28
BAB I PENDAHULUAN Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit atau kelainan ditelinga, hidung dan tenggorok diperlukan kemampuan dan ketrampilan melakukan dan pemeriksaan organ-organ tersebut. Kemampuan ini merupakan bagian dari pemeriksaan fisik yang merupakan syarat bila terdapat keluhan atau gejala yang berhubungan dengan kepala dan leher. Banyak penyakit sistemis yang bermanifestasi di daerah telinga, hidung atau tenggorok demikian juga sebaliknya. Untuk mendapatkan kemampuan dan ketrampilan ini, perlu latihan yang berulang. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang tenang tersedia sebuah meja kecil tempat meletakkaan alat-alat pemeriksaan dan obat-obatan atau meja khusus ENT instrument unit yang sudah dilengkapi dengan pompa pengisap, kursi pasien yang dapat berputar dan dinaikturunkan tingginya serta kursi untuk pemeriksa dan meja tulis. 1

PEMERIKSAANTELINGAHIDUNGTENGGOROK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pemeriksaan THT

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit atau kelainan ditelinga,

hidung dan tenggorok diperlukan kemampuan dan ketrampilan melakukan dan

pemeriksaan organ-organ tersebut. Kemampuan ini merupakan bagian dari

pemeriksaan fisik yang merupakan syarat bila terdapat keluhan atau gejala yang

berhubungan dengan kepala dan leher. Banyak penyakit sistemis yang

bermanifestasi di daerah telinga, hidung atau tenggorok demikian juga sebaliknya.

Untuk mendapatkan kemampuan dan ketrampilan ini, perlu latihan yang berulang.

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang tenang tersedia

sebuah meja kecil tempat meletakkaan alat-alat pemeriksaan dan obat-obatan atau

meja khusus ENT instrument unit yang sudah dilengkapi dengan pompa pengisap,

kursi pasien yang dapat berputar dan dinaikturunkan tingginya serta kursi untuk

pemeriksa dan meja tulis.

1

BAB II

PEMERIKSAAN TELINGA, HIDUNG, TENGGROK

A. PEMERIKSAAN TELINGA

1) Inspeksi luar

Untuk dapat melihat dan mempelajari keadaan telinga diperlukan cahaya

yang baik. Pada orifisium dapat ditemui krusta atau secret akibat otitis eksterna.

Orifisium ini dapat menjadi lebar pada operasi mastoid atau bengkak dan

menyempit karena furunkel. Daun telinga harus ditarik kedepan untuk melihat

jaringan parut akibat operasi matoid terdahulu. Bila seorang menderita nyeri

telinga akut, maka pembengkakan atau perlunakan di atas prosesus mastoid harus

di cari.

2) Pemeriksaan dalam

Untuk mendapatkan pandangan yang jelas terhadap gendang telinga, daun

telinga dan kartilago liang telinga bagian luar, harus ditarik ke atas dan belakang.

Hal ini untuk mendapatkan suatu garis lurus dari orifisium sampai ke gendang

telinga. Pada bayi, daun telinga harus tarik kedepan dan kebawah.

Pada anak sering sulit untuk memeriksa telinga walaupun sudah berhati-

hati. Mungkin hal ini disebabkan :

1. Liang telinga penuh dengan serumen

2. Liang telinga terlalu sempit

3. Speculum terlalu besar dan tidak dapat masuk kebagian tulang liang

telinga luar. Kadang-kadang sulit mengembang pada ujung spekulum

sehingga menghalangi pandangan.

Adapula perangkat alat yang biasanya digunakan untuk periksaan telinga.

Auriskop listrik akan memperluas terhadap gendang telinga dan dapat digunakan

tanpa latihan khusus. Pemakaian alat ini memerlukan kedua tangan sehingga tidak

dapat untuk mengambil serumen. dalam klinik otology diperlukan cermin kepala,

2

lampu yang difokuskan, dan spekulum telinga siegel. Mula-mula memang sulit

menggunakannya, tetapi setelah diberikan sedikit petunjuk mahasiswa akan dapat

menggunakanya dengan mudah. Keuntungan yang utanma adalah ;

1. Liang telinga dan gendang telinga dapat dilihat tanpa spekulum bila liang

telinga cukup lebar

2. Otologis masih mempunyai satu tangan yang bebas untuk membersihkan

runag telinga walaupun spekulum diperlukan.

