58
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN C O R E M A P 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan (archipelago state), keberadaan pulau-pulau kecil sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan, bukan saja karena jumlahnya yang banyak, melainkan juga karena memiliki kawasan pesisir dan laut yang mengandung sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya (Clark, 1996). Sumberdaya alam di kawasan pesisir pulau-pulau kecil terdiri dari sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya alam yang tidak dapat pulih (non-renewable resouces) dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) (Dahuri, 2000). Kekayaan sumberdaya alam tersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkannya dan berbagai instansi untuk meregulasinya (Ginting, 1998). Salah satu gugusan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah Padaido. Padaido merupakan salah satu distrik (kecamatan) kepulauan di Kabupaten Biak Numfor, Propinsi Papua. Distrik ini terdiri dari pulau-pulau kecil sebanyak kurang lebih 29 pulau dan 5 (lima) gosong karang yang dikelilingi oleh laut dalam. Pulau yang dihuni secara permanen oleh masyarakat sebanyak 8 (delapan) pulau, sedangkan pulau-pulau lain dimanfaatkan sebagai tempat usaha penduduk dalam bidang perikanan tangkap, perkebunan kelapa dan jasa pariwisata serta sebagai tempat singgah bila cuaca buruk. Berdasarkan laporan BPS Biak Numfor (2003), penduduk GPP Padaido berjumlah 3975 jiwa. Secara tradisional, pulau-pulau tersebut dikelompokkan atas dua gugusan pulau- pulau, yaitu Gugus Pulau-Pulau Padaido Bawah (GPP Padaido Bawah) dan Gugus Pulau-Pulau Padaido Atas (GPP Padaido Atas). Secara fisik, GPP Padaido Bawah merupakan pulau-pulau karang atol, sedangkan GPP Padaido Atas merupakan gugus pulau-pulau karang yang tidak berikat. Gugusan Pulau-Pulau Padaido (GPP Padaido) memiliki kawasan pesisir dan laut yang mengandung sumberdaya alam yang kaya dan beranekaragam. Sumberdaya pesisir dan laut terdiri dari terumbu karang, berbagai jenis ikan (ikan ekonomis penting dan ikan hias), mamalia laut (lumba-lumba), moluska (tiram mutiara, kima raksasa, kerang

Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perikanan

Citation preview

Page 1: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan (archipelago state),

keberadaan pulau-pulau kecil sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan, bukan

saja karena jumlahnya yang banyak, melainkan juga karena memiliki kawasan pesisir

dan laut yang mengandung sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya

(Clark, 1996). Sumberdaya alam di kawasan pesisir pulau-pulau kecil terdiri dari

sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya alam yang tidak

dapat pulih (non-renewable resouces) dan jasa-jasa lingkungan (environmental

services) (Dahuri, 2000). Kekayaan sumberdaya alam tersebut menimbulkan daya tarik

bagi berbagai pihak untuk memanfaatkannya dan berbagai instansi untuk meregulasinya

(Ginting, 1998).

Salah satu gugusan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah Padaido. Padaido

merupakan salah satu distrik (kecamatan) kepulauan di Kabupaten Biak Numfor,

Propinsi Papua. Distrik ini terdiri dari pulau-pulau kecil sebanyak kurang lebih 29 pulau

dan 5 (lima) gosong karang yang dikelilingi oleh laut dalam. Pulau yang dihuni secara

permanen oleh masyarakat sebanyak 8 (delapan) pulau, sedangkan pulau-pulau lain

dimanfaatkan sebagai tempat usaha penduduk dalam bidang perikanan tangkap,

perkebunan kelapa dan jasa pariwisata serta sebagai tempat singgah bila cuaca buruk.

Berdasarkan laporan BPS Biak Numfor (2003), penduduk GPP Padaido berjumlah 3975

jiwa. Secara tradisional, pulau-pulau tersebut dikelompokkan atas dua gugusan pulau-

pulau, yaitu Gugus Pulau-Pulau Padaido Bawah (GPP Padaido Bawah) dan Gugus

Pulau-Pulau Padaido Atas (GPP Padaido Atas). Secara fisik, GPP Padaido Bawah

merupakan pulau-pulau karang atol, sedangkan GPP Padaido Atas merupakan gugus

pulau-pulau karang yang tidak berikat.

Gugusan Pulau-Pulau Padaido (GPP Padaido) memiliki kawasan pesisir dan laut

yang mengandung sumberdaya alam yang kaya dan beranekaragam. Sumberdaya pesisir

dan laut terdiri dari terumbu karang, berbagai jenis ikan (ikan ekonomis penting dan

ikan hias), mamalia laut (lumba-lumba), moluska (tiram mutiara, kima raksasa, kerang

Page 2: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 2

anadara), krustasea (udang karang, kepiting, dan lain-lain), ekinodermata (teripang,

bulu babi), tumbuhan laut (rumput laut jenis Eucheuma spp, dan lain-lain), padang

lamun dan hutan mangrove (Hutomo, et al., (1996), Yayasan Hualopu (1997), Razak

dan Marlina (1999), Wouthuyzen (1995), Yayasan Terangi dan LIPI-Biak (2000),

COREMAP Reports (2001) dan COREMAP Reports (2003)).

Kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya pesisir dan lautan tersebut

menjadikan kawasan GPP Padaido sebagai salah satu potensi sumberdaya perikanan.

Hal ini sejalan dengan arah kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor

yang menetapkan wilayah GPP Padaido sebagai kawasan pengembangan perikanan dan

pariwisata. Sumberdaya perikanan yang menonjol adalah sumberdaya ikan karang,

moluska, krustase, ekhinodermata, ikan dasar serta sumberdaya ikan pelagis.

Sumberdaya tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat, baik yang berasal dari GPP

Padaido maupun yang dari Pulau Biak. Selain itu, kawasan GPP Padaido memiliki

lahan perairan pesisir yang cukup luas. Lahan tersebut tersebar mengelilingi pulau dan

berpeluang dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya perikanan sebagai sarana mata

pencaharian alternatif masyarakat.

GPP Padaido merupakan salah satu wilayah pelaksanaan Program Rehabilitasi

dan Pengelolaan Terumbu Karang II (COREMAP II) yang dilakukan oleh pemerintah.

Program ini mulai tahun 2005 dan bertujuan (1) untuk memperkuat kapasitas

kelembagaan dalam pengelolaan terumbu karang di tingkat nasional dan daerah dan (2)

melestarikan, memanfaatkan dan merehabilitasi ekosistem terumbu karang serta

memfasilitasi kelompok masyarakat pengelola untuk mendapat pertambahan manfaat

dan pendapatan. Untuk melaksanakan COREMAP di tingkat kabupaten dibentuk 5

(lima) unit pelaksana program , yaitu (1) CRITC (coral reef information and training

center), (2) PBM (pengelolaan berbasis masyarakat), (3) MCS (monitoring, controlling

and surveillance), (4) PA (penyadaran masyarakat) dan (5) PKK (pengelolaan kawasan

konservasi).

Sebagai salah satu wilayah pelaksanaan COREMAP II, penyediaan informasi

tentang pengembangan usaha perikanan yang berkelanjutan yang berbasis pada

ekosistem terumbu karang sangat diperlukan. Penyediaan informasi tersebut bertujuan

untuk memberikan peluang usaha perikanan alternatif kepada masyarakat sebagai

matapencaharian untuk menambah pendapatan sehingga tekanan penangkapan ikan dan

biota lain di sekitar terumbu karang yang selama ini dilakukan dapat dikurangi. Untuk

Page 3: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 3

mewujudkan tujuan tersebut, melalui unit pelaksanan program CRITC (coral reef

information and training center), penelitian ini dilakukan.

1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi usaha-usaha perikanan yang

berlangsung di GPP Padaido dan mengkaji kemungkinan pengembangannya

berdasarkan aspek pasar, potensi sumberdaya perikanan, sarana dan prasarana, teknis,

sosial dan aspek finansial.

1.3 Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran

tentang jenis-jenis usaha perikanan yang dapat dikembangkan di GPP Padaido.

1.4 Keluaran Hasil yang diharapkan dari penelitian pengembangan usaha perikanan di GPP

Padaido adalah dokumen laporan pengembangan usaha perikanan di GPP Padaido.

1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian pengembangan usaha perikanan di GPP Padaido, antara

lain meliputi kegiatan :

(1) Inventarisasi dan pengumpulan data mengenai potensi sumberdaya perikanan,

jenis-jenis usaha perikanan yang telah dikembangkan, pemasaran, saran dan

prasarana pendukung, aspek teknis, aspek sosial, aspek finansial, produksi dan

permasalahan yang menghambat pengembangan usaha serta data dan

informasi lain yang berguna dalam analisis data dan penyusunan laporan.

(2) Tabulasi dan analisis data

(3) Penyusunan dan pelaporan laporan penelitian.

Page 4: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 4

BAB II METODOLOGI

2.1 Waktu dan tempat

Pelaksanaan penelitian pengembangan usaha perikanan berlangsung pada Bulan

Nopember sampai Desember 2005 dan bertempat di Distrik Padaido dan Distrik Biak

Timur. Untuk Distrik Padaido diwakili oleh enam pulau, dimana tiga pulau berada di

Kawasan Padaido Atas yakni Pulau Padaidori, Pulau Bromsi dan Pulau Meosmanguandi

dan tiga pulau lainnya berada di Kawasan Padaido Bawah yakni Pulau Pai, Pulau Nusi

dan Pulau Auki. Sedangkan untuk Distrik Biak Timur diwakili oleh Kampung Saba-

Marao. Wilayah-wilayah ini termasuk dalam Program COREMAP Kabupaten Biak

Numfor.

2.2 Pengumpulan Data

Untuk mempelajari peluang investasi usaha perikanan di kepulauan Padaido dan

Biak Timur daratan dilakukan pengumpulan data. Pengambilan contoh secara purposif

yaitu pengambilan contoh yang ditetapkan oleh peneliti. Pada masing-masing pulau

diambil contoh (rumahtangga nelayan) secara stratifikasi (nelayan dengan jenis usaha

penangkapan menggunakan motor jonson dan tanpa motor jonson serta usaha

pengolahan ikan). Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada asumsi bahwa mereka

mencari ikan di kawasan terumbu karang.

2.3 Analisis Data

Analisis Peluang Pengembangan Kegiatan Ekonomi Kepulauan

Sebelum memutuskan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi kepulauan

perlu diketahui tingkat pendapatan usaha dan kelayakan usaha kegiatan ekonomi

tersebut untuk dikembangkan. Aspek-aspek yang menjadi kajian dalam menganalisis

kelayakan usaha meliputi aspek pasar, aspek potensi sumberdaya perikanan, aspek

sarana dan prasarana, aspek teknis, aspek social dan aspek financial. Adapun aspek

yang menjadi kajian utama dalam studi ini adalah aspek financial, sedangkan aspek-

Page 5: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 5

aspek yang lain dibahas secara umum. Skema Kerangka Perencanaan Kegiatan

Ekonomi dapat dilihat pada Gambar 1.

Untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha dari kegiatan ekonomi digunakan

analisis usaha yang terdiri dari komponen investasi, biaya produksi, penerimaan, dan

pendapatan usaha. Sedangkan untuk analisis kelayakan usaha meliputi aspek-aspek

sebagai berikut :

1) Aspek Pasar

Untuk menganalisis aspek pasar, pendekatan yang digunakan yaitu: (1) harga

output, (2) saluran pemasaran, (3) daerah pemasaran, (4) daya tampung pasar, (5)

kualitas produk yang dihasilkan.

Kegiatan/usaha Ekonomi kepulauan

Analisis Usaha

Menguntungkan

Tidak Layak

Analisis Kelayakan

Usaha

Tidak Menguntungkan

Layak

Stop

Pengembangan Usaha

Pendapatan Meningkat

Investasi Biaya Produksi Penerimaan Pendapatan Usaha

Pasar Sumberdaya Perikanan Sarana & Prasarana Teknis Sosial Finansial

Page 6: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 6

2) Aspek Potensi Sumberdaya Perikanan

Analisis aspek potensi sumberdaya perikanan digunakan pendekatan: (1) lama

waktu musim ikan, (2) lama waktu musim penangkapan ikan, (3) daerah penangkapan

ikan.

3) Aspek Sarana dan Prasana

Analisis aspek ini dengan melakukan pengamatan terhadap sarana dan prasarana

penunjang.

4) Aspek Teknis

Untuk mengetahui apakah secara teknis kegiatan ekonomi kepulauan efektif atau

tidak bila dilaksanakan, maka dilakukan penilaian aspect teknis yaitu: (1) produksi per

tahun, (2) produksi per trip atau per panen, (3) produksi per jam kerja, (4) produksi

per tenaga kerja, (5) produksi per biaya investasi, (6) produksi per biaya operasi.

5) Aspek Sosial

Analisis aspek sosial dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh sosial dari upaya

pengembangan, sehingga diharapkan dengan program pengembangan yang akan

dilaksanakan akan tercapai pemerataan bagi semua pelaku yang terlibat dalam

kegiatan pengembangan ekonomi kepulauan. Untuk itu pendekatan yang digunakan

yaitu: (1) tenaga kerja yang dapat diserap, (2) pendapatan per orang per tahun (Rp),

(3) tingkat pendidikan, (4) sistem pengupahan tenaga kerja.

6) Aspek Finansial

Analisis aspek ini dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan/kemungkinan

pengembangan usaha. Dalam analisis ini menggunakan pendekatan kriteria investasi,

yaitu: (1) Net Present Value (NPV), (2) Net benefit Cost Ratio (net B-C Ratio), (3)

Internal Rate of Return (IRR). Usaha dikatakan layak apabila: NPV > 0, Net B/C > 1

dan IRR > discount rate.

6.1 Analisis Pendapatan Usaha

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output

yang terlibat di dalam kegiatan usaha dan besar keuntungan (π) yang diperoleh

dari usah yang dilakukan dengan menggunakan rumus:

π = Total Penerimaan (TR) – Total Biaya (TC)

Kriteria:

TR > TC, maka usaha menguntungkan

TR = TC, maka usaha impas

Page 7: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 7

TR < TC, maka usaha rugi

6.2 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Revenue Cost Ratio)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hasil yang diperoleh dari

kegiatan/usaha selama periode tertentu (1 tahun) cukup menguntungkan. Rumus

yang digunakan:

R/C = TotalBiaya

imaanTotalPener

Kriteria:

R/C > 1, maka usaha menguntungkan

R/C = 1, maka usaha dalam keadaan impas

R/C < 1, maka usaha tidak menguntungkan

6.3 Analisis Waktu Balik Modal (Payback Period)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan

(dalam tahun) untuk menutupi modal investasi. Rumus yang digunakan adalah:

PP = nNPVperTahu

walInvestasiA x t Tahun

6.4 Analisis Break Event Point (BEP)

Analisis ini digunakan untuk menyatakan jumlah produksi minimal yang harus

diperoleh setiap tahun pada tingkat “tidak untung dan tidak rugi”. Rumus yang

digunakan adalah:

Σ Produksi Minimal = Total Biaya Tahunan / Harga Produk per Kg

Asumsi :

• Hasil produksi proporsinya tetap

• Harga produk per kg berdasarkan harga rata-rata

6.5 Analisis Net Present Value (NPV)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh

selama umur ekonomis proyek. Net Present Value merupakan selisih antara nilai

sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat

bunga tertentu, yang dinyatakan dengan rumus:

Page 8: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 8

NPV = ∑= +

−n

tti

CtBt1 )1(

Keterangan:

Bt = Pendapatan kotor unit usaha pada tahun t Ct = Biaya kotor unit usaha pada tahun t N = Umur ekonomis i = Tingkat bunga t = 1, 2, 3, ..., n Kriteria:

NPV > 0, berarti usaha layak/menguntungkan NPV = 0, berarti usaha mengembalian sebesar biaya yang dikeluarkan NPV < 0, berarti usaha tidak layak / rugi

6.6 Analisis Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besarnya penerimaan

dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek. Net B/C

merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang

bersifat postif (Bt – Ct > 0) dengan total nilai sekarang dari penerimaan yang

bersifat negatif (Bt – Ct < 0 ), dengan rumus:

Net B/C = ∑

=

=

+−+−

n

tt

n

tt

iBtCtiCtBt

1

1

)1(

)1(

Kriteria :

Net B/C > 1, berarti usaha layak / menguntungkan

Net B/C = 1, berarti usaha pulang pokok

Net B/C < 1, berarti usaha tidak layak/rugi

6.7 Analisis Internal Rate of Return (IRR)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan internal yang

diperoleh dari investasi yang ditanamkan. Internal Rate of Return adalah tingkat

suku bunga dari suatu usaha dalam jangka waktu tertentu yang membuat NPV dari

usaha sama dengan nol, dinyatakan dengan rumus (Kadariah et al, 1978) :

(Untuk Bt – Ct > 0)

(Untuk Bt – Ct < 0)

Page 9: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 9

IRR = i’ + (NPViiNPVi

NPV−

) x (i”- i’)

Keterangan :

I’ = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif

I” = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif

NPVi = NPV pada tingkat bunga i’

NPVii = NPV pada tingkat bunga i”

Apabila IRR lebih besar dari tingkat diskonto (discount rate) yang berlaku, maka

dari aspek finansial usaha layak untuk dilaksanakan.

