Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT
BERHARGA SYARIAH NEGARA
M.A.S Sridjoko Darodjatun
STIE Muhammadiyah Jakarta
Abstrak: Dalam penelitian ini penulis akan melakukan identifikasi masalah mengenai kondisi
tata kelola Barang Milik Negara (BMN), dan pengaruh adanya penerbitan Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) terhadap tata kelola BMN. Penelitian dibatasi pada penerbitan SBSN
dan aset yang dijadikan underlying asset sejak tahun 2008 s.d 2012. Untuk mengarahkan
penelitian agar sesuai dengan tujuan maka penulis merumuskan masalah untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh penerbitan Surat Berharga Syariah Negara terhadap tata kelola Barang
Milik Negara. Berdasarkan uraian dan analisis pengaruh penerbitan SBSN terhadap tata kelola
BMN, maka dapat disumpulkan bahwa semakin banyak SBSN dihasilkan maka semakin baik
tata kelola barang milik negara. Dengan kata lain penerbitan SBSN dalam kerangka kebijakan
APBN berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas tata kelola barang milik negara. Dalam
kondisi tidak terjaminnya pemenuhan kriteria barang milik negara (ekonomis, layak/baik,
tercatat, tidak dalam sengketa) yang dapat dijadikan underlying asset sebagai syarat penerbitan
SBSN, maka hasil penelitian ini membuktikan bahwa penerbitan SBSN telah memberi pengaruh
yang baik terhadap kesiapan pemerintah dalam mengelola barang milik negara untuk
menyediakan aset SBSN yang memenuhi kriteria di atas dalam rangka berpartisipasi membantu
pembiayaan APBN.
Kata Kunci: Barang Milik Negara (BMN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
PENDAHULUAN
Indonesia menerapkan anggaran defisit
mulai tahun 2000, menggantikan anggaran
berimbang dan dinamis yang sudah
digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun.
Peningkatan belanja pemerintah yang belum
diikuti dengan peningkatan penerimaan negara
mendorong peningkatan defisit Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN). Defisit
anggaran sejak tahun 2000 sampai dengan
2012 mengalami peningkatan yang sangat
signifikan, yaitu dari Rp. 16,12 triliun pada
tahun 2000, menjadi 190,1 triliun pada tahun
2012. Dengan adanya defisit APBN,
diperlukan alternatif instrumen sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut.
Beberapa tindakan yang telah dilakukan yaitu
dengan pembiayaan non utang seperti
privatisasi dan penjualan asset program
restrukturisasi, penyertaan modal pemerintah,
dan lain sebagainya, dan pembiayan utang
yang meliputi pinjaman dari dalam negeri dan
luar negeri, serta penerbitan Surat Berharga
Negara (SBN).
Pembiayaan APBN melalui utang
merupakan bagian dari pengelolaan keuangan
negara yang lazim dilakukan oleh suatu
negara. Utang merupakan instrumen utama
pembiayaan APBN untuk menutup defisit
APBN, dan untuk membayar kembali utang
yang jatuh tempo (debt refinancing).
Berdasarkan Tabel 1.1, total utang
pemerintah sampai dengan akhir tahun 2012
mencapai Rp 1.975,42 triliun. Kenaikan
jumlah nominal utang pemerintah tersebut
berasal dari akumulasi utang di masa lalu
(legacy debts) yang memerlukan refinancing
yang cukup besar, dan dampak krisis ekonomi
tahun 1997/1998.
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Tabel 1.1. Posisi Utang Pemerintah Tahun 2007 s.d. 2012 (Triliun Rupiah)
2007 2008 2009 2010 2011 Desember 2012
Nilai %
Total Utang
Pemerintah Pusat 1.389,41 1.636,74 1.590,66 1.681,66 1.808,95 1.975,42 100
1. Pinjaman 586,36 730,25 611,20 617,25 621,29 614,32 31,1
a. Pinjaman Dalam
Negeri 586,36 730,25 611,20 616,86 620,28 612,52
b. Pinjaman Luar
Negeri - - - 0,39 1,01 1,08
2. Surat Berharga
Negara 803,06 906,50 979,46 1.064,40 1.187,66 1.361,10 68,9
a. Denominasi Valas 65,93 122,64 143,15 161,97 195,63 264,91
b. Denominasi Rupiah 737,13 783,86 836,31 902,43 992,03 1.096,19
Sumber : Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Pada masa lalu, pinjaman luar negeri
merupakan sumber pembiayaan APBN yang
sangat dominan. Dalam perkembangan
selanjutnya, sejak tahun 1999 mulai muncul
sumber pembiayaan utang lainnya yaitu Surat
Utang Negara.
Seiring dengan semakin meluasnya
penggunaan prinsip syariah di pasar keuangan
dalam dan luar negeri, yang ditandai dengan
semakin banyaknya negara yang menerbitkan
instrumen pembiayaan berbasis syariah dan
semakin meningkatnya jumlah investor dalam
instrumen keuangan syariah, Indonesia
memanfaatkan momentum ini melalui
penerbitan Surat Berharga Syariah Negara
(SBSN) baik di pasar domestik maupun di
pasar internasional sebagai alternatif untuk
menyerap dana masyarakat dalam
mengembangkan sumber pembiayaan
anggaran negara. Hal tersebut sejalan dengan
semakin terbatasnya daya dukung Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara untuk
menggerakkan pembangunan sektor ekonomi
secara berkesinambungan dan belum
optimalnya pemanfaatan instrumen
pembiayaan lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa :
“Surat Berharga Syariah Negara
selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat
disebut Sukuk Negara, adalah surat
berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai
bukti atas bagian penyertaan terhadap
Aset SBSN, baik dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing”.
Pada prinsipnya sukuk mirip dengan
obligasi konvensional, namun sukuk memiliki
karakteristik yang berbeda dengan obligasi
konvensional, salah satunya adalah
diperlukannya underlying asset, yaitu aset
yang dijadikan sebagai objek atau dasar
transaksi dalam kaitannya dengan penerbitan
sukuk. Aset yang dijadikan sebagai underlying
harus memiliki nilai ekonomis dan/atau
memiliki aliran penerimaan kas, dapat berupa
barang berwujud maupun barang tidak
berwujud, termasuk proyek yang akan
dibangun atau sedang dibangun.
Sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara,
pengertian underlying asset disebutkan
sebagai berikut:
”Underlying asset (selanjutnya disebut
aset SBSN) adalah berupa objek
pembiayaan SBSN dan/atau Barang
Milik Negara (BMN) yang memiliki
nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau
bangunan, maupun selain tanah dan/atau
bangunan yang digunakan sebagai dasar
penerbitan SBSN”.
Untuk memenuhi kriteria sebagai objek
pembiayaan SBSN dimaksud, diperlukan tata
kelola BMN yang baik oleh pengguna BMN
dalam hal ini adalah satuan kerja yang berada
di bawah Kementerian Negara/Lembaga.
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Berkenaan dengan permasalahan
pengelolaan aset negara tersebut, SBSN
sebagai alternatif pembiayaan yang
memobilisasi dana dari masyarakat harus
ditingkatkan dengan harapan dapat memicu
para pengguna BMN untuk menyiapkan BMN
yang akan dijadikan sebagai underlying asset
dalam penerbitan SBSN. Dengan demikian,
peningkatan penerbitan SBSN diharapkan
dapat mempengaruhi tata kelola BMN
menjadi lebih baik lagi.
Dalam penelitian ini penulis akan
melakukan identifikasi masalah mengenai
kondisi tata kelola BMN, dan pengaruh
adanya penerbitan SBSN terhadap tata kelola
BMN. Penelitian dibatasi pada penerbitan
SBSN dan aset yang dijadikan underlying
asset sejak tahun 2008 s.d 2012.
Pengaruh penerbitan SBSN terhadap tata
kelola BMN terkait dengan nilai penyertaan
BMN yang dijadikan underlying asset
penerbitan SBSN tersebut. Semakin besar
nilai SBSN, mengindikasikan semakin baik
tata kelola atas BMN. Untuk mengarahkan
penelitian agar sesuai dengan tujuan maka
penulis merumuskan masalah untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh penerbitan
Surat Berharga Syariah Negara terhadap tata
kelola Barang Milik Negara.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 32/DN-
MUI/IX/2002, DSN masih menggunakan
istilah obligasi syariah, belum menggunakan
istilah sukuk. Menurut fatwa tersebut,
disebutkan bahwa:
”Obligasi syariah adalah suatu surat
berharga jangka panjang berdasarkan
prinsip syariah yang dikeluarkan
Emiten kepada pemegang obligasi
syariah yang mewajibkan Emiten untuk
membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi
hasil/margin/fee serta membayar
kembali dana obligasi pada saat jatuh
tempo”.
Dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang
Penerbitan Efek Syariah, Sukuk didefinisikan
sebagai berikut:
”Sukuk merupakan efek syariah berupa
sertifikat atau bukti kepemilikan yang
bernilai sama dan mewakili bagian
penyertaan yang tidak terpisahkan atau
tidak terbagi atas kepemilikan aset
berwujud tertentu, nilai manfaat dan
jasa atas aset proyek tertentu atau
aktivitas investasi tertentu, atau
kepemilikan atas aset proyek tertentu
atau aktivitas investasi tertentu”.
Sesuai dengan AAOIFI No.17 tentang
Investment menyatakan definisi sukuk adalah:
“Investment Sukuk are certificates of
equal value representing undivided
shares in ownership of tangible assets,
usufruct and services or (in the
ownership of) the assets or particular
projects or special investment activity,
however, this is true after receipt of the
value of the sukuk, the closing of
subcription and the employment of
funds received for the purpose for
which the sukuk were issued.”
Sukuk pada prinsipnya mirip seperti
obligasi konvensional, dengan perbedaan
pokok antara lain berupa penggunaan konsep
imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti
bunga, adanya transaksi pendukung
(underlying transaction) berupa sejumlah aset
tertentu yang menjadi dasar penerbitan sukuk,
dan adanya akad atau perjanjian antara para
pihak yang disusun berdasarkan prinsip-
prinsip syariah.
Oleh karena itu, sesuai dengan dasar
operasionalnya yakni syariah Islam yang
bersumber dari Al Qur’an dan Hadist serta
Ijma, instrumen pembiayaan syariah harus
selaras dan memenuhi prinsip syariah, yaitu
antara lain transaksi yang dilakukan oleh para
pihak harus bersifat adil, halal, thayyib, dan
maslahat. Selain itu, transaksi dalam keuangan
Islam sesuai dengan syariah harus terbebas
dari unsur larangan berikut:
1. Riba, yaitu unsur bunga atau return yang
diperoleh dari penggunaan uang untuk
mendapatkan uang (money for money);
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
2. Maysir, yaitu unsur spekulasi, judi, dan
sikap untung-untungan; dan
3. Gharar, yaitu unsur ketidakpastian yang
antara lain terkait dengan penyerahan,
kualitas, kuantitas, dan sebagainya.
Di beberapa negara, sukuk telah menjadi
instrumen pembiayaan anggaran negara yang
cukup penting. Di Indonesia sendiri, pasar
sukuk juga tumbuh sangat cepat dan cukup
menarik minat investor.
Dalam rangka pengembangan basis
sumber pembiayaan anggaran negara dan
pengembangan pasar keuangan syariah di
Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan
Undang-Undang nomor 19 tahun 2008 tentang
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang
menjadi dasar hukum bagi penerbitan dan
pengelolaan Sukuk Negara atau SBSN.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa:
“Surat Berharga Syariah Negara
selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat
disebut Sukuk Negara, adalah surat
berharga negara yang diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai
bukti atas bagian penyertaan terhadap
Aset SBSN, baik dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing”.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara dinyatakan bahwa upaya
pengembangan instrumen pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah tersebut antara
lain bertujuan untuk:
1. Memperkuat dan meningkatkan peran
sistem keuangan berbasis syariah di dalam
negeri;
2. Memperluas basis pembiayaan anggaran
negara;
3. Menciptakan benchmark instrumen
keuangan syariah baik di pasar keuangan
syariah domestik maupun internasional;
4. Memperluas dan mendiversifikasi basis
investor;
5. Mengembangkan alternatif instrumen
investasi baik bagi investor dalam negeri
maupun luar negeri yang mencari
instrumen keuangan berbasis syariah;
6. Mendorong pertumbuhan pasar keuangan
syariah di Indonesia; dan
7. Memanfaatkan dana-dana masyarakat
yang belum terjaring oleh sistem keuangan
konvensional.
SBSN memiliki karakteristik:
1. Sebagai bukti kepemilikan suatu aset
berwujud atau hak manfaat (beneficial
title), pendapatan berupa imbalan (kupon),
margin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad
yang digunakan;
2. Terbebas dari unsur riba, gharar, dan
maysir;
3. Penerbitannya melalui wali amanat berupa
Special Purpose Vehicle (SPV);
4. Memerlukan underlying asset (sejumlah
aset yang menjadi objek perjanjian). Aset
yang menjadi objek perjanjian harus
memiliki nilai ekonomis, dapat berupa aset
berwujud atau tidak berwujud, termasuk
proyek yang akan atau sedang dibangun;
5. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip
syariah
Berbagai jenis struktur sukuk yang dikenal
secara internasional dan telah mendapatkan
endorsement dari The Accounting and
Auditing Organization for Islamic Finance
Institutions (AAOIFI) dan diadopsi dalam UU
Nomor 19 Tahun 2008 tentang SBSN, antara
lain:
1. Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan
berdasarkan perjanjian atau akad Ijarah di
mana satu pihak bertindak sendiri atau
melalui wakilnya menjual atau
menyewakan hak manfaat atas suatu aset
kepada pihak lain berdasarkan harga dan
periode yang disepakati, tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan aset itu
sendiri. Sukuk ijarah dibedakan menjadi
Ijarah Al Muntahiya Bittamliek (Sale and
Lease Back), dan ijarah Headlease and
Sublease.
2. Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang
diterbitkan berdasarkan perjanjian atau
akad Mudharabah di mana satu pihak
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
PEMERINTAH
(OBLIGOR)
(1) Penjualan aset Aset (3) Penyewaan kembali aset
(purchase and sale undertaking) Rp
SPV
(PENERBIT)
Aset
Rp
PEMEGANG SUKUK
(INVESTOR)
(2) Penerbitan sukuk
menyediakan modal (rab al-maal) dan
pihak lain menyediakan tenaga dan
keahlian (mudharib), keuntungan dari
kerjasama tersebut akan dibagi
berdasarkan perbandingan yang telah
disetujui sebelumnya. Kerugian yang
timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh
pihak yang menjadi penyedia modal.
3. Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang
diterbitkan berdasarkan perjanjian atau
akad Musyarakah di mana dua pihal atau
lebih bekerja sama menggabungkan modal
untuk membangun proyek baru,
mengembangkan proyek yang telah ada,
atau membiayai kegiatan usaha.
Keuntungan maupun kerugian yang timbul
ditanggung bersama sesuai dengan jumlah
partisipasi modal masing-masing pihak.
4. Sukuk Istisna’, yaitu sukuk yang
diterbitkan berdasarkan perjanjian atau
akad Istisna’ di mana para pihak
menyepakati jual beli dalam rangka
pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun
harga pada waktu penyerahan, dan
spesifikasi barang/proyek ditentukan
terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.
Dalam penerbitan SBSN terdapat beberapa
pihak yang terlibat, yaitu:
1. Obligor, adalah pihak yang bertanggung
jawab atas pembayaran imbalan dan nilai
nominal sukuk yang diterbitkan sampai
dengan sukuk jatuh tempo.
2. Special Purpose Vehicle (SPV), adalah
badan hukum yang didirikan khusus untuk
penerbitan sukuk dengan fungsi: sebagai
penerbit sukuk, menjadi counterpart
pemerintah dalam transaksi pengalihan
asset, bertindak sebagai wali amanat untuk
mewakili kepentingan investor. Yang
bertindak sebagai SPV dalam penerbitan
SBSN adalah Perusahaan Penerbit SBSN,
yang merupakan badan hukum yang
didirikan berdasarkan ketentuan Undang-
Undang SBSN untuk melaksanakan
kegiatan penerbitan SBSN. Ketentuan
pendirian dan pengelolaan Perusahaan
Penerbit SBSN diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 56 tahun 2008
tentang Perusahaan Penerbit SBSN.
3. Investor, adalah pemegang sukuk yang
memiliki hak atas imbalan, margin, dan
nilai nominal sukuk sesuai partisipasi
masing-masing.
Akad yang digunakan dalam penerbitan
SBSN adalah akad Ijarah Sale and Lease
Back, yaitu sukuk yang diterbitkan
berdasarkan prinsip jual dan sewa kembali
atas suatu aset yang dijadikan underlying.
Penjualan aset di sini pada dasarnya hanya
penjualan hak manfaatnya (beneficial title)
tanpa diserahi dengan penyerahan fisik dan
pemindahan hak kepemilikan dan dalam
waktu yang sama dilakukan perjanjian
penyewaan kembali (lease back) kepada
pemilik aset.
Secara sederhana, mekanisme penerbitan
SBSN adalah akad Ijarah Sale and Lease Back
dapat dijelaskan berdasarkan skema sebagai
berikut:
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
1. SPV dan obligor melakukan transaksi jual beli aset, disertai dengan purchase and sale
undertaking di mana Pemerintah menjamin untuk membeli kembali aset dari SPV, dan SPV
wajib menjual kembali aset kepada Pemerintah pada saat sukuk jatuh tempo atau dalam hal
terjadi default.
2. SPV menerbitkan sukuk untuk membiayai pembelian aset.
3. Pemerintah menyewa kembali aset dengan melakukan perjanjian sewa dengan SPV untuk
periode yang sama dengan tenor sukuk yang diterbitkan.
4. Berdasarkan servicing agency agreement, Pemerintah ditunjuk sebagai agen yang
bertanggungjawab atas perawatan aset.
Mekanisme pembayaran imbalan adalah sebagai berikut:
1. Obligor membayar sewa (imbalan) secara periodik kepada SPV selama masa sewa.
2. Imbalan dapat bersifat tetap (fixed rate) maupun mengambang (floating rate).
3. SPV melalui agen yang ditunjuk akan mendistribusikan imbalan kepada investor.
Mekanisme pada saat sukuk jatuh tempo adalah sebagai berikut:
1. Penjualan kembali aset oleh SPV kepada obligor sebesar nilai nominal sukuk, pada saat
sukuk jatuh tempo.
2. Hasil penjualan aset digunakan oleh SPV untuk melunasi sukuk kepada investor.
Sejak tahun 2008, terdapat 6 jenis SBSN
yang telah diterbitkan di Indonesia, yaitu:
1. Sukuk Negara Ritel (SR), yaitu Sukuk
Negara yang dijual khusus untuk investor
individu WNI.
2. Sukuk Valas (SNI), yaitu Sukuk Negara
yang diterbitkan di pasar perdana
internasional dalam denominasi valuta
asing.
3. Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI), yaitu
Sukuk Negara yang diterbitkan khusus
untuk penempatan dana haji pada Sukuk
Negara.
4. Sukuk seri IFR, yaitu Sukuk Negara yang
diterbitkan di pasar perdana dalam negeri
yang denominasi rupiah.
5. Sukuk Perbendaharaan Negara Syariah
(SPN-S), yaitu Sukuk Negara yang
diterbitkan dengan tenor kurang dari 1
tahun.
6. Project Based Sukuk (PBS), yaitu Sukuk
Negara yang diterbitkan dengan
menggunakan proyek sebagai underlying
asset.
Penerbitan SBSN di Indonesia dilakukan
dengan menggunakan 3 metode, yaitu :
1. Metode Bookbuilding
Bookbuilding adalah salah satu metode
penerbitan surat berharga, yaitu investor
akan menyampaikan penawaran
pembelian atas suatu surat berharga,
biasanya berupa jumlah dan harga (yield)
penawaran pembelian, dan dicatat dalam
book order oleh investment bank yang
bertindak sebagai bookrunner.
2. Metode Lelang
Metode lelang adalah metode penerbitan
dan penjualan surat berharga yang diikuti
oleh peserta lelang dengan cara
mengajukan penawaran pembelian
PEMERINTAH SPV PEMEGANG SUKUK
(OBLIGOR) Rp (PENERBIT) Rp (INVESTOR)
PEMERINTAH Rp SPV Rp PEMEGANG SUKUK
(OBLIGOR) Aset (PENERBIT) Sukuk (INVESTOR)
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
dan/atau penawaran pembelian
nonkompetitif dalam suatu periode
penawaran yang telah ditentukan dan
diumumkan sebelumnya, melalui sistem
yang disediakan oleh agen yang
melaksanakan lelang.
Lelang SBSN hanya diikuti oleh Peserta
Lelang, Bank Indonesia, dan/atau LPS,
untuk Lelang SBSN Jangka Pendek.
Sedangkan Lelang SBSN Jangka Panjang
hanya dapat diikuti oleh Peserta Lelang
dan/atau LPS. Adapun Peserta Lelang
adalah Bank, Perusahaan Efek, dan
anggota Dealer Utama sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan tentang Penerbitan dan
penjualan SBSN di pasar perdana dalam
negeri dengan cara lelang.
Hingga saat ini, terdapat 16 Peserta
Lelang SBSN yang terdiri dari 12 Bank
dan 4 Perusahaan Efek, yaitu : PT. Bank
Permata, Tbk; PT. Bank Panin, Tbk; The
Hongkong and Shanghai Corporation ,
Ltd; PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero), Tbk; PT. Bank OCBC NISP,
Tbk; Standard Chartered Bank; PT. Bank
CIMB Niaga, Tbk; PT. Bank Mandiri
(Persero) Tbk; PT. Bank Internasional
Indonesia, Tbk; PT. BPD Jawa Barat dan
Banten; PT. Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk; Citibank N.A; PT.
Danareksa Sekuritas; PT. Trimegah
Securities, Tbk; PT. Bahana Securities;
dan PT. Mandiri Sekuritas.
3. Metode Private Placement
Private placement merupakan salah satu
metode penerbitan surat berharga, dimana
kegiatan penerbitan dan penjualan surat
berharga dilakukan oleh pihak penerbit
kepada pihak tertentu dengan ketentuan
dan persyaratan (terms & conditions)
yang disepakati bersama.
