Upload
haqqu-ramdhani
View
60
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Perikanan
Citation preview
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan (archipelago state),
keberadaan pulau-pulau kecil sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan, bukan
saja karena jumlahnya yang banyak, melainkan juga karena memiliki kawasan pesisir
dan laut yang mengandung sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya
(Clark, 1996). Sumberdaya alam di kawasan pesisir pulau-pulau kecil terdiri dari
sumberdaya alam yang dapat pulih (renewable resources), sumberdaya alam yang tidak
dapat pulih (non-renewable resouces) dan jasa-jasa lingkungan (environmental
services) (Dahuri, 2000). Kekayaan sumberdaya alam tersebut menimbulkan daya tarik
bagi berbagai pihak untuk memanfaatkannya dan berbagai instansi untuk meregulasinya
(Ginting, 1998).
Salah satu gugusan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah Padaido. Padaido
merupakan salah satu distrik (kecamatan) kepulauan di Kabupaten Biak Numfor,
Propinsi Papua. Distrik ini terdiri dari pulau-pulau kecil sebanyak kurang lebih 29 pulau
dan 5 (lima) gosong karang yang dikelilingi oleh laut dalam. Pulau yang dihuni secara
permanen oleh masyarakat sebanyak 8 (delapan) pulau, sedangkan pulau-pulau lain
dimanfaatkan sebagai tempat usaha penduduk dalam bidang perikanan tangkap,
perkebunan kelapa dan jasa pariwisata serta sebagai tempat singgah bila cuaca buruk.
Berdasarkan laporan BPS Biak Numfor (2003), penduduk GPP Padaido berjumlah 3975
jiwa. Secara tradisional, pulau-pulau tersebut dikelompokkan atas dua gugusan pulau-
pulau, yaitu Gugus Pulau-Pulau Padaido Bawah (GPP Padaido Bawah) dan Gugus
Pulau-Pulau Padaido Atas (GPP Padaido Atas). Secara fisik, GPP Padaido Bawah
merupakan pulau-pulau karang atol, sedangkan GPP Padaido Atas merupakan gugus
pulau-pulau karang yang tidak berikat.
Gugusan Pulau-Pulau Padaido (GPP Padaido) memiliki kawasan pesisir dan laut
yang mengandung sumberdaya alam yang kaya dan beranekaragam. Sumberdaya pesisir
dan laut terdiri dari terumbu karang, berbagai jenis ikan (ikan ekonomis penting dan
ikan hias), mamalia laut (lumba-lumba), moluska (tiram mutiara, kima raksasa, kerang
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 2
anadara), krustasea (udang karang, kepiting, dan lain-lain), ekinodermata (teripang,
bulu babi), tumbuhan laut (rumput laut jenis Eucheuma spp, dan lain-lain), padang
lamun dan hutan mangrove (Hutomo, et al., (1996), Yayasan Hualopu (1997), Razak
dan Marlina (1999), Wouthuyzen (1995), Yayasan Terangi dan LIPI-Biak (2000),
COREMAP Reports (2001) dan COREMAP Reports (2003)).
Kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya pesisir dan lautan tersebut
menjadikan kawasan GPP Padaido sebagai salah satu potensi sumberdaya perikanan.
Hal ini sejalan dengan arah kebijaksanaan Pemerintah Daerah Kabupaten Biak Numfor
yang menetapkan wilayah GPP Padaido sebagai kawasan pengembangan perikanan dan
pariwisata. Sumberdaya perikanan yang menonjol adalah sumberdaya ikan karang,
moluska, krustase, ekhinodermata, ikan dasar serta sumberdaya ikan pelagis.
Sumberdaya tersebut telah dimanfaatkan oleh masyarakat, baik yang berasal dari GPP
Padaido maupun yang dari Pulau Biak. Selain itu, kawasan GPP Padaido memiliki
lahan perairan pesisir yang cukup luas. Lahan tersebut tersebar mengelilingi pulau dan
berpeluang dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya perikanan sebagai sarana mata
pencaharian alternatif masyarakat.
GPP Padaido merupakan salah satu wilayah pelaksanaan Program Rehabilitasi
dan Pengelolaan Terumbu Karang II (COREMAP II) yang dilakukan oleh pemerintah.
Program ini mulai tahun 2005 dan bertujuan (1) untuk memperkuat kapasitas
kelembagaan dalam pengelolaan terumbu karang di tingkat nasional dan daerah dan (2)
melestarikan, memanfaatkan dan merehabilitasi ekosistem terumbu karang serta
memfasilitasi kelompok masyarakat pengelola untuk mendapat pertambahan manfaat
dan pendapatan. Untuk melaksanakan COREMAP di tingkat kabupaten dibentuk 5
(lima) unit pelaksana program , yaitu (1) CRITC (coral reef information and training
center), (2) PBM (pengelolaan berbasis masyarakat), (3) MCS (monitoring, controlling
and surveillance), (4) PA (penyadaran masyarakat) dan (5) PKK (pengelolaan kawasan
konservasi).
Sebagai salah satu wilayah pelaksanaan COREMAP II, penyediaan informasi
tentang pengembangan usaha perikanan yang berkelanjutan yang berbasis pada
ekosistem terumbu karang sangat diperlukan. Penyediaan informasi tersebut bertujuan
untuk memberikan peluang usaha perikanan alternatif kepada masyarakat sebagai
matapencaharian untuk menambah pendapatan sehingga tekanan penangkapan ikan dan
biota lain di sekitar terumbu karang yang selama ini dilakukan dapat dikurangi. Untuk
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 3
mewujudkan tujuan tersebut, melalui unit pelaksanan program CRITC (coral reef
information and training center), penelitian ini dilakukan.
1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi usaha-usaha perikanan yang
berlangsung di GPP Padaido dan mengkaji kemungkinan pengembangannya
berdasarkan aspek pasar, potensi sumberdaya perikanan, sarana dan prasarana, teknis,
sosial dan aspek finansial.
1.3 Sasaran Sasaran yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran
tentang jenis-jenis usaha perikanan yang dapat dikembangkan di GPP Padaido.
1.4 Keluaran Hasil yang diharapkan dari penelitian pengembangan usaha perikanan di GPP
Padaido adalah dokumen laporan pengembangan usaha perikanan di GPP Padaido.
1.5 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian pengembangan usaha perikanan di GPP Padaido, antara
lain meliputi kegiatan :
(1) Inventarisasi dan pengumpulan data mengenai potensi sumberdaya perikanan,
jenis-jenis usaha perikanan yang telah dikembangkan, pemasaran, saran dan
prasarana pendukung, aspek teknis, aspek sosial, aspek finansial, produksi dan
permasalahan yang menghambat pengembangan usaha serta data dan
informasi lain yang berguna dalam analisis data dan penyusunan laporan.
(2) Tabulasi dan analisis data
(3) Penyusunan dan pelaporan laporan penelitian.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 4
BAB II METODOLOGI
2.1 Waktu dan tempat
Pelaksanaan penelitian pengembangan usaha perikanan berlangsung pada Bulan
Nopember sampai Desember 2005 dan bertempat di Distrik Padaido dan Distrik Biak
Timur. Untuk Distrik Padaido diwakili oleh enam pulau, dimana tiga pulau berada di
Kawasan Padaido Atas yakni Pulau Padaidori, Pulau Bromsi dan Pulau Meosmanguandi
dan tiga pulau lainnya berada di Kawasan Padaido Bawah yakni Pulau Pai, Pulau Nusi
dan Pulau Auki. Sedangkan untuk Distrik Biak Timur diwakili oleh Kampung Saba-
Marao. Wilayah-wilayah ini termasuk dalam Program COREMAP Kabupaten Biak
Numfor.
2.2 Pengumpulan Data
Untuk mempelajari peluang investasi usaha perikanan di kepulauan Padaido dan
Biak Timur daratan dilakukan pengumpulan data. Pengambilan contoh secara purposif
yaitu pengambilan contoh yang ditetapkan oleh peneliti. Pada masing-masing pulau
diambil contoh (rumahtangga nelayan) secara stratifikasi (nelayan dengan jenis usaha
penangkapan menggunakan motor jonson dan tanpa motor jonson serta usaha
pengolahan ikan). Pemilihan sampel tersebut didasarkan pada asumsi bahwa mereka
mencari ikan di kawasan terumbu karang.
2.3 Analisis Data
Analisis Peluang Pengembangan Kegiatan Ekonomi Kepulauan
Sebelum memutuskan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi kepulauan
perlu diketahui tingkat pendapatan usaha dan kelayakan usaha kegiatan ekonomi
tersebut untuk dikembangkan. Aspek-aspek yang menjadi kajian dalam menganalisis
kelayakan usaha meliputi aspek pasar, aspek potensi sumberdaya perikanan, aspek
sarana dan prasarana, aspek teknis, aspek social dan aspek financial. Adapun aspek
yang menjadi kajian utama dalam studi ini adalah aspek financial, sedangkan aspek-
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 5
aspek yang lain dibahas secara umum. Skema Kerangka Perencanaan Kegiatan
Ekonomi dapat dilihat pada Gambar 1.
Untuk mengetahui tingkat keuntungan usaha dari kegiatan ekonomi digunakan
analisis usaha yang terdiri dari komponen investasi, biaya produksi, penerimaan, dan
pendapatan usaha. Sedangkan untuk analisis kelayakan usaha meliputi aspek-aspek
sebagai berikut :
1) Aspek Pasar
Untuk menganalisis aspek pasar, pendekatan yang digunakan yaitu: (1) harga
output, (2) saluran pemasaran, (3) daerah pemasaran, (4) daya tampung pasar, (5)
kualitas produk yang dihasilkan.
Kegiatan/usaha Ekonomi kepulauan
Analisis Usaha
Menguntungkan
Tidak Layak
Analisis Kelayakan
Usaha
Tidak Menguntungkan
Layak
Stop
Pengembangan Usaha
Pendapatan Meningkat
Investasi Biaya Produksi Penerimaan Pendapatan Usaha
Pasar Sumberdaya Perikanan Sarana & Prasarana Teknis Sosial Finansial
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 6
2) Aspek Potensi Sumberdaya Perikanan
Analisis aspek potensi sumberdaya perikanan digunakan pendekatan: (1) lama
waktu musim ikan, (2) lama waktu musim penangkapan ikan, (3) daerah penangkapan
ikan.
3) Aspek Sarana dan Prasana
Analisis aspek ini dengan melakukan pengamatan terhadap sarana dan prasarana
penunjang.
4) Aspek Teknis
Untuk mengetahui apakah secara teknis kegiatan ekonomi kepulauan efektif atau
tidak bila dilaksanakan, maka dilakukan penilaian aspect teknis yaitu: (1) produksi per
tahun, (2) produksi per trip atau per panen, (3) produksi per jam kerja, (4) produksi
per tenaga kerja, (5) produksi per biaya investasi, (6) produksi per biaya operasi.
5) Aspek Sosial
Analisis aspek sosial dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh sosial dari upaya
pengembangan, sehingga diharapkan dengan program pengembangan yang akan
dilaksanakan akan tercapai pemerataan bagi semua pelaku yang terlibat dalam
kegiatan pengembangan ekonomi kepulauan. Untuk itu pendekatan yang digunakan
yaitu: (1) tenaga kerja yang dapat diserap, (2) pendapatan per orang per tahun (Rp),
(3) tingkat pendidikan, (4) sistem pengupahan tenaga kerja.
6) Aspek Finansial
Analisis aspek ini dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan/kemungkinan
pengembangan usaha. Dalam analisis ini menggunakan pendekatan kriteria investasi,
yaitu: (1) Net Present Value (NPV), (2) Net benefit Cost Ratio (net B-C Ratio), (3)
Internal Rate of Return (IRR). Usaha dikatakan layak apabila: NPV > 0, Net B/C > 1
dan IRR > discount rate.
6.1 Analisis Pendapatan Usaha
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output
yang terlibat di dalam kegiatan usaha dan besar keuntungan (π) yang diperoleh
dari usah yang dilakukan dengan menggunakan rumus:
π = Total Penerimaan (TR) – Total Biaya (TC)
Kriteria:
TR > TC, maka usaha menguntungkan
TR = TC, maka usaha impas
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 7
TR < TC, maka usaha rugi
6.2 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Revenue Cost Ratio)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hasil yang diperoleh dari
kegiatan/usaha selama periode tertentu (1 tahun) cukup menguntungkan. Rumus
yang digunakan:
R/C = TotalBiaya
imaanTotalPener
Kriteria:
R/C > 1, maka usaha menguntungkan
R/C = 1, maka usaha dalam keadaan impas
R/C < 1, maka usaha tidak menguntungkan
6.3 Analisis Waktu Balik Modal (Payback Period)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan
(dalam tahun) untuk menutupi modal investasi. Rumus yang digunakan adalah:
PP = nNPVperTahu
walInvestasiA x t Tahun
6.4 Analisis Break Event Point (BEP)
Analisis ini digunakan untuk menyatakan jumlah produksi minimal yang harus
diperoleh setiap tahun pada tingkat “tidak untung dan tidak rugi”. Rumus yang
digunakan adalah:
Σ Produksi Minimal = Total Biaya Tahunan / Harga Produk per Kg
Asumsi :
• Hasil produksi proporsinya tetap
• Harga produk per kg berdasarkan harga rata-rata
6.5 Analisis Net Present Value (NPV)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diperoleh
selama umur ekonomis proyek. Net Present Value merupakan selisih antara nilai
sekarang dari penerimaan dengan nilai sekarang dari pengeluaran pada tingkat
bunga tertentu, yang dinyatakan dengan rumus:
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 8
NPV = ∑= +
−n
tti
CtBt1 )1(
Keterangan:
Bt = Pendapatan kotor unit usaha pada tahun t Ct = Biaya kotor unit usaha pada tahun t N = Umur ekonomis i = Tingkat bunga t = 1, 2, 3, ..., n Kriteria:
NPV > 0, berarti usaha layak/menguntungkan NPV = 0, berarti usaha mengembalian sebesar biaya yang dikeluarkan NPV < 0, berarti usaha tidak layak / rugi
6.6 Analisis Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besarnya penerimaan
dibandingkan dengan pengeluaran selama umur ekonomis proyek. Net B/C
merupakan perbandingan antara total nilai sekarang dari penerimaan bersih yang
bersifat postif (Bt – Ct > 0) dengan total nilai sekarang dari penerimaan yang
bersifat negatif (Bt – Ct < 0 ), dengan rumus:
Net B/C = ∑
∑
=
=
+−+−
n
tt
n
tt
iBtCtiCtBt
1
1
)1(
)1(
Kriteria :
Net B/C > 1, berarti usaha layak / menguntungkan
Net B/C = 1, berarti usaha pulang pokok
Net B/C < 1, berarti usaha tidak layak/rugi
6.7 Analisis Internal Rate of Return (IRR)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan internal yang
diperoleh dari investasi yang ditanamkan. Internal Rate of Return adalah tingkat
suku bunga dari suatu usaha dalam jangka waktu tertentu yang membuat NPV dari
usaha sama dengan nol, dinyatakan dengan rumus (Kadariah et al, 1978) :
(Untuk Bt – Ct > 0)
(Untuk Bt – Ct < 0)
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 9
IRR = i’ + (NPViiNPVi
NPV−
) x (i”- i’)
Keterangan :
I’ = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif
I” = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV negatif
NPVi = NPV pada tingkat bunga i’
NPVii = NPV pada tingkat bunga i”
Apabila IRR lebih besar dari tingkat diskonto (discount rate) yang berlaku, maka
dari aspek finansial usaha layak untuk dilaksanakan.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 10
BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
3.1 Letak Geografis dan Batasan Wilayah
Kepulauan Padaido merupakan kumpulan pulau-pulau kecil sebanyak 32 pulau
yang terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak, Kabupaten Biak Numfor, Propinsi
Papua. Secara administratif pemerintahan, kepulauan ini masuk dalam dua wilayah
distrik (kecamatan) yaitu Distrik Biak Timur dan Distrik Padaido. Distrik Biak Timur
meliputi wilayah Pulau Biak Bagian Timur dan 3 pulau, yaitu Pulau Owi, Pulau
Rurbasbeba dan PulauRurbasbedar, sedangkan 29 pulau lain masuk dalam wilayah
Distrik Padaido yang merupakan wilayah kajian dari penelitian ini. Dalam uraian
selanjutnya, ke-29 pulau-pulau tersebut disebut sebagai Gugusan Pulau-Pulau Padaido
(GPP Padaido).
