89
PENGAJIAN IBU-IBU MAJELIS TA’LIM AL-IKHLAS DALAM MENINGKATKAN PEMAHAMAN KEAGAMAAN DI DESA BEREMBANG KECAMATAN SEKERNAN KABUPATEN MUARO JAMBI SKRIPSI RIA PERTIWI NIM. TP. 161569 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2020

PENGAJIAN IBU-IBU MAJELIS TA’LIM AL-IKHLAS DALAM …repository.uinjambi.ac.id/4420/1/SKRIPSI RIA PERTIWI (PAI... · 2020. 8. 5. · pengajian ibu-ibu majelis ta’lim al-ikhlas

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

  • PENGAJIAN IBU-IBU MAJELIS TA’LIM AL-IKHLAS DALAM

    MENINGKATKAN PEMAHAMAN KEAGAMAAN DI DESA

    BEREMBANG KECAMATAN SEKERNAN KABUPATEN

    MUARO JAMBI

    SKRIPSI

    RIA PERTIWI

    NIM. TP. 161569

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

    2020

  • i

    PENGAJIAN IBU-IBU MAJELIS TA’LIM AL-IKHLAS DALAM

    MENINGKATKAN PEMAHAMAN KEAGAMAAN DI DESA

    BEREMBANG KECAMATAN SEKERNAN KABUPATEN

    MUARO JAMBI

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Pendidikan

    RIA PERTIWI

    NIM. TP. 161569

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

    2020

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

  • v

    PERSEMBAHAN

    Kulangkahkan kaki ini menuju kesuksesan dan kesusahan-kesusahan kulalui

    untuk meraih cita-cita yang kudambakan dengan penuh kenyakinan dan

    kesungguhan hati.

    Sukses tak memerlukan penjelasan dan kegagalan tidak mengenal alasan-alasan.

    Dengan penuh kenyakinan dan keteguhan hati yang ikhlas dan tulus

    kupersembahkan skripsi ini kepada orang tuaku terkasih:

    Bapak dan Ibuku (Supriadi dan Siti Asiah)

    Berkat doa dan dukungan aku dapat tabah menghadapi kesulitan hidup ini, berkat

    dorongan kasihmu dan tetesan keringatmu

    Bangkit semangatku untuk terus memperjuangkan cita-citaku

    Hari ini... secercah harapan telah kugenggam

    Sepenggal asa telah kuraih

    Terimakasih kepada Sahabatku (Lia Afriani & Alma Wahyu Isnaini)

    Bantuan serta semangat dari kalian untuk menyelesaikan skipsi ini

    Terimakasih ya Allah... Kau berikan aku kesempatan tuk membahagiakan orang-

    orang yang tercinta dan terkasih.

  • vi

    MOTTO

    ْ إِذَا قِيَل ِيَن َءاَمنُوٓا َها ٱَّلذ يََُّٰٓأ ْ ِِف ٱلَۡمَجَٰلِِس فَٱفَۡسُحواْ يَ ُحوا لَُكۡم َتَفسذ

    ِيَن َءاَمنُواْ ُ ٱَّلذ ْ يَۡرفَِع ٱَّللذ وا ْ فَٱنُُشُ وا ُ لَُكۡمۖۡ ِإَوذَا قِيَل ٱنُُشُ َيۡفَسِح ٱَّللذُ بَِما َتۡعَملُوَن َخبِير ٖۚ َوٱَّللذ وتُواْ ٱلۡعِلَۡم َدَرَجَٰت

    ُِيَن أ ١١ ِمنُكۡم َوٱَّلذ

    Artinya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-

    lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi

    kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah,

    niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan

    orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha

    Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Mujadilah : 11). (Departemen

    Agama RI, 2005: 543).

  • vii

  • viii

    ABSTRAK

    Nama : Ria Pertiwi

    Nim : TP. 161569

    Jurusan : Pendidikan Agama Islam

    Judul : Pengajian ibu-ibu Majelis Ta’lim Al-Ikhlas dalam meningkatkan

    pemahaman keagamaan di Desa Berembang Kecamatan Sekernan

    Kabupaten Muaro Jambi

    Skripsi ini membahas tentang Pengajian ibu-ibu Majelis Ta’lim Al-Ikhlas

    dalam meningkatkan pemahaman keagamaan di Desa Berembang Kecamatan

    Sekernan Kabupaten Muaro Jambi.

    Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui

    Pengajian Majelis Ta’lim Al-Ikhlas dalam meningkatkan pemahaman keagamaan

    di Desa Berembang, mengetahui kendala serta upaya dalam meningkatkan

    pemahaman keagamaan pada ibu-ibu Majelis Ta’lim Al-Ikhlas di Desa Berembang.

    Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif,

    sedangkan alat pengumpulan data meliputi wawancara, observasi dan dokumentasi.

    Penelitian ini dilakukan di RT 03 Desa Berembang Kecamatan Sekernan kabupaten

    Muaro Jambi.

    Informan dalam penelitian ini yaitu para jamaah Majelis Ta’lim Al-Ikhlas

    yang telah dipilih dan diwawancarai untuk mendapat informasi yang diperlukan

    dalam penelitian ini, yang kemudian peneliti analisa untuk mendapatkan hasil dari

    penelitian tersebut.

    Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap Majelis Ta’lim Al-

    Ikhlas Desa Berembang dapat diketahui bahwa Majelis Ta’lim sebagi lembaga non

    formal yang ada di tengah-tengah masyarakat dalam meningkatkan pemahaman

    keagamaan di Desa Berembang. Dalam segi ibadah bahwa anggota Majelis Ta’lim

    Al-Ikhlas semaki rajin dan taat dalam beribadah, serta melalui Majelis Ta’lim ini

    ibu-ibu dapat menjalin Silaturahmi terhadap sesama anggota dan membangun

    tatanan kehidupan Islami.

  • ix

    ABSTRACT

    Name : Ria Pertiwi

    Nim : TP. 161569

    Study Program/Departement : Islamic Education

    Title : Recitation of the Majelis Ta’lim Al-Ikhlas

    mother in improving religious understanding in

    Berembang village Sekernan District Muaro Jambi

    Regency

    This Thesis discusses the recitation of mother of majelis Ta’lim Al-Ikhlas in

    imroving religious understanding.

    As for the purpose of this research is to find out the recitation of the Majelis

    Ta’lim Al-Ikhlas in increasing religious understanding, knowing the obstacles and

    efforts in improving religious understanding of the Majelis Ta’lim mothers in

    Berembang village.

    The method used in this study is a qualitative method, while the data collection

    tools through interviews, observation, and documentation. This research was

    conducted in RT 03 Berembang village Sekernan District, Muaro Jambi Regency.

    The informants in this study were the members of the Al-Ikhlas Majelis Ta’lm

    congregant who had been selected abd interviewed to obtain the information needed

    in this study, which the researchers then analyzed to obtain the results of the study.

    From the results of research conducted by researchers on the Al-ikhlas Majelis

    it can be seen that Majelis Ta’lim as a non formal institution that is in the midst of

    society in improving religious understanding. In terms of worship that the members

    of the Majelis Ta’lim Al sincere increasingly diligent and obedient in worship, and

    through this assembly taklim mothers can establish frienship with fellow members

    and build an Islamic life order.

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

    NOTA DINAS ................................................................................................ ii

    PENGESAHAN .............................................................................................. iii

    PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................. iv

    PERSEMBAHAN ........................................................................................... v

    MOTTO........................................................................................................... vi

    KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

    ABSTRAK ...................................................................................................... viii

    ABSRACT ...................................................................................................... ix

    DAFTAR ISI ................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii

    DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1

    B. Fokus Penelitian ............................................................................... 3

    C. Rumusan Masalah ............................................................................ 3

    D. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4

    E. Kegunaan Penelitian......................................................................... 4

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. Kerangka Teori................................................................................. 6

    1. Pengertian Pengajian .................................................................. 6

    2. Tujuan Pengajian ........................................................................ 7

    3. Peranan pengajian ...................................................................... 10

    4. Materi Pengajian ........................................................................ 11

    5. Media Pengajian ......................................................................... 12

    6. Metode Pengajian ....................................................................... 13

    7. Pengertian Majelis Ta’lim .......................................................... 14

  • xi

    8. Fungsi Majelis Ta’lim ................................................................ 18

    9. Komponen Majelis Ta’lim ......................................................... 20

    10. Metode Penyajian Majelis Ta’lim .............................................. 23

    11. Peran Majelis Ta’lim di Era Globalisasi .................................... 24

    12. Tujuan Majelis Ta’lim................................................................ 33

    13. Pengertian pemahaman Keagamaan .......................................... 33

    B. Studi Relevan ................................................................................... 35

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan dan Metode Penelitian ................................................... 37

    B. Setting dan Subjek Penelitian ........................................................... 38

    C. Sumber Data ...................................................................................... 38

    D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 38

    E. Teknik Analisis Data ......................................................................... 40

    F. Teknik Keabsahan Data .................................................................... 40

    G. Jadwal Penelitian .............................................................................. 42

    BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

    A. Temuan Umum ............................................................................... 43

    1. Historis ........................................................................................ 43

    2. Geografis ..................................................................................... 44

    3. Struktur Organisasi ..................................................................... 47

    4. Profil Majelis Ta’lim Al-Ikhlas .................................................. 49

    5. Struktur organisasi ...................................................................... 50

    6. Keadaan sarana dan prasarana .................................................... 51

    B. Temuan Khusus dan Pembahasan ................................................... 52

    1. Pengajian majelis ta’lim Al-Ikhlas dalam meningkatkan pemahaman

    keagamaan ibu-ibu di Desa Berembang Kecamatan Sekernan

    Kabupaten Muaro Jambi ............................................................. 52

    2. Kendala yang dihadapi majelis ta’lim Al-Ikhlas dalam meningkatkan

    pemahaman keagamaan di Desa Berembang Kecamatan Sekernan

    Kabupaten Muaro Jambi ............................................................. 56

  • xii

    3. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala pada majelis ta’lim Al-Ikhlas

    dalam meningkatkan pemahaman keagamaan di Desa Berembang Kecamatan

    Sekernan Kabupaten Muaro Jambi ........................................................... 58

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan .......................................................................................... 60

    B. Saran ..................................................................................................... 60

    C. Penutup ................................................................................................. 61

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

    LAMPIRAN-LAMPIRAN ...............................................................................

  • xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1. Jadwal Penelitian........................................................................ 42

    Tabel 4.1. Jumlah penduduk Desa Berembang.......................................... 45

    Tabel 4.2. Mata pencarian Desa Berembang............................................... 45

    Tabel 4.3. Sarana pendidikan Desa Berembang.......................................... 46

    Tabel 4.4. Keadaan keagamaan Desa Berembang....................................... 46

    Tabel 4.5. Sarana Peribadatan Desa Berembang......................................... 46

    Tabel 4.6. Jumlah sarana kesehatan Desa Berembang................................ 47

    Tabel 4.7. Sarana prasarana Majelis Ta’lim Al-Ikhlas................................ 52

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 4.1. Struktur pemerintah Desa Berembang.................................... 48

    Gambar 4.2. Struktur Majelis Ta’lim Al-Ikhlas Desa Berembang.............. 50

  • xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 3.1. Instrumen pengumpulan Data

    Lampiran 3.2. Daftar Informan

    Lampiran 3.3. Daftar Responden

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Majelis Ta’lim termasuk organisasi pendidikan luar sekolah atau

    lembaga pendidikan Islam yang bersifat non formal. Keberadaan Majelis

    Ta’lim cukup penting, mengingat sumbangsihnya sangat penting dalam

    menanamkan akidah dan akhlak yang luhur, meningkatkan ilmu pengetahuan

    dan keterampilan jama’ahnya serta memberantas kebodohan umat islam agar

    dapat meningkatkan pengalaman agama serta memperoleh kebahagian dan

    ridha Allah SWT.

