32
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Obesitas Masalah kegemukan bukanlah hal yang baru dalam masyarakat kita, 30 tahun yang lalu kegemukan merupakan kebanggaan dan lambang dari kesuksesan finansial dan sebagai “Boss”. Namun pandangan itu sekarang mulai berubah setelah penelitian- penelitian mendapatkan bahwa kegemukan merupakan faktor utama timbulnya penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, penyakit jantung koroner, dan bahkan sekarang dihubungkan dengan kanker (Barker et al, 2005). Ditinjau dari segi psikososial kegemukan merupakan beban bagi yang bersangkutan karena dapat menghambat kegiatan jasmani, sosial, dan psikologis. Selain itu akibat bentuk yang kurang menarik, sering menimbulkan problem psikis dalam pergaulan yang membuat seseorang dapat menjadi rendah diri dan yang terburuk adalah keputusasaan (Dulloo, 2002). Dari berbagai penelitian bahkan diperoleh data adanya hubungan yang bermakna antara kegemukan dan harapan hidup seseorang dalam arti yang negatif (Bray, 2007). Obesitas telah menjadi pandemik global di seluruh dunia dan dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai masalah kesehatan kronis terbesar pada orang dewasa (WHO, 2003). Di Amerika Serikat lebih dari 50 % orang dewasa dan lebih dari 25 % anak-anak menderita berat badan lebih dan obesitas. Presentasi yang sangat tinggi menyebabkan epidemik penyakit kronis. Apabila percepatan penyakit obesitas berlanjut seperti sekarang kemungkinan sebagian besar populasi di Amerika Serikat menderita obesitas (Ogden et al, 2004). Hasil survey nasional tahun 1996/1997 di Ibukota seluruh provinsi di Indonesia 8,1% laki-laki tergolong memiliki berat badan lebih dari 6,8% obesitas, sedangkan 10,5% perempuan tergolong berat badan lebih dari 13,5% obesitas (Wiramihardja, 2004).

pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

  • Upload
    dangdan

  • View
    258

  • Download
    8

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Obesitas

Masalah kegemukan bukanlah hal yang baru dalam masyarakat kita, 30

tahun yang lalu kegemukan merupakan kebanggaan dan lambang dari

kesuksesan finansial dan sebagai “Boss”.

Namun pandangan itu sekarang mulai berubah setelah penelitian-

penelitian mendapatkan bahwa kegemukan merupakan faktor utama timbulnya

penyakit-penyakit degeneratif seperti diabetes melitus, penyakit jantung

koroner, dan bahkan sekarang dihubungkan dengan kanker (Barker et al, 2005).

Ditinjau dari segi psikososial kegemukan merupakan beban bagi yang

bersangkutan karena dapat menghambat kegiatan jasmani, sosial, dan

psikologis. Selain itu akibat bentuk yang kurang menarik, sering menimbulkan

problem psikis dalam pergaulan yang membuat seseorang dapat menjadi rendah

diri dan yang terburuk adalah keputusasaan (Dulloo, 2002).

Dari berbagai penelitian bahkan diperoleh data adanya hubungan yang

bermakna antara kegemukan dan harapan hidup seseorang dalam arti yang

negatif (Bray, 2007).

Obesitas telah menjadi pandemik global di seluruh dunia dan dinyatakan

oleh World Health Organization (WHO) sebagai masalah kesehatan kronis

terbesar pada orang dewasa (WHO, 2003).

Di Amerika Serikat lebih dari 50 % orang dewasa dan lebih dari 25 %

anak-anak menderita berat badan lebih dan obesitas. Presentasi yang sangat

tinggi menyebabkan epidemik penyakit kronis. Apabila percepatan penyakit

obesitas berlanjut seperti sekarang kemungkinan sebagian besar populasi di

Amerika Serikat menderita obesitas (Ogden et al, 2004).

Hasil survey nasional tahun 1996/1997 di Ibukota seluruh provinsi di

Indonesia 8,1% laki-laki tergolong memiliki berat badan lebih dari 6,8%

obesitas, sedangkan 10,5% perempuan tergolong berat badan lebih dari 13,5%

obesitas (Wiramihardja, 2004).

Page 2: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

6

Himpunan Studi Obesitas Indonesia memeriksa lebih dari 6000 orang

dari hampir seluruh provinsi dan didapatkan angka obesitas dengan Indeks

Massa Tubuh (IMT) > 30kg/m2 pada laki-laki sebesar 9,16 % dan pada

perempuan 11,02 % (Soegih, 2004).

Apabila tren ini berjalan terus seperti sekarang ini, maka pada tahun

2025 tidak mustahil penduduk Indonesia akan menyandang gelar

“Obesitasogenik” terutama di daerah urban (Newman et al, 2004)

Faktor-faktor risiko metabolik dan kardiovaskuler terutama penambahan

berat badan pada masa dewasa dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit

jantung koroner (PJK). Studi Framingham off Spring yang mengikuti perjalanan

penyakit pasien selama 16 tahun mendapatkan peningkatan BB berkaitan erat

dengan risiko metabolik dan kardiovaskuler serta sangat meningkatkan risiko

PJK. (Bray, 2007).

Penelitian Soegih dkk (2004) menggunakan ukuran lingkar pinggang

(Lpi) sebagai gambaran obesitas abdominal pada laki-laki usia 42-60 tahun dan

diikuti perjalanan penyakitnya selama 10 tahun. Hasil menunjukkan laki-laki

dengan Lpi ≥ 90 memiliki peningkatan risiko dua kali lipat terhadap penyakit

jantung koroner dibanding dengan yang memiliki ukuran Lpi < 83,5 (Hill,

2006).

2.2. Definisi Obesitas

Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui yaitu obesitas,

overweight, dan obesitas sentral. Obesitas adalah peningkatan lemak tubuh

(body fat). Cara pengukurannya akan diterangkan kemudian. Overweight adalah

peningkatan berat badan relatif apabila dibandingkan terhadap standar.

Overweight kemudian menjadi istilah yang mewakili ”obesitas” baik secara

klinis ataupun epidemiologis. Sedangkan obesitas sentral adalah peningkatan

lemak tubuh yang lokasinya lebih banyak di daerah abdominal daripada di

daerah pinggul, paha atau lengan. Penentuan adanya obesitas sentral ini penting

karena berhubungan dengan adanya resistensi insulin yang merupakan dasar

terjadinya sindroma metabolik (Kennedy, 2001).

Page 3: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

7

2.3. Etiopatogenesis

Obesitas penyebabnya multifaktorial dan berbagai penemuan terbaru

yang berkaitan dengan penyebab obesitas menyebabkan patogenesis obesitas

terus berkembang. Terjadinya obesitas secara umum berkaitan dengan

keseimbangan energi di dalam tubuh. Keseimbangan energi ditentukan oleh

asupan energi yang berasal dari zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat,

lemak dan protein serta kebutuhan energi yang ditentukan oleh kebutuhan energi

basal, aktifitas fisik, dan thermic (Gwartney, 2005).

Energy Balance

Gambar 2.1. Keseimbangan energi

Keseimbangan energi di dalam tubuh dipengaruhi oleh berbagai faktor

baik yang berasal dari dalam tubuh yaitu regulasi fisiologis dan metabolisme

ataupun dari luar tubuh yang berkaitan dengan gaya hidup (lingkungan) yang

akan mempengaruhi kebiasaan makan dan aktivitas fisik. Regulasi fisiologis dan

metabolisme dipengaruhi oleh genetik dan juga oleh lingkungan. Berbagai

penelitian menunjukkan bahwa obesitas (peningkatan lemak tubuh) ±70%

dipengaruhi oleh lingkungan dan ±30% oleh genetik (Hill, 2006).

