13
PEMBELAJARAN GEOGRAFI BERBASIS KECERDASAN SPASIAL- VISUAL Oleh: Drs. Partoso Hadi, M.Si Staff pengajar Prodi P. Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta blog: www.partosohadi.staff.fkip.uns.ac.id e-mail: [email protected]. HP. 082137687755 ABSTRAK Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu mengembangkan sebagian besar komponen-komponen kecerdasan. Komponen kecerdasan itu adalah kecerdasan linguistik- verbal, kecerdasan logis- matematis, kecerdasan spasial- visual, kecerdasan ritmik-musik, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal. Keberhasilan pembelajaran geografi mensyaratkan guru menguasai esensi geografi, teknologi informasi geospasial, mengasah kecerdasan spasial bersinergi dengan kecedasan visual- lingistik, kecerdasan logis-matematis dan kecerdasan interpersonal dalam kemasan model pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran geografi ikut membentuk manusia good dan smart. MUKADIMAH Konon murid-murid AMS (nama SMA zaman kolonial) cas-cis-cus mahir berbahasa Belanda, sama baiknya dengan penguasaanya terhadap ilmu bumi (nama pelajaran geografi kala itu). Sayangnya pengetahuan ilmu bumi itu adalah Ilmu Bumi Belanda. Sekarang lebih dari 65 tahun merdeka, saat informasi teknologi sudah demikian akrab di kalangan murid pengetahuan geografi murid SMA (yang seharusnya juga berbasis teknologi informasi yakni teknologi informasi spasial) nampaknya tidak lebih baik, bahkan dalam praktek keseharian banyak di antara mereka yang tidak mengenal orientasi, juga kurang menguasai informasi geospasial negerinya. Apakah guru ilmu bumi di zaman Belanda mengajar dengan lebih baik? Pelajaran geografi di sekolah banyak dikeluhkan oleh berbagai kalangan. Guru geografi mengeluh tentang jatah waktu atau jam pelajaran geografi yang sangat kecil, materi atau substansi pembelajaran yang kurang relevan dengan jurusan yang dipilih murid (di SMA/ MA materi pelajaran geografi hanya diberikan di jurusan IPS sedangkan substansi materi banyak warna geografi fisikalnya), kesulitan membangun laboratorium geografi yang menghasilkan media- media pembelajaran geografi berbasis teknologi informasi geospasial sesuai dengan perkembangan teknologi spasial hari ini. Keluhan kedua 1

Pembelajaran Geografi Berbasis Kecerdasan Visual Spasial

Embed Size (px)

Citation preview

PEMBELAJARAN GEOGRAFI BERBASIS KECERDASAN SPASIAL- VISUAL

Oleh:Drs. Partoso Hadi, M.Si

Staff pengajar Prodi P. GeografiFKIP Universitas Sebelas Maret Surakartablog: www.partosohadi.staff.fkip.uns.ac.id

e-mail: [email protected]. 082137687755

ABSTRAK

Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu mengembangkan sebagian besar komponen-komponen kecerdasan. Komponen kecerdasan itu adalah kecerdasan linguistik- verbal, kecerdasan logis- matematis, kecerdasan spasial- visual, kecerdasan ritmik-musik, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal. Keberhasilan pembelajaran geografi mensyaratkan guru menguasai esensi geografi, teknologi informasi geospasial, mengasah kecerdasan spasial bersinergi dengan kecedasan visual-lingistik, kecerdasan logis-matematis dan kecerdasan interpersonal dalam kemasan model pembelajaran yang sesuai. Pembelajaran geografi ikut membentuk manusia good dan smart.

