Upload
ngokien
View
284
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PENGALAMANPREHOSPITALKELUARGA DALAM PENANGANAN
LUKA BAKARDI RSUD SUKOHARJO
SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Suci Mustika Sari
NIM S11039
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PENGALAMANPREHOSPITALKELUARGA DALAM PENANGANAN
LUKA BAKARDI RSUD SUKOHARJO
SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Suci Mustika Sari
NIM S11039
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
PENGALAMANPREHOSPITALKELUARGA DALAM PENANGANAN
LUKA BAKARDI RSUD SUKOHARJO
SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Suci Mustika Sari
NIM S11039
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb
Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-Nya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengalaman
Prehospital Keluarga Dalam Penanganan Luka Bakar Di Rumah Sakit Umum Daerah
Sukoharjo” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanan ini
dengan lancar. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi
ini, masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk
memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi selanjutnya. Ucapan rasa
terimakasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian penyusunan proposal skripsi ini, sehingga dalam
kesempatan ini penuli ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Ibu Dra. Agnes Sri Harti, M. S i, selaku ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, Selaku Ketua Program Studi
S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ibu Meri Oktariani, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku pembimbing I yang telah
banyak memberikan masukan dan pengarahan dalam penyusunan proposal
skripsi ini.
4. Bapak Aries Cholifah, S.Kp., Ns. M.Kes Selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu bc. Yeti Nurhayati M.kep selaku penguji skripsi yang telah memberikan
bimbingan dan arahan skripsi.
6. Drg. Gani Suharto, Sp. KG selaku Direktur RSUD Sukoharjo yang telah
memberi izin peneliti menjadikan institusinya sebagai tempat penelitinya.
v
7. Segenap Dosen Program studi S-1 Keperawatan dan staf pengajar Stikes
Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan ilmu dan bimbingan.
8. Agus Setyawan, S.kep selaku kepala sub bagian diklatbang RSUD Sukoharjo
telah membantu dalam perijinan penelitian.
9. Joko Kiswanto selaku kepala rekam medik yang telah membantu dalam
pengambilan data.
10. Perawat dan seluruh staf RSUD Sukoharjo yang telah membantu dalam
proses penelitian ini.
11. Para partisipan yang telah bersedia menjadi partisipan dan memberikan
informasi serta pengalamannya tentang prehospital keluarga dalam
penanganan luka bakar.
Akhir kata penulis berharap semoga dengan doa, dukungan, dan
nasehat yang telah diberikan, dapat bermanfaat bagi penulis untuk menjadi orang
yang lebih baik, dan semoga dengan disusunnya skripsi ini dapat memberikan
manfaat kepada penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
WassalamualaikumWr. Wb
Surakarta, 12 Juli 2015Peneliti
Suci Mustika Sari
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
1. Allah SWT, pencipta alam semesta ini. Alhamdulillah, terima kasih atas
kemudahan yang diberikan pada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini tepat waktu dan memberikan kelancaran serta banyak pelajaran dalam
hidup. Terimakasih Ya Allah telah memberikan banyak kesempatan padaku
untuk berubah menjadi lebih baik lagi, Allahu Akbar.
2. Kedua orangtuaku bapak sambudi dan ibu suharni, terimakasih telah memberi
semangat, kasih sayang dan doa yang tidak pernah terputus, selalu
memberikan yang terbaik untukku.
3. Tante dina dan om agus, terimakasih atas bantuan dan dukungannya dalam
proses pembuatan skripsi.
4. Adikku ilyas dan keponakanku imade, angger, terimakasih untuk semangat
dan doanya.
5. Keluarga bapak supri terimakasih yang senantiasa selalu memberikan
dukungan dan doa.
6. Almarhum aris setiawan, kakakku tercinta engkaulah motivasi terbesarku
untuk bisa melewati tantangan dan cobaan dalam hidup ini untuk tetap terus
melangkah mewujudkan impian.
7. Citra suci rahayu, keponakanku dan kakakku yang tak bisa di sebutkan
namanya, terimakasih telah menemamiku dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terimakasih atas berkatmu yang selalu mendukung, mendoakan dan
memotivasi saya sampai skripsi ini selesai.
8. Choirul anam S.H, terimakasih ya atas dukungan, semangat, kasih sayang,
doa dan kesabarannya yang kamu berikan selama ini pada saya.
9. Sahabatku laras, muyas, utari, vera, henik, hanim, santi, dyah, dwik, nia, ervi,
dewi, octy terimakasih kalian selalu memberikan semangat dan doa padaku.
10. Teman-teman S1 Keperawatan angkatan 2011, terimakasih kalian selama ini
selalu memberikan semangat dan dukungan serta menjadi teman baik selama
4 tahun ini. Semoga selalu terjalin tali silaturahmi, Amin.
vii
11. Almamaterku kampus Stikes Kusuma Husada Surakarta, terimakasih telah
memberikan pelajaran, wawasan yang luas tentang dunia kesehatan dan
menjadikanku seorang yang berpendidikan yang berarti bagi nusa dan bangsa.
Semoga setelah saya menuntut ilmu selama 4 tahun ini dapat bermanfaat bagi
saya dan ilmunya dapat saya aplikasikan dengan baik dan benar. Serta
semoga saya dan kampus tetap terus terjalin tali silaturahmi, Amin.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN............................................................................... iii
KATA PENGHANTAR ............................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xiii
ABSTRAK .................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori ....................................................................... 8
2.1.1 Pengetahuan................................................................ 8
2.1.4 Keluarga...................................................................... 12
2.1.5 Luka Bakar.................................................................. 17
2.2 Kerangka Teori ....................................................................... 36
ix
2.3 Fokus Penelitian ..................................................................... 37
2.4 Keaslian Penelitian ................................................................. 38
BAB III METODOLOGI
3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian ............................................ 40
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 40
3.3 Populasi dan Sampel .............................................................. 41
3.4 Instrumen dan Pengumpulan Data.......................................... 42
3.5 Analisa Data ........................................................................... 48
3.6 Keabsahan Data ...................................................................... 49
3.7 Etika Penelitian ...................................................................... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Lokasi Tempat Penelitian ...................................................... 53
4.2 Karakteristik Paristipan ......................................................... 54
4.3 Hasil penelitian ...................................................................... 55
4.4 Skematik ................................................................................ 77
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Persepsi tentang bahaya luka bakar ....................................... 79
5.2 Ketidakberdayaan keluarga dalam penanganan luka bakar ... 81
5.3 Rasa empati keluarga dalam penanganan luka bakar ............ 82
5.4 Pertolongan pertama keluarga ............................................... 83
5.5 Upaya mencari pelayanan kesehatan ..................................... 87
5.6 Keyakinan keluarga dalam penangana luka bakar ................ 88
5.7 Kurang pengetahuan keluarga ............................................... 90
x
5.8 Minim sarana dan prasarana .................................................. 91
5.9 Pemanfaatan sumber daya ..................................................... 93
BAB V HASIL PENELITIAN
6.1 Kesimpulan ............................................................................ 96
6.2 Saran ...................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Tabel Halaman
2.1 Derajat dan kedalaman luka bakar 20
2.2 Keaslian Penelitian 38
xii
DAFTAR GAMBAR
NomorGambar Keterangan Halaman
2.1 Metode rule of nine 21
2.2 Metode hand palm 22
2.3 Metode lund browder 23
2.4 Algoritma luka bakar 31
2.5 Kerangka Teori 32
2.6 Fokus penelitian 33
4.1 Skema tema persepsi tentang luka bakar 58
4.2 Skema tema ketidakberdayaan keluarga 60
4.3 Skema tema rasa empati keluarga 61
4.4 Skema tema tentang pertolongan pertama 66
4.5 Skema tema upaya mencari pelayanan kesehatan 68
4.6 Skema tema tentang keyakinan keluarga 69
4.7 Skema tentang kurang pengetahuan keluarga 71
4.8 Skema tema minim sarana dan prasarana 73
4.9 Skema tema tentang pemanfaatan sumber daya 76
4.10 Skema tema 77
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Keterangan
1. F 01 Usulan Topik proposal
2. F 02 Pengajuan Persetujuan Judul
3. F 03 Pergantian Judul
4. F 04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
5. F 05 Lembar Oponent
6. F 06 Lembar Audience
7. F 07 Pengajuan Ijin Penelitian
8. F 08 Tanda Bukti Pengumpulan Laporan Skripsi
9. Lembar Konsultasi
10. Surat Ijin Studi Pendahuluan
11. Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan
12. Surat Ijin Penelitian
13. Surat Balasan Ijin Penelitian
14. Transkrip Wawancara
15. Analisa Tematik
16. Lembar Bukti Penanganan Keluarga
17. Dokumentasi
18. Pedoman Wawancara
19. Data Demografi
20. Lembar Permohonan Menjadi Partisipan
21. Lembar Persetujuan Partisipan
22. Jadwal Penelitian
xiv
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Suci Mustika Sari
PENGALAMAN PREHOSPITAL KELUARGA DALAM PENANGANANLUKA BAKAR DI RSUD SUKOHARJO
Abstrak
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringanyang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,listrik dan radiasi. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi pengalamanprehospital keluarga dalam penanganan luka bakar di RSUD Sukoharjo.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif fenomenologi. Tekniksampling dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sampel dalampenelitian adalah lima partisipan. Data dalam penelitian ini di analisamenggunakan metode Colaizzi.
