15
1 PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI O MANGUNHARJO TAHUN PELAJARAN 2016/ 2017 Mely Yunita 1 Sukasno 2 Nur Fitriyana 3 STKIP-PGRI Lubuklinggau ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Probing-Prompting Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas VIII SMP Negeri O. Mangunharjo Tahun Pelajaran 2016/2017”. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 0 Mangunharjo tahun pelajaran 2016/2017 setelah diterapkan pembelajaran dengan model probing-prompting termasuk dalam kategori baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo tahun pelajaran 2016/2017 setelah diterapkan model Probing-Prompting. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu yang dilaksanakan tanpa adanya kelompok atau kelas pembanding. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo Tahun Pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas VIII.C dengan 30 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes berupa soal essay yang memuat indikator-indikator kemampuan berpikir kritis. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t pada taraf signifikan = 0,05. diperoleh t hitung (2,9326) > t tabel (1,699), sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo Tahun Pelajaran 2016/2017 setelah penerapan model Probing-Prompting secara signifikan dalam katagori baik. Rata- rata nilai kemampuan berpikir kritis matematis setelah dilakukan penerapan model Probing-Prompting sebesar 65,98 dengan kategori baik. Keywords: Probing-Prompting, Kemampuan Berpikir Kritis, Matematiss. A. PENDAHULUAN Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan ilmu serta perkembangan teknologi yang berguna bagi kemajuan bangsa. Menurut Husnidar, Ikhsan & Rizal (2014:72) sebagai salah satu materi dalam pendidikan, matematika memegang peran penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi perkembangan zaman. Hal tersebut sesuai dengan tujuan diberikannya matematika menurut Tim MKPBM (dalam Amir, 2015:60) yang mengemukakan bahwa metematika diberikan mulai dari pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi untuk membantu siswa mempersiapkan diri menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, 1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau 2,3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

1

PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN

BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI O MANGUNHARJO

TAHUN PELAJARAN 2016/ 2017

Mely Yunita1

Sukasno2 Nur Fitriyana

3

STKIP-PGRI Lubuklinggau

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Probing-Prompting Untuk Mengukur Kemampuan

Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas VIII SMP Negeri O. Mangunharjo Tahun Pelajaran

2016/2017”. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah kemampuan berpikir kritis

matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 0 Mangunharjo tahun pelajaran 2016/2017 setelah

diterapkan pembelajaran dengan model probing-prompting termasuk dalam kategori baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa

kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo tahun pelajaran 2016/2017 setelah diterapkan

model Probing-Prompting. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

eksperimen semu yang dilaksanakan tanpa adanya kelompok atau kelas pembanding.

Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo Tahun Pelajaran

2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas VIII.C dengan 30

siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes berupa soal essay yang memuat

indikator-indikator kemampuan berpikir kritis. Data yang terkumpul dianalisis

menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis uji-t pada taraf signifikan = 0,05. diperoleh

thitung (2,9326) > ttabel (1,699), sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir

kritis matematis siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo Tahun Pelajaran 2016/2017

setelah penerapan model Probing-Prompting secara signifikan dalam katagori baik. Rata-

rata nilai kemampuan berpikir kritis matematis setelah dilakukan penerapan model

Probing-Prompting sebesar 65,98 dengan kategori baik.

Keywords: Probing-Prompting, Kemampuan Berpikir Kritis, Matematiss.

A. PENDAHULUAN

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan ilmu serta

perkembangan teknologi yang berguna bagi kemajuan bangsa. Menurut Husnidar, Ikhsan

& Rizal (2014:72) sebagai salah satu materi dalam pendidikan, matematika memegang

peran penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi

perkembangan zaman. Hal tersebut sesuai dengan tujuan diberikannya matematika

menurut Tim MKPBM (dalam Amir, 2015:60) yang mengemukakan bahwa metematika

diberikan mulai dari pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi untuk membantu

siswa mempersiapkan diri menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan yang

selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional,

1Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau

2,3Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau

Page 2: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

2

kritis dan mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dalam kehidupan

sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.

Berdasarkan tujuan tersebut, kemampuan berpikir kritis merupakan bagian penting

dalam pembelajaran matematika. Sesuai dengan pendapat Yulianti (2014:95) bahwa

kemampuan berpikir kritis merupakan bagian dari penalaran yang mencakup berpikir

dasar, berpikir kritis dan berpikir kreatif sedangkan matematika dengan penalaran tidak

dapat dipisahkan. hal ini dikarenakan matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran

manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran, sehingga tidak mungkin

seseorang bermatematika atau doing mathematics tanpa bernalar (Yulianti, 2014:95).

