52
Pemeriksaan Psikiatri A. Deskripsi Umum 1. Penampilan Mendeskripsikan penampilan pasien dan kesan fisik keseluruhan yang tercermin. Termasuk di dalamnya postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihannya. Istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan penampilan adalah tampak sehat, tampak sakit, mudah terlalu sakit, pembawaan tenang, tampak tua, tampak muda, kusut, kekanak – kanakan, dan aneh. 2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor Merujuk pada aspek kualitatif dan kuantitatif dari perilaku motorik pasien. Termasuk di dalamnya manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan, perilaku stereotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan. 3. Sikap Terhadap Pemeriksa Sikap dapat dideskripsikan sebagai kooperatif, bersahabat, penuh perhatian, tertarik, blak – blakan, seduktif, defensif, merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak, atau berhati – hati. B. Mood dan Afek 1. Mood

Pemeriksaan psikiatri.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Pemeriksaan PsikiatriA. Deskripsi Umum1. Penampilan

Mendeskripsikan penampilan pasien dan kesan fisik keseluruhan yang tercermin. Termasuk di dalamnya postur, pembawaan, pakaian, dan kerapihannya. Istilah umum yang digunakan untuk mendeskripsikan penampilan adalah tampak sehat, tampak sakit, mudah terlalu sakit, pembawaan tenang, tampak tua, tampak muda, kusut, kekanak kanakan, dan aneh.

2. Perilaku dan Aktivitas PsikomotorMerujuk pada aspek kualitatif dan kuantitatif dari perilaku motorik pasien. Termasuk di dalamnya manerisme, tik, gerakan tubuh, kedutan, perilaku stereotipik, ekopraksia, hiperaktivitas, agitasi, sikap melawan, fleksibilitas, rigiditas, gaya berjalan, dan kegesitan.

3. Sikap Terhadap Pemeriksa

Sikap dapat dideskripsikan sebagai kooperatif, bersahabat, penuh perhatian, tertarik, blak blakan, seduktif, defensif, merendahkan, kebingungan, apatis, bermusuhan, suka melucu, menyenangkan, suka mengelak, atau berhati hati.

B. Mood dan Afek

1. Mood

Mood didefinisikan sebagai emosi yang menetap dan telah meresap yang mewarnai persepsi orang tersebut terhadap dunia. Dapat berupa normotim, hipertim, hipotim, distim, poikilotim, tumpul atau mendatar.

2. Afek

Afek didefinisikan sebagai responsivitas emosi pasien saat ini, yang tersirat dari ekspresi wajah pasien, termasuk jumlah dan kisaran perilaku ekspresif. Afek dapat dideskripsikan sebagai dalam kisaran normal, menyempit, tumpul, atau datar.

3. Kesesuaian afekKonteks kesuaian respon emosi pasien tentang subyek yang sedang pasien bicarakan.

C. Karakteristik Gaya BicaraMendeskripsikan karakteristik fisik gaya bicara. Gaya bicara dapat dideskripsikan berdasarkan kuantitas, laju produksi, dan kualitasnya. Pasien dapat digambarkan sebagai banyak bicara, cerewet, fasih, pendiam, tidak spontan, atau terespons normal terhadap petunjuk dari pewawancara. Gaya bicara dapat cepat atau lambat, tertekan, tertahan, emosional, dramatis, monoton, keras, berbisik, cadel, terputus putus, atau bergumam.

D. Persepsi

Gangguan persepsi, seperti halusinasi dan ilusi mengenai dirinya atau lingkungannya, dapat dialami oleh seseorang. Sistem sensorik yang terlibat (contohnya auditorik, visual, olfaktorik, atau taktil) dan isi ilusi atau halusinasi tersebut harus dijelaskan. Perasaan depersonalisasi dan derealisasi (perasaan yang terlepas dari diri atau lingkungannya) merupakan contoh gangguan persepsi lain.

1. Halusinasi

Dapat berupa halusinasi auditorik, visual, gustatorik, taktil, olfaktorik, kinestetik, viseral, hipnagonik, hipnopompik, histerik, dan formication. Tanyakan apakah pasien mendengar suara orang saat tidak ada orang disekitar, apakah suara tersebut datang dari luar atau didalam kepala, apakah ada halusinasi perintah dan apa reaksi pasien atas halusinasi tersebut.

2. Ilusi

Merupakan penilaian yang salah tentang pencerapan yang sungguh terjadi.

3. Depersonalisasi

Adalah perasaan aneh tentang dirinya bahwa dirinya telah berubah dan tidak sperti biasa lagi. Contohnya pengalaman diluar tubuh dan sesuatu dari bagian tubuhnya bukan lagi kepunyaannya.

4. Derealisasi

Adalah perasaan aneh tentang lingkungannya berubah dan tidak sesuai kenyataan.

E. Isi Pikir dan Kecenderungan Mental

Pikiran dapat dibagi menjadi proses (atau bentuk) dan isi pikir. Proses merujuk pada cara seseorang menyatukan ide dan asosiasi, yaitu bentuk kerangka pikir seseorang. Proses atau bentuk pikir dapat bersifat logis dan koheren atau sangat tidak logis dan bahkan tidak dapat dipahami. Isi merujuk pada apa yang sebenarnya dipikirkan seseorang: ide, kepercayaan, preokupasi, obsesi.

1. Bentuk pikiran

Cara bagaimana buah pikiran terhubungkan. Pikiran normal adalah bertujuan dan terangkai berurutan dengan hubungan yang logis.

2. Isi pikiran

Dapat terjadi gangguan isi pikir seperti waham, fobia, fantasi, obsesi, suicidal thoughts, dan lain lain.

