Upload
tooough
View
558
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
DAFTAR ISI
Daftar Isi ………………………………………………………………........1
Pendahuluan ………………………………………………………………...2
Isi ……………………………………………………………………………3
Lahirnya IPA ……………………………………………………………..3
Mitos ……………………………………………………………………..3
Penalaran Deduktif ……………………………………………………….4
Penalaran Induktif ……………………………………………………….5
Metode Ilmiah ……………………………………………………………5
Perkembangan Ilmu Pengetahuan ………………………………………..6
Produk IPA ………………………………………………………………10
IPA Klasik dan IPA Modern …………………………………………….11
a. Tahap Deskriptif dan Kualitatif …………………………………….11
b. Tahap Simulative dan Kuantitatif …………………………………..12
c. Ilmu Pengetahuan Alam Bersifat Dinamis …………………………13
Kesimpulan …………………………………………………………………15
Daftar Pustaka ……………………………………………………………...17
1
PENDAHULUAN
Ilmu alamiah (I.A) atau sering disebut ilmu pengetahuan alam (IPA) dan
akhir-akhir ini ada juga yang menyebut Ilmu Kealaman, yang dalam bahasa
inggris disebut Natural Science atau disingkat Science dan dalam bahasa
Indonesia sudah lazim digunakakan istilah Sains.
Ilmu alamiah merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-
gejala dalam alam semesta, termasuk di muka bumi ini, sehingga termasuk konsep
dan prinsip. Ilmu Alamiah Dasar (Basic Natural Science) hanya mengkaji konsep-
konsep dan prinsip-prinsip dasar yang esensial saja.
Awal IPA dimulai pada saat manusia memperhatikan gejala alam yang
terjadi, mencatatnya, lalu mempelajarinya. Sebagai makhluk berpikir yang
dibekali rasa ingin tahu yang besar, manusia terdorong untuk lebih mengenal,
memahami, dan menjelaskan gejala-gejala alam yang terjadi, serta berusaha untuk
dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Dari dorongan rasa ingin
tahu dan usaha untuk dapat memahami dan memecahkan masalah-masalah
alamiah yang terjadi itulah, pada akhirnya manusia dapat mengorganisasikan
pengetahuan yang disebut Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Mula-mula pengetahuan yang diperoleh manusia terbatas pada hasil
pengamatan menggunakan panca indera terhadap gejala alam yang timbul.
Kemudian pengetahuan itu makin bertambah dengan pengetahuan yang diperoleh
dari hasil pemikiran. Melalui peningkatan daya pikir ini, manusia berkemampuan
melakukan eksperimen untuk membuktikan atau menguji kebenaran suatu
pengetahuan. Pengolahan data yang diperoleh dari eksperimen di dapatkan hasil
berupa pengetahuan baru. Selanjutnya setelah manusia mampu memadukan
kemampuan penalaran dengan eksperimentasi, maka lahirlah IPA sebagai ilmu
yang mantap. Dengan demikian perkembangan alam pikiran manusia sampai
dengan kelahiran IPA sebagi ilmu yang mantap melalu empat tahapan, yaitu tahap
mitos, tahap penalaran, tahap pengalaman eksperimentasi, dan tahap metode
keilmuan.
2
ISI
Lahirnya IPA
Pada mulanya manusia masih percaya pada mitos yang sekarang hanya
dinilai sebagai pengetahuan semu (pseudo science). Karena mitos yang dianggap
tidak memuaskan, kemudian dicari pengetahuan murni (pure science). Obyek
utama yang dipikirkan manusia adalah alam sehingga lahirlah pengetahuan alam
(natural science).
Awal dari IPA dimulai pada saat manusia memperhatikan gejala-gejala
alam, mencatatnya, dan kemudian mempelajarinya. Pengetahuan yang diperoleh
mula-mula terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala alam yang ada dan
kemudian makin bertambah dengan pengetahuan yang diperoleh dari hasil
pemikiran. Dengan peningkatan daya pikirnya, manusia akhirnya dapat
melakukan eksperimen untuk membuktikan dan mencari kebenaran dari suatu
pengetahuan. Setelah manusia mampu memadukan kemampuan penalaran dengan
eksperimen maka lahirlah Ilmu Pengetahuan Alam.