Secara geografis, Distrik Padaido terletak di bagian timur-tenggara Pulau Biak
dengan posisi astronomi 1o7’ – 1o22’ LS dan 136o10’ – 136o46’BT. Luas wilayah GPPP
sekitar 183.125 ha (BAPEDA DATI II Biak Numfor, 1996). Distrik Padaido berbatasan
dengan Samudera Pasifik dan Distrik Biak Timur di sebelah utara, dengan Distrik Biak
Timur di sebelah barat, dengan Samudera Pasifik di sebelah Timur dan dengan Selat
Yapen di sebelah selatan. Secara tradisional, GPP Padaido dikelompokkan atas dua
wilayah, yaitu wilayah Gugus Pulau-Pulau Padaido Bawah (GPP Padaido Bawah) dan
Gugus Pulau-Pulau Padaido Atas (GPP Padaido Atas). GPP Padaido Bawah terletak
berdekatan dengan Pulau Biak dan terdiri dari pulau-pulau Auki, Wundi, Pai, Nusi,
Warek, Yumni dan pulau-pulau kecil lainnya. Pulau-pulau tersebut merupakan pulau
atol, kecuali pulau Warek. GPP Padaido Atas terdiri dari pulau-pulau Padaidori,
Mbromsi, Pasi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Workbondi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi,
Samakur dan pulau-pulau kecil lainnya. Diantara GPP Padaido Atas dan GPP Padaido
Bawah terdapat Pulau Pakreki yang dianggap sebagai pembatas, namun secara budaya
(adat) Pulau Pakreki dimasukkan kedalam GPP Padaido Atas (Gambar 2).
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 11
Gambar 2. Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Distrik Padaido-Biak Numfor, Papua.
3.2 Lingkungan BioGeoFisik Terestrial
3.2.1 Topografi dan Relief Pantai
GPP Padaido memiliki konfigurasi permukaan tanah relatif datar dan
bergelombang dengan kemiringan antara 0 – 5%. Topografi datar dijumpai pada
daerah pesisir pantai, sedangkan konfigurasi sedikit bergelombang dijumpai pada
bagian tengah-utara pulau, kira 200 – 300 m dari pantai. Pulau-pulau yang memiliki
konfigurasi tanah datar antara lain pulau-pulau Wundi, Nusi, Urev, Mansurbabo,
Rarsbar, Warek, Kebori, Rasi, Workbondi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan
Samakur. Pulau-pulau yang memiliki konfigurasi tanah datar dan sedikit
bergelombang adalah pulau-pulau Auki, Pai, Pakreki, Padaidori, Mbromsi, Pasi dan
Mangguandi.
Pantai merupakan kawasan daratan yang berbatasan dengan laut. Pantai selalu
mengalami perubahan terutama disebabkan oleh proses pengendapan padatan-padatan
tersuspensi, proses pengikisan (abrasi) dan proses transportasi sedimen dari suatu
tempat ke tempat lain. Perilaku pantai tersebut sangat erat hubungannya dengan
parameter lingkungan yang bekerja di wilayah itu, seperti gelombang, arus, pasang
surut dan angin.
B I A K
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 12
Tipe pantai yang ditemui di GPP Padaido adalah pantai berpasir, pantai
berkarang, pantai berbatu dan pantai berlumpur. Pada suatu pulau dapat dijumpai
campuran dari berbagai tipe pantai. Tipe pantai berpasir dan berkarang terdapat di
pulau-pulau Padaido. Pantai berlumpur ditemui pada daerah terlindung dan
merupakan habitat vegetasi mangrove, seperti dijumpai di Pulau Padaidori dan Pulau
Auki. Pulau-pulau seperti Auki Bagian Utara, Pakreki Bagian Barat dan Selatan serta
Pulau Samakur memiliki pantai bertebing / berdinding batu karang dan berbatasan
langsung dengan laut dalam.
GPP Padaido memiliki topografi pantai ke arah laut yang datar dan langsung
curam. Ukuran luas dataran pantai bervariasi dari satu pulau ke pulau yang lain.
Pulau-pulau atol memiliki dataran pantai pasang surut yang luas, seperti pulau-pulau
Auki, Wundi, Pai, Nusi, Urev dan Mansurbabo. Pada saat surut terendah dataran ini
dapat mencapai 1 km lebarnya, sehingga pulau yang satu terhubung dengan pulau
yang lain. Pulau-pulau Pakreki, Mbromsi, Pasi, Workbondi memiliki dataran pantai
pasang surut yang sempit dan langsung curam, sedangkan pulau Samakur memiliki
topografi pantai curam.
3.2.2 Iklim
Iklim adalah keadaan cuaca yang berlangsung di suatu tempat pada periode waktu
yang panjang. Berdasarkan pengamatan terhadap unsur-unsur cuaca di Kabupaten
Biak Numfor yang tercatat pada Stasion Meteorologi Klas I Frans Kaisepo Biak, iklim
di Kepulauan Padaido termasuk iklim tropis basah dengan jumlah curah hujan antara
2000 mm/thn sampai 3000 mm/thn, jumlah curah hujan rata-rata diatas 150 mm/bulan
dan jumlah hari hujan sebanyak lebih dari 200 hari setiap tahunnya. Jumlah jam
penyinaran matahari rata-rata tiap bulan adalah 64 jam, suhu udara rata-rata tiap bulan
27.20C, kelembaban udara rata-rata tiap bulan adalah 83.8% dan angin bertiup rata-
rata dari arah barat daya dengan kecepatan 4 knot per bulan.
Pola angin yang berperan di Indonesia adalah angin musim (monsoon). Angin
musim bertiup secara normal ke arah tertentu pada satu periode sedangkan pada
periode lainnya angin bertiup secara normal dengan arah yang berlainan. Berdasarkan
arah angin musim yang bertiup di Kepulauan Padaido dibedakan dua macam musim,
yaitu :
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 13
1) Musim Barat
Musim ini berlangsung pada bulan-bulan Januari sampai Mei dan Agustus sampai
Desember. Angin datang dari arah barat hingga barat daya dan barat laut dengan
kecepatan rata-rata 4 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak,
2002). Karena letaknya terbuka terhadap arah datangnya angin dan lamanya angin
bertiup, perairan di sekitar Kepulauan Padaido dan Pulau Biak bergelombang dan
arus kuat. Keadaan ini sangat mempengaruhi aktivitas penangkapan ikan dan
transportasi laut ke dan dari Pulau Biak.
2) Musim Timur
Musim ini berlangsung sekitar bulan-bulan Juni dan Juli. Angin datang dari arah
timur dengan kecepatan rata-rata 5 knot (Stasiun Meteorologi Klas I Frans
Kaisiepo Biak, 2002). Karena letaknya relatif terlindung dari arah datangnya angin
karena Pulau Irian dan Pulau Yapen dan lamanya angin bertiup tidak lama,
perairan di sekitar Kepulauan Padaido relatif tenang. Keadaan ini biasanya
dimanfaatkan oleh masyarakat/nelayan untuk menangkap dan mengumpulkan ikan
sebanyak-banyaknya untuk dipasarkan ke Pulau Biak.
Angin musim selain berpengaruh terhadap kondisi perairan juga berpengaruh
terhadap curah hujan. Pada musim Barat, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Mei
sebesar 250.8 mm dengan hari hujan sebanyak 16 hari dan curah hujan terendah
terjadi pada bulan Oktober sebesar 126.7 mm dengan hari hujan sebanyak 8 hari. Pada
musim Timur, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Juni sebesar 295.6 mm dengan
hari hujan sebanyak 22 hari (Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002).
Secara umum, hari hujan rata-rata pada musim Barat dan Timur relatif tidak jauh
berbeda, namun memiliki perbedaan curah hujan rata-rata.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah hubungan antara curah hujan dan hari
hujan. Bila curah hujan di suatu tempat tinggi dan hari hujan juga tinggi (menyebar
dalam sebulan), dampak yang ditimbulkan pada tempat tersebut tidak terlalu nyata.
Tetapi bila yang terjadi adalah sebaliknya dimana curah hujan tinggi dan hari hujan
rendah, dampak yang ditimbulkan pada lokasi tersebut sangat nyata. Banjir atau banjir
bandan merupakan contoh dari kejadian tersebut. Pada lokasi-lokasi yang tidak luas,
seperti pulau-pulau kecil, jatuhnya hujan dengan volume yang besar berdampak luas
terhadap kondisi setempat. Pulau-pulau dengan daerah tangkapan hujan yang kecil
akan menerima volume air hujan yang banyak dalam satu satuan waktu dan merusak
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 14
lahan pertanian maupun lahan pemukiman dalam perjalanannya menuju laut.
Masuknya air hujan tersebut ke laut akan berdampak negatif jangka pendek dan
panjang terhadap kehidupan biota laut yang hidup disitu karena mengubah kondisi
lingkungan. Karang akan terganggu kehidupannya karena sedimen-sedimen daratan
yang masuk ke laut dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya.
Keadaan cuaca di Kepulauan Padaido dan Sekitar Pulau Biak tidak dapat
diprediksi secara tepat dari tahun ke tahun karena selalu berubah-ubah. Hal ini terlihat
pada data cuaca selama 7 (tujuh) tahun terakhir (1995 – 2001). Namun demikian, arah
angin menunjukkan pola agak teratur pada bulan-bulan Nopember – Maret dimana
angin bertiup dari arah Barat, Barat Laut dan Utara. Fenomena ini dikenal sebagai
Musim Barat. Pola yang teratur juga diperlihatkan pada bulan-bulan Juni–Agustus
dimana angin bertiup dari arah timur dan timur laut. Kejadian ini umumnya dikenal
sebagai Musim Timur. Pada September, Oktober, April dan Mei, arah angin berubah-
ubah. Keadaan ini tersebut Musim Pancaroba (Tabel 1).
Tabel 1. Keadaan Cuaca Di Kepulauan Padaido
Bulan Curah Hujan (mm)
Hari Hujan
Suhu Udara
Rata-Rata (Celcius)
Penyinaran Matahari Rata-Rata
(%)
Kelembaban Udara
Rata-Rata (%)
Arah dan Kecepatan
Angin Rata-Rata
(%) Januari 219.0 27 26.8 60 87 270/03 Februari 126.0 19 27.0 62 85 270/03 Maret 164.7 26 27.2 61 83 270/04 April 172.9 21 27.2 45 85 270/04 Mei 250.8 16 27.4 77 84 270/04 Juni 295.6 22 27.2 38 84 090/06 Juli 111.5 10 27.4 78 83 090/04 Agustus 200.0 7 27.3 63 81 225/06 September 155.4 14 27.1 76 83 270/04 Oktober 126.7 8 27.5 74 82 315/04 November 198.2 16 27.2 99 85 270/04 Desember 194.9 21 26.8 40 84 270/04 Rata-Rata 192.96 17.3 27.2 64.4 83.8 240/04 Jumlah 2315.7 207 326.1 773 1006 2001 3350.2 285 26.9 58 88 090/04 2000 3167.5 256 26.8 33 85 270/05 1999 3416.0 270 26.6 50 85 270/04 1998 4381,0 256 27.1 49 88 045/05 Sumber : Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 15
3.3 Geologi
3.3.1 Tipe dan Asal Pembentukan Pulau
GPP Padaido terdiri atas dua tipe pulau. Tipe pertama adalah pulau-pulau karang
timbul (raised coral island) yaitu pulau-pulau yang terbentuk oleh terumbu karang
yang terangkat ke atas permukaan laut (kira-kira 70 meter diatas permukaan laut
dengan tebing karang setinggi 5-10 m) karena adanya gerakan ke atas (uplift) dan
gerakan ke bawah (subsidence) dari dasar laut karena proses geologi. Pulau-pulau tipe
ini terdapat di kawasan GPP Padaido Atas. Tipe kedua adalah pulau-pulau atol yaitu
pulau-pulau karang yang berbentuk cincin dimana pada bagian tengahnya terdapat
lagoon. Pulau-pulau tipe ini terdapat di kawasan GPP Padaido Bawah.
GPP Padaido terbentuk dari batuan induk kapur (karst) dan batu gamping koral
(formasi mokmer). Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya, pulau-pulau ini
mengalami perubahan bentuk, bertambah tinggi pada salah satu bagian pulau atau
seluruhnya, sebagai akibat dari aktivitas tektonik yang mengangkat batuan penyusun
pulau-pulau tersebut. Hal ini terjadi pada pulau-pulau, seperti Samakur, Pakreki,
Yumni, Warek, Mbromsi, Padaidori, Auki dan pulau-pulau karang kecil lainnya.
GPP Padaido, Pulau Biak dan pulau-pulau lain di sekitarnya terletak pada jalur
patahan (sesar) antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia. Pergerakan salah satu
atau kedua lempeng tersebut menimbulkan aktivitas tektonik, seperti pengangkatan
batuan dan gempa. Hal ini menyebabkan kawasan ini dikategorikan sebagai kawasan
rawan gempa.
Aktivitas tektonik berupa gempa terjadi dan tercatat di sekitar kawasan
Kepulauan Padaido dan Pulau Biak telah berlangsung dalam 3 periode waktu, yaitu
periode 1965–1970, 1970-1980 dan 1980-1996. Pada periode 1965-1970 tercatat satu
gempa dengan kekuatan 6 skala Reichter yang berpusat di dekat Pulau Padaidori pada
kedalaman < 120 km. Pada periode 1970-1980 terjadi beberapa kali gempa pada pusat
yang sama dengan kekuatan antara 5-6 skala Reichter. Gempa dengan kekuatan
sekitar 8 skala Reichter terjadi dua kali dengan pusat di Pulau Yapen pada kedalaman
< 120 km. Satu kali gempa berpusat antara Pulau Yapen dan Pulau Biak dengan
kekuatan 5-6 skala Reichter. Pada periode 1980-1995 tidak banyak terjadi gempa
yang berpusat di sekitar Pulau Biak tetapi di Pulau Irian (Soehaimi, et al., 1999).
Pada tahun 1996, terjadi gempa di sekitar Pulau Biak dan kawasan sekitarnya.
Gempa ini menimbulkan tsunami (gelombang pasang) yang sangat dashyat terutama
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 16
pada bagian timur sampai utara Biak dan Kepulauan Padaido (Koswara, 1998). Di
kawasan GPP Padaido, karena posisinya yang relatif berhadapan langsung dengan
Samudera Pasifik dan berada antara Pulau Biak dan Pulau Yapen dimana arus yang
melaluinya relatif besar jangkauan gelombang ke daratan mencapai 100 – 300 meter
dengan ketinggian mencapai 1-2 meter. Dataran rendah dari pulau-pulau tersebut
tertutup air selama beberapa waktu. Gempa tersebut telah menimbulkan kerusakan
sumber daya alam, kerugian material dan korban manusia.
3.3.2 Tanah
Tanah di Pulau-Pulau Padaido merupakan hasil lapukan dari batuan kapur dan
gamping koral serta lapukan tumbuh-tumbuhan. Jenis tanah yang berkembang di
Kepulauan Padaido terdiri atas 4 (empat) jenis (Kantor Pertanahan Kabupaten Biak
Numfor, 1995), yaitu :
1) Jenis tanah Regosol.
Jenis tanah berwarna coklat kelabu, bertekstur pasir, struktur remah, mengandung
fragmen batuan kapur dan sangat permeabel. pH tanah dari netral sampai sedikit
basa. Konsistensi padat dan peka terhadap erosi dan kehilangan air. Jenis tanah ini
memiliki tingkat kesuburan rendah sampai sedang dengan kandungan N rendah.
Jenis tanah ini tersebar di pulau-pulau Wundi, Nusi, Pai, Auki, Padaidori, Pasi,
Mbromsi, Mangguandi, Kebori, Rasi, Nukori, Dauwi, Wamsoi, Runi dan
Workbondi.
2) Jenis tanah Mediteran Merah Kuning
Jenis tanah ini berwarna merah sampai merah kecoklatan, bertekstur geluh
lempung dan berstruktur gumpal. Konsistesinya gembur teguh dan kadar bahan
organik rendah. PH tanah netral dan cenderung ke basa. Jenis tanah ini memiliki
tingkat kesuburan rendah sampai sedang dan tergantung pada bahan organik. Jenis
tanah ini terdapat di pulau-pulau Mbromsi dan Padaidori.
3) Jenis tanah Rendzina
Jenis tanah ini berwarna coklat sampai merah coklat dan bercampur batuan.
Horison paling bawah lebih gembur, berbatu kapur napal dan lebih gembur.
Lapisan humus tanah ini tipis. Tingkat kesuburannya rendah sampai sedang
tergantung pada jenis vegetasi penutupnya. Jenis tanah ini dapat ditemukan pada
pulau-pulau Auki, Mbromsi, Padaidori, Pasi dan Mangguandi.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 17
4) Jenis tanah Sulfat Masam (Sulfaquent)
Jenis tanah ini berwarna kelabu yang berasal dari bahan induk Aluvium dengan
relief datar, bertekstur lempung berpasir, berstruktur berbutir tunggal,
berkonsistensi gembur, teguh dan sedikit lekat. PH tanah berkisar asam sampai
sangat masam dan mempunyai kandungan Sulfida yang cukup tinggi terutama
pada kedalaman 40-80 cm atau lebih dangkal. Lapisan ini harus teremdam air
untuk mencegah teroksidasinya Sulfida menjadi Sulfat yang dapat mematikan
tanaman. Tingkat kesuburan tanah ini rendah sampai sedang. Jenis tanah ini dapat
dijumpai pada pulau Auki dan Mangguandi.
