaniannya. Dari penelitian didapatkan kesimpulan bahwa etos kerja adalah salah satu ide dan perilaku yang umumnya bisa ditransformasikan ke dalam kehidupan para alumni magang Jepang. Kata kunci: petani muda, pemagangan, pengalaman, alumni magang, pertanian, Jepang. INDONESIAN YOUNG FARMERS APPRENTICESHIP TO JAPAN IN 1984-2016 Abstract The agriculture plays an important and strategic role in the national development. It contributed 14% of national GDP in 2013, however, it is noticeable that its employment rate is declining. The fact that younger generation from the rural area consider agriculture as a life without a future due to its uncertain income. Hence, they choose to leave the village to work in the cities and mostly to apply for jobs in manufacture sector. Therefore, Indonesian agriculture is now experiencing a regeneration crisis as well as the trend of aging agriculture. Since the New Order, the government seems to have realized that a farmer’s crisis is underway and must immediately find a solution to overcome it. Therefore, through the Ministry of Agriculture, a program is designed to encourage young farmers from villages to learn in Japan. The aim of this program is to develop human resources on agricultural sector, to learn modern agricultural technology, and in return to develop agricultural business circle, whichexpected to be able to attract the interest of the younger generation into the agricultural sector. With a descriptive-analytical approach and literature study as well as in-depth interviews with several internship alumni, this paper examine the experiences of young Indonesian farmers who conducted apprenticeships to Japan, the post-apprenticeship impact, and knowledge gained in Japan for the development of their agricultural businesses. The research reveals that the work ethic and behaviors are knowledge that mostly internalize and further transformed into the lives of Japanese apprentice alumni. Keywords: apprenticeship, experience, alumni, agriculture, Japan Naskah masuk: 24 - 01 - 2019; Revisi akhir: 14 - 02 - 2019; Disetujui terbit: 09 - 03 - 2019

PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

19

Pemagangan Pemuda Tani Indonesia ke- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly)

PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE 1984-2016

Gusnelly, Devi Riskianingrum

Pusat Penelitian Sumber Daya Regional (P2 SDR-LiPi).Gg. Widya Graha, Jln. Gatot Subroto Kav. Jakarta Selatan Selatan

e-mail : [email protected]

Abstrak

Sektor pertanian memegang peranan penting dan strategis dalam pembangunan nasional dan telah menyumbang 14% dari PDB nasional pada tahun 2013, ternyata penyerapan tenaga kerja sektor pertanian malah mengalami penurunan. Kenyataan yang harus diakui adalah generasi muda pedesaan memandang kehidupan pertanian sebagai kehidupan tanpa prospek masa depan yang cerah sehingga mereka memilih industri lain dan meninggalkan desa untuk bekerja di Kota sehingga menyisakan orang-orang tua untuk bekerja di pertanian. Oleh karena itu, pertanian Indonesia sedang mengalami krisis regenerasi petani sekaligus diiringi dengan tren aging agriculture. Sejak zaman Orde Baru, pemerintah nampaknya menyadari bahwa krisis petani sedang berlangsung dan harus segera menemukan solusi untuk mengatasinya. Berbagai program untuk peningkatan produktifitas pertanian dibuat oleh pemerintah kala itu.Kementerian Pertanian, menyusun sebuah program yang memagangkan petani muda dari desa ke Jepang yang bertujuan untuk peningkatan SDM pertanian, belajar teknologi pertanian modern yang selanjutnya diharapkan mampu menarik kembali minat generasi muda memasuki sektor pertanian. Studi ini menggunakan pendekatan deskriptif-analitis dan studi literature serta wawancara mendalam kepada sejumlah alumni magang, tulisan ini berbicara mengenai pengalaman para petani muda Indonesia yang melakukan pemagangan ke Jepang, dampak paska pemagangan, dan pengetahuan yang di dapatkan di Jepang dimanfaatkan untuk pengembangan usaha pertaniannya. Dari penelitian didapatkan kesimpulan bahwa etos kerja adalah salah satu ide dan perilaku yang umumnya bisa ditransformasikan ke dalam kehidupan para alumni magang Jepang.

Kata kunci: petani muda, pemagangan, pengalaman, alumni magang, pertanian, Jepang.

INDONESIAN YOUNG FARMERS APPRENTICESHIP TO JAPAN IN 1984-2016

Abstract

The agriculture plays an important and strategic role in the national development. It contributed 14% of national GDP in 2013, however, it is noticeable that its employment rate is declining. The fact that younger generation from the rural area consider agriculture as a life without a future due to its uncertain income. Hence, they choose to leave the village to work in the cities and mostly to apply for jobs in manufacture sector. Therefore, Indonesian agriculture is now experiencing a regeneration crisis as well as the trend of aging agriculture. Since the New Order, the government seems to have realized that a farmer’s crisis is underway and must immediately find a solution to overcome it. Therefore, through the Ministry of Agriculture, a program is designed to encourage young farmers from villages to learn in Japan. The aim of this program is to develop human resources on agricultural sector, to learn modern agricultural technology, and in return to develop agricultural business circle, whichexpected to be able to attract the interest of the younger generation into the agricultural sector. With a descriptive-analytical approach and literature study as well as in-depth interviews with several internship alumni, this paper examine the experiences of young Indonesian farmers who conducted apprenticeships to Japan, the post-apprenticeship impact, and knowledge gained in Japan for the development of their agricultural businesses. The research reveals that the work ethic and behaviors are knowledge that mostly internalize and further transformed into the lives of Japanese apprentice alumni.

Keywords: apprenticeship, experience, alumni, agriculture, Japan

Naskah masuk: 24 - 01 - 2019; Revisi akhir: 14 - 02 - 2019; Disetujui terbit: 09 - 03 - 2019

Page 2: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

Patrawidya, Vol. 20, No. 1, April 2019

20

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu primadona dalam mendatangkan pendapatan bagi perekonomian nasional. Dalam studi yang dilakukan oleh Bappenas terkait dengan sektor pertanian dan pangan nasional, pada periode lima tahun terakhir pertumbuhan pendapatan pada sektor ini bahkan mencapai 3.4 persen dan menyumbang sekitar 14 persen atau 1.311,30 triliun rupiah di tahun 2013. (Rusono, dkk, 2014). Dalam periode berikutnya data BPS tahun 2016, yang disitir ulang oleh Bappenas menyebutkan bahwa PDB untuk sektor pertanian sebesar 917.323,2 miliar dan turun menjadi 151,387,2 miliar pada tahun 20171.

Di sisi lain, sektor pertanian juga menjadi salah satu sektor yang menyerap tenaga kerja yang cukup besar, terutama pada Era Orde Baru. Program revolusi hijau2 pada rezim Orde Baru telah berhasil memobilisasi masyarakat untuk meningkatkan produktifitas pertanian. Kebijakan pertanian khususnya pertanian beras Orde Baru menurut masyarakat kala itu merupakan era pembangunan ekonomi pertanian paling baik dan membanggakan karena Indonesia berhasil menjadi pengekspor beras terbesar. Soeharto memberikan perhatian prioritas kepada sektor pertanian yang berhasil meningkatkan kesejahteraan petani. Akan tetapi di akhir masa kepemimpinannya, krisis pangan kembali terjadi, dan ekonomi kembali bergejolak. Salah satu imbas dari ketidakstabilan ekonomi paska kejatuhan rezim Orde Baru adalah kebijakan pertanian berubah dan tidak lagi menjadi primadona. Pemerintahan yang baru (reformasi) memilih untuk memberikan prioritas pada pembangunan industri manufaktur. Hal ini mendorong terjadinya perubahan atas partisipasi generasi muda untuk tidak lagi terlibat dalam pekerjaan di sektor pertanian. Generasi muda tani lebih memilih pindah ke kota (bermigrasi) sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan pendapatan keluarga dengan bekerja sebagai buruh-buruh pabrik manufaktur. Mereka mendapatkan gaji setiap bulannya, bisa mencicil rumah, dan mungkin juga mendapatkan uang pensiun. Pada akhirnya penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian harus dihadapi oleh pemerintah yang berdampak pada penurunan jumlah produktifitas pertanian. Kemajuan sektor industri sebagai sektor tandingan dalam kompetisi dunia kerja, mampu memikat dan meningkatkan minat generasi muda untuk bekerja di sektor tersebut.3

Hasil analisis Badan Pusat Statistik (BPS, 2013) yang disitir ulang oleh Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) menyebutkan bahwa jumlah petani mengalami penyusutan sebesar 5 juta rumah tangga petani. Pada sisi usia, mereka yang masih bertahan sebagai petani di atas

1 Lihat pada (https://www.bappenas.go.id/files/3713/9346/9271/RPJMN_Bidang_Pangan_dan_Pertanian_2015-2019.pdf diakses pada tanggal 11 Juli 2018.

2 Program revolusi hijau yang dicanangkan oleh rezim orde baru merupakan peralihan pola dan tata cara bertani tradisional ke modern. Bibit pertanian dihasilkan dari proses olah secara teknologi maju yang menghasilkan bibit unggul dan varietas baru. Pola intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian dimunculkan untuk mendukung keberhasilkan program tersebut. Gerakan revolusi hijau dijalankan melalui program-program, bimbingan masyarakat (bimas), intensifikasi khusus (insus), dan ekstensifikasi melalui Panca Usaha Tani (PUT). program “green revolution” Orde Baru bahkan memberikan subsidi dan investasi yang sangat besar untuk sektor pertanian terutama sepanjang tahun 1970-an- 1980an dan pada tahun 1984 dimana Indonesia menjadi negara swasembada beras. Capaian produksi pertanian pada rezim Orde baru telah mengantarkan Indonesia menjadi Negara yang berhasil menjalankan pembangunan di bidang pertanian dan menjadi percontohan negara lain sehingga layak memperoleh penghargaan dari Food and Agriculture Organization (FAO) di tahun 1986.

