Upload
dudi-nurmalik
View
8
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
glukosa
Citation preview
A. Pembahsan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan untuk pengujian kadar glukosa darah
dengan metode GOD. Metode GOD itu sendiri merupakan suatu metode yang
prinsipnya berdasarkan reaksi antara sisa hidrogen peroksida dengan aseptor oksigen
seperti amonofenazon. Seperti yang kita ketahui, hidrogen peroksida adalah produk
lain terbentuk dari hasil perombakan glukosa menjadi asam glukonat dengan
katalisasi enzim glukosidase. Hidrogen peroksida yang terbentuk adalah sebanding
dengan glukosa yang menjadi prekursor awalnya. Kemudian dengan menambahkan
aseptor oksigen kedalam reaksinya, dalam hal ini aminofenazon, kadar glukosa dapat
diukur dengan melihat reaksi yang terjadi pada hidrogen peroksida yang dikatalisasi
enzim peroksidase, pengamatan dibantu oleh indikator merah-violet.
Terdapat empat macam perlakuan untuk menetapkan kadar glukosa, yaitu
pemeriksaan sewaktu, pemeriksaan setelah makan (postpradial), pemeriksaan saat
puasa, dan pemeriksaan setiap 3 bulan. Pemeriksaan yang dilakukan pada praktikum
kali ini adalah jenis pemeriksaan puasa. Pemeriksaan untuk pemeriksaan post pradial,
dan puasa digunakan untuk melihat kerja insulin pada metabolisme glukosa untuk
dibandingkan dengan satu sama lainnya. Sedangkan pemeriksaan sewaktu hanya
dapat melihat bagaimana kerja dari pada kerja insulin pada saat itu juga. Sedangkan.
Pemeriksaan tiga bulan dapat dilakukan untuk memeriksa dan mengontrol kerja
insulin terhadap kadar glukosa. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil
darah pasien melalui pembuluh darah vena, tepat nya pembuluh darah vena yang
terdapat pada tekukan siku tangan kanan. Darah yang diambil adalah sebanyak 3 ml,
kemudian dipisahkan plasma dengan serumnya dengan metode sentrifugasi.
Plasma darah yang telah terpisah kemudian diambil, dipreparasi untuk
kemudian ditambahkan reagen yang mengandung enzim GOD aminofenazon dan
indikator. Standar dan blanko juga disiapkan untuk perbandingan, standar terdiri dari
larutan glukosa, sedangkan blankonya adalah reagen didalam nya. Preparat sampel
disiapkan secara kuantitatif dengan menggunakan mikropipet dengan volume yang
telah ditentukan, yaitu :
Sampel terdiri dari : 100 μL sampel + reagen ad 1000 μL
Blanko terdiri dari : reagen 1000 μL
Standar terdiri dari : 100 μL larutan standar + reagen ad 1000 μL
Pengukuran sampel, blanko, dan standar dilakukan dengan instrumen
spektrofotometri UV-VIS sebanyaka tiga kali (triplo) pada panjang gelombang 546
nm sehingga nantinya akan didapatkan data berupa absorbansi sampel. Hal yang harus
diperhatikan disini adalah bahwa cara memegang kuvet, harus pada bagian kuvet yang
buram, karena jika dipegang pada bagian bening kuvetnya, maka dikhawatirkan akan
mengganggu absorbansi disebabkan adanya protein yang mungkin tertinggal pada
kuvet.
Parameter stabil yaitu jika pada waktu tertentu lerutan menunjukkan serapan
yang bernilai sama berturut-turut GOD-PAP merupakan enzim yang memerlukan
waktu tertentu untuk bereaksi optimum, sehingga dibutuhkan waktu inkubasi. Jika
waktu inkubasi kurang dari waktu inkubasi optimum / operating time-nya, maka
enzim tidak akan bereaksi sempurna. Sedangkan apabila waktu inkubasi lebih dari
waktu inkubasi optimum / operating time, maka senyawa yang terbentuk akan
terdegradasi.
Sebelum melakukan pengukuran absorbansi serum sampel pada
spektrofotometer, dilakukan pengukuran terlebih dahulu untuk baku. Tujuan
pengukuran baku ini untuk melihat apakah reagen yang dipakai murni atau tidak
terkontaminasi oleh zat lain. Adapun hasil absorbansi sampel yang diuji oleh
kelompok 7 adalah 0,079 dan kadar glukosa darah yang didapat adalah 50,97 mg/dl.