Hasil penelitian ini didapatkan sembilan tema yaitu persepsi tentang bahayaluka bakar, ketidakberdayaan keluarga dalam penanganan luka bakar, rasa empatikeluarga dalam penanganan luka bakar, pertolongan pertama keluarga dalampenanganan luka bakar, upaya mencari pelayanan kesehatan, keyakinan keluargadalam penanganan luka bakar, kurang pengetahuan keluarga tentang penangananluka bakar, minim sarana dan prasarana dalam penanganan luka bakar,pemanfaatan sumber daya dalam penanganan luka bakar.
Kesimpulan penelitian adalah keluarga dalam memberikan pertolonganpertama luka bakar masih kurang tepat misalnya dengan pemberian bedak, pastagigi, minyak goreng, dan air garam. Masyarakat di harapkan lebih memahami dandapat memberikan pertolongan pertama dengan tepat dan benar sebelum di bawake fasilitas pelayanan kesehatan sehingga dapat meminimalisir terjadinyakomplikasi luka bakar seperti syok dan kematian.
Kata kunci : Penanganan, Keluarga, Luka Bakar, Prehospital
Daftar Pustaka: 45 (2002-2014)
xv
BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE
KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Suci Mustika Sari
Family’s Prehospital Experience of Burn Handling at Local General Hospitalof Sukoharjo
Abstract
Burn is damage to your body's tissues caused by heat, chemicals, electricity,sunlight or radiation. The objective of this research is to investigate the family’spre-hospital experience of burn handling at Local General Hospital of Sukoharjo.
This research used the qualitative phenomenological method. The samplesof research consisted of 5 participants and were taken by using the purposivesampling technique. The data were analyzed by using the Colaizzi’s method.
The result of research shows that there were nine themes namely:preception of the danger of burn, powerlessness of family in burn handling,emphaty of the family in burn handling, family’s first aid in burn handling, effortof seeking for health services, family’s confidence in burn handling, family’s lackof knowledge of burn handling, inadequate facilities and infrastructures for burnhandling, and resource utilization in burn handling. Thus, the family’s first aidsin burn handling such as administration of powder, toothpaste, cooking oil, andsalt water to the burn were still inappropriate. Therefore, the people are expectedto know more of the proper burn handling before the victims were admitted to thehealth services as to minimize the burn complication incidence such as shock andeven death.
Keywords : Treatment, family, burn, prehospital
Refernces : 45 (2002-2014)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Luka bakar merupakan suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi (Wim de Jong, 2005). Luka bakar akan
mengakibatkan tidak hanya kerusakan kulit, tetapi juga amat memengaruhi
seluruh sistem tubuh (Nina, 2008). Luka bakar dapat terjadi dimana saja,
sewaktu-waktu dan seringkali tidak terduga sehingga korban tidak
mendapatkan pertolongan pertama yang benar dan biasanya masyarakat yang
pertama kali menjumpai untuk melakukan upaya pertolongan pertama
(Pranata, 2011).
Luka bakar merupakan masalah yang serius dalam kesehatan dunia,
khususnya di negara berkembang (Lin et al, 2010). Pada tahun 2008, lebih
dari 410.000 luka bakar terjadi di Amerika Serikat dengan sekitar 40.000
membutuhkan perawatan rumah sakit. Di India, lebih dari 1 juta orang
mengalami luka bakar setiap tahun. Pada penelitian Istikhara (2011),
prevalensi luka bakar di RSUP M.Jamil Padang dilaporkan bahwa kasus luka
bakar mencapai 91 orang dengan penyebab berasal dari kompor dan alat
elektronik.Pada tahun 2010 ditemukan 84 kasus luka bakar dengan penyebab
2
sengatan listrik 22 kasus (26%), siraman air panas 15 kasus, dan sisanya
dengan penyebab api, kompor gas dan minyak panas.
Luka bakar akan menimbulkan kerusakan berbagai organ, diantaranya
kulit. Sebagai respon terhadap jaringan yang rusak, tubuh memiliki
kemampuan untuk mengganti jaringan yang rusak, memperbaiki struktur,
kekuatan, dan fungsinya melalui proses penyembuhan luka (Georgiade SG
and Christopher WP, 2011). Luka bakar dapat merusak jaringan otot, tulang,
pembuluh darah dan jaringan epidermis. Luka bakar mengakibatkan
komplikasi diantaranya shock hipovolemik, infeksi, ketidakseimbangan
elektrolit dan masalah distress pernafasan. Distress emosional dan psikologi
yang berat dikarenakan cacat akibat luka bakar dan bekas luka. Jenis luka
dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan yang berbeda tergantung
jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat keparahan, dan komplikasi
yang terjadi akibat luka tersebut (Anonim, 2009).
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan bahwa luka bakar
adalah kondisi darurat yang mengancam kehidupan, kehilangan cairan akibat
penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar
derajat tiga. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan
terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat,
dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan
produksi urin berkurang (Yovita, 2010). Pada kebakaran dalam ruang tertutup
3
atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas
karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Oedem laring yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat
asap dapat juga keracunan gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin
tidak mampu lagi mengikat oksigen, dan apabila lebih dari 60% hemoglobin
terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12-24 jam, permeabilitas
kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali cairan
edema ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis
(Yovita, 2010).
