57
BAB I PENDAHULUAN Pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional di bidang kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang produktif yang mampu bekerja menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan untuk menghadapi persaingan kerja. Lulusan pendidikan kejuruan memang mempunyai kualifikasi sebagai (calon) tenaga kerja yang memiliki keterampilan vokasional tertentu sesuai dengan bidang keahliannya. Gambaran tentang kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan Crunkilton (1979), bahwa : “Kualitas pendidikan kejuruan menerapkan ukuran ganda, yaitu kualitas menurut ukuran sekolah atau in-school success standards dan kualitas menurut ukuran masyarakat atau out-of school success standards”. Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan peserta didik dalam memenuhi tuntutan kurikuler yang telah diorientasikan pada tuntutan dunia kerja, sedangkan kriteria kedua, meliputi keberhasilan peserta didik yang tertampilkan pada kemampuan unjuk kerja sesuai dengan standar kompetensi nasional ataupun internasional setelah mereka berada di lapangan kerja yang sebenarnya. Upaya untuk mencapai kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja tersebut, perlu didasari dengan kurikulum yang dirancang dan dikembangkan Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah Menengah M.Syafaat Putrasyah 1

Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

application system approach at middle school

Citation preview

Page 1: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

BAB IPENDAHULUAN

Pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK), dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang

siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional di bidang

kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang produktif yang

mampu bekerja menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan untuk menghadapi

persaingan kerja. Lulusan pendidikan kejuruan memang mempunyai kualifikasi sebagai

(calon) tenaga kerja yang memiliki keterampilan vokasional tertentu sesuai dengan bidang

keahliannya.

Gambaran tentang kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan

Crunkilton (1979), bahwa : “Kualitas pendidikan kejuruan menerapkan ukuran ganda, yaitu

kualitas menurut ukuran sekolah atau in-school success standards dan kualitas menurut

ukuran masyarakat atau out-of school success standards”. Kriteria pertama meliputi aspek

keberhasilan peserta didik dalam memenuhi tuntutan kurikuler yang telah diorientasikan pada

tuntutan dunia kerja, sedangkan kriteria kedua, meliputi keberhasilan peserta didik yang

tertampilkan pada kemampuan unjuk kerja sesuai dengan standar kompetensi nasional

ataupun internasional setelah mereka berada di lapangan kerja yang sebenarnya.

Upaya untuk mencapai kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan

tuntutan dunia kerja tersebut, perlu didasari dengan kurikulum yang dirancang dan

dikembangkan dengan prinsip kesesuaian dengan kebutuhan stakeholders. Kurikulum

pendidikan kejuruan secara spesifik memiliki karakter yang mengarah kepada pembentukan

kecakapan lulusan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan tertentu. Kecakapan

tersebut telah diakomodasi dalam kurikulum SMK yang meliputi kelompok Normatif, Adaptif

dan kelompok Produktif.

Pendidikan dan pelatihan di SMK, khususnya pada program produktif yang sesuai

dengan bidang keahlian, secara ideal dituntut untuk menerapkan pendekatan pembelajaran

yang mampu memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik di dalam penguasaan

kompetensi atau kemampuan kerja sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri.

Pendekatan pembelajaran tersebut terdiri dari : Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency

Based Training), Pelatihan Berbasis Produksi (Production Based Training) dan Pelatihan

Berbasis Industri. Dengan menerapkan pendekatan pembelajaran ini diharapkan mampu

memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik di dalam penguasaan seluruh

kompetensi yang harus dikuasai sesuai Standar Kompetensi Nasional.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 1

Page 2: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Belakangan ini ada beberapa kasus mengenai sekolah atau lembaga pendidikan

yang berjalan tanpa adanya sistem yang baik. Semua komponen tidak terkoordinasi

dengan baik. Akibatnya banyak dari komponen-komponen itu itu tidak berjalan secara

efektif dan efisien. Padahal pengajaran berkaitan dengan hal bagaimana guru mengajar

serta bagaimana siswa belajar. Proses pembelajaran ini merupakan suatu kegiatan yang

disadari dan direncanakan. Kegiatan yang disadari dan direncanakan mencakup tiga hal

antara lain:  perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Pengajaran dilakukan dalam waktu

yang berkala, baik untuk waktu jangka pendek, menengah ataupun jangka panjang.

Misalnya, latihan Pembina Pramuka selama satu minggu. Apakah suatu pengajaran

berjangka waktu lama ataupun singkat, tetap membutuhkan suatu program kerja, yaitu

program pengajaran yang secara singkat disebut program pengajaran. Program

Pengajaran merupakan suatu program bagaimana mengajarkan apa-apa yang sudah

dirumuskan dalam kurikulum. Dewasa ini konsep yang banyak mewarnai pengajaran di

sekolah dasar dan sekolah menengah di Indonesia adalah konsep Teknologi Pendidikan.

Khususnya pengajaran sebagai system. Oleh karena ini, pembahasan, dimulai dari konsep

tentang system, dan pengajaran sebagai suatu system. Oleh karenanya, perlu adanya

perencanaan yang baik, sehingga semua komponen, baik yang secara langsung maupun

tidak langsung berhubungan dengan proses pembelajaran bisa berjalan dengan efektif dan

efisien.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 2

Page 3: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

BAB IIKARAKTERISTIK DAN TUNTUTAN

PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN

A. Karakteristik Pendidikan Kejuruan

Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan satuan

pendidikan lainnya. Perbedaan tersebut dapat dikaji dari tujuan pendidikan, substansi

pelajaran, tuntutan pendidikan dan lulusannya.

1. Tujuan pendidikan kejuruan

Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,

kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan

mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya.

Berdasarkan pada tujuan pendidikan kejuruan di atas, maka untuk memahami

filosofi pendidikan kejuruan perlu dikaji dari landasan penyelenggaraan pendidikan

kejuruan sebagai berikut :

a. Asumsi tentang anak didik

Pendidikan kejuruan harus memandang anak didik sebagai individu yang

selalu dalam proses untuk mengembangkan pribadi dan segenap potensi yang

dimilikinya. Pengembangan ini menyangkut proses yang terjadi pada diri anak didik,

seperti proses menjadi lebih dewasa, menjadi lebih pandai, menjadi lebih matang,

yang menyangkut proses perubahan akibat pengaruh eksternal, antara lain

berubahnya karir atau pekerjaan akibat perkembangan sosial ekonomi masyarakat.

Keunikan tiap individu dalam berinteraksi dengan dunia luar melalui

pengalaman belajar merupakan upaya terintegrasi guna menunjang proses

perkembangan diri anak didik secara optimal. Kondisi ini tertampilkan dalam prinsip

pendidikan kejuruan “learning by doing”, dengan kurikulum yang berorientasi pada

dunia kerja.

b. Konteks sosial pendidikan kejuruan

Tujuan dan isi pendidikan kejuruan senantiasa dibentuk oleh kebutuhan

masyarakat yang berubah begitu pesat, sekaligus juga harus berperan aktif dalam ikut

serta menentukan tingkat dan arah perubahan masyarakat dalam bidang kejuruannya

tersebut.

Pendidikan kejuruan berkembang sesuai dengan perkembangan tuntutan

masyarakat, melalui dua institusi sosial. Pertama, institusi sosial yang berupa struktur

pekerjaan dengan organisasi, pembagian peran atau tugas, dan perilaku yang

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 3

Page 4: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

berkaitan dengan pemilihan, perolehan dan pemantapan karir. Institusi sosial yang

kedua, berupa pendidikan dengan fungsi gandanya sebagai media pelestarian budaya

sekaligus sebagai media terjadinya perubahan sosial.

c. Dimensi ekonomi pendidikan kejuruan

Hubungan dimensi ekonomi dengan pendidikan kejuruan secara konseptual

dapat dijelaskan dari kerangka investasi dan nilai balikan (value of return) dari hasil

pendidikan kejuruan. Dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan, baik swasta

maupun pemerintah semestinya pendidikan kejuruan memiliki konsekuensi investasi

lebih besar daripada pendidikan umum. Di samping itu, hasil pendidikan kejuruan

seharusnya memiliki peluang tingkat balikan (rate of return) lebih cepat

dibandingkan dengan pendidikan umum. Kondisi tersebut dimungkinkan karena

tujuan dan isi pendidikan kejuruan dirancang sejalan dengan perkembangan

masyarakat, baik menyangkut tugas-tugas pekerjaan maupun pengembangan karir

peserta didik.

Pendidikan kejuruan merupakan upaya mewujudkan peserta didik menjadi

manusia produktif, untuk mengisi kebutuhan terhadap peran-peran yang berkaitan

dengan peningkatan nilai tambah ekonomi masyarakat. Dalam kerangka ini, dapat

dikatakan bahwa lulusan pendidikan kejuruan seharusnya memiliki nilai ekonomi

lebih cepat dibandingkan pendidikan umum.

d. Konteks Ketenagakerjaan Pendidikan Kejuruan

Pendidikan kejuruan harus lebih memfokuskan usahanya pada komponen

pendidikan dan pelatihan yang mampu mengembangkan potensi manusia secara

optimal. Meskipun pada dasarnya hubungan antara pendidikan kejuruan dan

kebijakan ketenagakerjaan adalah hubungan yang didasari oleh kepentingan

ekonomis, tetapi harus selalu diingat bahwa hubungan penyelenggraan pendidikan

kejuruan tidak semata-mata ditentukan oleh kepentingan ekonomi.