    Berdasarkan sejarah kelahirannya, Majelis Ta’lim merupakan lembaga

    pendidikan tertua dalam Islam, Sebab telah dilaksanakan sejak zaman Nabi

    Muhammad SAW. Meskipun pada waktu itu tidak disebut dengan istilah

    Majelis Ta’lim. Namun pengajian-pengajian Nabi Muhammad SAW yang

    berlangsung secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam ibnu Abu al-Arqam.

    Dapat dianggap sebagai Majelis Ta’lim dalam konteks pengertian sekarang.

    Kemudian setelah adanya perintah Allah SWT. Untuk menyiarkan agama

    Islam secara terang-terangan. Sebagaimana firman Allah:

    فَاَ ْصدَ ْع بَِماتُْؤَمُرَو أَْعِرْض َعِن الُْمْشِر ِكيْنَ

    Artinya: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang

    diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”.

    (QS. Al Hijr: 94)

    Maka kemudian pengajian seperti itu segera berkembang di tempat-

    tempat lain yang diselenggarakan terbuka dan tidak lagi dilaksanakan secara

    diam-diam. Pada periode Madinah, ketika Islam telah menjadi kekuatan politik

    praktis dalam masyarakat waktu itu penyelenggaraan Majelis Ta’lim dalam

    bentuk pengajian dan dakwah Rasulullah SAW Berlangsung lebih pesat.

    Rasulullah SAW duduk di Masjid Nabawi untuk memberikan pengajian

    kepada para sahabat dan kaum muslimin.

  • 2

    Dengan metode dan sistem tersebut Nabi Muhammad SAW. Telah

    berhasil menyiarkan agama Islam, sekaligus berhasil membentuk dan membina

    para pejuang Islam yang tidak saja gagah berani dan perkasa di medan perang

    dalam membela dan menegakkan Islam, tetapi tampil prima dalam mengatur

    pemerintah dan membina kehidupan sosial kemasyarakatan.

    Majelis ta’lim merupakan salah satu bentuk dakwah Islam yang tampak

    memiliki kekhasan tersendiri. Majelis Ta’lim tidak terikat pada paham dan

    organisasi keagamaan yang sudah tumbuh dan berkembang. Sehingga

    menyerupai kumpulan pengajian yang diselenggarakan atas dasar kebutuhan

    untuk memahami Islam di sela-sela kesibukan bekerja dan bentuk-bentuk

    aktivitas lainnya atau sebagai pengisi waktu bagi ibu-ibu rumah tangga.

    Suatu perkembang yang sangat baik, karena pada saat ini telah banyak

    bermunculan Majelis-Majelis Ta’lim anak-anak (TPA), remaja, ibu-ibu, dan

    bapak-bapak. Hal ini berkaitan dengan timbulnya kesadaran beragama di

    kalangan masyarakat, sehingga dengan demikan tertarik dan cenderung untuk

    melakukan kegiatan yang sesuai dengan norma dan nilai agama. Majelis

    Ta’lim mempunyai peranan yang sangat besar bagi seluruh lapisan masyarakat

    pada umumnya dan bagi kaum ibu-ibu pada khususnya.

    Secara umum fungsi lembaga Majelis Ta’lim barulah sekitar pemberian

    penyuluhan tetapi perlu dicermati bahwa Majelis Ta’lim bukan hanya semata-

    mata tempat bertemu dan bercanda, tetapi juga memiliki berbagai macam

    kegiatan diantaranya sebagai tempat pembinaan mempelajari agama dan

    meningkatkan keagamaan, membangun persaudaraan Islam. Majelis ta’lim

    juga harus mampu menciptakan bahwa dirinya bukan hanya sebagai himpunan

    orang dan arisan tetapi sebagai gerakan penyebar rahmat Allah SWT.

    Pendidikan Islam merupakan ilmu pendidikan yang berdasarkan Al-

    Qur’an dan Hadits. (Ahmad Tafsir, 2013: 18). Salah satu alat untuk

    menjembati tujuan pendidikan agama Islam adalah melalui pendidikan non

    formal yang ada di masyarakat diantaranya melalui Majelis Ta’lim.

  • 3

    Pada dasarnya kegiatan Majelis Ta’lim ibu-ibu Desa Berembang,

    Kecamatan Sekernan adalah kegiatan yang bergerak di bidang keagamaan,

    sebab pendidikan agama sangat penting dalam pendidikan moral dan mental.

    Berdasarkan grandtour awal dilapangan masih ada ibu-ibu yang belum

    memiliki kemampuan mengenai keagamaan dan tidak berminat mengikuti

    Majelis Ta’lim, hal ini disebabkan karena kesibukan mereka sebagai ibu rumah

    tangga, mencari nafkah dalam membantu perekonomian keluarga, dan menjadi

    wanita karir yang mempunyai banyak kegiatan. Maka hal ini, Majelis Ta’lim

    Al-Ikhlas harus memberikan pemahaman kepada ibu-ibu tentang pentingnya

    mengikuti pengajian keagamaan melalui Majelis Ta’lim, agar dapat menjadi

    bekal bagi dirinya beserta keluarga-keluarganya. Dengan adanya Majelis

    Ta’lim ini, ibu-ibu di Desa Berembang agar terhindar dari menggosip, adu

    domba, dan iri dengki terhadap sesama tetangga, hal ini disebabkan karena

    kurangnya pemahaman keagamaan yang ada pada ibu-ibu. Dengan kondisi ini

    lembaga pendidikan non formal seperti Majelis Ta’lim mengarahkan

    masyarakat agar menyadari pentingnya nilai-nilai keagamaan.

    Dari hal diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan

    judul: “Pengajian Ibu-Ibu Majelis Ta’lim Al-Ikhlas Desa Berembang

    dalam meningkatkan pemahaman keagamaan di Desa Berembang

    Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi”.

    B. Fokus Penelitian

    Penelitian ini hanya terfokus pada ibu-ibu Majelis Ta’lim yaitu Pengajian

    Ibu-ibu Majelis Ta’lim Al-Ikhlas dalam Meningkatkan Pemahaman

    Keagamaan di RT 03 Desa Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro

    Jambi.

    C. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang penelitian diatas dapat diangkat sebuah

    rumusan penelitian sebagai berikut:

    1. Bagaimana pengajian Majelis Ta’lim Al-Ikhlas dalam meningkatkan

    pemahaman keagamaan ibu-ibu di Desa Berembang Kecamatan Sekernan

    Kabupaten Muaro Jambi?

  • 4

    2. Apa kendala yang dihadapi Majelis Ta’lim Al-Ikhlas dalam meningkatkan

    pemahaman keagamaan ibu-ibu di Desa Berembang Kecamatan Sekernan

    Kabupaten Muaro Jambi?

    3. Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala pada Majelis Ta’lim

    Al-Ikhlas dalam meningkatkan pemahaman keagamaan ibu-ibu di Desa

    Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi?

    D. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan penelitian tersebut diatas maka tujuan penelitian

    adalah sebagai berikut:

    1. Untuk mengetahui pengajian Majelis Ta’lim Al-Ikhlas dalam meningkatkan

    pemahaman keagamaan ibu-ibu di Desa Berembang Kecamatan Sekernan

    Kabupaten Muaro Jambi

    2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Majelis Ta’lim Al-Ikhlas dalam

    meningkatkan pemahaman keagamaan ibu-ibu di Desa Berembang

    Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi

    3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala pada

    Majelis Ta’lim Al-Ikhlas dalam meningkatkan pemahaman keagamaan ibu-

    ibu di Desa Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi

    E. Kegunaan Penelitian

    Adapun kegunaan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut:

    1. Secara teoritis

    a. Setelah penelitian ini mencapai titik akhir, maka peneliti dapat

    memberikan penjelasana bagaimana keefektifan dan keabsahan

    pengajian ibu-ibu Majelis Ta’lim dalam meningkatkan pemahaman

    keagamaan di Desa Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro

    Jambi.

    b. Untuk menambah wawasan kajian pendidikan agama, khususnya

    mengenai pengajian ibu-ibu Majelis Ta’lim dalam meningkatkan

    pemahaman keagamaan di Desa Berembang Kecamatan Sekernan

    Kabupaten Muaro Jambi.

  • 5

    c. Memperkaya ilmu pengetahuan di bidang pendidikan Agama Islam.

    Sebagai bahan perbandingan dalam rangka pengembangan penelitian

    berikutnya.

    2. Secara Praktis

    a. Untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar

    Sarjana strata satu (S1) Pendidikan Agama Islam.

    b. Diharapkan dapat memberikan informasi yang konstruktif untuk

    dijadikan bahan masukan bagi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.

    c. Dapat menjadi bahan perbandingan bagi peneliti-peneliti lainnya yang

    berhubungan dengan penelitian ini dan berguna sebagai sumber rujukan.

  • 6

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Kerangka Teori

    1. Pengertian Pengajian

    Secara bahasa kata pengajian berasal dari kata dasar “kaji” yang berarti

    pelajaran (terutama dalam ham agama), selanjutnya pengajian adalah ajaran

    dan pengajaran pembaca Alqur’an. Kata pengajian ini terbentuk dengan

    adanya awalan “pe” dan akhiran “an” yang memiliki dua pengertian yakni

    pengajaran ilmu-ilmu agama Islam, dan kedua sebagai kata benda yang

    menyatakan tempat yaitu tempat untuk melaksanakan pengajaran agama

    Islam yang dalam pemakaiannya banyak istilah yang digunakan, seperti pada

    masyarakat sekarang dikenal dengan Majelis Ta’lim. (Dewan Redaksi

    Ensiklopedi Islam, 1997: 120).

    Pengajian menurut para ahli berbeda pendapat dalam mendefinisikan

    pengajian ini, diantara pendapat-pendapat mereka adalah:

    Menurut Muhzakir mengatakan bahwa “pengajian adalah Istilah umum

    yang digunakan untuk menyebut berbagai kegiatan belajar dan mengajar

    agama” (Pradjarta Dirdjo Sanjoto, 1997:40)

    Secara lebih luas, Mahendrawati (2001:152) memberikan penjelasan

    mengenai pengertian bahwa pengajian adalah suatu proses pengajaran agama

    Islam yang menanamkan norma-norma agama melalui media tertentu dengan

    tujuan untuk terwujudnya suatu kehidupan yang bahagia dan sejahtera di

    dunia dan akhirat dalam ridho Allah SWT.

    Pengajian merupakan salah satu bentuk dakwah dengan kata lain bila

    dilihat dari segi metodenya yang efektif guna menyebarkan agama Islam,

    maka pengajian merupakan salah satu metode dakwah.