3.3.3 Air Tanah
Air tanah merupakan sumberdaya air utama dan sangat penting di GPP Padaido
dalam menunjang kehidupan penduduk untuk memenuhi berbagai kebutuhan, seperti
rumah tangga, industri rumah tangga dan perkebunan. Di pulau-pulau berpenduduk,
penduduk memanfaatkan air tanah melalui sumur gali baik yang digali sendiri oleh
masyarakat maupun melalui bantuan projek pemerintah. Sumur gali di GPP Padaido
berdasarkan penggunaannya, dibedakan atas 2 (dua) tipe yaitu :
1) Sumur Air Minum
Sumur ini diperuntukkan sebagai sumber air minum oleh penduduk desa/pulau.
Letaknya agak jauh dari pantai ke arah hutan. Kedalaman sumur berkisar antara 1
– 2 meter, rata-rata 1.5 meter, dan berdimeter 1 meter. Kualitas airnya masih baik
dan layak diminum. Tinggi permukaan air relatif tetap dan tidak terpengaruh oleh
gerakan pasang-surut air laut.
2) Sumur MCK
Sumur ini diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (mandi, cuci dan
kakus), industri (minyak kelapa) dan pertanian (tanaman pekarangan). Sumur ini
dibangun melalui proyek pemerintah dan terletak dalam area pemukiman
penduduk serta relatif tidak jauh dari pantai. Kedalaman sumur 1 – 2 meter dan
berdiamter 1,5 meter. Air sumur ini telah tercampur air laut. Tinggi permukaan air
sumur sangat tergantung pada kondisi pasang-surut air laut. Bila air laut sedang
pasang permukaan air sumur relatif tinggi. Demikian sebaliknya bila air laut
sedang surut permukaan air sumur akan menurun pula.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 18
3.3.4 Vegetasi
Vegetasi darat di GPP Padaido terdiri atas hutan pesisir, hutan primer/sekunder,
semak belukar dan kebun rakyat. Hutan pesisir dijumpai di pesisir pantai dan
didominasi oleh pohon kelapa (Cocos nucifera). Di Pulau Samakur, Pulau Yeri dan
Pulau Rasbar, pohon kelapa tidak ditemukan, sedangkan pada Pulau Urev dan Pulau
Mansurbabo, pohon kelapa hanya beberapa pohon. Karena letaknya di daerah pesisir,
pohon kelapa banyak yang tumbang karena proses abrasi pantai
Vegetasi besar, tanaman perdu, rerumputan pantai dan semak belukar dari hutan
pesisir adalah Butong (Barringtonia asiatica), matoa (Pometia coreacea), bintanggur
(Calophyllum inophyllum), pinang (Areca catechu), waru laut (Hibiscus tiliaceus),
mengkudu (Morinda citrifolia), pandan (Pandanus odoratissima dan P. tectorius),
kranji (Pongamia pinnata), Jarag (Ricinus communis), Ketapang (Terminalia
catappa), sukun (Artocarpus sommunis), cemara laut (Casuarina equisetifolia),
beringin (Ficus spp), kayu besi (Intsia bijuga), nas (Hablolobus floribundus), bram
(Urandra brassii), kayu hitam (Diosspyros spp), kayu lawang (Cinnamomum spp),
biduri (Calotropis gigantea), lamtoro (Leucaena glauca), mangga brabu (Cerbera
manghas), tuba laut (Derris trifoliata), basang siap (Finlaysonia maritima), katang-
katang (Ipomoea pes-caprae), ceplukan (Passiflora foetida), bakung-bakung
(Scaevola taccada), gelang laut (Sesuvium portulacastrum) dan sernai (Wedelia
biflora). Hutan ini sudah jarang ditemukan di pulau-pulau, seperti Wundi, Nusi dan
Yeri.
Hutan tropis dataran rendah yang didominasi pohon dengan tinggi > 30 meter dan
tumbuhan bawah masih dijumpai di beberapa pulau seperti Pulau Pakreki dan Pulau
Samakur. Hutan ini merupakan hutan primer, sedangkan hutan sekunder dan semak
belukar masih dijumpai di Pulau Auki, Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi, Pulau Pasi,
Pulau Pai dan Pulau Mangguandi. Kayu besi, bintanggor dan beringin tumbuh dengan
baik di hutan sekunder maupun primer.
Selain tanaman kelapa, tanaman budidaya yang ditemukan di GPP Padaido adalah
pisang (Musa paradisiacea), ubi jalar (Ipomoea batatas), jambu air (Colocasia
esculenta), pepaya (Carica papaya), singkong (Manihot uttilissima), keladi
(Colacasia esculenta), kangkung (Ipomoea aquatica), sirih (Piper betel), dan katuk
(Sauropus androgynus). Tanaman budidaya diusahakan untuk konsumsi keluarga.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 19
3.3.5 Fauna
Jenis-jenis fauna yang ditemukan di GPP Padaido dibedakan atas fauna yang
hidup bebas dan yang dilindungi oleh negara serta hewan yang diternakan. Jenis-jenis
burung yang hidup bebas adalah kakatua putih jambul kuning (Cacatua galerita), nuri
kepala hitam (Chalcopsitta atre), nuri merah (Charmosyna placentis), jalak ekor
panjang (Aplanis magna brevicauda), dara laut (Heliaeetue leucogaster), camar laut
(Sterna hirundo), elang laut (Pandion haliaetus), bangau (Engretta sacra), kelelawar
(Dobsonia peroni), bebek laut (Esacus magnirostris), sirip gunting (Sterna albifrons),
betet raja ambon (Alisterus amboinensis), merpati hutan (columba domestica),
kumkum hitam (Dudula pinon) dan burung malam (Caprimulgus spp). Menurut
penduduk, ular, babi hutan, kuskus dan ketam kenari masih dijumpai di Pulau Pakreki.
Di Pulau Samakur, vegetasi hutan dihuni oleh burung camar, sirip gunting dan
kelelawar. Satwa burung-burung ini menempati vegetasi hutan secara bergantian. Saat
menjelang malam, kelelawar keluar dari hutan pulau dan tempatnya ditempati oleh
burung-burung camar dan sirip gunting. Demikian pula saat menjelang pagi, ketika
burung-burung keluar dari sarangnya, tempatnya kemudian ditempati oleh kelelawar.
Pemandangan ini sangat menarik sehingga pulau ini dilindungi dan dijadikan salah
satu tujuan wisata alam oleh masyarakat.
Karena daya dukung lahanndaratan terbatas, jenis-jenis hewan yang diternak
tidak beragam. Umumnya hewan yang diternak oleh penduduk adalah ayam kampung,
itik manila dan babi. Selain dimanfaatkan oleh keluarga, hewan ternak dijual pada
waktu-waktu tertentu untuk meningkatkan pendapatan keluarga.
3.4 Lingkungan Biofisik Perairan
3.4.1 Batimetri
GPP Padaido merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di sebelah
timur-tenggara pulau Biak. Gugusan pulau ini dikelilingi oleh laut yang relatif dalam,
berkisar antara 100 sampai diatas 1200 meter. Kedalaman di atas 500 meter berada di
bagian utara, selatan dan timur. Namun demikian, 90% kedalaman perairan berada
dibawah 500 meter (Gambar 3). Jarak ke arah laut dalam sangat pendek dari batas
luar rataan terumbu dan pada beberapa pulau tertentu topografi pantainya langsung
curam mencapai kedalaman > 200 meter. Perairan dangkal, umumnya, terdapat di
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 20
sekitar rataan terumbu, pesisir pulau dan perairan lagoon dengan kedalaman perairan
berkisar antara 1 sampai 25 meter.
Gambar 3. Profil Batimetri Gugusan Pulau-Pulau Padaido
3.4.2 Suhu, Salinitas dan Kecerahan Perairan
Suhu air merupakan faktor yang banyak mendapat perhatian dalam kajian-kajian
kelautan. Data suhu air dimanfaatkan bukan saja untuk mempelajari gejala-gejala
fisika di dalam laut tetapi juga berkaitan dengan kehidupan hewan dan tumbuhan.
Suhu air di permukaan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi. Faktor-faktor
meteorologi yang berperan adalah curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu
udara, kecepatan angin dan intensitas radiasi matahari (Nontji, 2002). Suhu
permukaan di perairan GPP Padaido berkisar antara 28 – 30oC. Pada kedalaman 50
meter suhu berkisar antara 26 - 28 oC dan < 22 oC pada kedalaman 100 m (Hutahaean,
et al., 1995). Selama penelitian suhu permukaan berkisar pada nilai 29 – 300C.
Salinitas adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam
satu liter air. Faktor-faktor yang mempengaruhi salinitas adalah pola sirkulasi air,
penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Salinitas permukaan perairan GPP Padaido
berkisar pada nilai 27 - 34.5 ppm. Pada kedalaman 25 m salinitas berkisar antara 34 –
35 ppm tetapi mencapai nilai > 35 ppm pada kedalaman 50 – 100 meter (Hutahaean,
et al., 1995). Selama penelitian, salinitas permukaan perairan berkisar pada nilai 34
ppm, sedangkan kecerahan perairan berkisar pada nilai > 15 meter.
L ago
on a
tol W
undi
Auki
Rarsbar
Warek
Yumni
Wundi
Urev
Mansurbabo
Gosong karang
Nusi
Pai
Pakreki
Mbromsi
Pasi
Mangguandi
PadaidoriYeri
Workbondi
Samakur
Nukori
Dauwi
WamsoiRuni
Kebori
Rasi
karang Wundumimas
karang Kasinampia
karang Urbinai
karang Insarorki
U
0 5 10
K i l o m e t e r
B A T I M E T R I
KEPULAUAN PADAIDODISTRIK PADAIDO
1 - 95 m
95 - 189 m
189 - 283 m
283 - 377 m377 - 471 m
471 - 565 m
565 - 659 m
659 - 753 m
Batimetri
Kawasan Penelit ian
Kepulauan Padaido
Karang Dalam
Lagun
Pulau
LamunRataan Terumbu
Pasir
Batimetri Luas (ha)
1 - 95 m 26161.4980
189 - 283 m 36114.1490283 - 377 m 21617.1470
377 - 471 m 20059.4560471 - 565 m 9916.2120
565 - 659 m 8836.9210659 - 753 m 169.3230
95 - 189 m 31418.0170
Pulau Bi ak
Kabuapaten Bi ak N umf or
Distr i k Pad aido
Selat Yapen1°0
0'0°
30'
135°30' 136°30'
0 30 60Kilometer
136°00'
0 300Kilometer
600
PROV IN SI PAPU A
Se lat Ya pe n
Dis tr ik Pa da id oKa bu ap at en B ia k N u mf orPu lau B ia k
6°0
0'
3°0
0'
0°0
0'
133°00' 136°00' 139°00'
WILAYAH YANG DIPETAKAN
PETUNJUK LETAK PETA
Keterangan :
1°2
1'3
0" L
S1
°16
'00
" LS
1°1
0'3
0" L
S1
°5'0
0" L
S
136°16'30" BT 136°22'00" BT 136°27'30" BT 136°33'00" BT 136°38'30" BT
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 21
3.4.3 Gelombang dan Arus
Gelombang yang terjadi di laut umumnya disebabkan oleh hembusan angin.
Besar kecilnya gelombang disebabkan oleh 3 (tiga) faktor, yaitu: kuatnya hembusan
angin, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin (Nontji, 2002). Tinggi gelombang
laut di perairan GPP Padaido berkisar antara 1.12 – 1.21 meter. Gelombang tinggi
biasanya terjadi pada bulan Mei dan Juli, sedangkan gelombang rendah terjadi pada
bulan September dan Maret (Direktorat Jenderal PHPA, 1998).
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang disebabkan oleh tiupan
angin, perbedaan dalam densitas air laut atau pasang surut (Nontji, 2002). Pada bulan
Februari sampai Juli arus permukaan bergerak ke timur dengan kecepatan antara 18 –
38 cm/det. Pada bulan Agustus sampai Januari kecepatan arus berkisar antara 24 – 75
cm/det dengan arah ke barat. Kecepatan arus pada bulan-bulan tersebut tergolong kuat
(Direktorat Jenderal PHPA, 1998).
3.4.4 Pasang Surut
Pasang surut (pasut) adalah proses naik turunnya muka laut secara berirama yang
disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari (Nontji, 2002). Dilihat dari pola
gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dibagi menjadi empat jenis,yaitu
pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide), campuran
yang condong ke harian tunggal dan campuran yang condong ke harian ganda. Jenis
pasang surut yang terjadi di perairan GPP Padaido adalah campuran harian ganda,
yang berarti setiap hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang berbeda dalam
tinggi dan waktunya (Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL, 2003). Surut terendah terjadi
pada bulan-bulan Juni, Nopember dan Desember, sedangkan pasang tertinggi terjadi
pada bulan Mei. Rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan surut terendah adalah 1.5 -
2 meter.
3.4.5 Kimia Perairan
Kimia perairan merupakan salah satu unsur lingkungan perairan yang menunjang
proses kehidupan di laut. Kondisi umum parameter kimia lingkungan perairan GPP
Padaido adalah sebagai berikut: Pada lapisan permukaan sampai kedalaman 100 m
kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6.76 mg/l sampai 3.39 mg/l.
Konsentrasi fosfat berkisar pada nilai 0.210 sampai 0.936 μgat/l. Konsentrasi nitrat
berkisar pada nilai 0.460 μgat/l sampai 3.450 μgat/l. Nilai konsentrasi fosfat dan
oksigen terlarut cenderung menurun dengan bertambahnya kedalaman sedangkan nilai
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 22
konsentrasi nitrat justru meningkat pada kedalaman 50 meter (Hutahaean, et al.,
1995).
Selama penelitian, kandungan oksigen terlarut berkisar pada nilai 6,8-9,1 mg/l,
konsentrasi BOD5 berkisar pada nilai 6,8-9,8 mg/l, konsentrasi COD berkisar pada
nilai 12,82-23,02 mg/l, Phosphat berkisar pada nilai 0,001-0,013 mg/l, Nitrit berkisar
pada nilai 0,003-0,009 mg/l, Nitrat berkisar pada nilai 0,044- 0,111 mg/l, dan
konsentrasi Amonia berkisar pada nilai 0,027-0,087 mg/l.
3.4.6 Terumbu Karang
Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas di daerah tropis.
Selain mempunyai produktivitas organik yang tinggi, ekosistem ini memiliki
keanekaragaman biota yang berasosiasi dengannya. Komponen biota terpenting di
suatu terumbu karang ialah hewan karang batu (stony coral) yaitu hewan yang
tergolong scleractinia yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur. Selain memiliki
nilai keindahan (estetika) dan fungsi sebagai pelindung pantai, terumbu karang
menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai ekonomi penting, seperti
berbagai jenis ikan karang, udang karang, rumput laut, teripang dan jenis-jenis
moluska terutama kerang mutiara. Formasi terumbu karang pada umumnya dibagi
atas 4 golongan yakni: terumbu karang pantai (fringing reef), terumbu karang
penghalang (barrier reef), terumbu karang yang bentuknya melingkar seperti cincin
(Atol) dan terumbu karang gosong (terumbu karang yang tumbuh dan berkembang
dari dasar laut yang belum mencapai permukaan).
Penelitian terumbu karang di GPP Padaido telah dilakukan oleh berbagai pihak
baik pemerintah, perguruan tinggi maupun masyarakat (lembaga swadaya masyarakat)
selama 6 tahun terakhir dengan skala dan kepentingan yang berbeda-beda. Dari
penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa GPP Padaido memiliki 4 bentuk
terumbu karang yaitu terumbu karang pantai, terumbu karang penghalang, terumbu
karang atol dan terumbu karang gosong. Atol hanya terdapat di GPP Padaido Bawah
yaitu atol Wundi. Terumbu karang penghalang hanya terdapat di GPP Padaido Atas
yaitu dekat pulau Runi. Terumbu karang tepi terdapat di perairan pesisir pulau-pulau,
sedangkan terumbu gosong terdapat baik GPP Padaido Bawah maupun GPP Padaido
Atas.
