Upload
indah-kesuma-dewi
View
1.075
Download
14
Embed Size (px)
DESCRIPTION
xmatch
Citation preview
LAPORAN PRAKTIKUM IV
Pemeriksaan Uji Silang Serasi
(Crossmatching)
OLEH
KELOMPOK 1
1. Made Indah Kesuma Dewi P 07134011001
2. Ni Wayan Febi Suantari P 07134011009
3. A.A. Putu Sintya Darmayani P 07134011017
4. Ni Luh Komang Ita Purnama Sari P 07134011029
5. I Putu Wijaya Pradharma P 07134011037
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN DIII ANALIS KESEHATAN
2013
Pemeriksaan Uji Silang Serasi (Crossmatching)
Hari, Tanggal Praktikum : Senin, 8 April 2013
Tempat Praktikum : Unit Transfusi Darah Pembina PMI Daerah Bali
RSUP Sanglah
I. Tujuan
I.1 Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan uji silang serasi atau cross
matching untuk satu donor
I.2 Mahasiswa mengetahui hasil uji silang serasi atau cross matching pada
satu donor yang diperiksa
II. Metode
Metode yang digunakan adalah metode aglutinasi
III. Prinsip
Antibodi yang terdapat dalam serum atau plasma, bila direaksikan
dengan antigen pada sel darah merah melalui inkubasi pada suhu 37ᴼC dan
dalam waktu tertentu dan dengan penambahan anti monoglobulin akan
terjadi reaksi aglutinasi
IV. Dasar Teori
A. Tinjauan Umum Darah
Darah adalah cairan yang terdapat pada hewan tingkat tinggi yang
berfungsi sebagai alat transportasi zat seperti oksigen, bahan hasil
metabolisme tubuh, pertahanan tubuh dari serangan kuman, dan lain
sebagainya. Beda halnya dengan tumbuhan, manusia dan hewan level tinggi
punya sistem transportasi dengan darah (Gustini, 2011).
Darah merupakan suatu cairan yang sangat penting bagi manusia karena
berfungsi sebagai alat transportasi serta memiliki banyak kegunaan lainnya
untuk menunjang kehidupan. Tanpa darah yang cukup seseorang dapat
mengalami gangguan kesehatan dan bahkan dapat mengakibatkan kematian
(Gustini, 2011).
Darah pada tubuh manusia mengandung 55% plasma darah (cairan
darah) dan 45% sel-sel darah (darah padat). Jumlah darah yang ada pada
tubuh kita yaitu sekitar sepertigabelas berat tubuh orang dewasa atau sekitar
4 atau 5 liter (Gustini, 2011).
Fungsi darah pada tubuh manusia yaitu (Gustini, 2011) :
1. Alat pengangkut air dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
2. Alat pengangkut oksigen dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
3. Alat pengangkut sari makanan dan menyebarkannya ke seluruh tubuh
4. Alat pengangkut hasil oksidasi untuk dibuang melalui alat ekskresi
5. Alat pengangkut getah hormon dari kelenjar buntu
6. Menjaga suhu temperatur tubuh
7. Mencegah infeksi dengan sel darah putih, antibodi dan sel darah beku
8. Mengatur keseimbangan asam basa tubuh.
B. Transfusi Darah
Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari
seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan
mengganti darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi
shock, mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi (Tarwoto, 2006).
Pertimbangan utama dalam transfusi darah, khususnya yang
mengandung eritrosit, adalah kecocokan antigen-antibodi eritrosit.
Golongan darah AB secara teoritis merupakan resipien universal, karena
memiliki antigen A dan B di permukaan eritrositnya, sehingga serum
darahnya tidak mengandung antibodi (baik anti-A maupun anti-B). Karena
tidak adanya antibodi tersebut, berarti darah mereka (lagi-lagi, secara
teoritis) tidak akan menolak darah golongan manapun yang berperan selaku
donor, dengan kata lain mereka boleh menerima darah dari semua golongan
darah lainnya. Sedangkan golongan darah O secara teoritis merupakan donor
universal, karena memiliki antibodi anti-A dan anti-B. Darah yang diberikan
diharapkan tidak memicu reaksi imunitas dari resipien, dengan kata lain
mereka boleh memberikan darah ke semua golongan darah lain, termasuk
golongan A dan B.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah faktor Rh. Seorang Rh (-)
yang belum memiliki anti-D namun menerima donor darah Rh (+) akan
mengalami reaksi sensitisasi terhadap antigen D. Untuk wanita hal ini dapat
berbahaya bagi kehamilan (sudah dibahas di bagian kedua). Sekali saja
seorang Rh (-) terpapar darah Rh (+); jika kali berikutnya ia kembali
terpapar darah Rh (+), maka reaksi transfusi yang timbul dapat sangat
berbahaya. Namun hal ini tidak berlaku sebaliknya. Jika seorang Rh (+)
mendapat darah dari donor Rh (-), darah Rh (-) itu sudah lepas dari sistem
imunitas si donor, sehingga tidak akan terjadi reaksi sensitisasi. Dengan kata
lain, sistem imun orang Rh (+) tidak bereaksi imunologis terhadap paparan
darah Rh (-).