F. Sensorium dan KognisiBagian sensorium dan kognisi pada pemeriksaan status mental berusaha mengkaji fungsi organik otak dan intelegensi pasien, kemampuan berpikir abstrak, serta derajat tilikan dan daya nilai.

1. Kesadaran

Gangguan kesadaran biasanya mengindikasikan adanya kerusakan organik pada otak. Beberapa istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan tingkat kesadaran pasien adalah berkabut, somnolen, stupor, koma, letargi, kesiagaan, dan keadaan fugue.2. Orientasi dan Memori

Gangguan orientasi biasanya dibagi berdasarkan waktu, tempat, dan orang. Konfabulasi (memberikan jawaban yang salah secara tidak sadar saat memori terganggu) paling sering dikaitkan dengan gangguan kognitif. Memori terdiri dari memori jangka pendek, jangka intermediete, dan jangka panjang.3. Konsentrasi dan Perhatian

Pasien mampu mengarahkan dan mempertahankan perhatian. Konsentrasi dapat dites dengan serial 7 atau 3. Pasien diminta menghitung 100 dikurangi 7 berturut-turut sampai 5 kali. Jika mengalami kesulitan digunakan pengurangan 3. Pemeriksa harus selalu mengkaji apakah ansietas, sejumlah gamgguan mood, atau kesadaran, atau kelemahan belajar berperan dalam kesulitasn tersebut.4. Membaca dan Menulis

Pasien diminta membaca satu kalimat, kemudian mengerjakan hal yang diperintahkan kalimat itu. Pasien juga diminta untuk menulis kalimat sederhana namun lengkap.

5. Kemampuan visuospasial

Pasien diminta untuk menyalin suatu gambar, misalnya bagian depan jam dinding atau segilima bertumpuk.6. Pikiran abstrak

Pikiran abstrak adalah kemampuan untuk menangani konsep konsep. Pasien mungkin memiliki gangguan dalam membuat konsep atau menangani ide.7. Informasi dan Intelegensi

Pasien mengetahui hal-hal umum yang biasanya diketahui orang dengan tingkat pendidikan seperti pasien. Bila dicurigai kemungkinan adanya kemungkinan gangguan kognitif, apakah pasien mengalami kesulitan dengan tugas mental. Mengatasi konsep yang sulit atau canggih dapat mencerminkan intelegensi, bahkan tanpa adanya pendidikan formal atau sumber informasi yang luas. 8. Impulsivitas

Apakah pasien dapat mengendalikan impuls seks, agresi, dan lainnya.

G. Daya Nilai dan Tilikan1. Daya Nilai

Mengkaji aspek kemampuan pasien untuk melakukan penilaian sosial. Contoh :

Apakah pasien memahami kemungkinan akibat perilakunya dan apakah pasien terpengaruh oleh pemahaman tersebut ?

Dapatkah pasien meramalkan apa yang akan dilakukannya dalam suatu situasi imajiner ?

2. Tilikan (insight)

Tingkat kesadaran dan pemahaman pasien akan penyakitnya. Ringkasan tingkat tilikan adalah sebagai berikut.

Penyangkalan total atas penyakitnya

Sedikit menyadari bahwa dirinya sakit dan memerlukan bantuan namun pada saat yang sama menyangkalnya

Kesadaran bahwa dirinya sakit namun menyalahkan orang lain, faktor eksternal, atau faktor organik

Kesadaran bahwa penyakit disebabkan oleh sesuatu yang tidak diketahui oleh pasien

Tilikan intelektual

Pengakuan bahwa pasien sakit dan bahwa gejala atau kegagalan penyesuaian sosial disebabkan oleh perasaan atau gangguan dari pasien sendiri yang tidak rasional tanpa pengetahuan ini pada pengalaman di masa depan. H. Realiabilitas

Menyimpulkan kesan tentang sejauh mana pasien dapat dipercaya dan kemampuan untuk melaporkan keadaannyasecara akurat.Status Mental

Status mentalDeskripsi

Deskripsi umum :

1. Penampilan2. Perilaku3. Kesadaran biologis Wanita muda, 17 tahun, tampak sesuai dengan usianya

Rambut tidak tersisir rapi, cara berpakaian seadanya, wajah tidak dirias, memakai sepatu Pasien terlihat kurang merawat diri Pasien tampak tidak tenang, tidak dapat duduk lama.

Kesadaran biologis tidak terganggu, walaupun pasien terlihat seperti orang mengantuk Menunjukkan tidak ada kelainan organic

Mood dan Afek Ekspresi afektif agak labil Afek pasien dapat berubah secara cepat tanpa pengawasan. Afek terbatas Terdapat penurunan jelas di dalam rentang dan intensitas ekspresi. Terlihat tumpul Kedangkalan emosi pasien pada sesuatu yang benar-benar menggembirakan atau menyedihkan. Skala diferensiasi sempit, tidak serasi Tidak ada keserasian anatara perasaan, pikiran, dan perbuatan Batas ego tidak intak Pasien tidak dapat membedakan antara ego dan realita

Persepsi Derealisasi Perasaan aneh mengenai lingkungan sekitar yang telah berubah Depersonalisasi Perasaan aneh mengenai dirinya sendiri. Paien merasa bahwa dirinya telah berubah. Contohnya pengalaman diluar tubuh (out of body experience) dan sesuatu dari bagian tubuh nya bukan lagi kepunyaannya

Halusinasi auditorik third order Pasien merasa ada dua orang yang membicarakan dirinya, padahal tidak ada orang

Proses pikir :