Menurut Suryosubroto (2009:192) Proses berpikir merupakan suatu pengalaman

memproses persoalan untuk mendapatkan dan menentukan suatu gagasan yang baru

sebagai jawaban dari persoalan yang dihadapi. Maka dari itu orang yang berpikir kritis

matematis akan cenderung bersikap positif terhadap matematika, sehingga akan berusaha

menalar dan mencari strategi penyelesaian masalah matematika. Husnidar, Ikhsan & Rizal

(2014:72) menyatakan bahwa penguasaan kemampuan berpikir kritis tidak cukup

dijadikan sebagai tujuan pendidikan semata, tetapi juga sebagai proses fundamental yang

memungkinkan siswa untuk mengatasi berbagai permasalahan masa mendatang di

lingkungannya. Untuk itu dalam proses belajar mengajar guru tidak boleh mengabaikan

penguasaan kemampuan berpikir kritis siswa. Siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran

untuk aktif berpikir, memberikan pendapat terhadap setiap jawabannya serta memberikan

tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh guru, dan membimbing siswa mengaitkannya

dengan konsep yang telah dimiliki, sehingga apa yang dipelajari menjadi bermakna.

Pada kenyataan di lapangan menunjukkan hasil pembelajaran matematika dalam

aspek kemampuan berpikir kritis matematis belum sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti di SMP Negeri O Mangunharjo pada

tanggal 18 April 2016, peneliti melihat siswa masih belum aktif dalam pembelajaran

matematika. Siswa hanya cenderung terpaku dengan apa yang diberikan oleh guru ketika

proses belajar, sehingga peneliti tidak melihat terjadinya proses berpikir kritis di kelas. Hal

ini juga terlihat dari hasil tes yang dilakukan oleh peneliti. dari 30 siswa hanya 9 siswa

yang mampu menyelesaikan 2 soal dari 5 soal yang memuat indikator kemampuan berpikir

kritis secara tepat, sedangkan untuk 3 soal lainnnya tidak terdapat siswa yang menjawab

secara tepat untuk memenuhi indikator kemampuan berpikir kritis yang diinginkan.

Dari hasil wawancara dengan salah satu guru mata pelajaran matematika di SMP

Negeri Mangunharjo, rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis siswa disebabkan

Page 3: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

3

oleh siswa yang rasa ingin tahu terhadap pembelajaran matematika masih lemah, siswa

cenderung terpaku dengan contoh-contoh penyelesaian yang diberikan oleh guru, sehingga

siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal yang sedikit berbeda dengan contoh

soal yang diberikan oleh guru. Pemberian contoh dan soal-soal latihan berupa soal hitung

biasa dan jarang memberikan soal yang dalam penyelesaiannya menuntut kemampuan

berpikir kritis. Berdasarkan hal tersebut, sudah seharusnya guru mampu menciptakan suatu

kondisi belajar yang aktif, efektif, menyenangkan dan bermakna bagi siswa, serta mampu

melatih kemampuan berpikir kritis matematisnya.

Untuk mencapai harapan tersebut seorang guru harus terampil dalam memilih model

pembelajaran yang tepat dengan pokok bahasan yang disajikan dengan karakteristik siswa.

Menurut Rusman (2010:133) Model pembelajaran bukan semata-mata menyangkut

kegiatan guru mengajar akan tetapi harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu sebagai

berikut: (1) tujuan pembelajaran yang hendak dicapai; (2) hubungan dengan materi

pembelajaran; (3) sudut peserta didik serta hal lain yang nonteknis.

Menurut Panner (dalam Komalasari, 2011:268) kemampuan berpikir kritis matematis

siswa dapat dilatih dan dikembangkan. Pengembangan keterampilan berpikir kritis ini

sama halnya dengan keterampilan motorik, keduanya memerlukan latihan. Salah satu

pendekatan yang terbaik untuk mengembangkan keterampilan berpikir adalah memberikan

pertanyaan-pertanyaan sambil membimbing siswa mengaitkan dengan konsep yang telah

dimilikinya. Oleh karena itu model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model

pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan argument,

dan memberikan pertanyaan kepada siswa serta mampu membimbing siswa mengaitkan

dengan konsep yang telah dimilikinya. Salah satunya adalah model probing-prompting.

Probing-prompting adalah cara mengajukan serangkaian pertanyaan yang sifatnya

menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan

lama siswa dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari (Suharsono, 2015:282).

Selanjutnya, siswa mengkontruksi konsep-prinsip dan aturan menjadi pengetahuan baru,

dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Penerapan Model Probing-Prompting pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIII

SMP Negeri O Mangunharjo Tahun Pelajaran 2016/2017”.

B. LANDASAN TEORI

Menurut arti katanya, probing adalah penyelidikan dan pemeriksaan (Huda,

2013:281). Sedangkan dari segi bahasa istilah probing memiliki arti menyelidiki

Page 4: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

4

(Suharsono, 2015:281). Probing dapat berupa pertanyaan yang bersifat menggali, dan

mengajukan pertanyaan berkelanjutan yang mendorong siswa untuk mendalami jawaban

terhadap pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan ini disebut probing question.

Probing question adalah pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapat jawaban lebih

dalam dari siswa yang bertujuan untuk mengembangkan kualitas jawaban, sehingga

diperoleh jawaban berikutnya yang lebih jelas, akurat, dan beralasan (Huda, 2013:281).

