Upload
yuliaasmara
View
18
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
http://www.belbuk.com/buku-ajar-ortopedi-dan-fraktur-sistem-apley-edisi-7-p-3589.html
https://twitter.com/egcarcansby/status/242806136556896257
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada fraktur adalah:
1) X-ray:
- menentukan lokasi/luasnya fraktur
2) Scan tulang:
- memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram
- dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4) Hitung Darah Lengkap
- hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada perdarahan; peningkatan
lekosit sebagai respon terhadap peradangan.
5) Kretinin
- trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
6) Profil koagulasi
- perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau cedera hati.
Penatalaksanaan Fraktur dan luka
A. Penatalaksanaan fraktur
A.1 terapi pada fraktur tertutup
Pada dasarnya terapi fraktur terdiri atas manipulasi fraktur untuk memperbaiki posisi
fragmen, diikuti dengan pembebatan untuk mempertahankannya bersama-sama sebelum
fragmen-fragmen itu menyatu; sementara itu gerakan sendi dan fungsi harus di pertahankan.
Pada penyembuhan fraktur dianjurkan untuk melakukan aktivitas otot dan penahanan beban
secara lebih awal. Tujuan ini mencakup dalam 3 keputusan yang sederhana; reduksi,
mempertahankan, lakukan latihan.
Pada penanganan sulit menahan fraktur secara memadai sambil tetap menggunakan
tungkai secukupnya: ini merupakan suatu pertentangan (tahan lawan gerakan) yang perlu
dicari pemecahannya secepat mungkin oleh ahli bedah (misalnya dengan fiksasi internal).
Terapi bukan saja d tentukan oleh jenis fraktur tetapi juga oleh keadaan jaringan lunak di
sekitarnya. Tscherne (1984) telah menyediakan klasifikasi cedera tertutup yang bermanfaat:
tingkat 0 adalah fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan lunak; tingkat 1
adalah fraktur dengan abrasi dangkal atau memar pada kulit dan jaringan subkutan; tingkat 3
adalah cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma
kompartemen.
A.1.1 Reduksi
Meskipun terapi umum dan resusitasi harus selalu di dahuluka, tidak boleh ada keterlambatan
dalam menangani fraktur; pembengkakan bagian lunak selama 12 jam pertama akan
mempersukar reduksi. Tetapi terapat beberapa situasi yang tak memerlukan reduksi;
(1) bila pergeseran tidak banyak atau tidak ada;
(2) bila pergeseran tidak berarti (misalnya pada fraktur clavicula); dan
(3) bila reduksi tampak tak akan berhasil (misalnya pada fraktur kompresi pada vertebra).
Fraktur yang melibatkan permukaan sendi; ini harus di reduksi sempurna mungkin karna
setiap ketidakberesan akan memudahkan timbulnya arthritis degenerative. Terdapat dua
metode reduksi; tertutup dan terbuka.
Reduksi tertutup
Dengan anastesi yang tepat dan relaksasi otot, fraktur dapat direduksi dengan manuver tiga
tahap:
(1) bagian distal tungkai di tarik ke garis tulang;
(2) sementara fragmen-fragmen terlepas, fragmen itu di reposisi (dengan membalikkan arah
kekuatan asal kalau ini dapat di perkirakan); dan
(3) penjajaran di sesuaikan ke setiap bidang. Beberapa fraktur (misalnya pada batang femur) sulit
di reduksi dengan manipulasi karena tarikan otot yang sangat kuat dan membutuhkan traksi
yang lama.
Reduksi terbuka
Reduksi bedah pada fraktur dengan penglihatan langsung di indikasikan:
(1) Bila reduksi tertutup gagal, baik karena kesukaran mengendalikan fragmen atau karena
Terdapat jaringan lunak di antara fragmen-fragmen itu;
(2) bila terdapat fragmen artikular besar yang perlu di tempatkan secara tepat; atau
(3) bila terdapat fraktur traksi yang fragmennya terpisah. Namun biasanya reduksi terbuka hanya
merupakan langkah pertama untuk fiksasi internal.
A.1.2 Mempertahankan Reduksi
Metode yang tersedia untuk mempertahankan reduksi adalah:
(1) traksi terus-menerus;
(2) pembebatan dengan gips:
(3) pemakaian panahan fungsional,
(4) fiksasi internal; dan
(5) fiksasi eksternal.