1. Bentuk pikir

2. Isi pikir Pengendoran asosiasi Kata kata yang diucapkan saling tidak berhubungan, tetapi dapat menyelesaikan kalimat

Inkoherensi Word salad. Merupakan asosiasi longgar yang ekstrem. Proses pikir yang kalimat satu dengan yang lain tidak berhubungan dan kalimat tidak selesai Waham dunia kiamat Pikiran patologis yang tidak terkoreksi Siar pikir Pasien merasa pikirannya dapat dibaca oleh orang lain, merupakan salah satu criteria diagnosis skizophrenia secara umum

Kemampuan kognitif Daya konsentrasi terganggu Pasien tidak mampu mengarahkan, mempertahankan dan menyeleksi perhatian sehingga pertanyaan harus diajukan berulang kali. Dapat di tes dengan seven serial test Perhatian terganggu Pasien tidak mampu memusatkan perhatian pada satu hal dan lamanya memusatkan perhatian tersebut berkurang.

Orientasi baik Pasien dapat mengenali tempat, waktu, dan orang orang terdekatnya.

Daya ingat baik Pasien dapat mengingat kejadian dalam jangka pendek, intermediet, dan panjang.

Intelegensi diatas rata-rata Pasien tidak mengalami gangguan fungsi intelektual/intellectual impairment Daya nilai realitas Ada hendaya berat dalam menilai realita

Tilikan Derajat satu Pasien menyangkal penyakitnya

Reliability Pasien berkata jujur

Pemeriksaan Penunjang

Dalam batas normal menginterpretasikan tidak adanya gangguan organik.

Diagnosis Multiaksial Axis I : Gangguan klinis F.20.1 Schizophrenia Hebefrenik

Untuk dapat mendiagnosis skizophrenia, maka pasien harus memenuhi kriteria umum. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas). Berikut akan dijabarkan gejala yang timbul pada pasien yang dikaitkan dengan kriteria umum skizophrenia antara lain adalah :

1. Thought broadcasting

Isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.

Hasil anamnesis :

Yang ia tidak dapat mengerti menurut Conny, mengapa semua orang itu mengetahui tentang rahasia dirinya.

2. Halusinasi auditorik

Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien. Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara).

Hasil anamnesis :

Menurutnya, ia sering mendengar orang-orang menyindir dirinya, mengomentari dirinya.

Atau paling sedikit dua gejala yang harus ada secara jelas, berikut di bawa ini merupakan gejala yang terdapat pada pasien menurut criteria umum skizophrenia :1. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme

Hasil anamnesis :

bicaranya agak kacau dan sering tidak menyambung.2. Gejala-gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika. Hasil anamnesis : Menurut ibunya, akhir-akhir ini, Conny cenderung menarik diri, malas merawat diri.. ..belakangan ini lebih sering terlihat berdiam diri.. Sekarang Conny sering marah-marah tanpa alasan yang jelas Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung kurun waktu satu bulan atau lebih. Hasil anamnesis: Sudah sejak 8 bulan yang lalu, pasien.. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sindiri (self absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial. Hasil anamnesis:

Sudah sejak delapan bulan yang lalu pasien tampak malas dan tidak mau sekolah. Conny cenderung menarik diri, malas merawat diri, dan sering bergumam seperti orang kebingungan. Belakangan ini lebih sering terlihat pendiam diri dan kerap kali bertanya tentang hal-hal yang tidak masuk akal. Ia tidak lagi memperhatikan perawatan dirinya. Conny bahkan sering marah-marah tanpa alasan yang jelas. Untuk diagnosis skizophrenia tipe hebefrenia yang meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan continue selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :1. Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Pada kasus ini usia dari pasien adalah 17 tahun2. Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta mannerisme, ada kecendrungan untuk selalu menyendiri (solaitary) dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan.

Hasil anamnesis :

Menurut ibunya, akhir-akhir ini Conny cenderung menarik diri, malas

merawat diri, dan sering bergumam seperti orang yang kebingungan3. Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai cekikian (giggling), atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendiri (self absorbed smiling) atau oleh sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerism, mengibuli secara bersanda gurau (pranks), keluhan hipokondriakal dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated pharases). Hasil pemeriksaan status mental :Terlihat seperti orang kebingungan, bicaranya agak kacau dan sering tidak menyambung serta kadang-kadang terlihat seperti bicara sendiri, tersenyum sendiri (namun tetap harus dianamnesis lagi kepada ibunya apakah dalam 2 - 3 bulan terakhir pasien berperilaku demikian atau kah perilaku demikian hanya terjadi saat pemeriksaan saja).

4. Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. Hasil pemeriksaan status mental :

Proses pikir: Produktivitas kurang, miskin pikir, pengendaraan asosiasi,

inkoherensi

Hasil anamnesis :kerap kali bertanya tentang hal-hal yang tidak masuk akal seperti: Kenapa kok orang-orang sekarang berubah semua? Ibunya menurut pasien juga berubah seperti bukan ibunya yang dulu. Demikian juga teman-temannya berubah seperti bukan temannya yang dulu. Bahkan lingkungan rumahnya juga berubah Axis II: Gangguan kepribadian Z03.2 Tidak ada diagnosisBerdasarkan anamnesis dari ibu pasien bahwa pasien berprestasi di sekolahnya, didapatkan kesimpulan bahwa pasien tidak mengalami retardasi mental dan juga tidak ditemukan adanya gangguan kepribadian.

Axis III: Kondisi Medis Umum Tidak ada

Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan, pasien tidak mengalami gangguan organik.

Axis IV: Masalah psikososial Tidak ada

Berdasarkan anamnesis yang dilakukan, tidak didapatkan masalah dengan keluarga/lingkungan/sosial/pendidikan/pekerjaan/perumahan/ekonomi/akses pelayanan kesehatan/ interaksi dengan hukum & kriminal/ psikososial & lingkungan lain sebelum pasien menderita gangguan kejiwaan.