Karang batu memiliki keragaman jenis yang cukup tinggi, yaitu terdiri dari
kurang lebih 90 jenis yang tergolong dalam 41 genera dan 13 famili serta beberapa
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 23
jenis karang lunak yaitu Sinularia polydactil, Sarcophyton trocheliophorum,
Labophytum strictum dan L. Crassum. Jenis-jenis karang batu yang dominan adalah
Faviidae, Fungidae, Pociloporidae dan Acroporidae (Suharsono dan Leatemia, 1995;
Sapulette dan Peristiwady, 1994; Wouthuyzen et al., 1995; Novaczek, 1997). Bila
dilihat dari bentuk pertumbuhan, prosentase tutupan karang hidup di GPP Padaido
Bawah berkisar antara 0 – 67.0 % pada kedalaman 3 m dan 0 – 25.9 % pada
kedalaman 10 m. Di GPP Padaido Atas berkisar pada nilai 13.7 – 70.7 % pada
kedalaman 3 m dan 9.6 – 66.7 % pada kedalaman 10 m (Souhoka dan Lorwens, 2001;
COREMAP 2001; COREMAP, 2003; serta Yayasan Terangi dan Lipi Biak, 2000).
Gambar 4. Kondisi Karang di GPP Padaido.
3.4.7 Ikan Karang
Ikan karang merupakan salah satu sumberdaya hayati yang menghuni terumbu
karang. Ikan karang umumnya dikelompokkan atas tiga kelompok besar, yaitu ikan
terget (konsumsi), ikan indikator dan ikan mayor (lainnya). Ikan target adalah jenis-
jenis ikan karang yang dikelompokkan sebagai ikan konsumsi/pangan karena
memiliki nilai ekonomis. Jenis-jenis ikan ini berasosiasi dengan perairan terumbu
karang. Termasuk dalam kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Acanthuridae,
Caesionidae, Carangidae, Ephipidae, Haemullidae, Kyphosidae, Lethrinidae,
# ##
#
##
#
#
#
#
#
#
#
# #
#
#
#
#
#
#
#
##
Biak
Auki
Rarsbar
Pu la u ka ran g
Pulau Karang
Yumni
Wundi
Pai
Nusi
Urev
Mansurbabo
gosong W ararasowe
Pakreki
PadaidoriYeri
Yeri Kecil
Mbromsi
Pasi
Man
ggua
ndi
Kebor i
Rasi
Workbondi
Samakur
Nukor iPulau Karang
Dauwi
Wamsoi Runi
WurkiPul au k arang
karang Mansawayomni
karang Wundumimas
karang Kasinampia
karang Urbinai
karang Insarorki
1°2
1'3
0" L
S1°1
6'0
0" L
S1°1
0'3
0" L
S1°5
'00" L
S
136°16'30" BT 136°22'00" BT 136°27'30" BT 136°33'00" BT 136°38'30" BT
0 5 10
K i l o m e t e r
U
Pulau Bi ak
Kabuapaten Bi ak N umf or
Dist r i k Pad aido
Selat Yapen1°0
0'
0°3
0'
135°30' 136°30'
0 30 60Kilometer
136°00'
0 300Kilometer
600
PROV IN SI PAPU A
Se lat Ya pe n
Dis tr ik Pa da id oKa bu ap at en B ia k N u mf orPu lau B ia k
6°0
0'
3°0
0'
0°0
0'
133°00' 136°00' 139°00'
WILAYAH YANG DIPETAKAN
PETUNJUK LETAK PETA
KONDISI KARANG
KEPULAUAN PADAIDODISTRIK PADAIDO
K E T E R A N G A N
% Karang Hidup (KH)
% Karang Mati dengan Algae (KMA)
% Karang Mati (KM)
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 24
Lutjanidae, Mullidae, Nemipteridae, Scaridae, Serranidae, Siganidae dan
Sphyraenidae. Di GPP Padaido ditemukan kurang lebih 101 jenis di GPP Padaido
Bawah dan 127 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001 dan COREMAP,
2001 dan COREMAP, 2003).
Ikan indikator adalah jenis-jenis ikan karang yang berasosiasi sangat erat dengan
terumbu karang. Keberadaan jenis-jenis ikan ini digunakan sebagai indikator untuk
mempelajari kondisi terumbu karang. Termasuk dalam jenis ini adalah jenis ikan-ikan
Chaetodontidae. Di perairan terumbu karang GPP Padaido ditemukan kurang lebih 34
jenis di GPP Padaido Bawah dan 29 jenis di GPP Padaido Atas (Hukom, et al., 2001;
COREMAP, 2001 dan COREMAP, 2003).
Ikan mayor adalah jenis-jenis ikan yang tidak termasuk dalam kedua kelompok
di atas dan belum diketahui peranan utamanya dalam rantai makanan di alam. Ikan-
ikan ini berukuran kecil dan sebagian besar tergolong ikan hias. Termasuk dalam
kelompok ini adalah jenis-jenis ikan Apogonidae, Aulostomidae, Balistidae,
Blennidae, Cirrhitidae, Diodontidae, Gobiidae, Holocentridae, Labridae,
Monacanthidae, Ostraciidae, Pinguipedidae, Pomacanthidae, Pomacentridae,
Pseudochromidae, Terodontidae dan Zanclidae. Di Perairan GPP Padaido terdapat
kurang lebih 151 jenis di GPP Padaido Bawah dan 185 jenis di GPP Padaido Atas
(Hukom, et al., 2001; COREMAP 2001 dan COREMAP 2003).
Gambar 5. Kondisi Ikan Karang di GPP Padaido
# ##
#
##
#
#
#
#
#
#
#
# #
#
#
#
#
#
#
#
##
Biak
Auki
Rarsbar
Pu la u ka rang
Pulau Karang
Yumni
Wundi
Pai
Nusi
Urev
Mansurbabo
gosong W ararasowe
Pakreki
PadaidoriYeri
Yeri Kecil
Mbromsi
Pasi
Man
ggua
ndi
Kebor i
Rasi
Workbondi
Samakur
Nukor iPulau Karang
Dauwi
Wamsoi Runi
WurkiPul au k arang
karang Mansawayomni
karang Wundumimas
karang Kasinampia
karang Urbinai
karang Insarorki
0 5 10
K i l o m e t e r
U
Pulau Bi ak
Kabuapaten Bi ak N umf or
Distri k Pad aido
Selat Yapen1°0
0'
0°30
'
135°30' 136°30'
0 30 60Kilometer
136°00'
0 300Kilometer
600
PROV IN SI PAPU A
Se lat Ya pe n
Dis tr ik Pa da id oKa bu ap at en B ia k N u mf orPu lau B ia k
6°0
0'
3°0
0'
0°0
0'
133°00' 136°00' 139°00'
WILAYAH YANG DIPETAKAN
PETUNJUK LETAK PETA
KONDISI IKAN KARANG
KEPULAUAN PADAIDODISTRIK PADAIDO
K E T E R A N G A N
Kelompok Ikan Major
Kelompok Ikan Indikator
Kelompok Ikan Target
1°2
1'3
0" L
S1°1
6'0
0" L
S1°1
0'3
0" L
S1°5
'00" L
S
136°16'30" BT 136°22'00" BT 136°27'30" BT 136°33'00" BT 136°38'30" BT
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 25
Hasil tangkapan utama masyarakat GPP Padaido adalah ikan karang yang
dipasarkan ke pasar Bosnik dan Biak. Ikan karang terdiri atas ikan hias dan ikan target
(konsumsi). Penangkapan ikan karang masih menggunakan cara dan alat yang
sederhana. Pancing, jaring insang, tombak dan panah merupakan alat penangkapan
utama. Penangkapan ikan dengan cara pemboman dan pembiusan masih dilakukan
oleh sebagian kecil masyarakat. Tempat-tempat bekas pemboman ikan dapat dikenali
dengan mudah di sekitar terumbu karang.
3.4.8 Rumput Laut
Rumput laut merupakan alga berukuran besar (makroalga) yang hidup menancap
atau melekat pada dasar laut yang keras, seperti karang mati atau fragmen karang
yang bercampur dengan pasir. Rumput laut dikelompokkan dalam tiga kelas yakni
Chlorophyceae (alga hijau), Phaeophyceae (alga coklat) dan Rhodophyceae (alga
merah). Rumput laut telah dimanfaatkan dan dikembangkan secara luas dalam
berbagai industri, seperti industri makanan, obat-obatan, farmasi, kosmetik,
bioteknologi dan mikrobiologi (Chapman, 1949; Okazaki, 1973; Atmadja, et al,
1990).
Di GPP Padaido, rumput laut tumbuh dan berkembang dengan luas karena
tersedia substrat keras, seperti karang mati dan framen-fragmen karang. Kurang lebih
58 jenis rumput laut ditemukan di GPP Padaido dimana 11 jenis bernilai ekonomis
penting, seperti jenis Euchema, Gracilaria, Hypnea, Laurencia, Gelidiella,
Halimenia, Caulerpa, Codium, Chaetomorpha, Sargassum dan Turbinaria (Papalia,
2001). Di Pulau Wundi dan Pulau Nusi rumput laut telah dibudidayakan oleh
masyarakat yaitu jenis Euchema spinosum dan E. Cotinii. Usaha ini kurang
berkembang karena kendala pemasaran dan kepastian harga.
3.4.9 Moluska, Echinodermata dan Krustasea
Moluska adalah hewan bertubuh lunak yang terdiri atas lima kelas besar yakni
Amphineura, Gastropoda, Pelecypoda, Cephalopoda dan Scaphopoda. Dari kelima
kelas tersebut hanya tiga yang memiliki nilai ekonomis penting, yaitu Gastropoda
(jenis-jenis keong), Pelecypoda (jenis-jenis kerang) dan Chepalopoda (cumi-cumi,
sotong dan gurita). Ketiga jenis ini ditemukan di GPP Padaido dan merupakan jenis
yang selalu ditangkap oleh masyarakat. Daging moluska diambil dan dipasarkan ke
pasar Bosnik baik dalam bentuk segar maupun asapan. Cangkang moluska belum
dimanfaatkan dan dibuang di pesisir pantai sehingga membentuk kelompok
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 26
tumpukan-tumbukan besar. Bila tidak dikelola dengan baik, stok moluska di perairan
GPP Padaido akan berkurang dan mungkin dapat punah. Hal ini telah terjadi pada
jenis-jenis kerang tertentu, seperti kerang Anadara spp yang saat ini sulit ditemukan.
Echinodermata adalah hewan-hewan laut berkulit duri. Hewan-hewan ini terbagi
dalam lima golongan utama yakni teripang (Holothuroidea), bintang laut
(Asteroidea), bintang ular (Ophiuroidea, bulu babi (Echinoidea) dan lili laut
(Crinoidea). Hewan-hewan ini dijumpai di perairan pantai sekitar terumbu karang
GPP Padaido. Teripang merupakan jenis echinodermata bernilai ekonomis penting.
Teripang pasir (Holothuria scabra) dan teripang nanas (Stichopus ananas) merupakan
contoh teripang yang dipasarkan oleh masyarakat. Di Pulau Mangguandi, konservasi
teripang dilakukan masyarakat dengan cara sasisen, yaitu melarang pengambilan
teripang untuk jangka waktu tertentu ( enam bulan sampai satu tahun).
Krustase merupakan hewan-hewan berkulit keras. Udang karang (Panulirus spp),
rajungan (Portunus spp) dan kepiting bakau (scylla serrata) merupakan jenis-jenis
krustase yang umum ditemukan di GPP Padaido. Hewan-hewan ini ditangkap pada
malam hari dengan alat yang sederhana. Selain di makan, udang karang dan kepiting
dijual di pasar Bosnik atau restoran di kota Biak. Kepiting bakau mendiami habitat
hutan mangrove, seperti di Pulau Padaidori dan Auki. Udang karang umumnya
mendiami habitat terumbu karang. Jenis-jenis udang karang yang umum tertangkap
adalah udang barong (Panulirus versicolor), Udang pantung (Panulirus homarus),
udang bunga (Panulirus longipes) dan udang jaka (Panulirus penicillatus). Di pulau
Mangguandi konservasi udang karang dilakukan dengan cara sasisen di seluruh pulau.
3.4.10 Ikan Pelagis
Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang mendiami suatu lapisan pelagis, yaitu
lapisan air yang masih dapat dicapai oleh sinar matahari. Pada kondisi cuaca baik,
kedalaman lapisan ini mencapai kedalaman 200 meter. Berdasarkan ukuran, ikan
pelagis dibedakan atas ikan pelagis kecil dan besar. Ikan pelagis besar adalah ikan
pelagis yang berukuran besar, seperti ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol
(Euthynnus affinis), Tenggiri (Scomberomorus spp), layar (Istiophorus spp) dan jenis-
jenis ikan tuna. Ikan pelagis kecil adalah ikan pelagis yang berukuran kecil, seperti
ikan kembung (Rastrelliger spp), kawalinya (Selar spp), momar (Decapterus spp),
make (Sardinella spp) dan teri (Stolephoruss spp).
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 27
Di GPP Padaido, ikan pelagis berpotensi untuk dikembangkan dimasa-masa
mendatang sebagai salah satu sumber pendapatan masyarakat selain ikan karang. Di
pasar Bosnik ikan pelagis yang banyak dipasarkan adalah ikan cakalang. Perairan
yang menjadi daerah penangkapan ikan pelagis adalah perairan sekitar pulau Pakreki,
pulau-pulau Dauwi dan perairan perbatasan (barat, timur, utara dan selatan).
3.4.11 Lamun
Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang beradaptasi hidup terbenam dalam
laut. Tumbuhan ini terdiri atas akar, daun dan tangkai-tangkai merayap (rhizome).
Lamun hidup pada perairan dangkal yang agak berpasir dan sering dijumpai di
terumbu karang pula. Pada tempat yang terlindung lamun berkembang dengan baik
dan menutupi suatu kawasan yang luas sehingga membentuk padang lamun.
Di perairan pantai GPP Padaido lamun ditemukan pada hampir semua pulau
kecuali pulau Pakreki, Yumni, Warek, Workbondi dan Samakur. Pada tempat-tempat
yang agak terlindung, lamun tumbuh dengan lebat dan membentuk suatu padang
lamun yang luas. Keadaan ini ditemukan pada pulau Auki bagian selatan, pulau Pai
bagian barat, bagian barat pulau Wundi, bagian barat pulau Nusi, bagian barat dan
timur pulau Padaidori dan bagian barat dan timur pulau Mangguandi dan pulau-pulau
lain. Lamun yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah sembilan jenis, yaitu
Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, C. Serullata,
Halodule universis, H. Pinifolia, Halophila ovalis, H. Spinulosa, dan Syringodium
isoetifolium,
Kondisi lamun di Pulau-Pulau Padaido relatif masih baik. Namun di beberapa
pulau, seperti Auki dan Padaidori (depan desa) lamun dicabut dari substratnya untuk
memberi arah masuk bagi perahu-perahu bermotor yang menuju pantai desa.
3.4.12 Mangrove
Mangrove merupakan tipe tumbuhan/hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai
atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove
sering pula disebut sebagai hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau atau hutan
bakau. Di GPP Padaido, mangrove terdapat di Pulau Padaidori (bagian barat dan
timur) dan Pulau Auki (bagian selatan). Dalam kumpulan kecil, mangrove terdapat di
pulau Wundi, Yeri, Pasi (bagaian barat laut) dan pulau Mangguandi (bagian barat).
Mangrove yang ditemukan di GPP Padaido berjumlah tujuh jenis, yaitu Bruguiera
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 28
gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, R. Stylosa, Sonneratia alba, Ceriops tagal,
Lumnitzera littorea, dan Avicenia alba.
Hutan mangrove di pulau Padaidori mengalami kerusakan berat ketika terjadi
tsunami di kawasan ini pada tahun 1996. Jenis mangrove yang rusak/mati adalah
Bruguiera gymnorrhiza yang telah berumur puluhan tahun. Kematian mangrove jenis
tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan jenis beradaptasi dengan keberadaan air
laut yang mencapai habitatnya dan terjebak untuk jangka waktu yang lama.
3.5 Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya
3.5.1 Kependudukan
Berdasarkan sensus pertanian tahun 2003, jumlah penduduk GPP Padaido
sebanyak 3.975 jiwa dengan jumlah keluarga sebesar 975 keluarga yang tersebar di 19
desa dalam 8 pulau. Penduduk laki-laki sebanyak 2.097 jiwa dan perempuan sebesar
1.978 jiwa. Distribusi penduduk berdasarkan desa dan pulau disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan tingkat pendidikan, penduduk GPP Padaido yang tamat sekolah
menengah umum (SMU) sebesar 9.71%, yang tamat sekolah menengah pertama
sebesar 20.13% dan yang tidak tamat sekolah dasar (SD) sebesar 30.79%. Penduduk
yang tidak sekolah sebesar 39.20% (Kabupaten Biak Numfor, 2001).