Tindakan pertolongan pertama pada korban luka bakar penting di
lakukan untuk mencegah komplikasi seperti dehidrasi, infeksi, dan kematian
(Rahayuningsih, 2012). Salah satu cara dalam menangani tingkat keparahan
luka bakar sangat dibutuhkan penanganan awal penderita sebelum di bawa ke
pelayanan kesehatan. Kecelakaan seperti luka bakar dapat terjadi di mana saja
dan kapan saja dan tenaga medis biasanya tidak ada, keluarga merupakan
penolong utama yang harus memberikan penanganan pertama untuk luka
bakar. Pertolongan pertama harus segera dilakukan karena setiap detik
berharga dan semakin cepat pertolongan diberikan akan meminimalkan
tingkat kerusakan jaringan (Shivastava & Goel, 2010). Menurut penelitian
Froutan et., all (2014) mengatakan bahwa hasilnya dengan menganalisis 498
kode utama, empat kategori utama yaitu sifat perawatan luka bakar,
4
ketegangan di lokasi kecelakaan, pekerjaan bertahap 'kelelahan', dan
informasi yang tidak memadai, yang diambil dari pengalaman personil
darurat prehospital selama perawatan luka bakar.
Keluarga atau orang awam biasanya memberi obat pada luka bakar
seperti pasta gigi, minyak goreng, kecap, margarin, betadin (Kirana, 2013).
Penelitian yang dilakukan oleh Karaoz (2010) menggunakan deskriptif
dilakukan pada 130 keluarga di Milas Turki, yang memiliki anak usia 0
sampai 14 tahun. Di antara 130 keluarga, sebanyak 53 anak (40,8%)
mengalami peristiwa luka bakar. Dua puluh tujuh subyek (51%) telah diobati
luka bakar dengan obat yang tidak tepatyaitu yoghurt, pasta gigi, pasta tomat,
es, putih telur mentah, atau irisan kentang.
Penanganan gawat darurat fase prehospital terlibat pula unsur-unsur
masyarakat nontenaga kesehatan termasuk keluarga sebelum mendapatkan
perawatan di rumah sakit (Herkutanto, 2007). Penanganan pertama luka bakar
oleh keluarga adalah untuk memberikan pertolongan pertama ditempat
kejadian dengan cepat dan tepat sebelum tenaga medis datang atau sebelum
korban dibawa kerumah sakit agar kejadian yang lebih buruk dapat dihindari
(Suriati, 2011). Kenyataan tersebut menyatakan bahwa betapa pentingnya
perawatan prehospital (Yusuf, 2007).Perawatan prehospital merupakan
bagian utama dari pertolongan pertama, dimulai dari tempat kejadian sampai
perawatan medis di peroleh (Shivastava & Goel, 2010).
5
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUD Sukoharjo pada tahun
2014 terdapat 34 pasien dengan diagnosa luka bakar. Hasil wawancara dari
dua orang dengan anggota keluarga yang terkena luka bakar sebelum dibawa
ke rumah sakit, keluarga mengoleskan pasta gigi pada luka bakar. Sehingga
dapat diketahui bahwa dengan minimnya pengetahuan keluarga dalam
melakukan penanganan luka bakar yang kurang tepat dapat memperparah
luka bakar. Maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Bagaimana
pengalaman prehospital keluarga dalam penanganan luka bakar di RSUD
Sukoharjo?”.
1.2 Rumusan Masalah
Keluarga merupakan orang terdekat yang dapat memberikan
pertolongan pertama saat terjadi kecelakaan seperti luka bakar saat dirumah.
Penanganan luka bakar prehospital penting dilakukan untuk mencegah
tingkat kerusakan jaringan. Namun, tidak semua keluarga dapat memberikan
penanganan luka bakar dengan tepat. Tindakan yang salah dapat
mengakibatkan luka bakar semakin parah. Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini“Bagaimanakah
pengalaman prehospital keluarga dalam penanganan luka bakar di RSUD
Sukoharjo?”.
6
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi pengalaman prehospital keluarga dalam penanganan
luka bakar di RSUD Sukoharjo.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi persepsi keluarga tentang luka bakar
2. Mengidentifikasirespon psikologi keluarga dalam menangani luka
bakar
3. Mengidentifikasi tindakan yang dilakukan keluarga dalam
menangani luka bakar
4. Mengidentifikasi alasan tindakan yang dilakukan keluarga dalam
menangani luka bakar
5. Mengidentifikasi faktor yang menghambat tindakan keluarga dalam
menangani luka bakar
6. Mengidentifikasi mekanisme kopingterhadap hambatan keluarga
dalam menangani luka bakar
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menambah pengetahuan
masyarakat dalam menangani anggota keluarga yang terkena luka
bakar.
7
1.4.2 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar acuan dalam
proses belajar mengajar tentang penanganan luka bakar dikelas maupun
dilapangan.
1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini berguna sebagai rujukan bagi penelitian lain dan
sebagai acuan penelitian selanjutnya mengenai luka bakar dengan
menggunakan metode yang berbeda.
1.4.4 Manfaat Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian tentang pengalaman prehospital keluarga dalam penanganan
luka bakar.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Pengetahuan
1. Definisi
Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan adalah merupakan
hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Hal tersebut sangat dipengaruhi
oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya sikap seseorang. Pengetahuan adalah segala sesuatu
yang diketahui, gabungan berbagai pengetahuan yang disusun secara
logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab dan akibat
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2014).
2. Cara untuk memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2012) cara untuk memperoleh
pengetahuan terdiri dari dua cara yaitu cara tradisional dan cara
modern.
9
Adapun cara memperoleh pengetahuan yaitu :
a. Cara tradisional
1) Cara coba (trial and error)
Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memencahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut
tidak berhasil dicoba kemungkinan lain.
2) Cara kebiasaan otoritas
Sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin masyarakat baik
formal maupun informal, ahli agama, dan pemegang
pemerintah.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya untuk
memperoleh pengetahuan dan cara mengulangi kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
lain yang dapat digunakan cara tersebut.
4) Memulai jalan pikir
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah
menggunakan jalan pikir baik melalui jalan induksi maupun
jalan deduksi.
b. Cara Modern
Merupakan cara penggambungan antara proses berfikir
deduktif induktif yang dijadikan dasar untuk
mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis.
10
3. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmojo (2007) mengatakan bahwa faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi pengetahuan meliputi pendidikan,
lingkungan, usia, sosial dan budaya, informasi atau media masa,
pengalaman, serta pekerjaan. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan antara lain :
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses
belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi (Notoatmojo, 2007).
b. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,
baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam
individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan
direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu (Notoatmojo,
2007).
c. Sosial dan budaya
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Status ekonomi
11
seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial
ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang
(Notoatmojo, 2007).
d. Informasi atau media masa
Media yang secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat
yang sangat luas. Jadi, contoh dari media massa ini adalah
televisi, radio, koran, dan majalah. Sedangkan informasi itu
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang diperoleh dari data
dan pengamatan terhadap dunia sekitar kita serta diteruskan
melalui komunikasi (Notoatmojo, 2007).
e. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik (Notoatmojo, 2007).
f. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang
kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah
yang dihadapi masa lalu (Notoatmojo, 2007). Pengalaman
merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan
12
pengalaman yang baik seseorang akan berusaha untuk
melupakan, namun jika pengalaman terhadap objek tersebut
menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang
membekas dalam emosi sehingga menimbulkan sikap positif
(Mubarok, 2007).
g. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh
pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak
langsung (Mubarok, 2007).