3 Orang tua petani tidak lagi meneruskan kultur dan tradisi bertani kepada anak keturunannya karena bertani tidak menaikan status sosial dan penghasilan yang tidak akan cukup untuk memenuhi berbagai biaya pendidikan, biaya hidup dan sebagainya. Profesi sebagai petani dipandang rendah dan tidak menarik lagi untuk dilakukan karena berkembangnya sektor nonpertanian yang lebih memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Pranata sosial di desa pun tidak mampu membangun sistem ketahanan sosial yang mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat terutama generasi muda tani untuk mengelola sumber daya pertanian tidak lagi dipertahankan.

Page 3: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

21

Pemagangan Pemuda Tani Indonesiake- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly)

45 tahun (menua) sebanyak 60,8 persen dan tingkat pendidikan rata-rata lulusan Sekolah Dasar (SD) (Wiyono, Suryo dkk, 2015). Artinya mereka juga memiliki keterbatasan bahkan mungkin tidak mampu melakukan alih teknologi pertanian dari tradisional ke modern. Sementara proses regenerasi berjalan sangat lambat karena generasi muda menjadikan sektor pertanian bukan sebagai pilihan dan lebih memilih bekerja di sektor industri. Hal ini telah dibuktikan oleh survei yang dilakukan oleh KRKP bahwa terdapat sekitar 63 persen anak muda pedesaan yang menolak mewarisi profesi orang tuanya sebagai petani.

Penyerapan tenaga kerja sektor pertanian (perkebunan, tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, kehutanan, perburuan) oleh BPS disebutkan bahwa di tahun 2004 terdapat sekitar 44,51 persen, kemudian turun menjadi 39,22 persen (33.102.035 orang) di tahun 2013 dan turun lagi menjadi 34,28 persen (31.446.334) pada tahun 2014 (Ritonga. R. 2015). Data lain yang disampaikan oleh Kementerian Pertanian jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pertanian (tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan) berjumlah 35.359 ribu di tahun 2015 dan turun menjadi 34.686 ribu tahun 2017 (Kementerian pertanian, 2017).

Dari sisi kualitas SDM rendahnya produktivitas tenaga kerja pertanian yang tersedia saat ini, dengan kondisi umur, tingkat pendidikan serta luasan tanah garapan (rata-rata 0,5 ha) menunjukan bahwa sektor pertanian sampai saat ini didominasi oleh para petani yang tua yang kurang berkeahlian (unskilled farmers). Hal tersebut diperjelas oleh data dari BPPSDMP pertanian menyebutkan bahwa kondisi SDM dalam bidang pertanian atau petani di Indonesia masih sangat rendah. Dilihat dari pendidikannya 59,2% petani tidak menamatkan SD, sebanyak 32,1 %, tamatan SLTP dan SLTA masing-masing 5,7 dan 2,9%. Jumlah petani berusia di atas 55 tahun meningkat jumlahnya, sementara petani berusia 15-24 tahun terus mengalami penurunan (Iqbal, dkk, 2014). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pertanian Indonesia sedang mengalami krisis regenerasi petani sekaligus diiringi dengan tren aging agriculture.4 Meskipun kondisi pertanian mengalami ketidakpastian dalam pendapatan, akan tetapi orang tua, dengan kemampuan penguasaan teknologi yang rendah, bekerja dengan tata cara pertanian konvensional mencoba tetap bertahan karena sulit mencari pekerjaan lain.

Data yang dikeluarkan oleh BPS di tahun 2015 yang juga dikutip oleh Ningrum (2017) dalam laporan penelitian LIPI tahun 2017 menyebutkan bahwa dari total jumlah petani 26.135.469 terdapat beberapa kategori usia kelompok usia petani. Kelompok usia petani yamg paling tua adalah kelompok usia lebih dari 65 tahun sebanyak 3.332.038 petani, berikutnya kelompok usia 55-64 tahun berjumlah 5.229.903, kemudian petaniusia 45-54 tahun yakni sebanyak 7.325.544 orang, dan yang berusia 35-44 yakni 6.885.100 orang. Ada juga petani dalam kategori berusia muda yaitu kelompok usia 25-35 berjumlah 3.129.644, kelompok usia 15-24 tahun sebanyak 229.943 petani dan paling sedikit pada kelompok di bawah 15 tahun yakni 3.297 orang saja (Ningrum, 2017)).

4 Kondisi aging society disebutkan oleh pemerintah belakangan ini karena beberapa fakta menunjukan bahwa dalam 10 tahun terakhir hanya tersisa sekitar 12.9% saja tenaga kerja pertanian yang berusia di bawah 40 tahun, sisanya adalah orang-orang tua dengan kemampuan penguasaan teknologi pertanian rendah dan rata-rata lulusan sekolah dasar. Akibatnya, pembangunan pertanian berjalan lambat karena masyarakat tani tidak memiliki kemampuan menaikan produktifitasnya selain fisik mereka yang sudah renta juga penambahan pengetahuan pertanian tidak terjadi. Pemberdayaan oleh pemerintah cenderung top down, partisipasi mereka untuk bersama pemerintah membangun perekonomian desa masih rendah karena tidak berani melawan pemimpin adat jika program yang ditawarkan pemerintah bertentangan dengan kultur desa. Selain itu masyarakat tani tidak mau memiliki kemampuan mengambil keputusan dan mereka masih memiliki kepercayaan pada pemimpin adat dengan kultur bertani yang berasal dari nenek moyang mereka. Hal-hal semacam ini yang sulit juga diterima anak-anak muda sehingga bertani kerap menjadi pekerjaan yang tidak memiliki tantangan. Orang tua bertahan sebagai petani karena tidak ada lagi peluang kerja lain yang dapat mereka masuki sebagai pengganti profesi tani (Cahyono, 2012).

Page 4: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

Patrawidya, Vol. 20, No. 1, April 2019

22

Data lain yang juga berasal dari laporan BPS yang disitir ulang oleh Susilowati (2014) juga memperlihatkan bahwa jumlah pekerja di sektor pertanian yang dengan usia kurang dari 35 tahun sekitar 25,8% dari total tenaga kerja, pada tahun 2003 jumlahnya menurun lagi dan hanya tinggal 20% saja yang berusia di bawah 35 tahun. Pada periode 10 tahun kemudian (2013) jumlah pekerja di sektor pertanian dengan usia 35 tahun malah kian menurun dan hanya tinggal 12,9% (Susilowati, 2014). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sudah terjadi kelangkaan pekerja usia muda di sektor pertanian dan yang tersisa adalah orang orang tua yang tetap aktif bekerja sebagai petani (lihat diagram di bawah ini).

Grafik 1: Komposisi Tenaga Kerja Pertanian Berdasarkan Usia Periode 2003-2013

Sumber: Susilowati, 2014

Pada diagram tergambar bahwa rendah sekali minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian, padahal tenaga dan pemikiran mereka untuk pengembangan sektor ini sangat diperlukan. Program pembangunan pertanian yang semestinya didukung oleh para generasi pemuda sudah kehilangan sumberdayanya. Dapat dibayangkan yang akan terjadi ketika sektor pertanian kekurangan tenaga kerja, mulai dari produktifitas menurun, lahan dan lingkungan tidak kondusif, dan terjadi ketidakpastian akan pendapatan, maka program pembangunan pertanian pun mati suri.

Dari paparan dan data di atas, harus diakui bahwa pada kenyataannya generasi muda di periode tahun 2000-an hingga saat ini memandang kehidupan pertanian sebagai kehidupan tanpa prospek masa depan yang cerah. Modernisasi dan globalisasi telah ikut merubah pola pembangunan yang cenderung mendorong tumbuhnya industri manufaktur. Konsekuensi dari itu semua adalah munculnya perubahan pola pikir petani bahwa menyekolahkan anak ke kota untuk mendapatkan pendidikan tingkat tinggi merupakan salah satu cara menghindar dari pekerjaan sebagai petani. Generasi muda memilih meninggalkan desanya untuk merantau pergi ke kota. Dampak lain adalah terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi sentra-sentra industri maupun perumahan.

Perkembangan pesat atas pertumbuhan industri dan teknologi pada akhirnya telah memperlihatkan dampak yang cukup berat pada budaya bertani maupun kearifan lokal masyarakat desa yang serta merta merusak pola kehidupan masyarakat petani.5 Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian menyadari bahwa krisis petani sedang berlangsung dan harus segera

5 Pola pembangunan masyarakat petani diatur berkelompok-kelompok dan tidak bersinergi dengan kelembagaan yang ada di desa. Pemerintah menciptakan kelembagaan tani di desa hanya untuk menjadi organisasi penerima bantuan untuk peningkatan produksi pertanian namun tidak memaksimalkan kemampuan masyarakat petani untuk mampu meningkatkan kualitas dan memainkan perannya dalam pasar pertanian lokal.

Page 5: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

23

Pemagangan Pemuda Tani Indonesiake- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly)

menemukan solusi untuk mengatasinya. Pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto melalui Kementerian Pertanian sudah menyusun sebuah program untuk mengatasi masalah krisis petani tersebut yakni memagangkan petani muda dari desa ke Jepang. Program pemagangan petani muda ke Jepang merupakan salah satu program pemerintah yang dianggap tepat untuk mengatasi masalah di sektor pertanian, tidak hanya meningkatkan kemampuan SDM petani muda, akan tetapi juga menjadi alat kapitalisasi pengetahuan pengelolaa usaha pertanian modern di Jepang.