Tabel 2. Kondisi Penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido, Biak Numfor
Penduduk No Pulau Desa
Laki-Laki Perempuan Jumlah Keluarga
1 Auki Auki 130 108 238 59 Sandidori 58 50 108 38
2 Wundi Wundi 154 129 283 70 Sorina 83 80 163 36
3 Nusi Nusi 167 156 323 71 Nusi Babaruk 140 89 229 55
4 Pai Pai 157 122 279 69 Imbeyomi 97 78 175 43
5 Padaidori Sasari 147 170 317 79 Mnupisen 51 56 107 29 Yeri 59 57 116 34
6 Mbromsi Nyansoren 119 130 249 61 Saribra 124 106 230 49 Mbromsi 131 121 252 63 Karabai 18 14 32 16
7 Pasi Pasi 207 178 385 87
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 29
Samber Pasi 85 77 162 35 8 Mangguandi Mangguandi 72 75 147 36 Suprima 98 82 180 45 Jumlah 2097 1878 3975 975
Sumber : Hasil Sensus Pertanian Maret 2003, BPS Biak-Numfor.
3.5.2 Sarana Sosial
Sarana sosial yang terdapat di GPP Padaido, Distrik Padaido, meliputi sarana
pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan dan sarana perekonomian. Sarana
pendidikan terdiri dari SD Impres sebanyak 2 bangunan terdapat di Pulau Nusi, SD
Negeri sebanyak 1 bangunan terletak di Pulau Auki dan SD Swasta sebanyak 9
bangunan terletak di Pulau Wundi, Pulau Nusi, Pulau Pai, Pulau Mangguandi, Pulau
Pasi, Pulau Mbromsi dan Pulau Padaidori. Ini menunjukkan bahwa di pulau-pulau
berpenduduk terdapat satu sekolah dasar. Sekolah Menegah Pertama (SMP) negeri
hanya terdapat di Pulau Mbromsi, sedangkan Sekolah Menegah Umum (SMU) tidak
dijumpai di Distrik Padaido.
Sarana kesehatan terdiri dari Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas),
Puskesmas Pembantu dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Puskesmas sebanyak 2
bangunan terdapat di Pulau Wundi dan Pulau Pasi. Puskesmas pembantu sebanyak 2
bangunan, masing-masing terdapat di Pulau Mangguandi dan Pulau Padaidori,
sedangkan Posyandu terdapat di seluruh kampung.
Sarana peribadatan seperti gereja dijumpai di setiap pulau yang berpenduduk,
sedangkan sarana peribadatan lain tidak ada. Jumlah gereja yang terdapat di Distrik
Padaido sebanyak 12 bangunan.
Sarana perekonomian yang ada di GPP Padaido berupa kios-kios penduduk. Kios-
kios ini melayani kebutuhan utama penduduk, seperti supermie, rokok, gula, kopi,
beras dan lain-lain. Paling sedikit terdapat satu kios di tiap desa/pulau yang
berpenduduk.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 30
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Penduduk GPP Padaido, Distrik Padaido.
Pulau Kampung Tidak Sekolah
Tidak Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMU
Auki Auki Sandodori 112 92 60 37
Wundi Wundi Sorina 138 106 86 46
Nusi 110 82 59 27 Nusi Nusi Babaruk 94 71 48 25
Pai Pai Imbeyomi 145 127 73 36
Mangguandi Meomangguandi Supraima 113 89 58 26
Samber Pasi 59 45 22 2 Pasi Pasi 129 108 63 31 Nyansoren 85 63 47 21 Mbromsi Karabai 101 82 51 15 Mbromsi
Saribra 78 62 40 18 Mnupisen Yeri 79 60 33 14
Sasari 114 79 57 28 Padaidori
Jumlah 1357 1066 697 336 Prosentase 39.20% 30.79% 20.13% 9.71%
Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2001.
Selain sarana sosial tersebut di atas, terdapat sarana pariwisata dan sarana
angkutan nelayan. Sarana pariwisata berupa pondok wisata sebanyak 3 bangunan
terletak di pulau Wundi (1 bangunan) dan pulau Dauwi (2 bangunan). Sarana ini
dikelola oleh masyarakat.
Sarana angkutan umum, seperti kapal atau perahu motor yang melayani GPP
Padaido dengan pulau Biak pergi-pulang belum tersedia. Penduduk GPP Padaido
yang akan ke Biak menumpang perahu motor nelayan pada setiap hari pasar (selasa,
kamis dan sabtu) dengan membayar sejumlah uang, rata-rata Rp 20.000 untuk pergi-
pulang untuk GPP Padaido Bawah dan rata-rata Rp 40.000 untuk GPP Padaido Atas.
Untuk keperluan mendesak ke GPP Padaido, orang menyewa perahu motor nelayan
dengan ongkos sewa yang bervariasi, tergantung jarak yang dituju. Untuk pulau-pulau
GPP Padaido Bawah biaya sewa rata-rata Rp.300.000-Rp.400.000 dan Rp.600.000 -
Rp.800.000 untuk GPP Padaido Atas.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 31
3.5.3 Perekonomian dan Industri
Berdasarkan sensus pertanian 2003, perekonomian penduduk GPP Padaido
berasal dari bidang pertanian, yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan
perikanan (penangkap ikan dan budidaya rumput laut). Perekonomian sebagian besar
penduduk bertumpu pada perikanan tangkap dan perkebunan (kelapa), sedangkan
sebagian kecil berasal dari peternakan (babi, ayam kampung dan itik), pertanian
tanaman pangan (ketela pohon dan umbi-umbian) dan budidaya laut (rumput laut).
Hanya penduduk di Pulau Padaidori, Pulau Mbromsi dan Pulau Pasi yang berusaha di
pertanian tanaman pangan, sementara penduduk di Pulau Wundi dan Pulau Nusi
berusaha di perikanan budidaya laut (BPS Biak, 2003).
Tabel 4. Keadaan Keluarga Pertanian GPP Padaido, Biak Numfor
No Pulau Desa Tanaman
Pangan Perkebu
nan Peterna
kan Penangkap
ikan Budidaya
laut 1 Auki Auki - 23 8 30 - Sandidori - 18 8 32 -
2 Wundi Wundi - 42 7 50 14 Sorina - 23 6 32 -
3 Nusi Nusi - 60 14 70 15 Nusi Babaruk - 41 10 50 17
4 Pai Pai - 51 10 56 - Imbeyomi - 32 11 43 -
5 Padaidori Sasari 26 50 13 65 - Mnupisen 25 18 11 20 - Yeri 26 12 10 32 -
6 Mbromsi Nyansoren 12 45 12 55 - Saribra 14 30 12 41 - Mbromsi 21 41 7 76 - Karabai - 10 4 13 -
7 Pasi Pasi 27 62 20 80 - Samber Pasi - 16 7 33 -
8 Mangguandi Mangguandi - 30 8 32 - Suprima - 43 5 34 - Jumlah 151 647 183 844 46 15.49% 66.36% 18.77% 86.56% 4.72%
Sumber : Hasil Sensus Pertanian Maret 2003, BPS Biak-Numfor.
Sarana perikanan tangkap di GPP Padaido terdiri dari perahu tak bermotor dan
perahu motor tempel. Perahu tak bermotor memiliki jumlah sebanyak 728 unit,
sedangkan perahu motor temperl hanya 78 unit. Ini menunjukkan bahwa 90.3% rumah
tangga nelayan masih tradisional. Alat penangkapan ikan yang umum digunakan
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 32
adalah jaring insang (gill net), pancing (hook and line) dan alat tangkap lain (panah
dan tombak) (Kabupaten Biak Numfor, 2002).
Industri keluarga yang berkembang di GPP Padaido adalah minyak kelapa, ikan
asin dan ikan asar/asap. Rata-rata setiap pulau memiliki 2 unit usaha dengan menyerap
tenaga kerja rata-rata sebanyak 43 orang. Pada tahun 2000 nilai produksi industri
keluarga sebesar Rp 289.945.000 (dua ratus delapan puluh sembilan juta sembilan
ratus empat puluh lima ribu rupiah) (Kabupaten Biak Numfor, 2002).
Tabel 5.
Sarana Perikanan Tangkap di Kepulauan Padaido
No Pulau Perahu Tak Bermotor
Perahu Motor Tempel
Jumlah
1 Auki 67 8 75 2 Wundi 83 7 90 3 Nusi 114 9 123 4 Pai 85 9 94 5 Padaidori 82 11 93 6 Mbromsi 122 18 140 7 Pasi 106 10 116 8 Mangguandi 69 6 75 Jumlah 728 78 806
Sumber : Kabupaten Biak Numfor, 2002.
3.5.4 Sosial Budaya
Penduduk yang mendiami GPP Padaido berasal dari Pulau Biak, beretnis Biak
yang termasuk ras Irian dan Melanesia Negroid. Orang Biak bertubuh tipe Pyeknis,
yaitu tegap, berotot, serasi dan tinggi. Karena terjadi perang suku, mereka yang
berasal dari suku Anobo, yaitu dari Biak Utara-Saba-Mnurwa, pindah dan menetap di
Pulau Mbromsi dengan kampung bernama Saribra. Setelah aman di Saribra, mereka
menyebar ke pulau-pulau lain untuk berkebun dan menetap. Penduduk pertama ini
merasa sebagai pemilik pulau-pulau yang berada di GPP Padaido Atas.
Pada tahap selanjutnya, ketika Belanda berkuasa, mereka mendatangkan
penduduk dari desa-desa di Pesisir Timur Biak ke GPP Padaido untuk membuka
perkebunan kelapa dengan sistem kerja paksa. Sistem ini dikenal dengan nama
landscap. Penduduk pendatang diharuskan menanam kelapa di Pulau Wundi, Pulau
Pai, Pulau Auki dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Setelah kekuasaan Belanda
berakhir, beberapa dari mereka yang berasal dari Pesisir Timur Biak tidak kembali
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 33
lagi dan memilih menetap di pulau, yaitu Pulau Pasi, Pulau Mbromsi, Pulau
Mangguandi, Pulau Auki, Pulau Wundi, Pulau Nusi dan Pulau Pai. Sebagai pendatang
mereka hanya menempati pulau dan mengambil hasilnya tetapi pulau yang ditempati
merupakan milik orang-orang Padaidori (Yayasan Rumsram, 2000 dan Laksono, et al,
2001).
Dalam komunikasi sehari-hari masyarakat GPP Padaido menggunakan bahasa
Biak dan bahasa Indonesia. Bahasa Biak (wos Biak) termasuk kedalam phylum
Melanesia dengan 11 logat/dialek yang relatif tidak berbeda dan digunakan antar
sesama orang Biak. Dalam kondisi tertentu seperti ibadah gereja, pertemuan-
pertemuan, proses belajar-mengajar di sekolah dan pertemuan dengan orang bukan
Biak digunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah berkembang dengan baik
di GPP Padaido.
Penduduk GPP Padaido memiliki sistem kekerabatan yang dikenal dengan nama
“keret” (mata rumah). Sifat-sifat yang menonjol dari sistem ini yaitu perkawinan
harus dengan marga lain (eksogam), mengambil garis keturunan ayah/laki-laki
(patrilineal) dan tempat tinggal sesudah menikah di lingkungan laki-laki (patrilokal).
Keret sebenarnya berarti suatu tempat yang tinggi yang terletak di tengah-tengah
perahu besar. Keluarga inti terletak di keret dan memiliki sistem sosial ekonomi dan
politik yang berdiri sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang paman (saudara laki-laki ibu atau bapak)
memainkan peranan penting dalam kehidupan orang-orang biak. Seorang paman
menjadi pemimpin dan pelaku upacara insiasi yang merupakan tahapan penting dalam
kehidupan masyarakat. Upacara insiasi tersebut antara lain upacara perkawinan adat
(yakyaku), upacara mengenakan baju pada anak kecil (farmawas), upacara memberi
gelar (sab-sider) sistem kekerabatan dan kepemimpinan tradisional, sistem
kepemimpinan yang diwariskan (manseren mau) serta lembaga peradilan adat (kankin
karkara).
Seorang laki-laki yang telah menikah akan mendapatkan bagian tanah sebagai
lahan untuk berkebun untuk menghidupi keluarganya. Lahan yang diberikan kepada
laki-laki adalah tanah yang dimiliki oleh keret.
Rumsram adalah tempat tinggal bujangan yang berfungsi sebagai tempat atau
pusat pendidikan dan pemujaan roh-roh nenek moyang. Di tempat tersebut anak-anak
belajar melakukan pekerjaan-pekerjaan yang kelak akan dilakukan bila sudah dewasa
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 34
dan menjadi anggota manyarakat. Mereka dilatih berburu, menangkap ikan, membuat
ladang, berperang dan melakukan pekerjaan dengan keahlian khusus, seperti membuat
perahu. Di dalam Rumsram juga diadakan pendidikan keagamaan.
Sebelum mengenal agama, orang-orang Biak mempercayai apa yang mereka
sebut Manseren Nanggi (Tuhan Langit), yaitu bahwa segala kehidupan di bumi ini
berada dibawah wewenang Nanggi. Nanggilah yang dianggap sebagai pusat alam
semesta. Selain itu, mereka juga percaya roh nenek moyang (korwar). Korwar
dianggap mempunyai kekuatan tertentu yang bisa memberi banyak hasil buruan dan
juga ketika berperang.
Agama kristen masuk ke Biak bersamaan dengan kedatangan orang Belanda.
Agama kristen masuk di Biak pada 26 April 1908. Masuknya agama kristen di Biak
telah memberikan perubahan yang besar dalam sistem kehidupan masyarakat. Agama
Kristen Protestan merupakan agama yang terbesar dan untuk penduduk GPP Padaido
umumnya beragama kristen protestan (99,62 %). Penduduk yang beragama islam dan
budha masing-masing 0,29% dan 0,09% (Kabupaten Biak Numfor, 2002). Dampak
perubahan yang dibawa oleh Belanda dan organisasi penyiaran terhadap masyarakat
Biak pada umumnya adalah:
(1) Perubahan bentuk pranata sosial dari bentuk pemerintahan lokal dan khusus
menjadi pemerintahan yang diatur oleh pusat
(2) Pranata ekonomi dari sistem barter menjadi sistem ekonomi uang
(3) Sistem keyakinan yang semula kepada Manseren Naggi dan roh nenek moyang
berubah menjadi kenyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa
(4) Dalam acara-acara adat, seperti orang harus melaksanakan Sababu (upacara
turun tanah) menjadi upacara gerejawi, upacara Kapanakniki (pengguntingan
rambut) menjadi permandian gerejawi dan acara Kbor menjadi sidi. Dengan
demikian peranan rumsram telah diambil oleh peranan gereja.
(5) Peranan Me dalam bidang pendidikan diganti oleh guru atau pendeta.
3.6 Pandangan, Penguasaan dan Kepemilikan Laut
Pada umumnya, penduduk yang mendiami GPP Padaido menganggap laut
mempunyai nilai religio-magis, sosio-kultural dan ekonomis. Dalam memanfaatkan
potensi laut harus sesuai dengan norma, perilaku atau aturan-aturan yang telah dianut
sejak jaman nenek moyang agar tidak mendatangkan bencana. Jika laut dimanfaatkan
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 35
tidak sebagaimana mestinya maka akan diganggu atau diculik oleh dewa laut (faknik).
Laut di satu sisi dianggap mengerikan sehingga dipandang sebagai lawan. Hal ini terjadi
pada saat musim angin barat dimana terjadi gelombang besar sehingga aktivitas
masyarakat terhenti. Setiap laki-laki yang dapat mengalahkannya, ia digolongkan
sebagai panglima perang (mambri). Laut juga dipandang bersahabat, atau ibu yang
dapat menyediakan makanan bagi masyarakat. Ini terjadi pada musim teduh, yang
dikenal dengan “Wampasi”.
Masyarakat Biak pada umumnya mengenal pola penguasaan dan pemilikan laut
yaitu pembagian wilayah secara geografi mulai dari daratan sampai ke laut yang diakui
sebagai hak milik. Wilayah geografi yang dimaksud adalah Siser (daerah pasang-surut)
yaitu batas antara vegetasi darat, pantai kering dan titik terendah pada waktu air surut.
Bosen yaitu daerah terumbu karang, batas antara titik terendah air surut dan laut dalam.
Arwan (rataan terumbu) yaitu daerah terumbu karang yang bentuknya landai dan
terbentang meliputi suatu wilayah yang cukup luas. Manspar yaitu daerah tebing karang
atau sering disebut Kafafer. Soren yaitu istilah yang umum digunakan untuk menyebut
laut atau batas antara daerah terumbu karang dan laut lepas. Irbor yaitu gugusan
terumbu-terumbu karang yang terletak di laut lepas/dalam, dan terpisah antara satu
gugusan dengan lainnya. Daerah inilah yang diklaim oleh warga satu kampung sebagai
tempat menangkap ikan laut lepas.