Energy Intake: Carbohydrate

Fat Protein

Energy Expenditure: Basal Metabolis Rate

Physical Activity Thermic Effect of Food

Page 4: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

8

2.3.1. Faktor Genetika

Banyak gen yang berkaitan dengan terjadinya obesitas, namun sangat

jarang yang berkaitan dengan gen tunggal. Sebagian besar berkaitan dengan

kelainan pada banyak gen. Setiap peptida/neurotransmitter yang merupakan

sinyal neural dan humoral yang akan mempengaruhi otak memiliki gen

tersendiri yang mengkodenya. Setiap mutasi pada gen-gen tersebut akan

menyebabkan kelainan pada produksi neuropeptida/neurotransmitter yang

mempengaruhi otak, sehingga juga akan mempengaruhi respon otak baik pada

peningkatan asupan makanan ataupun menghambat asupan makanan. Setiap

neuropeptida tersebut memiliki reseptor di otak, dan setiap reseptor memiliki

gen tersendiri pula. Setiap mutasi pada gen tersebut akan menyebabkan

kelainan reseptor yang akan mempengaruhi pula respon otak terhadap asupan

makanan (Rankinen et al, 2006).

Demikian pula faktor transkripsi yang mempengaruhi pembentukan sel

lemak yaitu Peroxisome Proliferator-Activated Receptor gamma (PPAR)-γ

memiliki gen yang mengkodenya. Kelainan pada gen ini, akan pula

menyebabkan kelainan pada nasib zat gizi. Mutasi pada gen PPAR-γ

menyebabkan PPAR-γ tidak aktif

Pada penyebab gen tunggal, diantaranya yang sudah diketahui adalah

adanya mutasi pada gen leptin, reseptor leptin, reseptor melanocortin-4, pro-

opiomelanocortin dan pada gen PPAR-γ. Adanya mutasi pada multigen

penyebab obesitas saat ini terus diteliti dan diketahui bahwa individu yang

berasal dari keluarga yang obesitas, memiliki kemungkinan obesitas 2-8 kali

lebih besar dibandingkan dengan keluarga yang tidak obesitas. Sangat besar

kemungkinan bahwa penyebab obesitas tersebut bukan hanya pada suatu gen

tunggal tapi adanya mutasi pada beberapa gen. (Rankinen et al, 2006).

2.3.2. Faktor Hormonal

Fungsi hormon dalam tubuh berfungsi mengendalikan berbagai fungsi

organ dan kerja faal tubuh. Kemampuan fungsi hormon ini berkaitan dengan

usia seseorang. Semakin bertambah usia manusia, tubuh hanya mempu

memproduksi hormon sedikit, sehingga kadarnya dalam tubuh pun menurun.

Akibatnya berbagai fungsi tubuh pun terganggu. Seperti: gerakan menjadi

Page 5: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

9

lambat, massa otot berkurang, lemak tubuh meningkat, daya ingat menurun

dan fungsi seksual terganggu (Pangkahila, 2007).

Sehingga tidak jarang kita temui di masyarakat, sebagian besar orang

tua bertumbuh tambun dengan lemak tubuh yang lebih banyak dibanding kala

usia mereka masih muda. Keterkaitan obesitas dengan fungsi hormon yang

menurun akibat bertambahnya usia menjadi salah satu penyebab obesitas.

2.3.3. Perilaku dan Lingkungan

Faktor perilaku dan lingkungan meliputi makanan dan aktivitas fisik

serta faktor-faktor lain seperti obat, racun dan virus (Soegih et al, 2004).

2.3.4. Makanan

Terjadinya obesitas merupakan dampak dari terjadinya kelebihan

asupan energi (energy intake) dibandingkan dengan yang diperlukan (energy

expenditure) oleh tubuh sehingga kelebihan asupan energi tersebut disimpan

dalam bentuk lemak. Makanan merupakan sumber dari asupan energi. Di

dalam makanan yang akan diubah menjadi energi adalah zat gizi penghasil

energi yaitu karbohidrat, protein dan lemak (Gee et al, 2008).

Apabila asupan karbohidrat, protein dan lemak berlebih, maka

karbohidrat akan disimpan sebagai glikogen dalam jumlah terbatas dan

sisanya lemak, protein akan dibentuk sebagai protein tubuh dan sisanya

lemak, sedangkan lemak akan disimpan sebagai lemak. Tubuh memiliki

kemampuan menyimpan lemak yang tidak terbatas.

Faktor-faktor yang berpengaruh dari asupan makanan terhadap

terjadinya obesitas adalah: kuantitas, porsi perkali makan, kepadatan energi

dari makanan yang dimakan, kebiasaan makan (contoh kebiasaan makan

malam hari), frekuensi makan, dan jenis makanan (Snetselaar, 2008).

2.3.5. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan

kebutuhan energi (energy expenditure), sehingga apabila aktivitas fisik

rendah maka kemungkinan terjadinya obesitas akan meningkat. Berbagai

penelitian menunjukkan bahwa lamanya kebiasaan menonton televisi

Page 6: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

10

(inaktivitas) berhubungan dengan peningkatan prevalensi obesitas.

Sedangkan aktivitas fisik yang sedang hingga tinggi akan mengurangi

kemungkinan terjadinya obesitas (Gwartney,2005).

2.3.6. Obat

Terdapat beberapa obat-obatan yang terbukti meningkatkan

kemungkinan terjadinya obesitas.

Tabel 2.1 Obat-obatan yang dapat meningkatkan berat badan (Bray, 2007)

KATEGORI OBAT YANG MENYEBABKAN OBESITAS

Neuroleptics

Antidepressants Tricyclics

Monoamine oxidase inhibitors

Selective serotonin reuptake inhibitors

Anti-convulsants

Anti-diabetic drugs

Anti-Serotonin

Antihistamines

β-adrenergic blokers

Steroid hormones

Thioridazine, olanzepine quetiapine, resperidone, clozapine, ziprasodone

Amitriptyline, nortriptyline

Impramine, mitrazapine

Paroxetine

Valproate, carbamazepine, gabapentin

Insulin, sulfonylureas,

thiazolidinediones

Pizotifen

Cyproheptidine

Propanolol, terazosin

Contraceptives,glucocorticoids, progestational steroids

Page 7: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

11

2.4. Penyakit Penyerta Pada Obesitas

Prevalensi obesitas (IMT > 30) merupakan masalah kesehatan pada

anak, remaja, dan dewasa di Amerika Serikat. Telah dilaporkan dari Survey

NHANES bahwa prevalensi obesitas pada pria tahun 2003-2004 adalah 31,1%

dan pada tahun 2005-2006 adalah 33,3%. Pada wanita, prevalensi obesitas tahun

2003-2004 adalah 33,2% dan tahun 2005-2006 adalah 35,3%. Pada anak dan

remaja umur 2-19 tahun, prevalensi obesitas tahun 2003-2006 adalah 16,3%

(Newman, 2004).