Resepien ( Pasien )
Orang atau pasien yang menerima darah dari donor yang aman bagi
pasien artinya pasien tidak tertular penyakit infeksi melalaui transfusi darah
dan pasien tidak mendapatkan komplikasi seperti misalnya ketidak cocokan
golongan darah.( Peraturan Pemerintah No 18 th 1980.)
Donor Darah ( Penyumbang darah )
Semua orang yang memberikan darah untuk maksud dan tujuan
transfuse darah ( Peraturan Pemerintah No 18 th 1980 ). Darah harus aman
bagi pasien artinya pasien tidak tertular penyakit infeksi melalui transfusi
darah, pasien tidak mendapatkan komplikasi seperti ketidakcocokan
golongan darah . Aman bagi donor artinya donor tidak tertular penyakit
infeksi melalui tusukan jarum/ Vena, donor tidak mengalami komplikasi
setelah penyumbangan darah, seperti: kekurangan darah, mudah sakit/ sering
sakit. ( R Banundari, 2005 ).
C. Uji Cocok Serasi
Uji cocok serasi adalah reaksi silang invitro antara darah pasien yang
akan ditransfusi dengan darah donornya yang akan ditransfusikan. Interaksi
antigen-antibody invitro adalah dimana antigen hanya dapat dikenal dengan
interaksi terhadap zat antinya atau sebalikanya, dasar reaksi ini adalah :
1. Pemeriksaan antigen (pemerikaan golongan darah)
Mereaksikan sel darah merah yang belum dikenal dengan zat anti yang
telah diketahui jenisnya
2. Pemeriksaan zat anti.
Serum yang belum diketahui zat antinya direaksikan dengan sel darah
merah yang telah yang telah diketahui jenis antigennya
Reaksi ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah nantinya sel darah
donor yang akan ditransfusikan bisa hidup di dalam tubuh pasien dan untuk
mengetahui ada tidaknya antibodi komplit (tipe IgM) maupun antibody
incomplit (tipe IgG) dalam serum pasien (mayor) maupun dalam serum
donor yang melawan pasien (minor) sehingga akan memperberat anemia,
disamping adanya reaksi hemolitik transfusi yang bisa membahayakan
pasien (Pelatihan Analis Bank Darah, 1998).
1. Metode Pemeriksaan uji cocok serasi (cross matching) dengan Gel Test
a) Terbentuk aglutinasi sel berupa garis merah pada permukaan gel atau
aglutinasi menyebar di dalam gel dikatakan positif .
b) Terbentuk garis yang kompak (padat) pada dasar microtube dikatakan
negatif.
2. Prinsip uji cocok serasi ( cross matching )
7Uji cocok serasi yang dijalankan adalah suatu test invitro yaitu
mereaksikan darah pasien dengan darah donor melalui proses yang dibagi
menjadi 2 :
a) Mayor cross matching ( uji cocok serasi mayor )
Mereaksikan serum pasien terhadap sel donor, untuk mencari apakah
ada antibodi irregular yang melawan sel donor. ( Pelatihan Analis Bank
Darah, 1998 )
b) Minor cross matching ( uji cocok serasi minor )
12Mereakasikan serum donor terhadap sel pasien, untuk mencari apakah
ada irregular antibodi di dalam serum donor yang melawan sel pasien.
3. Tujuan uji cocok serasi adalah:
a) Mencegah terjadinya reaksi hemolotik transfusi pada pasien yang
ditransfusi.
b) Supaya darah yang ditransfusikan itu benar-benar ada manfaatnya
bagi kesembuhan pasien.
4. Interprestasi hasil uji cocok serasi ada 2 yaitu:
a) Hasil uji cocok serasi kompatibel artinya bahwa hasil tersebut cocok,
atau tidak terdapat aglutinasi antara darah pasien dengan darah donor
baik mayor maupun minor.
b) Hasil uji cocok serasi inkompatibel artinya bahwa hasil tersebut tidak
cocok atau terdapat aglutinasi baik mayor dan atau minor.
