Upload
ahmad-subhan
View
200
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
A. PENDAHULUAN
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi
tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita sebagai penerima kesehatan, anggota
keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh
sehat sampai dewasa sebagai generasi muda. Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi perhatian.
Adapun definisi tentang arti kesehatan reproduksi yang telah diterima secara internasional
yaitu : sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan
dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Selain itu juga disinggung hak produksi yang
didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia bagi setiap pasangan atau individu untuk menentukan
secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan menentukan
kelahiran anak mereka.
Dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Konfren on
Population and Depelopmen/ICPD). Yang disponsori oleh perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di
Kairo Mesir pada tahun 1994, dihadiri oleh 11.000 perwakilan dan lebih 180 negara. Konfrensi
tersebut melahirkan kebijakan baru tentang pembangunan dan kependudukan, seperti tercantum
dalam program aksi 20 tahun, yang tidak lagi terfokus pada pencapaian target populasi tertentu tetapi
lebih ditujukan pada upaya penstabilan laju pertumbuhan penduduk yang beronientasi pada
kepentingan pembangunan manusia. Program aksi ini menyerukan agar setiap negara meningkatkan
status kesehatan, pendidikan dan hak-hak individu khususnya bagi perempuan dan anak-anak dan
mengintegrasikan program keluarga berencana (KB) kedalam agenda kesehatan perempuan yang
lebih luas.
Bagian terpenting dan program tersebut adalah penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi
yang menyeluruh, yang memadukan KB, pelayanan kehamilan dan persalinan yang aman,
pencegahan pengobatan infeksi menular seksual/IMS (termasuk HIV), informasi dan konseling
seksualitas, serta pelayanan kesehatan perempuan mendasar lainnya. Termasuk penghapusan bentuk-
bentuk kekerasan terhadap perempuan seperti sunat perempuan, jual beli perempuan, dan berbagai
bentuk kekerasan lainnya.
2
B. DEFINISI
1. DEFINISI SEHAT (WHO)
Keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh. Jadi sehat berarti bukan
sekedar tidak ada penyakit ataupun kecacatan, tetapi juga kondisi psikis dan sosial yang
mendukung perempuan untuk melalui proses reproduksi
baik perempuan maupun laki-laki berhak mendapatkan standar kesehatan yang setinggi-
tingginya, karena kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah diakui dunia
internasional
2. DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI
Istilah reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya kembali dan kata produksi yang
artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses
kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan
yang disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia.
Menurut BKKBN, (2001), defenisi kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan
sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit
dan kecacatan.
Sedangkan menurut ICPD (1994) kesehatan reproduksi adalah sebagai hasil akhir
keadaan sehat sejahtera secara fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit
atau kecacatan dalam segala hal yang terkait dengan sistem, fungsi serta proses reproduksi.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental
dan kehidupan sosial,yang berkaitan dengan alat,fungsi serta proses reproduksi. Dengan
demikian kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi bebas dari penyakit,melainkan
bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum
menikah dan sesudah menikah.
C. RUANG LINGKUP KESEHATAN REPRODUKSI
Menurut Depkes RI (2001) ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat
luas, sesuai dengan definisi yang tertera di atas, karena mencakup keseluruhan kehidupan
manusia sejak lahir hingga mati. Dalam uraian tentang ruang lingkup kesehatan reproduksi
yang lebih rinci digunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach), sehingga
diperoleh komponen pelayanan yang nyata dan dapat dilaksanakan.
3
Untuk kepentingan Indonesia saat ini, secara nasional telah disepakati ada empat
komponen prioritas kesehatan reproduksi, yaitu :
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
2. Keluarga Berencana
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Seksual, termasuk HIV/AIDS.
Secara lebih luas, ruang lingkup kespro meliputi :
1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir
2. Keluarga Berencana
3. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV /
AIDS
4. Pencegahan dan penangulangan komplikasi aborsi
5. Kesehatan Reproduksi Remaja
6. Pencegahan dan Penanganan Infertilitas
7. Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis
8. Berbagi aspek Kesehatan Reproduksi lain misalnya kanker serviks, mutilasi genetalia, fistula
dll.