Kerugianya adalah banyaknya alat yang dipakai untuk suatu pemeriksaan

yang sederhana. Penting juga untuk menambahkan lensa pada spekulum agar

memperbesar penglihatan pada gendang telinga. Bila ini tidak dilakukan, perfosi

dapat luput dari pengamatan.

Gambaran normal gendang telinga

Bagian terbesr gendang telinga adalah pars tensa yang berwarna abu-abu

pucat, berupa selaput tipis yang merenggang, dan melekat pada cincin timpani.

Pars flaksida suatu bagian gendang telinga yang menutupi daerah atik, lebih lentur

dan lebih tebal. Pada pusat gendang telinga terdapat manubrium malei yang

tampak putih, berbeda dengan warna gendang telinga lainya. Proses lateralis

maleus yang pendek, proyeksinya terletak disebelah lateral ujung atas manubrium

malei dan penebalan dalam gendang telinga ( disebut plika maleolaris anterior dan

posterior) dan mngarah kedepan dan belakang prosesus lateralis. Suatu berkas

cahaya berbentuk segitiga berjalan kebawah dan kedepan umbo pada ujung bawah

manubrium malei.

Pemeriksaan telinga dengan mikroskop operasi

Dalam klinik otology modern sangat penting untuk melihat semua

kuadaran gendang telinga dengan menggunakan mikroskop. Nanah dan debris

akan dapat diaspirasi dan penyakit pada etik, tepi, atau pusat gendang telinga

dapat dilihat dengan pasti.

3

Mobilitas gendang telinga

Perforasi yang menutup dan jaringan parut akan tampak bila gendang

telinga digerakan dengan memberikan tekanan positif dan negatif. Dalam hal ini

harus digunakan spekulum yang sama besarnya dengan lumen liang telinga. Suatu

lensa pembesar dengan sisi yang berhubungi dengan bola penghisap diletakan

pada mulut spekulum. Penekanan bola akan menyebabkan gendang telinga

bergerak. Pemeriksaan gendang telinga bagian atas merupakan langkah yang

penting dalam penelitian keluhan-keluhan telinga. Pada anak-anak, adenoid dan

sinusitis dapat menyebabkan otitis media yang berulang. Pada orang dewasa,

karsinoma ruang belakang hidung dapat menyebabkan tuli konduktif.

Anamnesis

Anamnesis yang terarah diperlukan untuk menggali lebih dalam dan lebih

luas keluhan utama pasien.

Keluhan utama telinga dapat berupa :

1) Gangguan pendengaran/pekak (tuli)

2) Suara berdenging/berdengung (tinitus)

3) Rasa pusing yang berputar (vertigo)

4) Rasa nyeri di dalam telinga (otalgia)

5) Keluar cairan dari telinga (otore)

Bila ada keluhan gangguan pendengaran, perlu ditanyakan apakah keluhan

tersebut pada satu atau kedua telinga, timbul tiba-tiba atau bertambah berat secara

bertahap dan sudah berapa lama diderita. Adakah riwayat trauma kepala, telinga

tertampar, trauma akustik, terpajan bising, pemakaian obat ototolsik sebelumnya

atau pernah menderita penyakit infeksi virus seperti parotitis, influenza berat dan

meningitis. Apakah gangguan pendengaran ini diderita sejak bayi sehingga

terdapat juga gangguan bicara dan komunikasi. Pada orang tua perlu ditanyakan

apakah ini lebih terasa ditempat bising atau ditempat yang lebih tenang.

4

Keluhan telinga berbunyi (tinitus) dapat berupa suara berdengung atau

berdenging, yang dirasakan di kepala atau di telinga, pada satu sisi atau kedua sisi.

Apakah tinitis ini disertai gangguan pendengaran dan keluhan pusing berputar.

Keluhan rasa pusing berputar (vertigo) merupakan gangguan keseimbangan

dan rasa ingin jatuh yang disertai rasa mual, muntah, rasa penuh di telinga, telinga

berdenging yang mungkin kelainannya terdapat di labirin. Bila vertigo disertai

keluhan nerologis seperti disartri, gangguan penglihatan kemungkinan letak

kelainanya di sentral. Apakah keluhan ini timbul pada posisi kepala tertentu dan

berkurang bila pasien berbaring dan akan timbul lagi bila bangun dengan gerakan

yang cepat. Kadang-kadang keluhan vertigo akan timbul bila ada kekakuan otot-

otot di leher. Penyakit diabetes mellitus, hipertensi, arterioklerosis, penyakit

jantung, anemia, kanker, sifilis dapat juga menimbulkan keluhan vertigo dan

tinusitis.