Mitos
Sejak semula manusia berupaya untuk dapat memahami dan menjelaskan
gejala-gejala alam yang terjadi, namun pemahaman dan penjelasannya kerena
masih terbatasnya kemampuan belum menggunakan penalaran. Untuk menjawab
pertanyaan keingintahuan tentang alam, manusia menciptakan mitos. Mitos
merupakan cerita yang dibuat-buat atau dongeng yang pada umumnya
menyangkut tokoh kuno, seperti dewa atau manusia perkasa, yang ada kaitannya
dengan apa yang terdapat di alam. Secara garis besar dapat dibedakan 3 macam
mitos, yaitu mitos sebenarnya, cerita rakyat, dan legenda. Dalam mitos
sebenarnya manusia berusaha dengan sungguh-sungguh dan dengan imajinasinya
menerangkan gejala alam yang ada, namun belum tepat karena kurangnya
pengetahuan, sehingga orang mengaitkannya dengan seorang tokoh atau dewa.
Mitos yang merupakan cerita rakyat adalah usaha manusia mengisahkan peristiwa
3
penting yang menyangkut kehidupan masyarakat, biasanya juga disampaikan dari
mulut ke mulut sehingga sulit diperiksa kebenarannya. Dalam mitos sebagai
legenda, dikemukakan tentang tokoh yang dkaitkan dengan terjadinya suatu
daerah. Pada masa prasejarah tersebut, mitos dapat diterima dan dipercaya
kebenarannya karena:
1. Keterbatasan pengetahuan yang disebabkan karena keterbatasan pengindraan,
baik langsung maupun dengan alat.
2. Keterbatasan penalaran manusia pada saat itu.
3. Hasrat ingin tahunya terpenuhi.
Karena kemampuan berpikir manusia makin maju dan disertai pula dengan
perlengkapan pengamatan yang makin baik, mitos dengan berbagai legendanya
mulai ditinggalkan. Orang mulai menggunakan akal sehat serta rasionya untuk
menjawab berbagai pertanyaan tentang alam. Kegiatan untuk memperoleh atau
menemukan pengetahuan yang benar disebut berpikir, sedangkan proses berpikir
dalam menarik kesimpulan yang benar disebut penalaran. Pengetahuan yang
diperoleh tidak berdasarkan penalaran digolongkan pada pengetahuan yang non
ilmiah atau bukan ilmu pengetahuan. Terdapat beberapa cara untuk memperoleh
kesimpulan atau pengetahuan yang tidak berdasarkan penalaran, yaitu:
1. Prasangka, pengambilan kesimpulan berdasarkan perasaan.
2. Intuisi, kegiatan berpikir yang tidak analistis, tidak berdasrkan pola berpikir
tertentu.
3. Coba-ralat, suatu cara untuk memperoleh pengetahuan secara coba-coba atau
untung-untungan.
Penalaran Deduktif
Penalaran deduktif adalah cara berpikir diamana ditarik kesimpulan yang
bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat umum. Penarikan kesimpulan secara
deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme.
Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan
yang mendukung silogisme disebut premis. Premis dibedakan dibedakan sebagai
premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang
4
didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Cara berpikir
deduktif terkait dengan pengetahuan rasionalisme. Pengetahuan ini memberikan
sifat rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan
pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Rasionalisme adalah paham
yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran.
Penalaran Induktif
Cara berfikir induktif adalah cara berfikir yang menarik suatu kesimpulan
yang bersifat umum dari pernyataan khusus. Penalaran secara induktif dimulai
dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup
terbatas dalam penyusunan argumentasi dan diakhiri pernyataan yang bersifat
umum. Cara berfikir induktif terkait dengan empirisme, dimana dibutuhkan fakta-
fakta yang mendukung. Empirisme adalah paham yang berpendapat bahwa fakta
tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan sumber kebenaran. Dalam
metode ilmiah, pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris,
secara sederhana hal ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenihi 2 syarat
utama, yaitu:
Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan tidak
terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan
Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimanapun
konsistennya, jika tidak didukung oleh penguji empiris tidak dapat diterima
kebenarannya secara ilmiah
Metode Ilmiah
Langkah-Langkah Metode Ilmiah
1. Perumusan masalah
Yang dimaksudkan dengan masalah merupakan pernyataan apa, mengapa
dan bagaimana tentang suatu objek yang diteliti. Masalah ini harus jelas
batasan-batasannya serta dikenal factor-faktor yang mempengaruhinya.