Otot di sekeliling fraktur, kalau utuh bertindak sebagai suatu kompartemen cair; traksi
atau kompresi menciptakan suatu efek hidrolik yang dapat membebat fraktur. Karena itu
metode tertutup paling cocok untuk fraktur dengan jaringan yang lunak yang utuh, dan
cenderung gagal jika metode itu digunakan sebagai metode utama untuk terapi fraktur yang
disertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.
Traksi terus – menerus
traksi dilakukan pada tungkai di bagian distal fraktur, supaya melakukan suatu tarikan
yang terus menerus pada poros panjang tulang itu. Cara ini sangat berguna untuk fraktur
batang yang bersifat oblik atau spiral yang mudah bergeser dengan kontraksi otot.
Traksi tidak dapat menahan fraktur yang diam, traksi dapat menarik tulang panjang secara
lurus dan mempertahankan panjangnya tetapi reduksi yang tepat kadang-kadang suka
dipertahankan. Dan sementara itu pasien dapat menggerakkan sendi-sendinya dan melatih
ototnya. Traksi cukup aman, asalkan tidak berlebihan dan berhati-hati bila menyiapkan pen-
traksi. Masalahnya adalah kecepatan: bukan karena fraktur menyatu secara perlahan-lahan
(bukan demikian) tetapi karena traksi tungkai bawah akan menahan pasien tetap di rs.
Akibatnya, segera setelah fraktur lengket (dapat mengalami deformitas tetapi tidak
mengalami pergeseran), traksi harus digantikan dengan bracing kalau metode ini dapat
dilaksanakan.
Traksi dengan gaya berat; cara ini hanya berlaku pada cidera tungkai atas. Karena itu, bila
memakai kain penggendong lengan, berat lengan akan memberiakan traksi terus menerus
pada humerus.
Traksi kulit; traksi kulit (traksi buck) dapat menahan tarikan yang tak lebih dari 4 atau 5 kg.
Ikatan holland atau elastoplast rentang-satu-arah di tempelkan pada kulit yang telah di cukur
dan di pertahankan dengan suatu pembalut. Maleolus di lindungi dengan tisu gamgee, dan
untuk traksi di gunakan tali atau plaster
Traksi kerangka; kawat kirscer, pen steinmann atau pen denham di masukkan, biasanya di
belakang tuberkel tibia untuk cidera pinggul, paha dan lutut; di sebelah bawah tibia atau pada
kalkaneus untuk fraktur tibia. Kalau digunakan suatu pen, di pasang kait yang dapat berputar
dengan bebas, dan tali dipasang pada kait itu untuk menerapkan traksi. Traksi harus selalu
dilawan dengan oleh aksi lawan; artinya, tarikan harus di lakukan terhadap sesuatu, atau
tarikan itu hanya akan menarik pasien ke bawah tempat tidurnya.
Traksi tetap; tarikan di lakukan terhadap suatu titik tertentu, contohnya palster di tempelkan
pada bagian persilangan bebat thomasdan menarik kaki ke bawah hingga pangkal tungkai
menyentuh cicin bebat itu.
Traksi berimbang; tarikan di lakukan terhadap kekuatan berlawanan yang berasal dari berat
tubuh bila kaki tempat tidur tersebut di naikkan. Tali dapat di ikata pada kaki tempat tidur,
atau di lewatkan pada kerekan-kerekan dan di beri pemberat.
Traksi kombinasi; beban thomas di gunakan. Plester di tempelkan pada ujung bebat dan bebat
itu di gantung, atau di ikat pada ujung tempat tidur yang di angkat.
Pembelatan dengan gips cara ini cukup aman, selama kita waspada akan bahaya pembalut gips yang ketat dan
asalkan borok akibat tekanan dapat dicegah. Kecepatan penyatuannya tidak lah lebih tinggi
maupun lebih rendah dibandingkan traksi, tetapi pasien dapat pulang lebih cepat.
Mempertahankan reduksi biasanya tak ada masalah dan pasien dengan fraktur tibia dapat
menahan berat pada pembalut gips. Tetapi, sendi-sendi yang terbungkus dalam gips tidak
dapat bergerak dan cenderung kaku, kekakuan yang mendapat julukan penyakit fraktur
merupakan masalah dalam penggunaan gips konvensional.
