26
Bagian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tekstil merupakan salah satu industri yang menyerap tenaga kerja paling besar di Indonesia, 1 meskipun pada tahun 2013 industri tekstil dan aneka tahun ini hanya tumbuh 5,5 persen. Hal ini terjadi karena terhambat karena ketidakstabilan di sektor ketenagakerjaan. Tercatat sekitar sekitar 600 ribu orang bekerja di industri tekstil garmen yang sejatinya merupakan industri padat karya (Bandingkan: Industri Padat Modal). Sosrodihardjo (1987 : 126) menyebut industri yang bersifat padat karya (labour intensive) sebagai suatu industri yang modal paling utama adalah (1) tenaga kerja dan (2) bahan mentah yang diperoleh berasal dari pekarangan sendiri atau tempat yang berdekatan. Meskipun di sini uang turut menentukan, namun modal uang sangat terbatas jumlahnya. Bagi Indonesia, industri tekstil merupakan salah satu sumber devisa yang penting sebagai satu-satunya manufaktur (pengolahan) non-migas dengan net ekspor positif, yang di ekspor ke Amerika Serikat dan Jepang. Walaupun dalam konteks persaingan global, nilai ekspor tekstil Indonesia ke Amerika dan Jepang terpaut sangat jauh dengan nilai ekspor tekstil Cina ke kedua negara tersebut. Salah satu contoh wilayah di Indonesia yang merupakan daerah industri tekstil di Indonesia adalah Jawa Tengah. Tribun Jateng (2015) menyebut basis utama investasi Jawa Tengah adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mencapai antara 7 persen hingga 7,5 persen (Bandingkan: Jawa Barat). Uniknya, Jawa Tengah sendiri 1 Jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 995.315 orang dengan total investasi mencapai Rp19,37 triliun. Sedangkan nilai ekspor tekstil dan aneka pada 2012 mencapai USD5,96 miliar dengan nilai produksi Rp55,95 triliun dan tingkat utilisasi 59,76 persen.

Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

Bagian IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangIndustri tekstil merupakan salah satu industri yang menyerap

tenaga kerja paling besar di Indonesia,1 meskipun pada tahun 2013 industri tekstil dan aneka tahun ini hanya tumbuh 5,5 persen. Hal ini terjadi karena terhambat karena ketidakstabilan di sektor ketenagakerjaan.

Tercatat sekitar sekitar 600 ribu orang bekerja di industri tekstil garmen yang sejatinya merupakan industri padat karya (Bandingkan: Industri Padat Modal). Sosrodihardjo (1987 : 126) menyebut industri yang bersifat padat karya (labour intensive) sebagai suatu industri yang modal paling utama adalah (1) tenaga kerja dan (2) bahan mentah yang diperoleh berasal dari pekarangan sendiri atau tempat yang berdekatan. Meskipun di sini uang turut menentukan, namun modal uang sangat terbatas jumlahnya.

Bagi Indonesia, industri tekstil merupakan salah satu sumber devisa yang penting sebagai satu-satunya manufaktur (pengolahan) non-migas dengan net ekspor positif, yang di ekspor ke Amerika Serikat dan Jepang. Walaupun dalam konteks persaingan global, nilai ekspor tekstil Indonesia ke Amerika dan Jepang terpaut sangat jauh dengan nilai ekspor tekstil Cina ke kedua negara tersebut.

Salah satu contoh wilayah di Indonesia yang merupakan daerah industri tekstil di Indonesia adalah Jawa Tengah. Tribun Jateng (2015) menyebut basis utama investasi Jawa Tengah adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mencapai antara 7 persen hingga 7,5 persen (Bandingkan: Jawa Barat). Uniknya, Jawa Tengah sendiri merupakan salah satu provinsi yang mampu mengendalikan inflasi. Misalnya, ketika diberlakukanya kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), laju inflasi di Jawa Tengah hanya 6,19 persen, sedangkan nasional mencapai 6,23 persen (Catatan: nilai inflasi yang baik dan normal harus satu digit atau satu angka di belakang koma).

Badan Pusat Statistik (2009) menyebut selama periode Januari- September 2008, komoditas Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekspor tertinggi dibandingkan nilai ekspor komoditas lainnya. Nilai ekspor komoditas Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) pada bulan September 2008

1 Jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 995.315 orang dengan total investasi mencapai Rp19,37 triliun. Sedangkan nilai ekspor tekstil dan aneka pada 2012 mencapai USD5,96 miliar dengan nilai produksi Rp55,95 triliun dan tingkat utilisasi 59,76 persen.

Page 2: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

tercatat 101,33 juta USD, naik sebesar 1,58 juta USD dibanding ekspor bulan Agustus 2008 yang mencapai 99,75 juta USD. Sedangkan nilai kumulatifnya selama periode Januari- September 2008 mencapai 940,92 juta USD atau turun sebesar 6,03 persen dibanding periode yang sama tahun 2007. Peran kelompok komoditas Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) mencapai 36,06 persen terhadap total nilai ekspor Jawa Tengah periode Januari- September 2008 .

Seiring dengan berjalannya waktu, nilai ekspor TPT Jawa Tengah terus menunjukkan trend yang positif. Pada Januari-Februari 2014, total ekspor mencapai US$ 905,37 juta, di mana sebanyak 43,34 persen ditujukan ke Amerika Serikat dengan nila ekspor sebesar US$ 213,36 juta, China sebesar US$ 90,94 juta dan Jepang sebesar US$ 88,09 juta.

Konsekuensi logis dari potensi industri tekstil di Jawa Tengah mengakibatkan pemerintah provinsi Jawa Tengah menentukan kawasan tertentu sebagai kawasan utama industri tekstil. Misalnya penentuan wilayah utama industri tekstil di Pekalongan, Sukoharjo, Semarang, Boyolali, Kendal, Surakarta dan sebagainya. Dengan penentuan kebijakan tesebut, kini telah beroperasi beberapa pabrik tekstil yang berada di bawah kendali perusahaan industri tekstil seperti PT. Sritex, PT. Tyfountex Indonesia, PT. Apac Inti Corpora, PT. Dupantex, PT. Mutu Gading Tekstil dan sebagainya. Berdirinya pabrik-pabrik tersebut tidak hanya mendatangkan eksternalitas positif (keuntungan secara finansial, penyerapan tenaga kerja dan sebagainya), tetapi selebihnya menimbulkan eksternalitas negatif berupa pencemaran limbah industri tekstil yang mengancam keberlanjutan lingkungan dan kesehatan masyarakat (Lihat: pencemaran limbah tekstil PT. Sritex, PT. Dupantex dan sebagainya). Oleh karena itu, mengemuka berbagai pertanyaan dialektis seperti apakah pembangunan sudah sudah memanusiakan manusia? Bagaimanakah model pembangunan yang memanusiakan manusia? Adakah pembangunan yang tidak mengorbankan alam? Bagaimana model pembangunan yang tidak mengorbankan alam? Adakah solusi? Bagaimanakah solusi?.