Program ini berangkat dari pemikiran bahwa pemerintah harus mempersiapkan pendidikan yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) pertanian agar memiliki kemandirian, kemampuan kerja, mampu beradaptasi, berkompetisi, memiliki kecakapan hidup (life skill) serta mampu meningkatkan usaha pertanian di desa. Pada akhirnya di tahun 1984, pemerintah memulai dengan memberangkatkan sekitar 40 lebih petani muda magang ke Jepang dan masih berlangsung sampai sekarang.6 Tujuan pemagangan adalah untuk belajar teknologi pertanian modern yang selanjutnya diharapkan mampu menarik kembali minat generasi muda memasuki sektor pertanian.

Ulasan dari tulisan ini merupakan sebuah microhistory yang berbicara mengenai pengalaman para petani muda Indonesia yang melakukan pemagangan ke Jepang dalam skema Youth Farming Program di bawah koordinasi Kementerian Pertanian. Lebih lanjut, tulisan ini juga melihat serta melihat dampak paska pemagangan yang ditelaah dari perkembangan usaha pertanian alumni magang. Bagaimana pengetahuan yang di dapatkan di Jepang dimanfaatkan untuk pengembangan usaha pertaniannya serta ditransformasikan kepada kelompok tani di desa adalah isu utama yang dibahas dalam tulisan ini. Pengetahuan ketika magang akan membantu individu menterjemahkan pengalaman yang berada di alam bawah sadar untuk diwujudkan menjadi kenyataan, mengurangi goncangan realitas sehingga dapat mempromosikan kemampuan dirinya secara lebih baik. Peningkatan kemampuan dan kompetensi mereka sebagai petani akan mampu mengatasi kesulitan dan persoalan di sektor pertanian di desanya. Pengetahuan yang telah mereka dapatkan ketika magang di Jepang dapat dikembangkan serta difilterisasi sesuai sumber daya yang ada dalam komunitasnya sendiri. Di sinilah daya tahan sebagai petani diperlihatkan karena kemampuan individualnya akan dihadapkan pada konflik dan berbeda pandangan dengan kultur bertani dalam komunitas. Komunitas tidak mungkin ditinggalkan karena di dalamnya terdapat aset-aset berupa kemampuan para anggota institusi serta lembaga-lembaga lokal yang tergabung di dalamnya. Ketahanan sosial petani alumni magang sebagai individu yang melakukan perubahan terlihat ketika mereka menghadapi situasi mengorganisir, menjalankan tindakan dan menggabungkan kapabilitas dirinya dengan komunitas. Keberhasilan dan kebertahanan alumni magang untuk terus bekerja pada sektor pertanian akan menjadi daya tarik generasi muda di desa untuk kembali ke sektor pertanian. Tulisan pada artikel ini diperoleh dari kegiatan penelitian sejak tahun 2014-2017 dengan menggunakan pendekatan deskriptif-analitis dan studi literatur serta wawancara mendalam kepada sejumlah alumni magang. Analisa atas studi ini dilakukan dalam berbagai disiplin keilmuan

6 Secara rutin sejak tahun 1984, kegiatan ini terus dilakukan oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementrian Pertanian yang memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam mengatasi persoalan terkait pembinaan SDM pertanian. Pada tahun 2017 telah dihasilkan sekitar sebanyak 1.278 orang alumni magang yang ditempatkan pada beberapa wilayah pertanian di Jepang. Pada tahun 2014, data alumni sudah ter-update sekitar 588 orang dan yang belum berjumlah 651 orang dengan perincian 410 orang mempunyai pekerjaan utama sebagai petani dan 178 profesi utama bidang non pertanian. Artinya, sebagian alumni masih tetap berkiprah di bidang pertanian, tapi tidak sedikit pula yang menekuni profesi lain di luar pertanian (Suzi, 2015).

Page 6: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

Patrawidya, Vol. 20, No. 1, April 2019

24

atau bersifat multidisipliner mengingat persoalan krisis regenerasi petani muda ini terkait dengan berbagai aspek. Pada artikel ini diungkapkan berbagai hal terkait dengan pengalaman para petani muda Indonesia yang melakukan pemagangan ke Jepang, dampak paska pemagangan, dan pengetahuan yang di dapatkan di Jepang yang dimanfaatkan untuk pengembangan usaha pertaniannya.

Secara konseptual, studi ini berangkat dari pemikiran bahwa magang yang dilakukan oleh petani muda Indonesia ke Jepang memberikan dampak remitansi sosial7 terlahir karena adanya produksi pengetahuan melalui kapitalisasi ilmu bertani, pengalaman bertani, pengetahuan tentang budaya bertani masyarakat Jepang pada waktu yang sama, kemudian di implementasikan dalam bentuk hubungan-hubungan yang hidup (lived) direpresentasikan dalam bahasa dan selanjutnya ditransformasikan. Singkatnya magang dapat dikatakan sebagai proses transfer pengetahuan antara pemberi informasi (baik perusahaan atau petani Jepang) kepada individu terkait dengan prestasi atau capaian yang telah diperolehnya.

Levitt (1998) secara mendalam menjelaskan terdapat tiga bentuk utama remitansi sosial, yaitu normative structure (struktur normatif), systems of practices (praktik sistem), dan social capital (modal sosial). Selanjutnya, Nonaka dalam The Knowledge-Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation (1995) menjelaskan bahwa “… knowledge is characterized as ‘‘not a self-contained substance waiting to be discovered and collected. Knowledge is created by people in their interactions with each other and the environment.’’ Pada pemaparannya, Nonaka juga memperkenalkan konsep SECI Model atau Socialisation, Externalisation, Combination, and Internalization (lihat gambar di bawah ini). Model SECI secara ringkas mengilustrasikan proses perubahan yang berkelanjutan dari pengetahuan tacit yang subyektif dan pengetahuan explicit yang bersifat obyektif. Pengetahuan sendiri terbagi atas tacit yang di dalamnya berupa pengalaman berdasarkan pengetahuan yang tidak dapat diekspresikan dalam kata, angka, dan formula, misalnya kepercayaan, intuisi, bayangan, seni dan budaya. Proses dari transfer pengetahuan bergerak dari tacit ke explicit dan kembali lagi ke tacit dengan mengikuti aliran keseluruhan proses unit usaha (Nonaka, 1995). Selanjutnya, explicit adalah pengetahuan obyektif dan rasional yang mampu diekspresikan melalui kata, angka, dan formula, seperti di dalamnya termasuk, pendekatan teori, pemecahan masalah, database dan manual.

7 Remitansi sosial merupakan ide, perilaku, identitas dan modal sosial yang mengalir dari negara penerima ke komunitas di negara asal. Peran penting remitansi sosial antara lain adalah memunculkan jiwa-jiwa wirausaha baik pada diri migran itu sendiri maupun kepada komunitas dan lingkungan keluarganya.

Page 7: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

25

Pemagangan Pemuda Tani Indonesiake- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly)

Gambar 2: SECI Model atau Socialisation, Externalisation, Combination, and Internalization

Sumber: Nonaka, 1995.

Lebih lanjut, kegiatan pemagangan terkait dengan perilaku migrasi. Program magang petani muda juga masuk dalam kategori migrasi internasional dalam jangka waktu tertentu bersifat sementara (temporary migration). Mereka tinggal di negeri asing dan mendapatkan kesempatan memiliki pengalaman hidup bekerja tani di negeri asing, dengan kondisi iklim yang berbeda dan budaya yang juga sangat berbeda. Mereka diberikan kesempatan untuk belajar dan mendapatkan pengalaman bertani yang dikombinasikan dengan metode kerja serta tradisi bertani modern masyarakat Jepang. Ini tidaklah mudah karena banyak persoalan dan benturan yang akan dihadapi terutama masalah budaya dan interaksi dengan orang asing di tempat yang baru.

Dalam teori migrasi selalu dikatakan bahwa migran adalah individu bebas yang mempunyai otonomi dalam membuat keputusannya sendiri dan mereka juga makhluk rasional yang membuat keputusan berdasarkan untung rugi dan apa yang terbaik buat dirinya, sehingga keputusan bermigrasi selalu dikatakan pilihan yang rasional (Muhajir, 2005). Klaus F Zimmermann dan Amilie Constant mengatakan bahwa keputusan individu atau kelompok untuk bermigrasi kemudian menetap seringkali hanya mempertimbangkan sisi positif yang dikaitkan dengan persoalan ekonomi yaitu upah dan kesejahteraan. Upah yang tinggi itu diharapkan dapat mengatasi persoalan ekonomi yang dihadapi pekerja. Kemungkinan mendapatkan penghasilan yang tinggi maka kemungkinan remitansi yang dikirim ke daerah asal juga besar dan kesejahteraan juga diperoleh.

Selain itu keputusan migrasi seringkali dipengaruhi oleh perbedaan pada tingkat kesejahteraan, perbedaan dalam pendapatan atau upah. Mekanisme dan proses pemilihan negara tujuan yang mudah serta cepat juga ikut menjadi pertimbangan. Pada kasus pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, Indonesia memiliki beberapa pola yaitu perjanjian kerjasama antar pemerintah dengan pemerintah (G to G), Perjanjian antara Pemerintah dengan Swasta (P to G) dan Perjanjian antara Swasta dengan Swasta (P to P). Dalam konteks magang petani muda ke Jepang, polanya adalah antara Pemerintah dengan Swasta (G to P). Negara tidak mau menyebut tenaga kerja yang mereka terima bekerja wilayahnya disebut sebagai tenaga kerja akan tetapi adalah sebagai pemagang (trainee).

