32
Penanganan Rawan Pangan 1 PENANGANAN RAWAN PANGAN PROBLEMATIK PANGAN DI DAERAH 1. Pengertian Ketahanan Pangan Ketahanan pangan sebagian terjemahan istilah food security, ketahanan pangan diberikan pengertian sebagai suatu kondisi ketersediaan pangan cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap individu mempunyai akses untuk memperolehnya baik secara fisik maupun ekonomi. Dalam pengertian ini ketahanan pangan dikaitkan dengan 3 (tiga) faktor utama yaitu : a. Kecukupan (ketersediaan) pangan b. Stabilitas ekonomi pangan c. Akses fisik maupun ekonomi bagi individu untuk mendapatkan pangan Indonesia menerima konsep ketahanan pangan, yang dilegitimasi pada Undang-undang pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan Undang-Undang ini ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemeintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Indonesia memasukkan mutu, keamanan, dan keragaman sebagai kondisi yang harus terpenuhi dalam pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara cukup, merata dan terjangkau. Kondisi Ketahanan Pangan yang diperlukan juga mencakup persyaratan bagi kehidupan sehat. Definisi Ketahanan pangan sebagai termuat dalam Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1996 adalah sebagai berikut :

PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

1

PENANGANAN RAWAN PANGAN

PROBLEMATIK PANGAN DI DAERAH

1. Pengertian Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan sebagian terjemahan istilah food security,

ketahanan pangan diberikan pengertian sebagai suatu kondisi

ketersediaan pangan cukup bagi setiap orang pada setiap saat dan setiap

individu mempunyai akses untuk memperolehnya baik secara fisik

maupun ekonomi. Dalam pengertian ini ketahanan pangan dikaitkan

dengan 3 (tiga) faktor utama yaitu :

a. Kecukupan (ketersediaan) pangan

b. Stabilitas ekonomi pangan

c. Akses fisik maupun ekonomi bagi individu untuk mendapatkan

pangan

Indonesia menerima konsep ketahanan pangan, yang dilegitimasi

pada Undang-undang pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan

Undang-Undang ini ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemeintah Nomor 68

Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Indonesia memasukkan mutu,

keamanan, dan keragaman sebagai kondisi yang harus terpenuhi dalam

pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara cukup, merata dan

terjangkau.

Kondisi Ketahanan Pangan yang diperlukan juga mencakup

persyaratan bagi kehidupan sehat. Definisi Ketahanan pangan sebagai

termuat dalam Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1996 adalah sebagai

berikut :

Page 2: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

2

“Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik

jumlah maupun mutu, aman, merata dan terjangkau”.

Dari definisi diatas dapat dilihat bahwa swasembada merupakan

bagian dari ketahanan pangan. Meskipun demikian, pengertian ketahanan

pangan dan swasembada secara konsep dapat dibedakan. Kembali lagi

ke pengertian ketahanan pangan yang konsepsinya tidak mempersoalkan

asal sumber pangan, apakah dari dalam negeri atau impor. Ketahanan

pangan merupakan sebagian dari ketahanan pangan. Meskipun demikian,

pengertian ketahanan pangan dan swasembada secara konsep dapat

dibedakan. Kembali lagi ke pengertian ketahanan pangan yang

konsepsinya tidak mempersoalkan asal sumber pangan, apakah dari

dalam negeri atau impor. Ketahanan pangan merupakan konsep yang

komplek dan terkait dengan mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari

distribusi, produksi, konsumsi dan status gizi.

Konsep ketahanan pangan (food security) dapat diterapkan untuk

menyatakan ketahanan pangan pada beberapa tingkatan : 1. global, 2.

nasional, 3. regional dan 4. tingkat rumah tangga di tingkat rumah tangga

dan individu.

Ketahanan pangan rumah tangga didefinisikan dalam beberapa

alternatif rumusan :

a. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan anggota rumah

tangga dalam jumlah, mutu dan beragam sesuai budaya setempat dari

waktu ke waktu agar hidup sehat.

Page 3: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

3

b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan

anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu ke waktu

agar dapat hidup sehat.

c. Kemampuan rumah tangga untuk memenuhi kecukupan pangan

anggotanya dari waktu ke waktu agar hidup sehat (Usep Sobar Sudrajat,

2004).

Ketahanan pangan minimal harus dua unsur pokok, yaitu

ketersediaan dan aksebelitas masyarakat terhadap pangan (Bustanul

Arifin, 2004). Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan :

a. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber

hayati dan air baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang

diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia,

termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain

yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan

makanan dan minuman.

b. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses

dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.

c. Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan pengaturan, pembinaan, dan atau pengawasan terhadap kegiatan

atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap

dikonsumsi manusia.

d. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang

diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran kimia,

biologis dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan

membahayakan kesehatan manusia.

Page 4: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

4

e. Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria

keamanan pangan, kandungan gizi, dan standart perdagangan terhadap

bahan makanan, makanan dan minuman.

f. Gizi pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam

pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral

serta turunnya yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan

manusia.

g. Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk

mewadahi atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung

dengan pangan maupun yang tidak.

h. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup.

2. Penyediaan Pangan

Penyediaan pangan tentunya dapat ditempuh melalui :

a. Produksi sendiri, dengan cara mengalokasikan sumber daya

alam (SDA), manajemen dan pengembangan sumber daya manusia

(SDM), serta aplikasi dan penguasaan teknologi yang optimal.

b. Import dari negara lain, dengan menjaga perolehan devisa

yang memadai disektor perekonomian untuk menjaga neraca

keseimbangan luar negeri.

Ketahanan pangan atau aksesibilitas setiap individu terhadap bahan

pangan dapat dijaga dan ditingkatkan melalui pemberdayaan sistem pasar

serta mekanisme pemasaran yang efektif dan efisien, yang juga dapat

disempurnakan dan kebijakan tata niaga, atau distribusi pangan dari

sentral produksi sampai ketangan konsumen. Akses individu dapat juga

ditopang dengan oleh intervensi kebijakan harga yang memadai,

menguntungkan dan memuaskan berbagai pihak yang terlibat. Intervensi

Page 5: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

5

pemerintah dalam hal distribusi pangan pokok masih nampak relevan,

terutama untuk melindungi produsen terhadap anjloknya harga produk

pada musim panen, dan untuk melindungi konsumen dari melambungnya

harga kebutuhan pokok pada musim tanam atau musim paceklik (Bustanul

Arifin, 2004).