Dalam penerapanya di pelayanan kesehatan, komponen kespro yang masih menjadi
masalah di Indonesia adalah ( PKRE) Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial, terdiri dari :
1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir
2. Keluarga Berencana
3. Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV /
AIDS
5. Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) ditambah Kesehatan
Reproduksi Usia Lanjut
D. PENDEKATAN SIKLUS HIDUP
Pendekatan yang diterapkan dalam menguraikan ruang lingkup kesehatan reproduksi
adalah pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan
sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar-fase kehidupan
4
tersebut. Dengan demikian, masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat
diperkirakan, yang bila tak ditangani dengan baik maka hal ini dapat berakibat buruk pada masa
kehidupan selanjutnya. Dalam pendekatan siklus hidup ini dikenal lima tahap, yaitu :
1. Konsepsi
2. Bayi dan anak
3. Remaja
4. Usia subur
5. Usia lanjut
Berikut digambarkan pendekatan siklus hidup kesehatan reproduksi, untuk laki-laki
dan perempuan dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan. Perempuan mempunyai
kebutuhan khusus dibandingkan laki-laki karena kodratnya untuk haid, hamil, melahirkan,
menyusui, dan mengalami menopause, sehingga memerlukan pemeliharaan kesehatan yang
lebih intensif selama hidupnya. Ini berarti bahwa pada masa-masa kritis, seperti pada saat
kehamilan, terutama sekitar persalinan, diperlukan perhatian khusus terhadap perempuan
C. HAK-HAK REPRODUKSI
Hak reproduksi perorangan adalah hak yang dimiliki oleh setiap orang, baik laki-laki
maupun perempuan (tanpa memandang perbedaan kelas sosial, suku, umur, agama, dll) untuk
memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab (kepada diri, keluarga, dan masyarakat)
mengenai jumlah anak, jarak antar anak, serta penentuan waktu kelahiran anak dan akan
5
melahirkan. Hak reproduksi ini didasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi manusia yang
diakui di dunia internasional (Depkes RI, 2002).
1. Menurut Depkes RI (2002) hak kesehatan reproduksi dapat dijabarkan secara praktis,
antara lain :
1. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaik.
Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan klien, sehingga menjamin keselamatan dan
keamanan klien.
2. Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai individu) berhak
memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi dan manfaat
serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk pelayanan
dan/atau mengatasi masalah kesehtan reproduksi.
3. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang aman, efektif,
terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tak melawan hukum.
4. Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, yang
memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan persalinan, serta
memperoleh bayi yang sehat.
5. Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan yang didasari
penghargaan
6. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang
diinginkan bersama tanpa unsure pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.
7. Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang tepat dan
benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan
seksual yang bertanggungjawab
8. Setiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah, lengkap, dan
akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.
2. Menurut ICPD (1994) hak-hak reproduksi antara lain :
1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.
2. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi
3. Hak kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi
4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan
6
5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak
6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksinya
7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari
perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual
8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan, ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan
reproduksi
9. Hak atas kerahasiaan pribadi berkaitan dengan pilihan atas pelayanan dan kehidupan
reproduksinya
10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga
11. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan
kehidupan reproduksi
12. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi buruk terhadap derajat Kesehatan
Reproduksi Perorangan adalah sebagai berikut :
1. Kemiskinan sekitar 40 % berakibat kesakitan kecacatan dan kematian
2. Kedudukan perempuan dalam keluarga masalnya keadaan sosioekonomi, budaya dan
nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat
3. Akses ke fasilitas kesehatan yang memberikan kespro belum memadai (jarak, jauh, kurang
informasi, keterbatasan biaya, tradisi)
4. Kualitas pelayanan kespro (pelayanan kes kurang memperhatikan klien, kemampuan
fasilitas kesehatan yang kurang memadai)
Prilaku diskriminatif terhadap perempuan
1. Perempuan di nomor duakan dalam aspek kehidupan (makan sehari-hari, pendidikan,
kerja dan kedudukan)
2. Perempuan terpaksa nikah di usia muda karena tekanan ekonomi ortu
3. Keterbatasan perempuan dalam mengambil keputusan untuk kepentingan dirinya
4. Tingkat pendidikan perempuan yang belum merata dan masih rendah menyebabkan
informasi yang diterima tentang kespro terbatas.
