Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENELITIAN
PUSAT STUDI : SAINS & TEKHNOLOGI
SIKAP PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) TERHADAP
PENEGAKAN PERDA BERBASIS BUDAYA HUMANIS
SATPOL PP KABUPATEN KUDUS
Oleh :
Dhini Rama Dhania, S.Psi, M.Si (0623058601)
Iranita Hervi Mahardayani, S.Psi, M.Psi ( 0628077501)
Dibiayai oleh anggaran Penerimaan dan belanja
Universitas Muria Kudus Th. Anggaran 2018
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MURIA KUDUS
2019
1
PENELITIAN KERJASAMA
Halaman Pengesahan
Judul Kegiatan : Sikap Pedagang Kaki Lima (PKL) terhadap penegakan Perda berbasis Budaya Humanis Satpol PP Kabupaten Kudus
Bidang Penelitian : Kerjasama InstitusionalMasalah Penelitian : Sikap Pedagang Kaki Lima (PKL) terhadap penegakan perdaTujuan Penelitian : Untuk mengetahui dan menguji secara empirik Sikap
Pedagang Kaki Lima (PKL) terhadap Penegakan Perda berbasis Budaya Humanis Petugas Satpol PP Kabupaten
KudusLuaran : Angket dan Skala Sikap PKL, Skala Budaya Humanis Peneliti- Nama Lengkap : Dhini Rama Dhania, M.Si- NIDN : 0623058601- Pangkat/golongan : Lektor/IIIc- Fakultas : Psikologi- Alamat : Perum muria indah 3 no:44 Bae Kudus
Email : [email protected] Peneliti (1)- Nama Lengkap : Iranita Hervi Mahardayani, M.Psi- NIDN : 0628077501- Pangkat/golongan : Lektor/IIIcBiaya Penelitian : a. Satpol PP : Rp. 1.000.000,-
b. APBU 2018 : Rp. 6.000.000,-
Kudus,25 Nopember 2019Mengetahui :Dekan, Ka. Pusat Studi Ketua Pelaksana
Iranita Hervi M. M.Psi Moh, Dahlan, ST, MT Dhini Rama D . M.Si NIS.0610701000001195 NIS.0610701000001141 NIS. 0610701000001222
Menyetujui,
Rektor, Ka. LPPM
Dr.Suparnyo,SH, MS Dr. Mamik Indaryani MS NIS.0610701000001014 NIP.195004111980031001
2
ABSTRAKBanyak cara yang telah dilakukan Satpol PP agar tidak terjadi bentrokan dengan masyarakat. saat melakukan penegakan perda. Salah satunya dengan menerapkan budaya humanis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara empirik sikap pedagang kaki lima terhadap penegakan perda ditinjau dari budaya humanis Satpol PP. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif deskriptif dan korelasional. Analisis data menggunakan analisis product moment dan koding. Penelitian ini melibatkan 45 pedagang kaki lima yang berada di kecamatan Kota,Kabupaten Kudus, dengan menggunakan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 77 % menyatakan citra Satpol PP cenderung baik. Selain itu, 60% menyatakan Satpol PP sudah melakukan penegakan perda secara humanis. Meski seluruh responden atau 100% menyatakan sikap mendukung terhadap gerakan perda secara humanis, namun yang menyatakan senang dengan adanya gerakan humanis ini sejumlah 67% dan yang merasa optimis bahwa gerakan penegakan perda secara humanis dapat berjalan lebih efektif dalam menjaga ketertiban dan keamanan daripada sebelumnya sejumlah 69%. Hipotesis pada penelitian ini di tolak yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara budaya humanis Satpol PP dengan sikap PKL terhadap penegakan perda. Besarnya koefisien antara kedua variabel rxy sebesar 0,271 dengan p sebesar 0,072 (p>0,05). Artinya sikap positif/negatif PKL terhadap penegakan perda tidak dipengaruhi oleh budaya humanis Satpol PP.
Kata kunci : sikap pedagang kaki lima;budaya humanis Satpol PP
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peraturan Daerah (Perda) merupakan salah satu jenis Peraturan Perundang-
undangan dan merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan
Pancasila. Fungsinya sangat strategis yaitu sebagai instrumen kebijakan untuk
melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang
tentang Pemerintahan Daerah. Melihat fungsinya yang sangat penting tersebut, maka
penting untuk memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat menaati dan mematuhinya.
Namun faktanya, masih ada sebagian pihak yang tidak mau tunduk dan patuh terhadap
perda-perda yang ada. Terhadap pelanggaran atas perda, peraturan perundang-undangan
mengamanatkan kepada satuan polisi pamong praja (Satpol PP) untuk melakukan
langkah-langkah penegakan. (Ghafur, 2018)
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, dijelaskan tentang wewenang Satpol PP yaitu (1)
melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau
badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah
(2) menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat (3) fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas
penyelenggaraan perlindungan masyarakat (4) melakukan tindakan penyelidikan
terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan
pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah dan (5) melakukan tindakan
administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang
melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai Satpol PP dituntut untuk
selalu bersikap tegas sehingga sering terjadi gesekan antara masyarakat dengan petugas
Satpol PP di lapangan saat penertiban atau penegakan perda. Satpol PP dinilai arogan,
sombong dan tidak manusiawi serta suka bertindak semena-mena sehingga menimbulkan
citra negatif dan sikap antipasti masyarakat. Hal ini membuat prihatin berbagai pihak.
(Umar, 2013)
4
Oleh karena itu muncul gagasan tentang budaya humanis di internal Satpol PP. Tak
ketinggalan di Kabupaten Kudus juga mendukung gagasan ini. Pembinaan terhadap para
anggota Satpol PP di Kudus dilakukan dengan melakukan pelatihan agar menerapkan
budaya humanis saat di lapangan dalam rangka mewujudkan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat di Kabupaten Kudus. Tujuan dari pembinaan ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan bagi anggota Satpol PP sehingga mampu
menegakkan perda secara humanis dan tidak ada kesan melakukan penegakan Perda
secara semena-mena (Aji, 2018)
Menurut Schein (Umam, 2010) Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang
diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran
untuk mengatasi masalah. Budaya juga merupakan pola-pola asumsi dasar yang diyakini
bersama (Yuwono, 2005). Sedangkan, humanisme adalah memanusiakan manusia, yaitu
yang mempunyai komitmen untuk terwujudnya manusia seutuhnya meliputi semua aspek
perkembangan positif pribadi seperti cinta, kreativitas, makna, dan sebagainya. Humanis
peduli dengan kesejahteraan semua makhluk, komitmen pada keragaman, dan
menghargai mereka yang mempunyai pandangan yang berbeda.(Miarso, 2007). Jadi,
budaya humanis adalah pola-pola asumsi dasar yang diyakini bersama dalam
memanusiakan manusia, dengan peduli terhadap kesejahteraan semua makhluk dan
menghargai pandangan yang berbeda
Tindak lanjut gerakan penegakan Perda oleh Satpol PP berbasis budaya humanis
ini, dilakukan dengan cara memberikan sosialisasi Perda yang berlaku kepada
masyarakat Kudus di berbagai kecamatan yang dihadiri oleh kepala desa, elemen Badan
Permusyawaratan Desa, tokoh masyarakat dan karang taruna. Menurut Fariq (Ghozali,
2018) puncak dari segala peraturan yang ada yaitu ketertiban. Sebelum dilakukan
penindakan Perda, perlu untuk dilakukan sosialisasi, karena belum banyak masyarakat
yang tahu terkait peraturan-peraturan yang menyentuh masyarakat secara langsung.
Gerakan ini mendulang berbagai sikap dari masyarakat. Beberapa menyambut dengan
sikap positif, namun ada pula yang bersikap biasa-biasa bahkan ada yang tetap bersikap
antipati.
Menurut Ahmadi (2007), sikap adalah kesiapan merespon yang bersifat positif atau
negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten. Pendapat ini memberikan gambaran
bahwa sikap merupakan reaksi mengenai objek atau situasi yang relatif stagnan yang
disertai dengan adanya perasaan tertentu dan memberi dasar pada orang tersebut untuk
membuat respon atau perilaku dengan cara tertentu yang dipilihnya (Mulyana, Hidayat,
5
Sholih, 2013). Selanjutnya Menurut Ahmadi dalam Aditama (2013) Orang yang
memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki
sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap negatif terhadap
objek psikologi bila tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap objek
psikologi.
Dalam penelitian ini, sasaran masyarakat yang akan diteliti adalah Pedagang Kaki
Lima (PKL). Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah pedagang yang berjualan tapi tidak
mempunyai kios atau foto. Kebanyakan PKL memilih berjualan di tepat keramaian
seperti di pasar, stasiun, halte dan tempat wisata. Ada yang memakai lapak dengan bahan
kayu, triplek, terpal. Ada juga yang memakai gerobak beroda, gerobak dorong, pikulan
atau gendongan
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sikap Pedagang Kaki Lima terhadap penegakan Perda berbasis budaya
humanis
2. Bagaimana hubungan antara Budaya Humanis Satpol PP terhadap Sikap Pedagang
Kaki Lima Terhadap Penegakan Perda
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Sikap Pedagang Kaki Lima terhadap penegakan Perda berbasis
budaya humanis serta alasannya
2. Untuk menguji secara empiris hubungan Budaya Humanis Satpol PP terhadap Sikap
Pedagang Kaki Lima Terhadap Penegakan Perda
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan sumbangan pemikiran di bidang
psikologi sosial dan organisasi yang berkaitan dengan Sikap Pedagang Kaki Lima
terhadap Penegakan Perda berbasis Budaya Humanis Petugas Satpol PP Kabupaten
Kudus
6
2. Manfaat praktis
Memberi informasi dan masukan berupa data/hasil penelitian kepada instansi Satpol
PP terkait sikap pedagang kaki lima terhadap penegakan perda berbasis budaya
humanis petugas satpol pp kabupaten kudus sebagai dasar dalam membuat intervensi
kebijakan
E. Luaran Penelitian
Melalui publikasi ilmiah dalam jurnal Psikologi UNDIP. Jurnal Psikologi adalah
jurnal nasional terakreditasi Kemristekdikti Peringkat B (tahun 2017-
2022) berdasarkan SK Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristekdikti RI No.