Bila ada keluhan nyeri di dalam telinga (otalgia) perlu ditanyakan apakah

pada telinga kiri atau kanan dan sudah berapa lama. Nyeri alih ke telinga (referred

pain) dapat berasal dari rasa nyeri di gigi molar atas, sendi mulut, dasar mulut,

tonsil atau tulang servikal karena telinga dipersarafi oleh saraf sensoris yang

berasal dari organ –organ tersebut.

Secret yang keluar dari liang telinga disebut otore. Apakah secret ini keluar

dari satu atau kedua telinga, disertai rasa nyeri atau tidak dan sudah berapa lama.

Secret yang sedikit biasanya berasal dari infeksi telinga luar dan secret yang

banyak dan bersifat mukoid umunya berasal dari telinga tengah. Bila berbau

busuk menandakan adanya kolesteatom. Bila bercampur darah harus dicurigai

adanya infeksi akut yang berat atau tumor. Bila cairan yang keluar seperti air

jernih, harus waspada adanya cairan likuor serebrospinal.

5

Pemeriksaan Telinga

Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan telinga adalah lampu kepala,

corong telinga, otoskop, pelilit kapas, pengait, serumen, pinset telinga dan

garputala.

Pasien duduk dengan posisi badan condong sedikit ke depan dan kepala

lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk mempermudahkan melihat telinga

dan membrane tympani

Mula-mula dilihat keadaan dan bentuk daun telinga, daerah belakang daun

telinga (retro-auriker) apakah terdapat tanda peradangan atau sikatriks bekas

operasi. Dengan menarik daunn telinga ke atas dan ke belakang, liang telinga

menjadi lebih lurus dan akan mempermudah untuk melihat keadaan liang telinga

dan menbran tympani. Pakailah otoskop untuk melihat lebih jelas bagian-bagian

membran tyimpani. Otoskop dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa

telinga kanan pasien dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya

posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop

ditekankan pada pipi pasien.

Bila terdapat serumen dalam liang telinga yang menyumbat maka ini harus

dikeluarkan cair dapat dengan kapas yang dililitkan, bila konsistensinya lunak

atau liat dapat dikeluarkan dengan pengait dan bila berbentuk lempengan dapat

dipegang dan dikeluarkan dengan pinset. Jika serumen inin sangat keras dan

menyumbat seluruh liang telinga maka lebih baik dilunakkan dulu dengan

minyak atau karbogliserin. Bila sudah lunak atau cair dapat dilakukan irigasi

dengan air supaya liang telinga bersih.

Uji pendengaran dilakukan dengan memakai garputala dan dari hasil

pemeriksaan dapat diketahui apakah tuli konduktif atau tuli perseptif

(sensorineural). Uji penala yang dilakukan sehari-hari adalah uji pendengaran

Rinne dan Weber.

6

1) Uji Rinne

Uji ini menunjukan apakah ketulian bersifat konduktif atau

perseptif,dilakukan dengan menggetarkan garputala 512 Hz dengan jari

atau mengetukkan pada siku atau lutut pemeriksa. Kaki garputala tersebut

diletakan pada prosesus mastoid telinga yang diperiksa selama 2-3 detik.

Kemudian dipindahkan ke depan liang telinga 2-3 detik. Pasien

menentukan ditempat mana yang terdengar lebih keras. Jika bunyi

terdengar lebih keras bila garputala diletakkan di depan liang telinga

berarti telinga yang diperiksa normal atau menderita tuli sensorineural.

Keadaan seperti ini disebut Rinne positif , bila bunyi yang terdengar lebih

keras ditulang mastoid. Maka telinga yang diperiksa menderita tuli

konduktif dan biasanya lebih dari 20 dB hal ini disebut Rinne negative.

Konduksi mutlak melalui tulang

Jarak waktu yang diperlukan penderita untuk mendengar getaran

terhitung dari garpu tala ditekankan pada prosesus mastoid dibandingkan

dengan waktu yang didengar oleh pemeriksa. Pada tuli konduktif jarak

waktu penderita mendengar garputala meanjang, sedangkan pada tuli

persepti memendek.