Dengan kasus tersebut, nampak dengan jelas bahwa kegiatan industri tidak selalu aman dan atau cenderung mengabaikan dan atau mengorbankan keberlanjutan lingkungan dan manusia, sehingga kehadiran dari industri tekstil menjadi tidak sustainable. Tentu pemahaman ini sangat bertolak belakang dengan moto dari salah satu perusahaan industri tekstil seperti PT. Apac Inti Corpora yang menyebut “Green Product, Sustainable Product”.

Page 3: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

Bagian IITinjauan Pustaka

A. IndustriUtoyo (dalam Yuwono et al, 2013 : 23) menyebut dalam arti sempit

industri diartikan sebagai semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi atau menjadi barang yang lebih tinggi kegunaannya. Sedangkan dalam arti yang luas, industri merupakan semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan bersifat komersial untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Definisi yang sama juga diutarakan oleh Siahaan (dalam Yuwono et al, 2013 : 23) yang mentebut industri sebagai bagian dari proses untuk mengelola bahan mentah menjadi bahan baku atau bahan baku menjadi barang jadi, sehingga menjadi barang yang bernilai bagi masyarakat.

Definisi lain tentang industri dirumuskan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut industri sebagai suatu unit usaha yang melakukan kegiatan ekonomi, bertujuan untuk menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu bangunan atau lokasi tertentu dan mempunyai catatan administrasi tersendiri, sedangkan UU No. 5 tahun 1984 tentang perindustrian menyebut industri sebagai suatu kegiatan ekonomi yag mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Dari berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa industri merupakan sebuah kegiatan yang menggunakan segala unsur bahan baku sebagai input, kemudian memprosesnya dengan metode tertentu, sehingga menghasilkan output yang dapat menciptakan nilai tambah (value added).

Konsekuensi logis dari kehadiran industri membawa dampak positif maupun negatif. Keuntungan dari hadirnya industri seperti (1) memperbesar kegunaan bahan mentah. Artinya semakin banyak bahan mentah yang diolah dalam perindustrian, semakin besar pula manfaat yang diperoleh; (2) memperluas lapangan pekerjaan; (3) menambah penghasilan penduduk, sehingga menambah kemakmuran; (4) mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap luar negeri; (5) mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi; (6)

Page 4: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

menghasilkan aneka barang yang diperlukan oleh masyarakat; (7) kegiatan ekonomi menjadi lebih leluasa karena tidak semata-mata tergantung pada lingkungan alam; (8) menambah devisa negara dan sebagainya. Sedangkan kerugian dari hadirnya industri seperti (1) lahan pertanian menjadi semakin berkurang luasnya; (2) tanah permukaan yang merupakan bagian yang subur menjadi hilang; (3) cara hidup masyarakat berubah menjadi lebih konsumtif; (4) pencemaran lingkungan oleh limbah industri dan sebagainya.

B. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)Topik tentang tekstil sudah banyak dikaji oleh berbagai peneliti di

indonesia seperti Gunadi (1984), Djafri (2003), Dalyono (2005 dan 2007) dan sebagainya. Secara etimologis, tekstil berasal dari bahasa latin, yaitu textiles yang berarti menenun atau tenunan. Namun secara umum tekstil diartikan sebagai sebuah barang atau benda yang bahan bakunya berasal dari serat (umumnya adalah kapas, polyester, rayon) yang dipintal (spinning) menjadi benang dan kemudian dianyam atau ditenun (weaving) atau dirajut (knitting) menjadi kain yang setelah dilakukan penyempurnaan (finishing) digunakan untuk bahan baku produk tekstil. Produk tekstil disini adalah pakaian jadi (garment), tekstil rumah tangga dan kebutuhan industri.

Serat merupakan bahan baku yang paling utama untuk tekstil. Serat adalah benda padat yang mempunyai ciri atau bentuk khusus yaitu ukuran panjangnya relatif lebih besar dari ukuran lebarnya. Serat diperoleh atau berasal dari alam dan buatan, yang secara rinci dibedakan sebagai berikut:1) Serat alam (natural fibers) adalah serat nabati (seperti kapas, linen,

ramie, kapok, rosela, jute, sisal, manila, coconut, daun atau sisal, sabut) dan serat hewani (seperti wool, sutera, cashmere, llama, unta, alpaca, vicuna).

2) Serat buatan (man made fibers) adalah artificial fiber (seperti rayon, acetate), synthetics fiber (seperti polyester/tetoron, acrylic, nylon/poliamida), dan mineral (seperti asbes, gelas, logam).

Pada industi tekstil, serat yang banyak digunakan adalah:1) Kapas, adalah serat yang diperoleh dari biji tanaman kapas, yaitu

sejenis tanaman perdu dan banyak digunakan untuk pakaian karena sifatnya yang menyerap keringat, sehingga nyaman dipakai dan stabilitas dimensi yang baik.

2) Rayon, berasal dari kayu yang dimurnikan dan dengan zat-zat kimia. Banyak dipergunakan untuk tekstil rumah tangga seperti kain tirai/gorden, penutup kursi dan meja, kain renda, kain halus untuk

Page 5: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

pakaian dan pakaian dalam. Campuran rayon dan polyester banyak digunakan untuk bahan pakaian.

3) Poliester, dibuat dari minyak bumi, yaitu asam tereftalat yang telah dimurnikan (pirified terephtalate acid/PTA) dan ethylene glycol. Poliester banyak digunakan untuk bahan pakaian (dicampur dengan kapas/rayon), dasi, kain tirai/gorden, tekstil industri (conveyor, isolator), pipa pemadam kebakaran, tali temali, jala, kain layar dan terpal.

Sedangkan serat lainnya untuk tekstil adalah:1) Poliamida/Nilon, digunakan untuk stocking / kaos kaki, kain parasut,

tali temali, terpal, jala, belt untuk industri, kain ban, tali pancing, karpet, kain penyaring.