Menurut Connel (1980) dan Hugo (1978) sifat migrasi dari pekerja, memiliki hubungan dengan tingkat kesadaran pengiriman remitansi. Remitansi merupakan kapital yang bisa saja tidak berdampak secara langsung kepada pelaku akan tetapi ada juga yang mendapatkan banyak manfaat atas apa yang telah diperoleh selama tinggal di luar negeri. Uang dan harta benda merupakan

Page 8: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

Patrawidya, Vol. 20, No. 1, April 2019

26

remitansi yang dapat dihitung nilainya namun belum tentu bermanfaat lama untuk migran atau keluarganya. Sementara ada dampak yang paling penting dan tidak dapat dinilai serta dihitung adalah pengalaman, kemampuan beradaptasi, menciptakan ide maupun inovasi baru dari produksi pengetahuan seringkali diabaikan (Kuznetzov, 2006). Benefit sejenis ini disebut biasanya dengan remitansi sosial.

Remitansi sosial berasal dari sebuah proses produksi pengetahuan yang terjadi dalam beberapa mekanisme sosial yang telah berlangsung dengan melibatkan berbagai macam aktor sosial, baik aktor dalam konteks individu maupun institusi sosial baik yang ada di Jepang maupun yang berada di Indonesia. Pengalaman dan pengetahuan selama magang di Jepang diharapkan akan menempa semangat petani muda yang dimagangkan tersebut serta diharapkan mampu memberikan spirit terhadap generasi muda di desa asalnya.8 Transformasi pengetahuan ini juga terjadi ketika pemagang telah kembali ke Indonesia. Proses transformasi ini, disadari ataupun tidak, kenyataannya berada dalam satu struktur hubungan bilateral antara Indonesia dengan Jepang. Hasil dari kegiatan transformasi ini adalah terbentuknya wirausahawan muda tani yang sebelumnya menjadi peserta magang ke Jepang. Para wirausahawan ini dalam taraf tertentu sebenarnya bisa menjadi motor dari proses transformasi pertanian nasional, melalui regenerasi petani muda, penguatan kelembagaan pertanian di perdesaan, dan revitalisasi sektor pertanian di perdesaan.

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Alur Pemagangan Petani Muda Ke Jepang: 1984-Sekarang

Kendati di dalam program magang Jepang tidak secara eksplisit dikatakan bahwa program ini ditujukan bagi pengatasan persoalan regenerasi petani, tetapi apa yang kemudian terjadi adalah para alumni magang Jepang ini menjadi semacam contoh bagaimana anak-anak muda di desa memilih jalan hidup sebagai petani. Persoalan krisis petani dan pengiriman petani muda untuk magang ke Jepang sangat diperlukan karena dapat mengetahui dan mengerti tentang fenomena dari kegiatan magang tersebut mulai dari sejak awal proses perekrutan sampai penempatan yang dipenuhi oleh berbagai persoalan sosial, politik maupun ekonomi.

Program Magang Pertanian yang dilaksanakan oleh Badan Pertanian Nasional Jepang (The National Chamber of Agriculture) dan sebagian diserahkan pengelolaannya kepada Japan Agriculture (JA) bertujuan untuk mempromosikan pemahaman tentang pertanian Jepang, dan untuk mendorong keterlibatan tenaga kerja muda dalam pertanian, terutama tenaga kerja dari negara-negara berkembang di Asia. Kerjasama magang petani muda asal Indonesia bekerjasama dengan Japan Agriculture Exchange Council (JAEC) Tokyo, International Agriculture Exchange Association (IAEA) Gunma, Niigata Agriculture Association (NAEC), Niigata dan Kumamoto International Agriculture (KIA) serta Ibaraki prefecture. Mekanisme pengajuan permohonan anak magang diajukan oleh petani kepada Japan Agriculture (JA) yang selanjutnya disampaikan

8 Pemuda alumni magang diharapkan akan mampu menjadi agen perubahan pembangunan perekonomian di desanya. Perubahan ekonomi tentunya akan memberikan perubahan pada sosial kemasyarakatan. Sebagai aktor yang telah dibina, ditempa serta ditingkatkan kemampuan bertani, alumni magang juga memiliki jaringan pertemanan dengan sesama alumni magang. Jalinan dan relasi yang terbangun dengan petani alumni magang maupun organisasi IKAMAJA merupakan modal untuk membangun kegiatan bisnis.

Page 9: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

27

Pemagangan Pemuda Tani Indonesiake- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly)

kepada organisasi JAEC, IAEA dan sebagainya. Asosiasi petani Jepang yang diwakilkan kepada JAEC kemudian mengajukan permintaan kepada BPPSDMP untuk berperan sebagai pelaksana pengiriman peserta magang dari Indonesia.

Pada awalnya, pengiriman pemagangan ke Jepang berada di bawah pengawasan Sub Bidang Pemagangan, Badan Pendidikan Latihan dan Penyuluhan Pertanian (Diklatluh) Departemen Pertanian. Selanjutnya, seluruh proses perekrutan dan keberangkatan dilakukan secara terpusat, dimana pemerintah pusat secara langsung menyeleksi para petani muda calon tenaga magang. Untuk pengiriman awal, Badan Diklatluh mengirimkan empat orang petani muda yang direkrut secara langsung dari lapangan atas rekomendasi dari para penyuluh pertanian.

Pada masa-masa awal program pemagangan, kerjasama antara Pemerintah Indonesia dilakukan dengan Association for International Collaboration of Farmers (AICF). Program magang petani yang dikelola oleh AICF tidak hanya dengan Indonesia, akan tetapi sebelumnya di tahun 1960an sudah dilakukan dengan America Selatan (Conlon, 2010). Saat itu, cakupan wilayah kerja AICF adalah Fukui dan Niigata, sehingga keempat peserta pertama pemagangan dikirim ke wilayah-wilayah tersebut.9 Tahapan seleksi atas calon magang Jepang dilakukan dengan pola koordinasi top down yang dibuatlah oleh pihak pelaksana program yaitu BPPSDM Pertanian.Perintah atau instruksi untuk mencari calon peserta diberikan kepada 10 Balai Besar Pelatihan Pertanian yang ada di Indonesia.10

Proses awal perekrutan petani muda untuk magang ke Jepang dimulai dengan memilih beberapa pemuda tani yang masuk dalam anggota kelompok taruna tani. Setelah terkumpul sejumlah calon magang, mereka semua dimagangkan pada petani di Indonesia. Misalnya, sebelum diberangkatkan, seluruh peserta terlebih dahulu diharuskan magang di petani Jeruk di wilayah Bogor selama 45 hari sebagai proses seleksi. Dari 40 orang peserta yang diseleksi, hanya 10 orang yang dinyatakan lulus untuk diberangkatkan ke Jepang. Di Jepang, setiap petani muda magang ditempatkan pada induk semang yang juga merupakan alumni magang di Amerika Serikat. Pada saat itu, mereka ditempatkan pada 10 komoditas berbeda. Walaupun secara pengalaman magang sebelum berangkat magang pada petani jeruk, ketika di Jepang belum tentu dapat komoditas yang sama, bisa saja ditempatkan pada peternakan atau petani padi dan sebagainya.

Selanjutnya, setiap tahunnya Departemen Pertanian mengirimkan sekitar 10 petani muda untuk dimagangkan ke Jepang. Pada periode 1984 sampai awal 1990-an, proses seleksi masih berjalan dengan ketat dimana Diklatluh berperan secara langsung mewawancarai dan melakukan pengamatan usaha pertanian calon magang. Namun demikian, memasuki pertengahan 1990-an sampai awal tahun 2000-an, terjadi sedikit kelonggaran dalam perekrutan magang ke Jepang. Pada saat itu, sistem perekrutan dilimpahkan ke dinas-dinas di wilayah masing-masing. Selain itu, kuota pemagangan juga meningkat tajam, dari yang biasanya hanya 10-20 orang menjadi 60 sampai 160 orang.

9 Wawancara via email dengan Ibu Rosana Suzy pada [email protected] pada 13 November 2015.10 Pada awal program dilakukan identifikasi terhadap calon peserta magang dilakukan oleh BBPP di daerah dengan bekerjasama dengan

Dinas Pertanian dan penyuluh pertanian setempat. Namun dalam 15 tahun belakangan pengurus IKAMAJA mulai dimintakan peran sertanya dalam membantu mencarikan calon peserta dan melakukan identifikasi secara lebih ketat salah satunya adalah calon magang harus memiliki kegiatan di bidang pertanian yang dibuktikan dengan tersedianya lahan pertanian, baik milik orang tuanya ataupun miliknya sendiri. Sebagai pelaku dalam kegiatan pertanian, menurut pengurus IKAMAJA, dalam memilih calon peserta magang, tidak hanya ditekankan pada keterkaitan dengan pertanian saja akan tetapi kemampuan fisik dan pengalamannya sebagai seorang petani ikut menjadi pertimbangan. Wawancara dengan Iwan Kurnia, Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)-Kementerian Pertanian, Lembang tanggal 2 April 2015.