Prompting adalah mendorong atau menuntun (Huda, 2013:281). Sedangkan dari

segi bahasa istilah prompting berarti mengarahkan dan menuntun (Suharsono, 2015:282).

Menurut Suharsono (2015:282) bentuk pertanyaan prompting dibedakan menjadi 3 macam

yaitu: (1) Mengubah pertanyaan dalam susunan kata-kata yang lebih sederhana merujuk

pada pertanyaan semula; (2) Mengajukan pertanyaan dengan kata-kata sederhana yang

sesuai dengan pengetahuan dan tingkat berpikir siswa; (3) Mereview informasi yang

diberikan dan pertanyaan yang membantu siswa untuk mengingat, dan menelaah jawaban

yang semula. Dengan kata lain prompting adalah cara lain menanggapi jawaban siswa

ketika mereka gagal menjawab pertanyan, atau jawabannya kurang sempurna.

Probing-prompting adalah cara mengajukan serangkaian pertanyaan yang sifatnya

menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan

lama siswa dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari (Suharsono, 2015:282).

Menurut Sudarti (dalam Huda, 2013:13) probing-prompting adalah suatu pembelajaran

dengan cara guru mengajukan pertanyaan untuk membimbing siswa menggunakan

pengetahuan yang ada pada dirinya agar dapat membangun sendiri menjadi pengetahuan

baru.

Langkah-langkah model probing-prompting dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Guru membagi siswa berkelompok dengan teman sebangkunya.

b. Siswa dihadapkan pada situasi baru, misalkan dengan memberikan gambar, rumus,

atau situasi lainnya yang mengandung permasalahan.

c. Guru memberikan serangkaian pertanyaan menggali secara teratur kepada siswa yang

berkaitan dengan materi ajar.

d. Menunggu beberapa saat untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk

merumuskan jawaban atau melakukan diskusi kecil.

e. Guru menunjuk satu siswa untuk menjawab pertanyaan. Jika jawaban tepat, Guru

meminta tanggapan siswa lain. Jika jawaban kurang tepat atau salah guru memberi

pertanyaan lain yang jawabannya petunjuk penyelesaian jawab tersebut. Dilanjutkan

Page 5: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

5

dengan pertanyaan yang menuntut siswa berpikir tingkat tinggi sampai dapat

menjawab sesuai dengan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) atau indikator.

f. Guru mengajukan pertanyaan akhir pada siswa berbeda untuk menekankan apakah

indikator benar-benar dipahami oleh seluruh siswa.

g. Guru memberikan kuis atau latihan mengenai materi yang dipelajari.

Berikut ini kelebihan dan kekurangan Probing-Prompting (Suharsono, 2015:282)

di antaranya adalah:

a. Kelebihan Probing-Prompting.

1) Mendorong siswa aktif berpikir.

2) Memberi kesempatan siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas.

3) Perbedaan pendapat antara siswa dapat dikompromikan ketika diskusi.

4) Pertanyaan dapat dibuat menarik, memusatkan perhatian siswa, sehingga ketika

siswa sedang ribut atau mengantuk, suasana menjadi segar, nyaman, dan hidup

lagi.

5) Berfungsi sebagai cara meninjau kembali (review) bahan pelajaran yang

lampau.

6) Mendorong keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan

mengemukakan pendapat.

b. Kekurangan Probing-Prompting.

1) Siswa merasa takut, ketika guru kurang mendorong siswa untuk berani

bertanya atau menjawab.

2) Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir dan

mudah dipahami siswa.

3) Untuk jumlah siswa yang banyak, tidak cukup waktu untuk memberikan

pertanyaan kepada tiap siswa.

4) Memerlukan waktu yang lama.

Berpikir adalah serangkaian, gagasan, idea atau konsepsi-konsepsi yang diarahkan

kepada suatu pemecahan masalah (Madawistama, 2015:249). Menurut Dewey (dalam

Komalasari, 2011:226) berpikir dimulai apabila seseorang dihadapkan pada sesuatu

masalah (perplexity). Seseorang menghadapi sesuatu yang membutuhkan jalan keluar

akan memanfaatkan pengetahuan. Dalam memanfaatkan pengetahuan tersebut akan terjadi

suatu proses tertentu di otak sehingga ditemukan suatu cara untuk menyelesaikan masalah

yang dihadapinya, proses tersebutlah yang dinamakan berpikir. Proses berpikir merupakan

suatu pengalaman memproses persoalan untuk mendapatkan dan menentukan suatu

Page 6: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

6

gagasan yang baru sebagai jawaban dari persoalan yang dihadapi (Suryosubroto,

2009:192). Menurut Sanjaya (2011:107) Dalam kegiatan belajar di kelas proses berpikir

tidak hanya pada materi pelajaran, tetapi juga diutamakan pada kemampuan siswa untuk

memperoleh pengetahuannya sendiri.

Berpikir kritis adalah sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam

kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk,

menganalisis asumsi dan melakukan penelitian ilmiah (Jhonson, 2007:183). Menurut

Madawistama (2015:249) berpikir kritis merupakan berpikir secara beralasan dan reflektif

dengan menekankan pembuatan keputusan tentang apa yang dipercayai atau dilakukan.