Penerbitan SBSN dilakukan melalui tahap-
tahap sebagai berikut:
1. Identifikasi Barang Milik Negara atau
proyek yang akan dijadikan sebagai
underlying;
2. Perumusan struktur SBSN yang meliputi
jenis akad, tenor, volume, denominasi,
metode penerbitan;
3. Penyusunan dokumen syariah dan pasar
modal;
4. Permintaan pernyataan kesesuaian
syariah atas akad SBSN;
5. Pelaksanaan penerbitan/penjualan, baik
dengan metode lelang, bookbuilding,
maupun teknik lainnya; dan
6. Setelmen SBSN.
HASIL ANALISIS PENGARUH
PENERBITAN SBSN TERHADAP TATA
KELOLA BMN
Pengujian statistik yang dilakukan
menggunakan asumsi bahwa penerbitan sukuk
negara mengharuskan Pemerintah
menyediakan underlying asset SBSN sebagai
dasar dipenuhinya konsep syariah. Underlying
asset yang digunakan harus memenuhi kriteria
seperti ekonomis, baik/layak, tercatat, dan
tidak bermasalah hukum. Dengan demikian
jika variabel tata kelola barang milik negara
yang akan menjadi bahan kajian apakah baik
atau tidak pengelolaannya dalam uji statistik
ini, maka sesungguhnya keberhasilan
pengelolaan tersebut akan tergambar dalam
penggunaan underlying asset dalam
penerbitan sukuk negara. Artinya
sesungguhnya underlying asset lah yang
mempengaruhi kinerja tata kelola barang milik
negara. Dengan kata lain semakin besar
underlying asset yang dapat disediakan
pemerintah untuk menunjang penerbitan
sukuk negara maka semakin baik kinerja
pengelolaan barang milik negara.
Persentase frekuensi penerbitan SBSN
yang diterbitkan sejak tahun 2008 s.d. 2012
dapat diperoleh sebagai berikut:
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Tabel 1.2. Persentase Frekuensi Penerbitan SBSN
Sejak tahun 2008 s.d. 2012 Pemerintah telah
menerbitkan SBSN sebanyak 92 kali, dengan
total nilai Rp. 96,8 triliun. Dari 92 kali
penerbitan, Sukuk Ritel (SR) hanya
diterbitkan 4 kali, sukuk global (SNI)
diterbitkan 3 kali, Sukuk Perbendaharaan
Negara (SPN) diterbitkan 7 kali, sukuk seri
IFR diterbitkan 42 kali, dan sukuk berbasis
proyek (PBS) diterbitkan mulai tahun 2012
dengan 36 kali penerbitan.
Nilai BMN adalah output yang
menjadi indikator hasil tata kelola terhadap
asset negara. Nilai tersebut merupakan nilai
aset negara yang berasal dari aset tanah dan
bangunan yang telah dilakukan inventarisasi
dan penilaian.
Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan program SPSS statistik versi 17
dengan hasil pengolahan data sebagai berikut:
Tabel 1.3. Korelasi Nilai SBSN dengan Nilai
BMN
Correlations
NILAI
SBSN
NILAI
BMN
NILAI SBSN Pearson
Correlation
1 .957*
Sig. (2-tailed) .011
N 5 5
NILAI BMN Pearson
Correlation
.957* 1
Sig. (2-tailed) .011
N 5 5
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-
tailed).
Dalam Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa
korelasi antara variabel Nilai SBSN dengan
Nilai BMN adalah sebesar 0.957; hal ini
menunjukkan adanya hubungan antar variabel
yang tinggi, yaitu 95,7%. Tingkat signifikansi
koefisien korelasi dua sisi dari output (diukur
dari probabilitas) menghasilkan angka 0.011.
Karena probabilitas berada di bawah 0.05,
maka hubungan antara variabel Nilai Sukuk
dengan Nilai BMN (Asset) sangat nyata
(signifikan).
Tabel 1.4. Variables Entered/Removed
Variables Entered/Removedb
Model
Variables
Entered
Variables
Removed Method
1 NILAI SBSNa . Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: NILAI BMN
Dalam Tabel 1.4, variabel yang
dimasukkan adalah Nilai BMN (Asset), dan
tidak ada variabel yang dikeluarkan.
Tabel 1.5. Model Summary
Model Summary
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .957a .915 .887 1.029E14
a. Predictors: (Constant), NILAI SBSN
Dalam Tabel 1.5 digambarkan bahwa
angka R Square adalah 0.915 yang merupakan
Koefisien Determinan yang artinya 91,5%
nilai BMN bisa dijelaskan oleh variabel Nilai
SBSN, artinya 91,5% tata kelola BMN
ditentukan oleh penerbitan SBSN, sedangkan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 2008 2 2.2 2.2 2.2
2009 5 5.4 5.4 7.6
2010 25 27.2 27.2 34.8
2011 17 18.5 18.5 53.3
2012 43 46.7 46.7 100.0
Total 92 100.0 100.0
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
8,5% dapat ditentukan oleh faktor lainnya
seperti hasil pemeriksaan BPK, kualitas SDM
penilai aset Negara, koordinasi antara
pengguna barang dengn pengelola barang,
sistem teknologi informasi yang mendukung,
dan lain sebagianya.
Std. Deviation Nilai BMN adalah
3.060E14 lebih besar dari Std. Error of the
Estimate yang besarnya 1.029E14,
menyatakan bahwa model regresi sangat
bagus dalam bertindak sebagai prediktor Nilai
BMN daripada rata- rata Nilai BMN itu
sendiri (SE<SD Bagus sbg prediktor).
Tabel 1.6. Descriptive Statistics
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
NILAI SBSN 5 5.E12 4.E13 1.94E13 1.398E13
NILAI BMN 5 4.E14 1.E15 7.62E14 3.060E14
Valid N (listwise) 5
Tabel 1.7. ANOVA
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 3.429E29 1 3.429E29 32.366 .011a
Residual 3.178E28 3 1.059E28
Total 3.747E29 4
a. Predictors: (Constant), NILAI SBSN
b. Dependent Variable: NILAI BMN
Tabel 1.8. Coefficients
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.569E14 8.484E13 4.207 .025
NILAI SBSN 20.943 3.681 .957 5.689 .011
a. Dependent Variable: NILAI BMN
Dari hasil uji Anova diperoleh nilai F
hitung sebesar 32.366 dengan tingkat
signifikansinya sebesar 0.011, yang lebih
rendah dari 0.05. Hal ini berarti bahwa model
regresi ini sudah tepat digunakan untuk
memprediksi pengaruh Nilai SBSN terhadap
Nilai BMN.
Berdasarkan perhitungan maka langkah
selanjutnya adalah melakukan uji hipotesis
nyata model regresi linier dengan mengambil
hipotesis:
H0: b = 0 (tidak ada hubungan linear antara
Penerbitan SBSN dan Pengelolaan
BMN)
H1: b≠ 0 (ada hubungan linear antara Pe-
nerbitan SBSN dan Pengelolaan BMN)
Setelah hipotesis ditetapkan tahap
selanjutnya adalah melakukan uji nilai t. Dari
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
hasil uji-t diperoleh nilai t hitung sebesar
5.689 dengan tingkat signifikansinya sebesar
0.011, yang lebih rendah dari 0.05. Hal ini
berarti bahwa variabel Nilai SBSN adalah
benar-benar memberi pengaruh secara
signifikan terhadap Nilai BMN. Hal ini berarti
H1 dapat diterima sedangkan H0 ditolak.
Model regresi Nilai Sukuk terhadap Nilai
BMN (Asset) adalah :
Y = a + bX
a = 3.569E14
b = 20.943
Y = 3.569E14+ 20.943X
Y: Nilai BMN (Asset)
X: Nilai Sukuk
Koefisien Regresi 20.943 menyatakan
bahwa setiap penerbitan Rp 1 Nilai Sukuk
akan meningkatkan Nilai BMN yang siap
dijadikan underlying asset sebesar Rp 20.943.
Berdasarkan hasil analisis yang telah
diuraikan di atas, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Nilai BMN (Asset) adalah merupakan
“output” yang menjadi indikator nyata dari
hasil tata kelola yang telah dilakukan
terhadap aset negara.
2. Baik atau tidaknya tata kelola yang
dilakukan terhadap aset negara, 91,5%
dipengaruhi oleh penerbitan sukuk secara
linear.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan analisis pengaruh
penerbitan SBSN terhadap tata kelola BMN,
maka dapat disumpulkan bahwa semakin
banyak SBSN dihasilkan maka semakin baik
tata kelola barang milik negara. Dengan kata
lain penerbitan SBSN dalam kerangka
kebijakan APBN berpengaruh secara
signifikan terhadap kualitas tata kelola barang
milik negara. Dalam kondisi tidak terjaminnya
pemenuhan kriteria barang milik negara
(ekonomis, layak/baik, tercatat, tidak dalam
sengketa) yang dapat dijadikan underlying
asset sebagai syarat penerbitan SBSN, maka
hasil penelitian ini membuktikan bahwa
penerbitan SBSN telah memberi pengaruh
yang baik terhadap kesiapan pemerintah
dalam mengelola barang milik negara untuk
menyediakan aset SBSN yang memenuhi
kriteria di atas dalam rangka berpartisipasi
membantu pembiayaan APBN. Tata kelola
barang milik negara yang baik akan
mendorong pemerintah untuk memberikan
pelayanan publik yang lebih baik kepada
masyarakat serta meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
Kebijakan pembiayaan APBN melalui
penerbitan SBSN telah mendorong
meningkatnya potensi investasi bagi lembaga
perbankan/non perbankan dan masyarakat.
Besarnya utang negara serta defisit APBN
yang setiap tahun menjadi beban keuangan
negara mengharuskan pemerintah mencari
penerimaan negara yang relatif aman dari segi
risiko. SBSN sebagai alternatif pembiayaan
telah menjadi bagian dari pilihan masyarakat
dan lembaga perbankan/non perbankan untuk
menginvestasikan dananya.
SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas maka
beberapa saran berikut kami sampaikan
sebagai upaya untuk mengantisipasi dan
meningkatkan kinerja Pemerintah dalam
menerbitkan SBSN sebagai instrumen
investasi berbasis syariah yakni:
1. Pemerintah diharapkan dapat
mensosialisasikan tentang SBSN secara
maksimal agar lebih banyak menarik
investor baik dari dalam maupun luar
negeri.
2. Pemerintah diharapkan mampu
memberikan pencitraan terhadap SBSN
yang lebih baik lagi melalui peningkatan
rating dan penghargaan, sehingga dapat
meningkatkan kepercayaan para investor
terhadap SBSN.
DAFTAR PUSTAKA
AAOIFI No.17 tentang Investment
Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan
Negara
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
Fatwa DSN-MUI Nomor 32/DN-
MUI/IX/2002
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
28/PMK.08/2012 tentang Pengelolaan
Aset Surat Berharga Syariah Negara
yang Berasal dari Barang Milik Negara
Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan
Efek Syariah
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006,
tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah,
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006,
tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008
tentang Surat Berharga Syariah Negara
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
ANALISIS EFEKTIFITAS PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN
PENGAMANAN (SAFEGUARD) TERHADAP IMPOR PRODUK TALI
KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES)
Rizal Augusta Arifiandanu
STIE Muhammadiyah Jakarta
Mohammad Lutfi
STIE Muhammadiyah Jakarta
Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui pengenaan bea masuk tindakan
pengamanan terhadap impor produk tali kawat baja berpengaruh signifikan dan efektif dalam
melindungi Industri tali kawat baja dalam negeri. Data yang diperlukan dalam analisis adalah
data sekunder sebagai berikut: 1.Besaran bea masuk tindakan pengamanan (Safeguard) selama 3
tahun, yaitu sejak diterbitkannya PMK Nomor 55/PMK.011/2011 tanggal 23 Maret 2011 sampai
dengan berakhirnya tanggal 23 Maret 2014; 2. Besaran tarif bea masuk yang berlaku secara
umum (MFN); 3. Data ekspor-impor Indonesia baik secara total maupun khusus produk tali
kawat baja dalam bentuk time series per bulan dari bulan Januari 2006 sampai dengan bulan
Juni 2013; 4. Produk Domestik Bruto (PDB) untuk sektor besi dan baja; dan 5. Tingkat inflasi
dan kurs Rupiah yang bersumber dari Bank Indonesia. Metode analisa yang digunakan adalah
analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelidikan Safeguard dan safeguard
measures berpengaruh signifikan terhadap importasi produk tali kawat baja. Hal ini
menunjukkan bahwa upaya Pemerintah dalam melindungi Industri tali kawat baja dalam negeri
terbukti efektif untuk mengurangi lonjakan impor produk tersebut. Pengaruh Safeguard
berbanding terbalik dengan pergerakan nilai impor produk tali kawat baja, yaitu semakin tinggi
pengenaan Safeguard maka semakin menurun jumlah impor produk tali kawat baja. Hasil
regresi linier berganda menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel yang berpengaruh signifikan
terhadap importasi tali kawat baja, yaitu: Penyelidikan Safeguard,Pengenaan Safeguard, dan
PDB pada sektor besi dan baja.
Kata Kunci: Efektifitas, Bea Masuk, Safeguard, Impor, Tali Kawat Baja.
PENDAHULUAN
Perekonomian dunia saat ini terus menuju
pasar bebas (globalisasi) dimana hambatan
tarif dan non-tarif semakin terdegradasi dalam
transaksi perdagangan internasional. Bagi
Indonesia, globalisasi tersebut ditandai
dengan ikut sertanya Indonesia ke dalam
beberapa kerja sama perdagangan
internasional dengan negara lain.
Globalisasi atau liberalisme perdagangan
tersebut menimbulkan banyak dampak, baik
itu positif maupun negatif. Dampak
positifnya adalah globalisasi secara ekonomi
sangat menguntungkan karena membuat
investasi tidak akan terhambat oleh
hambatan tarif maupun non-tarif dalam lalu
lintas ekspor impor komoditas perdagangan.
Sedangkan dampak negatifnya pada
kelompok negara berkembang masuknya
investasi dan barang-barang produksi negara
maju, pada tingkatan tertentu akan membuka
persaingan dengan industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis atau yang secara
langsung bersaing. Melonjaknya volume
impor menyebabkan pangsa pasar produksi
dalam negeri yang semula dikuasai oleh
produk domestik perlahan akan direbut oleh
produk impor. Kondisi seperti ini dapat
mengancam eksistensi industri dalam negeri,
karena barang produksi industri dalam negeri
terkadang tidak mampu bersaing dengan
barang impor yang masuk dengan harga yang
relatif murah.
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
bahwa defisit neraca perdagangan Indonesia
pada bulan Juli 2013 mencapai US$ 2,3
miliar, sehingga defisit neraca perdagangan
secara kumulatif dari Januari hingga Juli 2013
mencapai US$ 5,6 miliar. Defisit neraca
perdagangan tersebut merupakan terbesar
sepanjang sejarah (Suryamin Kepala BPS,
2013).
Untuk menanggulangi dampak negatif
adanya liberalisasi perdagangan, WTO
membuat aturan mengenai suatu tindakan
pengamanan. WTO Agreement on Safeguard
merupakan suatu instrumen yang memberikan
perlindungan bagi industri dalam negeri
yang mengalami kerugian akibat
membanjirnya produk impor. Persetujuan
ini merupakan peraturan untuk memperjelas
dan memperkuat tata tertib peraturan GATT
1994 khususnya yang tertuang dalam pasal
XIX tentang Tindakan Darurat atas Impor
produk Khusus. Dalam perjanjian ini suatu
negara diizinkan untuk mengambil
Tindakan Pengamanan (Safeguard), guna
melindungi produsen dalam negerinya yang
mengalami kerugian yang disebabkan oleh
kenaikan volume impor. Safeguard bertujuan
untuk memberikan kesempatan bagi industri
yang mengalami kerugian untuk dapat
mengadakan penyesuaian struktural dan
perbaikan kinerja.
Safeguard adalah pungutan negara untuk
memulihkan kerugian serius atau mencegah
ancaman kerugian serius yang diderita oleh
industri dalam negeri sebagai akibat dari
lonjakan jumlah barang impor terhadap
barang sejenis atau barang yang secara
langsung bersaing dengan tujuan agar industri
dalam negeri yang mengalami kerugian serius
atau ancaman kerugian serius dapat
melakukan penyesuaian yang diperlukan.
Sebagai suatu instrumen yang mengikat
banyak pihak, ketentuan mengenai Safeguard
di Indonesia diatur dengan ketentuan hukum
yang mengikat, antara lain:
1. Article XIX GATT 1947 (Emergency
Action on Imports of Particular Products)
yang disempurnakan dengan WTO
Agreement on Safeguard.
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994
tentang Pengesahan Agreement
Establishing The World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia).
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan
sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun
2011 tentang Tindakan Anti Dumping,
Tindakan Imbalan, dan Tindakan
Pengaman Perdagangan.
Selama rentang waktu 3 tahun yaitu dari
tahun 2006 sampai dengan akhir tahun 2009,
impor produk tali kawat baja mengalami
peningkatan yang luar biasa yaitu dari US $
19.922.000 pada tahun 2006 hingga mencapai
US $ 71.113.000 pada tahun 2009 atau
mengalami kenaikan sebesar 257% selama 3
tahun. Hal ini memberikan kerugian dan
ancaman kerugian yang serius terhadap
industri tali kawat baja dalam negeri. Industri
Logam Nasional yang di dalamnya juga
termasuk Industri tali kawat baja merupakan
salah satu industri andalan bangsa Indonesia,
namun dengan adanya peningkatan impor
yang luar biasa tersebut maka kinerja Industri
tali kawat baja dalam negeri menurun dan
mengalami kerugian. Dalam rangka
membantu perbaikan kinerja atas industri
andalan tersebut, pada tahun 2011 Pemerintah
melalui Menteri Keuangan menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
55/PMK.011/2011 tentang Pengenaan Bea
Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)
terhadap Impor Produk Tali Kawat Baja (Steel
Wire Ropes). Penetapan PMK ini dilakukan
setelah Menteri Keuangan menerima usulan
dari Menteri Perdagangan yang didasarkan
pada hasil penyelidikan yang dilakukan oleh
Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia
(KPPI). Dari penyelidikan tersebut, KPPI
membuktikan adanya: lonjakan jumlah impor
produk tali kawat baja yaitu sebesar 257%
sejak tahun 2006 sampai tahun 2009, kerugian
serius yang dialami Industri tali kawat baja
dalam negeri, serta hubungan sebab akibat
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Gambar 2.1. Instrumen Perlindungan Industri Dalam Negeri
antara lonjakan impor produk tali kawat baja
dengan kerugian yang dialami Industri tali
kawat baja dalam negeri.
Jenis tarif yang diberlakukan dalam
pengenaan bea masuk tindakan pengamanan
ini adalah tarif spesifik yaitu besaran tarif
ditetapkan dengan nominal harga tertentu per
kilogram barang yang diimpor. BMTP
berlaku selama tiga tahun dengan tingkat
pengenaan semakin rendah setiap tahunnya
(progressive). Penetapan tarif bea masuk yang
semakin rendah ini ditujukan untuk memberi
kesempatan kepada industri dalam negeri
melakukan penyesuaian struktural (structural
adjustment). Masa berlaku BMTP atas impor
produk tali kawat baja akan berakhir pada
tanggal 23 Maret 2014.
Berdasarkan hal – hal di atas, maka perlu
dilakukan analisis untuk menentukan masih
perlu atau tidak perpanjangan pengenaan
BMTP terhadap impor produk tali kawat baja
(steel wire ropes). Untuk itu penelitian ini
akan memfokuskan pada “Analisis Efektifitas
Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan
(Safeguard) Terhadap Impor Produk Tali
Kawat Baja (Steel Wire Ropes)”.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori-teori Perlindungan Industri
Domestik
Non Tariff Barriers
Non Tariff
Barriers adalah salah
satu bentuk kebijakan
pemerintah untuk
melindungi
perdagangan dalam
negeri dengan cara
mengatur perdagangan
selain dalam bentuk
kebijakan tarif. Bentuk
kebijakan tersebut
antara lain lisensi,
penerapan kuota,
pungutan, embargo,
sanksi, ROO (Rules of
Origin), SNI (Standard
Nasional Indonesia) dan pengaturan lainnya.
Kebijakan non tarif merupakan hambatan
yang diciptakan oleh pemerintah untuk
melindungi industri dalam negeri namun tidak
ditujukan untuk menambah pendapatan
negara. Salah satu contoh kebijakan non tarif
adalah lisensi. Lisensi diberikan kepada suatu
perusahaan sehingga yang bersangkutan
memiliki izin untuk dapat mengimpor barang
atau jasa. Terdapat banyak persyaratan untuk
memperoleh lisensi tersebut. Persyaratan-
persyaratan tersebut sering menyebabkan
perusahaan pendatang baru kesulitan untuk
memenuhinya, sehingga hanya sedikit
perusahaan yang benar-benar mampu
mengimpor barang dalam kategori
tertentu. Hal ini membuat jumlah barang yang
diimpor lebih sedikit dan dapat
melindungi produsen domestik.
Contoh kebijakan non tarif lainnya adalah
kebijakan pembelian pemerintah (government
procurement), pemberian subsidi pada
kegiatan ekspor barang industri dalam negeri
melalui sertifikat ekspor, perlindungan
industri kecil terhadap saingan industri
berskala besar atau menengah serta kebijakan
pencadangan bidang usaha industry.
Tarif
Kebijakan tarif bea masuk diterapkan oleh
Pemerintah dalam rangka melaksanakan tiga
fungsi yaitu sebagai: a) Instrumen Pengem-
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
bangan Industri; b) Instrumen Perdagangan;
dan c). Instrumen Fiskal.
Sebagai instrumen pengembangan
industri, tarif bea masuk digunakan untuk
melindungi industri dalam negeri dengan cara
memberikan perlindungan berupa pengenaan
bea masuk atas impor produk-produk yang
sedang atau akan dikembangkan di dalam
negeri. Sebagai instrumen perdagangan, tarif
bea masuk digunakan untuk memperkuat
posisi tawar (bargaining position) terhadap
negara mitra pada saat melakukan negosiasi
kerjasama perdagangan sehingga negara mitra
membuka akses pasar terhadap produk-produk
Indonesia di negaranya. Sebagai instrumen
fiskal, tarif bea masuk digunakan dengan
tujuan untuk meningkatkan penerimaan
negara. Tujuan ini belakangan tidak lagi
merupakan prioritas karena disadari bahwa
tarif bea masuk justru merupakan beban bagi
konsumen dan industri sehingga menyebabkan
melambatnya kegiatan ekonomi di dalam
negeri.
Contoh kebijakan tarif dengan tujuan
tersebut di atas adalah pengenaan tarif bea
masuk yang menyebabkan harga barang impor
menjadi lebih tinggi pada saat industri dalam
negeri tidak mampu bersaing dengan barang
impor. Kebijakan tarif ini dapat menyediakan
sumber pendapatan kepada pemerintah
meskipun harga yang dibayar oleh konsumen
meningkat karena adanya tambahan bea
masuk.
Pada dasarnya terdapat tiga jenis kebijakan
tarif bea masuk yaitu (i) yang diterapkan
untuk seluruh negara (most favoured nations),
(ii) tarif bea masuk yang berdasarkan
perjanjian perdagangan internasional baik
yang berupa Free Trade Agreement (FTA)
atau Preferential Trade Agreement (PTA),
dimana tarif berlaku diantara negara-negara
yang menandatangani perjanjian kerjasama
perdagangan bilateral, regional maupun
multilateral, dan (iii) tarif khusus yang
dikenakan pada waktu tertentu manakala
terjadi kerugian atau ancaman kerugian serius
atas industri dalam negeri, baik yang
disebabkan oleh unfair trade berupa dumping
maupun subsidi atau fair trade berupa
lonjakan jumlah barang impor. Tarif khusus
merupakan tambahan dari bea masuk umum
atau bea masuk preferensi.