51/E/KPT/2017 Tanggal 4 Desember 2017 (yang terindeks di pengindeks internasional:
DOAJ dan Google Scholar). Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi
perkembangan ilmu psikologi sosial dan organisasi. Secara khusus, hasil dari penelitian
ini dapat digunakan sebagai masukan kepada petugas Satpol PP dalam penerapan
penegakan Perda di lapangan saat berhadapan dengan masyarakat. Luaran dalam
penelitian ini berupa skala sikap PKL, dan skala budaya humanis
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sikap Pedagang Kaki Lima Dalam Penegakan Perda
1. Pengertian Sikap Pedagang Kaki Lima Dalam Penegakan Perda
Pengertian sikap dijelaskan oleh Azwar (2010) sikap diartikan sebagai suatu reaksi
atau respon yang muncul dari sseorang individu terhadap objek yang kemudian
memunculkan perilaku individu terhadap objek tersebut dengan cara-cara tertentu.
Gerungan (2009) juga menguraikan pengertian sikap atau attitude sebagai suatu reaksi
pandangan atau perasaan seorang individu terhadap objek tertentu. Walaupun objeknya
sama, namun tidak semua individu mempunyai sikap yang sama, hal itu dapat
dipengaruhi oleh keadaan individu, pengalaman, informasi dan kebutuhan masing-
masing individu berbeda. Sikap seseorang terhadap objek akan membentuk perilaku
individu terhadap objek.
Pengertian mengenai sikap juga disampaikan oleh Sarlito dan Eko (2009), Sikap
adalah suatu proses penilaian yang dilakukan oleh seorang individu terhadap suatu objek.
Objek yang disikapi individu dapat berupa benda, manusia atau informasi. Proses
penilaian seorang terhadap suatu objek dapat berupa penilaian positif dan negatif. Azwar,
dalam Ananda (2009), menggolongkan definisi sikap ke dalam tiga kerangka pemikiran.
Pertama, sikap merupakan suatu bentuk reaksi atau evaluasi perasaan. Dalam hal ini,
sikap seseorang terhadap suatu objek tertentu adalah memihak maupun tidak memihak.
Kedua, sikap merupakan kesiapan bereaksi terhadap objek tertentu, Ketiga, sikap
merupakan konstelasi komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi
satu sama lain.
Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan yang dibuat oleh kepala daerah provinsi
maupun Kabupaten/Kota bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD) Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dalam ranah pelaksanaan penyelenggaraan
otonomi daerah yang menjadi legalitas perjalanan eksekusi pemerintah daerah (Indrati,
2007). Penegakan perda yang merupakan tugas Satpol PP, bertujuan untuk mejaga
ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat yaitu suatu keadaan dinamis yang
memungkinkan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat melakukan
kegiatannya dengan tenteram, tertib, dan teratur (Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2018)
8
Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah PKL (Pedagang Kaki
Lima) adalah pedagang yang menjalankan usaha dagang dan jasa yang bersifat non
formal. baik menggunakan gerobak dorong atau shelter, yang mempergunakan lahan
tertentu (Handayani, 2009). Dijelaskan lebih lanjut oleh Permadi (2007) tempat berjualan
PKL tidak terbatas lima kaki tapi disesuaikan dengan lahan yang ada atau lahan yang
dibutuhkan. Lokasinya pun bukan sekedar di trotoar dan emperan toko, sudah meluas
sampai ke pinggir jalan maupun lahan kosong yang sekiranya bisa menghasilkan untung.
Masalah yang timbul adalah kesemrawutan kota, kekotoran, bau busuk sampah, dsb,
sehingga PKL ini sering kali memperoleh penertiban dan penggusuran oleh aparat
pemerintah sebagai bentuk penegakan perda
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap PKL terhadap penegakan perda
adalah suatu reaksi atau respon berupa penilaian yang berbeda-beda yang muncul dari
setiap individu (PKL) terhadap penegakan peraturan daerah
2. Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Pedagang Kaki Lima Dalam Penegakan Perda
Menurut Azwar (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap objek
sikap antara lain:
1. Pengalaman pribadi,
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting,
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah
dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi
oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan
orang yang dianggap penting tersebut.
3. Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap
berbagai masalah.Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karna
kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat
asuhannya.
4. Media massa
9
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media komunikasi lainnya, berita
yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung dipengaruhi oleh
sikap penulisnya,
5. akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
Lembaga pendidikan dan lembaga agama Konsep moral dan ajaran dari lembaga
pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaa tidaklah
mengherankan jika pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.
6. Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang
berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahananan ego
Pembentukan sikap seorang individu juga dipengaruhi oleh adanya interaksi
dengan sekitarnya melalui proses yang kompleks. Gerungan (2009) menguraikan faktor-
faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seorang individu yang berasal dari faktor
internal dan eksternal. Faktor internal pembentuk sikap adalah pemilihan terhadap objek
yang akan disikapi oleh individu, tidak semua objek yang ada disekitarnya itu disikapi.
Objek yang disikapi secara mendalam adalah objek yang sudah melekat dalam diri
individu. Individu sebelumnya sudah mendapatkan informasi dan pengalaman mengenai
objek, atau objek tersebut merupakan sesuatu yang dibutuhkan, diinginkan atau
disenangi oleh individu kemudian hal tersebut dapat menentukan sikap yang muncul,
positif maupun negatif.
Faktor eksternal mencakup dua pokok yang membentuk sikap manusia, yaitu :
1. Interaksi kelompok, pada saat individu berada dalamsuatu kelompok pastiakan terjadi
interaksi. Masing-masing individu dalam kelompok tersebut mempunyai karakteristik
perilaku. Berbagai perbedaan tersebut kemudian memberikan informasi, atau
keteladanan yang diikuti sehingga membentuk sikap.
2. Komunikasi, melalui komunikasi akan memberikan informasi. Informasi dapat
memeberikan sugesti, motivasi dan kepercayaan. Informasi yang cenderung diarahkan
negatif akan membentuk sikap yang negatif, sedangkan informasi yang memotivasi
dan menyenangkan akan menimbulkan perubahan atau pembentukan sikap positif
Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan faktor yang mempengaruhi Sikap
antara lain (a) Faktor internal berupa pengalaman pribadi, emosional (b) Faktor eksternal
10
berupa interaksi antar individu, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga
pendidikan/ agama
3. Aspek Sikap
Sikap yang ditunjukan seorang individu terhadap objek, mempunyai struktur yang
terdiri dari beberapa komponen. Azwar (2010) menjelaskan komponen dalam struktur
sikap yaitu:
1. Komponen kognitif, yaitu suatu kepercayaan dan pemahaman seorang individu pada
suatu objek melalui proses melihat, mendengar dan merasakan. Kepercayaan dan
pemahaman yang terbentuk memberikan informasi dan pengetahuan mengenai objek
tersebut.
2. Komponen afektif, yaitu komponen yang berhubungan dengan permasalahan
emosional subjektif individu terhadap sesuatu.
3. Komponen perilaku atau konatif, yaitu kecenderungan berperilaku seorang individu
terhadap objek yang dihadapinya.
Sikap individu perlu diketahui arahnya, negatif atau positif. Untuk mengetahui arah
sikap manusia dapat dilihat dari komponen-komponen sikap yang muncul dari seorang
individu. Sarlito dan Eko (2009) juga menjelaskan bahwa sikap adalah konsep yang
dibentuk oleh tiga komponen yaitu kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif
berisi pemikiran dan ide-ide yang berkenaan dengan objek sikap, misalnya meliputi
penilaian, keyakinan, kesan, atribusi, dan tanggapan mengenai objek sikap. Komponen
afektif merupakan komponen yang meliputi perasaan atau emosi seseorang terhadap
objek sikap. Komponen afektif pada sikap seseorang dapat dilihat dari perasaan suka,
tidak suka, senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Sedangkan komponen konatif,
dapat dilihat melalui respon subjek yang berupa tindakan atau perbuatan yang dapat
diamati.
Sedangkan komponen sikap menurut Mar’at (Rahayuningsih, S. U., 2008)
mencakup tiga hal yaitu:
1. Komponen kognitif berhubungan dengan belief (kepercayaan dan keyakinan), ide,
konsep. Bagian dari kognitif yaitu: persepsi, stereotype, opini yang dimiliki individu
mengenai sesuatu.
11
2. Komponen afeksi berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang, menyangkut
perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Afeksi
merupakan komponen rasa senang atau tidak senang pada suatu objek.
3. Komponen perilaku / konatif merupakan komponen yang berhubungan dengan
kecenderungan seseorang untuk berperilaku terhadap objek sikap.
Komponen sikap dapat digunakan untuk menilai bagaimana sikap seseorang
terhadap objek sikap. Jadi, dapat disimpulkan bahwa komponen sikap mencakup tiga
aspek yaitu, komponen kognitif, afektif dan konatif. Komponen kognitif berupa
pemahaman, pengetahuan, pandangan dan keyakinan seseorang terhadap objek sikap.
Komponen afektif yaitu perasaan senang atau tidak senang terhadap objek sikap.
Komponen konatif yaitu kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang menunjukan
intensitas sikap yaitu besar kecilnya intensitas bertindak atau berperilaku seseorang
terhadap objek sikap.