Pada umumnya pola penguasaan dan pemilikan wilayah laut yaitu secara komunal
(keret) dengan sistem patrilineal. Pemilikan atas wilayah laut meliputi wilayah
pinggiran pantai (Siser) dan gugusan terumbu karang yang terdapat di laut dalam
(Irbor). Pola pemilikan wilayah laut bersifat mutlak dan tak mutlak. Wilayah
kepemilikan mutlak yaitu meliputi wilayah yang tercakup dalam batas kampung, mulai
dari pantai ke laut dalam. Wilayah ini hanya dimanfaatkan oleh warga sekampung,
sedangkan wilayah kepemilikan tidak mutlak adalah wilayah yang dimiliki sekelompok
masyarakat dan dapat dikelola oleh semua pihak luar yang mempunyai hubungan darah
atau famili dengan pemilik. Wilayah ini meliputi wilayah Irbor.
3.7 Bentuk perlindungan Wilayah Laut
Bentuk perlindungan wilayah laut di GPP Padaido dikenal dengan nama Sasisen.
Sasisen adalah larangan yang diberlakukan sementara waktu dalam wilayah tertentu
untuk tidak boleh menangkap ikan ataupun mengumpulkan hasil laut di sekitar lokasi
tersebut.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 36
Sasisen berasal dari bahasa Biak, yaitu sisen yang artinya tutup atau kunci dan
diberikan awalan Sa sehingga menjadi Sasisen, yang artinya penutupan atau larangan.
Sasisen yang dikenal oleh orang Biak terbagi dalam dua jenis, yaitu :
1) Sasisen terhadap wilayah tertentu meliputi segala jenis biota yang terdapat di
dalamnya. Sasisen seperti ini berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
2) Sasisen yang diberlakukan terhadap satu jenis biota tertentu, umumnya yang bernilai
ekonomis penting. Sasisen jenis ini diberlakukan untuk jangka waktu minimum 1
(satu) tahun.
3.8 Penggunaan Lahan Saat ini
Lahan yang digunakan di GPP Padaido adalah lahan daratan dan perairan.
Penggunaan lahan daratan relatif hampir sama antara suatu pulau dengan pulau lain.
Umumnya di pesisir pantai terdapat perkampungan penduduk, sedangkan agak ke
dalam/tengah pulau terdapat fasilitas sosial, seperti gereja, sekolah,
puskesmas/posyandu dan sarana lain. Lahan lain berupa perkebunan kelapa yang
tersebar di sekeliling pulau serta kebun campuran, semak belukar dan hutan lindung.
Penggunaan lahan perairan umumnya sama dari satu pulau ke pulau lain. Lahan
perairan dangkal digunakan untuk menangkap ikan karang, kerang-kerangan, siput,
gurita, teripang, udang karang dan budidaya rumput laut. Lahan perairan dalam (laut)
digunakan untuk menangkap ikan pelagis dan transportasi perahu motor.
Lahan daratan di pulau-pulau yang tidak berpenghuni dimanfaatkan sebagai
hutan primer, hutan sekunder, perkebunan kelapa serta pondok-pondok kecil. Lahan
pantai dibangun pondok-pondok kecil untuk mengolah dan menampung hasil tangkapan
ikan dan biota laut lain sebelum dipasarkan serta kelapa. Lahan pesisir perairan dangkal
dimanfaatkan untuk penangkapan dan pengumpulan biota laut, seperti ikan, jenis-jenis
kerang dan teripang.
3.9 Institusi Lokal
Di GPP Padaido institusi lokal yang terdapat setiap desa terdiri dari empat elemen
penting, yaitu adat, gereja, pemerintahan dan yayasan/LSM. Dalam sistem
kepemimpinan lokal setiap kampung/desa dipimpin oleh satu orang sebagai tua-tua adat
yang disebut mananwir. Mananwir dipilih berdasarkan keturunan dan berasal dari keret
besar. Tugas mananwir adalah menentukan batas wilayah untuk kebutuhan penduduk
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 37
dan menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam kampung. Sistem kepemimpinan lokal
ini kemudian berubah setelah kedatangan Belanda.
Pada masa pemerintahan Belanda, kedudukan mananwir digantikan oleh seorang
kepala kampung yang memimpin suatu kampung yang terdiri dari beberapa keret.
Orang yang terpilih sebagai kepala kampung umumnya adalah keturunan mananwir
atau orang dari salah satu keret yang memiliki pengaruh besar dalam masyarakat. Di
atas kepala kampung ada kepala seksi yang bertugas seperti camat, sedangkan untuk
keamanan kampung ditugaskan kepada seorang warnamen (opas).
Seiring dengan masuknya agama kristen, kehidupan keseharian masyarakat
dipengaruhi oleh institusi gereja. Di tingkat pulau dan kampung dikenal pemimpin-
pemimpin keagamaan seperti ketua jemaat, sekretaris jemaat dan guru jemaat. Institusi
gereja bertugas untuk mengatur kehidupan beragama. Institusi gereja juga membentuk
usaha-usaha ekonomis yang dikelola oleh anggota jemaat untuk menjalankan kegiatan-
kegiatan gereja, seperti mengadakan bazaar dan kios jemaat.
Pada masa pemerintahan Indonesia, intitusi pemerintahan desa mengalami
perubahan. Pada tahun 1999, pemerintah mengeluarkan UU No. 22 tentang
Pemerintahan Daerah menggantikan UU No.5 Tahun 1979. Berdasarkan UU No.22,
pemerintahan desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa (sekertaris, ketua RW dan
RT). Kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa, ditetapkan oleh Badan
Perwakilan Desa dan disahkan oleh Bupati. Walaupun telah diatur dengan peraturan,
dalam pemilihan kepala desa pengaruh dari keret-keret terbesar masih nampak.
Umumnya calon kepala desa dari keret besar terpilih sebagai kepala desa.
Lembaga Swadaya Masyarakat dan lembaga-lembaga pemerintah turut mewarnai
kehidupan kelembagaan lokal di GPP Padaido. Yayasan Rumsram merupakan salah
satu yayasan yang menjadi pendamping desa-desa di GPP Padaido. Yayasan ini
membentuk kios-kios jemaat, membentuk badan pengelola ekowisata, membentuk
kelompok nelayan dan kelompok konservasi di tingkat kampung/pulau untuk
memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada di GPP Padaido. Lembaga-lembaga
pemerintah melalui program-programnya melakukan kegiatan-kegiatan ditingkat
kampung, seperti Dinas Perikanan, Kesehatan, Perindustrian, Kehutanan dan
Perkebunan.
Pada pertengahan 1999, Lembaga Masyarakat Adat (LMA) dihidupkan kembali
oleh intitusi adat dengan tujuan untuk penguatan terhadap kepemilikan wilayah adat.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 38
Lembaga ini terdiri dari LMA Padaido Bawah dan LMA Padaido Atas. Salah satu
program yang telah dilakukan oleh LMA Padaido Atas adalah penetapan kepemilikan
Pulau Padaidori oleh masyarakat Padaido Atas. Penguatan terhadap kepemilikan
masyarakat terus meningkat. Pada pertengahan tahun 2002 telah dilaksanakan dua
kegiatan penting oleh institusi adat masyarakat Biak Timur dan Kepulauan Padaido,
yaitu pembentukan statuta Dewan Persekutuan Masyarakat Adat (DPMA) Biak Timur
dan Kepulauan Padaido, dan Penyusunan Pra Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Pengelolaan Sumber Daya Alam Darat, Pesisir dan Laut Di Biak Timur dan Kepulauan
Padaido. Hingga saat ini, Pra Rancangan tersebut belum disetujui oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Biak Numfor.
3.10 Kondisi Pengelolaan GPP Padaido Saat Ini
Sejak diketahui memiliki pemandangan alam pulau-pulau, panorama alam bawah
laut yang indah serta potensi sumberdaya perikanan dan perkebunan kelapa, perhatian
pemerintah dan masyarakat terhadap pengembangan GPP Padaido sangat besar. Selain
Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Biak Numfor dan instansi-instansi teknisnya,
seperti pariwisata, kelautan dan perikanan, kehutanan dan perkebunan, GPP Padaido
juga dikelola oleh Departemen Kehutanan ( sebagai Taman Wisata Alam), Departemen
Kelautan dan Perikanan (COREMAP), Pihak swasta (pariwisata), dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) lokal serta masyarakat adat Pulau Biak dan pulau-pulau
Padaido. Masing-masing pihak (stakhoders) tersebut melaksanakan kebijakan yang
telah ditetapkan berdasarkan tujuan dan programnya dalam pengelolaan GPP Padaido.
Program-program pembangunan yang dilakukan dengan memanfaatkan potensi
sumber daya alam bertujuan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
konservasi sumber daya alam. Pendekatan program yang dilakukan masih bersifat
sektoral, berskala proyek dan tidak melibatkan masyarakat dalam perencanaan
pengelolaan. Sebagai akibatnya, kerusakan habitat dan penurunan kualitas sumber daya
alam tidak terhindarkan lagi. Terumbu karang dan habitat hidup biota laut lain menjadi
rusak. Hasil tangkapan ikan cenderung menurun, berukuran kecil dan jenis-jenis tertentu
sulit ditemukan serta daerah penangkapan ikan yang semakin jauh dari pantai/pulau.
Aktivitas penangkapan ikan dengan menggunakan bom dan pembiusan ikan dengan
bahan kimia masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas tinggi pada waktu-
waktu tertentu. Kondisi ini menunjukkan bahwa pendekatan pengelolaan kawasan
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 39
pesisir dan laut GPP Padaido yang dilakukan saat ini belum berhasil memajukan
kawasan dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat sehingga diperlukan
alternatif pendekataan pengelolaan kawasan yang sesuai dengan kondisi lokal.
3.11 Kondisi Kepariwisataan
Pada 13 Pebruari 1997, wilayah Distrik Padaido ditetapkan sebagai Kawasan
Taman Wisata Alam Kepulauan Padaido oleh Pemerintah dengan luas 183.000 ha.
Wilayah ini mencakup pulau-pulau dan perairannya (SK Menhut No.91/Kpts-VI/1997).
Berdasarkan ketetapan ini, wilayah GPP Padaido diperuntukkan sebagai kawasan
pariwisata dan rekreasi. Asal dan jumlah wisatawan yang mengunjungi GPP Padaido
disajikan pada Tabel 6. Wisatawan mancanegara yang mengunjungi GPP Padaido
sebanyak 115 orang yang berasal dari kurang lebih 14 negara dengan total lama tinggal
82 hari selama periode 2002. Pada periode Januari-Juni 2003, wisatawan yang
mengunjungi GPP Padaido sebanyak 54 orang yang berasal dari 11 negara dengan total
lama tinggal 26 hari.
Tabel 6. Kunjungan Wisatawan Mancanegara Di GPP Padaido, Distrik Padaido,
Periode 2002–Juni 2003
T a h u n
2002 Jan - Jun 2003 No N e g a r a Jumlah Tinggal (hr) Jumlah Tinggal (Hr)
1 Australia 9 3 - - 2 Belgia 8 6 5 2,5 3 British 14 5 1 1 4 Cekoslowakia 10 5 - - 5 Dutch 23 10 16 2 6 France 5 6 3 4,5 7 Germany 7 12 1 3 8 Indonesia 16 11 15 2,5 9 Italy 2 2 - -
10 Poland 2 2 - - 11 Slovenia 2 4 - - 12 Spain 3 5 - - 13 Sweden 1 3 1 2 14 USA 13 8 4 1,5 15 New Zaeland - - 5 3 16 Japan - - 2 2 17 Taiwan - - 1 2
Jumlah 115 82 54 26 Sumber : Biak Dive, 2003
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 40
BAB IV KERAGAAN USAHA PERIKANAN
4.1 Usaha Penangkapan
4.1.1 Aspek Pasar
Pasar sangat berperan dalam menyalurkan dan memasarkan hasil perikanan dari
pihak produsen ke konsumen. Hasil tangkapan nelayan GPP Padaido didaratkan di
pasar Kota Biak dan pasar Bosnik (Ibukota Distrik Biak Timur). Adanya potential
demand yang tinggi dari penduduk Kabupaten Biak Numfor dan permintaan pasar
(ekspor dan lokal) yang terus meningkat merupakan peluang bagi usaha penangkapan
untuk meningkatkan produksinya. Disamping itu, pemerintah juga sedang
menggalakkan budaya makan ikan, sehingga dapat mendorong masyarakat untuk
mengkonsumsi ikan.
Peningkatan produksi usaha penangkapan akan terintegrasi dan saling melengkapi
dengan industri pengolahan hasil perikanan yang kesulitan bahan baku. Melalui
pengembangan usaha penangkapan diharapkan kekurangan bahan baku bagi industri
pengolahan hasil perikanan dapat terpenuhi.
4.1.2. Aspek Potensi Sumberdaya Perikanan
Distrik Padaido meliputi wilayah yang cukup luas. Luas wilayah GPP Padaido
sekitar 183.125 ha (BAPEDA DATI II Biak Numfor, 1996). Dari luasan tersebut,
93% merupakan wilayah perairan dan sisanya daratan pulau. Wilayah perairan
meliputi perairan laut dalam dan perairan terumbu karang. Sumberdaya daya ikan
yang terkandung dalam perairan sangat melimpah dan beragam. Berdasarkan kajian
potensi sumberdaya ikan diketahui bahwa potensi sumberdaya ikan karang konsumsi
di GPP Padaido Bawah adalah sebesar 37.341,71 ton/thn, dengan pemanfaatan
optimal sebesar 29.873,37 ton/thn. Untuk perairan karang GPP Padaido Atas
diketahui bahwa potensi ikan karang konsumsi adalah sebesar 10.180,57 ton/thn,
dengan pemanfaatan optimal sebesar 8.144,46 ton/thn (Soselisa, 2006 (in press)).
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 41
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan pasar pendaratan ikan diketahui bahwa
tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan karang konsumsi di perairan GPP Padaido
masih sangat rendah. Rendahnya tingkat pemanfaatan disebabkan oleh rendahnya
kualitas dan variasi alat penangkapan yang digunakan. Alat tangkap yang digunakan
umumnya sangat sederhana, yaitu tombak, panah, pancing dan jaring insang (gill net)
dengan alat bantu perahu yang kebanyakan tanpa motor. Ini menyebabkan nelayan
tidak dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh.
Selain potensi ikan karang konsumsi, perairan GPP Padaido juga mengandung
sumberdaya ikan pelagis dan ikan demersal laut dalam. Pemanfaatan jenis ikan
tersebut belum optimal. Walaupun informasi mengenai potensi sumberdaya ikan
tersebut belum tersedia, namun diperkirakan potensinya masih banyak.
GPP Padaido juga memiliki potensi sumberdaya lahan perairan pesisir yang dapat
dimanfaatkan untuk untuk pengembangan usaha budidaya perikanan. Lahan ini
meliputi kawasan seluas 13.228,003 ha atau 7,228% dari luas wilayah.
Dalam kaitannya dengan pengembangan usaha perikanan, perairan laut dan lahan
pesisir GPP Padaido masih memberikan peluang yang cukup besar untuk
pengembangan perikanan tangkap dan budidaya.
4.1.3. Aspek Sarana dan Prasarana
Sarana transportasi air untuk kelancaran arus orang maupun barang masih sangat
minim, sehingga diharapkan dalam upaya pengembangan usaha penangkapan di GPP
Padaido ini perlu mendapatkan perhatian yang serius terutama untuk kelancaran input
produksi dan pemasaran produk.
4.1.4. Aspek Teknis
Nelayan di GPP Padaido dalam mencari ikan menggunakan alat-alat yang masih
sederhana. Peralatan yang mereka gunakan untuk menangkap ikan antara lain adalah
perahu dayung, jaring, pancing dan tombak (Bahasa Biak Kalawai, Manora atau
Pasan).
Peralatan seperti jaring biasanya mereka beli di Kota Biak. Ada empat jenis jaring
yang mereka pakai yang diukur dari tingkat besar kecilnya mata jaring. Secara
sederhana ukuran yang mereka pakai adalah jumlah jari yang dapat mereka masukkan
ke dalam lubang jaring tersebut, yaitu dua jari, tiga jari, empat jari dan lima jari. Dari
keempat ukuran tersebut, yang paling sering dipakai adalah ukuran tiga dan empat jari
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 42
karena kedua ukuran ini tidak akan menjerat ikan-ikan kecil yang belum layak
ditangkap.
Alat lain berupa perahu dayung biasanya dapat mereka buat sendiri atau mereka
beli dari pembuat perahu. Pembuatan sebuah perahu dapat memakan waktu antara
satu minggu sampai satu bulan (tidak termasuk waktu pengeringan kayu). Orang yang
sudah ahli dapat menyelesaikan sebuah perahu dalam waktu seminggu atau paling
lama sepuluh hari, tetapi orang yang belum berpengalaman membutuhkan waktu
sampai satu bulan. Harga satu buah perahu dayung bervariasi antara Rp 125.000
sampai Rp 400.000 tergantung dari ukuran perahu, spesifikasinya (seperti jumlah
semang dan najungnya) dan jenis kayu yang digunakan.