Page 10: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 10

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

3.1 Letak Geografis dan Batasan Wilayah

Kepulauan Padaido merupakan kumpulan pulau-pulau kecil sebanyak 32 pulau

yang terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak, Kabupaten Biak Numfor, Propinsi

Papua. Secara administratif pemerintahan, kepulauan ini masuk dalam dua wilayah

distrik (kecamatan) yaitu Distrik Biak Timur dan Distrik Padaido. Distrik Biak Timur

meliputi wilayah Pulau Biak Bagian Timur dan 3 pulau, yaitu Pulau Owi, Pulau

Rurbasbeba dan PulauRurbasbedar, sedangkan 29 pulau lain masuk dalam wilayah

Distrik Padaido yang merupakan wilayah kajian dari penelitian ini. Dalam uraian

selanjutnya, ke-29 pulau-pulau tersebut disebut sebagai Gugusan Pulau-Pulau Padaido

(GPP Padaido).

Secara geografis, Distrik Padaido terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak

dengan posisi astronomi 1o7’ – 1o22’ LS dan 136o10’ – 136o46’BT. Luas wilayah GPPP

sekitar 183.125 ha (BAPEDA DATI II Biak Numfor, 1996). Distrik Padaido berbatasan

dengan Samudera Pasifik dan Distrik Biak Timur di sebelah utara, dengan Distrik Biak

Timur di sebelah barat, dengan Samudera Pasifik di sebelah Timur dan dengan Selat

Yapen di sebelah selatan. Secara tradisional, GPP Padaido dikelompokkan atas dua

wilayah, yaitu wilayah Gugus Pulau-Pulau Padaido Bawah (GPP Padaido Bawah) dan

Gugus Pulau-Pulau Padaido Atas (GPP Padaido Atas). GPP Padaido Bawah terletak

berdekatan dengan Pulau Biak dan terdiri dari pulau-pulau Auki, Wundi, Pai, Nusi,

Warek, Yumni dan pulau-pulau kecil lainnya. Pulau-pulau tersebut merupakan pulau

atol, kecuali pulau Warek. GPP Padaido Atas terdiri dari pulau-pulau Padaidori,

Mbromsi, Pasi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Workbondi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi,

Samakur dan pulau-pulau kecil lainnya. Diantara GPP Padaido Atas dan GPP Padaido

Bawah terdapat Pulau Pakreki yang dianggap sebagai pembatas, namun secara budaya

(adat) Pulau Pakreki dimasukkan kedalam GPP Padaido Atas (Gambar 2).

Page 11: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 11

Gambar 2. Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Distrik Padaido-Biak Numfor, Papua.

3.2 Lingkungan BioGeoFisik Terestrial

3.2.1 Topografi dan Relief Pantai

GPP Padaido memiliki konfigurasi permukaan tanah relatif datar dan

bergelombang dengan kemiringan antara 0 – 5%. Topografi datar dijumpai pada

daerah pesisir pantai, sedangkan konfigurasi sedikit bergelombang dijumpai pada

bagian tengah-utara pulau, kira 200 – 300 m dari pantai. Pulau-pulau yang memiliki

konfigurasi tanah datar antara lain pulau-pulau Wundi, Nusi, Urev, Mansurbabo,

Rarsbar, Warek, Kebori, Rasi, Workbondi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan

Samakur. Pulau-pulau yang memiliki konfigurasi tanah datar dan sedikit

bergelombang adalah pulau-pulau Auki, Pai, Pakreki, Padaidori, Mbromsi, Pasi dan

Mangguandi.

Pantai merupakan kawasan daratan yang berbatasan dengan laut. Pantai selalu

mengalami perubahan terutama disebabkan oleh proses pengendapan padatan-padatan

tersuspensi, proses pengikisan (abrasi) dan proses transportasi sedimen dari suatu

tempat ke tempat lain. Perilaku pantai tersebut sangat erat hubungannya dengan

parameter lingkungan yang bekerja di wilayah itu, seperti gelombang, arus, pasang

surut dan angin.

B I A K

Page 12: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 12

Tipe pantai yang ditemui di GPP Padaido adalah pantai berpasir, pantai

berkarang, pantai berbatu dan pantai berlumpur. Pada suatu pulau dapat dijumpai

campuran dari berbagai tipe pantai. Tipe pantai berpasir dan berkarang terdapat di

pulau-pulau Padaido. Pantai berlumpur ditemui pada daerah terlindung dan

merupakan habitat vegetasi mangrove, seperti dijumpai di Pulau Padaidori dan Pulau

Auki. Pulau-pulau seperti Auki Bagian Utara, Pakreki Bagian Barat dan Selatan serta

Pulau Samakur memiliki pantai bertebing / berdinding batu karang dan berbatasan

langsung dengan laut dalam.

GPP Padaido memiliki topografi pantai ke arah laut yang datar dan langsung

curam. Ukuran luas dataran pantai bervariasi dari satu pulau ke pulau yang lain.

Pulau-pulau atol memiliki dataran pantai pasang surut yang luas, seperti pulau-pulau

Auki, Wundi, Pai, Nusi, Urev dan Mansurbabo. Pada saat surut terendah dataran ini

dapat mencapai 1 km lebarnya, sehingga pulau yang satu terhubung dengan pulau

yang lain. Pulau-pulau Pakreki, Mbromsi, Pasi, Workbondi memiliki dataran pantai

pasang surut yang sempit dan langsung curam, sedangkan pulau Samakur memiliki

topografi pantai curam.

3.2.2 Iklim

Iklim adalah keadaan cuaca yang berlangsung di suatu tempat pada periode waktu

yang panjang. Berdasarkan pengamatan terhadap unsur-unsur cuaca di Kabupaten

Biak Numfor yang tercatat pada Stasion Meteorologi Klas I Frans Kaisepo Biak, iklim

di Kepulauan Padaido termasuk iklim tropis basah dengan jumlah curah hujan antara

2000 mm/thn sampai 3000 mm/thn, jumlah curah hujan rata-rata diatas 150 mm/bulan

dan jumlah hari hujan sebanyak lebih dari 200 hari setiap tahunnya. Jumlah jam

penyinaran matahari rata-rata tiap bulan adalah 64 jam, suhu udara rata-rata tiap bulan

27.20C, kelembaban udara rata-rata tiap bulan adalah 83.8% dan angin bertiup rata-

rata dari arah barat daya dengan kecepatan 4 knot per bulan.

Pola angin yang berperan di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Angin

musim bertiup secara normal ke arah tertentu pada satu periode sedangkan pada

periode lainnya angin bertiup secara normal dengan arah yang berlainan. Berdasarkan

arah angin musim yang bertiup di Kepulauan Padaido dibedakan dua macam musim,

yaitu :

Page 13: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 13

1) Musim Barat

Musim ini berlangsung pada bulan-bulan Januari sampai Mei dan Agustus sampai

Desember. Angin datang dari arah barat hingga barat daya dan barat laut dengan

kecepatan rata-rata 4 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak,

2002). Karena letaknya terbuka terhadap arah datangnya angin dan lamanya angin

bertiup, perairan di sekitar Kepulauan Padaido dan Pulau Biak bergelombang dan

arus kuat. Keadaan ini sangat mempengaruhi aktivitas penangkapan ikan dan

transportasi laut ke dan dari Pulau Biak.

2) Musim Timur

Musim ini berlangsung sekitar bulan-bulan Juni dan Juli. Angin datang dari arah

timur dengan kecepatan rata-rata 5 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans

Kaisiepo Biak, 2002). Karena letaknya relatif terlindung dari arah datangnya angin

karena Pulau Irian dan Pulau Yapen dan lamanya angin bertiup tidak lama,

perairan di sekitar Kepulauan Padaido relatif tenang. Keadaan ini biasanya

dimanfaatkan oleh masyarakat/nelayan untuk menangkap dan mengumpulkan ikan

sebanyak-banyaknya untuk dipasarkan ke Pulau Biak.

Angin musim selain berpengaruh terhadap kondisi perairan juga berpengaruh

terhadap curah hujan. Pada musim Barat, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei

sebesar 250.8 mm dengan hari hujan sebanyak 16 hari dan curah hujan terendah

terjadi pada bulan Oktober sebesar 126.7 mm dengan hari hujan sebanyak 8 hari. Pada

musim Timur, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni sebesar 295.6 mm dengan

hari hujan sebanyak 22 hari (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002).

Secara umum, hari hujan rata-rata pada musim Barat dan Timur relatif tidak jauh

berbeda, namun memiliki perbedaan curah hujan rata-rata.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara curah hujan dan hari

hujan. Bila curah hujan di suatu tempat tinggi dan hari hujan juga tinggi (menyebar

dalam sebulan), dampak yang ditimbulkan pada tempat tersebut tidak terlalu nyata.

Tetapi bila yang terjadi adalah sebaliknya dimana curah hujan tinggi dan hari hujan

rendah, dampak yang ditimbulkan pada lokasi tersebut sangat nyata. Banjir atau banjir

bandan merupakan contoh dari kejadian tersebut. Pada lokasi-lokasi yang tidak luas,

seperti pulau-pulau kecil, jatuhnya hujan dengan volume yang besar berdampak luas

terhadap kondisi setempat. Pulau-pulau dengan daerah tangkapan hujan yang kecil

akan menerima volume air hujan yang banyak dalam satu satuan waktu dan merusak

Page 14: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 14

lahan pertanian maupun lahan pemukiman dalam perjalanannya menuju laut.

Masuknya air hujan tersebut ke laut akan berdampak negatif jangka pendek dan

panjang terhadap kehidupan biota laut yang hidup disitu karena mengubah kondisi

lingkungan. Karang akan terganggu kehidupannya karena sedimen-sedimen daratan

yang masuk ke laut dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya.

Keadaan cuaca di Kepulauan Padaido dan Sekitar Pulau Biak tidak dapat

diprediksi secara tepat dari tahun ke tahun karena selalu berubah-ubah. Hal ini terlihat

pada data cuaca selama 7 (tujuh) tahun terakhir (1995 – 2001). Namun demikian, arah

angin menunjukkan pola agak teratur pada bulan-bulan Nopember – Maret dimana

angin bertiup dari arah Barat, Barat Laut dan Utara. Fenomena ini dikenal sebagai

Musim Barat. Pola yang teratur juga diperlihatkan pada bulan-bulan Juni–Agustus

dimana angin bertiup dari arah timur dan timur laut. Kejadian ini umumnya dikenal

sebagai Musim Timur. Pada September, Oktober, April dan Mei, arah angin berubah-

ubah. Keadaan ini tersebut Musim Pancaroba (Tabel 1).

Tabel 1. Keadaan Cuaca Di Kepulauan Padaido

Bulan Curah Hujan (mm)

Hari Hujan

Suhu Udara

Rata-Rata (Celcius)

Penyinaran Matahari Rata-Rata

(%)

Kelembaban Udara

Rata-Rata (%)

Arah dan Kecepatan

Angin Rata-Rata

(%) Januari 219.0 27 26.8 60 87 270/03 Februari 126.0 19 27.0 62 85 270/03 Maret 164.7 26 27.2 61 83 270/04 April 172.9 21 27.2 45 85 270/04 Mei 250.8 16 27.4 77 84 270/04 Juni 295.6 22 27.2 38 84 090/06 Juli 111.5 10 27.4 78 83 090/04 Agustus 200.0 7 27.3 63 81 225/06 September 155.4 14 27.1 76 83 270/04 Oktober 126.7 8 27.5 74 82 315/04 November 198.2 16 27.2 99 85 270/04 Desember 194.9 21 26.8 40 84 270/04 Rata-Rata 192.96 17.3 27.2 64.4 83.8 240/04 Jumlah 2315.7 207 326.1 773 1006 2001 3350.2 285 26.9 58 88 090/04 2000 3167.5 256 26.8 33 85 270/05 1999 3416.0 270 26.6 50 85 270/04 1998 4381,0 256 27.1 49 88 045/05 Sumber : Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002.

Page 15: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 15

3.3 Geologi

3.3.1 Tipe dan Asal Pembentukan Pulau

GPP Padaido terdiri atas dua tipe pulau. Tipe pertama adalah pulau-pulau karang

timbul (raised coral island) yaitu pulau-pulau yang terbentuk oleh terumbu karang

yang terangkat ke atas permukaan laut (kira-kira 70 meter diatas permukaan laut

dengan tebing karang setinggi 5-10 m) karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan

gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut karena proses geologi. Pulau-pulau tipe

ini terdapat di kawasan GPP Padaido Atas. Tipe kedua adalah pulau-pulau atol yaitu

pulau-pulau karang yang berbentuk cincin dimana pada bagian tengahnya terdapat

lagoon. Pulau-pulau tipe ini terdapat di kawasan GPP Padaido Bawah.

GPP Padaido terbentuk dari batuan induk kapur (karst) dan batu gamping koral

(formasi mokmer). Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, pulau-pulau ini

mengalami perubahan bentuk, bertambah tinggi pada salah satu bagian pulau atau

seluruhnya, sebagai akibat dari aktivitas tektonik yang mengangkat batuan penyusun

pulau-pulau tersebut. Hal ini terjadi pada pulau-pulau, seperti Samakur, Pakreki,

Yumni, Warek, Mbromsi, Padaidori, Auki dan pulau-pulau karang kecil lainnya.

GPP Padaido, Pulau Biak dan pulau-pulau lain di sekitarnya terletak pada jalur

patahan (sesar) antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia. Pergerakan salah satu

atau kedua lempeng tersebut menimbulkan aktivitas tektonik, seperti pengangkatan

batuan dan gempa. Hal ini menyebabkan kawasan ini dikategorikan sebagai kawasan

rawan gempa.

Aktivitas tektonik berupa gempa terjadi dan tercatat di sekitar kawasan

Kepulauan Padaido dan Pulau Biak telah berlangsung dalam 3 periode waktu, yaitu

periode 1965–1970, 1970-1980 dan 1980-1996. Pada periode 1965-1970 tercatat satu

gempa dengan kekuatan 6 skala Reichter yang berpusat di dekat Pulau Padaidori pada

kedalaman < 120 km. Pada periode 1970-1980 terjadi beberapa kali gempa pada pusat

yang sama dengan kekuatan antara 5-6 skala Reichter. Gempa dengan kekuatan

sekitar 8 skala Reichter terjadi dua kali dengan pusat di Pulau Yapen pada kedalaman

< 120 km. Satu kali gempa berpusat antara Pulau Yapen dan Pulau Biak dengan

kekuatan 5-6 skala Reichter. Pada periode 1980-1995 tidak banyak terjadi gempa

yang berpusat di sekitar Pulau Biak tetapi di Pulau Irian (Soehaimi, et al., 1999).

Pada tahun 1996, terjadi gempa di sekitar Pulau Biak dan kawasan sekitarnya.

Gempa ini menimbulkan tsunami (gelombang pasang) yang sangat dashyat terutama

Page 16: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 16

pada bagian timur sampai utara Biak dan Kepulauan Padaido (Koswara, 1998). Di

kawasan GPP Padaido, karena posisinya yang relatif berhadapan langsung dengan

Samudera Pasifik dan berada antara Pulau Biak dan Pulau Yapen dimana arus yang

melaluinya relatif besar jangkauan gelombang ke daratan mencapai 100 – 300 meter

dengan ketinggian mencapai 1-2 meter. Dataran rendah dari pulau-pulau tersebut

tertutup air selama beberapa waktu. Gempa tersebut telah menimbulkan kerusakan

sumber daya alam, kerugian material dan korban manusia.

3.3.2 Tanah

Tanah di Pulau-Pulau Padaido merupakan hasil lapukan dari batuan kapur dan

gamping koral serta lapukan tumbuh-tumbuhan. Jenis tanah yang berkembang di

Kepulauan Padaido terdiri atas 4 (empat) jenis (Kantor Pertanahan Kabupaten Biak

Numfor, 1995), yaitu :

1) Jenis tanah Regosol.

Jenis tanah berwarna coklat kelabu, bertekstur pasir, struktur remah, mengandung

fragmen batuan kapur dan sangat permeabel. pH tanah dari netral sampai sedikit

basa. Konsistensi padat dan peka terhadap erosi dan kehilangan air. Jenis tanah ini

memiliki tingkat kesuburan rendah sampai sedang dengan kandungan N rendah.