Kekakuan dapat diminimalkan dengan :
1. Pembebatan tertunda yaitu penggunaan traksi hingga gerakan telah diperoleh kembali, dan
baru kemudian menggunakan gips, atau
2. Memulai dengan gips konvensional, tetapi setelah beberapa hari bila tungkai dapat
dipertahankan tanpa terlalu banyak ketidaknyamanan gips tersebut maka diganti dengan suatu
penahan fungsional yang memungkinkan gerakan sendi.
Bracing fungsional
Bracing fungsional menggunakan gips salah satu dari bahan yang ringan merupakan salah
satu cara mencegah kekakuan pada sendi sambil masih memungkinkan pembebatan fraktur.
Segmen dari gips hanya dipasang pada batang tulang itu, membiarkan sendi-sendi bebas,
segmen gips itu dihubungkan dengan engsel dari logam atau plastic yang memungkinkan
gerakan pada suatu bidang. Bebat bersifat fungsional dalam arti bahwa gerakan sendi tidak
banyak terbatas dibandingkan gips konvensional.
Bracing fungsional paling luas digunakan untuk fraktur femur atau tibia, tetapi karena
penahan ini tidak kaku, biasanya ini hanya dipakai bila fraktur mulai menyatu, misalnya 3-6
minggu setelah traksi atau gips konvensional. Bila digunakan dengan cara ini, ternyata 4
persyaratan dasar yang diperlukan akan terpenuhi; fraktur dapat dipertahankan cukup baik;
sendi-sendi dapat digerakkan; fraktur akan menyatu dengan kecepatan normal (atau mungkin
sedikit lebih cepat) tanpa tetap menahan pasien di rs dan metode itu cukup aman.
Teknik diperlukan banyak keterampilan untuk memasang suatu penahan yang efektif.
Pertama fraktur di stabilkan; setelah beberapa hari dalam traksi atau dalam gips konvensional
untuk fraktur tibia; dan setelah beberapa minggu dalam traksi untuk fraktur femur (sampai
fraktur telah lengket, artinya dapat melentur tetapi tidak dapat terjadi pergeseran). Kemudian
pembalut gips atau bebat yang berengsel di pasang yang akan cukup menahan fraktur tetapi
memungkinkan gerakan sendi; di anjurkan melakukan aktivitas fungsional, termasuk penahan
beban.
Fiksasi internal
fragmen tulang dapat di ikat dengan sekrup, pen atau paku pengikat, plat logam yang
di ikat dengan sekrup, paku intramedular yang panjang (dengan atau tanpa sekrup pengunci),
circumferential bands, atau kombinasi dari metode ini. Bila di pasang dengan semestinya,
fiksasi internal menahan fraktur secara aman sehingga gerakandapat segera di mulai; dengan
gerakan lebih awal penyakit fraktur (kekakuan dan edema) dapat di hilangkan. Dalam hal
kecepatan pasien dapat meninggalkan rumah sakit segera setelah luka sembuh, tetapi dia
harus ingat bahwa meskipun tulang bergerak sebagai satu potong, fraktur belum menyatu,
hanya dipertahankan oleh jembatan logam; karna itu penahanan beban yang tak terlidung
selama beberapa waktu tidak aman. Bahaya yang terbesar adalah sepsis; kalau terjadi infeksi
semua keuntungan fiksasi internal (reduksi yang tepat, stabilitas yang segera dan gerakan
lebih awal) dapat hilang.
Indikasi fiksasi internal sering menjadi bentuk terapi yang paling di perlukan. Indikasi
utamanya adalah:
1. Fraktur yang tidak dapat di reduksi kecuali dengan operasi
2. Fraktur yang tak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran kembali setelah
reduksi (misalnya fraktur pertengahan batang pada lengan bawah dan fraktur pergelangan
kaki yang bergeser); selain itu, juga fraktur yang cenderung perlu di tarik terpisah oleh kerja
otot (misalnya fraktur melintang pada patella atau olecranon)
3. Fraktur yang penyatuannya kurang baik dan perlahan-lahan, terutama fraktur pada leher
femur.
4. Fraktur patologik, di mana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini (dengan fiksasi internal atau luar) mengurani resiko
komplikasi umum dan kegagalan organ pada berbagai sistem.
6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya (penderita paraplegia, pasien dengan cedera
multiple) dan sangat lansia).
