56
EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013 PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA SYARIAH NEGARA M.A.S Sridjoko Darodjatun STIE Muhammadiyah Jakarta Abstrak: Dalam penelitian ini penulis akan melakukan identifikasi masalah mengenai kondisi tata kelola Barang Milik Negara (BMN), dan pengaruh adanya penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) terhadap tata kelola BMN. Penelitian dibatasi pada penerbitan SBSN dan aset yang dijadikan underlying asset sejak tahun 2008 s.d 2012. Untuk mengarahkan penelitian agar sesuai dengan tujuan maka penulis merumuskan masalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penerbitan Surat Berharga Syariah Negara terhadap tata kelola Barang Milik Negara. Berdasarkan uraian dan analisis pengaruh penerbitan SBSN terhadap tata kelola BMN, maka dapat disumpulkan bahwa semakin banyak SBSN dihasilkan maka semakin baik tata kelola barang milik negara. Dengan kata lain penerbitan SBSN dalam kerangka kebijakan APBN berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas tata kelola barang milik negara. Dalam kondisi tidak terjaminnya pemenuhan kriteria barang milik negara (ekonomis, layak/baik, tercatat, tidak dalam sengketa) yang dapat dijadikan underlying asset sebagai syarat penerbitan SBSN, maka hasil penelitian ini membuktikan bahwa penerbitan SBSN telah memberi pengaruh yang baik terhadap kesiapan pemerintah dalam mengelola barang milik negara untuk menyediakan aset SBSN yang memenuhi kriteria di atas dalam rangka berpartisipasi membantu pembiayaan APBN. Kata Kunci : Barang Milik Negara (BMN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). PENDAHULUAN Indonesia menerapkan anggaran defisit mulai tahun 2000, menggantikan anggaran berimbang dan dinamis yang sudah digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun. Peningkatan belanja pemerintah yang belum diikuti dengan peningkatan penerimaan negara mendorong peningkatan defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Defisit anggaran sejak tahun 2000 sampai dengan 2012 mengalami peningkatan yang sangat signifikan, yaitu dari Rp. 16,12 triliun pada tahun 2000, menjadi 190,1 triliun pada tahun 2012. Dengan adanya defisit APBN, diperlukan alternatif instrumen sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut. Beberapa tindakan yang telah dilakukan yaitu dengan pembiayaan non utang seperti privatisasi dan penjualan asset program restrukturisasi, penyertaan modal pemerintah, dan lain sebagainya, dan pembiayan utang yang meliputi pinjaman dari dalam negeri dan luar negeri, serta penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Pembiayaan APBN melalui utang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara yang lazim dilakukan oleh suatu negara. Utang merupakan instrumen utama pembiayaan APBN untuk menutup defisit APBN, dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo (debt refinancing). Berdasarkan Tabel 1.1, total utang pemerintah sampai dengan akhir tahun 2012 mencapai Rp 1.975,42 triliun. Kenaikan jumlah nominal utang pemerintah tersebut berasal dari akumulasi utang di masa lalu (legacy debts) yang memerlukan refinancing yang cukup besar, dan dampak krisis ekonomi tahun 1997/1998.

PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT

BERHARGA SYARIAH NEGARA

M.A.S Sridjoko Darodjatun

STIE Muhammadiyah Jakarta

Abstrak: Dalam penelitian ini penulis akan melakukan identifikasi masalah mengenai kondisi

tata kelola Barang Milik Negara (BMN), dan pengaruh adanya penerbitan Surat Berharga

Syariah Negara (SBSN) terhadap tata kelola BMN. Penelitian dibatasi pada penerbitan SBSN

dan aset yang dijadikan underlying asset sejak tahun 2008 s.d 2012. Untuk mengarahkan

penelitian agar sesuai dengan tujuan maka penulis merumuskan masalah untuk mengetahui

sejauh mana pengaruh penerbitan Surat Berharga Syariah Negara terhadap tata kelola Barang

Milik Negara. Berdasarkan uraian dan analisis pengaruh penerbitan SBSN terhadap tata kelola

BMN, maka dapat disumpulkan bahwa semakin banyak SBSN dihasilkan maka semakin baik

tata kelola barang milik negara. Dengan kata lain penerbitan SBSN dalam kerangka kebijakan

APBN berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas tata kelola barang milik negara. Dalam

kondisi tidak terjaminnya pemenuhan kriteria barang milik negara (ekonomis, layak/baik,

tercatat, tidak dalam sengketa) yang dapat dijadikan underlying asset sebagai syarat penerbitan

SBSN, maka hasil penelitian ini membuktikan bahwa penerbitan SBSN telah memberi pengaruh

yang baik terhadap kesiapan pemerintah dalam mengelola barang milik negara untuk

menyediakan aset SBSN yang memenuhi kriteria di atas dalam rangka berpartisipasi membantu

pembiayaan APBN.

Kata Kunci: Barang Milik Negara (BMN), Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

PENDAHULUAN

Indonesia menerapkan anggaran defisit

mulai tahun 2000, menggantikan anggaran

berimbang dan dinamis yang sudah

digunakan selama lebih dari tiga puluh tahun.

Peningkatan belanja pemerintah yang belum

diikuti dengan peningkatan penerimaan negara

mendorong peningkatan defisit Anggaran

Pendapatan Belanja Negara (APBN). Defisit

anggaran sejak tahun 2000 sampai dengan

2012 mengalami peningkatan yang sangat

signifikan, yaitu dari Rp. 16,12 triliun pada

tahun 2000, menjadi 190,1 triliun pada tahun

2012. Dengan adanya defisit APBN,

diperlukan alternatif instrumen sumber

pembiayaan untuk menutup defisit tersebut.

Beberapa tindakan yang telah dilakukan yaitu

dengan pembiayaan non utang seperti

privatisasi dan penjualan asset program

restrukturisasi, penyertaan modal pemerintah,

dan lain sebagainya, dan pembiayan utang

yang meliputi pinjaman dari dalam negeri dan

luar negeri, serta penerbitan Surat Berharga

Negara (SBN).

Pembiayaan APBN melalui utang

merupakan bagian dari pengelolaan keuangan

negara yang lazim dilakukan oleh suatu

negara. Utang merupakan instrumen utama

pembiayaan APBN untuk menutup defisit

APBN, dan untuk membayar kembali utang

yang jatuh tempo (debt refinancing).

Berdasarkan Tabel 1.1, total utang

pemerintah sampai dengan akhir tahun 2012

mencapai Rp 1.975,42 triliun. Kenaikan

jumlah nominal utang pemerintah tersebut

berasal dari akumulasi utang di masa lalu

(legacy debts) yang memerlukan refinancing

yang cukup besar, dan dampak krisis ekonomi

tahun 1997/1998.

Page 2: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Tabel 1.1. Posisi Utang Pemerintah Tahun 2007 s.d. 2012 (Triliun Rupiah)

2007 2008 2009 2010 2011 Desember 2012

Nilai %

Total Utang

Pemerintah Pusat 1.389,41 1.636,74 1.590,66 1.681,66 1.808,95 1.975,42 100

1. Pinjaman 586,36 730,25 611,20 617,25 621,29 614,32 31,1

a. Pinjaman Dalam

Negeri 586,36 730,25 611,20 616,86 620,28 612,52

b. Pinjaman Luar

Negeri - - - 0,39 1,01 1,08

2. Surat Berharga

Negara 803,06 906,50 979,46 1.064,40 1.187,66 1.361,10 68,9

a. Denominasi Valas 65,93 122,64 143,15 161,97 195,63 264,91

b. Denominasi Rupiah 737,13 783,86 836,31 902,43 992,03 1.096,19

Sumber : Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Pada masa lalu, pinjaman luar negeri

merupakan sumber pembiayaan APBN yang

sangat dominan. Dalam perkembangan

selanjutnya, sejak tahun 1999 mulai muncul

sumber pembiayaan utang lainnya yaitu Surat

Utang Negara.

Seiring dengan semakin meluasnya

penggunaan prinsip syariah di pasar keuangan

dalam dan luar negeri, yang ditandai dengan

semakin banyaknya negara yang menerbitkan

instrumen pembiayaan berbasis syariah dan

semakin meningkatnya jumlah investor dalam

instrumen keuangan syariah, Indonesia

memanfaatkan momentum ini melalui

penerbitan Surat Berharga Syariah Negara

(SBSN) baik di pasar domestik maupun di

pasar internasional sebagai alternatif untuk

menyerap dana masyarakat dalam

mengembangkan sumber pembiayaan

anggaran negara. Hal tersebut sejalan dengan

semakin terbatasnya daya dukung Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara untuk

menggerakkan pembangunan sektor ekonomi

secara berkesinambungan dan belum

optimalnya pemanfaatan instrumen

pembiayaan lainnya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah

Negara pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa :

“Surat Berharga Syariah Negara

selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat

disebut Sukuk Negara, adalah surat

berharga negara yang diterbitkan

berdasarkan prinsip syariah, sebagai

bukti atas bagian penyertaan terhadap

Aset SBSN, baik dalam mata uang

rupiah maupun valuta asing”.

Pada prinsipnya sukuk mirip dengan

obligasi konvensional, namun sukuk memiliki

karakteristik yang berbeda dengan obligasi

konvensional, salah satunya adalah

diperlukannya underlying asset, yaitu aset

yang dijadikan sebagai objek atau dasar

transaksi dalam kaitannya dengan penerbitan

sukuk. Aset yang dijadikan sebagai underlying

harus memiliki nilai ekonomis dan/atau

memiliki aliran penerimaan kas, dapat berupa

barang berwujud maupun barang tidak

berwujud, termasuk proyek yang akan

dibangun atau sedang dibangun.

Sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun

2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara,

pengertian underlying asset disebutkan

sebagai berikut:

”Underlying asset (selanjutnya disebut

aset SBSN) adalah berupa objek

pembiayaan SBSN dan/atau Barang

Milik Negara (BMN) yang memiliki

nilai ekonomis, berupa tanah dan/atau

bangunan, maupun selain tanah dan/atau

bangunan yang digunakan sebagai dasar

penerbitan SBSN”.

Untuk memenuhi kriteria sebagai objek

pembiayaan SBSN dimaksud, diperlukan tata

kelola BMN yang baik oleh pengguna BMN

dalam hal ini adalah satuan kerja yang berada

di bawah Kementerian Negara/Lembaga.

Page 3: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Berkenaan dengan permasalahan

pengelolaan aset negara tersebut, SBSN

sebagai alternatif pembiayaan yang

memobilisasi dana dari masyarakat harus

ditingkatkan dengan harapan dapat memicu

para pengguna BMN untuk menyiapkan BMN

yang akan dijadikan sebagai underlying asset

dalam penerbitan SBSN. Dengan demikian,

peningkatan penerbitan SBSN diharapkan

dapat mempengaruhi tata kelola BMN

menjadi lebih baik lagi.

Dalam penelitian ini penulis akan

melakukan identifikasi masalah mengenai

kondisi tata kelola BMN, dan pengaruh

adanya penerbitan SBSN terhadap tata kelola

BMN. Penelitian dibatasi pada penerbitan

SBSN dan aset yang dijadikan underlying

asset sejak tahun 2008 s.d 2012.

Pengaruh penerbitan SBSN terhadap tata

kelola BMN terkait dengan nilai penyertaan

BMN yang dijadikan underlying asset

penerbitan SBSN tersebut. Semakin besar

nilai SBSN, mengindikasikan semakin baik

tata kelola atas BMN. Untuk mengarahkan

penelitian agar sesuai dengan tujuan maka

penulis merumuskan masalah untuk

mengetahui sejauh mana pengaruh penerbitan

Surat Berharga Syariah Negara terhadap tata

kelola Barang Milik Negara.

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 32/DN-

MUI/IX/2002, DSN masih menggunakan

istilah obligasi syariah, belum menggunakan

istilah sukuk. Menurut fatwa tersebut,

disebutkan bahwa:

”Obligasi syariah adalah suatu surat

berharga jangka panjang berdasarkan

prinsip syariah yang dikeluarkan

Emiten kepada pemegang obligasi

syariah yang mewajibkan Emiten untuk

membayar pendapatan kepada

pemegang obligasi syariah berupa bagi

hasil/margin/fee serta membayar

kembali dana obligasi pada saat jatuh

tempo”.

Dalam Peraturan Nomor IX.A.13 tentang

Penerbitan Efek Syariah, Sukuk didefinisikan

sebagai berikut:

”Sukuk merupakan efek syariah berupa

sertifikat atau bukti kepemilikan yang

bernilai sama dan mewakili bagian

penyertaan yang tidak terpisahkan atau

tidak terbagi atas kepemilikan aset

berwujud tertentu, nilai manfaat dan

jasa atas aset proyek tertentu atau

aktivitas investasi tertentu, atau

kepemilikan atas aset proyek tertentu

atau aktivitas investasi tertentu”.

Sesuai dengan AAOIFI No.17 tentang

Investment menyatakan definisi sukuk adalah:

“Investment Sukuk are certificates of

equal value representing undivided

shares in ownership of tangible assets,

usufruct and services or (in the

ownership of) the assets or particular

projects or special investment activity,

however, this is true after receipt of the

value of the sukuk, the closing of

subcription and the employment of

funds received for the purpose for

which the sukuk were issued.”

Sukuk pada prinsipnya mirip seperti

obligasi konvensional, dengan perbedaan

pokok antara lain berupa penggunaan konsep

imbalan dan bagi hasil sebagai pengganti

bunga, adanya transaksi pendukung

(underlying transaction) berupa sejumlah aset

tertentu yang menjadi dasar penerbitan sukuk,

dan adanya akad atau perjanjian antara para

pihak yang disusun berdasarkan prinsip-

prinsip syariah.

Oleh karena itu, sesuai dengan dasar

operasionalnya yakni syariah Islam yang

bersumber dari Al Qur’an dan Hadist serta

Ijma, instrumen pembiayaan syariah harus

selaras dan memenuhi prinsip syariah, yaitu

antara lain transaksi yang dilakukan oleh para

pihak harus bersifat adil, halal, thayyib, dan

maslahat. Selain itu, transaksi dalam keuangan

Islam sesuai dengan syariah harus terbebas

dari unsur larangan berikut:

1. Riba, yaitu unsur bunga atau return yang

diperoleh dari penggunaan uang untuk

mendapatkan uang (money for money);

Page 4: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

2. Maysir, yaitu unsur spekulasi, judi, dan

sikap untung-untungan; dan

3. Gharar, yaitu unsur ketidakpastian yang

antara lain terkait dengan penyerahan,

kualitas, kuantitas, dan sebagainya.

Di beberapa negara, sukuk telah menjadi

instrumen pembiayaan anggaran negara yang

cukup penting. Di Indonesia sendiri, pasar

sukuk juga tumbuh sangat cepat dan cukup

menarik minat investor.

Dalam rangka pengembangan basis

sumber pembiayaan anggaran negara dan

pengembangan pasar keuangan syariah di

Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan

Undang-Undang nomor 19 tahun 2008 tentang

Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang

menjadi dasar hukum bagi penerbitan dan

pengelolaan Sukuk Negara atau SBSN.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19

Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah

Negara pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa:

“Surat Berharga Syariah Negara

selanjutnya disingkat SBSN, atau dapat

disebut Sukuk Negara, adalah surat

berharga negara yang diterbitkan

berdasarkan prinsip syariah, sebagai

bukti atas bagian penyertaan terhadap

Aset SBSN, baik dalam mata uang

rupiah maupun valuta asing”.

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga

Syariah Negara dinyatakan bahwa upaya

pengembangan instrumen pembiayaan

berdasarkan prinsip syariah tersebut antara

lain bertujuan untuk:

1. Memperkuat dan meningkatkan peran

sistem keuangan berbasis syariah di dalam

negeri;

2. Memperluas basis pembiayaan anggaran

negara;

3. Menciptakan benchmark instrumen

keuangan syariah baik di pasar keuangan

syariah domestik maupun internasional;

4. Memperluas dan mendiversifikasi basis

investor;

5. Mengembangkan alternatif instrumen

investasi baik bagi investor dalam negeri

maupun luar negeri yang mencari

instrumen keuangan berbasis syariah;

6. Mendorong pertumbuhan pasar keuangan

syariah di Indonesia; dan

7. Memanfaatkan dana-dana masyarakat

yang belum terjaring oleh sistem keuangan

konvensional.

SBSN memiliki karakteristik:

1. Sebagai bukti kepemilikan suatu aset

berwujud atau hak manfaat (beneficial

title), pendapatan berupa imbalan (kupon),

margin, dan bagi hasil, sesuai jenis akad

yang digunakan;

2. Terbebas dari unsur riba, gharar, dan

maysir;

3. Penerbitannya melalui wali amanat berupa

Special Purpose Vehicle (SPV);

4. Memerlukan underlying asset (sejumlah

aset yang menjadi objek perjanjian). Aset

yang menjadi objek perjanjian harus

memiliki nilai ekonomis, dapat berupa aset

berwujud atau tidak berwujud, termasuk

proyek yang akan atau sedang dibangun;

5. Penggunaan proceeds harus sesuai prinsip

syariah

Berbagai jenis struktur sukuk yang dikenal

secara internasional dan telah mendapatkan

endorsement dari The Accounting and

Auditing Organization for Islamic Finance

Institutions (AAOIFI) dan diadopsi dalam UU

Nomor 19 Tahun 2008 tentang SBSN, antara

lain:

1. Sukuk Ijarah, yaitu sukuk yang diterbitkan

berdasarkan perjanjian atau akad Ijarah di

mana satu pihak bertindak sendiri atau

melalui wakilnya menjual atau

menyewakan hak manfaat atas suatu aset

kepada pihak lain berdasarkan harga dan

periode yang disepakati, tanpa diikuti

dengan pemindahan kepemilikan aset itu

sendiri. Sukuk ijarah dibedakan menjadi

Ijarah Al Muntahiya Bittamliek (Sale and

Lease Back), dan ijarah Headlease and

Sublease.

2. Sukuk Mudharabah, yaitu sukuk yang

diterbitkan berdasarkan perjanjian atau

akad Mudharabah di mana satu pihak

Page 5: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

PEMERINTAH

(OBLIGOR)

(1) Penjualan aset Aset (3) Penyewaan kembali aset

(purchase and sale undertaking) Rp

SPV

(PENERBIT)

Aset

Rp

PEMEGANG SUKUK

(INVESTOR)

(2) Penerbitan sukuk

menyediakan modal (rab al-maal) dan

pihak lain menyediakan tenaga dan

keahlian (mudharib), keuntungan dari

kerjasama tersebut akan dibagi

berdasarkan perbandingan yang telah

disetujui sebelumnya. Kerugian yang

timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh

pihak yang menjadi penyedia modal.

3. Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang

diterbitkan berdasarkan perjanjian atau

akad Musyarakah di mana dua pihal atau

lebih bekerja sama menggabungkan modal

untuk membangun proyek baru,

mengembangkan proyek yang telah ada,

atau membiayai kegiatan usaha.

Keuntungan maupun kerugian yang timbul

ditanggung bersama sesuai dengan jumlah

partisipasi modal masing-masing pihak.

4. Sukuk Istisna’, yaitu sukuk yang

diterbitkan berdasarkan perjanjian atau

akad Istisna’ di mana para pihak

menyepakati jual beli dalam rangka

pembiayaan suatu proyek/barang. Adapun

harga pada waktu penyerahan, dan

spesifikasi barang/proyek ditentukan

terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan.

Dalam penerbitan SBSN terdapat beberapa

pihak yang terlibat, yaitu:

1. Obligor, adalah pihak yang bertanggung

jawab atas pembayaran imbalan dan nilai

nominal sukuk yang diterbitkan sampai

dengan sukuk jatuh tempo.

2. Special Purpose Vehicle (SPV), adalah

badan hukum yang didirikan khusus untuk

penerbitan sukuk dengan fungsi: sebagai

penerbit sukuk, menjadi counterpart

pemerintah dalam transaksi pengalihan

asset, bertindak sebagai wali amanat untuk

mewakili kepentingan investor. Yang

bertindak sebagai SPV dalam penerbitan

SBSN adalah Perusahaan Penerbit SBSN,

yang merupakan badan hukum yang

didirikan berdasarkan ketentuan Undang-

Undang SBSN untuk melaksanakan

kegiatan penerbitan SBSN. Ketentuan

pendirian dan pengelolaan Perusahaan

Penerbit SBSN diatur dalam Peraturan

Pemerintah (PP) nomor 56 tahun 2008

tentang Perusahaan Penerbit SBSN.

3. Investor, adalah pemegang sukuk yang

memiliki hak atas imbalan, margin, dan

nilai nominal sukuk sesuai partisipasi

masing-masing.

Akad yang digunakan dalam penerbitan

SBSN adalah akad Ijarah Sale and Lease

Back, yaitu sukuk yang diterbitkan

berdasarkan prinsip jual dan sewa kembali

atas suatu aset yang dijadikan underlying.

Penjualan aset di sini pada dasarnya hanya

penjualan hak manfaatnya (beneficial title)

tanpa diserahi dengan penyerahan fisik dan

pemindahan hak kepemilikan dan dalam

waktu yang sama dilakukan perjanjian

penyewaan kembali (lease back) kepada

pemilik aset.

Secara sederhana, mekanisme penerbitan

SBSN adalah akad Ijarah Sale and Lease Back

dapat dijelaskan berdasarkan skema sebagai

berikut:

Page 6: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

1. SPV dan obligor melakukan transaksi jual beli aset, disertai dengan purchase and sale

undertaking di mana Pemerintah menjamin untuk membeli kembali aset dari SPV, dan SPV

wajib menjual kembali aset kepada Pemerintah pada saat sukuk jatuh tempo atau dalam hal

terjadi default.

2. SPV menerbitkan sukuk untuk membiayai pembelian aset.

3. Pemerintah menyewa kembali aset dengan melakukan perjanjian sewa dengan SPV untuk

periode yang sama dengan tenor sukuk yang diterbitkan.

4. Berdasarkan servicing agency agreement, Pemerintah ditunjuk sebagai agen yang

bertanggungjawab atas perawatan aset.

Mekanisme pembayaran imbalan adalah sebagai berikut:

1. Obligor membayar sewa (imbalan) secara periodik kepada SPV selama masa sewa.

2. Imbalan dapat bersifat tetap (fixed rate) maupun mengambang (floating rate).

3. SPV melalui agen yang ditunjuk akan mendistribusikan imbalan kepada investor.

Mekanisme pada saat sukuk jatuh tempo adalah sebagai berikut:

1. Penjualan kembali aset oleh SPV kepada obligor sebesar nilai nominal sukuk, pada saat

sukuk jatuh tempo.

2. Hasil penjualan aset digunakan oleh SPV untuk melunasi sukuk kepada investor.

Sejak tahun 2008, terdapat 6 jenis SBSN

yang telah diterbitkan di Indonesia, yaitu:

1. Sukuk Negara Ritel (SR), yaitu Sukuk

Negara yang dijual khusus untuk investor

individu WNI.

2. Sukuk Valas (SNI), yaitu Sukuk Negara

yang diterbitkan di pasar perdana

internasional dalam denominasi valuta

asing.

3. Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI), yaitu

Sukuk Negara yang diterbitkan khusus

untuk penempatan dana haji pada Sukuk

Negara.

4. Sukuk seri IFR, yaitu Sukuk Negara yang

diterbitkan di pasar perdana dalam negeri

yang denominasi rupiah.

5. Sukuk Perbendaharaan Negara Syariah

(SPN-S), yaitu Sukuk Negara yang

diterbitkan dengan tenor kurang dari 1

tahun.

6. Project Based Sukuk (PBS), yaitu Sukuk

Negara yang diterbitkan dengan

menggunakan proyek sebagai underlying

asset.

Penerbitan SBSN di Indonesia dilakukan

dengan menggunakan 3 metode, yaitu :

1. Metode Bookbuilding

Bookbuilding adalah salah satu metode

penerbitan surat berharga, yaitu investor

akan menyampaikan penawaran

pembelian atas suatu surat berharga,

biasanya berupa jumlah dan harga (yield)

penawaran pembelian, dan dicatat dalam

book order oleh investment bank yang

bertindak sebagai bookrunner.