Darah yang dilakukan uji cocock serasi juga harus sesuai dengan
golongan ABO dan Rhesus darah pasien dan semestinya harus diperiksa
terlebih dahulu sebelumnaya.( Pelatihan Analis Bank Darah, 1998 ).
V. Alat, Bahan, dan Reagen
A. Alat
1. Tabung reaksi dengan ukuran 12x75 mm
2. Inkubator
3. Serofuge
4. Pipet Pasteur
5. Labu semprot
B. Bahan
1. Serum dan sel darah merah donor 1
2. Serum dan sel darah merah resipien 4
C. Reagen
1. Saline / NaCl 0,9 %
2. Bovine Albumin 22%
3. Coomb’s serum
4. Coomb’s Control Cell
VI. Langkah Kerja
Phase 1 : Phase suhu kamar di dalam saline medium
1. Alat dan bahan disiapkan
2. Diambil 3 buah tabung reaksi ukuran 12x75 mm
3. Dimasukkan ke dalam masing-masing tabung, sebagai berikut :
4. Kemudian dihomogenkan, dan dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 detik
5. Dibaca reaksi terhadap hemolisis dan aglutinasi secara makroskopis
Phase 2 : phase inkubasi 37ᴼC dalam medium Bovine Albumin 22%
1. Hasil negatif pada phase 1, ditambahkan 2 tetes Bovine Albumin 22% ke
dalam masing-masing tabung.
2. Kemudian dihomogenkan, dan dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 detik.
3. Lalu, diinkubasi pada 37ᴼC selama 15 menit.
4. Dibaca reaksi terhadap hemolisis dan aglutinasi secara makroskopis
Tabung I
Mayor
Tabung II
Minor
Tabung III
Autocontrol
2 tetes serum os + 1 tetes sel darah
5% donor
2 tetes plasma donor + 1 tetes sel
darah 5% os
2 tetes serum os + 1 tetes sel darah
5% os
Phase 3 : (Indirect Coomb’s Serum)
1. Hasil negatif pada phase 2, dicuci sebanyak 3 kali dengan menambahkan
larutan saline 0,9% ke dalam masing-masing tabung
2. Masing-masing tabung ditambahkan dengan 2 tetes Coomb’s serum
3. Kemudian dihomogenkan dan disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit
4. Dibaca reaksi terhadap hemolisis dan aglutinasi secara makroskopis
Interpretasi Hasil :
Compatible
Bila reaksi silang fase 1 – 3 , menunjukkan M (-) dan m (-)
Incompatible
Bila reaksi silang fase 1, 2, dan 3 , ada yang menunjukkan (M maupun
m) positif
Uji Validitas
1. Hasil uji reaksi silang yang negative pada phase 3 ditambahkan 1 tetes
Coomb’s Control Cell (CCC)
2. Disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 detik
3. Hasil dibaca :
Positif (+) : reaksi silang valid
Negatif (-) : reaksi silang invalid
VII. Hasil Pengamatan
1. Reagen yang digunakan :
13 4 5
2
Keterangan :
1. Serum dan sel darah merah donor (kode : D1)
2. Serum dan sel darah merah resipien (kode : R4)
3. Coomb’s Control Cell
4. Coomb’s Serum
Batch no : SGA 060812
Exp. : Agustus’13
Simpan di 2-80C
5. Bovine Albumin 22%
Batch no : 10/11/2012
Exp. Date : November 2013
Disimpan pada suhu 20 - 80C
2. Hasil pada fase 1
Keterangan : tampak aglutinasi setelah disentrifugasi pada 3000 rpm
selama 15 detik, namun setelah dikocok pelan tidak
terdapat aglutinasi pecah dan bercampur.
Hasil : Mayor (-)
Minor (-)
Autocontrol (-)
Terjadi aglutinasi
3. Hasil pada fase 2
Keterangan : tampak aglutinasi setelah disentrifugasi pada 3000 rpm
selama 15 detik, namun setelah dikocok pelan tidak
terdapat aglutinasi pecah dan bercampur.
Hasil : Mayor (-)
Minor (-)
Autocontrol (-)
4. Hasil pada fase 3
Keterangan : tampak aglutinasi setelah disentrifugasi pada 3000 rpm
selama 15 detik, namun setelah dikocok pelan tidak
terdapat aglutinasi pecah dan bercampur.