Teknik banyak tersedia metode, termasuk pengunaan kawat, skrup, plat, batang intramedula
dan kombinasi dari semua itu. Bila plat di gunakan, kalau mungkin plat harus di pasang pada
permukaan yang
Dapat di tegangkan, yang biasanya pada sisi cembung tulang, bila paku intramedula di
gunakan, paku itu dapat dikuncikan dengan sekrup melintang (muller dkk., 1991)
Frakturulang tidak boleh melepas logam terlalu cepat, atau tulang akan patah lagi. Paling
cepat satu tahun dan 18 atau 24 bulan lebih aman; beberapa minggu setelah pelepasan, tulang
itu lemah, dan di perlukan perawatan atau perlindungan.
Fiksasi luar
fraktur dapat di pertahankan dengan sekrup pengikat atau kawat penekan melalui tulang
di atas dan di bawah fraktur dan di lekatkan pada suatu kerangka luar. Cara ini dapat di
terapkan terutama pada tibia dan pelvis, tetapi metode ini juga digunakan untuk fraktur pada
femur, humerus, radius bagian bawah dan bahkan tulang-tulang pada tangan.
Indikasi fiksasi luar sangat berguna untuk:
1. Fraktur yang di sertai dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat di mana luka dapat
dibiarkan terbuka untuk pemeriksaan, pembalutan atau pencangkokan kulit.
2. Fraktur yang disertai dengan kerusakaan saraf atau pembuluh.
3. Fraktur yang sangat kominutif dan tak stabil, sehingga sebujur tulangnya dapat dipertahankan
hingga mulai terjadi penyembuhan.
4. Fraktur yang tak menyatu, yang dapat dieksisi dan dikompresi; kadang-kadang fraktur ini di
kombinasi dengan pemanjangan.
5. Fraktur pada pelvis, yang sering tidak dapat di atasi dengan metode lain.
6. Fraktur yang terinfeksi, di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok.
7. Cidera multipel yang berat, bila stabilisasi lebih awal mengurangi resiko komplikasi yang
berbahaya (phillips dan contreras, 1990)
Teknik prinsip fiksasi eksternal sederhana: tulang di tranfiksikan di atas dan di bawah
fraktur dan sekrup atau kawat di transfiksikan bagian proksimal dan distal kemudian di
hubungkan satu sama lain dengan suatu batang yang kaku. Terdapat berbagai teknik dan alat
fiksasi: transfiksi dengan pen, sekrup atau kawat; batang penghubung pada kedua sisi tulang
atau pada satu sisi saja.
A.1.3 latihan
Lebih tepatnya memulihkan fungsi-bukan saja pada bagian yang mengalami cedera tetapi
juga pada pasien secara keseluruhan. Tujuannya adalah mengurangi edema, mempertahankan
gerakan sendi, memulihkan tenaga otot dan memandu pasien kembali ke aktivitas normal.
Pencegahan edema pembengkakan hampir tak dapat dielakkan setelah fraktur dan dapat
menyebabkan perengangan dan lepuh pada kulit. Edema yang menetap adalah penyebab
adalah penyebab penting kekakuan sendi, terutama pada tangan; kalau dapat, ini perlu
dicegah, dan terapi dengan giat kalau sudah terjadi, dengan kombinasi peninggian dan
latihan. Pasien tidak perlu dirawat di rumah sakit, dan cidera yang tidak begitu berat pada
tungkai atas berhasil ditangani dengan penempatan lengan pada kain gondongan; tetapi
kemudian penting untuk berusaha menggunakannya secara aktif, dengan menggerakkan
semua sendi bebas. Inti perawatan jaringan lunak dapat diringkas sbb : meninggikan dan
melakukan latihan: jangan menjutaikan, jangan memaksa.
Peninggian tungkai yang mengalami cedera berat biasanya perlu di tinggikan; setelah reduksi
pada fraktur kaki, kaki tempat tidur ditinggikan dan latihan di mulai.
Latihan aktif gerakan aktif membantu memompa keluar cairan edema, merangsang sirkulasi,
mencegah pelekatan jaringan lunak dan membantu penyembuhan fraktur.