Biasanya seorang tukang perahu membuat perahu sendiri dan sebagian kecil
mengerjakannya secara berkelompok. Biasanya dalam kerja kelompok ini tukang
perahu mempekerjakan orang yang bertugas untuk pemotongan dan perakitan,
sedangkan bagian akhir/penyelesainnya dikerjakan sendiri. Upah yang diberikan pada
pekerja tergantung pada kesepakatan bersama.
Penduduk yang tidak mempunyai perahu sendiri biasanya meminjam milik
tetangga dengan kompensasi – meskipun ini bukan keharusan – memberikan sebagian
hasil tangkapan kepada pemilik perahu. Perahu yang digunakan oleh masyarakat
biasanya bercadik satu dan dikemudikan sendiri.
Peralatan lain seperti pancing dan tombak biasanya mereka buat sendiri setelah
bahan-bahanya dibeli.. Tombak yang mereka pakai terbuat dari sebatang bambu
dengan panjang kurang lebih 3 meter dengan ujung tombak bermata lima atau enam
terbuat dari besi. Ujung tombak besi ini mereka buat sendiri dari potongan-potongan
besi-besi bekas yang dapat mereka beli di Kota Biak.
Daerah penangkapan nelayan di GPP Padaido adalah di sekitar wilayah perairan
pantai dengan lama operasi 3-5 jam/trip. Dalam sebulan dapat beroperasi selama 20-
25 hari (pada hari Minggu tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan karena
digunakan untuk ibadah ke Gereja) dan dalam setahun beroperasi selama 12 bulan
dengan produktivitas 4 - 8 ikat/trip (Rp 60.000 – 120.000/trip).
4.1.5. Aspek Sosial
Hampir semua penduduk GPP Padaido yang bermata pencaharian sebagai nelayan
meskipun hanya sebagai usaha sampingan. Tingkat pendapatan rata-rata rumah tangga
nelayan di GPP Padaido sebesar Rp 151.991-252.685 per bulan. Pendapatan yang
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 43
diperoleh merupakan pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha perikanan tangkap
dan pertanian (kebun kelapa) setelah dikurangi dengan biaya-biaya pengeluaran
rumah tangga.
4.1.6. Aspek Finansial
Aspek ini merupakan kajian terakhir setelah kelima aspek diatas. Dalam kajian
aspek ini akan dibahas mengenai analisis usaha, Break Event Point (BEP), Payback
Period (PP) dan analisis kelayakan pengembangan usaha penangkapan di GPP
Padaido.
a) Analisis Usaha
Dalam pengembangan suatu usaha, harus diketahui dana yang diperlukan. Pada
studi ini, modal investasi yang dibutuhkan untuk suatu usaha penangkapan
berbeda-beda tergantung dari armada penangkapan dan jenis alat tangkap yang
akan diusahakan. Modal investasi usaha penangkapan terdiri dari biaya pembelian
kapal, mesin, alat tangkap dan perlengkapan lainnya. Rincian besarnya modal
investasi usaha penangkapan di GPP Padaido disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7.
Modal investasi usaha penangkapan perahu motor tempel
Usaha Penangkapan (Rp) Perahu Motor Tempel No Jenis
Investasi Padaidori Mbromsi Manguandi Pai Nusi Auki Saba
1 Perahu 4300000 bt / bs 4300000 4300000 3300000 2300000 300000 2 Mesin 25000000 12000000 16000000 16000000 8000000 5000000 5000000 3 Cool box 150000 270000 150000 55000 - 560000 - 4 Jaring 525000 - 150000 150000 160000 600000 - 5 Pancing 25000 292000 32000 25000 50000 50000 96000 6 Lainnya 60000 250000 120000 220000 170000 225000 75000
Jumlah 30060000 12812000 20752000 20750000 11680000 8735000 5471000
Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa modal investasi yang terbesar untuk usaha
penangkapan dengan perahu motor tempel adalah mesin atau motor (25 juta),
sedangkan jenis investasi yang terkecil adalah pancing. Berdasarkan lokasi, modal
investasi terbesar dijumpai pada pulau Padaidori, sedangkan modal investasi
terkecil ditemukan pada Saba. Besar kecilnya modal investasi usaha tergantung
pada ukuran mesin, besaran jaring dan pancing yang digunakan. Pada pulau
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 44
Mbromsi perahu yang digunakan adalah bantuan pemerintah atau buatan sendiri
sehingga tidak memiliki biaya investasi.
Pada Tabel 8 disajikan modal investasi usaha penangkapan ikan dengan perahu
tanpa motor tempel. Berdasarkan jenis investasi, jaring memiliki jenis investasi
terbesar dibandingkan dengan jenis investasi lain. Umumnya jaring yang
digunakan berukuran mata 2 inch dengan panjang 50 meter. Berdasarkan lokasi,
modal investasi terbesar ditemukan pada pulau Padaidori dibandingkan dengan
pulau-pulau lain.
Pendapatan terbesar usaha penangkapan ikan dengan perahu motor tempel
berdasarkan lokasi dijumpai di pulau Auki. Besarnya pendapatan tersebut selain
disebabkan karena besarnya hasil tangkapan juga karena rendahnya biaya
transportasi. Hal sama juga dijumpai pada usaha penangkapan ikan dengan perahu
tanpa motor tempel.
Dengan melihat tingkat keuntungan yang diperoleh, menunjukkan bahwa usaha
penangkapan ikan di Pulau-pulau Padaido menguntungkan dan layak untuk
dikembangkan.
Tabel 8. Modal investasi usaha penangkapan perahu tanpa motor tempel
Usaha Penangkapan (Rp)
Perahu Tanpa Motor No Jenis Investasi
Padaidori Mbromsi Mangguandi Pai Nusi Auki Saba 1 Perahu 400000 - 300000 300000 250000 250000 300000 2 Cool box 100000 - - - - - - 3 Jaring 1050000 500000 150000 115000 250000 125000 250000 4 Pancing - 10000 25000 15000 40000 40000 30000 5 Tombak 60000 30000 - - - - - 6 Panah - 60000 - - - - - 7 Lainnya 10000 80000 215000 175000 225000 215000 80000
Jumlah 1620000 680000 690000 605000 765000 630000 660000
a.1) Analisis break event point (BEP)
Perkiraan hasil tangkapan minimal dari sebuah usaha penangkapan dihitung
berdasarkan analisis BEP yang dinyatakan dalam jumlah tangkapan minimal yang
harus diperoleh setiap tahun pada tingkat tidak untung dan tidak rugi. Distribusi
nilai BEP untuk usaha penangkapan ikan dengan perahu motor tempel dan tanpa
motor tempel di Pulau-pulau Padaido disajikan pada Tabel 9 dan 10. Pada usaha
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 45
penangkapan dengan motor tempel, nilai BEP untuk masing-masing pulau
berbeda. Nilai BEP terendah dijumpai pada Saba, sedangkan nilai BEP tertinggi
dijumpai pada Mbromsi. Pada usaha penangkapan dengan perahu tanpa motor,
nilai BEP tertinggi dijumpai pada Nusi, sedangkan terendah ditemukan pada Saba.
Tingginya nilai BEP di Mbromsi disebabkan karena biaya total tahunan yang
dikeluarkan relatif tinggi dibandingkan dengan pulau lain. Tingginya biaya total
ini karena tingginya biaya operasional sebagai akibat dari jauhnya daerah
penangkapan yang akan dicapai oleh nelayan pulau Mbromsi untuk melakukan
penangkapan ikan.
a.2) Analisis Payback Period
Analisis ini digunakan umtuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan
untuk menutupi modal investasi, dengan asumsi umur proyek selama 5 tahun
(untuk perahu tanpa motor tempel), 8 tahun (untuk perahu motor tempel).
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai Payback Period (PP) untuk masing-
masing usaha penangkapan adalah perahu motor tempel berkisar antara 0,35 tahun
sampai 7,8 tahun, sedangkan perahu tanpa motor tempel berkisar antara 0,03
sampai 0,77 tahun.
Tabel 9. Analisis usaha penangkapan ikan dengan perahu motor tempel
PERAHU MOTOR TEMPEL Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi Pai Nusi Auki Saba
Investasi 29685000 12812000 20752000 20750000 11680000 8735000 660000
Penerimaan 10320000 21696000 9248000 13120000 13120000 15040000 180000
Biaya Total 4418500 15360000 4309500 5892500 5200000 5140667 493500
Pendapatan 5901500 6336000 4938500 7227500 7920000 9899333 586500
Revenue Cost Ratio 2,30 1,40 2,10 2,20 2,50 2,90 2,20
Payback Period -3,12 3,60 -5,35 7,77 0,76 0,35 -3,42
Break Event Point 441,85 1536,00 430,95 589,25 520,00 514,07 49,35
Tabel 10. Analisis usaha penangkapan ikan dengan perahu tanpa motor tempel
PERAHU TAMPA MOTOR TEMPEL Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi Pai Nusi Auki Saba
Investasi 1620000 680000 690000 605000 765000 630000 660000
Penerimaan 6784000 7320000 4016000 8160000 10240000 10880000 1080000
Biaya Total 1534083 1270333 1631667 4164500 4358000 3464750 493500
Pendapatan 5249917 6049667 2384333 3995500 5882000 7415250 586500
Revenue Cost Ratio 4,40 5,80 2,50 2,00 2,30 3,10 2,20
Payback Period 0,13 0,05 0,13 0,06 0,05 0,03 0,77
Break Event Point 153,41 127,03 163,17 416,45 435,80 346,48 49,35
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 46
a.3) Analisis Kelayakan Usaha
Analisis yang akan dibahas meliputi perkiraan cash flow dan analisis kriteria
investasi. Analisis ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai layak tidaknya suatu
usaha/kelayakan dari suatu bentuk usaha.
a.3.1 Perkiraan Cash Flow
Dalam menganalisis aspek finansial dilakukan perhitungan cash flow dari usaha
yang direncanakan, dengan beberapa asumsi:
1. Umur proyek selama 5 tahun (untuk perahu tanpa motor) dan 8 tahun (untuk
perahu motor tempel).
2. Nilai hasil tangkapan selama umur proyek diperkirakan tetap.
3. Nilai sisa investasi sebesar 10% sesuai dengan umur teknisnya.
4. Discount rate tetap yaitu sebesar 18%.
5. Sistem pengupahan selama umur proyek diperkirakan tetap.
6. Pajak penghasilan bagi pemilik sebesar 15%/tahun.
a.3.2 Analisis Kriteria Investasi
Untuk menganalisis kelayakan atau kemungkinan pengembangan usaha
penangkapan dari aspek finansial digunakan kriteria investasi yaitu Net Present
Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate Return (IRR).
NPV merupakan jumlah net benefit yang diperoleh selama umur proyek yang
dihitung berdasarkan nilai saat ini. Net B/C merupakan perbandingan antara nilai
total sekarang dari penerimaan yang bersifat positif dengan nilai total sekarang
dari penerimaan yang bersifat negatif. IRR adalah nilai keuntungan internal dari
investasi yang ditanamkan.
Tabel 11. Analisis kelayakan usaha penangkapan dengan perahu motor tempel
PERAHU MOTOR TEMPEL Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Manguandi Pai Nusi Auki Saba
Net Present Value -9505888,93 3562160,46 -3881556,39 2668847,98 15421092,06 25175234,48 -193190,48
Net Benefit Cost Ratio 0,81 1,04 0,91 1,05 1,41 1,70 0,99
Internal Rate of Return 17,90 18,30 17,95 18,08 18,12 18,52 17,22
Keterangan Tdk layak Layak Tdk layak Layak Layak Layak Tdk layak
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 47
Tabel 12. Analisis kelayakan usaha penangkapan dengan perahu tanpa motor tempel
PERAHU TAMPA MOTOR TEMPEL Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi Pai Nusi Auki Saba
Net Present Value 12038218,45 15080597,08 5472229,33 9658718,65 14422287,23 18604829,13 851762,16
Net Benefit Cost Ratio 2,36 3,01 1,79 1,62 1,84 2,25 1,34
Internal Rate of Return 21,23 23,03 22,14 23,14 23,18 23,28 18,19
Keterangan Layak Layak Layak Layak Layak Layak Layak
Hasil analisis kelayakan usaha penangkapan ikan dengan perahu motor tempel
dan perahu tanpa motor tempel disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12. Berdasarkan
Tabel 11, usaha penangkapan ikan dengan motor tempel yang tidak layak
diusahakan terdapat di pulau Padaidori, Mangguandi dan desa Saba, sedangkan
pada pulau lain usaha penangkapan ikan layak diusahakan. Berdasarkan Tabel 12,
usaha penangkapan ikan dengan perahu tanpa motor tempel layak diusahakan di
semua pulau dan desa yang diteliti.
4.2 Usaha Ikan Asin/Asar
Usaha pengolahan ikan yang potensial untuk dikembangkan adalah pengolahan ikan
asin atau asar.
4.2.1. Aspek Pasar Hasil pengolahan ikan di Pulau-pulau Padaido umumnya dipasarkan berupa
hasil olahan yaitu ikan asin dan ikan asar. Ikan asin/asar yang dihasilkan oleh para
pengolah umumnya dijual ke pasar ikan di kota Biak dan Bosnik serta daratan
Papua. Ikan asin/asar yang dihasilkan oleh pengolah di Pulau-pulau Padaido
memiliki prospek pasar yang cerah karena relatif tingginya permintaan,
pertumbuhan penduduk dan adanya dukungan pemerintah daerah.
4.2.2. Aspek Sumberdaya Ikan Distrik Padaido meliputi wilayah yang cukup luas. Luas wilayah GPP Padaido
sekitar 183.125 ha (BAPEDA DATI II Biak Numfor, 1996). Dari luasan tersebut,
93% merupakan wilayah perairan dan sisanya daratan pulau. Wilayah perairan
meliputi perairan laut dalam dan perairan terumbu karang. Sumberdaya daya ikan
yang terkandung dalam perairan sangat melimpah dan beragam. Berdasarkan kajian
potensi sumberdaya ikan diketahui bahwa potensi sumberdaya ikan karang
konsumsi di GPP Padaido Bawah adalah sebesar 37.341,71 ton/thn, dengan
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 48
pemanfaatan optimal sebesar 29.873,37 ton/thn. Untuk perairan karang GPP
Padaido Atas diketahui bahwa potensi ikan karang konsumsi adalah sebesar
10.180,57 ton/thn, dengan pemanfaatan optimal sebesar 8.144,46 ton/thn (Soselisa,
2006 (in press)).
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan pasar pendaratan ikan diketahui
bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan karang konsumsi di perairan GPP
Padaido masih sangat rendah. Rendahnya tingkat pemanfaatan disebabkan oleh
rendahnya kualitas dan variasi alat penangkapan yang digunakan. Alat tangkap yang
digunakan umumnya sangat sederhana, yaitu tombak, panah, pancing dan jaring
insang (gill net) dengan alat bantu perahu yang kebanyakan tanpa motor. Ini
menyebabkan nelayan tidak dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh.
Selain potensi ikan karang konsumsi, perairan GPP Padaido juga mengandung
sumberdaya ikan pelagis dan ikan demersal laut dalam. Pemanfaatan jenis ikan
tersebut belum optimal. Walaupun informasi mengenai potensi sumberdaya ikan
tersebut belum tersedia, namun diperkirakan potensinya masih banyak.
4.2.3. Aspek Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana untuk pengembangan usaha pengolahan ikan asin/asar
merupakan salah satu faktor penting. Sarana pengolahan ikan asar seperti tempat
pengasapan, bahan-bahan pengasapan tersedia lokasi penelitian. Demikian juga
untuk sarana dan prasarana untuk pengolahan ikan asin, seperti tempat penjemuran
dan garam (air laut) tersedia di lokasi penelitian. Dengan tersedianya sarana dan
prasarana pengolahan ikan asin / asar maka usaha pengolahan ikan asin/asar
memiliki prospek untuk dikembangkan di lokasi penelitian.
4.2.4. Aspek Teknis
Nelayan atau masyarakat yang mengusahakan pengolahan ikan asin / asar
menggunakan peralatan dan metoda pengolahan ikan yang masih sederhana.
Peralatan pengolahan ikan asin, seperti tempat pengeringan dan ikan asar, seperti
tempat pengasaran/pengasapan dibangun dengan bahan-bahan yang tersedia di
lokasi. Metoda pengolahan ikan asin sangat sederhana. Ikan hasil tangkapan
sebelum diolah menjadi ikan asin, dibersihkan dan dibelah bagian punggungnya.