3. Pengembangan Ketahan Pangan Khususnya di Tingkat Rumah

Tangga

Pengembangan ketahanan pangan khususnya di tingkat rumah

tangga, mempunyai prespektif pembangunan yang sangat mendasar

karena :

a. Akses pangan dan gizi seimbang bagi seluruh rakyat

sebagai pemenuhan kebutuhan dasar pangan merupakan hak yang paling

asasi bagi manusia

b. Proses pembentukan sumber daya manusia yang

berkualitas sangat di pengaruhi oleh keberhasilan untuk memenuhi

kecukupan pangan dan nutrisi

c. Ketahanan pangan merupakan unsur trategis dalam

pembangunan ekonomi dan ketahan tangan (BKP, 2006).

4. Ketahanan Pangan Terdiri dari Berbagai Elemen :

a. Ketersediaan pangan

b. Aksesibilitas yang menggambarkan kemampuan untuk

menguasai pangan yang cukup

c. Keamanan yang dapat diartikan sebagai stabilitas

(menunjukkan pada kerentanan internal seperti penurunan produksi) dan

keandalan (menunjukkan pada kerentanan eksternal seperti flukuasi

perdagangan internasional).

Page 6: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

6

d. Keberlanjutan merupakan kontinuitas dari akses dan

ketersediaan pangan yang ditunjukkan oleh keberlanjutan usaha tani (Ali

Khomsan dkk, 2004).

5. Situasi Ketahanan Pangan di Indonesia

Ketahanan pangan dan gizi menghendaki pasokan dan harga

pangan yang stabil, merata dan berkelanjutan, serta kemampuan rumah

tangga untuk memperoleh pangan yang cukup, serta mengelolanya

dengan baik agar setiap anggotanya memperoleh gizi yang cukup dari

hari ke hari (Suryana, 2004).

Sejak kritis multidimensi tahun 1997, kemampuan Indonesia untuk

memenuhi sendiri kebutuhan pangan bagi penduduk terus menurun.

Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan

pangan bagi bangsa Indonesia yang jumlahnya lebih dari 210 juta jiwa,

Indonesia harus mengimpor bahan pangan seperti beras 2 juta ton,

jagung lebih dari 1 juta ton, kedelai lebih dari 1 juta ton, kacang tanah

lebih dari 0,8 juta ton, gula pasir 1,6 juta ton, ternak hidup setara 82 ribu

ton, daging 39 ribu ton, susu dan produknya 99 ribu ton per tahun.

Selama kurun waktu 1997-2001, produktivitas padi menurun 0,38%

per tahun, juga beberapa komuditas pangan, pada periode ini juga terjadi

pertumbuhan permintaan pangan yang terus meningkat dan tidak diikut

peningkatan produksi, bahkan ada peningkatan kecenderungan

penurunan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kebutuhan pangan tidak

mampu dipenuhi dari produksi nasional. Sebagai akibatnya, kebutuhan

pangan harus dipenuhi dari impor. Hal ini merupakan kondisi yang tidak

baik karena impor menguras banyak devisa serta tidak strategis bagi

kepentingan ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang (BKP,

2006). Kesenjangan antara ketersediaan dan konsumsi ini merupakan

Page 7: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

7

indikasi lemahnya daya akses rumah tangga terhadap pangan. Disisi

penyediaan pangan, walaupun saat ini volumenya mencukupi, namun

saat ini Indonesia menghadapi tantangan yang cukup serius yaitu laju

percepatan konsumsi, terutama didorong oleh pertumbuhan penduduk

yang lebih cepat dibadingkan laju pertumbuhan produksi. (BKP, 2006).

6. Ketahanan Pangan di Tingkat Rumah Tangga

Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga sangat berkaitan

dengan faktor kemiskinan. Ketahanan pangan terutama ditentukan oleh

nilai ekonomis beras, sebab beras merupakan komoditas paling penting di

Indonesia, terutama bagi kelompok sosial ekonomi rendah. Dengan

demikian tingkat harga beras merupakan determinan utama kemiskinan di

tingkat rumah tangga. Kebijakan tentang harga beras merupakan dilema

bagi masyarakat baik produsen maupun konsumen. Harga beras yang

tinggi akan merugikan kelompok masyarakat yang murni sebagai

konsumenn seperti masyarakat perkotaan, sedangkan harga beras yang

rendah akan merugikan masyarakat petani di pedesaan sebagai produsen

beras (Timer, 2004).

Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga dipengaruhi oleh

ketahanan pangan di tingkat nasional dan regional, namun tanpa disertai

dengan distribusi dan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan, maka

tidak akan tercapai ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Oleh

karena itu kompleknya permasalahan dan faktor yang mempengaruhi,

maka sampai saat ini belum ada cara yang paling sempurna untuk menilai

dan menerangkan semua aspek yang berkaitan dengan ketahanan

pangan.

Ketahanan pangan sangat ditentukan oleh faktor ketersediaan

pangan. Ketahanan pangan sangat ditentukan oleh faktor ketersediaan

pangan, akses dan utilisasinya terutama pada kelompok rentan (Valientes,

Page 8: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

8

2004). Ketersediaan pangan ditingkat rumah tangga merupakan faktor

langsung yang mempengaruhi ketahanan pangan ditingkat rumah tangga.

Ketersediaan pangan lebih mengacu pada simpanan bahan pangan (food

storage) dan ketersediaan pangan pokok (staple food) di rumah kemarin

(BKP, 2006).

7. Indikator Ketahanan Pangan

Maxwell dan Frankenberger (1992) menyatakan bahwa pencapaian

ketahanan pangan dapat diukur dari berbagai indikator. Indikator tersebut

dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu indikator proses dan indikator

dampak. Indikator proses menggambarkan situasi pangan yang ditujukan

oleh ketersediaan dan akses pangan, sedangkan indikator dampak

meliputi indikator langsung maupun tak langsung.

Indikator ketersediaan pangan berkaitan dengan produksi

pertanian, iklim, akses terhadap sumber daya alam, praktek pengelolaan

lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional, dan kerusuhan

sosial. Indikator akses pangan meliputi antara lain sumber pendapatan,

akses terhadap kredit modal. Indikator akses pangan juga meliputi strategi

rumah tangga untuk memenuhi kekurangan pangan. Strategi tersebut

dikenal sebagai koping ability indikator. Indikator dampak secara langsung

adalah konsumsi dan frekuensi pangan. Indikator dampak tak langsung

meliputi penyimpanan pangan dan status gizi (Ali Khomsan dkk, 2004).

Page 9: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

9

KERAWANAN PANGAN

Istilah “Rawan pangan” (food insecurity) merupakan kondisi

kebalikan dari ketahanan pangan (food security). Istilah ini sering

diperhalus dengan istilah “terjadingan penurunan ketahanan pangan”,

meskipun pada dasarnya pengertian sama. Ada dua jenis kondisi rawan

pangan, yaitu yang bersifat kronis (chronical food insecurity) dan bersifat

sementara (transitory food insecurity).