B. Budaya Humanis
1. Pengertian Budaya Humanis
Menurut Greenberg & Baron (Yuwono, 2005) memberikan definisi budaya sebagai
suatu kerangka kognitif yang berisi sikap, nilai, norma perilaku dan harapan yang
diyakini bersama oleh anggota organisasi. Budaya juga merupakan pola-pola asumsi
dasar yang diyakini bersama (Yuwono, 2005). Budaya mengikat anggota kelompok
masyarakat menjadi satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman
berperilaku dan bertindak (Marliani, 2015)
Menurut Mangunhardjana (Al Fandi, 2011) Kata humanisme memiliki banyak
pengertian, dilihat dari sisi kebahasaan, istilah humanisme ini berasal dari kata Latin
humanus dan mempunyai akar kata homo yang berarti manusia. Humanis berarti sifat
manusiawi atau sesuai dengan kodrat manusia. Adapun secara terminologis, humanisme
berarti martabat dan nilai dari setiap manusia, dan semua upaya untuk meningkatkan
kemampuan-kemampuan alamiahnya (fisik nonfisik) secara penuh. Dalam kamus bahasa
Indonesia, juga disebutkan bahwa humanisme adalah sebuah aliran (pemikiran) yang
bertujuan menghidupkan rasa peri kemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup
12
yang lebih baik. Sikap humanis juga mengedepankan sikap memanusiakan manusia
dalam konteks menghadapi perbedaan dalam keberagaman (Arifin, 2012)
Suseno (2008) memberikan pendapat bahwa humanis secara umum berarti sikap
yang secara prinsip menghormati setiap orang dalam keutuhannya sebagai manusia,
dalam martabatnya sebagai makhluk yang bebas, yang berhak menentukan sendiri arah
kehidupan, serta keyakinannya. Lebih lanjut dijelaskan pengertian humanisme sebagai
menghormati orang lain dalam identitasnya, dalam keyakinan-keyakinan, kepercayaan-
kepercayaan, cita-cita, ketakutan-ketakutan, dan kebutuhan-kebutuhannya
Dari definisi budaya dan humanis dapat memberikan memberikan kesimpulan
bahwa budaya humanis merupakan tindakan membiasakan atau membudayakan sikap
menghormati manusia, berdasar nilai-nilai kemanusiaan dalam rangka membangun
masyarakat yang lebih manusiawi
2. Nilai-Nilai Budaya Humanisme
Nilai-nilai yang terkandung dalam pandangan humanis seperti dikemukakan oleh
Rogers (Miarso, 2007) adalah bahwa :
1. Setiap manusia hidup sebagai pribadi dalam dunianya sendiri, dan mencari makna
berdasarkan pemikiran dan pengalamannya
2. Manusia berusaha untuk mengaktualisasikan dirinya dengan mempertahankan
keakuannya
3. Realitas yang ada dalam lingkungannya ditanggapi dengan cara dan prinsip yang
sesuai dengan dirinya
4. Pandangan hidupnya berkembang berdasarkan pada hasil penalaran, perasaan dan
pengalaman.
Selain itu, Manurung (2012) menyatakan nilai-nilai yang terkandung dalam
perspektif humanis adalah
1. Mengembangkan dan menumbuhkan nilai positif manusia, seperti suka menolong,
berbuat baik, beriman, dan bertaqwa
2. Mengajarkan pesan moral kepada manusia, terutama pemimpin, agar berbuat yang
sesuai dengan harapan masyarakat, mencintai keadilan, kebenaran, dan kejujuran
3. Mendorong orang untuk bekerja keras demi kepentingan dirinya dan kepentingan
bersama
13
4. Memperkukuh dan menumbuhkembangkan karakter pribadi, identitas dan ketahanan
bangsa yang positif, tangguh, dan kuat, demi mencapai cita-cita bangsa dan negara.
Menurut Hardiman (2012), nilai-nilai budaya humanisme ada 6 yaitu.
1. Menghargai pendapat orang lain (kebebasan mengeluarkan pendapat)
Kebebasan mengeluarkan pendapat adalah sebuah hak bagi warganegara biasa yang
wajib dijamin dengan Undang-Undang dalam sebuah sistem politik demokrasi
(Taniredja, 2009).
2. Kerjasama
Kerjasama adalah sebuah perbuatan yang diperlukan untuk mengatasi persoalan yang
muncul dalam masyarakat. Kerjasama dalam hal ini yakni kerjasama dalam hal
kebaikan (Taniredja, 2009).
3. Rela berkorban
Rela berkorban adalah merelakan waktu, tenaga dan pikiran dalam bentuk apapun
demi kebaikan (Sunarso, 2009: 15). Rela berarti bersedia dengan ikhlas, tidak
mengharapkan suatu imbalan atau dengan kemauan sendiri. Berkorban berarti
memiliki sesuatu yang dimiliki sekalipun menimbulkan penderitaan bagi dirinya
sendiri. Rela berkorban dalam kehidupan masyarakat berarti bersedia dengan ikhlas
memberikan sesuatu (tenaga, harta, atau pikiran) untuk kepentingan orang lain atau
masyarakat. Walaupun dengan berkorban akan menimbulkan cobaan penderitaan bagi
dirinya sendiri. Bagi seseorang yang memiliki sikap rela berkorban, kepentingan
bersama jauh lebih penting dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
4. Peduli terhadap orang lain
Peduli adalah sebuah nilai dasar dan sikap memperhatikan dan bertindak proaktif
terhadap kondisi atau keadaan di sekitar kita. Peduli adalah sebuah sikap
keberpihakan kita untuk melibatkan diri dalam persoalan keadaan atau kondisi yang
terjadi di sekitar kita (Pratiwi, 2010). Sikap peduli merupakan suatu sikap yang
memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan. Orang-orang yang peduli adalah orang-orang
yang tidak bisa diam dan melihat kelemahan sikap berpangku tangan dan membiarkan
hal-hal yang buruk terus terjadi pada orang lain.
5. Tolong-menolong
Menurut Salam (2000) tolong-menolong adalah mau membantu atau menolong baik
dalam bentuk material maupun dalam bentuk tenaga atau moral. Suka menolong
orang lain memiliki ciri-ciri sbb: Mau menolong siapa saja yang mengalami kesulitan,
14
Tidak membeda-bedakan orang yang ditolongnya, Atas dasar kemauan sendiri atau
tidak diperintah oleh orang lain, Mendahulukan kepentingan orang lain diatas
kepentingan pribadi.
6. Solidaritas
Solidaritas adalah kesediaan untuk memperhatikan kepentingan dan bekerjasama
dengan orang lain. Nilai solidaritas mengikat manusia yang sama-sama memiliki
kebebasan untuk mempertimbangkan kepentingan pihak lain. Sebagai nilai, solidaritas
ini dapat menumbuhkan sikap batin dan kehendak untuk menempatkan kebaikan
bersama di atas kepentingan pribadi, mengasihi sesama dan murah hati terhadap
manusia (Suteng, 2007)
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan nilai-nilai budaya humanis yang akan
digunakan dalam menyusun skala dalam penelitian ini menurut Hardiman (2012) adalah
(1) menghargai pendapat orang lain, (2) kerjasama, (3) rela berkorban, (4) peduli
terhadap orang lain, (5) tolong menolong, (6) solidaritas.
C. Penelitian Sebelumnya
Dalam penelitian Koesmono (2005) dikatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari
seseorang tidak akan terlepas dari lingkungannya. Kepribadian seseorang akan dibentuk
pula oleh lingkungannya dan agar kepribadian tersebut mengarah kepada sikap dan
perilaku yang positif tentunya harus didukung oleh suatu norma yang diakui tentang
kebenarannya dan dipatuhi sebagai pedoman dalam bertindak. Pada dasarnya manusia
atau seseorang yang berada dalam kehidupan organisasi berusaha untuk menentukan dan
membentuk sesuatu yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak, agar dalam
menjalankan aktivitasnya tidak berbenturan dengan berbagai sikap dan perilaku dari
masing-masing individu. Sesuatu yang dimaksud tidak lain adalah budaya dimana
individu berada, seperti nilai, keyakinan, anggapan, harapan dan sebagainya.
Hal senada juga diungkapkan dalam penelitian Jusmin (2016) bahwa keutamaan
budaya merupakan pengendali dan arah dalam membentuk sikap dan perilaku manusia
yang melibatkan diri dalam suatu kegiatan organisasi. Diperkuat oleh hasil penelitian
Akbar ( 2013) dalam Journal of Social and Industrial Psychology yaitu adanya pengaruh
yang signifikan antara budaya organisasi terhadap sikap positif pegawai dan perusahaan
yang berwujud komiten, keterlibatan dan keterikatan terhadap nilai-nilai budaya dan
pencapaian keberhasilan perusahaan (employee engagement), dengan nilai koefisien
regresi 0,623 dan thit = 8,481 dengan p = 0,000 (p < 0,05).
15
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ada hubungan positif antara budaya humanis Satpol PP dengan sikap pedagang kaki
lima terhadap penegakan perda, artinya semakin kuat budaya humanis Satpol PP maka
semakin positif sikap pedagang kaki lima terhadap penegakan Perda
E. Kerangka Pikir
Penegakan Perda yang dilakukan oleh Satpol PP kepada masyarakat sering
menimbulkan ketegangan bahkan perseteruan. Akibatnya Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP) memiliki citra buruk di tengah-tengah masyarakat. Stigma di masyarakat,
khususnya para pedagang, yang menganggap sekelompok Satpol PP adalah sosok-sosok
mengerikan. Fenomena ini disikapi dengan cermat oleh internal Satpol PP dengan
membuat gagasan budaya humanis dalam penegakan Perda artinya Satpol PP perlu
menjadi tegas untuk menegakkan, namun santun dalam memberikan pelayanan.