Jenis tanah ini tersebar di pulau-pulau Wundi, Nusi, Pai, Auki, Padaidori, Pasi,

Mbromsi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan

Workbondi.

2) Jenis tanah Mediteran Merah Kuning

Jenis tanah ini berwarna merah sampai merah kecoklatan, bertekstur geluh

lempung dan berstruktur gumpal. Konsistesinya gembur teguh dan kadar bahan

organik rendah. PH tanah netral dan cenderung ke basa. Jenis tanah ini memiliki

tingkat kesuburan rendah sampai sedang dan tergantung pada bahan organik. Jenis

tanah ini terdapat di pulau-pulau Mbromsi dan Padaidori.

3) Jenis tanah Rendzina

Jenis tanah ini berwarna coklat sampai merah coklat dan bercampur batuan.

Horison paling bawah lebih gembur, berbatu kapur napal dan lebih gembur.

Lapisan humus tanah ini tipis. Tingkat kesuburannya rendah sampai sedang

tergantung pada jenis vegetasi penutupnya. Jenis tanah ini dapat ditemukan pada

pulau-pulau Auki, Mbromsi, Padaidori, Pasi dan Mangguandi.

Page 17: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 17

4) Jenis tanah Sulfat Masam (Sulfaquent)

Jenis tanah ini berwarna kelabu yang berasal dari bahan induk Aluvium dengan

relief datar, bertekstur lempung berpasir, berstruktur berbutir tunggal,

berkonsistensi gembur, teguh dan sedikit lekat. PH tanah berkisar asam sampai

sangat masam dan mempunyai kandungan Sulfida yang cukup tinggi terutama

pada kedalaman 40-80 cm atau lebih dangkal. Lapisan ini harus teremdam air

untuk mencegah teroksidasinya Sulfida menjadi Sulfat yang dapat mematikan

tanaman. Tingkat kesuburan tanah ini rendah sampai sedang. Jenis tanah ini dapat

dijumpai pada pulau Auki dan Mangguandi.

3.3.3 Air Tanah

Air tanah merupakan sumberdaya air utama dan sangat penting di GPP Padaido

dalam menunjang kehidupan penduduk untuk memenuhi berbagai kebutuhan, seperti

rumah tangga, industri rumah tangga dan perkebunan. Di pulau-pulau berpenduduk,

penduduk memanfaatkan air tanah melalui sumur gali baik yang digali sendiri oleh

masyarakat maupun melalui bantuan projek pemerintah. Sumur gali di GPP Padaido

berdasarkan penggunaannya, dibedakan atas 2 (dua) tipe yaitu :

1) Sumur Air Minum

Sumur ini diperuntukkan sebagai sumber air minum oleh penduduk desa/pulau.

Letaknya agak jauh dari pantai ke arah hutan. Kedalaman sumur berkisar antara 1

– 2 meter, rata-rata 1.5 meter, dan berdimeter 1 meter. Kualitas airnya masih baik

dan layak diminum. Tinggi permukaan air relatif tetap dan tidak terpengaruh oleh

gerakan pasang-surut air laut.

2) Sumur MCK

Sumur ini diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (mandi, cuci dan

kakus), industri (minyak kelapa) dan pertanian (tanaman pekarangan). Sumur ini

dibangun melalui proyek pemerintah dan terletak dalam area pemukiman

penduduk serta relatif tidak jauh dari pantai. Kedalaman sumur 1 – 2 meter dan

berdiamter 1,5 meter. Air sumur ini telah tercampur air laut. Tinggi permukaan air

sumur sangat tergantung pada kondisi pasang-surut air laut. Bila air laut sedang

pasang permukaan air sumur relatif tinggi. Demikian sebaliknya bila air laut

sedang surut permukaan air sumur akan menurun pula.

Page 18: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 18

3.3.4 Vegetasi

Vegetasi darat di GPP Padaido terdiri atas hutan pesisir, hutan primer/sekunder,

semak belukar dan kebun rakyat. Hutan pesisir dijumpai di pesisir pantai dan

didominasi oleh pohon kelapa (Cocos nucifera). Di Pulau Samakur, Pulau Yeri dan

Pulau Rasbar, pohon kelapa tidak ditemukan, sedangkan pada Pulau Urev dan Pulau

Mansurbabo, pohon kelapa hanya beberapa pohon. Karena letaknya di daerah pesisir,

pohon kelapa banyak yang tumbang karena proses abrasi pantai

Vegetasi besar, tanaman perdu, rerumputan pantai dan semak belukar dari hutan

pesisir adalah Butong (Barringtonia asiatica), matoa (Pometia coreacea), bintanggur

(Calophyllum inophyllum), pinang (Areca catechu), waru laut (Hibiscus tiliaceus),

mengkudu (Morinda citrifolia), pandan (Pandanus odoratissima dan P. tectorius),

kranji (Pongamia pinnata), Jarag (Ricinus communis), Ketapang (Terminalia

catappa), sukun (Artocarpus sommunis), cemara laut (Casuarina equisetifolia),

beringin (Ficus spp), kayu besi (Intsia bijuga), nas (Hablolobus floribundus), bram

(Urandra brassii), kayu hitam (Diosspyros spp), kayu lawang (Cinnamomum spp),

biduri (Calotropis gigantea), lamtoro (Leucaena glauca), mangga brabu (Cerbera

manghas), tuba laut (Derris trifoliata), basang siap (Finlaysonia maritima), katang-

katang (Ipomoea pes-caprae), ceplukan (Passiflora foetida), bakung-bakung

(Scaevola taccada), gelang laut (Sesuvium portulacastrum) dan sernai (Wedelia

biflora). Hutan ini sudah jarang ditemukan di pulau-pulau, seperti Wundi, Nusi dan

Yeri.

Hutan tropis dataran rendah yang didominasi pohon dengan tinggi > 30 meter dan

tumbuhan bawah masih dijumpai di beberapa pulau seperti Pulau Pakreki dan Pulau

Samakur. Hutan ini merupakan hutan primer, sedangkan hutan sekunder dan semak

belukar masih dijumpai di Pulau Auki, Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi, Pulau Pasi,

Pulau Pai dan Pulau Mangguandi. Kayu besi, bintanggor dan beringin tumbuh dengan

baik di hutan sekunder maupun primer.

Selain tanaman kelapa, tanaman budidaya yang ditemukan di GPP Padaido adalah

pisang (Musa paradisiacea), ubi jalar (Ipomoea batatas), jambu air (Colocasia

esculenta), pepaya (Carica papaya), singkong (Manihot uttilissima), keladi

(Colacasia esculenta), kangkung (Ipomoea aquatica), sirih (Piper betel), dan katuk

(Sauropus androgynus). Tanaman budidaya diusahakan untuk konsumsi keluarga.

Page 19: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 19

3.3.5 Fauna

Jenis-jenis fauna yang ditemukan di GPP Padaido dibedakan atas fauna yang

hidup bebas dan yang dilindungi oleh negara serta hewan yang diternakan. Jenis-jenis

burung yang hidup bebas adalah kakatua putih jambul kuning (Cacatua galerita), nuri

kepala hitam (Chalcopsitta atre), nuri merah (Charmosyna placentis), jalak ekor

panjang (Aplanis magna brevicauda), dara laut (Heliaeetue leucogaster), camar laut

(Sterna hirundo), elang laut (Pandion haliaetus), bangau (Engretta sacra), kelelawar

(Dobsonia peroni), bebek laut (Esacus magnirostris), sirip gunting (Sterna albifrons),

betet raja ambon (Alisterus amboinensis), merpati hutan (columba domestica),

kumkum hitam (Dudula pinon) dan burung malam (Caprimulgus spp). Menurut

penduduk, ular, babi hutan, kuskus dan ketam kenari masih dijumpai di Pulau Pakreki.

Di Pulau Samakur, vegetasi hutan dihuni oleh burung camar, sirip gunting dan

kelelawar. Satwa burung-burung ini menempati vegetasi hutan secara bergantian. Saat

menjelang malam, kelelawar keluar dari hutan pulau dan tempatnya ditempati oleh

burung-burung camar dan sirip gunting. Demikian pula saat menjelang pagi, ketika

burung-burung keluar dari sarangnya, tempatnya kemudian ditempati oleh kelelawar.

Pemandangan ini sangat menarik sehingga pulau ini dilindungi dan dijadikan salah

satu tujuan wisata alam oleh masyarakat.

Karena daya dukung lahanndaratan terbatas, jenis-jenis hewan yang diternak

tidak beragam. Umumnya hewan yang diternak oleh penduduk adalah ayam kampung,

itik manila dan babi. Selain dimanfaatkan oleh keluarga, hewan ternak dijual pada

waktu-waktu tertentu untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

3.4 Lingkungan Biofisik Perairan

3.4.1 Batimetri

GPP Padaido merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di sebelah

timur-tenggara pulau Biak. Gugusan pulau ini dikelilingi oleh laut yang relatif dalam,

berkisar antara 100 sampai diatas 1200 meter. Kedalaman di atas 500 meter berada di

bagian utara, selatan dan timur. Namun demikian, 90% kedalaman perairan berada

dibawah 500 meter (Gambar 3). Jarak ke arah laut dalam sangat pendek dari batas

luar rataan terumbu dan pada beberapa pulau tertentu topografi pantainya langsung

curam mencapai kedalaman > 200 meter. Perairan dangkal, umumnya, terdapat di

Page 20: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 20

sekitar rataan terumbu, pesisir pulau dan perairan lagoon dengan kedalaman perairan

berkisar antara 1 sampai 25 meter.

Gambar 3. Profil Batimetri Gugusan Pulau-Pulau Padaido

3.4.2 Suhu, Salinitas dan Kecerahan Perairan

Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam kajian-kajian

kelautan. Data suhu air dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala

fisika di dalam laut tetapi juga berkaitan dengan kehidupan hewan dan tumbuhan.

Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor

meteorologi yang berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu

udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 2002). Suhu

permukaan di perairan GPP Padaido berkisar antara 28 – 30oC. Pada kedalaman 50

meter suhu berkisar antara 26 - 28 oC dan < 22 oC pada kedalaman 100 m (Hutahaean,

et al., 1995). Selama penelitian suhu permukaan berkisar pada nilai 29 – 300C.

Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam

satu liter air. Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas adalah pola sirkulasi air,

penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Salinitas permukaan perairan GPP Padaido

berkisar pada nilai 27 - 34.5 ppm. Pada kedalaman 25 m salinitas berkisar antara 34 –

35 ppm tetapi mencapai nilai > 35 ppm pada kedalaman 50 – 100 meter (Hutahaean,

et al., 1995). Selama penelitian, salinitas permukaan perairan berkisar pada nilai 34

ppm, sedangkan kecerahan perairan berkisar pada nilai > 15 meter.

L ago

on a

tol W

undi

Auki

Rarsbar

Warek

Yumni

Wundi

Urev

Mansurbabo

Gosong karang

Nusi

Pai

Pakreki

Mbromsi

Pasi

Mangguandi

PadaidoriYeri

Workbondi

Samakur

Nukori

Dauwi

WamsoiRuni

Kebori

Rasi

karang Wundumimas

karang Kasinampia

karang Urbinai

karang Insarorki

U

0 5 10

K i l o m e t e r

B A T I M E T R I

KEPULAUAN PADAIDODISTRIK PADAIDO

1 - 95 m

95 - 189 m

189 - 283 m

283 - 377 m377 - 471 m

471 - 565 m

565 - 659 m

659 - 753 m

Batimetri

Kawasan Penelit ian

Kepulauan Padaido

Karang Dalam

Lagun

Pulau

LamunRataan Terumbu

Pasir

Batimetri Luas (ha)

1 - 95 m 26161.4980

189 - 283 m 36114.1490283 - 377 m 21617.1470

377 - 471 m 20059.4560471 - 565 m 9916.2120

565 - 659 m 8836.9210659 - 753 m 169.3230

95 - 189 m 31418.0170

Pulau Bi ak

Kabuapaten Bi ak N umf or

Distr i k Pad aido

Selat Yapen1°0

0'0°

30'

135°30' 136°30'

0 30 60Kilometer

136°00'

0 300Kilometer

600

PROV IN SI PAPU A

Se lat Ya pe n

Dis tr ik Pa da id oKa bu ap at en B ia k N u mf orPu lau B ia k

6°0

0'

3°0

0'

0°0

0'

133°00' 136°00' 139°00'

WILAYAH YANG DIPETAKAN

PETUNJUK LETAK PETA

Keterangan :

1°2

1'3

0" L

S1

°16

'00

" LS

1°1

0'3

0" L

S1

°5'0

0" L

S

136°16'30" BT 136°22'00" BT 136°27'30" BT 136°33'00" BT 136°38'30" BT

Page 21: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 21

3.4.3 Gelombang dan Arus

Gelombang yang terjadi di laut umumnya disebabkan oleh hembusan angin.

Besar kecilnya gelombang disebabkan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu: kuatnya hembusan

angin, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin (Nontji, 2002). Tinggi gelombang

laut di perairan GPP Padaido berkisar antara 1.12 – 1.21 meter. Gelombang tinggi

biasanya terjadi pada bulan Mei dan Juli, sedangkan gelombang rendah terjadi pada

bulan September dan Maret (Direktorat Jenderal PHPA, 1998).

Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang disebabkan oleh tiupan

angin, perbedaan dalam densitas air laut atau pasang surut (Nontji, 2002). Pada bulan

Februari sampai Juli arus permukaan bergerak ke timur dengan kecepatan antara 18 –

38 cm/det. Pada bulan Agustus sampai Januari kecepatan arus berkisar antara 24 – 75

cm/det dengan arah ke barat. Kecepatan arus pada bulan-bulan tersebut tergolong kuat

(Direktorat Jenderal PHPA, 1998).

3.4.4 Pasang Surut

Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara berirama yang

disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari (Nontji, 2002). Dilihat dari pola

gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dibagi menjadi empat jenis,yaitu

pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide), campuran

yang condong ke harian tunggal dan campuran yang condong ke harian ganda. Jenis

pasang surut yang terjadi di perairan GPP Padaido adalah campuran harian ganda,

yang berarti setiap hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang berbeda dalam

tinggi dan waktunya (Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, 2003). Surut terendah terjadi

pada bulan-bulan Juni, Nopember dan Desember, sedangkan pasang tertinggi terjadi

pada bulan Mei. Rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan surut terendah adalah 1.5 -

2 meter.

3.4.5 Kimia Perairan

Kimia perairan merupakan salah satu unsur lingkungan perairan yang menunjang

proses kehidupan di laut. Kondisi umum parameter kimia lingkungan perairan GPP

Padaido adalah sebagai berikut: Pada lapisan permukaan sampai kedalaman 100 m

kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6.76 mg/l sampai 3.39 mg/l.

Konsentrasi fosfat berkisar pada nilai 0.210 sampai 0.936 μgat/l. Konsentrasi nitrat

berkisar pada nilai 0.460 μgat/l sampai 3.450 μgat/l. Nilai konsentrasi fosfat dan

oksigen terlarut cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman sedangkan nilai

Page 22: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 22

konsentrasi nitrat justru meningkat pada kedalaman 50 meter (Hutahaean, et al.,

1995).

Selama penelitian, kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6,8-9,1 mg/l,

konsentrasi BOD5 berkisar pada nilai 6,8-9,8 mg/l, konsentrasi COD berkisar pada

nilai 12,82-23,02 mg/l, Phosphat berkisar pada nilai 0,001-0,013 mg/l, Nitrit berkisar

pada nilai 0,003-0,009 mg/l, Nitrat berkisar pada nilai 0,044- 0,111 mg/l, dan

konsentrasi Amonia berkisar pada nilai 0,027-0,087 mg/l.

3.4.6 Terumbu Karang

Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis.

Selain mempunyai produktivitas organik yang tinggi, ekosistem ini memiliki

keanekaragaman biota yang berasosiasi dengannya. Komponen biota terpenting di

suatu terumbu karang ialah hewan karang batu (stony coral) yaitu hewan yang

tergolong scleractinia yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur. Selain memiliki

nilai keindahan (estetika) dan fungsi sebagai pelindung pantai, terumbu karang

menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting, seperti

berbagai jenis ikan karang, udang karang, rumput laut, teripang dan jenis-jenis

moluska terutama kerang mutiara. Formasi terumbu karang pada umumnya dibagi

atas 4 golongan yakni: terumbu karang pantai (fringing reef), terumbu karang

penghalang (barrier reef), terumbu karang yang bentuknya melingkar seperti cincin

(Atol) dan terumbu karang gosong (terumbu karang yang tumbuh dan berkembang

dari dasar laut yang belum mencapai permukaan).