2) Poliuretan (spandex), digunakan untuk pakaian wanita, ikat pinggang, kaos tangan bedah, kaos kaki.

3) Polietilena, digunakan untuk kain pelapis di furniture / tempat duduk mobil, kain untuk pakaian pelindung di industri yang menggunakan zat-zat kimia yang korosif, kain penyaring untuk penyaringan dengan suhu rendah, kain efek empuk.

4) Polipropilena, digunakan untuk keperluan industri, tali temali, karung pembungkus, jala ikan, permadani / carpet.

5) Poliakrilik, digunakan untuk selimut, kain rajut untuk sweater, baju hangat, scarft, tirai jendela, pakaian pelindung zat kimia, kain penyaring zat kimia, water softener filter, kain-lain berbulu.

6) Serat Gelas, digunakan untuk isolasi listrik, kaos lampu, pembungkus kawat tembaga, pembungkus kabel listrik.

7) Serat Carbon, digunakan untuk bodi pesawat terbang dan pesawat luar angkasa.

8) Serat Metal / Logam, digunakan untuk benang hias baik di tekstil rumah tangga maupun tekstil pakaian.

Serat dari segi sifat bahannya dibedakan menjadi dua jenis / bentuk yaitu:1) Filament, adalah serat yang sangat panjang yang panjangnya

sejauh sampai habisnya bahan terulur. Semua serat buatan pada awalnya dibuat dalam bentuk filamen.

2) Stapel, adalah serat pendek dan umumnya serat alam berbentuk stapel.

Benang berasal dari serat yang dipintal. Jenis-jenis benang dapat diketahui dari beberapa hal seperti:1) Urutan prosesnya (carded yarn atau benang garuk, yang bahan

bakunya berasal dari cotton, rayon dan polyester; combed yarn

Page 6: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

atau benang sisir, yang bahan bakunya adalah cotton; blended yarn atau benang campur, yang bahan bakunya campuran antara dua jenis serat seperti polyester dengan rayon atau polyester dengan cotton atau rayon dengan cotton dan open end arn (OE) yang bahan bakunya adalah cotton dan polyester)

2) Konstruksinya (single yarn atau benang tunggal, yaitu benang yang terdiri dari satu helai; double yarn atau benang rangkap, yaitu benang yang terdiri dari dua benang atau lebih tanpa di twist dan multifold yarn atau benang gintir, yaitu benang yang terdiri dari dua helai atau lebih yang dijadikan satu dengan diberi twist)

3) Panjang seratnya (staple yarn atau benang staple, yaitu benang yang tersusun dari serat staple atau serat buatan dalam bentuk staple dan filament yarn atau benang filament, yaitu benang yang tersusun dari serat buatan yang berupa filament).

4) Penggunaannya (warp yarn atau benang lusi, yaitu benang yang digunakan untuk arah panjang kain pada proses weaving; weft yarn atau benang pakan, yaitu benang yang digunakan untuk arah lebar kain pada proses weaving; knitting yarn atau benang rajut, yaitu benang yang digunakan untuk pembuatan kain rajut atau knitting fabric; sewing thread atau benang jahit, yaitu benang yang digunakan untuk menjahit; fancy yarn atau benang hias, benang yang dibuat dengan efek hias pada twist-nya, antara lain seperti slub yarn).

5) Bahan bakunya (benang cotton, benang polyester, benang rayon, benang nylon, benang akrilik, benang polipropilen, benang R/C (benang rayon / cotton), benang T/R (benang polyester / rayon), benang T/C (benang polyester / cotton) dan sebagainya.

Kain merupakan hasil proses dari benang-benang yang dianyam atau ditenun atau dirajut, sedangkan benang hasil pemintalan tidak bisa langsung ditenun atau dirajut, karena akan mudah putus ketika terjadi pergesekan antara benang lusi dan benang pakan pada waktu proses. Oleh karena itu, ada proses pekerjaan yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum benang-benang tersebut ditenun atau dirajut seperti:1) Benang-benang yang dari mesin pintal (ring spinning) berbentuk

gulungan palet cones lalu digulung kembali melalui mesin penggulung (winding machine) menjadi bentuk gulungan cones, dengan maksud untuk proses selanjutnya agar lebih mudah dipasangkan pada mesin penggulungan (reeling) dalam proses pensejajaran benang arah lusi (warping). Apabila dikehendaki kain yang dihasilkan memiliki efek warna antara lusi dan pakan seperti

Page 7: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

kain sarung atau kain motif, maka benangnya terlebih dahulu mengalami proses pencelupan benang (yarn dyed).

2) Setelah itu agar benang lebih licin agar tidak mudah putus ketika bergesekan, maka diproses ke sizing machine untuk dikanji.

3) Setelah kering dari pengkanjian, benang-benang baru bisa diproses untuk ditenun atau dirajut.Proses tersebut, baik ditenun (dengan benang lusi dan pakan di

mesin tenun) atau dirajut (rajut lusi dan pakan di mesin rajut) dengan cara gerakan silang-menyilang antara dua benang yang dilakukan secara teratur dan terus-menerus serta berulang kali dengan gerakan yang sama sehingga menjadi sebuah bentuk anyaman tertentu.

Jenis-jenis kain dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar yaitu:1) Kain grey atau kain blacu, yaitu kain yang paling sederhana atau

kain yang setelah ditenun kemudian dikanji dan diseterika namun tidak mengalami proses pemasakan dan pemutihan.

2) Kain finished adalah kain grey yang telah melalui proses-proses pemasakan, pemutihan, pencelupan (dyeing), pewarnaan (colouring) dan pencapan (printing). Secara umum, nama kainnya antara lain seperti kain putih (untuk pakaian jadi yang biasanya diberi warna dan atau dicap); kain mori (khusus untuk keperluan batik); kain percal (biasanya untuk pakaian jadi yang berkualitas); kain shirting (biasanya untuk pakaian dalam, sprei, sarung bantal); kain gabardine (biasanya untuk pakaian musim dingin); kain satin/sateen (untuk dirangkap, penutup, penghias jendela); kain damas (biasanya untuk taplak meja, dekorasi mebel dan serbet); kain diaper (untuk popok bayi atau yang sejenisnya, karena kain ini mudah menyerap air) dan kain markis (untuk kelambu dan sejenisnya).