Dalam konteks ini diartikan bahwa pendidikan kejuruan, dengan dalih

kepentingan ekonomi, tidak seharusnya hanya mendidik anak didik dengan

seperangkat skill atau kemampuan spesifik untuk pekerjaan tertentu saja, karena

keadaan ini tidak memperhatikan anak didik sebagai suatu totalitas. Mengembangkan

kemampuan spesifik secara terpisah dari totalitas pribadi anak didik, berarti

memberikan bekal yang sangat terbatas bagi masa depannya sebagai tenaga kerja.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 4

Page 5: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

2. Substansi pendidikan kejuruan

Substansi dari pendidikan kejuruan harus menampilkan karakteristik pendidikan

kejuruan yang tercermin dalam aspek-aspek yang erat dengan perencanaan kurikulum,

yaitu :

a. Orientasi (Orientation)

Kurikulum pendidikan kejuruan telah berorientasi pada proses dan hasil atau

lulusan. Keberhasilan utama kurikulum pendidikan kejuruan tidak hanya diukur

dengan keberhasilan pendidikan peserta didik di sekolah saja, tetapi juga dengan

hasil prestasi kerja dalam dunia kerja. Finch dan Crunkilton (1984 : 12)

mengemukakan bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan berorientasi terhadap

proses (pengalaman dan aktivitas dalam lingkungan sekolah) dan hasil (pengaruh

pengalaman dan aktivitas tersebut pada peserta didik).

b. Dasar kebenaran/Justifikasi (Justification)

Pengembangan program pendidikan kejuruan perlu adanya alasan atau

justifikasi yang jelas. Justifikasi untuk program pendidikan kejuruan adalah adanya

kebutuhan nyata tenaga kerja di lapangan kerja atau di dunia usaha dan industri.

Dasar kebenaran/justifikasi pendidikan kejuruan menurut Finch dan Crunkilton

(1984 : 12), meluas hingga lingkungan sekolah dan masyarakat. Ketika kurikulum

berorientasi pada peserta didik, maka dukungan bagi kurikulum tersebut berasal dari

peluang kerja yang tersedia bagi para lulusan.

c. Fokus (Focus)

Fokus kurikulum dalam pendidikan kejuruan tidak terlepas pada

pengembangan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu, tetapi harus secara

simultan mempersiapkan peserta didik yang produktif. Finch dan Crunkilton (1984 :

13) mengemukakan bahwa : Kurikulum pendidikan kejuruan berhubungan langsung

dengan membantu siswa untuk mengembangkan suatu tingkat pengetahuan,

keahlian, sikap dan nilai yang luas. Setiap aspek tersebut akhirnya bertambah dalam

beberapa kemampuan kerja lulusan. Lingkungan belajar pendidikan kejuruan

mengupayakan di dalam mengembangkan pengetahuan peserta didik, keahlian

meniru, sikap dan nilai serta penggabungan aspek-aspek tersebut dan aplikasinya

bagi lingkungan kerja yang sebenarnya.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 5

Page 6: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Seluruh kemampuan tersebut di atas, dapat dikuasai oleh peserta didik

melalui pengalaman belajar yang diberikan, yaitu berupa rangsangan yang

diaplikasikan baik pada situasi kerja yang tersimulasi lewat proses belajar mengajar

di sekolah maupun situasi kerja yang sebenarnya pada dunia usaha atau industri

(pembelajaran di dunia kerja). Dari hasil belajar atau kemampuan yang telah dikuasai

diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan diri peserta didik,

sehingga mereka mampu bekerja sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri.

d. Standar keberhasilan di sekolah (In-school success standards)

Kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan

diukur dari keberhasilan peserta didik di sekolah, mengenai beberapa aspek yang

akan dia masuki. Penilaian keberhasilan pada peserta didik di sekolah harus pada

penilaian sebenarnya atau kemampuan melakukan suatu pekerjaan. Dengan kata lain

bahwa dalam standar keberhasilan sekolah harus berhubungan erat dengan

keberhasilan yang diharapkan dalam pekerjaan, dengan kriteria yang digunakan oleh

guru dengan mengacu pada standar atau prosedur kerja yang telah ditentukan oleh

dunia kerja (dunia usaha dan dunia industri).

e. Standar keberhasilan di luar sekolah (Out-of school success standards)

Penentu keberhasilan tidak terbatas pada apa yang terjadi di lingkungan

sekolah. Standar keberhasilan di luar sekolah berkaitan dengan pekerjaan atau

kemampuan kerja yang biasanya dilakukan oleh dunia usaha atau dunia industri.

Menurut Starr (1975), bahwa : Walaupun standar keberhasilan beragam antar sekolah

dan antar Negara, tetapi keberhasilan tersebut seringkali mengambil bentuk kepuasan

pegawai dengan keahlian lulusan, suatu persentase tinggi lulusan yang mendapatkan

pekerjaan di bidang persiapan atau dalam bidang yang berhubungan, kepuasan kerja

lulusan, kemajuan yang dialami lulusan.

Standar kelulusan di luar sekolah (out-of school success standards) dilakukan

oleh dunia usaha dan industri yang mengacu pada standar kompetensi sesuai bidang

keahlian atau produk yang dihasilkan oleh masing-masing industri.

f. Hubungan kerja sama dengan masyarakat (School-community relationships)

Suatu usaha pendidikan harus berhubungan dengan masyarakat, demikian

pula dengan pendidikan kejuruan memiliki tanggung jawab di dalam

mempertahankan hubungan yang kuat dengan berbagai bidang keahlian yang

berkembang di masyarakat.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 6

Page 7: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Pengertian masyarakat yang dimaksud adalah dunia usaha dan dunia industri.

Penyelenggaraan pendidikan kejuruan harus relevan dengan tuntutan kerja pada

dunia usaha atau industri, maka masalah hubungan antara lembaga pendidikan

dengan dunia usaha atau industri merupakan suatu ciri karakteristik yang penting

bagi pendidikan kejuruan.

Perwujudan hubungan timbal balik berupa kesediaan dunia usaha atau

industri, menampung peserta didik untuk mendapat kesempatan pengalaman belajar

di lapangan kerja atau industri, merpakan bentuk kerjasama yang saling

menguntungkan.

g. Keterlibatan Pemerintah Pusat (Federal involvement)

Keterlibatan pemerintah pusat ini berkaitan dengan dana pendidikan yang

akan dialokasikan, karena hal ini akan mempengaruhi kurikulum. Misalnya :

Ketentuan jam pengajaran kejuruan tertentu dan jenis perlengkapan tertentu yang

digunakan di bengkel atau laboratorium dapat membantu perkembangan suatu

tingkat kualitas yang lebih tinggi.

h. Kepekaan (Responsivenenss)

Komitmen yang tinggi untuk selalu berorientasi ke dunia kerja, pendidikan

kejuruan harus mempunyai ciri berupa kepekaan atau daya suai terhadap

perkembangan masyarakat pada umumnya, dan dunia kerja pada khususnya.

Perkembangan ilmu dan teknologi, inovasi dan penemuan-penemuan baru di bidang

produksi dan jasa, besar pengaruhnya terhadap perkembangan pendidikan kejuruan.

Untuk itulah pendidikan kejuruan harus bersifat responsif proaktif terhadap

perkembangan ilmu dan teknologi, dengan upaya lebih menekankan kepada sifat

adaptabilitas dan fleksibilitas untuk menghadapi prospek karir peserta didik dalam

jangka panjang.

i. Logistik

Kurikulum pendidikan kejuruan dalam implementasi kegiatan pembelajaran

perlu didukung oleh fasilitas beajar yang memadai, karena untuk mewujudkan situasi

belajar yang dapat mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif,

diperlukan banyak perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik. Bengkel kerja dan

laboratorium adalah kelengkapan utama dalam sekolah kejuruan yang harus ada

sebagai fasilitas bagi peserta didik di dalam mengembangkan kemampuan kerja

sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 7

Page 8: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Kebutuhan untuk koordinasi program kejuruan yang bekerja sama dengan

industri di masyarakat, berhubungan erat untuk menjalin dan mempertahankan pusat

kerja bagi peserta didik menunjukkan suatu susunan unit permasalahan logistik.

j. Pengeluaran (Expense)

Pengeluaran rutin sebagai biaya pendidikan pada pendidikan kejuruan yang

menunjang kegiatan pembelajaran, mencakup biaya listrik, air, pemeliharaan dan

penggantian peralatan, biaya transportasi ke lokasi/industri (tempat praktek

kerja/magang) yang jauh dari sekolah. Di samping itu, peralatan harus diperbaharui

secara periodik juga guru berharap untuk memberikan pengalaman belajar yang

sebenarnya bagi peserta didik sebagaimana layaknya di industri, maka ini bisa

menjadi mahal. Yang terakhir yang juga harus menjadi perhatian adalah pembelian

bahan habis sebagai bahan praktikum yang digunakan secara rutin sesuai dengan

program keahlian yang dikembangkan pada SMK masing-masing.

B. Tuntutan Perkembangan Pendidikan Kejuruan

Perkembangan teknologi menuntut adanya perkembangan pula pada pendidikan

kejuruan, karena saat ini tatanan kehidupan pada umumnya dan tatanan perekonomian

pada khususnya sedang mengalami pergeseran paradigma ke arah global. Pergeseran ini

akan membuka peluang kerja sama antar Negara semakin terbuka dan di sisi lain,

persaingan antar Negara semakin ketat. Untuk meningkatkan kemampuan persaingan

dalam perdagangan bebas, diperlukan serangkaian kekuatan daya saing yang tangguh,

antara lain kemampuan manajemen, teknologi dan sumber daya manusia. Sumber daya

manusia merupakan sumber daya aktif yang dapat menentukan kelangsungan hidup dan

kemenangan dalam persaingan suatu bangsa.

Pendidikan memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan sumber

daya manusia yang tangguh untuk menghadapi persaingan bebas. Termasuk pendidikan

kejuruan yang menyiapkan peserta didik atau sumber daya manusia yang memiliki

kemampuan kerja sebagai tenaga kerja menengah sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan

dunia industri. Oleh karena itu sesuai dengan tuntutan perkembangan pendidikan kejuruan,

maka perlu adanya pembaharuan pendidikan dan pelatihan kejuruan di SMK untuk masa

depan.

1. Tuntutan Peserta Didik

Pendidikan kejuruan memiliki peran untuk menyiapkan peserta didik agar siap

bekerja, baik bekerja secara mandiri (wiraswasta) maupun mengisi lowongan pekerjaan

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 8

Page 9: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

yang ada. SMK sebagai salah satu institusi yang menyiapkan tenaga kerja, dituntut

mampu menghasilkan lulusan sebagaimana yang diharapkan dunia kerja. Tenaga kerja

yang dibutuhkan adalah sumber daya manusia yang memiliki kompetensi sesuai dengan

bidang pekerjaannya, memiliki daya adaptasi dan daya saing yang tinggi. Atas dasar itu,

pengembangan kurikulum dalam rangka penyempurnaan pendidikan menengah

kejuruan harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dunia kerja.

