12
PENATALAKSANAAN TETANUS Edlich et al menyebutkan tiga hal yang harus dilakukan pada manajemn tetanus, yaitu : 1) Memberikan perawatan suportif sampai tetanospasmin yang telah berikatan dengan jaringan termetabolisme 2) Menetralisir toksin dalam sistem sirkulasi 3) Menghilangkan sumber tetanospasmin Thwaites merangkum penatalaksanaan berupa : 1) Eradikasi bakteri kausatif 2) Netralisasi antitoksin yang belum terikat 3) Terapi suportif selama fase akut 4) Rehabilitasi 5) Imunisasi Eradikasi bakteri kausatif Thwaites menganjurkan penggunaan antibiotik Metronidazole 500mg per oral atau intravena selama setiap 6jam selama 7-10 hari. Hadded et al menyarankan metronidazol 15mg/kgBB saat awal diikuti 20-30mg/kgBB/hari selama 7-14 hari atau sampai hilangnya tanda-tanda infeksi lokal yang aktif. Penicillin dapat digunakan dengan dosis 100.000-200.000 IU/kg/hari. Pada

Penatalaksanaan Tetanus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penatalaksanaan Tetanus

PENATALAKSANAAN TETANUS

Edlich et al menyebutkan tiga hal yang harus dilakukan pada manajemn tetanus, yaitu :

1) Memberikan perawatan suportif sampai tetanospasmin yang telah berikatan dengan

jaringan termetabolisme

2) Menetralisir toksin dalam sistem sirkulasi

3) Menghilangkan sumber tetanospasmin

Thwaites merangkum penatalaksanaan berupa :

1) Eradikasi bakteri kausatif

2) Netralisasi antitoksin yang belum terikat

3) Terapi suportif selama fase akut

4) Rehabilitasi

5) Imunisasi

Eradikasi bakteri kausatif

Thwaites menganjurkan penggunaan antibiotik Metronidazole 500mg per oral atau

intravena selama setiap 6jam selama 7-10 hari. Hadded et al menyarankan metronidazol

15mg/kgBB saat awal diikuti 20-30mg/kgBB/hari selama 7-14 hari atau sampai hilangnya

tanda-tanda infeksi lokal yang aktif. Penicillin dapat digunakan dengan dosis 100.000-

200.000 IU/kg/hari. Pada pasien dengan alergi penisilin disarankan untuk menggunakan

Tetrasiklin atau Eritromisin. Antibiotik ini digunakan untuk membunuh bakteri anaerob yang

berkembang dari luka yang merupakan port d’entry dan untuk membunuh Clostridium

Tetani.

Page 2: Penatalaksanaan Tetanus

Manajemen Luka

Luka dapat digolongkan menjadi luka yang rentan mengalami tetanus atau luka yang tidak

rentan tetanus. Dengan kriteria :

Luka rentan tetanus Luka yang tidak rentan tetanus

>6-8 jam < 6 jam

Kedalaman > 1 cm Superficial (>1 cm)

Terkontaminasi Bersih

Bentuk stelat, avulsi, atau hancur (ireguler) Bentuk linear, tepi tajam

Denervasi, iskemik Neuro/vaskuler intak

Terinfeksi (purulen, jaringan nekrotik) Tidak terinfeksi

Setelah menentukan jenis luka lakukan anamnesa riwayat imunisasi pada pasien. tetanus

toxoid diberikan pada pasien dengan imunisasi booster terakhir lebih dari 10 tahun

sebelumnya. Jika imunisasi lebih dari 10 tahun yang lalu diberikan pula TIG.

Dosis Tt :

- Usia ≥ 7 tahun : 0,5 ml (5IU) i.m

- Usia < 7 tahun : Gunakan DTP atau DtaP sebagai pengganti Tt. Jika kontaindikasi

terhadap pertusis, berikan DT, dosis 0,5 ml i.m

Dosis TIG:

- Profilaksis dewasa : 250-500 U i.m pada ekstrimitas kontralateral lokasi penyuntikan

Tt.

- Profilaksis anak : 250 U i.m pada ekstremitas kontralateral lokasi penyuntikan Tt.

(Catatan : Dosis yang digunakan secara klinis 3000-10000 U i.m)

Page 3: Penatalaksanaan Tetanus

Rekomendasi Manajemen Luka Traumatik :

1. Semua luka harus dibersihkan dan debridemen sebaiknya dilakukan jika perlu

2. Dapatkan riwayat imunisasi tetanus pasien jika mungkin

3. Tetanus Toxoid (Tt) harus diberikan jika riwayat booster terakhir lebih dari 10 tahun.

jika riwayat imunisasi tidak diketahui, Tt dapat diberikan

4. Jika riwayat imunisasi terakhir lebih dari 10 tahun yang lalu, maka Tetanus Immune

Globuline (TIG) harus diberikan. Keparahan luka bukan faktor penentu pemeberian

TIG.