2.1.2 Keluarga
1. Definisi Keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung keluarga yang utama,
keluarga itu dipandang sebagai sebuah sistem, maka keluarga apabila
didalam keluarga terdapat satu orang anggota keluarga yang
menderita sakit atau mempunyai masalah maka akan mempengaruhi
anggota keluarga yang lain. Keterlibatan keluarga dalam perawatan
klien akan meningkatkan hasil yang optimal dibandingkan apabila
hanya dilakukan perawatan secara individu saja (Ngadiran, 2010).
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien (Yosep,
2009). Umumnya, keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika
mereka tidak sanggup lagi merawatnya oleh karena itu asuhan
13
keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan
keadaan klien tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan keluarga tersebut (Yosep, 2009).
2. Tugas keluarga
Menurut Mubarak, Santoso dan Chayatin (2009) keluarga dapat
melaksanakan perawatan atau pemeliharaan kesehatan dapat dilihat
dari tugas kesehatan keluarga, yaitu sebagai berikut :
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan. Karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan
berarti. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan
perubahan-perubahan yang dialami oleh anggota keluarganya.
Perubahan sekecil apa pun yang dialami anggota keluarga, secara
tidak langsung akan menjadi perhatian keluarga atau orang tua
(Mubarak, Santoso dan Chayatin, N., 2009).
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Tugas ini merupakan upaya utama keluarga untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan di antara anggota keluarga yang mempunyai
kemampuan memutuskan sebuah tindakan. Tindakan kesehatan
yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat agar masalah
kesehatan yang sedang terjadi dapat dikurangi atau teratasi. Jika
14
keluarga mempunyai keterbatasan dalam mengambil keputusan,
maka keluarga dapat meminta bantuan kepada orang lain di
lingkungan tempat tinggalnya (Mubarak, Santoso dan Chayatin,
N., 2009).
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Sering kali keluarga mengambil tindakan yang tepat, tetapi jika
keluarga masih merasa mengalami keterbatasan, maka anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh
tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah
tidak terjadi (Mubarak, Santoso dan Chayatin, N., 2009).
d. Mempertahankan suasana rumah yang sehat
Rumah merupakan tempat berteduh, berlindung, dan
bersosialisasi bagi anggota keluarga. Sehingga anggota keluarga
akan memiliki waktu yang lebih banyak berhubungan dengan
lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu, kondisi rumah harus
dapat menunjang derajat kesehatan bagi anggota keluarga
(Mubarak, Santoso dan Chayatin, N., 2009).
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat
Apabila mengalami gangguan atau masalah yang berkaitan
dengan kesehatan keluarga atau anggota keluarga harus dapat
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada disekitarnya.
Keluarga dapat berkonsultasi atau meminta bantuan tenaga
keperawatan untuk memecahkan masalah yang dialami anggota
15
keluarganya, sehingga keluarga dapat bebas dari segala macam
penyakit (Mubarak, Santoso dan Chayatin, N., 2009).
3. Fungsi Keluarga
Menurut Mubarak, Santoso dan Chayatin (2009) mengemukakan
fungsi keluarga terdiri dari :
a. Fungsi biologis
Fungsi biologis merupakan fungsi untuk meneruskan keturunan,
memelihara, dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan
gizi keluarga.
b. Fungsi psikologis
Fungsi psikologis adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman
bagi keluarga, memberikan perhatian diantara keluarga,
memberikan kedewasaan kepribadian anggota keluarga, serta
memberikan identitas pada keluarga. Keluarga sebagai kelompok
dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan, atau memperbaiki
masalah-masalah kesehatan dalam kelompoknya sendiri.
Keluarga mengelola masalah kesehatan, mempertahankan fungsi
keluarga, melindungi, dan memperkuat perawatan kesehatan.
Ketika dalam keluarga tidak dapat memelihara kesehatan dengan
baik, maka keluarga harus bisa mengambil keputusan bagaimana
cara individu dapat mempertahankan kesehatan dengan mencari
pelayanan kesehatan yang tepat.
16
c. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi adalah membina sosialisasi pada anak,
membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan masing-masing dan meneruskan nilai-nilai budaya.
d. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi adalah mencari sumber-sumber penghasilan
untuk memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menabung
untuk memenuhi kebutuhan keluarga dimana yang akan datang.
4. Peran Keluarga
Menurut Mubarak, Santoso dan Chayatin (2009) mengemukan
peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang
lain terhadap seseorang sesuai kedudukanya dalam suatu sistem.
Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh
seseorang dalam konteks keluarga. Jadi, peran keluarga
menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan
yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Peran keluarga dibagi menjadi dua yaitu peran formal dan informal.
Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga terkait
sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat homogen. Keluarga
membagi peran secara merata kepada para anggotanya seperti cara
masyarakat membagi peran-perannya menurut pentingnya
pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem (Mubarak,
Santoso dan Chayatin, N., 2009). Peran dasar yang membentuk
17
posisi sosial sebagai suami-ayah dan istri-ibu antara lain sebagai
provider atau penyedia, pengatur rumah tangga perawat anak baik
sehat maupun sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan
keluarga paternal dan maternal, peran terpeutik (memenuhi
kebutuhan afektif dari pasangan), dan peran sosial.
Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak tampak,
hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan emosional individu
atau untuk menjaga keseimbangan dalam keluarga (Mubarak,
Santoso dan Chayatin, N., 2009). Peran informal mempunyai
tuntutan yang berbeda, tidak terlalu didasarkan pada atribut-atribut
personalitas atau kepribadian anggota keluarga individual. Beberapa
contoh peran informal yang bersifat adaptif dianatarnya meliputi
pendorong, pengharmonis, pendamai, pencari nafkah, perawatan
keluarga, penghubung keluarga, sahabat, penghibur, koordinator,
pengikut, dan saksi (Mubarok, Santoso dan Chayatin,N., 2009).
2.1.3 Luka Bakar
1. Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas,
arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan
jaringan yang lebih dalam. Luka bakar yang luas mempengaruhi
metabolisme dan fungsi setiap sel tubuh, semua sistem dapat
terganggu, terutama sistem kardiovaskuler (Rahayuningsih, 2012).
18
Luka bakar bisa merusak kulit yang berfungsi melindungi kita dari
kotoran dan infeksi. Jika banyak permukaan tubuh terbakar, hal ini
bisa mengancam jiwa karena terjadi kerusakan pembuluh darah,
ketidak-seimbangan elektrolit dan suhu tubuh, gangguan pernafasan
serta fungsi saraf (Adibah dan Winasis, 2014).
2. Etiologi
a. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau
kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
Penyebab paling sering yaitu luka bakar yang disebabkan karena
terpajan dengan suhu panas seperti terbakar api secara langsung
atau terkena permukaan logam yang panas (Fitriana, 2014).
b. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan
kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya
kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan
luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi
misalnya karena kontak dengan zat – zat pembersih yang sering
dipergunakan untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat
kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian dan
militer (Rahayuningsih, 2012).