Tindakan Pengamanan (Safeguard Measures)
Definisi Safeguard (Tindakan Pengaman
Perdagangan) terdapat dalam Pasal 1 angka 3
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2011
Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan
Imbalan, dan Tindakan Pengamanan
Perdagangan yaitu “Tindakan yang diambil
pemerintah untuk memulihkan kerugian serius
atau mencegah ancaman kerugian serius yang
diderita oleh industri dalam negeri sebagai
akibat dari lonjakan jumlah barang impor baik
secara absolut maupun relatif terhadap barang
sejenis atau barang yang secara langsung
bersaing”.
Salah satu instrumen perlindungan
industri dalam negeri yang merupakan bea
masuk khusus adalah Safeguard. Negara
anggota WTO dapat membatasi impor suatu
produk untuk sementara waktu (mengambil
tindakan pengamanan) jika industri domestik
merasa dirugikan atau terancam dirugikan
oleh suatu produk impor. Kerugian yang
dimaksud di sini merupakan kerugian yang
serius. Tindakan pengamanan dalam GATT
dimuat pada artikel 19. Dalam praktiknya
selama ini tindakan ini jarang digunakan
karena pemerintah cenderung memilih “grey
area measures” untuk melindungi industri
domestiknya, misalnya dengan menggunakan
negosiasi bilateral di luar GATT. Mereka
meminta negara pengekspor untuk
mengurangi volume ekspornya secara sukarela
atau melalui persetujuan yang saling
menguntungkan. Persetujuan semacam ini
(pada masa GATT) mencakup bidang yang
sangat luas, mulai dari mobil, baja, sampai
semi konduktor.
Berbeda dengan masa lalu, persetujuan
WTO yang dikenal dengan sebutan Agreement
on Safeguard melarang penerapan “grey area
measures” dan memberi batas waktu
maksimal (sunset clause) untuk
memberlakukan tindakan-tindakan
pengamanan (safeguard actions). Persetujuan
ini memuat ketentuan bahwa negara anggota
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
tidak boleh memberlakukan kebijakan
“Voluntary Export Restraint (VER)” atau
“Orderly Marketing Arrangement (OMA)”,
atau tindakan pengaturan ekspor-impor
lainnya yang sejenis dengan VER atau OMA.
Perjanjian bilateral yang bertentangan dengan
persetujuan multilateral mengenai Safeguard
harus dihapuskan pada akhir tahun 1998.
Perjanjian yang dibuat oleh negara anggota
dapat diperpanjang 1 tahun lagi jika dianggap
perlu, seperti pelarangan impor mobil dari
Jepang oleh Uni Eropa yang berlaku sampai
akhir 1990. Semua tindakan pengamanan
(pasal 19 GATT 1947) yang diberlakukan
sebelum WTO berdiri harus berakhir 8 tahun
setelah persetujuan berlaku (harus berakhir
pada akhir 1999).
Dalam kerangka WTO, mekanisme
Safeguards diatur dalam Article XIX
(Emergency Action on Imports of Particular
Products) dan dijabarkan lebih lanjut dalam
The Agreement on Safeguards (SG
Agreement). Sebagaimana Anti Dumping dan
Anti Subsidi, penerapan mekanisme
Safeguards juga harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut. Pertama,
Kenaikan impor yang luar biasa (kenaikan
absolut) ataupun terjadi kenaikan pangsa
impor akibat mengecilnya pasar (kenaikan
relatif). Kedua, Lonjakan impor tersebut
merupakan akibat dari perkembangan yang
tidak terduga dan merupakan dampak dari
pemenuhan kewajiban berdasarkan perjanjian
WTO. Ketiga, Kerugian serius atau ancaman
kerugian serius terhadap industri dalam negeri
yang menghasilkan barang yang serupa atau
barang yang langsung tersaingi. Keempat,
Hubungan kausalitas yang menunjukkan
bahwa kerugian atau ancaman kerugian
tersebut benar-benar disebabkan adanya
lonjakan impor.
Tindakan Safeguards hanya dapat
dilakukan setelah dilakukan investigasi oleh
otoritas yang kompeten berdasarkan prosedur
yang telah ada sebelumnya. Meskipun dalam
beberapa hal ada persamaan dengan
mekanisme Anti Dumping dan Anti Subsidi,
namun mekanisme Safeguards berbeda dalam
beberapa hal antara lain:
1. Mekanisme ini tidak mengharuskan
adanya praktek bisnis curang (unfair
trade) dari kompetitor asing sebagaimana
dalam Anti Dumping dan Anti Subsidi.
2. Jika terjadi keadaan kritis, tindakan
Safeguards dapat diambil secara cepat
tanpa harus menunggu proses
penyelidikan selesai dulu.
3. Tindakan Safeguards dapat dilakukan
selain dengan cara pengenaan bea masuk
tambahan juga melalui pembatasan
kuantitas impor, sedangkan tindakan Anti
Dumping dan Anti Subsidi hanya dapat
dilakukan melalui bea masuk tambahan.
4. Tindakan Safeguards mengharuskan
adanya kompensasi terhadap kompetitor
asing yang terkena dampak tindakan
tersebut. Jika tidak, maka kompetitor
asing diberikan otoritas untuk melakukan
penangguhan konsesi atau kewajiban
lain, misalnya retaliasi yang sepadan.
Tindakan pengamanan tidak dapat
diberlakukan lebih dari 4 tahun, namun dapat
diperpanjang menjadi 8 tahun jika otoritas
yang berwenang menganggap perlu, dan ada
kejelasan bahwa industri domestik sedang
melakukan penyesuaian. Tindakan yang sudah
diberlakukan lebih dari satu tahun harus
secara progresif diliberalisasikan.
Jika suatu negara menerapkan tindakan
pengamanan untuk melindungi kepentingan
industri domestik, pada prinsipnya negara
tersebut juga harus memberikan keuntungan
lain kepada negara pengekspor sebagai
imbalan atas kerugian yang dialami mereka.
Negara pengekspor juga diperbolehkan
meminta kompensasi atas pengenaan tindakan
pengamanan setelah melakukan konsultasi.
Jika tidak dicapai kesepakatan dalam proses
konsultasi, maka negara pengekspor juga
berhak melakukan retaliasi, misalnya dengan
menaikkan tarif suatu produk impor dari
negara yang mengenakan tindakan
pengamanan. Pada beberapa kasus, suatu
negara pengekspor baru dapat melakukan
retaliasi setelah 3 tahun pemberlakuan
tindakan pengamanan jika tindakan tersebut
memang sesuai dengan Persetujuan Tindakan
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Pengamanan dan terjadi kenaikan absolut atas
impor produk tersebut.
Terdapat beberapa pengecualian untuk
negara berkembang yaitu pengenaan tindakan
pengamanan atas produk impor dari negara
berkembang hanya dapat diberlakukan jika
volume impor produk tersebut lebih dari 3%
dari total volume impor dari negara
berkembang tersebut, atau jika impor yang
diperhitungkan secara kolektif (gabungan)
dari beberapa negara berkembang tersebut
melebihi 9% dari total impor.
Komite Tindakan Pengamanan WTO
berfungsi untuk memantau pelaksanaan
persetujuan dan mengawasi pelaksanaan
komitmen pemberlakuan tindakan
pengamanan. Negara anggota juga
mempunyai kewajiban untuk melaporkan
kemajuan investigasi dan setiap keputusan
kebijakan pengamanan yang diambil, dan
Komite akan melakukan peninjauan atas
laporan-laporan tersebut.
Tindakan Pengamanan dapat dilakukan
dengan mengenakan bea masuk tindakan
pengamanan dan/ atau pengenaan kuota
impor. Pengaturan lebih lanjut mengenai
kuota ditetapkan oleh Menteri Perdagangan
sedangkan Safeguard ditetapkan dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
Safeguard diawali dengan penyelidikan
yang dilakukan oleh Komite Pengemanan
Perdagangan Indonesia (KPPI). KPPI
merupakan Lembaga Pemerintah yang
independen dan berada di bawah koordinasi
Kementerian Perdagangan. KPPI melakukan
penyelidikan dapat berdasarkan permohonan
atau inisiatif KPPI sendiri. Penyelidikan
tersebut harus disertai oleh data yang
mendukung untuk memenuhi persyaratan
pengenaan Safeguard. Proses dimulai atau
dihentikannya penyelidikan harus melalui
pengumuman pada publik.
Pasal 75 PP tersebut menyatakan bahwa
KPPI melakukan evaluasi terhadap faktor
yang bersifat obyektif dan terukur yang terkait
dengan kondisi Industri dalam negeri. Hasil
penyelidikan dimuat dalam laporan akhir.
Selama masa penyelidikan, KPPI dapat
merekomendasikan kepada Menteri
Perdagangan untuk mengenakan Tindakan
Pengamanan sementara.
Hasil penyelidikan KPPI diserahkan
kepada Menteri Perdagangan untuk dibahas
dan disampaikan kepada Kementerian/
Lembaga yang terkait. Apabila tidak ada
tanggapan dari Kementerian/ Lembaga terkait
selama 14 (empat belas) hari kerja dianggap
menyetujui rekomendasi KPPI. Sesuai dengan
Pasal 84 ayat 4 maka Menteri Perdagangan
memutuskan: a) besarnya pengenaan bea
masuk tindakan pengamanan dan/ atau jumlah
kuota; dan b) jangka waktu pengenaan bea
masuk tindakan pengamanan dan/atau kuota.
Keputusan tersebut disampaikan kepada
Menteri Keuangan paling lambat 30 (tiga
puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
rekomendasi dari KPPI. Menteri Keuangan
menetapkan besaran tarif dan jangka waktu
pengenaan bea masuk tindakan pengamanan
sesuai dengan keputusan Menteri Perdagangan
di atas. Menteri Keuangan menetapkan
besaran tarif dan jangka waktu pengenaan bea
masuk tindakan pengamanan paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal
diterimanya surat Menteri Perdagangan oleh
Menteri Keuangan.
METODOLOGI PENELITIAN
Obyek Penelitian
Penulisan artikel ini akan membahas
mengenai efektifitas pengenaan bea masuk
tindakan pengamanan (Safeguard) terhadap
impor produk tali kawat baja (steel wire
ropes) dengan kode HS 7312.10.10.00
sebagaimana yang termuat dalam PMK
Nomor 55/PMK.011/2011. Berikut ini besaran
bea masuk tindakan pengamanan terhadap
impor produk tali kawat baja (steel wire ropes)
yang berlaku sejak tanggal diundangkannya
PMK Nomor 55/PMK.011/2011 tanggal 23
Maret 2011.
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Tabel 3.1. Besaran BMTP atas Produk Tali
Kawat Baja
No. Periode Bea Masuk Tindakan
Pengamanan
1 Tahun I Rp 18.620/kg
2 Tahun II Rp 17.326/kg
3 Tahun III Rp 16.858/kg
Sumber: PMK No. 55/PMK.011/2011
Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam analisis
adalah data sekunder sebagai berikut:
1. Besaran bea masuk tindakan pengamanan
(Safeguard) selama 3 tahun, yaitu sejak
diterbitkannya PMK Nomor
55/PMK.011/2011 tanggal 23 Maret 2011
sampai dengan berakhirnya tanggal 23
Maret 2014.
2. Besaran tarif bea masuk yang berlaku
secara umum (MFN).
3. Data ekspor-impor Indonesia baik secara
total maupun khusus produk tali kawat
baja dalam bentuk time series per bulan
dari bulan Januari 2006 sampai dengan
bulan Juni 2013.
4. Produk Domestik Bruto (PDB) untuk
sektor besi dan baja.
5. Tingkat inflasi dan kurs Rupiah yang
bersumber dari Bank Indonesia.
Hipotesis
Berdasarkan uraian pada latar belakang,
teori dan kerangka pemikiran di atas, penulis
mengambil suatu hipotesis sebagai berikut:
“Pengenaan bea masuk tindakan pengamanan
terhadap impor produk tali kawat baja
berpengaruh signifikan dan efektif dalam
melindungi Industri tali kawat baja dalam
negeri”.
Safeguard merupakan instrumen dalam
perdagangan internasional untuk menghambat
masuknya arus barang ke dalam suatu negara
akibat adanya lonjakan impor. Sehingga
dengan adanya hambatan atas impor produk
tali kawat baja maka industri tali kawat baja
dalam negeri secara otomatis akan terlindungi
dari persaingan dengan produk tali kawat baja
impor. Hal ini akan memberikan ruang bagi
industri tali kawat baja dalam negeri yang
mengalami kerugian serius untuk
meningkatkan daya saingnya serta dapat
melakukan penyesuaian yang diperlukan.
Apabila nanti masa berlaku dari pengenaan
Safeguard terhadap impor produk tali kawat
baja berakhir sesuai PMK Nomor
55/PMK.011/2011, maka industri tali kawat
baja dalam negeri diharapkan sudah siap
bersaing kembali dengan produk tali kawat
baja impor.
Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis
Analisis akan diawali dengan
pengumpulan data statistik serta informasi.
Selanjutnya langkah – langkah analisis akan
dilakukan sebagai berikut: Estimasi Model
Regresi Linier Berganda untuk melakukan
prediksi hubungan dari nilai variabel
dependen (terikat) terhadap satu atau beberapa
variabel independen (bebas).
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Analisis Model Regresi Linier Berganda
Estimasi Model Regresi Linier Berganda
Model regresi yang dihasilkan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Nilai R2
= 0.770651 artinya bahwa sebesar
77%, impor tali kawat baja dapat dijelaskan
oleh variabel MFN, Inflasi, Kurs, PDB_Baja,
Safeguard, dan Penyelidikan sedangkan
sisanya sebesar 23% dijelaskan oleh variable
lain di luar model misalnya berupa permintaan
tali kawat baja dalam negeri, kapasitas
produksi tali kawat baja dalam negeri, Standar
Nasional Indonesia (SNI) untuk produk tali
kawat baja, dan lainnya.
Di antara variabel-variabel independen
yang mempengaruhi nilai impor produk tali
kawat baja di atas, yang berpengaruh
signifikan pada tingkat signifikansi 1%
adalah: PDB pada sektor baja, Pengenaan
Safeguard, dan Penyelidikan dalam rangka
pengenaan Safeguard.
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Tabel 4.1. Hasil Uji Terhadap Pelanggaran Asumsi OLS
Dependent Variable: IMPOR
Method: Least Squares
Date: 02/18/14 Time: 03:50
Sample: 2006M01 2013M06
Included observations: 90
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
MFN -264.1621 102.1953 -2.584875 0.0115
INFLASI -250.5088 294.3848 -0.850957 0.3972
KURS 0.128523 0.236061 0.544449 0.5876
PDB_BAJA 3.327851 0.720262 4.620332 0.0000
SAFEGUARD -0.351532 0.033355 -10.53911 0.0000
PENYELIDIKAN -4616.879 447.3667 -10.32012 0.0000
C 164.0821 3215.376 0.051030 0.9594
R-squared 0.770651 Mean dependent var 2234.689
Adjusted R-squared 0.754071 S.D. dependent var 2472.377
S.E. of regression 1226.081 Akaike info criterion 17.13562
Sum squared resid 1.25E+08 Schwarz criterion 17.33005
Log likelihood -764.1029 Hannan-Quinn criter. 17.21403
F-statistic 46.48228 Durbin-Watson stat 1.528904
Prob(F-statistic) 0.000000
Model di atas dapat ditulis menjadi:
Impor = 164.08 - 264.16*MFN - 250.51*Inflasi + 0.13*KURS +
3.33*PDB_Baja - 0.35*Safeguard –
4616.88*Penyelidikan + u
Dari hasil uji F-statistik didapat bahwa
nilai prob (F-statistic) sebesar 0.000000 atau
lebih kecil dari tingkat signifikansi pada α =
1%. Hal ini mengindikasikan bahwa secara
keseluruhan, semua variabel independen
secara bersama-sama dapat mempengaruhi
variabel dependennya.
Dari hasil uji parsial dapat dilihat nilai
prob (di sebelah t-statistic) untuk variabel
PDB_Baja, Safeguard, Penyelidikan
Safeguard yaitu sebesar 0.0000 atau kurang
dari tingkat signifikansi pada α = 1%. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa PDB_Baja,
Safeguard, Penyelidikan Safeguard
berpengaruh signifikan terhadap nilai impor
produk tali kawat baja di Indonesia. Namun
MFN, Inflasi dan Kurs tidak mempengaruhi
nilai impor produk tali kawat baja secara
signifikan karena nilai probabilita nya lebih
besar dari 1% yaitu sebesar 0.0115, 0.3972
dan 0.5876.
Berdasarkan hasil estimasi yang sudah
memenuhi asumsi OLS dapat ditulis
persamaan model regresi sebagai berikut:
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Impor = 164.08 - 264.16*MFN -
250.51*Inflasi + 0.13*KURS +
3.33*PDB_Baja - 0.35*Safeguard –
4616.88*Penyelidikan + u
Dimana:
Nilai koefisien MFN = -264,16, nilai
koefisiennya tidak diinterpretasikan
dikarenakan berdasarkan uji t-statistik
MFN tidak berpengaruh secara signifikan.
Nilai koefisien inflasi = -250,51, nilai
koefisiennya tidak diinterpretasikan
dikarenakan berdasarkan uji t-statistik
inflasi tidak berpengaruh secara signifikan.
Nilai koefisien kurs = 0,13, nilai
koefisiennya tidak diinterpretasikan
dikarenakan berdasarkan uji t-statistik kurs
tidak berpengaruh secara signifikan.
Nilai koefisien PDB_Baja = 3,33, artinya
jika PDB_Baja mengalami peningkatan
sebesar 1 miliar rupiah maka akan
mengakibatkan peningkatan nilai impor
produk tali kawat baja sebesar 3.330 US$.
Nilai koefisien Safeguard = -0,35, artinya
jika besaran Safeguard mengalami
peningkatan sebesar 1 rupiah per kilogram
maka akan mengakibatkan penurunan nilai
impor produk tali kawat baja sebesar 350
US$.
Nilai koefisien penyelidikan Safeguard = -
4.616,88, artinya jika penyelidikan
Safeguard dilaksanakan oleh Pemerintah
maka akan mengakibatkan penurunan nilai
impor produk tali kawat baja sebesar
4.616.880 US$.
Nilai koefisien penyelidikan Safeguard = -
4.616,88, artinya jika penyelidikan
Safeguard dilaksanakan oleh Pemerintah
maka akan mengakibatkan penurunan nilai
impor produk tali kawat baja sebesar
4.616.880 US$.
PENUTUP
Kesimpulan
Berikut ini beberapa kesimpulan yang
dapat diambil berdasarkan hasil pembahasan:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penyelidikan Safeguard dan safeguard
measures berpengaruh signifikan terhadap
importasi produk tali kawat baja. Hal ini
menunjukkan bahwa upaya Pemerintah
dalam melindungi Industri tali kawat baja
dalam negeri terbukti efektif untuk
mengurangi lonjakan impor produk
tersebut. Pengaruh Safeguard berbanding
terbalik dengan pergerakan nilai impor
produk tali kawat baja, yaitu semakin
tinggi pengenaan Safeguard maka
semakin menurun jumlah impor produk
tali kawat baja.
2. Hasil regresi linier berganda
menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel
yang berpengaruh signifikan terhadap
importasi tali kawat baja, yaitu:
Penyelidikan Safeguard,Pengenaan
Safeguard, dan PDB pada sektor besi dan
baja.
3. Nilai R-Squared sebesar 0.770651 artinya
bahwa sebesar 77%, impor tali kawat baja
dapat dijelaskan oleh variable MFN,
Inflasi, Kurs, PDB_Baja, Safeguard, dan
Penyelidikan sedangkan sisanya sebesar
23% dijelaskan oleh variable lain di luar
model regresi linier berganda misalnya
berupa permintaan tali kawat baja dalam
negeri, kapasitas produksi tali kawat baja
dalam negeri, Standar Nasional Indonesia
(SNI) untuk produk tali kawat baja, dan
lainnya.
Saran
Berikut ini beberapa saran yang dapat
diberikan berdasarkan hasil pembahasan:
1. Untuk lebih optimal dalam melindungi
Industri Tali Kawat Baja serta untuk
lebih meningkatkan daya saing Industri
Tali Kawat Baja, maka sebaiknya KPPI
tidak hanya mengusulkan pengenaan bea
masuk tindakan pengamanan saja tetapi
juga bisa mengusulkan penerapan kuota
dan instrumen lainnya pada Kementerian
Perdagangan.
2. Mengingat defisit perdagangan Indonesia
yang semakin memburuk dewasa ini,
sebaiknya pihak Pemerintah dalam hal ini
KPPI berinisiatif memulai penyelidikan
untuk pengenaan Safeguard dalam
rangka perlindungan industri dalam
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
negeri. Sehingga pengenaan Safeguard
tidak selalu harus menunggu usulan dari
industri yang sedang injury.
3. Analisa dalam penelitian ini terbatas pada
penggunaan data sekunder saja yang
berupa data ekspor-impor untuk
menganalisis efektifitas pengenaan
Safeguard atas impor produk tali kawat
baja. Penulis mengharapkan ada peneliti/
akademisi yang dapat menganalisis
pengenaan Safeguard dengan
menggunakan tambahan data lainnya,
seperti berikut: Kapasitas sektor riil dan
potensial dari negara atau negara-negara
produsen asal barang, Tingkat
persediaan, Pangsa pasar dalam negeri
yang diambil akibat lonjakan jumlah
barang impor yang terselidik, Perubahan
tingkat penjualan, Produksi barang,
Produktivitas, Pemanfaatan kapasitas,
Keuntungan dan kerugian, Kesempatan
kerja dan Investasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ajija, Shochrul R. dan Rahmat H. Setianto.
2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews.
Jakarta : Salemba Empat
Anggraeni, Tati. 2012. Implementasi
Kebijakan Pengenaan Bea Masuk
Tindakan Pengamanan (Safeguard)
Terhadap Impor Produk Paku. Skripsi.
Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Jakarta: Tidak Diterbitkan
Badan Kebijakan Fiskal, 2012, Daya Saing
Produk Indonesia, Korea dan ASEAN
dalam kerangka ASEAN – Korea Free
Trade Area (AKFTA). Jakarta: Badan
Kebijakan Fiskal
Badan Kebijakan Fiskal. 2011. Kajian
Efektivitas Pengenaan Bea Masuk
Tindakan Pengamanan Terhadap
Impor Produk Paku. Jakarta: Badan
Kebijakan Fiskal
Hamdy, H. 2000. Ekonomi Internasional :
Teori dan Kebijakan Perdagangan
Internasional. Jakarta : Ghalia
Indonesia
Kementerian Luar Negeri RI. 2010. Sekilas
WTO (World Trade Organization) .
Jakarta: Kementerian Luar Negeri RI
Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002
tentang Tindakan Pengamanan Industri
Dalam Negeri Akibat Lonjakan Impor
KPPI. 2011. Pelatihan Bea Masuk Tindakan
Pengamanan (Safeguard). Jakarta :
KPPI
LPEM FE UI. 2010. Pelatihan Ekonometrika,
Jakarta : LPEM FE UI
Nandang Sutrisno. 2007. Memperkuat Sistem
Hukum Remedi Perdagangan,
Melindungi Industri Dalam Negeri.