Hasil : Mayor (-)
Minor (-)
Autocontrol (-)
5. Hasil Validasi
Keterangan : Setelah penambahan Coomb’s Control Cell diperoelh
aglutinasi
Hasil : Positif (Valid)
Fase 1,2,3 : Mayor (-), minor (-)
Compatible
Interpretasi hasil : hasil uji silang serasi antara donor 1 dengan
Resipien 4 compatible dan valid
VIII.Pembahasan
Pemeriksaan uji silang serasi bertujuan untuk menentukan cocok tidaknya
darah donor dengan darah penerima untuk persiapan transfusi darah. Tujuan dari
pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa transfusi darah tidak
menimbulkan reaksi apapun pada resipien serta sel-sel darah merah bisa mencapai
masa hidup maksimum setelah diberikan. Uji silang serasi dilakukan untuk
memastikan bahwa tidak ada antibodi pada darah pasien yang akan bereaksi
dengan darah donor atau sebaliknya. Bahkan walaupun golongan darah ABO dan
Rh pasien dan donor telah diketahui, adalah hal mutlak untuk melakukan uji
silang serasi.
Mayor crossmatch adalah serum penerima dicampur dengan sel donor dan
minor crossmatch adalah serum donor dicampur dengan sel penerima. Jika
golongan darah ABO penerima dan donor sama, baik mayor maupun minor test
Terjadi aglutinasi
tidak bereaksi. Jika berlainan umpamanya donor golongan darah O dan penerima
golongan darah A maka pada test minor akan terjadi aglutinasi.
Mayor crossmatch merupakan tindakan terakhir untuk melindungi
keselamatan penerima darah dan sebaiknya dilakukan demikian sehingga
Complete Antibodies maupun incomplete Antibodies dapat ditemukan dengan
cara tabung saja. Cara dengan objek glass kurang menjaminkan hasil percobaan.
Reaksi silang yang dilakukan hanya pada suhu kamar saja tidak dapat
mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi pada suhu 37OC. Untuk
menentukan anti Rh sebaiknya digunakan cara Crossmatch dengan high protein
methode. Ada beberapa cara untuk menentukan reaksi silang yaitu reaksi silang
dalam larutan garam faal dan reaksi silang pada objek glass.
Pemeriksaan uji silang serasi ini dilakukan untuk satu donor menggunakan
metode aglutinasi dengan tabung. Dalam uji silang ini, sel donor dicampur
dengan serum penerima (Mayor Crossmatch) dan sel penerima dicampur dengan
serum donor dalam bovine albumin 22% akan terjadi aglutinasi atau gumpalan
dan hemolisis bila golongan darah tidak cocok.
Uji silang ini terdiri dari 3 fase yaitu :
1. Fase I : Fase suhu kamar dalam medium saline
Fase ini dapat mendeteksi antibodi komplet yang bersifat IgM (antibodi
dingin), misalnya:
a. Ketidakcocokan pada penetapan golongan darah
b. Adanya antibodi komplet seperti: anti-M, anti-Lewis, anti-N, anti-P1, anti-
A1, anti-H.
2. Fase II : Fase inkubasi 370C di dalam medium Bovine albumin.
Fase ini akan dapat mendeteksi beberapa antibodi sistem Rhesus seperti: anti-
D, anti-E, anti-c dan antibodi lainnya seperti anti-Lewis. Pada fase ini antibodi
inkomplet dapat mengikat sel darah merah, sehingga pada fase III dengan bantuan
penambahan Coombs serum terjadi reaksi positif. Antibodi inkomplet adalah anti-
D, anti-E, anti-e, anti-C, anti-c, anti-Duffy, anti-Kell, anti-Kidd, anti-S dan lain-
lain.
3. Fase III : Indirect Coomb’s Test
Sel darah merah di fase II diberi penambahan Coombs serum.
Fase I dikerjakan dengan cara biasa pada tabung 1(Mayor) dengan
penambahan 2 tetes serum OS dan 1 tetes sel 5 % donor. Pada tabung 2 (minor)
dengan penambahan 2 tetes plasma donor dilanjutkan dengan penambahan 1 tetes
sel 5 % OS. Pada Tabung 3 (Auto Control) ditambahkan 2 tetes serum OS dan 1
tetes sel 5 % OS. Kemudian dilanjutkan dengan pemusingan dalam kecepatan
3000 rpm selama 15 detik yang bertujuan mempercepat proses tumbukan partikel.