Obesitas telah dilaporkan berhubungan langsung dengan mortalitas dan

penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes tipe 2, penyakit jantung koroner,

stroke, dislipidemia, osteoarthritis, beberapa tipe kanker (endometrium,

payudara, colon), dan penyakit kandung empedu. Kopelman et. al melaporkan

bahwa remaja yang ditemukan memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) tinggi

berhubungan dengan kematian pada umur muda dan wanita middle-age. Pada

penelitian lain dilaporkan bahwa individu yang mempunyai massa jaringan

adiposa yang tinggi dan aktivitas fisik yang rendah adalah merupakan faktor

risiko untuk terjadi kematian pada wanita. Individu yang memiliki IMT > 25

diprediksi memiliki risiko tinggi untuk terjadi kematian, dengan

mengesampingkan data tingkat aktivitas fisiknya. Dengan kata lain, dengan

aktivitas fisik yang tinggi belum tentu dapat mencegah risiko pada overweight

(Kopelman et al, 2005).

Seseorang yang menderita obesitas tentunya belum tentu memiliki

penyakit penyerta, dilaporkan bahwa banyak juga yang memiliki metabolisme

yang normal. Secara umum, bagaimanapun juga obesitas dianggap sebagai suatu

penyakit dengan gangguan metabolisme. Beberapa penyakit kronik: penyakit

jantung koroner, diabetes tipe 2, hipertensi, stroke, penyakit kandung empedu,

mendengkur, beberapa tipe kanker, dan osteoarthritis menjadi semakin parah

bila dibarengi dengan penyakit obesitas (Ogden et al, 2004).

Masalah lain ditemukan adanya hubungan antara obesitasi dan penyakit

perlemakan hati non-alkohol. Penyakit ini dapat memburuk menjadi end-stage

liver disease. Obesitas juga merupakan faktor risiko bagi infertilitas,

terganggunya penyembuhan luka, terganggunya respon antibody terhadap

vaksin hepatitis B (WHO, 2005).

Page 8: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

12

Obesitas pun dihubungkan dengan masalah ekonomi. Para pakar

ekonomi menemukan hal yang mengejutkan bahwa diperlukan biaya yang tinggi

untuk menanggulangi obesitas. Para ekonomi melakukan estimasi bahwa biaya

untuk penanggulangan overweight dan obesitas adalah sebesar 10% dari total

anggaran pengeluaran pemerintah Amerika Serikat yaitu sebesar 92,6 milyar

dolar (WHO, 2000).

Dengan permasalahan diatas maka beberapa institusi menetapkan

rekomendasi penanggulan obesitas dan berbagai permasalahannya.

Kematian

Perkiraan terdapat 300.000 kematian per tahun yang berhubungan dengan

obesitas.

Makin meningkatnya berat badan maka makin tinggi risiko kematian.

Walaupun kelebihan berat badan dalam batas sedang (4-9 kg dari berat badan

ideal) namun tetap meningkatkan risiko kematian, khususnya pada dewasa

umur 30-64 tahun.

Seseorang yang menderita obesitas (IMT > 30) memiliki tingkat risiko 50-

100% lebih tinggi untuk mengalami kematian, bila dibandingkan dengan

individu yang sehat.

Penyakit Jantung

Insidensi penyakit jantung (heart attack, congestive heart failure, sudden

cardiac death, angina atau nyeri dada, dan abnormal heart rhythm) akan

meningkat pada individu yang menderita overweight maupun obesitas (IMT >

25).

Seseorang yang menderita obesitas akan memiliki risiko dua kali lebih tinggi

untuk mengalami tekanan darah tinggi, bila dibandingkan dengan orang sehat.

Obesitas berhubungan dengan meningkatnya trigliserida dan menurunnya

HDL.

Sindroma Metabolik/Sindroma X

Beberapa kelompok pakar telah mengembangkan definisi dan kriteria Sindrom

Metabolik (Sindrom metabolik). Definisi dan kriteria yang paling banyak

digunakan adalah yang dibuat oleh World Health Organization (WHO), The

European Group for The Study of Insulin Resistance (EGIR), The National

Page 9: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

13

Cholesterol Education Program – Third Adult Treatment Panel (NCEP ATP III)

dan International Diabetes Federation (IDF). Seluruh organisasi tersebut telah

sepakat bahwa komponen utama Sindrom metabolik adalah obesitas, resistensi

insulin, dislipidemia, dan hipertensi. Walaupun begitu, panduan yang ada sulit

untuk diaplikasikan di klinik akibat hasilnya kadang kontroversi (WHO, 2005).

NCEP ATP III mengidentifikasikan 6 komponen Sindrom metabolik:

Obesitas abdominal

Dislipidemia atherogenik

Peningkatan tekanan darah

Resistensi insulin, intoleransi glukosa

Status proinflamasi

Status protrombotik

Sindroma X (SinX) adalah suatu kumpulan gejala pada seseorang yang dapat

meningkatkan risiko terjadinya penyakit Diabetes Mellitus tipe 2 (DM tipe 2) dan

penyakit jantung koroner (PJK). SinX juga memiliki hubungan dengan kondisi

resistensi insulin. SinX ini terjadi pada 20%-25% orang dewasa di Amerika

Serikat. Dr. Reaven adalah orang pertama yang mengungkapkan masalah ini pada

tahun 1988, yaitu dengan menjelaskan beberapa faktor risiko: dislipidemia,

hipertensi, hiperglikemia. Hal ini baru mendapat perhatian para ahli dan

masyarakat 8 tahun kemudian. Setelah itu, SinX mulai dikenal oleh masyarakat

luas, tetapi terjadi masalah ketika akan diaplikasikan akibat tidak adanya kriteria

yang jelas. SinX kemudian juga dikenal sebagai Sindroma Resistensi Insulin, yang

kemudian saat ini berkembang menjadi Sindroma Metabolik. Selain DM tipe 2

dan PJK, orang yang mengalami SinX sangat rentan untuk menderita: sindroma

polikistik ovarium, perlemakan hati, batu empedu, asma, gangguan tidur, dan

beberapa bentuk keganasan. Sampai saat ini, ada beberapa versi mengenai definisi

dan panduan SinX, yaitu berdasarkan versi: World Health Organization (WHO),

The American Heart Association (AHA) dan National Heart, Lung, dan Blood

Institute (NHLBI). Definisi yang paling sering digunakan dan yang paling

mutakhir adalah:

Page 10: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

14

Obesitas sentral: Peningkatan deposit lemak pada abdomen (Lingkar

pinggul ≥ 40 inchi pada pria dan ≥ 35 inchi pada wanita).

Dislipidemia: Peningkatan kadar trigliserida plasma (> 150mg/dL), HDL-

kholesterol plasma rendah (< 40mg/ dL pada pria, < 50 mg/ dL pada

wanita).

Resistensi insulin: Hiperinsulinemia, hiperglycemia (gula darah puasa >

110 mg/ dL).

Peningkatan tekanan darah: ≥130/85 mmHg.

Faktor-faktor risiko dalam Sindrom metabolik terdiri dari faktor risiko underlying,

major, dan emerging. Berdasarkan ATP III faktor risiko untuk PJK adalah:

1. Underlying: obesitas (terutama obesitas abdominal), tidak aktif dalam hal

fisik, dan diet yang menimbulkan atherogen.

2. Major: merokok, hipertensi, meningkatnya LDL, menurunnya HDL,

riwayat PJK premature pada keluarga, dan penuaan.

3. Emerging: peningkatan trigliserida, partikel LDL yang berukuran kecil,

resistensi insulin, intoleransi glukosa, status proinflamatori, dan status

protrombotik (WHO, 2005).

Berikut adalah penjelasan daripada masing-masing faktor risiko:

1. Obesitas abdominal adalah salah satu bentuk obesitas yang memiliki

hubungan yang paling kuat dengan Sindrom metabolik. Obesitas

abdominal ini diperoleh melalui pengukuran lingkar pinggang.