Page 10: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

Patrawidya, Vol. 20, No. 1, April 2019

28

Untuk memenuhi kuota dan sistem perekrutan yang berubah, maka pada periode ini mulai terjadi penyimpangan. Sejumlah oknum dari pusat maupun daerah memanipulasi calon magang, yaitu banyak di antara mereka bukan merupakan petani muda dan relasi dari pejabat di tingkat pusat dan daerah. Hal ini berpengaruh pada keberlangsungan program. Akibat tidak terbiasa dengan kehidupan pertanian, banyak keluhan yang disampaikan pihak petani Jepang terhadap performance mereka selama magang, mulai dari pekerjaan yang buruk, melarikan diri, memutuskan kontrak sepihak untuk pulang ke Indonesia, hamil dan lainnya. Lebih lanjut, sepulang magang, mereka pun cenderung meninggalkan dunia pertanian.11

Pihak Asosiasi petani Jepang yaitu AICF meleburkan diri Japan Agricultural Training Council (JATC) di tahun 1988, dan mengganti nama menjadi Japan Agricultural Exchange Council (JAEC). Sejak tahun 1989 maka mulailah kerjasama atau MoU antara pemerintah Indonesia dilakukan dengan JAEC yang pada tahun tahun selanjutnya melibatkan Niigata Agriculture Association (NAEC), Kumamoto International Agriculture (KIA), and International Agriculture Exchange Association (IAEA) yang berlangsung sampai sekarang (BPPSDMP, 2014). Di bawah koordinasi dengan JAEC ini pula proses rekruitmen mulai diperketat dan proses seleksi yang berlapis. Ini merupakan salah satu upaya bahwa program magang ke Jepang bukanlah mudah untuk didapatkan oleh anak-anak muda tani karena hanya mereka yang terpilih dan terbaik yang dapat dikirim belajar pertanian ke Jepang. Diawali dengan rekruitmen dengan melibatkan penyuluh permintaan calon magang akan diteruskan pada beberapa dinas terkait di bawah pembinaan BBPP masing-masing wilayah. Proses selanjutnya adalah pelaksanaan diklat kewirausahaan yang diadakan pada 10 Balai Pelatihan Pusat milik Departemen Pertanian yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu UPT Pelatihan Pusat BPP Jambi, BPP Lampung, BBPKH Cinagara Bogor, PPMKP Ciawi Bogor, BBPP Lembang, BBPP Batu, BBPP Ketindan, BBPP Batang Kalukuh Sulsel, BBPP Binuang Kalsel, BBPP Kupang NTT.12

Skema 1: Alur dan Mekanisme Penyiapan Petani (1990an-2016)

Sumber: BPPSDMP Kementerian Pertanian yang telah diolah tim

11 Wawancara dengan HS dan beberapa alumni magang Jepang, di Malang pada 1 Oktober 2013.Data ini diperkuat juga oleh Bapak Ishak berdasarkan hasil wawancara pada 16 September 2015 di Lembang, Bandung.

12 Peserta pelatihan Diklat kewirausahaan berjumlah 30 orang, yang kemudian dipilih 10 orang terbaik. Setelah terkumpul 100 orang terbaik dari 10 balai yang ada, proses selanjutnya adalah penelusuran secara langsung yang dilakukan oleh penyuluh atau Dinas Pertanian setempat. Melalui proses ini akan terjaring 60 pemuda tani terbaik, untuk selanjutnya dilatih pada diklat orientasi magang Jepang secara intensif selama 30 hari. Hasil dari orientasi akan menetapkan 30 atau 40 orang terbaikyang akan dikirim ke Jepang. Sebagai pembekalan terakhir, peserta yang sukses terpilih untuk diberangkatkan ke Jepang akan mendapatkan diklat pemantapan selama 10 hari di Balai di Cisarua.

Page 11: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

29

Pemagangan Pemuda Tani Indonesiake- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly)

Proses seleksi yang mengikutsertakan alumni magang tersebut dilakukan tahun 2000-an, dengan melibatkannya dalam kegiatan orientasi, terutama untuk melatih hal-hal yang terkait dengan alat-alat pertanian, budaya, bahasa, dan strategi adaptasi untuk menghindari terjadinya masalah shock culture karena masih terdapat beberapa petani muda yang mengalaminya ketika sampai di lahan pertanian. Ada yang melarikan diri, ada pula yang stress dan sebagainya karena pengetahuan mereka yang sangat minim tentang budaya kerja petani Jepang.13

Memasuki tahun 2007, beberapa orang pengurus atau anggota IKAMAJA yang berprestasi mulai secara aktif dilibatkan dalam proses perekrutan calon magang. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi dalam rapat tahunan dengan pihak JAEC, yang menyatakan bahwa IKAMAJA sebagai wadah alumni yang telah memiliki pengetahuan tentang Jepang harus dilibatkan secara aktif. Hal ini dilakukan agar mereka bisa memberikan gambaran kepada calon magang mengenai kehidupan yang akan dihadapi selama pemagangan. Sejak saat itu, IKAMAJA ikut terlibat dalam pemberian rekomendasi kepada calon magang, menentukan lokasi atau tempat pemagangan bagi peserta magang sebelum berangkat ke Jepang, penjadwalan, kurikulum diklat dan satuan pelajaran serta sistem penilaian akhir. Selanjutnya pada tahun 2013 BPPSDMP merubah mekanisme perekrutan peserta magang yang dilaksanakan berdasarkan Perka BPPSDMP Nomor 40.1/Per/SM.250/J/06/13 tanggal 2 Juni 2013 tentang Juklak Penyiapan SDM Magang ke Jepang. Perka ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 07/Permentan/OT.140/1/2013tentang Pedoman Pengembangan Generasi Muda Pertanian.

Mekanisme pemagangan berdasarkan Perka BPPSDMP Nomor 40.1/Per/SM.250/J/06/13 tanggal 2 Juni 2013

Sumber: BPPSDMP, 2013

Setelah program magang dilaksanakan dengan mekanisme di atas ternyata belum mendapatkan hasil yang optimal karena teridentifikasi beberapa permasalahan pada setiap tahapan, mulai dari tahap pra magang—magang—paska magang, masih belum terintegrasi antara lain adalah:

• Proses perekrutan calon peserta magang pada beberapa aspek mengikuti standar dan SOP

13 Wawancara via email dengan Henda, 13-17 November 2015.

Page 12: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

Patrawidya, Vol. 20, No. 1, April 2019

30

• Belum terbangunnya sinergitas antara BPPSDMP dengan berbagai instansi tingkat pusat dan daerah, baik antar unit teknis di dalam lingkup Kementan dan maupun antara K/L atau SKPD

• Posisi kementan sebagai pengelola dan pembina peserta magang terputus setelah terjadi penyerahan peserta kepada asosiasi petani Jepang oleh Atase pertanian dan KBRI. Pelaksanaan dan Pengawasan magang secara langsung berada di bawah kendali Asosiasi dan Atase Pertanian atau KBRI.

• Peran organisasi IKAMAJA sebagai penghubung dan advokasi antara pemagang dengan asosiasi maupun dengan petani Jepang belum terlihat.

• Peran dari anggota IKAMAJA sebagai bagian dari tim seleksi awal ditujukan untuk memberikan informasi awal kepada calon peserta terkait dengan pengalaman mereka selama di Jepang. Modal pengetahuan dan pengalaman bekerja dengan pola etos kerja petani Jepang adalah salah satu kunci membangun motivasi sehingga mampu bertahan sebagai petani di desanya. Pada sisi mana inovasi alumni magang Jepang dapat lebih mudah melakukannya karena mereka tinggal selama 8 bulan sampai 2 tahun dengan petani di negara maju dengan teknologi bertani modern.

B. Alur Baru Pemagangan Sejak 2017 sampai Saat ini

Di akhir tahun 2016, terjadi perubahan alur pengiriman pemagangan ke Jepang. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas calon magang yang akan diberangkatkan ke Jepang dan kinerja alumni magang sesudah mereka tiba kembali ke Indonesia. Pada skema baru ini, alumni magang memegang peranan penting di dalamnya, dimana mereka bukan hanya sekedar menjadi pelatih dalam pembekalan keberangkatan tetapi sejak awal mereka melakukan screening calon magang serta memagangkan mereka pada usaha-usaha milik alumni. Rencana perubahan skema pemagangan ini mulai muncul ke permukaan di tahun 2016, oleh karena itu, pihak BPPSDMP pun melakukan sosialisasi dan diskusi dengan berbagai pihak, terutama alumni magang, pihak swasta yang juga melakukan pengiriman magang, termasuk dengan akademisi.Hasilnya adalah pemberian wewenang perekrutan dan orientasi calon magang kepada IKAMAJA, yaitu Ikatan Alumni Magang Jepang, sebagai satu-satunya organisasi resmi alumni magang dengan pengawasan dari BPPSDMP Kementan.

Foto 1. : Workshop Peningkatan Kelembagaan IKAMAJA dan Pembina Program Magang (BPPSDMP) Sumber: Dokumen Penulis

Page 13: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

31

Pemagangan Pemuda Tani Indonesiake- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly)

Pada skema baru ini, Ikatan Alumni Magang Jepang melakukan identifikasi calon pemagang dan merekomendasikannya untuk ikut diklat kewirausahaan. Kementan melalui 10 BBPP tetap melaksanakan diklat kewirausahaan dengan peserta yang telah direkomendasikan oleh IKAMAJA. Pasca Diklat, seluruh peserta yang terpilih sebagai calon magang Jepang dimagangkan pada 11 pusat pelatihan milik alumni yang tersebar di seluruh Indonesia yang ditunjuk oleh IKAMAJA pusat untuk menyeleksi calon peserta magang. Selama pemagangan, peserta masih akan diranking dan diseleksi berdasarkan perfoma kerja, fisik dan kemahiran berbahasa Jepang. Dari hasil pemagangan pada sebelas pusat pelatihan milik IKAMAJA ini akan didapatkan data urutan calon magang yang layak untuk berangkat ke Jepang. Data ini selanjutnya di verifikasi oleh BPPSDMP Kementan untuk kemudian disahkan sebagai calon peserta Magang yang akan berangkat ke Jepang. Nama-nama dalam data ini selanjutnya diberikan pembekalan selama dua minggu di Jakarta oleh pihak BPPSDMP untuk kemudian diberangkatkan ke Jepang.14

Seperti pada pengiriman tahun 2017, IKAMAJA berhasil merekrut dan menempatkan 71 calon peserta pada 11 pusat orientasi nasional milik IKAMAJA. Selanjutnya seluruh calon peserta tersebut diranking yang hasilkan diserahkan kepada BPPSDMP untuk diverifikasi. Hasilnya, BPPSDMP memberangkatkan hanya 41 calon magang saja karena berdasarkan kuota dari Jepang.Oleh karena itu, alumni magang melalui IKAMAJA dianggap telah sukses memberangkatkan peserta magang untuk pertama kalinya. Ke depan, peserta dari hasil pemberangkatan IKAMAJA akan menjadi peserta yang tangguh, lebih berkualitas, yang ketika pulang pun akan mampu menjadi alumni yang membawa manfaat bagi bangsa (https://sahabatnewsonline.wordpress.com/2017/11/13/ikamaja-siapkan-calon-petani-muda-magang-ke-jepang/).