Menurut Ismaimuza & Musdalifah (2013:376) kemampuan berpikir kritis yang

diukur ada lima aspek yaitu: (1) Mengidentifikasi konsep; (2) Menghubungkan antar

konsep; (3) Mengevaluasi; (4) Memecahkan masalah; (5) Menganalisis.

Dari indikator di atas penulis menyimpulkan bahwa indikator berpikir kritis yang

disesuaikan dengan pedoman skor penilaian, yaitu:

1. Mengidentifikasi, mampu menemukan dan menentukan informasi penting dalam soal

(fakta, data dan konsep) dan menghubungkan sehingga dapat menyimpulkan

penyelesaian dan mengujinya kembali

2. Menganalisis masalah, mampu merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian

sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami. Untuk menjawab aspek analisis, siswa

harus dapat menguraikan sebab-sebab dan melakukan perhitungan berdasarkan aturan

tertentu.

3. Menghubungkan, mampu untuk menghubungkan informasi penting dalam soal (fakta,

data dan konsep) sehingga benar dalam penyelesaian dan mengujinya kembali.

4. Memecahkan masalah, mampu memahami soal dengan kritis sehingga setelah kegiatan

membaca soal mampu menangkap pokok pikiran (diketahui, ditanya dan kecukupan

unsur) dan menyusun model/pola penyelesaian sebuah konsep.

5. Mengevaluasi, mampu membuat pertimbangan dan putusan tentang nilai informasi,

bahan-bahan atau metode-metode. Kemampuan evaluasi memerluhkan kemampuan

dalam pemahaman, mengaplikasi, analisis dan sintesis. Artinya tipe hasil belajar

evaluasi mensyaratkan dikuasainya tipe hasil belajar sebelumnya.

C. METODOLOGI PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka penelitian ini menggunakan metode

eksperimen semu (quasi eksperiment) yang dilaksanakan tanpa adanya kelas pembanding.

Page 7: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

7

Desain atau rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pre-test dan

post-test. Desain penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

𝐴 𝑂1 𝑋 𝑂2 (Arikunto, 2010:124)

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII

SMP Negeri O Mangunharjo tahun pelajaran 2016/2017. Dengan sampel kelas VIII. C

sebagai kelas eksperimen yang diberikan perlakuan pembelajaran dengan mengunakan

model probing-prompting.

Tes diberikan sebanyak dua kali, yaitu tes kemampuan awal sebelum mengikuti

pembelajaran (pre-test) dan tes kemampuan akhir sesudah mengikuti pembelajaran (post-

test). Tes yang diberikan pada penelitian ini berbentuk essay yang memuat indikator-

indikator kemampuan berpikir kritis.

Pemberian skor kemampuan berpikir kritis dimodifikasi dari Facione (Ismaimuza

& Musdhalifa, 2013:377) seperti pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Tes Berpikir Kritis Aspek yang Diukur Respon Siswa Terhadap Soal Skor

Mengidentifikasi

Tidak menjawab atau memberi jawaban yang salah. 0

Menemukan atau mendeteksi hal-hal yang penting dari soal yang

diberikan.

1

Menemukan atau mendeteksi hal-hal yang penting, tetapi membuat

kesimpulan yang salah.

2

Menemukan atau mendeteksi hal-hal penting serta membuat

kesimpulan yang benar, tetapi melakukan kesalahan dalam

menghitung.

3

Menemukan hal penting, membuat kesimpulan yang benar, serta

melakukan perhitungan yang benar.

4

Menghubungkan

Tidak menjawab, atau memberi jawaban yang salah. 0

Bisa menentukan fakta, data, dan konsep, tetapi belum bisa

menghubungkannya.

1

Bisa menentukan fakta, data, konsep, dan bisa menghubungkan dan

menyimpulkannya antara fakta , data, konsep yang didapat tetapi

salah dalam melakukan perhitungan.

2

Bisa menentukan fakta, data, konsep, dan bisa menghubungkan dan

menyimpulkannya antara fakta ,data, konsep yang didapat dan benar

dalam melakukan perhitungan.

3

Bisa menentukan fakta, data, konsep, dan bisa menghubungkan dan

menyimpulkannya antara fakta ,data, konsep yang didapat dan benar

dalam melakukan perhitungan serta menguji kebenaran dari jawaban.

4

Tidak menjawab; atau memberi jawaban yang salah. 0

Bisa menemukan fakta, data, dan konsep, tetapi belum bisa

menghubungkankannya.

1

Bisa menemukan fakta, data, dan konsep, serta bisa menghubungkan

antara fakta, data, dan konsep tetapi salah dalam perhitungannya.

2

Bisa menemukan fakta, data, dan konsep, serta bisa menghubungkan

serta benar dalam perhitungannya.

3

Page 8: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

8

Menganalisis Bisa menemukan fakta, data, dan konsep, serta bisa menghubungkan

serta benar dalam melakukan perhitungannya, dan mengecek

kebenaran hubungan yang terjadi.