(Prabowo, Indarja, dan Diamantina, 2016)
Gerakan budaya humanis Satpol PP ini mengundang reaksi dari banyak
masyarakat, khususnya di Kabupaten Kudus. Untuk itu, menjadi sangat menarik dalam
penelitian ini untuk mengetahui secara empirik Sikap Pedagang Kaki Lima terhadap
Penegakan Perda berbasis Budaya Humanis Petugas Satpol PP
16
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan 2 jenis penelitian kuantitatif yaitu penelitian
deskriptif dan penelitian korelasional. Secara umum tujuan penelitian deskriptif adalah
untuk membuat penyandraan atau deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu, sedangkan penelitian
korelasional adalah penelitian untuk melihat hubungan antar 2 variabel (Periantalo, 2016)
B. Identifikasi Variabel
Untuk menguji hipotesis penelitian dilakukan identifikasi dari variabel-variabel yang
akan dipakai dalam penelitian ini, yaitu :
1. Variabel bebas : Budaya humanis Satpol PP
2. Variabel tergantung : Sikap pedagang kaki lima terhadap penegakan Perda
C. Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini definisi operasional variabel-variabel penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Budaya Humanis Satpol PP
Budaya yang menjadi pedoman perilaku Satpol PP dalam melakukan penegakan
Perda yaitu tindakan membiasakan atau membudayakan sikap menghormati manusia,
berdasar nilai-nilai kemanusiaan dalam rangka membangun masyarakat yang lebih
manusiawi
2. Sikap pedagang kaki lima terhadap Penegakan Perda
Suatu reaksi atau respon berupa penilaian yang berbeda-beda yang muncul dari setiap
pedagang kaki lima terhadap penegakan peraturan daerah yang dilakukan Satpol PP
D. Populasi Dan Teknik Pengambilan Sample
Populasi adalah sekelompok orang yang menjadi lingkup dalam penelitian
(Sukmadinata, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah Pedagang kaki lima yang
berada di kecamatan kota. Teknik pengambilan sample yang digunakan dalam penelitian
ini adalah purposive sampling yaitu peneliti membuat kriteria khusus terhadap subjek
penelitian (Periantalo, 2016). Dalam penelitian ini yang menjadi sampel yaitu pedagang
kaki lima yang berpindah-pindah tempat dalam berjualan, pada saat diambil data berada
17
di area kecamatan kota, pernah mendapatkan sosialisasi tentang penegakan perda secara
humanis, pernah mendapatkan tindakan atau teguran dari Satpol PP
E. Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan angket dan skala
psikologi. Angket dibuat berdasarkan kebutuhan data yang akan dieksplorasi dalam
penelitian. Angket bersifat terbuka dan tertutup. Angket dalam penelitian berupa angket
Sikap pedagang kaki lima terhadap penegakan Perda berbasis budaya humanis Satpol
PP.
Sedangkan skala psikologi dalam penelitian ini disusun oleh penulis berdasarkan
indikator atau aspek yang ada pada variabel yang hendak diukur yaitu Skala Sikap
Pedagang kaki Lima terhadap Penegakan Perda dan Skala Budaya Humanis Satpol PP.
Bentuk jawaban terdiri dari empat alternatif dan tiap subjek dapat memilih salah satunya
yaitu : sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).
Pernyataan yang digunakan dalam skala penelitian ini terbagi dalam dua kelompok, yaitu
(1) Pernyataan favorable yaitu item-item yang mendukung variabel. Penilaian jawaban
untuk pernyataan ini adalah sangat setuju (SS) = 4, setuju (S) = 3, tidak setuju (TS) = 2,
sangat tidak setuju (STS) = 1 (2) Pernyataan unfavorable yaitu item-item yang tidak
mendukung variabel. Pernyataan ini menggunakan penilaian jawaban sebagai berikut:
sangat setuju (SS) = 1, setuju (S) = 2, tidak setuju (TS) = 3 dan sangat tidak setuju (STS)
= 4.
Pada penilaian Skala terlihat semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin
tinggi kecenderungan individu terhadap variabel tersebut, sebaliknya semakin rendah skor
yang diperoleh semakin rendah pula kecenderungan individu terhadap variabel tersebut.
Berikut blue print rancangan jumlah item dalam masing-masing variabel :
Tabel 1Skala Sikap PKL Terhadap Penegakan Perda
No Aspek Favorabel Unfavorabel1 Kognitif 1,3,5,7,9 2,4,6,8,102 Afektif 11,13,15,17,19 12,14,16,18,203 Konatif 21,23,25,27,29 22,24,26,28,30
Jumlah masing-masing 15 15Total 30
Tabel 2Skala Budaya Humanis Satpol PP
18
No Aspek Favorabel Unfavorabel1 Menghargai pendapat orang lain 1,3,5 2,4,62 Kerjasama 7,9,11 8,10,123 Rela berkorban 13,15,17 14,16,184 Peduli terhadap orang lain 19,21,23 20,22,245 Tolong menolong 25,27,29 26,28,306 Solidaritas 31,33,35 32,34,36
Jumlah masing-masing 18 18Total item 36
F. Analisis Data
1. Validitas Skala
Validitas diartikan sejauh mana alat ukur mampu mengungkap apa yang hendak ia
ungkap. Apakah item-item di dalam alat ukur mencerminkan hal yang semestinya ia
ungkap, tidak mengungkap hal di luar tujuan ukurnya (Periantalo, 2015). Selanjutnya,
agar instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan, maka
dilakukan uji validitas. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini terhadap skala
sikap PKL terhadap penegakan perda dan skala budaya humanis
Menurut Azwar (2006) koefisien validitas yang berada disekitar angka 0,05 akan
lebih dapat diterima dan dianggap memuaskan, namun apabila koefisien validitas kurang
dari 0,30 dianggap tidak memuaskan. Untuk itu dalam penelitian ini penulis membatasi
koefisien validitas dianggap memuaskan bila rxy lebih dari 0,30.
Pengujian validitas alat ukur / skala dengan uji korelasi antar skor (nilai) tiap-tiap
item (pertanyaan) dengan total skala tersebut, menggunakan program Statistical
Packages for Social Sciences (SPSS) 15. 0 for Windows.
2. Reliabilitas Skala
Reliabilitas diartikan sebagai konsistensi atau keakuratan hasil ukur. Seberapa
konsistensi skor yang dihasilkan tersebut sama apabila diukur pada kurun waktu yang
berbeda. Reliabilitas memiliki skor yang bergerak dari 0 sampai dengan 1. Reliabilitas
yang baik adalah mendekati skor satu (1). (Periantalo, 2015)
Teknik yang digunakan untuk menghitung reliabilitas alat ukur / skala dalam
penelitian ini adalah teknik reliabilitas koefisien Alpha yang dikembangkan oleh
Cronbach dengan program Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) 15.0 for
Windows.
19
3. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode teknik korelasi product
moment dengan program Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) 15.0 for
Windows untuk uji hubungan antara 2 variabel yaitu budaya humanis Satpol PP dengan
sikap PKL terhadap penegakan perda. Sedangkan data deskriptif kuantitatif yang
diperoleh dari angket sikap terhadap budaya humanis Satpol PP dianalisis dengan
mengkategorisasikan data-datanya melalui proses penyuntingan (editing), pengkodean
(coding) dan tabulasi
BAB IV
20
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di area kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, sasarannya
adalah pedagang kaki lima yang berpindah-pindah tempat dalam berjualan, pada saat diambil
data berada di area kecamatan kota, pernah mendapatkan sosialisasi tentang penegakan perda
secara humanis, dan pernah mendapatkan tindakan atau teguran dari Satpol PP
Penelitian ini dilakukan atas kerjasama antara pihak Satpol PP dengan Fakultas Psikologi
Universitas Muria Kudus, sesuai dengan mou yang telah disepakati bersama
no.007/Psik.UMK/C.06.02/XI/2018. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, dari bulan
Pebruari 2019 sampai dengan Juni 2019, dengan mendapatkan rekomendasi penelitian dari
Pemerintah Kabupaten Kudus, Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik No. 070/ 143 /
39.00/2019
B. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pedagang kaki lima di area kecamatan Kota, Kabupaten
Kudus. Pelaksanaan penelitian saat pengambila data dimulai bulan Maret 2019 – Mei 2019.
Dalam penelitian ini penulis membagikan 1 angket dan 2 skala sikap kepada subjek
penelitian tersebut.
Pengambilan data dilakukan setelah 5 bulan pelatihan budaya humanis dilaksanakan,
dengan asumsi bahwa Satpol PP telah menerapkan budaya humanis dalam kurun waktu
tersebut sehingga penelitian ini dapat mendeskripsikan dampak dari budaya humanis yang
diterapkan oleh Satpol PP setelah pelatihan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengambilan sampel dengan teknik
purposive sampling yaitu peneliti membuat kriteria khusus terhadap subjek penelitian. Di
lapangan, peneliti memperoleh 45 responden yang sesuai dengan ciri-ciri yang telah
ditetapkan dan bersedia terlibat, dengan mengisi angkat dan skala penelitian.
C. Intervensi Pelatihan
Sebelum melakukan pengambilan data, penulis memberikan pelatihan tentang budaya
humanis kepada Satpol PP di Kudus. Pelatihan yang berjudul “Penegakkan Perda secara
Humanis” dilaksanakan pada hari Rabu, 03 Oktober 2018 di Hotel Proliman Kudus, dengan
narasumber Dhini Rama Dhania, S.Psi, M.Si dari Fakultas Psikologi Universitas Muria
Kudus dan Any Ismayawati dari IAIN Kudus. Materi pelatihan mencakup transformasi satpol
21
PP menjadi humanis, branding Satpoll PP, cara menjadi satpol PP yang humanis dengan
pengelolaan emosi yang efektif. Pelatihan juga menggunakan metode ice breaking dan
games sesuai dengan materi pelatihan untuk memudahkan peserta dalam memahami materi.