3) Kain Rajut, kainnya lebih halus dan lebih lemas dengan sifat kainnya pun lebih elastis dan daya tembus udara lebih besar dari pada kain tenun dan banyak digunakan untuk pakaian dalam (underwear), kaos kaki, shirt, sweaters atau overcoats dan sebagainya, sedangkan kain non woven, adalah semua kain yang bukan kain tenun dan kain rajut.

Sedangkan produk tekstil merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dari tekstil, baik yang setengah jadi maupun yang telah jadi. Jenis produk tekstil seperti (1) pakaian jadi / clothing / garment adalah berbagai jenis pakaian yang siap pakai (ready to wear) dalam berbagai ukuran standar, antara lain: pakaian pria dan wanita (dewasa dan anak-anak), pakaian pelindung (mantel, jacket, sweater), pakaian seragam, pakaian olah raga dan sebagainya. Pakaian jadi ini harus

Page 8: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

dibedakan dengan apparel, oleh karena apparal ini selain mencakup pakaian jadi juga mencakup berbagai accessories seperti sepatu, tas, perhiasan, tutup kepala atau kerudung, dasi, kaos kaki, dan accessories lainnya; (2) tekstil rumah tangga (house hold) seperti bed linen, table linen, toilet linen, kitchen linen, curtain dan sebagainya; (3) kebutuhan industri (industrial use) antara lain: canvas, saringan, tekstil rumah sakit, keperluan angkatan perang termasuk ruang angkasa dan sebagainya.

C. Sejarah Perkembangan Industri Tekstil di IndonesiaAl Ghofar, et al (2014) menyebut secara historis keberadaan

industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia tidak dapat dipastikan, namun kemampuan menenun dan merajut pakaian dari masyarakat Indonesia sudah terlihat sejak jaman kerajaan-kerajaan Hindu. Produk seperti barang kerajinan yang dihasilkan dari kegiatan tenun-menenun dan membatik, yang hanya berkembang disekitar lingkungan istana (kepentingan seni dan budaya, serta dikonsumsi sendiri).

Dunia pertekstilan di Indonesia terus mengalami dinamika, di mana mulai tahun 1929 sudah mulai terlihat kegiatan yang berbasis industri. Misalnya: hadirnya kegiatan sub-sektor pertenunan (weaving) dan perajutan (knitting) dengan menggunakan alat Textile Inrichting Bandung (TIB) Gethouw atau yang dikenal dengan sebutan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), yang diciptakan oleh Daalennoord pada tahun 1926. Alat ini menghasilkan produk tekstil tradisional seperti sarung, kain panjang, lurik, stagen (sabuk) dan selendang.

Seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan ATBM mulai tergeser oleh Alat Tenun Mesin (ATM) yang pertama kali digunakan di Majalaya - Jawa Barat (tahun 1939). Hal ini semakin didukung oleh masuknya pasokan aliran listrik pada tahun 1935, sehingga sejak itulah industri TPT Indonesia mulai memasuki era modernisasi dengan menggunakan ATM.

Pada era sistem pemerintahan terpimpin (tahun 1990-an), pemerintah Indonesia membentuk Organisasi Perusahaan Sejenis (OPS) seperti OPS Tenun Mesin, OPS Tenun Tangan, OPS Perajutan, OPS Batik dan lain sebagainya, yang dikoordinir oleh Gabungan Perusahaan Sejenis (GPS) Tekstil.

Pertengahan tahun 1965, OPS dan GPS dilebur menjadi satu dengan nama OPS Tekstil dengan beberapa bagian menurut jenisnya atau sub-sektornya yaitu pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), perajutan (knitting) dan penyempurnaan (finishing).

Menjelang tahun 1970, berdirilah berbagai organisasi seperti Perteksi, Printer’s Club (kemudian menjadi Textile Club), perusahaan

Page 9: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

milik pemerintah (Industri Sandang, Pinda Sandang Jabar, Pinda Sandang Jateng, Pinda Sandang Jatim) dan Koperasi (GKBI, Inkopteksi). Pada 17 Juni 1974, organisasi-organisasi tersebut melaksanakan kongres yang hasilnya menyepakati mendirikan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan sekaligus menjadi anggota API.

Tahun 1970-an industri TPT Indonesia mulai berkembang dengan masuknya investasi dari Jepang di sub-sektor industri hulu (spinning dan man-made fiber making). Adapun fase perkembangannya sebagai berikut:1) Periode 1970 – 1985, industri tekstil Indonesia tumbuh lamban

serta terbatas dan hanya mampu memenuhi pasar domestik (substitusi impor) dengan segment pasar menengah-rendah.

2) Tahun 1986, industri TPT Indonesia mulai tumbuh pesat dengan faktor utamannya adalah (1) iklim usaha kondusif, seperti regulasi pemerintah yang efektif yang difokuskan pada ekspor non-migas dan (2) industrinya mampu memenuhi standard kualitas tinggi untuk memasuki pasar ekspor di segment pasar atas-fashion.

3) Periode 1986 – 1997 kinerja ekspor industri TPT Indonesia terus meningkat dan membuktikan sebagai industri yang strategis dan sekaligus sebagai andalan penghasil devisa negara sektor non-migas. Pada periode ini pakaian jadi sebagai komoditi primadona.

4) Periode 1998 – 2002 merupakan masa paling sulit. Kinerja ekspor tekstil nasional fluktuatif. Pada periode ini dapat dikatakan periode chaos, rescue dan survival.

5) Periode 2003 – 2006 merupakan outstanding rehabilitation, normalization dan expansion (quo vadis). Upaya revitalisasi stagnant yang disebabkan multi-kendala, yang antara lain dan merupakan yang utama: (1) sulitnya sumber pembiayaan dan (2) iklim usaha yang tidak kondusif.

6) Periode 2007 pertengahan – onward dimulainya restrukturisasi permesinan industri TPT Indonesia.

D. Kerangka Penelitian

Untuk dapat memahami alur pikir pemetaan industri tekstil di Jawa Tengah, maka peneliti memvisualisasikannya dalam bentuk sekangka pikir seperti berikut:

Kondisi Eksisting Industri Tekstil di Jawa Tengah

Metode Studi Kepustakaan

Page 10: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

Gambar 1. Kerangka PenelitianBagian Tiga

Pemetaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Jawa Tengah

A. Wilayah utama industri tekstil di Jawa TengahTekstil merupakan industri yang juga cukup menjanjikan di Jawa

Tengah. Cukup banyak ditemukan perusahaan yang bergerak di bidang industri tekstil seperti PT. Sritex, PT. Tyfountex, PT. Apac Inti Corpora, PT. Mutu Gading Tekstil da sebagainya yang tersebar di beberapa kabupaten atau kota di provinsi Jawa Tengah seperti Sukoharjo, Pekalongan, Kendal, Semarang, Boyolali dan Surakarta.

