21
PENERAPAN PSAK 13 (Revisi 2011): PROPERTI INVESTASI PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA YANG LISTING DI BURSA EEK INDONESIA PENDAHULUAN Globalisasi telah menciptakan suatu sistem keuangan dan pasar modal internasional sehingga meningkatkan investasi asing. Dengan adanya tersebut maka penting untuk menyeragamkan standar akuntansi dan l keuangan sehingga dapat digunakan untuk membandingkan kinerja keua antar negara (Spies dan Wilhelm, 200!. International Financial Reporting Standards ("#$S! menja%ab masa keseragaman standar akuntansi dan pelaporan keuangan. &an'aat "#$S adalah untuk meningkatkan daya banding laporan keuangan, memberikan in'ormasi ya berkualitas di pasar modal internasional, menghilangkan hambatan a internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuan mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan bia untuk analisis keuangan bagi para analis serta meningkatkan kualitas pela keuangan. Salah satu ujuan utama adopsi "#$S adalahuntuk meningkatkan komparabilitas internasional dari laporan keuangan ( airns et al ., 20))!. *enerapan "#$S di "ndonesia dilakukan melaui tiga tahap (+isar, 20)2!. * adalahtahap adopsi(200 -20)0! yaitutahap pembentukanperaturan dan disahkan, kedua adalah tahap persiapan akhir (20))! yaitu melakukan evalu dan revisi terhadap peraturan yang telah dibuat dan tahap implementasi (2 merupakan penerapan *S / konvergensi "#$S dan akan dievaluasi kembali pad akhir tahun 20)2. leh karena itu penerapan "#$S memerlukan kesiapan dari sumber daya manusia, iklim perundang-undangan, sistem in'ormasi ak serta aspek perpajakan. Seiring dengan konvergensi "#$S, maka banyak terdapat perubahan- perubahan pada standar akuntansi di "ndonesia.salah satu standar akuntans mengalami perubahan dengan penerapan adopsi "#$S adalah *S / )1*roperti

Penerapan Psak 13 Mengenai Properti Investasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Seiring dengan konvergensi IFRS, maka banyak terdapat perubahan-perubahan pada standar akuntansi di Indonesia.salah satu standar akuntansi yang mengalami perubahan dengan penerapan adopsi IFRS adalah PSAK 13Properti

Citation preview

PENERAPAN PSAK 13 (Revisi 2011): PROPERTI INVESTASI PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA YANG LISTING DI BURSA EFEK INDONESIA

PENDAHULUANGlobalisasi telah menciptakan suatu sistem keuangan dan pasar modal internasional sehingga meningkatkan investasi asing. Dengan adanya kondisi tersebut maka penting untuk menyeragamkan standar akuntansi dan laporan keuangan sehingga dapat digunakan untuk membandingkan kinerja keuangan antar negara (Spies dan Wilhelm, 2005). International Financial Reporting Standards (IFRS) menjawab masalah keseragaman standar akuntansi dan pelaporan keuangan. Manfaat IFRS adalah untuk meningkatkan daya banding laporan keuangan, memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional, menghilangkan hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan pelaporan keuangan, mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis serta meningkatkan kualitas pelaporan keuangan.Salah satu ujuan utama adopsi IFRS adalah untuk meningkatkan komparabilitas internasional dari laporan keuangan (Cairns et al., 2011). Penerapan IFRS di Indonesia dilakukan melaui tiga tahap (Hisar, 2012). Pertama adalah tahap adopsi (2008-2010) yaitu tahap pembentukan peraturan dan disahkan, kedua adalah tahap persiapan akhir (2011) yaitu melakukan evaluasi dan revisi terhadap peraturan yang telah dibuat dan tahap implementasi (2012) merupakan penerapan PSAK konvergensi IFRS dan akan dievaluasi kembali pada akhir tahun 2012. Oleh karena itu penerapan IFRS memerlukan kesiapan dari sumber daya manusia, iklim perundang-undangan, sistem informasi akuntansi serta aspek perpajakan.Seiring dengan konvergensi IFRS, maka banyak terdapat perubahan-perubahan pada standar akuntansi di Indonesia.salah satu standar akuntansi yang mengalami perubahan dengan penerapan adopsi IFRS adalah PSAK 13Properti Investasi yang mengacu kepada IAS 40. PSAK 13 membedakan antara properti investasi dengan properti yang digunakan sendiri oleh pemilik, dimana untuk properti yang digunakan sendiri oleh perusahaan diatur dalam PSAK 16 (Aset Tetap). Dengan adanya konvergensi IRFS, revisi terhadap PSAK 13 telah dilakukan yaitu PSAK 13 (Revisi 2007) adalah PSAK 13 (Revisi 2011) yang mulai efektif diberlakukan 1 Januari 2012.PSAK 13 (Revisi 2011) memberikan pilihan kepada perusahaan untuk melakukan penilaian atas properti investasinya dengan model biaya atau model nilai wajar dan harus diterapakan secara konsisten pada semua properti investasinya. Pengungkapan metode tersebut wajib diungkapkan dalam laporan keuangannya. Baik model biaya maupun model nilai wajar memerlukan pengungkapan tambahan seperti yan diatur pad paragraf 79, 80 dan 82 tersebut. Penerapan model nilai wajar sebagai dasar penilaian properti investasi akanberpengaruh pada nilai properti investasi. Model nilai wajar mengukur nilai properti investasi berdasarkan nilai wajar. Keuntungan atau kerugian yang timbul akibat perubahan nilai wajar atas properti investasi diakui dalam laba rugi pada periodeterjadinya. Model biaya menghitung nilai properti investasi dengan biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi kerugian akibat penurunan nilai aset.Hasil penelitian Herrmann et al. (2006) menunjukkan bahwa penggunaan fair value dalam penilaian property, plant dan equipment lebih relevan dalam pengambilan keputusan dibanding model historical cost. Dari sisi realiabilitas yang terdiri atas verifiability, neutrality dan representational faithfulness, penggunaan nilai wajar jauh lebih terukur, sehingga hasil pengukuran tersebut lebih konsisten dan dapat dibandingkan. Christensen dan Nikolaev (2009) menyebutkan bahwa properti investasi diperoleh untuk mendapatkan pendapatan sewa atau untuk kenaikan nilai atau untuk keduanya. Mereka menemukan bahwa perusahaan cenderung menggunakan nilai historis dan nilai wajar secara bersama-bersama. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa perusahaan real estate akan lebih sering menggunakan nilai wajar. Hal tersebut dikarenakan ketika perusahaan memegang dan menjual properti, perubahan nilai properti investasi terkait erat dengan kinerja kegiatan inti perusahaan.Muller et al. (2010) menemukan bahwa setelah diberlakukannya IAS 40 para investor banyak meminta perusahaan untuk menyajikan properti investasi mereka dalam nilai wajar, sehingga banyak perusahaan beralih menggunakan nilai wajar sebagai dasar penilaian properti investasi. Namun penelitian dari Chairns et al. (2009) mengenai pengukuran nilai wajar dan pengaruhnya terhadap kebijakan akuntansi dan komparibilitas laporan keuangan perusahaan di Inggris dan Australia menemukan bahwa penggunaan fair value untuk properti investasi tidak banyak digunakan oleh perusahaan di kedua negara tersebut dan perusahaan cenderung konservatif dengan lebih mempertahankan penggunaan metode biaya.Berdasarkan pemaparan di atas, paper ini bertujuan untuk mengetahui penerapan PSAK 13 (Revisi 11) tentang Properti Investasi berdasarkan tingkat pengungkapan properti investasi baik yang menggunakan model nilai wajar maupun model biaya. Objek penelitian adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI). Untuk mengetahui sejauh mana pengungkapan properti investasi pada laporan keuangan BUM maka digunakan teknik analisis isi dari data laporan keuangan terakhir yaitu tahun 2012.