MUKADIMAH

Konon murid-murid AMS (nama SMA zaman kolonial) cas-cis-cus mahir berbahasa Belanda, sama baiknya dengan penguasaanya terhadap ilmu bumi (nama pelajaran geografi kala itu). Sayangnya pengetahuan ilmu bumi itu adalah Ilmu Bumi Belanda. Sekarang lebih dari 65 tahun merdeka, saat informasi teknologi sudah demikian akrab di kalangan murid pengetahuan geografi murid SMA (yang seharusnya juga berbasis teknologi informasi yakni teknologi informasi spasial) nampaknya tidak lebih baik, bahkan dalam praktek keseharian banyak di antara mereka yang tidak mengenal orientasi, juga kurang menguasai informasi geospasial negerinya. Apakah guru ilmu bumi di zaman Belanda mengajar dengan lebih baik?

Pelajaran geografi di sekolah banyak dikeluhkan oleh berbagai kalangan. Guru geografi mengeluh tentang jatah waktu atau jam pelajaran geografi yang sangat kecil, materi atau substansi pembelajaran yang kurang relevan dengan jurusan yang dipilih murid (di SMA/ MA materi pelajaran geografi hanya diberikan di jurusan IPS sedangkan substansi materi banyak warna geografi fisikalnya), kesulitan membangun laboratorium geografi yang menghasilkan media-media pembelajaran geografi berbasis teknologi informasi geospasial sesuai dengan perkembangan teknologi spasial hari ini. Keluhan kedua datang dari murid. Murid SMA IPS mendapat pelajaran Geografi dari substansi geografi fisikal dan geografi manusia dalam sajian yang seringkali kurang menarik. Substansi tools dalam geografi seperti pengetahuan peta, penginderaan jauh, dan sistem informasi geografis diberikan dikelas XII tidak sebagai tools yang seharusnya menyertai semua pelajaran geografi dari substansi fisik, manusia, sampai kultural. Guru geografi akhirnya mengajar perpetaan, pengindraan jauh dan SIG bukan mengajar geografi dengan peta, PJ dan SIG. Keluhan ketiga datang dari pembuat kebijakan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan? yang barangkali menilai urgensi pelajaran geografi bagi murid sekolah dan mempertanyakan adakah pelajaran geografi memberikan bekal kepada murid atau hanya malah membebani murid.

1

TUJUAN

Tulisan ini dimaksudkan untuk memaparkan esensi geografi sebagai mata pelajaran di sekolah, implementasinya dalam pembelajaran geografi berbasis kecerdasan spasial dan kontribusinya terhadap pembentukan manusia yang holistic dan berkarakter seperti yang dimaksud dalam UU No. 20 tahun 2003.

PEMBAHASAN

A. Esensi Geografi

Geografi yang dahulu dikenal dengan nama ilmu bumi dikenal masyarakat sebagai ilmu tentang nama-nama tempat (toponimi) di sepanjang rel kereta api, atau pengetahuan tentang nama-nama sungai dan gunung-gunung. Memang benar pengetahuan tentang nama-nama tempat, sungai, gunung, pulau diperlukan dalam geografi sebagai langkah awal, tetapi kemahiran seperti itu bukanlah keseluruhan dari ilmu geografi, seperti halnya pengetahuan dari tiap bagian tubuh manusia hanya merupakan syarat awal dari ilmu kedokteran bukan ilmu kedokteran secara keseluruhan (Sandy,1988).

Dari berbagai diskusi, seminar, sarasehan tentang esensi atau identitas geografi disimpulkan bahwa : geografi  adalah ilmu yang berusaha menemukan dan memahami persamaan-persamaan dan perbedaan yang ada dalam ruang muka bumi.

Geografi melihat segala sesuatu dalam kaitannya dengan ruang (Whitlesei. 1954. Regional Concept dalam American Geography Inventory and Prospect). Tekanan utama geografi bukanlah pada substansi melainkan pada sudut pandang spasial. Produk akhir geografi adalah wilayah-wilayah (regions) sebagai perwujudan dari persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang ada di muka bumi. Dari pengwilayahan itulah kemudian dihasilkan dalil-dalil umum dalam bentuk model-model spasial, yang dapat digunakan untuk melakukan prediksi atau rekomendasi. Sebagai rangka prediksi atau rekomendasi pusat-pusat jasa atau pengembangan kita kenal heksagonal Christaller. Sebagai rangka prediksi permukiman sederhana orang mengenal lingkaran konsentrik Von Thunen. Untuk keperluan penggunaan tanah berencana di Indonesia Sandy menciptakan konsepsi Wilayah Tanah Usaha. Hasil pengwilayahan itu tidak bisa disajikan dengan jelas dengan uraian-uraian melainkan harus dilakukan dengan menggunakan peta. Jadi peta merupakan sarana utama bagi geografi.