1) Kabupaten SukoharjoMenempati posisi geografis yang strategis di wilayah Solo Raya,

Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, memiliki prospek cerah dalam mengembangkan daerah di masa mendatang. Dengan memiliki luas wilayah sekitar 46.666 hektare, kabupaten ini memiliki banyak potensi. Bukan hanya sektor pertanian dalam arti luas yang menjadi andalan perekonomian warganya, Kabupaten Sukoharjo juga menjadi lokasi industri besar, termasuk Sritex, yang merupakan pemasok seragam militer ke berbagai negara.

2)Kota PekalonganKabupaten Pekalongan dengan ibukotanya Kajen memiliki

beberapa Potensi unggulan daerah yang diharapkan memiliki daya saing dan keunikan tertentu, yang membedakan dengan daerah lain. Potensi terhadap produk unggulan daerah diandalkan melalui

Pemetaan Potensi dan Tantanagan Industri Tekstil di Jawa

Tengah

Analisa Ekonomi dan Lingkungan: Wilayah utama industri tekstil di Jawa Tengah Tipe industri tekstil di Jawa Tengah (komposisi skala perusahaan

atau rumahan) Jenis produk yang dihasilkan industri tekstil di Jawa Tengah Pasar tujuan dan rantai pemasaran produk tekstil di Jawa Tengah Perusahaan utama industri tekstil Jawa Tengah Pengolahan limbah industri tekstil di Jawa Tengah Bahan pencemar utama industri tekstil dan kondisi lingkungan

perairan di Jawa Tengah Tantangan dan Peluang Pengolahan limbah tekstil di Jawa Tengah

Page 11: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

sektor pertanian, industri dan pariwisata. Khususnya potensi industri di Kabupaten Pekalongan sampai dengan saat ini masih didominasi oleh industri tekstil utamanya, industri batik, industri pertenunan dan produk tekstil, di mana salah satu perusahaan yang beroperasi di daerah Pekalongan yaitu PT. Dupantex.

3)Kabupaten BoyolaliTekstil dan Produk tekstil merupakan komoditi andalan dari

Kabupaten Boyolali. Produk tekstil berupa benang dan kain grey putih di produksi oleh industri besar dengan daerah pemasaran USA, Korea, Jepang dan Ghana, sedangkan produk yang dibuat oleh Industri Menengah dan kecil meliputi kemeja, kaos, pakaian jadi, daster jaket dan lain-lain untuk pemasaran local dan regional. Salah satu perusahan yang beroperasi di kabupaten Boyolali yaitu PT Sari Warna Asli (SWA), yang merupakan anak perusahaan dari PT Sri Rejeki Isman (Sritex).

4)Kota SurakartaKota Surakarta merupakan salah satu basis industri di Jawa

Tengah. Ada banyak pabrik tekstil yang tersebar di daerah ini, yang salah satunya PT. Tyfountex. Perusahaan ini merupakan sebuah perusahaan penanaman modal asing milik warga Hongkong, James Mong, yang menghasilkan garmen berupa celana, jacket yang semuanya di ekspor ke Korea dan Kanada.

5)Kabupaten SemarangKabupaten semarang merupakan daerah industri terbesar di

Jawa Tengah, oleh karena terdapat banyak perusahaan yang beroperasi di sana, mulai dari perusahaan yang bergerak di industri makanan sampai tekstil. Perusahaan industri tekstil di daerah ini sangat berkembang pesat, yang salah satunya adalah PT. Apac Inti Corpora, yang merupakan perusahaan yang mengoperasikan pemintalan benang dan pertenunan kain terbesar di dunia.

B. Tipe Industri Tekstil di Jawa Tengah (Komposisi Skala Perusahaan / Rumahan)

Kelompok Industri: Pertenunan ( kecuali pertenunan karung goni dan karung lainnya)

Page 12: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

C. Jenis Produk Yang Dihasilkan Oleh Industri Tekstil di Jawa Tengah.

Jenis industri tekstil di Jawa Tengah meliputi spinning, weaving, wnitting, dying, printing, finishing, garment, dengan skala besar dan menengah. Industri weaving-nya terdiri dari woven dan knitting; industri dyeing / printing / finishing pada processing. Industri kecil dan menengahnya merupakan tekstil tradisional bergerak di sektor batik, hand woven tradisional dan bordir, dengan produk yang dihasilkan meliputi pakaian (kaos), batik, pakaian pelindung (mantel, jacket, sweater), pakaian seragam (sekolah maupun militer, pakaian olah raga, sepatu, tas, perhiasan, tutup kepala atau kerudung, dasi, kaos kaki, bed linen, table linen, toilet linen, kitchen linen, curtain, canvas, saringan, tekstil rumah sakit dan sebagainya.

D. Pasar Tujuan dan Rantai Pemasaran Produk Tekstil Jawa Tengah

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan industri yang sangat potensial di Jawa Tengah, yang merupakan industri manufaktur (pengolahan) non-migas dengan wilayah tujuan utama ekspor TPT ke Cina, Amerika Serikat (Amerika Utara & Selatan), Eropa, Asia (Jepang dan sebagainya), Afrika dan Australia

Negara tujuan ekspor TPT yang paling tinggi adalah ke Amerika Serikat, tetapi kepada negara lain pun perlu dilakukan ekspansi ekspor, sehingga pasar ekspor lebih multi countries, multi market dan multi product. Pasa saat yang sama, Jawa Tengah perlu melakukan pelebaran sayap (ekspansi ekspor) ke barbagai negara yang tergabung di dalam masyarakat ekonomi asean (MEA).