STUDI LITERATURDefinisi Properti InvestasiProperti investasi menurut PSAK 13 (Revisi 2011) adalah properti (tanah atau bangunan atau bagian dari bangunan atau keduanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai, atau kedua-duanya, dan tidak untuk:a. digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan admisnistratif; atau b. dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.PSAK 13 membedakan properti investasi dengan properti yang digunakan sendiri. Properti yang digunakan sendiri adalah properti yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui sewa pembiayaan) untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif (mengacu PSAK 16).Menurut PSAK 13 (Revisi 2011) ada beberapa karakteristik dari properti investasi, yaitu:a. Properti investasi dapat digunakan untuk menghasilkan sewa atau untuk mendapatkan kelanaikan nilai atau kedua-duanya. Properti investasi tersebut menghasilkan arus kas yang sebagian besar tidak tergantung pada aset lain yang digunakan.b. Properti investasi tidak dimaksudkan untuk diual dalam kegiatan usaha sehari-hari ataupun sedang dalam proses pembangunan atau pengembangan untuk dijual.c. Properti investasi tidak digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administratif.d. Properti investasi tidak disewakan kepada enittas lain dengan cara sewa pembiayaan.e. Properti investasi diakui sebagai aset jika dan hanya jika memeiliki manfaat ekonomis di masa depan yang akan mengalir ke entitas dan biaya perolehannya dapat diukur dengan andal.Pengakuan, Pengukuran Awal, dan Pengukuran setelah Pengakuan Awal Properti InvestasiProperti investasi diakui sebagai aset jika dan hanya jika:(a) besar kemungkinan manfaat ekonomik di masa depan dari aset yang tergolong properti investasi akan mengalir ke dalam entitas; dan(b) biaya perolehan properti investasi dapat diukur dengan andal.Untuk pengukuran awal dari properti investasi dinilai sebesar biaya perolehan. Menurut PSAK 13 (Revisi 2011) biaya perolehan dari properti investasi yang dibeli meliputi harga pembelian dan setiap pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung. Pengeluaran yang dapat diatribusikan secara langsung termasuk, misalnya, biaya jasa hukum, pajak penjualan, dan biaya transaksi lainnya. Sedangkan yang tidak termasuk biaya perolehan adalah biaya perintisan, kerugian operasional yang terjadi sebelum properti investasi mencapai tingkat hunian yang direncanakan, atau pemborosan bahan baku, buruh atau sumber daya lain yang terjadi selama masa pembangunan atau pengembangan properti.Setelah pengakuan awal, menurut PSAK 13 (Revisi 2011) entitas wajib memilih model nilai wajar atau model biaya sebagai kebijakan akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut pada seluruh properti investasinya.1. Model Nilai WajarSetelah pengakuan awal, entitas yang memilih menggunakan model nilai wajar mengukur seluruh properti investasi berdasarkan nilai wajar. Nilai wajar properti investasi harus mencerminkan kondisi pasar pada tanggal neraca. Menurut PSAK No. 13, nilai wajar properti investasi merupakan harga yang mana properti dapat dipertukarkan antara pihak-pihak yang memiliki pengetahuan memadai dan berkeinginan dalam suatu transaksi yang wajar. Nilai wajar properti investasi tidak mencerminkan pengeluaran modal di masa depan yang akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas atau memperbaiki properti dan tidak mencerminkan manfaat masa depan terkait dari pengeluaran masa depan tersebut.Apabila hak atas properti yang dimiliki adalah melalui sewa operasi, maka model nilai wajar harus diterapkan. Laba atau rugi yang timbul dari perubahan nilai wajar atas properti investasi harus diakui dalam laporan laba rugi pada bagian other expense di periode terjadinya. Properti investasi yang diukur dengan nilai wajar tidak dapat disusutkan. Setiap aset memiliki potensi untuk mengalami penurunan nilai. Penurunan nilai tersebut diatur secara umum dalam PSAK 48 tentang penurunan nilai dan secara khusus dalam standar aset terkait. Properti investasi yang menggunakan nilai wajar merupakan salah satu aset yang mana penurunan nilainya diatur secara khusus. Penurunan nilai tersebut akan terjadi secara otomatis pada saat penyesuaian nilai wajar.