    Pada hakikatnya, ceramah agama atau pengajian adalah mengajak

    manusia kepada kebaikan dan petunjuk Allah SWT, menyeru mereka kepada

    kebiasaan yang baik dan melarang mereka dari kebiasaan buruk supaya

    mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat. (Munzier Suparta, 2009:

    28).

    Pengajian merupakan salah satu proses dakwah yang terkandung

    unsur pendidikan keagamaan yang didalamnya disampaikan nilai-nilai

  • 7

    ajaran agama Islam dengan harapan terwujudnya tujuan utama dakwah

    yakni pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat melalui pelaksanaan

    amalan-amalan kehidupan berdasarkan syari’at Allah SWT.

    Jadi pengajian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekumpulan

    orang untuk mendapatkan suatu ilmu atau pencerahan. Pengajian merupakan

    salah satu bentuk dakwah, dengan kata lain bila dilihat dari segi metodenya

    yang efektif guna menyebarkan agama Islam, maka pengajian merupakan

    salah satu metode dakwah.

    2. Tujuan Pengajian

    Untuk mencapai tujuan dakwah, maka penyelenggaraan pengajian

    perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi obyek yang dihadapinya demi

    tercapainya proses dakwah secara baik dan benar. Tujuan pengajian

    merupakan tujuan dakwah juga, karena di dalam pengajian antara lain berisi

    muatan-muatan ajaran Islam. Oleh karena itu usaha untuk menyebarkan Islam

    dan usaha untuk merealisir ajaran di tengah-tengah kehidupan umat manusia

    adalah merupakan usaha dakwah yang dalam keadaan bagaimanapun harus

    dilaksanakan oleh umat Islam. Adapun tujuannya yakni menjadikanumat

    Islam konsisten dalam memurnikan tauhidullah, mengingatkan akhirat dan

    kematian, serta menegakkan risalah Nabi Muhammad SAW atau berdakwah.

    Pengajian merupakan salah satu unsur pokok dalam syiar dan

    pengembangan agama Islam. Pengajian ini sering juga dinamakan dakwah

    Islamiyah, karena salah satu upaya dalam dakwah Islamiyah adalah lewat

    pengajian.

    Ahmad (1982: 2) menyatakan bahwa dakwah Islam merupakan

    aktualisasi iman yang dimanifestasikan secara teratur dalam semua segi

    kehidupan dengan menggunakan cara tertentu, untuk mempengaruhi cara

    merasa, berfikir, bersikap dan bertindak pada dataran kenyataan individual

    dan sosio-kultural. Sebagai bagian dari proses dakwah, tujuan dari pengajian

    tidak dapat dilepaskan dari tujuan utama dari dakwah.

  • 8

    Solaiman sebagaimana disebut dalam Muchtar (2005: 176-177)

    menjelaskan bahwa tujuan pengajian terbagi menjadi 2 (dua) tujuan utama,

    yakni:

    a. Tujuan kurikuler adalah tujuan dakwah yang berhubungan dengan

    pembangunan pemahaman konsep teoritis yang menjadi landasan

    pencapaian target sasaran dakwah secara bertahap sampai batas final.

    Tujuan ini mengandung 2 sub tujuan yaitu:

    1) Menghidupkan fitrah hati manusia. Tujuan ini merupakan tujuan

    pertama dari proses dakwah. Manusia adalah makhluk Allah yang

    memiliki fitrah sebagai makhluk yang sempurna dan lebih baik dari

    makhluk lainnya.Namun tidak jarang kehidupan manusia

    memungkinkan munculnya peluang kelumpuhan dan kematian hati dan

    fitrah manusia akibat polusi mental yang merayapi dan merusak

    dirinya. Dengan dijadikannya fitrah dan hati manusia sebagai obyek

    pertama dakwah adalah untuk mengembalikan fitrah dan hati manusia

    agar memiliki daya tanggap yang benar dalam membedakan mana yang

    hak dan yang bathil, ma’ruf dan mungkar dan daya tindak untuk hanya

    berbuat di atas yang hak, ma’ruf dan manfaat serta mempunyai daya

    kesanggupan untuk meninggalkan segala perbuatan yang bathil dan

    mungkar.

    2) Amar ma’ruf nahi mungkar. Setelah munculnya pemahaman yang akan

    mengembalikan hati dan fitrah manusia pada jalur kebenaran, langkah

    berikutnya adalah memberikan seruan untuk melakukan amar ma’ruf

    nahi munkar. Langkah-langkah dalam menegakkan amar ma’ruf nahi

    munkar sebagai tujuan lanjutan. Pengajian merupakan salah satu unsur

    pokok dalam syiar dan pengembangan agama islam kepada masyarakat

    luas.

    Pengajian diusahakan untuk terwujudnya ajaran-ajaran Islam

    dalam semua segi kehidupan manusia baik bidang lhiriyah, bathiniyah,

    fisik material serta mental spiritual, kesejahteraan pribadi dan sosial.

  • 9

    Pengajian itu memiliki tujuan vertikal dan horizontal Tujuan vertikal

    Tujuan vertikal dimaksudkan untuk mencari ridho Allah SWT

    1) Tujuan Horizontal Sebagai khalifah, keberadaan manusia tidak

    hanya berhubungan dengan khaliknya tetapi juga berhubungan

    dengan sesama mahkluk.

    Hablum minannas itu dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban

    atau muammalah (ibadah umum) pengajian sebagai salah satu

    sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah juga mengandung

    tujuan lain, yaitu sebagai wahana komunikasi yang manfaatnya

    dapat dirasakan baik bagi individu maupun kelompok.

    Islam sebagai taghyir merubah masyarakat dhulumat kepada

    masyarakat annur, seperti yang diungkapkan oleh

    Jalaludin Rahmat (1993: 42) bahwa “Perubahan individu harus

    bermula dari peningkatan dimensi intelektual (pengenalan akan

    syariat islam) kemudian dimensi ideologikal (berpegang pada

    kalimat tauhid). Dimensi ritual harus tercermin pada dimensi

    sosial.”

    Menurut Umar (t.th: 41) yang menjadi tujuan pengajian yaitu

    menyebarkan hidayah Islam. Menurut Kholiq, (1992: 44-53),

    tujuan pengajian adalah Mencetak Muslim hakiki, Menciptakan

    masyarakat Muslim yang berdiri di atas kalimatullah,

    Menyampaikan hujjah, Melepas tanggung jawab dan amanah

    dihadapan Allah.

    Beberapa rumusan mengenai tujuan dakwah di atas dapat

    disimpulkan bahwa yang menjadi tujuan dari pengajian adalah untuk

    membentuk masyarakat yang konstruktif menurut ajaran Islam. Sehingga

    menjadi orang yang berkepribadian Muslim, dimana dalam setiap

    perilakunya berpedoman pada ketentuan-ketentuan hukum dari Allah

    yang menunjukkan perilaku orang yang beriman dan bertaqwa.

    Manusia sebagai sasaran pengajian mempunyai tanggung jawab

    untuk melaksanakan amanat Allah yaitu sebagai hamba yang

    berkewajiban untuk bisa menciptakan kemaslahatan alam sekitarnya.

    Kedua amanat tersebut hanya dipercayakan kepada manusia saja sebab

    hanya manusia diberi kelebihan oleh Allah SWT yang tidak dimiliki oleh

    mahkluk lainnya. Untuk dapat melaksanakan amanat tersebut, pengajian

  • 10

    mempunyai peranan yang sangat penting, karena pengajian dapat

    meningkatkan ketaqwaan kepada Allah, serta menciptakan kemaslahatan

    terhadap diri sendiri maupun terhadap sesama.

    Pengajian sebagai suatu proses untuk menciptakan masyarakat yang

    religius. Pelaksanaannya dapat dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai

    pengetahuan lebih mengenai agama. Menurut Darajat (2002: 66) syarat bagi

    seorang da’i adalah mengerti ajaran agama yang didakwahkan kepada orang

    itu serta dapat pula menjaga ketentuan-ketentuan (bijaksana, nasehat yang

    baik dan bertukar pikiran dengan cara yang lebih baik).

    3. Peranan Pengajian

    Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau tempat seseorang,

    apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya maka ia menjalankan

    suatu peranan. Pengajian merupakan lembaga swadaya masyarakat murni, ia

    dilahirkan, dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung oleh

    anggotanya, oleh karna itu pengajian atau majelis ta’lim merupakan wadah

    masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.Secara strategis

    pengajian atau majlis ta’lim adalah menjadi suara sarana dakwah dan tablig

    yang Islami coraknya, yang berperan sentral pada pembinaan dan

    peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntunan ajaran agama dan

    lainya guna menyadarkan umat Islam dalam rangka menghayati, memahami,

    dan mengamalkan ajaran agamanya.

    Pengajian dapat diartikan proses menuju kepada pembagian masyarakat

    melalui jalur agama. Bimbingan kepada masyarakat ini bisa dikatakan

    dakwah karena dakwah merupakan usaha meningkatkan pemahaman

    keagamaan untuk mengubah pandangan hidup, sikap batin, dan perilaku umat

    yang tidak sesuai dengan ajaran Islam menjadi sesuai dengan tuntunan syariat

    untuk memperoleh kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

    Jadi peranan secara fungsional adalah mengokohkan landasan hidup

    manusia Indonesia pada khususnya di bidang mental spritual keagamaan

    Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara intergal,

    lahiriyah dan batiniyahnya, duniawiyah bersama. Sesuai tuntunan ajaran

  • 11

    agama Islam yaitu iman dan taqwa yang melandasi kehidupan duniawi dalam

    segala bidang kegiatannya. (M. Arifin, 2000: 119-120). Sesuai dengan

    penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa peranan pengajian

    merupakan sarana dakwah dalam hidup umat Islam dalam rangka

    menghayati, memahami, kulitas hidup lahiriyah, batiniyah, duniawiyah.

    4. Materi Pengajian

    Materi pengajian adalah isi pesan atau materi ajaran Islam itu sendiri.

    (Wahidin Saputra, 2012: 288). Dalam suatu forum pengajian, materi yang

    diajarkan didalamnya adalah semua ajaran Islam dengan berbagai aspeknya.

    Didalamnya mencakup pembacaan Alqur’an dengan tajwidnya, tafsir Qur’an

    dan hadist, fiqih, tauhid, akhlak dan materi-materi lainya yang dibutuhkan

    para jama’ah misalnya masalah dalam keluarga, masalah undang-undang

    perkawinan dan lain-lain.(Aziz Dahlan, 1994: 120). Dari uraian di atas maka

    dapat di jelaskan bahwa meteri pengajian adalah isi atau pesan yang ada

    dalam semua ajaran Islam.

    Dilihat dari ruang lingkup pembatasannya, pengajaran agama Islam

    yangdilaksanakan di pengajian meliputi:

    a. Tauhid dilihat dari segi Etimologi yaitu berarti “ Keesaan Allah”,

    mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah, mengesakan

    Allah.Mempercayai bahwa Allah SWT adalah satu-satunya

    pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur Alam Semesta.

    b. Fiqih membahas tentang cara beribadah, prinsip rukun Islam, dan

    hubungan antara manusia sesuai yang tersurat dalam Al-Qur’an dan

    sunnah.

    c. Hadist merupakan segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan dan

    persetujuan Nabi Muhammad yang dijadikan ketetapan atau hukum

    dalam agama Islam.

    d. Akhlak meliputi akhlak kepada Allah SWT, akhlak terhadap

    makhluk meliputi: akhlak terhadap manusia, diri sendiri, tetangga,

    masyarakat lainnya, akhlak terhadap bukan manusia, flora, fauna

    dan sebagainya.