D. Hasil Penelitian
1. Sikap Masyarakat Kudus Terhadap Penegakan Perda Berbasis Budaya Humanis
a. Citra Satpol PP
Buruk23%
Baik77%
Citra Satpol PP
Citra Satpol PP menurut subjek penelitian diperoleh 77 % orang menyatakan citra Satpol PP
baik. Bentuk perilaku baik yang dilakukan oleh Satpol PP adalah menegur dengan sopan,
tidak arogan, tegas, melakukan tugas/penindakan sesuai dengan pengaduan masyarakat/ jika
ada kesalahan, memberikan penjelasan / anjuran / petunjuk / pengarahan terlebih dahulu
sebelum melakukan penertiban. Sisanya 23% menyatakan citra Satpol PP buruk. Perilaku
buruk yang dilakukan oleh Satpol PP menurut subjek penelitian adalah saat penindakan
hanya mencari kesalahan tanpa mengarahkan solusi, tebang pilih/tidak adil dalam penegakan
perda, emosional pakai kekerasan, jika melakukan penertiban tidak konfirmasi / tidak ada
peringatan terlebih dahulu.
b. Satpol PP sudah melakukan penegakan secara humanis
22
Ya60%
Tidak7%
Kadang-kadang20%
Tidak semua Satpol
PP9%
Tidak tahu4%
Satpol PP sudah melakukan penegakan perda secara humanis
Menurut subyek penelitian, 60% menyatakan Satpol PP sudah melakukan penegakan perda
secara humanis, 20% menyatakan kadang-kadang, 9% menyatakan tidak semua Satpol PP
melakukan penegakan perda secara humanis, 7% menyatakan Satpol PP tidak melakukan
penegakan perda secara humanis, dan 4% menyatakan tidak tahu
c. Bentuk perilaku humanis yang ditunjukkan Satpol PP dalam penegakan perda
Menegur dg sopan55%
Tidak melakukan tindakan kek-
erasan24%
Memberikan so-lusi13%
Tidak pernah bohong
5% Menegur hanya yang salah2% Memberikan peringatan
secara sopan2%
Bentuk perilaku humanis yang ditunjukkan Satpol PP dalam penegakan perda
Bentuk perilaku humanis yang ditunjukkan Satpol dalam penegakan perda menurut subjek
penelitian adalah 54% menyatakan Satpol PP telah menegur dengan sopan, 24% menyatakan
Satpol PP tidak melakukan tindakan kekerasan, 13% menyatakan Satpol PP telah
memberikan solusi, 5% menyatakan Satpol PP tidak pernah berbohong, dan masing-masing
2% menyatakan Satpol PP menegur hanya yang salah dan memberikan peringatan secara
sopan.
23
d. Gerakan penegakan perda secara humanis dapat berjalan lebih efektif dalam
menjaga ketertiban dan keamanan daripada sebelumnya
Ya69%
Tidak yakin9%
Mungkin22%
Gerakan humanis dapat berjalan efektif
Pendapat subjek penelitian terkait pertanyaan apakah gerakan penegakan perda secara
humanis dapat berjalan lebih efektif dalam menjaga ketertiban dan keamanan daripada
sebelumnya adalah 69% menyatakan iya akan lebih efektif, 22% menyatakan mungkin akan
efektif dan 9% menyatakan tidak yakin akan efektif
e. Tanggapan terhadap gerakan perda secara humanis yang dilakukan oleh Satpol PP
Biasa saja24%
Senang67%
Tidak tahu4%
setuju2%
sudah seharusnya2%
Tanggapan terhadap gerakan penegakan perda secara humanis
Subyek penelitian memberikan tanggapan yang berbeda terhadap penegakan perda secara
humanis yang dilakukan oleh Satpol PP yaitu 67% menyatakan senang dengan adanya
24
gerakan humanis ini, 24% memberikan tanggapan biasa saja, 5% menyatakan tidak tahu
terhadap gerakan perda secara humanis yang dilakukan Satpol PP ini serta masing-masing
2% menyatakan setuju dan berpendapat sudah seharusnya dilakukan Satpol PP
f. Sikap terhadap gerakan perda secara humanis
Mendukung100%
Sikap terhadap gerakan perda secara humanis
Dari seluruh subyek penelitian 100% menyatakan sikap mendukung gerakan perda secara
humanis
g. Alasan mendukung gerakan perda secara humanis
Agar tidak terjadi ben-trokan32%
Agar tidak menimbulkan rasa sakit hati
28%
Lebih manusiawi akan menjadi lebih baik
14%
berharap Kudus menjadi tertib tanpa kekerasan /
pemaksaan26%
Alasan mendukung gerakan humanis
Alasan subyek penelitian mendukung gerakan perda secara humanis ini yaitu 32%
menyatakan agar tidak terjadi bentrokan, 28% menyatakan agar tidak menimbulkan sakit
hati, 26% berharap Kudus menjadi tertib tanpa kekerasan / pemaksaan dan 14%
menyatakan lebih manusiawi akan menjadi lebih baik
25
h. Saran kepada Satpol PP agar lebih efektif dalam menegakkan perda
Beberapa saran yang diberikan oleh subjek penelitian adalah
1) Bersikap lebih sopan dan sabar dalam menertibkan, tidak dengan kekerasan atau bicara
kotor/merendahkan
2) Bersikap lebih ramah dan merakyat, jangan menganggap remeh, lebih bijaksana, lebih
fleksibel saat melakukan penertiban
3) Melakukan pendekatan tanpa kekerasan, dan menindak tegas pelanggar yang sudah
benar-benar menganggu
4) Penegakan perda tidak tebang pilih, harus merata di semua lokasi
5) Lebih adil dalam penegakan perda
6) Sebaiknya dilakukan secara humanis dalam melaksanakan tugas agar tidak menimbulkan
rasa sakit hati
7) Jangan bersikap kasar / arogan, menasehati dengan solusi ,jangan menyakiti pedagang
8) Bertindak tegas tapi tetap humanis, utamakan mencari solusi yang lebih baik daripada
mencari kesalahan, lebih sering patroli di waktu yang acak akan bisa membuat ciut nyali
bagi yang melakukan pelanggaran
9) Jangan asal angkat barang dagangan, dikasih penjelasan pelanggarannya
10) Harus selalu berpatroli baik pada jam sore maupun malam
11) Tidak emosional dan tidak terprovokasi
12) Mengikuti aturan yang berlaku, harus ada peringatan 1,2,3 dan surat pernyataan
kemudian ketegasan
13) Pendekatan secara kekeluargaan agar saat penindaan masyarakat jadi sungkan apabila
melanggar aturan, usahakan tidak membentak agar tidak terjadi salah paham,seperti
terbawa emosi
14) Saat melakukan penertiban, konfirmasi dulu jangan sewenang-wenang
15) Hendaknya menggusur dengan halus dan menyediakan lahan
16) Konsisten dan memberi solusi yang menguntungkan masyarakat
2. Hubungan Antara Budaya Humanis Satpol Pp terhadap Sikap PKL Terhadap
Penegakan Perda
a. Perhitungan Validitas dan Reliabiltas Skala Sikap PKL terhadap Penegakan Perda
Agar diperoleh hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan, maka setelah
data terkumpul dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas untuk skala sikap PKL
terhadap penegakan perda. Pada uji validitas skala ini menunjukkan dari 30 item
26
terdapat 8 item yang gugur dan 22 item yang valid dengan koefisien 0,301 sampai
dengan 0,765 . Adapun sebaran item yang gugur maupun yang valid dapat dilihat di tabel
dibawah ini :
Tabel 3Sebaran item skala sikap PKL terhadap penegakan perda yang valid dan gugur
No Aspek Favorable Unfavorable1 Kognitif 1,3,5,7,9 2,(4),(6),8,102 Afektif 11,13,15,17,19 12,(14),16,18,203 Konatif 21,(23),(25),(27),(29) (22),24,26,28,(30)
Jumlah masing-masing 15 15Total 30
Keterangan : tanda kurung ” ()” = item yang gugur tanpa tanda = item yang valid
Untuk hasil reliabilitas menunjukkan bahwa pada skala sikap PKL terhadap
penegakan perda mempunyai skor reliabilitas sebesar 0,876. Ini berarti skala sikap PKL
terhadap penegakan perda memiliki konsistensi atau keakuratan hasil ukur, yaitu skor
yang dihasilkan tersebut akan sama apabila diukur pada kurun waktu yang berbeda,
karena reliabilitas yang baik adalah mendekati satu (1).
b. Perhitungan Validitas dan Reliabiltas Skala Budaya Humanis Satpol PP
Agar diperoleh hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan, maka setelah
data terkumpul dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas untuk skala budaya
humanis. Pada uji validitas skala ini menunjukkan dari 36 item terdapat 2 item yang
gugur dan 34 item yang valid dengan koefisien 0,329 sampai dengan 0,871 . Adapun
sebaran item yang gugur maupun yang valid dapat dilihat di tabel dibawah ini :
Tabel 4Budaya Humanis Satpol PP
No Aspek Favorable Unfavorable1 Menghargai pendapat orang lain 1,3,5 2,4,62 Kerjasama 7,9,11 8,10,123 Rela berkorban 13,15,17 14,16,(18)4 Peduli terhadap orang lain 19,21,23 20,(22),245 Tolong menolong 25,27,29 26,28,306 Solidaritas 31,33,35 32,34,36
Jumlah masing-masing 18 18Total item 36
Keterangan : tanda kurung ” ()” = item yang gugur tanpa tanda = item yang valid
27
Untuk hasil reliabilitas menunjukkan bahwa pada skala budaya humanis Satpol
PP mempunyai skor reliabilitas sebesar 0,970. Ini berarti skala budaya humanis
memiliki konsistensi atau keakuratan hasil ukur, yaitu skor yang dihasilkan tersebut
akan sama apabila diukur pada kurun waktu yang berbeda, karena reliabilitas yang baik
adalah mendekati satu (1).