Kadar glukosa tersebut merupakan kadar glukosa dibawah normal karena kadar
glukosa darah normal adalah 70 sampai 120 mg/dl.
Ada 5 golongan obat antidiabetes oral (ADO) yang dapat digunakan untuk
DM. Kelima golongan ini dapat diberikan pada DM tipe 2 yang tidak dapat dikontrol
hanya dengan diet dan latihan saja, diantaranya sebagai berikut:
a. Sulfonilurea
Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid,
tolazamid, asetoheksimid dan klorpropamid. Generasi 2 yang potensi
hipoglikemik lebih besar al. gliburid (glibenklamid), glipizid, glikazid dan
glimepirid.
Mekanisme kerja golongan obat ini sering disebut sebagai insulin
secretagogues, kerjanya merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel beta
Langerhans pankreas.
Farmakokinetik dari berbagai sulfonilurea mempunyai sifat kinetik berbeda,
tetapi absorpsi melalui saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan
hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi. Untuk mencapai kadar optimal di
plasma, sulfonilurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif bila diminum
30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90-99% terikat protein plasma
terutama albumin; ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar
untuk gliburid.
Insiden efek samping generai I sekitar 4%, insidennya lebih rendah lagi
untuk generasi II. Hipoglikemia, bahkan sampai koma tenu dapat timbul. Reaksi
ini lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau
ginjal, terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kerja panjang. Efek
samping lain adalah reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare, gejala
hematologik, susunan saraf pusat, mata dan sebagainya.
Contoh adalah glibenklamid (gliburid), potensinya 200x lebih kuat dari
tolbutamid, masa paruhnya sekitar 4 jam. Metabolismenya di hepar, pada
pemberian dosis tunggal hanya 25 % metabolitnya diekskresi melalui urin,
sisanya melalui empedu. Pada penggunaan dapat terjadi kegagalan primer dan
sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21 % selama 112
tahun.
b. Meglitinid
Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme
kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda.
Golongan ADOini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-
independent di sel beta pankreas.
Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam
waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karenyanya harus diberikan beberapa kali
sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak
aktif. Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi
hepar atau ginjal harus diberikan secara hati-hati. Efek samping utamanya
hipoglikemia dan gangguan saluran pencernaan, reaksi alergi juga pernah
dilaporkan.
c. Biguanid
Sebenarnya dikenal 3 jenis ADO dari golongan biguanid, yaitu : fenformin,
buformin dan metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran karena
sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah
metformin.
Mekanisme kerja biguanid sebenarnya bukan obat hipoglikemik tetapi suatu
antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya
tidak menyebabkan hipoglikemia.
Efek samping hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual,
muntah, diare serta kecap logam (metalic taste); tetapi dengan menurunkan dosis
keluhan-keluhan tersebut segera hilang.
Indikasi sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen,
dan digunakann pada terapi diabetes dewasa. Dari berbagai derivat biguanid, data
fenformin yang paling banyak terkumpul tetapi sediaan ini kini dilarang
dipasarkan di Indonesia karena bahaya asidosis laktat yang mungkin
ditimbulkannya. Di Eropa fenformin digantikan dengan metforminyang kerjanya
serupa dengan fenformin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan asidosis laktat.
Dosis metformin ialah 1-3 g sehari dibagi dalam dua atau 3 kali pemberian.
d. Penghambat α-glikosidase
Obat golongan penghambat enzim α-glikoidase ini dapat memperlambat
absorpsi polisakarida (starch), dekstrin dan disakarida di intestin. Dengan
menghambat kerja enzim α-glikosidase di brush border intestin, dapat mencegah
peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM.
Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan
menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai
monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat
tinggi. Obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan dan absorpsi buruk.
Efek sampingyang bersifat dose-dependent, malabsorpsi, flatulen, diare dan
abdominal bloating (Suharti K. Suherman, 2012. Hal 481-495).
e. Tiazolidinedion
Mekanisme kerja tiazolidinedion insulin merangsang pembentukan dan
translokasi GLUT ke membran sel di organ perifer. Ini terjadi karena insulin
merangsangPeroxisome proliferators-activeted receptor-Ɣ (PPARƔ) di inti sel
dan mengaktivasi insulin-responsivegenes, gen yang berperan pada metabolisme
karbohidrat dan yang berperan pada metabolisme karbohidrat dan lemak.
Efek samping antara lain, peningkatan berat badan, edema, menambah
volume plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi
pada penggunaannya bersama insulin, kecuali heapar tidak dianjurkan pada gagal
jantung kelas 3 dan 4 menurut klasifikasi New York Heart Association.
Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang terjadi.
Tigagejala yang sering dialami penderita diabetes mellitus yaitu:
a. Banyak minum (polydipsia)
b. Banyak kencing (polyuria)
c. Berat badanturun (polyphagia)
Pada awalnya,kadang-kadang beratbadan penderita diabetes naik.
Penyebabnya kadar gula tinggi dalam tubuh. Maka perlu waspada apabila keinginan
minum kita terlalu berlebihan dan juga merasa ingin makan terus. Berat badan yang
pada awalnya terus naik dan tiba-tiba menurun terus tanpa diet. Gejala lain adalah
gangguan saraf tepi berupa kesemutan terutama dimalam hari, gangguan penglihatan,
gatal didaerah kemaluan atau lipatankulit, bisul ataul uka yang lama sembuh
gangguan ereksi pada pria dan keputihan pada perempuan.
Pada tahap awal gejala umumnya ringan sehingga tidak dirasakan, baru
diketahui sesudah adanya pemeriksaan laboratorium. Pada tahap lanjut gejala yang
muncul antara lain:
a. Rasa haus
b. Banyak kencing
c. Berat badan turun
d. Rasa lapar
e. Badan lemas
f. Rasa gatal
g. Kesemutan
h. Mata kabur
i. Kulit kering
Gejala lainnya adalah pusing, mual dan berkurangnya daya ketahanan selama
melakukan olahraga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap
infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan
penderita diabetes tipe 1 sering mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar
penderita diabetes tipe 2 tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe 1, gejalanya timbul secara tiba-tibadan bisa
berkembang dengan cepat kedalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasi dosis
diabetikum. Kadar guladidalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel
tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energy dari
sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan
senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
Gejala awal dari ketoasi dosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual,
muntah,lelah dan nyeri perut (terutama padaanak-anak). Pernafasan menjadi dalam
dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas
penderita tercium seperti bau aseton.Tanpa pengobatan, ketoasi dosis diabetikum bisa
berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Penderita diabetes tipe 2 bisa tidak menunjukan gejala selama beberapa tahun.
Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbul gejala berupa sering kencing dan
haus. Jarang kerja diketoasi dosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih
dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres misalnya infeksi atau obat-obatan),
maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang-kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperos molar non-ketotik.
Hormon Prankeas dan Regulasi
Produksi hormon pankreas, termasuk insulin, somatostatin, gastrin, dan
glukagon, memainkan peran penting dalam menjaga gula dan keseimbangan garam
dalam tubuh kita. Hormon utama yang disekresi oleh pankreas meliputi:
Gastrin: Hormon ini membantu pencernaan dengan merangsang sel-sel
tertentu di perut memproduksi asam.
Glukagon: Glukagon membantu insulin mempertahankan glukosa darah
normal dengan bekerja dengan cara yang berlawanan insulin. Merangsang sel-
sel untuk melepaskan glukosa, dan ini meningkatkan kadar glukosa darah
Anda.
Insulin: Hormon ini mengatur glukosa darah dengan memungkinkan banyak
sel-sel tubuh Anda untuk menyerap dan menggunakan glukosa. Pada
gilirannya, ini turun kadar glukosa darah.
Somatostatin: Ketika kadar hormon pankreas lainnya, seperti insulin dan
glukagon, terlalu tinggi, somatostatin disekresikan untuk menjaga
keseimbangan glukosa dan / atau garam dalam darah.
Peptida intestinal vasoaktif (VIP): Hormon ini membantu mengontrol sekresi
air dan penyerapan dari usus dengan merangsang sel-sel usus untuk
melepaskan air dan garam ke dalam usus.
Hormon insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel
beta, insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan
tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa
darah yang baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel
alfa kelenjar pankreas.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon
insulin) pada retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase,
preproinsulin mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian
dihimpun dalam gelembung-gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di
sini, sekali lagi dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan
peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan
melalui membran sel.
Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara
normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi
glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan
komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi
insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula
memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta.
Indikasi terapi dengan insulin :
Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi
insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis
lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark
miokard akut atau stroke.
DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet
saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Ketoasidosis diabetik.
Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat,
secara bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika
terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
Kontra indikasi atau alergi terhadap obat hipoglikemi oral.
Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
1. Insulin kerja singkat
Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ).
Saat ini dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral.
Preparat yang ada antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini
diberikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak setelah 1– 3 macam dan
efeknya dapat bertahan samapai 8 jam.