Yogyakarta : Tidak Diterbitkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
55/PMK.011/2011 tentang Pengenaan
Bea Masuk Tindakan Pengamanan
Terhadap Impor Produk Tali Kawat
Baja (Steel Wire Ropes) dengan Pos
tariff Ex 7312.10.10.00
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011
tentang Tindakan Antidumping,
Tindakan Imbalan, dan Tindakan
Pengamanan Perdagangan
Rakhmawan, Hendra.2009. Analisis Daya
Saing Komoditi Udang Indonesia di
Pasar Internasional. Bogor:
Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas
Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor.
Subiyantoro, Heru dan Singgih Riphat, 2004,
Kebijakan Fiskal : Pemikiran, Konsep,
dan Implementasi. Jakarta : Kompas
Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995
Sebagaimana telah Diubah dengan
Undang Undang Nomor 17 Tahun
2006 Tentang Kepabeanan
Undang Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing
The World Trade Organization
(Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia)
Yustiawan, Dewa Gede Pradnya. 2011.
Perlindungan Industri Dalam Negeri
dari Praktik Dumping. Tesis Program
Pascasarjana Universitas Udayana,
Denpasar: Tidak diterbitkan
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
PEMODELAN DAN PENDUGAAN MODEL REGRESI DENGAN
PEUBAH DUMMY (CONTOH KASUS PENGHITUNGAN PERKIRAAN
GAJI DAN MEMPERKIRAKAN NILAI RUMAH)
Peggy Ratna Marlianingrum
STIE Muhammadiyah Jakarta
Seipah Kardipah
STIE Muhammadiyah Jakarta
Abstrak. Regresi berganda dummy mampu memprediksi besarnya nilai variabel
tergantung/dependent atas dasar satu atau lebih variabel bebas/independent, di mana satu atau
lebih variabel bebas yang digunakan bersifat dummy. Variabel dummy digunakan untuk melihat
bagaimana klasifikasi-klasifikasi dalam sampel berpengaruh terhadap parameter pendugaan.
Model regresi dengan menggunakan variabel dummy adalah model regresi dengan variabel yang
digunakan untuk mengkuantitatifkan variabel yang bersifat kualitatif (misal: penghitungan
perkiraan gaji, nilai rumah, jenis kelamin, ras, agama, perubahan kebijakan pemerintah,
perbedaan situasi dan lain-lain). Berdasarkan hasil penghitungan perkiraan gaji dan nilai rumah
dengan menggunakan variabel dummy, diperoleh gambar Residual Plot dan hasil analisis
regresi yang dapat disimpulkan bahwa i N (0, 2), artinya komponen i menyebar Normal,
bebas stokastik, dan identik, dengan nilai tengah sama dengan nol dan ragam konstan untuk i =
1, 2,…n. Menurut Dalil Gauss-Markov jika asumsi tersebut telah terpenuhi maka pendugaan
parameter koefisien regresi menggunakan OLS akan menghasilan penduga tak bias linier terbaik
(BLUE = Best Linear Unbiased Estimator).
Kata Kunci: Model Regresi, Peubah Dummy, Gaji, Nilai Rumah.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Model merupakan abstraksi (penyeder-
hanaan) dari realitas, dalam proses
pemodelan kita harus memvalidasi tidak
hanya model secara keseluruhan, tapi juga
hubungan-hubungan individu (peubah) yang
menyusun model tersebut. Salah satu bagian
dari regresi linear berganda adalah regresi
berganda dengan variabel dummy (variabel
boneka). Variabel dummy adalah variabel
yang digunakan untuk mengkuantitatifkan
variabel yang bersifat kualitatif (misal:
penghitungan perkiraan gaji, nilai rumah,
jenis kelamin, ras, agama, perubahan
kebijakan pemerintah, perbedaan situasi dan
lain-lain). Variabel dummy merupakan
variabel yang bersifat kategorikal yang
diduga mempunyai pengaruh terhadap
variabel yang bersifat kontinue. Bedasarkan
uraian diatas inilah yang kemudian menarik
untuk diketahui tentang bagaimana
pengertian, pemanfaatan serta model
variabel dummy.
Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat
diambil rumusan permasalahan yaitu: (a)
Bagaimana definisi dari regresi berganda
dengan variabel dummy?; (b) Bagaimana
pemanfaatan Regresi berganda dengan
variabel dummy?; dan (c) Bagaimana
peng-hitungan perkiraan gaji dan nilai
rumah dengan menggunakan variabel
dummy beserta penyelesaian dan interpretasi
regresi berganda dengan variabel dummy?
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah (a) untuk
mengetahui definisi dari regresi berganda
dengan variabel dummy, (b) untuk
mengetahui pemanfaatan regresi berganda
dengan variabel dummy, dan (c) untuk
mengetahui penghitungan perkiraan gaji dan
nilai rumah beserta penyelesaian dan
interpretasi regresi berganda dengan
variabel dummy.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Regresi Berganda dengan
Variabel Independen Dummy Variabel dummy adalah variabel yang
digunakan untuk mengkuantitatifkan
variabel yang bersifat kualitatif (misal:
perkiraan gaji, nilai rumah, jenis kelamin,
ras, agama, perubahan kebijakan
pemerintah, perbedaan situasi dan lain-lain).
Variabel dummy merupakan variabel yang
bersifat kategorikal yang diduga
mempunyai pengaruh terhadap variabel
yang bersifat kontinu. Variabel dummy
sering juga disebut variabel boneka, binary,
kategorik atau dikotom. Variabel dummy
hanya mempunyai 2 (dua) nilai yaitu 1 dan
nilai 0, serta diberi simbol D. Dummy
memiliki nilai 1 (D=1) untuk salah satu
kategori dan nol (D=0) untuk kategori yang
lain.
Pemanfaatan Regresi Berganda dengan
Variabel Dummy Manfaat menggunakan regresi berganda
dummy adalah memprediksi besarnya nilai
variabel tergantung/dependent atas dasar
satu atau lebih variabel bebas/independent,
di mana satu atau lebih variabel bebas yang
digunakan bersifat dummy. Variabel dummy
adalah variabel yang digunakan untuk
membuat kategori data yang bersifat
kualitatif (data kualitatif tidak memiliki
satuan ukur), agar data kualitatif dapat
digunakan dalam analisa regresi maka harus
lebih dahulu di transformasikan ke dalam
bentuk kuantitatif. Contoh data kualitatif
misal jenis kelamin adalah laki-laki dan
perempuan, harus ditransformasikan ke
dalam bentuk Laki-laki = 1 ; Perempuan =
0. atau tingkat pendidikan misal SMA dan
Sarjana, maka diubah menjadi SMA = 0 ;
Sarjana = 1, skala yang terdiri dari dua
yakni 0 dan 1 disebut kode Binary,
sedangkan persamaan model yang terdiri
dari Variabel Dependent kuantitatif dan
variabel Independent skala campuran,
kualitatif dan kuantitatif, maka persamaan
tersebut disebut persamaan Regresi
Berganda Dummy. Dalam kegiatan
penelitian, kadang variabel yang akan
diukur bersifat kualitatif, sehingga muncul
kendala dalam pengukuran, dengan adanya
variabel Regresi dengan variabel bebas
Dummy tersebut, maka besaran atau nilai
variabel yang bersifat kualitatif tersebut
dapat di ukur dan diubah menjadi
kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan model untuk
memperkirakan gaji (Y) berdasarkan
pengalaman dan pendidikan dalam
penelitian ini dilakukan dengan cara
membuat dummy masing-masing variabel
seperti di bawah ini:
Tabel 3.1. Model pengembangan untuk memperkirakan gaji (Y) berdasarkan pengalaman dan
pendidikan dengan data sebagai berikut:
Gaji(ribuRp) Pengalaman(Th) Pendidikan D D_SL D_PT
Th x
D_SL
Th x
D_PT
3390 2 SD 1 0 0 0 0
3182 2 SD 1 0 0 0 0
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Gaji(ribuRp) Pengalaman(Th) Pendidikan D D_SL D_PT
Th x
D_SL
Th x
D_PT
4916 5 SD 1 0 0 0 0
4164 3 SD 1 0 0 0 0
5047 6 SD 1 0 0 0 0
4285 4 SD 1 0 0 0 0
6565 8 SD 1 0 0 0 0
7524 10 SD 1 0 0 0 0
4865 5 SD 1 0 0 0 0
3620 3 SD 1 0 0 0 0
9620 7 SL 2 1 0 7 0
10942 8 SL 2 1 0 8 0
7777 5 SL 2 1 0 5 0
8735 6 SL 2 1 0 6 0
9428 7 SL 2 1 0 7 0
4588 2 SL 2 1 0 2 0
6537 4 SL 2 1 0 4 0
11684 9 SL 2 1 0 9 0
10573 8 SL 2 1 0 8 0
7874 5 SL 2 1 0 5 0
7147 2 PT 3 0 1 0 2
14610 7 PT 3 0 1 0 7
17776 9 PT 3 0 1 0 9
18756 10 PT 3 0 1 0 10
20098 11 PT 3 0 1 0 11
13124 6 PT 3 0 1 0 6
11075 5 PT 3 0 1 0 5
15851 8 PT 3 0 1 0 8
6896 2 PT 3 0 1 0 2
9884 4 PT 3 0 1 0 4
30282624222018161412108642
400
300
200
100
0
-100
-200
-300
-400
Observation Order
Re
sid
ua
l
Versus Order(response is Gaji(ribuRp))
4002000-200-400
6
5
4
3
2
1
0
Residual
Fre
qu
en
cy
Histogram(response is Gaji(ribuRp))
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
2000015000100005000
400
300
200
100
0
-100
-200
-300
-400
Fitted Value
Re
sid
ua
l
Versus Fits(response is Gaji(ribuRp))
5002500-250-500
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Residual
Pe
rce
nt
Normal Probability Plot(response is Gaji(ribuRp))
Welcome to Minitab, press F1 for help.
Retrieving project from file: 'D:\AAKULIAH S3 DOKTOR ESK\EKOMET LANJUT\TUGAS
II - DUMMY VARIABEL\MINITABGAJI.MPJ'
* NOTE * Command canceled.
Results for: Worksheet 2
Regression Analysis: Gaji(ribuRp) versus Pengalaman(Th); D_PT; ...
The regression equation is
Gaji(ribuRp) = 2360 + 504 Pengalaman(Th) + 1671 D_PT + 543 Th x D_SL + 978 Th x D_PT
Predictor Coef SE Coef T P
Constant 2360,1 120,6 19,57 0,000
Pengalaman(Th) 504,46 23,40 21,56 0,000
D_PT 1671,0 198,7 8,41 0,000
Th x D_SL 543,05 16,36 33,19 0,000
Th x D_PT 978,45 32,35 30,25 0,000
S = 212,342 R-Sq = 99,8% R-Sq(adj) = 99,8%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 4 642376800 160594200 3561,70 0,000
Residual Error 25 1127230 45089
Total 29 643504031
Source DF Seq SS
Pengalaman(Th) 1 368829752
D_PT 1 206864363
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Th x D_SL 1 25423594
Th x D_PT 1 41259091
Unusual Observations
Obs Pengalaman(Th) Gaji(ribuRp) Fit SE Fit Residual St Resid
23 9,0 17775,6 17377,3 88,8 398,3 2,06R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Dari gambar Residual Plot dan hasil analisis regresi di atas dapat disimpulkan bahwa i N
(0, 2), artinya komponen i menyebar Normal, bebas stokastik, dan identik, dengan nilai
tengah sama dengan nol dan ragam konstan untuk i = 1, 2,…n. Menurut Dalil Gauss-Markov
jika asumsi tersebut telah terpenuhi maka pendugaan parameter koefisien regresi menggunakan
OLS akan menghasilan penduga tak bias linier terbaik (BLUE = Best Linear Unbiased
Estimator).
a. Uji Model secara keseluruhan Interpretasi uji ANOVA
Hipotesis:
H0 : α=β= 0
H1 : Minimal ada satu, dimana α≠0 atau β≠0
Nilai p (0.000) < alpha 5% maka tolak H0 artinya model regresi significant.
b. Uji signifikansi masing-masing peubah bebas (menguji pengaruh X terhadap Y)
Interpretasi Uji-T
H0 : β = 0
H1 : β ≠ 0
Dari hasil Uji-T diatas diperoleh nilai p (0.000) < alpha 5 % maka tolak H0 artinya baik
pengalaman maupun jenjang pendidikan berpengaruh significant terhadap Y
(penghasilan/gaji).
c. Interpretasi koefisien determinasi:
R-Sq = 99.8% artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor pengalaman dan
jenjang pendidikan dalam model sebesar 99.8 % sedangkan sisanya sebesar 0.2 % dijelaskan
oleh faktor lain diluar model.
d. Interpretasi Persamaan Regresi:
Gaji(ribuRp) = 2360 + 504 Pengalaman(Th) + 1671 D_PT + 543 Th x D_SL
+ 978 Th x D_PT
Koefisien pengalaman (th) = 504 Ketika pengalaman meningkat 1 th maka mampu meningkatkan gaji sebesar 504 (Rp
00000).
Koefisien Perguruan Tinggi (PT) = 1671 Rata-rata perbedaan gaji antara tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (PT) dengan
pendidikan Sekolah Lanjutan (SL) yang ukurannya sama. Dengan tingkat pendidikan
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Perguruan Tinggi dengan pengalaman yang lebih tinggi (dummy =1) akan menambah
gaji sebesar 1671 (Rp 00000).
Koefisien Sekolah Lanjutan (SL) = 543
Rata-rata perbedaan gaji antara tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (PT) dengan
pendidikan Sekolah Lanjutan (SL) yang ukurannya sama. Dengan tingkat pendidikan
Sekolah Lanjutan dengan pengalaman yang lebih rendah (dummy =2) akan menambah
gaji sebesar 543 (Rp 00000).
Koefisien Constanta = 2360 Ketika pengalaman dan tingkat pendidikan = 0 maka gaji sebesar 2360 (Rp 00000).
Model pengembangan untuk memperkirakan nilai sebuah rumah (Y) berdasarkan ukuran rumah
dan lingkungan rumah dengan data sebagai berikut:
Rumah Nilai(xRp100000) Ukuran(m2) Lokasi
1 3869 21 1
2 3845 21 1
3 3846 21 1
4 4605 45 1
5 4618 45 1
6 4598 45 1
7 5287 70 1
8 5403 70 1
9 5319 70 1
10 5943 90 1
11 5936 90 1
12 5911 90 1
13 6809 120 1
14 6782 120 1
15 6816 120 1
16 3496 21 0
17 3464 21 0
18 3519 21 0
19 4010 45 0
20 3995 45 0
21 3971 45 0
22 4504 70 0
23 4429 70 0
24 4489 70 0
25 4877 90 0
26 4867 90 0
27 4852 90 0
28 5436 120 0
29 5531 120 0
30 5474 120 0
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Hasil analisis menggunakan Minitab 15 adalah sebagai berikut.
210-1-2
99
90
50
10
1
Standardized Residual
Pe
rce
nt
70006000500040003000
2
1
0
-1
-2
Fitted Value
Sta
nd
ard
ize
d R
esid
ua
l
1.51.00.50.0-0.5-1.0-1.5
8
6
4
2
0
Standardized Residual
Fre
qu
en
cy
30282624222018161412108642
2
1
0
-1
-2
Observation Order
Sta
nd
ard
ize
d R
esid
ua
l
Normal Probability Plot Versus Fits
Histogram Versus Order
Residual Plots for Nilai(xRp100000)
Regression Analysis: Nilai(xRp100000) versus Ukuran(m2), Lokasi
The regression equation is
Nilai(xRp100000) = 2742 + 24.8 Ukuran(m2) + 845 Lokasi
Predictor Coef SE Coef T P
Constant 2742.42 80.49 34.07 0.000
Ukuran(m2) 24.8332 0.9514 26.10 0.000
Lokasi 844.83 65.49 12.90 0.000
S = 179.353 R-Sq = 96.9% R-Sq(adj) = 96.7%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 2 27268018 13634009 423.85 0.000
Residual Error 27 868518 32167
Total 29 28136536
Source DF Seq SS
Ukuran(m2) 1 21915045
Lokasi 1 5352974
Durbin-Watson statistic = 0.206209
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
PEMBAHASAN
Dari gambar Residual Plot dan hasil
analisis regresi di atas dapat disimpulkan
bahwa i N (0, 2), artinya komponen i
menyebar Normal, bebas stokastik, dan
identik, dengan nilai tengah sama dengan nol
dan ragam konstan untuk i = 1, 2,…n.
Menurut Dalil Gauss-Markov jika asumsi
tersebut telah terpenuhi maka pendugaan
parameter koefisien regresi menggunakan
OLS akan menghasilan penduga tak bias linier
terbaik (BLUE = Best Linear Unbiased
Estimator).
a. Uji Model secara keseluruhan
Interpretasi uji ANOVA
Hipotesis:
H0 : α=β= 0
H1 : Minimal ada satu, dimana α≠0 atau
β≠0
Nilai p (0.000) < alpha 5% maka tolak H0
artinya model regresi significant.
b. Uji signifikansi masing2 peubah bebas
(menguji pengaruh X terhadap Y)
Interpretasi Uji-T
H0 : β = 0
H1 : β ≠ 0
Dari hasil Uji-T diatas diperoleh nilai p
(0.000) < alpha 5 % maka tolak H0 artinya
baik ukuran rumah maupun lingkungan
(lokasi) rumah berpengaruh significant
terhadap Y (nilai rumah).
c. Interpretasi koefisien determinasi:
R-Sq = 96.9% artinya keragaman yang
mampu dijelaskan oleh faktor ukuran
rumah dan lingkungan (lokasi) rumah
dalam model sebesar 96.9 % sedangkan
sisanya sebesar 3.1 % dijelaskan oleh
faktor lain diluar model.
d. Interpretasi Persamaan Regresi:
Nilai (xRp100000) = 2742 + 24.8
Ukuran(m2) + 845 Lokasi
Koefisien ukuran rumah = 24.8
Ketika ukuran rumah meningkat 1 m2
maka mampu meningkatkan nilai
rumah sebesar 24.8 (Rp 00000).
Koefisien lingkungan (lokasi) rumah =
845
Rata-rata perbedaan nilai rumah antara
kelompok rumah di lingkungan “baik”
dengan kelompok lingkungan biasa
yang ukurannya sama. Ketika
lingkungan rumah berada di lingkungan
yang baik (dummy =1) akan menambah
nilai rumah sebesar 845 (Rp 00000).
Koefisien Constanta = 2742 Ketika ukuran rumah dan lingkungan
rumah = 0 maka rata-rata nilai rumah
sebesar 2742 (Rp 00000).
PENUTUP
Model regresi dengan menggunakan
variabel dummy adalah menjelaskan model
regresi dengan variabel yang digunakan untuk
mengkuantitatifkan variabel yang bersifat
kualitatif (misal: penghitungan perkiraan gaji,
nilai rumah, jenis kelamin, ras, agama,
perubahan kebijakan pemerintah, perbedaan
situasi dan lain-lain).
Variabel dummy digunakan sebagai
upaya untuk melihat bagaimana klasifikasi-
klasifikasi dalam sampel berpengaruh
terhadap parameter pendugaan. Tujuan
menggunakan regresi berganda dummy adalah
memprediksi besarnya nilai variabel
tergantung/dependent atas dasar satu atau
lebih variabel bebas/independent, di mana satu
atau lebih variabel bebas yang digunakan
bersifat dummy. Variabel dummy hanya
mempunyai 2 (dua) nilai yaitu 1 dan nilai 0,
serta diberi simbol D. Dummy memiliki nilai
1 (D=1) untuk salah satu kategori dan nol
(D=0) untuk kategori yang lain.
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
DAFTAR PUSTAKA
Handoko Agung. 2013. Model Regresi dengan
Variabel Bebas Dummy. Universitas
Lambung Mangkurat. Banjarmasin
Jaya M dan Sunengsih N. 2009. Kajian
Analisis Regresi dengan Data Panel.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta
Juanda Bambang,. 2009. Ekonometrika
Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press.Bogor
M. Nazir. 1983. Metode Statistika dasar I ,
Gramedia Pustaka Utama :Jakarta
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
MEMBANGUN KEWIRAUSAHAAN KOPERASI MELALUI
MANAJEMEN KOPERASI
Sutar
STIE Muhammadiyah Jakarta
Abstrak. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan kepribadian
bangsa indonesia yang pantas untuk ditumbuh kembangk sebagai badan usaha yang sangat
penting dan bukan sekedar alternatif terakhir. Kemudian kewirakoperasian adalah suatu sikap
mental positif dalam berusaha koperatif, untuk mengambil prakarsa inovatif serta keberanian
mengambil resiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi dalam mewujudkan
terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama. Esensi kewirausahaan
yaitu tanggapan yang positip terhadap peluang memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan
atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan dengan masyarakat. Cara yang etis dan
produktif yang diperlukan untuk mencapai tujuan serta sikap mental untuk merealisasikan
tanggapan yang positip tersebut. Kemudian membentuk jiwa kewirausahaan koperasi di dalam
diri para pengurus dan anggotanya adalah upaya awal untuk menuju keberhasilan gerakan
koperasi ditanah air.
Kata Kunci: Koperasi, manajemen koperasi, kewirausahaan
PENDAHULUAN
Dalam usaha pemulihan krisis ekonomi
Indonesia dewasa ini sesungguhnya koperasi
mendapatkan peluang untuk tampil lebih
eksis. Krisis ekonomi yang diawali dengan
krisis nilai tukar dan kemudian membawa
krisis hutang luar negeri, telah membuka mata
semua pemerhati ekonomi. Seperti yang kita
ketahui, bahwa koperasi bukanlah badan
usaha yang berupa kumpulan modal. Koperasi
adalah badan usaha yang unik karena dimiliki
oleh banyak individu. Koperasi merupakan
kumpulan dari individu-individu yang
memiliki kesamaan visi, misi, dan didasari
oleh jiwa kerja sama untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Dalam operasinya, kebijakan-
kebijakan yang diambil dalam koperasi
dilakukan secara demokratis demi
kepentingan untuk mencapai tujuan dan
keinginan bersama. Pada dasarnya,
pengelolaan koperasi yang profesional adalah
didasari oleh kemampuan pengurus atau
manajemen koperasi untuk menjalankan
keputusan dan kebijakan yang sudah dibuat
secara demokratis dalam Rapat Anggota
Koperasi dan ditunjang oleh pengawasan yang
kontinu atas realisasi dan implementasi
kebijakan-kebijakan tersebut.
Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi,
mempunyai kedudukan (politik) yang cukup
kuat karena memiliki dasar konstitusional,
yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945,
khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam
Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa
bangun usaha yang paling cocok dengan asas
kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu
sering pula dikemukakan oleh Muhammad
Hatta, yang sering disebut sebagai perumus
pasal tersebut. Pada Penjelasan konstitusi
tersebut juga dikatakan, bahwa sistem
ekonomi Indonesia didasarkan pada asas
Demokrasi Ekonomi, di mana produksi
dilakukan oleh semua dan untuk semua yang
wujudnya dapat ditafsirkan sebagai Koperasi.