2. Dislipidemia atherogenik diidentifikasi melalui peningkatan trigliserida

dan penurunan HDL. Analisis yang lebih lengkap: peningkatan lipoprotein

remnant, peningkatan apolipoprotein B, partikel LDL yang berukuran

kecil, dan partikel HDL yang berukuran kecil.

3. Peningkatan tekanan darah sangat berkaitan erat dengan obesitas dan

biasanya timbul pada orang yang mengalami resistensi insulin.

4. Resistensi insulin diderita oleh sebagian besar orang yang mengalami

Sindrom metabolik. Resistensi insulin memiliki korelasi yang kuat dengan

faktor risiko yang lain, terutama merupakan faktor risiko pada PJK.

5. Status proinflamatori ditandai dengan peningkatan C-reactive Protein

(CRP). Berbagai mekanisme akan menimbulkan peningkatan CRP, salah

Page 11: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

15

satunya adalah obesitas, akibat kelebihan jaringan adipose akan

menghasilkan sitokin yang akan menimbulkan reaksi inflamasi.

6. Status protrombotik ditandai dengan peningkatan plasminogen activator

inhibitor (PAI)-I plasma dan fibrinogen. Fibrinogen merupakan reaktan

fase akut seperti CRP, akan meningkatkan pada kondisi sitokin yang tinggi

pada tubuh.

Tabel 2.2 Kriteria Metabolic Syndrome berdasarkan IDF

Metabolic Syndrome:

IDF Criteria

Mandatory component:

Central obesitasity – waist circ. Ethnicity specific

Europid >= 94 cm men, >= 80 cm women

Asian (not japanese) >= 90 cm men, >= 80 cm women

Japanese >= 85 cm men, >= 90 cm women

Plus two or more of other criteria:

Triglycerides > 1.7 mmol/L or on specific treatment

HDL cholesterol < 1.03 mmol/L in men, < 1.29 in women or on specific

treatment

Blood pressure >/= 130/85 or on treatment

FBG >/= 5.6 mmol/L or previously diagnosed T2DM

(Sumber: Boyko, 2000)

Berdasarkan kriteria IDF, seseorang mengalami metabolic sindrom bila

mengalami:

Obesitas sentral (Lingkar pinggang ≥ 94 cm untuk pria dan ≥ 80 cm untuk

wanita (WHO, 2000).

Ditambah dua dari faktor-faktor berikut:

Peningkatan trigliserida > 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang memperoleh

pengobatan kadar lipid yang abnormal.

Page 12: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

16

Penurunan kadar HDL kolesterol < 40 mg/dL (0,9 mmol/L) pada pria dan < 50

mg/dL (1,1 mmol/L) pada wanita atau sedang memperoleh pengobatan kadar

lipid yang abnormal.

Peningkatan tekanan darah: sistolik ≥ 130 atau diastolik ≥ 85 mmHg atau

sedang dalam pengobatan hipertensi.

Peningkatan kadar glukosa puasa plasma ≥ 100 mg/dL (5,6 mmol/L) atau telah

didiagnosa menderita diabetes tipe 2. Jika > 100 mg/dL atau 5,6 mmol/L,

sangat dianjurkan untuk dilakukan Oral Glucose Tolerance Test (OGTT).

Tabel 2.3 Identifikasi Sindroma Metabolik secara klinis

Berdasarkan ATP III (WHO, 2000)

Faktor Risiko Batasan

Obesitas abdominal, pengukuran lingkar pinggang

Pria

Wanita

Trigliserida

> 102 cm (> 40 in)

> 88 cm (> 35 in)

≥ 150 mg/dL

HDL Kolesterol

Pria

Wanita

Tekanan darah

Glukosa puasa

< 40 mg/dL

< 50 mg/dL

≥ 130 / ≥ 85 mmHg

≥ 110 mg/dL

Diabetes

Peningkatan berat badan sebanyak 5 – 8 kg akan meningkatkan risiko untuk

terjadinya Diabetes mellitus tipe 2, dua kali lebih tinggi bila dibandingkan

individu yang tidak mengalami peningkatan berat badan.

80% penderita Diabetes mellitus juga mengalami overweight atau obesitas.

Kanker

Overweight dan obesitas berhubungan dengan meningkatnya risiko untuk

terjadinya beberapa jenis kanker: endometrium, colon, empedu, prostat, ginjal,

dan payudara (postmenopausal).

Page 13: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

17

Wanita yang mengalami peningkatan berat badan lebih dari 5 kg sejak umur

18 tahun akan memiliki risiko dua kali lipat untuk mengalami kanker payudara

(postmenopausal), bila dibandingkan dengan wanita yang berat badannya

stabil.

Masalah pernafasan

Sleep apnea (terhentinya pernafasan ketika sedang tidur) biasa terjadi pada

seseorang yang menderita obesitas.

Obesitas berhubungan dengan terjadinya penyakit asma.

Arthritis

Setiap peningkatan 1 kg berat badan, risiko terjadinya arthritis akan meningkat

sebanyak 9 – 13%.

Penurunan berat badan akan dapat mengurangi masalah akan gejala-gejala dari

arthritis.

Penyulit pada masalah reproduksi

Penyulit pada kehamilan:

Obesitas pada kehamilan berhubungan dengan meningkatnya risiko kematian

baik untuk ibu dan bayi, serta meningkatkan risiko peningkatan tekanan darah

ibu sebanyak 10 kali lipat.

Obesitas pada kehamilan berhubungan dengan terjadinya diabetes yang dapat

menimbulkan masalah ketika melahirkan.

Bayi baru lahir, dari wanita yang mengalami obesitas pada kehamilan,

memiliki risiko menjadi bayi besar sehingga tingkat operasi caesar akan

makin tinggi, serta akan mengalami rendahnya kadar glukosa darah (dapat

berhubungan dengan kerusakan otak dan kejang).

Obesitas pada kehamilan berhubungan dengan meningkatnya risiko birth

defects, khususnya kelainan neural tube, seperti spina bifida.

Obesitas pada wanita premenopause berhubungan dengan siklus menstruasi

yang tidak teratur dan infertilitas.

Page 14: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

18

Masalah kesehatan lain

Overweight dan obesitas berhubungan dengan meningkatnya risiko penyakit

kandung empedu, inkontinensia, prognosis yang lebih buruk pada kasus

bedah, dan mengalami masalah kejiwaan seperti depresi.

Obesitas dapat mempengaruhi kualitas hidup akibat keterbatasan pergerakan

tubuh dan menurunkan ketahanan fisik (endurans).

Obesitas juga memberikan dampak yang lebih buruk terhadap kualitas hidup

akibat masalah sosial, akademik, dan diskriminasi pada sektor pekerjaan.

Masalah pada anak dan remaja

Overweight pada anak dan remaja merupakan faktor risiko terjadinya penyakit

jantung, seperti tingginya kadar kolesterol dan tingginya tekanan darah, bila

dibandingkan dengan individu dengan berat badan normal.

Angka kejadian Diabetes mellitus tipe 2, dahulu merupakan penyakit orang

dewasa, sangat meningkat pada anak dan remaja. Overweight dan obesitas

sangat berhubungan dengan Diabetes tipe 2.

Remaja yang menderita overweight memiliki risiko sebanyak 70% untuk

mengalami overweight atau obesitas pada saat dewasa. Angka ini akan

meningkat sebanyak 80% jika salah satu orang tua menderita overweight atau

obesitas.