Gerakan berbantuan telah lama diajarkan bahwa gerakan pasif dapat merusak, terutama pada
cidera sekitar siku dimana terdapat banyak resiko munculnya miositis osifikans. Tentu saja
tak boleh lakukan gerakan paksaan, tetapi bantuan perlahan-lahan selama latihan aktif dapat
membantu mempertahankan fungsi atau memperoleh kembali gerakan setelah terjadi fraktur
yang melibatkan permukaan artikular.
Aktifitas fungsional pasien mungkin perlu diajarkan lagi bagaimana cara melakukan tugas sehari-hari, misalnya berjalan, rebah, dan bangun dari tempat tidur, mandi, dll.
A.2 terapi pada fraktur terbuka
1. Pertimbangan umum
Ada 4 klasifikasi yang perlu di perhatikan; (1) bagaimana sifat luka itu; (2) bagaimana
keadan kulit di sekitar luka? Apakah sirkulasi cukup baik? Dan (3) apakah semua saraf utuh?
Semua fraktur terbuka seberapapun ringannya harus di anggap terkontaminasi dan perlu
untuk mencegah adanya infeksi. Untuk tujuan ini, empat hal penting adalah: (1) pembalutan
luka dengan segera; (2) profilaksis antibiotika; (3) debridemen luka secara dini; dan (4)
stabilisasi fraktur.
2. Klasifikasi
1. Tipe i luka biasanya kecil, luka tusuk yang bersih pada tempat tulang menonjol keluar. Terdapat sedikit kerusakan pada jaringan lunak, tanpa pengancuran dan fraktur tidak kominutif.
2. Tipe ii luka lebih dari 1 cm tetapi tidak ada penutup kulit tidak banyak terdapat kerusakan jaringan lunak dan tidak lebih dari kehancuran atau kominusi fraktur tingkat sedang.
3. Tipe iii terdapat kerusakaan yang luas pada kulit, jaringan lunak dan struktur neurovascular, disertai banyak kontaminasi luka. Pada tipe iii a, tulang yang mengalami fraktur mungkin dapat di tutupi secara memadai oleh jaringan lunak. Pada tipe iii b tidak dan malah terdapat pelepasan periosteum, selain fraktur kominutif yang
berat. Fraktur di golongkan sebagai tipe iii c kalau terdapat cidera arteri yang perlu di perbaiki, tak perduli berapa banyak kerusakaan jaringan lunak yang lain. Cedera kecepatan tinggi di golongan sebagai tipe iii b atau c meskipun luka itu kecil, kerusakan internal hebat. Insidensi infeksi luka berhubungan langsung dengan tingkat kerusakan jaringan lunak; kurang dari 2% pada fraktur tipe i sampai lebih dari 10% pada fraktur tipe ii.
3. Penanganan diniLuka harus tetap ditutup. Antibiotika diberikan secepat mungkin, seberapapun laserasi itu
harus dilanjutkan hingga bahaya infeksi terlewati. Pada umumnya pemberian kombinasi
benzilpensilin dan flukloksasilin tiap 6 jam selama 48 jam akan mencukupi. Jika luka sangat
terkontaminasi, maka untuk mencegah gram-negatif yaitu dengan menambahkan
gentaminisin atau methonidazol dan melanjutkan terapi selama 4-5 hari. Pemberian
profilaksis tetanus juga penting. Toksoid yang diberikan pada mereka yang sebelumnya telah
diimunisasi. Jika belum, berilah antiserum manusia.
4. Debridemen
Operasi bertujuan untuk membersihkan luka dari benda asing dan jaringan mati, memberikan
persediaan darah yang baik di seluruh bagian tersebut. Dilakukan irigasi akhir disertai obat
antibiotika. Jaringan kemudian di tangani sebagai berikut.
Kulit
Hanya sesedikit mungkin kulit di eksisi dari tepi luka. Pertahankan sebanyak mungkin
kulit. Luka sering perlu di perluas dengan insisi yang terencana untuk memperoleh
daerah terbuka yang memadai.setelah di perbesar, pembalut dan bahan asing lain
dapat di lepas.
Fasia
Fasia di belah secara meluas sehigga sirkulasi tidak terhalang.
Otot
Otot yang mati berbahaya, karna merupakan makanan bakteri. Otot yang mati
biasanya dapat dikenal melalui perubahan warna yang keungu-unguannya,
konsistensinya buruk, tidak dapat berkontraksi bila di rangsang, dan tak berdarah bila
di potong.
