25
1 A. PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita sebagai penerima kesehatan, anggota keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh sehat sampai dewasa sebagai generasi muda. Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi perhatian. Adapun definisi tentang arti kesehatan reproduksi yang telah diterima secara internasional yaitu : sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Selain itu juga disinggung hak produksi yang didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia bagi setiap pasangan atau individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan menentukan kelahiran anak mereka. Dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Konfren on Population and Depelopmen/ICPD). Yang disponsori oleh perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Kairo Mesir pada tahun 1994, dihadiri oleh 11.000 perwakilan dan lebih 180 negara. Konfrensi tersebut melahirkan kebijakan baru tentang pembangunan dan kependudukan, seperti tercantum dalam program aksi 20 tahun, yang tidak lagi terfokus pada pencapaian target populasi tertentu tetapi lebih ditujukan pada upaya penstabilan laju pertumbuhan penduduk yang beronientasi pada kepentingan pembangunan manusia. Program aksi ini menyerukan agar setiap negara meningkatkan status kesehatan, pendidikan dan hak-hak individu

Pendekatan Siklus Hidup Dan Hak Hak Kesehatan Reproduksi 12 Area Kritis Kepedulian1

Embed Size (px)

Citation preview

1

A. PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mempertinggi derajat kesehatan masyarakat. Demi

tercapainya derajat kesehatan yang tinggi, maka wanita sebagai penerima kesehatan, anggota

keluarga dan pemberi pelayanan kesehatan harus berperan dalam keluarga, supaya anak tumbuh

sehat sampai dewasa sebagai generasi muda. Oleh sebab itu wanita, seyogyanya diberi perhatian.

Adapun definisi tentang arti kesehatan reproduksi yang telah diterima secara internasional

yaitu : sebagai keadaan kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan

dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Selain itu juga disinggung hak produksi yang

didasarkan pada pengakuan hak asasi manusia bagi setiap pasangan atau individu untuk menentukan

secara bebas dan bertanggung jawab mengenai jumlah anak, penjarakan anak, dan menentukan

kelahiran anak mereka.

Dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International Konfren on

Population and Depelopmen/ICPD). Yang disponsori oleh perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di

Kairo Mesir pada tahun 1994, dihadiri oleh 11.000 perwakilan dan lebih 180 negara. Konfrensi

tersebut melahirkan kebijakan baru tentang pembangunan dan kependudukan, seperti tercantum

dalam program aksi 20 tahun, yang tidak lagi terfokus pada pencapaian target populasi tertentu tetapi

lebih ditujukan pada upaya penstabilan laju pertumbuhan penduduk yang beronientasi pada

kepentingan pembangunan manusia. Program aksi ini menyerukan agar setiap negara meningkatkan

status kesehatan, pendidikan dan hak-hak individu khususnya bagi perempuan dan anak-anak dan

mengintegrasikan program keluarga berencana (KB) kedalam agenda kesehatan perempuan yang

lebih luas.

Bagian terpenting dan program tersebut adalah penyediaan pelayanan kesehatan reproduksi

yang menyeluruh, yang memadukan KB, pelayanan kehamilan dan persalinan yang aman,

pencegahan pengobatan infeksi menular seksual/IMS (termasuk HIV), informasi dan konseling

seksualitas, serta pelayanan kesehatan perempuan mendasar lainnya. Termasuk penghapusan bentuk-

bentuk kekerasan terhadap perempuan seperti sunat perempuan, jual beli perempuan, dan berbagai

bentuk kekerasan lainnya.

2

B. DEFINISI

1. DEFINISI SEHAT (WHO)

Keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh. Jadi sehat berarti bukan

sekedar tidak ada penyakit ataupun kecacatan, tetapi juga kondisi psikis dan sosial yang

mendukung perempuan untuk melalui proses reproduksi

baik perempuan maupun laki-laki berhak mendapatkan standar kesehatan yang setinggi-

tingginya, karena kesehatan merupakan hak asasi manusia yang telah diakui dunia

internasional

2. DEFINISI KESEHATAN REPRODUKSI

Istilah reproduksi berasal dari kata “re” yang artinya kembali dan kata produksi yang

artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses

kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan

yang disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia.

Menurut BKKBN, (2001), defenisi kesehatan reproduksi adalah kesehatan secara fisik,

mental, dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan

sistem dan fungsi serta proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit

dan kecacatan.