  • 12

    e. Bahasa Arab pelajaran bahasa arab ini dapat membantu bagi jamaah agar

    dapat membaca dan memahami Al-quran. Mahmud Yunus dalam sejarah

    pendidikan Islam mengatakan bahwa “ pengajaran yang biasa diberikan

    meliputi keimanan yang mencangkup keyakinan terhadap Allah dan

    Rasul-Nya, menyakini adanya hidup sesudah mati, amal ibadah yang

    mencangkup segala sesuatu yang bernilai ibadah serta akhlak yang

    meliputi segala yang baik dan benar. (Muhammad Yunus, 1996: 17).

    5. Media Pengajian

    Istilah media berasal dari bahasa Latin yaitu “ median” yang berarti alat

    perantara, secara sistematik media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan

    sebagai alat (perantara) untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

    Media dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat di jadikan sebagai alat

    yang menjadi perantara penyampaian pesan atau perantara untuk mencapai

    suatu tujuan tertentu, dengan demikian media pengajian adalah segala sesuatu

    yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pengajian yang

    telah ditentukan. (Tata Sukayat, 2009: 84). Berdasarkan pernyataan di atas

    media adalah alat yang dapat di jadikan sebagai perantara pesan untuk

    mencapai tujuan.

    Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, pengajian dapat

    menggunakan berbagai media dakwah.

    a. Lisan, dakwah yang menggunakan lidah atau suara, dakwah dengan

    media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah bimbingan,

    penyuluhan dan sebangainya.

    b. Media Visual yaitu media yang memiliki unsur suara dan juga unsur

    gambar, seperti film slide, gambar.

    c. Media audio yaitu media yang isi pesannya hanya diterima melalui

    indera pendengaran. Contohnya radio, telepon.

    d. Media audio visual media yang mempunyai unsur suara gambar.

    6. Metode Pengajian

  • 13

    Dalam setiap mengajar pasti membutuhkan metode pengajaran, karena

    dengan metode maka tujuan pengajaran dapat tercapai dengan baik. Seorang

    guru (uztad) dituntut agar menguasai metode pengajaran, agar materi

    pelajaran yang disampaikan dapat diterima dan dicerna oleh jamaah dengan

    baik. (Rosihan Anwar, 1984). Metode mengajar banyak sekali macamnya,

    namun tidak semua metode dapat dipakai dalam sebuah pengajian (majelis

    ta’lim), hal ini tergantung kepada kecocokan antara materi dan metodenya.

    Metode pengajian merupakan cara- cara tertentu yang dilakukan oleh seorang

    da’i untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.

    (Wahidin Saputra, 2012: 246). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat

    An-Nahl ayat 125

    Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan

    pelajaran yang baik dan berbantahlah kepada mereka dengancara yang baik.

    Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang

    tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang

    mendapat petunjuk”. ( Q.S. An-Nahl: 125). (Departemen Agama RI, 2005).

    a. Metode Hikmah

    Dakwah bil- hikmah” adalah dakwah dengan menggunakan perkataan

    yang benar dan pasti, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan

    menghilangkan keraguan”. Dakwah bil hikmah yaitu bijaksana yaitu suatu

    pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu

    melaksanakan apa yang di dakwahkan, atas kemauanya sendiri, tidak ada

    merasa ada paksaan, konflik atau rasa tertekan. (Siti Muriah, 2000: 39).

    b. Maw’idzah Hasanah

    Maw’idzah adalah berdakwah dengan memberikan nasehat-nasehat

    yang baik kepada orang lain sesuai dengan tingkat pemikiran mad’u atau

    menyampaikan ajaran Islam dengan petunjuk- petunjuk kearah yang baik,

    dengan bahasa yang baik, dan rasa kasih sayang, sehingga nasihat dan ajaran

    Islam yang disampaikan itu dapat menyentuh hati.Adapun pengertian secara

    istilah, menurut Imam Abdullah bin Ahmad an Nasafi adalah sebagai berikut:

    maw’idzah hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi

  • 14

    mereka, bahwa engkau memberikan nasehat dan menghendaki manfaat

    kepada mereka atau dengan al-qur’an. (Munzier Suparta dan Harjani Hefni,

    2006: 15). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Maw’idzah Hasanah

    merupakan memberikan nasehat-nasehat kepada orang yang tidak

    tersembunyi untuk menyampaikan ajaran Islam.

    c. Mujadalah

    Mujadalah adalah tukar pendapat yang dilakukan dua pihak secara

    sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan dapat

    menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan

    bukti yang kuat. (M. Munir, 2009: 19). Mujadalah merupakan cara yang

    terakhir yang digunakan untuk berdakwah dengan orang yang memiliki daya

    intelektualitas dan cara berfikir yang maju seperti yang digunakan untuk

    berdakwah dengan ahli kitab.

    7. Pengertian Majelis Ta’lim

    Secara etimologis, kata Majelis Ta’lim berasal dari bahasa Arab yang

    terdiri dari dua kata yaitu kata Majelis dan Ta’lim. Majelis kata kerjanya

    adalah jalasa yang berarti duduk, sedangkan kata Ta’lim diartikan sebagai

    pelajaran atau pengajian, perkembangan berikutnya menjadi Majelis

    Ta’lim, maka kemudian artinya mulai menggeser bukan hanya satu tempat

    saja melainkan suatu lembaga (institution) penyelenggara pengajaran atau

    pengajian. kata Majelis berasal dari kata jalasa, yajlisu, julusan yang artinya

    duduk atau rapat. (Muhsin, 2009: 1).

    Kata Majelis akan bermakna lain jika dikaitkan dengan kata yang

    berbeda, seperti Majelis wal Majlimah artinya tempat duduk, tempat sidang,

    dewan. Jika dikaitkan dengan kata asykar sehingga menjadi majelis asykar,

    artinya mahkamah militer. Sedangkan kata Ta’lim berasal dari kata ‘alima,

    ya’lamu, ilman yang artinya mengetahui sesuatu ilmu, ilmu pengetahuan.

    Kata Ta’lim dalam pembelajaran berarti mengajar, melatih, berasal dari kata

    alama, ‘allaman yang artinya mengecap, memberi tanda, dan ta’alam yang

    berarti terdidik, belajar.

  • 15

    Dengan demikian, kata Majelis Ta’lim artinya adalah mengajar,

    tempat mendidik, tempat melatih atau tempat belajar, tempat berlatih dan

    tempat menuntut ilmu. (Muhsin, 2009:1). Dalam ensiklopedia Islam untuk

    pelajar dijelaskan, bahwa kegiatan Majelis Ta’lim berpusat pada kegiatan

    mengaji secara bersama-sama, meskipun berasal dari bahasa Arab, istilah

    ini tidak digunakan di negara asalnya (negara-negara Arab).

    Sementara secara terminology, Majelis Ta’lim mengandung beberapa

    pengertian yang berbeda-beda. Effendy Zarkasy dalam Muhsin (2009:2)

    menyatakan, Majelis Ta’lim bagian dari model dakwah dewasa ini sebagai

    forum belajar untuk mencapai suatu tingkat pengetahuan agama.

    Sedangkan Syamsuddin Abbas dalam Muhsin (2009:2)

    mengemukakan Majelis Ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal

    Islam yang memiliki kurikulum sendiri diselenggarakan secara berkala dan

    teratur, dan diikuti oleh jamaah yag relatif banyak. Selain itu, sesuai dengan

    realitas dalam masyarakat, Majelis Ta’lim bisa juga diartikan sebagai

    tempat atau lembaga pendidikan, pelatihan dan kegiatan balajar mengajar

    (khususnya bagi kaum muslimah) dalam mempelajari, mendalami dan

    memahami ilmu pengetahuan tentang Islam dan sebagai wadah dalam

    melaksanakan berbagai kegiatan yang memberikan kemaslahatan kepada

    jamaah dan masyarakat sekitarnya.

    Helmawati menuturkan bahwa Majelis Ta’lim adalah tempat

    memberitahukan, menerangkan, dan mengabarkan suatu ilmu, baik ilmu

    agama maupun ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dilakukan secara

    berulang-ulang sehingga maknanya dapat membekas pada diri muta’alim

    untuk kemudian ilmu yang disampaikan bermanfaat, melahirkan amal saleh,

    memberi petunjuk ke jalan kebahagiaan dunia akhirat, untuk mencapai ridha

    Allah SWT, serta untuk menanamkan dan memperkokoh akhlak.

    (Helmawati, 2013: 85-86).

    Dengan demikian, Majelis Ta’lim merupakan suatu lembaga

    pendidikan non formal yang waktu belajarnya seacara berkala tetapi teratur

    tidak setiap hari, bertujuan untuk menyebarkan Islam kepada masyarakat

  • 16

    luas, karena di dalam Majelis Ta’lim terjadi proses pembelajaran atau

    terwujudnya kegiatan keagamaan, sedangkan salah satu materi yang

    disampaikan oleh penceramah kisarannya adalah perbaikan akhlaq, maka

    yang dibicarakan di Majelis Ta’lim tidak bisa lepas dari pembicaraan

    masalah akhlaq.

    Majelis ta’lim adalah salah satu lembaga pendidikan non formal,

    antara lain Majelis Ta’lim termasuk lembaga pendidikan luar sekolah.

    Majelis ta’lim dilahirkan, dikelola, dipelihara, dikembangkan, dan didukung

    oleh anggotanya, oleh karena itu, Majelis Ta’lim merupakan wadah

    masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (Tuty Alawiyah,

    1997:75).

    Hal ini sebagai mana tercantum dalam UUSPN pada pasal 26 ayat 4,

    yaitu “Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga

    pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan Majelis

    Ta’lim, serta satuan pendidikan sejenis”. Keberadaan Majelis Ta’lim

    menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari para ibu-ibu yang aktif

    mengikuti kegiatan Majelis Ta’lim ada yang mengalami perubahan perilaku,

    ada juga yang tetap saja seperti semula. Proses perubahan sosial dalam suatu

    masyarakat yang di dukung oleh para tokoh agama, ulama/kyai, ustadz dan

    sebagainya, lembaga ini sudah menunjukan eksistensinya dalam membina

    para jama’ah yang rata-rata terdiri dari kaum ibu-ibu.

    Dengan bermunculannya Majelis Ta’lim, dapat dijadikan sebagai

    motivasi untuk menggerakan kesadaran beragama bagi ibu-ibu, dengan

    demikian Majelis Ta’lim akan berpotensi untuk bersinggungan dengan

    komunitas masyarakat secara langsung. Majelis Ta’lim dilihat dari

    kepentingannya merupakan lembaga pendidikan masyarakat yang tumbuh

    dan berkembang dari kalangan masyarakat Islam itu sendiri, yang

    kepentingannya untuk kemaslahatan umat manusia, oleh karena itu Majelis

    Ta’lim adalah lembaga swadaya masyarakat yang didasarkan kepada

    ta’awun dan ruhama’u bainahum. Majelis ta’lim bila dilihat dari struktur

    organisasinya termasuk organisasi pendidikan luar sekolah atau suatu

  • 17

    lembaga pendidikan Islam yang bersifat nonformal yang senantiasa

    menanamkan akhlaq yang mulia dan lurus, meningkatkan kemajuan ilmu

    pengetahuan dan keterampilan jama’ahnya, serta memberantas kebodahan

    umat Islam agar dapat memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera

    serta diridhai oleh Allah SWT. Jika dilihat dari segi tujuan, Majelis Ta’lim

    termasuk lembaga atau sarana dakwah islamiyah yang mengatur dan

    melaksankan kegiatan-kegiatannya, di dalamnya berkembang prinsip

    demokrasi yang berdasarkan musyawarah untuk mufakat demi kelancaran

    pelaksanaan Majelis Ta’lim sesuai dengan tuntutan pesertanya. (Hasbullah,

    1996 : 201-202).