Bahwa geografi itu mengutamakan sudut pandang tampak dari corak cabang-cabang geografi. Dibawah ini disajikan beberapa definisi cabang ilmu geografi :

Today as in the past, geography is concerned with the arrangement of things on the face of the earth, and with the association of things that give character  to particular places, (AGIP – 1967 hal. 4)

Jadi, dari dulu sampai sekarang, sebenarnya esensi geografi tidak pernah berubah. Dengan demikian, tidaklah benar, kalau ada yang mengatakan bahwa esensi geografi sekarang  sudah lain daripada dahulu.

Almost all scholars who have thought deeply about the nature of geography agree on the essential unity of the field. Actually, there is just one kind of geography. (P.E James – Richard Hartshorne – J.R. Wright – A.G.I.P. Hal. 15, 1967).

In geography, the subject of investigation and presentation is the area differentiation of the face of the earth. Geography focuses on the similiarities and differences among areas, on the interconnections and movements between areas, and on the order found in the space at or near the earth’s surface. (AGIP 1967 – The Regional Concept etc. Hal. 21).

Historical Geography. Any study of past geography or of geographical change through time is historical geography, whether the study be involved with cultural, physical, or biotic phenomena and however limited it may be in topic or area. (Andrew H. Clark Chairman on Historical Geography, AGIP – 1967 hal.71).

2

Urban Geography. Geographers are concerned with the study of cities, because urban centres constitute distinctive areas. They are the face of the general patterns of settlement; they are populated to a density rarely encountered in rural  areas; they are the portals through which the spatial interchange of goods and ideas connects region with region; they dominate the the patterns of eonomic life.etc. (H.M. Mayer; E.L. UI Iman; Robert E. Dickinson; Ch.D. Harris; Clyde F. Kohn; Raymond E. Murphy; Victor Roterus-AGIP-1967 hal.143)

Economic Geography. Economc geography has to do with similarities and differences from place to place in the ways people make living…etc. (AGIP-1967 hal 241)

Marketing Geography. In studying markets, the geographer is primarily concerned with where the markets are. He is interested in the distribution of individual consumers and in the magnitude of actual or potential sales within specific areas…etc. In the study of channels of distribution the marketing geographer is primarily concerned, again, with the location of the channels.The mapping of the relevant data regarding market and the market process is a contribution in itself. (AGIP-1967 hal. 245-251)

Agricultural Geography. Generally speaking, if an American geographer has been concerned with measures to increase the supply of wheat, he has though first of all in terms of producing wheat rather than buying it. He has then studied natural and social conditions in areas devoted to wheat production and, whit that evidence in hand, has set about discovering other areas in which there conditions prevail, or could be established, in order to determine where new supplies of wheat might be obtained.

Agricultural Geography………..cont’d. Analitical studies in agricultural geography even when dealing with one commodity, have nearly always been concern with particular areas. (AGIP-1967 hal. 260)

The Geographic Study of Soils. The geographic method of studying soils requires the identification of kinds of soils and the mapping of the area spread of these types.