4

Memecahkan

masalah

Tidak menjawab, atau memberi jawaban yang salah. 0

Bisa menentukan informasi dari soal yang diberikan, tetapi belum

bisa memilih informasi yang penting.

1

Bisa menentukan informasi dari soal yang diberikan dan bisa

memilih informasi yang penting.

2

Bisa menentukan informasi dari soal yang diberikan, bisa memilih

informasi yang penting dan memilih strategi benar dalam

menyelesaikannya, tetapi melakukan kesalahan dalam melakukan

perhitungannya.

3

Bisa menentukan informasi dari soal yang diberikan, bisa memilih

informasi yang penting serta memilih strategi yang benar dalam

menyelesaikannya, dan benar dalam melakukan perhitungannya.

4

Mengevaluasi

Tidak menjawab atau memberi jawaban yang salah. 0

Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanya, dan kecukupan unsur)

dengan benar tetapi model matematika salah.

1

Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanya, dan kecukupan unsur)

dengan benar dan membuat model matematika dengan benar, tetapi

penyelesaiannya salah.

2

Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanya, dan kecukupan unsur)

dengan benar dan membuat model matematika dengan benar serta

benar dalam menyelesaikannya.

3

Mengidentifikasi soal (diketahui, ditanya, dan kecukupan unsur)

membuat dan menyelesaikan model matematika yang benar, dan

mengecek kebenaran jawaban yang diperoleh.

4

Sumber: Ismaimuza & Musdhalifa (2013) dimodifikasi dari Facione (1994)

klasifikasi rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada table 3.3.

Table 3.3 Klasifikasi nilai rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Persentase kemampuan berpikir kritis Interprestasi

81< x ≤ 100 Sangat baik

72 < x ≤ 81 Baik

44 < x ≤ 72 Cukup

25 < x ≤ 44 Kurang

0 < x ≤ 25 Sangat Kurang

Sumber: dimodifikasi dari Syahbana (2012:23)

Teknik analisis data dalam penelitian ini terhadap data kemampuan berpikir kritis

matematis adalah menghitung skor rata-rata dan simpangan baku, uji normalitas data, uji

homogenitas, dan uji hipotesis.

Sebelum instrumen digunakan, instrumen diuji coba terlebih dahulu untuk

mengetahui kualitas dan mutu soal yang digunakan sebagai alat pengumpul data. Dari

tujuh butir soal terdapat enam soal yang valid dan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar

0,77. Hal ini berarti soal tes tersebut memiliki derajat reliabilitas tinggi, sehingga dapat

dijadikan alat ukur.

Page 9: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

9

D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil perhitungan data tes awal dari 30 siswa yang mengikuti tes awal

diperoleh nilai tertinggi adalah 16 dan nilai terendah adalah 5 dengan kemampuan berpikir

kritis siswa rata-rata 9,66%. Dari 30 siswa yang mengikuti pre-test, 100% siswa atau

seluruh siswa mendapatkan nilai yang masuk dalam katagori kemampuan berpikir kritis

sangat kurang.

Berdasarkan hasil perhitungan data tes akhir diperoleh data bahwa dari 30 siswa

yang mengikuti post-test, nilai tertinggi adalah 82 dan nilai terendah adalah 35 dan

kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah diberi perlakuan pembelajaran

menggunakan model probing-prompting adalah 65,98%. Dari 30 siswa yang mengikuti

post-test terdapat 4 siswa atau 13,33% siswa yang kemampuan berpikir kritis

matematisnya termasuk dalam kategori sangat baik, 19 siswa atau 63,33% siswa

berkategori baik, 6 siswa atau 20% siswa termasuk dalam kategori kemampuan berpikir

kritis cukup baik dan 1 siswa atau 3,33% siswa termasuk dalam kategori kurang baik.

Berdasarkan data tes akhir dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan kemampuan

berpikir kritis matematis siswa setelah diberikan perlakuan pembelajaran menggunakan

model probing-prompting. Dari rata-rata kemampuan berpikir kritis tes awal sebesar

9,66% setelah diterapkan pembelajaran menggunakan model Probing-Prompting sebesar

65,98%. Sehingga rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 56,32%.

Berdasarkan analisis data hasil post-test menunjukkan nilai thitung > ttabel (2,9326 >

1,699) artinya H0 ditolak dan Ha diterima.Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam

penelitian ini dapat diterima kebenarannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa

“kemampuan berpikir kritis siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo tahun pelajaran

2016/2017 setelah diterapkan Model Probing-prompting secara signifikan dalam kategori

baik”.

Pembahasan

Pada pelaksanaan penelitian yang diawali dengan kegiataan pre-test, Dari hasil

analisis kemampuan data awal siswa diperoleh rata-rata nilai pre-test sebesar 9,66%. Pada

tes awal ini terlihat kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang sangat kurang, yaitu

dari 30 siswa yang mengikuti tes awal, 100% siswa atau seluruh siswa tersebut memiliki

kemampuan berpikir kritis matematis sangat kurang. Setelah diberikan pre-test, dilanjutkan

dengan pembelajaran dengan menggunakan model probing-prompting.