2. Model Nilai BiayaProperti investasi yang menggunakan metode biaya dicatat sebesar biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan aset. Model nilai biaya ini lebih mengacu pada PSAK No. 16 tentang Aset Tetap. Penerapan model biaya mengimplikasikan perlunya telaah kemungkinan adanya penurunan nilai (sebagaimana diatur di PSAK No. 48 tentang Penurunan Nilai).

Transfer Properti InvestasiMenurut PSAK No. 13, transfer ke atau dari properti investasi dilakukan jika dan hanya jika, terdapat perubahan penggunaan yang ditunjukkan dalam tabel berikut.Tabel Kriteria Transfer Properti InvestasiTransferPerubahan Penggunaan

Transfer dari Properti Investasi ke Properti yang dimiliki sendiriDimulainya penggunaan oleh pemilik

Transfer dari Properti Investasi ke PersediaanDimulainya pengembangan untuk dijual

Transfer dari properti yang dimiliki sendiri ke properti invetasiBerakhirnya pemakaian oleh pemilik

Transfer dari Persediaan ke properti investasiDimulainya sewa operasi ke pihak lain

Transfer dari Properti yang sedang dibangun ke properti investasiBerakhirnya pengembangan atau pembangunan

Sumber : PSAK 13 ( Revisi 2011 )Jika suatu entitas memutuskan untuk melepas properti investasi tanpa dikembangkan, maka entitas tetap memperlakukannya sebagai properti investasi sampai pelepasannya. Jika entitas mengembangkan kembali properti investasi dan akan tetap menggunakannya di masa depan sebagai properti investasi, maka properti tersebut tetap menjadi properti investasi tanpa harus diklarifikasi menjadi properti yang digunakan sendiri.Jika dalam pengakuan dan pengukuran suatu entitas menerapkan model nilai biaya,transfer dari dan ke properti investasi tidak mengubah jumlah tercatat properti investasi yang ditransfer serta tidak mengubah biaya properti untuk tujuan pengukuran dan pengungkapan. Apabila entitas menerapkan model nilai wajar terhadap properti investasi maka berlaku hal-hal berikut :a. Untuk properti investasi yang dicatat menggunakan nilai wajar dan ditransfer menjadi properti yang digunakan sendiri atau persediaan, maka nilai properti untuk akuntansi berikutnya adalah nilai wajar pada tanggal perubahan penggunaan.b. Jika properti yang digunakan sendiri berubah menjadi properti investasi dan akan dicatat dengan menggunakan nilai wajar, maka harus diterapkan PSAK No.16 sampai dengan tanggal terakhir perubahan penggunaannya dan mengakui rugi penurunan nilai yang telah terjadi. Dengan kata lain jika terdapat revaluasi surplus terkait dengan properti investasi, penurunan tersebut dibebankan pada revaluasi surplus. Timbulnya kenaikan jumlah tercatat akan membalik rugi penurunan nilai yang telah diakui dalam laporan laba rugi. Jumlah yang diakui dalam laporan laba rugi tidak boleh melebihi jumlah yang diperlukan untuk mengembalikan nilai ke jumlah tercatat. Sisa kenaikan yang ada langsung dikreditkan ke ekuitas. Pada saat properti investasi dilepas, revaluasi surplus di ekuitas dapat ditransfer ke saldo laba.c. Untuk transfer dari persediaan ke properti investasi, perbedaan yang ada antara nilai wajar properti pada tanggal tersebut dan jumlah tercata diakui dalam laporan laba rugi.d. Ketika entitas menyelesaikan pembangunan atau pengembangan properti investasi yang dibangun sendiri, perbedaan yang ada antara nilai wajar properti pada tanggal tersebut dan jumlah tercatatnya diakui dalam laporan laba rugi.Pelepasan Properti InvestasiProperti investasi harus dihentikan pengakuannya (dikeluarkan dari neraca) pada saat:a. pelepasanb. atau ketika properti investasi tersebut tidak digunakan lagi secara permanen dan tidak memiliki manfaat ekonomis di masa depan yang diharapkan pada saat pelepasannya.Pelepasan properti investasi dapat dilakukan dengan penjualan. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penjualan tersebut ditentukan dari selisih antara harga pasar dengan nilai bukunya dan harus diakui dalam laporan laba rugi dalam periode terjadinya penjualan tersebut. Selain itu pelepasan properti investasi dapat dilakukan dengan sewa pembiayaan. Laba atau rugi yang timbul dari penghentian atau pelepasan properti investasi ditentukan dari selisih antara hasil neto dari pelepasan dan jumlah tercatat aset. Laba rugi tersebut diakui dalam laporan laba rugi pada periode terjadinya pelepasan atau penghentian tersebut.Pengungkapan Properti InvestasiDalam laporan keuangan terdapat penyajian dan pengungkapan suatu akun. Pengungkapan adalah penjelasan sejelas-jelasnya dari suatu akun yang mendukung penyajiannya di dalam neraca ataupun laba rugi. Menurut PSAK 30, pemilik properti investasi melakukan pengungkapan lessor atas sewa pembiayaan dan pengungkapan lessor atas sewa operasi yang telah disepakati.Tabel Pengungkapan Nilai Wajar Menurut PSAK 13 Penambahan dari akuisisi melalui penggabungan usaha Aset yang diklasifikasikan untuk dijual atau masuk ke dalam kelompok aset yang akan dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual dan pelepasan lain Laba atau rugi neto dari penyesuaian terhadap nilai wajar Perbedaan nilai tukar yang timbul pada penjabaran laporan keuangan dari mata uang fungsional menjadi mata uang penyajian yang berbeda, termasuk penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang penyajian dari entitas pelapor Transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri Perubahan lain