C. Pengalaman Para Alumni sebagai sebuah Micro History

Menjadi peserta magang ke Jepang merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi pemuda tani Indonesia. Selain mendapatkan pengetahuan pertanian dengan belajar pada petani sukses di Jepang, peserta magang juga mendapatkan pengalaman budaya dan nilai-nilai kehidupan Jepang.Melalui international exposure, dimana mereka berkesempatan berinteraksi langsung dengan sebuah keluarga di Jepang dan dengan peserta magang lainnya dari negara-negara Asia, alumni magang diharapkan mampu mentransformasikan pengetahuan yang didapat untuk diaplikasikan dalam kehidupannya sekembalinya dari Jepang. Jika dilihat dari latar belakang pendidikan dan pengalaman, yang mereka umumnya lulusan SMU sampai dengan S1 dan usia yang relatif muda, maka menjadi menarik melihat strategi adaptasi dan proses pembelajaran mereka untuk internalisasi pengetahuan, baik dalam hal pertanian maupun dalam nilai-nilai kehidupan.

Jumadil merupakan salah satu dari alumni pemagangan petani muda Indonesia ke Jepang asal Desa Pinrang, Sulawesi Selatan. Berangkat ke Jepang di saat Indonesia didera krisis moneter dan reformasi, Jumadil melangkahkan kakinya untuk memulai petualangan pertaniannya di Jepang pada tahun 1998 menuju Provinsi Niigata. Berangkat di usia yang tidak terlalu muda dan telah berkeluarga, membuat Jumadil merasakan kehidupannya di Jepang sangat berat. Lebih lanjut, kondisi alam Niigata yang cenderung bersalju, dan kesulitan berkomunikasi di satu bulan pertamanya, membuat kehidupan Jumadil di Jepang semakin dingin.

14 Wawancara dengan Bapak Tauwi, Ketua IKAMAJA periode 2017-2021 di Hotel Pandurata Cikini, 21-23 September 2017. Dan Wawancara dengan Bapak Eko, staf BPPSDMP, pada 16 November 2018.

Page 14: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

Patrawidya, Vol. 20, No. 1, April 2019

32

Perkenalan Jumadil dengan program pemagangan ke Jepang yang diusung Departemen Pertanian tidak terlepas dari kegiatannya yang memang bergelut dengan dunia pertanian. Saat itu, dia adalah petani muda yang cukup sukses dengan kepemilikan lahan seluas 4 hektar dan menduduki posisi sebagai ketua kelompok tani. Didorong oleh Kepala Balai Penyuluhan Pertanian saat itu, Jumadil pun tertarik untuk ikut seleksi pemagangan ke Jepang dengan harapan dapat menambah wawasan dan memperluas jaringan serta mendapat tambahan modal tentunya. Setahap demi setahap Jumadil mengikuti seleksi dari mulai diklat kewirausahaan, kemudian pelatihan dan pembekalan di Jakarta sehingga akhirnya dinyatakan lolos sebagai salah satu peserta magang Jepang. Dia memilih Niigata karena provinsi ini karena fokusnya terhadap teknologi pertanian.Berdasarkan diskusinya dengan kepala BPP dan rekan bisnis pertanian, diketahui bahwa asosiasi petani di Niigata memiliki concern yang kuat terhadap pengembangan teknologi pertanian. Latar belakang pendidikan formalnya yang fokus pada mekanisasi pertanian membuatnya merasa Niigata adalah tempat yang tepat untuk pendalaman wawasan terhadap teknologi pertanian.

Di Niigata beliau ditempatkan pada seorang oto-san yang bergerak pada usaha padi. Hal ini sangat sesuai dengan usahanya di Indonesia yang memang tidak lepas dari budidaya padi. Ketertarikannya pada mekanisasi pertanian, mendorongnya untuk terus bertanya dan belajar kepada sang oto-san. Oleh karena kerja kerasnya, bapak angkat beliau pun memercayakan seluruh pemakaian mesin-mesin miliknya kepada Jumadil. Kesempatan ini tidak disia-siakan Jumadil untuk memahami bukan hanya cara menjalankan tetapi juga cara memperbaiki dan mengganti spare-part dari mesin-mesin tersebut. Perjalanan delapan bulan pemagangan pun berhasil dilaksanakan Jumadil dengan baik dengan membawa segenap pengalaman kehidupan di Jepang, pengetahuan mekanisasi ala Jepang, dan jaringan kekerabatan ayah angkat dan anak angkat dari Jepang.

Sekembalinya dari Jepang, Jumadil menjalani kehidupan nyatanya sebagai petani. Awalnya dia sempat melebarkan sayapnya pada dunia peternakan. Dijanjikan permodalan oleh pihak dinas pertanian terkait, Jumadil ternyata menghadapi kegagalan pada usaha peternakan itiknya dan modal pun gagal dikucurkan dengan alasan yang tidak jelas. Belajar dari pengalaman ini, Jumadil kembali fokus pada pertanian padi dan belajar untuk tidak menengadahkan tangan pada pihak lain, termasuk dari bantuan pemerintah.

Jatuh bangunnya petani dalam usaha taninya ditentukan oleh berbagai faktor, baik cuaca, harga pasar, dan jejaring pasar. Hal ini juga yang dihadapi Jumadil pada bisnisnya yang kembali tersungkur akibat jatuhnya harga gabah dan serangan hama pada lahannya. Keadaan ini mendorongnya untuk kembali melakukan migrasi keluar negeri dengan niatan utama yaitu mengumpulkan modal. Keinginan kembali ke Jepang nampaknya tidak memungkinkan karena adanya aturan yang tidak memperbolehkan alumni magang Jepang untuk kembali masuk ke negara tersebut dengan status yang sama. Pilihan negara jatuh ke Arab Saudi karena adanya jaringan dan kemudahan proses untuk masuk negara tersebut. Berangkat di tahun 2002, Jumadil bertahan di sana selama empat tahun dengan berbagai profesi kerja yang dia geluti, mulai dari supir selama satu tahun, dua tahun di restoran, dan setahun terakhir di travel. Perjalanannya di Arab Saudi selesai di tahun 2006 dan ia kembali ke Indonesia setelah berhasil mengumpulkan uang sebanyak 50 Juta sebagai modal untuk kembali berusaha di Indonesia.

Page 15: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

33

Pemagangan Pemuda Tani Indonesiake- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly)

Jiwanya sebagai seorang petani membuat ia kembali bergelut dalam dunia pertanian, tepatnya pada mekanisasi pertanian. Selain terus menanam padi, Jumadil mulai membangun jejaring untuk pemasaran alat-alat pertanian modern. Awanya, beliau terjun dalam usaha sawmill—usaha penggergajian kayu dari hutan, namun ia tinggalkan karena merasa tidak cocok. Di tahun 2007, Jumadil dihubungi oleh seseorang dari Jepang yang mengajaknya untuk berbisnis alat-alat pertanian. Orang ini mendapatkan informasi tentang Jumadil dari Bapak Angkatnya karena hanya dia seorang yang fokus pada mekanisasi pertanian. Pada kerjasama ini Jumadil hanya bertugas memasarkan beberapa merk mesin pertanian dengan seluruh modal dari investor Jepang tersebut.Kerjasama ini hanya mampu berjalan selama satu setengah tahun karena ketidakcocokan visi mereka. Pada tahun 2011 datang tawaran kembali dari sebuah perusahaan Jepang yang memiliki perwakilan di Jakarta, PT. Yanmar, untuk memasarkan produk pertanian mereka. Berbeda dengan sebelumnya yang merupakan mesin-mesin bekas, maka kali ini produk yang dipasarkan Jumadil adalah barang baru. Pada tahun 2013 Jumadil telah berhasil menjual 20 unit dengat harga satu unit mencapai 360 juta rupiah. Saat ini, beliau adalah satu-satunya distributor mesin Yanmar di Sulawesi. Berkat prestasi penjualannya, pada akhir 2012 dia dan istri mendapatkan undangan ke Jepang dari PT Yanmar. Kesempatan ini ia gunakan juga untuk menjenguk sang Otosan dalam rangka memperkuat jaringan kekeluargaan. Saat ini, beliau telah memiliki 40 orang karyawan, dengan 14 orang di antaranya adalah karyawan yang khusus pada divisi perbaikan mesin. Menurut Jumadil, mengapa para petani memilih membeli mesin padanya karena beliau menyediakan juga jasa pelatihan, perbaikan dan purna jual sehingga para petani merasa nyaman dan tahu bagaimana memanfaatkan alat yang mereka beli. Hal ini adalah salah satu usaha Jumadil dalam berbagi pengetahuan yang dia dapatkan dari Jepang dan belahan dunia lainnya.15

Gambar 2. : Mesin Teknologi Pertanian Dipasarkan JumadilSumber : Dokumen penulis

Jumadil sadar bahwa tidak semua alumni magang Jepang mampu menerobos belantara bisnis pertanian, bahkan banyak di antara mereka terpaksa meninggalkan dunia pertanian, padahal hal ini sangat disayangkan karena telah banyak investasi yang dilakukan pemerintah kepada mereka. Hal ini terjadi karena ketidakjelasan visi alumni sendiri saat awal mengikuti kegiatan dan kekurangberdayaan mereka dalam membangun jaringan bisnis dengan sang bapak angkat.