2) Uji Weber

Dillakukan dengan meletakkan kaki penala yang telah digetarkan

pada garis tengah wajah atau kepala (dahi). Gelombang suara akan melalui

tengkorak menuju kekedua telinga dan ditanyakan pada telinga mana yang

terdengar lebih keras. Pada keadaan normal pasien mendengar suara di

tengah atau tidak dapat membedakan telinga mana yang mendengar lebih

keras. Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sehat

(lateralisasi ke telinga yang sehat ) berarti telinga yang sakit menderita tuli

sensorineural. Bila pasien mendengar lebih keras pada telinga yang sakit

(lateralisasi ke telinga yang sakit) berarti telinga yang sakit menderita tuli

konduktif.

7

Mekanisme

konduksi melalui tulang terdiri dari dua komponen :

1) Lansung, ke kohlea

2) Tak langsung, ketelinga telah

Komponen tak langsung, sebagian langsung ke kohlea, tapi

sebagian besar menyebar ketelinga luar. Pada penyakit telinga dalam,

bagian kohlea sehingga suara menjadi lebih keras pada telinga yang baik.

Pada penyakit telinga tengah, bagian tengah komponen tak langsung tidak

dapat menyebar ke dalam telinga luar sehingga bertambah ke bagian

kohlea. Hal ini menyebabkan suara terdengar lebih keras dalam telinga

yang sakit.

Mengukur dan menentukan lokasi ketulian

1) Melakukan uji reaksi penderita terhadap suara bisik, merupakan

petunjuk kasar akan adanya ketulian. telinga penderita yang tidak

diperiksa harus “ ditutup” dengan menggesekkan kertas dimuka

telinga tersebut. Penderita tidak boleh melihat ke arah periksa dan

harus mengulang sejumlah kata-kata seperti “ cat”, “ban”, atau “hak”

yang dibisikan pada telinga yang diuji. Jarak terjauh dari telinga

yang masih memungkinkan kata-kata didengar,dicatat. Ruang yang

sunyi merupakan hal yang penting untuk dapat berkonsentrasi dan

mengabaikan suara yang lain. Telinga yang normal dapat mendengar

bisikan pada jarak 5 kaki atau 1,5 meter.

2) Melakukan uji reaksi penderita terhadap suara percakapan. Uji

dilakukan dengan cara yang sama. Pada uji ini dipakai suara

percakapan sehari-hari yang dengan telinga yang normal dapat

didengar pada jarak 30 kaki atau 9 meter.

8

Audiometri

Audiometer adalah suatu alat elektronik yang mengeluarkan nada

murni dengan memakai osilator. Intensitas suara yang dihasilakn dapat

diubah-ubah dan diukur dalam decibel. Suara bicara normal terdengar

pada spectrum frekuensi 500, 2000, 4000 pada putaran perdetik.

Dalam pengambilan audiogram diperluan ruangan sunyi yang

harus dimiliki oleh setiap klinik otology. Di luar rumah sakit cukup

dilakukan pada ruangan sunyi dan jauh dari keramaian lalu-lintas.

Penderita memakai ear phone yang dihubungkan dengan audiometer.

Penderita mendengarkan suara yang pertama terdengar samapai tak

terdengar lagi. Nilai pengukuran kedua nilai ambang ini adalah

kekurangan pendengaran untuk frekuensi itu. Hal ini mula-mula diukur

untuk konduksi melalui melalui udara dan kemudian melalui tulang pada

tiap-tiap frekuensi.

9

B. PEMERIKSAAN HIDUNG

Keluhan utama penyakit atau kelainan di hidung adalah

1) Sumbatan hidung

Sumbatan hidung dapat terjadi oleh beberapa faktor. Oleh karena itu

perlu anamnesis yang teliti seperti apakah keluhan sumbatan ini

terjadi terus atau hilang timbul, pada satu atau kedua lubang hidung

atau bergantian. Adakah sebelum riwayat kontak dengan bahan

alergen seperti debu, tepung sari, bulu binatang,trauma

hidung,pemakaian obat tetes hidung dekongestan untuk jangka

waktu yang lama, perokok atau peminum alkohol yang berat.

Apakah mulut dan tenggorok merasa kering.