2. Tuntutan Menjawab Kebutuhan Masyarakat

Ditinjau dari perspektif perkembangan kebutuhan pembelajaran dan

aksesibilitas duia usaha/industri, sekurang-kurangnya tiga dimensi pokok yang menjadi

tantangan bagi SMK, baik dalam konteks regional maupun nasional, diantaranya :

a. Implementasi program pendidikan dan pelatihan harus berfokus pada pendayagunaan

potensi sumber daya lokal, sambil mengoptimalkan kerjasama secara intensif dengan

institusi pasangan

b. Pelaksanaan kurikulum harus berdasarkan pendekatan yang lebih fleksibel sesuai

dengan trend perkembangan dan kemajuan teknologi agar kompetensi yang diperoleh

peserta didik selama dan sesudah mengikuti program diklat, memiliki daya adaptasi

yang tinggi

c. Program pendidikan dan pelatihan sepenuhnya harus berorientasi mastery learning

(belajar tuntas) dengan melibatkan peran aktif – partisipatif para stakeholders

pendidikan, termasuk optimalisasi peran Pemerintah Daerah untuk merumuskan

pemetaan kompetensi ketenagakerjaan di daerahnya sebagai input bagi SMK dalam

penyelenggaraan diklat berkelanjutan.

Untuk mencari solusi dari tantangan tersebut di atas, SMK sebagai salah satu

lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan kejuruan harus mampu memberikan

layanan pendidikan terbaik kepada peserta didik walaupun kondisi fasilitasnya sangat

beragam. Seperti diketahui, bahwa investasi dan pembiayaan operasional terbesar yang

dilakukan oleh pemerintah dalam pendidikan kejuruan adalah pada sistem SMK.

Dengan fenomena ini, apakah SMK masih diperlukan ?

Pembukaan dan penutupan suatu SMK pada dasarnya sangat tergantung pada

tuntutan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia di wilayah atau daerah

setempat. Pembukaan institusi SMK baru sangat dimungkinkan jika terdapat tuntutan

kebutuhan sumber daya manusia yang terkait dengan peran dan fungsi SMK.

Sebagaimana yang dikemukakan Djojonegoro (1998), bahwa : “Secara teoritik

pendidikan kejuruan sangat dipentingkan karena lebih dari 80 % tenaga kerja di

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 9

Page 10: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

lapangan kerja adalah tenaga kerja tingkat menengah ke bawah dan sisanya kurang dari

20 % bekerja pada lapisan atas. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan kejuruan

jelas merupakan hal penting”.

Penutupan suatu institusi SMK hanya dimungkinkan jika secara hukum tidak

dapat dipertahankan atau karena adanya tuntutan masyarakat yang sama sekali tidak

dapat dipertahankan atau dihindari. Namun pada dasarnya, tidak ada alasan untuk

menutup SMK selama institusi tersebut masih dapat menjalankan peran dan fungsi serta

tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Upaya untuk mempertahan SMK yang dapat menjawab tuntutan kebutuhan

masyarakat, dalam hal ini SMK harus mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan

baik. Dalam menjalankan peran dan fungsinya tersebut, maka pendidikan dan pelatihan

di SMK perlu memperhatikan prinsip-prinsip pendidikan kejuruan yang dikemukakan

Prosser (Djojonegoro, 1998); sebagai berikut :

a. Pendidikan kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan

replika lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.

b. Pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan

dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat

kerja.

c. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir

dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendri

d. Pendidikan kejuruan akan efektif jika dia dapat memampukan setiap individu

memodali minatnya, pengetahuannya dan keterampilannya pada tingkat yang paling

tinggi

e. Pendidikan kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya

dapat diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan

yang dapat untung darinya

f. Pendidikan kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk

kebiasaan kerja dan kebiasaan berfkir yang benar diulangkan sehingga pas seperti

yang diperlukan dalam pekerjaan nantinya

g. Pendidikan kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang

sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja

yang akan dilakukan

h. Pada setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang

agar dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 10

Page 11: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

i. Pendidikan kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar (memperhatikan tanda-

tanda pasar kerja)

j. Proses pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan

diberikan pada pekerjaan yang nyata

k. Sumber yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi

tersebut

l. Setiap okupasi mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda satu

dengan yang lainnya

m. Pendidikan kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan

kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan memang paling efektif jika

dilakukan lewat pengajaran kejuruan

n. Pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan

hubungan pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik

tersebut

o. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien jika dia luwes dan mengalir daripada

kaku dan terstandar

p. Pendidikan kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka

pendidikan kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.

3. Tuntutan Pengelolaan Pendidikan Kejuruan

Tuntutan pengelolaan pada pendidikan kejuruan harus sesuai dengan kebijakan

link and match, yaitu perubahan dari pola lama yang cenderung berbentuk pendidikan

demi pendidikan ke suatu yang lebih terang, jelas dan konkrit menjadi pendidikan

kejuruan sebagai program pengembangan sumber daya manusia. Dimensi pembaharuan

yang diturunkan dari kebijakan link and match, yaitu :

a. Perubahan dari pendekatan Supply Driven ke Demand Driven

Dengan deman driven ini mengharapkan dunia usaha dan dunia industri atau

dunia kerja lebih berperan di dalam menentukan, mendorong dan menggerakkan

pendidikan kejuruan, karena mereka adalah pihak yang lebih berkepentingan dari

sudut kebutuhan tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya, dunia kerja ikut berperan serta

karena proses pendidikan itu sendiri lebih dominan dalam menentukan kualitas

tamatannya, serta dalam evaluasi hasil pendidikan itupun dunia kerja ikut

menentukan supaya hasil pendidikan kejuruan itu terjamin dan terukur dengan

ukuran dunia kerja.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 11

Page 12: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Sebagai salah satu bentuk penerapan prinsip demand driven, maka dalam

pengembangan kurikulum SMK harus melakukan sinkronisasi kurikulum yng

direalisasikan dalam program Pendidikan Sistem Ganda (PSG). Dengan melakukan

sinkronisasi kurikulum, penyelengaraan pembelajaran di SMK diupayakan sedekat

mungkin dengan kebutuhan dan kondisi dunia kerja/industri, serta memiliki relevansi

dan fleksibilitas tinggi dengan tuntutan lapangan. Melalui sinkronisasi kurikulum ini,

diharapkan sekolah dapat membaca keahlian dan performansi apa yang dibutuhkan

dunia usaha atau industri untuk dapat dimasuki oleh lulusan SMK.

b. Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah (School Based Program) ke sistem

berbasis ganda (Dual Based Program)

Perubahan dari pendidikan berbasis sekolah, ke pendidikan berbasis ganda

sesuai dengan kebijakan link and match, mengharapkan supaya program pendidikan

kejuruan itu dilaksanakan di dua tempat. Sebagian program pendidikan dilaksanakan

di sekolah, yaitu teori dan praktek dasar kejuruan, dan sebagian lainnya dilaksanakan

di dunia kerja, yaitu keterampilan produktif yang diperoleh melalui prinsip learning

by doing. Pendidikan yang dilakukan melalui proses bekerja di dunia kerja akan

memberikan pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai dunia kerja yang tidak

mungkin atau sulit didapat di sekolah, antara lain pembentukan wawasan mutu,

wawasan keunggulan, wawasan pasar, wawasan nilai tambah, dan pembentukan etos

kerja.

c. Perubahan dari model pengajaran yang mengajarkan mata-mata pelajaran ke model

pengajaran berbasis kompetensi

Perubahan ke model pengajaran ke berbasis kompetensi, bermaksud

menuntun proses pengajaran secara langsung berorientasi pada kompetensi atau

satuan-satuan kemampuan. Pengajaran berbasis kompetensi ini sekaligus

memerlukan perubahan kemasan kurikulum kejuruan ke dalam kemasan berbentuk

paket-paket kompetensi.

d. Perubahan dari program dasar yang sempit (Narrow Based) ke program dasar yang

mendasar, kuat dan luas (Broad Based)

Kebijakan link and match menuntut adanya pembaharuan, mengarah kepada

pembentukan dasar yang mendasar, kuat dan lebih luas. Sistem baru yang

berwawasan sumberdaya manusia, berwawasan mutu dan keunggulan menganut

prinsip, bahwa : tidak mungkin membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas

dan yang memiliki keunggulan, kalau tidak diawali dengan pembentukan dasar yang

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 12

Page 13: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

kuat. Dalam rangka penguatan dasar ini, maka peserta didik perlu diberi bekal dasar

yang berfungsi untuk membentuk keunggulan, sekaligus beradaptasi terhadap

perkembangan IPTEK, dengan memperkuat penguasaan matematika, IPA, Bahasa

Inggris dan Komputer. Sistem baru ini harus memberi dasar yang lebih luas tetapi

kuat dan mendasar, yang memungkinkan seseorang tamatan SMK memiliki

kemampuan menyesuaikan diri terhadap kemungkinan perubahan pekerjaan.

e. Perubahan dari sistem pendidikan formal yang kaku, ke sistem yang luwes dan

menganut prinsip multy entry, multy exit

Dengan adanya perubahan dari supply driven ke demand driven, dari

schools based program ke dual based program, dari model pengajaran mata

pelajaran ke program berbasis kompetensi; diperlukan adanya keluwesan yang

memungkinkan pelaksanaan praktek kerja industri dan pelaksanaan prinsip multy

entry multy exit. Prinsip ini memungkinkan peserta didik SMK yang telah memiliki

sejumlah satuan kemampuan tertentu (karena program pengajarannya berbasis

kompetensi), mendapatkan kesempatan kerja di dunia kerja, maka peserta didik

tersebut dimungkinkan meninggalkan sekolah. Dan kalau peserta didik tersebut ingin

masuk sekolah kembali menyelesaikan program SMK nya, maka sekolah harus

membuka diri menerimanya, dan bahkan menghargai dan mengakui keahlian yang

diperoleh peserta didik yang bersangkutan dari pengalaman kerjanya. Di samping itu,

sistem program berbasis ganda juga memerlukan pengaturan praktek kerja di industri

sesuai dengan aturan kerja yang berlaku di industri yang tidak sama dengan aturan

kalender belajar di sekolah.