    Berdasarkan pemaparan di atas, tampak bahwa penyelenggaraan

    Majelis Ta’lim berbeda dengan penyelenggaraan pendidikan Islam lainnya,

    seperti pesantren dan madrasah, baik menyangkut sistem, materi maupun

    tujuannya. Pada Majelis Ta’lim, menurut Hasbullah (1996 : 202-203)

    Ada hal-hal yang cukup membedakan dengan yang lainnya yaitu :

    a. Majelis Ta’lim adalah lembaga pendidikan nonformal Islam.

    b. Waktu belajarnya berkala tapi teratur, tidak setiap hari sebagaimana

    halnya sekolah atau madrasah.

    c. Pengikut atau pesertanya di sebut jama’ah (orang banyak), bukan pelajar

    atau santri, hal ini di dasarkan kepada kehadiran di Majelis Ta’lim tidak

    merupakan kewajiban sebagaimana dengan kewajiban murid menghadiri

    sekolah atau madrasah.

    d. Tujuannya itu memasyarakatkan ajaran Islam. Berdasarkan pengertian-

    pengertian di atas, maka penulis mencoba memberikan kesimpulan

    Majelis Ta’lim merupakan lembaga pendidikan luar sekolah yang

    menyelenggarakan pengajaran tentang ilmu-ilmu agama Islam kepada

    masyarakat muslim, tidak ada ketentuan batas usia dan bukan merupakan

    gerakan politik tetapi merupakan gerakan sosial keagamaan dalam

    pembangunan bidang mental spritual.

  • 18

    8. Fungsi Majelis Ta’lim

    Majelis Ta’lim memiliki fungsi sebagaimana dikemukakan

    Taqiyuddin (2010 : 152) yaitu sebagai berikut :

    a. Membina dan mengembangkan agama Islam dalam ragka membentuk

    masyarakat beriman dan bertakwa kepada Allah.

    b. Sebagai taman rekreasi rohani karena diselenggarakan serius tapi

    santai.

    c. Sebagai ajang silaturahmi yang dapat menghidup suburkan dakwah dan

    ukhuwah Islamiyah.

    d. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama, umara dan

    umat.

    e. Sebagai motivasi terhadap pembinaan jama’ah dalam mendalami ilmu

    agama Islam.

    Lembaga dakwah Majelis Ta’lim menurut Muhsin (2009 : 5-7)

    berfungsi dan bertujuan sebagai berikut :

    a. Tempat belajar mengajar Majelis Ta’lim dapat berfungsi sebagai

    tempat belajar mengajar umat Islam, khususnya bagi kaum perempuan

    dalam rangka meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan

    pengalaman ajaran Islam, mereka diharapkan dapat memiliki akhlaq

    yang mulia, meningkatkan ilmu dan kecerdasan dalam rangka

    mengangkat derajatnya dan memperbanyak amal, gerak dan perjuangan

    yang baik.

    b. Lembaga pendidikan dan keterampilan Majelis Ta’lim juga berfungsi

    sebagai lembaga pendidikan dan keterampilan bagi kaum perempuan

    dalam masyarakat yang berhubungan, antara lain dengan masalah

    pengembangan kepribadian serta pembinaan keluarga dalam rumah

    tangga sakinah, mawadah warahmah.

    c. Wadah kegiatan berkreatifitas Majelis Ta’lim juga berfungsi sebagai

    wadah kegiatan dan berkreativitas bagi kaum perempuan. Antara lain

    dalam berorganisasi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Wanita

    muslimah juga mempunyai tugas seperti laki-laki sebagai pengemban

  • 19

    risalah dalam kehidupan ini. Alhasil mereka pun harus bersifat sosial

    dan aktif dalam masyarakat serta dapat memberi warna kehidupan

    mereka sendiri. Negara dan bangsa kita membutuhkan kehadiran

    perempuan yang solehah dengan keahlian dan keterampilan sehingga

    dengan kesalehan dan kemampuan tersebut dia dapat membimbing dan

    mengarahkan masyarakatnya kepada yang lebih baik.

    d. Pusat pembinaan dan pengembangan Majelis Ta’lim juga berfungsi

    sebagai tempat pembinaan dan pengembangan kemampuan dan kualitas

    sumberdaya manusia kaum perempauan dalam berbagai bidang seperti

    dakwah, pendidikan, sosial dan politik yang sesuai dengan kodratnya.

    Dalam bidang dakwah dan pendidikan majelis ta’lim di harapkan dapat

    meluluskan dan mewisuda pesertanya menjadi guru-guru dan juru

    dakwah baru, sedangkan dalam bidang politik dan perjuangan, bahwa

    bila kaum muslimat di zaman Rasulullah ikut berjuang fisabilillah, di

    zaman sekarang ini mereka juga di harapkan dapat melaksanakan

    kegiatan sosial dan politik di negerinya sendiri.

    e. Jaringan komunikasi, ukhuwah dan silaturahmi Majelis Ta’lim juga di

    harapkan menjadi jaringan komunikasi, ukhuwah dan silaturahim antar

    sesama, antara lain dalam membangun masyarakat dan tatanan

    kehidupan yang Islami. Lewat lembaga ini, di harapkan mereka yang

    kerap bertemu dan berkumpul dapat memperkokoh ukhuwah,

    mempererat silaturahim dan saling berkomunikasi sehingga dapat

    memecahkan berbagai masalah yang mereka hadapi dalam hidup dan

    kehidupan pribadi, keluarga dan lingkungan masyarakatnya secara

    bersama-sama dan bekerja sama, terlebih lagi dalam mengatasi

    berbagai permasalahan berat yang tengah dihadapi oleh umat dan

    bangsa dewasa ini. Berdasarkan fungsi tersebut terlihat betapa

    pentingnya arti Majelis Ta’lim bagi orang dewasa.

    Hal ini dimanfaatkan oleh orang dewasa secara maksimal. Hal tersebut

    mungkin dilakukan oleh orang dewasa karena kegiatan ini tidak

  • 20

    memerlukan dana yang besar. Selain itu, Majelis Ta’lim tidak membatasi

    peserta dengan berbagai persyaratan yang menyulitkan.

    9. Komponen Majelis Ta’lim

    Dari pengertian Majelis Ta’lim, dapat diketahui komponen-komponen

    dalam majelis ta’lim, yaitu:

    a. Mu’allim (guru sebagai pengajar), merupakan orang yang

    menyampaikan materi kajian dalam Majelis Ta’lim. Helmawati

    menyebutkan beberapa hal yang harus ada pada diri mu’allim,

    diantaranya:

    1). Mu’allim dalam kegiatan Majelis Ta’lim tidak boleh pilih kasih,

    sayang kepada yang bodoh, berperilaku baik dalam mengajar,

    bersikap lembut, memberi pengertian dan pemahaman, serta

    menjelaskan dengan menggunakan atau mendahulukan nash tidak

    dengan ra’yu kecuali bila diperlukan.

    2). Mu’allim perlu mengetahui bagaimana membangkitkan aktivitas

    murid kepada pengetahuan dan pengalaman.

    3). Mu’allim harus senantiasa meningkatkan diri dengan belajar dan

    membaca sehingga ia memperoleh banyak ilmu.

    4) Mu’allim senantiasa berlaku baik, tidak suka menyiksa fisik, balas

    dendam, membenci, dan mencaci murid. (Helmawati, 2013: 85-86).

    Wahidin juga menyebutkan karakteristik mu’allim, yaitu lemah

    lembut, toleransi, dan santun; memberi kemudahan dan membuang

    kesulitan; memerhatikan sunah tahapan; kembali pada Al-Quran dan

    Sunnah dan bukan kepada fanatisme mazhab; menyesuaikan dengan

    bahasa jamaah; serta memperhatikan adab dakwah. (Wahidin, 2011:

    264).

    b. Muta’allim (murid yang menerima pelajaran) atau biasa disebut dengan

    jamaah Majelis Ta’lim.

    c. Al-‘ilmu (materi atau bahan yang disampaikan).

    Materi dalam Majelis Ta’lim berisi tentang ajaran Islam. Oleh

    karena itu, materi atau bahan pengajarannya berupa: tauhid, tafsir, fiqh,

  • 21

    hadits, akhlak, tarikh Islam, ataupun masalah-masalah kehidupan yang

    ditinjau dari aspek ajaran Islam. Penjelasan dari masing-masing teori

    adalah sebagai berikut:

    1). Tauhid adalah ilmu yang mempelajari tentang keesaan Allah SWT

    dalam mencipta, menguasai, dan mengatur alam raya ini.

    2) Tafsir adalah ilmu yang mempelajari kandungan al-Quran berikut

    penjelasannya, makna, dan hikmahya.

    3) Fiqh, isi materinya meliputi shalat, puasa, zakat, dan sebagainya.

    Selain itu, juga dibahas hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman

    sehari-hari, meliputi pengertian wajib, sunnah, halal, haram,

    makruh, dan mubah.

    4) Hadits adalah segala perkataan, perbuatan, ketetapan, dan

    persetujuan Rasulullah saw yang dijadikan ketetapan hukum dalam

    Islam setelah al-Quran.

    5) Akhlak, materi ini meliputi akhlak terpuji dan akhlak tercela.

    6) Tarikh adalah sejarah hidup para Nabi dan para sahabat khususnya

    sahabat Nabi Muhammad.

    7) Masalah-masalah kehidupan yang ditinjau dari aspek ajaran Islam

    merupakan tema yang langsung berkaitan dengan kehidupan

    masyarakat yang kesemuanya juga dikaitkan dengan agama, artinya

    dalam menyampaikan materi tersebut berdasarkan al-Quran dan

    hadits. (M. Arifin, 1993: 29-33).

    Tuti Amaliyah juga menyebutkan materi-materi yang dikaji di

    dalam Majelis Ta’lim, kategori pengajian itu diklasifikasikan menjadi

    lima bagian:

    1) Majelis Ta’lim tidak mengajarkan secara rutin tetapi hanya sebagai

    tempat berkumpul, membaca sholawat, berjamaah, dan sesekali

    pengurus Majelis Ta’lim mengundang seorang guru untuk

    berceramah.

  • 22

    2) Majelis Ta’lim yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan

    keterampilan dasar ajaran agama seperti membaca al-Quran dan

    penerangan fiqh.

    3) Majelis Ta’lim yang mengajarkan tentang fiqh, tauhid, akhlak yang

    diajarkan dalam pidato mubaligh yang kadang-kadang disertai

    dengan tanya jawab.