Sedangkan menurut ICPD (1994) kesehatan reproduksi adalah sebagai hasil akhir

keadaan sehat sejahtera secara fisik, mental, dan sosial dan tidak hanya bebas dari penyakit

atau kecacatan dalam segala hal yang terkait dengan sistem, fungsi serta proses reproduksi.

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara menyeluruh mencakup fisik, mental

dan kehidupan sosial,yang berkaitan dengan alat,fungsi serta proses reproduksi. Dengan

demikian kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi bebas dari penyakit,melainkan

bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum

menikah dan sesudah menikah.

C. RUANG LINGKUP KESEHATAN REPRODUKSI

Menurut Depkes RI (2001) ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat

luas, sesuai dengan definisi yang tertera di atas, karena mencakup keseluruhan kehidupan

manusia sejak lahir hingga mati. Dalam uraian tentang ruang lingkup kesehatan reproduksi

yang lebih rinci digunakan pendekatan siklus hidup (life-cycle approach), sehingga

diperoleh komponen pelayanan yang nyata dan dapat dilaksanakan.

3

Untuk kepentingan Indonesia saat ini, secara nasional telah disepakati ada empat

komponen prioritas kesehatan reproduksi, yaitu :

1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

2. Keluarga Berencana

3. Kesehatan Reproduksi Remaja

4. Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Seksual, termasuk HIV/AIDS.

Secara lebih luas, ruang lingkup kespro meliputi :

1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir

2. Keluarga Berencana

3. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV /

AIDS

4. Pencegahan dan penangulangan komplikasi aborsi

5. Kesehatan Reproduksi Remaja

6. Pencegahan dan Penanganan Infertilitas

7. Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis

8. Berbagi aspek Kesehatan Reproduksi lain misalnya kanker serviks, mutilasi genetalia, fistula

dll.

Dalam penerapanya di pelayanan kesehatan, komponen kespro yang masih menjadi

masalah di Indonesia adalah ( PKRE) Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial, terdiri dari :

1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

2. Keluarga Berencana

3. Kesehatan Reproduksi Remaja

4. Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi ( ISR ), trmasuk PMS-HIV /

AIDS

5. Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK) ditambah Kesehatan

Reproduksi Usia Lanjut

D. PENDEKATAN SIKLUS HIDUP

Pendekatan yang diterapkan dalam menguraikan ruang lingkup kesehatan reproduksi

adalah pendekatan siklus hidup, yang berarti memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan

sistem reproduksi pada setiap fase kehidupan, serta kesinambungan antar-fase kehidupan

4

tersebut. Dengan demikian, masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat

diperkirakan, yang bila tak ditangani dengan baik maka hal ini dapat berakibat buruk pada masa

kehidupan selanjutnya. Dalam pendekatan siklus hidup ini dikenal lima tahap, yaitu :

1. Konsepsi

2. Bayi dan anak

3. Remaja

4. Usia subur

5. Usia lanjut

Berikut digambarkan pendekatan siklus hidup kesehatan reproduksi, untuk laki-laki

dan perempuan dengan memperhatikan hak reproduksi perorangan. Perempuan mempunyai

kebutuhan khusus dibandingkan laki-laki karena kodratnya untuk haid, hamil, melahirkan,

menyusui, dan mengalami menopause, sehingga memerlukan pemeliharaan kesehatan yang

lebih intensif selama hidupnya. Ini berarti bahwa pada masa-masa kritis, seperti pada saat

kehamilan, terutama sekitar persalinan, diperlukan perhatian khusus terhadap perempuan

C. HAK-HAK REPRODUKSI

Hak reproduksi perorangan adalah hak yang dimiliki oleh setiap orang, baik laki-laki

maupun perempuan (tanpa memandang perbedaan kelas sosial, suku, umur, agama, dll) untuk

memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab (kepada diri, keluarga, dan masyarakat)

mengenai jumlah anak, jarak antar anak, serta penentuan waktu kelahiran anak dan akan

5

melahirkan. Hak reproduksi ini didasarkan pada pengakuan akan hak-hak asasi manusia yang

diakui di dunia internasional (Depkes RI, 2002).

1. Menurut Depkes RI (2002) hak kesehatan reproduksi dapat dijabarkan secara praktis,

antara lain :

1. Setiap orang berhak memperoleh standar pelayanan kesehatan reproduksi yang terbaik.

Ini berarti penyedia pelayanan harus memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang

berkualitas dengan memperhatikan kebutuhan klien, sehingga menjamin keselamatan dan

keamanan klien.