Citra koperasi di masyarakat saat ini
identik dengan badan usaha marginal, yang
hanya bisa hidup bila mendapat bantuan dari
pemerintah. Hal ini sebenarnya tidak
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
sepenuhnya benar, karena banyak koperasi
yang bisa menjalankan usahanya tanpa
bantuan pemerintah. Tantangan koperasi ke
depan sebagai badan usaha adalah harus
mampu bersaing secara sehat sesuai etika dan
norma bisnis yang berlaku.
Tantangan bagi dunia usaha, terutama
pengembangan Usaha Kecil Menengah,
mencakup aspek yang luas, antara lain:
peningkatan kualitas SDM dalam hal
kemampuan manajemen, organisasi dan
teknologi, kompetensi kewirausahaan, akses
yang lebih luas terhadap permodalan,
informasi pasar yang transparan, faktor input
produksi lainnya, dan iklim usaha yang sehat
yang mendukung inovasi, kewirausahaan dan
praktek bisnis serta persaingan yang sehati
PEMBAHASAN
Pengertian Manajemen Koperasi
Manajemen merupakan kebutuhan mutlak
bagi setiap organisasi. Sebagaimana diketahui,
hakikat manajemen adalah mencapai tujuan
melalui tangan orang lain. Pencapaian tujuan
melalui tangan orang lain itu dilakukan oleh
manajemen dengan melaksanakan fungsi-
fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan,
fungsi perngorganisasian, fungsi pelaksanaan
dan fungsi pengawasan. Dengan demikian
keberhasilan manajemen sebuah organisasi
akan sangat tergantung pada pelaksanaan
masing-masing fungsi tersebut. Hal yang sama
berlaku pula pada koperasi. Hanya dengan
melaksanakn fungsi-fungsi manajemen itulah
sebuah koperasi akan dapat mencapai tujuan
mulianya secara efektif. Lembaga koperasi
sejak awal diperkenalkan baik di negara-
negara Eropa Barat sebagai tempat
kelahirannya maupun di Indonesia sudah
diarahkan untuk mampu mengatasi masalah
sosial ekonomi masyarakat golongan ekonomi
lemah yang kurang beruntung dalam sistem
ekonomi pasar liberal kapitalistik. Oleh
banyak kalangan, Lembaga koperasi diyakini
sangat sesuai dengan budaya dan tata
kehidupan bangsa Indonesia dengan nilai-nilai
saling kerja sama (gotong royong), menolong
diri sendiri, solidaritas, kejujuran,
keterbukaan,mengutamakan kebersamaan dan
keadilan serta beberapa esensi moral positif
lainnya.
Koperasi memang cocok untuk
masyarakat Indonesia, dan sudah ada di dalam
masyarakat kita jauh sebelum Indonesia
merdeka. Pada dasarnya bangsa Indonesia
suka bekerja sama dan saling tolong-
menolong. Koperasi yang pertama tumbuh
subur di Indonesia adalah koperasi sosial yang
dalam kegiatannya lebih mengutamakan
kegiatan yang bersifat sosial tanpa
memperhitungkan segi keuntungan dalam arti
ekonomi. Koperasi semacam ini dapat tumbuh
subur dengan landasan rasa solidaritas dari
anggotanya. Dengan bermodalkan rasa
solidaritas yang tinggi dari para anggotanya
saja, belumlah cukup untuk membina koperasi
jenis yang kedua yaitu koperasi ekonomi yang
bergerak di bidang ekonomi. Supaya koperasi
ekonomi bertahan hidup dan seterusnya
berkembang, diperlukan individualitas
(kepercayaan pada diri sendiri) dari para
anggotanya. Sebab hanya anggota yang
percaya akan kemampuannya sendiri yang
dapat bertindak/bekerja untuk memajukan
koperasi dan setia kepada koperasi yang
diikutinya. Selain itu, walaupun koperasi
adalah organisasi yang tidak mengutamakan
keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi cara
kerjanya tidak boleh meninggalkan prinsip-
prinsip ekonomi, supaya dapat berkembang
dengan layak. Apabila kegiatan usaha
koperasi semakin luas maka masalah yang
dihadapi semakin kompleks, sehingga
penanganannya tidak boleh dikerjakan secara
amatiran tetapi harus secara profesional.
Dalam keadaan seperti itu, apabila anggota
koperasi tidak ada yang mampu dan cocok
untuk menangani usaha koperasi tersebut tidak
ada salahnya, bahkan dianjurkan untuk
mengambil orang atau sekelompok orang di
luar anggota koperasi yang benar-benar
profesional untuk menangani usaha koperasi.
Hanya saja perlu diingat bahwa tanggung
jawab atas pekerjaan tersebut tetap berada di
tangan pengurus. Sehingga pengurus harus
benar-benar melaksanakan pengawasan secara
ketat agar tidak terjadi penyimpangan-
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
penyimpangan. Pengurus harus bertindak
dengan baik dan jujur agar dapat mengawasi
kerja karyawannya, sebab hanya orang yang
berbuat baik dan jujur saja yang dapat
memperbaiki tindakan orang lain yang kurang
baik.
Pola Manajemen Koperasi Indonesia Koperasi seperti halnya organisasi yang
lain membutuhkan pola manajemen yang baik
agar tujuan koperasi tercapai dengan efisien.
Hal yang membedakan manajemen koperasi
dengan manajemen umum adalah terletak
pada unsur-unsur manajemen koperasi yaitu
rapat anggota, pengurus, dan pengawas.
Adapun tugas masing-masing dapat diperinci
sebagai berikut : Rapat anggota bertugas
untuk menetapkan anggaran dasar, membuat
kebijaksanaan umum, mengangkat/member-
hentikan pengurus dan pengawas. Pengurus
koperasi bertugas memimpin koperasi dan
usaha koperasi sedangkan Pengawas tugasnya
mengawasi jalannya koperasi. Untuk koperasi
yang unit usahanya banyak dan luas, pengurus
dimungkinkan mengangkat manajer dan
karyawan. Manajer atau karyawan tidak harus
anggota koperasi dan seyogyanya memang
diambil dari luar koperasi supaya
pengawasannya lebih mudah. Mereka bekerja
karena ditugasi oleh pengurus, maka mereka
juga bertanggung jawab kepada pengurus. Di
bawah ini akan dibahas mengenai beberapa
pola manajemen koperasi yang nantinya akan
membantu koperasi tersebut dalam mencapai
tujuannya:
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses dasar
manajemen. Dalam perencanaan manajer
memutuskan apa yang harus dilakukan, kapan
harus dilakukan, bagaimana melakukan dan
siapa yang harus melakukan. setiap organisasi
memerlukan perencanaan. Baik organisasi
yang bersifat kecil maupun besar sama saja
membutuhkan perencanaan. Hanya dalam
pelaksanaannya diperlukan penyesuaian-
penyesuaian mengingat bentuk, tujuan dan
luas organisasi yang bersangkutan.
Perencanaan yang baik adalah perencanaan
yang fleksibel, sebab perencanaan akan
berbeda dalam situasi dan kondisi yang
berubah-ubah di waktu yang akan datang.
Apabila perlu dalam pelaksanaannya diadakan
perencanaan kembali sehingga semakin cepat
cita-cita/tujuan organisasi untuk dicapai.
Perencanaan dalam Koperasi:
Organisasi koperasi sama dengan organisasi
yang lain, perlu dikelola dengan baik agar
dapat mencapai tujuan akhir seefektif
mungkin. Fungsi perencanaan merupakan
fungsi manajemen yang sangat penting karena
merupakan dasar bagi fungsi manajemen yang
lain. Agar tujuan akhir koperasi dapat dicapai
maka koperasi harus membuat rencana yang
baik, dengan melalui beberapa langkah dasar
pembuatan rencana yaitu menentukan tujuan
organisasi mengajukan beberapa alternatif
cara mencapai tujuan tersebut dan kemudian
alternatif-alternatif tersebut harus dikaji satu
per satu baik buruknya sebelum diputuskan
alternatif mana yang dipilih Tipe rencana yang
dapat diambil dalam koperasi dapat
bermacam-macam tergantung pada jangka
waktu dan jenjang atau tingkatan manajemen.
2. Pengorganisasian dan Struktur Organisasi
Pengorganisasian merupakan suatu
proses untuk merancang struktur formal,
mengelompokkan dan mengatur serta
membagi tugas-tugas atau pekerjaan di antara
para anggota organisasi, agar tujuan organisasi
dapat dicapai secara efisien. Pelaksanaan
proses pengorganisasian akan mencerminkan
struktur organisasi yang mencakup beberapa
aspek penting seperti: (a) Pembagian kerja; (b)
Departementasi; (c) Bagan organisasi; (d)
Rantai perintah dan kesatuan perintah; (e)
Tingkat hierarki manajemen; dan (f) Saluran
komunikasi dan sebagainya.
Struktur Organisasi dalam Koperasi:
Sebagai pengelola koperasi, pengurus meng-
hadapi berbagai macam masalah yang harus
diselesaikan. Masalah yang paling sulit adalah
masalah yang timbul dari dalam dirinya
sendiri, yaitu berupa keterbatasan. Keter-
batasan dalam hal pengetahuan paling sering
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
terjadi, sebab seorang pengurus harus diangkat
oleh, dan dari anggota, sehingga belum tentu
dia merupakan orang yang profesional di
bidang perusahaan. Dengan kemampuannya
yang terbatas, serta tingkat pendidikan yang
terbatas pula, pengurus perlu mengangkat
karyawan yang bertugas membantunya dalam
mengelola koperasi agar pekerjaan koperasi
dapat diselesaikan dengan baik. Dengan
masuknya berbagai pihak yang ikut membantu
pengurus mengelola usaha koperasi, semakin
kompleks pula struktur organisasi koperasi
tersebut. Pemilihan bentuk struktur organisasi
koperasi harus disesuaikan dengan macam
usaha, volume usaha, maupun luas pasar dari
produk yang dihasilkan. Pada prinsipnya
semua bentuk organisasi baik, walaupun
masing-masing mempunyai kelemahan.
3. Pengarahan
Pengarahan merupakan fungsi
manajemen yang sangat penting. Sebab
masing-masing orang yang bekerja di dalam
suatu organisasi mempunyai kepentingan yang
berbeda-beda. Supaya kepentingan yang
berbeda-beda tersebut tidak saling bertabrakan
satu sama lain, maka pimpinan perusahaan
harus dapat mengarahkannya untuk mencapai
tujuan perusahaan. Seorang karyawan dapat
mempunyai prestasi kerja yang baik, apabila
mempunyai motivasi. Maka dari itu, tugas
pimpinan perusahaan adalah memotivasi
karyawannya agar mereka menggunakan
seluruh potensi yang ada dalam dirinya untuk
mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Supaya
manajer atau pimpinan perusahan dapat
memberikan pengarahan yang baik, pertama-
tama ia harus mempunyai kemampuan untuk
memimpin perusahaan dan harus pandai
mengadakan komunikasi secara vertikal.
Manajemen Kepegawaian :
Seorang manajer kepegawaian adalah
pembantu pengurus yang diserahi tugas
mengurus administrasi kepegawaian, yang
mencakup:
a. Mendapatkan pegawai yang mau bekerja
dalam koperas
b. Meningkatkan kemampuan kerja pegawai
c. Menciptakan suasana dan hubungan kerja
yang baik sehingga para karyawan
tersebut tidak bosan bekerja bahkan dapat
meningkatkan prestasinya
d. Melaksanakan kebijaksanaan yang dibuat
pengurus, mengawasi pelaksanaannya dan
menyampaikan informasi maupun laporan
kepada pengurus secara teratur
e. Memberikan saran-saran/usul-usul
perbaikan.
4. Pengawasan
Pengawasan adalah suatu usaha
sistematik untuk membuat semua kegiatan
perusahaan sesuai dengan rencana. Proses
pengawasan dapat dilakukan dengan melalui
beberapa tahap, yaitu menetapkan standar,
membandingkan kegiatan yang dilaksanakan
dengan standar yang sudah ditetapkan,
mengukur penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi, kemudian mengambil tindakan koreksi
apabila diperlukan. Setiap perusahaan
mengadakan pengawasan dengan tujuan agar
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana
yang sudah ditetapkan. Ada beberapa alasan
yang dapat diberikan mengapa hampir setiap
perusahaan menghendaki adanya proses
pengawasan yang baik. Alasan-alasan tersebut
antara lain:
a. Manajer dapat lebih cepat mengantisipasi
perubahan lingkungan
b. Perusahaan yang besar akan lebih mudah
dikendalikan
c. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh
anggota organisasi dapat dikurangi.
Berdasarkan waktu melakukan
pengawasan,dikenal ada tiga tipe pengawasan
yaitu, feedforward control, concurrent
control, dan feedback control.
Teknik dan Metode Pengawasan :
Secara garis besar pengawasan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu metode pengawasan
kualitatif dan metode pengawasan kuantitatif.
Pengawasan kualitatif dilakukan oleh manajer
untuk menjaga performance organisasi secara
keseluruhan, sikap serta performance
karyawan. Metode pengawasan kuantitatif
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
dilakukan dengan menggunakan data,
biasanya digunakan untuk mengawasi
kuantitas maupun kualitas produk. Ada
beberapa cara yang biasa digunakan untuk
mengadakan pengawasan kuantitatif, antara
lain: dengan menggunakan anggaran,
mengadakan auditing, analisis break even,
analisis rasio dan sebagainya.
Kita dapat melihatnya dalam program
keterkaitan yang dicanangkan sebagai
Gerakan Nasional muncul 4 (empat) macam
pola hubungan kemitraan, yaitu:
a. Pola Dagang.
Keterkaitan merupakan hubungan dagang
biasa antara produsen/koperasi dan
pemasar/pengusaha.
b. Pola Vendor.
Kerjasama dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan operasional perusahan yang
menjadi bapak angkat.
b. Pola Subkontrak.
Kerjasama dilakukan dalam hubungan
produk yang dihasilkan oleh koperasi
menjadi bagian dalam sistem produksi
bapak angkat.
c. Pola Pembinaan.
Pola ini dikembangkan untuk memberi
kesempatan kepada koperasi yang
memiliki potensi produksi tetapi lemah
dalam pemasaran.
Ke-empat pola tersebut memperlihatkan
bahwa koperasi ditempatkan sebagai sub
sistem dari perusahaan swasta/BUMN.
Padahal koperasi mempunyai kemampuan
untuk ditempatkan sebagai related system.
Dengan demikian fokus perhatian umumnya
terarah kepada koperasi primer, sedangkan
pengembangan koperasi sekunder dan tersier
tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dengan
hanya menjadi subsistem maka koperasi
berada pada posisi bargaining yang lemah.
Memasuki millennium ketiga ini sudah
seharusnya dilakukan upaya-upaya yang lebih
teratur dan konsisten untuk membuat koperasi
mampu berusaha di bidang ekpor-impor.
Koperasi harus didorong untuk tumbuh dalam
satu jaringan kerja (network) dan tidak hanya
menjadi sub sistem perusahaan swasta.
Pemerintah dapat mengalokasikan dana untuk
pengembangan koperasi dengan membangun
unit-unit quality control guna menetapkan
standar ekspor serta meningkatkan kualitas
produk dari koperasi-koperasi produksi.
Disamping itu juga membangun unit-unit
promosi (Rumah Produk Indonesia) yang
memperlihatkan bebagai sample produk dari
koperasi yang mempunyai standar ekspor.
Telah disinggung terdahulu bahwa
perhatian pembinaan yang hanya terfokus
kepada koperasi primer akan memperlambat
perkembangan koperasi di Indonesia. Untuk
itu sudah seharusnya focus perhatian
pembinaan disebarkan meliputi juga koperasi
sekunder dan tersier dalam suatu sistem
pembinaan terpadu.
Kewirausahaan Koperasi
Secara definitif seorang wirausaha
termasuk wirausaha koperasi adalah orang
yang mempunyai kemampuan melihat dan
menilai kesempatan-kesempatan bisnis,
mengumpulkan sumber-sumber daya yang
dibutuhkan guna mengambil keuntungan
darinya dan mengambil tindakan yang tepat
guna memastikan sukses. Para wirausaha
koperasi adalah orang yang mempunyai sikap
mental positif yang berorientasi pada tindakan
dan mempunyai motivasi tinggi dalam
mengambil risiko pada saat mengejar
tujuannya. Tetapi mereka juga orang-orang
yang cermat dan penuh perhitungan dalam
mengambil keputusan tentang sesuatu yang
hendak dikerjakan, Setiap mengambil
keputusan tidak didasarkan pada metode coba-
coba, melainkan dipelajari setiap peluang
bisnis dengan mengumpulkan informasi-
informasi yang berharga bagi keputusan yang
hendak dibuat. Selanjutnya menurut Meredith
para wirausaha (termasuk wirausaha koperasi)
mempunyai ciri dan watak yang berlainan
dengan individu kebanyakan. Ciri-ciri dan
watak tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Mempunyai kepercayaan yang kuat pada
diri sendiri
b. Berorientasi pada tugas dan basil yang
didorong oleh kehutuhan untuk
berprestasi, berorientasi pada keuntungan,
mempunyai ketekunan dan ketabahan,
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
mempunyni tekad kerja keras, dan
mempunyai energi inisiatif.
c. Mempunyai kemampuan dalam
mengambil risiko dan mengambil
keputusan keputusan secara cepat dan
cermat.
d. Mempunyai jiwa kepemimpinan, suka
bergaul dan suka menanggapi saran-saran
dan kritik.
e. Berjiwa inovatif, kreatif dan tekun
f. Berorientasi ke masa depan.
Kewirausahaan koperasi adalah suatu
sikap mental positif dalam berusaha secara
koperatif dengan mengambil prakarsa inovatif
serta keberanian mengambil risiko dan
berpegang teguh pada prinsip identitas
koperasi dalam mewujudkan terpenuhinya
kebutuhan nyata serta peningkatan
kesejahteraan bersama. Definisi tersebut
terkandung beberapa unsur yang patut
diperhatikan seperti penjelasan di bawah ini.
Kewirausahaan koperasi merupakan sikap
mental positif dalam berusaha secara
koperatif. Ini berarti wirausaha koperasi
(orang yang melaksanakan kewirausahaan
koperasi) harus mempunyai keinginan untuk
memajukan organisasi koperasi, baik itu usaha
koperasi maupun usaha anggotanya. Usaha itu
harus dilakukan secara koperatif dalam arti
setiap kegiatan usaha koperasi harus
mementingkan kebutuhan anggotanya. Tugas
utama wirausaha koperasi adalah mengambil
prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari,
menemukan dan memanfaatkan peluang yang
ada demi kepentingan bersama. Bertindak
inovatif tidak hanya dilakukan pada saat
memulai usaha tetapi juga pada saat usaha itu
berjalan, bahkan pada saat usaha koperasi
berada dalam kemunduran. Pada saat memulai
usaha agar koperasi dapat tumbuh dengan
cepat dan menghasilkan. Kemudian pada saat
usaha koperasi berjalan, agar koperasi paling
tidak dapat mempertahankan eksistensi usaha
koperasi yang sudah berjalan dengan lancar.
Perihal yang lehih penting adalah tindakan
inovatif pada saat usaha koperasi berada
dalam kemunduran (stagnasi).
Pada saat itu wirausaha koperasi
diperlukan agar koperasi berada pada siklus
hidup yang baru. Wirausaha koperasi harus
mempunyai keberanian mengambil risiko.
Karena dunia penuh dengan ketidakpastian,
sehingga hal-hal yang diharapkan kadang-
kadang tidak sesuai dengan kenyataan yang
terjadi di lapangan. Oleh karena itu dalam
menghadapi situasi semacam itu diperlukan
seorang wirausaha yang mempunyai
kemampuan mengambil risiko. Tentu saja
pengambilan risiko ini dilakukan dengan
perhitungan-perhitungan yang cermat.
Pada koperasi risiko-risiko yang ditimbulkan
oleh ketidakpastian sedikit terkurangi oleh
orientasi usahanya yang lebih banyak di pasar
internal. Pasar internal memungkinkan setiap
usaha menjadi beban koperasi dan anggotanya
karena koperasi adalah milik anggota. Oleh
karena itu secara nalar tidak mungkin anggota
merugikan koperasinya. Kalaupun terjadi
kerugian dalam kegiatan operasional, maka
risiko tersebut akan ditanggung bersama-
sama, sehingga risiko per anggota menjadi
relatif kecil.
Tetapi bila orientasi usaha koperasi lebih
banyak ke pasar eksternal seperti KUD, maka
risiko yang ditimbulkan oleh ketidakpastian
akan mempunyai bobot yang sama dengan
risiko yang dihadapi oleh pesaingnya. Dalam
kondisi ini tugas wirausaha koperasi lebih
berat dibanding dengan wirausaha koperasi
yang lehih banyak orilentasinya di pasar
internal. Kegiatan wirausaha koperasi harus
berpegang teguh pada prinsip identitas
koperasi, yaitu anggota sebagai pemilik dan,
sekaligus sebagai pelanggan. Kepentingan
anggota harus diutamakan agar anggota mau
berpartisipasi aktif terhadap koperasi. Karena
itu wirausaha koperasi bertugas meningkatkan
pelayanan dengan jalan menyediakan berbagai
kebutuhan anggotanya. Tujuan utama setiap
wirausaha koperasi adalah memenuhi
kebutuhan nyata anggota koperasi dan
meningkatkan kesejahteraan bersama. Tugas
seorang wirausaha koperasi sebenamya cukup
berat karena banyak pihak yang
berkepentingan di lingkungan koperasi, seperti
anggota, perusahaan koperasi, karyawan,
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
masyarakat di sekitarnya, dan lain-lain.
Seorang wirausaha koperasi terkadang
dihadapkan pada masalah konflik kepentingan
di antara masing-masing pihak. Bila ia lebih
mementingkan usaha koperasi, otomatis ia
harus berorientasi di pasar eksternal dan hal
ini berarti mengurangi nilai pelayanan
terhadap anggota. Sebaliknya bila orientasinya
di pasar internal dengan mengutamakan
kepentingan anggota, maka yang menjadi
korban adalah pertumbuhan koperasi.
Kewirausahaan dalam koperasi dapat
dilakukan oleh anggota, manajer, birokrat
yang berperan dalam pembangunan koperasi
dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap
pengembangan koperasi. Keempat jenis
wirausaha koperasi ini tentunya mempunyai
kebebasan bertindak dan insentif yang
berbeda-beda yang selanjutnya menentukan
tingkat efektivitas yang berbeda-beda pula.