c. Uji Normalitas dan Linieritas
Hasil uji normalitas pada skala sikap PKL terhadap penegakan perda diperoleh
taraf signifikansi p sebesar 0,116 (p>0,05) dengan K-SZ sebesar 1,193. Untuk uji
normalitas pada skala budaya humanis diperoleh taraf signifikansi p sebesar 0,120
(p>0,05) dengan K-SZ sebesar 1,186. Hasil secara lengkap dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
Tabel 5Hasil Uji Normalitas Sebaran
No Keterangan K-SZ p Keterangan1 Sikap PKL terhadap penegakan perda 1,193 0,116 Distribusi Normal2 Budaya humanis Satpol PP 1,186 0,12 Distribusi Normal
Hasil uji linieritas pada sikap masyarakat terhadap penegakan perda diperoleh
nilai F sebesar 1,790 dengan p sebesar 0,099 (p>0,05), angka tersebut menunjukkan
bahwa data bersifat linier. Hasil secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 6Uji linieritas
Keterangan F SigBudaya humanis Satpol PP terhadap sikap PKL terhadap penegakan perda 1,79 0,099
d. Uji hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi
product moment, hasilnya adalah sebagai berikut :
28
Tabel 7Uji hipotesis
Keterangan rxy p. Sig. (2 tailed)Budaya humanis terhadap sikap PKL terhadap penegakan perda 0,271 0,072
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa besarnya koefisien antara kedua
variabel rxy sebesar 0,271 dengan p sebesar 0,072 (p>0,05). Hal ini menunjukkan tidak
ada hubungan antara budaya humanis Satpol PP dengan sikap PKL terhadap penegakan
perda . Artinya sikap positif / negatif pedagang kaki lima terhadap penegakan perda
tidak dipengaruhi oleh budaya humanis Satpol PP
D. Pembahasan
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang
Satuan Polisi Pamong Praja pasal 5, Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan
Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman dan menyelenggarakan
perlindungan masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya tersebut Satpol PP dituntut untuk
menindak pelanggaran-pelanggaran yang ada di masyarakat, sehingga tak jarang terjadi
bentrokan-bentrokan. Seperti yang terjadi di kawasan Menara Kudus, meski sudah berkali-
kali ditindak tegas, Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Menara Kudus masih
membandel, masih berjualan di zona merah PKL itu. Satpol PP juga menyita dua kotak es
campur sebagai barang bukti karena jualan di zona merah.(Mustofa, 2019)
Berbagai cara dilakukan Satpol PP untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya terutama
menertibkan masyarakat yang melakukan pelanggaran. Salah satunya adalah menerapkan
budaya humanis, seperti yang diberitakan di Muria News bahwa Satpol PP Kudus gelar
sosialisasi penegakan Perda secara humanis (Aji, 2018). Dijelaskan lebih lanjut dalam
sambutan tertulis Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo bahwa Satpol PP boleh keras,
boleh tegas tapi tidak boleh kasar. Dengan kata-kata dan cara-cara yang santun itu
masyarakat akan bersedia menjaga ketertiban dengan sendirinya. Satpol PP melakukan
perubahan dalam upaya penegakan perda yang selalu berhadapan dengan beragam
kepentingan masyarakat. Untuk itu, Satpol PP dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya
sebagai penegak perda hendaknya dengan proporsional dan professional. Bukan harus keras
29
suara, atau bahkan bertindak kasar namun menyentuh masyarakat dengan suara dan sikap
yang kultural agar mereka lebih simpatik. Sehingga pelayanan kepada masyarakat betul-betul
dapat dirasakan ( Pambudi, 2019)
Tujuan pertama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sikap pedagang kaki lima
terhadap penegakan Perda berbasis budaya humanis. Dari data penelitian diperoleh hasil
bahwa 77 % orang menyatakan citra Satpol PP cenderung baik. Bentuk perilaku baik yang
dilakukan oleh Satpol PP adalah menegur dengan sopan, tidak arogan, tegas, melakukan
tugas/penindakan sesuai dengan pengaduan masyarakat/ jika ada kesalahan, memberikan
penjelasan / anjuran / petunjuk / pengarahan terlebih dahulu sebelum melakukan penertiban.
Data lain juga mengungkapkan bahwa 60% menyatakan Satpol PP sudah melakukan
penegakan perda secara humanis. Bentuk perilaku humanis yang ditunjukkan Satpol dalam
penegakan perda menurut subjek penelitian adalah 54% menyatakan Satpol PP telah menegur
dengan sopan, 24% menyatakan Satpol PP tidak melakukan tindakan kekerasan, 13%
menyatakan Satpol PP telah memberikan solusi, 5% menyatakan Satpol PP tidak pernah
berbohong, dan masing-masing 2% menyatakan Satpol PP menegur hanya yang salah dan
memberikan peringatan secara sopan.
Seluruh responden atau 100% menyatakan sikap mendukung terhadap gerakan perda
secara humanis. Alasan subyek penelitian mendukung gerakan perda secara humanis ini yaitu
32% menyatakan agar tidak terjadi bentrokan, 28% menyatakan agar tidak menimbulkan
sakit hati, 26% berharap Kudus menjadi tertib tanpa kekerasan / pemaksaan dan 14%
menyatakan lebih manusiawi akan menjadi lebih baik. Meski seluruhnya mendukung, namun
yang menyatakan senang dengan adanya gerakan humanis ini hanya sejumlah 67% dan yang
merasa optimis bahwa gerakan penegakan perda secara humanis dapat berjalan lebih efektif
dalam menjaga ketertiban dan keamanan daripada sebelumnya sejumlah 69%.
Untuk menguji secara empiris hubungan budaya humanis Satpol PP terhadap sikap
masyarakat terhadap penegakan perda diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara budaya humanis Satpol PP dengan sikap PKL terhadap penegakan perda.
Besarnya koefisien antara kedua variabel rxy sebesar 0,271 dengan p sebesar 0,072 (p>0,05).
Artinya sikap positif / negatif masyarakat (PKL) terhadap penegakan perda tidak dipengaruhi
oleh budaya humanis Satpol PP. Oleh karena itu hipotesis pada penelitian ini di tolak.
30
Bagi pedagang kaki lima bisa melakukan aktifitas bekerja setiap harinya adalah bagian
dari cara mereka mempertahankan diri untuk bisa menyambung hidupnya. Setiap jengkal
tanah yang mereka gunakan untuk berdagang pada dasarnya adalah ruang ekonomi utama
yang mereka miliki dan harus mereka pertahankan mati-matian, sehingga apapun akan
dilakukan untuk mempertahankan diri, jika perlu dengan cara (alat) konflik. Seringkali
mereka menempati kawasan yang diklaim oleh pemerintah kota melanggar peraturan. Tarik
menarik kepentingan yang akhirnya harus berujung pada konflik antara mereka seringkali
menjadi pemandangan umum dalam penanganan pedagang kaki lima. Menjadi pedagang kaki
lima berarti harus berani bertaruh dengan aparat pemerintah. Biasanya adalah SatPol PP
(Satuan Polisi Pamong Praja) sebagai penegak ketertiban tata ruang kota. Dalam banyak
kesempatan, cara-cara yang dilakukan SatPol PP kadang-kadang tidak memberi ruang dialog
kepada pedagang kaki lima. Dari konteks seperti inilah mereka mencoba melakukan siasat-
siasat tertentu agar bisa terlepas dari jeratan SatPol PP. (Hayat, 2012)
Penelitian yang dilakukan Suranto (2015) yang berjudul Korelasi Komunikasi Persuasif
Kepala Desa dengan Sikap Pedagang Kaki Lima terhadap Ketertiban Lingkungan,
menunjukkan hasil bahwa 1) Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara
karakteristik kepala desa sebagai komunikator dalam proses komunikasi persuasif dengan
sikap PKL terhadap ketertiban lingkungan; 2) Terdapat korelasi antara daya tarik pesan
komunikasi persuasif yang disampaikan komunikator dengan sikap PKL terhadap ketertiban
lingkungan. Dari hasil penelitian tersebut dikaitkan dengan tertolaknya hipotesis dalam
penelitian adalah bahwa karakteristik dari sosok yang melakukan penertiban (dalam
penelitian ini Satpol PP) serta cara komunikasi persuasif yang dilakukan dapat menjadi
penentu efektif tidaknya penertiban yang dilakukan kepada PKL
Hasil analisis variabel budaya humanis Satpol PP diperoleh mean empirik sebesar
94,22 dengan standard deviasi sebesar 13,497. Berdasarkan norma kategori budaya humanis,
maka diperoleh hasil bahwa budaya humanis yang telah diterapkan Satpol PP tergolong
tinggi menurut masyarakat khususnya PKL . Hal ini diketahui dari hasil respon subjek pada
item skala budaya humanis yang menunjukkan prosentase sebagai berikut 0% pada taraf
sangat tinggi, 47% pada taraf tinggi, 31% pada taraf sedang, 9% pada taraf rendah dan 13%
pada taraf rendah sekali
Hasil analisis variabel sikap PKL terhadap penegakan perda diperoleh mean empirik
sebesar 61,31 dengan standard deviasi sebesar 6,694. Berdasarkan norma kategori sikap PKL
31
terhadap penegakan perda, maka diperoleh hasil bahwa sikap PKL yang merespon positif
terhadap penegakan perda tergolong pada taraf sedang ke atas. Hal ini diketahui dari hasil
respon subjek pada item skala sikap PKL terhadap penegakan perda yang menunjukkan
prosentase sebagai berikut 5% pada taraf sangat tinggi, 24% pada taraf tinggi, 47% pada taraf
sedang, 20% pada taraf rendah dan 4% pada taraf rendah sekali
Penelitian ini masih terdapat beberapa kelemahan. Adapun beberapa kemungkinan
yang menyebabkan kelemahan tersebut adalah :
1. Banyaknya item pertanyaan dan pernyataan yang harus dijawab oleh subjek
penelitian
2. Kurang konsentrasi karena pada saat mengisi skala dan angket, dilakukan sambil
berjualan
32
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Sebanyak 77 % orang menyatakan citra Satpol PP cenderung baik. Data lain juga
mengungkapkan bahwa 60% menyatakan Satpol PP sudah melakukan penegakan perda
secara humanis. Seluruh responden atau 100% menyatakan sikap mendukung terhadap
gerakan perda secara humanis.. Meski seluruhnya mendukung, namun yang menyatakan
senang dengan adanya gerakan humanis ini hanya sejumlah 67% dan yang merasa optimis
bahwa gerakan penegakan perda secara humanis dapat berjalan lebih efektif dalam
menjaga ketertiban dan keamanan daripada sebelumnya sejumlah 69%.
2. Hipotesis pada penelitian ini di tolak yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara
budaya humanis Satpol PP dengan sikap PKL terhadap penegakan perda. Besarnya
koefisien antara kedua variabel rxy sebesar 0,271 dengan p sebesar 0,072 (p>0,05).