2. Setiap orang, perempuan, dan laki-laki (sebagai pasangan atau sebagai individu) berhak

memperoleh informasi selengkap-lengkapnya tentang seksualitas, reproduksi dan manfaat

serta efek samping obat-obatan, alat dan tindakan medis yang digunakan untuk pelayanan

dan/atau mengatasi masalah kesehtan reproduksi.

3. Setiap orang memiliki hak untuk memperoleh pelayanan KB yang aman, efektif,

terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan tak melawan hukum.

4. Setiap perempuan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, yang

memungkinkannya sehat dan selamat dalam menjalani kehamilan dan persalinan, serta

memperoleh bayi yang sehat.

5. Setiap anggota pasangan suami-isteri berhak memilki hubungan yang didasari

penghargaan

6. Terhadap pasangan masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang

diinginkan bersama tanpa unsure pemaksaan, ancaman, dan kekerasan.

7. Setiap remaja, lelaki maupun perempuan, berhak memperoleh informasi yang tepat dan

benar tentang reproduksi, sehingga dapat berperilaku sehat dalam menjalani kehidupan

seksual yang bertanggungjawab

8. Setiap laki-laki dan perempuan berhak mendapat informasi dengan mudah, lengkap, dan

akurat mengenai penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS.

2. Menurut ICPD (1994) hak-hak reproduksi antara lain :

1. Hak mendapat informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.

2. Hak mendapat pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi

3. Hak kebebasan berpikir tentang pelayanan kesehatan reproduksi

4. Hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan

6

5. Hak untuk menentukan jumlah dan jarak kelahiran anak

6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksinya

7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari

perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual

8. Hak mendapatkan manfaat kemajuan, ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kesehatan

reproduksi

9. Hak atas kerahasiaan pribadi berkaitan dengan pilihan atas pelayanan dan kehidupan

reproduksinya

10. Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga

11. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan

kehidupan reproduksi

12. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan

kesehatan reproduksi

Beberapa hal yang dapat mempengaruhi buruk terhadap derajat Kesehatan

Reproduksi Perorangan adalah sebagai berikut :

1. Kemiskinan sekitar 40 % berakibat kesakitan kecacatan dan kematian

2. Kedudukan perempuan dalam keluarga masalnya keadaan sosioekonomi, budaya dan

nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat

3. Akses ke fasilitas kesehatan yang memberikan kespro belum memadai (jarak, jauh, kurang

informasi, keterbatasan biaya, tradisi)

4. Kualitas pelayanan kespro (pelayanan kes kurang memperhatikan klien, kemampuan

fasilitas kesehatan yang kurang memadai)

Prilaku diskriminatif terhadap perempuan

1. Perempuan di nomor duakan dalam aspek kehidupan (makan sehari-hari, pendidikan,

kerja dan kedudukan)

2. Perempuan terpaksa nikah di usia muda karena tekanan ekonomi ortu

3. Keterbatasan perempuan dalam mengambil keputusan untuk kepentingan dirinya

4. Tingkat pendidikan perempuan yang belum merata dan masih rendah menyebabkan

informasi yang diterima tentang kespro terbatas.

7

D. 12 AREA KRITIS KEPEDULIAN (12 CRITICAL AREAS OF CONSERN)

Pada pertemuan the 34 th Commission on the Status of Women di Vienna tahun 1990,

dilakukan analisis terhadap operasionalisasi pemberdayaan perempuan. Hasil studi yang

dilakukan oleh Anderson (1992) dan Moser (1993), menunjukkan bahwa pemberdayaan

perempuan tanpa melibatkan kaum laki-laki kurang menunjukkan hasil yang maksimal. Oleh

karena itu, WAD akhirnya diubah menjadi Gender and Development (GAD). Intinya, GAD lebih

menekankan pada prinsip hubungan kemitraan dan keharmonisan antara perempuan dan laki-

laki. Konsep GAD tersebut dikukuhkan lagi dalam the International Conference on Population

and Development (ICPD) di Kairo tahun 1994 dan dalam the 4 th World Conference of Women

di Beijing tahun 1995.

Dalam ICPD Kairo dilakukan penyamaan konsep, yakni bahwa pemberdayaan

perempuan merupakan kondisi dasar untuk stabilisasi kependudukan dan pembangunan yang

berkelanjutan, dengan menekankan pada:

Memberikan kesempatan dalam pendidikan, khususnya anak perempuan;

Keadilan dan kesetaraan gender;

Menurunkan tingkat kematian ibu, bayi, dan anak;

Persamaan hak dalam kesehatan reproduksi, termasuk KB.