19
c. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang
digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh.
Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya
voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh
(Rahayuningsih, 2012). Luka bakar listrik ini biasanya lukanya
lebih serius dari apa yang terlihat di permukaan tubuh (Fitriana,
2014).
d. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi
untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh
sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan
salah satu tipe luka bakar radiasi (Rahayuningsih, 2012).
3. Faktor yang mempengaruhi berat ringannya luka bakar
a. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dilihat dari permukaan kulit yang
paling luar. Kedalaman suatu luka bakar terdiri dari beberapa
kategori yang didasarkan pada elemn kulit yang rusak seperti
pada tabel 2.1 di bawah ini.
20
Tabel 2.1 Derajat dan kedalaman luka bakar
Derajat Kedalaman Kerusakan Karakteristik
Satu Superfisial Epidermis Kulit kering,hiperemis, nyeri
DuaDangkal
Superfisial -KedalamanPartial (PartialThickness)
Epidermis dansepertigabagian superfisialdermis
Bula, nyeri
DuaDalam
Dalam -KedalamanPartial (DeepPartialThickness)
Kerusakan duapertiga bagiansuperfisial dermis,dan jaringandibawahnya
Seperti marbel,putih, dan keras
Tiga KedalamanPenuh (FullThickness)
Kerusakan seluruhlapisan kulit(dermis danepidermis) sertalapisan yang lebihdalam
Luka berbatastegas, tidakditemukan bula,berwarnakecoklatan, kasar,tidak nyeri
Empat Subdermal Seluruh lapisankulit dan strukturdisekitarnya sepertilemak subkutan,fasia, otot dantulang
Mengenai strukturdisekitarnya
b. Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka
bakar meliputi (1) Rule of nine, (2) Lund and Browder, dan (3)
hand palm. Ukuran luka bakar ditentukan dengan prosentase dari
permukaan tubuh yang terkena luka bakar. Akurasi dari
perhitungan bervariasi menurut metode yang digunakan dan
pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka bakar
(Gurnida dan Lilisari, 2011).
(Gurnida dan Lilisari, 2011)
21
1) Metode rule of nine
Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi
kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap bagian
mewakili 9% kecuali daerah genitalia 1% (lihat gambar 1).
Metode ini adalah metode yang baik dan cepat untuk menilai
luka bakar menengah dan berat pada penderita yang berusia
diatas 10 tahun. Tubuh dibagi menjadi area 9%. Metode ini
tidak akurat pada anak karena adanya perbedaan proporsi
tubuh anak dengan dewasa.
2) Metode Hand Palm.
Metode permukaan telapak tangan. Area permukaan
tangan pasien (termasuk jari tangan) adalah sekitar 1% total
luas permukaan tubuh. Metode ini biasanya digunakan pada
luka bakar kecil (Gurnida dan Lilisari, 2011).
Gambar 2.1 Metode rule ofnine(Rahayuningsih, 2012)
22
3) Metode Lund and Browder
Metode ini mengkalkulasi total area tubuh yang terkena
berdasarkan lokasi dan usia. Metode ini merupakan metode
yang paling akurat pada anak bila digunakan dengan benar
(Gurnida dan Lilisari, 2011). Metode lund and browder
merupakan modifikasi dari persentasi bagian-bagian tubuh
menurut usia, yang dapat memberikan perhitungan yang lebih
akurat tentang luas luka bakar yaitu kepala 20%, tangan
masing-masing 10%, kaki masing-masing 10%, dan badan
kanan 20%, badan kiri 20% (Hardisman, 2014).
Gambar 2.2 Metode Hand Palm
(Gurnida dan Lilisari, 2012)
Gambar 2.3 Metode Lund and Browder
(Rahayuningsih, 2012)
23
c. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)
Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi
luka bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada
seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar
yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea.
Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian seringkali
membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan
implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau
ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen (Rahayuningsih,
2012).
Luka bakar yang mengenai daerah perineal dapat
terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang
mengenai daerah torak dapat menyebabkan tidak adekuatnya
ekspansi dinding dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner
(Rahayuningsih, 2012).
d. Mekanisme injury
Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan
untuk menentukan berat ringannya luka bakar. Secara umum luka
bakar yang mengalami injuri inhalasi memerlukan perhatian
khusus. Pada luka bakar electrik, panas yang dihantarkan melalui
tubuh, mengakibatkan kerusakan jaringan internal
(Rahayuningsih, 2012).
24
Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi
kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas,
khususnya bila injury electrik dengan voltage tinggi. Oleh karena
itu voltage, tipe arus (direct atau alternating), tempat kontak, dan
lamanya kontak adalah sangat penting untuk diketahui dan
diperhatikan karena dapat mempengaruhi morbiditi
(Rahayuningsih, 2012).
e. Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar.
Angka kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi pada anak yang
berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1
tahun dan klien yang berusia di atas 65 tahun. Tingginya statistik
mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar
merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional
(seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai, dan
menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-
bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih
rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih
tipis, dan terjadi athropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga
situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan
terjadinya luka bakar (Rahayuningsih, 2012).
25
4. Proses penyembuhan luka
Menurut Krisanty (2009) mengatakan bahwa proses penyembuhan
luka bakar terdiri dari 3 fase meliputi fase inflamasi, fase fibi
oblastik, dan fase maturasi. Adapun proses penyembuhannya antara
lain :
a. Fase inflamasi
Fase terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Pada
fase ini terjadi perubahan vascular dan proliferase seluler. Daerah
luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin
serta mulai timbul epitalisasi.
b. Fase Fibi Oblastik
Fase yang dimulai pada hari ke 4 sampai 20 pasca luka bakar.
Pada fase ini timbul abrobast yang membentuk kolagen yang
tampak secara klinin sebagai jaringan granulasi yang berwarna
kemerahan.
c. Fase Maturasi
Proses pematangan kolagen dan terjadi penurunan aktivitas
seluler dan vaskuler. Hasil ini berlangsung hingga 8 bulan sampai
lebih dari satu tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda
inflamasi untuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang
berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.
26
5. Management Penatalaksanaan
Berbagai macam respon sistem organ yang terjadi setelah
mengalami luka bakar menuntut perlunya pendekatan antar disiplin.
Perawat bertanggung jawab untuk mengembangkan rencana
perawatan yang didasarkan pada pengkajian data yang merefleksikan
kebutuhan fisik dan psikososial klien dan keluarga atau orang lain
yang dianggap penting (Rahayuningsih, 2012). Perawatan sebelum
di rumah sakit (prehospital care) Perawatan sebelum klien dibawa
ke rumah sakit dimulai pada tempat kejadian luka bakar dan berakhir
ketika sampai di institusi pelayanan emergensi. Prehospital care
dimulai dengan memindahkan/menghindarkan klien dari sumber
penyebab luka bakar dan atau menghilangkan sumber panas
(Rahayuningsih, 2012).
a. Penatalaksanaan prehospital
Menurut Rahayuningsih (2012) mengatakan bahwa
penanganan pertama pada luka bakar antara lain :
1) Menjauhkan penderita dari sumber luka bakar
2) Memadamkan pakaian yang terbakar
3) Menghilangkan zat kimia penyebab luka bakar
4) Menyiram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat
kimia
27
5) Mematikan listrik atau buang sumber listrik dengan
menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan arus
(nonconductive).