Sumber : PSAK 13 (Revisi 2011)

Tabel Pengungkapan Umum menurut PSAK 13 Model yang diterapkan Jika menerapkan nilai wajar, apakah, dan dalam keadaan bagaimana, hak atas properti yang dikuasai dengan cara sewa operasi diklasifikasikan dan dicatat sebagai properti invetasi Apabila pengklasifikasian ini sulit dilakukan kriteria yang digunakan untuk membedakan properti investasi dengan properti yang digunakan sendiri dan dengan properti yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari Metode dan asumsi signifikan yang diterapkan dalam menentukan nilai wajar dari properti investasi Sejauhmana penentuan nilai wajar properti investasi didasarkan atas penilaian oleh pemilai independen yang diakui dan memiliki kualifikasi profesional oleh penilai independen yang diakui dan memiliki kualifikasi profesional yang relevan serta memiliki pengalaman mutakhir di lokasi dan kategori properti investasi yang dinilai Jumlah yang diakui dalam laporan laba rugi untuk :a. Penghasilan rental dari properti investasib. Beban operasi langsung yang timbul dari properti investasi yang menghasilkan rentalc. Beban operasi langsung investasi yang tidak menghasilkan pendapatan rental selama periode tersebut dand. Perubahan kumulatif dalam nilai wajar yang diakui dalam laporan laba rugi atas penjualan properti investasi Eksistensi dan jumlah pembatasan atas realisasi dari properti investasi atau pembayaran penghasilan dan hasil pelepasan Kewajiban kontraktual untuk membeli, membangun atau mengembangkan properti investasi atau untuk perbaikan, pemeliharaan atau peningkatan

Sumber : PSAK 13 (Revisi 2011)Jika nilai wajar sulit untuk ditentukan secara andal, maka harus diungkapkan jumlah yang terkait dengan properti investasi tersebut secara terpisah dari jumlah yang terkait dengan properti investasi lainnya serta penjelasan mengapa nilai wajar tidak dapat ditentukan secara andal.Tabel Pengungkapan Nilai Biaya Menurut PSAK 13 Metode penyusutan yang digunakan Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal dan akhir periode Rekonsiliasi jumlah tercatat properti investasi pada awal dan akhir periode, yang menunjukkan :1. Pengungkapan terpisah untuk penambahan yang dihasilkan dari akuisisi dan penambahan yang dihasilkan dari pengeluaran setelah perolehan yang diakui dalam jumlah tercatat aset2. Penambahan dari akuisisi melalui penggabungan usaha3. Aset yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau masuk ke dalam kelompok aset yang akan dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual dan pelepasan lain4. Penyusutan5. Jumlah dan rugi penurunan nilai yang diakui dan jumlah pemulihan rugi penurunan nilai6. Perbedaan nilai tukar yang timbul pada penjabaran laporan keuangan dari mata uang fungsional menjadi mata uang penyajian yang berbeda, termasuk penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang penyajian dari entitas pelapor7. Transfer ke dan dari persediaan dan properti yang digunakan sendiri8. Perubahan lain Jika entitas tidak dapat menentukan nilai wajar secara andal, maka entitas mengungkapkan :1. Uraian properti investasi2. Penjelasan mengapa nilai wajar tidak dapat ditentukan secara andal3. Apabila mungkin, kisaran estimasi dimana nilai wajar kemungkinan besar berada