5
2. Penyusunan hipotesis
Merupakan jawaban sementara atau dugaan jawaban pernyataan yang
diajukan, materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berfikir yang
dikembangkan.
3. Pengujian hipotesis
Merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang
telah diajukan untuk dapat memperlihatkan apakah fakta-fakta tersebut
mendukung hipotesis atau tidak.
4. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan didasarkan atas penilaian melalui analisis dari
fakta untuk melihat apakah hipotesis yang diajukan diterima atau tidak.
Hipotesis diterima bila fakta yang terkumpul itu mendukung hipotesis
tersebut.
Hipotesis yang telah teruji kebenarannya, dianggap sebagai pengetahuan
baru dan diterima sebagai bagian dari ilmu atau bagian dari teori ilmiah. Secara
luas teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu kejelasan teoritas mengenai suatu
gejala alam tertentu. Pengetahuan ini kemudian dapat digunakan untuk masalah
lain yaitu dapat dipakai sebagai premis dalam usaha kita menjelaskan berbagai
gejala yang lain. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai berputar
lagi
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Awal mulanya ilmu pengetahuan timbul di Asia, meluas ke Yunani,
kembali ke Asia yaitu di Timur Tengah, dan kemudian ke Eropa. Perkembangan
ilmu pengetahuan yang dikenal manusia dimulai sejak zaman kuno sampai
modern.
a. Zaman kuno
Pengetahuan yang dikumpulkan pada zaman kuno berasal dari kemampuan
mengamati dan membeda-bedakan dan dari hasil percobaan yang sifatnya
spekulatif. Pengetahuan yang diperoleh diterima apa adanya, belum ada usaha
6
untuk mencari asal usul dan sebab akibat dari segala sesuatu. Ketika manusia
menpunyai kemampuan menulis, membaca, dan berhitung, maka pengetahuan
yang terkumpul mulai dicatat secara tertib dan berkelanjutan. Contohnya
adalah dari pengamatan dan pencatatan peredaran matahari, ahli astronomi
Babilonia menetapkan pembagian waktu. Tahun dibagi dalam 12 bulan,
minggu dibagi dalam 7 hari.
b. Zaman Yunani Kuno
Di Yunani ilmu pengetahuna ini disempurnakan melalui penyelidikan
(inquiring). Pada tahap ini manusia tidak hanya menerima pengetahuan
sebagaimana adanya tetapi secara spekulatif mencoba mencari jawab tentang
asal-usul dan sebab akibat dari segala sesuatu.
Beberapa tokoh dan pandangan-pandangannya adalah sebagai berikut :
1. Thales (624 – 548 SM)
Merupakan ahli filsafat dan matematika. Thales dianggap sebagai orang
pertama yang mempertanyakan dasar dari alam dan segala isinya. Thales
berpendapat bahwa pangkal segala sesuatu adalah air.
2. Pythagoras (580 – 500 SM )
Mengemukakan 4 unsur suatu benda, yaitu tanah, air, api, dan udara.
Pythagoras terkenal dengan dalil Pythagoras yang mengatakan bahwa
kuadrat panjang sisi miring sebuah segitiga siku-siku sama dengan jumlah
kuadrat panjang kedua sisi siku-sikunya.
3. Socrates ( 470 – 399 SM )
Dianggap sebagai tonggak sejarah ilmu pengetahuan Yunani karena sejak
Socrates banyak penyelidikan yang dilakukan terhadap pengetahuan yang
menyangkut kehidupan manusia. Hasil pemikirannya dihimpun oleh Plato
diantaranya tentang logika, yakni adanya premis mayor, premis minor, dan
conclusion.
4. Leucipus dan Demokritos ( 460 – 370 SM )
Penemu teori atom. Menerut mereka, zat memiliki bangun buti. Segala zat
terdiri dari atom. Atom ini tidak dapat dimusnahkan dan tidak dapat
7
diubah. Atom dapat berbeda dalam bentuk dan ukurannya. Segala
perubahan yang terjadi pada benda adalah akibat dari penggabungan dan
penguraian atom menurut hokum sebab akibat.