Menurut Fitriana (2014) menyebutkan bahwa pada
tindakan penatalaksanaan luka bakar terdapat beberapa prioritas
tindakan untuk mengatasi kegawatan pada klien yaitu sebagai
berikut :
a) Menghentikan proses pembakaran
Jika menemukan penderita masih dalam keadaan
terbakar maka harus segera dilakukan pemadaman dengan cara
menyiram dengan air dalam jumlah banyak apabila disebabkan
bensin atau minyak. Menggulingkan penderita pada tanah
(drop and roll) atau menggunakan selimut basah untuk
memadamkan api.
Walaupun api sudah mati, luka bakar akan tetap
mengalami proses perjalanan pembakaran, untuk mengurangi
proses ini luka dapat disiram atau direndam dengan air bersih
untuk pendinginan. Perlu diketahui bahwa proses pendalaman
ini hanya akan berlangsung selama 15 menit, sehingga apabila
pertolongan datang setelah 15 menit, usaha sia-sia dan hanya
akan menimbulkan hipotermi. Tidak diperbolehkan sekali-kali
mengompres luka bakar dengan kassa air es karena dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan.
28
b) Menciptakan jalan nafas
Manajemen jalan nafas paten dilakukan jika ada indikasi klinis
adanya trauma inhalasi antara lain :
1. Luka bakar yang mengenai wajah dan leher
2. Alis mata dan bulu hidung hangus
3. Adanya timbunan karbon dan tanda peradangan akut
orofaring.
4. Sputum yang mengandung karbon/arang
5. Suara serak/stridor
6. Riwayat gangguan mengunyah atau terkurung lama dalam
kebakaran
7. Luka bakar kepala dan badan akibat ledakan
Apabila ditemukan salah satu dari keadaan dibawah, sangat
mungkin terjadi trauma inhalasi yang memerlukan penanganan
dan terapi definitif intubasi endotrakheal untuk pembebasan
jalan nafas.
c) Perawatan luka bakar
Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkecil
kemungkinan kontaminasi bakteri dan mengurangi rasa nyeri
dengan mencegah aliran udara agar tidak mengenai permukaan
kulit yang terbakar.
29
d) Resusitasi Cairan
Menurut Fitriana (2014) mengatakan bahwa resusitasi cairan di
bedakan menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut ini :
1. Resusitasi Syok
Cairan diberikan pada klien yang sudah mengalami syok
atau dengan luas lebih dari 25%-30% dengan keterlambatan
penanganan sekitar 2 jam. Hindari pemilihan vena pada
daerah luka dan tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi
perifer dan banyaknya sistem klep pada vena-vena bagian
ekstremitas bawah. Cairan yang digunakan adalah
Kristaloid Ringer’s Lactate. Dalam waktu < 4 jam pertama
diberikan cairan sebanyak :
Keterangan :
a) 70% adalah volume total cairan tubuh
b) 25% adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh
yang dapat menimbulkan gejala klinik dari syndrom
syok.
c) Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi
volume) menggunakan kristaloid sebanyak 3 kali jumlah
cairan yang diperlukan.
3 [25% (70% x BBkg)] ml
30
2. Resusitasi tanpa syok
Resusitasi tanpa syok merupakan resusitasi cairan
pada kasus tanpa gejala klinis syok atau dengan luas kurang
dari 25% sampai 30%, tanpa keterlambatan penanganan
atau dijumpai keterlambatan kurang dari 2 jam. Kebutuhan
cairan yang diberikan adalah berdasarkan rumus Baxter
sebagai berikut :
Pemberiannya mengikuti metode yang ditentukan
berdasarkan formula Parkland yaitu pada 24jam pertama :
separuh jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama,
sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Setelah
diberikan resusitasi cairan perlu dilakukan pemantauan
sirkulasi renal meliputi :
a) Jumlah produksi urine dipantau melalui kateter urine
setiap jam (30-50cc atau 0,5ml/kgBB setiap jam pada
orang dewasa, 2ml/kgBB setiap jam pada anak dan
1ml/kgBB setiap jam pada bayi).
b) Bila produksi urine 0,5ml/kg/jam, maka jumlah cairan
diberikan ditingkatkan sebanyak 50% dari jumlah yang
diberikan pada jam sebelumnya.
c) Bila produksi urine > 1ml/kg/jam, maka jumlah cairan
yang diberikan dikurangi 25% dari jumlah yang
diberikan pada jam sebelumnya.
3-4 ml/ kgBB/ % luka bakar
31
b. Penatalaksanaan intrahospital
Menurut Fitrianan (2014) penatalaksanaan intrahospital pasien
luka bakar di rumah sakit yaitu dengan primary survey dan
secondary survey antara lain :
1) Pengkajian primer
Pengkajian primer terdiri dari airway, breathing, circulation,
disability, dan exposure.
a) Airway :
Adanya masalah mengenai kepatenan jalan nafas baik
aktual maupun potensial karena benda asing, darah, muntah,
cairan dan lidah jatuh. Pada kasus luka bakar perlu dicurigai
adanya pembengkakan faring/laring akibat cidera inhalasi,
biasanya dimanifestasikan dengan suara stridor.
b) Breathing :
Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan
dada terkait keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara
nafas tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.
c) Circulation :
Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar,
melambatnya capillary refill time, hipotensi, mukosa
kering, nadi meningkat.
32
d) Disability :
Bisa terjadi penurunan kesadaran, GCS menurun, ukuran
pupil anisokor, reaksi pupil terhadap cahaya negatif.
e) Exposure :
Suhu tubuh hipotermi, prosentase luas luka bakar, adanya
injury atau kelainan yang lain.
2) Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder ini terdiri dari tiga macam yaitu full set of
vital sign, history, dan head to toe.
a) Full set of vital sign
Tekanan darah dapat menurun, nadi cepat, hipotermi, dan
pernafasan lemah.
b) History
1. Subjektif (keluhan utama)
Keluhan utama yang dirasakan klien luka bakar adalah
nyeri dan sesak nafas. Nyeri dapat disebabkan iritasi
terhadap saraf. Sesak nafas dapat timbul karena
penyumbatan saluran nafas bagian atas.
2. Alergi
Adakah alergi terhadap makanan atau obat-obatan
tertentu. Alergi terhadap obat atau makanan dapat
dijadikan acuan pada pemberian terapi obat untuk
33
menghindari adanya reaksi alergi yang dapat
memperburuk kondisi klien.
3. Medication (obat-obat yang sedang dikonsumsi)
Mengetahui obat-obat yang dikonsumsi dapat
mengindikasikan penyakit penyerta yang diderita klien
serta pertimbangan terhadap interaksi obat terapi yang
akan diberikan.
4. Past medical history (Riwayat Penyakit)
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah
diderita klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko
kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwayat
penyaklit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis atau
penyalahgunaan obat dan alkohol.
5. Last oral intake
Masukan oral terakhir, apakah benda padat atau cair.
Mengethaui intake oral terakhir dapat dijadikan
pertimbangan pada pengkajian resiko aspirasi atau
sumbatan jalan nafas.