Pembuluh darah
Pembuluh darah yang banyak mengalami pendarahan diikat dengan cermat tetapi,
untuk meminimalkan jumlah benang yang tertinggal dalam luka, pembuluh yang kecil
di jepit dengan gunting tang arteridan di pilin.
Saraf
Saraf yang terpotong biasanya terbaik dibiarkan saja tetapi bila luka itu bersih dan
ujung-ujung luka bersih dan tidak terdiseksi, selubung luka dijahit dengan bahanyang
tak dapat diserap untuk memudahkan pengenalan dibelakang hari.
Tendon Biasanya, tendon yang terotong juga dibiarkan saja seperti halnya saraf, penjahitan diperbolehkan hanya kalau luka itu bersih dan diseksi tak perlu dilakukan.
Tulang Permukaan fraktur dibersihkan secara perlahan dan ditempatkan kembali pada posisi yang benar. Tulang, seperti kulit, harus diselamatkan dan fragmen baru boleh dibuang bila kecil dan lepas sama sekali.
Sendi Cidera sendi terbuka terbaik diterapi dengan pembersihan luka, penutupan sinovium dan kapsul, dan antibiotika sistemik: drainase atau irigasi sedotan hanya digunakan kalau terjadi kontaminasi hebat.
5. Penutupan luka
Luka tipe i yang kecil dan tidak terkontaminasi, yang dibalut dalam beberapa jam setelah
cidera, setelah debridement, dapat dijahit. Luka yang laim harus dibiarkan terbuka hingga
bahay infeksi telah dilewati. Luka itu dibalut sekedarnya dengan kasa steril dan diperiksa
setelah 5 hari. Kalau bersih, luka tersebut dijahit.
6. Stabilisasi fraktur
Stabilisasi fraktur diperlukan untuk mengurangi infeksi. Untuk luka tipe i atau tipe ii yang
kecil dengan fraktur yang stabil, boleh menggunakan gips yang dibelah secara luas atau,
untuk femur digunakan traksi pada bebat. Metode yang paling aman adalah fiksasi external.
Pemasangan pet intramedula dapat digunakan untuk femur atau tibia, terbaik jangan
melakukan pelebaran luka pendahuluan yang akan meningkatkan resiko infeksi.
7. perawatan sesudahnya
Tungkai ditinggikan ditemoat tidur dan sirkulasinya diperhatikan dengan cermat. Syok
mungkin masih membutuhkan terapi. Kalau luka dibiarkan terbuka, periksa setelah 5-7 hari.
8. Sekuele pada fraktur terbuka
Kulit kalau terdapat kehilangan kulit atau kontraktur, pencangkokan mungkin diperlukan. Bila diperlukan operasi perbaikan atau rekonstruksi pada jaringan yang lebih dalam, pencangkokan kulit dengan ketebalan penuh sangat diperlukan.
Tulang infeksi dapat mengakibatkan sekuester dan sinus. Sekuester yang kecil harus disingkirkan secara dini, tetapi potongan-potongan besar dapat dieksisi. Penundaan penyatuan tak dapat dielakkan setelah infeksi fraktur, tetapi penyatuan akan terjadi jika infeksi dikendalikan dan terapi dilanjutkan dalam waktu yang cukup lama.
Sendi bila fraktur yang terinfeksi mempunyai hubungan dengan suatu sendi, prinsip terapinya sama seperti terapi infeksi tulang, yaitu ; pengobatan, drainase, dan pembebatan.
B.penatalaksanaan luka
Berdasarkan jenisnya, luka terbagi dua, yakni luka akut dan luka kronik. Luka akut adalah
luka yang dapat diperkirakan kesembuhannya seperti luka jahitan. Sedangkan luka kronik
adalah luka yang mengalami kegagalan untuk sembuh pada waktunya, misalnya ada infeksi
di luka operasi. Pada luka akut, proses penyembuhan luka melewati tahap inflamasi,
proliferasi, dan remodelling. Sedangkan pada luka kronik, tahap tersebut berlangsung lambat
karena terjadi kegagalan mencapai tahap tertentu. Dalam melakukan penanganan luka, ada
tiga hal yang harus diperhatikan, yakni infeksi, nekrotik, dan eksudat. Bila luka infeksi dan
terdapat nekrotik maka pemberian antibiotik dan debridement mutlak diperlukan. Satu hal
yang juga penting, yakni mencegah kekambuhan luka. Penatalaksanaan luka terkini, seperti
menganut prinsip time yakni tissue, infection, moisture, dan edge of the wound. Penanganan
tissue atau jaringan berkaitan erat dengan debridement, yakni membersihkan luka dan
membuang jaringan yang rusak. Prinsip kedua infeksi. Infeksi harus diatasi sedini mungkin
sebab jika infeksi tidak dikontrol maka ia akan mengontrol host. Prinsip selanjutnya adalah
moisture atau lembab, di mana luka harus dibuat sedemikian rupa agar dalam suasana
lembab. Suasana lembab memungkinkan proses penyembuhan luka berjalan lebih cepat.