Netralisasi antitoksin yang belum terikat

Tetanospasmin akan terikat secara ireversibel dengan jaringan, dan hanya toksin yang

tidak terikat sajalah yang dapat dinetralisir. Imunisasi pasif dengan Human Tetanus Immune

Globuline (HTIG) akan memperpendek perjalanan penyakit tetanus dan meningkatkan angka

keselamatan (survival rate). Dosis yang dianjurkan oleh El Hadded et al adalah 500 unit

HTIG diberikan secara intramuskular segera setelah diagnosis tetanus ditegakkan.

Bagian Saraf RS Hasan Sadikin Bandung masih menggunakan pemberian ATS (Anti

Tetanus Serum) dengan dosis 10.000 IU diberikan intramuskuler. Pemberian dilakukan saat

awal pasien ditegakkan diagnosis tetanus. Berdasarkan penelitian Wijaya (2007) didapatkan

efektivitas ATS masih sama baiknya dengan terapi HTIG 500 IU, meskipun pada

penggunaan HTIG menunjukan tendensi angka kematian yang lebih rendah.

Terapi suportif selama fase akut

1. Kekuatan otot dan rigiditas/spasme otot

Pada pasien tetanus kelainan yang paling menonjol adalah adanya kekakuan otot atau

rigiditas yang menyebabkan nyeri. Pasien direkomendasikan untuk menghindari

Page 4: Penatalaksanaan Tetanus

stimulasi yang tidak perlu. Terapi utama untuk spasme otot ini adalah benzodiazepin.

Benzodiazepin akan memperbesar GABA Agonis dengan cara menghambat inhibitor

endogen di reseptor GABAA. Diazepam dilaporkan memiliki efektivitas yang baik

dengan efek depresi nafas yang lebih rendah dibanding dengan golongan barbiturat.

Diazepam juga memiliki efek antikonvulsan dan muscle relaxation, sedatif dan

anxiolytic. Efek maksimal dalam darah dicapai dalam waktu 30-90 menit. Dosis yang

dianjurkan adalah 0,5-10 mg/kg untuk dewasa atau sebagai berikut :

- Spasme ringan : 5-20 mg p.o. setiap 8 jam bila perlu

- Spasme sedang : 5-10 mg i.v. bila perlu, tidak melebihi dosis 80-120 mg dalam

24 jam atau dalam bentuk drip.

- Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml dextrose 5% dan diinfuskan dengan

kecepatan 10-15mg/jam diberikan dalam 24 jam.

Jika efek sedasi tidak cukup untuk emnghentikan spasme makan perlu diberikan

neuromuscular blocking agents dan ventilator dengan mode intermittent positive

pressure. Untuk efek ini digunakan pacuronium, namun obat ini dapat menginhibisi

re-uptake katekolamin dan dapat memperberat instabilitas otonom pada kasus yang

berat. Vecuronium kurang menyebabkan efek samping pada jantung dan pada

pelepasan histamin, namun kerjanya singkat.

Magnesium sulfat dapat digunakan sebagai antispasme dengan dosis 70

mg/kgBB dalam bentuk larutan dextrose 5 % 100ml secara intravena melalui infus

selama 30 menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2gram/jam (<60 tahun) dan 1

gram/jam (≥60 tahun) dalam larutan dextrose 5% 500ml, diberikan selama 6 jam.

Dosis kemudian dititrasi dengan cara menaikkan dosis 0,5 gram (<60 tahun) atau 0,25

gram (≥60 tahun) setiap 6 jam sampai spasme umum (kejang) terkontrol. Kurangi

Page 5: Penatalaksanaan Tetanus

dosis 0,25 gram/jam sampai terkontrol spasme dengan dosis efektif minimum.

Observasi keluaran urin per jam, kemempuan batuk, refleks patella, respirasi, tekanan

darah dan kadar magnesium setiap 3 hari sekali atau setiap hari bila terdapat tanda-

tanda toksisitas, tanda klinis hipokalsemia, pemeriksaan kada kalsium dilakukan

setiap 3 hari.

2. Kontrol disfungsi otonom

Disinhibisi otonom dapat diatasi baik dengan cara nonfarmakologis maupun

farmakologis. Pemberian cairan 8 liter per hari (fluid floading) disertai dengan

pemberian sedasi. Dapat diberikan morfin dengan dosis 20-180 mg per hari.

Propanolol untuk mengatasi hipertensi episodik dan takikardi dengan dosis 5-10 mg,

dapat dinaikkan hingga 40mg tiga kali sehari, dosis yang biasa digunakan adalah 5-20

mg tiga kali sehari.

Atropin hingga dosis 100 mg per hari dapat diberikan pada kasus diaforesis,

bradiaritmia dan hipersekresi. Clonidine digunakan secara oral maupun parenteral

untuk mengurangi efek simpatis sehingga mengurangi tekanan arterial, denyut

jantung, dan pelepasan katekolamin dari medula adrenal.