Nampak jelas di sini, bahwa pada pokoknya, penelitian yang dilakukan di bidang geografi ini, adalah menjadi “DISTRIBUTIONS” dan “AREA SIMILARITIES” (Wilayah-wilayah yang menjadi sifat bersamaan). (Sandy, 1972)

Sesungguhnyalah esensi geografi yang ditunjukkan oleh ungkapan-ungkapan dalam kutipan di atas sampai hari ini tidak pernah berubah. Geografi bukanlah ilmu segala macam sebab dalam telaah segala macam materi- substansi, telaah tersebut ada dalam perspektif spasial. Ungkapan baru yang dikutip dari e-books mengemukakan bahwa:

Geography is the study of the distributions and interrelationships of earth phenomena. Geographers describe their discipline as a spatial science. That is, geographers are concerned with answering questions about how and why earth phenomena vary across the Earth. For instance, geographers investigate patterns of vegetation as they relate to distributions of climate, soils and topography. Geographers recognize the dynamic nature of the environment. The earth environment is not static as it responds to short-term weather variations and to long-term changes that have a significant effect on global climate patterns. By recognizing the earth system is dynamic, geographers take time into consideration when looking at the spatial patterns of earth phenomena. 

The Discipline of Geography(http://www.uwsp.edu/geo/faculty/ritter/geog101/textbook/content.html)

Obyek material geografi terbentang dari litosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer sampai antroposfer. Kajian geografi terhadap obyek materialnya tersebut, harus selalu dilakukan dari sudut pandang spasial, dari perspektif spasial. Maka kajian deskripsi, perbandingan, hubungan, aura, korelasi.................. dan seterusnya.............., hakikatnya adalah deskripsi spasial, perbandingan spasial, hubungan spasial, aura spasial,................ dan seterusnya, apapun substansi ataupun objek material yang sedang dikaji.

Nama-nama cabang ilmu geografi sama dengan yang diutarakan dalam kutipan dari AGIP di atas, nampak juga dalam diagram kontinum di bawah ini:

3

Gambar 1. The Continuum of GeographyRitter, ME. The Physical Environment An Introduction to Physical Geography

Sumber: http://www.uwsp.edu/geo/faculty/ritter/geog101/textbook/content.html

B. Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Ganda

Bagaimana pembelajaran dapat menyiapkan peserta didik (murid terkasih) untuk keberhasilan hidupnya kelak? Jawabannya adalah pembelajaran disiapkan untuk mencapai kecerdasan ganda yang tinggi. Apa yang dimaksud kecerdasan ganda? Gardner (1983) menyebutkan bahwa kecerdasan memiliki tujuh komponen, yaitu: kecerdasan linguistik- verbal, kecerdasan logis- matematis, kecerdasan spasial- visual, kecerdasan ritmik-musik, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal. Untuk menjadi benar-benar cerdas berarti mendapat nilai yang besar dari kecerdasan ganda. Meskipun sangat jarang seseorang unggul dalam ketujuh bidang kecerdasan tersebut, sebaiknya orang mencapai minimal 4 - 5 dari kecerdasan ganda tersebut.

Kecerdasan spasial-visual meliputi kemampuan untuk memahami informasi visual berikut kemampuan untuk memproses informasi tersebut.

C. Pembelajaran Geografi

Bagaimana menggunakan kecerdasan majemuk dalam pembelajaran geografi? Seharusnya berangkat dan diawali dengan upaya mengembangkan kecerdasan spasial-visual, kemudian disinergikan dengan mengembangkan komponen kecerdasan yang lain.

Mengapa?

Kurikulum sebagai acuan utama dalam pembelajaran geografi, penerapannya perlu diupayakan sesuai dengan kaidah dan esensi Ilmu Geografi itu sendiri implementasinya dalam pembelajaran dilakukan dengan mengasah komponen-komponen kecedasan murid.

Seperti diketahui obyek material geografi terbentang dari litosfer, atmosfer, hidrosfer, biosfer sampai antroposfer. Kajian geografi terhadap obyek materialnya tersebut, harus selalu dilakukan dari sudut pandang spasial, dari perspektif spasial. Contohnya: kajian deskripsi, perbandingan, hubungan, aura, korelasi.................. dan seterusnya.............., hakikatnya adalah deskripsi spasial, perbandingan spasial, hubungan spasial, aura spasial,................ dan seterusnya, apapun substansi ataupun objek material yang sedang dikaji.