Kesepakatan ICPD ini memberikan kontribusi penting dalam konferensi-konferensi yang

diadakan selanjutnya, seperti Konferensi Puncak Sedunia tentang Pembangunan Sosial dan

Konferensi Wanita Sedunia keempat di Beijing. FWCW Beijing pada tahun 1995

menyerukan harus adanya komitmen pemerintah ntuk meningkatkan status perempuan,

yang meliputi:

Kesetaraan gender

Keadialan gender

Pemberdayaan perempuan

Integrasi kependudukan kedalam kebijakan pembangunan yang berkesinambungan dan

program penghapusan kemiskinan.

Dalam Konfrensi Perempuan Se Dunia ke 4 di Beijing China/FWCW (1995)

Deklarasi dan flatform aksi Beijing (Fort Word Confren on Women/FWCW, 4-15 September

1995 yang diadofsi oleh perwakilan dari 189 negara mencerminkan komitmen internasional

terhadap tujuan kesetaraan, pengembangan dan perdamaian bagi seluruh perempuan di Dunia.

8

Flatform tersebut terdiri dari 6 bab, mengidentifikasikan 12 “Area Kritis kepedulian” (12

critical areas of consern) yang dianggap sebagai penghambatan utama kemajuan perempuan.

Konferensi Beijing menghasilkan komitmen bersama tentang perbaikan terhadap status dan

peranan perempuan dalam pembangunan, yaitu mulai dari tahap perumusan kebijaksanaan dan

pelaksanaan sampai pada menikmati hasil-hasil pembangunan dengan mempraktikkan 12 area

kritis yang dihadapi perempuan.

12 “Area Kritis kepedulian” (12 critical areas of consern) adalah sebagai berikut :

1) Perempuan dan Kemiskinan (Struktural)

Jumlah perempuan yang hidup dalam kemiskinan lebih banyak daripada laki-laki

karena terbatasnya akses perempuan terhadap sumber-sumber ekonomi misalnya: lapangan

pekerjaan, kepemilikan harta benda, pendidikan dan pelatihan serta pelayanan masyarakat

(misalnya: kesehatan)

2) Keterbatasan Kesempatan Pendidikan dan Pelatihan

Pendidikan merupakan HAM dan sarana penting untuk mencapai kesetaraan, dan

pengembangan dan perdamaian. Namun, anak perempuan mengalami diskriminasi akibat

pandangan budaya, pernikahan dan kehamilan dini, keterbatasan akses pendidikan dan materi

pendidikan yang bias gender.

3) Kesehatan dan hak-hak reproduksi.

Kesehatan perempuan mencakup kesejahteraan fisik dan emosi mereka, yang tidak hanya

dipengaruhi oleh faktor biologi tetapi juga turut ditentukan oleh kontest sosial, politik dan

ekonomi . Tercapainya standar kesehatan fisik tertinggi penting bagi kehidupan dan

kesejahteraan perempuan. Hal ini mendukung perempuan untuk berpartisipasi baik di

masyarakat maupun dalam kehidupan pribadinya.

4) Kekerasan perempuan dan anak perempuan.

Kekerasan pempuan dan anak perempuan subyek kekerasan fisik, seksual dan psikologis

yang terjadi tanpa dibatasi oleh status sosial ekonomi dan budaya baik di kehidupan pribadi

maupun di masyarakat. Segala bentuk kekerasan berarti melanggar merusak atau merenggut

kemerdekaan perempuani untuk menikmati hak asasinya.

9

5) Konflik bersenjata / kekerasan di wilayah konflik militer

Selama konflik bersenjata, perkosaan merupakan cara untuk memusnahkan kelompok

masyarakat/suku, praktik-praktik tersebut harus dihentikan dan pelakunya harus dikenai

sanksi hukum.

6) Terbatasanya Akses Perempuan di Bidang Ekonomi Produktif

Perempuan jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan ekonomi dan sering diperlakukan

secara tidak layak (seperti gaji rendah, kondisi kerja yang tidak memadai dan terbatasnya

kesempatan kerja profesional)

7) Keikutsertaan dalam Pengambilan Keputusan

Keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan belum mencapai target 30% di

hampir semua tingkatan pemenintah, sebagaimana telah ditetapkan oleh Lembaga Sosial dan

Ekonomi PBB (theUN Ekonomic and Social Council) pada tahun 1995.

8) Terbatasnya Kelembagaan/Mekanisme lnstitusional dalam sektor pemerintah/non

pemerintah.