Dilanjutkan dengan pembacaan apakah terjadi hemolisis pada sampel, biasanya
ditandai dengan perubahan warna menjadi merah pada sampel seperti warna darah
setelah ditetesi aquades. Bila tidak terjadi hemolisis bisa dilanjutkan dengan
pengamatan aglutinasi secara makroskopis. Bila hasil uji tidak terjadi aglutinasi
maka dilanjutkan pada fase 2 yaitu fase inkubasi pada 370 C dalam medium
bovine albumin 22 % dengan cara menambahkan ke masing- masing tabung tadi
sebanyak 2 tetes bovine albumin 22 %, kemudian di inkubasi dalam inkubator
pada suhu 370 C selama 15 menit. Diputar lagi pada sentrifugasi pada kecepatan
3000 rpm selama 15 detik kemudian diamati hemolisis dan aglutinasinya. Bila
hasilnya tetap negatif terjadi aglutinasi dilanjutkan pada fase 3 (Indirect coomb’s
tes). Dengan cara penambahan 2 tetes coomb’s serum yang sudah dicuci dengan
saline sebanyak 3 kali. Dilanjutkan dengan centrifugasi 3000 rpm selama 15 detik.
Kemudian dibaca hasil hemolisis dan agutinasinya. Bila masih menunjukkan hasil
negatif aglutinasi perlu dites kevalidan hasilnya sebelum hasilnya dikeluarkan.
Dengan cara menambahkan CCC ( Coomb’s Control Cell) sebanyak 1 tetes. Bila
hasil uji validasi ini terjadi aglutinasi maka hasil uji tersebut valid bila tidak
terjadi agutinasi maka hasil dinyatakan tidak valid (tidak boleh dikeluarkan).
Hasil yang didapatkan dalam praktikum tidak terjadi aglutinasi pada fase 1,
2 dan 3. Interpretasi hasil reaksi silang yang diperoleh dari donor 1 dan resepien 4
adalah compatible. Kemudian hasil validasi menunjukkan hasil yang valid dimana
terjadi aglutinasi setelah penambahan coomb’s control cell (CCC). Maka hasil
cross matching ini boleh dikeluarkan dan diketahui darah donor dengan OS cocok.
Uji silang dapat memberikan hasil positif (incompatible) selain karena
adanya antibodi inkomplet juga dapat terjadi karena auto antibodi dalam serum
pasien dan adanya antibodi yang tidak termasuk dalam sistem golongan darah.
Darah inkompatibel adalah darah resipien yang pada uji silang serasi
memberikan hasil ketidakcocokan dengan darah donor dengan demikian tidak bisa
ditransfusikan. Hal ini perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk mencari
penyebab reaksi inkompatibel
IX. Kesimpulan
1. Dalam pemeriksaan uji silang serasi terdapat tiga fase yaitu fase 1 (pada
suhu kamar dalam medium saline), fase 2 (pada suhu 370C dengan
penambahan bovine albumin 22%), dan fase 3 ( Indirect Coomb’s Test)
serta dengan uji validasi.
2. Dari hasil pemeriksaan uji silang serasi antara donor 1 dengan resipien 4
(8 April 2013) diperoleh hasil compatible dan reaksi silang valid
X. Daftar Pustaka
Anonim. tt. Darah. Diakses dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21754/4/Chapter
%20I.pdf. Diakses pada : Minggu, 14 April 2013
Gustini, Yulisa. 2011. Pemeriksaan Golongan Darah ABO. Diakses dari :
http://yulisa-gustini.blogspot.com/2011/11/v-
behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses pada : Kamis, 28 Maret 2013
Irfan. 2012. Bank Darah. Diakses dari :
http://dokirfan.com/ilmiah/hematologi/item/98-bank-darah-blood-bank.
Diakses pada Sabtu, 13 April 1013
Murtafiah, Rizqi. 2011. Reaksi Silang Serasi. Diakses dari :
http://rizqimurtafiah.blogspot.com/2011/10/reaksi-silang-serasi.html.
Diakses pada : Sabtu, 13 April 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Denpasar, 15 April 2013
Pembimbing I Pembimbing II
(dr. Tjok. Gede Oka, MS., Sp.PK) (dr. Ni Kadek Mulyantari, Sp.PK)
Pembimbing III Pembimbing IV
(I Gede Putu Sudana) (Ni Made Darmaasih )
Pembimbing V Pembimbing VI
(Gusti Ayu Ngurah Wardani) (Surya Bayu Kurniawan, A.Md.AK)