2. Insulin kerja menengah
Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH). Jenis ini
awal kerjanya adalah 1.5 – 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4 – 15 jam dan
efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.
3. Insulin kerja panjang
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat
dari tempat penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24
sampai 36 jam. Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard.
4. Insulin infasik (campuran)
Merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan menengah. Preparatnya:
Mixtard 30/40. Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar
pemberiannya lebih efisien dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah
pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali.
Dosis Insulin :
Dosis pemberian insulin tergantung pada kadar gula darah, yaitu :
Gula darah < 60 mg % = 0 unit
Gula darah < 200 mg % = 5 – 8 unit
Gula darah 200 – 250 mg% = 10 – 12 unit
Gula darah 250 - 300 mg% = 15 – 16 unit
Gula darah 300 – 350 mg% = 20 unit
Gula darah > 350 mg% = 20 – 24 unit
Efek metabolik terapi insulin:
Menurunkan kadar gula darah puasa dan post puasa.
Supresi produksi glukosa oleh hati.
Stimulasi utilisasi glukosa perifer.
Oksidasi glukosa / penyimpanan di otot.
Perbaiki komposisi lipoprotein abnormal.
Mengurangi glucose toxicity.
Perbaiki kemampuan sekresi endogen.
Mengurangi Glicosilated end product.
Cara penyuntikan insulin :
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan dibawah kulit (subkutan). Pada
keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Insulin
dapat diberikan tunggal (satu macam insulin kerja cepat, kerja menengah atau kerja
panjang) tetapi juga dapat diberikan kombinasi insulin kerja cepat dan kerja
menengah, sesuai dengan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil
pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
Lokasi penyuntikan juga harus diperhatikan benar, demikian pula mengenai
rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin,
semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh pasien yang
sama. Harus diperhatikan kesesuaian kosentrasi insulin (U40, U100) dengan semprit
yang dipakai. Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap.
Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen yang kemudian diikuti
oleh daerah lengan, paha bagian atas bokong. Bila disuntikan secara intramuskular
dalam maka penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih singkat.
Kegiatan jasmaniyang dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat onset
kerja dan juga mempersingkat masa kerja.
Indikasi pemberiaan insulin pada pasien DM lanjut usia seperti pada non
lanjut usia, uyaitu adanya kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar,
adanya infeksi (stress) dll. Dianjurkan memakai insulin kerja menengah yang
dicampur dengan kerja insulin kerja cepat, dapat diberikan satu atau dua kali sehari.
Kesulitan pemberiaan insulin pada pasien lanjut usia ialah karena pasien tidak
mau menyuntik sendiri karena persoalnnya pada matanya, tremor, atau keadaan fisik
yang terganggu serta adanya demensia. Dalam keadaan seperti ini tentulah sangat
diperlukan bantuan dari keluarganya.
Efek samping penggunaan insulin :
Hipoglikemia
Lipoatrofi
Lipohipertrofi
Alergi sistemik atau lokal
Resistensi insulin
Edema insulin
Sepsis
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi
bila terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada
25-75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu
terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini
diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda
terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi
yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik
insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi
terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.
Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama
pada penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan
indurasi di tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan
berlagsung.
Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah
pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila
pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi
atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi
umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem, gangguan gastrointestinal,
gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan shock yang diakhiri
kematian.
Interaksi Insulin
Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon
pertumbuhan, kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan
glukagon. Adrenalin menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis.
Peningkatan hormon-hormon ini perlu diperhitungkan dalam pengobatan insulin.
Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila
obat ini ditambahkan / dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya
kloramfenikol, tetrasiklin), salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin
dalam plasma dan mungkin memperlihatkan efek hipoglikemik.
Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat
adrenoseptor ß, obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi
efek hipoglikemik insulin terjadi dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan
fenfluramin.
B. Kesimpulan :
Jadi kadar glukosa darah yang terdeteksi adalah 50,97 mg/dl hal ini bisa
dimungkinkan mengalami hipoglikemia dengan sampel darah N.n Erna dengan
umur 21 th dan berat badan 39kg dengan berpuasa 8jam
DAFTAR PUSTAKA
Suryohudoyo P, 2000. Ilmu kedokteran molekuler. Ed I, Jakarta: Perpustakaan Nasional, hlm
48-58.
Tjokroprawiro A, 1999. Diabetes mellitus and syndrome 32 (A step forward to era of
globalisation–2003). JSPS-DNC symposium, Surabaya: 1-6.