2. Metode Lelang

Metode lelang adalah metode penerbitan

dan penjualan surat berharga yang diikuti

oleh peserta lelang dengan cara

mengajukan penawaran pembelian

PEMERINTAH SPV PEMEGANG SUKUK

(OBLIGOR) Rp (PENERBIT) Rp (INVESTOR)

PEMERINTAH Rp SPV Rp PEMEGANG SUKUK

(OBLIGOR) Aset (PENERBIT) Sukuk (INVESTOR)

Page 7: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

dan/atau penawaran pembelian

nonkompetitif dalam suatu periode

penawaran yang telah ditentukan dan

diumumkan sebelumnya, melalui sistem

yang disediakan oleh agen yang

melaksanakan lelang.

Lelang SBSN hanya diikuti oleh Peserta

Lelang, Bank Indonesia, dan/atau LPS,

untuk Lelang SBSN Jangka Pendek.

Sedangkan Lelang SBSN Jangka Panjang

hanya dapat diikuti oleh Peserta Lelang

dan/atau LPS. Adapun Peserta Lelang

adalah Bank, Perusahaan Efek, dan

anggota Dealer Utama sebagaimana

dimaksud dalam Peraturan Menteri

Keuangan tentang Penerbitan dan

penjualan SBSN di pasar perdana dalam

negeri dengan cara lelang.

Hingga saat ini, terdapat 16 Peserta

Lelang SBSN yang terdiri dari 12 Bank

dan 4 Perusahaan Efek, yaitu : PT. Bank

Permata, Tbk; PT. Bank Panin, Tbk; The

Hongkong and Shanghai Corporation ,

Ltd; PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero), Tbk; PT. Bank OCBC NISP,

Tbk; Standard Chartered Bank; PT. Bank

CIMB Niaga, Tbk; PT. Bank Mandiri

(Persero) Tbk; PT. Bank Internasional

Indonesia, Tbk; PT. BPD Jawa Barat dan

Banten; PT. Bank Negara Indonesia

(Persero) Tbk; Citibank N.A; PT.

Danareksa Sekuritas; PT. Trimegah

Securities, Tbk; PT. Bahana Securities;

dan PT. Mandiri Sekuritas.

3. Metode Private Placement

Private placement merupakan salah satu

metode penerbitan surat berharga, dimana

kegiatan penerbitan dan penjualan surat

berharga dilakukan oleh pihak penerbit

kepada pihak tertentu dengan ketentuan

dan persyaratan (terms & conditions)

yang disepakati bersama.

Penerbitan SBSN dilakukan melalui tahap-

tahap sebagai berikut:

1. Identifikasi Barang Milik Negara atau

proyek yang akan dijadikan sebagai

underlying;

2. Perumusan struktur SBSN yang meliputi

jenis akad, tenor, volume, denominasi,

metode penerbitan;

3. Penyusunan dokumen syariah dan pasar

modal;

4. Permintaan pernyataan kesesuaian

syariah atas akad SBSN;

5. Pelaksanaan penerbitan/penjualan, baik

dengan metode lelang, bookbuilding,

maupun teknik lainnya; dan

6. Setelmen SBSN.

HASIL ANALISIS PENGARUH

PENERBITAN SBSN TERHADAP TATA

KELOLA BMN

Pengujian statistik yang dilakukan

menggunakan asumsi bahwa penerbitan sukuk

negara mengharuskan Pemerintah

menyediakan underlying asset SBSN sebagai

dasar dipenuhinya konsep syariah. Underlying

asset yang digunakan harus memenuhi kriteria

seperti ekonomis, baik/layak, tercatat, dan

tidak bermasalah hukum. Dengan demikian

jika variabel tata kelola barang milik negara

yang akan menjadi bahan kajian apakah baik

atau tidak pengelolaannya dalam uji statistik

ini, maka sesungguhnya keberhasilan

pengelolaan tersebut akan tergambar dalam

penggunaan underlying asset dalam

penerbitan sukuk negara. Artinya

sesungguhnya underlying asset lah yang

mempengaruhi kinerja tata kelola barang milik

negara. Dengan kata lain semakin besar

underlying asset yang dapat disediakan

pemerintah untuk menunjang penerbitan

sukuk negara maka semakin baik kinerja

pengelolaan barang milik negara.

Persentase frekuensi penerbitan SBSN

yang diterbitkan sejak tahun 2008 s.d. 2012

dapat diperoleh sebagai berikut:

Page 8: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Tabel 1.2. Persentase Frekuensi Penerbitan SBSN

Sejak tahun 2008 s.d. 2012 Pemerintah telah

menerbitkan SBSN sebanyak 92 kali, dengan

total nilai Rp. 96,8 triliun. Dari 92 kali

penerbitan, Sukuk Ritel (SR) hanya

diterbitkan 4 kali, sukuk global (SNI)

diterbitkan 3 kali, Sukuk Perbendaharaan

Negara (SPN) diterbitkan 7 kali, sukuk seri

IFR diterbitkan 42 kali, dan sukuk berbasis

proyek (PBS) diterbitkan mulai tahun 2012

dengan 36 kali penerbitan.

Nilai BMN adalah output yang

menjadi indikator hasil tata kelola terhadap

asset negara. Nilai tersebut merupakan nilai

aset negara yang berasal dari aset tanah dan

bangunan yang telah dilakukan inventarisasi

dan penilaian.

Pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan program SPSS statistik versi 17

dengan hasil pengolahan data sebagai berikut:

Tabel 1.3. Korelasi Nilai SBSN dengan Nilai

BMN

Correlations

NILAI

SBSN

NILAI

BMN

NILAI SBSN Pearson

Correlation

1 .957*

Sig. (2-tailed) .011

N 5 5

NILAI BMN Pearson

Correlation

.957* 1

Sig. (2-tailed) .011

N 5 5

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-

tailed).

Dalam Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa

korelasi antara variabel Nilai SBSN dengan

Nilai BMN adalah sebesar 0.957; hal ini

menunjukkan adanya hubungan antar variabel

yang tinggi, yaitu 95,7%. Tingkat signifikansi

koefisien korelasi dua sisi dari output (diukur

dari probabilitas) menghasilkan angka 0.011.

Karena probabilitas berada di bawah 0.05,

maka hubungan antara variabel Nilai Sukuk

dengan Nilai BMN (Asset) sangat nyata

(signifikan).

Tabel 1.4. Variables Entered/Removed

Variables Entered/Removedb

Model

Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 NILAI SBSNa . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: NILAI BMN

Dalam Tabel 1.4, variabel yang

dimasukkan adalah Nilai BMN (Asset), dan

tidak ada variabel yang dikeluarkan.

Tabel 1.5. Model Summary

Model Summary

Model R

R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

1 .957a .915 .887 1.029E14

a. Predictors: (Constant), NILAI SBSN

Dalam Tabel 1.5 digambarkan bahwa

angka R Square adalah 0.915 yang merupakan

Koefisien Determinan yang artinya 91,5%

nilai BMN bisa dijelaskan oleh variabel Nilai

SBSN, artinya 91,5% tata kelola BMN

ditentukan oleh penerbitan SBSN, sedangkan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 2008 2 2.2 2.2 2.2

2009 5 5.4 5.4 7.6

2010 25 27.2 27.2 34.8

2011 17 18.5 18.5 53.3

2012 43 46.7 46.7 100.0

Total 92 100.0 100.0

Page 9: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

8,5% dapat ditentukan oleh faktor lainnya

seperti hasil pemeriksaan BPK, kualitas SDM

penilai aset Negara, koordinasi antara

pengguna barang dengn pengelola barang,

sistem teknologi informasi yang mendukung,

dan lain sebagianya.

Std. Deviation Nilai BMN adalah

3.060E14 lebih besar dari Std. Error of the

Estimate yang besarnya 1.029E14,

menyatakan bahwa model regresi sangat

bagus dalam bertindak sebagai prediktor Nilai

BMN daripada rata- rata Nilai BMN itu

sendiri (SE<SD Bagus sbg prediktor).

Tabel 1.6. Descriptive Statistics

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

NILAI SBSN 5 5.E12 4.E13 1.94E13 1.398E13

NILAI BMN 5 4.E14 1.E15 7.62E14 3.060E14

Valid N (listwise) 5

Tabel 1.7. ANOVA

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 3.429E29 1 3.429E29 32.366 .011a

Residual 3.178E28 3 1.059E28

Total 3.747E29 4

a. Predictors: (Constant), NILAI SBSN

b. Dependent Variable: NILAI BMN

Tabel 1.8. Coefficients

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 3.569E14 8.484E13 4.207 .025

NILAI SBSN 20.943 3.681 .957 5.689 .011

a. Dependent Variable: NILAI BMN

Dari hasil uji Anova diperoleh nilai F

hitung sebesar 32.366 dengan tingkat

signifikansinya sebesar 0.011, yang lebih

rendah dari 0.05. Hal ini berarti bahwa model

regresi ini sudah tepat digunakan untuk

memprediksi pengaruh Nilai SBSN terhadap

Nilai BMN.

Berdasarkan perhitungan maka langkah

selanjutnya adalah melakukan uji hipotesis

nyata model regresi linier dengan mengambil

hipotesis:

H0: b = 0 (tidak ada hubungan linear antara

Penerbitan SBSN dan Pengelolaan

BMN)

H1: b≠ 0 (ada hubungan linear antara Pe-

nerbitan SBSN dan Pengelolaan BMN)

Setelah hipotesis ditetapkan tahap

selanjutnya adalah melakukan uji nilai t. Dari

Page 10: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

hasil uji-t diperoleh nilai t hitung sebesar

5.689 dengan tingkat signifikansinya sebesar

0.011, yang lebih rendah dari 0.05. Hal ini

berarti bahwa variabel Nilai SBSN adalah

benar-benar memberi pengaruh secara

signifikan terhadap Nilai BMN. Hal ini berarti

H1 dapat diterima sedangkan H0 ditolak.

Model regresi Nilai Sukuk terhadap Nilai

BMN (Asset) adalah :

Y = a + bX

a = 3.569E14

b = 20.943

Y = 3.569E14+ 20.943X

Y: Nilai BMN (Asset)

X: Nilai Sukuk

Koefisien Regresi 20.943 menyatakan

bahwa setiap penerbitan Rp 1 Nilai Sukuk

akan meningkatkan Nilai BMN yang siap

dijadikan underlying asset sebesar Rp 20.943.

Berdasarkan hasil analisis yang telah

diuraikan di atas, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Nilai BMN (Asset) adalah merupakan

“output” yang menjadi indikator nyata dari

hasil tata kelola yang telah dilakukan

terhadap aset negara.

2. Baik atau tidaknya tata kelola yang

dilakukan terhadap aset negara, 91,5%

dipengaruhi oleh penerbitan sukuk secara

linear.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dan analisis pengaruh

penerbitan SBSN terhadap tata kelola BMN,

maka dapat disumpulkan bahwa semakin

banyak SBSN dihasilkan maka semakin baik

tata kelola barang milik negara. Dengan kata

lain penerbitan SBSN dalam kerangka

kebijakan APBN berpengaruh secara

signifikan terhadap kualitas tata kelola barang

milik negara. Dalam kondisi tidak terjaminnya

pemenuhan kriteria barang milik negara

(ekonomis, layak/baik, tercatat, tidak dalam

sengketa) yang dapat dijadikan underlying

asset sebagai syarat penerbitan SBSN, maka

hasil penelitian ini membuktikan bahwa

penerbitan SBSN telah memberi pengaruh

yang baik terhadap kesiapan pemerintah

dalam mengelola barang milik negara untuk

menyediakan aset SBSN yang memenuhi

kriteria di atas dalam rangka berpartisipasi

membantu pembiayaan APBN. Tata kelola

barang milik negara yang baik akan

mendorong pemerintah untuk memberikan

pelayanan publik yang lebih baik kepada

masyarakat serta meningkatkan pertumbuhan

ekonomi.

Kebijakan pembiayaan APBN melalui

penerbitan SBSN telah mendorong

meningkatnya potensi investasi bagi lembaga

perbankan/non perbankan dan masyarakat.

Besarnya utang negara serta defisit APBN

yang setiap tahun menjadi beban keuangan

negara mengharuskan pemerintah mencari

penerimaan negara yang relatif aman dari segi

risiko. SBSN sebagai alternatif pembiayaan

telah menjadi bagian dari pilihan masyarakat

dan lembaga perbankan/non perbankan untuk

menginvestasikan dananya.

SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas maka

beberapa saran berikut kami sampaikan

sebagai upaya untuk mengantisipasi dan

meningkatkan kinerja Pemerintah dalam

menerbitkan SBSN sebagai instrumen

investasi berbasis syariah yakni:

1. Pemerintah diharapkan dapat

mensosialisasikan tentang SBSN secara

maksimal agar lebih banyak menarik

investor baik dari dalam maupun luar

negeri.

2. Pemerintah diharapkan mampu

memberikan pencitraan terhadap SBSN

yang lebih baik lagi melalui peningkatan

rating dan penghargaan, sehingga dapat

meningkatkan kepercayaan para investor

terhadap SBSN.

DAFTAR PUSTAKA

AAOIFI No.17 tentang Investment

Direktorat Jenderal Pengelolaan Kekayaan

Negara

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.

Fatwa DSN-MUI Nomor 32/DN-

MUI/IX/2002

Page 11: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

28/PMK.08/2012 tentang Pengelolaan

Aset Surat Berharga Syariah Negara

yang Berasal dari Barang Milik Negara

Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan

Efek Syariah

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006,

tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah,

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006,

tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008

tentang Surat Berharga Syariah Negara

Page 12: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

ANALISIS EFEKTIFITAS PENGENAAN BEA MASUK TINDAKAN

PENGAMANAN (SAFEGUARD) TERHADAP IMPOR PRODUK TALI

KAWAT BAJA (STEEL WIRE ROPES)

Rizal Augusta Arifiandanu

STIE Muhammadiyah Jakarta

Mohammad Lutfi

STIE Muhammadiyah Jakarta

Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui pengenaan bea masuk tindakan

pengamanan terhadap impor produk tali kawat baja berpengaruh signifikan dan efektif dalam

melindungi Industri tali kawat baja dalam negeri. Data yang diperlukan dalam analisis adalah

data sekunder sebagai berikut: 1.Besaran bea masuk tindakan pengamanan (Safeguard) selama 3

tahun, yaitu sejak diterbitkannya PMK Nomor 55/PMK.011/2011 tanggal 23 Maret 2011 sampai

dengan berakhirnya tanggal 23 Maret 2014; 2. Besaran tarif bea masuk yang berlaku secara

umum (MFN); 3. Data ekspor-impor Indonesia baik secara total maupun khusus produk tali

kawat baja dalam bentuk time series per bulan dari bulan Januari 2006 sampai dengan bulan

Juni 2013; 4. Produk Domestik Bruto (PDB) untuk sektor besi dan baja; dan 5. Tingkat inflasi

dan kurs Rupiah yang bersumber dari Bank Indonesia. Metode analisa yang digunakan adalah

analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelidikan Safeguard dan safeguard

measures berpengaruh signifikan terhadap importasi produk tali kawat baja. Hal ini

menunjukkan bahwa upaya Pemerintah dalam melindungi Industri tali kawat baja dalam negeri

terbukti efektif untuk mengurangi lonjakan impor produk tersebut. Pengaruh Safeguard

berbanding terbalik dengan pergerakan nilai impor produk tali kawat baja, yaitu semakin tinggi

pengenaan Safeguard maka semakin menurun jumlah impor produk tali kawat baja. Hasil

regresi linier berganda menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel yang berpengaruh signifikan

terhadap importasi tali kawat baja, yaitu: Penyelidikan Safeguard,Pengenaan Safeguard, dan

PDB pada sektor besi dan baja.

Kata Kunci: Efektifitas, Bea Masuk, Safeguard, Impor, Tali Kawat Baja.

PENDAHULUAN

Perekonomian dunia saat ini terus menuju

pasar bebas (globalisasi) dimana hambatan

tarif dan non-tarif semakin terdegradasi dalam

transaksi perdagangan internasional. Bagi

Indonesia, globalisasi tersebut ditandai

dengan ikut sertanya Indonesia ke dalam

beberapa kerja sama perdagangan

internasional dengan negara lain.

Globalisasi atau liberalisme perdagangan

tersebut menimbulkan banyak dampak, baik

itu positif maupun negatif. Dampak

positifnya adalah globalisasi secara ekonomi

sangat menguntungkan karena membuat

investasi tidak akan terhambat oleh

hambatan tarif maupun non-tarif dalam lalu

lintas ekspor impor komoditas perdagangan.

Sedangkan dampak negatifnya pada

kelompok negara berkembang masuknya

investasi dan barang-barang produksi negara

maju, pada tingkatan tertentu akan membuka

persaingan dengan industri dalam negeri yang

memproduksi barang sejenis atau yang secara

langsung bersaing. Melonjaknya volume

impor menyebabkan pangsa pasar produksi

dalam negeri yang semula dikuasai oleh

produk domestik perlahan akan direbut oleh

produk impor. Kondisi seperti ini dapat

mengancam eksistensi industri dalam negeri,

karena barang produksi industri dalam negeri

terkadang tidak mampu bersaing dengan

barang impor yang masuk dengan harga yang

relatif murah.

Page 13: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat

bahwa defisit neraca perdagangan Indonesia

pada bulan Juli 2013 mencapai US$ 2,3

miliar, sehingga defisit neraca perdagangan

secara kumulatif dari Januari hingga Juli 2013

mencapai US$ 5,6 miliar. Defisit neraca

perdagangan tersebut merupakan terbesar

sepanjang sejarah (Suryamin Kepala BPS,

2013).

Untuk menanggulangi dampak negatif

adanya liberalisasi perdagangan, WTO

membuat aturan mengenai suatu tindakan

pengamanan. WTO Agreement on Safeguard

merupakan suatu instrumen yang memberikan

perlindungan bagi industri dalam negeri

yang mengalami kerugian akibat

membanjirnya produk impor. Persetujuan

ini merupakan peraturan untuk memperjelas

dan memperkuat tata tertib peraturan GATT

1994 khususnya yang tertuang dalam pasal

XIX tentang Tindakan Darurat atas Impor

produk Khusus. Dalam perjanjian ini suatu

negara diizinkan untuk mengambil

Tindakan Pengamanan (Safeguard), guna

melindungi produsen dalam negerinya yang

mengalami kerugian yang disebabkan oleh

kenaikan volume impor. Safeguard bertujuan

untuk memberikan kesempatan bagi industri

yang mengalami kerugian untuk dapat

mengadakan penyesuaian struktural dan

perbaikan kinerja.

Safeguard adalah pungutan negara untuk

memulihkan kerugian serius atau mencegah

ancaman kerugian serius yang diderita oleh

industri dalam negeri sebagai akibat dari

lonjakan jumlah barang impor terhadap

barang sejenis atau barang yang secara

langsung bersaing dengan tujuan agar industri

dalam negeri yang mengalami kerugian serius

atau ancaman kerugian serius dapat

melakukan penyesuaian yang diperlukan.

Sebagai suatu instrumen yang mengikat

banyak pihak, ketentuan mengenai Safeguard

di Indonesia diatur dengan ketentuan hukum

yang mengikat, antara lain:

1. Article XIX GATT 1947 (Emergency

Action on Imports of Particular Products)

yang disempurnakan dengan WTO

Agreement on Safeguard.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994

tentang Pengesahan Agreement

Establishing The World Trade

Organization (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia).

3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun

1995 tentang Kepabeanan

sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun

2011 tentang Tindakan Anti Dumping,

Tindakan Imbalan, dan Tindakan

Pengaman Perdagangan.

Selama rentang waktu 3 tahun yaitu dari

tahun 2006 sampai dengan akhir tahun 2009,

impor produk tali kawat baja mengalami

peningkatan yang luar biasa yaitu dari US $

19.922.000 pada tahun 2006 hingga mencapai

US $ 71.113.000 pada tahun 2009 atau

mengalami kenaikan sebesar 257% selama 3

tahun. Hal ini memberikan kerugian dan

ancaman kerugian yang serius terhadap

industri tali kawat baja dalam negeri. Industri

Logam Nasional yang di dalamnya juga

termasuk Industri tali kawat baja merupakan

salah satu industri andalan bangsa Indonesia,

namun dengan adanya peningkatan impor

yang luar biasa tersebut maka kinerja Industri

tali kawat baja dalam negeri menurun dan

mengalami kerugian. Dalam rangka

membantu perbaikan kinerja atas industri

andalan tersebut, pada tahun 2011 Pemerintah

melalui Menteri Keuangan menetapkan

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor

55/PMK.011/2011 tentang Pengenaan Bea

Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP)

terhadap Impor Produk Tali Kawat Baja (Steel

Wire Ropes). Penetapan PMK ini dilakukan

setelah Menteri Keuangan menerima usulan

dari Menteri Perdagangan yang didasarkan

pada hasil penyelidikan yang dilakukan oleh

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia

(KPPI). Dari penyelidikan tersebut, KPPI

membuktikan adanya: lonjakan jumlah impor

produk tali kawat baja yaitu sebesar 257%

sejak tahun 2006 sampai tahun 2009, kerugian

serius yang dialami Industri tali kawat baja

dalam negeri, serta hubungan sebab akibat

Page 14: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Gambar 2.1. Instrumen Perlindungan Industri Dalam Negeri

antara lonjakan impor produk tali kawat baja

dengan kerugian yang dialami Industri tali

kawat baja dalam negeri.

Jenis tarif yang diberlakukan dalam

pengenaan bea masuk tindakan pengamanan

ini adalah tarif spesifik yaitu besaran tarif

ditetapkan dengan nominal harga tertentu per

kilogram barang yang diimpor. BMTP

berlaku selama tiga tahun dengan tingkat

pengenaan semakin rendah setiap tahunnya

(progressive). Penetapan tarif bea masuk yang

semakin rendah ini ditujukan untuk memberi

kesempatan kepada industri dalam negeri

melakukan penyesuaian struktural (structural

adjustment). Masa berlaku BMTP atas impor

produk tali kawat baja akan berakhir pada

tanggal 23 Maret 2014.

Berdasarkan hal – hal di atas, maka perlu

dilakukan analisis untuk menentukan masih

perlu atau tidak perpanjangan pengenaan

BMTP terhadap impor produk tali kawat baja

(steel wire ropes). Untuk itu penelitian ini

akan memfokuskan pada “Analisis Efektifitas

Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan

(Safeguard) Terhadap Impor Produk Tali

Kawat Baja (Steel Wire Ropes)”.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori-teori Perlindungan Industri

Domestik

Non Tariff Barriers

Non Tariff

Barriers adalah salah

satu bentuk kebijakan

pemerintah untuk

melindungi

perdagangan dalam

negeri dengan cara

mengatur perdagangan

selain dalam bentuk

kebijakan tarif. Bentuk

kebijakan tersebut

antara lain lisensi,

penerapan kuota,

pungutan, embargo,

sanksi, ROO (Rules of

Origin), SNI (Standard

Nasional Indonesia) dan pengaturan lainnya.

Kebijakan non tarif merupakan hambatan

yang diciptakan oleh pemerintah untuk

melindungi industri dalam negeri namun tidak

ditujukan untuk menambah pendapatan

negara. Salah satu contoh kebijakan non tarif

adalah lisensi. Lisensi diberikan kepada suatu

perusahaan sehingga yang bersangkutan

memiliki izin untuk dapat mengimpor barang

atau jasa. Terdapat banyak persyaratan untuk

memperoleh lisensi tersebut. Persyaratan-

persyaratan tersebut sering menyebabkan

perusahaan pendatang baru kesulitan untuk

memenuhinya, sehingga hanya sedikit

perusahaan yang benar-benar mampu

mengimpor barang dalam kategori

tertentu. Hal ini membuat jumlah barang yang

diimpor lebih sedikit dan dapat

melindungi produsen domestik.

Contoh kebijakan non tarif lainnya adalah

kebijakan pembelian pemerintah (government

procurement), pemberian subsidi pada

kegiatan ekspor barang industri dalam negeri

melalui sertifikat ekspor, perlindungan

industri kecil terhadap saingan industri

berskala besar atau menengah serta kebijakan

pencadangan bidang usaha industry.