7
D. 12 AREA KRITIS KEPEDULIAN (12 CRITICAL AREAS OF CONSERN)
Pada pertemuan the 34 th Commission on the Status of Women di Vienna tahun 1990,
dilakukan analisis terhadap operasionalisasi pemberdayaan perempuan. Hasil studi yang
dilakukan oleh Anderson (1992) dan Moser (1993), menunjukkan bahwa pemberdayaan
perempuan tanpa melibatkan kaum laki-laki kurang menunjukkan hasil yang maksimal. Oleh
karena itu, WAD akhirnya diubah menjadi Gender and Development (GAD). Intinya, GAD lebih
menekankan pada prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-
laki. Konsep GAD tersebut dikukuhkan lagi dalam the International Conference on Population
and Development (ICPD) di Kairo tahun 1994 dan dalam the 4 th World Conference of Women
di Beijing tahun 1995.
Dalam ICPD Kairo dilakukan penyamaan konsep, yakni bahwa pemberdayaan
perempuan merupakan kondisi dasar untuk stabilisasi kependudukan dan pembangunan yang
berkelanjutan, dengan menekankan pada:
Memberikan kesempatan dalam pendidikan, khususnya anak perempuan;
Keadilan dan kesetaraan gender;
Menurunkan tingkat kematian ibu, bayi, dan anak;
Persamaan hak dalam kesehatan reproduksi, termasuk KB.
Kesepakatan ICPD ini memberikan kontribusi penting dalam konferensi-konferensi yang
diadakan selanjutnya, seperti Konferensi Puncak Sedunia tentang Pembangunan Sosial dan
Konferensi Wanita Sedunia keempat di Beijing. FWCW Beijing pada tahun 1995
menyerukan harus adanya komitmen pemerintah ntuk meningkatkan status perempuan,
yang meliputi:
Kesetaraan gender
Keadialan gender
Pemberdayaan perempuan
Integrasi kependudukan kedalam kebijakan pembangunan yang berkesinambungan dan
program penghapusan kemiskinan.
Dalam Konfrensi Perempuan Se Dunia ke 4 di Beijing China/FWCW (1995)
Deklarasi dan flatform aksi Beijing (Fort Word Confren on Women/FWCW, 4-15 September
1995 yang diadofsi oleh perwakilan dari 189 negara mencerminkan komitmen internasional
terhadap tujuan kesetaraan, pengembangan dan perdamaian bagi seluruh perempuan di Dunia.
8
Flatform tersebut terdiri dari 6 bab, mengidentifikasikan 12 “Area Kritis kepedulian” (12
critical areas of consern) yang dianggap sebagai penghambatan utama kemajuan perempuan.
Konferensi Beijing menghasilkan komitmen bersama tentang perbaikan terhadap status dan
peranan perempuan dalam pembangunan, yaitu mulai dari tahap perumusan kebijaksanaan dan
pelaksanaan sampai pada menikmati hasil-hasil pembangunan dengan mempraktikkan 12 area
kritis yang dihadapi perempuan.
12 “Area Kritis kepedulian” (12 critical areas of consern) adalah sebagai berikut :
1) Perempuan dan Kemiskinan (Struktural)
Jumlah perempuan yang hidup dalam kemiskinan lebih banyak daripada laki-laki
karena terbatasnya akses perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi misalnya: lapangan
pekerjaan, kepemilikan harta benda, pendidikan dan pelatihan serta pelayanan masyarakat
(misalnya: kesehatan)
2) Keterbatasan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan merupakan HAM dan sarana penting untuk mencapai kesetaraan, dan
pengembangan dan perdamaian. Namun, anak perempuan mengalami diskriminasi akibat
pandangan budaya, pernikahan dan kehamilan dini, keterbatasan akses pendidikan dan materi
pendidikan yang bias gender.