Dalam ranah psikomotor, deskripsi spasial dikerjakan dengan menarik garis (deliniasi)– pemerian perwatakan objek material (karakter substansi, deskripsi fenomena) menjadi wilayah tematik (region geografik). Seperti misalnya: wilayah litologi, wilayah kategori tanah, wilayah penggunaan tanah, wilayah suhu, wilayah curah hujan, wilayah air tanah, wilayah fauna, wilayah flora, wilayah kepadatan penduduk, wilayah harga tanah, wilayah konstituen partai, wilayah permukiman kumuh, wilayah serangan hama wereng, wilayah kekeringan, wilayah kedalaman genangan, wilayah potensi longsor, wilayah suku bangsa, wilayah penutur bahasa,dsb.

Wilayah tematik tersebut, adalah sebentuk persamaan objek mukabumi, sebentuk persamaan fenomena mukabumi, sebentuk persamaan potensi sosial mukabumi, sebentuk persamaan potensi fisikal mukabumi, sebentuk persamaan masalah sosial

4

mukabumi, sebentuk persamaan masalah fisikal mukabumi, dan sekaligus membedakan dengan wilayah muka bumi yang lain (area similarities dan area differentiations).

Kerja Geografi diawali dengan menarik garis atas kesamaan karakteristik objek, fenomena, potensi, masalah, pada ruang mukabumi atau model visualnya (peta atau citra) menjadi region geografik atau wilayah geografik. Harold M.Mayer mengemukakan: Although every places is unique, there are many attributes that, individualy and in combination, characterize groups of places. Geographers are concerned not only with unique characteristics of places but also with those that they have in common. In order to measure the common characteristics of places as well as their differences, it is necessary to develop classifications of places. This process, regionalization, is analogous to the taxonomic schemes in other disciplines, in which phenomena are grouped in accordance with threir relative similarities (Frazier, 1982:27).

Jika telaah geografi diawali dengan menarik garis menjadi area/ bidang/ poligon yang dikenal dengan nama wilayah atau region, maka keberhasilan pengwilayahan itu sudah mengasah/ mengimplementasikan kecerdasan visual spasial dengan menggunakan imajinasi dan visualisasi kreatif. Imajinasi dan visualisasi kreatif dikenal sebagai dasar pemikiran kreatif. Jadi, pekerjaan teknis menarik garis atau delineasi yang bermakna pe-wilayahan atau regionalisasi dalam pembelajaran geografi berarti mengolah pemikiran kreatif. Komponen kecerdasan yang ikut terlibat adalah:

1. Kecerdasan verbal- lingistik yang digunakan untuk menggali informasi simbolik pada model mukabumi peta (dokumen informasi geospasial), dan berbagai model ikonik (berbagai citra penginderaan jauh).

Gambar 2. Menggali informasi geospasial dari berbagai sumber untuk membuat peta-peta geografi untuk media pembelajaran

2. Kecerdasan logis-matematis yang diimplementasikan dalam operasional-operasional matematis untuk menyada aspek geometrik objek mukabumi. Menghitung jarak, arah, luas, volume, beda tinggi, kemiringan lereng dari model mukabumi menggunakan cara manual (masih diajarkan dikebanyakan sekolah), sekarang dapat menggunakan cara digital dengan software tanpa menghilangkan kaidah matematis.

5

Gambar 3. Kemudahan oprasi matematik dalam aplikasi SIG

Gambar 4. Rekaman mukabumi wajah teluk Pacitan dan pengwilayahan potensi dampak tsunami

3. Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang disekitar kita. Kecerdasan memungkinkan orang membangun kedekatan, pengaruh, hubungan dengan masyarakat sekitar. Membangun kecerdasan interpersonal harus dimulai semenjak orang masih muda. Jadi, pada murid sekolah model pembelajaran kooperatif, sangat baik untuk mengembangkan kecerdasan ini. Guru geografi dapat mengembangkan kecerdasan ini (sesungguhnya sinergi dengan komponen kecerdasan verbal-linguistik dan logis-matematis) antara lain: mengembangkan model pembelajaran kooperatif tertentu dengan inquiry pada pembelajaran menggali informasi dari peta. Konsep-konsep dasar peta, simbol, jarak, arah, toponimi, generalisasi, relief, tubuh perairan, penggunaan tanah, dsb dibelajarkan dengan menggunakan media peta rupabumi (rekaman wajah mukabumi simbolik) tempat tinggal murid dan mengkoparasikan dengan citra ikonos (rekaman wajah mukabumi ikonik).