5. Aristoteles ( 384 – 322 SM )
Berpendapat bahwa ada 5 unsur dari segala sesuatu, yaitu tanah, air, udara,
api, dan eter (quint essential). Unsure yang satu dapat berubah menjadi
unsur yang lain kecuali eter.
6. Archimedes ( 287 – 212 SM )
Merupakan ahli matematika, fisika, dan mekanika. Dia menggunakan cara
empiris yang didasarkan pada pengalaman atau percobaan. Archimedes
menemukan bahwa benda yang terapung di air akan kehilangan berat
sesuai dengan berat air yang terdesak.
c. Zaman Pertengahan
1. Zaman Alkimia ( abad 1 – 2 )
Selama 4 unsur dasar yang telah dikemukakan oleh ahli dari zaman
Yunani, ahli alkimia menambahkan 3 unsur lagi, yaitu air raksa, belerang,
dan garam. Pengertian unsure lebih dimaksudkan pada sifatnya daripada
unsure itu sendiri, misalnya :
Air raksa : logam yang mudah menjadi uap
Belerang : mudah terbakar dan member nana
Garam : tidak dapat terbakar dan bersifat tanah
2. Zaman Latrokimia
Tokoh-tokoh pada zaman ini antara lain:
a) Al-Khowarizmi ( 780 – 850 M )
Dalam bukunya Al Jabr wal Mukabala (Pengutuhan kembali dan
pembandingan) memperkenalkan asas algorisme yang merupakan
sisten hitungan nilai angka menurut tempatnya dari kanan ke kiri
yaitu satuan, puluhan, ribuan, dan seterusnya. Hal ini yang
kemudian menjadi dasar penggunaan system desimal.
8
b) Niarizi
Menulis buku tentang cuaca, iklim, dan pengetahuan tentang
bintang. Niarizi juga membuat Planetarium dan alat bantu ilmu
bintang untuk menggambarkan gerak benda langit dan mengukur
jaraknya.
c) Ar-Razi ( 866-909 M )
Merupakan tokoh kedokteran dan kimia. Merupakan orang pertama
yang mendiagnosa penyakit cacar dengan membedakan atas cacar
air (variola) dan cacar merah (rougella). Ar-Razi menemukan air
raksa (mercury).
d) Ibn Sina (980-1037 M)
Merupakan tokoh kedokteran. Bukunya Al-Qanun fi’ith Thibb
(pedoman kedokteran) adalah buku terluas yang dipergunakan
dalam dunia kedokteran.
e) Ibn Baithar
Seorang ahli tumbuh-tumbuhan. Dalam bukunya Al-Adwiyati’l
(Ramuan Sederhana) Ibn Baithar mengemukakan 1400 ramuan
obat, 300 diantaranya adalah temuannya sendiri.
f) Al-Ashama’I (740-828 M)
Dalam bukunya Al-Hayawan menguraikan tentang singa,
harimau,gajah, dan unggas dalam alamnya serta perpindahannya
berhubungan dengan musim.
Secara garis besar, sumbangan bangsa Arab dalam perkembangan
penegtahuan alam adalah:
Menerjemahkan karya-karya peninggalan Yunani, mengembangkan, dan
menyebarkannya ke Eropa.
Mengembangkan metode eksperimen sehingga memeperluas pengamatan
dalam bidang kedokteran, obat-obatan, astronomi, kimia, dan biologi.
Memantapkan penggunaan system bilangan denagan dasar sepuluh.
9
d. Zaman Modern
Pengetahuan yang terkumpul sejak zaman Yunani sampai pertengahan sudah
banyak tapi belum tersusun secara sistematis dan belum dianalisis menurut
jalan pikiran tertentu. Kesimpulan yang didapat, biasanya masih diwarnai oleh
cara berpikir ahli filsafat, agama, atau mistik. Setelah ditemukannya alat-alat
yang makin sempurna maka dikembangkanlah metode eksperimen.