Konsekuensi yang dapat langsung terjadi pada overweight adalah diskriminasi

sosial, sehingga anak atau remaja akan mengalami penurunan kualitas hidup.

2.5. Cara Menilai Obesitas

Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum memberikan terapi

pada pasien obesitas adalah melakukan evaluasi. Komponen dasar yang harus

dievaluasi pada pasien overweight dan obesitas adalah pemeriksaan medis dan

laboratorium (WHO, 2003).

2.5.1. Anamnesis

Pada anamnesis, lakukan identifikasi kejadian tertentu yang

berhubungan dengan peningkatan berat badan (BB). Apakah BB bertambah

dalam waktu singkat atau dalam periode yang lama. Apabila memungkinkan

identifikasi faktor etiologi yang menyebabkan obesitas, seperti pola makan, pola

Page 15: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

19

aktivitas fisik, penggunaan obat yang menyebabkan BB naik, berhenti merokok,

dan lain-lain. Dan juga tanyakan program-program penurunan BB yang telah

dilakukan baik yang berhasil ataupun tidak. Kemudian tanyakan apakah anggota

keluarga lain ada yang obesitas. Selain itu, tanyakan mengenai komplikasi

obesitas yang ada, seperti osteoarthritis dan lain-lain.

2.5.2. Pemeriksaan Fisik dan Antropometri

2.5.2.1. Pengukuran Berat Badan

Prosedur pengukuran BB pada orang dewasa berdasarkan WHO tahun 2002:

Dilakukan setelah kandung kemih dikosongkan dan sebelum

mengkonsumsi makanan.

Timbangan yang digunakan adalah Beam balance bila memungkinkan,

tapi dapat juga digunakan timbangan digital.

Sebaiknya subyek menggunakan pakaian seringan mungkin, tanpa alas

kaki atau kaus kaki.

Timbangan harus diletakkan pada permukaan datar dan keras.

Sebelum penimbangan dilakukan, angka di timbangan menunjukkan angka

0.

Subyek berdiri tanpa bantuan, ditengah-tengah timbangan, berdiri dengan

kepala tegak tetapi tetap santai tidak bergerak.

Bila menggunakan Beam balance, geser anak timbangan sehingga

timbangan menjadi seimbang.

Pembacaan dilakukan dalam kg dengan ketelitian 1 angka dibelakang

koma.

Kemudian dicatat.

2.5.2.2 Pengukuran Tinggi Badan

Prosedur pengukuran TB pada orang dewasa

Microtoise digantungkan pada dinding yang tegak lurus dan datar setinggi

2 meter dari lantai yang datar dengan angka 0 tepat di lantai.

Subyek yang akan diperiksa sebaiknya menggunakan pakaian yang ringan

dan melepaskan alas kaki atau kaus kaki.

Page 16: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

20

Pada saat pengukuran, subyek berdiri tegak, dengan posisi kepala

menghadap lurus ke depan, kaki merapat, dan tulang belikat, pinggul, dan

bahu menempel ke dinding. Kedua lengan tergantung bebas di samping

tubuh.

Bagian yang dapat bergerak dari Microtoise diturunkan dengan hati-hati

hingga menyentuh bagian atas kepala, dan diturunkan hingga menekan

rambut.

Pengukuran dilakukan saat inspirasi maksimal.

Lakukan pembacaan pada angka di Microtoise.

2.5.2.3 Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pengukuran yang paling sering digunakan dan paling sederhana adalah

BB dan TB. Pengukuran BB dan TB yang akurat merupakan langkah awal

dalam pemeriksaan klinis, karena kedua pengukuran tersebut dibutuhkan

untuk menghitung IMT. Metoda yang paling berguna dan banyak digunakan

untuk mengukur tingkat obesitas, yang didapat dengan cara membagi berat

badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (meter). Nilai IMT yang didapat

tidak tergantung pada umur dan jenis kelamin (WHO, 2003).

Sebagai contoh: menghitung IMT seseorang yang memiliki berat 95 kg dan tinggi

180 cm:

Jadi IMT orang tersebut adalah : 29 kg/m2

IMT berkorelasi bermakna dengan lemak tubuh, dan relatif tidak dipengaruhi

oleh TB. Hubungan IMT dengan risiko penyakit berbentuk kurva linier,

beberapa risiko dapat diidentifikasi dengan menggunakan IMT.

Cut off yang digunakan untuk menentukan risiko diambil dari data

yang dikumpulkan pada ras kaukasian. Tetapi dari hasil penelitian didapatkan

bahwa terdapat perbedaan presentase lemak pada orang dengan IMT sama tapi

IMT = 95 kg

(1,8 m x 1,8 m)

95 kg

3,24 m2 = = 29,32 kg/m2

Page 17: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

21

berasal dari etnis yang berbeda. Oleh karena itu, dibuatlah cut off yang

berbeda untuk orang Asia (tabel 2.4).

Tabel 2.4

Risiko morbiditas yang berhubungan dengan Indeks Massa Tubuh

dan lingkar perut pada orang dewasa Asia.

(Despres, 2001)

Klasifikasi

IMT (kg/m2)

Risiko morbiditas

Lingkar perut

< 90 cm (laki-

laki)

< 80 cm

(perempuan)

≥ 90 cm (laki-

laki)

≥ 80 cm

(perempuan)

Underweight

Normal

Overweight

Berisiko

Obesitas I

Obesitas II

< 18,5

18,5 – 22,9

≥ 23

23 – 24,9

25 – 29,9

≥ 30

Rendah (tapi

risiko klinis lain

meningkat)

Rata-rata

Meningkat

Sedang

Berat

Rata-rata

Meningkat

Sedang

Berat

Sangat berat

Indeks massa tubuh (IMT) tidak dapat digunakan pada:

Anak-anak yang dalam masa pertumbuhan

Wanita hamil

Orang yang sangat berotot, contohnya atlet dan binaragawan

IMT dapat digunakan untuk menentukan seberapa besar seseorang dapat

terkena risiko penyakit tertentu yang disebabkan karena berat badannya.

Seseorang dikatakan obesitase dan membutuhkan pengobatan bila mempunyai

IMT di atas 30, dengan kata lain orang tersebut memiliki kelebihan BB

sebanyak 20%.

Page 18: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

22

Kategori IMT (kg/m2) Risiko Comorbiditas

Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi risiko terhadap

masalah-masalah klinis lain meningkat)

Batas Normal 18.5 - 24.9 kg/m2 Rata-rata Overweight: > 25 Pre-obesitase 25.0 – 29.9 kg/m2 Meningkat Obesitase I 30.0 - 34.9kg/m2 Sedang Obesitase II 35.0 - 39.9 kg/m2 Berbahaya Obesitase III > 40.0 kg/m2 Sangat Berbahaya

Kategori IMT (kg/m2) Risiko Comorbiditas

Underweight < 18.5 kg/m2 Rendah (tetapi risiko terhadap masalah-masalah klinis lain meningkat)

Batas Normal 18.5 - 22.9 kg/m2 Rata rata Overweight: > 23

At Risk 23.0 – 24.9 kg/m2 Meningkat Obesitase I 25.0 - 29.9kg/m2 Sedang Obesitase II > 30.0 kg/m2 Berbahaya

2.5.2.4 Pengukuran Lingkar Pinggang

Pengukuran lingkar pinggang paling tepat untuk menentukan obesitas

sentral. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita plastik atau logam

yang tidak elastic, di daerah setinggi umbilicus atau pada titik tengah antara

tulang iga paling bawah dengan puncak tulang iliaka. Walaupun pengukuran

lemak viseral/sentral yang paling akurat adalah dengan CT scan atau MRI,

tetapi mahal dan tidak praktis. Penelitian-penelitian membuktikan lingkar

perut adalah pemeriksaan yang baik dan praktis serta tidak sulit (Despres,

2001).