f. Perubahan dari sistem yang tidak mengakui keahlian yang telah diperoleh

sebelumnya, ke sistem yang mengakui keahlian yang diperoleh dari mana dan

dengan cara apapun kompetensi itu diperoleh (Recognition of prior learning)

Sistem baru pendidikan kejuruan harus mampu memberikan pengakuan dan

penghargaan terhadap kompetensi yang dimiliki oleh seseorang. Sistem ini akan

memotivasi banyak orang yang sudah memiliki kompetensi tertentu, misalnya dari

pengalaman kerja, berusaha mendapatkan pengakuan sebagai bekal untuk pendidikan

dan pelatihan berkelanjutan. Untuk ini SMK perlu menyiapkan diri sehingga

memiliki instrument dan kemampuan menguji kompetensi seseorang darimana dan

dengan cara apapun kompetensi itu didapatkan.

g. Perubahan dari pemisahan antara pendidikan dengan pelatihan kejuruan, ke sistem

baru yang mengintegrasikan pendidikan dan pelatihan kejuruan secara terpadu

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 13

Page 14: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Program baru pendidikan yang mengemas pendidikannya dalam bentuk

paket-paket kompetensi kejuruan, akan memudahkan pengakuan dan penghargaan

terhadap program pelatihan kejuruan dan program pendidikan kejuruan. Sistem baru

ini memerlukan standarisasi kompetensi, dan kompetensi yang terstandar itu bisa

dicapai melalui program pendidikan, program pelatihan atau bahkan dengan

pengalaman kerja yang ditunjang dengan inisiatif belajar sendiri.

h. Perubahan dari sistem terminal ke sistem berkelanjutan

Sistem baru tetap mengharapkan dan mengutamakan tamatan SMK

langsung bekerja, agar segera menjadi tenaga produktif, dapat memberi return atas

investasi SMK. Sistem baru juga mengakui banyak tamatan SMK yang potensial,

dan potensi keahlian kejuruannya akan lebih berkembang lagi setelah bekerja.

Terhadap mereka ini diberi peluang untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi (misalnya program Diploma), melalui suatu proses

artikulasi yang mengakui dan menghargai kompetensi yang diperoleh dari SMK dan

dari pengalaman kerja sebelumnya.

Untuk mendapatkan sistem artikulasi yang efisien diperlukan “program

antara” (bridging program) guna memantapkan kemampuan dasar tamatan SMK

yang sudah berpengalaman kerja, supaya siap melanjutkan ke program pendidikan

yang lebih tinggi.

i. Perubahan dari Manajemen Terpusat ke Pola Manajemen Mandiri (Prinsip

Desentralisasi)

Pola baru manajemen mandiri dimaksudkan memberi peluang kepada

propinsi dan bahkan sekolah untuk menentukan kebijakan operasional, asal tetap

mengacu kepada kebijakan nasional. Kebijakan nasioanl dibatasi pada hal-hal yang

bersifat strategis, supaya memberi peluang bagi para pelaksana di lapangan

berimprovisasi dan melakukan inovasi. Proses pendewasaan SMK perlu ditekankan,

untuk menumbuhkan rasa percaya diri sekolah melakukan apa yang baik menurut

sekolah, dengan prinsip akuntabilitas (accountability) yang secara taat azas

memberikan penghargaan kepada mereka yang pantas dihargai, dan menindak

mereka yang pantas ditindak.

j. Perubahan dari ketergantungan sepenuhnya dari pembiayaan pemerintah pusat, ke

swadana dengan subsidi pemerintah pusat

Sejalan dengan prinsip demand driven, dual based program, pendewasaan

manajemen sekolah, dan pengembangan unit produksi sekolah, sistem baru

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 14

Page 15: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

diharapkan dapat mendorong pertumbuhan swadana pada SMK, dan posisi lokasi

dana dari pemerintah pusat bersifat membantu atau subsidi. Sistem ini juga

diharapkan mampu mendorong SMK berpikir dan berperilaku ekonomis.

BAB IIIPENDEKATAN SISTEM DI SEKOLAH KEJURUAN

A. Pengertian Pendekatan Sistem Dalam Pembelajaran

Pendekatan sistem pada mulanya digunakan di bidang Teknik Mesin (Engineering)

untuk merancang sistem-sistem elektronik, mekanik dan militer. Kemudian pendekatan

sistem melibatkan sistem manusia mesin, dan selanjutnya dilaksanakan dalam bidang

keorganisasian dan manajemen. Pada akhir tahun 1950 dan awal 1960-an mulai diterapkan

dalam bidang pendidikan dan pelatihan.

Pendekatan sistem yang diterapkan dalam pembelajaran bukan saja sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga sesuai dengan perkembangan

dalam psikologi belajar sistematik, yang dilandasi dengan prinsip-prinsip psikologi

behavioristik dan humanistik. Aspek-aspek pendekatan sistem pembelajaran, meliputi

aspek filosofis dan aspek proses. Aspek filosofis ialah pandangan hidup yang melandasi

sikap si perancang, sistem yang terarah pada kenyataan. Sedangkan aspek proses ialah

suatu proses dan suatu perangkat alat konseptual.

Ciri-ciri pendekatan sistem pembelajaran, yaitu ada dua ciri utama, yakni

1. Pendekatan sistem sebagai suatu pandangan tertentu mengenai proses pembelajaran

dimana berlangsung kegiatan belajar mengajar, terjadinya interaksi antara siswa dan

guru, dan memberikan kemudahan bagi siswa untuk belajar secara efektif.

2. Penggunaan metodologi untuk merancang sistem pembelajaran yang meliputi

prosedur perencanaan, perancangan, pelaksanaan dan penilaian keseluruhan proses

pembelajaran yang tertuju pada konsep pencapaian tujuan pembelajaran.

 Pola pendekatan sistem pembelajaran, menurut Oemar Hamalik, melalui langkah-

langkah sebagai berikut:

1. Identifikasi kebutuhan pendidikan (merumuskan masalah);

2. Analisis kebutuhan untuk mentransfomasikan menjadi tujuan pembelajaran (analisis

masalah);

3. Merancang metode dan materi pembelajaran (pengembangan suatu pemecahan);

4. Pelaksanaan pembelajaran (eksperimental)

5. Menilai dan merevisi.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 15

Page 16: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

 System pembelajaran adalah sutau kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur berinteraksi untuk

mencapai suatu tujuan.

Pendekatan sistem pada pembelajaran bertujuan agar kita dapat mengerti masalah

pengajaran sebagai keseluruhan secara tuntas dan dapat mendalami pula apa bagian-

bagiannya. Selain itu diharapkan kita dapat memahami pula cara bagaimana masing-

masing bagian itu saling berinteraksi, saling berfungsi dan saling bergantung di dalam

sebuah sistem untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Sebagai suatu system seluruh unsur yang membentuk system itu memiliki ciri

saling ketergantungan yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Keberhasilan

system pembelajaran adalah keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Maka dengan

demikian, tujuan utama system pembelajaran adalah keberhasilan siswa mencapai tujuan.

Dari uraian di atas, dapat penulis rumuskan bahwa untuk mencapai pembelajaran

efektif dan efisien dibutuhkan pengelolaan komponen pembelajaran secara baik. Dalam

pendekatan sistem bahwasanya untuk mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal

harus didukung dengan komponen pembelajaran yang baik, yang meliputi tujuan, siswa,

guru, metode, media, sarana, lingkungan pembelajaran dan evaluasi.

Masing-masing komponen memberikan pengaruh terhadap keberhasilan

pembelajaran. Akan tetapi dari beberapa komponen-komponen tersebut guru merupakan

komponen terpenting dalam pembelajaran, karena guru bersifat dinamis, sehingga dapat

mengelola dan menggerakkan komponen-komponen yang lain. Oleh karena itu,

Pendekatan sistem pembelajaran adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang

saling berintegrasi, saling berfungsi secara kooperaatif dan saling mempengaruhi dalam

rangka mewujudkan generasi-generasi yang berwawasan luas.

 

B. Manfaat Pendekatan Sistem Dalam Pembelajaran

Merencanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan system memiliki

beberapa manfaat, di antaranya:

1. Melalui pendekatan system, arah dan tujuan pembelajaran dapat direncanakan dengan

jelas. Dapat kita bayangkan apa yang akan terjadi, manakala dalam suatu proses

pembelajaran tanpa adanya tujuan yang jelas. Tentu, proses pembelajaran tidak akan

menjadi fokus, dalam arti pembelajaran akan menjadi tidak bermakna serta sulit

menentukan efektifitas proses pembelajaran.

2. Pendekatan system menuntun guru pada kegiatan yang sistematis.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 16

Page 17: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

3. Pendekatan system dapat merancang pembelajaran dengan mengoptimalkan segala

potensi dan sumber daya yang tersedia.

4. Pendekatam system dapat memberikan umpan baik. Melalui proses umpan balik

dalam pendekatan system dapat diketahui apakah tujuan itu telah berhasil dicapai apa

belum. Hal ini sangat penting sebab mencapai tujuan merupakan tujuan utama dalam

berfikit sistemik.

Satuan pendidikan di sekolah secara umum memiliki fungsi sebagai wadah untuk

melaksanakan proses edukasi, sosialisasi dalam transformasi bagi siswa/peserta didik.

Bermutu tidaknya penyelenggaraan sekolah dapat diukur berdasarkan pelaksanaan fungsi-

fungsi tersebut. Untuk dapat memahami kedudukan manajemen dalam pembelajaran dapat

dilihat kerangka di bawah ini.

 

C. Komponen Sistem Pembelajaran

Dalam pengembangan perencanaan maupun pengembangan desain pembelajaran

keduanya disusun berdasarkan pendekatan system. Jika perencanaan pembelajaran sebagai

suatu system, maka didalamnya harus memiliki komponen-komponen yang berproses

sesuai dengan fungsinya hingga tujuan-tujuan pembelajaran tercapai secara optimal.