Tarif

Kebijakan tarif bea masuk diterapkan oleh

Pemerintah dalam rangka melaksanakan tiga

fungsi yaitu sebagai: a) Instrumen Pengem-

Page 15: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

bangan Industri; b) Instrumen Perdagangan;

dan c). Instrumen Fiskal.

Sebagai instrumen pengembangan

industri, tarif bea masuk digunakan untuk

melindungi industri dalam negeri dengan cara

memberikan perlindungan berupa pengenaan

bea masuk atas impor produk-produk yang

sedang atau akan dikembangkan di dalam

negeri. Sebagai instrumen perdagangan, tarif

bea masuk digunakan untuk memperkuat

posisi tawar (bargaining position) terhadap

negara mitra pada saat melakukan negosiasi

kerjasama perdagangan sehingga negara mitra

membuka akses pasar terhadap produk-produk

Indonesia di negaranya. Sebagai instrumen

fiskal, tarif bea masuk digunakan dengan

tujuan untuk meningkatkan penerimaan

negara. Tujuan ini belakangan tidak lagi

merupakan prioritas karena disadari bahwa

tarif bea masuk justru merupakan beban bagi

konsumen dan industri sehingga menyebabkan

melambatnya kegiatan ekonomi di dalam

negeri.

Contoh kebijakan tarif dengan tujuan

tersebut di atas adalah pengenaan tarif bea

masuk yang menyebabkan harga barang impor

menjadi lebih tinggi pada saat industri dalam

negeri tidak mampu bersaing dengan barang

impor. Kebijakan tarif ini dapat menyediakan

sumber pendapatan kepada pemerintah

meskipun harga yang dibayar oleh konsumen

meningkat karena adanya tambahan bea

masuk.

Pada dasarnya terdapat tiga jenis kebijakan

tarif bea masuk yaitu (i) yang diterapkan

untuk seluruh negara (most favoured nations),

(ii) tarif bea masuk yang berdasarkan

perjanjian perdagangan internasional baik

yang berupa Free Trade Agreement (FTA)

atau Preferential Trade Agreement (PTA),

dimana tarif berlaku diantara negara-negara

yang menandatangani perjanjian kerjasama

perdagangan bilateral, regional maupun

multilateral, dan (iii) tarif khusus yang

dikenakan pada waktu tertentu manakala

terjadi kerugian atau ancaman kerugian serius

atas industri dalam negeri, baik yang

disebabkan oleh unfair trade berupa dumping

maupun subsidi atau fair trade berupa

lonjakan jumlah barang impor. Tarif khusus

merupakan tambahan dari bea masuk umum

atau bea masuk preferensi.

Tindakan Pengamanan (Safeguard Measures)

Definisi Safeguard (Tindakan Pengaman

Perdagangan) terdapat dalam Pasal 1 angka 3

Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2011

Tentang Tindakan Antidumping, Tindakan

Imbalan, dan Tindakan Pengamanan

Perdagangan yaitu “Tindakan yang diambil

pemerintah untuk memulihkan kerugian serius

atau mencegah ancaman kerugian serius yang

diderita oleh industri dalam negeri sebagai

akibat dari lonjakan jumlah barang impor baik

secara absolut maupun relatif terhadap barang

sejenis atau barang yang secara langsung

bersaing”.

Salah satu instrumen perlindungan

industri dalam negeri yang merupakan bea

masuk khusus adalah Safeguard. Negara

anggota WTO dapat membatasi impor suatu

produk untuk sementara waktu (mengambil

tindakan pengamanan) jika industri domestik

merasa dirugikan atau terancam dirugikan

oleh suatu produk impor. Kerugian yang

dimaksud di sini merupakan kerugian yang

serius. Tindakan pengamanan dalam GATT

dimuat pada artikel 19. Dalam praktiknya

selama ini tindakan ini jarang digunakan

karena pemerintah cenderung memilih “grey

area measures” untuk melindungi industri

domestiknya, misalnya dengan menggunakan

negosiasi bilateral di luar GATT. Mereka

meminta negara pengekspor untuk

mengurangi volume ekspornya secara sukarela

atau melalui persetujuan yang saling

menguntungkan. Persetujuan semacam ini

(pada masa GATT) mencakup bidang yang

sangat luas, mulai dari mobil, baja, sampai

semi konduktor.

Berbeda dengan masa lalu, persetujuan

WTO yang dikenal dengan sebutan Agreement

on Safeguard melarang penerapan “grey area

measures” dan memberi batas waktu

maksimal (sunset clause) untuk

memberlakukan tindakan-tindakan

pengamanan (safeguard actions). Persetujuan

ini memuat ketentuan bahwa negara anggota

Page 16: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

tidak boleh memberlakukan kebijakan

“Voluntary Export Restraint (VER)” atau

“Orderly Marketing Arrangement (OMA)”,

atau tindakan pengaturan ekspor-impor

lainnya yang sejenis dengan VER atau OMA.

Perjanjian bilateral yang bertentangan dengan

persetujuan multilateral mengenai Safeguard

harus dihapuskan pada akhir tahun 1998.

Perjanjian yang dibuat oleh negara anggota

dapat diperpanjang 1 tahun lagi jika dianggap

perlu, seperti pelarangan impor mobil dari

Jepang oleh Uni Eropa yang berlaku sampai

akhir 1990. Semua tindakan pengamanan

(pasal 19 GATT 1947) yang diberlakukan

sebelum WTO berdiri harus berakhir 8 tahun

setelah persetujuan berlaku (harus berakhir

pada akhir 1999).

Dalam kerangka WTO, mekanisme

Safeguards diatur dalam Article XIX

(Emergency Action on Imports of Particular

Products) dan dijabarkan lebih lanjut dalam

The Agreement on Safeguards (SG

Agreement). Sebagaimana Anti Dumping dan

Anti Subsidi, penerapan mekanisme

Safeguards juga harus memenuhi beberapa

persyaratan sebagai berikut. Pertama,

Kenaikan impor yang luar biasa (kenaikan

absolut) ataupun terjadi kenaikan pangsa

impor akibat mengecilnya pasar (kenaikan

relatif). Kedua, Lonjakan impor tersebut

merupakan akibat dari perkembangan yang

tidak terduga dan merupakan dampak dari

pemenuhan kewajiban berdasarkan perjanjian

WTO. Ketiga, Kerugian serius atau ancaman

kerugian serius terhadap industri dalam negeri

yang menghasilkan barang yang serupa atau

barang yang langsung tersaingi. Keempat,

Hubungan kausalitas yang menunjukkan

bahwa kerugian atau ancaman kerugian

tersebut benar-benar disebabkan adanya

lonjakan impor.

Tindakan Safeguards hanya dapat

dilakukan setelah dilakukan investigasi oleh

otoritas yang kompeten berdasarkan prosedur

yang telah ada sebelumnya. Meskipun dalam

beberapa hal ada persamaan dengan

mekanisme Anti Dumping dan Anti Subsidi,

namun mekanisme Safeguards berbeda dalam

beberapa hal antara lain:

1. Mekanisme ini tidak mengharuskan

adanya praktek bisnis curang (unfair

trade) dari kompetitor asing sebagaimana

dalam Anti Dumping dan Anti Subsidi.

2. Jika terjadi keadaan kritis, tindakan

Safeguards dapat diambil secara cepat

tanpa harus menunggu proses

penyelidikan selesai dulu.

3. Tindakan Safeguards dapat dilakukan

selain dengan cara pengenaan bea masuk

tambahan juga melalui pembatasan

kuantitas impor, sedangkan tindakan Anti

Dumping dan Anti Subsidi hanya dapat

dilakukan melalui bea masuk tambahan.

4. Tindakan Safeguards mengharuskan

adanya kompensasi terhadap kompetitor

asing yang terkena dampak tindakan

tersebut. Jika tidak, maka kompetitor

asing diberikan otoritas untuk melakukan

penangguhan konsesi atau kewajiban

lain, misalnya retaliasi yang sepadan.

Tindakan pengamanan tidak dapat

diberlakukan lebih dari 4 tahun, namun dapat

diperpanjang menjadi 8 tahun jika otoritas

yang berwenang menganggap perlu, dan ada

kejelasan bahwa industri domestik sedang

melakukan penyesuaian. Tindakan yang sudah

diberlakukan lebih dari satu tahun harus

secara progresif diliberalisasikan.

Jika suatu negara menerapkan tindakan

pengamanan untuk melindungi kepentingan

industri domestik, pada prinsipnya negara

tersebut juga harus memberikan keuntungan

lain kepada negara pengekspor sebagai

imbalan atas kerugian yang dialami mereka.

Negara pengekspor juga diperbolehkan

meminta kompensasi atas pengenaan tindakan

pengamanan setelah melakukan konsultasi.

Jika tidak dicapai kesepakatan dalam proses

konsultasi, maka negara pengekspor juga

berhak melakukan retaliasi, misalnya dengan

menaikkan tarif suatu produk impor dari

negara yang mengenakan tindakan

pengamanan. Pada beberapa kasus, suatu

negara pengekspor baru dapat melakukan

retaliasi setelah 3 tahun pemberlakuan

tindakan pengamanan jika tindakan tersebut

memang sesuai dengan Persetujuan Tindakan

Page 17: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Pengamanan dan terjadi kenaikan absolut atas

impor produk tersebut.

Terdapat beberapa pengecualian untuk

negara berkembang yaitu pengenaan tindakan

pengamanan atas produk impor dari negara

berkembang hanya dapat diberlakukan jika

volume impor produk tersebut lebih dari 3%

dari total volume impor dari negara

berkembang tersebut, atau jika impor yang

diperhitungkan secara kolektif (gabungan)

dari beberapa negara berkembang tersebut

melebihi 9% dari total impor.

Komite Tindakan Pengamanan WTO

berfungsi untuk memantau pelaksanaan

persetujuan dan mengawasi pelaksanaan

komitmen pemberlakuan tindakan

pengamanan. Negara anggota juga

mempunyai kewajiban untuk melaporkan

kemajuan investigasi dan setiap keputusan

kebijakan pengamanan yang diambil, dan

Komite akan melakukan peninjauan atas

laporan-laporan tersebut.

Tindakan Pengamanan dapat dilakukan

dengan mengenakan bea masuk tindakan

pengamanan dan/ atau pengenaan kuota

impor. Pengaturan lebih lanjut mengenai

kuota ditetapkan oleh Menteri Perdagangan

sedangkan Safeguard ditetapkan dengan

Peraturan Menteri Keuangan.

Safeguard diawali dengan penyelidikan

yang dilakukan oleh Komite Pengemanan

Perdagangan Indonesia (KPPI). KPPI

merupakan Lembaga Pemerintah yang

independen dan berada di bawah koordinasi

Kementerian Perdagangan. KPPI melakukan

penyelidikan dapat berdasarkan permohonan

atau inisiatif KPPI sendiri. Penyelidikan

tersebut harus disertai oleh data yang

mendukung untuk memenuhi persyaratan

pengenaan Safeguard. Proses dimulai atau

dihentikannya penyelidikan harus melalui

pengumuman pada publik.

Pasal 75 PP tersebut menyatakan bahwa

KPPI melakukan evaluasi terhadap faktor

yang bersifat obyektif dan terukur yang terkait

dengan kondisi Industri dalam negeri. Hasil

penyelidikan dimuat dalam laporan akhir.

Selama masa penyelidikan, KPPI dapat

merekomendasikan kepada Menteri

Perdagangan untuk mengenakan Tindakan

Pengamanan sementara.

Hasil penyelidikan KPPI diserahkan

kepada Menteri Perdagangan untuk dibahas

dan disampaikan kepada Kementerian/

Lembaga yang terkait. Apabila tidak ada

tanggapan dari Kementerian/ Lembaga terkait

selama 14 (empat belas) hari kerja dianggap

menyetujui rekomendasi KPPI. Sesuai dengan

Pasal 84 ayat 4 maka Menteri Perdagangan

memutuskan: a) besarnya pengenaan bea

masuk tindakan pengamanan dan/ atau jumlah

kuota; dan b) jangka waktu pengenaan bea

masuk tindakan pengamanan dan/atau kuota.

Keputusan tersebut disampaikan kepada

Menteri Keuangan paling lambat 30 (tiga

puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal

rekomendasi dari KPPI. Menteri Keuangan

menetapkan besaran tarif dan jangka waktu

pengenaan bea masuk tindakan pengamanan

sesuai dengan keputusan Menteri Perdagangan

di atas. Menteri Keuangan menetapkan

besaran tarif dan jangka waktu pengenaan bea

masuk tindakan pengamanan paling lambat 30

(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal

diterimanya surat Menteri Perdagangan oleh

Menteri Keuangan.

METODOLOGI PENELITIAN

Obyek Penelitian

Penulisan artikel ini akan membahas

mengenai efektifitas pengenaan bea masuk

tindakan pengamanan (Safeguard) terhadap

impor produk tali kawat baja (steel wire

ropes) dengan kode HS 7312.10.10.00

sebagaimana yang termuat dalam PMK

Nomor 55/PMK.011/2011. Berikut ini besaran

bea masuk tindakan pengamanan terhadap

impor produk tali kawat baja (steel wire ropes)

yang berlaku sejak tanggal diundangkannya

PMK Nomor 55/PMK.011/2011 tanggal 23

Maret 2011.

Page 18: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Tabel 3.1. Besaran BMTP atas Produk Tali

Kawat Baja

No. Periode Bea Masuk Tindakan

Pengamanan

1 Tahun I Rp 18.620/kg

2 Tahun II Rp 17.326/kg

3 Tahun III Rp 16.858/kg

Sumber: PMK No. 55/PMK.011/2011

Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam analisis

adalah data sekunder sebagai berikut:

1. Besaran bea masuk tindakan pengamanan

(Safeguard) selama 3 tahun, yaitu sejak

diterbitkannya PMK Nomor

55/PMK.011/2011 tanggal 23 Maret 2011

sampai dengan berakhirnya tanggal 23

Maret 2014.

2. Besaran tarif bea masuk yang berlaku

secara umum (MFN).

3. Data ekspor-impor Indonesia baik secara

total maupun khusus produk tali kawat

baja dalam bentuk time series per bulan

dari bulan Januari 2006 sampai dengan

bulan Juni 2013.

4. Produk Domestik Bruto (PDB) untuk

sektor besi dan baja.

5. Tingkat inflasi dan kurs Rupiah yang

bersumber dari Bank Indonesia.

Hipotesis

Berdasarkan uraian pada latar belakang,

teori dan kerangka pemikiran di atas, penulis

mengambil suatu hipotesis sebagai berikut:

“Pengenaan bea masuk tindakan pengamanan

terhadap impor produk tali kawat baja

berpengaruh signifikan dan efektif dalam

melindungi Industri tali kawat baja dalam

negeri”.

Safeguard merupakan instrumen dalam

perdagangan internasional untuk menghambat

masuknya arus barang ke dalam suatu negara

akibat adanya lonjakan impor. Sehingga

dengan adanya hambatan atas impor produk

tali kawat baja maka industri tali kawat baja

dalam negeri secara otomatis akan terlindungi

dari persaingan dengan produk tali kawat baja

impor. Hal ini akan memberikan ruang bagi

industri tali kawat baja dalam negeri yang

mengalami kerugian serius untuk

meningkatkan daya saingnya serta dapat

melakukan penyesuaian yang diperlukan.

Apabila nanti masa berlaku dari pengenaan

Safeguard terhadap impor produk tali kawat

baja berakhir sesuai PMK Nomor

55/PMK.011/2011, maka industri tali kawat

baja dalam negeri diharapkan sudah siap

bersaing kembali dengan produk tali kawat

baja impor.

Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis

Analisis akan diawali dengan

pengumpulan data statistik serta informasi.

Selanjutnya langkah – langkah analisis akan

dilakukan sebagai berikut: Estimasi Model

Regresi Linier Berganda untuk melakukan

prediksi hubungan dari nilai variabel

dependen (terikat) terhadap satu atau beberapa

variabel independen (bebas).

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Analisis Model Regresi Linier Berganda

Estimasi Model Regresi Linier Berganda

Model regresi yang dihasilkan dapat

dijelaskan sebagai berikut:

Nilai R2

= 0.770651 artinya bahwa sebesar

77%, impor tali kawat baja dapat dijelaskan

oleh variabel MFN, Inflasi, Kurs, PDB_Baja,

Safeguard, dan Penyelidikan sedangkan

sisanya sebesar 23% dijelaskan oleh variable

lain di luar model misalnya berupa permintaan

tali kawat baja dalam negeri, kapasitas

produksi tali kawat baja dalam negeri, Standar

Nasional Indonesia (SNI) untuk produk tali

kawat baja, dan lainnya.

Di antara variabel-variabel independen

yang mempengaruhi nilai impor produk tali

kawat baja di atas, yang berpengaruh

signifikan pada tingkat signifikansi 1%

adalah: PDB pada sektor baja, Pengenaan

Safeguard, dan Penyelidikan dalam rangka

pengenaan Safeguard.

Page 19: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Tabel 4.1. Hasil Uji Terhadap Pelanggaran Asumsi OLS

Dependent Variable: IMPOR

Method: Least Squares

Date: 02/18/14 Time: 03:50

Sample: 2006M01 2013M06

Included observations: 90

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

MFN -264.1621 102.1953 -2.584875 0.0115

INFLASI -250.5088 294.3848 -0.850957 0.3972

KURS 0.128523 0.236061 0.544449 0.5876

PDB_BAJA 3.327851 0.720262 4.620332 0.0000

SAFEGUARD -0.351532 0.033355 -10.53911 0.0000

PENYELIDIKAN -4616.879 447.3667 -10.32012 0.0000

C 164.0821 3215.376 0.051030 0.9594

R-squared 0.770651 Mean dependent var 2234.689

Adjusted R-squared 0.754071 S.D. dependent var 2472.377

S.E. of regression 1226.081 Akaike info criterion 17.13562

Sum squared resid 1.25E+08 Schwarz criterion 17.33005

Log likelihood -764.1029 Hannan-Quinn criter. 17.21403

F-statistic 46.48228 Durbin-Watson stat 1.528904

Prob(F-statistic) 0.000000

Model di atas dapat ditulis menjadi:

Impor = 164.08 - 264.16*MFN - 250.51*Inflasi + 0.13*KURS +

3.33*PDB_Baja - 0.35*Safeguard –

4616.88*Penyelidikan + u

Dari hasil uji F-statistik didapat bahwa

nilai prob (F-statistic) sebesar 0.000000 atau

lebih kecil dari tingkat signifikansi pada α =

1%. Hal ini mengindikasikan bahwa secara

keseluruhan, semua variabel independen

secara bersama-sama dapat mempengaruhi

variabel dependennya.

Dari hasil uji parsial dapat dilihat nilai

prob (di sebelah t-statistic) untuk variabel

PDB_Baja, Safeguard, Penyelidikan

Safeguard yaitu sebesar 0.0000 atau kurang

dari tingkat signifikansi pada α = 1%. Hal ini

dapat disimpulkan bahwa PDB_Baja,

Safeguard, Penyelidikan Safeguard

berpengaruh signifikan terhadap nilai impor

produk tali kawat baja di Indonesia. Namun

MFN, Inflasi dan Kurs tidak mempengaruhi

nilai impor produk tali kawat baja secara

signifikan karena nilai probabilita nya lebih

besar dari 1% yaitu sebesar 0.0115, 0.3972

dan 0.5876.

Berdasarkan hasil estimasi yang sudah

memenuhi asumsi OLS dapat ditulis

persamaan model regresi sebagai berikut:

Page 20: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Impor = 164.08 - 264.16*MFN -

250.51*Inflasi + 0.13*KURS +

3.33*PDB_Baja - 0.35*Safeguard –

4616.88*Penyelidikan + u

Dimana:

Nilai koefisien MFN = -264,16, nilai

koefisiennya tidak diinterpretasikan

dikarenakan berdasarkan uji t-statistik

MFN tidak berpengaruh secara signifikan.

Nilai koefisien inflasi = -250,51, nilai

koefisiennya tidak diinterpretasikan

dikarenakan berdasarkan uji t-statistik

inflasi tidak berpengaruh secara signifikan.

Nilai koefisien kurs = 0,13, nilai

koefisiennya tidak diinterpretasikan

dikarenakan berdasarkan uji t-statistik kurs

tidak berpengaruh secara signifikan.

Nilai koefisien PDB_Baja = 3,33, artinya

jika PDB_Baja mengalami peningkatan

sebesar 1 miliar rupiah maka akan

mengakibatkan peningkatan nilai impor

produk tali kawat baja sebesar 3.330 US$.

Nilai koefisien Safeguard = -0,35, artinya

jika besaran Safeguard mengalami

peningkatan sebesar 1 rupiah per kilogram

maka akan mengakibatkan penurunan nilai

impor produk tali kawat baja sebesar 350

US$.

Nilai koefisien penyelidikan Safeguard = -

4.616,88, artinya jika penyelidikan

Safeguard dilaksanakan oleh Pemerintah

maka akan mengakibatkan penurunan nilai

impor produk tali kawat baja sebesar

4.616.880 US$.

Nilai koefisien penyelidikan Safeguard = -

4.616,88, artinya jika penyelidikan

Safeguard dilaksanakan oleh Pemerintah

maka akan mengakibatkan penurunan nilai

impor produk tali kawat baja sebesar

4.616.880 US$.

PENUTUP

Kesimpulan

Berikut ini beberapa kesimpulan yang

dapat diambil berdasarkan hasil pembahasan:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

penyelidikan Safeguard dan safeguard

measures berpengaruh signifikan terhadap

importasi produk tali kawat baja. Hal ini

menunjukkan bahwa upaya Pemerintah

dalam melindungi Industri tali kawat baja

dalam negeri terbukti efektif untuk

mengurangi lonjakan impor produk

tersebut. Pengaruh Safeguard berbanding

terbalik dengan pergerakan nilai impor

produk tali kawat baja, yaitu semakin

tinggi pengenaan Safeguard maka

semakin menurun jumlah impor produk

tali kawat baja.

2. Hasil regresi linier berganda

menunjukkan bahwa terdapat 3 variabel

yang berpengaruh signifikan terhadap

importasi tali kawat baja, yaitu:

Penyelidikan Safeguard,Pengenaan

Safeguard, dan PDB pada sektor besi dan

baja.

3. Nilai R-Squared sebesar 0.770651 artinya

bahwa sebesar 77%, impor tali kawat baja

dapat dijelaskan oleh variable MFN,

Inflasi, Kurs, PDB_Baja, Safeguard, dan

Penyelidikan sedangkan sisanya sebesar

23% dijelaskan oleh variable lain di luar

model regresi linier berganda misalnya

berupa permintaan tali kawat baja dalam

negeri, kapasitas produksi tali kawat baja

dalam negeri, Standar Nasional Indonesia

(SNI) untuk produk tali kawat baja, dan

lainnya.

Saran

Berikut ini beberapa saran yang dapat

diberikan berdasarkan hasil pembahasan:

1. Untuk lebih optimal dalam melindungi

Industri Tali Kawat Baja serta untuk

lebih meningkatkan daya saing Industri

Tali Kawat Baja, maka sebaiknya KPPI

tidak hanya mengusulkan pengenaan bea

masuk tindakan pengamanan saja tetapi

juga bisa mengusulkan penerapan kuota

dan instrumen lainnya pada Kementerian

Perdagangan.

2. Mengingat defisit perdagangan Indonesia

yang semakin memburuk dewasa ini,

sebaiknya pihak Pemerintah dalam hal ini

KPPI berinisiatif memulai penyelidikan

untuk pengenaan Safeguard dalam

rangka perlindungan industri dalam

Page 21: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

negeri. Sehingga pengenaan Safeguard

tidak selalu harus menunggu usulan dari

industri yang sedang injury.