Rawan pangan kronis merupakan kondisi kurang pangan (untuk

tingkat rumah tangga berarti kepemilikan pangan lebih sedikit dari pada

kebutuhan dan untuk tingkat individu konsumsi pangan lebih rendah dari

pada kebutuhan biologis) yang terjadi sepanjang waktu. Sedangkan

pengertian rawan pangan akut atau transitory mencangkup rawan pangan

musiman. Rawan pangan ini terjadi karena adanya kejutan yang sangat

membatasi kepemilikan pangan oleh rumah tangga, terutama mereka

yang berada di pedesaan. Bagi rumah tangga diperkotaan rawan pangan

tersebut disebabkan oleh pemutusan hubungan kerja dan pengangguran.

Pengertian Rawan Pangan

Rawan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi

ketidakmampuan untuk memperoleh pangan yang cukup dan sesuai utnuk

hidup sehat dan beraktivitas dengan baik utnuk sementara waktu dalam

jangka panjang. Kondisi ini dapat saja sedang terjadi atau berpotensi

untuk terjadi (Kompas, 2004). Rawan pangan juga didefinisikan kondisi

didalamnya tidak hanya mengandung unsur yang berhubungan dengan

state of poverty saja seperti masalah kelangkaan sumber daya alam,

kekurangan, modal, miskin motivasi, dan sifat malas yang disebabkan

Page 10: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

10

ketidakmampuan mereka mencukupi konsumsi pangan. Namun juga

mengandung unsur yang bersifat dinamin yang berkaitan dengan proses

bagaimana pangan yang diperlukan didistribusikan dan dapat diperoleh

setiap individu/rumah tangga melalui proses pertukaran guna

mempengaruhi kebutuhan pangannya.

Ketersediaan pangan secara makro tidak menjamin tersedianya

pangan di

tingkat mikro. Produksi yang hanya

terjadi di wilayah-wilayah tertentu pada waktu-waktu tertentu

menyebabkan

terjadinya konsentrasi ketersediaan di daerah-daerah produksi dan pada

masa-masa panen. Pola konsumsi yang

relatif sama pada antar-individu, antar-waktu dan antar-daerah

mengakibatkan

adanya masa-masa defisit dan lokasi-lokasi defisit pangan. Sehingga,

mekanisme

mekanisme pasar dan distribusi pangan antar lokasi dan antar waktu

dengan

mengandalkan stok akan berpengaruh pada kesetimbangan antara

ketersediaan dan

konsumsi serta pada harga yang terjadi di pasar. Faktor harga sangat

terkait dengan daya beli

rumah tangga terhadap pangan. Sehingga,

meskipun komoditas pangan tersedia di pasar namun jika harganya tinggi

sementara daya beli rumah tangga rendah akan menyebabkan rumah

tangga tidak

bisa mengaksesnya. Kondisi ini memicu

timbulnya kerawanan pangan.

Page 11: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

11

Penduduk rawan pangan adalah mereka yang tingkat konsumsi energinya

rata-rata 71-89 % dari kecukupan energi normal.

Sementara penduduk dikatakan sangat rawan pangan jika hanya

mengkonsumsi

energi kurang dari 70% dari kecukupan energi normal.

Banyaknya penduduk rawan pangan masih terjadi di semua propnsi

dengan

besaran yang berbeda. Berdasarkan data

SUSENAS yang tertuang dalam Nutrition Map

of Indonesia 2006, proporsi penduduk rawan pangan di semua propinsi

masih

di atas 10% kecuali di propinsi Sumbar, Bali dan NTB. Jumlah anak balita

dengan status gizi buruk

dan gizi kurang di daerah rawan pangan juga masih tinggi. Kondisi ini

menunjukkan bahwa ketahanan

pangan di tingkat nasional atau wilayah tidak selalu berarti bahwa tingkat

ketahanan pangan di rumah tangga dan individu juga terpenuhi. Masalah-

masalah distribusi dan mekanisme

pasar yang berpengaruh pada harga, daya beli rumahtangga yang

berkaitan dengan

kemiskinan dan pendapatan rumah tangga, dan tingkat pengetahuan

tentang pangan

dan gizi sangat berpengaruh pada konsumsi dan kecukupan pangan dan

gizi rumah

tangga.

Penyebab Rawan Pangan

Page 12: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

12

Kerawanan terjadi mana kala rumah tangga, masyarakat atau

daerah tertentu mengalami ketidak cukupan pangan untuk memenuhi

standart kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan para

individu anggota. Ada tiga hal penting yang mempengaruhi tingkat rawan

pangan, yaitu :

a. Kemampuan penyediaan pangan kepada individu/rumah;

b. Kemampuan individu / rumah tangga untuk mendapatkan

dan pangan;

c. Proses distribusi dan pertukaran pangan yang tersedia

dengan sumber daya yang dimiliki oleh individu/rumah tangga.

Ketiga hal tersebut, pada kondisi rawan pangan yang akut atau

kronis dapat muncul secara stimultan dan bersifat relatif permanen.

Sedang pada kasus rawan pangan yang musiman dan sementara, faktor

yang berpengaruh kemungkinan hanya salah satu atau dua faktor saja

yang sifatnya tidak permanen. Permasalahan rawan pangan yang muncul

bukan persoalan produksi pangan semata. Kerawanan pangan

merupakan masalah multidimensional, bukan hanya urusan produksi saja.

Dari berbagai indikator itu, maka kerawanan pangan mencakup masalah

pendidikan, tenaga kerja, kesehatan, kebutuhan dan prasarana fisik.

Kerawanan pangan di Indonesia diakui masih mengakibatkan impor

pangan semakin meningkat.

Kondisi Rawan Pangan di Tingkat Rumah Tangga

Kondisi rawan pangan ditingkat rumah tangga dapat dikategorikan

tingkat empat, yaitu :

a. Tidak rawan pangan (food secure);

Page 13: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

13

b. Rawan pangan tanpa terjadi kelaparan (food insecure

without hunger);

c. Rawan pangan dan terjadi kelaparan tingkat sedang (food

insecure with hunger moderate);

d. Rawan pangan dan terjadi kelaparan tingkat berat (food

insecure with hunger severe)

Indikator Rawan Pangan

Tanda-tanda rawan pangan yang erat kaitannya dengan usaha

individu/rumah tangga untuk mengatasi kerawanan pangan (Sapuan,

2001).

a. Tanda-tanda pada kelompok pertama, berhubungan dengan

gejala kekurangan produksi dan cadangan pangan suatu tempat yaitu :

1. Terjadinya eksplosi hama dan penyakit pada tanaman;

2. Terjadi bencana alam berupa kekeringan, banjir, gempa

bumi, gunung meletus, dan sebagainya;