Penelitian terumbu karang di GPP Padaido telah dilakukan oleh berbagai pihak

baik pemerintah, perguruan tinggi maupun masyarakat (lembaga swadaya masyarakat)

selama 6 tahun terakhir dengan skala dan kepentingan yang berbeda-beda. Dari

penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa GPP Padaido memiliki 4 bentuk

terumbu karang yaitu terumbu karang pantai, terumbu karang penghalang, terumbu

karang atol dan terumbu karang gosong. Atol hanya terdapat di GPP Padaido Bawah

yaitu atol Wundi. Terumbu karang penghalang hanya terdapat di GPP Padaido Atas

yaitu dekat pulau Runi. Terumbu karang tepi terdapat di perairan pesisir pulau-pulau,

sedangkan terumbu gosong terdapat baik GPP Padaido Bawah maupun GPP Padaido

Atas.

Karang batu memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi, yaitu terdiri dari

kurang lebih 90 jenis yang tergolong dalam 41 genera dan 13 famili serta beberapa

Page 23: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 23

jenis karang lunak yaitu Sinularia polydactil, Sarcophyton trocheliophorum,

Labophytum strictum dan L. Crassum. Jenis-jenis karang batu yang dominan adalah

Faviidae, Fungidae, Pociloporidae dan Acroporidae (Suharsono dan Leatemia, 1995;

Sapulette dan Peristiwady, 1994; Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997). Bila

dilihat dari bentuk pertumbuhan, prosentase tutupan karang hidup di GPP Padaido

Bawah berkisar antara 0 – 67.0 % pada kedalaman 3 m dan 0 – 25.9 % pada

kedalaman 10 m. Di GPP Padaido Atas berkisar pada nilai 13.7 – 70.7 % pada

kedalaman 3 m dan 9.6 – 66.7 % pada kedalaman 10 m (Souhoka dan Lorwens, 2001;

COREMAP 2001; COREMAP, 2003; serta Yayasan Terangi dan Lipi Biak, 2000).

Gambar 4. Kondisi Karang di GPP Padaido.

3.4.7 Ikan Karang

Ikan karang merupakan salah satu sumberdaya hayati yang menghuni terumbu

karang. Ikan karang umumnya dikelompokkan atas tiga kelompok besar, yaitu ikan

terget (konsumsi), ikan indikator dan ikan mayor (lainnya). Ikan target adalah jenis-

jenis ikan karang yang dikelompokkan sebagai ikan konsumsi/pangan karena

memiliki nilai ekonomis. Jenis-jenis ikan ini berasosiasi dengan perairan terumbu

karang. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Acanthuridae,

Caesionidae, Carangidae, Ephipidae, Haemullidae, Kyphosidae, Lethrinidae,

# ##

#

##

#

#

#

#

#

#

#

# #

#

#

#

#

#

#

#

##

Biak

Auki

Rarsbar

Pu la u ka ran g

Pulau Karang

Yumni

Wundi

Pai

Nusi

Urev

Mansurbabo

gosong W ararasowe

Pakreki

PadaidoriYeri

Yeri Kecil

Mbromsi

Pasi

Man

ggua

ndi

Kebor i

Rasi

Workbondi

Samakur

Nukor iPulau Karang

Dauwi

Wamsoi Runi

WurkiPul au k arang

karang Mansawayomni

karang Wundumimas

karang Kasinampia

karang Urbinai

karang Insarorki

1°2

1'3

0" L

S1°1

6'0

0" L

S1°1

0'3

0" L

S1°5

'00" L

S

136°16'30" BT 136°22'00" BT 136°27'30" BT 136°33'00" BT 136°38'30" BT

0 5 10

K i l o m e t e r

U

Pulau Bi ak

Kabuapaten Bi ak N umf or

Dist r i k Pad aido

Selat Yapen1°0

0'

0°3

0'

135°30' 136°30'

0 30 60Kilometer

136°00'

0 300Kilometer

600

PROV IN SI PAPU A

Se lat Ya pe n

Dis tr ik Pa da id oKa bu ap at en B ia k N u mf orPu lau B ia k

6°0

0'

3°0

0'

0°0

0'

133°00' 136°00' 139°00'

WILAYAH YANG DIPETAKAN

PETUNJUK LETAK PETA

KONDISI KARANG

KEPULAUAN PADAIDODISTRIK PADAIDO

K E T E R A N G A N

% Karang Hidup (KH)

% Karang Mati dengan Algae (KMA)

% Karang Mati (KM)

Page 24: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 24

Lutjanidae, Mullidae, Nemipteridae, Scaridae, Serranidae, Siganidae dan

Sphyraenidae. Di GPP Padaido ditemukan kurang lebih 101 jenis di GPP Padaido

Bawah dan 127 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001 dan COREMAP,

2001 dan COREMAP, 2003).

Ikan indikator adalah jenis-jenis ikan karang yang berasosiasi sangat erat dengan

terumbu karang. Keberadaan jenis-jenis ikan ini digunakan sebagai indikator untuk

mempelajari kondisi terumbu karang. Termasuk dalam jenis ini adalah jenis ikan-ikan

Chaetodontidae. Di perairan terumbu karang GPP Padaido ditemukan kurang lebih 34

jenis di GPP Padaido Bawah dan 29 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001;

COREMAP, 2001 dan COREMAP, 2003).

Ikan mayor adalah jenis-jenis ikan yang tidak termasuk dalam kedua kelompok

di atas dan belum diketahui peranan utamanya dalam rantai makanan di alam. Ikan-

ikan ini berukuran kecil dan sebagian besar tergolong ikan hias. Termasuk dalam

kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Apogonidae, Aulostomidae, Balistidae,

Blennidae, Cirrhitidae, Diodontidae, Gobiidae, Holocentridae, Labridae,

Monacanthidae, Ostraciidae, Pinguipedidae, Pomacanthidae, Pomacentridae,

Pseudochromidae, Terodontidae dan Zanclidae. Di Perairan GPP Padaido terdapat

kurang lebih 151 jenis di GPP Padaido Bawah dan 185 jenis di GPP Padaido Atas

(Hukom, et al., 2001; COREMAP 2001 dan COREMAP 2003).

Gambar 5. Kondisi Ikan Karang di GPP Padaido

# ##

#

##

#

#

#

#

#

#

#

# #

#

#

#

#

#

#

#

##

Biak

Auki

Rarsbar

Pu la u ka rang

Pulau Karang

Yumni

Wundi

Pai

Nusi

Urev

Mansurbabo

gosong W ararasowe

Pakreki

PadaidoriYeri

Yeri Kecil

Mbromsi

Pasi

Man

ggua

ndi

Kebor i

Rasi

Workbondi

Samakur

Nukor iPulau Karang

Dauwi

Wamsoi Runi

WurkiPul au k arang

karang Mansawayomni

karang Wundumimas

karang Kasinampia

karang Urbinai

karang Insarorki

0 5 10

K i l o m e t e r

U

Pulau Bi ak

Kabuapaten Bi ak N umf or

Distri k Pad aido

Selat Yapen1°0

0'

0°30

'

135°30' 136°30'

0 30 60Kilometer

136°00'

0 300Kilometer

600

PROV IN SI PAPU A

Se lat Ya pe n

Dis tr ik Pa da id oKa bu ap at en B ia k N u mf orPu lau B ia k

6°0

0'

3°0

0'

0°0

0'

133°00' 136°00' 139°00'

WILAYAH YANG DIPETAKAN

PETUNJUK LETAK PETA

KONDISI IKAN KARANG

KEPULAUAN PADAIDODISTRIK PADAIDO

K E T E R A N G A N

Kelompok Ikan Major

Kelompok Ikan Indikator

Kelompok Ikan Target

1°2

1'3

0" L

S1°1

6'0

0" L

S1°1

0'3

0" L

S1°5

'00" L

S

136°16'30" BT 136°22'00" BT 136°27'30" BT 136°33'00" BT 136°38'30" BT

Page 25: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 25

Hasil tangkapan utama masyarakat GPP Padaido adalah ikan karang yang

dipasarkan ke pasar Bosnik dan Biak. Ikan karang terdiri atas ikan hias dan ikan target

(konsumsi). Penangkapan ikan karang masih menggunakan cara dan alat yang

sederhana. Pancing, jaring insang, tombak dan panah merupakan alat penangkapan

utama. Penangkapan ikan dengan cara pemboman dan pembiusan masih dilakukan

oleh sebagian kecil masyarakat. Tempat-tempat bekas pemboman ikan dapat dikenali

dengan mudah di sekitar terumbu karang.

3.4.8 Rumput Laut

Rumput laut merupakan alga berukuran besar (makroalga) yang hidup menancap

atau melekat pada dasar laut yang keras, seperti karang mati atau fragmen karang

yang bercampur dengan pasir. Rumput laut dikelompokkan dalam tiga kelas yakni

Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat) dan Rhodophyceae (alga

merah). Rumput laut telah dimanfaatkan dan dikembangkan secara luas dalam

berbagai industri, seperti industri makanan, obat-obatan, farmasi, kosmetik,

bioteknologi dan mikrobiologi (Chapman, 1949; Okazaki, 1973; Atmadja, et al,

1990).

Di GPP Padaido, rumput laut tumbuh dan berkembang dengan luas karena

tersedia substrat keras, seperti karang mati dan framen-fragmen karang. Kurang lebih

58 jenis rumput laut ditemukan di GPP Padaido dimana 11 jenis bernilai ekonomis

penting, seperti jenis Euchema, Gracilaria, Hypnea, Laurencia, Gelidiella,

Halimenia, Caulerpa, Codium, Chaetomorpha, Sargassum dan Turbinaria (Papalia,

2001). Di Pulau Wundi dan Pulau Nusi rumput laut telah dibudidayakan oleh

masyarakat yaitu jenis Euchema spinosum dan E. Cotinii. Usaha ini kurang

berkembang karena kendala pemasaran dan kepastian harga.

3.4.9 Moluska, Echinodermata dan Krustasea

Moluska adalah hewan bertubuh lunak yang terdiri atas lima kelas besar yakni

Amphineura, Gastropoda, Pelecypoda, Cephalopoda dan Scaphopoda. Dari kelima

kelas tersebut hanya tiga yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu Gastropoda

(jenis-jenis keong), Pelecypoda (jenis-jenis kerang) dan Chepalopoda (cumi-cumi,

sotong dan gurita). Ketiga jenis ini ditemukan di GPP Padaido dan merupakan jenis

yang selalu ditangkap oleh masyarakat. Daging moluska diambil dan dipasarkan ke

pasar Bosnik baik dalam bentuk segar maupun asapan. Cangkang moluska belum

dimanfaatkan dan dibuang di pesisir pantai sehingga membentuk kelompok

Page 26: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 26

tumpukan-tumbukan besar. Bila tidak dikelola dengan baik, stok moluska di perairan

GPP Padaido akan berkurang dan mungkin dapat punah. Hal ini telah terjadi pada

jenis-jenis kerang tertentu, seperti kerang Anadara spp yang saat ini sulit ditemukan.

Echinodermata adalah hewan-hewan laut berkulit duri. Hewan-hewan ini terbagi

dalam lima golongan utama yakni teripang (Holothuroidea), bintang laut

(Asteroidea), bintang ular (Ophiuroidea, bulu babi (Echinoidea) dan lili laut

(Crinoidea). Hewan-hewan ini dijumpai di perairan pantai sekitar terumbu karang

GPP Padaido. Teripang merupakan jenis echinodermata bernilai ekonomis penting.

Teripang pasir (Holothuria scabra) dan teripang nanas (Stichopus ananas) merupakan

contoh teripang yang dipasarkan oleh masyarakat. Di Pulau Mangguandi, konservasi

teripang dilakukan masyarakat dengan cara sasisen, yaitu melarang pengambilan

teripang untuk jangka waktu tertentu ( enam bulan sampai satu tahun).

Krustase merupakan hewan-hewan berkulit keras. Udang karang (Panulirus spp),

rajungan (Portunus spp) dan kepiting bakau (scylla serrata) merupakan jenis-jenis

krustase yang umum ditemukan di GPP Padaido. Hewan-hewan ini ditangkap pada

malam hari dengan alat yang sederhana. Selain di makan, udang karang dan kepiting

dijual di pasar Bosnik atau restoran di kota Biak. Kepiting bakau mendiami habitat

hutan mangrove, seperti di Pulau Padaidori dan Auki. Udang karang umumnya

mendiami habitat terumbu karang. Jenis-jenis udang karang yang umum tertangkap

adalah udang barong (Panulirus versicolor), Udang pantung (Panulirus homarus),

udang bunga (Panulirus longipes) dan udang jaka (Panulirus penicillatus). Di pulau

Mangguandi konservasi udang karang dilakukan dengan cara sasisen di seluruh pulau.

3.4.10 Ikan Pelagis

Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang mendiami suatu lapisan pelagis, yaitu

lapisan air yang masih dapat dicapai oleh sinar matahari. Pada kondisi cuaca baik,

kedalaman lapisan ini mencapai kedalaman 200 meter. Berdasarkan ukuran, ikan

pelagis dibedakan atas ikan pelagis kecil dan besar. Ikan pelagis besar adalah ikan

pelagis yang berukuran besar, seperti ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol

(Euthynnus affinis), Tenggiri (Scomberomorus spp), layar (Istiophorus spp) dan jenis-

jenis ikan tuna. Ikan pelagis kecil adalah ikan pelagis yang berukuran kecil, seperti

ikan kembung (Rastrelliger spp), kawalinya (Selar spp), momar (Decapterus spp),

make (Sardinella spp) dan teri (Stolephoruss spp).

Page 27: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 27

Di GPP Padaido, ikan pelagis berpotensi untuk dikembangkan dimasa-masa

mendatang sebagai salah satu sumber pendapatan masyarakat selain ikan karang. Di

pasar Bosnik ikan pelagis yang banyak dipasarkan adalah ikan cakalang. Perairan

yang menjadi daerah penangkapan ikan pelagis adalah perairan sekitar pulau Pakreki,

pulau-pulau Dauwi dan perairan perbatasan (barat, timur, utara dan selatan).

3.4.11 Lamun

Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang beradaptasi hidup terbenam dalam

laut. Tumbuhan ini terdiri atas akar, daun dan tangkai-tangkai merayap (rhizome).

Lamun hidup pada perairan dangkal yang agak berpasir dan sering dijumpai di

terumbu karang pula. Pada tempat yang terlindung lamun berkembang dengan baik

dan menutupi suatu kawasan yang luas sehingga membentuk padang lamun.

Di perairan pantai GPP Padaido lamun ditemukan pada hampir semua pulau

kecuali pulau Pakreki, Yumni, Warek, Workbondi dan Samakur. Pada tempat-tempat

yang agak terlindung, lamun tumbuh dengan lebat dan membentuk suatu padang

lamun yang luas. Keadaan ini ditemukan pada pulau Auki bagian selatan, pulau Pai

bagian barat, bagian barat pulau Wundi, bagian barat pulau Nusi, bagian barat dan

timur pulau Padaidori dan bagian barat dan timur pulau Mangguandi dan pulau-pulau

lain. Lamun yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah sembilan jenis, yaitu

Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, C. Serullata,

Halodule universis, H. Pinifolia, Halophila ovalis, H. Spinulosa, dan Syringodium

isoetifolium,

Kondisi lamun di Pulau-Pulau Padaido relatif masih baik. Namun di beberapa

pulau, seperti Auki dan Padaidori (depan desa) lamun dicabut dari substratnya untuk

memberi arah masuk bagi perahu-perahu bermotor yang menuju pantai desa.

3.4.12 Mangrove

Mangrove merupakan tipe tumbuhan/hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai

atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove

sering pula disebut sebagai hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau atau hutan

bakau. Di GPP Padaido, mangrove terdapat di Pulau Padaidori (bagian barat dan

timur) dan Pulau Auki (bagian selatan). Dalam kumpulan kecil, mangrove terdapat di

pulau Wundi, Yeri, Pasi (bagaian barat laut) dan pulau Mangguandi (bagian barat).

Mangrove yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah tujuh jenis, yaitu Bruguiera

Page 28: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 28

gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, R. Stylosa, Sonneratia alba, Ceriops tagal,

Lumnitzera littorea, dan Avicenia alba.

Hutan mangrove di pulau Padaidori mengalami kerusakan berat ketika terjadi

tsunami di kawasan ini pada tahun 1996. Jenis mangrove yang rusak/mati adalah

Bruguiera gymnorrhiza yang telah berumur puluhan tahun. Kematian mangrove jenis

tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan jenis beradaptasi dengan keberadaan air

laut yang mencapai habitatnya dan terjebak untuk jangka waktu yang lama.

3.5 Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya

3.5.1 Kependudukan

Berdasarkan sensus pertanian tahun 2003, jumlah penduduk GPP Padaido

sebanyak 3.975 jiwa dengan jumlah keluarga sebesar 975 keluarga yang tersebar di 19

desa dalam 8 pulau. Penduduk laki-laki sebanyak 2.097 jiwa dan perempuan sebesar

1.978 jiwa. Distribusi penduduk berdasarkan desa dan pulau disajikan pada Tabel 2.

Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk GPP Padaido yang tamat sekolah

menengah umum (SMU) sebesar 9.71%, yang tamat sekolah menengah pertama

sebesar 20.13% dan yang tidak tamat sekolah dasar (SD) sebesar 30.79%. Penduduk

yang tidak sekolah sebesar 39.20% (Kabupaten Biak Numfor, 2001).

Tabel 2. Kondisi Penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido, Biak Numfor

Penduduk No Pulau Desa

Laki-Laki Perempuan Jumlah Keluarga

1 Auki Auki 130 108 238 59 Sandidori 58 50 108 38

2 Wundi Wundi 154 129 283 70 Sorina 83 80 163 36

3 Nusi Nusi 167 156 323 71 Nusi Babaruk 140 89 229 55

4 Pai Pai 157 122 279 69 Imbeyomi 97 78 175 43

5 Padaidori Sasari 147 170 317 79 Mnupisen 51 56 107 29 Yeri 59 57 116 34

6 Mbromsi Nyansoren 119 130 249 61 Saribra 124 106 230 49 Mbromsi 131 121 252 63 Karabai 18 14 32 16

7 Pasi Pasi 207 178 385 87

Page 29: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 29

Samber Pasi 85 77 162 35 8 Mangguandi Mangguandi 72 75 147 36 Suprima 98 82 180 45 Jumlah 2097 1878 3975 975

Sumber : Hasil Sensus Pertanian Maret 2003, BPS Biak-Numfor.

3.5.2 Sarana Sosial

Sarana sosial yang terdapat di GPP Padaido, Distrik Padaido, meliputi sarana

pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan dan sarana perekonomian. Sarana

pendidikan terdiri dari SD Impres sebanyak 2 bangunan terdapat di Pulau Nusi, SD

Negeri sebanyak 1 bangunan terletak di Pulau Auki dan SD Swasta sebanyak 9

bangunan terletak di Pulau Wundi, Pulau Nusi, Pulau Pai, Pulau Mangguandi, Pulau

Pasi, Pulau Mbromsi dan Pulau Padaidori. Ini menunjukkan bahwa di pulau-pulau

berpenduduk terdapat satu sekolah dasar. Sekolah Menegah Pertama (SMP) negeri

hanya terdapat di Pulau Mbromsi, sedangkan Sekolah Menegah Umum (SMU) tidak

dijumpai di Distrik Padaido.

Sarana kesehatan terdiri dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas),

Puskesmas Pembantu dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Puskesmas sebanyak 2

bangunan terdapat di Pulau Wundi dan Pulau Pasi. Puskesmas pembantu sebanyak 2

bangunan, masing-masing terdapat di Pulau Mangguandi dan Pulau Padaidori,

sedangkan Posyandu terdapat di seluruh kampung.

Sarana peribadatan seperti gereja dijumpai di setiap pulau yang berpenduduk,

sedangkan sarana peribadatan lain tidak ada. Jumlah gereja yang terdapat di Distrik

Padaido sebanyak 12 bangunan.

Sarana perekonomian yang ada di GPP Padaido berupa kios-kios penduduk. Kios-

kios ini melayani kebutuhan utama penduduk, seperti supermie, rokok, gula, kopi,

beras dan lain-lain. Paling sedikit terdapat satu kios di tiap desa/pulau yang

berpenduduk.

Page 30: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 30

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido.

Pulau Kampung Tidak Sekolah

Tidak Tamat SD

Tamat SMP

Tamat SMU

Auki Auki Sandodori 112 92 60 37

Wundi Wundi Sorina 138 106 86 46

Nusi 110 82 59 27 Nusi Nusi Babaruk 94 71 48 25

Pai Pai Imbeyomi 145 127 73 36

Mangguandi Meomangguandi Supraima 113 89 58 26

Samber Pasi 59 45 22 2 Pasi Pasi 129 108 63 31 Nyansoren 85 63 47 21 Mbromsi Karabai 101 82 51 15 Mbromsi

Saribra 78 62 40 18 Mnupisen Yeri 79 60 33 14

Sasari 114 79 57 28 Padaidori

Jumlah 1357 1066 697 336 Prosentase 39.20% 30.79% 20.13% 9.71%

Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2001.

Selain sarana sosial tersebut di atas, terdapat sarana pariwisata dan sarana

angkutan nelayan. Sarana pariwisata berupa pondok wisata sebanyak 3 bangunan

terletak di pulau Wundi (1 bangunan) dan pulau Dauwi (2 bangunan). Sarana ini

dikelola oleh masyarakat.

Sarana angkutan umum, seperti kapal atau perahu motor yang melayani GPP

Padaido dengan pulau Biak pergi-pulang belum tersedia. Penduduk GPP Padaido

yang akan ke Biak menumpang perahu motor nelayan pada setiap hari pasar (selasa,

kamis dan sabtu) dengan membayar sejumlah uang, rata-rata Rp 20.000 untuk pergi-

pulang untuk GPP Padaido Bawah dan rata-rata Rp 40.000 untuk GPP Padaido Atas.

Untuk keperluan mendesak ke GPP Padaido, orang menyewa perahu motor nelayan

dengan ongkos sewa yang bervariasi, tergantung jarak yang dituju. Untuk pulau-pulau

GPP Padaido Bawah biaya sewa rata-rata Rp.300.000-Rp.400.000 dan Rp.600.000 -

Rp.800.000 untuk GPP Padaido Atas.

Page 31: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 31

3.5.3 Perekonomian dan Industri

Berdasarkan sensus pertanian 2003, perekonomian penduduk GPP Padaido

berasal dari bidang pertanian, yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan

perikanan (penangkap ikan dan budidaya rumput laut). Perekonomian sebagian besar

penduduk bertumpu pada perikanan tangkap dan perkebunan (kelapa), sedangkan

sebagian kecil berasal dari peternakan (babi, ayam kampung dan itik), pertanian

tanaman pangan (ketela pohon dan umbi-umbian) dan budidaya laut (rumput laut).

Hanya penduduk di Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi dan Pulau Pasi yang berusaha di

pertanian tanaman pangan, sementara penduduk di Pulau Wundi dan Pulau Nusi

berusaha di perikanan budidaya laut (BPS Biak, 2003).

Tabel 4. Keadaan Keluarga Pertanian GPP Padaido, Biak Numfor

No Pulau Desa Tanaman

Pangan Perkebu

nan Peterna

kan Penangkap

ikan Budidaya

laut 1 Auki Auki - 23 8 30 - Sandidori - 18 8 32 -

2 Wundi Wundi - 42 7 50 14 Sorina - 23 6 32 -

3 Nusi Nusi - 60 14 70 15 Nusi Babaruk - 41 10 50 17

4 Pai Pai - 51 10 56 - Imbeyomi - 32 11 43 -

5 Padaidori Sasari 26 50 13 65 - Mnupisen 25 18 11 20 - Yeri 26 12 10 32 -

6 Mbromsi Nyansoren 12 45 12 55 - Saribra 14 30 12 41 - Mbromsi 21 41 7 76 - Karabai - 10 4 13 -

7 Pasi Pasi 27 62 20 80 - Samber Pasi - 16 7 33 -

8 Mangguandi Mangguandi - 30 8 32 - Suprima - 43 5 34 - Jumlah 151 647 183 844 46 15.49% 66.36% 18.77% 86.56% 4.72%

Sumber : Hasil Sensus Pertanian Maret 2003, BPS Biak-Numfor.

Sarana perikanan tangkap di GPP Padaido terdiri dari perahu tak bermotor dan

perahu motor tempel. Perahu tak bermotor memiliki jumlah sebanyak 728 unit,

sedangkan perahu motor temperl hanya 78 unit. Ini menunjukkan bahwa 90.3% rumah

tangga nelayan masih tradisional. Alat penangkapan ikan yang umum digunakan

Page 32: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 32

adalah jaring insang (gill net), pancing (hook and line) dan alat tangkap lain (panah

dan tombak) (Kabupaten Biak Numfor, 2002).

Industri keluarga yang berkembang di GPP Padaido adalah minyak kelapa, ikan

asin dan ikan asar/asap. Rata-rata setiap pulau memiliki 2 unit usaha dengan menyerap

tenaga kerja rata-rata sebanyak 43 orang. Pada tahun 2000 nilai produksi industri

keluarga sebesar Rp 289.945.000 (dua ratus delapan puluh sembilan juta sembilan

ratus empat puluh lima ribu rupiah) (Kabupaten Biak Numfor, 2002).

Tabel 5.

Sarana Perikanan Tangkap di Kepulauan Padaido

No Pulau Perahu Tak Bermotor

Perahu Motor Tempel

Jumlah

1 Auki 67 8 75 2 Wundi 83 7 90 3 Nusi 114 9 123 4 Pai 85 9 94 5 Padaidori 82 11 93 6 Mbromsi 122 18 140 7 Pasi 106 10 116 8 Mangguandi 69 6 75 Jumlah 728 78 806

Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2002.

3.5.4 Sosial Budaya

Penduduk yang mendiami GPP Padaido berasal dari Pulau Biak, beretnis Biak

yang termasuk ras Irian dan Melanesia Negroid. Orang Biak bertubuh tipe Pyeknis,

yaitu tegap, berotot, serasi dan tinggi. Karena terjadi perang suku, mereka yang

berasal dari suku Anobo, yaitu dari Biak Utara-Saba-Mnurwa, pindah dan menetap di

Pulau Mbromsi dengan kampung bernama Saribra. Setelah aman di Saribra, mereka

menyebar ke pulau-pulau lain untuk berkebun dan menetap. Penduduk pertama ini

merasa sebagai pemilik pulau-pulau yang berada di GPP Padaido Atas.

Pada tahap selanjutnya, ketika Belanda berkuasa, mereka mendatangkan

penduduk dari desa-desa di Pesisir Timur Biak ke GPP Padaido untuk membuka

perkebunan kelapa dengan sistem kerja paksa. Sistem ini dikenal dengan nama

landscap. Penduduk pendatang diharuskan menanam kelapa di Pulau Wundi, Pulau

Pai, Pulau Auki dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Setelah kekuasaan Belanda

berakhir, beberapa dari mereka yang berasal dari Pesisir Timur Biak tidak kembali

Page 33: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 33

lagi dan memilih menetap di pulau, yaitu Pulau Pasi, Pulau Mbromsi, Pulau

Mangguandi, Pulau Auki, Pulau Wundi, Pulau Nusi dan Pulau Pai. Sebagai pendatang

mereka hanya menempati pulau dan mengambil hasilnya tetapi pulau yang ditempati

merupakan milik orang-orang Padaidori (Yayasan Rumsram, 2000 dan Laksono, et al,

2001).

Dalam komunikasi sehari-hari masyarakat GPP Padaido menggunakan bahasa

Biak dan bahasa Indonesia. Bahasa Biak (wos Biak) termasuk kedalam phylum

Melanesia dengan 11 logat/dialek yang relatif tidak berbeda dan digunakan antar

sesama orang Biak. Dalam kondisi tertentu seperti ibadah gereja, pertemuan-

pertemuan, proses belajar-mengajar di sekolah dan pertemuan dengan orang bukan

Biak digunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang dengan baik

di GPP Padaido.

Penduduk GPP Padaido memiliki sistem kekerabatan yang dikenal dengan nama

“keret” (mata rumah). Sifat-sifat yang menonjol dari sistem ini yaitu perkawinan

harus dengan marga lain (eksogam), mengambil garis keturunan ayah/laki-laki

(patrilineal) dan tempat tinggal sesudah menikah di lingkungan laki-laki (patrilokal).

Keret sebenarnya berarti suatu tempat yang tinggi yang terletak di tengah-tengah

perahu besar. Keluarga inti terletak di keret dan memiliki sistem sosial ekonomi dan

politik yang berdiri sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari, seorang paman (saudara laki-laki ibu atau bapak)

memainkan peranan penting dalam kehidupan orang-orang biak. Seorang paman

menjadi pemimpin dan pelaku upacara insiasi yang merupakan tahapan penting dalam

kehidupan masyarakat. Upacara insiasi tersebut antara lain upacara perkawinan adat

(yakyaku), upacara mengenakan baju pada anak kecil (farmawas), upacara memberi

gelar (sab-sider) sistem kekerabatan dan kepemimpinan tradisional, sistem

kepemimpinan yang diwariskan (manseren mau) serta lembaga peradilan adat (kankin

karkara).

Seorang laki-laki yang telah menikah akan mendapatkan bagian tanah sebagai

lahan untuk berkebun untuk menghidupi keluarganya. Lahan yang diberikan kepada

laki-laki adalah tanah yang dimiliki oleh keret.

Rumsram adalah tempat tinggal bujangan yang berfungsi sebagai tempat atau

pusat pendidikan dan pemujaan roh-roh nenek moyang. Di tempat tersebut anak-anak

belajar melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kelak akan dilakukan bila sudah dewasa

Page 34: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 34

dan menjadi anggota manyarakat. Mereka dilatih berburu, menangkap ikan, membuat

ladang, berperang dan melakukan pekerjaan dengan keahlian khusus, seperti membuat

perahu. Di dalam Rumsram juga diadakan pendidikan keagamaan.

Sebelum mengenal agama, orang-orang Biak mempercayai apa yang mereka

sebut Manseren Nanggi (Tuhan Langit), yaitu bahwa segala kehidupan di bumi ini

berada dibawah wewenang Nanggi. Nanggilah yang dianggap sebagai pusat alam

semesta. Selain itu, mereka juga percaya roh nenek moyang (korwar). Korwar

dianggap mempunyai kekuatan tertentu yang bisa memberi banyak hasil buruan dan

juga ketika berperang.

Agama kristen masuk ke Biak bersamaan dengan kedatangan orang Belanda.

Agama kristen masuk di Biak pada 26 April 1908. Masuknya agama kristen di Biak

telah memberikan perubahan yang besar dalam sistem kehidupan masyarakat. Agama

Kristen Protestan merupakan agama yang terbesar dan untuk penduduk GPP Padaido

umumnya beragama kristen protestan (99,62 %). Penduduk yang beragama islam dan

budha masing-masing 0,29% dan 0,09% (Kabupaten Biak Numfor, 2002). Dampak

perubahan yang dibawa oleh Belanda dan organisasi penyiaran terhadap masyarakat

Biak pada umumnya adalah:

(1) Perubahan bentuk pranata sosial dari bentuk pemerintahan lokal dan khusus

menjadi pemerintahan yang diatur oleh pusat

(2) Pranata ekonomi dari sistem barter menjadi sistem ekonomi uang

(3) Sistem keyakinan yang semula kepada Manseren Naggi dan roh nenek moyang

berubah menjadi kenyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa

(4) Dalam acara-acara adat, seperti orang harus melaksanakan Sababu (upacara

turun tanah) menjadi upacara gerejawi, upacara Kapanakniki (pengguntingan

rambut) menjadi permandian gerejawi dan acara Kbor menjadi sidi. Dengan

demikian peranan rumsram telah diambil oleh peranan gereja.

(5) Peranan Me dalam bidang pendidikan diganti oleh guru atau pendeta.

3.6 Pandangan, Penguasaan dan Kepemilikan Laut

Pada umumnya, penduduk yang mendiami GPP Padaido menganggap laut

mempunyai nilai religio-magis, sosio-kultural dan ekonomis. Dalam memanfaatkan

potensi laut harus sesuai dengan norma, perilaku atau aturan-aturan yang telah dianut

sejak jaman nenek moyang agar tidak mendatangkan bencana. Jika laut dimanfaatkan

Page 35: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 35

tidak sebagaimana mestinya maka akan diganggu atau diculik oleh dewa laut (faknik).

Laut di satu sisi dianggap mengerikan sehingga dipandang sebagai lawan. Hal ini terjadi

pada saat musim angin barat dimana terjadi gelombang besar sehingga aktivitas

masyarakat terhenti. Setiap laki-laki yang dapat mengalahkannya, ia digolongkan

sebagai panglima perang (mambri). Laut juga dipandang bersahabat, atau ibu yang

dapat menyediakan makanan bagi masyarakat. Ini terjadi pada musim teduh, yang

dikenal dengan “Wampasi”.

Masyarakat Biak pada umumnya mengenal pola penguasaan dan pemilikan laut

yaitu pembagian wilayah secara geografi mulai dari daratan sampai ke laut yang diakui

sebagai hak milik. Wilayah geografi yang dimaksud adalah Siser (daerah pasang-surut)

yaitu batas antara vegetasi darat, pantai kering dan titik terendah pada waktu air surut.

Bosen yaitu daerah terumbu karang, batas antara titik terendah air surut dan laut dalam.