Magnesium sulfat dapat digunakan pada pasien tetanus dengan penggunaan

ventilator bermanfaat untuk mengurangi komplikasi disotonomi, sedangkan pada

pasien tanpa ventilator diambil manfaat antispasmenya. Magnesium adalah obat

presynaptic neuromuscular blocker. MgSO4 diyakini dapat memblok pelepasan

katekolamin dari saraf dan medula adrenal, mengurangi respon reseptor untuk

melepaskan katekolamin, dan merupakan antikonvulsan serta vasodilator.

3. Komplikasi Respirasi

Rigiditas otot dan spasme dinding dada, diafragma, dan perut menyebabkan

retriksi nafas. Penurunan kemampuan batuk akibat rigiditas, spasme dan sedasi

Page 6: Penatalaksanaan Tetanus

menyebabkan atelektasis dan risiko pneumonia meningkat. Ketidakmampuan menelan

saliva, sekresi saliva yang masif, spasme faring, peningkatan tekanan intraabdomen

dan statis gaster secara keseluruhan menyebabkan peningkatan resiko aspirasi.

Hiperventilasi dapat terjadi karena rasa takut, gangguan otonom, atau perubahan

fungsi batang otak. Trakeostomi dilakukan pada pasien dengan Patel Joag 3 keatas.

Pada stadium IV dan V trakeostomi tidak secara signifikan mengurangi kematian.

4. Miokarditis dan gangguan kardiovaskuler lain

Gejala klinis berupa fatigue, demam, dyspneu d’effort, takikardi, takipnue, dan

lain-lain. ACE Inhibitor untuk mengatasi hipertensi dan disfungsi ventrikel kiri.

Digoksin digunakan untuk menimgkatkan kontraksi sistolik miokardium. Beta

adrenegic blocker digunakan untuk menurunkan cardiac output dan menurunkan

resistensi pembuluh darah perifer.

5. Gangguan gastrointestinal

Sering terjadi pendarahan lambung, maka dapat diberikan Ranitidine dengan

dosis 150mg setiap 8 jam sekali. Sebaiknya tidak dilakukan puasa jika pendarahan

lambung tidak terlalu berat. Hilang darah yang masif dapat diganti dengan pemberian

transfusi darah.

6. Gangguan renal dan elektrolit

Hipernatremia dikoreksi dengan pemberian dextrose 5%. Hiponatremi

dikoreksi dengan pemberian normal saline pada excessive salt loss atau retriksi cairan

dan menghindari pemberian diuretik pada hiponatremi dilusional.

7. Miscellaneous

Penurunan berat badan sangat sering terjadi pada pasien tetanus. Diet

diberikan 3500-4500 kalori per hari, dengan perbandingan 100-150 gram protein

dalam bentuk semilikuid atau likuid diberikan melalui tabung nasogaster.

Page 7: Penatalaksanaan Tetanus

Status imunisasi DPT Primer dan Pengulangan TT dalam 10 tahun terakhir

Tidak perlu vaksinasi HTIg diberikan 250 IU dalam 1ml i.m pada deltoid atau daerah glutea. Jika lebih dari 24 jam terpapar setelah luka, atau ada resiko kontaminasi berat, atau pasca luka bakar, dosis rekomendasi 500 IU.

Status imunisasi primer dan dosis terakhir diberikan lebih dari 10 tahun

Dosis Tt tunggal diberikan 0,5ml s.c/i.m pada otot deltoid atau glutea

Dosis tunggal Tt+HITg sama seperti diatas, dengan menggunakan spuit yang berbeda dengan lokasi yang berbeda.

Tidak diimunisasi atau status imunisasi tidak diketahui pasti

Vaksin Tetanus Toxoid diberikan secara penuh (5 dosis) 0,5 ml dengan interval > 4 minggu

Dosis tunggal Tt+HITg sama seperti diatas.

(kegawatdaruratan dari dokter sama ky uti nmr 4)

KOMPLIKASI

Komplikasi pada tetanus yaang sering dijumpai: laringospasm, kekakuan otot-otot

pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia dan atelektase serta

kompressi fraktur vertebra dan laserasi lidah akibat kejang. Selain itu bisa terjadi

rhabdomyolisis dan renal failure (Scheld, Michael W. Infection of the central nervous system,

Raven Press Ltd, New York, 1991, 603 -620.. )

PROGNOSIS

Prognosis tetanus diklassikasikan dari tingkat keganasannya, dimana :

1. Ringan; bila tidak adanya kejang umum ( generalized spasm )

2. Sedang; bila sekali muncul kejang umum

3. Berat ; bila kejang umum yang berat sering terjadi.

(Adams. R.D,et al : Tetanus in :Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205-1207. )

Page 8: Penatalaksanaan Tetanus