Tabel 2.5

Klasifikasi IMT Menurut WHO (1998)

Tabel 2.6

Klasifikasi Berat Badan yang diusulkan berdasarkan IMT

pada Penduduk Asia Dewasa (IOTF, WHO 2000)

Page 19: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

23

Lemak pada daerah abdominal (viseral) berhubungan dengan faktor

risiko kardiovaskuler sindrom metabolik, meliputi diabetes tipe 2, gangguan

toleransi glukosa, hipertensi, dan dislipidemia. Pengukuran lingkar pinggang

juga penting dilakukan pada saat pasien sedang menjalankan program

penurunan BB, karena lingkar perut yang mengecil secara bermakna akan

menurunkan risiko di atas walaupun BB tidak berubah.

Gambar 2.2. Cara Pengukuran Lingkar Pinggang

Page 20: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

24

2.5.3. Penyebaran Lemak

Mengetahui jumlah total lemak di dalam tubuh adalah hal utama untuk

mengetahui tingkat obesitas dan bahaya kesehatan yang ditimbulkannya, hal

lain yang juga tak kalah penting adalah mengetahui distribusi atau lokasi

lemak tersebut berada.

Lemak yang berada di sekitar perut (abdominal fat) memberikan risiko

kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan lemak di daerah paha atau bagian

tubuh yang lain (gluteofemoral fat). Suatu metode yang sederhana namun

cukup akurat untuk mengetahui hal tersebut adalah mengukur lingkar

pinggang.

Pengukuran lingkar pinggang adalah sebuah tolak ukur dari massa

lemak intra abdominal dan total body fat. Perubahan dalam lingkar pinggang

menggambarkan perubahan faktor risiko penyakit kardiovaskular dan

penyakit-penyakit kronik lainnya. (WHO, 2003).

2.5.4. Bentuk Tubuh

Cara lain untuk mengetahui distribusi lemak tubuh adalah dengan cara

melihat bentuk tubuh. Terdapat 3 macam bentuk tubuh berdasarkan

karakteristik distribusi lemak (Boyko, 2000). Antara lain:

Gambar 2.3. Bentuk Tubuh

Gynoid (Bentuk Peer)

Lemak disimpan di sekitar pinggul dan bokong

Tipe ini cenderung dimiliki wanita. Risiko

terhadap penyakit pada tipe gynoid umumnya

kecil, kecuali risiko terhadap penyakit arthritis

dan varises vena (varicose veins)

Page 21: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

25

2.5.5. Faktor Risiko

Pengukuran lingkar pinggang dipakai sebagai prediktor yang lebih baik

terjadinya risiko penyakit daripada indeks massa tubuh dan sebagai indikator

general adiposity. (Pischon,et al. 2008).

Apple Shape (Android)

Biasanya terdapat pada pria. dimana lemak

tertumpuk di sekitar perut. Risiko kesehatan pada

tipe ini lebih tinggi dibandingkan dengan tipe

Gynoid, karena sel-sel lemak di sekitar perut

lebih siap melepaskan lemaknya ke dalam

pembuluh darah dibandingkan dengan sel-sel

lemak di tempat lain. Lemak yang masuk ke

dalam pembuluh darah dapat menyebabkan

penyempitan arteri (hipertensi), diabetes, penyakit

kandung empedu, stroke, dan jenis kanker

tertentu (payudara dan endometrium). .

Ovid (Bentuk Kotak Buah)

Ciri dari tipe ini adalah "besar di seluruh bagian

badan". Tipe Ovid umumnya terdapat pada orang-

orang yang gemuk secara genetik

Page 22: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

26

Tabel 2.7

Kombinasi IMT dan Lingkar Pinggang Untuk Menilai

Obesitas dan Risiko Diabetes Tipe 2 dan Penyakit Kardiovaskular

pada Populasi Dewasa Secara Umum

Klasifikasi IMT (kg/m2) Lingkar Pinggang dan Risiko Komorbiditas

Laki – Laki 94–102cm Laki – Laki > 102cm Perempuan 80-88cm Perempuan > 88cm

Underweight Kurang dari 18.5 – –

Healthy weight 18.5–24.9 – Meningkat Overweight (or pre-obesitase) 25–29.9 Meningkat Tinggi

Obesitasity 30 atau lebih Tinggi Sangat Tinggi

Sumber: National Institute for Health and Clinical Excellence, 2006

Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa semakin besar nilai

indeks massa tubuh dan lingkar pinggang seseorang, maka semakin besar

risiko menderita penyakit diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular lainnya.

2.6. Terapi Obesitas

Tujuan pengelolaan/pengobatan obesitas adalah bagaimana menurunkan

berat badan (BB) dengan cara yang “lege artis” dan mempertahankan BB pada

tingkat yang wajar sesuai dengan BB seharusnya atau yang dikehendaki pasien,

lebih penting adalah mengobati dan menurunkan terjadinya risiko komorbid.

Untuk mendapatkan hasil terapi obesitas yang memuaskan pasien perlu

diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:

2.6.1. Motivasi dari pasien

Motivasi pasien untuk menurunkan BB perlu dicari karena dapat dipakai

untuk mengetahui kesungguhan pasien berobat.

Contoh: pasien datang karena dua bulan lagi akan melangsungkan pernikahan

atau seseorang datang dan harus menurunkan BB karena kalau tidak turun harus

dilakukan operasi by pass jantung.

Page 23: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

27

Pada keadaan pasien tadi mempunyai motivasi yang kuat sehingga ada

kesungguhan untuk memenuhi BB. Hal-hal seperti dalam contoh tadi perlu

digali dari pasien.

2.6.2. Disiplin diri (self discipline)

Disiplin perlu ditanamkan pada pasien karena tanpa disiplin yang kuat

sukar untuk mendapatkan hasil yang baik.

2.6.3. Strategi jangka panjang (long term strategy)

Program penurunan BB harus merupakan strategi jangka panjang karena

overweight dan obesitas merupakan kondisi yang kronis, oleh sebab itu

intervensi jangka pendek tidak efektif dengan risiko BB akan kembali lagi

dengan cepat begitu pengobatan dihentikan.

Program penurunan BB harus diatur untuk jangka panjang/sepanjang

hidup (longlife) disertai dengan mekanisme pengukuran untuk mencegah

“relapse” dan pengertian bahwa obesitas itu dapat menyebabkan terjadinya

berbagai faktor risiko.

2.6.4. Tujuan yang realistis

Keberhasilan program penurunan BB sebaiknya didiskusikan dengan

pasien dan disetujui berapa berat badan yang ingin diturunkan dan diterapkan

sebaiknya bertahap.

Keberhasilan dari program hendaknya memperhatikan faktor umur

pasien, tingkat kegemukan, dan ada tidaknya faktor risiko.

2.7. Pengelolaan Obesitas

Ada beberapa metode dalam pengelolaan/terapi obesitas. Secara

kronologis dapat dibagi menjadi:

2.7.1. Terapi Utama “Primary Treatment”

Terapi yang harus dilakukan dan sebaiknya dijalankan bersamaan:

Diet terapi

Latihan fisik/Physical Activity/Exercise

Perubahan perilaku/Behaviour modification

Page 24: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

28

2.7.2. Terapi Medis (Medical Therapy)

Diberikan pada penderita obesitas yang disertai satu atau lebih komorbid,

misalnya dengan DM dan PJK.