Sumber : PSAK 13 (Revisi 2011)Perubahan PSAK 13 Revisi 2007 menjadi Revisi 2011Secara umum perbedaan antara PSAK 13 Revisi 2011 dengan PSAK 13 Revisi 2007 adalah sebagai berikut :Tabel Perbedaan PSAK Revisi 2011 dan Revisi 2007NoLetak PerbedaanPSAK 13 Revisi 2011PSAK 13 Revisi 2007

1DefinisiTidak mengatur definisi tentang penghentian pengakuanMengatur definisi tentang penghentian pengakuan

2Pengakuan awal properti investasi dalam proses pembangunan dan pengembanganDiakui sebagai properti investasiDiakui sebagai aset tetap sampai properti investasi selesai dibangun

3Ketidakmampuan menetapkan nilai wajarJika entitas memilih menggunakan metode nilai wajar, maka properti investasi dalam proses pembangunan dan pengembangan : Diukur pada harga perolehan sampai nilai wajarnya dapat ditentukan secara andal atau sampai proses pembangunan selesai (mana yang lebih dahulu tercapai) pada pengakuan awal langsung dapat diukur sebesar nilai wajarnya jika dapat ditentukan secara andalTidak diatur

Sumber : Slide Dwi Martani

Penelitian TerdahuluHerrmann et al. (2006) meneliti mengenai kualitas pengukuran dengan nilai wajar untuk properti, plant dan equipment di Amerika Serikat. Hasilnya menunjukkan bahwa pengukuran dengan nilai wajar akan menghasilkan nilai yang lebih bagus diatas historical cost dilihat dari karakteristik nilai prediksi, nilaifeedback, timeliness, neutrality, representational faithfulness, komparabilitas, dan konsistensi.Spies dan Wilhelm (2005) meneliti mengenai persyaratan untuk metode penilaian real estate sesuai dengan IFRS dan konflik yang mungkin timbul dari perbedaan metode IFRS dengan standar akuntansi Amerika Serikat. Perbandingan kedua standar metode tersebut dilihat dari kerangka kebijakan, proses penilaian, metode dan konsep penilaian. Hasilnya menunjukkan bahwa metode penilaian di Amerika Serikat dapat memenuhi persyaratan IFRS mengenai penentuan nilai wajar dan dapat dibandingkan. Perlakuan akuntansi untuk pengukuran properti berdasarkan nilai wajar sudah diatur dalam IAS 40. Erik Persson (2000) menyoroti perbedaan penilaian dengan model fair value IAS 40 dengan praktek akuntansi yang telah diterapkan di Swedia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penggunaan fair value IAS 40 selama periode penelitian, hampir semua perusahaan sampel melaporkan pendapatan dan ekuitas yang meningkat dibanding dengan penggunaan praktek akuntansi yang telah berlaku. Sejumlah perusahaan melaporkan bahwa omset bersihnya meningkat dengan pengukuran nilai wajar pada tahun tertentu karena laba pada kasus tertentu melebihi omset bersih (pendapatan sewa).Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah ada membuktikan bahwa penggunaan nilai wajar lebih memberikan hasil yang signifikan dan konsistensi dibandingkan dengan praktek-praktek akuntansi yang telah ada sebelumnya yang cenderung menggunakan historical cost. Namun tidak semua negara menggunakan nilai wajar untuk penilaiannya. Chairns et al. (2009) meneliti mengenai pilihan kebijakan di Inggris dan Australia yang mengadopsi IFRS pada tahun 2005. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai wajar akan dipilih jika kebijakan tersebut bersifat mandatory dan mereka cenderung untuk tetap menggunakan penilaian yang telah dilakukan sebelumnya jika pnggunaan nilai wajar adalah optional. Penelitian Muller et al. (2010) juga menunjukkan bahwa keputusan penggunaan nilai wajar di Eropa dipengaruhi oleh permintaan investor yang menuntut komitmen untuk transparan dalam melaporkan laporan keuangan.

SAMPEL DAN METODE PENELITIANSampel yang digunakan adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang masih listing di BEI sampai saat ini. Data yang digunakan merupakan data sekunder berasal dari Laporan Keuangan Tahun 2012 dan 2013. Data tersebut didapatkan dari website asing-masing BUMN, website BEI dan Pusat Data Ekonomi dan Bisnis (PDEB) Universitas Indonesia. BUMN yang dipilih sebagai sampel adalah BUMN yang telah dan masih terdaftar di BEI sampai tahun 2014, menyajikan laporan keuangan secara lengkap (laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan) dan menggunakan mata uang rupiah dalam laporan keuangannya.Berikut ini adalah BUMN yang masih terdaftar di BEI Tahun 2014.Tabel perusahaan yang terdaftar di BEI Tahun 2014SEKTORNO.KODEPERUSAHAAN