2) Sekret di hidung dan tenggorok

Sekret hidung yang disebabkan karenan infeksi hidung biasanya

bilateral, jernih sampai purulen. Sekret yang jernih seperti air dan

jumlahnya banyak khas untuk alergi hidung. Bila sekretnya kuning

kehijauan biasanya berasal dari sinusitis hidung dan bila bercampur

darah dari satu sisi, hati-hati adanya tumor hidung. Pada anak bila

sekret yang terdapat hanya satu sisi dan berbau, kemungkinan

terdapat benda asing di hidung. Sekret dari hidung yang turun ke

tenggorok di sebut sebagai post nasal drip kemungkinan berasal dari

sinus paranasal

3) Bersin

Bersin yang berulang-ulang merupakan keluhan pasien alergi

hidung. Perlu ditanyakan apakah bersin ini timbul akibat menghirup

sesuatu yang diikuti keluar sekret yang encer dan rasa gatal di

hidung, tenggorok, mata dan telinga.

4) Rasa nyeri di daerah muka dan kepala

Rasa nyeri di daerah muka dan kepala yang ada hubungannya

dengan keluhan di hidung. Nyeri di daerah dahi, pangkal hidung,

pipi dan tengah kepala dapat merupakan tanda-tanda infeksi

10

sinus(sinusitis). Rasa nyeri atau rasa berat ini dapat timbul bila

menundukkan kepala dan dapat berlangsung dari beberapa jam

sampai beberapa hari.

5) Perdarahan dari hidung

Perdarahan dari hidung yang disebut epistaksis dapat berasal dari

bagian anterior rongga hidung atau dari bagian posterior rongga

hidung.

Perdarahan dapat berasal dari satu atau kedua lubang hidung. Sudah

berapa kali dan apakah mudah dihentikan dengan cara memencet

hidung saja. Adakah riwayat trauma hidung/muka sebelumnya dan

menderita penyakit kelainan darah, hipertensi dan pemakaian obat-

obatan anti koagulansia.

6) Gangguan penghidu.

Gangguan penghidu dapat berupa hilangnya penciuman (anosmia)

atau berkurang (hiposmia). Perlu ditanyakan apakah sebelumnya ada

riwayat infeksi hidung, infeksi sinus (sinusitis), trauma kepala dan

keluhan ini sudah berapa lama.

Pemeriksaan hidung

Bentuk luar hidung diperhatikan apakah ada deviasi atau depresi

tulang hidung. Adakah pembengkakan di daerah hidung dan sinus

paranasal. Dengan jari dapat dipalpasi adanya krepitasi tulang hidung

pada fraktur os nasal atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan

sinus paranasal.

Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depandisebut

rinoskopi anterior. Diperlukan spekulum hidung. Pada anak dan bayi

kadang-kadang tidak diperlukan. Otoskop dapat dipergunakan untuk

melihat bagian dalam hidung terutama untuk mencari benda asing.

Spekulm dimasukkan ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka

setelah spekulum berada di dalam dan waktu mengeluarkannya jangan di

11

tutup dulu di dalam, supaya bulu hidung tidak terjepit. Vestibulum hidung,

septum terutama bagian anterior, konka inferior, konka media, konka

superior serta meatus sinus paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung

harus diperhatikan. Begitu juga rongga hidung sisi yang lain. Kadang-

kadang rongga hidung ini sempit karena adanya edema mukosa. Pada

keadaan seperti ini untuk melihat organ-organ yang disebut di atas lebih

jelas perlu dimasukkan tampon kapas adrenalin pantokain beberapa menit

untuk mengurangi edema mukosa dan menciutkan konka, sehingga rongga

hidung lebih lapang.

Untuk melihat bagian belakang hidung dilakukan pemeriksaan

rinoskopi posterior sekaligus untuk melihat keadaan nasofaring. Untuk

melakukan pemeriksaan rinoskopi posterior diperlukan spatula lidah dan

kaca nasofaring yang telah dihangatkan dengan api lampu spiritus untuk

mencegah udara pernapasan mengembun pada kaca. Sebelum kaca ini

dimasukkan, suhu kaca di tes dulu dengan menempelkannya pada kulit

belakang tangan kiri pemeriksa. Pasien diminta membuka mulut, lidah dua

pertiga anterior ditekan dengan spatula lidah. Pasien bernapas melalui

mulut supaya uvula terangkat keatas dan kaca nasofaring yang menghadap

ke atas dimasukkan melalui mulut, ke bawah uvula dan sampai nasofaring.

