Penanganan Awal Henti Jantung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kardioo

Citation preview

Penanganan Awal Henti Jantung (Cardiac Arrest) Empat jenis ritme jantung yang menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF), ventricular takikardia yang sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme ini memerlukan bantuan hidup dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) (American Heart Association (AHA), 2005).Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian mendadak akibat SCA. The American Heart Association (AHA) menggunakan 4 mata rantai penting untuk mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan 4 tindakan penting dalam menolong korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat mata rantai tersebut adalah:1. Sesegera mungkin memanggil bantuan Emergency Medical Service (EMS) atau tenaga medis terdekat.2. Sesegera mungkin melakukan RJP3. Sesegera mungkin melakukan defibrilasi 4. Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan postresusitasi.Sebagaimana kondisi VF, kondisi aritmia lain yang dapat menyebabkan SCA juga memerlukan tindakan resusitasi jantung dan paru (RJP) yang sebaiknya segera dilakukan. Adapun algoritma dari RJP yaitu:

Gambar . Algoritma BLS untuk dewasa

Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan nafas, Breathing/ usaha nafas, Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi). Namun sebelum melakukan 3 prinsip penanganan penting dalam RJP tersebut, penolong harus melakukan persiapan sebelumnya yaitu memastikan kondisi aman dan memungkinkan dilakukan RJP. Setelah memastikan kondisi aman, penolong akan menilai respon korban dengan cara: memanggil korban atau menanyakan kondisi korban secara langsung, contoh: kamu tidak apa-apa?; atau dengan memberikan stimulus nyeri. Jika pasien merespon tapi lemah atau pasien merespon tetapi terluka atau tidak merespon sama sekali segera panggil banttuan dengan menelepon nomor emergency terdekat.

AIRWAY (Pembebasan jalan nafas) Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan korban pada permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi terlentang. Beberapa point penting dalam melakukan pembebasan jalan nafas:1. Gunakan triple maneuver (head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan nafas bagi korban yang tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala).2. Apabila terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan nafas menggunakan teknik Jaw-thrust tanpa ekstensi leher.3. Bebaskan jalan nafas dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan nafas dengan finger swab atau suction jika ada.

BREATHING (Cek pernafasan)Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera melakukan cek pernafasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain: Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan pengembangan dada), listen (mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas) selama 10 detik. Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi gasping pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan (masing-masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang). Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik harus diberikan, pada sebagian besar dewasa sekitar 10 ml/kg (700 sampai 1000 ml). Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain:1. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan tidak lebih penting dibandingkan dengan kompresi dada karena pada menit pertama kadar oksigen dalam darah masih mencukupi kebutuhan sistemik. Selain itu pada awal terjadi henti jantung, masalah lebih terletak pada penurunan cardiac output sehingga kompresi lebih efektif. Oleh karena inilah alasan rekomendasi untuk meminimalisir interupsi saat kompresi dada2. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat prolonged VF SCA3. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/ masker/ ambubag) dengan memberikan volume pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat)4. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET. LMA, dll) frekuensi nafas diberikan 8-10 nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan nafas dan kompresi dada. Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas buatan (misalnya korban memiliki riwayat penyakit tertentu sehingga penolong tidak aman/resiko tertular) maka lakukan kompresi dada. Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan pengecekan sirkulasi dengan mendeteksi pulsasi arteri carotis (terletak dilateral jakun/tulang krikoid). - Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan ventilasi dengan rata-rata 10-12 nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan setiap kali nafas harus dapat mengembangkan dada.

CIRCULATION Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat melakukan resusitasi jantung dan paru:

Kompresi yang efektif diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama resusitasi dilakukan. Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan penolong berada disisi dada korban. Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat dan cepat (untuk dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2 inchi/4-5 cm; berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi yang dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks). Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi apabila pernafasan dan sirkulasi tidak adekuat. Adapun rasio yang digunakan dalam kompresi dada dengan ventilasi yaitu 30:2 adalah berdasarkan konsensus dari para ahli. Adapun prinsip kombinasi antara kompresi dada dengan ventilasi antara lain; peningkatan frekuensi kompresi dada dapat menurunkan hiperventilasi dan lakukan ventilasi dengan minimal interupsi terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing tindakan (kompresi dada dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada 100x/menit dan ventilasi 8-10 kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal ini khususnya untuk 2 orang penolong). Pada pencarian literature ditemukan lima sitation: satu LOE (Level Of Evidence) 4, dan Empat LOE 6. Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi permenit) manual CPR telah dipelajari sebagai teknik meningkatkan resusitasi dari cardiac arrest. Pada kebanyakan studi pada binatang, frekuensi CPR yang tinggi meningkatkan hemodinamik, dan tanpa meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984, Kern 1986). Pada satu tambahan studi pada binatang, CPR frekuensi tinggi tidak meningkatkan hemodinamik melebihi yang dilakukan CPR standar (cit Tucker, 1994). - Studi klinis dalam pegguaan CPR frekuensi tinggi masih terbatas. Pada sebuah uji klinis kecil (dengan jumlah sampel 9), CPR frekuensi tinggi meningkatkan hemodinamik melebihi CPR standar (cit Swensen 1988). Lalu, CPR frekuensi tinggi terlihat lebih menjanjikan untuk peningkatan CPR. Hasil dari studi pada manusia diperlukan untuk menentukan keefektifan dari teknik ini dalam manajemen pasien dengan cardiac arrest.Selain bantuan hidup dasar/ Basic Life Supprt, dalam penanganan cardiac arrest juga memerlukan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) untuk meningkatkan harapan hidup korban. Adapun algoritma penanganan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) untuk pulseless arrest:

Gambar . Algoritma ACLS

Penanganan Pertama Pada Korban Tenggelam1. Prinsip pertolongan di air :1) Raih ( dengan atau tanpa alat ).2) Lempar ( alat apung ).3) Dayung ( atau menggunakan perahu mendekati penderita ).4) Renang ( upaya terakhir harus terlatih dan menggunakan alat apung ).2. PenangananKorbana. Pindahkan penderita secepat mungkin dari air dengan cara teraman.b. Bila ada kecurigaan cedera spinal satu penolong mempertahankan posisi kepala, leher dan tulang punggung dalam satu garis lurus. Pertimbangkan untuk menggunakan papan spinal dalam air, atau bila tidak memungkinkan pasanglah sebelum menaikan penderita ke darat.c. Buka jalan nafas penderita, periksa nafas. Bila tidak ada maka upayakan untuk memberikan nafas awal secepat mungkin dan berikan bantuan nafas sepanjang perjalanan.d. Upayakan wajah penderita menghadap ke atas.e. Sampai di darat atau perahu lakukan penilaian dini dan RJP bila perlu.f. Berikan oksigen bila ada sesuai protokol.g. Jagalah kehangatan tubuh penderita, ganti pakaian basah dan selimuti.h. Lakukan pemeriksaan fisik, rawat cedera yang ada.i. Segera bawa ke fasilitas kesehatan.

D. Penanganan Klinik dan Asuhan Keperawatan Pada Korban Tenggelam1. Penanganan KlinikTersedianya sarana bantuan hidup dasar dan lanjutan ditempat kejadian merupakan hal yang sangat penting karena beratnya cedera pada sistem saraf pusat tidak dapat dikaji dengan cermat pada saat pertolongan diberikan. Pastikan keadekuatan jalan napas, pernapasan dan Sirkulasi. Cedera lain juga harus dipertimbangkan dan perlu tidaknya hospitalisasi ditentukan berdasarkan keparahan kejadian dan evaluasi klinis. Pasien dengan gejala respiratori, penurunan saturasi oksigen dan perubahan tingkat kesadaran perlu untuk dihospitalisasi. perhatian harus difokuskan pada oksigenasi, ventilasi, dan fungsi jantung. Melindungi sistem saraf pusat dan mengurangi edema serebri merupakan hal yang sangat penting dan berhubungan langsung dengan hasil akhir.2. Asuhan Keperawatan Pada Korban Tenggelama. Pengkajian1) Kaji adanya respirasi spontan2) Kaji tingkat kesadaran3) Kaji suhu inti tubuhb. Diagnosa Keperawatan1) Gangguan pertukaran gas2) Bersihan jalan nafas tidak efektif3) Perubahan perfusi jaringan otak4) Pola nafas tidak efektif5) Penurunan curah jantung6) Kelebihan volume cairan7) Resiko tinggi cedera8) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhc. Intervensi Keperawatan1) Buat dan pertahankan jalan napas yang paten.a. Hisap dan jalan napas seperlunyab. Pasang selang nasogastrik (untuk mencegah aspirasi muntahan)2) Pantau dan catat respons anak terhadap terapi oksigen a. Lakukan pengkajian pernapasan (frekuensinya tergantung pada keadaan) b. Pantau penggunaan ventilator dan alat respirasi lainnya. c. Pantau tekanan vena sentral (CVP) dan jalur arteri d. Pantau penggunaan pernapasan tekanan positif intermiten (IPPB) atau tekanan akhir ekspiratori posisti (PEEP)3) Pantau dan catat tingkat fungsi neurologik anak a. Lakukan pengkajian neurologik (frekuensinya tergantung status) b. Observasi dan catat tanda-tanda TIK (letargi,peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi napas, peningkatan denyut apeks, pupil dilatasi)4) Pantau dan pertahankan keseimbangan cairan a. Catat asupan dan haluaran b. Jaga kepatenan dan lakukan perawatan kateter Foley c. Pertahankan restriksi cairan dengan adanya edema serebri5) Pantau dan pertahankan pengaturan suhu homeostatik (penurunan dan kebutuhan oksigen) a. Pantau suhu b. Sediakan kasur pendingin (mencegah menggigil) c. Berikan antipiretik6) Berikan dan pertahankan asupan nutrisi yang adekuat a. Kaji kemampuan anak untuk mendapatkan asupan nutrisi melalui selang nasogastrik atau oral (NG po) b. Kaji kapasitas anak untuk mentolerir makanan melalui selang nasogastrik atau per-oral ( periksa adanya sisa dan muntah ) c. Naikkan jumlah dan jenis asupan nutrisi7) Observasi dan catat tanda-tanda komplikasi a. Pantau respons anak terhadap tata cara terapi fisik b. Pantau respons terapeutik anak dan efek samping dari pengobatan