Axis V : GAF 20 11 Bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam komunikasi dan mengurus diri. Hasil anamnesis :

Sebelumnya Conny tampak periang, tetapi belakangan ini lebih sering

terlihat pendiam diri dan kerap kali bertanya tentang hal-hal yang tidak

masuk akal.

Ia tidak lagi memperhatikan perawatan dirinya.

Conny menjadi semakin bingung dan putus asa, serta pernah

melakukan percobaan bunuh diri dengan berusaha memotong urat

nadi tangannyaDiagnosis Banding

Diagnosis banding menurut kelompok kami adalah gangguan skizoafektif. Pada gangguan skizoafektif ditemukan adanya halusinasi, delusi, pikiran yang terdistorsi, dan gangguan mood (depresi atau manik). Gangguan skizoafektif merupakan skizofrenia yang disertai adanya gangguan mood berupa depresi atau manik, tetapi pada pasien tidak ditemukan adanya gangguan sehingga gangguan Skizoafektif dapat disingkirkan.

PatofisiologiPenyebab schizophrenia belum diketahui secara lengkap dan pasti tetapi diduga merupakan suatu interaksi dari kelainan genetik, lingkungan, dan faktor psikologis. Kelainan genetik yang kompleks, riwayat penyakit saat masih dalam kandungan, infeksi, stres psikologis, dan berbagai hal lainnya dapat meningkatkan resiko terjadinya schizophrenia. Kelainan yang ditemukan pada pasien schizophrenia salah satunya adalah kadar neurotransmitter dalam otak. Kadar Dopamin dapat yang meningkat (hiperaktivitas) pada jalur mesolimbik dapat menimbulkan gejala positif (gejala psikotik seperti halusinasi, delusi, disorganisasi perilaku dan bicara). Sedangkan gejala negatif (kehilangan keinginan/kemauan, afek datar, miskin kata, dan lain-lain) timbul bila terjadi hipoaktivitas dopamin pada jalur mesokortikal. Selain dopamin, diperkirakan glutamat, serotonin, dan GABA memegang peranan pada penyakit schizophrenia. Kelainan lain yang cukup konsisten ditemukan pada penderita schizophrenia adalah adalah pembesaran ventrikel otak akibat adanya penurunan volume otak secara umum. Selain itu juga ditemukan perubahan kontur, perfusi, dan penurunan volume pada hippocampus. Hal ini akan menyebabkan gangguan pada memori deklaratif (memori tentang suatu kejadian atau kata) pada sebagian penderita schizophrenia. Terdapat juga gangguan kognitif dan emosi yang diduga akibat adanya kelainan struktur otak dan jaras otak yang mungkin disebabkan adanya gangguan saat otak masih dalam perkembangan.Penatalaksanaan1. Rawat inap

Pada pasien diindikasikan terutama untuk tujuan diagnostic, untuk stabilisasi pengobatan, untuk keamanan pasien karena adanya ide bunuh diri.

2. Terapi Biologis

Farmakoterapi

Pemberian antipsikotik

Pada pasien akan diberikan obat anti psikotik atipikal dikarenakan pasien mempunyai gejala negatif. Obat yang akan diberikan pada pasien adalah Obat anti psikotik yang akan kami berikan pada pasien ini adalah obat anti psikotik atipikal derivat benzisoksazol yaitu resperidon dengan dosis 3 mg yang akan diberikan 2x sehari yakni pada pagi hari dan sore hari secara peroral. Obat resperidon ini memberikan efek anti psikotik melalui reseptor serotonin dan dopamine. Efek samping yang dapat terjadi pada pasien yakni insomnia, agitasi, anxietas, somnolen mual, muntah, BB naik, hiperprolaktinemia. Risperidone menjadi obat antipsikotik atipikal pertama yang disahkan FDA untuk pengobatan skizofrenia pada pasien usia 13-17 tahun. Untuk anak atau anak remaja skizofrenia yang stabil, memiliki resiko bunuh diri atau melakukan kekerasan rendah, suportif dan dapat beradaptasi dengan lingkungan rumah, dosis antipsikotik yang diberikan haruslah rendah. Sebaliknya, pada anak atau anak remaja skizofrenia yang tidak stabil, sebaiknya diberikan dosis yang lebih tinggi Psikoterapi