3) Kesehatan dan hak-hak reproduksi.
Kesehatan perempuan mencakup kesejahteraan fisik dan emosi mereka, yang tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor biologi tetapi juga turut ditentukan oleh kontest sosial, politik dan
ekonomi . Tercapainya standar kesehatan fisik tertinggi penting bagi kehidupan dan
kesejahteraan perempuan. Hal ini mendukung perempuan untuk berpartisipasi baik di
masyarakat maupun dalam kehidupan pribadinya.
4) Kekerasan perempuan dan anak perempuan.
Kekerasan pempuan dan anak perempuan subyek kekerasan fisik, seksual dan psikologis
yang terjadi tanpa dibatasi oleh status sosial ekonomi dan budaya baik di kehidupan pribadi
maupun di masyarakat. Segala bentuk kekerasan berarti melanggar merusak atau merenggut
kemerdekaan perempuani untuk menikmati hak asasinya.
9
5) Konflik bersenjata / kekerasan di wilayah konflik militer
Selama konflik bersenjata, perkosaan merupakan cara untuk memusnahkan kelompok
masyarakat/suku, praktik-praktik tersebut harus dihentikan dan pelakunya harus dikenai
sanksi hukum.
6) Terbatasanya Akses Perempuan di Bidang Ekonomi Produktif
Perempuan jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan sering diperlakukan
secara tidak layak (seperti gaji rendah, kondisi kerja yang tidak memadai dan terbatasnya
kesempatan kerja profesional)
7) Keikutsertaan dalam Pengambilan Keputusan
Keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan belum mencapai target 30% di
hampir semua tingkatan pemenintah, sebagaimana telah ditetapkan oleh Lembaga Sosial dan
Ekonomi PBB (theUN Ekonomic and Social Council) pada tahun 1995.
8) Terbatasnya Kelembagaan/Mekanisme lnstitusional dalam sektor pemerintah/non
pemerintah.
Perempuan sering terpinggirkan dalam struktur kepemerintahan nasional seperti tidak
memiliki mandat yang jelas, keterbatasan sumber sumber daya dan dukungan dari para
politisi nasional.
9) Perlindungan dan Pengayoman Hak-hak Azasi Manusia
Hak azasi manusia bersifat universal. Dinikmatinya hak-hak tersebut secara penuh dan setara
oleh perempuan dan anak perempuan merupakan kewajiban pemerintah dan PBB dalam
mencapai kemajuan perempuan.
10) Terbatasnya Akses Pada Media Masa
Media masih tenus menonjolkan gambar yang negatif dan merendahkan perempuan misalnya
menampilkan kekerasan, pelecehan dan pornografi yang berdampak buruk bagi perempuan.
11) Rentan terhadap Pencemaran Lingkungan
Perusakan alam menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan kesejahteraan dan kwalitas
hidup masyarakat terhadap perempuan di segala usia.
10
12) Diskriminasi ( Terbatasnya Kesempatan Mengembangkan Potensi Diri bagi Anak
Perempuan)
Diskriminasi sudah dialami perempuan sejak awal kehidupannya. Perilaku dan praktik-
praktik yang berbahaya menyebabkan banyak anak perempuan tidak mampu bertahan hidup
hingga usia dewasa. Kurangnya perlindungan hukum atau kegagalan dalam penerapannya,
menyebabkan anak-anak perempuan rentan terhadap segala bentuk kekerasan, serta
mengalami konsekuensi hubungan seksual usia dini dan tidak aman, termasuk HIV/AIDS.