3. Terjadi kegagalan tanaman pangan makanan pokok; dan

4. Terjadinya penurunan persediaan bahan pangan setempat.

b. Sedangkan tanda-tanda rawan pangan kedua yang terkait akibat

rawan pangan, yaitu : kurang gizi dan gangguan kesehatan meliputi ;

1. Bentuk tubuh individu kurus;

2. Ada penderita kurang kalori protein (KKP) atau kurang

makanan (KM);

3. Terjadinya peningkatan jumlah orang sakit yang dicatat di

Balai Kesehatan Puskesmas;

4. Peningkatan kematian bayi dan balita; dan

Page 14: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

14

5. Peningkatan angka kelahiran dengan angka berat badan

dibawah standar

c. Tanda-tanda yang ketiga yang erat hubungannya dengan

masalah sosial ekonomi dalam usaha individu atau rumah tangga untuk

mengatasi masalah rawan pangan yang meliputi;

1. Bahan pangan yang kurang biasa dikonsumsi seperti

gadung yang sudah mulai makan sebagian masyarakat;

2. Peningkatan jumlah masyarakat yang menggadaikan aset;

3. Peningkatan penjualan ternak, peralatan produksi (bajak dan

sebagainya);

4. Meningkatkan kriminalitas.

Indikator yang digunakan untuk menilai adanya masalah rawan

pangan di daerah pedesaan dengan tipe masyarakat agraris seharusnya

dibedakan dengan faktor yang digunakan untuk daerah perkotaan.

Indikator yang digunakan dalam Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

(SKPG) oleh Departement Kesehatan terdiri dari 3 (tiga) variabel yaitu

presentase penduduk miskin, presentase balita gizi buruk dan luas

kerusakan tanaman pangan (Depkes RI, 1999). Indikator ini lebih tepat

jika ditempatkan untuk daerah agraris. Untuk daerah perkotaan perlu

indikator lain yang lebih peka.

Upaya Penanggulangan Rawan Pangan

Akhir-akhir ini masalah busung lapar melanda anak-anak di bawah

usia lima tahun (balita) di beberapa propinsi di Indonesia. Salah satu

harian nasional (pada tanggal 28 Mei 2005) memperkirakan 8 persen

Page 15: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

15

balita Indonesia menderita masalah tersebut. Jika angka ini benar, artinya

terdapat sekitar 1,7 juta balita yang menderita kasus busung lapar. Suatu

jumlah yang besar, yang seyogianya tidak dipandang sebagai masalah

jangka pendek semata. Satu generasi ke depan, masalah tersebut dapat

berubah bentuk menjadi masalah lainnya, yaitu angkatan kerja yang

brainless atau tidak pintar, yang berjumlah sekitar satu juta orang (bila 60

persen di antara penderita busung lapar tersebut survive hingga menjadi

angkatan kerja). Tentunya hal ini dapat memberikan dampak negatif

terhadap perekonomian lokal, di tempat-tempat terjadinya masalah

busung lapar dan gizi buruk tersebut. Singkat kata, masalah tersebut

adalah masalah kritikal yang harus ditangani secara serius.

Sesungguhnya busung lapar, sebagai salah satu perwujudan ‘rawan

pangan’, bukanlah masalah baru. Masalah ini sering berulang, terutama

pada saat-saat gagal panen yang sering disebabkan oleh kekeringan, di

daerah-daerah yang tergolong miskin. Pertanyaannya ialah mengapa

masalah itu terjadi sampai berulang-ulang? Tidak dapatkah kita

mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian yang lalu? Jika dapat, sudah

benarkah pemahaman kita terhadap pelajaran tersebut? Atau

sederhananya, sudah cukup seriuskah kita menangani masalah tersebut?

Artikel ini tidak bermaksud menjawab pertanyaan-pertanyaan ini,

melainkan menekankan pada beberapa aspek yang penulis pandang

penting diperhatikan (lagi). Pertama, masalah rawan pangan—apalagi gizi

buruk dan busung lapar—hendaknya tidak dilihat sebagai persoalan

kekurang-tersediaan pangan semata. Secara makro pada tataran

nasional, ketersediaan pangan enerji mencapai 3098 kkal/kapita/hari dan

ketersediaan pangan protein 74,5 gram/kapita/hari untuk kondisi tahun

2003. Angka-angka ini melampaui tingkat rekomendasi yang masing-

masing sebesar 2550 kkal/kapita/hari dan 55 gram/kapita/hari. Jika

Page 16: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

16

dipersempit kepada beras, sejak tahun 2000 produksi beras Indonesia

telah melebihi konsumsi beras nasional. Pada tahun 2000an, di tingkat

nasional, produksi beras berkisar antara 32 hingga 33 juta ton, sedangkan

konsumsinya 30 hingga 31 juta ton. Dengan demikian, bila pada tataran

mikro ada rakyat yang busung lapar atau kekurangan pangan, tentu lebih

disebabkan oleh masalah distribusi bahan pangan tersebut serta dayabeli

rakyat tersebut yang rendah.

Tentunya ini tidak berarti bahwa upaya peningkatan produksi beras

menjadi tidak penting. Peningkatan produksi beras, yang akhir-akhir ini

cenderung stagnant, tetap penting. Dengan laju pertumbuhan penduduk

sekitar 1,4 persen pertahun, dan masih tingginya tingkat konsumsi beras

perkapita serta belum terdiversifikasi secara memadainya konsumsi

pangan, produksi gabah dan beras masih perlu ditingkatkan. Mencermati

Gambar 1, areal panen akhir-akhir ini sebenarnya cenderung meningkat,

namun yield atau produktivitas gabah per hektar cenderung menurun.

Produksi beras diperkirakan akan meningkat jika yield tersebut dapat

ditingkatkan, katakanlah mencapai 4,8-5,0 ton gabah/hektar. Ini dapat

dicapai bila faktor-faktor produksi komersial, terutama pupuk, digunakan

pada tingkatan yang optimal, yang pada gilirannya tentunya membutuhkan

air irigasi. Pengembangan irigasi skala kecil, semisal irigasi pompa,

diperkirakan akan cukup membantu. Irigasi semacam ini hanya

membutuhkan teknologi sederhana, sehingga pembuatan dan

pemeliharaannya dapat dilakukan oleh industri kecil-menengah di

kawasan perdesaan. Ini dapat menambah kegiatan off farm rakyat

pedesaan.