Setelah dikembangkannya metode eksperimen ini ilmu pengetahuan
berkembang dengan pesat. Tokoh-tokoh yang terkenal pada masa ini antara
lain:
1) Evangelisa Torricelli (1588-1647 M)
Seorang ahli fisika dan ilmu pasti yang berhasil menemukan thermometer
sebagai alat pengukur suhu udara sekaligus dapat memperkirakan tekanan
udara pada suata tempat.
2) Antonio Lourent Lavoisier (1743-1749M)
Pelopor di bidang kimia. Lavoisier menemukan hubungan zat asam dan
udara dalam pembakaran, serta menemukan sifat asam dan basa dalam
suatu zat.
3) Antony van Leuwenhock (1632-1723 M)
Seorang ahli biologi. Dengan menggunakan mikroskop hasil karyanya,
dapat melihat bakteri dengan perbesaran 270 kali. Ia juga menemukan
spermatozoa anjing, kelinci, ikan, manusia,dan sejumlah binatang lain.
Produk IPA
Produk IPA adalah semua pengetahuan yang diperoleh tentang gejala alam
yang telah dikumpulkan melalui observasi. Jadi dasar pembentukan produk IPA
adalah data yang diperoleh melalui observasi.
1) Fakta ialah data dari hasil observasi berulang-berulang yang telah diketahui
kondisinya.
10
2) Konsep adalah idea atau gagasan yang diabstraksikan atau digeneralisasikan
dari pengalaman. Pengamatan atas sifat-sifat yang sama dari berbagai obyek
seperti besi, tembaga, aluminium, seng, emas dan lain-lainnya.
3) Prinsip adalah generalisasi atau abstraksi dari konsep-konsep yang
berhubungan.
4) Hukum adalah generalisasi dari konsep-konsep yang berhubungan, yang
digunakan untuk menjelaskan banyak gejala.
5) Teori adalah model yang abstrak yang dapat digunakan untuk menjelaskan
berlakunya prinsip dan hukum.
IPA Klasik dan IPA Modern
Pada tahap awalnya semua kegiatan ilmu pengetahuan alam masih
terbatas pada pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala alam yang
terjadi. bgejala-gejala alam itu, namun bersifat deskriftif dan kualitatif.
Dengan demikian IPA masih bersifat deskriptif dan kualitatif. Pernyataan
secara kualitatif ini pada awalnya sudah cukup memadai, tetapi kurang cermat
dan eksak, bahkan seringkali menyesatkan.
Pada tahap berikutnya sejalan dengan perkembangan matematika,
kegiatan IPA lebih bersifat simulative dan kuantitatif. Maka pernyataan-
pernyataannya lebih seksama dan lebih eksak, sehingga lebih mendekati
kebenaran. Di samping itu kegiatan IPA yang menggunakan metode ilmiah
bersifat terbuka untuk diuji kembali kebenarannya dan ini menjadikan IPA
bersifat dinamis.
Selanjutnya akan dibahas perkembangan IPA dari tahap deskreptif
dan kualitatif menuju ke tahap simulative dan kuantitatif, serta sifat IPA yang
dinamis dengan segala keuntungan dan resikonya:
a) Tahap Deskriptif dan Kualitatif
Kegiatan IPA dimulai dengan pengamatan dan pencatatan atas
gejala-gejala alam, yang ternyata hasilnya dapat berupa kesamaan-
kesamaan atau perbedaan-perbedaan. Kemudian hasil-hasil ini
11
disederhanakan melalui proses Klasifikasi dan sistemtaisasi, sehingga
diperoleh prinsip-prinsip yang lebih mendasar dan bersifat umum.
Dalam perkembangannya, IPA telah berhasil mengklasifikasikan
tumbuh-tumnbuhan dan hewan, yang dibedakan atas spesies, genus,
familia. Demitri Mendelejef (1869) telah dapat menyusun klasifikasi
unsure-unsur kimia yang disebut sistem periodic unsure.
Setelah banyak terkumpul pengetahuan berdasarkan klasifikasi,
muncul keinginan untuk membandingkan, yang merupakan konsep yang
lebih tinggi dan lebih efektif. kon srp “panas”, “pendek”, “besar”, hanya
menyatakan kedudukan tertentu, namun konsep “lebih panas”, “lebih
pendek”, “lebih besar”, menyatakan hubungan kedudukan suatu obyek
jika dibandingkan dengan obyek lain.