15 Wawancara dengan Jumadil di kediamannya di Pinrang pada 12 September 2013.

Page 16: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

Patrawidya, Vol. 20, No. 1, April 2019

34

Lain Jumadil, lain halnya dengan Puji Uswatun Hasanah, alumni magang perempuan asal Jawa Barat. Berangkat magang pada tahun 2011 dan menimba ilmu di Gunma sampai dengan Juni 2013. Awalnya, Puji ragu untuk ikut ke Jepang karena ada ketakutan bagaimana akan beradaptasi dan tinggal satu rumah dengan orang asing. Akan tetapi, keinginan untuk mengembangkan diri dan pertanian serta untuk perluasan usahanya, maka Puji pun membulatkan tekad mendaftar program ini pada dinas pertanian setempat di tahun 2010. Sebelumnya, Puji memang anak seorang petani yang aktif dalam dunia kelompok petani wanita sejak tahun 2008.

Sesampainya di Jepang, Puji tinggal pada petani yang memiliki lahan seluas 0,5 hektar yang bergerak pada pembibitan sayuran. Hal ini sesuai dengan pilihannya pada saat mendaftar dulu yaitu keinginannya untuk memperdalam ilmu pada sayuran dan pembibitan sayuran. Ada tantangan tersendiri bagi Puji saat harus beradaptasi dengan kehidupan sebagai anak magang di Jepang. Pekerjaan pertanian yang cenderung membutuhkan kekuatan fisik menuntut Puji juga untuk kuat secara fisik. Sebagai perempuan, terkadang rasa lelah pun mendera Puji, terutama jika musim dingin tiba dimana dia harus tetap bekerja di kebun. Namun demikian, ia terus melawan rasa lelah demi menyelesaikan menimba ilmu pembibitan di Jepang. Nampaknya, perasaan lelah dan rindu kampung halaman, kesulitan di awal-awal ketibaan di Jepang bukan hanya dialami pemagang pria, tetapi juga Puji sendiri. Menurutnya, tekad yang kuat adalah hal yang mampu membuat seorang pemagang bisa menjalani dan menyelesaikan masa pemagangan yang berat.Untungnya, sang oto-san Puji memahami kesulitan yang dia hadapi, terutama mengenai adaptasi bahasa, sehingga dalam dua bulan kemahiran bahasa Jepang Puji pun bertambah pesat.

Puji mengalami masa pelatihan yang lebih lama, yaitu dua tahun. Hal ini karena permintaan para petani Gunma terhadap pemagang Indonesia yang dinilai lebih baik dibandingkan dengan pemagang negara lain. Kesempatan dua tahun ini tidak disia-siakan Puji hanya sekedar bekerja di kebun. Ia pun banyak melakukan diskusi mengenai usaha pertanian yang akan dia lakukan sepulangnya dari magang dan melakukan perjalanan ke beberapa kota di Jepang dalam rangka menambah wawasannya.

Kembali ke Indonesia, Puji merasa telah memiliki bekal yang cukup, baik permodalan dan pengetahuan mengenai pembibitan. Waktu pemagangannya yang relatif lebih lama membuatnya mampu menabung uang lebih banyak dan menimba ilmu lebih dalam di Jepang. Di Indonesia Puji berhasil memperluas kepemilikan lahannya dan meneruskan kembali usaha pembibitannya yang telah ia rintis sebelum berangkat ke Jepang. Saat ini, menurutnya usahanya belum tergolong sukses namun ia masih terus berusaha memperluas skala usahanya dengan tetap aktif membangun jaringan pasar baik pada sesama alumni magang Jepang maupun dengan kalangan luas. Selain itu, dalam rangka berbagi pengetahuan yang didapatnya di Jepang, Puji pun aktif sebagai pembina dalam pembekalan dan pelatihan kepada calon pemagang yang akan berangkat ke Jepang.16

Sementara itu, Agus, asal Kepanjen-Malang, yang merupakan alumni magang tahun 2009 juga merasakan pasang surut kehidupan pertanian di Indonesia. Melakukan pemagangan di kota Niigata, dan tinggal bersama keluarga Nobutoshi Ikeshu selama 8 bulan, Agus banyak belajar mengenai tanaman padi, sapi dan sayuran. Di Jepang Agus diberi kepercayaan oleh Sang Otōsan (お父さん) mengelola 23 hektar sawah dan 26 ekor sapi. Seperti halnya Jumadil, Puji, dan yang

16 Wawancara dengan Puji Uswatun Hasanah di Balai Besar Ketindan Malang pada 30 September 2013.

Page 17: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

35

Pemagangan Pemuda Tani Indonesiake- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly)

lain, Agus memiliki kendala keterbatasan kosa kata yang baru berhasil di atasinya di bulan kedua. Sekembalinya dari Jepang, Agus membeli lahan untuk perluasan dan membeli mesin pertanian. Awalnya Agus memutuskan berusaha di bidang peternakan. Jika di Jepang, Agus memberi pakan sapinya dengan konsentrat, maka di Malang beliau memberikan pakan rumput pada ternaknya. Hal ini menyebabkan kurangnya hasil dari peternakan sapi miliknya. Agus tidak berputus asa, dia pun beralih pada tanaman Jeruk. Sebenarnya, Agus sudah mulai menanam jeruk pada saat proses seleksi ke Jepang berlangsung. Sayangnya, karena data miliknya sudah dikirim ke Jepang sehingga tidak bisa diubah dan Agus tetap dikirim ke komoditas padi. Menurut Agus, kembali menggeluti jeruk adalah keputusan terbaik saat itu.

Menurut Agus, ilmu yang bermanfaat yang bisa diterapkan pada pertaniannya adalah teknologi, sedangkan etos kerja dan budaya Jepang kurang bisa diterapkan karena adanya benturan dengan budaya setempat. Hal ini dirasakan saat ia mencoba mengaplikasikan waktu kerja ala Jepang kepada para pekerja paruh waktu yang saat itu ada 3 orang. Akhirnya, Agus cenderung turun tangan sendiri mengerjakan berbagai hal di kebun jeruknya. Usaha jeruk miliknya sempat mengalami masa kritis akibat gagal panen karena kondisi tanaman yang harus diremajakan dan terkena serangan hama. Namun demikian, Agus masih mampu mengembalikan semangatnya untuk tetap berusaha tani. Ia kembali menanam jeruk dengan persiapan yang lebih baik, yaitu berdialog dengan sesama alumni magang Jepang, berdiskusi dengan dinas pertanian setempat, dan mencari bibit Jeruk terbaik yang berasal dari Balitjestro Batu-Malang. Hasilnya, jeruk yang diproduksi di kebun Agus mempunyai rasa yang manis sehingga terkenal oleh para pedagang jeruk di sekitarnya. Agus memiliki mimpi membangun agrowisata jeruk di wilayah miliknya, walaupun Malang dikenal sebagai kota Apel. Perlahan tetapi pasti, mimpinya mulai ia realisasikan. Agus membangun beberapa kolam ikan di pinggir lahan jeruknya, yang dilakukan dalam rangka mendukung agrowisata jeruk. Orang-orang pun mulai berdatangan untuk memancing dan berwisata petik jeruk di kebunnya. Butuh waktu dua tahun bagi Agus untuk kembali bangkit dari keterpurukannya terdahulu dan menjadi sebesar saat ini. Menurut Agus, satu keunggulan petani mantan magang Jepang adalah pantang menyerah. Nilai ini lah yang selalu ditanam oleh para oto-san mereka dan terbukti secara dalam tertanam dalam benak sebagian besar alumni magang Jepang.17

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada berbagai faktor yang menjadi daya dukung dan daya hambat seorang alumni magang untuk menjadi wirausaha pertanian yang sukses. Faktor utama yang mendukung alumni magang bisa sukses dalam dunia pertanian adalah motivasi dalam diri untuk tetap berusaha tani. Kerap kali ilmu yang didapat dari Jepang tidak seluruhnya bisa diaplikasikan di desa para alumni masing-masing. Umumnya, pengetahuan yang paling bermanfaat yang bisa diinternalisasikan dalam kehidupan purna magang adalah etos kerja dan manajemen usaha. Etos kerja petani Jepang yang

17 Wawancara dengan Agus di Kepanjen-Malang pada 29 September 2013. Saat tim peneliti kembali mengunjungi Agus pada 15 Mei 2015, telah terjadi kemajuan yang sangat pesat pada usaha tani milik Agus, yaitu lahan jeruk yang semakin meluas, pekerja yang bertambah, kebun jeruk yang lebih terururus dengan rapi, dan beberapa kolam pemancingan yang ramai dikunjungi orang. Rencana ke depan, Agus akan membuat sebuah agrowisata pemancingan dan petik jeruk.

Page 18: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

Patrawidya, Vol. 20, No. 1, April 2019

36

tekun, tidak mudah menyerah, jujur dan menghargai waktu secara nyata memengaruhi pola pikir para alumni magang. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman kehidupan purna magang yang setia dengan dunia pertanian walaupun telah mengalami pasang surut di dalamnya. Sementara itu, kondisi lingkungan sekitar bisa menjadi daya hambat yang menyebabkan gagalnya alumni dalam berusaha tani. Kondisi dunia pertanian di Indonesia yang labil dan kurang mendapatkan dukungan dari pemerintah sedikit banyak juga turut memberi pengaruh kepada alumni. Hal ini terlihat jelas dari tata niaga di Indonesia yang tidak terkontrol, mulai dari awal penanaman sampai pemasaran, serta harga yang tidak stabil. Jika tidak disikapi dengan baik, hal ini bisa menyebabkan para petani kita, termasuk alumni magang Jepang, gulung tikar bahkan meninggalkan dunia pertanian.