6. Event (Riwayat masuk Rumah sakit)
Merupakan gambaran keadaan klien mulai terjadinya
luka bakar, penyebab luka bakar, lamanya kontak dan
pertolongan pertama yang dilakukan.
34
c) Head to Toe
1. Kepala
Bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna
rambut setelah terkena luka bakar, adanya lesi akibat
luka bakar, grade dan luas luka bakar.
2. Leher
Catat posisi trakhea dan denyut nadi karotis biasanya
meningkat sebagai kompensasi untuk mengatasi
kekurangan cairan.
3. Dada
Inspeksi bentuk thorak, irama pernafasan, ireguler,
ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus rendah
karena cairan yang masuk ke paru, suara nafas tambahan
wheezing, ronkhi, dan sebagainya.
4. Abdomen
Inspeksi bentuk perut, palpasi adanya nyeri pada area
epigastrium yang mengindikasikan adanya gastritis.
5. Ekstremitas
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot bila terdapat
luka bakar pada muskuloskeletal, kekuatan otot biasanya
juga menurun.
35
6. Algoritma luka bakar
Luka Bakar
Tidak sadar
Kontrol ABC
Kontrol ABC Sadar
Pertolonganpertama
Matikan api
Tentukanderajat luka
bakar
Ringan Sedang Berat
Rendam dankompres
30 menitsampai 5 jam
Biarkansampaisembuh
Dinginkantubuh
Kurang rasanyeri
Cegah syok
Resusitasicairan
Rujuk ke RS
Cegahinfeksi
Gambar 2.4 Algoritma Luka Bakar
(Hardisman, 2014)
36
2.2 Kerangka Teori
Luka Bakar
Penanganan Prehospital
a. Menjauhkan penderitadari sumber luka bakar
b. Memadamkan pakaianyang terbakar
c. Menghilangkan zatkimia penyebab lukabakar
d. Menyiram dengan airsebanyak-banyaknyabila karena zat kimia
e. Mematikan listrik ataubuang sumber listrikdengan menggunakanobjek yang kering dantidak menghantarkanarus (nonconductive).
Kimia Elektrik Termal Radiasi
Penanganan intrahospital
a. Primary Survey(airway, breathing,circulation, disability)
b. Secondary surveyc. Resusitasi cairand. Perawatan luka
Faktor-faktor yangmempengaruhi lukabakar :
a. Kedalaman lukabakar
b. Luas luka bakarc. Lokasi luka bakard. Usiae. Mekanisme injuri
Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan :
a. Cara tradisionalb. Cara modern
Faktor-faktor yang mempengaruhipengetahuan :
a. Usiab. Pendidikanc. Pengalamand. Sosiale. Pekerjaan
Keluarga
Peran keluarga
Fungsi keluarga
Tugas keluarga
Gambar 2.5 Kerangka Teori
(Mubarok, 2009; Rahayuningsih, 2012; Notoatmojo, 2012)
37
2.3 Fokus Penelitian
Mekanismekoping keluarga
Faktor yangmenghambat
tindakan keluarga
Tindakan yangdilakukankeluarga
Persepsi
Responpsikologikeluarga
Luka Bakar
Gambar 2.6 Fokus Penelitian
(Rahayuningsih, 2012; Notoatmojo, 2012)
Alasan tindakanyang dilakukan
keluarga
38
2.4 Keaslian Penelitian
NONAMA
PENELITIJUDUL
PENELITIANMETODE
PENELITIANHASIL PENELITIAN
1 Razieh Froutan,Hamid RezaKhankeh,Masoud Fallahi,FazlollahAhmadi, danKian Norouzi
Pre-hospital burnmission as auniqueexperience: Aqualitative study
Penelitian kualitatifini menggunakanmetode analisis.Partisipannya total18 personelemergency careIran. Metodepurposivesampling.Pengumpulan datamenggunakanwawancara semiterstruktur danobservasi lapangan.
Hasilnya denganmenganalisis 498kode utama, empatkategori utama; sifatperawatan luka bakar,ketegangan di lokasikecelakaan, pekerjaanbertahap 'kelelahan',dan informasi yangtidak memadai, yangdiambil daripengalaman personildarurat pra-rumahsakit selamaperawatan luka bakar.Kategori ini masing-masing termasukbeberapa sub-kategoriyang diklasifikasikansesuai dengankarakteristik yangsignifikan.
2 Banu Karaoz First-aid HomeTreatment ofBurns AmongChildren andSomeImplications atMilas, Turkey
Penelitiandeskriptif inidilakukan di antara130 keluarga diMilas, Turki, yangmemiliki anak usia0 sampai 14 tahun.
Hasil penelitian iniyaitu di antara 130keluarga, sebanyak 53anak (40,8%)mengalami peristiwaluka bakar. 27 subjek(51%) pada lukabakarnya telah diobatidengan obat yangtidak pantas termasukyoghurt, pasta gigi,pasta tomat, es, putihtelur mentah, atauirisan kentang. Dari28 subjek (52,8%)yang telah diterapkanair dingin ke situsmembakar, 21 pasien(39,6%) diterapkan
39
hanya air dingin dan 7pasien (13,2%)digunakan zat lainbersama dengan airdingin. Selain itu, 13mata pelajaran(24,5%) diterapkan eslangsung pada kulitluka bakar. Tidaktermasuk subjek yangdiobati luka bakardengan hanya es,putih telur mentahadalah agen yangpaling umumdigunakan baiksendirian (n=3) ataudisertai dengan airdingin atau es (n=6)dalam total 11 subjek(21%) yangditerapkan telur.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian
Metode penelitian kualitatif yaitu jenis riset yang tidak mengadakan
perhitungan statistik dan berfokus pada kealamiahan sumber data yang
diperoleh (Afiyanti dan Rachmawati, 2014). Alasan memilih metode
penelitian kualitatif karena riset ini menggambarkan pengalaman hidup dan
konteks sosial dan budaya yang ada di sekeliling. Penelitian ini
menggunakan desain kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologi yaitu
suatu pendekatan dengan menggunakan penjelasan-penjelasan secara rinci
dan analisis yang rinci tentang pengalaman (seperti apa) yang dialami
individu dalam dunia kehidupan dan suatu situasi atau peristiwa
(bagaimana) yang dialami seorang individu (Afiyanti dan Rachmawati,
2014). Penelitian ini hanya ingin menguraikan atau mengeksplorasi tentang
pengalaman prehospital keluarga dalam menangani luka bakar.
3.2 Tempat Dan Waktu Penelitian
Tempat dan waktu penelitian sangat berpengaruh terhadap hasil yang
diperoleh dalam penelitian. Pemilihan tempat penelitian harus disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian, sehingga tempat
ditentukan benar-benar menggambarkan kondisi informan yang
sesungguhnya. Selama pengambilan data penelitian, peneliti memberi
41
kenyamanan pada parisipan dengan mengambil tempat wawancara sesuai
dengan keinginan partisipan (Polit & Hungler, 2005). Penelitian ini
dilakukan di RSUD Sukoharjo dan dilakukanpada bulan Februari sampai
bulan Maret2015.
3.3 Populasi Dan Sampel
3.1 Populasi
Populasi adalah subjek (misalnya manusia, klien) yang memenuhi
kriteria yang ditetapkan (Nursalam, 2014). Populasi merupakan
keseluruhan subyek penelitian atau obyek yang diteliti (Saryono dan
anggraeni, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga
yang mengalami luka bakar dan di rawat di RSUD Sukoharjo dan
berdomisili di wilayah Sukoharjo.