Pernyataan lebih panas, lebih pendek, lebih besar, ini merupakan
contoh suatu konsep perbandingan. Kedua konsep diatas, yaitu konsep
klasifikasi dan konsep perbandingan atau komparatif masih bersifat
kualitatif. Sebenarnya pernyataan yang bersifat kualitatif sudah erupakan
pengetahuan yang memadai dan bermanfaat, terutama dibidang yang
belum dapat mengembangkan metode kuantitatif.
Sebagai contoh adalah kaidah-kaidah dalam ilmu social, yang
kebanyakan masih berupa pernyataan yang bersifat kualitatif, sebab
terdapat kesulitan dalam teknik pengukuran terhadap gejala-gejala social.
namun kesulitan ini sedikit demi sedikit dapat diatasi, sehingga ahli-ahli
ilmu social dewasa ini sudah memasuki tahap yang bersifat kuantitatif.
b) Tahap Simulative dan Kuantitatif
Pada tahap kualitatif telah ditemukan prinsip bahwa “semua
logam bila dipanasi akan bertambah panjang”. Peryataan semacam ini
memang telah cukup banyak bermanfaat. namun masih banyak diusahakan
untuk mengetahui seberapa banyak “bertambah panjangnya” itu. maka
muncul keinginan untuk meng ”kuantifikasikan” data, sehingga dapat
diperoleh pengukuran yang lebih teliti, dengan tujuan agar hasil
12
kesimpulannya lebih mendekati kebenarannya. agar diperoleh hasil
pengukuran yang seksama perlu dilakukan proses simulasi, yaitu
menirukan atau mengulangi peristiwa alam dengan jalan melakukan
percobaan-percobaan di laboratorium.
Metode kuantitatif berkembang sebagai akibat penggunaan
matematikandalam IPA. Sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan daya
control dan daya ramal ilmu, serta dapat memberikan jawaban yang lebih
eksak. sehingga akan dihasilkan pemecahan masalah yang lebih seksama,
cermat,tepat, dan lebih mendekati kebenaran. Dengan demikian
pengetahuan yang diperoleh melalui metode kuantitatif menjadi lebih
dapat diandalkan.
c) Ilmu Pengetahuan Alam Bersifat Dinamis
Telah dikemukakan bahwa kegiatan IPA berawal dari
pengamatan dan pencatatan baik terhadap gejala-gejala alam pada
umumnya maupun percobaan-percobaan yang dilakukan di laboratorium.
Dari hsil-hasil pengamatan ini manusia berusaha merumuskan konsep
prinsip, hokum dan teori. Dilihat dari arah prosenya, ternyata eksperimen
mendahului teori. Proses IPA yang berupa konsep, prinsip, hokum dan
teori ini, masih terbuka kesempatan untuk diuji kebenarannya.
Berdasarkan teori-teori yang ada dimungkinkan untuk melakukan
eksperimen. Data baru yang diperoleh dari eksperimen tersebut
kemungkinan mendukung berlakunya teori yang lama, namun ada juga
kemungkinan tidak sesuai lagi, sehingga perlu disusun teori yang baru.
Demikianlah proses IPA berlangsung terus dan terdapat
mekanisme control, bersifat terbuka untuk selalu diuji kembali, dan besifat
kumulatif. Pengetahuan baru yang diperoleh selalu bertumpu pada dasar-
dasar pengetahuan sebelumnya dalam kerangka yang bersifat kumulatif,
sehingga bersifat konsisten dan sistematis. Dengan demikian IPA
berkembang secara dinamis.
13
Proses IPA yang dinamis itu dapat berlangsung karena
menggunakan metode ilmiah, dengan peranan teori dan eksperimen saling
melengkapi dan saling memperkuat. Contoh: Dengan teori optic manusia
dimungkinkan membuat alat-alat optic dengan presisi tinggi dan
berkemampuan lebih besar. Dengan peralatan yang berkemampuan besar
ini dimungkinkan pembaharuan teori-teori yang telah ada.
IPA modern lebih menekanka teori yang mendahului
eksperimen. Ciri IPA modern yang lain adalah bahwa hokum sebab akibat
yang memberikan kepastian mutlak dan bersifat deterinistik mulai
ditinggalkan, digantikan dengan pendekatan statistika yang bersifat
probabilitas. Dengan statistika ini memberikn keterangan tentang
kemungkinan terbesar atau mendekati kebenaran mutlak dari gejala yang
dipermsalahkan.