Pada dasarnya, sebelum memasarkan suatu produk tekstil maka industri tekstil harus menggunakan berbagai macam faktor produksi seperti bahan baku. Dengan kata lain, sebelum memasarkan sebuah output maka suatu industri membutuhkan satu atau lebih bahan pembentuk, sedangkan produk yang dihasilkan dari proses tersebut akan menjadi komponen pembentuk bagi industri lainnya yang dibutuhkan oleh produsen domestik maupun mancanegara, sehingga visualisasi dari alur pemasaran TPT di Jawa Tengah dapat digambarkan sebagai berikut:

0- TINGKAT 1-TINGKAT 2-TINGKAT 3-TINGKAT

ProdusenProdusen Produsen Produsen

Page 13: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

Gambar 2. Rantai Pemasaran Industri Tekstil di Jawa Tengah

Dari gambar tersebut, terdapat beberapa dari rantai saluran pemasaran, dimana perbedaan panjang dan pendeknya tipe-tipe rantai pemasaran dapat interpretasi sebagai berikut: 1.Zero Level Channel

Dalam bentuk ini antara produsen dan perusahaan dan konsumen akhir tidak terdapat pedagang perantara, penyaluran langsung dilakukan perusahaan pada konsumen. Misalnya: Penjualan produk garmen langsung kepada perusahaan yang membutuhkannya.

2. One Level Channel Di sini hanya terdapat satu pedagang perantara. Pedagang

perantara ini pada pasar konsumen disebut retailer, sedangkan pada industri disebut dengan agen atau broker.

3.Two Level Channel Di sini terdapat dua pedagang perantara dalam pasar konsumsi

terdiri dari wholesaler dan retailer.

4.Three Level Channel Pada tahap ini terdapat tiga perantara yaitu wholesaler, retailer

dan jobber, di mana jobber selalu terdapat di antara wholesaler dan retailer. Jobber membeli dari wholesaler dan menjual kembali kepada retailer yang pada umumnya tidak dilayani oleh pedagang besar.

Pelanggan Industri

Pelanggan Industri

Pelanggan Industri

Pelanggan Industri

Agen Agen

Page 14: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

E. Perusahaan Utama Industri Tektil di Jawa TengahAda beberapa perusahaan utama yang bergerak di bidang

industri tekstil seperti:a) PT. Apac Inti Corpora

PT. Apac Inti Corpora merupakan produsen yarn dan tekstil yang bergerak dalam pemintalan benang dan pertenunan kain. Apac merupakan pabrik tekstil terbesar di dunia yang berada dalam satu lokasi seluas 247 ha di Semarang, Jawa Tengah. Apac mengoperasikan 14 unit pabriknya dengan jumlah karyawan sekitar 14.000 orang. Fasilitas yang tersedia merupakan infrastruktur terbesar, terintegrasi serta dilengkapi dengan mesin pertenunan dan pemintalan dengan teknologi modern.

Perusahaan ini memiliki kapasitas produksi Yarn 480,000 bales (1Bale = 181,44 kg) per tahun. Selian itu, Apac juga memproduksi Kain Grey 80,000,000 meter, kain Finished 6,000,000 meter, kain Denim 60,000,000 yard per tahun.

Apac memasarkan produknya dengan merk “APACINTI”, hasil produksinya berupa Yarn, kain Greige, kain Finished dan Denim. Apac telah mengekspor produknya ke 70 negara yaitu skitar 70% ke pasar Amerika Utara & Selatan, Eropa, Asia, Afrika dan Australia dan sisanya 30% untuk pasar domestik. Nilai ekspor rata-rata USD 238 juta per tahun.

Pada awal 2008 Apac Inti Corpora bekerjasama dengan PT Dayaindo Resources International Tbk akan membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Selama ini Apac Inti mengandalkan mesin diesel untuk menggerakkan mesin-mesin tekstilnya. Namun seiring dengan makin tingginya harga minyak, termasuk solar, maka penggunaan diesel dipastikan menjadi semakin tidak ekonomis. Oleh sebab itu pembangunan PLTU berbahan bakar batubara menjadi alternatif.

Pembangunan konstruksi PLTU ini dimulai pada 2009 dan diperkirakan akan selesai pada 2011. Pembangkit ini berkapasitas 45 MW yang terdiri dari 3x15 MW. PLTU tersebut menggunakan bahan bakar batubara yang menelan investasi sekitar US$ 45 juta atau senilai Rp 414 miliar.

b) PT. Sri Rejeki Isman (Sritex)PT. Sri Rejeki Isman (Sritex) merupakan milik pengusaha HM

Lukminto, yang sebagian dibuat di pabrik tekstil yang berlokasi di Desa Jetis, Sukoharjo, Jawa Tengah. Perusahaan ini tidak hanya memproduksi merek-merek pakaian terkenal di dunia seperti

Page 15: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

Zara atau Timberland,2 tetapi juga banyak menerima pesanan untuk pembuatan seragam militer banyak negara.

Produk tekstil Sritex telah diakui memenuhi standar North Atlantic Treaty Organization (NATO) sehingga dipercaya memproduksi seragam militer anggota NATO. Beberapa produk terkait keperluan militer antara lain seragam tempur, jaket, cover all, rompi, tenda, sepatu, sampai seragam militer anti nyamuk dan anti peluru, bahkan anti radiasi. Sritex telah dipercaya untuk memasok seragam militer dari 30 negara di dunia seperti Amerika, Rusia, Jerman, Inggris, Australia, Swedia, Belanda, Indonesia, Norwegia, Kwait, Saudi Arabia, dan lain-lain.

c) PT. Sari Warna Asli (SWA)PT. Sari Warna Asli (SWA) merupakan perluasan anak

perusahaan PT Sri Rejeki Isman (Sritex), yang berlokasi di kabupaten Boyolali. Perusahaan ini merupakan pabrik terbesar kedua setelah pabrik utama Sritex yang ada di Sukoharjo. PT Sari Warna Asli memproduksi produk tekstil khususnya fashion. Pabrik yang berada di Boyolali ini tidak memproduksi seragam militer. Oleh karena pembuatan seragam militer membutuhkan teknologi lebih tinggi jika dibandingkan membuat baju untuk fashion, sehinggaa hanya pabrik utama Sritex yang bisa memproduksi seragam militer tersebut.

d) PT. Tyfountex IndonesiaPT. Tyfountex merupakan sebuah perusahaan penanaman

modal asing milik warga Hongkong, James Mong, yang berlokasi di kabupaten Sukoharjo yang menghasilkan produk garmen berupa celana, jacket, di mana semuanya di ekspor ke Korea dan Kanada.

e) PT. DupantexPT. Dupantex merupakan sebuah perusahaan tekstil milik Lue

Tiong Ping, yang memproduksi bahan tekstil yang berlokasi dan beroperasi di Kota Pekalongan.