1. Perihal MDGs (Millenium Development Goals) dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical
areas of consern)
Pada September 2000, di ajang United Nation Millenium Summit 191, pemerintahan
Negara-negara anggota PBB berbagi visi bahwa 15 tahun ke depan perlu disepakati bersama
tentang (kondisi) dunia yang lebih baik dari sekarang.
Untuk itu mereka berikrar bahwa pada tahun 2015, semua negara anggota akan berusaha
mencapai 8 Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals), yang disebut
sebagai Deklarasi Milenium (Millenium Declaration). Deklarasi tersebut juga menyebutkan
tentang pemberdayaan perempuan serta persamaan jender.
Berkaitan juga dengan penerapan hak-hak dan kesempatan yang sama antara perempuan
dan laki-laki, yang juga mengacu pada CEDAW: “to combat all forms of violence against
women and to implement the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination
Against Women.
Oleh Indonesia, CEDAW telah diratifikasi sejak 1984. Selain itu MDGs juga mengacu
pada kepedulian terhadap 12 wilayah kritis (critical areas of consern), yang disepakati pada
Kongres Pe-rempuan IV di Beijing tahun 1995, yang telah dituangkan dalam Beijing Platform for
Action.
Adapun yang menjadi Tujuan Pembangunan Milenium itu adalah:
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan (eradicate extreme poverty and hunger)
2. Mencapai pendidikan dasar yang universal (achieve universal primary education)
3. Mempromosikan persamaan jender dan pemberdayaan perempuan (promote gender equality
and empower women)
4. Mengurangi jumlah kematian anak (reduce child mortality)
5. Meningkatkan kesehatan ibu (improve maternal health)
11
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain (combat HIV/AIDS, ma-laria and other
diseases)
7. Menjamin kelestarian lingkungan (ensure environmental sustainability)
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (develop a global partnership for
development).
2. Perihal Analisis Gender dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern)
Secara umum tela-ah banyak pihak terhadap permasalahan gender, meski mencakup
segenap aspek kehidupan, difokuskan terhadap ketidakadilan gender (gender inequalities).
Perhatian ini muncul setelah disadari bahwa meski masing-masing jenis kelamin perempuan dan
laki laki tersebut memiliki kekhasan tersendiri (stereotype), perempuan relatif kurang rasional,
emosional, dan lemah lembut. Sedangkan laki-laki lebih rasional, kuat dan perkasa, namun
ternyata perbedaan alami tersebut telah melahirkan ketidakadilan gender.
Ketidakadilan ini termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan seperti
marginalisasi atau proses pemiskinan perempuan dalam bidang ekonomi, subordinasi atau
dianggap tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotype atau melalui pelabelan
negative, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta
sosialisasi nilai peran gender.
Manifestasi ketidakadilan gender ini tidak dapat dipisah pisahkan karena semua saling
jalin-menjalin.Tidak satupun manifestasi ketidakadilan lebih penting, atau lebih esensial dari
yang lain. Sebagai contoh marginalisasi ekonomi kaum perempuan justru terjadi karena
stereotipe tertentu atas kaum perempuan dan itu menyumbang pada subordinasi dan kekerasan
terhadap kaum perempuan yang pada gilirannya tersosialisasikan dalam keyakinan, ideologi dan
visi kaum perempuan sendiri. Dengan demikian kita tidak dapat menyatakan bahwa marginalisasi
kaum perempuan adalah persoalan yang paling esensial dari ketidakadilan gender.
Semua permasalahan gender yang terfokus pada ketidakadilan ini kerap kali menjadi
bahan telaah kalangan peneliti maupun kalangan akademisi yang sedangmenyusun disertasi atau
tesis.
Pada 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern) dari Konferensi Beijing,
Ketidakadilan gender juga muncul di pelbagai bidang. Konferensi Perempuan di Beijing pada
tahun1995 menghasilkan kesepakatan menyangkut 12 area kritis yang menjadi perhatian dalam
platform for action peretasan ketidakadilan gender.. 12 area kritis ini juga dapat digunakan
sebagai titik mulai analisis, dan penyiapan statistik dan indicator gender.