1) Terapi Psikoanalisa.Terapi Psikoanalisa adalah metode terapi berdasarkan konsep Freud. Tujuan psikoanalisis adalah menyadarkan pasien akan konflik yang tidak disadarinya dan mekanisme pertahanan yang digunakannya untuk mengendalikan kecemasannya. Hal yang paling penting pada terapi ini adalah untuk mengatasi hal-hal yang direpress oleh pasien. Metode terapi ini dilakukan pada saat pasien dalam keadaan tenang. Salah satu terapi psikoanalisa yang dapat dilakukan, adalah Asosiasi Bebas. Pada teknik terapi ini, pasien didorong untuk membebaskan pikiran dan perasaan dan mengucapkan apa saja yang ada dalam pikirannya tanpa penyuntingan atau penyensoran. Pada teknik ini, pasien didukung untuk bisa berada dalam kondisi relaks baik fisik maupun mental dengan cara tidur di sofa. Ketika pasien dinyatakan sudah berada dalam keadaan relaks, maka pasien harus mengungkapkan hal yang dipikirkan pada saat itu secara verbal. Pada saat pasien tidur di sofa dan disuruh menyebutkan segala macam pikiran dan perasaan yang ada di benaknya dan pasien mengalami blocking, maka hal itu merupakan manifestasi dari keadaan over-repressi. Hal yang direpress biasanya berupa dorongan vital seperti seksual dan agresi. Repressi terhadap dorongan agresi menyangkut figur otoritas yang selalu diwakili oleh father dan mother figure. Repressi anger dan hostile merupakan salah satu bentuk intrapsikis yang biasa menyebabkan blocking pada individu. Akibat dari blocking tersebut, maka integrasi kepribadian menjadi tidak baik, karena ada tekanan ego yang sangat besar. Apabila terjadi blocking dalam proses asosiasi bebas, maka pasien akan melakukan analisa. Hasil dari analisanya dapat menimbulkan insight pada penderita. Analisa pada waktu terjadi blocking bertujuan agar pasien mampu menempatkan konfliknya lebih proporsional, sehingga pasien mengalami suatu proses penurunan ketegangan dan pasien lebih toleran terhadap konflik yang dialaminya. Pasien diberi kesempatan untuk dapat mengungkapkan segala traumatic events dan keinginan-keinginan yang direpressnya. Waktu ini disebut dengan moment chatarsis. Disini pasien diberi kesempatan untuk mengeluarkan masalah yang ia rasakan, sehingga terjadi redusir terhadap pelibatan emosi dalam menyelesaikan masalah yang dialaminya. Dalam teknik asosiasi bebas ini, juga terdapat proses transference, yaitu suatu keadaan dimana pasien menempatkan terapist sebagai figur substitusi dari figur yang sebenarnya menimbulkan masalah bagi pasien. Terdapat 2 macam transference, yaitu (1) transference positif, yaitu apabila terapist menggantikan figur yang disukai oleh pasien, (2) transference negatif, yaitu terapist menggantikan figur yang dibenci oleh pasien.2) Terapi Perilaku (Behavioristik)Pada dasarnya, terapi perilaku menekankan prinsip pengkondisian klasik dan operan, karena terapi ini berkaitan dengan perilaku nyata. Para terapist mencoba menentukan stimulus yang mengawali respon malasuai (ketidaksesuaian) dan kondisi lingkungan yang menguatkan atau mempertahankan perilaku itu.1. Social Learning Program

Social learning program menolong pasien untuk mempelajari perilaku-perilaku yang sesuai. Program ini menggunakan token economy, yakni suatu cara untuk menguatkan perilaku dengan memberikan tanda tertentu (token) bila pasien berhasil melakukan suatu perilaku tertentu. Tanda tersebut dapat ditukar dengan hadiah (reward), seperti makanan atau hak-hak tertentu. Program lainnya adalah millieu program atau therapeutic community. Dalam program ini, pasien dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tanggung jawab untuk tugas-tugas tertentu. Mereka dianjurkan meluangkan waktu untuk bersama-sama dan saling membantu dalam penyesuaian perilaku serta membicarakan masalah-masalah bersama dengan pendamping. Terapi ini berusaha memasukkan pasien dalam proses perkembangan untuk mempersiapkan mereka dalam peran sosial yang bertanggung jawab dengan melibatkan seluruh pasien dan staf pembimbing.2. Social Skills TrainingTerapi ini melatih pasien mengenai ketrampilan atau keahlian sosial, seperti kemampuan percakapan, yang dapat membantu dalam beradaptasi dengan masyarakat. Social Skills Training menggunakan latihan bermain sandiwara. Pasien diberi tugas untuk bermain peran dalam situasi-situasi tertentu agar mereka dapat menerapkannya dalam situasi yang sebenarnya. Terapi Humanistik

1. Terapi KelompokPada terapi ini, beberapa pasien berkumpul dan saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Beberapa pasien tersebut saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami oleh mereka. Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship yang konkrit akan tercipta, sehingga pasien selalu diajak untuk berpikir secara realistis dan menilai pikiran dan perasaannya yang tidak realistis.2. Terapi KeluargaTerapi keluarga ini merupakan suatu bentuk khusus dari terapi kelompok, terdiri atas orang tua pasien beserta pasien yang bertemu dengan satu atau dua terapist. Terapi ini digunakan apabila pasien telah keluar dari rumah sakit jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan pasien dan cara-cara untuk menghadapinya. Keluarga juga diberi penjelasan tentang cara untuk mendampingi, mengajari, dan melatih penderita dengan sikap penuh penghargaan. Perlakuan-perlakuan dan pengungkapan emosi anggota keluarga diatur dan disusun sedemikian rupa serta dievaluasi. Terapi keluarga sangat membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya penyakit pasien, dibandingkan dengan terapi-terapi secara individual. Keluarga juga diberitahukan untuk terus bersabar mengingat berbagai macam terapi dan pengobatan untuk pasien memerlukan waktu yang lama maka adakalanya keluarga dari pasien akan merasa jenuh. Diberikan motivasi untuk keluarga pasien, yakni orang tua maupun kakak dan adik pasien untuk terus berjuang dan jangan menyerah demi kesembuhan pasien.Prognosis

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang baik. Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik. Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada hal hal di bawah ini, antara lain adalah :1. Usia pertama kali timbul ( onset) : makin muda makin buruk.2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik.sering pada penderita skizofrenia katatonik sembuh dan kembali kekepribadian prepsikotik. Pada yg jenis paranoid baik juga sehingga penderita dapat dikembalikan ke masyarakat. Skizofrenia hebefrenik dan skizofrenia simplex mempunyai prognosis yang jelek,biasanya menuju ke arah kemunduran mental.4. Pengobatan : Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek.8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.Prognosis pada pasien adalah buruk dilihat dari hal hal berikut dibawah ini :

1. Usia pasien 17 tahun dan onsetnya akut

2. Tidak ada faktor pencetus

3. Riwayat herediter yang kemungkinan besar diturunkan dari paman pasien yang gejalanya mirip dengan pasien dan dari bibinya yang kemungkinan menunjukkan gangguan depresi

4. Berdasarkan dari prevalensi angka kesembuhan total untuk skizofrenia hanya 10-20% dan lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diriBAB IV

Tinjauan PustakaSKIZOFRENIASkizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizeinyang berarti terpisahatau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi , serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.EpidemiologiSekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan. Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.Etiologi1. Model Diatesis-stresMerupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia. Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma. Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.