3. Analisa dalam penelitian ini terbatas pada

penggunaan data sekunder saja yang

berupa data ekspor-impor untuk

menganalisis efektifitas pengenaan

Safeguard atas impor produk tali kawat

baja. Penulis mengharapkan ada peneliti/

akademisi yang dapat menganalisis

pengenaan Safeguard dengan

menggunakan tambahan data lainnya,

seperti berikut: Kapasitas sektor riil dan

potensial dari negara atau negara-negara

produsen asal barang, Tingkat

persediaan, Pangsa pasar dalam negeri

yang diambil akibat lonjakan jumlah

barang impor yang terselidik, Perubahan

tingkat penjualan, Produksi barang,

Produktivitas, Pemanfaatan kapasitas,

Keuntungan dan kerugian, Kesempatan

kerja dan Investasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ajija, Shochrul R. dan Rahmat H. Setianto.

2011. Cara Cerdas Menguasai Eviews.

Jakarta : Salemba Empat

Anggraeni, Tati. 2012. Implementasi

Kebijakan Pengenaan Bea Masuk

Tindakan Pengamanan (Safeguard)

Terhadap Impor Produk Paku. Skripsi.

Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Jakarta: Tidak Diterbitkan

Badan Kebijakan Fiskal, 2012, Daya Saing

Produk Indonesia, Korea dan ASEAN

dalam kerangka ASEAN – Korea Free

Trade Area (AKFTA). Jakarta: Badan

Kebijakan Fiskal

Badan Kebijakan Fiskal. 2011. Kajian

Efektivitas Pengenaan Bea Masuk

Tindakan Pengamanan Terhadap

Impor Produk Paku. Jakarta: Badan

Kebijakan Fiskal

Hamdy, H. 2000. Ekonomi Internasional :

Teori dan Kebijakan Perdagangan

Internasional. Jakarta : Ghalia

Indonesia

Kementerian Luar Negeri RI. 2010. Sekilas

WTO (World Trade Organization) .

Jakarta: Kementerian Luar Negeri RI

Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2002

tentang Tindakan Pengamanan Industri

Dalam Negeri Akibat Lonjakan Impor

KPPI. 2011. Pelatihan Bea Masuk Tindakan

Pengamanan (Safeguard). Jakarta :

KPPI

LPEM FE UI. 2010. Pelatihan Ekonometrika,

Jakarta : LPEM FE UI

Nandang Sutrisno. 2007. Memperkuat Sistem

Hukum Remedi Perdagangan,

Melindungi Industri Dalam Negeri.

Yogyakarta : Tidak Diterbitkan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor

55/PMK.011/2011 tentang Pengenaan

Bea Masuk Tindakan Pengamanan

Terhadap Impor Produk Tali Kawat

Baja (Steel Wire Ropes) dengan Pos

tariff Ex 7312.10.10.00

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011

tentang Tindakan Antidumping,

Tindakan Imbalan, dan Tindakan

Pengamanan Perdagangan

Rakhmawan, Hendra.2009. Analisis Daya

Saing Komoditi Udang Indonesia di

Pasar Internasional. Bogor:

Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas

Ekonomi dan Manajemen Institut

Pertanian Bogor.

Subiyantoro, Heru dan Singgih Riphat, 2004,

Kebijakan Fiskal : Pemikiran, Konsep,

dan Implementasi. Jakarta : Kompas

Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995

Sebagaimana telah Diubah dengan

Undang Undang Nomor 17 Tahun

2006 Tentang Kepabeanan

Undang Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang

Pengesahan Agreement Establishing

The World Trade Organization

(Persetujuan Pembentukan Organisasi

Perdagangan Dunia)

Yustiawan, Dewa Gede Pradnya. 2011.

Perlindungan Industri Dalam Negeri

dari Praktik Dumping. Tesis Program

Pascasarjana Universitas Udayana,

Denpasar: Tidak diterbitkan

Page 22: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

PEMODELAN DAN PENDUGAAN MODEL REGRESI DENGAN

PEUBAH DUMMY (CONTOH KASUS PENGHITUNGAN PERKIRAAN

GAJI DAN MEMPERKIRAKAN NILAI RUMAH)

Peggy Ratna Marlianingrum

STIE Muhammadiyah Jakarta

Seipah Kardipah

STIE Muhammadiyah Jakarta

Abstrak. Regresi berganda dummy mampu memprediksi besarnya nilai variabel

tergantung/dependent atas dasar satu atau lebih variabel bebas/independent, di mana satu atau

lebih variabel bebas yang digunakan bersifat dummy. Variabel dummy digunakan untuk melihat

bagaimana klasifikasi-klasifikasi dalam sampel berpengaruh terhadap parameter pendugaan.

Model regresi dengan menggunakan variabel dummy adalah model regresi dengan variabel yang

digunakan untuk mengkuantitatifkan variabel yang bersifat kualitatif (misal: penghitungan

perkiraan gaji, nilai rumah, jenis kelamin, ras, agama, perubahan kebijakan pemerintah,

perbedaan situasi dan lain-lain). Berdasarkan hasil penghitungan perkiraan gaji dan nilai rumah

dengan menggunakan variabel dummy, diperoleh gambar Residual Plot dan hasil analisis

regresi yang dapat disimpulkan bahwa i N (0, 2), artinya komponen i menyebar Normal,

bebas stokastik, dan identik, dengan nilai tengah sama dengan nol dan ragam konstan untuk i =

1, 2,…n. Menurut Dalil Gauss-Markov jika asumsi tersebut telah terpenuhi maka pendugaan

parameter koefisien regresi menggunakan OLS akan menghasilan penduga tak bias linier terbaik

(BLUE = Best Linear Unbiased Estimator).

Kata Kunci: Model Regresi, Peubah Dummy, Gaji, Nilai Rumah.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Model merupakan abstraksi (penyeder-

hanaan) dari realitas, dalam proses

pemodelan kita harus memvalidasi tidak

hanya model secara keseluruhan, tapi juga

hubungan-hubungan individu (peubah) yang

menyusun model tersebut. Salah satu bagian

dari regresi linear berganda adalah regresi

berganda dengan variabel dummy (variabel

boneka). Variabel dummy adalah variabel

yang digunakan untuk mengkuantitatifkan

variabel yang bersifat kualitatif (misal:

penghitungan perkiraan gaji, nilai rumah,

jenis kelamin, ras, agama, perubahan

kebijakan pemerintah, perbedaan situasi dan

lain-lain). Variabel dummy merupakan

variabel yang bersifat kategorikal yang

diduga mempunyai pengaruh terhadap

variabel yang bersifat kontinue. Bedasarkan

uraian diatas inilah yang kemudian menarik

untuk diketahui tentang bagaimana

pengertian, pemanfaatan serta model

variabel dummy.

Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas dapat

diambil rumusan permasalahan yaitu: (a)

Bagaimana definisi dari regresi berganda

dengan variabel dummy?; (b) Bagaimana

pemanfaatan Regresi berganda dengan

variabel dummy?; dan (c) Bagaimana

peng-hitungan perkiraan gaji dan nilai

rumah dengan menggunakan variabel

dummy beserta penyelesaian dan interpretasi

regresi berganda dengan variabel dummy?

Page 23: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas,

maka tujuan penelitian ini adalah (a) untuk

mengetahui definisi dari regresi berganda

dengan variabel dummy, (b) untuk

mengetahui pemanfaatan regresi berganda

dengan variabel dummy, dan (c) untuk

mengetahui penghitungan perkiraan gaji dan

nilai rumah beserta penyelesaian dan

interpretasi regresi berganda dengan

variabel dummy.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Regresi Berganda dengan

Variabel Independen Dummy Variabel dummy adalah variabel yang

digunakan untuk mengkuantitatifkan

variabel yang bersifat kualitatif (misal:

perkiraan gaji, nilai rumah, jenis kelamin,

ras, agama, perubahan kebijakan

pemerintah, perbedaan situasi dan lain-lain).

Variabel dummy merupakan variabel yang

bersifat kategorikal yang diduga

mempunyai pengaruh terhadap variabel

yang bersifat kontinu. Variabel dummy

sering juga disebut variabel boneka, binary,

kategorik atau dikotom. Variabel dummy

hanya mempunyai 2 (dua) nilai yaitu 1 dan

nilai 0, serta diberi simbol D. Dummy

memiliki nilai 1 (D=1) untuk salah satu

kategori dan nol (D=0) untuk kategori yang

lain.

Pemanfaatan Regresi Berganda dengan

Variabel Dummy Manfaat menggunakan regresi berganda

dummy adalah memprediksi besarnya nilai

variabel tergantung/dependent atas dasar

satu atau lebih variabel bebas/independent,

di mana satu atau lebih variabel bebas yang

digunakan bersifat dummy. Variabel dummy

adalah variabel yang digunakan untuk

membuat kategori data yang bersifat

kualitatif (data kualitatif tidak memiliki

satuan ukur), agar data kualitatif dapat

digunakan dalam analisa regresi maka harus

lebih dahulu di transformasikan ke dalam

bentuk kuantitatif. Contoh data kualitatif

misal jenis kelamin adalah laki-laki dan

perempuan, harus ditransformasikan ke

dalam bentuk Laki-laki = 1 ; Perempuan =

0. atau tingkat pendidikan misal SMA dan

Sarjana, maka diubah menjadi SMA = 0 ;

Sarjana = 1, skala yang terdiri dari dua

yakni 0 dan 1 disebut kode Binary,

sedangkan persamaan model yang terdiri

dari Variabel Dependent kuantitatif dan

variabel Independent skala campuran,

kualitatif dan kuantitatif, maka persamaan

tersebut disebut persamaan Regresi

Berganda Dummy. Dalam kegiatan

penelitian, kadang variabel yang akan

diukur bersifat kualitatif, sehingga muncul

kendala dalam pengukuran, dengan adanya

variabel Regresi dengan variabel bebas

Dummy tersebut, maka besaran atau nilai

variabel yang bersifat kualitatif tersebut

dapat di ukur dan diubah menjadi

kuantitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengembangan model untuk

memperkirakan gaji (Y) berdasarkan

pengalaman dan pendidikan dalam

penelitian ini dilakukan dengan cara

membuat dummy masing-masing variabel

seperti di bawah ini:

Tabel 3.1. Model pengembangan untuk memperkirakan gaji (Y) berdasarkan pengalaman dan

pendidikan dengan data sebagai berikut:

Gaji(ribuRp) Pengalaman(Th) Pendidikan D D_SL D_PT

Th x

D_SL

Th x

D_PT

3390 2 SD 1 0 0 0 0

3182 2 SD 1 0 0 0 0

Page 24: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Gaji(ribuRp) Pengalaman(Th) Pendidikan D D_SL D_PT

Th x

D_SL

Th x

D_PT

4916 5 SD 1 0 0 0 0

4164 3 SD 1 0 0 0 0

5047 6 SD 1 0 0 0 0

4285 4 SD 1 0 0 0 0

6565 8 SD 1 0 0 0 0

7524 10 SD 1 0 0 0 0

4865 5 SD 1 0 0 0 0

3620 3 SD 1 0 0 0 0

9620 7 SL 2 1 0 7 0

10942 8 SL 2 1 0 8 0

7777 5 SL 2 1 0 5 0

8735 6 SL 2 1 0 6 0

9428 7 SL 2 1 0 7 0

4588 2 SL 2 1 0 2 0

6537 4 SL 2 1 0 4 0

11684 9 SL 2 1 0 9 0

10573 8 SL 2 1 0 8 0

7874 5 SL 2 1 0 5 0

7147 2 PT 3 0 1 0 2

14610 7 PT 3 0 1 0 7

17776 9 PT 3 0 1 0 9

18756 10 PT 3 0 1 0 10

20098 11 PT 3 0 1 0 11

13124 6 PT 3 0 1 0 6

11075 5 PT 3 0 1 0 5

15851 8 PT 3 0 1 0 8

6896 2 PT 3 0 1 0 2

9884 4 PT 3 0 1 0 4

30282624222018161412108642

400

300

200

100

0

-100

-200

-300

-400

Observation Order

Re

sid

ua

l

Versus Order(response is Gaji(ribuRp))

4002000-200-400

6

5

4

3

2

1

0

Residual

Fre

qu

en

cy

Histogram(response is Gaji(ribuRp))

Page 25: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

2000015000100005000

400

300

200

100

0

-100

-200

-300

-400

Fitted Value

Re

sid

ua

l

Versus Fits(response is Gaji(ribuRp))

5002500-250-500

99

95

90

80

70

60

50

40

30

20

10

5

1

Residual

Pe

rce

nt

Normal Probability Plot(response is Gaji(ribuRp))

Welcome to Minitab, press F1 for help.

Retrieving project from file: 'D:\AAKULIAH S3 DOKTOR ESK\EKOMET LANJUT\TUGAS

II - DUMMY VARIABEL\MINITABGAJI.MPJ'

* NOTE * Command canceled.

Results for: Worksheet 2

Regression Analysis: Gaji(ribuRp) versus Pengalaman(Th); D_PT; ...

The regression equation is

Gaji(ribuRp) = 2360 + 504 Pengalaman(Th) + 1671 D_PT + 543 Th x D_SL + 978 Th x D_PT

Predictor Coef SE Coef T P

Constant 2360,1 120,6 19,57 0,000

Pengalaman(Th) 504,46 23,40 21,56 0,000

D_PT 1671,0 198,7 8,41 0,000

Th x D_SL 543,05 16,36 33,19 0,000

Th x D_PT 978,45 32,35 30,25 0,000

S = 212,342 R-Sq = 99,8% R-Sq(adj) = 99,8%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Regression 4 642376800 160594200 3561,70 0,000

Residual Error 25 1127230 45089

Total 29 643504031

Source DF Seq SS

Pengalaman(Th) 1 368829752

D_PT 1 206864363

Page 26: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Th x D_SL 1 25423594

Th x D_PT 1 41259091

Unusual Observations

Obs Pengalaman(Th) Gaji(ribuRp) Fit SE Fit Residual St Resid

23 9,0 17775,6 17377,3 88,8 398,3 2,06R

R denotes an observation with a large standardized residual.

Dari gambar Residual Plot dan hasil analisis regresi di atas dapat disimpulkan bahwa i N

(0, 2), artinya komponen i menyebar Normal, bebas stokastik, dan identik, dengan nilai

tengah sama dengan nol dan ragam konstan untuk i = 1, 2,…n. Menurut Dalil Gauss-Markov

jika asumsi tersebut telah terpenuhi maka pendugaan parameter koefisien regresi menggunakan

OLS akan menghasilan penduga tak bias linier terbaik (BLUE = Best Linear Unbiased

Estimator).

a. Uji Model secara keseluruhan Interpretasi uji ANOVA

Hipotesis:

H0 : α=β= 0

H1 : Minimal ada satu, dimana α≠0 atau β≠0

Nilai p (0.000) < alpha 5% maka tolak H0 artinya model regresi significant.

b. Uji signifikansi masing-masing peubah bebas (menguji pengaruh X terhadap Y)

Interpretasi Uji-T

H0 : β = 0

H1 : β ≠ 0

Dari hasil Uji-T diatas diperoleh nilai p (0.000) < alpha 5 % maka tolak H0 artinya baik

pengalaman maupun jenjang pendidikan berpengaruh significant terhadap Y

(penghasilan/gaji).

c. Interpretasi koefisien determinasi:

R-Sq = 99.8% artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor pengalaman dan

jenjang pendidikan dalam model sebesar 99.8 % sedangkan sisanya sebesar 0.2 % dijelaskan

oleh faktor lain diluar model.

d. Interpretasi Persamaan Regresi:

Gaji(ribuRp) = 2360 + 504 Pengalaman(Th) + 1671 D_PT + 543 Th x D_SL

+ 978 Th x D_PT

Koefisien pengalaman (th) = 504 Ketika pengalaman meningkat 1 th maka mampu meningkatkan gaji sebesar 504 (Rp

00000).

Koefisien Perguruan Tinggi (PT) = 1671 Rata-rata perbedaan gaji antara tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (PT) dengan

pendidikan Sekolah Lanjutan (SL) yang ukurannya sama. Dengan tingkat pendidikan

Page 27: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Perguruan Tinggi dengan pengalaman yang lebih tinggi (dummy =1) akan menambah

gaji sebesar 1671 (Rp 00000).

Koefisien Sekolah Lanjutan (SL) = 543

Rata-rata perbedaan gaji antara tingkat pendidikan Perguruan Tinggi (PT) dengan

pendidikan Sekolah Lanjutan (SL) yang ukurannya sama. Dengan tingkat pendidikan

Sekolah Lanjutan dengan pengalaman yang lebih rendah (dummy =2) akan menambah

gaji sebesar 543 (Rp 00000).

Koefisien Constanta = 2360 Ketika pengalaman dan tingkat pendidikan = 0 maka gaji sebesar 2360 (Rp 00000).

Model pengembangan untuk memperkirakan nilai sebuah rumah (Y) berdasarkan ukuran rumah

dan lingkungan rumah dengan data sebagai berikut:

Rumah Nilai(xRp100000) Ukuran(m2) Lokasi

1 3869 21 1

2 3845 21 1

3 3846 21 1

4 4605 45 1

5 4618 45 1

6 4598 45 1

7 5287 70 1

8 5403 70 1

9 5319 70 1

10 5943 90 1

11 5936 90 1

12 5911 90 1

13 6809 120 1

14 6782 120 1

15 6816 120 1

16 3496 21 0

17 3464 21 0

18 3519 21 0

19 4010 45 0

20 3995 45 0

21 3971 45 0

22 4504 70 0

23 4429 70 0

24 4489 70 0

25 4877 90 0

26 4867 90 0

27 4852 90 0

28 5436 120 0

29 5531 120 0

30 5474 120 0

Page 28: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Hasil analisis menggunakan Minitab 15 adalah sebagai berikut.

210-1-2

99

90

50

10

1

Standardized Residual

Pe

rce

nt

70006000500040003000

2

1

0

-1

-2

Fitted Value

Sta

nd

ard

ize

d R

esid

ua

l

1.51.00.50.0-0.5-1.0-1.5

8

6

4

2

0

Standardized Residual

Fre

qu

en

cy

30282624222018161412108642

2

1

0

-1

-2

Observation Order

Sta

nd

ard

ize

d R

esid

ua

l

Normal Probability Plot Versus Fits

Histogram Versus Order

Residual Plots for Nilai(xRp100000)

Regression Analysis: Nilai(xRp100000) versus Ukuran(m2), Lokasi

The regression equation is

Nilai(xRp100000) = 2742 + 24.8 Ukuran(m2) + 845 Lokasi

Predictor Coef SE Coef T P

Constant 2742.42 80.49 34.07 0.000

Ukuran(m2) 24.8332 0.9514 26.10 0.000

Lokasi 844.83 65.49 12.90 0.000

S = 179.353 R-Sq = 96.9% R-Sq(adj) = 96.7%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P

Regression 2 27268018 13634009 423.85 0.000

Residual Error 27 868518 32167

Total 29 28136536

Source DF Seq SS

Ukuran(m2) 1 21915045

Lokasi 1 5352974

Durbin-Watson statistic = 0.206209

Page 29: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

PEMBAHASAN

Dari gambar Residual Plot dan hasil

analisis regresi di atas dapat disimpulkan

bahwa i N (0, 2), artinya komponen i

menyebar Normal, bebas stokastik, dan

identik, dengan nilai tengah sama dengan nol

dan ragam konstan untuk i = 1, 2,…n.

Menurut Dalil Gauss-Markov jika asumsi

tersebut telah terpenuhi maka pendugaan

parameter koefisien regresi menggunakan

OLS akan menghasilan penduga tak bias linier

terbaik (BLUE = Best Linear Unbiased

Estimator).

a. Uji Model secara keseluruhan

Interpretasi uji ANOVA

Hipotesis:

H0 : α=β= 0

H1 : Minimal ada satu, dimana α≠0 atau

β≠0

Nilai p (0.000) < alpha 5% maka tolak H0

artinya model regresi significant.

b. Uji signifikansi masing2 peubah bebas

(menguji pengaruh X terhadap Y)

Interpretasi Uji-T

H0 : β = 0

H1 : β ≠ 0

Dari hasil Uji-T diatas diperoleh nilai p

(0.000) < alpha 5 % maka tolak H0 artinya

baik ukuran rumah maupun lingkungan

(lokasi) rumah berpengaruh significant

terhadap Y (nilai rumah).

c. Interpretasi koefisien determinasi:

R-Sq = 96.9% artinya keragaman yang

mampu dijelaskan oleh faktor ukuran

rumah dan lingkungan (lokasi) rumah

dalam model sebesar 96.9 % sedangkan

sisanya sebesar 3.1 % dijelaskan oleh

faktor lain diluar model.

d. Interpretasi Persamaan Regresi:

Nilai (xRp100000) = 2742 + 24.8

Ukuran(m2) + 845 Lokasi

Koefisien ukuran rumah = 24.8

Ketika ukuran rumah meningkat 1 m2

maka mampu meningkatkan nilai

rumah sebesar 24.8 (Rp 00000).

Koefisien lingkungan (lokasi) rumah =

845

Rata-rata perbedaan nilai rumah antara

kelompok rumah di lingkungan “baik”

dengan kelompok lingkungan biasa

yang ukurannya sama. Ketika

lingkungan rumah berada di lingkungan

yang baik (dummy =1) akan menambah

nilai rumah sebesar 845 (Rp 00000).

Koefisien Constanta = 2742 Ketika ukuran rumah dan lingkungan

rumah = 0 maka rata-rata nilai rumah

sebesar 2742 (Rp 00000).

PENUTUP

Model regresi dengan menggunakan

variabel dummy adalah menjelaskan model

regresi dengan variabel yang digunakan untuk

mengkuantitatifkan variabel yang bersifat

kualitatif (misal: penghitungan perkiraan gaji,

nilai rumah, jenis kelamin, ras, agama,

perubahan kebijakan pemerintah, perbedaan

situasi dan lain-lain).

Variabel dummy digunakan sebagai

upaya untuk melihat bagaimana klasifikasi-

klasifikasi dalam sampel berpengaruh

terhadap parameter pendugaan. Tujuan

menggunakan regresi berganda dummy adalah

memprediksi besarnya nilai variabel

tergantung/dependent atas dasar satu atau

lebih variabel bebas/independent, di mana satu

atau lebih variabel bebas yang digunakan

bersifat dummy. Variabel dummy hanya

mempunyai 2 (dua) nilai yaitu 1 dan nilai 0,

serta diberi simbol D. Dummy memiliki nilai

1 (D=1) untuk salah satu kategori dan nol

(D=0) untuk kategori yang lain.

Page 30: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

DAFTAR PUSTAKA

Handoko Agung. 2013. Model Regresi dengan

Variabel Bebas Dummy. Universitas

Lambung Mangkurat. Banjarmasin

Jaya M dan Sunengsih N. 2009. Kajian

Analisis Regresi dengan Data Panel.

Prosiding Seminar Nasional Penelitian.

Universitas Negeri Yogyakarta.

Yogyakarta

Juanda Bambang,. 2009. Ekonometrika

Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press.Bogor

M. Nazir. 1983. Metode Statistika dasar I ,

Gramedia Pustaka Utama :Jakarta

Page 31: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

MEMBANGUN KEWIRAUSAHAAN KOPERASI MELALUI

MANAJEMEN KOPERASI

Sutar

STIE Muhammadiyah Jakarta

Abstrak. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan kepribadian

bangsa indonesia yang pantas untuk ditumbuh kembangk sebagai badan usaha yang sangat

penting dan bukan sekedar alternatif terakhir. Kemudian kewirakoperasian adalah suatu sikap

mental positif dalam berusaha koperatif, untuk mengambil prakarsa inovatif serta keberanian

mengambil resiko dan berpegang teguh pada prinsip identitas koperasi dalam mewujudkan

terpenuhinya kebutuhan nyata serta peningkatan kesejahteraan bersama. Esensi kewirausahaan

yaitu tanggapan yang positip terhadap peluang memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan

atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan dengan masyarakat. Cara yang etis dan

produktif yang diperlukan untuk mencapai tujuan serta sikap mental untuk merealisasikan

tanggapan yang positip tersebut. Kemudian membentuk jiwa kewirausahaan koperasi di dalam

diri para pengurus dan anggotanya adalah upaya awal untuk menuju keberhasilan gerakan

koperasi ditanah air.