Farmasi1INAFPt Indofarma (Persero) Tbk

2KAEFPT Kimia Farma (persero) terbuka

Energi3PGASPT Perusahaan Gas Negara

Industri Logam4KRASPT Krakatau Steel

Konstruksi5ADHIPT Adhi Karya

6PTPPPT Pembangunan Perumahan

7WIKAPT Wijaya Karya

8WSKTPT Waskita Karya

Perbankan9BBNIPT Bank Negara Indonesia

10BBRIPT Bank Rakyat Indonesia

11BBTNPT Bank Tabungan Negara

12BMRIPT Bank Mandiri

Pertambangan13ANTMPT AnekaTambang

14PTBAPT Bukit Asam

15TINSPT Timah

Angkutan dan Prasarana Angkutan16JSMRPT Jasa Marga

17GIAAPT Garuda Indonesia

Telekomunikasi18TLKMPT Telekomunikasi Indonesia

Semen19SMBRPT Semen Baturaja

20SMGRPT Semen Indonesia

Dari 20 BUMN tersebut di tabel hanya 6 perusahaan yang di laporan keuangannya menyajikan properti investasi baik di neraca, kebijakan, rincian dan catatan atas laporan keuangan. Oleh karena itu sampel yang digunakan untuk menganalisa mengenai penerapan PSAK 13 (Revisi 2011) ada 6 BUMN.Metode penelitian yang digunakan adalah dengan studi literatur yaitu dengan melihat penelitian-penelitian terdahulu mengenai praktek akuntansi properti investasi. Selain studi literatur juga dilakukan analisis deskriptif mengenai penerapan PSAK 13 (Revisi 2011).

ANALISIS DAN PEMBAHASANBadan Usaha Milik Negara (BUMN) menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN berbentuk perusahaan perseroan, perusahaan umum, dan perusahaan jawatan dan dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Sejak tahun 2001 BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN. Dari 20 BUMN yang terdaftar di BEI, yang terpilih sebagai sampel penelitian hanya 6 perusahaan, karena hanya 6 perusahaan tersebut yang menyajikan properti investasi pada laporan keuangan tahun 2012 dan 2013. Dari 6 perusahaan tersebut hanya 1 yang menggunakan mata uang USD dalam laporan keuangannya yaitu PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk sehingga dikeluarkan dari sampel. Sampel akhir yang diperoleh untuk penelitian ini sebanyak 5 BUMN. BUMN yang tidak menyajikan properti investasi memiliki dua kemungkinan yaitu pertama BUMN memang tidak memiliki proeprti investasi atau kemungkinan kedua adalah memang tidak disajikan walaupun sebenarnya memiliki properti investasi. BUMN yang menjadi sampel adalah PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk., PT. Timah (Persero), Tbk., PT. Adhi Karya (Persero) Tbk., PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.

PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR)Berdasarkan data pada laporan keuangan tahun 2012 dan 2013, properti investasi SMGR telah disajikan di neraca. Pada tahun 2012 properti investasi SMGR sebesar Rp. 40.674.520.000,- (neto). Dalam ikhtisar kebijakan akuntansi diungkapkan bahwa SMGR telah menerapkan PSAK 13 Revisi 2011 untuk properti investasi. Properti investasi yang dimiliki SMGR terdiri dari tanah, bangunan dan prasarana yang dikuasai entitas anak untuk menghasilkan rental dan atau kenaikan nilai. Properti investasi dicatat pertama kali dengan biaya perolehan. Metode penyusutan yang digunakan adalah garis lurus dengan umur manfaat aset sebesar 10 tahun. Metode penilaian dengan nilai wajar diungkapakan dalam rincian mutasi. Nilai wajar properti investasi adalah Rp.90.322.869.000,-, namun tidak diungkapkan pencatatannya.Kemudian untuk tahun 2013 properti investasi SMGR meningkat menjadi Rp.48.654.931.000,- (neto). Baik dalam neraca tahun 2012 dan 2013 tidak diungkapkan jumlah penyusutannya. Pengungkapan pada kebijakan investasi sama seperti tahun 2012. Metode penilaian masih sama yaitu nilai wajar. Namun pada tahun 2013 pada rincian mutasi diungkapkan pencatatan penyusutan sebagai beban pokok pendapatan dan disebutkan nilai penghasilan sewa properti investasi.Berdasarkan data-data tersebut dapat dikatakan bahwa SMGR sudah memenuhi kepatuhan terhadap PSAK 13 (Revisi 2011). Namun untuk perusahaan penilai tidak diungkapkan. SMGR telah terdaftar di BEI sejak tanggal 8 Juli 1991. Dengan demikian sebelumnya SMGR sudah menerapkan PSAK 13 (Revisi 2007). Maka untuk penerapan PSAK 13 (Revisi 2011) bukan merupakan hal yang sulit lagi. Oleh karena itu hampir semua kriteria terpenuhi.

PT. Timah (Persero) Tbk. (TINS)Laporan keuangan tahun 2012 dan 2013 menunjukkan properti investasi yang disajikan adalah sama sebesar Rp. 71. 676.000.000,-. Dengan demikian tidak ada mutasi penambahan properti investasi selama tahun 2013. Baik pada neraca tahun 2012 dan 2013 hanya menyajikan properti investasi neto tidak disajikan nilai penyusutannya. Kemudian untuk pengungkapan kebijakan akuntansi pada tahun 2012 sudah menggunakan PSAK 13 (Revisi 2011) dan untuk properti investasi yang dimiliki adalah berupa tanah sehingga tidak perlu disusutkan.Dalam rincian mutasi tahun 2012 diungkapan pengukuran awal properti investasi berdasarkan biaya perolehan demikian juga dengan pengungkapan tahun 2013. Selain itu disebutkan bahwa pada tahun 2012 terjadi penambahan biaya perolehan sebesar Rp. 41.597.000.000,- yang merupakan biaya pengubahan hak atas tanah menjadi atas nama perusahaan. Sehingga terlihat perubahan yang signifikan dari tahun 2011 ke tahun 2012. Penambahan biaya perolehan tersebut dicatat dalam laporan arus kas sebagai pengeluaran kas. Selain itu juga diungkapkan penilaian properti investasi menggunakan metode nilai wajar dengan menggunakan penilai independen Ayun Suherman dan Rekan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa TINS sudah dapat menyajikan dan mengungkapkan dengan lengkap properti investasi yang dimiliki. Perlakuan akuntansi sudah mengikuti PSAK 13 (Revisi 2011). Penyajian dan pengungkapan yang lengkap oleh TINS karena sebelumnya sudah menerapkan PSAK 13 (Revisi 2007) sehingga TINS hanya menyesuaikan perubahan-perubahan yang baru yang terdapat pada PSAK 13 (Revisi 2011).