Dengan IPA yang dinamis ini menjadikan IPA berkembang
pesat. Dalam jangka waktu 10-15 tahun perkembangan IPA menjadi dua
kali lipat. Kemajuan IPA ini juga mendukung perkembangan teknologi,
yang pada gilirannya dapat menaikkan kesejahteraan manusia. Namun
demikian hasil IPA yang banyak ini bila pemanfaatannya tidak diarahkan
justru akan merugikan manusia, bahkan dapat merusakkan peradaban
manusia itu sendiri. Beberapa contoh penemuan yang dapat merugikan
manusia adalah senjata nuklir, senjata kimia dan biologis, serta terjadinya
pencemaran udara, air, dan tanah, yang dapat mengganggu keseimbangan
dan keserasian lingkungan hidup. Pada dasarnya hasil-hasil IPA memang
bersifat netral, namun pemanfaatannya yang tidak terarah dan tidak
terkendali oleh nilai-nilai kemanusiaan akan sangat berbahaya.
Jadi perkembangan IPA yang dinamis ini di samping
memberikan banyak keuntungan juga membawa resiko. Agar resiko yang
akan terjadi sekecil mungkin, maka arah perkembangan IPA dan
pemanfaatan hasil-hasilnya haruslah dilandasi oleh kemanusiaan yang
luhur.
14
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dijabarkan di depan maka dapat di ambil
kesimpulan bahwa Ilmu Pengetahuan Alamiah Ilmu alamiah merupakan ilmu
pengetahuan yang mengkaji tentang gejala-gejala dalam alam semesta, termasuk
di muka bumi ini, sehingga termasuk konsep dan prinsip. Ilmu Alamiah Dasar
(Basic Natural Science) hanya mengkaji konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar
yang esensial saja.
Awal dari IPA dimulai pada saat manusia memperhatikan gejala-
gejala alam, mencatatnya, dan kemudian mempelajarinya. Pengetahuan yang
diperoleh mula-mula terbatas pada hasil pengamatan terhadap gejala alam yang
ada dan kemudian makin bertambah dengan pengetahuan yang diperoleh dari
hasil pemikiran.
Perkembangan alam pikiran manusia sampai dengan kelahiran IPA
sebagai ilmu yang mantap melalui empat tahap, yaitu tahap mitos, tahap penalaran
induktif, tahap penalaran deduktif, dan metode ilmiah. Sedangkan perkembangan
ilmu pengetahuan terbagi menjadi 4 zaman, yaitu zaman kuno, zaman Yunani
kuno, zaman pertengahan, dan zaman modern. Masing-masing zaman mempunyai
tokoh ilmu pengetahuan masing-masing seperti Pythagoras dan Socrates pada
zaman Yunani kuno, Ar-Razi dan Ibn Sina pada zaman pertengahan, dan Antony
van Leuwenhock pada zaman modern.
IPA juga menghasilkan produk. Produk IPA adalah semua pengetahuan
yang diperoleh tentang gejala alam yang telah dikumpulkan melalui observasi.
Jadi dasar pembentukan produk IPA adalah data yang diperoleh melalui
observasi. Produk IPA itu adalah fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori.
Selanjutnya dibahas perkembangan IPA dari tahap deskreptif dan kualitatif
menuju ke tahap simulative dan kuantitatif, serta sifat IPA yang dinamis dengan
segala keuntungan dan resikonya.
Jadi perkembangan IPA yang dinamis ini di samping memberikan banyak
keuntungan juga membawa resiko. Agar resiko yang akan terjadi sekecil
15
mungkin, maka arah perkembangan IPA dan pemanfaatan hasil-hasilnya haruslah
dilandasi oleh kemanusiaan yang luhur.
16
DAFTAR PUSTAKA
Sukardjo, JS. 2005. Ilmu Alam Dasar.UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS.
Surakarta, Jawa Tengah.
Jasin, Maskoeri. 1994. Ilmu Alamiah Dasar. PT Grafindo Persada. Jakarta.
17