Kata Kunci: Koperasi, manajemen koperasi, kewirausahaan

PENDAHULUAN

Dalam usaha pemulihan krisis ekonomi

Indonesia dewasa ini sesungguhnya koperasi

mendapatkan peluang untuk tampil lebih

eksis. Krisis ekonomi yang diawali dengan

krisis nilai tukar dan kemudian membawa

krisis hutang luar negeri, telah membuka mata

semua pemerhati ekonomi. Seperti yang kita

ketahui, bahwa koperasi bukanlah badan

usaha yang berupa kumpulan modal. Koperasi

adalah badan usaha yang unik karena dimiliki

oleh banyak individu. Koperasi merupakan

kumpulan dari individu-individu yang

memiliki kesamaan visi, misi, dan didasari

oleh jiwa kerja sama untuk mencapai suatu

tujuan tertentu. Dalam operasinya, kebijakan-

kebijakan yang diambil dalam koperasi

dilakukan secara demokratis demi

kepentingan untuk mencapai tujuan dan

keinginan bersama. Pada dasarnya,

pengelolaan koperasi yang profesional adalah

didasari oleh kemampuan pengurus atau

manajemen koperasi untuk menjalankan

keputusan dan kebijakan yang sudah dibuat

secara demokratis dalam Rapat Anggota

Koperasi dan ditunjang oleh pengawasan yang

kontinu atas realisasi dan implementasi

kebijakan-kebijakan tersebut.

Koperasi sebagai suatu sistem ekonomi,

mempunyai kedudukan (politik) yang cukup

kuat karena memiliki dasar konstitusional,

yaitu berpegang pada Pasal 33 UUD 1945,

khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa

Perekonomian disusun sebagai usaha bersama

berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam

Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa

bangun usaha yang paling cocok dengan asas

kekeluargaan itu adalah Koperasi. Tafsiran itu

sering pula dikemukakan oleh Muhammad

Hatta, yang sering disebut sebagai perumus

pasal tersebut. Pada Penjelasan konstitusi

tersebut juga dikatakan, bahwa sistem

ekonomi Indonesia didasarkan pada asas

Demokrasi Ekonomi, di mana produksi

dilakukan oleh semua dan untuk semua yang

wujudnya dapat ditafsirkan sebagai Koperasi.

Citra koperasi di masyarakat saat ini

identik dengan badan usaha marginal, yang

hanya bisa hidup bila mendapat bantuan dari

pemerintah. Hal ini sebenarnya tidak

Page 32: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

sepenuhnya benar, karena banyak koperasi

yang bisa menjalankan usahanya tanpa

bantuan pemerintah. Tantangan koperasi ke

depan sebagai badan usaha adalah harus

mampu bersaing secara sehat sesuai etika dan

norma bisnis yang berlaku.

Tantangan bagi dunia usaha, terutama

pengembangan Usaha Kecil Menengah,

mencakup aspek yang luas, antara lain:

peningkatan kualitas SDM dalam hal

kemampuan manajemen, organisasi dan

teknologi, kompetensi kewirausahaan, akses

yang lebih luas terhadap permodalan,

informasi pasar yang transparan, faktor input

produksi lainnya, dan iklim usaha yang sehat

yang mendukung inovasi, kewirausahaan dan

praktek bisnis serta persaingan yang sehati

PEMBAHASAN

Pengertian Manajemen Koperasi

Manajemen merupakan kebutuhan mutlak

bagi setiap organisasi. Sebagaimana diketahui,

hakikat manajemen adalah mencapai tujuan

melalui tangan orang lain. Pencapaian tujuan

melalui tangan orang lain itu dilakukan oleh

manajemen dengan melaksanakan fungsi-

fungsi manajemen yaitu fungsi perencanaan,

fungsi perngorganisasian, fungsi pelaksanaan

dan fungsi pengawasan. Dengan demikian

keberhasilan manajemen sebuah organisasi

akan sangat tergantung pada pelaksanaan

masing-masing fungsi tersebut. Hal yang sama

berlaku pula pada koperasi. Hanya dengan

melaksanakn fungsi-fungsi manajemen itulah

sebuah koperasi akan dapat mencapai tujuan

mulianya secara efektif. Lembaga koperasi

sejak awal diperkenalkan baik di negara-

negara Eropa Barat sebagai tempat

kelahirannya maupun di Indonesia sudah

diarahkan untuk mampu mengatasi masalah

sosial ekonomi masyarakat golongan ekonomi

lemah yang kurang beruntung dalam sistem

ekonomi pasar liberal kapitalistik. Oleh

banyak kalangan, Lembaga koperasi diyakini

sangat sesuai dengan budaya dan tata

kehidupan bangsa Indonesia dengan nilai-nilai

saling kerja sama (gotong royong), menolong

diri sendiri, solidaritas, kejujuran,

keterbukaan,mengutamakan kebersamaan dan

keadilan serta beberapa esensi moral positif

lainnya.

Koperasi memang cocok untuk

masyarakat Indonesia, dan sudah ada di dalam

masyarakat kita jauh sebelum Indonesia

merdeka. Pada dasarnya bangsa Indonesia

suka bekerja sama dan saling tolong-

menolong. Koperasi yang pertama tumbuh

subur di Indonesia adalah koperasi sosial yang

dalam kegiatannya lebih mengutamakan

kegiatan yang bersifat sosial tanpa

memperhitungkan segi keuntungan dalam arti

ekonomi. Koperasi semacam ini dapat tumbuh

subur dengan landasan rasa solidaritas dari

anggotanya. Dengan bermodalkan rasa

solidaritas yang tinggi dari para anggotanya

saja, belumlah cukup untuk membina koperasi

jenis yang kedua yaitu koperasi ekonomi yang

bergerak di bidang ekonomi. Supaya koperasi

ekonomi bertahan hidup dan seterusnya

berkembang, diperlukan individualitas

(kepercayaan pada diri sendiri) dari para

anggotanya. Sebab hanya anggota yang

percaya akan kemampuannya sendiri yang

dapat bertindak/bekerja untuk memajukan

koperasi dan setia kepada koperasi yang

diikutinya. Selain itu, walaupun koperasi

adalah organisasi yang tidak mengutamakan

keuntungan yang sebesar-besarnya tetapi cara

kerjanya tidak boleh meninggalkan prinsip-

prinsip ekonomi, supaya dapat berkembang

dengan layak. Apabila kegiatan usaha

koperasi semakin luas maka masalah yang

dihadapi semakin kompleks, sehingga

penanganannya tidak boleh dikerjakan secara

amatiran tetapi harus secara profesional.

Dalam keadaan seperti itu, apabila anggota

koperasi tidak ada yang mampu dan cocok

untuk menangani usaha koperasi tersebut tidak

ada salahnya, bahkan dianjurkan untuk

mengambil orang atau sekelompok orang di

luar anggota koperasi yang benar-benar

profesional untuk menangani usaha koperasi.

Hanya saja perlu diingat bahwa tanggung

jawab atas pekerjaan tersebut tetap berada di

tangan pengurus. Sehingga pengurus harus

benar-benar melaksanakan pengawasan secara

ketat agar tidak terjadi penyimpangan-

Page 33: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

penyimpangan. Pengurus harus bertindak

dengan baik dan jujur agar dapat mengawasi

kerja karyawannya, sebab hanya orang yang

berbuat baik dan jujur saja yang dapat

memperbaiki tindakan orang lain yang kurang

baik.

Pola Manajemen Koperasi Indonesia Koperasi seperti halnya organisasi yang

lain membutuhkan pola manajemen yang baik

agar tujuan koperasi tercapai dengan efisien.

Hal yang membedakan manajemen koperasi

dengan manajemen umum adalah terletak

pada unsur-unsur manajemen koperasi yaitu

rapat anggota, pengurus, dan pengawas.

Adapun tugas masing-masing dapat diperinci

sebagai berikut : Rapat anggota bertugas

untuk menetapkan anggaran dasar, membuat

kebijaksanaan umum, mengangkat/member-

hentikan pengurus dan pengawas. Pengurus

koperasi bertugas memimpin koperasi dan

usaha koperasi sedangkan Pengawas tugasnya

mengawasi jalannya koperasi. Untuk koperasi

yang unit usahanya banyak dan luas, pengurus

dimungkinkan mengangkat manajer dan

karyawan. Manajer atau karyawan tidak harus

anggota koperasi dan seyogyanya memang

diambil dari luar koperasi supaya

pengawasannya lebih mudah. Mereka bekerja

karena ditugasi oleh pengurus, maka mereka

juga bertanggung jawab kepada pengurus. Di

bawah ini akan dibahas mengenai beberapa

pola manajemen koperasi yang nantinya akan

membantu koperasi tersebut dalam mencapai

tujuannya:

1. Perencanaan

Perencanaan merupakan proses dasar

manajemen. Dalam perencanaan manajer

memutuskan apa yang harus dilakukan, kapan

harus dilakukan, bagaimana melakukan dan

siapa yang harus melakukan. setiap organisasi

memerlukan perencanaan. Baik organisasi

yang bersifat kecil maupun besar sama saja

membutuhkan perencanaan. Hanya dalam

pelaksanaannya diperlukan penyesuaian-

penyesuaian mengingat bentuk, tujuan dan

luas organisasi yang bersangkutan.

Perencanaan yang baik adalah perencanaan

yang fleksibel, sebab perencanaan akan

berbeda dalam situasi dan kondisi yang

berubah-ubah di waktu yang akan datang.

Apabila perlu dalam pelaksanaannya diadakan

perencanaan kembali sehingga semakin cepat

cita-cita/tujuan organisasi untuk dicapai.

Perencanaan dalam Koperasi:

Organisasi koperasi sama dengan organisasi

yang lain, perlu dikelola dengan baik agar

dapat mencapai tujuan akhir seefektif

mungkin. Fungsi perencanaan merupakan

fungsi manajemen yang sangat penting karena

merupakan dasar bagi fungsi manajemen yang

lain. Agar tujuan akhir koperasi dapat dicapai

maka koperasi harus membuat rencana yang

baik, dengan melalui beberapa langkah dasar

pembuatan rencana yaitu menentukan tujuan

organisasi mengajukan beberapa alternatif

cara mencapai tujuan tersebut dan kemudian

alternatif-alternatif tersebut harus dikaji satu

per satu baik buruknya sebelum diputuskan

alternatif mana yang dipilih Tipe rencana yang

dapat diambil dalam koperasi dapat

bermacam-macam tergantung pada jangka

waktu dan jenjang atau tingkatan manajemen.

2. Pengorganisasian dan Struktur Organisasi

Pengorganisasian merupakan suatu

proses untuk merancang struktur formal,

mengelompokkan dan mengatur serta

membagi tugas-tugas atau pekerjaan di antara

para anggota organisasi, agar tujuan organisasi

dapat dicapai secara efisien. Pelaksanaan

proses pengorganisasian akan mencerminkan

struktur organisasi yang mencakup beberapa

aspek penting seperti: (a) Pembagian kerja; (b)

Departementasi; (c) Bagan organisasi; (d)

Rantai perintah dan kesatuan perintah; (e)

Tingkat hierarki manajemen; dan (f) Saluran

komunikasi dan sebagainya.

Struktur Organisasi dalam Koperasi:

Sebagai pengelola koperasi, pengurus meng-

hadapi berbagai macam masalah yang harus

diselesaikan. Masalah yang paling sulit adalah

masalah yang timbul dari dalam dirinya

sendiri, yaitu berupa keterbatasan. Keter-

batasan dalam hal pengetahuan paling sering

Page 34: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

terjadi, sebab seorang pengurus harus diangkat

oleh, dan dari anggota, sehingga belum tentu

dia merupakan orang yang profesional di

bidang perusahaan. Dengan kemampuannya

yang terbatas, serta tingkat pendidikan yang

terbatas pula, pengurus perlu mengangkat

karyawan yang bertugas membantunya dalam

mengelola koperasi agar pekerjaan koperasi

dapat diselesaikan dengan baik. Dengan

masuknya berbagai pihak yang ikut membantu

pengurus mengelola usaha koperasi, semakin

kompleks pula struktur organisasi koperasi

tersebut. Pemilihan bentuk struktur organisasi

koperasi harus disesuaikan dengan macam

usaha, volume usaha, maupun luas pasar dari

produk yang dihasilkan. Pada prinsipnya

semua bentuk organisasi baik, walaupun

masing-masing mempunyai kelemahan.

3. Pengarahan

Pengarahan merupakan fungsi

manajemen yang sangat penting. Sebab

masing-masing orang yang bekerja di dalam

suatu organisasi mempunyai kepentingan yang

berbeda-beda. Supaya kepentingan yang

berbeda-beda tersebut tidak saling bertabrakan

satu sama lain, maka pimpinan perusahaan

harus dapat mengarahkannya untuk mencapai

tujuan perusahaan. Seorang karyawan dapat

mempunyai prestasi kerja yang baik, apabila

mempunyai motivasi. Maka dari itu, tugas

pimpinan perusahaan adalah memotivasi

karyawannya agar mereka menggunakan

seluruh potensi yang ada dalam dirinya untuk

mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Supaya

manajer atau pimpinan perusahan dapat

memberikan pengarahan yang baik, pertama-

tama ia harus mempunyai kemampuan untuk

memimpin perusahaan dan harus pandai

mengadakan komunikasi secara vertikal.

Manajemen Kepegawaian :

Seorang manajer kepegawaian adalah

pembantu pengurus yang diserahi tugas

mengurus administrasi kepegawaian, yang

mencakup:

a. Mendapatkan pegawai yang mau bekerja

dalam koperas

b. Meningkatkan kemampuan kerja pegawai

c. Menciptakan suasana dan hubungan kerja

yang baik sehingga para karyawan

tersebut tidak bosan bekerja bahkan dapat

meningkatkan prestasinya

d. Melaksanakan kebijaksanaan yang dibuat

pengurus, mengawasi pelaksanaannya dan

menyampaikan informasi maupun laporan

kepada pengurus secara teratur

e. Memberikan saran-saran/usul-usul

perbaikan.

4. Pengawasan

Pengawasan adalah suatu usaha

sistematik untuk membuat semua kegiatan

perusahaan sesuai dengan rencana. Proses

pengawasan dapat dilakukan dengan melalui

beberapa tahap, yaitu menetapkan standar,

membandingkan kegiatan yang dilaksanakan

dengan standar yang sudah ditetapkan,

mengukur penyimpangan-penyimpangan yang

terjadi, kemudian mengambil tindakan koreksi

apabila diperlukan. Setiap perusahaan

mengadakan pengawasan dengan tujuan agar

pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana

yang sudah ditetapkan. Ada beberapa alasan

yang dapat diberikan mengapa hampir setiap

perusahaan menghendaki adanya proses

pengawasan yang baik. Alasan-alasan tersebut

antara lain:

a. Manajer dapat lebih cepat mengantisipasi

perubahan lingkungan

b. Perusahaan yang besar akan lebih mudah

dikendalikan

c. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh

anggota organisasi dapat dikurangi.

Berdasarkan waktu melakukan

pengawasan,dikenal ada tiga tipe pengawasan

yaitu, feedforward control, concurrent

control, dan feedback control.

Teknik dan Metode Pengawasan :

Secara garis besar pengawasan dapat dibagi

menjadi dua, yaitu metode pengawasan

kualitatif dan metode pengawasan kuantitatif.

Pengawasan kualitatif dilakukan oleh manajer

untuk menjaga performance organisasi secara

keseluruhan, sikap serta performance

karyawan. Metode pengawasan kuantitatif

Page 35: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

dilakukan dengan menggunakan data,

biasanya digunakan untuk mengawasi

kuantitas maupun kualitas produk. Ada

beberapa cara yang biasa digunakan untuk

mengadakan pengawasan kuantitatif, antara

lain: dengan menggunakan anggaran,

mengadakan auditing, analisis break even,

analisis rasio dan sebagainya.

Kita dapat melihatnya dalam program

keterkaitan yang dicanangkan sebagai

Gerakan Nasional muncul 4 (empat) macam

pola hubungan kemitraan, yaitu:

a. Pola Dagang.

Keterkaitan merupakan hubungan dagang

biasa antara produsen/koperasi dan

pemasar/pengusaha.

b. Pola Vendor.

Kerjasama dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan operasional perusahan yang

menjadi bapak angkat.

b. Pola Subkontrak.

Kerjasama dilakukan dalam hubungan

produk yang dihasilkan oleh koperasi

menjadi bagian dalam sistem produksi

bapak angkat.

c. Pola Pembinaan.

Pola ini dikembangkan untuk memberi

kesempatan kepada koperasi yang

memiliki potensi produksi tetapi lemah

dalam pemasaran.

Ke-empat pola tersebut memperlihatkan

bahwa koperasi ditempatkan sebagai sub

sistem dari perusahaan swasta/BUMN.

Padahal koperasi mempunyai kemampuan

untuk ditempatkan sebagai related system.

Dengan demikian fokus perhatian umumnya

terarah kepada koperasi primer, sedangkan

pengembangan koperasi sekunder dan tersier

tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dengan

hanya menjadi subsistem maka koperasi

berada pada posisi bargaining yang lemah.

Memasuki millennium ketiga ini sudah

seharusnya dilakukan upaya-upaya yang lebih

teratur dan konsisten untuk membuat koperasi

mampu berusaha di bidang ekpor-impor.

Koperasi harus didorong untuk tumbuh dalam

satu jaringan kerja (network) dan tidak hanya

menjadi sub sistem perusahaan swasta.

Pemerintah dapat mengalokasikan dana untuk

pengembangan koperasi dengan membangun

unit-unit quality control guna menetapkan

standar ekspor serta meningkatkan kualitas

produk dari koperasi-koperasi produksi.

Disamping itu juga membangun unit-unit

promosi (Rumah Produk Indonesia) yang

memperlihatkan bebagai sample produk dari

koperasi yang mempunyai standar ekspor.

Telah disinggung terdahulu bahwa

perhatian pembinaan yang hanya terfokus

kepada koperasi primer akan memperlambat

perkembangan koperasi di Indonesia. Untuk

itu sudah seharusnya focus perhatian

pembinaan disebarkan meliputi juga koperasi

sekunder dan tersier dalam suatu sistem

pembinaan terpadu.

Kewirausahaan Koperasi

Secara definitif seorang wirausaha

termasuk wirausaha koperasi adalah orang

yang mempunyai kemampuan melihat dan

menilai kesempatan-kesempatan bisnis,

mengumpulkan sumber-sumber daya yang

dibutuhkan guna mengambil keuntungan

darinya dan mengambil tindakan yang tepat

guna memastikan sukses. Para wirausaha

koperasi adalah orang yang mempunyai sikap

mental positif yang berorientasi pada tindakan

dan mempunyai motivasi tinggi dalam

mengambil risiko pada saat mengejar

tujuannya. Tetapi mereka juga orang-orang

yang cermat dan penuh perhitungan dalam

mengambil keputusan tentang sesuatu yang

hendak dikerjakan, Setiap mengambil

keputusan tidak didasarkan pada metode coba-

coba, melainkan dipelajari setiap peluang

bisnis dengan mengumpulkan informasi-

informasi yang berharga bagi keputusan yang

hendak dibuat. Selanjutnya menurut Meredith

para wirausaha (termasuk wirausaha koperasi)

mempunyai ciri dan watak yang berlainan

dengan individu kebanyakan. Ciri-ciri dan

watak tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Mempunyai kepercayaan yang kuat pada

diri sendiri

b. Berorientasi pada tugas dan basil yang

didorong oleh kehutuhan untuk

berprestasi, berorientasi pada keuntungan,

mempunyai ketekunan dan ketabahan,

Page 36: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

mempunyni tekad kerja keras, dan

mempunyai energi inisiatif.

c. Mempunyai kemampuan dalam

mengambil risiko dan mengambil

keputusan keputusan secara cepat dan

cermat.

d. Mempunyai jiwa kepemimpinan, suka

bergaul dan suka menanggapi saran-saran

dan kritik.

e. Berjiwa inovatif, kreatif dan tekun

f. Berorientasi ke masa depan.

Kewirausahaan koperasi adalah suatu

sikap mental positif dalam berusaha secara

koperatif dengan mengambil prakarsa inovatif

serta keberanian mengambil risiko dan

berpegang teguh pada prinsip identitas

koperasi dalam mewujudkan terpenuhinya

kebutuhan nyata serta peningkatan

kesejahteraan bersama. Definisi tersebut

terkandung beberapa unsur yang patut

diperhatikan seperti penjelasan di bawah ini.

Kewirausahaan koperasi merupakan sikap

mental positif dalam berusaha secara

koperatif. Ini berarti wirausaha koperasi

(orang yang melaksanakan kewirausahaan

koperasi) harus mempunyai keinginan untuk

memajukan organisasi koperasi, baik itu usaha

koperasi maupun usaha anggotanya. Usaha itu

harus dilakukan secara koperatif dalam arti

setiap kegiatan usaha koperasi harus

mementingkan kebutuhan anggotanya. Tugas

utama wirausaha koperasi adalah mengambil

prakarsa inovatif, artinya berusaha mencari,

menemukan dan memanfaatkan peluang yang

ada demi kepentingan bersama. Bertindak

inovatif tidak hanya dilakukan pada saat

memulai usaha tetapi juga pada saat usaha itu

berjalan, bahkan pada saat usaha koperasi

berada dalam kemunduran. Pada saat memulai

usaha agar koperasi dapat tumbuh dengan

cepat dan menghasilkan. Kemudian pada saat

usaha koperasi berjalan, agar koperasi paling

tidak dapat mempertahankan eksistensi usaha

koperasi yang sudah berjalan dengan lancar.

Perihal yang lehih penting adalah tindakan

inovatif pada saat usaha koperasi berada

dalam kemunduran (stagnasi).

Pada saat itu wirausaha koperasi

diperlukan agar koperasi berada pada siklus

hidup yang baru. Wirausaha koperasi harus

mempunyai keberanian mengambil risiko.

Karena dunia penuh dengan ketidakpastian,

sehingga hal-hal yang diharapkan kadang-

kadang tidak sesuai dengan kenyataan yang

terjadi di lapangan. Oleh karena itu dalam

menghadapi situasi semacam itu diperlukan

seorang wirausaha yang mempunyai

kemampuan mengambil risiko. Tentu saja

pengambilan risiko ini dilakukan dengan

perhitungan-perhitungan yang cermat.

Pada koperasi risiko-risiko yang ditimbulkan

oleh ketidakpastian sedikit terkurangi oleh

orientasi usahanya yang lebih banyak di pasar

internal. Pasar internal memungkinkan setiap

usaha menjadi beban koperasi dan anggotanya

karena koperasi adalah milik anggota. Oleh

karena itu secara nalar tidak mungkin anggota

merugikan koperasinya. Kalaupun terjadi

kerugian dalam kegiatan operasional, maka

risiko tersebut akan ditanggung bersama-

sama, sehingga risiko per anggota menjadi

relatif kecil.

Tetapi bila orientasi usaha koperasi lebih

banyak ke pasar eksternal seperti KUD, maka

risiko yang ditimbulkan oleh ketidakpastian

akan mempunyai bobot yang sama dengan

risiko yang dihadapi oleh pesaingnya. Dalam

kondisi ini tugas wirausaha koperasi lebih

berat dibanding dengan wirausaha koperasi

yang lehih banyak orilentasinya di pasar

internal. Kegiatan wirausaha koperasi harus

berpegang teguh pada prinsip identitas

koperasi, yaitu anggota sebagai pemilik dan,

sekaligus sebagai pelanggan. Kepentingan

anggota harus diutamakan agar anggota mau

berpartisipasi aktif terhadap koperasi. Karena

itu wirausaha koperasi bertugas meningkatkan

pelayanan dengan jalan menyediakan berbagai

kebutuhan anggotanya. Tujuan utama setiap

wirausaha koperasi adalah memenuhi

kebutuhan nyata anggota koperasi dan

meningkatkan kesejahteraan bersama. Tugas

seorang wirausaha koperasi sebenamya cukup

berat karena banyak pihak yang

berkepentingan di lingkungan koperasi, seperti

anggota, perusahaan koperasi, karyawan,

Page 37: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

masyarakat di sekitarnya, dan lain-lain.