Arwan (rataan terumbu) yaitu daerah terumbu karang yang bentuknya landai dan

terbentang meliputi suatu wilayah yang cukup luas. Manspar yaitu daerah tebing karang

atau sering disebut Kafafer. Soren yaitu istilah yang umum digunakan untuk menyebut

laut atau batas antara daerah terumbu karang dan laut lepas. Irbor yaitu gugusan

terumbu-terumbu karang yang terletak di laut lepas/dalam, dan terpisah antara satu

gugusan dengan lainnya. Daerah inilah yang diklaim oleh warga satu kampung sebagai

tempat menangkap ikan laut lepas.

Pada umumnya pola penguasaan dan pemilikan wilayah laut yaitu secara komunal

(keret) dengan sistem patrilineal. Pemilikan atas wilayah laut meliputi wilayah

pinggiran pantai (Siser) dan gugusan terumbu karang yang terdapat di laut dalam

(Irbor). Pola pemilikan wilayah laut bersifat mutlak dan tak mutlak. Wilayah

kepemilikan mutlak yaitu meliputi wilayah yang tercakup dalam batas kampung, mulai

dari pantai ke laut dalam. Wilayah ini hanya dimanfaatkan oleh warga sekampung,

sedangkan wilayah kepemilikan tidak mutlak adalah wilayah yang dimiliki sekelompok

masyarakat dan dapat dikelola oleh semua pihak luar yang mempunyai hubungan darah

atau famili dengan pemilik. Wilayah ini meliputi wilayah Irbor.

3.7 Bentuk perlindungan Wilayah Laut

Bentuk perlindungan wilayah laut di GPP Padaido dikenal dengan nama Sasisen.

Sasisen adalah larangan yang diberlakukan sementara waktu dalam wilayah tertentu

untuk tidak boleh menangkap ikan ataupun mengumpulkan hasil laut di sekitar lokasi

tersebut.

Page 36: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 36

Sasisen berasal dari bahasa Biak, yaitu sisen yang artinya tutup atau kunci dan

diberikan awalan Sa sehingga menjadi Sasisen, yang artinya penutupan atau larangan.

Sasisen yang dikenal oleh orang Biak terbagi dalam dua jenis, yaitu :

1) Sasisen terhadap wilayah tertentu meliputi segala jenis biota yang terdapat di

dalamnya. Sasisen seperti ini berlaku paling lama 6 (enam) bulan.

2) Sasisen yang diberlakukan terhadap satu jenis biota tertentu, umumnya yang bernilai

ekonomis penting. Sasisen jenis ini diberlakukan untuk jangka waktu minimum 1

(satu) tahun.

3.8 Penggunaan Lahan Saat ini

Lahan yang digunakan di GPP Padaido adalah lahan daratan dan perairan.

Penggunaan lahan daratan relatif hampir sama antara suatu pulau dengan pulau lain.

Umumnya di pesisir pantai terdapat perkampungan penduduk, sedangkan agak ke

dalam/tengah pulau terdapat fasilitas sosial, seperti gereja, sekolah,

puskesmas/posyandu dan sarana lain. Lahan lain berupa perkebunan kelapa yang

tersebar di sekeliling pulau serta kebun campuran, semak belukar dan hutan lindung.

Penggunaan lahan perairan umumnya sama dari satu pulau ke pulau lain. Lahan

perairan dangkal digunakan untuk menangkap ikan karang, kerang-kerangan, siput,

gurita, teripang, udang karang dan budidaya rumput laut. Lahan perairan dalam (laut)

digunakan untuk menangkap ikan pelagis dan transportasi perahu motor.

Lahan daratan di pulau-pulau yang tidak berpenghuni dimanfaatkan sebagai

hutan primer, hutan sekunder, perkebunan kelapa serta pondok-pondok kecil. Lahan

pantai dibangun pondok-pondok kecil untuk mengolah dan menampung hasil tangkapan

ikan dan biota laut lain sebelum dipasarkan serta kelapa. Lahan pesisir perairan dangkal

dimanfaatkan untuk penangkapan dan pengumpulan biota laut, seperti ikan, jenis-jenis

kerang dan teripang.

3.9 Institusi Lokal

Di GPP Padaido institusi lokal yang terdapat setiap desa terdiri dari empat elemen

penting, yaitu adat, gereja, pemerintahan dan yayasan/LSM. Dalam sistem

kepemimpinan lokal setiap kampung/desa dipimpin oleh satu orang sebagai tua-tua adat

yang disebut mananwir. Mananwir dipilih berdasarkan keturunan dan berasal dari keret

besar. Tugas mananwir adalah menentukan batas wilayah untuk kebutuhan penduduk

Page 37: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 37

dan menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam kampung. Sistem kepemimpinan lokal

ini kemudian berubah setelah kedatangan Belanda.

Pada masa pemerintahan Belanda, kedudukan mananwir digantikan oleh seorang

kepala kampung yang memimpin suatu kampung yang terdiri dari beberapa keret.

Orang yang terpilih sebagai kepala kampung umumnya adalah keturunan mananwir

atau orang dari salah satu keret yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat. Di

atas kepala kampung ada kepala seksi yang bertugas seperti camat, sedangkan untuk

keamanan kampung ditugaskan kepada seorang warnamen (opas).

Seiring dengan masuknya agama kristen, kehidupan keseharian masyarakat

dipengaruhi oleh institusi gereja. Di tingkat pulau dan kampung dikenal pemimpin-

pemimpin keagamaan seperti ketua jemaat, sekretaris jemaat dan guru jemaat. Institusi

gereja bertugas untuk mengatur kehidupan beragama. Institusi gereja juga membentuk

usaha-usaha ekonomis yang dikelola oleh anggota jemaat untuk menjalankan kegiatan-

kegiatan gereja, seperti mengadakan bazaar dan kios jemaat.

Pada masa pemerintahan Indonesia, intitusi pemerintahan desa mengalami

perubahan. Pada tahun 1999, pemerintah mengeluarkan UU No. 22 tentang

Pemerintahan Daerah menggantikan UU No.5 Tahun 1979. Berdasarkan UU No.22,

pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa (sekertaris, ketua RW dan

RT). Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa, ditetapkan oleh Badan

Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati. Walaupun telah diatur dengan peraturan,

dalam pemilihan kepala desa pengaruh dari keret-keret terbesar masih nampak.

Umumnya calon kepala desa dari keret besar terpilih sebagai kepala desa.

Lembaga Swadaya Masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah turut mewarnai

kehidupan kelembagaan lokal di GPP Padaido. Yayasan Rumsram merupakan salah

satu yayasan yang menjadi pendamping desa-desa di GPP Padaido. Yayasan ini

membentuk kios-kios jemaat, membentuk badan pengelola ekowisata, membentuk

kelompok nelayan dan kelompok konservasi di tingkat kampung/pulau untuk

memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada di GPP Padaido. Lembaga-lembaga

pemerintah melalui program-programnya melakukan kegiatan-kegiatan ditingkat

kampung, seperti Dinas Perikanan, Kesehatan, Perindustrian, Kehutanan dan

Perkebunan.

Pada pertengahan 1999, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dihidupkan kembali

oleh intitusi adat dengan tujuan untuk penguatan terhadap kepemilikan wilayah adat.

Page 38: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 38

Lembaga ini terdiri dari LMA Padaido Bawah dan LMA Padaido Atas. Salah satu

program yang telah dilakukan oleh LMA Padaido Atas adalah penetapan kepemilikan

Pulau Padaidori oleh masyarakat Padaido Atas. Penguatan terhadap kepemilikan

masyarakat terus meningkat. Pada pertengahan tahun 2002 telah dilaksanakan dua

kegiatan penting oleh institusi adat masyarakat Biak Timur dan Kepulauan Padaido,

yaitu pembentukan statuta Dewan Persekutuan Masyarakat Adat (DPMA) Biak Timur

dan Kepulauan Padaido, dan Penyusunan Pra Rancangan Peraturan Daerah Tentang

Pengelolaan Sumber Daya Alam Darat, Pesisir dan Laut Di Biak Timur dan Kepulauan

Padaido. Hingga saat ini, Pra Rancangan tersebut belum disetujui oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten Biak Numfor.

3.10 Kondisi Pengelolaan GPP Padaido Saat Ini

Sejak diketahui memiliki pemandangan alam pulau-pulau, panorama alam bawah

laut yang indah serta potensi sumberdaya perikanan dan perkebunan kelapa, perhatian

pemerintah dan masyarakat terhadap pengembangan GPP Padaido sangat besar. Selain

Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Biak Numfor dan instansi-instansi teknisnya,

seperti pariwisata, kelautan dan perikanan, kehutanan dan perkebunan, GPP Padaido

juga dikelola oleh Departemen Kehutanan ( sebagai Taman Wisata Alam), Departemen

Kelautan dan Perikanan (COREMAP), Pihak swasta (pariwisata), dan Lembaga

Swadaya Masyarakat (LSM) lokal serta masyarakat adat Pulau Biak dan pulau-pulau

Padaido. Masing-masing pihak (stakhoders) tersebut melaksanakan kebijakan yang

telah ditetapkan berdasarkan tujuan dan programnya dalam pengelolaan GPP Padaido.

Program-program pembangunan yang dilakukan dengan memanfaatkan potensi

sumber daya alam bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan

konservasi sumber daya alam. Pendekatan program yang dilakukan masih bersifat

sektoral, berskala proyek dan tidak melibatkan masyarakat dalam perencanaan

pengelolaan. Sebagai akibatnya, kerusakan habitat dan penurunan kualitas sumber daya

alam tidak terhindarkan lagi. Terumbu karang dan habitat hidup biota laut lain menjadi

rusak. Hasil tangkapan ikan cenderung menurun, berukuran kecil dan jenis-jenis tertentu

sulit ditemukan serta daerah penangkapan ikan yang semakin jauh dari pantai/pulau.

Aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan pembiusan ikan dengan

bahan kimia masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas tinggi pada waktu-

waktu tertentu. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendekatan pengelolaan kawasan

Page 39: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 39

pesisir dan laut GPP Padaido yang dilakukan saat ini belum berhasil memajukan

kawasan dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat sehingga diperlukan

alternatif pendekataan pengelolaan kawasan yang sesuai dengan kondisi lokal.

3.11 Kondisi Kepariwisataan

Pada 13 Pebruari 1997, wilayah Distrik Padaido ditetapkan sebagai Kawasan

Taman Wisata Alam Kepulauan Padaido oleh Pemerintah dengan luas 183.000 ha.

Wilayah ini mencakup pulau-pulau dan perairannya (SK Menhut No.91/Kpts-VI/1997).

Berdasarkan ketetapan ini, wilayah GPP Padaido diperuntukkan sebagai kawasan

pariwisata dan rekreasi. Asal dan jumlah wisatawan yang mengunjungi GPP Padaido

disajikan pada Tabel 6. Wisatawan mancanegara yang mengunjungi GPP Padaido

sebanyak 115 orang yang berasal dari kurang lebih 14 negara dengan total lama tinggal

82 hari selama periode 2002. Pada periode Januari-Juni 2003, wisatawan yang

mengunjungi GPP Padaido sebanyak 54 orang yang berasal dari 11 negara dengan total

lama tinggal 26 hari.

Tabel 6. Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di GPP Padaido, Distrik Padaido,

Periode 2002–Juni 2003

T a h u n

2002 Jan - Jun 2003 No N e g a r a Jumlah Tinggal (hr) Jumlah Tinggal (Hr)

1 Australia 9 3 - - 2 Belgia 8 6 5 2,5 3 British 14 5 1 1 4 Cekoslowakia 10 5 - - 5 Dutch 23 10 16 2 6 France 5 6 3 4,5 7 Germany 7 12 1 3 8 Indonesia 16 11 15 2,5 9 Italy 2 2 - -

10 Poland 2 2 - - 11 Slovenia 2 4 - - 12 Spain 3 5 - - 13 Sweden 1 3 1 2 14 USA 13 8 4 1,5 15 New Zaeland - - 5 3 16 Japan - - 2 2 17 Taiwan - - 1 2

Jumlah 115 82 54 26 Sumber : Biak Dive, 2003

Page 40: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 40

BAB IV KERAGAAN USAHA PERIKANAN

4.1 Usaha Penangkapan

4.1.1 Aspek Pasar

Pasar sangat berperan dalam menyalurkan dan memasarkan hasil perikanan dari

pihak produsen ke konsumen. Hasil tangkapan nelayan GPP Padaido didaratkan di

pasar Kota Biak dan pasar Bosnik (Ibukota Distrik Biak Timur). Adanya potential

demand yang tinggi dari penduduk Kabupaten Biak Numfor dan permintaan pasar

(ekspor dan lokal) yang terus meningkat merupakan peluang bagi usaha penangkapan

untuk meningkatkan produksinya. Disamping itu, pemerintah juga sedang

menggalakkan budaya makan ikan, sehingga dapat mendorong masyarakat untuk

mengkonsumsi ikan.

Peningkatan produksi usaha penangkapan akan terintegrasi dan saling melengkapi

dengan industri pengolahan hasil perikanan yang kesulitan bahan baku. Melalui

pengembangan usaha penangkapan diharapkan kekurangan bahan baku bagi industri

pengolahan hasil perikanan dapat terpenuhi.

4.1.2. Aspek Potensi Sumberdaya Perikanan

Distrik Padaido meliputi wilayah yang cukup luas. Luas wilayah GPP Padaido

sekitar 183.125 ha (BAPEDA DATI II Biak Numfor, 1996). Dari luasan tersebut,

93% merupakan wilayah perairan dan sisanya daratan pulau. Wilayah perairan

meliputi perairan laut dalam dan perairan terumbu karang. Sumberdaya daya ikan

yang terkandung dalam perairan sangat melimpah dan beragam. Berdasarkan kajian

potensi sumberdaya ikan diketahui bahwa potensi sumberdaya ikan karang konsumsi

di GPP Padaido Bawah adalah sebesar 37.341,71 ton/thn, dengan pemanfaatan

optimal sebesar 29.873,37 ton/thn. Untuk perairan karang GPP Padaido Atas

diketahui bahwa potensi ikan karang konsumsi adalah sebesar 10.180,57 ton/thn,

dengan pemanfaatan optimal sebesar 8.144,46 ton/thn (Soselisa, 2006 (in press)).

Page 41: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 41

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan pasar pendaratan ikan diketahui bahwa

tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan karang konsumsi di perairan GPP Padaido

masih sangat rendah. Rendahnya tingkat pemanfaatan disebabkan oleh rendahnya

kualitas dan variasi alat penangkapan yang digunakan. Alat tangkap yang digunakan

umumnya sangat sederhana, yaitu tombak, panah, pancing dan jaring insang (gill net)

dengan alat bantu perahu yang kebanyakan tanpa motor. Ini menyebabkan nelayan

tidak dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh.

Selain potensi ikan karang konsumsi, perairan GPP Padaido juga mengandung

sumberdaya ikan pelagis dan ikan demersal laut dalam. Pemanfaatan jenis ikan

tersebut belum optimal. Walaupun informasi mengenai potensi sumberdaya ikan

tersebut belum tersedia, namun diperkirakan potensinya masih banyak.

GPP Padaido juga memiliki potensi sumberdaya lahan perairan pesisir yang dapat

dimanfaatkan untuk untuk pengembangan usaha budidaya perikanan. Lahan ini

meliputi kawasan seluas 13.228,003 ha atau 7,228% dari luas wilayah.

Dalam kaitannya dengan pengembangan usaha perikanan, perairan laut dan lahan

pesisir GPP Padaido masih memberikan peluang yang cukup besar untuk

pengembangan perikanan tangkap dan budidaya.

4.1.3. Aspek Sarana dan Prasarana

Sarana transportasi air untuk kelancaran arus orang maupun barang masih sangat

minim, sehingga diharapkan dalam upaya pengembangan usaha penangkapan di GPP

Padaido ini perlu mendapatkan perhatian yang serius terutama untuk kelancaran input

produksi dan pemasaran produk.

4.1.4. Aspek Teknis

Nelayan di GPP Padaido dalam mencari ikan menggunakan alat-alat yang masih

sederhana. Peralatan yang mereka gunakan untuk menangkap ikan antara lain adalah

perahu dayung, jaring, pancing dan tombak (Bahasa Biak Kalawai, Manora atau

Pasan).

Peralatan seperti jaring biasanya mereka beli di Kota Biak. Ada empat jenis jaring

yang mereka pakai yang diukur dari tingkat besar kecilnya mata jaring. Secara

sederhana ukuran yang mereka pakai adalah jumlah jari yang dapat mereka masukkan

ke dalam lubang jaring tersebut, yaitu dua jari, tiga jari, empat jari dan lima jari. Dari

keempat ukuran tersebut, yang paling sering dipakai adalah ukuran tiga dan empat jari

Page 42: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 42

karena kedua ukuran ini tidak akan menjerat ikan-ikan kecil yang belum layak

ditangkap.