Prinsip terakhir adalah menutup luka. Jika sudah ditangani sesuai tiga prinsip di atas,
selanjutnya luka ditutup dengan berbagai modalitas seperti skin graft. Jika keempat prinsip
ini diterapkan pada luka, baik yang akut ataupun kronik, akan sembuh sesuai dengan tahapan
proses kesembuhanan.
Salah satu produk yang digunakan untuk menangani luka adalah iodosorb. Serbuk steril yang berwarna coklat tua ini mengandung 0,9% cadexomer iodine. Seperti diketahui, iodine merupakan antiseptik yang dapat membunuh bakteri, jamur, virus, protozoa, trichomonas,
dan spora dengan cara bereaksi dengan asam amino dan enzim mikroba. Substansi ini dapat menghilangkan eksudat yang berlebihan dan jaringan nekrotik kekuningan (slough) dari dasar luka. Iodosorb memiliki mekanisme kerja yang unik, yakni iodine dalam cadexomer dilepas-kan perlahan (lepas lambat). Iodine ini memiliki efek antimikroba dengan lama kerja panjang (hingga 72 jam). Selanjutnya, substansi ini berubah menjadi gel yang lembut yang dapat memberikan lingkungan yang lembab pada luka. Lingkungan lembab sangat kondusif untuk proses penyembuhan luka.
PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya penatalaksanaan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah
mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahannya, jenis kekuatan yang berperan dan
deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.
2. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang
masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
a. Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung
saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Traksi, dapat digunakan untuk
mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi.
b. Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi
internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau
di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan.
Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi
internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna untuk
mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur
yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra
kondiler 12-15 minggu.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
Memantau status neurologi.
Mengontrol kecemasan dan nyeri
Latihan isometrik dan setting otot
Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
Imobilisasi fragmen tulang.
Kontak frgmen tulang minimal.
Asupan darah yang memadai.
Nutrisi yang baik.
Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
Potensial listrik pada patahan tulang.
3. Retensi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi gips, bidai, traksi dan
teknik fiksator eksterna.
4. Rehabilitasi
Merupakan proses mengembalikan ke fungsi dan struktur semula dengan cara
melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan
isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan
peredaran darah
5. Proses Penyembuhan Tulang
a. Stadium Pembentukan Hematoma
Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak,
hematoma dibungkus jaringan lunak sekitar (periostcum dan otot) terjadi 1 – 2 x 24 jam.
b. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini
menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga terjadi
dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
c. Stadium Pembentukan Kallus
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa
kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 – 10 hari
setelah kecelakaan terjadi.
d. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara
bertahap-tahap menjadi tulang matur. Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakaan.
e. Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur.
Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklas. Terjadi pada 6 -8 bulan.
Prinsip Penanganan FrakturAda 4 dasar penangan fraktur yaitu :1. Rekognisi yaitu dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah mengetahui riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang relepan dan deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri.2. Reduksi yaitu usaha atau tindakan manipulasi fragmen-fragmen sepertileak asalnya.tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif didalam ruang gawat darurat atau ruang bidai gips, untuk mengurangi nyeri selama tindakan penderita dapat diberikan narkotik IV sedatif atau blok saf lokal.3. Retensi yaitu setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus dimobilisasi atau dipertahankan dlam posisi dan kesejajaran ang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi external meliputi gips, bidai, traksi dan teknikfiksator externa.4. Rehabilitasi merupakan proses pengembalian tulang kefungs dan struktur semula dengan cara melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien. Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuase dan meningkatkan peredaran darah.