Artinya sikap positif / negatif masyarakat (PKL) terhadap penegakan perda tidak
dipengaruhi oleh budaya humanis Satpol PP.
B. Saran
1. Satpol PP hendaknya melakukan cara-cara komunikasi yang sopan, tidak arogan tapi tegas
saat melakukan penegakan perda dengan berpedoman pada aturan yang berlaku
2. Tidak hanya sebagian namun seluruh Satpol PP memiliki sikap dan perilaku yang sama/
konsisten saat melakukan penegakan perda dimanapun berada
33
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta
Ananda.(2009). Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta
Al-Fandi, H. (2011). Desain Pembelajaran yang Demokratis dan Humanis. Yogyakarta: Ar
Akbar, MR (2013). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Employee Engagement (Studi Pada Karyawan Pt.Primatexco Indonesia Di Batang). Journal of Social and Industrial Psychology. ISSN 2252-6838. Volume 2, Nomor 1. Oktober 2013. Universitas Negeri Semarang
Aji, DU. (2018). Tegakan Perda Secara Humanis, Satpol PP Kabupaten Kudus Berikan Pelatihan. www.murianews.com
Arifin Z. (2012). Pendidikan Multikultural-Religius untuk Mewujudkan Karakter Peserta Didik yang Humanis-Religius. Jurnal Pendidikan Islam Volume I, Nomor 1, Juni 2012. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta.PT. Rineka Cipta.
Azwar, S. (2010). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar,S. (2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Gerugan, W.A. (2009). Psikologi Sosial. Bandung : Refika Aditama.
Ghafur, J. (2018). Penegakan Peraturan Daerah Tinjauan Terhadap Peran dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP. https://www.researchgate.net /publication/327600238
Ghozali, R. (2018). Satpol PP Kudus : Sosialisasi Perda ke Masyarakat Bentuk Penertiban Secara Humanis. https://jateng.tribunnews.com/2018/09/19/satpol-pp-kudus-sosialisasi-perda-ke-masyarakat-bentuk-penertiban-secara-humanis.
Hardiman, FB. (2012). Humanisme dan Sesudahnya: Meninjau Ulang Gagasan Besar
tentang Manusia . Jakarta. Gramedia
Hayat, M. (2012). Strategi Bertahan Hidup Pedagang Kali Lima (PKL). Jurnal Sosiologi Reflektif. Volume 6. Nomor 2
Handayani, S. (2009). Memahami Pelaku Sektor Informal Perkotaan: Penataan Pedagang
Kaki Lima Tanpa Kekerasan. Jurnal Analisis Sosial. Vol.14. Nomor 1
Indrati, MF (2007). Ilmu Perundang-undangan . Yokyakarta: Kanisius.
34
Jusmin, A. (2016). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Kantor Adminitrasi Perhubungan Jayapura . Future Jurnal Manajemen dan Akuntansi. jurnal.uniyap.ac.id
Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2001). Jakarta: Balai Pustaka
Koesmono. H.T. (2005). Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Motivasi Dan Kepuasan Kerja Serta Kinerja Karyawan Pada Sub Sektor Industri Pengolahan Kayu Skala Menengah Di Jawa Timur. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 2, September 2005: 171-188 Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra. http://Puslit.Petra.Ac.Id/~Puslit/Journals/
Manurung, RT. (2012). Pendidikan Antikorupsi Sebagai Satuan Pembelajaran Berkarakter Dan Humanistik . Jurnal Sosioteknologi. Edisi 27 Tahun 11, Desember 2012
Mulyana, A.Hidayat, S. Sholih. (2013). Hubungan Antara Persepsi, Minat, Dan Sikap Siswa Dengan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Pkn. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
Mustofa, A. (2019). Berkali-kali ditindak Satpon PP, PKL Kawasan Menara Tak Kapok jualan. https://radarkudus.jawapos.com. 19 Juni 2019
Miarso. YH. (2007). Teknologi yang Berwajah Humanis. Jurnal Pendidikan Penabur - No.09 Tahun ke-6. Desember 2007
Pambudi, A. (2019). Satpol PP Diharapkan Semakin Humanis dan Profesional. https://pasfmpati.com. 25 Juli 2019
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja
Periantalo, J.(2016). Penelitian Kuantitatif Untuk Psikologi. Yogyakarta.Pustaka Pelajar
Permadi, G. (2007). Pedagang Kaki Lima Riwayatmu Dulu Nasibmu Kini. Jakarta. Yudhistira
Prabowo,IA.Indarja. Diamantina, A. (2016). Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja menurut Peraturan Daerah no 5 tahun 2013 tentang Ketertiban Umum di Kota Pekalongan. Diponegoro Law Journal.Volume 5. No. 3 tahun 2016. Universitas Diponegoro
Rahayuningsih, S.U. (2008) Psikologi Umum 2. Jakarta: gunadarma
Suseno, FM. (2008). Etika kebangsaan Etika Kemanusiaan. : 79th Sesudah Sumpah Pemuda. Yogyakarta. Kanisius
Trianingrum. (2017). Model Penegakan Peraturan Daerah (PERDA) Terhadap Pedagang Kaki Lima (PKL) Oleh Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) Berbasis Pemberdayaan Partisipatif Di Kabupaten Batang. Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol. 12. No. 1 Maret 2017
35
Umam, K. (2010). Perilaku organisasi. Bandung, CV Pustaka Setia
Umar, M. (2013). Membangun Citra Positif Satpol PP di Tengah Masyarakat DKI Jakarta. https://musniumar.wordpress.com
Walgito B. (2001). Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset.
36
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota
BIODATA PENELITI
1. Ketua Peneliti
Nama : Dhini Rama Dhania, S.Psi, M.Si
Tempat, tgl Lahir : Kudus, 23 Mei 1986
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Perum Muria Indah 3 No : 44 Bae Kudus
Phone : 085640094823
Email : [email protected]
Pengalaman Penelitian dan Publikasi
1. Penelitian ”Stres Buruh Rokok di kota Kudus, APBU, 2010.
2. Penelitian ”Efektifitas metode sociodrama dalam meningkatkan kecerdasan moral”,
APBU, 2011
3. Penelitian Copyng Stress Pedagang Pasar Kliwon Kab Kudus Pasca Kebakaran, APBU
2012
4. Penelitian Budaya Organisasi UMK Versi OCAI
Demikian data ini saya buat dengan sebenarnya.
Kudus, Januari 2019
Saya yang bersangkutan,
Dhini Rama Dhania, S.Psi, M.Si
37
2. BIODATA ANGGOTA PENELITI
Nama : Iranita Hervi Mahardayani, S.Psi, M.Psi
Tempat, tgl Lahir : Semarang, 28 Juli 1975
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Wanara I / no. 778 Perumahan Kekancanmukti Semarang
Phone : 085325596659
Email : [email protected]
Pengalaman Penelitian dan Publikasi
1. Penelitian “ Persepsi Buruh dan Pengusaha Terhadap Kenaikan Upah Minimum
Kabupaten (UMK) Tahun 2006 di Kabupaten Kudus”, APBU, 2006.
2. Penelitian ”Identifikasi perilaku bullying pada remaja di Kabupaten Kudus”, Dikti, 2010.
3. Penelitian ” Efektivitas Situasional Leadership Training pada Section Head, APBU, 2010
4. Penelitian ” Identifikasi Minat Entrepreneur pada Pelajar Sekolah Menengah Kejuruan di
Kabupaten Kudus”. APBU, 2012.
5. Penelitian “Survey Budaya Organisasi versi OCAI di Universitas Muria Kudus, APBU,
2012
6. Penelitian “Komitmen Organisasi ditinjau dari Stress Kerja dan Job insecurity pada
karyawan outsourching”, DIKTI, 2016
Demikian data ini saya buat dengan sebenarnya.
Kudus, Januari 2019
Saya yang bersangkutan,
Iranita Hervi Mahardayani, S.Psi, M.Psi
38
Lampiran 1 : Skala Sikap Pedagang Kaki Lima Terhadap Penegakan Perda
PETUNJUK PENGISIAN SKALA SIKAP PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP PENEGAKAN
PERATURAN DAERAH (PERDA)Dari beberapa pernyataan dibawah ini, anda diminta untuk menjawab pernyataan
sesuai diri anda, dengan memberi tanda (x) pada pilihan jawaban yang tersedia. Pilihan
jawaban terdiri dari :
SS (Sangat Setuju) – S (Setuju) – TS (Tidak Setuju) – STS (Sangat Tidak Setuju)
- Selamat Mengerjakan -
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
1. Saya mengerti tindakan tegas Satpol PP apabila ada pelanggaran Perda
SS S TS STS
2. Saya menganggap penegakan Perda hanya membuat takut masyarakat saja
SS S TS STS
3. Saya pikir cara penegakan Perda yang dilakukan Satpol PP sudah sesuai dengan aturan yang berlaku
SS S TS STS
4. Saya tidak yakin penegakan Perda oleh Satpol PP dapat membuat sadar masyarakat yang melanggar
SS S TS STS
5. Saya yakin penegakan Perda yang dilakukan oleh Satpol PP untuk menjaga keamanan dan ketertiban
SS S TS STS
6. Saya menganggap penegakan Perda tidak perlu dilakukan
SS S TS STS
7. Saya yakin Satpol PP dapat bekerja efektif untuk mentertibkan masyarakat yang melanggar Perda
SS S TS STS
8. Saya beranggapan penegakan Perda oleh Satpol PP hanya mencari-cari kesalahan saja
SS S TS STS
9. Saya yakin penegakan Perda oleh Satpol PP karena ada yang melanggar
SS S TS STS
10. Saya pikir Satpol PP tebang pilih dalam menertibkan Masyarakat
SS S TS STS
11. Saya merasa aman jika penegakan Perda dilakukan dengan disiplin
SS S TS STS
12. Saya tidak suka dengan penegakan Perda yang dilakukan oleh Satpol PP
SS S TS STS
13. Saya merasa senang penegakan Perda oleh Satpol PP membuat masyarakat kudus menjadi lebih tertib
SS S TS STS
14.Saya pesimis penegakan Perda yang dilakukan Satpol PP dapat berjalan efektif dalam menertibkan masyarakat
SS S TS STS
39
NO PERNYATAAN SS S TS STS
15.Saya merasa lega melihat Satpol PP berhasil menertibkan masyarakat yang melakukan pelanggaran
SS S TS STS
16. Saya merasa kurang nyaman dengan adanya kegiatan penegakan Perda yang dilakukan oleh Satpol PP
SS S TS STS
17. Saya merasa senang penegakan Perda selalu dilakukan setiap saat
SS S TS STS
18.Saya merasa tidak senang dengan penegakan Perda yang dilakukan Satpol PP karena membuat masyarakat menjadi tidak bebas
SS S TS STS
19. Saya ikut senang penegakan Perda menjadi prioritas dalam menciptakan ketetiban masyarakat
SS S TS STS
20. Saya tidak suka dengan penegakan Perda oleh Satpol PP karena merugikan masyarakat
SS S TS STS
21. Saya mendukung kegiatan penegakan Perda oleh Satpol PP di masyarakat
SS S TS STS
22. Saya tidak peduli penegakan Perda dilakukan atau tidak
SS S TS STS
23. Saya melapor jika ada masyarakat yang melanggar Perda
SS S TS STS
24. Saya tidak peduli dengan kegiatan Satpol PP dalam menegakkan Perda
SS S TS STS
25. Setiap ada sosialisasi tentang Perda saya selalu mengikuti
SS S TS STS
26. Saya tidak tertarik membahas penegakan Perda yang dilakukan Satpol PP
SS S TS STS
27. Saya mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku untuk menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan
SS S TS STS
28. Saya tidak terima dengan penegakan Perda yang dilakukan Satpol PP
SS S TS STS
29. Saya berusaha membantu Pemerintah dalam menertibkan Masyarakat
SS S TS STS
30. Saya malas untuk mengikuti kegiatan sosialisasi Perda dan penegakannya
SS S TS STS
40
Lampiran 2 : Angket Sikap masyarakat terhadap penegakan Perda berbasis budaya
humanis Satpol PP.