    4) Majelis Ta’lim seperti nomor 3, yang disertai dengan penggunaan

    kitab sebagai pegangan, ditambah dengan ceramah.

    5) Majelis Ta’lim di mana materi pelajaran disampaikan dengan

    ceramah dan memberikan teks tertulis kepada jamaah. Adapun materi

    pelajaran disesuaikan dengan situasi hangat berdasarkan ajaran

    Islam. (Tuti Alawiyah, 1997: 10).

    Majelis Ta’lim juga perlu menggunakan kitab atau buku yang

    sesuai dengan kemampuan muta’allim. Kitab yang digunakan dapat

    berupa buku yang berbahasa Indonesia ataupun kitab yang berbahasa

    Arab. Bahkan tidak menutup kemungkinan, para mu’allim membuat

    semacam diktat atau modul sebagai materi ajar bagi muta’allim.

    d. Yu’allim (proses kegiatan pengajaran).

    Proses kegiatan pengajaran dalam metodologinya merupakan

    upaya pemindahan pengetahuan dari mu’allim kepada muta’allim.

    Seorang mu’allim hendaknya memberikan pemahaman, menjelaskan

    makna agar melekat pada pemikiran muta’allim. Oleh karena itu,

    mu’allim harus memikirkan metode apa yang baik digunakan untuk

    menyampaikan materi, sehingga muta’allim mudah memahami materi

    tersebut.

    10. Metode Penyajian Majelis Ta’lim

    Salah satu faktor yang membuat keberhasilan dalam Majelis Ta’lim

    adalah metode yang digunakan mu’allim dalam menyampaikan materi

    kajian. Adapun metode penyajian Majelis Ta’lim yaitu:

    a. Metode ceramah

    Ada dua macam metode ceramah dalam Majelis Ta’lim.

  • 23

    Pertama, ceramah umum, di mana mu’allim bertindak aktif dengan

    memberikan pelajaran, sedangkan pesertanya berperan pasif hanya

    mendengarkan atau menerima materi yang disampaikan.

    Kedua, ceramah terbatas, di mana biasanya terdapat kesempatan untuk

    bertanya jawab. Jadi, antara mu’allim dengan jamaah dama-sama aktif.

    b. Metode halaqah

    Dalam hal ini mu’allim memberikan pelajaran biasanya dengan

    memegang suatu kitab tertentu. Jamaah mendengarkan keterangan

    mu’allim sambil menyimak kitab yang sama atau melihat ke papan tulis

    di mana pengajar menuliskan hal-hal yang disampaikannya. Bedanya

    dengan metode ceramah terbatas adalah dalam metode halaqah peranan

    mu’allim sebagai pembimbing jauh lebih menonjol karena mu’allim

    seringkali harus mengulang-ulang sesuatu bacaan dengan ditirukan

    oleh jamaah serta membetulkan bacaan yang salah.

    c. Metode mudzakarah

    Metode ini dilaksanakan dengan cara tukar menukar pendapat

    atau diskusi mengenai suatu masalah yang telah disepakati untuk

    dibahas. Dalam metode ini, mu’allim seolah-olah tidak ada, karena

    semua jamaah biasanya terdiri dari orang-orang yang pengetahuan

    agamanya setaraf atau jamaahnya terdiri dari pada ulama. Namun

    demikian, peserta awam biasanya diberi kesempatan.

    d. Metode campuran

    Dalam hal ini berarti satu majelis ta’lim menyelenggarakan kegiatan

    pendidikan atau pengajian tidak dengan satu macam metode saja, melainkan

    dengan berbagai metode secara berselang-seling.

    11. Peran Majelis Ta’lim di Era Globalisasi

    a. Majelis Ta’lim sebagai Lembaga Pendidikan Ummat

    Islam adalah syari'at Allâh yang diturunkan kepada umat manusia.

    Tujuannya adalah agar umat manusia beribadah kepadaNya di muka

    bumi. Untuk keperluan itulah selanjutnya Allâh mengutus para nabi dan

    Rasul dengan misi yang sama, yaitu tauhidullâh. Mereka adalah para

  • 24

    pedidik syari'at yang bertugas mengabarkan syari'at Allâh kepada

    manusia untuk dilaksanakan.

    Pelaksanaan syari'at tidak bisa berlangsung begitu saja tanpa

    adanya proses pendidikan manusia. Proses pendidikan ini bertujuan agar

    janji, berupa pengakuan terhadap Tuhan Yang Esa, yang sebelumnya

    diikrarkan oleh seluruh manusia bisa dipenuhi, sehingga dia pantas untuk

    memikul amanat dan menjalankan perannya sebagai khalifah di muka

    bumi ini. Allâh swt berfirman:

    "Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan

    gunung-gunung. Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan

    mereka khawatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh

    manusia. Sesungguhnya manusia amat dhalim dan amat bodoh" (Q.S.

    alAhzab, 33: 72)

    Untuk bisa menjalankan amanat yang dipikul oleh manusia, dalam

    hal ini melaksanakan syari'at Allâh, maka pendidikan merupakan suatu

    keharusan. Tentunya pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan

    Islam. Menurut al-Nahlawi (1996:38) Syari'at Islam hanya dapat

    dilaksanakan dengan mendidik diri, generasi dan masyarakat supaya

    beriman dan tuntuk kepada Allâh semata serta selalu mengingatnya. Oleh

    sebab itu, pendidikan Islam bukan hanya menjadi kewajiban orang tua

    atau guru, akan tetapi merupakan tanggung jawab setiap umat Islam.

    Majelis Ta’lim sebagai salah satu bentuk pendidikan agama yang

    diselenggarakan oleh masyarakatpun tidak terlepas dari peran ini karena

    memang majlis taklim mempunyai peran penting sebagai lembaga

    pendidikan umat. Dalam surat al-'Ashr Allâh swt berfirman:

    "Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam

    kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal soleh, dan

    saling memberikan nasehat supaya menaati kebenaran dan nasehat

    menasehati dengan kesabaran" (Q.S. al-'Ashr, 103: 1-3)

    Surat di atas, setidaknya memberikan isyarat bahwa keselamatan

    manusia dari kerugian dan adzab hanya akan tercapai dengan tiga macam

  • 25

    pendidikan, yaitu Mendidik individu supaya beriman kepada Allâh dan

    perkara yang gaib, mendidik diri untuk beramal shaleh, dan mendidikan

    masyarakat untuk saling menasehati agar tabah ketika menghadapi

    berbagai kesusahan, beribadah kepada Allâh dan menegakkan kebenaran.

    Untuk bisa menjalankan perannya sebagai lembaga pendidikan ummat,

    Majelis Ta’lim setidaknya perlu melakukan penanaman dasardasar

    kejiwaan, berupa sikap takwa, ukhuwah 'persaudaraan', kasih sayang

    'rahman, itsar 'sikap mementingkan orang lain daripada diri sendiri',

    saling memaafkan, dan al-Jur'ah 'berani karena benar'. (Nasih Ulwan,

    1996: 2-31)

    Penanaman enam dasar kejiwaan sebagaimana yang diutarakan

    nasih Ulwan tersebut, merupakan cara terbaik untuk membentuk

    kepribadian Muslim serta membuktikan bahwa Islam, dalam upaya

    mewujudkan pendidikan sosial pada individu-individu harus, memulai

    dari pembinaan individu secara benar. Pendidikan apapun yang

    dilakukan dengan tidak berdasarkan pedoman-pedoman kejiwaan yang

    diajarkan Islam, pasti akan gagal. Ikatan individu dengan masyarakat

    akan lebih rapuh daripada sarang lebah.

    Oleh karena itulah, Majelis Ta’lim sebagai lembaga pendidikan

    non formal yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat

    dengan cara-cara tertentu harus mampu menanamkan pada jiwa umat

    Islam akidah keimanan dan takwa, moral berani maju dan berani karena

    benar serta dasar-dasar kejiwaan sempurna lainya melalui proses

    pendidikan.

    Aturan apa saja dalam pendidikan yang tidak berdiri tegak di atas

    dasar-dasar kejiwaan dan pokok-pokok pendidikan ini akan menjadi

    seperti orang yang melihat sebuah pohon yang mulai menguning dan layu

    yang daun-daunnya mulai berguguran, yang tidak pernah memperhatikan

    bahwa bila benih itu baik, maka semua pohon itu akan ikut baik pula.

    Dasar-dasar kejiwaan di atas merupakan pondasi penting bagi

    terbentuknya sebuah komunitas yang Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun

  • 26

    Ghafûr, yaitu sebuah negeri yang makmur, adil, dan sejahtera serta

    berada dalam nauangan perlindungan ampunan Tuhan. Ketika dasar-

    dasar kejiwaan di atas dimiliki oleh umat Islam maka tak salah kalau

    Allâh memberi mereka predikat sebagai 'Khoeru Ummah' umat terbaik.

    b. Majelis Ta’lim sebagai Lembaga Peningkatan Ekonomi Ummat.

    Sampai saat sekarang kondisi umat Islam pada umumnya, baik

    secara perorangan maupun secara kelompok (Kaum Muslimin) masih

    jauh di belakang kondisi orang-orang non muslim. Hampir semua bidang

    dan lapangan kehidupan dimiliki dan dikuasai orang-orang non muslim.

    Padahal pada masa Nabi dan para Sahabat dan tabi’in, Islamlah yang

    menguasai dunia ini. Tentang hal ini, Allâh memberikan jaminan dalam

    firman-Nya:

    "Sesungguhnya bumi ini (beserta isinya) dipusakai hamba-hamba-Ku

    yang Shalih “ (QS. Al-Anbiya, 21: 105)

    Ayat tersebut mengisyaratkan kepada Kita, bahwa sesungguhnya

    Allah Swt sangat menghendaki agar yang mewarisi, menguasai dan

    memeliki Langit dan Bumi beserta isinya itu adalah hamba-hamba-Nya

    yang Shalih. Kita semua mafhum juga bahwa hamba-hamba Nya yang

    Shalih itu hanya Kaum Muslimin sejati. Hal ini berarti pula semestinya

    yang menguasai dan memilik sain dan teknologi dengan segala

    kecanggihannya itu adalah kaum muslimin; yang harus mengusai dan

    memiliki serta merajai kehidupan ekonimi itu adalah kaum muslimin;

    yang harus mengatur dan mengendalikan keamanan dunia itu semestinya

    kaum muslimin.

    Karena itu, setiap individu muslim tidak sepantasnya hidup selalu

    dibelenggu dengan kesusahan dililit dengan kepahitan, diterpa dengan

    kelaparan. dilanda dengan ketakutan serta kehawatiran yang mendalam.

    Akan tetapi kenyataan yang kita lihat,kita dengar bahkan kita rasakan,

    pada umumnya sampai sa’at ini, hal itu hanyalah sebuah harapan yang

    berkepanjangan nan tak kunjung datang, hanyalah sebuah impian yang

    meninabobokan kaum muslimin yang tak pernah menjadi kenyataan,

  • 27

    laksana samudra mataporgana yang luas menbentang di hadapan pelupuk

    mata kaum muslimin.

    Sampai saat ini, ternyata yang dapat menguasai dan memiliki serta

    mempergunakan dunia saind and teknologi dengan segala

    kecanggihannya itu adalah orang–orang Non muslim, mereka pulalah

    yang dapat mengusai dan merajai lapangan kehidupan ekononi dengan

    segala aspeknya, mereka jualah yang sa’at ini menguasai dan

    mengendalikan keamanan dunia dengan segala keangkuhannya.