D. Sebuah Analogi Pembelajaran Geografi dari Negeri Seberang

Berikut disampaikan contoh penggunan peta (digital) untuk pembelajaran geografi di sekolah menengah di Finlandia. Peserta didik mendiskusikan pola spasial tingkat kematian bayi di Afrika dengan mengidentifikasi faktor penyebab kematian bayi yang tinggi dalam perspektif spatial (dalam hal ini pola spasial).

AN EXAMPLE OF USING GIS TO THINK SPATIALLY

As we looked at the map, class discussion focused on the regional patterns of infant mortality rates that we observed.

When I asked students to identify questions that were raised by those patterns, many asked why infant mortality rates in Africa were so high.

6

The question became the springboard for a challenging activity—an investigation of the causes of and potential cures for the high rates of infant mortality in this region.

Before we began our investigation, I asked students to speculate about what might cause a region—any region—to have a high infant mortality rate. We listed possibilities on the board: not enough doctors, not enough hospitals, lack of food, disease, poverty, war. The preliminary list became the basis of our investigation.

Gambar 5. Maps of variable affecting infant mortality

Contoh pembelajaran topik kependudukan berbasis spasial di sekolah menengah di Finlandia tersebut dapat dipertimbangkan untuk aplikasi model pembelajaran kooperatif, CTL, dan PBL untuk sekolah menengah kita dalam upaya mengembangkan kecerdasan ganda (sinergi antara kecerdasan spasial-visual, logis-matematis, verbal-linguistik dan interpersonal). Diskusi identifikasi faktor-faktor penyebab high Infant Mortality Rate (IMR) dapat ditugaskan

7

kepada masing-masing kelompok. Hasil diskusi kelompok dipresentasikan pada tingkat kelas, kemudian tugas berikutnya adalah mempresentasikan faktor penyebab IMR dalam peta choropleth. Diskusi dengan menggunakan Peta-Peta Acces To Safe Water, Daily Calorie Consumption, Life Expectancy, Per Capita GNP, Female Literacy Rate, Male Literacy Rate, Percent Of 1 Years-Old Immunized, Population Per Doctor adalah sebentuk latihan analisis hubungan spasial kepada peserta didik, adalah sebentuk latihan spatial thinking.

E. Membentuk Manusia Holistik yang Berkarakter

Konon Socrates (2400 tahun yang lalu), mengemukakan tidak lain yaitu pendidikan untuk membentuk manusia yang good and smart. Good dalam karakter dan smart dalam intelektual. Sejalan dengan angan-angan Socrates KTSP 2006 menyebutkan bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah dirumuskan mengacu pada tujuan umum pendidikan. Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan, pengetahuan (aspek smart-nya Socrates), kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (aspek good-nya Socrates).

Topik pembelajaran geografi tentang Keanekaragaman Bentuk Mukabumi dapat membekali siswa antara lain:

1. Memahami area similarities concept tentang bentuk mukabumi Tanah Air, bahwa di Tanah Airnya ada wilayah-wilayah gunungapi, ada wilayah-wilayah pegunungan struktural, ada wilayah-wilayah hasil proses marine, ada wilayah-wilayah hasil fluviatil, ada wilayah-wilayah hasil solusional, dsb. Ada wilayah-wilayah beriklim (lokal) sejuk, ada wilayah-wilayah potensial bencana (gempa, tsunami, banjir, tanah longsor, kekeringan), dsb.