12
Berikut adalah 12 area kritis sebagai isu tematik yang menjadi bidang perhatian dalam
masalah gender :
Perempuan dan kemiskinan
Lebih dari 1 milyar orang di muka bumi saat ini, yang sebagian besar merupakan perempuan,
hidup dalam kondisi dirundung kemiskinan, kebanyakan di antara mereka hidup di Negara
Negara berkembang dan kurang berkembang. Kemiskinan ini mempunyai beragam
penyebab, termasuk di antaranya maslah structural (kemiskinan struktural). Kemiskinan
merupakan masalah yang kompleks dan multidimensi yang bisa berasal baik dengan domain
nasional maupun internasional.
Pendidikan dan pelatihan bagi perempuan
Pendidikan adalah hak azasi manusia dan suatu alat yang esensial untuk meraih tujuan
kesetaraan, pembangunan, dan perdamaian. Pendidikan yang tidak diskriminatif akan
menguntungkan baik bagi anak perempuan maupun laki laki dan pada gilirannya akan
berkontribusi hubungan yang lebih setara antara perempuan dan laki laki.
Perempuan dan kesehatan
Perempuan mempunyai hak untuk menikmati pelayanan kesehatan fisik dan mental
berstandar tinggi. Kenikmatan atas hak ini adalah sesuatu yang vital bagi kehidupan mereka
dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berpartisipasi di seluruh bidang kehidupan
public maupun privat.
Kekerasan terhadap perempuan
Kekerasan terhadap perempuan adalah hambatan terhadap berbagai tujuan pencapaian
kesetaraan, pembangunan dan perdamaian. Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan
itu sendiri dan ketidakadilan atau mengecilkan arti perempuan berarti menisbikan kenikmatan
hak azasinya serta kebebasan fundamentalnya.
Perempuan dan konflik bersenjata
Suatu lingkungan yang dapat memelihara perdamaian di dunia, mempromosikan, dan
melindungi hak azasi manusia, demokrasi,dan jauh dari pertengkaran, terkait dengan prinsip
tidak mengancam atau menggunakan kekuatan terhadap integritas territorial atau
independensi politis, serta respek terhadap kesengsaraan sebagaimana termaktub dalam
Piagam PBB, merupakan factor penting dalam memajukan kaum perempuan.
13
Perempuan dan ekonomi
Ada perbedaan perbedaan yang dapat dipertimbangkan antara perempuan dan laki laki dalam
mengakses pelbagai kesempatan terhadap kekuatan struktur ekonomi dalam masyarakatnya.
Di banyak belahan dunia, secara virtual perempuan absent atau dimiskinkan keterwakilannya
dalam pengambilan keputusan ekonomi, termasuk dalam memformulasikan masalah
keuangan, moneter, komersil, dan kebijakan ekonomi lainnya, demikian juga dalam
penentuan system perpajakan dan aturan penggajian
Perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan
Deklarasi universaltentang hak azasi manuzia menyatakan bahwa setiap orang mempunyai
hak yang samauntuk ambil bagian Pemerintahan negerinya. Pemberdayaan dan otonomi
perempuan dan perbaikan status social,ekonomi, dan politis merupakan hal yang esensial
bagi pencapaian baik transparansi, dan akuntabilitas pemerintahan, serta pengadministrasin
dan keberlanjutan pembangunan di berbagai bidang kehidupan.
Mekanisme kelembagaan bagi pemajuan perempuan
Keseluruhan niat baik untuk memajukan perempuan tidak akan berarti banyak bila tidak
disertai dengan membenahi kelembagaan yang ada di masyarakat baik di kalangan
pemerintahan maupun lembaga non pemerintah. Penginternalisasian pengarusutamaan gender
harus dilaksanakan secara bertahap dan kontinu, sehingga memenuhi seluruh bidang
kehidupan.