Perempuan sering terpinggirkan dalam struktur kepemerintahan nasional seperti tidak

memiliki mandat yang jelas, keterbatasan sumber sumber daya dan dukungan dari para

politisi nasional.

9) Perlindungan dan Pengayoman Hak-hak Azasi Manusia

Hak azasi manusia bersifat universal. Dinikmatinya hak-hak tersebut secara penuh dan setara

oleh perempuan dan anak perempuan merupakan kewajiban pemerintah dan PBB dalam

mencapai kemajuan perempuan.

10) Terbatasnya Akses Pada Media Masa

Media masih tenus menonjolkan gambar yang negatif dan merendahkan perempuan misalnya

menampilkan kekerasan, pelecehan dan pornografi yang berdampak buruk bagi perempuan.

11) Rentan terhadap Pencemaran Lingkungan

Perusakan alam menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan kesejahteraan dan kwalitas

hidup masyarakat terhadap perempuan di segala usia.

10

12) Diskriminasi ( Terbatasnya Kesempatan Mengembangkan Potensi Diri bagi Anak

Perempuan)

Diskriminasi sudah dialami perempuan sejak awal kehidupannya. Perilaku dan praktik-

praktik yang berbahaya menyebabkan banyak anak perempuan tidak mampu bertahan hidup

hingga usia dewasa. Kurangnya perlindungan hukum atau kegagalan dalam penerapannya,

menyebabkan anak-anak perempuan rentan terhadap segala bentuk kekerasan, serta

mengalami konsekuensi hubungan seksual usia dini dan tidak aman, termasuk HIV/AIDS.

1. Perihal MDGs (Millenium Development Goals) dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical

areas of consern)

Pada September 2000, di ajang United Nation Millenium Summit 191, pemerintahan

Negara-negara anggota PBB berbagi visi bahwa 15 tahun ke depan perlu disepakati bersama

tentang (kondisi) dunia yang lebih baik dari sekarang.

Untuk itu mereka berikrar bahwa pada tahun 2015, semua negara anggota akan berusaha

mencapai 8 Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals), yang disebut

sebagai Deklarasi Milenium (Millenium Declaration). Deklarasi tersebut juga menyebutkan

tentang pemberdayaan perempuan serta persamaan jender.

Berkaitan juga dengan penerapan hak-hak dan kesempatan yang sama antara perempuan

dan laki-laki, yang juga mengacu pada CEDAW: “to combat all forms of violence against

women and to implement the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination

Against Women.

Oleh Indonesia, CEDAW telah diratifikasi sejak 1984. Selain itu MDGs juga mengacu

pada kepedulian terhadap 12 wilayah kritis (critical areas of consern), yang disepakati pada

Kongres Pe-rempuan IV di Beijing tahun 1995, yang telah dituangkan dalam Beijing Platform for

Action.

Adapun yang menjadi Tujuan Pembangunan Milenium itu adalah:

1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan (eradicate extreme poverty and hunger)

2. Mencapai pendidikan dasar yang universal (achieve universal primary education)

3. Mempromosikan persamaan jender dan pemberdayaan perempuan (promote gender equality

and empower women)

4. Mengurangi jumlah kematian anak (reduce child mortality)

5. Meningkatkan kesehatan ibu (improve maternal health)

11

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain (combat HIV/AIDS, ma-laria and other

diseases)

7. Menjamin kelestarian lingkungan (ensure environmental sustainability)

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (develop a global partnership for

development).

2. Perihal Analisis Gender dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern)

Secara umum tela-ah banyak pihak terhadap permasalahan gender, meski mencakup

segenap aspek kehidupan, difokuskan terhadap ketidakadilan gender (gender inequalities).

Perhatian ini muncul setelah disadari bahwa meski masing-masing jenis kelamin perempuan dan

laki laki tersebut memiliki kekhasan tersendiri (stereotype), perempuan relatif kurang rasional,

emosional, dan lemah lembut. Sedangkan laki-laki lebih rasional, kuat dan perkasa, namun

ternyata perbedaan alami tersebut telah melahirkan ketidakadilan gender.

Ketidakadilan ini termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan seperti

marginalisasi atau proses pemiskinan perempuan dalam bidang ekonomi, subordinasi atau

dianggap tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan stereotype atau melalui pelabelan

negative, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta

sosialisasi nilai peran gender.