Oleh karena itu, jika ditarik kesimpulan, maka faktor sukses seorang alumni magang Jepang adalah aplikasi semangat bushido, yang pantang menyerah dan kerja keras, dalam mengembangkan usaha pertanian milik mereka. Selanjutnya, mengembangkan jaringan usaha dan menjaga hubungan baik dengan pemerintah setempat, dalam hal ini Dinas Pertanian daerah untuk akses program dan Balai Besar Pertanian yang ada untuk pemutakhiran metode pertanian terkini, merupakan faktor nyata pendukung kesuksesan seorang alumni magang Jepang.

Sementara itu, beberapa faktor yang secara nyata berkontribusi atas terhambatnya usaha pertanian milik petani, khususnya para alumni magang Jepang adalah, sistem pasar di Indonesia yang cenderung terlalu banyak rantai di dalamnya. Intervensi pemerintah yang salah dalam tata kelola komoditas pertanian Indonesia sehingga menyebabkan ketika harga naik petani seakan tidak ikut merasakan keuntungannya namun ketika harga turun petani ikut menerima imbasnya.

Menilik pada ide, perilaku, identitas, dan modal sosial sebagai bentuk remitansi sosial yang dibawa dari Jepang ke Indonesia oleh para alumni magang, maka etos kerja adalah salah satu ide dan perilaku yang umumnya bisa ditransformasikan kedalam kehidupan para alumni magang Jepang. Jika merujuk pada Levitt (1998), maka ketekunan, kerja keras, semangat pantang menyerah, dan kejujuran menjadi ide, perilaku, dan identitas yang membentuk struktur normatif para anggota IKAMAJA sekembalinya dari kegiatan magang di Jepang. Selanjutnya, berbekal struktur normatif, dan modal sosial yang didapatkan selama magang, yaitu berupa remitansi finansial, jaringan komoditas dan pasar, pengalaman tinggal di Jepang dan lainnya, para alumni melakukan penerapan pola-pola pertanian yang khas, memilih komoditas pertanian yang unik, serta melakukan pendekatan personal kepada dinas-dinas setempat, maupun keikutsertaan dalam dunia politik di tanah air sebagai bentuk system of practices mereka.

Konsistensi dalam bidang pertanian juga dilandasi oleh pengalaman hidup para alumni. Artinya, jika seorang peserta magang memang merupakan petani, maka sekembalinya dari Jepang maka kemungkinan besar dia akan tetap berusaha tani sepulangnya dari Jepang. Dengan kata lain, proses perekrutan yang benar juga turut menyumbang sukses tidaknya perjalanan alumni pasca magang. Jika dari awal peserta magang bukan merupakan petani atau tidak terjun dalam dunia pertanian, maka besar kemungkinan dia akan meninggalkan dunia pertanian sesampainya kembali di Indonesia.18

18 Hasil analisis dari berbagai hasil wawancara selama 2013-2015 dengan alumni magang Jepang.

Page 19: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

37

Pemagangan Pemuda Tani Indonesiake- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly)

B. Saran

Dalam usaha mendorong proses transformasi pertanian di pedesaan, maka kebijakan program magang Jepang untuk para petani muda harus dikerangkakan secara lebih sistematis dan menyeluruh dengan mengedepankan sinergi berbagai pihak, baik di pusat maupun di daerah. Proses modifikasi sudah selayaknya dilakukan, baik pada saat pra magang, proses magang, dan pasca magang dengan indikator-indikator yang terukur dan terencana dengan baik. Dengan demikian, kebijakan magang Jepang bagi petani muda, harus diletakkan di bawah agenda transformasi pertanian dan penciptaan usahawan muda tani di pedesaan. Hal ini menuntut adanya pembagian tanggung jawab yang jelas antara satu pihak dengan pihak lainnya, dengan tetap menempatkan Kementerian Pertanian sebagai leading sector dalam hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Artikel

BPS. (2013). Hasil Sensus Pertanian 2013 (Angka Tetap). Berita Resmi Statistik Nomor 90/12/Th. XVI, 2 Desember 2013. Badan Pusat Statistik. Jakarta, Indonesia.

Cahyono, H, (2012). Arah Perkembangan Demokrasi Pedesaan Pasca Orde Baru, dalam Jurnal Masyarakat Indonesia, Volume 38, No2, Jakarta: LIPI Press.

Conlon, M, (2010). A Brief History of the Japan Agricultural Exchange Council, Global Agricultural Information Network Report, Tokyo lohat pada https://gain.fas.usda.gov/Recent%20GAIN%20Publications/A%20Brief%20History%20of%20the%20Japan%20Agricultural%20Exchange%20Council%20_Tokyo%20ATO_Japan_2-1-2010.pdf diakses tanggal 5 Januari 2017.

Connell, J. (1983), Migration, employment and development in the South Pacific, South Pacific Commission, Noumea, Tonga.

Hugo, G.J., (1978). Population Mobility in West Java. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Iqbal, Dkk, (2014). Eksistensi dan Dinamika Transformasi Serta Tipologi Petani Skala Kecil. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.

Kuznetzov, (2006). Diaspora Networks and the International Migration of Skill, Washington DC, The World Bank.

Levitt, P. (1998). “Social Remittances: Migration Driven Local-Level Forms of Cultural Diffusion.” The International Migration Review,Vol. 32, No.4 (Winter), pp.926-948.

Muhajir, (ed), (2005). Bagai Telur di Ujung Tanduk: Mobilitas Lintas Batas dan Eksploitasi Seksual di Kawasan Asia Tenggara dan Sekitarnya, Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM.

Page 20: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

Patrawidya, Vol. 20, No. 1, April 2019

38

Nonaka dan Takeuchi. (1995). The Knowledge-Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation. Oxford: Oxford University Press.

Rusono, S, dkk, (2014). Studi Pendahuluan: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019. Direktorat Pangan dan Pertanian, Bappenas Gedung TS.2A, Lantai 5, Jl. Taman Suropati No.2 Jakarta Pusat,10310

Ritonga. R. (2015). Kebutuhan Tenaga Kerja untuk Pembangunan Berkelanjutan, Bahan Presentasi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaaan, Jakarta, Badan Pusat Statistik.

Susilowati, (2014). Attracting the Young Generation to Engage in Agriculture, paper for the FFTC-RDA International Seminar on Enhanced Entry of Young Generation into Farming, Oct. 20-24, Jeonju, Korea.

Suzi, (2015). Laporan Sosialisasi Hasil Evaluasi Alumni Magang Jepang, disampaikan dalam Sosialiasi pada BBPP Lembang Jawa Barat dan FGD Tim Sinergitas Pengembangan Sektor UMKM melalui Transformasi Pengetahuan Alumni Magang Jepang, LIPI-Jakarta.

Ningrum, 2017. Indonesia di Ambang Krisis Petani, Pusat Penelitian Kependudukan (P2K-LIPI) bekerjasama dengan Penerbit Obor.

Wiyono, S, dkk. (2015). Kajian Regenerasi Petani Pada Keluarga Perani Padi dan Hortikultura, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP). Bekerjasama dengan: Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Zimmermann, F K dan Constant Amelia, (2005). Immigrant Performance and Selective Immigration Policy : A European Perspective, National Institute economic Review No 194 October 2005

Sumber Internet

United Nations Development Program.Human Development Report 2013.http://hdr.undp.org/en/media/HDR_2013_EN_complete.pdf

https:/ /www.bappenas.go.id/fi les/3713/9346/9271/RPJMN_Bidang_Pangan_dan_Pertanian_2015-2019.pdf.

www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro.../wcms_381565.pdf

https://sahabatnewsonline.wordpress.com/2017/11/13/ikamaja-siapkan-calon-petani-muda-magang-ke-jepang/.

Kementerian Pertanian, 2017, Laporan Kinerja Kementrian Pertanian tahun 2017, Jakarta, Kementerian Pertanian RI atau dapat dilihat pada http://www1.pertanian.go.id/file/Laporan Kinerja. 2017.pdf diakses pada 11 Juli 2018.

INFORMAN:

1. Wawancara dengan Agus di Kepanjen-Malang pada 29 September 2013, 15 Mei 2015, dan 17 September 2016.

Page 21: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

39

Pemagangan Pemuda Tani Indonesiake- Jepang: Periode 1984-2016 (Gusnelly)

2. Wawancara dengan Ir. Rozana Suzi, MM pada 27 Maret 2015; 7 April, 23 dan 15 September 2016; 2 Mei, 14 Agustus, dan 7 Oktober 2017.

3. Wawancara dengan Iwan Kurnia, Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)-Kementerian Pertanian, Lembang tanggal 2 April 2015.

4. Wawancara dengan HS dan beberapa alumni magang Jepang, di Malang pada 1 Oktober 2013.

5. Wawancara dengan Bapak Ishak berdasarkan hasil wawancara pada 16 September 2015 di Lembang, Bandung.

6. Wawancara via email dengan Henda, 13-17 November 2015.7. Wawancara dengan Bapak Tauwi, Ketua IKAMAJA periode 2017-2021 di Hotel Pandurata

Cikini, 21-23 September 2017. 8. Wawancara dengan Bapak Eko, staf BPPSDMP, pada 16 November 2018.9. Wawancara dengan Jumadil di kediamannya di Pinrang pada 12 September 2013.10. Wawancara dengan Puji Uswatun Hasanah di Balai Besar Ketindan Malang pada 30

September 2013.

Page 22: PEMAGANGAN PEMUDA TANI INDONESIA KE- JEPANG: PERIODE …

Patrawidya, Vol. 20, No. 1, April 2019

40