Hak azasi perempuan
Hak azasi dan kebesan/kemerdekaan fundamental adalah hak lahir dari segenap insan,
perlindungan dan promosi terhadap mereka tanggungjawab pertama dari Pemerintah.
Landasan aksi (platform for actions) ditegaskan lagi bahwa seluruh hak azasi manusia
meliputi kewarganegaraan, budaya, ekonomi, politik, social, termasuk hak terhadap
pembangunan merupakan hal yang universal, tak dapat dibagi, saling tergantung, dan saling
berhubungan, sebagaimana diekspresikan dalam Deklarasi Vienna dan Program aksi
yangdiadopsi dari Konferensi Dunia tentang Hak Azasi Manusia.
Perempuan dan media
Sepanjang decade terakhir, kemajuan di bidang teknologi informasi telah memfasilitasi
jaringan komunikasi global yang melampaui batas wilayah nasional dan telah berdampak
pada kebijakan public, perilaku pribadi, anak anak dan mereka yang beranjak dewasa.
Dimanapun potensi muncul untuk media guna membuat kontribusi yang jauh lebih besar bagi
kemajuan kaum perempuan.
14
Perempuan dan lingkungan
Persentuhan perempuan dengan lingkungan (alam) usianya seumur manusia itu sendiri,
bahkan merekalah yang tetap tabah ‘menafkahi’ keluarga mereka dari apa yang tersedia di
alam, ketika alam masih bersedia memberi, demikian pula ketika alam menderita, perempuan
pun ikut menderita bersama alam. Oleh karena itu, posisi perempuan terhadap lingkungan
bisa dilihat sebagai pemanfaat maupun pengguna atau konsumen dari lingkungan alam
(sumberdaya alam).
Anak perempuan
Konvensi tentang hak anak menyadari bahwa “Pertemuan negara Negara akan memberi
respek dan menjamin bahwa hak azasi anak perempuan tersebut akan diset dalam Konvensi
yang sedang berjalan terhadap setiap anak dalam yurisdiksi tanpa diskriminasi apapun,
terlepas dari anak itu sendiri, orang tuanya, atau pelindung resmi yang membesarkannya,
warna kulit, jenis kelamin, agama, bahasa,politik, atau opini lainnya, kebangsaan , etnis atau
daerah asal, kecacatan, kepemilikan, maupun status kelahiran".
3. Perihal Komite HAM PBB dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern)
Pada konferensi ke-4 tentang Perempuan di Beijing 1995, yang menghasilkan Pedoman
Aksi Beijing (The Beijing Platform for Action) yang meletakkan 12 area kritis (critical areas of
consern) terkait dengan pemenuhan hak perempuan sebagai hak asasi manusia.
Konseptualisasi hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia dan kekerasan terhadap
perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kerangka kerja untuk menghapuskannya
meletakkan setiap instrumen hak asasi manusia dimaknai ulang. Pengakuan tersebut harus
meliputi pula pengakuan tentang berbagai penyebab timbulnya diskriminasi.
Beberapa Mekanisme HAM PBB yang berbasis pada perjanjian kemudian melakukan
adopsi dengan mengeluarkan Komentar Umum/Rekomendasi Umum untuk mengkaji ulang
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, yaitu :
1. Komite HAM untuk Hak Sipil dan Politik mengeluarkan Komentar Umum No. 28 tahun
2000 tentang Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan (pasal 3) (General Comment
No. 28: Equality of rights between men and women (article 3) tahun 2000).
Pada Komentar Umum tersebut komite menegaskan bahwa setiap negara yang sudah
meratifikasi konvensi hak sipil dan politik, tidak saja harus mengadopsi langkah-langkah
perlindungan tapi juga langkah-langkah positif di seluruh area untuk mencapai pemberdayaan
perempuan yang setara dan efektif.
15
Langkah ini termasuk pula penjaminan bahwa praktek-praktek tradisi, sejarah, agama
dan budaya tidak digunakan untuk menjustifikasi pelanggaran hak perempuan.