Manifestasi ketidakadilan gender ini tidak dapat dipisah pisahkan karena semua saling

jalin-menjalin.Tidak satupun manifestasi ketidakadilan lebih penting, atau lebih esensial dari

yang lain. Sebagai contoh marginalisasi ekonomi kaum perempuan justru terjadi karena

stereotipe tertentu atas kaum perempuan dan itu menyumbang pada subordinasi dan kekerasan

terhadap kaum perempuan yang pada gilirannya tersosialisasikan dalam keyakinan, ideologi dan

visi kaum perempuan sendiri. Dengan demikian kita tidak dapat menyatakan bahwa marginalisasi

kaum perempuan adalah persoalan yang paling esensial dari ketidakadilan gender.

Semua permasalahan gender yang terfokus pada ketidakadilan ini kerap kali menjadi

bahan telaah kalangan peneliti maupun kalangan akademisi yang sedangmenyusun disertasi atau

tesis.

Pada 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern) dari Konferensi Beijing,

Ketidakadilan gender juga muncul di pelbagai bidang. Konferensi Perempuan di Beijing pada

tahun1995 menghasilkan kesepakatan menyangkut 12 area kritis yang menjadi perhatian dalam

platform for action peretasan ketidakadilan gender.. 12 area kritis ini juga dapat digunakan

sebagai titik mulai analisis, dan penyiapan statistik dan indicator gender.

12

Berikut adalah 12 area kritis sebagai isu tematik yang menjadi bidang perhatian dalam

masalah gender :

Perempuan dan kemiskinan

Lebih dari 1 milyar orang di muka bumi saat ini, yang sebagian besar merupakan perempuan,

hidup dalam kondisi dirundung kemiskinan, kebanyakan di antara mereka hidup di Negara

Negara berkembang dan kurang berkembang. Kemiskinan ini mempunyai beragam

penyebab, termasuk di antaranya maslah structural (kemiskinan struktural). Kemiskinan

merupakan masalah yang kompleks dan multidimensi yang bisa berasal baik dengan domain

nasional maupun internasional.

Pendidikan dan pelatihan bagi perempuan

Pendidikan adalah hak azasi manusia dan suatu alat yang esensial untuk meraih tujuan

kesetaraan, pembangunan, dan perdamaian. Pendidikan yang tidak diskriminatif akan

menguntungkan baik bagi anak perempuan maupun laki laki dan pada gilirannya akan

berkontribusi hubungan yang lebih setara antara perempuan dan laki laki.

Perempuan dan kesehatan

Perempuan mempunyai hak untuk menikmati pelayanan kesehatan fisik dan mental

berstandar tinggi. Kenikmatan atas hak ini adalah sesuatu yang vital bagi kehidupan mereka

dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berpartisipasi di seluruh bidang kehidupan

public maupun privat.

Kekerasan terhadap perempuan

Kekerasan terhadap perempuan adalah hambatan terhadap berbagai tujuan pencapaian

kesetaraan, pembangunan dan perdamaian. Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan

itu sendiri dan ketidakadilan atau mengecilkan arti perempuan berarti menisbikan kenikmatan

hak azasinya serta kebebasan fundamentalnya.

Perempuan dan konflik bersenjata

Suatu lingkungan yang dapat memelihara perdamaian di dunia, mempromosikan, dan

melindungi hak azasi manusia, demokrasi,dan jauh dari pertengkaran, terkait dengan prinsip

tidak mengancam atau menggunakan kekuatan terhadap integritas territorial atau

independensi politis, serta respek terhadap kesengsaraan sebagaimana termaktub dalam

Piagam PBB, merupakan factor penting dalam memajukan kaum perempuan.

13

Perempuan dan ekonomi

Ada perbedaan perbedaan yang dapat dipertimbangkan antara perempuan dan laki laki dalam

mengakses pelbagai kesempatan terhadap kekuatan struktur ekonomi dalam masyarakatnya.

Di banyak belahan dunia, secara virtual perempuan absent atau dimiskinkan keterwakilannya

dalam pengambilan keputusan ekonomi, termasuk dalam memformulasikan masalah

keuangan, moneter, komersil, dan kebijakan ekonomi lainnya, demikian juga dalam

penentuan system perpajakan dan aturan penggajian

Perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan

Deklarasi universaltentang hak azasi manuzia menyatakan bahwa setiap orang mempunyai

hak yang samauntuk ambil bagian Pemerintahan negerinya. Pemberdayaan dan otonomi

perempuan dan perbaikan status social,ekonomi, dan politis merupakan hal yang esensial

bagi pencapaian baik transparansi, dan akuntabilitas pemerintahan, serta pengadministrasin

dan keberlanjutan pembangunan di berbagai bidang kehidupan.