Akses Masyarakat terhadap Bahan Pangan

Page 17: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

17

Akses masyarakat terhadap bahan pangan setidaknya sama

pentingnya dengan ketersediaan bahan pangan itu sendiri. Katakanlah

produksi beras dapat ditingkatkan secara signifikan, tidak ada jaminan

bahwa seluruh lapisan masyarakat mampu mengakses bahan pangan

tersebut secara memadai. Salah satu komponen penting dari akses ini

adalah jaringan distribusi bahan pangan. Kelancaran distribusi pangan

bergantung pada kecukupan prasarana dan sarana transportasi yang

diperlukan, pergudangan, serta pasar dalam arti market place. Dari

komponen ini kiranya tidak sulit untuk memprakirakan bahwa daerah atau

kawasan dengan prasarana dan sarana minim cenderung memiliki

peluang (probability) terkena busung lapar atau setidaknya rawan pangan

yang lebih besar dibandingkan kawasan dengan prasarana dan sarana

yang memadai. Perhatian secara khusus hendaknya diberikan kepada

kawasan seperti itu.

Terlepas dari bentuk kelembagaannya yang telah menjadi Perum,

Bulog pada dasarnya masih potensial digunakan untuk memperlancar

distribusi bahan pangan terutama beras. Prasarana yang dimiliki lembaga

ini, misalnya gudang, dan pengalaman operasinya selama ini tentu

merupakan aset penting untuk membantu kelancaran distribusi bahan

pangan ke berbagai kawasan. Dengan pengawasan yang lebih efektif,

antara lain yaitu yang dilakukan sendiri oleh masyarakat, diharapkan

program seperti raskin (beras untuk orang miskin) dapat dilaksanakan

secara lebih efisien (bebas ‘kebocoran’), tepat jumlah, tepat sasaran (tidak

hanya untuk urban poor namun juga untuk orang miskin di kawasan

pedesaan), dan tepat waktu. Perlu digarisbawahi bahwa ketiga hal terakhir

sangat membutuhkan koordinasi lintas instansi.

Walaupun jaringan distribusi cukup memadai, bahan pangan yang

tersedia tidak akan dapat diakses jika rakyat tidak memiliki dayabeli. Bagi

masyarakat yang tergolong poorest of the poor, Rp 1000 per kilogram

Page 18: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

18

raskin pun seringkali tidak terjangkau. Padahal bagi kelompok masyarakat

ini, beras merupakan komponen utama dalam konsumsinya. Terlihat pada

Gambar 2 bahwa bagi kelompok rumahtangga dengan pendapatan 20

persen terendah (quintile pertama, Q1), rata-rata pengeluaran atau

konsumsinya terhadap beras mencapai pangsa 22 persen dari total

pengeluaran rumahtangganya. Pangsa tersebut bagi kelompok yang

sama di kawasan pedesaan bahkan mencapai 27 persen. Sementara itu,

bagi kelompok rumahtangga berpendapatan 20 persen tertinggi (Q5),

secara rata-rata pengeluarannya untuk beras hanyalah 6 persen dari total

pengeluaran. Dengan kata lain, ‘peranan’ beras dalam konsumsi

kelompok masyarakat termiskin secara rata-rata sekitar empat kali lebih

tinggi dibandingkan dengan kelompok terkaya.

Berkurangnya konsumsi beras kelompok rumah tangga termiskin

akan berpengaruh signifikan pada tingkat kesejahteraan mereka, yang

biasanya diukur dengan besaran pengeluaran rumahtangga. Agar ini tidak

terjadi, pendapatan riil (yaitu pendapatan nominal dibagi dengan tingkat

harga umum) dari kelompok rumahtangga ini haruslah ditingkatkan. Yang

terjadi akhir-akhir ini ialah laju inflasi cenderung makin tinggi, sehingga jika

kelompok rumahtangga tersebut memiliki pendapatan nominal yang

tetap—kalau tidak menurun, berarti pendapatan riil mereka mengalami

penurunan. Akibatnya, konsumsi mereka terhadap beras (dan

kemungkinan juga terhadap berbagai komoditas lain) mengalami

penurunan. Perlu diteliti secara cermat, seberapa besarkah kontribusi

dayabeli masyarakat, akses terhadap pangan ditilik dari sudut pandang

jaringan distribusinya, ketersediaan bahan pangan dan faktor-faktor

lainnya (seperti tingkat pengetahuan ibu rumahtangga tentang gizi dan

kesehatan) terhadap terjadinya busung lapar dan gizi buruk.

Page 19: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

19

Diversifikasi konsumsi perlu didorong lebih lanjut. Tingginya

ketergantungan rumahtangga dalam hal konsumsi terhadap beras secara

perlahan-lahan perlu dikurangi mengingat kecenderungan stagnasi

produksi beras dan penurunan yield usahatani padi. Data Susenas BPS

tahun 2002 menunjukkan bahwa rata-rata pangsa pengeluaran

rumahtangga terhadap pangan serealia selain beras hanya sekitar 0,5

persen dari total pengeluaran rumah tangga. Di kawasan pedesaan,

pangsa ini sebesar 0,8 persen, sedangkan di kawasan perkotaan hanya

0,3 persen. Upaya untuk meningkatkan diversifikasi konsumsi tentunya

membutuhkan ‘pendidikan masal’, yang antara lain dapat ditempuh

dengan pendidikan dari sejak sekolah dasar hingga kampanye terhadap

konsumsi pangan pokok alternatif.

Peta Kerawanan Pangan Kecamatan

Badan Ketahana Pangan Propinsi Jawa Timur telah melakukan

pemetaan kerawanan pangan tingkat kecamatan di seluruh Kabupaten di

Jawa Timur pada tahun 2006. Pemetaan kerawanan pangan tersebut

menggunakan indikator FIA (Food Security Atlas). Menurut FIA, Indikator

Ketahanan Pangan terdiri dari:

1. Ketersediaan Pangan

2. Akses Pangan

3. Kesehatan dan Gizi

4. Kerawanan Pangan

1. KETERSEDIAAN PANGAN

Ketersediaan pangan diperoleh dari produksi pangan serealia di

suatu wilayah serta kondisi netto ekspor dan impor yang diperoleh melalui

Page 20: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

20

berbagai jalur. Ketersediaan Pangan menggunakan proporsi konsumsi

normatif terhadap ketersediaan netto padi dan jagung yang layak

dikonsumsi manusia.