2.7.3 Terapi Pendampingan (Adjunctive Therapy): adalah terapi tambahan

agar terapi utama dapat dijalankan dengan baik.

2.7.4 Farmakoterapi

Penggunaan obat-obat anti obesitas ditujukan untuk membantu terapi

utama supaya prinsip-prinsip dalam terapi utama dapat dijalankan dengan taat.

Penggunaan sebaiknya tidak terlalu lama karena sering menimbulkan toleransi.

WHO menganjurkan obat anti obesitas sebaiknya pada orang dewasa dengan

IMT ≥ 27 kg/m2 dengan komorbid atau individu dengan IMT > 30 kg/m2 tetapi

untuk di Indonesia hal ini sulit dijalankan karena pasien di Indonesia

mempunyai prinsip kalau berobat karena dapat resep obat, oleh sebab itu

penggunaan obat anti obesitas sebaiknya tidak terlalu lama dan sering divariasi

untuk menghindari toleransi dan “drugs abuse” (WHO, 2003).

2.7.4.1 Jenis Obat Anti Obesitas

Obat penekan nafsu makan (anorektik, anoreksan) pada umumnya

termasuk dalam golongan obat simpatomimetik dan kebanyakan memiliki efek

perangsangan susunan saraf pusat. Peran obat anorektik di dalam usaha

menurunkan BB biasanya hanya bersifat ajuvan sementara. Hal ini disebabkan

karena tidak ada satu preparat pun yang bebas dari efek samping, dan efek

penekanan nafsu makan umumnya hanya berlangsung sementara karena

timbulnya toleransi obat.

Penggunaan obat ini terus menerus dapat mengakibatkan terjadinya

ketergantungan psikis dan fisik. Serta penghentian obat secara mendadak setelah

pemberian dosis terapi yang cukup lama atau dosis besar dalam waktu singkat

dapat menimbulkan keluhan rasa lelah (fatique) dan depresi untuk sementara

waktu. Karena itu dianjurkan pemakaian obat ini dengan dosis kecil dan jangka

waktu pemberian yang singkat.

Page 25: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

29

Sebagian besar dari obat anorektik menimbulkan efek samping yang

disebabkan terutama akibat rangsangan susunan saraf pusat, yaitu berupa

kegelisahan, tremor, insomnia, hilangnya rasa lelah, meningkatnya kewaspadaan

serta daya konsentrasi, dan eforia. Taraf selanjutnya rangsangan sentral ini

diikuti dengan rasa lelah dan depresi. Selain itu timbul pula efek pada sistem

saraf simpatik berupa gangguan kardiovaskuler seperti peningkatan tekanan

darah (hipertensi) dan peningkatan denyut jantung (takikardi), gangguan saluran

cerna, dan lain-lain (Soegih et al, 2004).

Penggunaan obat anorektik pada penderita yang rentan sering

menimbulkan ketergantungan psikis dan fisik. Amfetamin, dekstroamfetamin,

metampetamin, dan fentermin baik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi

termasuk golongan anorektik yang sering disalahgunakan. Sedang golongan

dietilpropion, fenfluramin, dan fentermin termasuk golongan yang kemungkinan

penyalahgunaannya terendah. Gejala putus obat yang dialami oleh seseorang

penyalahguna anorektik dapat berupa kelelahan kronis seperti depresi mental,

asthenia tremor dan gangguan saluran cerna, yang kadang-kadang diikuti

dengan rasa mengantuk yang berat dan tidur yang lama.

Pada umumnya gejala keracunan akut obat golongan amfetamin dapat

berupa peningkatan dari efek farmakologisnya, dan bila mencapai dosis fatal,

maka timbul kejang, koma (hilangnya kesadaran), dan pendarahan otak. Dosis

toksik sangat bervariasi, pada keadaan idiosinkrasi dosis sebesar 2 mg sudah

dapat menimbulkan efek toksik. Sedang dosis toksik secara umum berkisar

antara 100 - 500 mg (Wiramihardja, 2004).

2.7.5. Terapi Bedah

Dalam penanganan obesitas, tindakan bedah dapat dibagi menjadi:

1. Tindakan untuk mengkoreksi tubuh. Tindakan ini lebih dikenal sebagai

bedah estetik.

Misalnya: mengencangkan payudara yang kendor akibat BB yang turun atau

perut yang kencor yang dikenal sebagai (tummy tuck).

2. Tindakan untuk menurunkan BB pada penderita obesitas invasif, dimana

IMT > 40 kg/m2

Misalnya:

Page 26: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

30

Laparoscopic Adjustable Gastric Binding (LAGB)

Vertical Banden Gastroplasty (VBG)

Roux-Cu-Y Gastric By Pass (RYGB)

Gastric Baloon

2.7.6. Terapi Non Bedah

1. Body galvanic

2. Gravatory vibration massage (G5)

3. Body Mecano Therapy

4. Vacuum Suction (VC)

5. Radiasi Infra Merah dan Ultra Violet

6. Electro Therapy

7. Accupuncture

8. Mesotherapy adalah merupakan suatu pengobatan kosmetik untuk

menghancurkan jaringan lemak tanpa bedah dengan melibatkan obat-obat

seperti ekstrak tumbuhan, vitamin maupun zat lain yang disuntikkan ke

jaringan lemak subkutan (Young, 2003). Zat-zat yang disuntikkan antara lain:

T3-T4 thyroid,

Isoproterenol

Aminophylline

Pentoxifylline

L-carnitine

L-arginine

Hyaluronidase

Collagenase

Yohimbine

Lymphomyosot

Co-enzyme cofactors

Dimethylethanolamine

Gerovital

Glutathione

Tretinoin

Alpha lipoic acid

Vitamin C

Page 27: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

31

Procaine

Lidocaine

Ginkgo biloba

Melilotus

C-adenosine monophosphate

Multiple vitamins

Phosphatydilcholine

Trace mineral elements

Carbon dioxide (Rittes, 2006)

Mesoterapi mempunyai beberapa manfaat antara lain :

Menghilangkan selulit

Menurunkan berat badan

Mempunyai efek anti-penuaan

Menghilangkan deposit-deposit lemak (Salles, 2006).

2.7.7. Phosphatydilcholine

Phosphatydilcholine merupakan komponen fosfolipid utama pada

membran sel dan menjadi precursor dari asetilkolin. Molekul

phosphatydilcholine terdiri dari kelompok phosphorylcholine, gliserol

phosphat, dan dua rantai asam lemak yang bervariasi.

Gambar 2.4. Molekul Phosphatydilcholine

Setelah berada di dalam sel, kolin akan segera difosforilasi oleh kolin

kinase menjadi phosphocholine, yang bereaksi dengan sitidin trifosfat (CTP)

untuk membentuk cytidine-diphosphocholine. Enzim transferase mengkatalisis

Page 28: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

32

reaksi cytidine-diphosphocholine dengan diasilgliserol dengan membentuk

phosphatydilcholine.

Gambar 2.5. Biosintesis Phosphatydilcholine

Di pasaran beredar sediaan phosphatydilcholine dalam bentuk oral dan

injeksi. Sediaan phosphatydilcholine oral sebagai suplemen makanan

dipasarkan di Amerika Serikat sebagai suplemen untuk pasien hiperlipidemia

dan fungsi kognitif (Baumann, 2003). Sediaan phosphatydilcholine dalam

bentuk injeksi intravena beredar di Eropa dengan nama dagang Lipostabil®

(Aventis Pharma, Grup Sanofi-Aventis, Paris, Perancis) untuk pasien yang

mengalami gangguan kardiovaskular seperti angina, emboli lemak, dan

hiperkolestrolemia dan pasien yang mengalami gangguan hati (Natterman,

1990).