Ikan hasil pembelahan selanjutnya direndam dengan air laut, kemudian dijemur di
atas tempat penjemuran sampai ikan menjadi kering. Pada pengolahan ikan
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 49
asar/asap, ikan hasil tangkapan setelah disiangi lalu diasap diatas tempat pengasapan
sampai menjadi ikan asap/asar. Secara teknis sistem pengolahan ikan asin atau
asar/asap telah dikuasai oleh nelayan atau masyarakat pulau. Terdapat pembagian
kerja yang jelas antara istri atau perempuan dan suami atau laki-laki. Suami atau
laki-laki biasanya bertugas untuk menangkap ikan, sedangkan istri atau orang
perempuan bertugas untuk mengasap atau mengasar dan mengeringkan.
4.2.5. Aspek Sosial Usaha pengolahan ikan asin atau asar/asap dilakukan oleh hampir semua rumah
tangga nelayan di pulau-pulau Padaido atas. Usaha ini dikerjakan untuk oleh seluruh
anggota keluarga dalam usaha membantu perekonomian keluarga. Pendapatan yang
diperoleh sekitar Rp 1 juta – 5 juta per tahun. Usaha pengolahan ikan asin atau
asar/asap terutama telah berkembang di pulau-pulau Padaido Atas. Karena letaknya
yang jauh dan terbatasnya sarana transportasi, nelayan dan masyarakat di pulau-
pulau tersebut memilih usaha tersebut sebagai salah satu usaha alternatif selain
usaha penangkapan.
4.2.6. Aspek Finansial
Aspek ini merupakan kajian terakhir setelah kelima aspek di atas. Dalam kajian
aspek ini akan dibahas mengenai analisis usaha, Break Event Point (BEP), Payback
Period (PP) dan analisis kelayakan pengembangan usaha pengolahan ikan asar/asin
di Pulau-pulau Padaido.
a) Analisis Usaha
Dalam pengembangan suatu usaha, harus diketahui dana yang diperlukan. Pada
studi ini, modal investasi yang dibutuhkan untuk suatu usaha pengolahan ikan
asar/asin berbeda-beda tergantung dari jenis investasi yang akan diusahakan per
pulau. Modal investasi usaha pengolahan ikan terdiri dari biaya pembelian jaring,
pisau, timbangan, ember dan lainnya. Rincian besarnya modal investasi usaha
pengolahan ikan di pulau-pulau Padaido disajikan pada Tabel 13.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 50
Tabel 13. Modal investasi usaha pengolahan ikan asin/asar
Usaha Ikan Olahan (Asin / Asap) No Jenis Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi Pai Nusi Auki
1 Jaring 70.000 250.000 150.000 - - -
2 Pisau 10.000 12.000 18.000 - - -
3 Para-para - - - - - -
4 Timbangan 260.000 140.000 260.000 - - -
5 Ember 36.000 18.000 34.000 - - -
6 Lainnya 60.000 40.000 60.000 - - -
Jumlah 436.000 460.000 522.000 - - -
Berdasarkan Tabel 13. terlihat bahwa modal investasi yang terbesar dijumpai di
pulau Mangguandi yaitu Rp 522.000. Sedangkan pada ketiga pulau lain (Pai, Nusi
dan Auki) pengolahan ikan asin/asar tidak diusahakan. Hal ini disebabkan karena
ketiga pulau tersebut terletak relatif dekat dengan pulau Biak dimana hasil
penangkapan ikan umumnya dijual.
Dengan melihat tingkat keuntungan yang diperoleh (Tabel 13), menunjukkan bahwa
usaha pengolahan ikan asin/asar pulau-pulau Padaido menguntungkan dan layak
untuk dikembangkan.
a.1) Analisis Break Event Point (BEP)
Perkiraan hasil produksi minimal dari sebuah usaha pengolahan ikan dihitung
berdasarkan analisis Break event Point (BEP), yang dinyatakan dalam jumlah
produksi minimal yang harus diperoleh setiap tahun pada tingkat tidak untung dan
tidak rugi. Nilai BEP untuk usaha pengolahan ikan di pulau-pulau Padaido Atas
disajikan pada Tabel 13. Di pulau Padaidori, produksi minimal agar usaha tidak
untung dan tidak rugi dicapai pada jumlah 106,18 kg, sedangkan pada pulau
Mbromsi dan Mangguandi nilai BEP berturut-turut adalah 162,43 kg dan 76,35
kg.
a.2) Analisis Payback Period (PP)
Analisis ini digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan
untuk menutupi modal investasi, dengan asumsi umur proyek selama 5 tahun.
Hasil analisis PP disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan perhitungan diperoleh nilai
Payback Period (PP) untuk usaha pengolahan ikan asin/asar masing-masing adalah
0,03 tahun untuk Padaidori, 0,17 tahun untuk Mbromsi dan 0,05 tahun untuk
Mangguandi.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 51
Tabel 14. Analisis usaha ikan asin/asar
Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi
Investasi 436000 460000 522000 Penerimaan 6784000 3200000 4896000 Biaya Total 1274200 1949200 916200 Pendapatan 5509800 1250800 3979800
Revenue Cost Ratio 5,3 1,6 5,3 Payback Period 0,03 0,17 0,05
Break Event Point 106,18 162,43 76,35
a.3) Analisis Kelayakan Usaha
Analisis yang akan dibahas meliputi perkiraan cash flow dan analisis kriteria
investasi.
a. Perkiraan Cash Flow
Dalam menganalisis aspek financial dilakukan perhitungan cash flow dari usaha
yang direncanakan, dengan beberapa asumsi:
1. Umur proyek selama 5 tahun.
2. Nilai hasil produksi pada tahun ke-1 sampa tahun ke-5 diperkirakan tetap.
3. Nilai sisa investasi sebesar 10% sesuai dengan umur teknisnya.
4. Discount rate tetap yaitu sebesar 18%.
5. Sistem pengupahan dari tahun ke-1 sampai tahun ke-5 diperkirakan tetap.
6. Pajak penghasilan bagi pemilik sebesar 15% per tahun.
b. Analisis Kriteria Investasi
Untuk menganalisis kelayakan atau kemungkinan pengembangan usaha
pengolahan ikan asin/asar dari aspek finansial digunakan kriteria investasi yaitu
Net present Value (NPV), Net benefit-Cost Ratio (Net B/C) dan Internal Rate
Return (IRR). NPV merupakan jumlah net benefit yang diperoleh selama umur
proyek yang dihitung berdasarkan nilai saat ini. Net B/C merupakan
perbandingan antara nilai total sekarang dari penerimaan yang bersifat positif
dengan nilai total sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif. IRR adalah
nilai keuntungan internal dari investasi yang ditanamkan.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 52
Tabel 15. Nilai kriteria investasi usaha ikan asin/asar
Kriteria Investasi Padaidori Mbromsi Mangguandi Net Present Value 13913010,91 2724864,40 9842659,01
Net Benefit Cost Ratio 2,99 1,38 2,87 Internal Rate of Return 18,45 18,99 18,31
Keterangan layak layak layak
Berdasarkan perhitungan kriteria investasi di atas menunjukkan bahwa usaha
pengolahan ikan di pulau-pulau Padaido Atas memungkinkan / layak untuk
dikembangkan.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 53
BAB 5 KESIMPULAN
1. Analisis peluang investasi menunjukkan bahwa peluang investasi usaha perikanan
tangkap dan pengolahan ikan sangat menjanjikan (layak) dikembangkan di pulau-
pulau Padaido.
2. Usaha penangkapan ikan dengan perahu motor tempel tidak layak dilakukan di
pulau Padaidori, pulau Mangguandi dan desa Saba.
3. Usaha penangkapan ikan dengan perahu tanpa motor tempel layak dilakukan di
kawasan pulau-pulau Padaido dan desa Saba.
4. Usaha pengolahan ikan asin/asar memiliki peluang investasi di pulau-pulau Padaido
Atas.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 54
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. dan Liviawati, E., 1993. Budidaya Rumput Laut dan cara Pengolahannya. Penerbit Bhratara – Jakarta. Arifin, T. 2001. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir Dan Arahan Pengembangan nya Bagi Pariwisata Bahari Di Teluk Palu Propinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Atmadja, W.S., Sulistijo dan H. Mubarak, 1970. Potensi, Pemanfaatan dan Prospek Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Indonesia. Badan Pengembangan Ekspor Nasional. Dep. Perdagangan dan Koperasi; Jakarta. 13 hal. Badan Pusat Statistik Kabupaten Biak Numfor, 2002. Biak Numfor Dalam Angka 2001.
Kerjasama dengan BP3D Kabupaten Biak Numfor.
[BPS] Biro Pusat Statistik Biak, 2003. Sensus Pertanian 2003. Chapman, V.J., 1949. Seaweed and their uses. Methuen and Co. Ltd. London: 287 pp. Clark, J. 1974. Coastal Ecosystems. Ecological Consideration For Management of The Coastal Zone. The Conservation Foundation, Washington, D.C. ______. 1996. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publishers. [COREMAP] Coral Rehabilitation and Management Project Reports, 2001. Reef Health Status of Padaido, Biak. Baseline Survey May 2001. Prepared by CRITIC Biak and AMSAT Ltd. ________________________________________________________, 2003. Reef Health Status of Padaido, Biak. Baseline Survey May 2003. Prepared by CRITIC Biak. Dahuri, R. 1998. Pendekatan ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-Pulau Kecil Berkelanjutan. Dalam Prosiding Seminar Dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia. Jakarta, 7 – 10 Desember 1998. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA, BPPT, dan Coastal Resouces Management Project (CRMP) USAID. ________. 2000. Kebijakan dan Program Nasional Mengembangkan Potensi Pulau-Pulau Kecil Sebagai Pusat Riset dan Industri Yang Berkelanjutan Dengan Basis masyarakat. Disampaikan Pada Seminar Nasional Memperingati Tahun Bahari dan Ulang Tahun Dati I Sulut. Universitas Sam Ratulangi, Manado, 18 Oktober 2000.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 55
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001. Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. ____________________________________, 2002. Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. ____________________________________, 2002a. Pedoman Umum Perenca- naan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL., 2003. Daftar Pasang Surut. Fakultas Perikanan IPB, 1998. Studi Penetapan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut Di Kepulauan Seribu. Laporan Akhir. Kerjasama Dengan Dinas Perikanan daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ginting, S.P., 1998. Konflik Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Di Sulawesi Utara Dapat mengancam Kelestariannya. P.30-43 Vol 1. N0.2. Jurnal Pesisir dan Lautan, PKSPL-IPB, Bogor. Hehanussa, P.E., G.S. Haryani, M.Fakhrudin, dan H.wibowo. 1998. Ketersediaan Air Sebagai dasar Perencanaan Pengembangan Kapet di Pulau Biak, Irian Jaya. Dalam Prosiding Seminar Dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Di Indonesia. Jakarta, 7 – 10 Desember 1998. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA, BPPT, dan Coastal Resouces Management Project (CRMP) USAID. Hukom, F.D., La Tanda, Yonas Lorwens dan Sam Wouthuyzen., 2001. Sensus Ikan Karang Di Pulau-Pulau Padaido. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon. Hutahaean W., S. Wouthuyzen dan T. Wenno., 1995. Kondisi Oseanografi Wilayah Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya. Dalam Status Ekosistem Wilayah Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi – Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon. Hutomo, M., B.S. Soedibjo dan Milya Rosanty,. 1996. Prosiding Seminar Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. Ihsan, Y.N., 2002. Kajian Pengembangan Budidaya Laut: Pengaruhnya Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Pesisir (Studi Kasus Budidaya Rumput Laut Di Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Kepulauan Seribu). Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Indriani, H dan Sumiarsih, E., 2001. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Kabupaten Biak Numfor, 2000. Kecamatan Padaido Dalam Angka.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 56
Koswara, A., 1998. Hubungan Antara Kelurusan Sesar Inderaan Jauh dan Bencana Alam Geologi di Kepulauan Biak, Irian Jaya. Dalam Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, No. 84, Vol. VIII, Bandung. Laksono, P.M., Tjahjono P., Adi M., Aprilia B.H., Gunawan, dan Tranpiosa R., 2001. Kepulauan Padaido Haruskah Habis terkuras. Pusat Studi Asia Pasifik Universitas Gajah Mada bekerjasama dengan Yayasan RUMSRAM dan KEHATI. Nontji, A., 2002. Laut Nusantara. Cetakan ketiga. Penerbit Djambatan. Novaczek, I. 1997. Laporan Penelitian Biologi : Kondisi Terumbu Karang, Ikan dan Perikanan di Saba, Wundi dan Dawi, Kepulauan Padaido. Tim Monitoring Biologi, Yayasan Hualopu. Okazaki, A., 1973. Seaweed and their uses in Japan. Tokai University Press. Tokyo: 165 pp. Kabupaten Biak Numfor, 2001. Kecamatan Padaido Dalam Angka 2000. Papalia, S., 2001. Distribusi dan Komposisi Jenis Rumput Laut Di Perairan Pulau-Pulau Padaido Biak, Irian Jaya. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon. Pratiwi, E. dan Ismail, W., 2004. Perkembangan Budidaya Rumput Laut Di Pulau Pari. Warta Penelitian Perikanan Indonesia, Edisi Akuakultur. Volume 10 Nomor 2,2004. Razak, T.B. dan Marlina N. 1999. Laporan Kegiatan. Studi Kajian Singkat Sumber Daya hayati Laut Kepulauan Padaido. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi). Kerjasama Yayasan Rumsram dan Kehati. Romimohtarto K. dan Juwana S., 1999. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI Jakarta. Sapulette dan Peristiwady, 1994. Evaluasi sumberdaya Laut di Biak. Laporan Kemajuan Triwulan I, Tahun Anggaran 1993/1994, LON-LIPI, Ambon. Soehaimi A., Lumbanbatu U.M., Hayat Z., Moechtar H., Padmawidjaja T., dan Firdaus M., 1999. Neotektonik dan Kegempaan P. Biak dan Sekitarnya. Dalam Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, No. 39, Vol. XI, Bandung. Souhoka, J., dan Yonas Lorwens., 2001. Kondisi Terumbu Karang Di Pulau-Pulau Padaido. Dalam Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan P.P. Padaido. Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, P3O-LIPI Ambon. Stasiun Meteorologi Klas I Frans Kaisiepo Biak, 2002. Unsur-Unsur Cuaca Tahun 2002.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 57
Suharsono dan F.W. Leatemia. 1995. Kondisi Terumbu Karang Pulau-Pulau Padaido Dan Potensi Padaido Sebagai Daerah Tujuan Wisata. Balitbang Biologi, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta dan Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Ambon. Dalam Prosiding Seminar Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Jakarta, 26 – 29 Juli 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta. Sunyoto, P. 2000. Pembesaran Kerapu Dengan Karamba, Jaring Terapung. PT. Penebar Swadaya, Depok. Sutaman, 2003. Petunjuk Praktis Budidaya Teripang. Penerbit Kanisius. Taurusman, A. A., 1999. Model Sedimentasi Dan Daya Dukung Lingkungan Segara Anakan Untuk Kegiatan Budidaya Udang. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tiensongrusmee, B., S. Pontjoprawiro dan I. Soedjarwo., 1986. Site Selection for the Culture of Marine Finfish in Floating Net-cages. Waas, H.J.D., 2004. Analisis Daerah Potensial Penangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan Madidihang (Thunnus albacares) Di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Wong, P.P. 1991. Coastal Tourism in Southeast Asia.International Center for Living Aquatic Resources Management, Philippines. Wouthuyzen, S., 1995. Status Ekosistem Wilayah Pesisir Pulau Biak dan Sekitarnya. Laporan Akhir Tahun Anggaran 1994/1995. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan pengembangan Oseanologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon. _____________, O.K. Sumadhiharga, F.W. Leatemia, dan A.J. Sihainenia. 1995. Inventarisasi Sumberdaya Hayati Laut Di Wilayah Pesisir Kabupaten Biak-Numfor. Balitbang Sumberdaya Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI, Ambon dan Konsultan MREP untuk Propinsi Maluku dan Irian Jaya. Dalam Prosiding Seminar Pengembangan Potensi Wilayah Kabupaten Biak Numfor. Jakarta, 26 – 29 Juli 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta. _____________, D. Sapulete dan A. Nanlohy., 2001. Analisa Citra Satelit Landsat-5 TM Untuk Memetahkan Perairan Dangkal Pulau-Pulau Padaido. Laporan Akhir Pengkajian Metodologi Pendugaan Stok Ikan Karang Di Pulau Biak dan Pulau-Pulau Padaido. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Laut, Ambon. Yayasan Hualopu, 1997. Sustainable Community Based Marine Resource Management and Conservation in Padaido Island Biak. Bekerjasama dengan Yayasan Rumsram, Biak, Irja, Indonesia. Yayasan Rumsram, 2000. Profil Kepulauan Padaido. Yayasan Terangi Dan LIPI-BIAK. 2000. Studi Kondisi dan Potensi Sumber Daya Laut Di Pulau-Pulau Kecil Kepulauan Padaido. Kerjasama Yayasan Rumsram dan Yayasan Kehati.
PENELITIAN PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN
C O R E M A P 58