2. AKSES TERHADAP PANGAN DAN PENDAPATAN

Indikator-indikator yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah:

a. Persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan

(data estimasi dari BPS)

b. Persentase kepala rumah tangga yang bekerja kurang dari

15 jam per minggu

c. Persentase kepala rumah tangga yang tidak tamat

pendidikan dasar

d. Persentase rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas listrik

e. Panjang jalan per kilometer persegi

3. PEMANFAATAN/PENYERAPAN PANGAN

Pemanfaatan/penyerapan pangan meliputi infrastruktur kesehatan

dan akibat yang ditimbulkan (outcome) dilihat dari aspek nutrisi dan

kesehatan. Selain ke dua indikator ini, data Perempuan Buta Huruf

dimasukkan di sini, yang secara global diakui sebagai indikator yang

menjelaskan proporsi yang signifikan dari tingkat malnutrisi pada anak

1. % Rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas

kesehatan

2. Populasi per dokter yang disesuaikan dengan kepadatan

penduduk

3. % Anak yang tidak diimunisasi secara lengkap (4 jenis

imunisasi

4. % Rumah tangga tanpa akses ke air bersih

Page 21: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

21

5. Angka harapan hidup waktu lahir

6. % Anak dengan berat badan di bawah standar

7. Tingkat kematian Bayi (IMR)

8. % Perempuan buta huruf

4. KERENTANAN PANGAN

Dimensi ini mencerminkan kondisi rawan pangan sementara

(transient) dan resiko yang disebabkan oleh faktor lingkungan, yang

mengancam kelangsungan kondisi tahan pangan baik pada jangka

pendek maupun jangka panjang.

Indikator yang digunakan adalah fluktuasi curah hujan, persentase

penutupan hutan terhadap luas total wilayah, persentase lahan yang rusak

terhadap luas total wilayah, dan persentase luas panen tanaman padi

yang rusak akibat kekeringan, banjir, longsor dan hama (daerah puso).

1. Persentase daerah hutan (PDH)

2. Persentase daerah puso (PDP)

3. Daerah rawan longsor & banjir (DLB)

4. Penyimpangan curah hujan (DCH)

KERENTANAN TERHADAP KERAWANAN PANGAN

SEMENTARA

Kerentanan terhadap bencana alam dan gangguan mendadak

lainnya dapat mempengaruhi ketahanan pangan suatu wilayah baik

sementara ataupun dalam jangka waktu panjang. Ketidak-mampuan untuk

memenuhi kebutuhan pangan secara sementara dikenal sebagai

kerawanan pangan sementara (transient food insecurity).

Page 22: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

22

Bencana alam atau teknologi yang terjadi tiba-tiba, bencana yang

terjadi secara bertahap, perubahan harga atau goncangan terhadap

pasar, epidemic penyakit, konflik sosial dapat menyebabkan terjadinya

kerawanan pangan sementara. Kerawanan pangan sementara dapat

berpengaruh terhadap sebagian atau semua dimensi ketahanan pangan

seperti ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan penyerapan

pangan.

Kerawanan pangan sementara dapat juga dibagi menjadi dua sub-

kategori: menurut siklus, di mana terdapat suatu pola yang berulang

terhadap kondisi rawan pangan, misalnya, "musim paceklik" yang terjadi

dalam periode sebelum panen, dan sementara, yang merupakan hasil dari

suatu gangguan mendadak dari luar pada jangka pendek seperti

kekeringan atau banjir.

Konflik sipil juga termasuk dalam kategori goncangan sementara

walaupun dampak negatifnya terhadap ketahanan pangan yang

disebabkan oleh konflik dapat berlanjut untuk jangka waktu yang lama.

Dengan kata lain, kerawanan pangan sementara dapat mempengaruhi

orang-orang yang berada pada kondisi rawan pangan kronis dan juga

orang-orang yang terjamin pangannya pada keadaan normal.

Faktor lingkungan dan kemampuan masyarakat untuk mengatasi

goncangan sangat menentukan apakah suatu negara atau wilayah dapat

mempertahankan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Tinjauan

ketahanan pangan dan gizi dari sudut pandang lingkungan hidup meliputi

perhatian terhadap pengelolaan tanah, konservasi dan pengelolaan air,

konservasi anekaragam hayati, peningkatan teknologi pra-panen,

pelestarian lingkungan hidup dan pengelolaan hutan.

Deforestasi hutan melalui eksploitasi sumber daya alam, fluktuasi

curah hujan, persentase daerah "puso"dan persentase daerah yang

terkena banjir dan tanah longsor, merupakan beberapa indikator yang

Page 23: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

23

digunakan dalam bab ini untuk menjelaskan kerawanan pangan

sementara di Indonesia.

KREDIT KETAHANAN PANGAN: Alternatif Mengatasi Rawan

Pangan

Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi

manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pembangunan

ketahanan pangan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996

tentang Pangan, bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi

seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, mutu, dan gizi yang

layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau oleh setiap individu.

Istilah “ketahanan pangan” (food security) oleh Irawan (2001),

didefinisikan sebagai akses dari semua penduduk di suatu negara/wilayah

untuk memenuhi konsumsi kebutuhan dasar makanan yang cukup, yang

dibutuhkan untuk bisa hidup secara layak (aktif dan sehat). Dalam hal ini,

elemen terpenting dari ketahanan pangan yaitu ketersediaan pangan dan

kemampuan untuk memperoleh kebutuhan makanan yang paling esensi.

Sebaliknya “kerawanan pangan” (food insecurity) diartikan sebagai

kurangnya akses untuk kebutuhan makanan yang memadai. Secara

konseptual, terdapat dua jenis kerawanan pangan, yaitu kronis dan

sementara (chronic and transitory food insecurity) (Irawan, 2001).

Kerawanan pangan kronik (Chronic Food Insecurity) merupakan situasi

ketika sekelompok penduduk mengalami ketidakmampuan atas

kebutuhan dasar gizi (minimum dietary needs) secara terus menerus yang

umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk memperoleh

kebutuhan pokok makanan. Insiden kerawanan pangan kronis ini

Page 24: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

24

mempengaruhi rumah tangga-rumah tangga yang secara “konsisten”

mempengaruhi kemampuan yang sangat terbatas baik untuk membeli

kebutuhan pangan yang cukup maupun untuk memproduksinya sendiri.

Sementara itu, kerawanan pangan sementara (Transitory Food Insecurity)

merupakan penurunan atau gangguan yang mendadak – namun bersifat

sementara – pada akses penduduk/rumah tangga-rumah tangga terhadap

kebutuhan pangan yang cukup. Situasi seperti ini biasanya berkaitan

dengan komoditi makanan pokok, produksi pangan dan rata-rata tingkat

pendapatan rumah tangga. Dalam kondisi yang terburuk kerawanan

pangan bisa menjurus ke bencana kelaparan.

Pada umumnya peristiwa kerawanan pangan ini dialami oleh para

penduduk yang bertempat tinggal pada daerah-daerah kering atau daerah

yang miskin sumberdaya alam, daerah dengan iklim yang cenderung

memberikan batasan bagi perkembangan sektor pertaniannya.

Daerah dengan iklim seperti ini dapat ditemukan di Kabupaten

Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga pola ketahanan pangan

masyarakat di Kabupaten Kupang disesuaikan dengan kondisi alam yang

ada baik itu iklim, topografi maupun kondisi tanahnya.