Page 10: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

10

Sebelum pertemuan pertama dilaksanakan, peneliti mengadakan sosialisasi tentang

pembelajaran matematika dengan menggunakan model probing-prompting. Sosialisasi ini

diperlukan karena model probing-prompting ini belum pernah diterapkan sebelumnya.

Selain itu peneliti sebelum kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama peneliti

memberikan jam pelajaran tambahan atau Les matematika. Les tersebut diberikan dengan

pembelajaran secara konvensional dengan materi relasi dan fungsi yang meliputi

pengertian relasi, menyatakan relasi, pengertian fungsi, notasi fungsi dan nilai fungsi serta

menyatakan fungsi. Les matematika ini diperlukan karena pembelajaran model probing-

prompting ini merupakan pembelajaran yang bersifat pengulangan dan berfungsi sebagai

cara meninjau kembali (review) bahan pelajaran yang lampau.

Sebelum pertemuan pertama dilaksanakan, peneliti mengadakan sosialisasi tentang

pembelajaran matematika dengan menggunakan model probing-prompting. Sosialisasi ini

diperlukan karena model probing-prompting ini belum pernah diterapkan sebelumnya.

Selain itu peneliti sebelum kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama peneliti

memberikan jam pelajaran tambahan atau Les matematika. Les tersebut diberikan dengan

pembelajaran secara konvensional dengan materi relasi dan fungsi yang meliputi

pengertian relasi, menyatakan relasi, pengertian fungsi, notasi fungsi dan nilai fungsi serta

menyatakan fungsi. Les matematika ini diperlukan karena pembelajaran model probing-

prompting ini merupakan pembelajaran yang bersifat pengulangan dan berfungsi sebagai

cara meninjau kembali (review) bahan pelajaran yang lampau.

Pertemuan pertama Kegiatan pembelajaran menggunakan model probing-

prompting ini dilakukan tanggal 9 September 2016 proses pembelajaran di kelas

eksperimen jam pembelajaran pada kelas VIII.C sebanyak dua jam pembelajaran

dimaksimalkan peneliti untuk melakukan perlakuan pertama pada materi pengertian relasi

dan menyatakan relasi. Pada pelaksanaan pembelajaran, siswa terlihat tegang dengan

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru karena siswa tidak bisa menjawab. Guru

memiliki kendala untuk menuntun siswa mendapatkan jawaban yang benar, karena siswa

kurang menguasai materi prasyarat, yaitu materi himpunan, anggota himpunan, dan

himpunan bagian dari suatu himpunan. Hal ini terlihat dari ketidakmampuan siswa

menjawab pertanyaan guru mengenai pengertian relasi dan cara menyajikan relasi, yang

bersifat menggali dan menuntun, sehingga kondisi kelas menjadi tidak kondusif karena

siswa sibuk bertanya dan berdiskusi dengan siswa dari kelompok lain.

Beberapa siswa juga terlihat tidak membantu teman sekelompoknya dalam

berdiskusi karena sibuk melakukan kegiatan yang tidak berkaitan dengan pembelajaran.

Page 11: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

11

Untuk mengatasinya, guru berkeliling kelas untuk mengawasi jalannya diskusi dan

membantu siswa yang kesulitan. Selain itu waktu yang terbatas, menyebabkan pembahasan

materi kurang maksimal. Akibatnya, siswa yang memiliki kemampuan rendah tidak dapat

memahami materi yang telah dibahas selain itu juga siswa kesulitan dalam mengerjakan

latihan yang memuat indikator kemampuan berpikir kritis terutama pada indikator

mengevaluasi, menghubungkan dan memecahkan masalah. Hal ini terjadi karena masalah

yang disajikan pada model probing-prompting dengan kemampuan berpikir kritis

merupakan masalah yang membutuhkan kemampuan berpikir cukup tinggi, sehingga

umumnya yang dapat mengikuti model pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis

tersebut dengan baik adalah siswa yang tergolong berkemampuan tingkat tinggi pula.

Namun peneliti selalu berusaha untuk meminimalisirkan kendala-kendala tersebut dengan

mengevaluasi tiap pertemuan, seperti mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan yang akan

diajukan kepada siswa.

Pada pertemuan kedua tanggal 15 September 2016, siswa telah mampu mengikuti

pembelajaran dengan baik. Hal ini terbukti makin banyaknya siswa yang menyampaikan

pendapat dan siswa telah mampu menjawab pertanyaan yang diajukan walaupun siswa

harus banyak diberikan pertanyaan yang sifatnya menuntun terlebih dahulu. siswa mulai

mampu menyelesaikan soal-soal latihan yang memuat indikator kemampuan berpikir kritis,

walaupun dalam penyelesaian soal latihan tersebut masih ada kekeliruan terutama untuk

indikator mengevaluasi.