PT. Adhi Karya (Persero) Tbk. (ADHI)Pada tahun 2012 dan 2013 berdasarkan penyajian pada neraca, properti investasi sebesar Rp. 237.038.558.059,- dan Rp.196.697.458.123,-. Dari angka tersebut terdapat penurunan nilai properti investasi. Pengungkapan penurunan nilai tersebut disajikan pada rincian mutasi properti investasi. perubahan nilai properti investasi yang menurun pada tahun 2013 dikarenakan terdapat reklasifikasi properti aset menjadi aset real estate. Pada tahun 2012 terdapat penambahan properti investasi yang merupakan reklasifikasi dari aset tetap dalam penyelesaian pada bulan Desember 2012. Dalam rincian mutasi ini juga diungkapkan bentuk properti investasi yang dimiliki oleh ADHI.Pada ikhtisar kebijakan akuntansi disebutkan standar akuntansi yang digunakan adalah PSAK 13 (Revisi 2011) dan pengakuan awal properti investasi sebesar biaya perolehan dan metode penyusutan menggunakan metode garis lurus dengan taksiran masa manfaat 20 tahun. Biaya pemeliharaan dan perbaikan dibebankan ke dalam laporan laba rugi konsolidasi sedangkan untuk biaya pemugaran dan penambahan dikapitalisasi. Untuk penilaian properti investasi diungkapkan pada rincian mutasi dengan menggunakan metode nilai wajar yang dilakukan oleh penilai independen berdasarkan metode proyeksi penjualan.Dari uraian diatas penyajian dan pengungkapan oleh ADHI lebih lengkap daripada SMGR dan TINS. Alasan yang memungkinkan adalah karena ADHI merupakan perusahaan konstruksi yang memiliki aset real estate sehingga perlu untuk mengungkapkan secara rinci dan jelas mengenai properti investasi untuk membedakan kedua aset tersebut.

PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk., (WIKA)Properti investasi yang dimiliki oleh WIKA berdasarkan laporan keuangan tahun 2012 adalah sebesar Rp.47.520.500.000,- berupa tanah dan bangunan. Lebih rinci mengenai nilainya diungkapkan pada rincian mutasi properti aset. Sedangkan pada laporan keuangan tahun 2013 diketahui nilai properti aset menjadi Rp.64.270.034,- (bersih setelah dikurangi penyusutan). Dalam ikhtisar kebijakan akuntansi sudah menggunakan PSAK 13 (Revisi 2011) dan disebutkan bahwa pengakuan awal sebesar biaya perolehan dengan metode penyusutan menggunakan metode garis lurus dengan taksiran umur manfaat ekonomis selama 20 tahun. Penghentian pengakuan properti investasi juga diungkapkan dalam kebijakan akuntansi ini.Kemudian dalam rincian mutasi diungkapkan rincian properti investasi yang dimiliki dan nilainya. Pengukuran setelah pengakuan awal menggunakan model biaya. Dalam catatan atas laporan keuangan tidak diungkapkan secara rinci mengenai ungkapan tambahan bila entitas menggunakan model biaya dlam pengukuran properti investasinya.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa WIKA sudah berusaha untuk memenuhi kepatuhan dalam penerapan PSAK 13 (Revisi 2011). Pengungkapan yang tidak rinci kemungkinan karena properti investasi yang dimiliki tidak banyak yaitu berupa sebidang tanah dan sebuah ruko, sehingga dapat dibedakan dari aset real estate.

PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. (PTPP)Dalam laporan keuangan pada neraca disajikan nilai properti investasi untuk tahun 2012 dan 2013 masing-masing sebesar Rp.199.994.347.539,- dan Rp.235.053.215.300,-. Pada nilai properti investasi yang disajikan di neraca dilengkapi dengan nilai penyusutan sebagai faktor pengurang nilai properti investasi. Dalam rincian kebijakan akuntansi diungkapakan pengakuan awal diperoleh sebesar harga perolehan sesuai PSAK 13 (Revisi 11). Untuk penyusutan menggunakan metode garis lurus dengan jangka waktu 20 tahun. Biaya pemeliharaan dan perbaikan diakui dalam laporan laba rugi. Perusahaan telah mereklasifikasi properti investasi yang ada dalam pos aset tetap menjadi pos properti investasi dan memilih menggunakan metode biaya.Dalam rincian mutasi diungkapkan properti investasi yang dimiliki PTPP adalah tanah, bangunan dan bangunan dalam penyelesaian. Sesuai dengan PSAK 13 (Revisi 2011) bangunan yang sedang dalam penyelesaian sudah diakui sebagai properti investasi. berbeda dengan PSAK 13 (Revisi 2007) bahwa aset dalam penyelesaian masih masuk dalam pos aset tetap dan setelah selesai pengerjaannya baru direklasifikasi ke dalam pos properti investasi.