Secara umum Kabupaten Kupang tergolong dalam iklim semi-arid

(lahan kering) yang menyebabkan vegetasi yang tumbuh di Kabupaten

Kupang relatif terbatas sehingga memunculkan ekosistem yang unik

serupa dengan ekosistem di lingkungan semi-arid atau ekosistem lahan

kering.

Kondisi ekosistem ini pula menyebabkan Kabupaten Kupang

memiliki pola ketahanan pangan yang unik, sebagai bentuk adaptasi

penduduknya terhadap lingkungan fisik yang cenderung memberikan

pembatas bagi usaha-usaha pertaniannya.

Page 25: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

25

Menurut Adiyoga dan Erni (2003), dalam usaha untuk memenuhi

kebutuhan pangan, masyarakat di Kabupaten Kupang memiliki tiga

penyangga ketersediaan pangan, yaitu :

1. Usaha tani ladang (jagung, ketela pohon, dan kacang-

kacangan). Produksi usaha tani ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan

hidup sehari-hari (pada dasarnya pola hidup masyarakatnya berorientasi

pada kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak berorientasi pada pasar).

2. Bila penyangga pertama runtuh (seperti karena ada paceklik)

maka mereka masih memiliki penyangga kedua yaitu ternak besar

(terutama sapi, kerbau, dan kuda). Mereka masih mampu menjual

ternaknya untuk memperoleh kebutuhan pangan.

3. Bila penyanggah kedua ini tidak berhasil maka masyarakat

masih memiliki peyanggah ketiga, yaitu tanaman pangan yang tersedia di

hutan (non budidaya–liar) seperti: ubi hutan – berbentuk bulat sebesar

kelereng dan berwarna hitam, talas liar, dan lain-lain.

Terlepas dari pola ketahanan pangan tradisional masyarakat, salah

satu kecamatan di Kabupaten Kupang yang ditetapkan sebagai sentra

produksi padi bagi masyarakatnya, selain Kecamatan Kupang Tengah,

yaitu Kecamatan Kupang Timur. Selain padi sawah, Kecamatan Kupang

Timur juga memproduksi padi ladang, komoditas yang tidak terdapat di

Kecamatan Kupang Tengah. Namun kedua kecamatan ini juga

memproduksi ubi kayu sebagai komoditas unggulan lainnya.

Di sisi lain, menurut data ketahanan pangan Dinas Pertanian 2005,

perkembangan dari sektor pertanian untuk komoditas padi di Kecamatan

Kupang Timur mengalami penurunan produktivitas, khususnya dari musim

tanam 2003/2004 ke 2004/2005 sebesar 54,67 % sehingga daerah ini

termasuk dalam kategori resiko tinggi dalam urusan pangan1. Kondisi

Page 26: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

26

tersebut sangat dilematis, di satu sisi kecamatan ini sebagai sentra

produksi padi, sementara itu di sisi lain termasuk daerah yang beresiko

tinggi dalam urusan pangan.

Resiko tinggi yang dimaksud adalah apabila total skor yang

diperoleh dari skor luas tanam, luas puso, luas panen, dan produktivitas

berkisar antara 13-16, sedangkan untuk resiko sedang dan resiko rendah

masing- masing berkisar antara 9-12 dan kurang dari 9 (< 9).

Dalam upaya mengembangkan usaha tani masyarakat, modal

menjadi salah satu elemen penting untuk diperhatikan. Modal yang dapat

dijadikan pembiayaan usaha tani ini dapat diperoleh dari berbagai

program kredit pertanian. Selama ini, program kredit usaha tani,

khususnya padi dan palawija, telah mengalami beberapa kali perubahan

kebijakan. Setelah terjadinya tunggakan yang tinggi pada kredit

Bimas/Inmas akibat puso pada tahun 1970-an dan awal 1980-an, pada

tahun 1985 pemerintah mengeluarkan program Kredit Usaha Tani (KUT)

yang menggunakan pendekatan kelompok. Seperti halnya kredit

Bimas/Inmas, KUT pun mengalami kemacetan dengan total tunggakan

sekitar 23 % dari realisasi kredit Rp 1,184 triliun yang disalurkan hingga

musim tanam 1997/1998. Meskipun demikian, sejak tahun 1998

pemerintah mengubah KUT dengan sistem baru dan plafon ditingkatkan

secara drastis, yaitu lebih dari 13 kali lipat menjadi Rp 8,4 triliun. Bank

tidak lagi menjadi executing agent tetapi hanya sebagai channeling agent.

Fungsi executing agent digantikan oleh Departemen Koperasi dan PKM

(Pengusaha Kecil dan Menengah) yang melibatkan koperasi dan LSM

(Lembaga Swadaya Masyarakat) dalam pelaksanaannya.

Page 27: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

27

PENANGANAN DAERAH RAWAN PANGAN

Rawan pangan adalah kondisi suatu wilayah/daerah, masyarakat

atau rumah tangga yang tidak menpunyai akses secara fisik

(ketersediaan) dan ekonomi (daya beli) untuk memperoleh pangan yang

cukup dalam jumlah, mutu, beragam dan aman untuk memenuhi standar

kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan.

Mengacu kepada konsep ketahanan pangan dalam UU No. 7 tahun

1996 tentang pangan yaitu :

a. Tidak adanya kasus secara fisik maupun ekonomi bagi

individu/rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup.

b. Tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalam jumlah, mutu,

beragam, aman dan terjangkau.

c. Tidak tercukupnya pangan untuk kehidupan yang produktif

individu/rumah tangga.

Rawan pangan terdiri dari :

Rawan pangan Kronis

Suatu keadaan rawan pangan berkelanjutan yang terjadi sepanjang

waktu, disebabkan karena keterbatasan Sumber Daya Alam (SDA) dan

keterbatasan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam

mengakses pangan dan gizi.

Rawan Pangan Transien

Suatu keadaan rawan pangan yang bersifat mendadak dan

sementara yang disebabkan oleh kejadian berbagai musibah yang tidak

Page 28: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

28

dapat diduga sebelumnya, seperti: bencana alam (gempa bumi, gunung

meletus, banjir bandang, tsunami) dan konflik sosial.

Page 29: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

29

URGENSI PENANGANAN RAWAN PANGAN

Jika kita amati beberapa pemberitaan di media massa, masih

didapati beberapa keluarga yang mengalami kerawanan pangan dan gizi

buruk. Karena itu perlu dilakukan intervensi, baik oleh pemerintah

maupun masyarakat, untuk menanganinya.

Urgensi penanganan kerawanan pangan dan gizi buruk merupakan

hal yang sangat serius untuk dilakukan, karena berdasarkan peta

kerawanan pangan yang diterbitkan Badan Ketahanan Pangan

Departemen Pertanian bersama World Food Program masih terdapat 100

kabupaten di Tanah Air yang rawan pangan dan memerlukan

penanganan secara komprehensif.