Seorang wirausaha koperasi terkadang

dihadapkan pada masalah konflik kepentingan

di antara masing-masing pihak. Bila ia lebih

mementingkan usaha koperasi, otomatis ia

harus berorientasi di pasar eksternal dan hal

ini berarti mengurangi nilai pelayanan

terhadap anggota. Sebaliknya bila orientasinya

di pasar internal dengan mengutamakan

kepentingan anggota, maka yang menjadi

korban adalah pertumbuhan koperasi.

Kewirausahaan dalam koperasi dapat

dilakukan oleh anggota, manajer, birokrat

yang berperan dalam pembangunan koperasi

dan katalis, yaitu orang yang peduli terhadap

pengembangan koperasi. Keempat jenis

wirausaha koperasi ini tentunya mempunyai

kebebasan bertindak dan insentif yang

berbeda-beda yang selanjutnya menentukan

tingkat efektivitas yang berbeda-beda pula.

PENUTUP

Kesimpulan Dari uraian di atas maka kami dapat

menarik kesimpulan, yaitu:

1. Koperasi adalah suatu badan usaha yang

bertujuan untuk mensejahterakan

anggotanya. Dengan menerapkan pola-

pola manajemen yang baik tentunya akan

membuat koperasi tersebut dapat

mencapai tujuannya. Adapun pola-pola

manajemen koperasi antara lain: (a)

Perencanaan, (b) Pengorganisasian dan

struktur organisasi, (c) Pengarahan, dan

(d) Pengawasan.

2. Kegiatan wirausaha koperasi harus

berpegang teguh pada prinsip identitas

koperasi, yaitu anggota sebagai pemilik

dan, sekaligus sebagai pelanggan.

3. Tujuan utama setiap wirausaha koperasi

adalah memenuhi kebutuhan nyata

anggota koperasi dan meningkatkan

kesejahteraan bersama.

4. Kewirausahaan dalam koperasi dapat

dilakukan oleh anggota, manajer,

birokrat yang berperan dalam

pembangunan koperasi dan katalis, yaitu

orang yang peduli terhadap pengem-

bangan koperasi. Keempat jenis wirausaha

koperasi ini tentunya mempunyai

kebebasan bertindak dan insentif yang

berbeda-beda yang selanjutnya

menentukan tingkat efektivitas yang

berbeda-beda pula.

Saran

Mendorong pemerintah menetapkan

kebijakan yang bukan hanya menempatkan

koperasi sebagai sub sistem perusahaan

swasta/BUMN tetapi menciptakan suatu

integrated system yang akan memperkuat

koperasi. Memang kita menyadari bahwa

pertumbuhan koperasi baik dalam arti

ekonomi maupun sosial merupakan suatu

proses yang bertahap sehingga diperlukan

waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Anoraga, Panji dan Widiyanti, Ninik. 1992.

Dinamika Koperasi. Rineka Cipta,

Jakarta.

Arief, Sritua. 1997. Koperasi Sebagai

Organisasi Ekonomi Rakyat, dalam

Pembangunanisme dan Ekonomi

Indonesia. Pemberdayaan Rakyat

dalam Arus Globalisasi. CSPM dan

Zaman. Jakarta.

Flippo, E.B., 1984. Personnel Management.

5th edition. Sydney: McGraw-Hill

International Book Company.

Widiyanti, Ninik, 1994. Manajemen Koperasi.

Rineka Cipta. Jakarta.

Page 38: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

PENGARUH TINGKAT INFLASI DAN KURS VALUTA ASING USD ($)

TERHADAP PENJUALAN PADA PT. EMERALD VALASINDO

Najmul Laili

STIE Muhammadiyah Jakarta

Pandaya

STIE Muhammadiyah Jakarta

Abstrak. Seberapa jauh pengaruh penjualan mata uang asing ($) terhadap rupiah yang

ditukarkan. Kurs valas yang digunakan adalah kurs jual-beli uang kertas asing yang di peroleh

dari Bank Indonesia untuk tahun 2012, meliputi Dollar AS (USD). Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh antara penjualan terhadap tingkat inflasi dan kurs valuta

asing ($) di PT. Emerald Valasindo. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah

menggunakan metode analisis regresi linier berganda dengan menggunakan variabel independen

inflasi dan kurs $ terhadap variabel dependen penjualan. Dalam melakukan analisis regresi linier

dilakukan Uji Asumsi Klasik yaitu Uji Normalitas, Multikolinearitas, Heteroskedastisitas, dan

Autokorelasi. Dan uji hipotesis yang terdiri dari uji R², uji F, dan uji t. Hasil penelitian dengan

menggunakan uji R² diartikan bahwa 60,5% penjualan bisa dijelaskan oleh dua variabel inflasi

dan kurs, sedangkan sisanya sebesar 39,5% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Berdasarkan uji F bahwa F hitung sebesar 6,887 > F tabel sebesar 4,256 jadi hipotesis nol

ditolak, sedangkan hasil signifikansi sebesar 0,015 < 0,05 dapat diartikan bahwa perubahan

tingkat inflasi dan nilai kurs secara bersama-sama berpengaruh terhadap penjualan. Berdasarkan

uji t (secara persial) dapat diketahui bahwa inflasi signifikan > 0,05 dan t hitung < t tabel maka

inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penjualan. Sedangkan kurs nya berpengaruh

secara signifikan terhadap penjualan karena t hitung < t tabel dan signifikan < 0,05.

Kata Kunci: Inflasi, Kurs, Penjualan.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pasar modal merupakan kegiatan yang

berhubungan dengan penawaran umum dan

perdagangan efek, perusahaan publik yang

berkaitan dengan efek yang diterbitkannya.

Pasar Modal bertindak sebagai penghubung

antara para investor dengan perusahaan

melalui perdagangan instrumen jangka

panjang seperti obligasi, saham, dan lainnya.

Menurut Surat Keputusan Menteri Negara

Perumahan Rakyat No.

05/KPTS/BK4PN/1995 tanggal 23 Juni 1995

“Properti (real property) adalah tanah hak

dan atau bangunan permanent yang menjadi

objek pemilik dan pembangunan”(pasal 1

angka 4).

Perusahaan properti umumnya

menjalankan usaha di bidang pembangunan,

menjalankan usaha dalam bidang perdagangan

terutama perdagangan yang berhubungan

dengan usaha real estate dan properti, dan

menjalankan usaha dalam bidang jasa.

Perusahaan properti dalam operasinya lebih

banyak menggunakan modal sendiri dari

pemilik atau pemegang saham serta dari

pinjaman bank. Oleh karena itu, pengelola

perusahaan properti dalam melakukan

usahanya dituntut untuk dapat menjaga

pencapaian profitabilitas yang wajar, serta

pemenuhan modal yang memadai.

Sebagai suatu perusahaan atau entitas

ekonomi, perusahaan memberi laporan

keuangan untuk menunjukkan informasi dan

posisi keuangan yang disajikan untuk pihak-

pihak yang berkepentingan. Sumber utama

indikator yang dijadikan dasar penilaian

perusahaan adalah laporan keuangan yang

Page 39: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

bersangkutan. Informasi akuntansi seperti

yang tercantum dalam pelaporan keuangan

dapat digunakan oleh investor sekarang dan

potensial dalam memprediksi penerimaan kas

dari deviden dan peluang investasi di masa

yang akan datang.

Teknik analisis faktor fundamental selalu

dijadikan acuan investor dalam membuat

keputusan investasi di pasar modal. Rasio

keuangan dikelompokkan dalam lima jenis,

yaitu:

1. rasio likuiditas, yaitu rasio yang

menyatakan kemampuan perusahaan

untuk memenuhi kewajibannya dalam

jangka pendek;

2. rasio aktivitas, menyatakan kemampuan

perusahaan dalam memanfaatkan harta

yang dimikinya;

3. rasio profitabilitas, menunjukkan

kemampuan dari perusahaan dalam

menghasilkan keuntungan;

4. rasio solvabilitas (leverage),

menunjukkan kemampuan perusahaan

dalam memenuhi kewajiban jangka

panjang, dan

5. rasio pasar, menunjukkan informasi

penting perusahaan dan diungkapkan

dalam basis per saham.

Profitabilitas merupakan indikator yang

paling tepat untuk mengukur kinerja suatu

perusahaan. Ukuran profitabilitas yang

digunakan adalah Return on Asset. Return on

Asset memfokuskan kemampuan perusahaan

untuk memperoleh earning dalam operasi

perusahaan. Sehingga dalam penelitian ini

Return on Assets digunakan sebagai ukuran

kinerja perusahaan.

Alasan dipilihnya Return on Asset

sebagai ukuran kinerja adalah karena Return

on Assets digunakan untuk mengukur

efektifitas perusahaan didalam menghasilkan

keuntungan dengan memanfaatkan aktiva

yang dimilikinya. Semakin besar Return on

Assets menunjukkan kinerja keuangan yang

semakin baik, karena tingkat kembalian

(return) semakin besar. Apabila Return on

Assets meningkat, berarti profitabilitas

perusahaan meningkat, sehingga dampak

akhirnya adalah peningkatan profitabilitas

yang dinikmati oleh pemegang saham.

Penelitian ini mengambil objek

perusahaan properti yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia dengan menggunakan laporan

keuangan tahun 2009-2012. Hal ini

dikarenakan perusahaan properti tersebut

termasuk emiten yang telah terdaftar di bursa

efek yang laporan keuangannya

dipublikasikan secara berkala, agar

masyarakat atau investor mengetahui hasil

kinerja perusahaan dalam satu tahun, laba

yang diperoleh, kondisi aktiva perusahaan,

jumlah hutang, modal, perubahan modal dan

informasi lainnya yang diperlukan untuk

pengambilan keputusan pihak-pihak yang

berkepentingan terhadap laporan keuangan.

Berikut saham-saham yang tercatat di Bursa

Efek Indonesia, dikelompokan ke dalam 9

sektor menurut klasifikasi industri yang telah

ditetapkan, yaitu:

Tabel 5.1 Sektor-sektor saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia No Sektor Sub Sektor

1 Pertanian

Palawija/tanaman pangan

Perkebunan

Peternakan

Perikanan

Lainnya

2 Pertambangan

Pertambangan batu bara

Pertambangan minyak dan gas

Pertambangan logam dan mineral lainnya

Pertambangan batu-batuan

3 Industri dasar dan kimia

Semen

Keramik, porselen, dan kaca

Logam dan sejenisnya

Page 40: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Kimia

Plastik dan kemasan

Pakan ternak

Kayu dan pengolahannya

Pulp dan kertas

4 Aneka industri

Otomotif dan komponennya

Tekstil dan garmen

Alas kaki

Kabel

Elektronika

Lainnya

5 Industri barang konsumsi

Makanan dan minuman

Rokok

Farmasi

Kosmetik dan keperluan rumah tangga

Peralatan rumah tangga

6 Property dan real estate Properti dan real estate

Kontruksi bangunan

7

Infrastruktur, utilitas, dan

transfortasi

Jalan tol, pelabuhan, bandara, dan sejenisnya

Telekomunikasi

Transfortasi

Konstruksi non bangunan

8 Keuangan

Bank

Lembaga pembiayaan

Perusahaan efek

Asuransi

9 Perdagangan, jasa, dan investasi

Perdagangan besar barang produksi

Perdagangan eceran

Restoran, hotel, dan pariwisata

Advertising, printing, dan media

Jasa komputer dan perangkatnya

Perusahaan investasi

Lainnya

Sumber : Panduan Berinvestasi Sahama, Thomas Athanasius 2012

TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Keuangan

Suatu laporan keuangan (financial

statement) akan menjadi lebih bermanfaat

untuk pengambilan keputusan, apabila dengan

informasi tersebut dapat diprediksi apa yang

akan terjadi di masa yang akan datang.

Dengan mengolah lebih lanjut laporan melalui

proses perbandingan, evaluasi dan analisis

tren, akan mampu diprediksi apa yang

mungkin akan terjadi di masa mendatang,

sehingga di sinilah laporan keuangan tersebut

begitu diperlukan.

Semakin baik kualitas laporan keuangan

yang disajikan maka akan semakin

meyakinkan pihak eksternal dalam melihat

kinerja keuangan perusahaan tersebut. Lebih

jauh keyakinan bahwa perusahaan diprediksi

akan mampu tumbuh dan memperoleh

profitabilitas secara berkelanjutan, yang

otomatis tentunya pihak-pihak yang

berhubungan dengan perusahaan akan merasa

puas dalam berbagai urusan dengan

perusahaan. Karena salah satu yang dihindari

oleh pihak eksternal adalah timbulnya piutang

tak tertagih.

Page 41: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Laporan keuangan merupakan suatu

informasi yang menggambarkan kondisi

keuangan suatu perusahaan, dan lebih jauh

informasi tersebut dapat dijadikan sebagai

ganbaran kinerja keuangan tersebut. Lebih

lanjut Irham Fahmi dalam Munawir (2012:21)

mengatakan “Laporan keuangan merupakan

alat yang sangat penting untuk memperoleh

informasi sehubungan dengan posisi keuangan

dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh

perusahaan yang besangkutan.” Dengan begitu

laporan keuangan diharapkan akan membantu

bagi para pengguna untuk membuat keputusan

ekonomi yang bersifat financial.

Laporan keuangan yang dipublikasikan

dianggap memiliki arti penting dalam menilai

suatu perusahaan. Pernyataan ini ditegaskan

oleh Irham Fahmi dalam Lev Thiagarajan

(2012:21) mengatakan bahwa “Analisis

terhadap laporan keuangan yang merupakan

informasi akuntansi ini dianggap penting

dilakukan untuk memahami informasi yang

terkandung dalam laporan keuangan tersebut.

Dari definisi di atas dapat dipahami

bahwa manajemen menyajikan laporan

keuangan dan pihak luar perusahaan

memanfaatkan informasi tersebut untuk

membantu membuat keputusan. Bahwa

seorang investor yang ingin membeli atau

menjual saham bisa terbantu dengan

memahami dan menganalisis laporan

keuangan hingga selanjutnya bisa menilai

perusahaan mana yang mempunyai prospek

yang menguntungkan di masa depan.

Menurut Rico Lemana dan Rudy Surjanto

(2004:11) sebuah laporan keuanga umumnya

terdiri dari : a. Neraca; b. Laporan laba rugi; c.

Laporan perubahan modal; d. Laporan arus

kas; dan e. Catatan atas laporan keuangan.

Menurut Irham Fahmi dalam Lyn M. Fraser

dan Alieen Ormiston (2012:8-10) “Suatu

laporan tahunan corporate terdiri dari empat

laporan keuangan pokok”, yaitu:

a. Neraca menunjukkan posisi keuangan;

aktiva, utang dan ekuitas pemegang

saham – suatu perusahaan pada tanggal

tertentu, seperti pada akhir triwulan atau

akhir tahun.

b. Laporan rugi-laba menyajikan hasil

usaha; pendapatan, beban, laba atau rugi

bersih dan laba atau rugi per saham –

untuk periode akuntansi tertentu.

c. Laporan ekuitas pemegang saham

merekonsiliasi saldo awal dan akhir

semua akun yang ada dalam seksi ekuitas

pemegang saham pada neraca. Beberapa

perusahaan menyajikan laporan saldo

laba, sering kali dikombinasikan dengan

laporan rugi-laba yang merekonsiliasi

saldo awal dan akhir akun saldo laba.

Perusahaan-perusahaan yang memilih

format penyajian yang terakhir biasanya

akan menyajikan laporan ekuitas

pemegang saham sebagai pengungkapan

dalam catatan kaki.

d. Laporan arus kas memberikan informasi

tentang arus kas masuk dan keluar dari

kegiatan operasi, pendanaan dan investasi

selama suatu periode periode akuntansi.

Setiap laporan keuangan memiliki

hubungan yang saling terkait. Ini sebagaimana

dinyatakan oleh Rico Lesmana dan Rudy

Surjanto (2004:11) “Setiap komponen dalam

laporan keuanganpun merupakan satu

kesatuan yang utuh dan terkait satu dengan

lainnya, sehingga dalam menggunakan perlu

dilihat sebagai suatu keseluruhan bagi

pemakainya, untuk tidak terjadi

kesalahpahaman.”

Menurut Sofyan Syafri Harahap

(2007:124) hasil analisa laporan keuangan

akan membuka tabir:

a. Kesalah proses akuntansi seperti;

kesalahan pencatatan, kesalahan

pembukuan, kesalahan jumlah, kesalahan

perkiraan, kesalahan posting, kesalahan

jumlah.

b. Kesalahan lain yang disengaja. Misalnya

tidak mencatat, pencatatan harga yang

tidak wajar, menghilangkan data dan lain-

lain.

Oleh karena itu, kondisi dan situasi yang

tergambarkan pada laporan keuangan akan

menjadi informasi keuangan, dan selanjutnya

informasi tersebut dijadikan sebagai salah satu

Page 42: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

rujukan dalam pengambilan keputusan. Dalam

konteks hubungan Laporan keuangan dan

pengambilan keputusan ini, harus didasari

oleh pihak manajer keuangan khususnya

akuntan pembuat laporan keuangan bahwa ada

empat karakteristik utama laporan keuangan

yang harus dipenuhi. Keempat karakteristik

tersebut adalah:

a. Suatu informasi bermanfaat apabila dapat

dipahami pihak-pihak yang berasal dari

berbagai kalangan dengan latar belakang

pendidikan, profesi dan budaya yang

berbeda-beda. Laporan keuangan harus

disajikan dengan bahasa yang sederhana,

singkat, formal dan mudah dipahami.

Namun perlu diketahui, penyajian

informasi yang mudah dipahami ada

kalanya sulit dilakukan. Laporan

keuangan sering diharuskan

menggunakan istilah-istilah ilmu

keuangan ataupun industri yang sulit di

pahami oleh orang-orang awam.

Penyajian informasi tersebut harus tetap

dilakukan karena sangat relevan bagi

sebagian pengguna laporan keuangan.

b. Informasi yang ada pada laporan

keuangan harus relevan dengan

pengambilan keputusan. Sebab jika tidak,

maka laporan keuangan tidak akan

memberikan manfaat bagi para

penggunanya dalam melakukan evaluasi

keuangan entitas bisnis tersebut. Agar

relevan, informasi yang ada dalam

laporan keuangan harus memiliki nilai

prediktif sehingga dapat digunakan dalam

melakukan prediksi keuangan. Suatu

informasi dikatakan televan apabila

disajikan dengan memperhatikan prinsip

materialitas.

c. Informasi yang ada dalam laporan

keuangan akan sangat bermanfaat apabila

disajikan dengan andal. Suatu laporan

keuangan dapat dipercaya apabila

disajikan secara jujur. Disamping itu,

laporan keuangan harus disajikan dengan

prinsip penyajian yang lebih

mengutamakan hakikat ekonomi

ketimbang hakikat formal. Laporan

keuangan juga harus disajikan dengan

prinsip kehati-hatian.

d. Informasi yang ada pada laporan

keuangan harus memiliki sifat daya

banding. Untuk mencapai kualitas

tersebut, laporan keuangan harus

disajikan secara komparatif dengan tahun-

tahun sebelumnya. Laporan keuangan

yang disajikan secara komparatif sangat

bermanfaat karena dapat digunakan untuk

melakukan prediksi keuangan. Agar

memiliki daya banding, laporan keuangan

juga harus menggunakan teknik-teknik

dan basis-basis pengukuran dengan

konsisten.

Seluruh informasi yang diperoleh dan

bersumber dari laporan keuangan pada

kenyataannya selalu saja terdapat kelemahan

dan kelemahan tersebut dianggap sebagai

bentuk keterbatasan informasi yang tersaji dari

laporan keuangan tersebut. Oleh karena itu,

bagi pihak-pihak pengguna laporan keuangan

harus memahami dan menyadari dengan benar

setiap keterbatasan tersebut sebagai sebuah

realita yang tidak bisa dipungkiri, walaupun

dalam kenyataannya setiap akuntan selalu

berusaha memberikan informasi yang

maksimal, termasuk menempatkan catatan

kaki sebagai pendukung informasi. Adapun

bentuk kelemahan atau keterbatasan dari

laporan keuangan ini, menurut Sofyan Syafri

Harahap dalam Prinsip Akuntansi Indonesia

(2008:247) adalah:

a. Laporan keuangan bersifat historis, yaitu

merupakan laporan atas kejadian yang

telah lewat. Karenanya, laporan keuangan

tidak dapat dianggap sebagai satu-satunya

informasi dalam proses pengambilan

keputusan ekonomi.

b. Laporan keuangan bersifat umum dan

bukan untuk memenuhi pihak tertentu.

c. Proses penyusunan laporan keuangan

tidak luput dari penggunaan taksiran dan

berbagai pertimbangan.

d. Akuntansi hanya melaporkan informasi

yang material. Demikian pula penerapan

prinsip akuntansi terhadap suatu fakta

atau pos tertentu mungkin tidak

Page 43: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

dilaksanakan jika hal itu tidak

menimbulkan pengaruh yang material

terhadap kelayakan laporan keuangan.

e. Laporan keuangan bersifat konservatif

dalam menghadapi ketidakpastian; bila

terdapat beberapa kemungkinan

kesimpulan yang tidak pasti mengenai

penilaian suatu pos, lazimnya dipilih

alternatif yang menghasilkan laba bersih

atau nilai aktiva yang paling kecil.

f. Laporan keuangan lebih menekankan

pada makna ekonomis suatu transaksi

daripada bentuk formalitas.

g. Laporan keuangan disusun dengan

menggunakan istilah-istilah teknis dan

pemakai laporan keuangan diasumsikan

memahami bahasa teknis akuntansi dan

sifat dari informasi yang dilaporkan.

h. Adanya berbagai alternatif metode

akuntansi yang dapat digunakan

menimbulkan berbagai variasi dalam

pengukuran sumber-sumber ekonomis

dan tingkat kesuksesan antar perusahaan.

i. Informasi yang bersifat kualitatif dan

fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan

umumnya diabaikan.

Menurut Irham Fahmi (2012:29-30)

adapun pedoman dan beberapa teknik kritis

dalam menganalisa laporan keuangan itu

secara lengkap adalah sebagai berikut:

a. Menilai “reliability laporan” dan periode

laporannya

b. Lakuran analisa perubahan modal kerja

atau arus kas

c. Membuat laporan konsolodasi

d. Mereview interrelated account

e. Menggunakan segmen bisnis perusahaan

yang dianalisa

f. Meneliti lebih dalam beberapa transaksi

yang bersifat “hubungan istimewa”

g. Menghitung dan menafsirkan rasio

keuangan yang lazim. Kemudian rasio ini

dibandingkan dengan situasi : 1) Ekonomi

internasional; 2) Ekonomi nasional; 3)

Rasio rata-rata bisnis; 4) Rasio periode

demi periode; dan 5) Rasio standard

h. Memahami metode dan penyusunan

laporan keuangan

i. Menilai laporan akuntan

j. Menguasai analisa dan konsep laporan

keuangan, filosofi rasio, tujuan dan

kegunaannya

k. Memahami prinsip dan kebijakan

akuntansi

l. Memahami situasi yang dihadapi

perusahaan, termasuk bidang usaha, jenis

idustri, sejarah perusahaan, resiko yang

mungkin dihadapi, gaya manajemen,

pemilikan dan prospek industri yang

bersangkutan

m. Tujuan disusunnya laporan keuangan

n. Bentuk perusahaan

o. Sistem pengawasan dalam perusahaan

yang menghasilkan laporan keuangan

p. Bentuk perusahaan

q. Sistem pengawasan dalama perusahaan

yang menghasilkan laporan keuangan

r. Ketaatan pada peraturan maupun agama

s. Menilai kualitas comparability

Bagi investor beserta pihak lainnya yang

berkeinginan untuk mengetahui kondisi

keuangan suatu perusahaan, maka perlu

melakukan analisis laporan keuangan secara

sistematis dan terukur. Dengan tujuan agar

hasil yang diperoleh dapat dijadikan

pendukung dalam proses pengambilan

keputusan, terutama dalam keputusan jangka

panjang. Penafsiran keputusan jangka panjang

di sini dilihat dari sisi prespektif investor, baik

investor berkategori riel investment dan

financial investment. Menurut Fahri Ilham

dalam William F. Sharpe, Gordon J,

Alexander dan Jeffery V. Bailey (2012:31)

adapun perbedaan riel investment dan

financial investment adalah : 1) Riel

investment (investasi nyata) secara umum

melibatkan aset berwujud; seperti tanah,

mesin atau pabrik; dan 2) Financial

investment (investasi keuangan) melibatkan

kontrak tertulis; seperti saham biasa dan

obligasi.