Mekanisme kelembagaan bagi pemajuan perempuan

Keseluruhan niat baik untuk memajukan perempuan tidak akan berarti banyak bila tidak

disertai dengan membenahi kelembagaan yang ada di masyarakat baik di kalangan

pemerintahan maupun lembaga non pemerintah. Penginternalisasian pengarusutamaan gender

harus dilaksanakan secara bertahap dan kontinu, sehingga memenuhi seluruh bidang

kehidupan.

Hak azasi perempuan

Hak azasi dan kebesan/kemerdekaan fundamental adalah hak lahir dari segenap insan,

perlindungan dan promosi terhadap mereka tanggungjawab pertama dari Pemerintah.

Landasan aksi (platform for actions) ditegaskan lagi bahwa seluruh hak azasi manusia

meliputi kewarganegaraan, budaya, ekonomi, politik, social, termasuk hak terhadap

pembangunan merupakan hal yang universal, tak dapat dibagi, saling tergantung, dan saling

berhubungan, sebagaimana diekspresikan dalam Deklarasi Vienna dan Program aksi

yangdiadopsi dari Konferensi Dunia tentang Hak Azasi Manusia.

Perempuan dan media

Sepanjang decade terakhir, kemajuan di bidang teknologi informasi telah memfasilitasi

jaringan komunikasi global yang melampaui batas wilayah nasional dan telah berdampak

pada kebijakan public, perilaku pribadi, anak anak dan mereka yang beranjak dewasa.

Dimanapun potensi muncul untuk media guna membuat kontribusi yang jauh lebih besar bagi

kemajuan kaum perempuan.

14

Perempuan dan lingkungan

Persentuhan perempuan dengan lingkungan (alam) usianya seumur manusia itu sendiri,

bahkan merekalah yang tetap tabah ‘menafkahi’ keluarga mereka dari apa yang tersedia di

alam, ketika alam masih bersedia memberi, demikian pula ketika alam menderita, perempuan

pun ikut menderita bersama alam. Oleh karena itu, posisi perempuan terhadap lingkungan

bisa dilihat sebagai pemanfaat maupun pengguna atau konsumen dari lingkungan alam

(sumberdaya alam).

Anak perempuan

Konvensi tentang hak anak menyadari bahwa “Pertemuan negara Negara akan memberi

respek dan menjamin bahwa hak azasi anak perempuan tersebut akan diset dalam Konvensi

yang sedang berjalan terhadap setiap anak dalam yurisdiksi tanpa diskriminasi apapun,

terlepas dari anak itu sendiri, orang tuanya, atau pelindung resmi yang membesarkannya,

warna kulit, jenis kelamin, agama, bahasa,politik, atau opini lainnya, kebangsaan , etnis atau

daerah asal, kecacatan, kepemilikan, maupun status kelahiran".

3. Perihal Komite HAM PBB dengan 12 wilayah kritis kepedulian (critical areas of concern)

Pada konferensi ke-4 tentang Perempuan di Beijing 1995, yang menghasilkan Pedoman

Aksi Beijing (The Beijing Platform for Action) yang meletakkan 12 area kritis (critical areas of

consern) terkait dengan pemenuhan hak perempuan sebagai hak asasi manusia.

Konseptualisasi hak asasi perempuan sebagai hak asasi manusia dan kekerasan terhadap

perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kerangka kerja untuk menghapuskannya

meletakkan setiap instrumen hak asasi manusia dimaknai ulang. Pengakuan tersebut harus

meliputi pula pengakuan tentang berbagai penyebab timbulnya diskriminasi.

Beberapa Mekanisme HAM PBB yang berbasis pada perjanjian kemudian melakukan

adopsi dengan mengeluarkan Komentar Umum/Rekomendasi Umum untuk mengkaji ulang

persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, yaitu :

1. Komite HAM untuk Hak Sipil dan Politik mengeluarkan Komentar Umum No. 28 tahun

2000 tentang Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan (pasal 3) (General Comment

No. 28: Equality of rights between men and women (article 3) tahun 2000).

Pada Komentar Umum tersebut komite menegaskan bahwa setiap negara yang sudah

meratifikasi konvensi hak sipil dan politik, tidak saja harus mengadopsi langkah-langkah

perlindungan tapi juga langkah-langkah positif di seluruh area untuk mencapai pemberdayaan

perempuan yang setara dan efektif.