Kondisi kerawanan pangan bisa dibedakan menjadi kerawanan

pangan kronis dan transien. Kerawanan pangan dapat dikatakan kronis,

jika terjadi berkelanjutan sepanjang waktu, karena keterbatasan

kemampuan SDM, sumber daya alam dan sumber daya kelembagaan,

sehingga menyebabkan kondisi masyarakat menjadi miskin. Untuk

mengetahui apakah suatu masyarakat dalam kondisi rawan pangan kronis

dapat dilihat dari 10 indikator yang tercakup dalam tiga aspek.

Pertama, aspek ketersediaan pangan dengan indikator konsumsi

normatif per kapita terhadap rasio ketersediaan bersih padi, jagung, ubi

kayu dan ubi jalar.

Ke dua, aspek akses pangan dan matapencaharian, dengan

indikator; persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan;

persentase desa tidak memiliki akses penghubung yang memadai, dan

persentase penduduk tanpa akses listrik.

Ke tiga aspek kesehatan dan gizi dengan indikator angka harapan

hidup saat lahir, berat badan balita dibawah standar; perempuan buta

Page 30: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

30

huruf; angka kematian bayi; penduduk tanpa akses ke air bersih dan dan

persentase penduduk yang tinggal lebih dari 5 km dari puskesmas.

Sedangkan kerawanan pangan transien adalah keadaan

kerawanan pangan disebabkan kondisi tidak terduga karena datangnya

berbagai musibah, bencana alam, kerusuhan, musim yang menyimpang

dan keadaan lain yang bersifat mendadak. Untuk mengetahui apakah

suatu daerah mengalami kerawanan pangan transien dapat dilihat dari

empat indikator, yaitu (1) persentase daerah tak berhutan, (2) daerah

puso, (3) daerah rawan longsor dan banjir serta (4)

fluktuasi/penyimpangan curah hujan.

Terjadinya kerawanan pangan, baik kronis maupun transien, harus

secepatnya mendapat perhatian dan bantuan pemerintah. Jika tidak

segera ditangani dengan baik, dikhawatirkan akan berdampak negatif

terhadap masyarakat yang mengalaminya. Misalnya, terjadi penurunan

tingkat kesehatan, kelaparan, gizi buruk sampai kematian.

Melihat masih adanya kerawanan pangan di Tanah Air, untuk

mencegah dan menanggulanginya perlu strategi yang tepat dan

komprehensif. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain adalah,

pertama, pemerintah daerah harus mempunyai komitmen yang tinggi

dalam membangun ketahanan pangan.

Jika sebagian masyarakat dalam satu wilayah terjadi kerawanan

pangan dan gizi buruk, bisa dikatakan daerah tersebut belum berhasil

membangun ketahanan pangannya. Karena itu, agar pembangunan

ketahanan pangan di daerah bisa terlaksana dengan baik, komitmen

yang tinggi saja belum cukup, tetapi harus diikuti dan didukung dengan

Page 31: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

31

kelembagaan yang mantap dan bisa bersinergi dengan pemangku

kepentingan di bidang pangan lainnya, serta tersedianya dana untuk

mengoperasionalkan kegiatan yang sudah dirancang.

Ke dua, revitalisasi kelembagaan sistem kewaspadaan pangan dan

gizi (SKPG) dan kelembagaan masyarakat lainnya. Hal tersebut sangat

penting dilakukan, karena SKPG merupakan suatu sistem pendeteksian

secara dini dalam pengelolaan informasi tentang situasi pangan dan gizi

yang berjalan terus menerus. Hal ini harus menjadi tugas utama

pemerintah daerah.

Informasi yang dihasilkan sangat penting sebagai dasar dalam

perencanaan, penentuan kebijakan, koordinasi pelaksanaan program dan

kegiatan penang-gulangan kerawanan pangan dan gizi.

Kelembagaan lain yang tidak kalah pentingnya untuk direvitalisasi

adalah pusat kesehatan masyarakat, kegiatan posyandu dan sebagainya

yang peranannya dalam memberikan pelayanan kesehatan sangat dekat

dengan masyarakat, terutama bagi wanita hamil, ibu-ibu menyusui dan

balita. Kegiatan pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMTAS)

pun perlu terus dilakukan, terutama terhadap anak-anak sekolah dasar

dan pra sekolah.

Ke tiga, pemberdayaan masyarakat. Kelembagaan nonformal yang

tumbuh dan berkembang dengan baik sampai di pedesaan seperti

kelompok wanita (pemberdayaan kesejahteraan keluarga, kelompok

wanita tani dan lainnya) sangat penting dilibatkan dalam memperbaiki

tingkat kesehatan dan gizi masyarakat/keluarga. Karena itu, kegiatan-

kegiatan seperti pemanfaatan lahan pekarangan dengan pertanian

terpadu, tanaman obat, sayur-sayuran dan buah-buahan perlu terus

dikembangkan. Dengan begitu dapat meningkatkan pendapatan dan

ekonomi rumah tangga.

Page 32: PENANGANAN RAWAN PANGAN - bulelengkab.go.id · Penanganan Rawan Pangan 3 b. Kemampuan rumah tangga untuk mencukupi pangan anggotanya dari produk sendiri dan atau membeli dari waktu

Penanganan Rawan Pangan

32

Hal yang tidak kalah penting dalam pemberdayaan masyarakat ini

adalah pentingnya tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka agama untuk

dilibatkan dalam pemantapan ketahanan pangan rumah tangga. Melalui

ceramah yang ditujukan terutama kepada bapak-bapak diharapkan

pemahaman tentang pangan dan gizi masyarakat akan meningkat,

sehingga anak-anak yang masih dalam proses pertumbuhan dan ibu-ibu

hamil atau menyusui mendapat prioritas dalam mengonsumsi makanan

yang lebih beragam dan bergizi seimbang.

Ke empat, pembangunan lumbung pangan desa. Untuk menjaga

agar ketersediaan pangan di suatu wilayah dapat selalu terjamin

kecukupan pangannya, pemerintah daerah harus berperan aktif

menginisiasi dan memfasilitasi pembangunan lumbung pangan desa,

beserta kelembagaan dan manajemennya.

Keberadaan lumbung-lumbung desa ini sangat penting dan

strategis nilainya, terutama di saat membantu para petani dan

keluarganya menghadapi masa-masa paceklik, di mana harga bahan

pangan cenderung selalu meningkat.

Melalui berbagai upaya di atas, diharapkan pembangunan

ketahanan pangan di setiap wilayah akan semakin mantap. Dengan

demikian berbagai masalah pangan, seperti kerawanan pangan dan gizi

buruk, dapat di atasi dengan baik.