Dengan adanya Komentar Umum ini Komite ingin memastikan bahwa negara pihak
dalam membuat laporan terkait hak-hak sipil dan politik harus menyediakan informasi
tentang bagaimana pengalaman perempuan yang banyak dilanggar haknya dalam setiap hak
yang dicantumkan dalam Konvensi.
2. Komite tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan meletakkan
pula kerangka langkah-langkah khusus sementara (temporary special measures) untuk
penghapusan diskriminasi langsung dan tidak langsung (direct and indirect discrimination)
yang terjadi terhadap perempuan yang sangat mempengaruhi penikmatan hak asasi
perempuan dalam
Rekomendasi Umum No. 25 (2004) dirasa penting membedakan adanya situasi khas
perempuan secara biologis dan situasi yang tidak menguntungkan akibat dari proses
penindasan dan situasi yang tidak setara yang cukup lama hadir. Komite menekankan bahwa
posisi perempuan yang tidak beruntung tersebut perlu disikapi dengan pendekatan persamaan
hasil (equality of result) sebagai tujuan dari persamaan secara substantive (subtantive
equality) atau de facto tidak saja persamaan secara formal (formal equality).
3. Komite tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya mengeluarkan Komentar Umu No. 16
(2005) tentang Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan dalam menikmati seluruh hak
ekonomi, sosial dan budaya (Pasal 3) (The equal right of men and women to the enjoyment of
all economic, social and cultural rights (art. 3 of the International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights).
Komite menegaskan bahwa perempuan seringkali diabaikan haknya untuk menikmati
hak-hak asasi mereka karena status yang dinomorduakan oleh tradisi dan praktek budaya dan
berdampak pada posisi perempuan yang tidak beruntung. “ Many women experience distinct
forms of discrimination due to the intersection of sex with such factors as race, colour,
language, religion, political and other opinion, national or social origin, property, birth, or
other status, such as age, ethnicity, disability, marital, refugee or migrant status, resulting in
compounded disadvantage.”
16
E. INDIKATOR KESEHATAN REPRODUKSI
1. Angka Kematian Ibu (AKI) makin tinggi AKI, makin rendah derajat kesehatan reproduksi
2. Angka Kematian Bayi (AKB) makin tinggi AKB, makin rendah derajat kesehatan reproduksi
3. Angka cakupan pelayanan keluarga berencana dan partisipasi laki-laki dalam keluarga
berencana (makin rendah angka cakupan pelayanan KB, makin rendah derajat kesehatan
reproduksi)
4. Jumlah ibu hamil dengan “4 terlalu” atau “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak anak, dan
terlalu dekat jarak antar kelahiran (makin tinggi jumlah ibu hamil dengan “4 terlalu”, makin
rendah derajat kesehatan reproduksi)
5. Jumlah perempuan dan/atau ibu hamil dengan masalah kesehatan, terutama anemia dan
kurang energi kronis/KEK, (makin tinggi jumlah anemia dan KEK, makin rendah derajat
kesehatan reproduksi)
6. Perlindungan bagi perempuan terhadap penularan penyakit menular seksual (PMS), (makin
rendah perlindungan bagi perempuan, makin rendah derajat kesehatan reproduksi)
7. Pemahaman laki-laki terhadap upaya pencegahan dan penularan PMS (makin rendah
pemahaman PMS pada laki-laki, makin rendah derajat kesehatan reproduksi).
F. PENUTUP
Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih memdalam, kesehatan reproduksi
bukan semata-mata sebagai penelitian klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup pengertian
social (masyarakat). Intinya goal kesehatan secara menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat
baik. Namum, kondisi social dan ekonomi terutama di Negara-negara berkembang yang kualitas
hidup dan kemiskinan memburuk, secara tidak langsung memperburuk pula kesehatan reproduksi
wanita.
Berdasarkan pemikiran di atas kesehatan wanita merupakan aspek paling penting
disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu pada wanita di beri
kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya sesuai dengan kebutuhannya
di mana ia sendiri yang memutuskan atas tubuhnya sendiri.