2. Faktor NeurobiologiPenelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan munculnya simptom skizofrenia. Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.

Hipotesa DopaminMenurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa :

a. Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.b. Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.

3. Faktor GenetikaPenelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.

4. Gejala KlinisGejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut Bleuler, yaitu primer dan sekunder.Gejala-gejala primer :

1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran)Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya maksudnya tani tetapi dikatakan sawah.

Semua ini menyebabkan jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah inkoherensinya. Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini dinamakan blocking, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari. Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran atau pressure of thoughts. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran. Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih dapat diikuti, masih bertujuan.

2. Gangguan afek dan emosiGangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :

Kedangkalan afek dan emosi (emotional blunting), misalnya penderita menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang. Parathimi : Apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita timbul rasa sedih atau marah. Paramimi : Penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan incongruity of affect dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan inadequat. Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan, umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah : Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita yang sedang bermain sandiwara. Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan untuk melakukan hubungan emosi yang baik (emotional rapport). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan penderita. Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama ; atau menangis dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek.

3. Gangguan kemauanBanyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu diterangkan. Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan - bulan. Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik. Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu permintaan. Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur. Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.

Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.

4. Gejala psikomotorJuga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan. Kelompok gejala ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain. Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku. Penderita dalma keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari -hari, berbulan-bulan dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun. Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi. Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru : neologisme. Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi; umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.

Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin.

Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh. Otomatisme komando (command automatism) sebetulnya merupakan lawan dari negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis, bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru perbuatan atau pergerakan orang lain).

Gejala-gejala sekunder :1. WahamPada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre. Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya yang bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan kasar. Mayer gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer dan waham sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham (delutional interpretations).Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia. Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata dunia akan kiamat sebab ia melihgat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik, waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.2. HalusinasiPada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering pada keadaan sskizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi penciuman (olfaktorik), halusinasi citrarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia pergi, atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada racun dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan.

Diatas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan intelegensi tidak menurun pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jelas pengalamannya dan perasaannya. Kadang-kadang didapati depersonalisasi atau double personality, misalnya penderita mengidentifikasikan dirinya dengan sebuah meja dan menganggap dirinya sudah tidak adalagi. Atau pada double personality seakan-akan terdapat kekuatan lain yang bertindak sendiri didalamnya atau yang menguasai dan menyuruh penderita melakukan sesuatu. Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan dunia luar ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa yang terjadi di sekitarnya. Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan otisme digolongkan sebagai gejala primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa otisme terjadi karena sangat terganggunya afek dan kemauan. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai simptom dan gejala klinis skizofrenia adalah :

1) Tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untu skizofrenia. Artinya tidak ada simptom yang khas atau hanya terdapat pada skizofrenia. Tiap simptom skizofrenia mungkin ditemukan pada gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini. Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan diagnosis skizofrenia.2) Simptom dan gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke waktu. Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipenya dari perawatan sebelumnya (yang lalu). Bahkan dalam satu kali perawatanpun diagnosis subtipe mungkin berubah.

3) Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar belakang sosial budaya pasien. Sebab perilaku atau pola pikir masyarakat dari sosial budaya tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai koteka di Papua merupakan hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta. Selain itu hal yang tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin akibat keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.

Perjalanan penyakitTanda awal dari skizofrenia adalah simtom-simtom pada masa premorbid. Biasanya simtom ini muncul pada masa remaja dan kemudian diikuti dengan berkembangnya simtom prodormal dalam kurun waktu beberapa hari sampai beberapa bulan. Adanya perubahan social / lingkungan dapat memicu munculnya simtom gangguan. Masa prodormal ini bisa langsung sampai bertahun-tahun sebelum akhirnya muncul simtom psikotik yang terlihat. Perjalanan penyakit skizofrenia yang umum adalah memburuk dan remisi. Setelah sakit yang pertama kali, pasien mungkin dapat berfungsi normal untuk waktu lama (remisi), keadaan ini diusahakan dapat terus dipertahankan. Namun yang terjadi biasanya adalah pasien mengalami kekambuhan. Tiap kekambuhan yang terjadi membuat pasien mengalami deteriorasi sehingga ia tidak dapat kembali ke fungsi sebelum ia kambuh. Kadang, setelah episode psikotik lewat, pasien menjadi depresi, dan ini bisa berlangsung seumur hidup. Seiring dengan berjalannya waktu, simtom positif hilang, berkurang, atau tetap ada, sedangkan simtom negative relative sulit hilang bahkan bertambah parah.