PENUTUP
Kesimpulan Dari uraian di atas maka kami dapat
menarik kesimpulan, yaitu:
1. Koperasi adalah suatu badan usaha yang
bertujuan untuk mensejahterakan
anggotanya. Dengan menerapkan pola-
pola manajemen yang baik tentunya akan
membuat koperasi tersebut dapat
mencapai tujuannya. Adapun pola-pola
manajemen koperasi antara lain: (a)
Perencanaan, (b) Pengorganisasian dan
struktur organisasi, (c) Pengarahan, dan
(d) Pengawasan.
2. Kegiatan wirausaha koperasi harus
berpegang teguh pada prinsip identitas
koperasi, yaitu anggota sebagai pemilik
dan, sekaligus sebagai pelanggan.
3. Tujuan utama setiap wirausaha koperasi
adalah memenuhi kebutuhan nyata
anggota koperasi dan meningkatkan
kesejahteraan bersama.
4. Kewirausahaan dalam koperasi dapat
dilakukan oleh anggota, manajer,
birokrat yang berperan dalam
pembangunan koperasi dan katalis, yaitu
orang yang peduli terhadap pengem-
bangan koperasi. Keempat jenis wirausaha
koperasi ini tentunya mempunyai
kebebasan bertindak dan insentif yang
berbeda-beda yang selanjutnya
menentukan tingkat efektivitas yang
berbeda-beda pula.
Saran
Mendorong pemerintah menetapkan
kebijakan yang bukan hanya menempatkan
koperasi sebagai sub sistem perusahaan
swasta/BUMN tetapi menciptakan suatu
integrated system yang akan memperkuat
koperasi. Memang kita menyadari bahwa
pertumbuhan koperasi baik dalam arti
ekonomi maupun sosial merupakan suatu
proses yang bertahap sehingga diperlukan
waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, Panji dan Widiyanti, Ninik. 1992.
Dinamika Koperasi. Rineka Cipta,
Jakarta.
Arief, Sritua. 1997. Koperasi Sebagai
Organisasi Ekonomi Rakyat, dalam
Pembangunanisme dan Ekonomi
Indonesia. Pemberdayaan Rakyat
dalam Arus Globalisasi. CSPM dan
Zaman. Jakarta.
Flippo, E.B., 1984. Personnel Management.
5th edition. Sydney: McGraw-Hill
International Book Company.
Widiyanti, Ninik, 1994. Manajemen Koperasi.
Rineka Cipta. Jakarta.
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
PENGARUH TINGKAT INFLASI DAN KURS VALUTA ASING USD ($)
TERHADAP PENJUALAN PADA PT. EMERALD VALASINDO
Najmul Laili
STIE Muhammadiyah Jakarta
Pandaya
STIE Muhammadiyah Jakarta
Abstrak. Seberapa jauh pengaruh penjualan mata uang asing ($) terhadap rupiah yang
ditukarkan. Kurs valas yang digunakan adalah kurs jual-beli uang kertas asing yang di peroleh
dari Bank Indonesia untuk tahun 2012, meliputi Dollar AS (USD). Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui pengaruh antara penjualan terhadap tingkat inflasi dan kurs valuta
asing ($) di PT. Emerald Valasindo. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah
menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan menggunakan variabel independen
inflasi dan kurs $ terhadap variabel dependen penjualan. Dalam melakukan analisis regresi linier
dilakukan Uji Asumsi Klasik yaitu Uji Normalitas, Multikolinearitas, Heteroskedastisitas, dan
Autokorelasi. Dan uji hipotesis yang terdiri dari uji R², uji F, dan uji t. Hasil penelitian dengan
menggunakan uji R² diartikan bahwa 60,5% penjualan bisa dijelaskan oleh dua variabel inflasi
dan kurs, sedangkan sisanya sebesar 39,5% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.
Berdasarkan uji F bahwa F hitung sebesar 6,887 > F tabel sebesar 4,256 jadi hipotesis nol
ditolak, sedangkan hasil signifikansi sebesar 0,015 < 0,05 dapat diartikan bahwa perubahan
tingkat inflasi dan nilai kurs secara bersama-sama berpengaruh terhadap penjualan. Berdasarkan
uji t (secara persial) dapat diketahui bahwa inflasi signifikan > 0,05 dan t hitung < t tabel maka
inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penjualan. Sedangkan kurs nya berpengaruh
secara signifikan terhadap penjualan karena t hitung < t tabel dan signifikan < 0,05.
Kata Kunci: Inflasi, Kurs, Penjualan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pasar modal merupakan kegiatan yang
berhubungan dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang
berkaitan dengan efek yang diterbitkannya.
Pasar Modal bertindak sebagai penghubung
antara para investor dengan perusahaan
melalui perdagangan instrumen jangka
panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya.
Menurut Surat Keputusan Menteri Negara
Perumahan Rakyat No.
05/KPTS/BK4PN/1995 tanggal 23 Juni 1995
“Properti (real property) adalah tanah hak
dan atau bangunan permanent yang menjadi
objek pemilik dan pembangunan”(pasal 1
angka 4).
Perusahaan properti umumnya
menjalankan usaha di bidang pembangunan,
menjalankan usaha dalam bidang perdagangan
terutama perdagangan yang berhubungan
dengan usaha real estate dan properti, dan
menjalankan usaha dalam bidang jasa.
Perusahaan properti dalam operasinya lebih
banyak menggunakan modal sendiri dari
pemilik atau pemegang saham serta dari
pinjaman bank. Oleh karena itu, pengelola
perusahaan properti dalam melakukan
usahanya dituntut untuk dapat menjaga
pencapaian profitabilitas yang wajar, serta
pemenuhan modal yang memadai.
Sebagai suatu perusahaan atau entitas
ekonomi, perusahaan memberi laporan
keuangan untuk menunjukkan informasi dan
posisi keuangan yang disajikan untuk pihak-
pihak yang berkepentingan. Sumber utama
indikator yang dijadikan dasar penilaian
perusahaan adalah laporan keuangan yang
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
bersangkutan. Informasi akuntansi seperti
yang tercantum dalam pelaporan keuangan
dapat digunakan oleh investor sekarang dan
potensial dalam memprediksi penerimaan kas
dari deviden dan peluang investasi di masa
yang akan datang.
Teknik analisis faktor fundamental selalu
dijadikan acuan investor dalam membuat
keputusan investasi di pasar modal. Rasio
keuangan dikelompokkan dalam lima jenis,
yaitu:
1. rasio likuiditas, yaitu rasio yang
menyatakan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajibannya dalam
jangka pendek;
2. rasio aktivitas, menyatakan kemampuan
perusahaan dalam memanfaatkan harta
yang dimikinya;
3. rasio profitabilitas, menunjukkan
kemampuan dari perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan;
4. rasio solvabilitas (leverage),
menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajiban jangka
panjang, dan
5. rasio pasar, menunjukkan informasi
penting perusahaan dan diungkapkan
dalam basis per saham.
Profitabilitas merupakan indikator yang
paling tepat untuk mengukur kinerja suatu
perusahaan. Ukuran profitabilitas yang
digunakan adalah Return on Asset. Return on
Asset memfokuskan kemampuan perusahaan
untuk memperoleh earning dalam operasi
perusahaan. Sehingga dalam penelitian ini
Return on Assets digunakan sebagai ukuran
kinerja perusahaan.
Alasan dipilihnya Return on Asset
sebagai ukuran kinerja adalah karena Return
on Assets digunakan untuk mengukur
efektifitas perusahaan didalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan aktiva
yang dimilikinya. Semakin besar Return on
Assets menunjukkan kinerja keuangan yang
semakin baik, karena tingkat kembalian
(return) semakin besar. Apabila Return on
Assets meningkat, berarti profitabilitas
perusahaan meningkat, sehingga dampak
akhirnya adalah peningkatan profitabilitas
yang dinikmati oleh pemegang saham.
Penelitian ini mengambil objek
perusahaan properti yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dengan menggunakan laporan
keuangan tahun 2009-2012. Hal ini
dikarenakan perusahaan properti tersebut
termasuk emiten yang telah terdaftar di bursa
efek yang laporan keuangannya
dipublikasikan secara berkala, agar
masyarakat atau investor mengetahui hasil
kinerja perusahaan dalam satu tahun, laba
yang diperoleh, kondisi aktiva perusahaan,
jumlah hutang, modal, perubahan modal dan
informasi lainnya yang diperlukan untuk
pengambilan keputusan pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap laporan keuangan.
Berikut saham-saham yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia, dikelompokan ke dalam 9
sektor menurut klasifikasi industri yang telah
ditetapkan, yaitu:
Tabel 5.1 Sektor-sektor saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia No Sektor Sub Sektor
1 Pertanian
Palawija/tanaman pangan
Perkebunan
Peternakan
Perikanan
Lainnya
2 Pertambangan
Pertambangan batu bara
Pertambangan minyak dan gas
Pertambangan logam dan mineral lainnya
Pertambangan batu-batuan
3 Industri dasar dan kimia
Semen
Keramik, porselen, dan kaca
Logam dan sejenisnya
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Kimia
Plastik dan kemasan
Pakan ternak
Kayu dan pengolahannya
Pulp dan kertas
4 Aneka industri
Otomotif dan komponennya
Tekstil dan garmen
Alas kaki
Kabel
Elektronika
Lainnya
5 Industri barang konsumsi
Makanan dan minuman
Rokok
Farmasi
Kosmetik dan keperluan rumah tangga
Peralatan rumah tangga
6 Property dan real estate Properti dan real estate
Kontruksi bangunan
7
Infrastruktur, utilitas, dan
transfortasi
Jalan tol, pelabuhan, bandara, dan sejenisnya
Telekomunikasi
Transfortasi
Konstruksi non bangunan
8 Keuangan
Bank
Lembaga pembiayaan
Perusahaan efek
Asuransi
9 Perdagangan, jasa, dan investasi
Perdagangan besar barang produksi
Perdagangan eceran
Restoran, hotel, dan pariwisata
Advertising, printing, dan media
Jasa komputer dan perangkatnya
Perusahaan investasi
Lainnya
Sumber : Panduan Berinvestasi Sahama, Thomas Athanasius 2012
TINJAUAN PUSTAKA
Laporan Keuangan
Suatu laporan keuangan (financial
statement) akan menjadi lebih bermanfaat
untuk pengambilan keputusan, apabila dengan
informasi tersebut dapat diprediksi apa yang
akan terjadi di masa yang akan datang.
Dengan mengolah lebih lanjut laporan melalui
proses perbandingan, evaluasi dan analisis
tren, akan mampu diprediksi apa yang
mungkin akan terjadi di masa mendatang,
sehingga di sinilah laporan keuangan tersebut
begitu diperlukan.
Semakin baik kualitas laporan keuangan
yang disajikan maka akan semakin
meyakinkan pihak eksternal dalam melihat
kinerja keuangan perusahaan tersebut. Lebih
jauh keyakinan bahwa perusahaan diprediksi
akan mampu tumbuh dan memperoleh
profitabilitas secara berkelanjutan, yang
otomatis tentunya pihak-pihak yang
berhubungan dengan perusahaan akan merasa
puas dalam berbagai urusan dengan
perusahaan. Karena salah satu yang dihindari
oleh pihak eksternal adalah timbulnya piutang
tak tertagih.
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Laporan keuangan merupakan suatu
informasi yang menggambarkan kondisi
keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh
informasi tersebut dapat dijadikan sebagai
ganbaran kinerja keuangan tersebut. Lebih
lanjut Irham Fahmi dalam Munawir (2012:21)
mengatakan “Laporan keuangan merupakan
alat yang sangat penting untuk memperoleh
informasi sehubungan dengan posisi keuangan
dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh
perusahaan yang besangkutan.” Dengan begitu
laporan keuangan diharapkan akan membantu
bagi para pengguna untuk membuat keputusan
ekonomi yang bersifat financial.
Laporan keuangan yang dipublikasikan
dianggap memiliki arti penting dalam menilai
suatu perusahaan. Pernyataan ini ditegaskan
oleh Irham Fahmi dalam Lev Thiagarajan
(2012:21) mengatakan bahwa “Analisis
terhadap laporan keuangan yang merupakan
informasi akuntansi ini dianggap penting
dilakukan untuk memahami informasi yang
terkandung dalam laporan keuangan tersebut.
Dari definisi di atas dapat dipahami
bahwa manajemen menyajikan laporan
keuangan dan pihak luar perusahaan
memanfaatkan informasi tersebut untuk
membantu membuat keputusan. Bahwa
seorang investor yang ingin membeli atau
menjual saham bisa terbantu dengan
memahami dan menganalisis laporan
keuangan hingga selanjutnya bisa menilai
perusahaan mana yang mempunyai prospek
yang menguntungkan di masa depan.
Menurut Rico Lemana dan Rudy Surjanto
(2004:11) sebuah laporan keuanga umumnya
terdiri dari : a. Neraca; b. Laporan laba rugi; c.
Laporan perubahan modal; d. Laporan arus
kas; dan e. Catatan atas laporan keuangan.
Menurut Irham Fahmi dalam Lyn M. Fraser
dan Alieen Ormiston (2012:8-10) “Suatu
laporan tahunan corporate terdiri dari empat
laporan keuangan pokok”, yaitu:
a. Neraca menunjukkan posisi keuangan;
aktiva, utang dan ekuitas pemegang
saham – suatu perusahaan pada tanggal
tertentu, seperti pada akhir triwulan atau
akhir tahun.
b. Laporan rugi-laba menyajikan hasil
usaha; pendapatan, beban, laba atau rugi
bersih dan laba atau rugi per saham –
untuk periode akuntansi tertentu.
c. Laporan ekuitas pemegang saham
merekonsiliasi saldo awal dan akhir
semua akun yang ada dalam seksi ekuitas
pemegang saham pada neraca. Beberapa
perusahaan menyajikan laporan saldo
laba, sering kali dikombinasikan dengan
laporan rugi-laba yang merekonsiliasi
saldo awal dan akhir akun saldo laba.
Perusahaan-perusahaan yang memilih
format penyajian yang terakhir biasanya
akan menyajikan laporan ekuitas
pemegang saham sebagai pengungkapan
dalam catatan kaki.
d. Laporan arus kas memberikan informasi
tentang arus kas masuk dan keluar dari
kegiatan operasi, pendanaan dan investasi
selama suatu periode periode akuntansi.
Setiap laporan keuangan memiliki
hubungan yang saling terkait. Ini sebagaimana
dinyatakan oleh Rico Lesmana dan Rudy
Surjanto (2004:11) “Setiap komponen dalam
laporan keuanganpun merupakan satu
kesatuan yang utuh dan terkait satu dengan
lainnya, sehingga dalam menggunakan perlu
dilihat sebagai suatu keseluruhan bagi
pemakainya, untuk tidak terjadi
kesalahpahaman.”
Menurut Sofyan Syafri Harahap
(2007:124) hasil analisa laporan keuangan
akan membuka tabir:
a. Kesalah proses akuntansi seperti;
kesalahan pencatatan, kesalahan
pembukuan, kesalahan jumlah, kesalahan
perkiraan, kesalahan posting, kesalahan
jumlah.
b. Kesalahan lain yang disengaja. Misalnya
tidak mencatat, pencatatan harga yang
tidak wajar, menghilangkan data dan lain-
lain.
Oleh karena itu, kondisi dan situasi yang
tergambarkan pada laporan keuangan akan
menjadi informasi keuangan, dan selanjutnya
informasi tersebut dijadikan sebagai salah satu
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
rujukan dalam pengambilan keputusan. Dalam
konteks hubungan Laporan keuangan dan
pengambilan keputusan ini, harus didasari
oleh pihak manajer keuangan khususnya
akuntan pembuat laporan keuangan bahwa ada
empat karakteristik utama laporan keuangan
yang harus dipenuhi. Keempat karakteristik
tersebut adalah:
a. Suatu informasi bermanfaat apabila dapat
dipahami pihak-pihak yang berasal dari
berbagai kalangan dengan latar belakang
pendidikan, profesi dan budaya yang
berbeda-beda. Laporan keuangan harus
disajikan dengan bahasa yang sederhana,
singkat, formal dan mudah dipahami.
Namun perlu diketahui, penyajian
informasi yang mudah dipahami ada
kalanya sulit dilakukan. Laporan
keuangan sering diharuskan
menggunakan istilah-istilah ilmu
keuangan ataupun industri yang sulit di
pahami oleh orang-orang awam.
Penyajian informasi tersebut harus tetap
dilakukan karena sangat relevan bagi
sebagian pengguna laporan keuangan.
b. Informasi yang ada pada laporan
keuangan harus relevan dengan
pengambilan keputusan. Sebab jika tidak,
maka laporan keuangan tidak akan
memberikan manfaat bagi para
penggunanya dalam melakukan evaluasi
keuangan entitas bisnis tersebut. Agar
relevan, informasi yang ada dalam
laporan keuangan harus memiliki nilai
prediktif sehingga dapat digunakan dalam
melakukan prediksi keuangan. Suatu
informasi dikatakan televan apabila
disajikan dengan memperhatikan prinsip
materialitas.
c. Informasi yang ada dalam laporan
keuangan akan sangat bermanfaat apabila
disajikan dengan andal. Suatu laporan
keuangan dapat dipercaya apabila
disajikan secara jujur. Disamping itu,
laporan keuangan harus disajikan dengan
prinsip penyajian yang lebih
mengutamakan hakikat ekonomi
ketimbang hakikat formal. Laporan
keuangan juga harus disajikan dengan
prinsip kehati-hatian.
d. Informasi yang ada pada laporan
keuangan harus memiliki sifat daya
banding. Untuk mencapai kualitas
tersebut, laporan keuangan harus
disajikan secara komparatif dengan tahun-
tahun sebelumnya. Laporan keuangan
yang disajikan secara komparatif sangat
bermanfaat karena dapat digunakan untuk
melakukan prediksi keuangan. Agar
memiliki daya banding, laporan keuangan
juga harus menggunakan teknik-teknik
dan basis-basis pengukuran dengan
konsisten.
Seluruh informasi yang diperoleh dan
bersumber dari laporan keuangan pada
kenyataannya selalu saja terdapat kelemahan
dan kelemahan tersebut dianggap sebagai
bentuk keterbatasan informasi yang tersaji dari
laporan keuangan tersebut. Oleh karena itu,
bagi pihak-pihak pengguna laporan keuangan
harus memahami dan menyadari dengan benar
setiap keterbatasan tersebut sebagai sebuah
realita yang tidak bisa dipungkiri, walaupun
dalam kenyataannya setiap akuntan selalu
berusaha memberikan informasi yang
maksimal, termasuk menempatkan catatan
kaki sebagai pendukung informasi. Adapun
bentuk kelemahan atau keterbatasan dari
laporan keuangan ini, menurut Sofyan Syafri
Harahap dalam Prinsip Akuntansi Indonesia
(2008:247) adalah:
a. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu
merupakan laporan atas kejadian yang
telah lewat. Karenanya, laporan keuangan
tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya
informasi dalam proses pengambilan
keputusan ekonomi.
b. Laporan keuangan bersifat umum dan
bukan untuk memenuhi pihak tertentu.
c. Proses penyusunan laporan keuangan
tidak luput dari penggunaan taksiran dan
berbagai pertimbangan.
d. Akuntansi hanya melaporkan informasi
yang material. Demikian pula penerapan
prinsip akuntansi terhadap suatu fakta
atau pos tertentu mungkin tidak
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
dilaksanakan jika hal itu tidak
menimbulkan pengaruh yang material
terhadap kelayakan laporan keuangan.
e. Laporan keuangan bersifat konservatif
dalam menghadapi ketidakpastian; bila
terdapat beberapa kemungkinan
kesimpulan yang tidak pasti mengenai
penilaian suatu pos, lazimnya dipilih
alternatif yang menghasilkan laba bersih
atau nilai aktiva yang paling kecil.
f. Laporan keuangan lebih menekankan
pada makna ekonomis suatu transaksi
daripada bentuk formalitas.
g. Laporan keuangan disusun dengan
menggunakan istilah-istilah teknis dan
pemakai laporan keuangan diasumsikan
memahami bahasa teknis akuntansi dan
sifat dari informasi yang dilaporkan.
h. Adanya berbagai alternatif metode
akuntansi yang dapat digunakan
menimbulkan berbagai variasi dalam
pengukuran sumber-sumber ekonomis
dan tingkat kesuksesan antar perusahaan.
i. Informasi yang bersifat kualitatif dan
fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan
umumnya diabaikan.
Menurut Irham Fahmi (2012:29-30)
adapun pedoman dan beberapa teknik kritis
dalam menganalisa laporan keuangan itu
secara lengkap adalah sebagai berikut:
a. Menilai “reliability laporan” dan periode
laporannya
b. Lakuran analisa perubahan modal kerja
atau arus kas
c. Membuat laporan konsolodasi
d. Mereview interrelated account
e. Menggunakan segmen bisnis perusahaan
yang dianalisa
f. Meneliti lebih dalam beberapa transaksi
yang bersifat “hubungan istimewa”
g. Menghitung dan menafsirkan rasio
keuangan yang lazim. Kemudian rasio ini
dibandingkan dengan situasi : 1) Ekonomi
internasional; 2) Ekonomi nasional; 3)
Rasio rata-rata bisnis; 4) Rasio periode
demi periode; dan 5) Rasio standard
h. Memahami metode dan penyusunan
laporan keuangan
i. Menilai laporan akuntan
j. Menguasai analisa dan konsep laporan
keuangan, filosofi rasio, tujuan dan
kegunaannya
k. Memahami prinsip dan kebijakan
akuntansi
l. Memahami situasi yang dihadapi
perusahaan, termasuk bidang usaha, jenis
idustri, sejarah perusahaan, resiko yang
mungkin dihadapi, gaya manajemen,
pemilikan dan prospek industri yang
bersangkutan
m. Tujuan disusunnya laporan keuangan
n. Bentuk perusahaan
o. Sistem pengawasan dalam perusahaan
yang menghasilkan laporan keuangan
p. Bentuk perusahaan
q. Sistem pengawasan dalama perusahaan
yang menghasilkan laporan keuangan
r. Ketaatan pada peraturan maupun agama
s. Menilai kualitas comparability
Bagi investor beserta pihak lainnya yang
berkeinginan untuk mengetahui kondisi
keuangan suatu perusahaan, maka perlu
melakukan analisis laporan keuangan secara
sistematis dan terukur. Dengan tujuan agar
hasil yang diperoleh dapat dijadikan
pendukung dalam proses pengambilan
keputusan, terutama dalam keputusan jangka
panjang. Penafsiran keputusan jangka panjang
di sini dilihat dari sisi prespektif investor, baik
investor berkategori riel investment dan
financial investment. Menurut Fahri Ilham
dalam William F. Sharpe, Gordon J,
Alexander dan Jeffery V. Bailey (2012:31)
adapun perbedaan riel investment dan
financial investment adalah : 1) Riel
investment (investasi nyata) secara umum
melibatkan aset berwujud; seperti tanah,
mesin atau pabrik; dan 2) Financial
investment (investasi keuangan) melibatkan
kontrak tertulis; seperti saham biasa dan
obligasi.