Atas dasar keputusan menginginkan

termiliknya perusahaan yang bernilai

profitable, maka diperlukan langkah-langkah

analisis yang berlangsung secara sistematis

dan komprehensif dalam mengkaji laporan

Page 44: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

keuangan suatu perusahaan. Menurut Irham

Fahmi dalam Lyn M. Fraser dan Aileen

Ormiston (2012:31) langkah-langkah analisis

laporan keuangan yaitu : 1 ) Tentukan tujuan

analisis; 2) Pelajari tentang di mana

perusahaan bergerak dan hubungan iklim

industri dengan proyeksi pengembangan

ekonomi; 3) Kembangkanlah pengetahuan

mengenai perusahaan dan kualitas

manajemen; 4) Evaluasi laporan keuangan;

dan 5) Ikhtisarkan temuan-temuan atas dasar

suatu analisis dan ambil kesimpulan

berkenaan dengan sasaran yang ditetapkan.

Ditinjau dari sudut pandang manajemen,

laporan keuangan merupakan media begi

mereka untuk mengkomunikasikan kinerja

keuangan perusahaan yang dikelolanya

kepada pihak-pihak yang berkepentingan,

sedangkan ditinjau dari sudut pandang

pemakai, informasi akuntan dapat diharapkan

untuk mengambil keputusan yang rasional

dalam praktik bisnis yang sehat.

Analisis Rasio Keuangan

Rasio menurut Irham Fahmi dalam Joel

G. Siegel dan Jae K. Shim (2012:48)

merupakan hubungan antara satu jumlah

dengan jumlah lainnya. Rasio keuangan

adalah suatu kajian yang melihat

perbandingan antara jumlah-jumlah yang

terdapat pada laporan keuangan yang terdapat

pada laporan keuangan dengan memper-

gunakan formula-formula yang dianggap

representatif untuk diterapkan. Rasio

keuangan sangat penting gunanya untuk

melakukan analisa terhadap kondisi keuangan

perusahaan. Bagi investor jangka pendek dan

menengah pada umumnya lebih banyak

tertarik pada kondisi keuangan jangka pendek

dan kemampuan perusahaan untuk membayar

deviden yang memadai. Informasi tersebut

dapat diketahui dengan cara yang lebih

sederhana yaitu dengan menghitung rasio-

rasio keuangan yang sesuai dengan keinginan.

Analisa rasio keuangan dimulai dengan

laporan keuangan dasar yaitu dari neraca,

perhitungan rugi laba dan laporan arus kas.

Perhitungan rasio keuangan akan menjadi

lebih jelas jika dihubungkan antara lain

dengan menggunakan pola historis perusahaan

tersebut, yang dilihat perhitungan sejumlah

tahun guna menentukan apakah perusahaan

membaik atau memburuk, atau melakukan

perbandingan dengan perusahaan lain dalam

industri yang sama.

Menurut Irham Fahmi dalam Warsidi

(2012:50) analisis rasio keuangan merupakan

instrumen analisis prestasi perusahaan yang

menjelaskan berbagai hubungan dan indikator

keuangan, yang ditujukan untuk menunjukkan

perubahan dalam kondisi keuangan atau

prestasi operasi dimasa lalu dan membantu

menggambarkan trend pola perubahan

tersebut, untuk kemudian menunjukkan risiko

dan peluang yang melekat pada perusahaan

yang bersangkutan.

Menurut Irham Fahmi (2012:51) adapun

manfaat yang bisa diambil dengan

dipergunakannya rasio keuangan yaitu : 1)

Analisis rasio keuangan sangat bermanfaat

untuk dijadikan sebagai alat menilai kinerja

dan prestasi perusahaan; 2) Analisis rasio

keuangan sangat bermanfaat bagi pihak

manajemen sebagai rujukan untuk membuat

perencanaan; 3) Analisis rasoi keuangan dapat

dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi

kondisi suatu perusahaan dari perspektif

keuangan; 4) Analisis rasio keuangan juga

bermanfaat bagi para kreditor dapat digunakan

untuk memperkirakan potensi risiko yang

akan dihadapi dikaitkan dengan adanya

jaminan kelangsungan pembayaran bunga dan

pengembalian pokok pinjaman; 5) Analisis

rasio keuangan dapat dijadikan sebagai

penilaian bagi pihak stakeholder organisasi.

Menurut Irham Fahmi dalam Sofyan

Syafri Harahap (2012:51-52) analisis rasio

keuangan mempunyai keunggulan sebagai

berikut: (1) Rasio merupakan angka-angka

atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca

dan ditafsirkan; (2) Merupakan pengganti

yang lebih sederhana dari informasi yang

disajikan laporan keuangan yang sangat rinci

dan rumit; (3) Mengetahui kondisi perusahaan

di tengah industri lain; (4) Sangat bermanfaat

untuk bahan dalam mengisi model-model

pengambilan keputusan dan model prediksi;

(5) Menstandardisasi size perusahaan; (6)

Page 45: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Lebih mudah memperbandingkan perusahaan

dengan perusahaan lain atau melihat

perkembangan perusahaan secara periodik;

dan (7) Lebih mudah melihat tren perusahaan

serta melakukan prediksi di masa yang akan

dating.

Irham Fahmi (2012:52-53) menunjuk-

kan kelemahan dipergunakannya rasio

keuangan, yaitu: (1) Penggunaan rasio

keuangan akan memberikan pengukuran yang

relatif terhadap kondisi suatu perusahaan; (2)

Analisis rasio keuangan hanya dapat dijadikan

sebagai peringatan awal dan bukan

kesimpulan akhir; (3) Setiap data yang

diperoleh yang dipergunakan dalam

menganalisis adalah bersumber dari laporan

keuangan perusahaan; dan (4) Pengukuran

rasio keuangan banyak yang bersifat tidak

maksimal menjawab kasus-kasus yang

dianalisis. Menurut Dr. J. P Sitanggang

(2012:41-42) analisis rasio keuangan sangat

berguna bagi pemangku kepentingan

(stakeholder) sesuai dengan kepentingan

masing-masing. Pemangku kepentingan dapat

dikelompokkan sebagai berikut.

a. Manajemen, yaitu pihak yang diberi

kepercayaan untuk mengelola sumber daya

untuk mencapai tujuan perusahaan. Seluruh

rasio keuangan yang ada dapat dijadikan

untuk mengetahui sejauh mana kinerja

manajemen dalam mengelola perusahaan.

b. Kreditor dan kreditor potensil, sebagai

pihak yang menyediakan sumber

pembiayaan dalam perusahaan dalam

bentuk utang perusahaan yang harus

dikembalikan kepada mereka sesuai

perjanjian baik tentang jumlah dan

waktunya. Mereka dapat dikelompokkan

sebagai kreditor jangka pendek maupun

jangka panjang. Rasio keuangan dapat

digunakan untuk mengevaluasi/menilai

debitur (perusahaan yang dinilai) tentang

kempampuan mengembalikan/melunasi

kewajiban keuangannya tepat waktu.

Demikian juga para calon pemberi kredit

akan memamfaatkan informasi rasio-rasio

keuangan perusahaan untuk memutuskan

memberi atau menolak kredit yang

diajukan oleh perusahaan.

c. Pemegang saham dan pemegang saham

potensil, sebagai pemilik perusahaan atau

yang potensil tentu mereka sangat

berkepentingan mengetahui kondisi

perusahaan. Sejauh mana perusahaan

memanfaatkan sumber daya dan capaian

yang diperoleh saat ini apakah telah sesuai

dengan harapan mereka. Rasio-rasio

tersebut dapat digunakan untuk membantu

prediksi nilai saham dan risiko yang lazim

disebut risiko dan hasil (risk and return)

yang akan diterima/ditanggung dimasa

yang akan datang oleh pemilik saham.

d. Pemerintah, untuk

mengetahui/memprediksi pajak yang akan

diterima pemerintah dan kepentingan

lainnya.

e. Karyawan, untuk mengetahui kemajuan

dan keberlangsungan masa depan

perusahaan.

Masing-masing pemangku kepentingan

diluar manajemen akan memanfaatkan rasio-

rasio diatas sesuai dengan kepentingannya,

seperti pemasok material dan kreditor atas

pinjaman jangka pendek lainnya serta kreditor

jangka panjang akan berkepentingan atas

kemampuan perusahaan untuk memenuhi

kewajiban jangka pendek dengan

memperhatikan likuiditas perusahaan. Bagi

kreditor jangka panjang disamping likuiditas

juga memperhatikan struktur modal

perusahaan dan kemampuan perusahaan

operasional untuk memenuhi pelunasan pokok

pinjaman dan beban bunga. Tentu sangat

berbeda juga dengan pemegang saham biasa

sebagai bagian laba untuk pemilik modal dan

rasio-rasio penilaian pasar yang menunjukkan

sejauh mana para investor di pasar menilai

kinerja perusahaan.

Rasio keuangan dapat dikelompokkan

menjadi lima jenis berdasarkan ruang lingkup

atau tujuan yang ingin dicapai, yaitu:

a. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios)

Rasio ini menyatakan kemampuan

perusahaan jangka pendek untuk memenuhi

obligasi (kewajiban) yang jatuh tempo.

Rasio likuiditas ini terdiri dari: current

Page 46: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

ratio (rasio lancar), quick ratio, dan

networking capital.

b. Rasio Aktivitas (Activity Ratios)

Rasio ini menunjukkan kemampuan serta

efisiensi perusahaan didalam

memanfaatkan harta-harta yang

dimilikinya. Rasio aktivitas ini terdiri dari :

total asset turnover, fixed asset

turnover,accounts receivable turnover,

inventory turnover, averagecollection

period (day’s sales inaccounts receivable)

dan day’ssales in inventory.

c. Rasio Rentabilitas/Profitabilitas

(Profitability Ratios)

Rasio ini menunjukkan keberhasilan

perusahaan didalam menghasilkan

keuntungan. Rasio rentabilitas ini terdiri

dari: grossprofit margin, net profit margin,

operating return on assets, returnon assets,

return on equity, dan operating ratio.

d. Rasio Solvabilitas (Solvency Ratios)

Rasio ini menunjukkan kemampuan

perusahaan untuk memenuhi kewajiban

jangka panjangnya. Rasio ini juga disebut

leverageratios, karena merupakan rasio

pengungkit yaitu menggunakan uang

pinjaman (debt) untuk memperoleh

keuntungan. Rasio leverage ini terdiri dari:

debt ratio, debt to equity ratio, long-

termdebt to equity ratio, long-term debt to

capitalization ratio, timesinterest earned,

cash flow interest coverage, cash flow to

netincome, dan cash return on sales.

f. Rasio Pasar (Market Ratios)

Rasio ini menunjukkan informasi penting

perusahaan yang diungkapkan dalam basis

per saham. Rasio pasar ini terdiri dari:

dividend yield, dividend per share, earning

per share, dividenpayout ratio, price

earning ratio, book value per share, dan

priceto book value.

Dari rasio-rasio tersebut, yang berkaitan

langsung dengan kepentingan analisis kinerja

perusahaan dalam penelitian ini meliputi:

a. Debt to Equity Ratio

Debt To Equity Ratio merupakan rasio

yang digunakan untuk mengukur tingkat

leverage (penggunaan hutang) terhadap

total shareholdersequity yang dimiliki

perusahaan. Rasio ini menunjukkan

komposisi atau struktur modal dari total

pinjaman (hutang) terhadap total modal

yang dimliki perusahaan. Semakin tinggi

Debt to Equity Ratio menunjukkan

komposisi total hutang (jangka pendek dan

jangka panjang) semakin besar dibanding

dengan total modal sendiri, sehingga

berdampak semakin besar beban

perusahaan terhadap pihak luar (kreditur).

b. Return On Assets

Rasio ini memperlihatkan sejauh manakah

perusahaan mengelola modal sendiri secara

efektif, mengukur tingkat keuntungan dari

investasi yang telah dilakukan dari pemilik

modal sendiri atau pemegang saham.

c. Price Earning Ratio

Rasio ini untuk megukur seberapa besar

kemampuan perusahaan dalam

mempertahankan posisinya dalam industri

dan dalam perkembangan ekonomi secara

umum.

METODOLOGI PENELITIAN

Objek Penelitian

Objek penelitian yang digunakan dalam

pengambilan data-data laporan keuanganan

yaitu perusahaan properti yang terdaftar

(listing) di Bursa Efek Indonesia. Penelitian

ini dilakukan pada : Waktu : 12 Juli – 18

September 2013, Tempat : Bursa Efek

Indonesia

Teknik Pengumpulan Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu

data yang bersifat data sekunder untuk

perhitungan rasio keuangan Debt to Equity

Ratio, Return on Assets dan Price Earning

Harga Pasar Saham

ROA =

Laba per lembar Saham

Laba Sebelim Pajak

ROA = x 100 %

Total Modal

Page 47: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Ratio perusahaan. Data sekunder adalah data

yang sudah diolah oleh perusahaan kemudian

digunakan oleh penulis untuk penulisan

skripsi. Jadi, data sudah penulis peroleh dari

Indonesian Capital Market Library(ICAMEL)

yang dulu bernama IRPM, serta data yang

diperoleh dari situs www.idx.com tahun 2009-

2012.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini sebanyak 34

perusahaan Properti yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia tahun 2009-2012. Adapun

pengambilan sampel dalam penelitian ini

sebanyak 6 perusahaan, sampel tersebut dapat

mewakili jumlah populasi. Teknik pemilihan

sampel yang diambil adalah purposive

sampling yaitu teknik penentuan sampel

dengan tujuan untuk mendapatkan sasaran

spesifik yang didasarkan pada kriteria –

kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria yang

ditentukan untuk pemilihan sampel dalam

penelitian ini terdiri dari :

a. Perusahaan propertiyang telah terdaftar di

Bursa Efek Indonesia.

b. Perusahaan tersebut telah mempublikasikan

laporan keuangan yang telah diaudit tahun

2009-2012,

c. Adanya kelengkapan data – data yang

dibutuhkan seperti laporan laba rugi,

neraca, dan perubahan ekuitas pada periode

pengamatan.

Hipotesis Penelitian

H1 : Ada pengaruh yang signifikan

antara Price Earning Ratio terhadap

Return on Assets pada perusahaan

properti yang terdatar di Bursa Efek

Indonesia.

H2 : Ada pengaruh yang signifikan

antara Debt to Equity Ratio terhadap

Return on Assets pada perusahaan

properti yang terdatar di Bursa Efek

Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang terkait

dengan judul, permasalahan, dan hipotesis

penelitian maka, dalam penelitian ini ada

beberapa hal yang dapat dijelaskan yaitu

sebagai berikut: Pada dasarnya Return on

Assets di pasar modal dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, salah satunya adalah Price

Earning RAtio dan Debt to Equity Ratio.

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba

menguji kebenaran dari teori-teori yang telah

dijelaskan pada bab II, dari hasil pengujian

pada perusahaan properti tidak ada variabel

independen (Price Earning Ratio dan Debt to

Equity Ratio) yang dapat mempengaruhi

variabel dependen (Return on Assets), tetapi

jika dengan uji simultan variabel independen

(Price Earning Ratio dan Debt to Equity

Ratio)berpengaruh signifikan terhadap Return

on Assets pada periode tahun 2009 sampai

2012.

KESIMPULAN

Berdasarkan dari hasil penelitian dan

pembahasan pada penelitian ini, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis

pertama melalui uji F bahwa variabel

bebas Price Earning Ratio perusahaan

properti yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2009-2012 secara

simultan mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap Return on Assets. Hal

tersebut dapat diketahui dari nilai

signifikansi yang jauh dibawah alpha

0.05. Dan hasil dari hipotesa kedua

melalui uji T maka didapat kesimpulan

variabel bebas Price Earning Ratio secara

persial tidak mempunyai pengaruh yang

signifikan. Hal tersebut dapat diketahui

bahwa untuk variabel Price Earning Ratio

diperoleh bahwa nilai Thitung lebih kecil

dari Ttabel dan nilai probability lebih dari

0,00.

2. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis

pertama melalui uji F bahwa variabel

bebas Debt to Equity Ratio perusahaan

properti yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia periode 2009-2012 secara

simultan mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap Return on Assets. Hal

tersebut dapat diketahui dari nilai

signifikansi yang jauh dibawah alpha

Page 48: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

0.05. Dan hasil dari hipotesa kedua

melalui uji T maka didapat kesimpulan

variabel bebas Debt to Equity Ratio

secara persial tidak mempunyai pengaruh

yang signifikan. Hal tersebut dapat

diketahui bahwa untuk variabel Debt to

Equity Ratio diperoleh bahwa nilai

Thitung lebih kecil dari Ttabel dan nilai

probability lebih dari 0,00.

DAFTAR PUSTAKA

Athanasius, Thomas., 2012, Panduan

Berinvestasi Saham, Jakarta: PT

Elex Media Komputindo.

Fahmi, Irham, 2012, Pengantar Manajemen

Keuangan, Bandung: Alfabeta

Bandung

Hanifa, A., 2006, Aplikasi Komputer

Statistik, Jakarta

Harahap, Sofyan Syafri, 2007, Teori

Akuntansi, Jakarta:PT. Raja

Grafindo Jakarta

Harahap, Sofyan Syafri, 2008, Teori

Akuntansi, Edisi Revisi Jakarta:PT.

Raja Grafindo Jakarta

Lesmana, Rico, dan Rudy Surjanto, 2004,

Pedoman Menilai Kinerja

Keuangan untuk Perusahaan Tbk,

Jakarta:Alex Media Komputindo

Lusiana, Farida Wahyu, 2005, “Analisis

Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio

Solvabilitas, Rasio Aktivitas dan

Rasio Profitabilitas Terhadap Price

Earning Ratio pada Perusahaan

Manufaktur yang Terdaftar di

Bursa Efek Indonesia”, Skripsi,

Semarang.

Rahmasari, Hesti 2011, “Pengaruh

Perputaran Kas, Perputaran

Piutang, Perputaran Persediaan

Perusahaan Dagang yang Terdaftar

di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi,

Surabaya.

Sitanggang, J. P, 2012, Manajemen

Keuangan Perusahaan, Jakarta:

Mitra Wacana Media

Sugiyono, 2012, Metode Penelitian Bisnis,

Bandung:Alfabeta Bandung

www.idx.co.id

www.sahamok.com/perusahaanproperti/reales

tate

Page 49: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL PERSEDIAAN BARANG

DAGANG PADA PT FAJAR CITRA MANDIRI

Nina Marlina

STIE Dharma Bumiputera

Rawidjo Mulyo Sumoprawiro

STIE Muhammadiyah Jakarta

Abstract. Inventory is one of the important assets owned by the company. Because inventory is

an asset that must be made good internal control to keep the inventory of the bad things that

might happen. Therefore, internal controls carried out in order to get a clear picture of the

internal control supply of merchandise that is applied. To obtain the necessary data, the authors

use data collection tool in the form of interviews and literature. In this study, the type of data

used are primary data and secondary data. The author obtained the data through interviews

and observations.

Keywords: Function Inventory, Internal Control.

PENDAHULUAN

Perkembangan dunia usaha yang

bertambah pesat seiring dengan

perkembangan teknologi telah membawa

pengaruh besar terhadap perkembangan

ekonomi Indonesia. Hal ini terlihat dengan

adanya persaingan yang ketat dalam dunia

usaha, baik perdagangan maupun

perindustrian, serta adanya peningkatan

tuntutan konsumen akan produk atau barang

yang dikonsumsinya.

Secara umum, perusahaan dagang adalah

organisasi yang diklasifikasikan sebagai

organisasi yang melakukan kegiatan usaha

dengan membeli barang dari pihak lain

kemudian menjualnya kembali kepada

masyarakat. Dalam menjalankan usahanya ini

perusahaan pasti memiliki tujuan untuk

menghasilkan laba yang sebesar-besarnya

agar perusahaan dapat mempertahankan

kelangsungan hidup usahanya serta

perusahaan dapat mengembangkan usahanya

ke tingkat yang lebih tinggi.

Salah satu unsur yang mempengaruhi

perusahaan adalah persediaan. Persediaan

barang dagangan merupakan salah satu

sumber daya penting bagi kelangsungan hidup

perusahaan dagang, Hal ini disebabkan karena

disamping merupakan bagian utama dalam

neraca yang nilainya paling besar dibanding

akun lainnya yang masuk kedalam modal

kerja. Persediaan juga merupakan sumber

utama pendapatan perusahaan dagang berasal

dari hasil penjualan persediaannya ini.

Persediaan pada perusahaan dagang umumnya

terdiri dari beraneka ragam jenis barang

dagang dengan jumlah yang relatif banyak.

Oleh karena itu, persediaan menjadi

sangat penting. Hal ini dikarenakan penjualan

akan menurun apabila tidak tersedianya

barang baik dalam bentuk, mutu, jenis dan

jumlah yang diingikan pelanggan. Selain itu,

prosedur pembelian barang yang tidak efisien

atau upaya penjualan yang kurang memadai

dapat mempengaruhi perusahaan yang

disebabkan karena tersedianya barang dagang

yang berlebihan serta tidak laku terjual.

Persediaan juga sangat rentan terhadap

kerusakan maupun pencurian Sehingga sangat

penting bagi perusahaan untuk melakukan

pengendalian persediaan, seperti untuk

menghindari terjadinya penyimpanan yang

terlalu besar dan melindungi harta perusahaan

seperti dari kerusakan maupun pencurian.

Page 50: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Kerusakan, pemasukan yang tidak benar,

barang yang di keluarkan tidak sesuai dengan

pesanan dan penyimpangan-penyimpangan

lainnya dapat menyebabkan perbedaan catatan

persediaan dengan persediaan yang ada

sebenarnya di gudang. Untuk itu, diperlukan

pemeriksaan secara periodik atas catatan

persediaan dengan perhitungan yang

sebenarnya.

PT. Fajar Citra Mandiri adalah sebuah

perusahaan dagang yang menjual plastic food

container atau packaging food. Produk yang di

dijual oleh PT. Fajar Citra Mandiri ini

tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran

serta dalam jumlah yang tersedia cukup besar.

Oleh karena itu, khawatirkan terjadi

penyimpanan barang yang terlalu berlebihan

serta tidak laku terjual. Sehingga diperlukan

pengendalian internal agar tidak terjadi

penyimpangan – penyimpangan.

Mengingat pengendalian internal itu

sangat penting bagi perusahaan dalam

mencapai efektivitas dan efisiensinya, maka

penulis tertarik untuk mengangkat hal tersebut

kedalam sebuah karya tulis ilmiah dengan

judul “Analisis Pengendalian Internal

Persediaan Barang Dagang PT. Fajar Citra

Mandiri”.

TINJAUAN PUSTAKA

Persediaan

Pada umumnya persediaan mencakup

barang jadi yang telah diproduksi atau barang

dalam penyelesaian, termasuk barang dalam

proses produksi. Dalam perusahaan dagang,

persediaan meliputi barang yang dibeli dan

disimpan untuk dijual kembali, sedangkan

dalam perusahaan jasa, persediaan termasuk

biaya jasa seperti upah dan biaya personalia

lainnya yang berhubungan langsung dengan

pemberian jasa dan dalam perusahaan

manufaktur, terdapt bahan baku dan penolong,

barang dalam proses, barang jadi atau produk

selesai.