    Hal ini berarti pula bahwa yang dapat mengenyam kehidupam

    dunia dengan segala kemewahan, kegemerlapan dan kelezatannya, yang

    dapat merasakan ketenangan hidup dan keindahan dunia itu, sampai sa’at

    ini adalah hamba-hambaNya yang non muslim; sementara kaum

    muslimin pada umumnya hanya menjadi pembantu dan budak-budak

    mereka, dengan menanggung resiko penghinaan bahkan penindasan

    secara pisik.

    Kaum muslimin pada umumnya hidup di bawah bayang-bayang

    kekayaan, kemewahan dan kegemerlapan orang non muslim. Kaum

    muslimin hidup terbelenggu dengan kemiskinan, kelaparan dan

    kesenggsaraan yang berkepanjangan. Kaum muslimin hidup jauh

    terpuruk di belakang kemajuan dan kecanggihan since dan teknologi

    mereka serta pemikiran mereka, kaum muslimin hidup di bawah bayang-

    bayang ketakutan,kehawaturan bahkan intimidasi dan ancaman secara

    fisik dari orang-orang non muslim. Mengapa hal itu semua bisa terjadi ?

    Berhubungan dengan kondisi di atas tadi, maka dengan nada

    keheranan, dengan suara yang memilukan serta rasa sakit yang

    mendalam, karena kaum muskimin harus menerima dan merakan

    kenyataan yang pahit, seorang pujangga Arab berkata: "Limâdzâ yata-

    akhkharul muslimûn wa yataqaddamul âkharûn?", yang berarti:

    "Mengapa kaum muslimin ketingalan, sementara orang lain maju?".

    Padahal Agama Islam sebagai agama paling sempurna, telah

    banyak menawarkan, menjelaskan dan menunjukan kepada kaum

  • 28

    muslimin beberapa cara dan jalan agar mereka dapat mencapai kemajuan

    serta memperoleh kehidupan yang layak, sejahtera dan bahagia lahir

    bathin bahkan dunia akherat. Agama Islam telah mewajibkan ummatnya

    mencari ilmu tanpa dibatasi dengan jenis kelamin, tingkatan usia, waktu

    dan tempat. Hal ini telah tersurat dengan jelas pada salah satu sabda nabi

    berikut:

    "Tuntutlah ilmu itu ( oleh kamu sekalian ) sekalipun harus sampai

    ke negeri Cina karena sesungguhnya mencari ilmu itu adalah wajib bagi

    setiap Muslim, sesungguhnya Malaikat membeberkan sayapnya bagi

    orang yang mencari Ilmu karena suka atas apa yang dicarinya itu"(H.R.

    Ibn 'Abd al-Barr)

    c. Majelis Ta’lim sebagai Lembaga Kesehatan Mental Ummat

    Globalisasi yang sudah merambah ke seluruh dunia, tak terkecuali

    umat Islam, menuntut kesiapan setiap manusia dalam berbagai aspek

    kehidupan. Salah satunya adalah kesiapan mental. Persaingan hidup,

    penyebaran arus budaya dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan

    teknologi selain berdampak positif juga mempunyai dampak negatif.

    Penyakit-penyakit mental mulai menjangkiti manusiamanusia yang

    hidup di abad serba modern ini.

    Setidaknya ada beberapa penyakit mental yang sudah mulai hinggap

    dan masuk ke dalah kehidupan manusia modern termasuk umat Islam.

    Beberapa penyakit mental tersebut, yang disinyalir oleh Amien Rais

    (1998:65) sebagai ciri-ciri negatif kehidupan masyarakat modern, adalah

    sebagai berikut:

    Pertama, kecenderungan materialistis (maddiyyah). Ketergantungan

    manusia kepada benda nampaknya sampai kapanpun tak akan pernah

    tuntas. Selama manusia hidup di dunia, selama itu pula manusia akan

    bergantung kepada benda. Yang jadi masalah adalah ketika

    ketergantungan tersebut sudah menjadi sikap hidup apalagi sudah

    menggantikan posisi Tuhan dan menjadi sebuah isme. Ketika manusia

    sudah menganggap benda sebagai segala-galanya atau dengan kata lain

  • 29

    kehidupan manusia sudah dikuasai materi, maka keserakahan, perebutan

    harta, korupsi akan terjadi dimana-mana. Sebagai akibat logisnya, yang

    jadi ukuran keberhasilan dalam kaca mata masyarakat yang demikian

    adalah materi. Dalam sebuah sabdanya, Rasulullâh telah

    memprediksikan situasi seperti ini:

    "Dari 'Amr bin 'Auf: … Rasulullâh saw. tersenyum ketika melihat

    mereka (para sahabat), kemudian bersabda: 'Aku kira kamu sekalian

    sudah mendengar kedatangan Abû 'Ubaidah dari Bahrain dengan

    membawa sesuatu.' Mereka menjawab: 'Benar wahai Rasulullâh.'

    Sabdanya: 'Bergembiralah kamu dan berharaplah kamu pada sesuatu

    yang menyenangkan kamu. Demi Allâh, aku tidak mengkhawatirkan

    kemiskinan kamu, tetapi yang aku khawatirkan terhadap kamu ialah bila

    dunia ini dibentangkan kepada kamu seperti yang dibentangkan kepada

    umat sebelum kamu, lalu kamu saling berebut seperti mereka dulu

    berebut sehingga kamu binasa seperti mereka binasa" (HR. Ibnu Majah)

    Rasulullâh mengatakan bahwa Allâh akan membentangkan bumi ini

    untuk umat Islam. Umat Islam akan diberikan kemakmuran secara materi

    di dunia, akan tetapi kemakmuran yang telah dikaruniakan Allâh tersebut

    dijadikan sebagai sarana untuk memperkaya diri sendiri. Ketika materi

    sudah menjadi pandangan hidup, maka pasti yang akan terjadi hanyalah

    malapetaka di tengah masyarakat. Hal inilah yang ditakutkan oleh

    Rasulullâh saw. sebagaimana tergambar dalam hadits di atas. Hal ini bisa

    dihindari ketika kemakmuran tersebut disyukuri.

    Kedua, individualistis dan egoisme atau kurangnya kepekaan

    sosial. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi disamping

    berdampak positif juga akan berdampak positif ketika disalah artikan.

    Dunia yang begitu luas ini mulai terasa sempit ketika manusia mengenal

    internet. Hanya cukup terkoneksi dengan internet, belahan dunia

    manapun bisa kita ketahui tanpa kita harus berkunjung ke sana. Proses

    atomisasi kehidupan mulai melanda kehidupan manusia. Kehidupan

    yang kolektif, kehidupan kebersamaan, dan gotong royong, makin

  • 30

    memudar untuk kemudian diganti dengan individualisme yang makin

    tinggi. Silaturahmi antar tetangga semakin kering, sehingga tak jarang

    ada orang yang sama sekali tidak mengenal nama tetangganya.

    Kondisi di atas, bisa dihindari ketika kita menyadari posisi kita

    sebagai manusia, bahwa disamping sebagai makhluk individu, kita juga

    adalah makhluk sosial yang secara fitrah tidak bisa hidup sendiri dan

    senantiasa membutuhkan bantuan sesamanya. Atas dasar inilah Allâh

    menyuruh manusia untuk saling mngenal satu sama lain sebagaimana

    firman-Nya berikut ini:

    "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang

    laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-

    bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal mengenal.

    Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah

    ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah

    Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Q.S. alHujurât, 49: 13)

    Ketiga, sekulerisme. Secara bahasa sekuler berarti sesuatu yang

    bersifat duniawi, fana, temporal; yang tidak bersifat spiritual, abadi dan

    sakral; kehidupan di luar biara, dan sebagainya (Juhaya, 2003:126).

    Ketika kata tersebut disisipi 'isme' maka artinya menjadi sebuah

    pandangan hidup atau faham yang memisahkan antara dunia dan akhirat;

    yang mementingkan dunia daripada akhirat; yang berusaha menjauhkan

    diri dari kekangan agama. Dalam bahasa Yusuf Qardhawi (2000:3)

    adalah faham yang memisahan agama dari kehidupan individu atau sosial

    dalam artian agama tidak boleh ikut berperan dalam pendidikan,

    kebudayaan maupun dalam hukum. Dengan kata lain, memisahkan Allâh

    dari hukum undang-undang makhlukNya. Allâh tidak boleh mengatur

    mereka, seakan-akan tuhan mereka adalah diri mereka sendiri, berbuat

    sesukanya dan membuat hukum sesuai seleranya.

    Menurut Amin Rais (1998:66) sekulerisme itu ada dua macam,

    yaitu: Pertama, sekulerisme moderat yang dalam bahasa arab disebut

    'ilmâniyyah. Sekulerisme ini masih mengakui pentingnya agama, hanya

  • 31

    saja agama hanya sebatas urusan privasi saja. Artinya agama hanya

    ditempat ibadah saja. Ketika kerja atau berusaha agama tidak perlu

    dibawa-bawa. Kedua, sekulerisme ekstrim yang dalam bahasa arab

    disebut lâ dîniyyah yang tidak mengakui agama sama sekali. Baginya,

    agama merupakan samething of the past 'sesuatu masa lalu', yang perlu

    dimasukan kemuseum, tidak usah diajak bicara lagi tentang membangun

    kehidupan di zaman modern ini. Agama hanya dijadikan simbol belaka.

    Pembangunan masjid megah dan cetakan-cetakan indah al-Qur'ân

    tersebar dimana-mana tapi hanya menjadi simbol dan hiasan belaka.

    Sehubungan dengan hal ini, Rasulullâh bersabda:

    "Dari Abû Sa'id, ia berkata: Rasulullâh saw. bersabda: Bila

    masjid-masjid kamu dihias dengan mewah dan mushaf kamu dihias

    dengan indah, pastilah kehancuran akan menimpamu" (H.R. Ibnu Abi

    Syaibah)

    Islam sebagai agama universal 'rahmatan lil 'âlamîn' tidak

    mengajarkan umatnya untuk memisahkan dunia dan akhirat atau ilmu

    pengetahuan dan agama; Islam juga tidak mengajarkan kita untuk

    berkonsentrasi penuh pada salah satunya (dunia tanpa akhirat atau akhirat

    tanpa dunia). Akan tetapi Islam mengajarkan untuk bisa meraih kedua-

    duanya dan menjalaninya secara seimbang dan proporsional.

    Proporsional disini berarti sebagaimana yang pernah diutarakan Cak Nur

    adalah duniawikanlah hal-hal yang bersifat duniawi dan ukhrawikanlah

    hal-hal yang bersifat ukhrawi. Artinya ketika kita ingin berhasil di dunia,

    berusahalah seoptimal mungkin jangan hanya shalat dan berdo'a tanpa

    berusaha. Ketika kita beribadah, lakukan sesuai dengan ajaran Allâh dan

    Rasulullâh, jangan dipikir pake otak kenapa shalat Shubuh dua raka'at

    padahal kondisi fisik segar tapi ketika kondisi fisik lelah habis bekerja,

    yaitu shalat Ashar atau Isya empat raka'at.