Komponen system pembelajaran menurut Brown (1983), antara lain:

1. Siswa

Proses pembelajaran pada hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa

untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sehingga dalam proses pengembangan

desain dan perencanaan, siswa harus dijadikan pusat pertimbangan. Artinya, keputusan-

keputusan yang diambil harus disesuaikan dengan kondisi siswa, baik kemampuan

dasar, minat, bakat, motivasi belajar, gaya belajar siswa itu sendiri.

2. Tujuan

Tujuan adalah komponen terpenting dalam pembelajaran setelah komponen

siswa. Tujuan sebenarnya merupakan arah yang harus dijadikan rujukan dalam

pembuatan desain dan perencanaan serta pembelajaran di kelas. Adapun tujuan khusus

yang direncakan oleh guru adalah: pengetahuan, informasi serta pemahaman sebagai

bidang kognitif, sikap dan apresiasi sebagai tujuan dari bidang afektif.

Berbagai kemampuan sebagai bidang psikomotorik. Adapun dalam Pembelajaran

adalah mewujudkan generasi-genarasi yang berwawasan luas.

a. Kondisi

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 17

Page 18: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Kondisi adalah berbagai pengalaman belajar yang diharapkan akan ada pada diri

siswa, agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran seperti yang telah dirumuskan.

Pengalaman ini harus dapat membuat siswa aktif belajar, baik secara fisik maupun non-

fisik. Merencakana belajar salah satunya adalah memberikan kesempatan kepada siswa

untuk belajar sesuai kecenderungan gaya belajarnya. Demikian juga desain

pembelajaran, ia harus dapat membuat siswa belajar dengan penuh motivasi dan gairah.

b.  Sumber-sumber Belajar

Sumber belajar berkaitan dengan segala sesuatu yang memungkinkan siswa

dapat memperoleh pengalaman belajar. Di dalamnya meliputi lingkungan fisik, seperti

tempat belajar; alat yang digunakan, guru petugas perpustakaan, ahli media, dan

sebagainnya.

c. Hasil Belajar

Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh kemampuan

sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan demikian tugas utama guru

adalah merancang instrument yang dapat menghasilkan data tentang keberhasilan siswa

mencapai tujuan pembelajaran. 

Menurut Soetopo (2005:143), pembelajaran sebagai suatu sistem yang komponen-

komponennya terdiri dari:

1. Siswa

Teori didaktik metodik telah bergeser dalam menempatkan siswa sebagai

komponen proses belajar mengajar (PBM). Siswa yang semula dipandang sebagai objek

pendidikan bergeser sebagai subjek pendidikan. Sebagai subjek, siswa adalah kunci dari

semua pelaksanaan pendidikan. tiada pendidikan tanpa anak didik. Untuk itu siswa

harus dipahami dan dilayani sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya sebagai siswa.

Siswa adalah individu yang unik, mereka merupakan kesatuan psiko-fisis yang

secara sosiologis berinteraksi dengan teman sebaya, guru, pengelola sekolah, pegawai

administrasi, dan masyarakat pada umumnya. Mereka datang ke sekolah telah

membawa potensi psikologis dan latar belakang kehidupan sosial. Masing-masing

memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda. Potensi dan kemampuan inilah yang

harus dikembangkan oleh guru. (Sardiman, 2001: 109).

2. Guru

Guru adalah sebuah profesi. Oleh karena itu, pelaksanaan tugas guru harus

profesional. Walaupun guru sebagai seorang individu yang memiliki kebutuhan pribadi

dan memiliki keunikan tersendiri sebagai pribadi, namun guru mengemban tugas

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 18

Page 19: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan. Untuk itu guru harus menguasai

seperangkat kemampuan yang disebut dengan kompetensi guru. Oleh karena itu, tidak

semua orang bisa menjadi guru yang profesional. Kompetensi guru itu mencakup

kemampuan menguasai siswa, menguasai tujuan, menguasai metode pembelajaran,

menguasi materi, menguasai cara mengevaluasi, menguasai alat pembelajaran, dan

menguasai lingkungan belajar. (Soetopo, 2005: 144).

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses belajar mangajar.

Menurut Usman (1990:7) ada empat peran guru dalam pembelajaran, yaitu: (1) sebagai

demonstrator, lecturer (pengajar), (2) sebagai pengelola kelas, (3) sebagai mediator dan

fasilitator, dan (4) sebagai motivator.

3. Tujuan

Tujuan yang harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai dari

tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan umum

pembelajaran sampai tujuan khusus pembelajaran. Proses pembelajaran tanpa tujuan

bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan dan pembelajaran secara

keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan disusun berdasarkan ciri karakteristik

anak dan arah yang ingin dicapai.

Tujuan belajar adalah sejumah hasil belajar yang menunjukkan bahwa siswa

telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi pengetahuan, keterampilan

dan sikap-sikap yang baru yang diharapkan tercapai oleh siswa (Hamalik, 2003: 73)

4. Materi

Materi pembelajaran dalam arti yang luas tidak hanya yang tertuang dalam buku

paket yang diwajibkan, akan tetapi mencakup keseluruhan materi pembelajaran. Setiap

aktivitas belajar-mengajar harus ada materinya. Anak yang sedang field-trip di kebun

menggunakan materi jenis tumbuhan dan klasifikasinya. Anak yang praktikum di

laboratorium menggunakan materi simbiose katak. Semua materi pembelajaran harus

diorganisasikan secara sistematis agar mudah dipahami oleh anak. Materi disusun

berdasarkan tujuan dan karakteristik siswa.

5. Metode

Metode mengajar merupakan cara atau teknik penyampaian materi pembelajaran

yang harus dikuasai oleh guru. Metode mengajar ditetapkan berdasarkan tujuan dan

materi pembelajaran, serta karakteristik anak.

6. Sarana/Alat/Media

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 19

Page 20: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Agar materi pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa, maka dalam proses

belajar-mengajar digunakan alat pembelajaran. Alat pembelajaran dapat berupa benda

yang sesungguhnya, imitasi, gambar, bagan, grafik, tabulasi dan sebagainya yang

dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa alat elektronik, alat cetak, dan tiruan.

Menggunakan sarana atau alat pembelajaran harus disesuaian dengan tujuan, anak,

materi, dan metode pembelajaran. Oleh karena itu diperlukan tenaga pengajar yang

memiliki kemampuan dan kecakapan yang memadai (Asnawir, 2002: 17) diperlukan

tenaga pengajar yang handal dan mempunyai kemampuan (capability) yang tinggi.

7. Evaluasi

Evaluasi dapat digunakan untuk menyusun graduasi kemampuan anak didik,

sehingga ada penanda simbolik yang dilaporkan kepada semua pihak. Evaluasi

dilaksanakan secara komprehensif, obyektif, kooperatif, dan efektif. Dan evaluasi

dilaksanakan berpedoman pada tujuan dan materi pembelajaran. Guru harus melakukan

evaluasi terhadap hasil tes dan menetapkan standar keberhasilan. Sebagai contoh, jika

semua siswa sudah menguasai kompetensi dasar, maka pelajaran dapat dilanjutkan

dengan catatan guru memberikan perbaikan (remidial) kepada siswa yang belum

mencapai ketuntasan. Dengan adanya evaluasi, maka dapat diketahui kompetensi dasar,

materi, atau individu yang belum mencapai ketuntasan. (Madjid, 2005: 224)

8. Lingkungan

Lingkungan pembelajaran merupakan komponen PBM yang sangat penting

demi suksesnya belajar siswa. Lingkungan ini mencakup lingkungan fisik, lingkungan

sosial, lingkungan alam, dan lingkungan psikologis pada waktu PBM berlangsung.

Semua komponen pembelajaran harus dikelola sedemikian rupa, sehingga belajar anak

dapat maksimal untuk mencapai hasil yang maksimal pula. Mengelola lingkungan

pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas bukan merupakan tugas yang ringan.

Oleh karenanya guru harus banyak belajar. Doyle (1986) berpendapat bahwa hal-hal

yang menyebabkan pengelolaan kelas mempunyai beberapa dimensi. Seperti penelitian

yang dilakukan oleh Emersen, Everston dan Anderson (1980), peristiwa yang terjadi

pada waktu awal-awal sekolah banyak berpengaruh terhadap pengelolaan kelas pada

tingkat-tingkat berikutnya.

Adapun menurut Oemar Hamalik (2001: 77), komponen-komponen

pembelajaran meliputi tujuh aspek yaitu:

a. Tujuan pendidikan dan pengajaran,

b. Peserta didik atau siswa,

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 20

Page 21: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

c. Tenaga kependidikan khususnya guru,

d. Perencanaan pengajaran sebagai suatu segmen kurikulum,

e. Strategi pembelajaran,

f.Media pembelajaran, dan

g. Evaluasi pembelajaran. 

Sedangkan menurut Suharsini Arikunto (1990: 216), berpendapat bahwa unsur-

unsur atau komponen-komponen yang dapat mendukung kualitas pembelajaran, maka

perlu diperhatikan unsur-unsur yang secara langsung berkaiatan dengan berlangsungnya

proses belajar tersebut terdiri atas 6 komponen, yaitu: guru, siswa, kurikulum, konteks,

metode, dan sarana.

Dari gambar di atas, nampaknya setiap unsur dapat dikatakan penting dan

menentukan. Namun apabila dicermati lebih mendalam satu persatu unsur-unsur selain

guru, yakni konteks, siswa, kurikulum, metode, dan sarana, tidak dapat menunjukkan

peran yang berbeda tanpa mengubah posisinya, namun disisi lain guru yang profesional

mampu mengubah, mengupayakan atau memanipulasi ke-5 (lima) variabel tersebut

untuk kepentingan pembelajaran yang ia kehendaki.