Alat lain berupa perahu dayung biasanya dapat mereka buat sendiri atau mereka

beli dari pembuat perahu. Pembuatan sebuah perahu dapat memakan waktu antara

satu minggu sampai satu bulan (tidak termasuk waktu pengeringan kayu). Orang yang

sudah ahli dapat menyelesaikan sebuah perahu dalam waktu seminggu atau paling

lama sepuluh hari, tetapi orang yang belum berpengalaman membutuhkan waktu

sampai satu bulan. Harga satu buah perahu dayung bervariasi antara Rp 125.000

sampai Rp 400.000 tergantung dari ukuran perahu, spesifikasinya (seperti jumlah

semang dan najungnya) dan jenis kayu yang digunakan.

Biasanya seorang tukang perahu membuat perahu sendiri dan sebagian kecil

mengerjakannya secara berkelompok. Biasanya dalam kerja kelompok ini tukang

perahu mempekerjakan orang yang bertugas untuk pemotongan dan perakitan,

sedangkan bagian akhir/penyelesainnya dikerjakan sendiri. Upah yang diberikan pada

pekerja tergantung pada kesepakatan bersama.

Penduduk yang tidak mempunyai perahu sendiri biasanya meminjam milik

tetangga dengan kompensasi – meskipun ini bukan keharusan – memberikan sebagian

hasil tangkapan kepada pemilik perahu. Perahu yang digunakan oleh masyarakat

biasanya bercadik satu dan dikemudikan sendiri.

Peralatan lain seperti pancing dan tombak biasanya mereka buat sendiri setelah

bahan-bahanya dibeli.. Tombak yang mereka pakai terbuat dari sebatang bambu

dengan panjang kurang lebih 3 meter dengan ujung tombak bermata lima atau enam

terbuat dari besi. Ujung tombak besi ini mereka buat sendiri dari potongan-potongan

besi-besi bekas yang dapat mereka beli di Kota Biak.

Daerah penangkapan nelayan di GPP Padaido adalah di sekitar wilayah perairan

pantai dengan lama operasi 3-5 jam/trip. Dalam sebulan dapat beroperasi selama 20-

25 hari (pada hari Minggu tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan karena

digunakan untuk ibadah ke Gereja) dan dalam setahun beroperasi selama 12 bulan

dengan produktivitas 4 - 8 ikat/trip (Rp 60.000 – 120.000/trip).

4.1.5. Aspek Sosial

Hampir semua penduduk GPP Padaido yang bermata pencaharian sebagai nelayan

meskipun hanya sebagai usaha sampingan. Tingkat pendapatan rata-rata rumah tangga

nelayan di GPP Padaido sebesar Rp 151.991-252.685 per bulan. Pendapatan yang

Page 43: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 43

diperoleh merupakan pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha perikanan tangkap

dan pertanian (kebun kelapa) setelah dikurangi dengan biaya-biaya pengeluaran

rumah tangga.

4.1.6. Aspek Finansial

Aspek ini merupakan kajian terakhir setelah kelima aspek diatas. Dalam kajian

aspek ini akan dibahas mengenai analisis usaha, Break Event Point (BEP), Payback

Period (PP) dan analisis kelayakan pengembangan usaha penangkapan di GPP

Padaido.

a) Analisis Usaha

Dalam pengembangan suatu usaha, harus diketahui dana yang diperlukan. Pada

studi ini, modal investasi yang dibutuhkan untuk suatu usaha penangkapan

berbeda-beda tergantung dari armada penangkapan dan jenis alat tangkap yang

akan diusahakan. Modal investasi usaha penangkapan terdiri dari biaya pembelian

kapal, mesin, alat tangkap dan perlengkapan lainnya. Rincian besarnya modal

investasi usaha penangkapan di GPP Padaido disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7.

Modal investasi usaha penangkapan perahu motor tempel

Usaha Penangkapan (Rp) Perahu Motor Tempel No Jenis

Investasi Padaidori Mbromsi Manguandi Pai Nusi Auki Saba

1 Perahu 4300000 bt / bs 4300000 4300000 3300000 2300000 300000 2 Mesin 25000000 12000000 16000000 16000000 8000000 5000000 5000000 3 Cool box 150000 270000 150000 55000 - 560000 - 4 Jaring 525000 - 150000 150000 160000 600000 - 5 Pancing 25000 292000 32000 25000 50000 50000 96000 6 Lainnya 60000 250000 120000 220000 170000 225000 75000

Jumlah 30060000 12812000 20752000 20750000 11680000 8735000 5471000

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa modal investasi yang terbesar untuk usaha

penangkapan dengan perahu motor tempel adalah mesin atau motor (25 juta),

sedangkan jenis investasi yang terkecil adalah pancing. Berdasarkan lokasi, modal

investasi terbesar dijumpai pada pulau Padaidori, sedangkan modal investasi

terkecil ditemukan pada Saba. Besar kecilnya modal investasi usaha tergantung

pada ukuran mesin, besaran jaring dan pancing yang digunakan. Pada pulau

Page 44: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 44

Mbromsi perahu yang digunakan adalah bantuan pemerintah atau buatan sendiri

sehingga tidak memiliki biaya investasi.

Pada Tabel 8 disajikan modal investasi usaha penangkapan ikan dengan perahu

tanpa motor tempel. Berdasarkan jenis investasi, jaring memiliki jenis investasi

terbesar dibandingkan dengan jenis investasi lain. Umumnya jaring yang

digunakan berukuran mata 2 inch dengan panjang 50 meter. Berdasarkan lokasi,

modal investasi terbesar ditemukan pada pulau Padaidori dibandingkan dengan

pulau-pulau lain.

Pendapatan terbesar usaha penangkapan ikan dengan perahu motor tempel

berdasarkan lokasi dijumpai di pulau Auki. Besarnya pendapatan tersebut selain

disebabkan karena besarnya hasil tangkapan juga karena rendahnya biaya

transportasi. Hal sama juga dijumpai pada usaha penangkapan ikan dengan perahu

tanpa motor tempel.

Dengan melihat tingkat keuntungan yang diperoleh, menunjukkan bahwa usaha

penangkapan ikan di Pulau-pulau Padaido menguntungkan dan layak untuk

dikembangkan.

Tabel 8. Modal investasi usaha penangkapan perahu tanpa motor tempel

Usaha Penangkapan (Rp)

Perahu Tanpa Motor No Jenis Investasi

Padaidori Mbromsi Mangguandi Pai Nusi Auki Saba 1 Perahu 400000 - 300000 300000 250000 250000 300000 2 Cool box 100000 - - - - - - 3 Jaring 1050000 500000 150000 115000 250000 125000 250000 4 Pancing - 10000 25000 15000 40000 40000 30000 5 Tombak 60000 30000 - - - - - 6 Panah - 60000 - - - - - 7 Lainnya 10000 80000 215000 175000 225000 215000 80000

Jumlah 1620000 680000 690000 605000 765000 630000 660000

a.1) Analisis break event point (BEP)

Perkiraan hasil tangkapan minimal dari sebuah usaha penangkapan dihitung

berdasarkan analisis BEP yang dinyatakan dalam jumlah tangkapan minimal yang

harus diperoleh setiap tahun pada tingkat tidak untung dan tidak rugi. Distribusi

nilai BEP untuk usaha penangkapan ikan dengan perahu motor tempel dan tanpa

motor tempel di Pulau-pulau Padaido disajikan pada Tabel 9 dan 10. Pada usaha

Page 45: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 45

penangkapan dengan motor tempel, nilai BEP untuk masing-masing pulau

berbeda. Nilai BEP terendah dijumpai pada Saba, sedangkan nilai BEP tertinggi

dijumpai pada Mbromsi. Pada usaha penangkapan dengan perahu tanpa motor,

nilai BEP tertinggi dijumpai pada Nusi, sedangkan terendah ditemukan pada Saba.

Tingginya nilai BEP di Mbromsi disebabkan karena biaya total tahunan yang

dikeluarkan relatif tinggi dibandingkan dengan pulau lain. Tingginya biaya total

ini karena tingginya biaya operasional sebagai akibat dari jauhnya daerah

penangkapan yang akan dicapai oleh nelayan pulau Mbromsi untuk melakukan

penangkapan ikan.

a.2) Analisis Payback Period

Analisis ini digunakan umtuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan

untuk menutupi modal investasi, dengan asumsi umur proyek selama 5 tahun

(untuk perahu tanpa motor tempel), 8 tahun (untuk perahu motor tempel).

Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai Payback Period (PP) untuk masing-

masing usaha penangkapan adalah perahu motor tempel berkisar antara 0,35 tahun

sampai 7,8 tahun, sedangkan perahu tanpa motor tempel berkisar antara 0,03

sampai 0,77 tahun.

Tabel 9. Analisis usaha penangkapan ikan dengan perahu motor tempel

PERAHU MOTOR TEMPEL Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi Pai Nusi Auki Saba

Investasi 29685000 12812000 20752000 20750000 11680000 8735000 660000

Penerimaan 10320000 21696000 9248000 13120000 13120000 15040000 180000

Biaya Total 4418500 15360000 4309500 5892500 5200000 5140667 493500

Pendapatan 5901500 6336000 4938500 7227500 7920000 9899333 586500

Revenue Cost Ratio 2,30 1,40 2,10 2,20 2,50 2,90 2,20

Payback Period -3,12 3,60 -5,35 7,77 0,76 0,35 -3,42

Break Event Point 441,85 1536,00 430,95 589,25 520,00 514,07 49,35

Tabel 10. Analisis usaha penangkapan ikan dengan perahu tanpa motor tempel

PERAHU TAMPA MOTOR TEMPEL Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi Pai Nusi Auki Saba

Investasi 1620000 680000 690000 605000 765000 630000 660000

Penerimaan 6784000 7320000 4016000 8160000 10240000 10880000 1080000

Biaya Total 1534083 1270333 1631667 4164500 4358000 3464750 493500

Pendapatan 5249917 6049667 2384333 3995500 5882000 7415250 586500

Revenue Cost Ratio 4,40 5,80 2,50 2,00 2,30 3,10 2,20

Payback Period 0,13 0,05 0,13 0,06 0,05 0,03 0,77

Break Event Point 153,41 127,03 163,17 416,45 435,80 346,48 49,35

Page 46: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 46

a.3) Analisis Kelayakan Usaha

Analisis yang akan dibahas meliputi perkiraan cash flow dan analisis kriteria

investasi. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai layak tidaknya suatu

usaha/kelayakan dari suatu bentuk usaha.

a.3.1 Perkiraan Cash Flow

Dalam menganalisis aspek finansial dilakukan perhitungan cash flow dari usaha

yang direncanakan, dengan beberapa asumsi:

1. Umur proyek selama 5 tahun (untuk perahu tanpa motor) dan 8 tahun (untuk

perahu motor tempel).

2. Nilai hasil tangkapan selama umur proyek diperkirakan tetap.

3. Nilai sisa investasi sebesar 10% sesuai dengan umur teknisnya.

4. Discount rate tetap yaitu sebesar 18%.

5. Sistem pengupahan selama umur proyek diperkirakan tetap.

6. Pajak penghasilan bagi pemilik sebesar 15%/tahun.

a.3.2 Analisis Kriteria Investasi

Untuk menganalisis kelayakan atau kemungkinan pengembangan usaha

penangkapan dari aspek finansial digunakan kriteria investasi yaitu Net Present

Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate Return (IRR).

NPV merupakan jumlah net benefit yang diperoleh selama umur proyek yang

dihitung berdasarkan nilai saat ini. Net B/C merupakan perbandingan antara nilai

total sekarang dari penerimaan yang bersifat positif dengan nilai total sekarang

dari penerimaan yang bersifat negatif. IRR adalah nilai keuntungan internal dari

investasi yang ditanamkan.

Tabel 11. Analisis kelayakan usaha penangkapan dengan perahu motor tempel

PERAHU MOTOR TEMPEL Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Manguandi Pai Nusi Auki Saba

Net Present Value -9505888,93 3562160,46 -3881556,39 2668847,98 15421092,06 25175234,48 -193190,48

Net Benefit Cost Ratio 0,81 1,04 0,91 1,05 1,41 1,70 0,99

Internal Rate of Return 17,90 18,30 17,95 18,08 18,12 18,52 17,22

Keterangan Tdk layak Layak Tdk layak Layak Layak Layak Tdk layak

Page 47: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 47

Tabel 12. Analisis kelayakan usaha penangkapan dengan perahu tanpa motor tempel

PERAHU TAMPA MOTOR TEMPEL Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi Pai Nusi Auki Saba

Net Present Value 12038218,45 15080597,08 5472229,33 9658718,65 14422287,23 18604829,13 851762,16

Net Benefit Cost Ratio 2,36 3,01 1,79 1,62 1,84 2,25 1,34

Internal Rate of Return 21,23 23,03 22,14 23,14 23,18 23,28 18,19

Keterangan Layak Layak Layak Layak Layak Layak Layak

Hasil analisis kelayakan usaha penangkapan ikan dengan perahu motor tempel

dan perahu tanpa motor tempel disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12. Berdasarkan

Tabel 11, usaha penangkapan ikan dengan motor tempel yang tidak layak

diusahakan terdapat di pulau Padaidori, Mangguandi dan desa Saba, sedangkan

pada pulau lain usaha penangkapan ikan layak diusahakan. Berdasarkan Tabel 12,

usaha penangkapan ikan dengan perahu tanpa motor tempel layak diusahakan di

semua pulau dan desa yang diteliti.

4.2 Usaha Ikan Asin/Asar

Usaha pengolahan ikan yang potensial untuk dikembangkan adalah pengolahan ikan

asin atau asar.

4.2.1. Aspek Pasar Hasil pengolahan ikan di Pulau-pulau Padaido umumnya dipasarkan berupa

hasil olahan yaitu ikan asin dan ikan asar. Ikan asin/asar yang dihasilkan oleh para

pengolah umumnya dijual ke pasar ikan di kota Biak dan Bosnik serta daratan

Papua. Ikan asin/asar yang dihasilkan oleh pengolah di Pulau-pulau Padaido

memiliki prospek pasar yang cerah karena relatif tingginya permintaan,

pertumbuhan penduduk dan adanya dukungan pemerintah daerah.

4.2.2. Aspek Sumberdaya Ikan Distrik Padaido meliputi wilayah yang cukup luas. Luas wilayah GPP Padaido

sekitar 183.125 ha (BAPEDA DATI II Biak Numfor, 1996). Dari luasan tersebut,

93% merupakan wilayah perairan dan sisanya daratan pulau. Wilayah perairan

meliputi perairan laut dalam dan perairan terumbu karang. Sumberdaya daya ikan

yang terkandung dalam perairan sangat melimpah dan beragam. Berdasarkan kajian

potensi sumberdaya ikan diketahui bahwa potensi sumberdaya ikan karang

konsumsi di GPP Padaido Bawah adalah sebesar 37.341,71 ton/thn, dengan

Page 48: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 48

pemanfaatan optimal sebesar 29.873,37 ton/thn. Untuk perairan karang GPP

Padaido Atas diketahui bahwa potensi ikan karang konsumsi adalah sebesar

10.180,57 ton/thn, dengan pemanfaatan optimal sebesar 8.144,46 ton/thn (Soselisa,

2006 (in press)).

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan pasar pendaratan ikan diketahui

bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan karang konsumsi di perairan GPP

Padaido masih sangat rendah. Rendahnya tingkat pemanfaatan disebabkan oleh

rendahnya kualitas dan variasi alat penangkapan yang digunakan. Alat tangkap yang

digunakan umumnya sangat sederhana, yaitu tombak, panah, pancing dan jaring

insang (gill net) dengan alat bantu perahu yang kebanyakan tanpa motor. Ini

menyebabkan nelayan tidak dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh.

Selain potensi ikan karang konsumsi, perairan GPP Padaido juga mengandung

sumberdaya ikan pelagis dan ikan demersal laut dalam. Pemanfaatan jenis ikan

tersebut belum optimal. Walaupun informasi mengenai potensi sumberdaya ikan

tersebut belum tersedia, namun diperkirakan potensinya masih banyak.

4.2.3. Aspek Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana untuk pengembangan usaha pengolahan ikan asin/asar

merupakan salah satu faktor penting. Sarana pengolahan ikan asar seperti tempat

pengasapan, bahan-bahan pengasapan tersedia lokasi penelitian. Demikian juga

untuk sarana dan prasarana untuk pengolahan ikan asin, seperti tempat penjemuran

dan garam (air laut) tersedia di lokasi penelitian. Dengan tersedianya sarana dan

prasarana pengolahan ikan asin / asar maka usaha pengolahan ikan asin/asar

memiliki prospek untuk dikembangkan di lokasi penelitian.

4.2.4. Aspek Teknis

Nelayan atau masyarakat yang mengusahakan pengolahan ikan asin / asar

menggunakan peralatan dan metoda pengolahan ikan yang masih sederhana.