Atas dasar keputusan menginginkan
termiliknya perusahaan yang bernilai
profitable, maka diperlukan langkah-langkah
analisis yang berlangsung secara sistematis
dan komprehensif dalam mengkaji laporan
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
keuangan suatu perusahaan. Menurut Irham
Fahmi dalam Lyn M. Fraser dan Aileen
Ormiston (2012:31) langkah-langkah analisis
laporan keuangan yaitu : 1 ) Tentukan tujuan
analisis; 2) Pelajari tentang di mana
perusahaan bergerak dan hubungan iklim
industri dengan proyeksi pengembangan
ekonomi; 3) Kembangkanlah pengetahuan
mengenai perusahaan dan kualitas
manajemen; 4) Evaluasi laporan keuangan;
dan 5) Ikhtisarkan temuan-temuan atas dasar
suatu analisis dan ambil kesimpulan
berkenaan dengan sasaran yang ditetapkan.
Ditinjau dari sudut pandang manajemen,
laporan keuangan merupakan media begi
mereka untuk mengkomunikasikan kinerja
keuangan perusahaan yang dikelolanya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
sedangkan ditinjau dari sudut pandang
pemakai, informasi akuntan dapat diharapkan
untuk mengambil keputusan yang rasional
dalam praktik bisnis yang sehat.
Analisis Rasio Keuangan
Rasio menurut Irham Fahmi dalam Joel
G. Siegel dan Jae K. Shim (2012:48)
merupakan hubungan antara satu jumlah
dengan jumlah lainnya. Rasio keuangan
adalah suatu kajian yang melihat
perbandingan antara jumlah-jumlah yang
terdapat pada laporan keuangan yang terdapat
pada laporan keuangan dengan memper-
gunakan formula-formula yang dianggap
representatif untuk diterapkan. Rasio
keuangan sangat penting gunanya untuk
melakukan analisa terhadap kondisi keuangan
perusahaan. Bagi investor jangka pendek dan
menengah pada umumnya lebih banyak
tertarik pada kondisi keuangan jangka pendek
dan kemampuan perusahaan untuk membayar
deviden yang memadai. Informasi tersebut
dapat diketahui dengan cara yang lebih
sederhana yaitu dengan menghitung rasio-
rasio keuangan yang sesuai dengan keinginan.
Analisa rasio keuangan dimulai dengan
laporan keuangan dasar yaitu dari neraca,
perhitungan rugi laba dan laporan arus kas.
Perhitungan rasio keuangan akan menjadi
lebih jelas jika dihubungkan antara lain
dengan menggunakan pola historis perusahaan
tersebut, yang dilihat perhitungan sejumlah
tahun guna menentukan apakah perusahaan
membaik atau memburuk, atau melakukan
perbandingan dengan perusahaan lain dalam
industri yang sama.
Menurut Irham Fahmi dalam Warsidi
(2012:50) analisis rasio keuangan merupakan
instrumen analisis prestasi perusahaan yang
menjelaskan berbagai hubungan dan indikator
keuangan, yang ditujukan untuk menunjukkan
perubahan dalam kondisi keuangan atau
prestasi operasi dimasa lalu dan membantu
menggambarkan trend pola perubahan
tersebut, untuk kemudian menunjukkan risiko
dan peluang yang melekat pada perusahaan
yang bersangkutan.
Menurut Irham Fahmi (2012:51) adapun
manfaat yang bisa diambil dengan
dipergunakannya rasio keuangan yaitu : 1)
Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat
untuk dijadikan sebagai alat menilai kinerja
dan prestasi perusahaan; 2) Analisis rasio
keuangan sangat bermanfaat bagi pihak
manajemen sebagai rujukan untuk membuat
perencanaan; 3) Analisis rasoi keuangan dapat
dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi
kondisi suatu perusahaan dari perspektif
keuangan; 4) Analisis rasio keuangan juga
bermanfaat bagi para kreditor dapat digunakan
untuk memperkirakan potensi risiko yang
akan dihadapi dikaitkan dengan adanya
jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan
pengembalian pokok pinjaman; 5) Analisis
rasio keuangan dapat dijadikan sebagai
penilaian bagi pihak stakeholder organisasi.
Menurut Irham Fahmi dalam Sofyan
Syafri Harahap (2012:51-52) analisis rasio
keuangan mempunyai keunggulan sebagai
berikut: (1) Rasio merupakan angka-angka
atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca
dan ditafsirkan; (2) Merupakan pengganti
yang lebih sederhana dari informasi yang
disajikan laporan keuangan yang sangat rinci
dan rumit; (3) Mengetahui kondisi perusahaan
di tengah industri lain; (4) Sangat bermanfaat
untuk bahan dalam mengisi model-model
pengambilan keputusan dan model prediksi;
(5) Menstandardisasi size perusahaan; (6)
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Lebih mudah memperbandingkan perusahaan
dengan perusahaan lain atau melihat
perkembangan perusahaan secara periodik;
dan (7) Lebih mudah melihat tren perusahaan
serta melakukan prediksi di masa yang akan
dating.
Irham Fahmi (2012:52-53) menunjuk-
kan kelemahan dipergunakannya rasio
keuangan, yaitu: (1) Penggunaan rasio
keuangan akan memberikan pengukuran yang
relatif terhadap kondisi suatu perusahaan; (2)
Analisis rasio keuangan hanya dapat dijadikan
sebagai peringatan awal dan bukan
kesimpulan akhir; (3) Setiap data yang
diperoleh yang dipergunakan dalam
menganalisis adalah bersumber dari laporan
keuangan perusahaan; dan (4) Pengukuran
rasio keuangan banyak yang bersifat tidak
maksimal menjawab kasus-kasus yang
dianalisis. Menurut Dr. J. P Sitanggang
(2012:41-42) analisis rasio keuangan sangat
berguna bagi pemangku kepentingan
(stakeholder) sesuai dengan kepentingan
masing-masing. Pemangku kepentingan dapat
dikelompokkan sebagai berikut.
a. Manajemen, yaitu pihak yang diberi
kepercayaan untuk mengelola sumber daya
untuk mencapai tujuan perusahaan. Seluruh
rasio keuangan yang ada dapat dijadikan
untuk mengetahui sejauh mana kinerja
manajemen dalam mengelola perusahaan.
b. Kreditor dan kreditor potensil, sebagai
pihak yang menyediakan sumber
pembiayaan dalam perusahaan dalam
bentuk utang perusahaan yang harus
dikembalikan kepada mereka sesuai
perjanjian baik tentang jumlah dan
waktunya. Mereka dapat dikelompokkan
sebagai kreditor jangka pendek maupun
jangka panjang. Rasio keuangan dapat
digunakan untuk mengevaluasi/menilai
debitur (perusahaan yang dinilai) tentang
kempampuan mengembalikan/melunasi
kewajiban keuangannya tepat waktu.
Demikian juga para calon pemberi kredit
akan memamfaatkan informasi rasio-rasio
keuangan perusahaan untuk memutuskan
memberi atau menolak kredit yang
diajukan oleh perusahaan.
c. Pemegang saham dan pemegang saham
potensil, sebagai pemilik perusahaan atau
yang potensil tentu mereka sangat
berkepentingan mengetahui kondisi
perusahaan. Sejauh mana perusahaan
memanfaatkan sumber daya dan capaian
yang diperoleh saat ini apakah telah sesuai
dengan harapan mereka. Rasio-rasio
tersebut dapat digunakan untuk membantu
prediksi nilai saham dan risiko yang lazim
disebut risiko dan hasil (risk and return)
yang akan diterima/ditanggung dimasa
yang akan datang oleh pemilik saham.
d. Pemerintah, untuk
mengetahui/memprediksi pajak yang akan
diterima pemerintah dan kepentingan
lainnya.
e. Karyawan, untuk mengetahui kemajuan
dan keberlangsungan masa depan
perusahaan.
Masing-masing pemangku kepentingan
diluar manajemen akan memanfaatkan rasio-
rasio diatas sesuai dengan kepentingannya,
seperti pemasok material dan kreditor atas
pinjaman jangka pendek lainnya serta kreditor
jangka panjang akan berkepentingan atas
kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendek dengan
memperhatikan likuiditas perusahaan. Bagi
kreditor jangka panjang disamping likuiditas
juga memperhatikan struktur modal
perusahaan dan kemampuan perusahaan
operasional untuk memenuhi pelunasan pokok
pinjaman dan beban bunga. Tentu sangat
berbeda juga dengan pemegang saham biasa
sebagai bagian laba untuk pemilik modal dan
rasio-rasio penilaian pasar yang menunjukkan
sejauh mana para investor di pasar menilai
kinerja perusahaan.
Rasio keuangan dapat dikelompokkan
menjadi lima jenis berdasarkan ruang lingkup
atau tujuan yang ingin dicapai, yaitu:
a. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios)
Rasio ini menyatakan kemampuan
perusahaan jangka pendek untuk memenuhi
obligasi (kewajiban) yang jatuh tempo.
Rasio likuiditas ini terdiri dari: current
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
ratio (rasio lancar), quick ratio, dan
networking capital.
b. Rasio Aktivitas (Activity Ratios)
Rasio ini menunjukkan kemampuan serta
efisiensi perusahaan didalam
memanfaatkan harta-harta yang
dimilikinya. Rasio aktivitas ini terdiri dari :
total asset turnover, fixed asset
turnover,accounts receivable turnover,
inventory turnover, averagecollection
period (day’s sales inaccounts receivable)
dan day’ssales in inventory.
c. Rasio Rentabilitas/Profitabilitas
(Profitability Ratios)
Rasio ini menunjukkan keberhasilan
perusahaan didalam menghasilkan
keuntungan. Rasio rentabilitas ini terdiri
dari: grossprofit margin, net profit margin,
operating return on assets, returnon assets,
return on equity, dan operating ratio.
d. Rasio Solvabilitas (Solvency Ratios)
Rasio ini menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban
jangka panjangnya. Rasio ini juga disebut
leverageratios, karena merupakan rasio
pengungkit yaitu menggunakan uang
pinjaman (debt) untuk memperoleh
keuntungan. Rasio leverage ini terdiri dari:
debt ratio, debt to equity ratio, long-
termdebt to equity ratio, long-term debt to
capitalization ratio, timesinterest earned,
cash flow interest coverage, cash flow to
netincome, dan cash return on sales.
f. Rasio Pasar (Market Ratios)
Rasio ini menunjukkan informasi penting
perusahaan yang diungkapkan dalam basis
per saham. Rasio pasar ini terdiri dari:
dividend yield, dividend per share, earning
per share, dividenpayout ratio, price
earning ratio, book value per share, dan
priceto book value.
Dari rasio-rasio tersebut, yang berkaitan
langsung dengan kepentingan analisis kinerja
perusahaan dalam penelitian ini meliputi:
a. Debt to Equity Ratio
Debt To Equity Ratio merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur tingkat
leverage (penggunaan hutang) terhadap
total shareholdersequity yang dimiliki
perusahaan. Rasio ini menunjukkan
komposisi atau struktur modal dari total
pinjaman (hutang) terhadap total modal
yang dimliki perusahaan. Semakin tinggi
Debt to Equity Ratio menunjukkan
komposisi total hutang (jangka pendek dan
jangka panjang) semakin besar dibanding
dengan total modal sendiri, sehingga
berdampak semakin besar beban
perusahaan terhadap pihak luar (kreditur).
b. Return On Assets
Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah
perusahaan mengelola modal sendiri secara
efektif, mengukur tingkat keuntungan dari
investasi yang telah dilakukan dari pemilik
modal sendiri atau pemegang saham.
c. Price Earning Ratio
Rasio ini untuk megukur seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan posisinya dalam industri
dan dalam perkembangan ekonomi secara
umum.
METODOLOGI PENELITIAN
Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan dalam
pengambilan data-data laporan keuanganan
yaitu perusahaan properti yang terdaftar
(listing) di Bursa Efek Indonesia. Penelitian
ini dilakukan pada : Waktu : 12 Juli – 18
September 2013, Tempat : Bursa Efek
Indonesia
Teknik Pengumpulan Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu
data yang bersifat data sekunder untuk
perhitungan rasio keuangan Debt to Equity
Ratio, Return on Assets dan Price Earning
Harga Pasar Saham
ROA =
Laba per lembar Saham
Laba Sebelim Pajak
ROA = x 100 %
Total Modal
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Ratio perusahaan. Data sekunder adalah data
yang sudah diolah oleh perusahaan kemudian
digunakan oleh penulis untuk penulisan
skripsi. Jadi, data sudah penulis peroleh dari
Indonesian Capital Market Library(ICAMEL)
yang dulu bernama IRPM, serta data yang
diperoleh dari situs www.idx.com tahun 2009-
2012.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini sebanyak 34
perusahaan Properti yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2009-2012. Adapun
pengambilan sampel dalam penelitian ini
sebanyak 6 perusahaan, sampel tersebut dapat
mewakili jumlah populasi. Teknik pemilihan
sampel yang diambil adalah purposive
sampling yaitu teknik penentuan sampel
dengan tujuan untuk mendapatkan sasaran
spesifik yang didasarkan pada kriteria –
kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria yang
ditentukan untuk pemilihan sampel dalam
penelitian ini terdiri dari :
a. Perusahaan propertiyang telah terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
b. Perusahaan tersebut telah mempublikasikan
laporan keuangan yang telah diaudit tahun
2009-2012,
c. Adanya kelengkapan data – data yang
dibutuhkan seperti laporan laba rugi,
neraca, dan perubahan ekuitas pada periode
pengamatan.
Hipotesis Penelitian
H1 : Ada pengaruh yang signifikan
antara Price Earning Ratio terhadap
Return on Assets pada perusahaan
properti yang terdatar di Bursa Efek
Indonesia.
H2 : Ada pengaruh yang signifikan
antara Debt to Equity Ratio terhadap
Return on Assets pada perusahaan
properti yang terdatar di Bursa Efek
Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang terkait
dengan judul, permasalahan, dan hipotesis
penelitian maka, dalam penelitian ini ada
beberapa hal yang dapat dijelaskan yaitu
sebagai berikut: Pada dasarnya Return on
Assets di pasar modal dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satunya adalah Price
Earning RAtio dan Debt to Equity Ratio.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba
menguji kebenaran dari teori-teori yang telah
dijelaskan pada bab II, dari hasil pengujian
pada perusahaan properti tidak ada variabel
independen (Price Earning Ratio dan Debt to
Equity Ratio) yang dapat mempengaruhi
variabel dependen (Return on Assets), tetapi
jika dengan uji simultan variabel independen
(Price Earning Ratio dan Debt to Equity
Ratio)berpengaruh signifikan terhadap Return
on Assets pada periode tahun 2009 sampai
2012.
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian dan
pembahasan pada penelitian ini, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis
pertama melalui uji F bahwa variabel
bebas Price Earning Ratio perusahaan
properti yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2012 secara
simultan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap Return on Assets. Hal
tersebut dapat diketahui dari nilai
signifikansi yang jauh dibawah alpha
0.05. Dan hasil dari hipotesa kedua
melalui uji T maka didapat kesimpulan
variabel bebas Price Earning Ratio secara
persial tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan. Hal tersebut dapat diketahui
bahwa untuk variabel Price Earning Ratio
diperoleh bahwa nilai Thitung lebih kecil
dari Ttabel dan nilai probability lebih dari
0,00.
2. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis
pertama melalui uji F bahwa variabel
bebas Debt to Equity Ratio perusahaan
properti yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2012 secara
simultan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap Return on Assets. Hal
tersebut dapat diketahui dari nilai
signifikansi yang jauh dibawah alpha
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
0.05. Dan hasil dari hipotesa kedua
melalui uji T maka didapat kesimpulan
variabel bebas Debt to Equity Ratio
secara persial tidak mempunyai pengaruh
yang signifikan. Hal tersebut dapat
diketahui bahwa untuk variabel Debt to
Equity Ratio diperoleh bahwa nilai
Thitung lebih kecil dari Ttabel dan nilai
probability lebih dari 0,00.
DAFTAR PUSTAKA
Athanasius, Thomas., 2012, Panduan
Berinvestasi Saham, Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Fahmi, Irham, 2012, Pengantar Manajemen
Keuangan, Bandung: Alfabeta
Bandung
Hanifa, A., 2006, Aplikasi Komputer
Statistik, Jakarta
Harahap, Sofyan Syafri, 2007, Teori
Akuntansi, Jakarta:PT. Raja
Grafindo Jakarta
Harahap, Sofyan Syafri, 2008, Teori
Akuntansi, Edisi Revisi Jakarta:PT.
Raja Grafindo Jakarta
Lesmana, Rico, dan Rudy Surjanto, 2004,
Pedoman Menilai Kinerja
Keuangan untuk Perusahaan Tbk,
Jakarta:Alex Media Komputindo
Lusiana, Farida Wahyu, 2005, “Analisis
Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio
Solvabilitas, Rasio Aktivitas dan
Rasio Profitabilitas Terhadap Price
Earning Ratio pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia”, Skripsi,
Semarang.
Rahmasari, Hesti 2011, “Pengaruh
Perputaran Kas, Perputaran
Piutang, Perputaran Persediaan
Perusahaan Dagang yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi,
Surabaya.
Sitanggang, J. P, 2012, Manajemen
Keuangan Perusahaan, Jakarta:
Mitra Wacana Media
Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Bisnis,
Bandung:Alfabeta Bandung
www.idx.co.id
www.sahamok.com/perusahaanproperti/reales
tate
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL PERSEDIAAN BARANG
DAGANG PADA PT FAJAR CITRA MANDIRI
Nina Marlina
STIE Dharma Bumiputera
Rawidjo Mulyo Sumoprawiro
STIE Muhammadiyah Jakarta
Abstract. Inventory is one of the important assets owned by the company. Because inventory is
an asset that must be made good internal control to keep the inventory of the bad things that
might happen. Therefore, internal controls carried out in order to get a clear picture of the
internal control supply of merchandise that is applied. To obtain the necessary data, the authors
use data collection tool in the form of interviews and literature. In this study, the type of data
used are primary data and secondary data. The author obtained the data through interviews
and observations.
Keywords: Function Inventory, Internal Control.
PENDAHULUAN
Perkembangan dunia usaha yang
bertambah pesat seiring dengan
perkembangan teknologi telah membawa
pengaruh besar terhadap perkembangan
ekonomi Indonesia. Hal ini terlihat dengan
adanya persaingan yang ketat dalam dunia
usaha, baik perdagangan maupun
perindustrian, serta adanya peningkatan
tuntutan konsumen akan produk atau barang
yang dikonsumsinya.
Secara umum, perusahaan dagang adalah
organisasi yang diklasifikasikan sebagai
organisasi yang melakukan kegiatan usaha
dengan membeli barang dari pihak lain
kemudian menjualnya kembali kepada
masyarakat. Dalam menjalankan usahanya ini
perusahaan pasti memiliki tujuan untuk
menghasilkan laba yang sebesar-besarnya
agar perusahaan dapat mempertahankan
kelangsungan hidup usahanya serta
perusahaan dapat mengembangkan usahanya
ke tingkat yang lebih tinggi.
Salah satu unsur yang mempengaruhi
perusahaan adalah persediaan. Persediaan
barang dagangan merupakan salah satu
sumber daya penting bagi kelangsungan hidup
perusahaan dagang, Hal ini disebabkan karena
disamping merupakan bagian utama dalam
neraca yang nilainya paling besar dibanding
akun lainnya yang masuk kedalam modal
kerja. Persediaan juga merupakan sumber
utama pendapatan perusahaan dagang berasal
dari hasil penjualan persediaannya ini.
Persediaan pada perusahaan dagang umumnya
terdiri dari beraneka ragam jenis barang
dagang dengan jumlah yang relatif banyak.
Oleh karena itu, persediaan menjadi
sangat penting. Hal ini dikarenakan penjualan
akan menurun apabila tidak tersedianya
barang baik dalam bentuk, mutu, jenis dan
jumlah yang diingikan pelanggan. Selain itu,
prosedur pembelian barang yang tidak efisien
atau upaya penjualan yang kurang memadai
dapat mempengaruhi perusahaan yang
disebabkan karena tersedianya barang dagang
yang berlebihan serta tidak laku terjual.
Persediaan juga sangat rentan terhadap
kerusakan maupun pencurian Sehingga sangat
penting bagi perusahaan untuk melakukan
pengendalian persediaan, seperti untuk
menghindari terjadinya penyimpanan yang
terlalu besar dan melindungi harta perusahaan
seperti dari kerusakan maupun pencurian.
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Kerusakan, pemasukan yang tidak benar,
barang yang di keluarkan tidak sesuai dengan
pesanan dan penyimpangan-penyimpangan
lainnya dapat menyebabkan perbedaan catatan
persediaan dengan persediaan yang ada
sebenarnya di gudang. Untuk itu, diperlukan
pemeriksaan secara periodik atas catatan
persediaan dengan perhitungan yang
sebenarnya.
PT. Fajar Citra Mandiri adalah sebuah
perusahaan dagang yang menjual plastic food
container atau packaging food. Produk yang di
dijual oleh PT. Fajar Citra Mandiri ini
tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran
serta dalam jumlah yang tersedia cukup besar.
Oleh karena itu, khawatirkan terjadi
penyimpanan barang yang terlalu berlebihan
serta tidak laku terjual. Sehingga diperlukan
pengendalian internal agar tidak terjadi
penyimpangan – penyimpangan.
Mengingat pengendalian internal itu
sangat penting bagi perusahaan dalam
mencapai efektivitas dan efisiensinya, maka
penulis tertarik untuk mengangkat hal tersebut
kedalam sebuah karya tulis ilmiah dengan
judul “Analisis Pengendalian Internal
Persediaan Barang Dagang PT. Fajar Citra
Mandiri”.
TINJAUAN PUSTAKA
Persediaan
Pada umumnya persediaan mencakup
barang jadi yang telah diproduksi atau barang
dalam penyelesaian, termasuk barang dalam
proses produksi. Dalam perusahaan dagang,
persediaan meliputi barang yang dibeli dan
disimpan untuk dijual kembali, sedangkan
dalam perusahaan jasa, persediaan termasuk
biaya jasa seperti upah dan biaya personalia
lainnya yang berhubungan langsung dengan
pemberian jasa dan dalam perusahaan
manufaktur, terdapt bahan baku dan penolong,
barang dalam proses, barang jadi atau produk
selesai.
Berdasarkan PSAK No. 14 Tahun 2007
persediaan digunakan untuk menyatakan asset
yang : a) Tersedia untuk dijual dalam kegiatan
usaha normal, b) Dalam proses produksi dan
atau dalam perjalanan, atau c) Dalam bentuk
bahan atau perlengkapan untuk digunakan
dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Sedangkan menurut IFRS dalam IAS 2
persediaan (Inventories) merupakan asset
yang: a) Digunakan untuk di jual di dalam
rangkaian bisnis normal (misal barang jadi);
atau b) Digunakan untuk memproduksi barang
dijual (misal bahan baku dan barang dalam
proses); atau c) Dikonsumsi di dalam proses
produksi atau di dalam penyerahan jasa (misal
suku cadang, barang yang dapat dikonsumsi).