Dalam literature lain disebutkan; dari sudut pandang teknologi intruksional,

komponen sistem pengajaran diuraikan dengan lebih luas lagi sebagai berikut:

1. spesifikasi isi pokok bahan

2. spesifikasi tujuan pengajaran pengumpulan dan penyaringan data siswa

3. Penentuan cara pendekatan, metode, teknik mengajar

4. Pengelompokkan siswa

5. Penyediaan waktu

6. Pengaturan ruang

7. Pemilihan media evaluasi

 Unsur minimal yang harus dalam sistem pengajaran adalah suatu tujuan, siswa

serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan. Dalam konteks ini, guru tidak termasuk

sebagai unsur sistem dan hanya merupakan salah satu sumber belajar. Dalam dalam

keadaan lain fungsinya dapat digantikan dengan sumber balajar lain yang mempunyai

fungsi yang sama, seperti; buku, film, slide show, teks yang telah diprogram, dan

sebagainya.

Fungsi guru dalam sistem pengajaran adalah sebagai desainer, sekaligus sebagai

pelaksana pengajaran. Sebagai seorang perancang, guru berfungsi menyusun suatu

sistem pengajaran. Sedangkan sebagai pelaksana sistem pengajaran, guru berfungsi

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 21

Page 22: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

dalam tranformasi ilmu yang dilakukanya di kelas. Dalam hal ini guru harus memiliki;

kompetensi mengajar, sikap professional, penguasan materi pelajaran, prinsip-prinsip

dan teknik pengajaran serta keterampilan-keterampilan dasar mengajar lainnya. Dan

yang terpenting adalah seorang guru harus memiliki keteladanan yang bisa ditiru oleh

murid-muridnya. Dalam hal ini guru harus menjadi sosok desain hasil pembelajaran

yang diharapkan muncul pada diri masing-masing siswa. Adapun fungsi yang ketiga,

adalah guru sebagai evaluator. Kegiatan pengajaran yang telah dijalankan, kemudian

diadakan evaluasi. Hasil evaluasi yang di dapat digunakan untuk mengetahui sejauh

mana tingkat keberhasilan yang telah dicapai dengan menggunakan pedoman

perencanaan. Dari sini, akan ditemukan titik-titik mana saja yang kemudian diperbaiki.

Beberapa komponen pendekatan sistem diatas bekerja secara kooperatif. Artinya

kesemuanya itu saling berkerja sama untuk mencapai sebuah tujuan. Sehingga satu

sama lain saling menguatkan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnnya.

 

D. Kriteria Dan Variabel – Variabel Yang Dapat Mempengaruhi System Pembelajaran

1. Hasil belajar sebagai kriteria keberhasilan sistem pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu sistem yang kompleks yang keberhasilannya dapat

dilihat dari dua aspek, yakni aspek produk dan aspek proses.

Keberhasilan pembelajaran dilihat dari sisi produk adalah keberhasilan siswa

mengenai hasil yang diperoleh dengan mengabaikan proses pembelajaran. Keberhasilan

pembelajaran dilihat dari sisi hasil memang mudah dilihat dan ditentukan kriterianya,

akan tapi hal ini dapat mengurangi makna proses pembelajaran sebagai proses yang

mengandung nilai-nilai pendidikan. Dengan kata lain keberhasilan pembelajaran yang

hanya melihat sisi hasil sama halnya dengan mengerdilkan makna pembelajaran itu

sendiri.

2. Variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan system pembelajaran

a. Faktor Guru

Keberhasilan suatu system pembelajaran, guru merupakan komponen yang

menentukan. Hal ini disebabkan karena guru merupakan orang yang secara langsung

berhadapan dengan siswa. Dalam system pembelajaran guru bisa berperan sebagai

perencana(planer) atau desainer (designer) pembelajaran, sebagai implementator, dll.

Menurut Dunkin (1974) ada sejumlah aspek yang dapat mempengaruhi kualitas guru

yaitu: teacher formative experience, teacher training experience, dan teacher

properties.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 22

Page 23: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

b. Faktor siswa

Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap

perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek

kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak

pada setiap aspek tidak selalu sama.

c. Faktor sarana dan prasarana

Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap

kelancaran proses pembelajaran. Misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran,

perlengkapan sekolah dan lain-lain.

d. Faktor Lingkungan

Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua factor yang dapat memengaruhi proses

pembelajaran yaitu factor organisasi kelas dan factor iklim social-psikologis.

 

E. Aplikasi Pendekatan Sistem Dalam Pembelajaran

Menurut Gagne dan Atwi Suparman mengatakan bahwa sistem pengajaran adalah

suatu set peristiwa yang mempengaruhi siswa sehingga terjadi proses belajar. Oemar

Hamalik, mengatakan; “sistem pengajaran merupakan suatu kombinasi terorganisasi yang

meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang

berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan. Ada tiga ciri khas yang ada dalam sistem

pembelajaran yaitu:

1. Rencana, penataan intensional orang, material dan prosedur yang merupakan unsur

sistem pengajaran sesuai dengan suatu rencana khusus, sehingga tidak mengambang.

2. Kesalingtergantungan (interdependent), unsur-unsur suatu sistem merupakan bagian

yang koheren dalam keseluruhan, masing-masing bagian bersifat esensial, satu sama

lain saling memeberikan sumbangan tertentu.

3. Tujuan, setiap sistem pengajaran memiliki tujuan tertentu. The goal is the purpose for

which the system is design.

Menurut Oemar Hamalik, langkah-langkah perencanaan (desain) pembelajaran

termasuk pelajaran sebagai berikut:

Pada tahap perencanaan, komponen-komponen pembelajaran yang harus

direncanakan oleh guru melalui pendekatan sistem antara lain:

1. Menetapkan tujuan pembelajaran

Sebagai langkah awal dalam desain pembelajaran, guru harus menelaah

kurikulum untuk mengetahui tujuan dan kompetensi mata pelajaran. Kemudian, ia

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 23

Page 24: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

mengembangkannya dalam bentuk silabus sebagai uraian program yang mencantumkan

mata pelajaran, tingkat satuan pendidikan, semester, pengelompokan standart

kompetensi dan kompetensi dasar, materi pokok, indicator, strategi pembelajaran,

alokasi waktu, sumber dan media, serta sistem penilaian.

2. Menetapkan strategi pengorganisasian isi pelajaran

Semua materi ini harus direncanakan secara sistematik sesuai dengan kelas,

semester, alokasi waktu, sumber belajar, media dan karakteristik siswa yang akan

menerima materi pelajaran.

3. Merencanakan peran pendidik dan siswa dalam kegaiatan pembelajaran.

Pendidik dan siswa merupakan subyek utama yang sangat berperan dan saling

membutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, sebab tanpa peran aktif

keduanya tidak akan terjadi mobilisasi pembelajaran. Karena itu, guru harus mampu

membangun kerjasama yang sinergis dengan siswa dalam semua aksi transformasi

keilmuan dan sikap sehingga siswa dapat mencapai berbagi kompetensi pembelajaran

yang tertuang dalam kurikulum.

4. Menentukan strategi pembelajaran

Strategi ini merupakan tehnik mengelola kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

guru dan siswa dalam interkasi pembelajaran. Menentukan strategi ini mencakup

pendekatan dan metode pembelajaran yang akan digunakan agar sesuai sumber daya

sekolah dan keadaan peserta didik. Di dalam pembelajaran , banyak pendekatan dan

metode yang dapat diterapkan, tetapi metode yang sering digunakan adalah metode

ceramah, tanya jawab, demonstrasi dan diskusi.

5. Menetapkan tehnik evaluasi hasil pembelajaran

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menerima

pelajaran yang telah diberikan oleh guru. Penilaian pembelajaran harus direncanakan

dengan tepat agar instrument penilaiannya reabel dan valid untuk mengukur

kemampuan siswa dengan mengacu pada penilaian yang berbasis kelas, yakni penilaian

proses dan hasil ujian siswa.

6. Memilih fasilitas, media dan lingkungan pembelajaran

Perencanaan terhadap fasilitas, media dan lingkungan pembelajaran yang tepat

akan mampu memberikan pengalaman belajar dan mempermudah peserta didik untuk

menerima pelajaranyang disampaikan guru. Pemilihan fasilitas, media dan lingkungan

pembelajaran dimaksudkan untuk menghemat dana, waktu, dan tempat atau guru dapat

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 24

Page 25: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

merencanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan sumber daya sekolah

yang tersedia.

Pada tahap pelaksanaannya, guru harus melaksanakan proses pembelajarannya

dengan berpedoman pada rancangan pembelajaran yang sudah disusun dengan

pendekatan sistem. Bentuk rancangan yang dipergunakan saat ini adalah Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang memiliki beberapa komponen yang saling

berkaitan dalam menapai tujuan pembelajaran. Model satuan pelajaran ini meruapakan

istilah yang diperkenalkan melalui KBK dan KTSP yang saat ini harus dipahami oleh

semua guru.

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana atau program yang

disusun oleh guru untuk satu atau dua kali pertemuan untuk mencapai target satu

kompetensi dasar. RPP diturunkan dari silabus yang telah disusun dan bersifat aplikatif

di kelas. Secara sistematik, sebuah RPP memiliki komponen-komponen sebagai berikut:

identitas mata pelajaran, standart kompetensi mata pelajaran, kompetensi dasar setiap

topik materi, dan indicator yang hendak dicapai setiap materi, pokok materi, kegiatan

pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar, dan evaluasi. Semua komponen ini

harus dirancang oleh guru dalam bentuk RPP yang akan dijadikan pedoman selama

berlangsungnya kegiatan pembelajaran pada setiap semester.

Pada komponen kegiatan pembelajaran, sebuah RPP menyajikan langkah-langkah

operasional yang akan dikerjakan oleh guru dan siswa selama berlangsungnya proses

pembelajaran. Kegiatan pembelajaran ini terdiri dari tiga tahap yaitu: awal, inti dan

akhir. Pada kegiatan awal, guru membuka pelajaran dengan salam dan berdoa,

menyiapkan kondisi kelas dan siswa, memberikan apersepsi dan menyampaikan tujuan

pembelajaran dan materi pertemuan yang berjalan. Pada kegiataan inti, guru harus

mampu mengelola aksi belajar siswa, sehingga peran aktif mengikuti pembelajaran.