Faktor-faktor resiko tinggi untuk berkembangnya skizofrenia adalah Mempunyai anggota keluarga yang menderita skizofrenia, terutama jika salah satu orang tuanya/saudara kembar monozygotnya menderita skizofrenia, kesulitan pada waktu persalinan yang mungkin menyebabkan trauma pada otak, terdapat penyimpangan dalam perkembangan kepribadian, yang terlihat sebagai anak yang sangat pemalu, menarik diri, tidak mempunyai teman, amat tidak patuh, atau sangat penurut, proses berpikir idiosinkratik, sensitive dengan perpisahan, mempunyai orang tua denga sikap paranoid dan gangguan berpikir normal, memiliki gerakan bola mata yang abnormal, menyalahgunakan zat tertentu seperti amfetamin, kanabis, kokain, Mempunyai riwayat epilepsi, memilki ketidakstabilan vasomotor, gangguan pola tidur, control suhu tubuh yang jelek dan tonus otot yang jelek.

Diagnosis Skizofrenia menurut DSM-IV-TR10

A. Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk sebagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil)

1. Waham

2. Halusinasi

3. Bicara terdisorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)

4. Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas

5. Gejala negatif, yaitu, pendataran afektif, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition)

Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.

B. Disfungsi sosial/pekerjaan (tanpa harus deteriorasi)

C. Durasi: 6 bulan

D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood

E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum

F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasivePenatalaksanaanPrinsip Umum

Prinsip umum dari penatalaksanaan pada pasien :

Tujuan utama pengobatan ialah mengurangi gejala yang timbul

Mendapatkan sejarah perkembangan dan informasi mengenai pasien secara detail dari beberapa sumber, termasuk orang tua dan sekolah

Menentukan dan menetapkan standar diagnostik ICD-10 atau DSM-IV secara hati-hati

Ingat bahwa gejala negatif muncul lebih awal dan memiliki nilai prognostik kuat

Jangan menunda penegakkan diagnosis jika kriteria terpenuhi

Edukasi dan beri dukungan pada orang tua. Hindari sikap menyalahkan orang tua.

Menilai defisit kognitif dan sosial secara hati-hati, serta menyusun rencana awal untuk edukasi spesial

Mempertimbangkan antipsikotik atipikal sebagai first-line treatment.Pengenalan lebih awal dan diagnosis yang akurat sangat penting untuk pengobatan yang efektif untuk skizofrenia pada anak remaja. Diagnosis dan pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan prognosis yang lebih buruk. Menurut penelitian, terdapat hubungan kuat antara durasi psikosis yang tidak terobati dengan perjalanan penyakit kronis.

Meskipun obat-obat antipsikotik merupakan pengobatan utama bagi skizofrenia, semua anak remaja dengan skizofrenia membutuhkan pengobatan multi-modal yang mencakup farmakoterapi, konseling keluarga dan individu, edukasi mengenai penyakit skizofrenia, penilaian mengenai kebutuhan sosial dan edukasi.

Antipsikotik

Pengobatan antipsikotik merupakan salah satu cara terapi yang utama pada pengobatan skizofrenia. Namun, obat-obat ini hanya mengatasi gejala gangguan dan tidak menyembuhkan skizofrenia. Obat antipsikotik mencakup dua kelas utama : antagonis reseptor dopamin (antipsikotik generasi pertama/klasik/tipikal) dan antagonis serotonin-dopamin (SDA, antipsikotik generasi kedua/atipikal).

Antipsikotik Tipikal

Antagonis reseptor dopamin ini efektif dalam penanganan skizofrenia, terutama terhadap gejala positif. Obat-obatan ini memiliki dua kekurangan utama. Pertama, hanya presentase kecil pasien (kurang lebih 25%) yang cukup terbantu untuk dapat memulihkan fungsi mental normal secara bermakna. Sebagaimana tercatat sebelumnya, bahkan dengan pengobatan, sekitar 50 persen pasien skizofrenia tetap menjalani kehidupan yang sangat terganggu. Kedua, antagonis reseptor dopamin dikaitkan dengan efek samping yang mengganggu dan serius, yaitu ataksia dan gejala Parkinson sindrom berupa rigiditas dan tremor (ekstrapiramidal). Efek yang cukup serius juga dapat ditemukan seperti diskinesia tarda dan sindrom neuroleptik maligna. Contoh obat-obatan golongan ini : haloperidol [Haldol], klorpromazin [Thorazine].

Antipsikotik AtipikalAntipsikotik atipikal menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang minimal atau tidak ada, berinteraksi dengan subtipe reseptor dopamin yang berbeda dibandingkan dengan antipsikotik tipikal, dan mempengaruhi baik reseptor serotonin maupun glutamate. Obat ini juga menghasilkan efek samping neurologis dan endokrinologis yang lebih sedikit serta lebih efektif dalam menangani gejala negatif skizofrenia (contohnya : penarikan diri). Obat ini juga tampaknya efektif untuk pasien skizofrenia dalam kisaran yang lebih luas dibandingkan dengan agen antipsikotik antagonis reseptor dopamin yang tipikal. Golongan ini setidaknya sama efektifnya dengan haloperidol untuk mengatasi gejala positif skizofrenia dan secara unik efektif untuk gejala negatif, serta lebih sedikit bila ada- menyebabkan gejala ekstrapiramidal. Beberapa contoh antipsikotik atipikal yang telah disetujui diantaranya adalah : klozapin, risperidon, olanzapin (Zyprexa), sertindol, kuetiapin, ziprasidon, dan aripiprazol.

Prinsip Terapeutik

Penggunaan obat antipsikotik pada skizofrenia seyogianya mengikuti lima prinsip utama :

1. Klinisi sebaiknya secara cermat menentukan gejala target yang akan diobati.

2. Obat antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu bagi seorang pasien sebaiknya digunakan kembali. Jika tidak ada informasi mengenai itu, pilihan antipsikotik biasanya didasarkan pada profil efek samping. Data yang kini tersedia mengindikasikan bahwa antipsikotik atipikal mungkin menawarkan profil efek samping yang superior serta kemungkinan kemanjuran yang superior.