KESIMPULANBerdasarkan analisis dari BUMN yang menerapkan PSAK maka dapat disimpulkan bahwa dari semua perusahaan sampel sudah menyajikan properti investasi di neraca. Namun hanya PTPP yang menyajikan lengkap dengan nilai penyusutan sebagai faktor pengurang. BUMN yang lain hanya menyajikan nilai bersih dengan tidak mengungkapakan nilai penyusutannya. Kemudian untuk ikhtisar kebijakan pada semua BUMN sudah diungkapkan mngenai PSAK yang digunakan yaitu PSAK 13 (Revisi 2013). Pengungkapan mengenai pengakuan awal dan metode penyusutan juga sudah dilakukan semua perusahaan sampel termasuk masa manfaat ekonomis. Pengakuan mengenai pengukuran properti investasi setelah pengakuan awal ada yang diungkapkan di ikhitsar kebijakan seperti PTPP, namun sebagian besar diungkapkan pada rincian mutasi. Dari lima perusahaan sampel tersebut PTPP dan WIKA menggunakan model biaya dalam pengukurannya, sedangkan SMGR, ADHI dan TINS menggunakan model nilai wajar. ADHI dan TINS mengungkapkan penilai independen yang melakukan pengukuran, sedangkan SMGR tidak.Adanya selisih karena akibat kenaikan atau penurunan nilai akibat penilaian ataupun penambahan/pengurangan belum diungkapkan oleh semua perusahaan kecuali ADHI dan PTPP. Perusahaan yang lain hanya mengungkapkan standar akuntansi sesuai PSAK 13 (Revisi 2011).Berdasarkan hasil analisis BUMN sudah berusaha memenuhi persyaratan penyajian dan pengungkapan oleh PSAK 13 (Revisi 2011) walaupun belum semuanya lengkap. Melihat dari penyajian dan pengungkapan pada laporan keuangan, PT. Adhi Karya (Persero) Tbk., merupakan BUMN paling lengkap yang memenuhi kriteria penyajian dan pengungkapan. Hal ini karena properti investasi yang dimiliki oleh ADHI banyak dan hampir mirip dengan aset real estate sehingga sangat perlu untuk diuangkapkan dengan rinci.Keterbatasan dari penelitian ini adalah jumlah sampel yang terlalu sedikit sehingga tidak dapat digeneralisasi. Perlu dilakukan skoring pada kriteria-kriteria pengungkapan sehingga dapat dilihat perusahaan yang paling bagus adalah dengan skor tertinggi. Selain itu perlunya melihat konsistensi penerapan PSAK 13 oleh perusahaan dari Revisi 2007 sampai Revisi 2011.

DAFTAR REFERENSIAyedun. A.C, Oloyede. A. S, Durodola. O D. 2012. Empirical Study of the Causes of Valuation Variance and Inaccuracy in Nigeria. Canadian Center of Science an Education. Vol 5, No:3Cairns D., Massoudi D., Taplin R., Tarca A., 2009. IFRS fair value measurement and accounting policy choice in the United Kingdom and Australia. International Accounting Section MeetingCallao, S., Jarne, J. I., Lainez, J. A. 2007. Adoption of IRFS in Spain:Effect on the comparability andrelevance of financial reporting. Journal of International Accounting, Auditing and Taxation 16(1): 148-178.Christensen H.B., & Nikolaev, V. 2009. Who uses fair value accounting for non-financial assets after IFRS adoption. The University of Chicago Booth School of Business working paper:09-12.Christensen H.B., & Nikolaev, V. 2009. Does fair value accounting for non-financial assets pass the market test. The University of Chicago Booth School of Business working paper:09-12.Hoti A. H., & Nuhiu A. R. 2011. Early Adoption of International Financial Reporting Standard (IFRS) in the US Capital Markets. International Research Journal of Finance and Economics. Pp. 98-105Ikatan Akuntansi Indonesia. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Properti Investasi. JakartaIkatan Akuntansi Indonesia. 2011. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Properti Investasi. JakartaLama. M. V, Sanchez. H. M, and Sobrino. J. R. 2009. Compliance With Disclosure Requirements for Investment Properties : A Comparative Study Between Spain and UK.Muller, K.A., Riedl, E.J. and Sellhorn, T. 2010. Consequences of Voluntary and Mandatory Fair Value Accounting : Evidence Surrounding IFRS Adoption in the EU Real Estate Industry, unpublished working paper, Harvard Business School, Cambridge, MA, June, pp. 09-33Nellessen T., & Zuelch H., 2011. The realibility of investment property fair values under IRFS, Journal of Property Investment and Finance. Vol. 29, No.1, pp.59-73 Rahmania R. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Pilihan Metode Penilaian Aset Tetap Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Pada Tahun 2008. Laporan Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.Weijun. N. 2007. The Effect of Fair Value Accounting in HKAS 40 on Real Estate Companies Listed in Hongkong. Hong Kong Baptist University