15

Langkah ini termasuk pula penjaminan bahwa praktek-praktek tradisi, sejarah, agama

dan budaya tidak digunakan untuk menjustifikasi pelanggaran hak perempuan.

Dengan adanya Komentar Umum ini Komite ingin memastikan bahwa negara pihak

dalam membuat laporan terkait hak-hak sipil dan politik harus menyediakan informasi

tentang bagaimana pengalaman perempuan yang banyak dilanggar haknya dalam setiap hak

yang dicantumkan dalam Konvensi.

2. Komite tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan meletakkan

pula kerangka langkah-langkah khusus sementara (temporary special measures) untuk

penghapusan diskriminasi langsung dan tidak langsung (direct and indirect discrimination)

yang terjadi terhadap perempuan yang sangat mempengaruhi penikmatan hak asasi

perempuan dalam

Rekomendasi Umum No. 25 (2004) dirasa penting membedakan adanya situasi khas

perempuan secara biologis dan situasi yang tidak menguntungkan akibat dari proses

penindasan dan situasi yang tidak setara yang cukup lama hadir. Komite menekankan bahwa

posisi perempuan yang tidak beruntung tersebut perlu disikapi dengan pendekatan persamaan

hasil (equality of result) sebagai tujuan dari persamaan secara substantive (subtantive

equality) atau de facto tidak saja persamaan secara formal (formal equality).

3. Komite tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya mengeluarkan Komentar Umu No. 16

(2005) tentang Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan dalam menikmati seluruh hak

ekonomi, sosial dan budaya (Pasal 3) (The equal right of men and women to the enjoyment of

all economic, social and cultural rights (art. 3 of the International Covenant on Economic,

Social and Cultural Rights).

Komite menegaskan bahwa perempuan seringkali diabaikan haknya untuk menikmati

hak-hak asasi mereka karena status yang dinomorduakan oleh tradisi dan praktek budaya dan

berdampak pada posisi perempuan yang tidak beruntung. “ Many women experience distinct

forms of discrimination due to the intersection of sex with such factors as race, colour,

language, religion, political and other opinion, national or social origin, property, birth, or

other status, such as age, ethnicity, disability, marital, refugee or migrant status, resulting in

compounded disadvantage.”

16

E. INDIKATOR KESEHATAN REPRODUKSI

1. Angka Kematian Ibu (AKI) makin tinggi AKI, makin rendah derajat kesehatan reproduksi

2. Angka Kematian Bayi (AKB) makin tinggi AKB, makin rendah derajat kesehatan reproduksi

3. Angka cakupan pelayanan keluarga berencana dan partisipasi laki-laki dalam keluarga

berencana (makin rendah angka cakupan pelayanan KB, makin rendah derajat kesehatan

reproduksi)

4. Jumlah ibu hamil dengan “4 terlalu” atau “terlalu muda, terlalu tua, terlalu banyak anak, dan

terlalu dekat jarak antar kelahiran (makin tinggi jumlah ibu hamil dengan “4 terlalu”, makin

rendah derajat kesehatan reproduksi)

5. Jumlah perempuan dan/atau ibu hamil dengan masalah kesehatan, terutama anemia dan

kurang energi kronis/KEK, (makin tinggi jumlah anemia dan KEK, makin rendah derajat

kesehatan reproduksi)

6. Perlindungan bagi perempuan terhadap penularan penyakit menular seksual (PMS), (makin

rendah perlindungan bagi perempuan, makin rendah derajat kesehatan reproduksi)

7. Pemahaman laki-laki terhadap upaya pencegahan dan penularan PMS (makin rendah

pemahaman PMS pada laki-laki, makin rendah derajat kesehatan reproduksi).

F. PENUTUP

Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih memdalam, kesehatan reproduksi

bukan semata-mata sebagai penelitian klinis (kedokteran) saja tetapi juga mencakup pengertian

social (masyarakat). Intinya goal kesehatan secara menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat

baik. Namum, kondisi social dan ekonomi terutama di Negara-negara berkembang yang kualitas

hidup dan kemiskinan memburuk, secara tidak langsung memperburuk pula kesehatan reproduksi

wanita.

Berdasarkan pemikiran di atas kesehatan wanita merupakan aspek paling penting

disebabkan pengaruhnya pada kesehatan anak-anak. Oleh sebab itu pada wanita di beri

kebebasan dalam menentukan hal yang paling baik menurut dirinya sesuai dengan kebutuhannya

di mana ia sendiri yang memutuskan atas tubuhnya sendiri.

17