    Keempat, relativisasi norma-norma etika dan moral. Relativisasi

    norma-norma etika dan moral sudah terjadi di dunia Barat. Di negara-

    negara Barat, etika didasarkan pada situasi 'situation ethics' dimana baik

  • 32

    atau buruk tidak dipegangi lewat patokan moral yang muthlak, tetapi

    dilihat konteks situasionalnya. Situasi harus tunduk pada konteks.

    Sehingga, yang dalam suatu hari di daerah tertentu dianggap tabu, pada

    hari dan konteks masyarakat yang lain kebijakan tabu bisa juga berubah.

    Misalnya ada pengajar situation ethics yang mengemukakan teori moral

    yang sangat rendah yang disebut A Glass of Water Theory 'Teori Segelas

    Air Minum' yang menyatakan bahwa kebutuhan biologis dan seksual

    pada manusia dianggap sebagai kebutuhan terhadap segelas air ketika

    haus. Dengan demikian, kapan dan dimanapun, kalau memang perlu,

    mengapa tidak.

    Itulah sedikitnya empat ciri kehidupan modern yang bisa diamati

    sekarang. Kondisi seperti ini akan melahirkan mental masyarakat yang

    matelialistis, individualistis, sekuler dan bebas nilai. Untuk menangkal hal

    ini, umat Islam harus kembali merapatkan barisan, untuk menjaga diri,

    keluarga dan masyarakat dengan kembali memberdayakan masjid dengan

    majlis taklim sebagai lembaga pemberdayaan ummat. Dengan demikian

    majlis taklim dengan menggunakan masjid sebagai pusat aktivitasnya

    harus mampu memberika sesuatu yang dinamakan spiritual, moral, dan

    ethical rearmament, suatu persenjataan spiritual, moral dan mental untuk

    menghadapi arus-arus negatif yang telah menjalar dalam kehidupan

    masyarakat modern. Itulah peran majlis taklim sebagai Lembaga

    Kesehatan Mental Ummat.

    12. Tujuan Majelis Ta’lim

    Berdasarkan sisi tujuannya majelis ta’lim termasuk sarana dakwah

    Islamiyah yang secara Self standing dan Self disciplined mengatur dan

    melaksanakan berbagai kegiatan berdasarkan musyawarah untuk mufakat

    demi untuk kelancaran pelaksanaan sesuai dengan tuntuta pesertanya.

    13. Pemahaman Keagamaan

    Kata pemahaman berasal dari kata paham yang berarti pandai dan

    mengerti benar tentang suatu hal. ( Dalam kamus besar bahasa Indonesia

    kata pemahaman berarti proses, cara, perbuatan memahami dan

  • 33

    memahamkan. Dan kata keagamaan berasal dari kata agama yang berarti

    ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan pribadatan

    kepada Tuhan yang maha kuasa serta tata kaidah yang berhubungan

    dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Pemahaman adalah

    kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menterjemahkan

    atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan

    yang pernah diterima.

    Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya mengerti benar

    dalam suatu hal. Sedangkan menurut Anas Sudjiono pemahaman adalah

    kemampuan seseorang untuk mengerti sesuatu setelah sesuatu itu

    diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui

    tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Pemahaman

    merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari

    ingatan dan hafalan. (Anas sudjino, 1996:50)

    Berdasarkan dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

    pemahaman adalah sebuah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang

    dalam mengartikan atau menerjemahkan sesuatu dengan caranya sendiri.

    Mereka dapat mengartikan apa yang mereka peroleh dari pengetahuan

    yang mereka terima.

    Menurut Daryanto, kemampuan pemahaman berdasarkan tingkat

    kepekaan dan derajat penyerapan materi dapat dijabarkan ke dalam tiga

    tingkatan yaitu:

    a. Menerjemahkan (translation)

    Pengertian menerjemahkan bisa diartikan sebagai pengalihan arti

    dari bahasa yang lain. Konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik

    untuk memperoleh orang mempelajari. Contohnya dalam

    menerjemahnya Bhineka Tunggu Ika menjadi berbeda-beda tetapi tetap

    satu.

    b. Menafsirkan (interpretation)

    Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan, ini adalah

    kemampuan untuk mengenal dan memahami. Menafsirkan dapat

  • 34

    dilakukan dengan cara menghubungkan pengetahuan yang lalu dengan

    pengetahuan yang diperoleh berikutnya, menghubungkan antara grafik

    dengan kondisi yang dijabarkan sebenarnya, serta membedakan yang

    pokok dan tidak pokok dalam pembahasan.

    c. Mengekstrapolasi (extrapolation)

    Ekstrapolasi menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi

    karena seseorang dituntut untuk bisa melihat sesuatu di balik yang

    tertulis. Membuat ramalan tentang konsekuensi atau memperluas

    persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus ataupun masalahnya.

    Agama Istilah agama berasal dari bahasa Indonesia dari kata

    dasar agama “agama”, dalam bahasa Arab berasal dari kata Al-din dan

    kata religi dari bahasa Eropa. Agama juga berasal dari bahasa Sankrit.

    Satu pendapat menyatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata,”a”

    yang berarti tidak, dan “gam” yang berarti pergi. Agama adalah tidak

    pergi, tetap di tempat diwarisi turun-temurun. (Harun Nasution,

    1985:9).

    Menurut Syamsuddin Anwar agama adalah merupakan sarana

    yang menghubungkan antara hidup yang sementara dan hidup yang

    baka, antara kebenaran sementara dan kebenaran baka. (Syamsuddin

    Anwar, 1999: 25).

    Defenisi agama tersebut dapat diambil pengertian, bahwa agama

    merupakan seperangkat kepercayaan yang menghubungkan antara

    Tuhan dan makhluk yang dilakukan dengan ritual tertentu.

    Pemahaman terhadap agama Islam sangat penting, begitu

    banyak masalah yang dihadapi kaum muslim pada saat ini, bukan

    karena tidak adanya jalan yang mengarah kepada tujuan yang akan

    dicapai. Seseorang yang melakukan proses pemahaman kepada suatu

    perintah agama. Akal pikiran pastilah mengaitkan dengan pengetahuan

    yang telah dicapai. Seseorang harus selalu berfikir, niscahya emahaman

    yang diterapkan akan tercapai secara perlahan-lahan.

  • 35

    B. Studi Relevan

    Ada beberapa penelitian yang secara tidak langsung berkaitan dengan tema

    pembasan pada penelitian tentang “Pengajian Ibu-Ibu Majelis Ta’lim Al-Ikhlas

    Desa Berembang dalam meningkatkan pemahaman keagamaan di Desa

    Berembang Kecamatan Sekernan Kabupaten Muaro Jambi”.

    1. Tuti Amsinar (2012) TP. 1001281 peranan pengurus Majelis Ta’lim Al-

    Istiqomah dalam membina ilmu Keagamaan pada ibu-ibu di Kelurahan

    Mayang Mangurai Kecamatan Kota Baru Kota Jambi. Perbedaan yang

    peneliti lakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tuti Amsinar yaitu

    terlihat bahwa penelitian ini memfokuskan bagaimana peranan pengurus

    Majelis Ta’lim Al-Istiqomah dan mengenai program kerja pengurus Majelis

    Ta’lim Al-Istiqomah dalam membina ilmu keagamaan pada ibu-ibu di

    Kelurahan Mayang Mangurai meliputi, program jangka panjang dan pendek.

    Dan persamaannya yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan

    adalah mengenai bagaimana peranan pengurus Majelis Ta’lim Al-Istiqomah

    dalam membina ilmu keagamaan pada ibu-ibu di Kelurahan Mayang

    Mangurai dengan menyelenggarakan pengajian Al-Qur’an, tafsir Al-Qur’an,

    sholat ashar berjama’ah, yasinan, ceramah agama, dan peringatan hari-hari

    besar seperti Maulid Nabi.

    2. Penelitian yang dilakukan oleh Muzalifa (2007) TP 050. 100.62 dengan judul

    peranan Majelis Ta’lim Masjid Babul Jannah dalam rangka meningkatkan

    kegiatan pendidikan agama di kelurahan Thehok Kecamatan Jambi Selatan

    Kota Jambi. Persamaan pada penelitian yang di lakukan oleh Muzalifa

    dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu terletak pada peranan

    dibentuknya Majelis Ta’lim Babul Jannah ini sedikit berbeda dengan tujuan

    penelitian yang penulis lakukan yaitu pada Majelis Ta’lim Babul Jannah

    dalam rangka meningkatkan pendidikan agama sedangkan pada penelitian

    yang penulis lakukan lebih mengarah kepada peranan Majelis Ta’lim Bahrul

    Wafa dalam membina pemahaman keagamaan.

    3. Penelitian yang dilakukan oleh Rahma Mahasiswa fakultas Tarbiyah Jurusan

    Ilmu Kependidikan Agama Islam, yang berjudul peranan pendidikan luar

  • 36

    sekolah dalam memantapkan Ajaran Agama Islam terhadap masyarakat di

    Kelurahan Tungkal II Kecamatan Tungal Ilir Kabupaten Tanjung Jabung.

    Persamaan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian yang dilakukan

    oleh Rahma ini terletak pada pendidikannya. Penelitian ini menyimpulkan

    bahwa bentuk kegiatan pendidikan yang dilaksanakan oleh masyarakat

    berupa pengajian baik itu ibu-ibu, remaja ataupun bapak-bapak yang

    ditempuh oleh masyarakat dalam menanamkan ajaran agama Islam telah

    berhasil dan terbukti dengan adanya keaktifan masyarakat Kelurahan Tungkal

    II dalam mengikuti kegiatan-kegiatan pendidikan di luar sekolah, selain itu

    dengan kegiatan ini banyaknya masyarakat yang biasa membaca Al-Qur’an

    dengan baik, selalu berperan dengan acara-acara peringatan Hari Besar Islam,

    maupun dalam melaksanakan kegiatan fardhu Kifayah bila ada orang yang

    meninggal.

  • 37

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Pendekatan dan Metode Penelitian

    Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan.

    Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian

    kualitatif. Penelitian lapangan yaitu penelitian yang dilakukan jalan peneliti

    terjun langsung ke obyek atau di tempat fenomena terjadi, maka data yang

    didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam, lebih kredibel dan bermakna.

    Berikut ini beberapa pengertian penelitian kualitatif menurut ahli:

    Creswell mengemukakan penelitian kualitatif adalah suatu proses

    inquiry tentang pemahaman berdasarkan pada tradisi-tradisi metodologi

    terpisah, jelas pemeriksaan bahwa menjelajah suatu masalah sosial atau

    manusia. Penelitian membangun suatu kompleks, gambaran holistik. Meneliti

    kata-kata, laporan-laporan memerinci pandangan-pandangan dari prosedur asli,

    dan melakukan studi di suatu pengaturan yang alami. ( Djam’an satori, Aan

    komariah, 2014: 24).

    Krik dan Miller dalam Moleong mendifinisikan bahwa penelitian

    kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara

    fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya

    sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan

    dalam peristilahannya.

    Pemilihan metode ini didasarkan atas beberapa pertimbangan. Pertama,

    Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan

    kenyataan ganda. Kedua, Metode ini menyajikan secara langsung hakikat

    hubungan antara peneliti dengan responden. Ketiga, metode ini lebih peka

    terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Lexy J Moleong, 2011:5)

    Penelitian ini menggunakan pendekatan ku