3. Lama minimum percobaan antipsikotik adalah 4 sampai 6 minggu pada dosis adekuat. Bila percobaan tidak berhasil, obat antipsikotik yang berbeda, biasanya dari kelas yang berbeda dapat dicoba. Meski demikian, reaksi tidak menyenangkan pada pasien terhadap dosis pertama obat antipsikotik secara kuat berkorelasi dengan respons yang buruk dan ketidakpatuhan di masa depan. Pengalaman negatif dapat mencakup perasaan negatif subjektif yang ganjil, sedasi berlebihan, atau reaksi distonik akut. Bila ditemukan ada reaksi awal yang negatif dan parah, klinisi dapat mempertimbangkan untuk beralih ke obat antipsikotik yang berbeda dalam waktu kurang dari 4 minggu.

4. Secara umum, penggunaan lebih dari satu obat antipsikotik pada satu waktu adalah jarang. Kalaupun pernah, hanya padaa keadaan tertentu yang diindikasikan. Namun, terutama pada pasien yang resisten pengobatan monoterapi, kombinasi antipsikotik dengan obat lain- contohnya, karbamazepin (Tegretol)-mungkin diindikasikan.

5. Pasien sebaiknya dipertahankan pada dosis obat efektif yang serendah mungkin. Dosis rumatan seringkali lebih rendah daripada yang digunakan untuk mencapai pengendalian gejala selama episode psikotik.

Risperidone dan aripiprazole menjadi obat antipsikotik atipikal pertama yang disahkan FDA untuk pengobatan skizofrenia pada pasien usia 13-17 tahun. Untuk anak atau anak remaja skizofrenia yang stabil, memiliki resiko bunuh diri atau melakukan kekerasan rendah, suportif dan dapat beradaptasi dengan lingkungan rumah, dosis antipsikotik yang diberikan haruslah rendah. Sebaliknya, pada anak atau anak remaja skizofrenia yang tidak stabil, sebaiknya diberikan dosis yang lebih tinggi.

Terapi Psikososial

Terapi psikososial mencakup berbagai metode untuk meningkatkan kemampuan sosial, kecukupan diri, keterampilan praktis, dan komunikasi interpersonal pada pasien skizofrenia. Tujuannya adalah memungkinkan seseorang yang sakit parah untuk membangun keterampilan sosial dan keterampilan pekerjaan untuk hidup yang mandiri. Penanganan semacam ini dilaksanakan di berbagai tempat : rumah sakit, klinik rawat jalan, pusat kesehatan jiwa, rumah sakit sehari, dan rumah atau klub sosial.

Terapi Kelompok

Terapi kelompok untuk orang dengan skizofrenia umumnya berfokus pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok dapat berorientasi perilaku, psikodinamis atau berorientasi tilikan, atau suportif. Sejumlah peneliti meragukan bahwa interpretasi dinamik dan terapi tilikan bermanfaat untuk pasien skizofrenia tipikal. Namun, terapi kelompok efektif mengurangi isolasi sosial, meningkatkan rasa keterikatan, serta memperbaiki kemampuan uji realitas untuk pasien skizofrenia. Kelompok yang mengarahkan ke perilaku suportif, dan bukannya cara interpretatif tampaknya paling berguna untuk pasien skizofrenia.

Terapi Individual

Studi mengenai efek psikoterapi individual dalam penanganan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi ini bermanfaat dan bersifat tambahan terhadap efek terapi farmakologis. Pada psikoterapi terhadap pasien skizofrenia, amat penting untuk membangun hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman. Reliabilitas terapis, jarak emosional antara terapis dengan pasien, serta ketulusan terapis sebagaimana yang diartikan pasien, semuanya mempengaruhi pengalaman terapeutik. Psikoterapi untuk pasien skizofrenia sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan dalam jangka waktu dekade, dan bukannya beberapa sesi, bulan, atau bahkan tahun.

Edukasi Keluarga

Dalam niatnya untuk membantu, keluarga seringkali mendorong pasien untuk kembali ke aktivitas reguler terlalu cepat. Terapis harus membantu keluarga dan pasien untuk memahami dan mempelajari skizofrenia serta harus menganjurkan diskusi mengenai episode psikotik serta peristiwa yang mengarah kesana. Kemudian terapis selanjutnya dapat mengarahkan keluarga menuju penerapan jangka panjang mengenai strategi mengatasi masalah dan mengurangi stress serta menuju reintegrasi bertahap pasien ke kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 1. Edisi ke 7. Jakarta: Binarupa Aksara. 1997. Hal: 685-729.2. Skizofrenia. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/288259-treatment. Accesed on Thursday, May 3rd 2012.

3. Skizofrenia. Available at : http://www.nimh.nih.gov/health/publications/schizophrenia/how-is-schizophrenia-treated.shtml. Accesed on Thursday, May 3rd 20124. Birchwood, M., McGorry, P. & Jackson, H. (1997) Early intervention in schizophrenia. British Journal of Psychiatry, 170, 25.5. Clark, A. & Lewis, S. (1998) Treatment of schizophrenia in childhood and adolescence. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 39, 10711081.6. Findling RL, Robb A, Nyilas M, Forbes RA, Jin N, Ivanova S, Marcus R, McQuade RD, Iwamoto T, Carson WH: A multiple-center, randomized, double-blind, placebo-controlled study of oral aripiprazole for treatment of adolescents with schizophrenia. Am J Psychiatry 2008; 165:143214417. American Psychiatric Associates. Diagnostic Criteria From DSM-IV. Skizofrenia and Other Psychotic Disorders. Washington. 2000. Page: 153-154.