Setelah kaca berada di nasofaring pasien diminta berkaca berada di

nasofaring pasien diminta bernapas biasa melalui hidung, uvula akan turun

kembali dan rongga nasofaring terbuka. Mula-mula diperhatikan bagian

belakang septum dan koana. Kemudian kaca diputar kr lateral sedikit

untuk melihat konka superior, konka media dan konka inferior serta

meatus superior dan meatus media. Kaca diputar lebih ke lateral lagi

sehingga sapat diidentifikasi torus tubarius, muara tuba Eustachius dan

fosa Rossenmuler, kemudian kaca dapur ke sisi lainnya. Daerah nasofaring

lebih jelas terlihat bila pemeriksa dilakukan dengan memakai

nasofaringoskop.

12

Udara melalui kedua lubang hidung lebih kurang sama dan untuk

mengujinya dapat dengan cara melakukan spatula lidah dari metal di

depan kedua lubang hidung dan membandingkan kiri dan kanan.

Pemeriksaan sinus paranasal

Dengan inspeksi, palpasi dan perkusi daerah sinus paranasal serta

pemeriksaanrenoskopi anterior dan posterior saja, diagnosis kelainan sinus

sulit ditegakkan. Pemeriksaan transiluminasi mempunyai manfaat sangat

terbatas dan tidak dapat menggantikan peranan pemeriksaan radiologik.

Pada pemeriksaan transiluminasi sinus maksila dan sinus frontal, dipakai

lampu khusus sebagai sumber cahaya dan pemeriksaan dilakukan pada

ruangan yang gelap. Transiluminasi sinus maksila dilakukan dengan

memasukkan sumber cahaya ke rongga mulut dan bibir diktupkan

sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi. Setelah beberapa menit tampak

daerah infra orbita terang seperti bulan sabit. Untuk pemeriksaan sinus

frontal, lampu diletakkan didaerah bawah sinus frontal dekat kantus

medius dan di daerah sinus frontal tampak cahaya terang.

Pemeriksaan radiologik untuk menilai sinus maksila dengan posisi

Water, sinus frontal dan sinus etmoid dengan posisi postero anterior dan

sinus sfenoid dengan posisi lateral

Untuk menilai komplek osteomeatal dilakukan pemeriksaan

dengan CT scan.

13

C. PEMERIKSAAN FARING DAN RONGGA MULUT

Keluhan kelainan didaerah faring umumnya adalah

1) Nyeri tenggorok

Nyeri tenggorok. Keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap.

Apakah nyeri tenggorok ini disertai dengan demam, batuk, serak dan

tenggorokan terasa kering. Apakah pasien merokok dan berapa

jumlahnya perhari.

2) Nyeri menelan (odinofagia)

Nyeri menelan (odinofagia) merupakan rasa nyeri di tenggorokan

waktu gerakan menelan. Apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai ke

telinga.

3) Rasa banyak dahak di tenggorok

Dahak di tenggorok merupakan keluhan yang sering timbul akibat

adanya inflamasi dihidung dan faring. Apakah dahak ini berupa

lendir saja, pus atau bercampur darah. Dahak ini dapat turun dan

keluar bila dibatukkan atau terasa turun di tenggorok.

4) Sulit menelan (disfagia)

Sulit menelan (disfagia) sudah sudah berapa lama dan untuk jenis

makanan cair atau padat. Apakah juga disertai muntah dan berat

badan menurun dengan cepat.

5) Rasa ada yang menyumbat atau menganjal.

Rasa sumbatan di leher (sense of lump in the neck) sudah berapa

lama, tempatnya dimana.

Pemeriksaan faring dan rongga mulut

Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut, dilihat

keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah.

Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka

bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat pemeriksaan dimulai

14

dengan melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar limfanya,

uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil, mukosa, mukosa pipi, gusi,

dan gigi geligi.

Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan

lain-lain.

Apakah ada rasa nyeri di sendi temporo, mandibula ketika

membuka mulut.

15

D. PEMERIKSAAN HIPOFARING DAN LARING

Keluhan pasien dapat berupa

1) Suara serak

Suara serak (disfoni) atau tidak keluar suara sama sekali (afoni)

sudah berapa lama dan apakah sebelumnya menderita peradangan di

hidung atau tenggorok. Apakah keluhan ini disertai dengan batuk,

rasa nyeri dan penurunan berat badan.

2) Batuk

Batuk yang di derita pasien sudah berapa lama, dan apakah ada

faktor sebagai pencetus batuk tersebut seperti rokok, udara yang

kotor, serta kelelahan. Apa yang di batukkan dahak kental,

bercampur darah dan jumlahnya. Apakah pasien seorang perokok.