PETUNJUK PENGISIAN ANGKET
SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PENEGAKAN PERATURAN DAERAH
(PERDA) BERBASIS BUDAYA HUMANIS SATPOL PP
Dari beberapa pertanyaan dibawah ini, Anda diminta untuk menjawab pertanyaan
sesuai dengan kondisi diri sendiri yang sebenarnya dengan memberi tanda (x) pada pilihan
jawaban yang tersedia atau mengisi jawaban
NO PERTANYAAN PILIHAN JAWABAN
1Citra Satpol PP saat ini di mata
Anda adalah ……
Pilih salah satu :a. Buruk (jelaskan dg contoh perilaku, mis arogan,
dll) .............................................................................................................................................................................................................................................
b. Baik (jelaskan dg contoh perilaku, mis tegas, dll)………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
1.Apakah saat ini Satpol PP sudah melakukan penegakan Perda secara humanis ?
Pilih salah satu :a. Yab. Tidakc. Kadang-kadangd. Tidak semua Satpol PPe. Tidak tahu
2.Perilaku humanis apa yang ditunjukkan oleh Satpol PP dalam penegakan Perda adalah …..
Boleh memilih jawaban lebih dari satu ;a. Menegur dengan sopanb. Tidak melakukan tindakan kekerasanc. Memberikan solusid. Tidak pernah bohonge. ………………………………………
(silahkan diisi jika ada jawaban lain)atau
f. Satpol PP tidak humanis dalam penegakan Perda
41
3.
Apakah gerakan penegakan Perda secara humanis dapat berjalan lebih efektif dalam menjaga ketertiban dan keamanan daripada sebelumnya ?
Pilih salah satu :a. Yab. Tidak yakinc. Mungkind. Tidak akan berhasile. ………………………………………………
……………………………………………………(silahkan diisi jika ada jawaban lain)
4.Apa tanggapan Anda terhadap gerakan penegakan Perda secara humanis
Pilih salah satu :a. Biasa sajab. Senangc. Percuma sajad. Tidak pedulie. Tidak tahuf. ………………………………………………
……………………………………………………
(silahkan diisi jika ada jawaban lain)
5. Bagaimana sikap Anda terhadap gerakan penegakan Perda secara humanis
Pilih salah satu :a. Mendukung ( ke soal no 6)b. Tidak mendukung (ke soal no.7)
6.
Jika menjawab “mendukung” jawab pertanyaan di bawah ini :Apa alasan Anda mendukung gerakan penegakan Perda secara humanis ini ?
Boleh memilih jawaban lebih dari satu ;a. Agar tidak terjadi bentrokan antar masyarakat
dengan Satpol PPb. Agar tidak menimbulkan rasa sakit hati di
hati masyarakatc. Lebih manusiawi akan menjadi lebih baikd. Berharap Kudus menjadi tertib tanpa
kekerasan / pemaksaane. ………………………………………………
……………………………………………..(silahkan diisi jika ada jawaban lain)
7.
Jika menjawab “tidak mendukung” jawab pertanyaan di bawah ini :Apa alasan Anda tidak mendukung gerakan penegakan Perda secara humanis ini ?
Boleh memilih jawaban lebih dari satu ;a. Hanya sebatas teori saja, prakteknya akan sama
menggunakan kekerasanb. Hanya berjalan beberapa saat saja, setelah lama
akan kembali spt semulac. Tidak akan efektif karena bersikap lunak akan
memperbanyak pelanggarand. ……………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………..(silahkan diisi jika ada jawaban lain)
42
8.Berikan saran Anda kepada Satpol PP agar lebih efektif dalam menegakkan Perda
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….
43
Lampiran 3 : Skala Budaya Humanis Satpol PP
PETUNJUK PENGISIAN SKALA
BUDAYA HUMANIS SATPOL PP
Dari beberapa pernyataan dibawah ini, anda diminta untuk menjawab pernyataan
sesuai diri anda, dengan memberi tanda (x) pada pilihan jawaban yang tersedia.
Pilihan jawaban terdiri dari :
SS (Sangat Setuju) – S (Setuju) – TS (Tidak Setuju) – STS (Sangat Tidak Setuju)
- Selamat Mengerjakan -
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
1 Satpol PP menghargai warga masyarakat SS S TS STS
2 Satpol PP tidak memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengungkapkan pendapatnya
SS S TS STS
3 Satpol PP mau mendengarkan pendapat masyarakat
SS S TS STS
4 Satpol PP sering memaksakan kehendak SS S TS STS
5 Satpol PP mudah diajak komunikasi SS S TS STS
6 Satpol PP menganggap dirinya paling benar SS S TS STS
7 Satpol PP dapat bekerjasama dengan masyarakat dalam menjaga ketertiban
SS S TS STS
8 Satpol PP bertindak secara sewenang-wenang SS S TS STS
9 Satpol PP mau bekerjasama saat masyarakat butuh bantuan
SS S TS STS
10Satpol PP sulit untuk diajak bekerjasama dalam menertibkan masyarakat tanpa kekerasan
SS S TS STS
11 Satpol PP mampu bekerjasama dengan masyarakat dalam mensosialisasikan Perda
SS S TS STS
12 Satpol PP tidak mau berkoordinasi sebelum melakukan tindakan menertibkan masyarakat
SS S TS STS
13 Satpol PP bekerja tanpa mengenal waktu SS S TS STS
14Satpol PP kurang sabar ketika berhadapan dengan masyarakat yang bertindak anarkis
SS S TS STS
15Satpol PP menjaga ketertiban masyarakat tanpa mengeluh
SS S TS STS
44
NO PERNYATAAN PILIHAN JAWABAN
16 Satpol PP tidak mau peduli terhadap kepentingan masyarakat lemah
SS S TS STS
17 Satpol PP rela mengorbankan keselamatan fisiknya dalam menjalankan tugas
SS S TS STS
18Satpol PP mengharapkan imbalan dari masyarakat yang melanggar agar tidak dikenai sangsi
SS S TS STS
19 Satpol PP bekerja dengan penuh kepedulian terhadap masyarakat lemah
SS S TS STS
20 Satpol PP bertindak kasar dalam menjalankan tugas
SS S TS STS
21 Satpol PP peduli dengan kesulitan yang dialami masyarakat
SS S TS STS
22 Satpol PP tidak memberikan jalan keluar bagi para pelanggar Perda
SS S TS STS
23 Sebelum melakukan penertiban Satpol PP memberi masukan untuk membantu masyarakat
SS S TS STS
24 Satpol PP merusak barang jualan milik masyarakat saat melakukan penertiban
SS S TS STS
25 Satpol PP selalu menolong masyarakat sekitar saat ada permasalahan
SS S TS STS
26 Satpol PP enggan membantu masyarakat dalam menertibkan barang jualannya
SS S TS STS
27 Satpol PP berinteraksi baik dengan masyarakat SS S TS STS
28 Satpol PP mengancam dengan keras para Masyarakat pelanggar Perda
SS S TS STS
29 Satpol PP membantu memindahkan barang dagangan masyarakat agar sesuai dengan aturan
SS S TS STS
30Satpol PP tidak mau menolong saat masyarakat butuh bantuan
SS S TS STS
31 Satpol PP terlihat ramah dalam menertibkan masyarakat pelanggar Perda
SS S TS STS
32Satpol PP tidak memiliki rasa iba saat melakukan penertiban
SS S TS STS
33 Satpol PP memberikan kenyamanan saat berinteraksi dengan masyarakat
SS S TS STS
34 Satpol PP tidak pernah mempertimbangkan kerugian yang dialami masyarakat
SS S TS STS
35 Satpol PP selalu proaktif untuk memberikan informasi mengenai penegakan Perda
SS S TS STS
36 Tak jarang para Satpol PP bertindak kasar pada masyarakat
SS S TS STS
45
LAMPIRAN
PUBLIKASI
46