2. Memahami area difference concept yang menunjuk perbedaan spasial wilayah-wilayah tersebut.

3. Menganalisis hubungan keruangan (interelationship concept) :a. Tataan tektonik dengan pembentukan gunungapi b. Tataan tektonik dengan pembentukan pebukitan/ pegunungan strukturalc. Tataan tektonik dengan kegempaand. Kegempaan dengan tsunami dan dampak tsunami dan dampaknya pada

wilayah pesisir dengan konfigurasi medan tertentu.e. Wilayah tanah andosol dengan lereng vulkan dengan budidaya holtikulturaf. Dan sebagainya.... dan seterusnya.

4. Disamping membentuk aspek smart (kecerdasan dan pengetahuan spasial), aspek good (kepribadian dan akhlak mulia yang dirumuskan dalam ranah afektif dalam RPP) terbangun karena topik pembelajaran tersebut juga menunjukkan tentang wilayah-wilayah bencana (gempa, tsunami, banjir, tanah longsor, kekeringan) yang dapat menyentuh empati murid terhadap saudara sebangsa dan setanah air, sesama makhluk Tuhan.

KESIMPULAN

1. Pemahaman konsep spasial sebagai identitas ilmu geografi adalah kompetensi yang harus dikuasai guru geografi. Dengan demikian ia akan mampu (melalui bahan ajar yang disampaikan) membekali peserta didik (pada tingkat satuan pendidikan) kemampuan berfikir spasial.

2. Dengan kemampuan berfikir spasial, insan terdidik kita, memahami variasi objek, fenomena, potensi, masalah yang ada di ruang mukabumi beserta atribut, karakter dan warna wataknya. Kedalamannya bergantung kepada jenjang apa ia menyelesaikan pendidikannya. Ujung dari pemahaman ini ia akan memiliki sikap dan perilaku yang dapat diharapkan mampu memperlakukan, memanfaatkan,

8

merawat dan menjadi pemelihara mukabumi sebagai pengemban amanah wakilnya Al-Wakiil/ Sang Pemelihara. (QS. Ar- Rahman: 1- 12)

3. Pembelajaran geografi menggunakan peta sebagai media utama dalam upaya internalisasi konsep-konsep geografi oleh guru kepada siswa dengan mengembangkan kecerdasan visual-spasial sinergis dengan kecerdasan verbal-lingistik, kecerdasan logis-matematis dan kecerdasan interpersonal.

4. Kemajuan teknologi informasi membawa pengaruh pula dalam bidang teknologi informasi geospasial ibarat rahmat (blessing) yang dapat dimanfaatkan secara langsung untuk penyiapan peta geografi, termasuk akses ke sumber informasi geospasial.

5. Cukup merepotkan guru geografi di sekolah adalah kenyataan bahwa kurikulum dan buku ajar kurang mendukung. Dari segi kurikulum nampak bahwa beberapa indikator (turunan SK dan KD) masih di luar pagar esensi atau filosofi geografi. Hal ini kiranya perlu perhatian serius organisasi profesi geografi.

DAFTAR PUSTAKA

Frazier, John W (ed.). 1982. Applied Geography Selected Perspectives. Englewood Cliffs, N.J. 07632: Prentice-Hall, Inc

Gardner, H. 1993. Multiple Intelligences : The Theory in Practice. New York: Basic Book.

James, Preston S & Clarence F.Jones (ed). 1967. American Geography Inventory & Prospect. Association of American Geographers.

Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA dan MA dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.

Sandy, I Made. 1972. Esensi Geografi. Jakarta : Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Pasti dan Alam Universitas Indonesia.

Sandy, I Made. 1988. GEOGRAFI Perkembangannya di Indonesia dan Pelajaran Geografi di Sekolah Lanjutan. Pidato Pengukuhan Dalam Jabatan Guru Besar Luar Biasa Mata Pelajaran Geografi Pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Jakarta. 30 Maret 1988

http://www.uwsp.edu/geo/faculty/ritter/geog101/textbook/content.html. Diakses pada tanggal 12- 12- 2012

9