3) Disfagia

Disfagia atau sulit menelan sudah diderita berapa lama, apakah

tergantung dari jenis makanan dan keluhan ini makin lama makin

bertambah berat.

4) Rasa ada sesuatu di leher.

Rasa ada sesuatu di tenggorok merupakan keluhan yang sering di

jumpai dan perlu ditanyakan sudah berapa lama diderita, adakah

keluhan lain yang menyertainya serta hubungannya dengan keletihan

mental dan fisik.

Pemeriksaan hipofaring dan laring

Pasien duduk lurus agak condong kedepan dengan leher agak

fleksi.

Kaca laring dihangatkan dengan api lampu spiritus agar tidak

terjadi kondensasi uap air pada kaca waktu dimasukkan kedalam mulut.

Sebelum dimasukkan kedalam mulut kaca yang sudah dihangatkan itu

dicoba dulu pada kulit tangan kiri apkah tidak terlalu panas. Pasien

16

diminta membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh mungkin lidah

dipegang dengan tangan kiri memakai kain kasa dan ditarik keluar dengan

hati-hati sehingga pangkal lidah tidak menghalangipandangan kearah

laring. Kemudian kaca laring dimasukkan kedalam mulut dengan arah

kaca kebawah, bersandar pada uvula dan palatum mole. Melalui kaca

dapat dilihat hipofaring dan laring. Bila laring belum terlihat jelas

penarikan lidah dapat di tambah sehingga pangkal lidah lebih kedepan dan

epiglotis lebih terangkat.

Untuk menilai gerakan pita suara aduksi pasien diminta

mengucapkan “i....”, sedangkan untuk menilai gerakan pita suara abduksi

dan melihat daerah subglotik pasien diminta untuk inspirasi dalam.

Pemeriksaan laring dengan menggunakan kaca laring disebut

laringoskopi tidak langsung. Pemeriksaan laring juga dapat dilakukan

dengan menggunakan teleskopi dan monitor vidio(vidiolaringoscopy) atau

dengan secara langsung memakai alat laringoskop. Bila pasien sangat

sensitif sehingga pemeriksaan ini sulit dilakukan, maka dapat diberikan

obat anestesi silokain yang disemprotkan kebibir, rongga mulut dan lidah.

Pemeriksaan kelenjar limfa leher

Pemeriksa berdiri dibelakang pasien dan meraba dengan kedua

buah tangan seluruh daerah leher dari atas kebawah.

Bila terdapat pembesaran kelenjar limfa tentukan ukuran, bentuk,

konsistensi, perlekatan dengan jaringan sekitarnya dan lokasinya.

17

BAB III

PENUTUP

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pemeriksaan THT

meliputi :

Pemeriksaan Telinga

Pemeriksaan Hidung

Pemeriksaan Faring dan Rongga Mulut

Pemeriksaan Hipofaring dan Laring

Untuk dapat menegakkan diagnosis suatu penyakit atau kelainan ditelinga,

hidung dan tenggorok diperlukan kemampuan dan ketrampilan melakukan dan

pemeriksaan organ-organ tersebut. Kemampuan ini merupakan bagian dari

pemeriksaan fisik yang merupakan syarat bila terdapat keluhan atau gejala yang

berhubungan dengan kepala dan leher. Banyak penyakit sistemis yang

bermanifestasi di daerah telinga, hidung atau tenggorok demikian juga sebaliknya.

Untuk mendapatkan kemampuan dan ketrampilan ini, perlu latihan yang berulang.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Donghue GM, Bates GJ, Narula AA, In Clinical ENT. An illustrated

texbook Oxford University Press New York 1992: p.10-21, 87-93, 169-

174.

2. Pracy R., Dkk., 1989, Pelajaran Ringkas Telinga Hidung Dan Tenggorok,

Jakarta: Gramedia

3. Siegel LG. The head and neck history and examination. In: Adams GC,

Boises LR, Hilger PA. Fundamental of Otolaryngology 6th ed.

Philadelphia, WB Saunders Co.; 1989:p.13-23.

4. Soepardi Efiaty Arsyad, Dkk., 2007, edisi 6, Buku ajar ilmu keperawatan

telinga hidung tenggorok kepala dan leher, Jakarta : Balai Penerbit FKUI

19