Karena itu, guru senantiasa memulai materi pelajaran dengan memberikan penjelasan

singkat, memperkenalkan dan mencontohkan cara menggunakan media peraga,

membagi siswa menjadi beberapa kelompok belajar, berdiskusi, memberikan tugas

latihan, membuka sesi tanya jawab, meminta siswa memperagakan media melalui

praktik kelas. Pada kegiatan akhir, guru melaksanakan prosedur penutupan yang

berorientasi pada pemantapan pemahaman siswa dan tindak lanjut materi. Kegiatan

akhir ini mencakup; penyimpulan materi yang sudah dipelajari, memberikan tindak

lanjut berupa tugas praktik/latihan dan PR serta mengakhiri pembelajaran dengan doa

dan salam.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 25

Page 26: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Guru menilai kemampuan siswa dengan mengacu pada konsep penilaian berbasis

kelas yang terfokus pada dua aspek penilaian yakni proses pembelajaran dan hasil

belajar siswa. Penilaian proses dimulai sejak awal masa pembelajaran dengan mengukur

perkembangan aspek afektif siswa melalui internalisasi dan penghayatan nilai beragama

siswa selama di sekolah dan unjuk kerja psikomotorik yang sudah dihasilkan berupa

aksi ibadah yang bersifat mahdhah, gambar islami, etika social dalam bergaul di sekolah

ataupun di masyarakat.

Penilaian proses ini disebut juga dengan penilaian Authentic Assesment yang

mengandung makna bahwa penilaian yang mengacu pada pembelajaran yang telah

terjadi, menyatu dalam proses belajar mengajar dan memberikan kesempatan serta

arahan kepada siswa untuk maju. Authentic Assesment sekaligus dipergunakan sebagai

alat control untuk melihat kemajuan siswa dan feedback bagi praktek pengarahan

selanjutnya. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di sepanjang

proses pembelajaran, maka assessment tidak dilakukan di akhir periode pembelajaran

seperti pada kegiatan evaluasi hasil belajar,tetapi dilakukan bersama-sama secara

terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiataan pembelajaran.

Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk mencari

informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya

ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari, bukan ditekankan

kepada sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran.

Perencanaan penilaian autentik dalam pembelajaran tentu akan menilai

pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa selama mengikuti pembelajaran.

Penilai tidak hanya guru, tetapi dapat juga teman atau orang lain.

Karateristik penilaian autentik:

1. Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung

2. Bias digunakan untuk ujian formatif maupun sumatif

3. Yang diukir keterampilan dan performansi beragama

4. Berkesinambungan

5. Terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran

6. Dapat digunakan sebagai feedback pembelajaran selanjutnya.

Penilaian hasil belajar siswa lebih cenderung mengukur kemajuan belajar kognitif

siswa yang terkadang pencapaian hasil nominalnya sering direkayasa dengan berbagai

siasatoleh siswa ketika mengikuti ujian akhir. Kondisi yang perlu dipahami oleh setiap

guru dalam menilai hasil belajar siswa melalui berbagai bentuk item soal ini, yaitu

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 26

Page 27: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

ketepan dan kebenaran soal ujian yang berkaitan dengan tujuan dan kompetensi

pelajaran yang termuat dalam kurikulum/ silabus dan materi ajar yang sudah dipelajari

siswa selama mengikuti pembelajaran di kelas.

Dari semua penjelasan diatas, sebenarnya aplikasi pendekatan sistem

pembelajaran terdiri tiga bagian, memiliki ciri-ciri adanya perencanaan,

kesalingtergantungan dan tujuan yang hendak dicapai. Dalam perencanaan itu terdapat

beberapa komponen yang saling mempengaruhi, dan bekerja sama untuk mencapai

sebuah tujuan. Sehingga dalam pendekatan sistem pembelajaran, semua komponen

memiliki makna dalam pencapaian sebuah tujuan. Artinya, pencapaian tujuan itu akan

terhambat manakala ada beberapa komponen yang tidak berfungsi sebagaimana

mestinya. Jika kita ingin memodifikasi pembelajaran, maka harus memperhatikan

semua variabel, aspek dan unsur-unsur serta faktor-faktor yang terlingkupi dalam sistem

pembelajaran, seperti sistem struktur kurikulum, sistem bahan ajar, media dan sarana,

juga aspek rencana, proses dan evaluasi pembelajaran dan lain-lain

F. Pendekatan System Dalam Perencanaan Pengembangan Kurikulum

Tinjauan Komprehensif Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan

1. Perencanaan Kurikulum PTK

Perencanaan kurikulum merupakan langkah pertama dalam proses

pengembangan kurikulum. Finch & Crunkilton (1984), menggambarkan tahapan

dalam pengembangan kurikulum di pendidikan teknologi dan kejuruan. Salah satu

pendekatan yang dipergunakan dalam perencanaan kurikulum dikenal dengan nama

pendekatan sistem, yang digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Pendekatan Sistem dalam Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 27

Page 28: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Selain tinjauan pendekatan sistem dalam perencanaan kurikulum, di bawah ini

digambarkan bagaimana kerangka konseptual dan operasional dari perencanaan

kurikulum

Dalam Finch & Crunkilton (1984: 140) Beberapa strategi / pendekatan yang dapat

digunakan dalam mengidentifikasi isi kurikulum, adalah :

1) Pendekatan Filosofis

a) Penentuan isi kurikulumnya subyektif

b) Sulit menemukan kesepakatan antara ahli dengan perencana kurikulum

c) Merupakan bagian yang parsial dan kontradiktif

2) Pendekatan Introspektif

a) Penentuan isi kurikulum oleh sekelompok guru dan administrator

b) Hasil kurikulum tidak dijamin valid sesuai dengan dunia kerja

c) Perlu melibatkan kalangan dunia usaha dan dunia industri dalam curriculum advisory

commitee

3) Pendekatan DACUM

a) Penentuan isi kurikulum didominasi oleh kalangan dunia usaha dan dunia industri.

b) Guru dan administrator kurang dapat memberi kontribusi positif dalam penentuan isi

kurikulum.

c) Hasil proses kurikulum sampai pada kompetensi yang sesuai dengan situasi kerja yang

nyata

d) Orientasi bagi komisi atau peserta tentang program yang direncanakan dan apa

harapannya.

e) Mengkaji deskripsi pekerjaan dan tugas dalam situasi yang nyata.

f) Mengidentifikasi kategorisasi kompetensi umum dalam bidang kerja

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 28

Page 29: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

g) Mengidentifikasi seperangkat kompetensi khusus dalam kategori kompetensi umum

yang berujud K, S, A.

h) Mengorganisir kompetensi-kompetensi dalam urutan untuk dijabarkan menjadi urutan

belajar (prinsip psikologi belajar)

i) Menentukan level of competence sebagai acuan penilaian hasil belajar

4) Pendekatan Fungsional

a) Penentuan isi kurikulum lebih obyektif

b) Fungsi kerja industri dijabarkan menjadi performance yang terkait dengan fungsi

tertentu untuk dijadikan masukkan bagi perencana kurikulum

c) Proses penentuan isi kurikulum membutuhkan biaya dan waktu yang banyak

5) Pendekatan Analisis Tugas (Task Analysis)

a) Analisis dilaksanakan pada pekerja di industri (job incumbent)

b) Penentuan isi kurikulum lebih obyektif

c) Penentuan isi kurikulum lebih sistematis, teliti atau cermat

d) Dibutuhkan waktu sangat lama, biaya penelitian serta pengembangannya sangat mahal

1. Sistem Manajemen Sekolah Menengah

Kemampuan pimpinan dan personal sekolah serta pihak-pihak terkait dalam

melahirkan program-program yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja sangatlah

berperan penting dalam rangka mencapai tujuan sekolah kejuruan. Dengan kata lain,

model manajemen stratejik dalam sistem penyelenggaraan SMK dalam kajian ini adalah

suatu pendekatan pemberdayaan berbagai sumber daya sekolah dan sumber daya

lingkungan dengan mengikutsertakan berbagai pihak-pihak terkait melalui penyusunan,

pelaksanaan, dan pengawasan berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan SMK.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 29

Page 30: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Gambar 3. Pendekatan system dalam pemberdayaan SMK melalui manajemen

Strategis

Unsur visi merupakan gambaran yang jelas tentang apa yang ingin dicapai oleh

suatu organisasi dan merupakan ekspresi dari suatu pelayanan yang ditawarkan, dan

merupakan aspirasi atau cita-cita suatu organisasi. Nawawi (2000:155) mengemukakan

bahwa visi organisasi dapat diartikan sebagai sudut pandang ke masa depan dalam

mewujudkan tujuan stratejik organisasi, yang berpengaruh langsung pada misinya

sekarang dan di masa depan. Sedangkan misi organisasi pada dasarnya berarti keseluruhan

tugas pokok yang dijabarkan dari tujuan stratejik untuk mewujudkan visi organisasi.

Dengan kata lain misi organisasi adalah bidang/jenis kegiatan yang akan dijelajahi atau

dilaksanakan secara operasional untuk jangka waktu panjang oleh sebuah organisasi

dalam merealisasikan tujuan strategiknya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa visi dan misi

merupakan suatu pedoman atau arah yang harus ada dalam suatu organisasi yang

menggambarkan kondisi ideal dan strategi yang dilakukan oleh organisasi pada masa

datang, dan dapat terwujud jika organisasi mampu memberdayakan sumber daya

organisasi dan lingkungan.

Visi, misi, dan tujuan yang diungkapkan di atas merupakan arah, strategi, dan

sasaran yang diinginkan dalam pencapaian pendidikan kejuruan yang mampu melahirkan

sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan, teknologi, dan nilainilai

yangdibutuhkan lapangan pekerjaan dalam membangun suatu bangsa. Konsep keunggulan

sumber daya manusia yang diwujudkan dalam berbagai keterampilan peserta didik

sebagai generasi muda dapat dilaksanakan oleh pendidikan kejuruan melalui manajemen

stratejik. Karena itu, perlu upaya peningkatan nilai tambah pada sumber daya manusia

dengan cara meningkatan keterampilan dan keahlian generasi muda Indonesia yang akan

memasuki dunia kerja, dan melatih ulang serta meningkatkan keterampilan dan keahlian

bagi mereka yang sudah bekerja agar tetap selaras dengan per-kembangan teknologi dan

perubahan pasar (Supriadi, 2002:285).