Peralatan pengolahan ikan asin, seperti tempat pengeringan dan ikan asar, seperti

tempat pengasaran/pengasapan dibangun dengan bahan-bahan yang tersedia di

lokasi. Metoda pengolahan ikan asin sangat sederhana. Ikan hasil tangkapan

sebelum diolah menjadi ikan asin, dibersihkan dan dibelah bagian punggungnya.

Ikan hasil pembelahan selanjutnya direndam dengan air laut, kemudian dijemur di

atas tempat penjemuran sampai ikan menjadi kering. Pada pengolahan ikan

Page 49: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 49

asar/asap, ikan hasil tangkapan setelah disiangi lalu diasap diatas tempat pengasapan

sampai menjadi ikan asap/asar. Secara teknis sistem pengolahan ikan asin atau

asar/asap telah dikuasai oleh nelayan atau masyarakat pulau. Terdapat pembagian

kerja yang jelas antara istri atau perempuan dan suami atau laki-laki. Suami atau

laki-laki biasanya bertugas untuk menangkap ikan, sedangkan istri atau orang

perempuan bertugas untuk mengasap atau mengasar dan mengeringkan.

4.2.5. Aspek Sosial Usaha pengolahan ikan asin atau asar/asap dilakukan oleh hampir semua rumah

tangga nelayan di pulau-pulau Padaido atas. Usaha ini dikerjakan untuk oleh seluruh

anggota keluarga dalam usaha membantu perekonomian keluarga. Pendapatan yang

diperoleh sekitar Rp 1 juta – 5 juta per tahun. Usaha pengolahan ikan asin atau

asar/asap terutama telah berkembang di pulau-pulau Padaido Atas. Karena letaknya

yang jauh dan terbatasnya sarana transportasi, nelayan dan masyarakat di pulau-

pulau tersebut memilih usaha tersebut sebagai salah satu usaha alternatif selain

usaha penangkapan.

4.2.6. Aspek Finansial

Aspek ini merupakan kajian terakhir setelah kelima aspek di atas. Dalam kajian

aspek ini akan dibahas mengenai analisis usaha, Break Event Point (BEP), Payback

Period (PP) dan analisis kelayakan pengembangan usaha pengolahan ikan asar/asin

di Pulau-pulau Padaido.

a) Analisis Usaha

Dalam pengembangan suatu usaha, harus diketahui dana yang diperlukan. Pada

studi ini, modal investasi yang dibutuhkan untuk suatu usaha pengolahan ikan

asar/asin berbeda-beda tergantung dari jenis investasi yang akan diusahakan per

pulau. Modal investasi usaha pengolahan ikan terdiri dari biaya pembelian jaring,

pisau, timbangan, ember dan lainnya. Rincian besarnya modal investasi usaha

pengolahan ikan di pulau-pulau Padaido disajikan pada Tabel 13.

Page 50: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 50

Tabel 13. Modal investasi usaha pengolahan ikan asin/asar

Usaha Ikan Olahan (Asin / Asap) No Jenis Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi Pai Nusi Auki

1 Jaring 70.000 250.000 150.000 - - -

2 Pisau 10.000 12.000 18.000 - - -

3 Para-para - - - - - -

4 Timbangan 260.000 140.000 260.000 - - -

5 Ember 36.000 18.000 34.000 - - -

6 Lainnya 60.000 40.000 60.000 - - -

Jumlah 436.000 460.000 522.000 - - -

Berdasarkan Tabel 13. terlihat bahwa modal investasi yang terbesar dijumpai di

pulau Mangguandi yaitu Rp 522.000. Sedangkan pada ketiga pulau lain (Pai, Nusi

dan Auki) pengolahan ikan asin/asar tidak diusahakan. Hal ini disebabkan karena

ketiga pulau tersebut terletak relatif dekat dengan pulau Biak dimana hasil

penangkapan ikan umumnya dijual.

Dengan melihat tingkat keuntungan yang diperoleh (Tabel 13), menunjukkan bahwa

usaha pengolahan ikan asin/asar pulau-pulau Padaido menguntungkan dan layak

untuk dikembangkan.

a.1) Analisis Break Event Point (BEP)

Perkiraan hasil produksi minimal dari sebuah usaha pengolahan ikan dihitung

berdasarkan analisis Break event Point (BEP), yang dinyatakan dalam jumlah

produksi minimal yang harus diperoleh setiap tahun pada tingkat tidak untung dan

tidak rugi. Nilai BEP untuk usaha pengolahan ikan di pulau-pulau Padaido Atas

disajikan pada Tabel 13. Di pulau Padaidori, produksi minimal agar usaha tidak

untung dan tidak rugi dicapai pada jumlah 106,18 kg, sedangkan pada pulau

Mbromsi dan Mangguandi nilai BEP berturut-turut adalah 162,43 kg dan 76,35

kg.

a.2) Analisis Payback Period (PP)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan

untuk menutupi modal investasi, dengan asumsi umur proyek selama 5 tahun.

Hasil analisis PP disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai

Payback Period (PP) untuk usaha pengolahan ikan asin/asar masing-masing adalah

0,03 tahun untuk Padaidori, 0,17 tahun untuk Mbromsi dan 0,05 tahun untuk

Mangguandi.

Page 51: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 51

Tabel 14. Analisis usaha ikan asin/asar

Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi

Investasi 436000 460000 522000 Penerimaan 6784000 3200000 4896000 Biaya Total 1274200 1949200 916200 Pendapatan 5509800 1250800 3979800

Revenue Cost Ratio 5,3 1,6 5,3 Payback Period 0,03 0,17 0,05

Break Event Point 106,18 162,43 76,35

a.3) Analisis Kelayakan Usaha

Analisis yang akan dibahas meliputi perkiraan cash flow dan analisis kriteria

investasi.

a. Perkiraan Cash Flow

Dalam menganalisis aspek financial dilakukan perhitungan cash flow dari usaha

yang direncanakan, dengan beberapa asumsi:

1. Umur proyek selama 5 tahun.

2. Nilai hasil produksi pada tahun ke-1 sampa tahun ke-5 diperkirakan tetap.

3. Nilai sisa investasi sebesar 10% sesuai dengan umur teknisnya.

4. Discount rate tetap yaitu sebesar 18%.

5. Sistem pengupahan dari tahun ke-1 sampai tahun ke-5 diperkirakan tetap.

6. Pajak penghasilan bagi pemilik sebesar 15% per tahun.

b. Analisis Kriteria Investasi

Untuk menganalisis kelayakan atau kemungkinan pengembangan usaha

pengolahan ikan asin/asar dari aspek finansial digunakan kriteria investasi yaitu

Net present Value (NPV), Net benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate

Return (IRR). NPV merupakan jumlah net benefit yang diperoleh selama umur

proyek yang dihitung berdasarkan nilai saat ini. Net B/C merupakan

perbandingan antara nilai total sekarang dari penerimaan yang bersifat positif

dengan nilai total sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif. IRR adalah

nilai keuntungan internal dari investasi yang ditanamkan.

Page 52: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 52

Tabel 15. Nilai kriteria investasi usaha ikan asin/asar

Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi Net Present Value 13913010,91 2724864,40 9842659,01

Net Benefit Cost Ratio 2,99 1,38 2,87 Internal Rate of Return 18,45 18,99 18,31

Keterangan layak layak layak

Berdasarkan perhitungan kriteria investasi di atas menunjukkan bahwa usaha

pengolahan ikan di pulau-pulau Padaido Atas memungkinkan / layak untuk

dikembangkan.

Page 53: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 53

BAB 5 KESIMPULAN

1. Analisis peluang investasi menunjukkan bahwa peluang investasi usaha perikanan

tangkap dan pengolahan ikan sangat menjanjikan (layak) dikembangkan di pulau-

pulau Padaido.

2. Usaha penangkapan ikan dengan perahu motor tempel tidak layak dilakukan di

pulau Padaidori, pulau Mangguandi dan desa Saba.

3. Usaha penangkapan ikan dengan perahu tanpa motor tempel layak dilakukan di

kawasan pulau-pulau Padaido dan desa Saba.

4. Usaha pengolahan ikan asin/asar memiliki peluang investasi di pulau-pulau Padaido

Atas.

Page 54: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 54

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. dan Liviawati, E., 1993. Budidaya Rumput Laut dan cara Pengolahannya. Penerbit Bhratara – Jakarta. Arifin, T. 2001. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir Dan Arahan Pengembangan nya Bagi Pariwisata Bahari Di Teluk Palu Propinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Atmadja, W.S., Sulistijo dan H. Mubarak, 1970. Potensi, Pemanfaatan dan Prospek Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Badan Pengembangan Ekspor Nasional. Dep. Perdagangan dan Koperasi; Jakarta. 13 hal. Badan Pusat Statistik Kabupaten Biak Numfor, 2002. Biak Numfor Dalam Angka 2001.

Kerjasama dengan BP3D Kabupaten Biak Numfor.

[BPS] Biro Pusat Statistik Biak, 2003. Sensus Pertanian 2003. Chapman, V.J., 1949. Seaweed and their uses. Methuen and Co. Ltd. London: 287 pp. Clark, J. 1974. Coastal Ecosystems. Ecological Consideration For Management of The Coastal Zone. The Conservation Foundation, Washington, D.C. ______. 1996. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publishers. [COREMAP] Coral Rehabilitation and Management Project Reports, 2001. Reef Health Status of Padaido, Biak. Baseline Survey May 2001. Prepared by CRITIC Biak and AMSAT Ltd. ________________________________________________________, 2003. Reef Health Status of Padaido, Biak. Baseline Survey May 2003. Prepared by CRITIC Biak. Dahuri, R. 1998. Pendekatan ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan. Dalam Prosiding Seminar Dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia. Jakarta, 7 – 10 Desember 1998. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA, BPPT, dan Coastal Resouces Management Project (CRMP) USAID. ________. 2000. Kebijakan dan Program Nasional Mengembangkan Potensi Pulau-Pulau Kecil Sebagai Pusat Riset dan Industri Yang Berkelanjutan Dengan Basis masyarakat. Disampaikan Pada Seminar Nasional Memperingati Tahun Bahari dan Ulang Tahun Dati I Sulut. Universitas Sam Ratulangi, Manado, 18 Oktober 2000.

Page 55: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 55

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001. Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. ____________________________________, 2002. Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. ____________________________________, 2002a. Pedoman Umum Perenca- naan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL., 2003. Daftar Pasang Surut. Fakultas Perikanan IPB, 1998. Studi Penetapan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut Di Kepulauan Seribu. Laporan Akhir. Kerjasama Dengan Dinas Perikanan daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ginting, S.P., 1998. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Di Sulawesi Utara Dapat mengancam Kelestariannya. P.30-43 Vol 1. N0.2. Jurnal Pesisir dan Lautan, PKSPL-IPB, Bogor. Hehanussa, P.E., G.S. Haryani, M.Fakhrudin, dan H.wibowo. 1998. Ketersediaan Air Sebagai dasar Perencanaan Pengembangan Kapet di Pulau Biak, Irian Jaya. Dalam Prosiding Seminar Dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia. Jakarta, 7 – 10 Desember 1998. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA, BPPT, dan Coastal Resouces Management Project (CRMP) USAID. Hukom, F.D., La Tanda, Yonas Lorwens dan Sam Wouthuyzen., 2001. Sensus Ikan Karang Di Pulau-Pulau Padaido. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon. Hutahaean W., S. Wouthuyzen dan T. Wenno., 1995. Kondisi Oseanografi Wilayah Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya. Dalam Status Ekosistem Wilayah Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon. Hutomo, M., B.S. Soedibjo dan Milya Rosanty,. 1996. Prosiding Seminar Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Ihsan, Y.N., 2002. Kajian Pengembangan Budidaya Laut: Pengaruhnya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pesisir (Studi Kasus Budidaya Rumput Laut Di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Indriani, H dan Sumiarsih, E., 2001. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Kabupaten Biak Numfor, 2000. Kecamatan Padaido Dalam Angka.

Page 56: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 56

Koswara, A., 1998. Hubungan Antara Kelurusan Sesar Inderaan Jauh dan Bencana Alam Geologi di Kepulauan Biak, Irian Jaya. Dalam Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, No. 84, Vol. VIII, Bandung. Laksono, P.M., Tjahjono P., Adi M., Aprilia B.H., Gunawan, dan Tranpiosa R., 2001. Kepulauan Padaido Haruskah Habis terkuras. Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gajah Mada bekerjasama dengan Yayasan RUMSRAM dan KEHATI. Nontji, A., 2002. Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Penerbit Djambatan. Novaczek, I. 1997. Laporan Penelitian Biologi : Kondisi Terumbu Karang, Ikan dan Perikanan di Saba, Wundi dan Dawi, Kepulauan Padaido. Tim Monitoring Biologi, Yayasan Hualopu. Okazaki, A., 1973. Seaweed and their uses in Japan. Tokai University Press. Tokyo: 165 pp. Kabupaten Biak Numfor, 2001. Kecamatan Padaido Dalam Angka 2000. Papalia, S., 2001. Distribusi dan Komposisi Jenis Rumput Laut Di Perairan Pulau-Pulau Padaido Biak, Irian Jaya. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon. Pratiwi, E. dan Ismail, W., 2004. Perkembangan Budidaya Rumput Laut Di Pulau Pari. Warta Penelitian Perikanan Indonesia, Edisi Akuakultur. Volume 10 Nomor 2,2004. Razak, T.B. dan Marlina N. 1999. Laporan Kegiatan. Studi Kajian Singkat Sumber Daya hayati Laut Kepulauan Padaido. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi). Kerjasama Yayasan Rumsram dan Kehati. Romimohtarto K. dan Juwana S., 1999. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI Jakarta. Sapulette dan Peristiwady, 1994. Evaluasi sumberdaya Laut di Biak. Laporan Kemajuan Triwulan I, Tahun Anggaran 1993/1994, LON-LIPI, Ambon. Soehaimi A., Lumbanbatu U.M., Hayat Z., Moechtar H., Padmawidjaja T., dan Firdaus M., 1999. Neotektonik dan Kegempaan P. Biak dan Sekitarnya. Dalam Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, No. 39, Vol. XI, Bandung. Souhoka, J., dan Yonas Lorwens., 2001. Kondisi Terumbu Karang Di Pulau-Pulau Padaido. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon. Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002. Unsur-Unsur Cuaca Tahun 2002.

Page 57: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 57

Suharsono dan F.W. Leatemia. 1995. Kondisi Terumbu Karang Pulau-Pulau Padaido Dan Potensi Padaido Sebagai Daerah Tujuan Wisata. Balitbang Biologi, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta dan Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Ambon. Dalam Prosiding Seminar Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Jakarta, 26 – 29 Juli 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta. Sunyoto, P. 2000. Pembesaran Kerapu Dengan Karamba, Jaring Terapung. PT. Penebar Swadaya, Depok. Sutaman, 2003. Petunjuk Praktis Budidaya Teripang. Penerbit Kanisius. Taurusman, A. A., 1999. Model Sedimentasi Dan Daya Dukung Lingkungan Segara Anakan Untuk Kegiatan Budidaya Udang. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tiensongrusmee, B., S. Pontjoprawiro dan I. Soedjarwo., 1986. Site Selection for the Culture of Marine Finfish in Floating Net-cages. Waas, H.J.D., 2004. Analisis Daerah Potensial Penangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Madidihang (Thunnus albacares) Di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Wong, P.P. 1991. Coastal Tourism in Southeast Asia.International Center for Living Aquatic Resources Management, Philippines. Wouthuyzen, S., 1995. Status Ekosistem Wilayah Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya. Laporan Akhir Tahun Anggaran 1994/1995. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan pengembangan Oseanologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon. _____________, O.K. Sumadhiharga, F.W. Leatemia, dan A.J. Sihainenia. 1995. Inventarisasi Sumberdaya Hayati Laut Di Wilayah Pesisir Kabupaten Biak-Numfor. Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Ambon dan Konsultan MREP untuk Propinsi Maluku dan Irian Jaya. Dalam Prosiding Seminar Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Jakarta, 26 – 29 Juli 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta. _____________, D. Sapulete dan A. Nanlohy., 2001. Analisa Citra Satelit Landsat-5 TM Untuk Memetahkan Perairan Dangkal Pulau-Pulau Padaido. Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan Pulau-Pulau Padaido. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon. Yayasan Hualopu, 1997. Sustainable Community Based Marine Resource Management and Conservation in Padaido Island Biak. Bekerjasama dengan Yayasan Rumsram, Biak, Irja, Indonesia. Yayasan Rumsram, 2000. Profil Kepulauan Padaido. Yayasan Terangi Dan LIPI-BIAK. 2000. Studi Kondisi dan Potensi Sumber Daya Laut Di Pulau-Pulau Kecil Kepulauan Padaido. Kerjasama Yayasan Rumsram dan Yayasan Kehati.

Page 58: Penelitian Pengembangan Usaha Perikanan

PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

C O R E M A P 58