Pada pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 16 September 2016, pada

pertemuan ketiga ini hambatan-hambatan yang terjadi pada pertemuan pertama dan kedua

perlahan-lahan mulai mengalami perubahan yang baik. Pada pertemuan ini siswa sudah

mulai terbiasa belajar dengan menggunakan model probing-prompting. Siswa sudah dapat

bekerjasama dengan baik dalam berdiskusi kecil untuk merumuskan jawaban yang

diajukan oleh peneliti, siswa juga sudah mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan oleh peneliti siswa-siswa lain pun sudah aktif menyampaikan pendapat mereka.

Soal-soal latihan yang memuat indikator berpikir kritis, yang meliputi mengidentifikasi,

menganalisis, menghubungkan, memecahkan masalah, dan mengevaluasi juga sudah bisa

diselesaikan tetapi masih ada penjelasan-penjelasan yang masih belum tepat. Hal ini

menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa ada peningkatan dari

pertemuan pertama dan kedua.

Setelah diberikan perlakuan menggunakan model probing-prompting pada kelas

VIII.C diberikan tes akhir untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis matematis siswa

Page 12: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

12

setelah adanya perlakuan dengan model probing-prompting. Berdasarkan hasil tes akhir

rata-rata nilai yang diperoleh siswa yaitu 65,98%. Pada tes akhir ini menunjukkan

kemampuan kemampuan berpikir kritis matematis dari 30 siswa terdapat 4 atau 13,33%

siswa yang memiliki kemampuan kemampuan berpikir kritis matematis yang sangat baik,

19 atau 63,33% siswa termasuk dalam kategori baik, 6 siswa atau 20% siswa yang

memiliki kemampuan berpikir kritis matematis cukup baik dan 1 siswa atau 3,33%

termasuk dalam kategori kurang baik. Jadi, terdapat peningkatan kemampuan berpikir

kritis matematis pada tes awal dari rata-rata sangat kurang yaitu 9,66% dan pada tes akhir

rata-rata kemampuan berpikir matematis termasuk dalam katagori baik yaitu 65,98%

sehingga peningkatan rata-rata nilai tersebut adalah 56,32%. Persentase indikator

kemampuan berpikir kritis hasil post-test setelah diterapkan model probing-prompting

kelas esperimen dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Persentase Kemampuan Berpikir Kritis Siswa No Indikator Rata-rata Persentase (%)

1 Mengidentifikasi 2,98 74,13%

2 Menganalisis 2,60 65%

3 Menghubungkan 2,51 62,71%

4 Memecahkan Masalah 2,42 60,56%

5 Mengevaluasi 1,98 49,58%

Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat bahwa indikator mengidentifikasi mendapat

persentase sebesar 74,13% dan termasuk dalam kategori baik, dengan pencapaian

persentase yang tertinggi. Indikator mengidentifikasi merupakan indikator yang

memerlukan kemampuan berpikir dengan tingkatan yang rendah. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Benyamin S Bloom (Purwanto, 2010:50) bahwa indikator mengidentifikasi

termasuk dengan kategori berpikir tingkat C1 (Pengetahuan) yang merupakan kemampuan

paling rendah tetapi paling dasar dalam kawasan kognitif. Pada model probing-prompting

aktifitas terpusat pada kegiatan guru yang menghadapkan siswa pada situasi baru, misalkan

dengan memberikan gambar, rumus, atau situasi lainnya yang mengandung masalah dan

memberikan serangkaian pertanyaan menggali secara teratur kepada siswa. Aktifitas

tersebut menuntut siswa untuk mengingat kembali pengetahuan lama siswa, sehingga dapat

melatih kemampuan berpikir kritis dalam mengidentifikasi yang termasuk kategori berpikir

tingkat C1.

Pada indikator menganalisis dengan tingkat berpikir C4 (menganalisis) didapat

persentase sebesar 65% artinya kemampuan berpikir kritis matematis pada indikator

menganalisis termasuk dalam kategori baik. Untuk indikator menghubungkan dengan

Page 13: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

13

tingkat berpikir C5 (sintesis) didapat persentase sebesar 62,71%, artinya kemampuan

berpikir kritis matematis pada indikator menghubungkan termasuk dalam kategori baik.

Pada indikator memecahkan masalah yang termasuk tingkat berpikir C4 (menganalisis)

mendapatkan hasil yang baik dengan persentase sebesar 60,56%, dan termasuk dalam

kategori baik. Aktivitas diskusi kecil yang dilakukan siswa untuk merumuskan jawaban

pada kegiatan model probing-promting dapat menumbuhkan dan mengaktifkan

kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam menganalisis, menghubungkan, dan

memecahkan masalah. Hal ini dikarenakan setelah siswa menangkap ide yang dipelajari

melalui pengamatan yang dilakukan berdasarkan apa yang peneliti berikan misal gambar,

rumus atau lainnya, dengan kelompok diskusinya siswa dituntut untuk menganalisis

pengamatannya lalu menghubungkan informasi yang baru dengan skema pengetahuan

yang telah ada, setelah memahami soal dan menangkap pokok pikiran siswa menyusun

sebuah pola penyelesaian untuk memecahkan masalah sehingga aktifitas tersebut dapat

menunjang kemampuan berpikir tingkat C4 (menganalisis) dan C5 (mensintesis).