F. Pengolahan Limbah Industri Tektil di Jawa TengahPengolahan limbah industri tekstil mutlak dilakukan oleh pihak

pabrik. Misalnya PT. Iskandar Indah Printing Textille, yang merupakan salah satu pabrik tekstil yang terdapat di Solo berupaya untuk

2 Produk Zara pun memproduksi pakaiannya di Kamboja, China, dan negara lainnya selain Indonesia. Pemegang merek-nya asalnya dari Spanyol, sehingga sistem-nya OEM (original equipment manufacturer).

Page 16: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

mengelola limbah yang dihasilkannya dengan melakukan pengolahan terhadap limbah cair yang dikeluarkan ke dalam suatu instalasi pengolah limbah yaitu Effluent Treatment Plant (ETP). Dari upaya tersebut diharapkan dapat mengurangi beban pencemaran terhadap lingkungan, sehingga memenuhi baku mutu Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah nomor 10 tahun 2004 tentang baku mutu air limbah cair untuk industri tekstil.

Pada dasarnya unit pengolahan limbah terdiri dari unit operasi dan unit proses. Unit operasi terdiri dari ekualisasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan aerasi. Sedangkan untuk unit proses meliputi pengolahan biologi dan pengolahan kimia. Contoh dari unit proses adalah activated sludge, atau lumpur aktif. Limbah cair PT. Iskandar Indah Printing Textille ini berasal dari bahan-bahan yang digunakan pada proses produksi, terutama pada proses pengkanjian, pewarnaan dan printing atau pemberian motif. Parameter yang biasanya diuji adalah pH, TSS, BOD, dan COD, sedangkan untuk parameter seperti fenol, krom, minyak dan lemak, NH3, dan sulfida tidak rutin diuji.

Instalasi Pengolah Limbah PT. Iskandar Indah Printing Textille terdiri dari bak ekualisasi, koagulasi, flokulasi, sedimentasi I, netralisasi, aerasi, sedimentasi II, rapid sand filter dan rapid sand filter. Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa parameter yang memenuhi Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah No. 10 tahun 2004 adalah pH, krom total, fenol, minyak dan lemak dan sulfida. Sedangkan parameter yang belum memenuhi standar baku mutu adalah BOD5, COD, TSS dan NH3 (Lihat: Junaidi, 2006).

G. Bahan Pencemar Utama TekstilSetiap sektor industri berkontribusi pada jenis limbah yang

berbeda bergantung pada proses produksi yang diadopsi oleh industri tersebut. Limbah padat dan atau cair bisa dihasilkan. Secara umum limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah organik atau anorganik, berbahaya atau tidak berbahaya, beracun dan tidak beracun, logam berat, dan sebagainya. Sebagai contoh, beberapa proses pada industri tekstil menghasilkan baik limbah organik atau limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dalam bentuk limbah cair. Limbah organik yang dihasilkan dari industri tekstil mampu merubah nilai pH, atau meningkatkan kadar BOD dan COD dalam badan air.

Kebanyakan industri tekstil juga menghasilkan limbah logam berat yang termasuk dalam kategori berbahaya. Banyak macam elemen logam berat yang dihasilkan dari proses produksi tekstil, diantaranya Arsen, Cadmium, Krom, Timbal, Tembaga, dan seng. Proses-proses dalam industri tekstil yang menghasilkan limbah cair antara lain pengkajian dan penghilangan kanji, pengelantangan, pemasakan,

Page 17: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

merserisasi, pewarnaan, pencetakan, dan proses penyempurnaan (Lihat: Potter, C, et al, 1994).

Sangat penting dipahami bahwa aktivitas industri tekstil juga merupakan penyumbang bahan organik yang sangat besar. Meskipun di badan air bergabung dengan buangan dari kegiatan domestik, buangan limbah cair industri tekstil yang mengandung bahan organik yang tinggi turut memperburuk kualitas air sungai. Pada titik-titik sampling di sekitar kawasan industri tekstil, nilai Biochemical oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) sangat tinggi melebihi baku mutu untuk semua kelas air. Pada reference point, BOD berkisar 1.7 mg/L, sementara di bagian hilir sungai nilai BOD mencapai 9.36 mg/L hingga 523.00 mg/L

Seperti kita ketahui bahwa air limbah tekstil mengandung sejumlah senyawa kimia organik yang degradable maupun non-degradable. Derajat pencemaran bahan organik dalam air ditunjukkan oleh nilai-nilai BOD dan COD. BOD adalah nilai yang menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mereduksi bahan-bahan organik, sementara COD diperlukan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik melalui proses kimiawi, yakni melalui oksidator kuat. Sumber utama kontaminasi bahan organik dari industri tekstil adalah “proses kering” seperti proses “sizing”, yaitu mempersiapkan benang untuk tahap pemintalan (spinning) dan pekerjaan rajutan (knitting). Bahan-bahan organik juga berasal dari “proses basah” seperti “scouring” suatu proses pencucian untuk membuang kotoran-kotoran baik organik maupun anorganik yang dapat mengganggu tahap-tahap proses selanjutnya. Bahan organik dapat juga berasal dari “dyeing” di mana surfaktan seringkali ditambahkan.

H. Kondisi Lingkungan Perairan Jawa TengahSecara umum kondisi lingkungan perairan di Jawa Tengah, baik itu

di lingkungan sungai, danau, muara sungai dan laut, masih cukup baik. Kalau ada beberapa lingkungan perairan yang kualitas airnya kurang baik dan menunjukkan adanya penurunan, itu sifatnya masih kasuistis, oleh karena di daerah sekitarnya pada umumnya ada kegiatan – kegiatan yang melaksanakan aktivitasnya yang kurang memperhatikan kelesetarian lingkungan, baik itu kegiatan industri, sentra-sentra industri rakyat, peternakan dan kegiatan lainnya.

Menurunnya kualitas air Sungai Kaligarang, sangat dipengaruhi oleh adanya kegiatan pertanian dan peternakan yang betada di daerah hulu dan terutama sekali dipengaruhi oleh adanya buangan air limbah dari 8 (delapan) kegiatan industri yang membuang air limbahnya ke Sungai Kaligarang. Besarnya beban cemaran limbah industri yang dibuang ke Sungai Kaligarang pada awal dilaksanakan Program Kali

Page 18: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

Bersih di Jawa Tengah Tahun 1094, menunjukkan bahwa untuk Parameter BOD mencapai 119.548,95 Kg/th, COD mencapai 352.070,14 Kg/th dan TSS mencapai 263.710,80 Kg/th. Sampai dengan Tahun 2009/2010, jumlah beban cemaran yang dibuang ke Sungai Kaligarang, telah mengalami penurunan lebih dari 90 %, dimana untuk Parameter BOD mencapai 2.275,39 Kg/th, COD mencapai 9.169,82 Kg/th dan TSS mencapai 1.518,11 Kg/th.