Menurut Sofyan Assauri dalam buku
Marihot Manullang dan Dearlina Sinaga
(2005:50), menerangkan bahwa:
“Persediaan adalah sebagai suatu aktiva lancar
yang meliputi barang – barang milik
perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam
suatu periode usaha normal atau persediaan
barang – barang yang masih dalam pekerjaan
proses produksi ataupun persediaan bahan
baku yang menunggu penggunaannya dalam
suatu proses produksi”.
Menurut Zaki Badridwan (2000:149),
menerangkan bahwa:
“Pengertian persediaan barang secara umum
istilah persediaan barang dipakai untuk
menunjukan barang-barang yang dimiliki
untuk dijual kembali atau digunakan untuk
memproduksi barang-barang yang akan
dijual”.
Menurut M. Munandar dalam buku
Marihot Manullang dan Dearlina Sinaga
(2005:50), menerangkan bahwa:
“Persediaan adalah sebagai persediaan barang
– barang (bahan - bahan) yang menjadi objek
usaha pokok perusahaan”. Menurut John J
Wild, K R. Subramanyam dan Robert F
Halsey (2004:265), menerangkan bahwa:
“Persediaan (Inventory) merupakan barang
yang dijual dalam aktivitas operasi normal
perusahaan”.
Menurut Warren Reeve (2008:398),
“Persediaan digunakan untuk mengidentifikasi
barang dagangan yang disimpan untuk
kemudian dijual dalam operasi bisnis
perusahaan dan bahan yang digunakan dalam
proses produksi atau yang disimpan untuk
tujuan itu”.
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Tipe - Tipe Persediaan
Menurut Lukman Syamsuddin (2000:281),
menerangkan bahwa ada tiga bentuk utama
dari persediaan perusahaan yaitu: Pertama,
Persediaan Bahan Mentah. Bahan mentah
adalah merupakan yang dibeli oleh perusahaan
untuk diproses menjadi barang setengah jadi
dan akhirnya barang jadi atau produk akhir
dari perusahaan. Kedua, Persediaan Barang
dalam Proses. Persediaan Barang dalam
proses terdiri dari keseluruhan barang - barang
yang digunakan dalam proses produksi tetapi
masih membutuhkan proses lebih lanjut untuk
menjadi barang yang siap untuk dijual (barang
jadi). Ketiga, Persediaan Barang Jadi.
Persediaan barang jadi adalah merupakan
persediaan barang – barang yang telah selesai
diproses oleh perusahaan tetapi masih belum
terjual.
Biaya Persediaan
Menurut Hansen dan Mowen (2001:584): ”
adapun biaya yang timbul karena persediaan
adalah: Pertama, Biaya Pembelian, biaya
Pembelian adalah Biaya yang dikeluarkan
untuk membeli barang. Besarnya biaya
pembelian tergantung pada jumlah barang
yang dibeli dan satuan harga barang. Biaya
pembelian menjadi faktor penting ketika harga
barang yang dibeli tergantung pada ukuran
pembelian. Namun dalam kebanyakan teori
persediaan, komponen biaya pembelian tidak
dimasukkan kedalam total biaya sistem
persediaan karena diasumsikan bahwa harga
barang per unit tidak di pengaruhi oleh jumlah
barang yang dibeli. Kedua, Biaya
Penyimpanan, merupakan biaya yang
dikeluarkan Untuk menyimpan persediaan.
Terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi
langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya
penyimpanan perperiode akan semakin besar
apabila kuantitas persediaan semakin banyak.
Ketiga, Biaya Pemesanan, setiap kali suatu
bahan baku dipesan,perusahaan harus
menanggung biaya pemesanan. Biaya
pemesanan adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan
pemesanan barang sejak dari penempatan
pemesanan sampai dengan tersedianya barang
di gudang. Biaya pemesanan total per periode
sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan
dalam satu periode dikali biaya per
perpesanan. Keempat, Biaya Penyiapan,
merupakan biaya yang diperlukan apabila
bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi
sendiri. Biaya penyiapan total per periode
adalah jumlah penyiapan yang dilakukan
dalam satu periode dikali biaya per penyiapan.
Kelima, Biaya Kehabisan atau Kekurangan
Bahan, biaya ini timbul bilamana persediaan
tidak mencukupi permintaan proses produksi.
Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam
praktek terutama dalam kenyataan bahwa
biaya ini merupakan opportunity cost yang
sulit diperkirakan secara objektif.
Tiga hal yang dapat terjadi akibat
kekurangan persediaan adalah: (1)
Tertundanya penjualan; (2) Kehilangan
penjualan; dan (3) Kehilangan pelanggan
Fungsi Siklus Persediaan dan pergudangan
Siklus persediaan dan pergudangan dapat
dianggap terdiri dari dua sistem yang terpisah
tapi erat terkait. Yang satu melibatkan arus
fisik barang yang sebenarnya, yang lain biaya
terkait. Karena persediaan berpindah melalui
perusahaan, harus ada pengendalian yang
memadai atas pergerakan fisik maupun biaya
terkait. Menurut Arens dkk (2007 : 307) Enam
fungsi yang membetuk siklus persediaan dan
pergudangan yaitu:
1. Proses pembelian
Siklus persediaan dan pergudangan
bermula dengan permintaan bahan baku untuk
produksi. Permintaan pembelian digunakan
untuk memesan barang persediaan oleh barang
persediaan oleh bagian pembelian. Permintaan
diawali oleh pegawai gudang atau komputer
jika persediaan mencapai tingkat yang
ditentukan sebelumnya. Pemesanan harus
dilakukan atas bahan baku yang dibutuhkan
untuk memproduksi pesanan pelanggan, atau
pemesanan diawali atas dasar perhitungan
periodic oleh orang yang berwenang.
2. Menerima bahan baku
Penerimaan bahan baku yang dipesan
juga merupakan bagian dari siklus perolehan
dan pembayaran. Bahan baku yang diterima
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
harus diinspeksi kuantitas dan kualitasnya.
Bagian penerimaan menghasilkan laporan
penerimaan yang menjadi bagian dari
dokumentasi penting sebelum pembayaran
dilakukan. Setelah inspeksi, bahan baku
dikirim ke bagian pembelian, gudang, dan
hutang usaha.
3. Penyimpanan bahan baku
Ketika bahan baku diterima, bahan baku
tersebut disimpan di gudang sampai
diperlukan oleh bagian produksi. Bahan baku
dikeluarkan dari persediaan atas penunjukan
permintaan bahan baku, pesana pekerjaan,
dokumen yang sama, atau pemberitahuan
elektronik yang layak disetujui yang
menunjukkan jenis dan kuantitas bahan baku
yang diperlukan. Dokumen permintaa ini
digunakan untuk memperbarui berkas induk
persediaan perpetual dan membukukan
pemindahan dari akun bahan baku ke barang
dalam proses.
4. Memroses barang
Porsi pemrosesan pada siklus persediaan
dan pergudagan sangat bervariasi dari satu
perusahaan ke perusahaan lain. Penentuan
jenis barang dan kuantitas yang diproduksi
biasanya berdasarkan pesanan tertentu dari
pelanggan. Peramalan penjualan, tingkat
persediaan barang jadi yang ditentukan lebih
dulu, dan volume produksi yang paling hemat.
Di dalam perusahaan manufaktur, sistem
akuntansi biaya yang memadai menjadi bagian
yang penting dari fungsi pemrosesan produk.
System akuntansi biaya diperlukan untuk
menunjukkan profitabilitas relatif atas macam-
macam produk untuk perencanaan dan
pengendalian manajemen serta menilai
persediaan untuk tujuan laporan keuangan.
5. Menyimpan barang jadi
Setelah barang jadi selesai dikerjakan
bagian produksi, penyimpanan dilakukan di
gudang sambil menunggu pengiriman. Dalam
perusahaan dengan sistem pengendalian
internal yang baik, dilakukan pengendalian
fisik atas barang jadi dengan memisahkannya
kedalam beberapa bidang terpisah dengan
akses terbatas.
6. Mengirim barang jadi
Pengiriman barang jadi merupakan
bagian integral dari siklus penjualan dan
penerimaan kas. Tiap pengiriman atas
pengeluaran barang jadi harus didukung
dokumen pengiriman yang diotorisasi dengan
memadai.
7. Berkas induk persediaan perpektual
Catatan perpetual yang terpisah biasanya
untuk pembukuan bahan baku dan barang jadi.
Berkas induk persediaan perpetual hanya
memasukkan informasi mengenai jumlah unit
persediaan yang di beli, dijual, dan disimpan,
atau informasi mengenai biaya per unit.
Untuk pembelian bahan baku, berkas induk
persediaan perpetual diperbarui secara
otomatis pada saat perolehan persediaan
diproses sebagai bagian dari pembukuan
transaksi perolehan.
Transfer bahan baku dari gudang harus
dibukukan terpisah kedalam komputer untuk
memperbarui catatan persediaan perpetual.
Lazimnya, hanya jumlah unit barang yang
dipindahkan yang perlu dibukukan karena
komputer dapat menentukan harga per unit
barang dari berkas induk. Berkas induk
persediaan perpetual bahan baku berisi, untuk
tiap jenis bahan baku, saldo awal dan saldo
akhir unit barang yang ada di persediaan dan
harga per unitnya, jumlah unit dan biaya per
unit tiap pembelian, serta jumlah unit dan
biaya per unit bahan dikeluarkan untuk
produksi.
Menurut La Midjan dan Azhar Susanto
(2001:152) persediaan menciptakan siklus
persediaan yang terdiri dari prosedur sebagai
berikut:
1. Prosedur penerimaan barang
Kegiatan prosedur penerimaan barang
adalah penanganan fisik atas persediaan
barang dagangan yang diterima dan
mengirimkannya kepada bagian gudang. Jenis
dan kuantitas barang yang diterima harus
diverifikasi secara hati-hati. Untuk perusahaan
yang cukup besar ferivikasi dapat dilakukan 2
kali ketika barang diterima bagian penerimaan
dan pada waktu barang diterima oleh bagian
gudang untuk disimpan.
2. Prosedur penyimpanan persediaan
barang dagangan
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
Prosedur penerimaan barang dagang
dimulai dari penerimaan barang dari
depertemen penerimaan dilampiri dengan
selembar laporan penerimaan yang diteruskan
ke gudang. Tujuan penyimpanan barang
digudang adalah untuk mencegah dan
mengurangi kerugian yang timbul akibat
pencurian dan kerusakan barang. Tugas pokok
dari gudang yaitu : 1) Menerima barang dan
melaporkan penerimaan tersebut; 2)
Menyimpan barang sebaik-baiknya dan
menjaga keamanan barang tersebut; 3)
Mengeluarkan barang – barang atas dasar bon
prmintaan perintah pengeluaran; dan 4)
Menyampaikan secara periodik laporan
pertanggungjawaban mengenai penerimaan,
penyimpanan, pengeluaran atas barang
tersebut.
3. Prosedur pengeluaran persediaan
barang dagang
Pengeluaran barang dari gudang biasanya
dilakukan oleh fungsi gudang yang telah
menerima instruksi tertulis bagaimana cara
pengeluaran barang. Prosedur pengeluaran
barang hanya bisa dilakukan apabila ada surat
permintaan barang yang dikeluarkan oleh
bagian yang berwenang. Dokumen dalam
pengeluaran barang adalah surat permintaan
barang yang diterima untuk mengeluarkan
barang, bukti pengeluaran barang dan kartu
gudang. Surat dan permintaan barang terdiri
dari jenis dan kuantitas barang. Bukti
pengeluaran barang dibuat oleh bagian gudang
dan ditembuskan ke bagian akuntansi, bagian
yang meminta pengeluaran barang, dan bagian
gudang itu sendiri.
Pengendalian internal
Pada perusahaan yang semakin
berkembang, maka ruang lingkup
pengendalian internal yang terjadi dalam
perusahaan akan semakin luas, hal itu dapat
disebabkan karena pihak management yang
tidak mungkin dapat mengawasi setiap data
yang terjadi dalam kegiatan aktivitas
perusahaan.sehingga pihak management
membutuhkan alat agar dapat melakukan
fungsinya dengan baik. Dalam hal ini, stuktur
pengendalian internal dapat berperan penting,
karena dengan struktur pengendalian internal
yang efektif, maka pihak management dapat
mengendalikan kegiatan perusahaan dengan
baik dan dapat meyakinkan bahwa laporan
yang diterima dapat dipercaya.
Pengendalian internal adalah suatu
perencanaan yang meliputi struktur organisasi
dan semua metode dan alat-alat yang
dikoordinasikan yang digunakan di dalam
perusahaan dengan tujuan untuk menjaga
keamanan harta milik perusahaan, memeriksa
ketelitian dan kebenaran data akuntansi,
mendorong efisiensi, dan membantu
mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
yang telah ditetapkan.
Menurut Mulyadi (2001:163) pengertian
pengendalian internal adalah “pengendalian
internal meliputi struktur organisasi, metode
dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan
untuk menjaga kekayaan organisasi,
mengecek ketelitian dan keandalan data
akuntansi, mendorong efisiensi dan
mendorong dipatuhinya kebijakan
manajemen”.
Menurut Mulyadi dalam bukunya
Auditing (2008:181), “ tujuan dari
pengendalian internal adalah sebagai berikut:
a) Keandalan informasi keuangan; b)
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku; dan c) Efektivitas dan efisiensi
operasi”.
Dilihat dari tujuan tersebut maka
pengendalian internal dapat dibagi menjadi
dua yaitu pengendalian internal akuntansi
(preventif control) dan pengendalian internal
administrative (feedback control). Pengen-
dalian internal akuntansi dibuat untuk
mencegah terjadinya inefesiensi yang
tujuannya adalah menjaga kekayaan
perusahaan dan memeriksa keakuratan data
akuntansi. Contoh: ada pemisahan fungsi dan
tanggung jawab antar unit organisasi.
Pengendalian internal administratif dibuat
untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan
mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
(dikerjakan setelah adanya pengendalian
akuntansi).
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
METODOLOGI PENELITIAN
Objek Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis mengambil
objek penelitian di PT Fajar Citra Mandiri
berkantor di Jalan Duren Tiga Raya No. M30,
Jakarta Selatan.Dalam penelitian ini yang
merupakan variabel bebasnya adalah motivasi
kerja. Dalam penelitian ini yang merupakan
variabel terikatnya adalah kinerja karyawan.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang
dilakukan oleh penulis yaitu:
a. Teknik wawancara
Penulis melakukan Tanya jawab dan
diskusi secara langsung dengan pihak
perusahaan khususnya dengan pihak yang
berhubungan dengan objek penelitian.
b. Teknik observasi
Metode pengumpulan data dengan
melakukan pengamatan langsung maupun
tidak langsung terhadap aktivitas yang
berhubungan dengan pengendalian intern
persediaan pada PT. Fajar Citra Mandiri.
Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini yang diteliti yaitu
seluruh karyawan pada PT. Magna
Transforma Utama yang jumlah karyawannya
35 orang. Dalam penelitian ini teknik
pengambilan sampelnya diambil secara simple
random sampling yaitu pengambilan sampel
yang dilakukan secara acak. Jumlah ukuran
populasi yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu 35 dengan tingkat kesalahan 5% jadi
jumlah sampel yang digunakan penulis dalam
penelitian ini sebanyak 32 responden.
(Sugiyono, 2010: 125).
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan teknik simple random sampling
yaitu teknik pengambilan anggota sampel dari
populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam
populasi itu.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis sebagai berikut: “Analisis
Pengendalian Internal Persediaan Barang Dagang
Pada PT. Fajar Citra Mandiri”.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persediaan Barang Dagang pada PT. Fajar
Citra Mandri
Persediaan Pada PT Fajar Citra Mandiri
sangat berperan penting dalam bidang
penjualan, Karena persediaan pada PT Fajar
Citra Mandiri adalah persediaan barang
dagang atau persediaan barang yang siap jual.
Persediaan barang dagang yang terdapat
pada PT. Fajar Citra Mandiri adalah
persediaan barang dagang yang dibutuhkan
perusahaan untuk dijual kembali ke
pelanggan. Produk yang dijual oleh PT Fajar
Citra Mandiri berupa Produk box take away
atau food container dan peralatan makan
lainnya seperti mangkok, piring, sedotan.
Sumpit dan lain-lain. Produk-produk tersebut
dipasarkan ke beberapa hotel, restoran,
bakery, dan lain-lain yang tersebar diberbagai
tempat.
Pengolahan Pengadaan Persediaan pada
PT. Fajar Citra Mandiri
Pengolahan pengadaanpersediaan yang
terjadi pada PT. Fajar Citra Mandiri sebagai
berikut:
1. Prosedur pembelian barang dagangan
Dalam pembelian barang dagang, PT.
Fajar Citra Mandiri tidak ada pengajuan
permintaan barang dari gudang terlebih lagi di
PT. Fajar Citra Mandiri tidak memiliki bagian
pembelian. Pembelian barang biasanya
dilakukan oleh pihak manajemen. Hal ini
dilakukan untuk memaksimalkan sumber daya
yang ada. namun, karena tidak ada permintaan
barang yang dibutuhkan dari bagian gudang
maka terkadang terjadi kekurangan persediaan
barang di gudang dan terjadi penumpukan
persediaan barang di gudang
2. Prosedur penerimaan barang dagangan
Penerimaan barang dilakukan oleh bagian
gudang dengan mencocokkan antara barang
yang datang dengan barang yang dipesan.
Barang yang diterima tersebut disesuaikan
dengan jenis dan kuantitinya. Dalam hal ini,
untuk mempermudah bagian gudang
melakukan pencocokkan, bagian gudang
menerima copyan packing list terlebih dahulu
yang didalamnya terdapat jenis dan kuantiti
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
barang yang dipesan. Setelah barang datang
itu dihitung, bagian gudang melaporkan
barang datang tersebut sesuai dengan fisiknya
dengan membuat berita acara penerimaan
barang dan melaporkannya ke bagian
administrasi untuk dibukukan.
3. Menyimpan bahan baku
Setelah barang dagang tersebut diterima,
bagian gudang kemudian menyimpan barang
dagang tersebut sesuai dengan jenisnya. Di
PT. Fajar Citra Mandiri barang yang diterima
akan di simpan di gudang 2 yaitu di Bumi
Serpong Damai Barang. Pengeluaran barang
dariBumi Serpong Damai akan dikeluarkan
apabila ada permintaan barang dari gudang
kantor pusat yaitu dari Jakarta.
4. Pengiriman barang
Untuk gudang 2 yaitu gudang Bumi
Serpong Damaimengirim barang ketika
persediaan barang dari kantor pusat kurang
dari stok minimal. Pengiriman barang dari
gudang 2 ke gudang 1 terlampir dalam sebuah
dokumen mutasi antar gudang. Dan dokumen
ini akan disampaikan dari bagian gudang ke
bagian administrasi untuk dibukukan.
Sedangkan dari gudang kantor pusat akan
melakukan pengiriman barang disesuaikan
sesuai dengan yang dipesan konsumen.
Barang yang dipesan konsumen tersebut
terlampir dalam surat jalan yang di buat oleh
bagian penjualan atau invoicing.
5. Prosedur penilaian barang dagangan
Metode penilaian persediaan yang
digunakan oleh PT. Fajar Citra Mandiri adalah
metode penilaian Average (metode rata-rata.
Artinya setiap barang ditentukan berdasarkan
biaya rata-rata tertimbang dari barang serupa
pada awal periode dan biaya barang serupa
yang dibeli atau produksi selama periode.
Perhitungan rata – rata dapat dilakukan secara
berkala, atau pada setiap penerimaan kiriman,
tergantung pada keadaan perusahaan.
Dalam hal ini, metode penilaian average
yang digunakan PT. Fajar Citra Mandiri
adalah Weighted Average Method yaitu
perusahaan menggunakan physical inventory
system. Menurut metode ini, persediaan
barang dagangan dinilai dengan cara
mengalikan harga beli per unit dengan jumlah
unit yang dibeli setipa kali pembelian
kemudian dibagi dengan jumlah unit seluruh
pembelian selama periode tertentu.
KESIMPULAN
Setelah menganalisis pengendalian
internal persediaan barang dagang PT. Fajar
Citra Mandiri, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan komponen-komponen
persediaan yang ada pada PT. Fajar Citra
Mandiri menggunakan komponen
persediaan barang dagang yang diperoleh
dalam keadaan siap jual.
2. Stuktur organisasi PT Fajar Citra Mandiri
terbagi dalam beberapa bagian.
Pembagian tugas didasarkan pada
tanggung jawab setiap bagian yang
dilaksanakan perusahaan. Namun dalam
pembagian tugas ini masih ada yang
masih kurang, hal ini dikarenakan bagian
gudang terkadang ikut mengirimkan
barang ke konsumen. Selain itu, PT. Fajar
Citra Mandiri tidak memiliki bagian yang
menangani khusus untuk pembelian
persediaan barang dagang. Sehingga
masih ditangani oleh manajer.
3. PT. Fajar Citra Mandiri belum memiliki
fungsi audit internal, yaitu fungsi khusus
yang secara independen melakukan
pemeriksaan dan penilaian terhadap
pelaksanaan prosedur dan pencatatan
yang ada dalam perusahaan.
4. Pelaksanaan informasi dan komunikasi
atas barang dagang secara umum telah
berjalan dengan baik. Dokumen-dokumen
yang di perlukan dikoordinasikan
sedemikian rupa memiliki sehingga dapat
menghasilkan informasi yang wajar dan
selalu dikomunikasikan setiap hari.
5. Aktivitas pengendalian penerimaan dan
pengeluaran barang juga sudah berjalan
dengan baik, setiap penerimaan dan
pengeluaran barang selalu diotorisasi oleh
pihak yang berwenang dan dokumen yang
digunakan sudah memiliki nomor urut
tercetak sehingga aktivitas pengendalian
internal dapat berjalan.
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen
ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013
6. Aktivitas pemantauan dilakukan melalui
proses stok opname. Hal ini dimaksudkan
untuk mengetahui persediaan barang
dagang secara fisik. Dan diharapkan dari
perhitungan fisik ini managemen bisa
menilai barang apa saja yang diperlukan
prusahaan. Menurut penulis hal ini kurang
berjalan efektif, karena perusahaan masih
sering kekurangan stok barang dagang.
DAFTAR PUSTAKA
A, Nandakumar. Dkk, Memahami IFRS,
standar pelaporan keuangan
international, indeks, Jakarta , 2012
Arens, A, Elder Randal J., Beasley, Mark S.,
Auditing dan Pelayanan Verifikasi,
Edisi Kesembilan, Jilid kedua, Edisi
Indonesia, indeks, 2007
Arens, A., Elder Randal J., Beasley, Mark S.,
Auditing and Insurance Service : An
Integrated Approach, ninth Edition,
New Jersey, Prentice Hall, 2003.
Midjan, La, Susanto, Azhar.,Sistem Informasi
Akuntansi, Edisi Delapan, Lingga Jaya,
Bandung, 2001.
Mulyadi, Auditing, Edisi Enam, Buku Satu
dan Buku 2., Salemba Empat Jakarta,
2002
Mulyadi, Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga,
Salemba Empat, Jakarta, 2001