Sedangkan pada indikator mengevaluasi mendapatkan hasil persentase terendah

yaitu 49,58% dengan kategori cukup. Indikator mengevaluasi ini termasuk dalam kategori

berpikir tingkat C6 (mengevaluasi) yang tingkatannya lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan

pendapat Benyamin S Bloom (Purwanto, 2010:50) yang berpendapat bahwa mengevaluasi

merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Oleh karena itu siswa masih

kesulitan untuk mencapai kategori baik pada indikator mengevaluasi ini, sehingga masih

memerlukan banyak latihan untuk mencapai hasil yang lebih maksimal. Aktifitas siswa

memberikan jawaban dan siswa lain memberikan tanggapan pada kegiatan model probing-

promting dapat menumbuhkan dan mengaktifkan kemampuan berpikir kritis matematis

siswa dalam mengevaluasi. Hal ini dikarenakan saat siswa mengungkapkan pendapat dan

mempertahankan pendapat, siswa dilatih untuk menilai dan meyakini hasil pekerjaan

mereka benar atau tidak.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis uji t dengan nilai post-test menunjukkan

bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII.C SMP Negeri O.

Mangunharjo setelah diterapkan model probing-promting secara signifikan dalam kategori

baik. Hal ini ditunjukkan dari hasil tes akhir diperoleh thitung = 2,9326. dengan derajat

kebebasan dk = n – 1 = 30 – 1 = 29, = 0,05 diperoleh ttabel = 1,699 sehingga thitung > ttabel

(2,9326 > 1,699) maka Ho diterima dan Ha ditolak, sehingga hipotesis diterima,

kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo tahun

pelajaran 2016/2017 setelah diterapkan pembelajaran dengan model Probing-Prompting

Page 14: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

14

secara signifikan dalam kategori baik. Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran

matematika dengan menggunakan model Probing-Prompting membuat siswa lebih aktif,

mendorong keberanian dan keterampilan siswa dalam menjawab dan mengemukakan

pendapat, memberi kesempatan siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang kurang jelas,

dan dengan menggunakan model Probing-Prompting bahan pembelajaran yang lampau

dapat ditinjau kembali (review).

E. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas VIII SMP Negeri O Mangunharjo tahun

pelajaran 2016/2017 setelah diterapkan pembelajaran dengan model Probing-Prompting

secara signifikan dalam kategori baik. Setelah pembelajaran menggunakan model Probing-

Prompting pada kelas eksperimen rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis matematis

sebesar 65,98 dengan katagori baik.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan agar kemampuan berpikir kreatif

matematika siswa meningkat, dapat dilaksanakan dengan model pembelajaran probing-

prompting. Hal ini dikarenakan model pembelajaran probing-prompting membuat siswa

lebih aktif dalam proses kegiatan belajar sehingga dapat meningkatkan kemampuan

berpikir kritis matematis siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Zubaidah. 2015. Mengungkap Seni Bermatematika dalam Pembelajaran. Suska

Journal of Mathematics Education. Vol. 1 No. 1 Hal 60–76.

Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Huda, Miftahul. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka

Pelajaran Offset.

Husnidar, Ikhsan & Rizal. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal

Didaktik Matematika. Vol. 1 No. 1 Hal 71–82.

Ismaimuza, Dasa & Musdalifah, Selvi. 2013. Pengembangan Instrumen Kemampuan

Berpikir Kritis Untuk Siswa SMP. Prosiding Seminar Nasional Sains dan

Matematika II. ISBN 978-602-8824-49-1. Hal 375-378.

Johnson, Elaine. 2007. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar

Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: MLC.

Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT

Refika Aditama.

Page 15: PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING UNTUK MENGUKUR …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Artikel mely 1.pdf · 2016/2017 yang berjumlah 180 siswa dan sebagai sampel adalah kelas

15

Madawistama, Tirto, S. 2015. Meningkatkan Kemampuan Berfikir Kritis dan Kreativitas

Matematik Melalui Pembelajaran Berdasarkan Teori Valsiner. Prosiding Seminar

Nasional Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi. ISBN 2338-8315. Hal 257–

264.

Purwanto. 2010. Evaluasi Hasil belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Keprofesionalan Guru.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sanjaya, H. Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Kencana.

Suharsono. 2015. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematik Siswa

SMA Menggunakan Model Probing Prompting. Jurnal Ilmu Pendidikan dan

Pengajaran. Vol. 2 No. 03 Hal 278–289.

Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Syahbana, Ali. 2012. Pengembangan Perangakat Pembelajaran Berbasis Kontekstual

Untuk Mengukur Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP. Jurnal

Edumatica. Vol. 02 No. 02 Hal 17–26.

Yulianti. 2014. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Peluang Berbasis Reciprocal

Teaching untuk Melatih Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas XI SMK Negeri

3 Lubuklinggau. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol 4 No 1 Hal 97–113.