Phosphatydilcholine yang digunakan pada formulasi ini dikenal

sebagai polyunsaturated atau polyenyl-phosphatydilcholine dalam bentuk tak

jenuh yang berasal dari derivate asam lemak kacang kedelai. Baik dalam

bentuk oral maupun injeksi, phosphatydilcholine dapat menurunkan serum

trigliserida, LDL dan meningkatkan HDL kolestrol dalam darah, menginduksi

kolagenase hepatik dan melindungi dari oksidasi mitokondria. Jadi

Page 29: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

33

phosphatydilcholine dapat memperbaiki kerusakan sel fosfolipid dan

mengurangi fibrosis hati serta akumulasi lemak dalam hati (Lieber, 2004).

Efek modulasi lipid dalam darah dan hati inilah yang mencetuskan ide

beberapa peneliti dan praktis medis untuk menggunakannya sebagai

penghancur lemak subkutan pada tubuh, dengan cara menginjeksikan

phosphatydilcholine pada lemak subkutan lokal. Namun mekanisme kerja

phosphatydilcholine pada lemak subkutan belum diteliti secara ilmiah, hanya

pernah dilakukan secara eksperimental oleh beberapa praktisi medis baik di

dalam maupun diluar negeri.

Beberapa laporan hasil injeksi phosphatydilcholine untuk

menghancurkan lemak lokal antara lain:

1. Rittes melaporkan hasil injeksi terhadap 30 pasien yang diinjeksi 0,4 mL

Lipostabil® (50 mg/mL phosphatydilcholine) pada lemak di bawah mata

(infra orbital) setiap 15 hari dalam dua kali injeksi dilaporkan sebagian

besar pasien (22 orang) mengalami pengurangan lemak pada bawah mata,

dan hasilnya bertahan hingga 2 tahun (Rittes, 2001).

2. Moy melaporkan hasil injeksi 0,5 mL/cm2 phosphatydilcholine pada

perut, paha dan dagu dalam dua kali injeksi dalam sebulan dilaporkan

terjadi penurunan ketebalan lemak subkutan sebesar 7,45 mm dalam

sebulan (Moy, 2004).

3. Rittes melaporkan kembali hasil injeksi 5 mL Lipostabil® (50 mg/mL

phosphatydilcholine) pada 50 pasien yang diinjeksi secara subkutan pada

permukaan tubuh seluas 80 cm2. Dari 50 pasien, sebagian besar di

antaranya (35 pasien) menerima empat kali injeksi, dan 15 pasien lainnya

menerima dua kali injeksi dalam sebulan. Di laporkan hampir semua

pasien mengalami pengurangan lemak subkutan pada area yang diinjeksi

(Rittes, 2003).

Page 30: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

34

Dari beberapa laporan yang dihasilkan membuat banyak praktisi medis

di Perancis, Italia dan Brasil mulai menggunakan Lipostabil® (yang

diperuntukkan untuk injeksi intravena) sebagai injeksi subkutan untuk

menghancurkan deposit lemak lokal. Walaupun penggunaan

phosphatydilcholine secara subkutan sudah banyak dilakukan oleh beberapa

praktisi medis di beberapa negara termasuk Indonesia, namun penelitian

ilmiah manfaat phosphatydilcholine sebagai terapi estetik medis guna

menghancurkan lemak lokal sebagai upaya perampingan tubuh, belum pernah

dilaporkan sampai saat ini.

Penggunaan phosphatydilcholine secara subkutan untuk lipolitik

walaupun sudah banyak dilakukan di kalangan praktisi medis di berbagai

Gambar 2.6. Pasien Yang Diinjeksi Phosphatydilcholine

Pada Infraorbital. Foto A (Sebelum) dan Foto B (Sesudah)

Gambar 2.7. Pasien Yang Diinjeksi Phosphatydilcholine Pada Abdomen

Page 31: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

35

negara namun belum memiliki ijin medikolegalnya. Pada Januari 2003,

Anvisa (Agência National de Vigilância Sanitaria – National Health

Survailance Agency Brazil - semacam Badan POM Brasil) mengumumkan

bahwa belum diijinkannya penggunaan Lipostabil® untuk terapi estetik. Dari

pihak Aventis sebagai produsen dari Lipostabil pun tidak berencana untuk

memasarkan produknya sebagai terapi lipolitik subkutan, hal ini dikarenakan

belum adanya penelitian ilmiah untuk terapi estetik (Anvisa, 2003).

Walaupun sudah banyak laporan yang menyebutkan terjadinya

pengurangan lemak subkutan setelah diinjeksi phosphatydilcholine secara

subkutan, namun hingga saat ini penelitian baik secara double blind, atau

placebo-controlled belum ada.

Sehingga beberapa hipotesis mengenai mekanisme kerja

phosphatydilcholine terhadap jaringan lemak subkutan berdasarkan hipotesis

Petit adalah sebagai berikut:

1. Merusak dinding sel lemak, sehingga sel adiposit mudah diapoptosis.

2. Dengan cara enzimatik mengeluarkan trigliserida dan asam lemak keluar

dari sel adiposit, sehingga mengakibatkan sel adiposit menjadi kecil.

3. Menimbulkan reaksi inflamasi, yang mengakibatkan kontraksi pada

jaringan lokal sehingga makrofag tertarik menuju ke daerah inflamasi

(Petit et al, 2005).

Beberapa laporan mengenai efek samping Phosphatydilcholine juga

dilaporkan berdasarkan dari beberapa praktisi baik diluar maupun di dalam

negeri. Beberapa efek samping yang pernah dilaporkan antara lain :

Rasa terbakar yang dapat berlangsung 15-20 menit

Nyeri sedikit selama beberapa hari

Sedikit pembengkakan yang dapat berlangsung 1-5 hari

Sedikit perubahan warna kulit yang dapat hilang sendiri atau dapat

menggunakan peeling untuk mempercepat perubahan kembali

Risiko kecil terkena infeksi (risiko pada semua injeksi obat) (Bauman,

2003).

Page 32: pemberian injeksi subkutan phosphatydilcholine menurunkan berat

36

2.7.8 Hewan Coba Tikus

2.7.8.1 Penggunaan tikus (Rattus Norvegicus) di laboratorium

Penggunaan tikus atau rat (Rattus Norvegicus) telah diketahui sifat-

sifatnya dengan sempurna, mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif

sehat dan cocok untuk berbagai macam penelitian. Terdapat beberapa galur

atau varietas tikus yang memiliki kekhususan tertentu antara lain galur

Sprague-dawley yang berwarna albino berkepala kecil dan ekornya lebih

panjang daripada badannya dan galur wistar yang ditandai dengan kepala

besar dan ekor lebih pendek (Malole dan Pramono, 1989).

Tikus (Rattus Norvegicus) galur wistar lebih besar dari keluarga tikus

umumnya dimana tikus betina obes (galur wistar) ini dapat mencapai 40 cm

diukur dari hidung sampai ujung ekor dan berat 140-500 gram. Tikus betina

biasanya memiliki ukuran lebih kecil dari tikus jantan dan memiliki

kematangan seksual pada umur 4 bulan dan dapat hidup selama 4 tahun

(Kusumawati, 2004).