Berdasarkan PSAK No. 14 Tahun 2007

persediaan digunakan untuk menyatakan asset

yang : a) Tersedia untuk dijual dalam kegiatan

usaha normal, b) Dalam proses produksi dan

atau dalam perjalanan, atau c) Dalam bentuk

bahan atau perlengkapan untuk digunakan

dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Sedangkan menurut IFRS dalam IAS 2

persediaan (Inventories) merupakan asset

yang: a) Digunakan untuk di jual di dalam

rangkaian bisnis normal (misal barang jadi);

atau b) Digunakan untuk memproduksi barang

dijual (misal bahan baku dan barang dalam

proses); atau c) Dikonsumsi di dalam proses

produksi atau di dalam penyerahan jasa (misal

suku cadang, barang yang dapat dikonsumsi).

Menurut Sofyan Assauri dalam buku

Marihot Manullang dan Dearlina Sinaga

(2005:50), menerangkan bahwa:

“Persediaan adalah sebagai suatu aktiva lancar

yang meliputi barang – barang milik

perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam

suatu periode usaha normal atau persediaan

barang – barang yang masih dalam pekerjaan

proses produksi ataupun persediaan bahan

baku yang menunggu penggunaannya dalam

suatu proses produksi”.

Menurut Zaki Badridwan (2000:149),

menerangkan bahwa:

“Pengertian persediaan barang secara umum

istilah persediaan barang dipakai untuk

menunjukan barang-barang yang dimiliki

untuk dijual kembali atau digunakan untuk

memproduksi barang-barang yang akan

dijual”.

Menurut M. Munandar dalam buku

Marihot Manullang dan Dearlina Sinaga

(2005:50), menerangkan bahwa:

“Persediaan adalah sebagai persediaan barang

– barang (bahan - bahan) yang menjadi objek

usaha pokok perusahaan”. Menurut John J

Wild, K R. Subramanyam dan Robert F

Halsey (2004:265), menerangkan bahwa:

“Persediaan (Inventory) merupakan barang

yang dijual dalam aktivitas operasi normal

perusahaan”.

Menurut Warren Reeve (2008:398),

“Persediaan digunakan untuk mengidentifikasi

barang dagangan yang disimpan untuk

kemudian dijual dalam operasi bisnis

perusahaan dan bahan yang digunakan dalam

proses produksi atau yang disimpan untuk

tujuan itu”.

Page 51: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Tipe - Tipe Persediaan

Menurut Lukman Syamsuddin (2000:281),

menerangkan bahwa ada tiga bentuk utama

dari persediaan perusahaan yaitu: Pertama,

Persediaan Bahan Mentah. Bahan mentah

adalah merupakan yang dibeli oleh perusahaan

untuk diproses menjadi barang setengah jadi

dan akhirnya barang jadi atau produk akhir

dari perusahaan. Kedua, Persediaan Barang

dalam Proses. Persediaan Barang dalam

proses terdiri dari keseluruhan barang - barang

yang digunakan dalam proses produksi tetapi

masih membutuhkan proses lebih lanjut untuk

menjadi barang yang siap untuk dijual (barang

jadi). Ketiga, Persediaan Barang Jadi.

Persediaan barang jadi adalah merupakan

persediaan barang – barang yang telah selesai

diproses oleh perusahaan tetapi masih belum

terjual.

Biaya Persediaan

Menurut Hansen dan Mowen (2001:584): ”

adapun biaya yang timbul karena persediaan

adalah: Pertama, Biaya Pembelian, biaya

Pembelian adalah Biaya yang dikeluarkan

untuk membeli barang. Besarnya biaya

pembelian tergantung pada jumlah barang

yang dibeli dan satuan harga barang. Biaya

pembelian menjadi faktor penting ketika harga

barang yang dibeli tergantung pada ukuran

pembelian. Namun dalam kebanyakan teori

persediaan, komponen biaya pembelian tidak

dimasukkan kedalam total biaya sistem

persediaan karena diasumsikan bahwa harga

barang per unit tidak di pengaruhi oleh jumlah

barang yang dibeli. Kedua, Biaya

Penyimpanan, merupakan biaya yang

dikeluarkan Untuk menyimpan persediaan.

Terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi

langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya

penyimpanan perperiode akan semakin besar

apabila kuantitas persediaan semakin banyak.

Ketiga, Biaya Pemesanan, setiap kali suatu

bahan baku dipesan,perusahaan harus

menanggung biaya pemesanan. Biaya

pemesanan adalah biaya-biaya yang

dikeluarkan sehubungan dengan kegiatan

pemesanan barang sejak dari penempatan

pemesanan sampai dengan tersedianya barang

di gudang. Biaya pemesanan total per periode

sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan

dalam satu periode dikali biaya per

perpesanan. Keempat, Biaya Penyiapan,

merupakan biaya yang diperlukan apabila

bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi

sendiri. Biaya penyiapan total per periode

adalah jumlah penyiapan yang dilakukan

dalam satu periode dikali biaya per penyiapan.

Kelima, Biaya Kehabisan atau Kekurangan

Bahan, biaya ini timbul bilamana persediaan

tidak mencukupi permintaan proses produksi.

Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam

praktek terutama dalam kenyataan bahwa

biaya ini merupakan opportunity cost yang

sulit diperkirakan secara objektif.

Tiga hal yang dapat terjadi akibat

kekurangan persediaan adalah: (1)

Tertundanya penjualan; (2) Kehilangan

penjualan; dan (3) Kehilangan pelanggan

Fungsi Siklus Persediaan dan pergudangan

Siklus persediaan dan pergudangan dapat

dianggap terdiri dari dua sistem yang terpisah

tapi erat terkait. Yang satu melibatkan arus

fisik barang yang sebenarnya, yang lain biaya

terkait. Karena persediaan berpindah melalui

perusahaan, harus ada pengendalian yang

memadai atas pergerakan fisik maupun biaya

terkait. Menurut Arens dkk (2007 : 307) Enam

fungsi yang membetuk siklus persediaan dan

pergudangan yaitu:

1. Proses pembelian

Siklus persediaan dan pergudangan

bermula dengan permintaan bahan baku untuk

produksi. Permintaan pembelian digunakan

untuk memesan barang persediaan oleh barang

persediaan oleh bagian pembelian. Permintaan

diawali oleh pegawai gudang atau komputer

jika persediaan mencapai tingkat yang

ditentukan sebelumnya. Pemesanan harus

dilakukan atas bahan baku yang dibutuhkan

untuk memproduksi pesanan pelanggan, atau

pemesanan diawali atas dasar perhitungan

periodic oleh orang yang berwenang.

2. Menerima bahan baku

Penerimaan bahan baku yang dipesan

juga merupakan bagian dari siklus perolehan

dan pembayaran. Bahan baku yang diterima

Page 52: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

harus diinspeksi kuantitas dan kualitasnya.

Bagian penerimaan menghasilkan laporan

penerimaan yang menjadi bagian dari

dokumentasi penting sebelum pembayaran

dilakukan. Setelah inspeksi, bahan baku

dikirim ke bagian pembelian, gudang, dan

hutang usaha.

3. Penyimpanan bahan baku

Ketika bahan baku diterima, bahan baku

tersebut disimpan di gudang sampai

diperlukan oleh bagian produksi. Bahan baku

dikeluarkan dari persediaan atas penunjukan

permintaan bahan baku, pesana pekerjaan,

dokumen yang sama, atau pemberitahuan

elektronik yang layak disetujui yang

menunjukkan jenis dan kuantitas bahan baku

yang diperlukan. Dokumen permintaa ini

digunakan untuk memperbarui berkas induk

persediaan perpetual dan membukukan

pemindahan dari akun bahan baku ke barang

dalam proses.

4. Memroses barang

Porsi pemrosesan pada siklus persediaan

dan pergudagan sangat bervariasi dari satu

perusahaan ke perusahaan lain. Penentuan

jenis barang dan kuantitas yang diproduksi

biasanya berdasarkan pesanan tertentu dari

pelanggan. Peramalan penjualan, tingkat

persediaan barang jadi yang ditentukan lebih

dulu, dan volume produksi yang paling hemat.

Di dalam perusahaan manufaktur, sistem

akuntansi biaya yang memadai menjadi bagian

yang penting dari fungsi pemrosesan produk.

System akuntansi biaya diperlukan untuk

menunjukkan profitabilitas relatif atas macam-

macam produk untuk perencanaan dan

pengendalian manajemen serta menilai

persediaan untuk tujuan laporan keuangan.

5. Menyimpan barang jadi

Setelah barang jadi selesai dikerjakan

bagian produksi, penyimpanan dilakukan di

gudang sambil menunggu pengiriman. Dalam

perusahaan dengan sistem pengendalian

internal yang baik, dilakukan pengendalian

fisik atas barang jadi dengan memisahkannya

kedalam beberapa bidang terpisah dengan

akses terbatas.

6. Mengirim barang jadi

Pengiriman barang jadi merupakan

bagian integral dari siklus penjualan dan

penerimaan kas. Tiap pengiriman atas

pengeluaran barang jadi harus didukung

dokumen pengiriman yang diotorisasi dengan

memadai.

7. Berkas induk persediaan perpektual

Catatan perpetual yang terpisah biasanya

untuk pembukuan bahan baku dan barang jadi.

Berkas induk persediaan perpetual hanya

memasukkan informasi mengenai jumlah unit

persediaan yang di beli, dijual, dan disimpan,

atau informasi mengenai biaya per unit.

Untuk pembelian bahan baku, berkas induk

persediaan perpetual diperbarui secara

otomatis pada saat perolehan persediaan

diproses sebagai bagian dari pembukuan

transaksi perolehan.

Transfer bahan baku dari gudang harus

dibukukan terpisah kedalam komputer untuk

memperbarui catatan persediaan perpetual.

Lazimnya, hanya jumlah unit barang yang

dipindahkan yang perlu dibukukan karena

komputer dapat menentukan harga per unit

barang dari berkas induk. Berkas induk

persediaan perpetual bahan baku berisi, untuk

tiap jenis bahan baku, saldo awal dan saldo

akhir unit barang yang ada di persediaan dan

harga per unitnya, jumlah unit dan biaya per

unit tiap pembelian, serta jumlah unit dan

biaya per unit bahan dikeluarkan untuk

produksi.

Menurut La Midjan dan Azhar Susanto

(2001:152) persediaan menciptakan siklus

persediaan yang terdiri dari prosedur sebagai

berikut:

1. Prosedur penerimaan barang

Kegiatan prosedur penerimaan barang

adalah penanganan fisik atas persediaan

barang dagangan yang diterima dan

mengirimkannya kepada bagian gudang. Jenis

dan kuantitas barang yang diterima harus

diverifikasi secara hati-hati. Untuk perusahaan

yang cukup besar ferivikasi dapat dilakukan 2

kali ketika barang diterima bagian penerimaan

dan pada waktu barang diterima oleh bagian

gudang untuk disimpan.

2. Prosedur penyimpanan persediaan

barang dagangan

Page 53: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

Prosedur penerimaan barang dagang

dimulai dari penerimaan barang dari

depertemen penerimaan dilampiri dengan

selembar laporan penerimaan yang diteruskan

ke gudang. Tujuan penyimpanan barang

digudang adalah untuk mencegah dan

mengurangi kerugian yang timbul akibat

pencurian dan kerusakan barang. Tugas pokok

dari gudang yaitu : 1) Menerima barang dan

melaporkan penerimaan tersebut; 2)

Menyimpan barang sebaik-baiknya dan

menjaga keamanan barang tersebut; 3)

Mengeluarkan barang – barang atas dasar bon

prmintaan perintah pengeluaran; dan 4)

Menyampaikan secara periodik laporan

pertanggungjawaban mengenai penerimaan,

penyimpanan, pengeluaran atas barang

tersebut.

3. Prosedur pengeluaran persediaan

barang dagang

Pengeluaran barang dari gudang biasanya

dilakukan oleh fungsi gudang yang telah

menerima instruksi tertulis bagaimana cara

pengeluaran barang. Prosedur pengeluaran

barang hanya bisa dilakukan apabila ada surat

permintaan barang yang dikeluarkan oleh

bagian yang berwenang. Dokumen dalam

pengeluaran barang adalah surat permintaan

barang yang diterima untuk mengeluarkan

barang, bukti pengeluaran barang dan kartu

gudang. Surat dan permintaan barang terdiri

dari jenis dan kuantitas barang. Bukti

pengeluaran barang dibuat oleh bagian gudang

dan ditembuskan ke bagian akuntansi, bagian

yang meminta pengeluaran barang, dan bagian

gudang itu sendiri.

Pengendalian internal

Pada perusahaan yang semakin

berkembang, maka ruang lingkup

pengendalian internal yang terjadi dalam

perusahaan akan semakin luas, hal itu dapat

disebabkan karena pihak management yang

tidak mungkin dapat mengawasi setiap data

yang terjadi dalam kegiatan aktivitas

perusahaan.sehingga pihak management

membutuhkan alat agar dapat melakukan

fungsinya dengan baik. Dalam hal ini, stuktur

pengendalian internal dapat berperan penting,

karena dengan struktur pengendalian internal

yang efektif, maka pihak management dapat

mengendalikan kegiatan perusahaan dengan

baik dan dapat meyakinkan bahwa laporan

yang diterima dapat dipercaya.

Pengendalian internal adalah suatu

perencanaan yang meliputi struktur organisasi

dan semua metode dan alat-alat yang

dikoordinasikan yang digunakan di dalam

perusahaan dengan tujuan untuk menjaga

keamanan harta milik perusahaan, memeriksa

ketelitian dan kebenaran data akuntansi,

mendorong efisiensi, dan membantu

mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen

yang telah ditetapkan.

Menurut Mulyadi (2001:163) pengertian

pengendalian internal adalah “pengendalian

internal meliputi struktur organisasi, metode

dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan

untuk menjaga kekayaan organisasi,

mengecek ketelitian dan keandalan data

akuntansi, mendorong efisiensi dan

mendorong dipatuhinya kebijakan

manajemen”.

Menurut Mulyadi dalam bukunya

Auditing (2008:181), “ tujuan dari

pengendalian internal adalah sebagai berikut:

a) Keandalan informasi keuangan; b)

Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan

yang berlaku; dan c) Efektivitas dan efisiensi

operasi”.

Dilihat dari tujuan tersebut maka

pengendalian internal dapat dibagi menjadi

dua yaitu pengendalian internal akuntansi

(preventif control) dan pengendalian internal

administrative (feedback control). Pengen-

dalian internal akuntansi dibuat untuk

mencegah terjadinya inefesiensi yang

tujuannya adalah menjaga kekayaan

perusahaan dan memeriksa keakuratan data

akuntansi. Contoh: ada pemisahan fungsi dan

tanggung jawab antar unit organisasi.

Pengendalian internal administratif dibuat

untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan

mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen

(dikerjakan setelah adanya pengendalian

akuntansi).

Page 54: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

METODOLOGI PENELITIAN

Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mengambil

objek penelitian di PT Fajar Citra Mandiri

berkantor di Jalan Duren Tiga Raya No. M30,

Jakarta Selatan.Dalam penelitian ini yang

merupakan variabel bebasnya adalah motivasi

kerja. Dalam penelitian ini yang merupakan

variabel terikatnya adalah kinerja karyawan.

Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang

dilakukan oleh penulis yaitu:

a. Teknik wawancara

Penulis melakukan Tanya jawab dan

diskusi secara langsung dengan pihak

perusahaan khususnya dengan pihak yang

berhubungan dengan objek penelitian.

b. Teknik observasi

Metode pengumpulan data dengan

melakukan pengamatan langsung maupun

tidak langsung terhadap aktivitas yang

berhubungan dengan pengendalian intern

persediaan pada PT. Fajar Citra Mandiri.

Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang diteliti yaitu

seluruh karyawan pada PT. Magna

Transforma Utama yang jumlah karyawannya

35 orang. Dalam penelitian ini teknik

pengambilan sampelnya diambil secara simple

random sampling yaitu pengambilan sampel

yang dilakukan secara acak. Jumlah ukuran

populasi yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu 35 dengan tingkat kesalahan 5% jadi

jumlah sampel yang digunakan penulis dalam

penelitian ini sebanyak 32 responden.

(Sugiyono, 2010: 125).

Dalam penelitian ini penulis

menggunakan teknik simple random sampling

yaitu teknik pengambilan anggota sampel dari

populasi dilakukan secara acak tanpa

memperhatikan strata yang ada dalam

populasi itu.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis sebagai berikut: “Analisis

Pengendalian Internal Persediaan Barang Dagang

Pada PT. Fajar Citra Mandiri”.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persediaan Barang Dagang pada PT. Fajar

Citra Mandri

Persediaan Pada PT Fajar Citra Mandiri

sangat berperan penting dalam bidang

penjualan, Karena persediaan pada PT Fajar

Citra Mandiri adalah persediaan barang

dagang atau persediaan barang yang siap jual.

Persediaan barang dagang yang terdapat

pada PT. Fajar Citra Mandiri adalah

persediaan barang dagang yang dibutuhkan

perusahaan untuk dijual kembali ke

pelanggan. Produk yang dijual oleh PT Fajar

Citra Mandiri berupa Produk box take away

atau food container dan peralatan makan

lainnya seperti mangkok, piring, sedotan.

Sumpit dan lain-lain. Produk-produk tersebut

dipasarkan ke beberapa hotel, restoran,

bakery, dan lain-lain yang tersebar diberbagai

tempat.

Pengolahan Pengadaan Persediaan pada

PT. Fajar Citra Mandiri

Pengolahan pengadaanpersediaan yang

terjadi pada PT. Fajar Citra Mandiri sebagai

berikut:

1. Prosedur pembelian barang dagangan

Dalam pembelian barang dagang, PT.

Fajar Citra Mandiri tidak ada pengajuan

permintaan barang dari gudang terlebih lagi di

PT. Fajar Citra Mandiri tidak memiliki bagian

pembelian. Pembelian barang biasanya

dilakukan oleh pihak manajemen. Hal ini

dilakukan untuk memaksimalkan sumber daya

yang ada. namun, karena tidak ada permintaan

barang yang dibutuhkan dari bagian gudang

maka terkadang terjadi kekurangan persediaan

barang di gudang dan terjadi penumpukan

persediaan barang di gudang

2. Prosedur penerimaan barang dagangan

Penerimaan barang dilakukan oleh bagian

gudang dengan mencocokkan antara barang

yang datang dengan barang yang dipesan.

Barang yang diterima tersebut disesuaikan

dengan jenis dan kuantitinya. Dalam hal ini,

untuk mempermudah bagian gudang

melakukan pencocokkan, bagian gudang

menerima copyan packing list terlebih dahulu

yang didalamnya terdapat jenis dan kuantiti

Page 55: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

barang yang dipesan. Setelah barang datang

itu dihitung, bagian gudang melaporkan

barang datang tersebut sesuai dengan fisiknya

dengan membuat berita acara penerimaan

barang dan melaporkannya ke bagian

administrasi untuk dibukukan.

3. Menyimpan bahan baku

Setelah barang dagang tersebut diterima,

bagian gudang kemudian menyimpan barang

dagang tersebut sesuai dengan jenisnya. Di

PT. Fajar Citra Mandiri barang yang diterima

akan di simpan di gudang 2 yaitu di Bumi

Serpong Damai Barang. Pengeluaran barang

dariBumi Serpong Damai akan dikeluarkan

apabila ada permintaan barang dari gudang

kantor pusat yaitu dari Jakarta.

4. Pengiriman barang

Untuk gudang 2 yaitu gudang Bumi

Serpong Damaimengirim barang ketika

persediaan barang dari kantor pusat kurang

dari stok minimal. Pengiriman barang dari

gudang 2 ke gudang 1 terlampir dalam sebuah

dokumen mutasi antar gudang. Dan dokumen

ini akan disampaikan dari bagian gudang ke

bagian administrasi untuk dibukukan.

Sedangkan dari gudang kantor pusat akan

melakukan pengiriman barang disesuaikan

sesuai dengan yang dipesan konsumen.

Barang yang dipesan konsumen tersebut

terlampir dalam surat jalan yang di buat oleh

bagian penjualan atau invoicing.

5. Prosedur penilaian barang dagangan

Metode penilaian persediaan yang

digunakan oleh PT. Fajar Citra Mandiri adalah

metode penilaian Average (metode rata-rata.

Artinya setiap barang ditentukan berdasarkan

biaya rata-rata tertimbang dari barang serupa

pada awal periode dan biaya barang serupa

yang dibeli atau produksi selama periode.

Perhitungan rata – rata dapat dilakukan secara

berkala, atau pada setiap penerimaan kiriman,

tergantung pada keadaan perusahaan.

Dalam hal ini, metode penilaian average

yang digunakan PT. Fajar Citra Mandiri

adalah Weighted Average Method yaitu

perusahaan menggunakan physical inventory

system. Menurut metode ini, persediaan

barang dagangan dinilai dengan cara

mengalikan harga beli per unit dengan jumlah

unit yang dibeli setipa kali pembelian

kemudian dibagi dengan jumlah unit seluruh

pembelian selama periode tertentu.

KESIMPULAN

Setelah menganalisis pengendalian

internal persediaan barang dagang PT. Fajar

Citra Mandiri, maka penulis dapat mengambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan komponen-komponen

persediaan yang ada pada PT. Fajar Citra

Mandiri menggunakan komponen

persediaan barang dagang yang diperoleh

dalam keadaan siap jual.

2. Stuktur organisasi PT Fajar Citra Mandiri

terbagi dalam beberapa bagian.

Pembagian tugas didasarkan pada

tanggung jawab setiap bagian yang

dilaksanakan perusahaan. Namun dalam

pembagian tugas ini masih ada yang

masih kurang, hal ini dikarenakan bagian

gudang terkadang ikut mengirimkan

barang ke konsumen. Selain itu, PT. Fajar

Citra Mandiri tidak memiliki bagian yang

menangani khusus untuk pembelian

persediaan barang dagang. Sehingga

masih ditangani oleh manajer.

3. PT. Fajar Citra Mandiri belum memiliki

fungsi audit internal, yaitu fungsi khusus

yang secara independen melakukan

pemeriksaan dan penilaian terhadap

pelaksanaan prosedur dan pencatatan

yang ada dalam perusahaan.

4. Pelaksanaan informasi dan komunikasi

atas barang dagang secara umum telah

berjalan dengan baik. Dokumen-dokumen

yang di perlukan dikoordinasikan

sedemikian rupa memiliki sehingga dapat

menghasilkan informasi yang wajar dan

selalu dikomunikasikan setiap hari.

5. Aktivitas pengendalian penerimaan dan

pengeluaran barang juga sudah berjalan

dengan baik, setiap penerimaan dan

pengeluaran barang selalu diotorisasi oleh

pihak yang berwenang dan dokumen yang

digunakan sudah memiliki nomor urut

tercetak sehingga aktivitas pengendalian

internal dapat berjalan.

Page 56: PEMBIAYAAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN SURAT BERHARGA

EKOBIS, Ekonomi Bisnis dan Manajemen

ISSN: 2088-219X, Volume I, Nomor 6, September 2013

6. Aktivitas pemantauan dilakukan melalui

proses stok opname. Hal ini dimaksudkan

untuk mengetahui persediaan barang

dagang secara fisik. Dan diharapkan dari

perhitungan fisik ini managemen bisa

menilai barang apa saja yang diperlukan

prusahaan. Menurut penulis hal ini kurang

berjalan efektif, karena perusahaan masih

sering kekurangan stok barang dagang.

DAFTAR PUSTAKA

A, Nandakumar. Dkk, Memahami IFRS,

standar pelaporan keuangan

international, indeks, Jakarta , 2012

Arens, A, Elder Randal J., Beasley, Mark S.,

Auditing dan Pelayanan Verifikasi,

Edisi Kesembilan, Jilid kedua, Edisi

Indonesia, indeks, 2007

Arens, A., Elder Randal J., Beasley, Mark S.,

Auditing and Insurance Service : An

Integrated Approach, ninth Edition,

New Jersey, Prentice Hall, 2003.

Midjan, La, Susanto, Azhar.,Sistem Informasi

Akuntansi, Edisi Delapan, Lingga Jaya,

Bandung, 2001.

Mulyadi, Auditing, Edisi Enam, Buku Satu

dan Buku 2., Salemba Empat Jakarta,

2002

Mulyadi, Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga,

Salemba Empat, Jakarta, 2001