Besarnya beban cemaran limbah industri (32 industri ) yang dibuang ke Sungai Bengawan Solo baik yang dibuang secara langsung maupun yang dibuang melalui anak sungainya pada awal dilaksanakan Program Kali Bersih di Jawa Tengah Tahun 1094, menunjukkan bahwa untuk Parameter BOD mencapai 47.439.021,80 Kg/th, COD mencapai 73.992.228,35 Kg/th dan TSS mencapai 60.630.931,22 Kg/th. Sampai dengan Tahun 2009/2010, tingkat keberhasilan menurunkan beban cemaran yang dibuang ke Sungai Bengawan Solo, baik secara langsung maupun melalui anak sungainya, tingkat penurunannya cukup baik, hanya ada beberapa anak sungai yang menerima beban cemaran lebih tinggi dari awal dilaksankannya Prokasih. Hal ini bukan berarti program ini kurang berhasil, namun juga dikarenakan adanya beberapa kegiatan yang melaksanakan pengembangan usahanya. Berdasarkan data Tahun 2009/2010 beban cemaran yang dibuang ke Sungai Bengawan Solo dan anak sungainya menunjukkan bahwa Parameter BOD mencapai 427.919,94 Kg/th, COD mencapai 1.831.294,38 Kg/th dan TSS mencapai 194.604,16 Kg/th.

Besarnya beban cemaran limbah industri yang dibuang ke Sungai Kupang – Sambong (17 industri), Pada tahun 1994, menunjukkan bahwa untuk Parameter BOD mencapai 2.040.524,45 Kg/th, COD mencapai 2.949.400,44 Kg/th dan TSS mencapai 1.753.173,09 Kg/th. Sampai dengan tahun 2009/2010, jumlah beban cemaran yang dibuang ke Sungai Kaligarang, telah mengalami penurunan lebih dari 90 %, dimana untuk Parameter BOD mencapai Kg/th, COD mencapai 9.169,82 Kg/th dan TSS mencapai 1.518,11 Kg/th

I. Tantangan dan Peluang Pengolahan Limbah Tekstil di Jawa

TengahUpaya pengolahan limbah industri tekstil merupakan tindakan

perventif yang dilalukan untuk meminimalisir eksternalitas negatif dari kegiatan industri tekstil. Pengolahan limbah industri tekstil akan menjadi peluang jika hasil dari pengolahannya tidak memberi dampak yang signifikan bagi kerusakan lingkungan dan kesehatan masyarakat, sebaliknya akan mendatangkan bencana apabila pengolahan limbah tersebut tidak dapat mereduksi limbah yang ada.

Page 19: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

Peluang dan tantangan ini tercermin di dalam berbagai kasus penanganan limbah industri seperti yang dilakukan oleh PT. Dupantex (Pekalongan). Menurut KLH, PT. Dupantex memproduksi bahan tekstil dan proses produksinya menghasilkan limbah baik cair maupun padat. Limbah yang dihasilkan oleh perusahaan itu, menurut peraturan perundangan, dikategorikan sebagai Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), yang apabila tidak dikelola atau diproses dalam pembuangannya dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan hidup.

Ironisnya, kasus ini belakangan jadi melebar hingga keluar dari koridor hukum. Para buruh pabrik pun bergolak, oleh karena mendapatkan informasi jika gugatan KLH dikabulkan maka perusahaan akan collapse, sehingga para buruh kehilangan lapangan pekerjaan. Sementara warga setempat tetap bersikukuh menuntut pabrik menghentikan pencemaran lingkungan yang sangat merugikan mereka.

Fenomena menjadikan buruh sebagai tameng dalam melawan penggugat atau masyarakat yang dirugikan dalam kasus pencemaran lingkungan oleh industri memang sudah sering terjadi, di mana perusahaan sering memanfaatkan kelemahan buruh yang rentan dari ancaman pemutusan kerja. Padahal sesungguhnya para buruh juga menjadi bagian dari masyarakat yang dirugikan oleh pencemaran lingkungan,.

Daftar Pustaka

[BPS] Badan Pusat Statistik, 2009. Perkembangan Ekspor – Impor Jawa Tengah September 2008, BNo.02/01/33/Th.III, 05 Januari 2009, BPS Provinsi Jawa Tengah.

Dalyono, 2005. Dasar-Dasar Perancangan Produk Tekstil, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Dalyono, 2007. Penerapan Model Struktur dan Model Matematis Dalam Perancangan Produk Tekstil, Yogyakarta: Ardana Media dan Rumah Produksi

Page 20: Pemetaan Industri Tekstil Jawa Tengah (1)

Djafri, C, 2003. Gagasan Seputar Pengembangan Industri dan Perdagangan TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), Jakarta: Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) dan Cidesindo.

Gunadi, 1984. Pengetahuan Dasar Tentang Kain-Kain Tekstil dan Pakaian Jadi, Jakarta: Yayasan Pembinaan Keluarga UPN Veteran.

Junaidi, 2006. Analisis Teknologi Pengolahan Limbah Cair Pada Industri Tekstil: Studi Kasus PT. Iskandar Indah Printing Textille Surakarta, Jurnal PRESIPITASI, Vol.1 No.1 September 2006, ISSN 1907-187X.

Koran Sindo, 2013. Industri Tekstil Hanya Tumbuh 5,5 Persen, http://koransindo.com.IndustriTekstilHanyaTumbuh5,5%.html. Diunduh tanggal 10 Agustus 2015

Potter, C, et al, 1994. Limbah Cair Berbagai Industri di Indonesia, Canada: Project of the Ministry of State for Environment Republic of Indonesia and Dalhousie University.

Sosrodihardjo, S, 1987. Aspek Sosial Budaya dalam Pembangunan Pedesaan, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Tribun Jateng, 2015, Ini Prospek Ekonomi Jawa Tengah, http://jateng.tribunnews.com/2014/12/27/ini-prospek-ekonomi-jawa-tengah-2015. Diunduh tanggal 10 Agustus 2015

Yuwono, Prapto, et al, 2103. Penyusunan Tabel Input Output Kabupaten/Kota, Salatiga: Satya Wacana University Press.