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 30

Page 31: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Gambar 4. Model Pendekatan system dalam pemberdayaan SMK melalui manajemen

Strategis

Aspek penting yang perlu ditekankan pada model system manajemen sekolah ini

dapat diuraikan : Pertama, aspek pemberdayaan SMK, hal ini menggambarkan bahwa

sistem penyelenggaraan SMK memberdayakan sumber daya internal sekolah dan sumber

daya eksternal sekolah dalam menganalisis proses kegiatan berkaitan dengan visi, misi,

dan tujuan sekolah, program-progTam sekolah, dan hal-hal yang terkait dalam proses

penyelenggaraan pendidikan di SMK. Dilihat dari aspek manajemen stratejik, hal ini

menggam¬barkan bahwa persoalan penyelenggaraan sekolah berkaitan dengan peru-

musan stratejik dalam penentuan strategi dan kebijakan, dan implementasi strategi

kaitannya dengan pengembangan program, pengadaan anggaran, dan pengembangan

strategi.

Kedua, dilihat dari sudut kelembagaan, SMK harus dapat melakukan suatu

pcrubahan mekanisme kerja dari berbagai bidang kcahban dan pclimpahan wewenang

kepada personil-personil yang diserahkan tugas untuk melakukan terobosan-terobosan

dalam pengembangan program SMK. Dari pengembangan organisasi dimana struktur

organisasi dirancang dari berbagai bidang keahlian dan sub-sub kegiatan, sehingga dapat

memberdayakan semua potcnsi dengan memberi kesempatan untuk melakukan ide-ide

inovatif. Model strategi tersebut akan dapat meningkatkan program kegiatan yang

memiliki daya saing yang kompetetif.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 31

Page 32: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Ketiga, dilihat dari modal SMK seperti kondisi bangunan dan fasilitas, sumber

daya manusia yang memiliki kompetcnsi profesional, kepemimpinan inovatif, dan

program yang variatif membuka akses SMK sebagai sarana melahirkan sumber daya

manusia berkuaiilas.

Keempat, penentuan kebijakan dalam pcmberdavaan sumber daw internal dan

ekstemal sekolah melalui manajemen stratejik akan dapat meningkatkan program-program

kerja yang kompetetif sesuai dengan visi, misi, dan tujuan SMK

Model pemberdayaan SMK melalui manajemen stratejik sebagaimana

diringkaskan dalam gambar berikut diorientasikan kepada program SMK yang sesuai

dengan pasar kerja, yaitu SMK yang memiliki program-progTam rclevan dengan dunia

usaha/dunia industri (DU/D1), kebutuhan masyarakat, dan program yang dibutuhkan

dalam pembangunan. Dengan kata lain, program SMK adalah program yang memiliki

daya saing, berpengetahuan, berteknologi, dan memiliki daya suai dalam memenuhi

kebutuhan pasar kerja.

Secara administratif, sistem penyelenggaraan SMK harus memiliki beberapa

kriteria: (1) bangunan dan fasilitas, (2) sumber daya manusia yang profesional, (3)

program-program kerja yang variatif, (4) pemberdayaan berbagai program kerja secara

optimal, (5) mekanisme kerja yang melahirkan ide-ide inovatif, dan (6) keterlibatan pihak

eksternal sekolah secara proaktif. Sistem penye¬lenggaraan ini menggambarkan adanva

pemberdayaan anggota internal dan eksternal sekolah dengan membangun suatu team

work.

Pengembangan program sekolah harus dapat mewujudkan kebutuhan lingkungan

organisasi sekolah, sehingga pelayanan dan basil sekolah dapat diwujudkan dalam benruk

keterampilan, keahlian, dan pengetahuan, baik dari peserta didik, guru, dan masyarakat.

SMK sebagai sebuah organisasi pendidikan yang profesional harus dapat memberikan

perhatian terhadap kondisi-kondisi lingkungan yang mampu menciptakan berbagai

program, dan mendukung budaya organisasi sekolah yang mampu melahirkan berbagai

keterampilan kerja.

Internalisasi sistem penyelenggaraan sekolah hendaknya direalisasikan ke dalam

mekanisme dan sistem dalam bidang keahlian, sehingga memberi peluang bagi personil

untuk mclakukan kegiatan yang kompetitif. Untuk menyiapkan kualitas sistem

penyelenggaraan sekolah yang handal hendaknya dilakukan melalui strategi musyawarah,

dengan melibatkan personil sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 32

Page 33: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

Faktor-faktor yang menjadi penentu sistem penyelenggaraan SMK adalah

kemampuan internal sekolah dalam menentukan kebijakan, strategi, dan program,

sehingga adanya pcrumusan stratejik dan implcmentasi stratejik sesuai dengan visi, misi,

dan tujuan SMK. Faktor-faktor eksternal sekolah yang menjadi pendukung dalam sistem

penyelenggaraan sekolah, hendaknya dapat dioptimalkan untuk berpartisipasi aktif dalam

program sekolah. Pemberdayaan faktor-faktor yang menjadi penentu sistem

penyelenggaraan sekolah ini sebagai persyaratan utama menciptakan program-program

sekolah yang kompetetif.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 33

Page 34: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

BAB VKESIMPULAN

Dari seluruh kajian yang berkaitan dengan pengembangan kurikulum pendidikan

kejuruan dapat disimpulkan, bahwa pendidikan kejuruan dikembangkan berdasar pada

tuntutan dunia kerja, yaitu dunia usaha dan dunia industri yang berkembang di masyarakat.

Sebagai realisasi di dalam memenuhi tuntutan dunia kerja tersebut, maka dalam perancangan

kurikulum pendidikan kejuruan mengacu pada karakteristik pendidikan kejuruan yang

seharusnya. Pendidikan menengah kejuruan memiliki peran untuk menyiapkan peserta didik

agar siap bekerja, baik bekerja secara mandiri (wiraswasta) maupun mengisi lowongan

pekerjaan yang ada.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai salah satu institusi yang menyiapkan

tenaga kerja, dituntut mampu menghasilkan lulusan sebagaimana yang diharapkan dunia

kerja. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah sumber daya mansia yang memiliki kompetensi

sesuai dengan bidang pekerjaannya, memiliki daya adaptasi dan daya saing yang tinggi. Atas

dasar itu, pengembangan kurikulum dalam rangka penyempurnaan pendidikan menengah

kejuruan harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dunia kerja.

Penerapan pendekatan system dalam sekolah menengah kejuruan haruslah

melibatkan seluruh unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Unsur-unsur saling

tunjang menunjang dalam mencapai tujuan, visi dan misi pendidikan tersebut. Tanpa adanya

saling menunjung antara unsur tersebut tentunya akan terjadi tumpang tindih dalam

manajemen sekolah yang strategis. Apabila system manajemen di sekolah berjalan dengan

baik, akan menghasilkan kualitas lulusan yang berkompetensi

Keberhasilan pendidikan dan pelatihan di SMK ditentukan dari kualitas lulusannya,

dimana mereka harus mencerminkan individu yang berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri dan bertanggung jawab. Lulusan SMK diharapkan mampu mengembangkan

seluruh potensi yang dimilikinya, sehingga mereka memiliki kemampuan kognitif, afektif dan

psikomotor untuk mampu bekerja sesuai dengan yang dipelajarinya. Lulusan SMK harus

mampu bersaing secara kompetitif, sehingga dapat memasuki dunia kerja baik pada dunia

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 34

Page 35: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

usaha maupun industri pada tingkat nasional, bahkan tidak menutup kemungkinan pada

tingkat internasional.

Sistem adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi,

saling berfungsi secara kooperaatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan

tertentu.

Pendekatan sistem pembelajaran adalah kumpulan dari sekian banyak komponen

yang saling berintegrasi, saling berfungsi secara kooperaatif dan saling mempengaruhi dalam

rangka mewujudkan generasi-genarasi yang beriman dan bertakwa.

Dalam perencanaan itu terdapat beberapa komponen yang saling mempengaruhi, dan

bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan. Sehingga dalam pendekatan sistem

pembelajaran, semua komponen memiliki makna dalam pencapaian sebuah tujuan. Artinya,

pencapaian tujuan itu akan terhambat manakala ada beberapa komponen yang tidak berfungsi

sebagaimana mestinya.

Kriteria dan variabel – variabel yang dapat mempengaruhi system pembelajaran itu

terdiri dari hasil belajar, faktor guru, faktor siswa, faktor sarana dan prasarana dan faktor

lingkungan.

Aplikasi pendekatan sistem pembelajaran terdiri tiga bagian, memiliki ciri-ciri

adanya perencanaan, kesaling tergantungan dan tujuan yang hendak dicapai.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 35

Page 36: Penerapan Pendekatan Sistem Di Sekolah Menengah

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, A. (2004). Media Pembelajaran. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Blank, W.E. (1982). Handbook For Developing Competency Based Training Programs. New Jersey : Prentice-Hall, Inc.

Calhoun, C.C. dan Finch, A.V. (1982). Vocational Education : Concept and Operations. California : Wads Worth Publishing Company.

Curtis, T.E. dan Bidwell, W.W. (1976). Curriculum and Instruction for Emerging Adolescents. New York : State University of New York at Albany.

Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kejuruan (2002). Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia : Membangun Manusia Produktif. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Djohar, A. (2003). Pengembangan Model Kurikulum Berbasis Kompetensi Sekolah Menengah Kejuruan. Bandung : Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Djojonegoro, W. (1998). Pengembangan Sumber Daya Manusia : Melalui Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Evarinayanti. (2002). Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based Training). Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Finch, C. dan Crunkilton, J.R. (1984). Curriculum Development in Vocational and Technical Education : Planning,Content and Implementation. Boston : Allyn and Bacon, Inc.

Rivai, A. (1995). Competency Based Training (Pelatihan Berdasarkan Kompetensi). Bandung : Technical Education Development Centre.

Penerapan Pendekatan Sistem di Sekolah MenengahM.Syafaat Putrasyah 36