3.2 Sampel
Sampel pada penelitian kualitatif adalah unit sampel yang dapat
berupa orang, suatu konsep atau program suatu perilaku atau budaya
atau suatu kasus yang dibatasi waktu atau sistem. Sampel pada
penelitian ini adalah partisipan yang memenuhi kriteria inklusi (batasan
ciri atau karakter umum pada subjek penelitian) dan diseleksi melalui
proses rekruitmen (Saryono & Anggraeni, 2013).
Penelitian ini menggunakanmetode purposive sampling yaitu
sampel yang dipilih berorientasi pada tujuan penelitian. Partisipan
diseleksi atau dipilih secara sengaja karena memiliki pengalaman yang
42
sesuai dengan fenomena yang diteliti (Afiyanti dan Rachmawati, 2014).
Kriteria inklusi partisipan dalam penelitian ini antara lain :
1) Memiliki anggota keluarga yang mengalami luka bakar yang sedang
dirawat atau pernah dirawat di RSUD Sukoharjo dalam jangka waktu
3 bulan terakhir.
2) Mampu berkomunikasi dalam bahasa indonesia dan bahasa jawa
3) Berdomisili di wilayah sukoharjo
4) Bersedia menjadi partisipan dengan memberikan persetujuan dan
menandatangi lembar persetujuan (informed consent) menjadi
partisipan.
Penentuan jumlah
partisipandianggaptelahmemadaipadasaatinformasiyangdidapattelah
mencapai saturasi (Saryono &Anggraeni, 2010). Saturasi data adalah
partisipan sampai padasuatu titik kejenuhan dimana tidak ada informasi
baru yang didapatkan danpengulangan sudah di capai(Afiyanti dan
Rachmawati, 2014). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 5
partisipan.
3.4 Instrumen Dan Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan instumen inti dan instrument penunjang.
a. Instrumen
Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk melakukan sesuatu
sedangkan penelitian memiliki arti pemeriksaan, penyelidikan, kegiatan
43
pengumpulan, pengolahan analisis dan penyajian data secara sistematis
dan objektif (Nursalam, 2008). Instrumen penelitian ini dibagi menjadi
dua yaitu sebagai berikut :
1) Instrumen inti
Instrumen inti dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri.
Peneliti sebagai instrument inti berusaha untuk meningkatkan
kemampuan diri dalam melakukan wawancara. Peneliti melakukan
evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif,
penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta
kesiapan dan bekal memasuki lapangan (Sugiyono, 2013).
2) Instrumen penunjang
Instrument penunjang dalam penelitian ini sebagai berikut :
a) Data demografi meliputi kode partisipan, usia, jenis kelamin,
status, pendidikan terakhir, pengalaman memberikan pertolongan
pertama luka bakar, pelatihan yang pernah diikuti.
b) Alat tulis meliputi buku dan bolpoin.
c) Camera
Alat yang digunakan peneliti untuk dokumentasi berupa hasil
potret atau foto. Foto tersebut menggambarkan peneliti benar-
benar sedang melakukan wawancara dengan partisipan.
d) Alat perekam suara
Alat perekam suara sangat membantu peneliti dalam melakukan
wawancara. Peneliti menggunakan alat perekam suara untuk
44
mengingat kata demi kata dari partisipan sehingga akan mudah
dibuat transkrip. Alat perekam suara yang digunakan yaitu
smartphone yang dilengkapi program voice recorder. Alat
perekam diisi daya penuh sebelum digunakan. Alat perekam
suara telah dilakukan uji coba sebelumnya dan mampu merekam
suara selama 30-60 menit. File rekaman dipindahkan ke dalam
hardisk kemudian diberi nama kode partisipan dan tanggal. File
dapat disimpan dalam bentuk file MP3. Peneliti melakukan back
up file rekaman tersebut untuk meminimalisir hal-hal yang tidak
diinginkan (Afiyanti dan Rachmawati, 2014).
e) Pedoman wawancara
Peneliti sebelum melakukan wawancara biasanya peneliti
sebagai pewawancara menyusun suatu naskah wawancara
(interview script) sebagai pedoman agar proses wawancara
saling berkaitan satu sama lainya. Pedoman wawancara berfokus
pada subjek area tertentu yang diteliti, tetapi dapat direvisi
setelah wawancara, karena ide yang baru muncul belakangan.
Pewawancara bertujuan mendapatkan perspektif partisipan,
mereka harus ingat bahwa mereka perlu mengendalikan diri
sehingga tujuan penelitian dapat dicapai dan topik penelitian
tergali (Afiyanti dan Rachmawati, 2014).
f) Dokumentasi
45
Peneliti selain menggunakan rekaman dan foto tetapi juga
menggunakan lembar permohonan menjadi partisipan, lembar
persetujuan (informed consent) partisipan, dan lembar bukti
penanganan keluarga yang mengalami luka bakar.
b. Prosedur pengumpulan data
1) Fase Persiapan
Peneliti mengurus surat ijin penelitian dengan meminta surat
permohonan penelitiaan dari Program Studi S1 Keperawatan di
tujukan kepada Direktur RSUD Sukoharjo, proses perijinan melalui
bagian Diklat. Direktur RSUD Sukoharjo mengeluarkan surat ijin
penelitian, maka peneliti dapat melakukan pengambilan data ke
bagian rekam medik. Peneliti mengidentifikasi data status pasien
meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, diagnosa, tanggal masuk
rumah sakit dan kontak person yang didapatkan dari data rekam
medik. Peneliti melakukan penyeleksian sesuai dengan kriteria
inklusi.
Peneliti setelah mendapatkan data partisipan, kemudian
peneliti kontrak waktu dengan partisipan. Pertemuan pertama
bertujuan untuk membina hubungan saling percaya, menjelaskan
tujuan penelitian, manfaat penelitian, prosedur penelitian, hak-hak
partisipan, peneliti memberikan informed consent sebagaitanda bukti
atauperjanjian partisipan menandatangani informed consent bahwa
partisipan menyatakan bersedia menjadi partisipan dalam penelitian,
46
pengisian data demografi, dan menyepakati waktu wawancara akan
dilaksanakan (Sugiyono, 2014).
Peneliti sebelum melakukan wawancara dengan partisipan,
peneliti melakukan persiapan dengan mengecek alat yang
dipergunakan, peneliti harus menguasai konsep wawancara, dan
peneliti melakukan latihan wawancara (uji coba), sehingga hasil
wawancara sesuai dengan yang peneliti inginkan (sesuai fakta-
fakta). Latihan wawancara (uji coba) peneliti dilakukan untuk
mengasah kemampuan peneliti dalam berkomunikasi dengan baik.
Kemudian peneliti melakukan kontrak waktu dengan partisipan
sesuai dengan kesepakatan partisipan dan peneliti untuk melakukan
wawancara.
2) Fase pelaksanaan
Peneliti telah membuat perjanjian bersama partisipan yang
sudah bersedia menjadi partisipan. Penelitian ini menggunakan
teknik wawancara mendalam (in dept interview) dalam
pengumpulan data. Wawancara semi struktur adalah jenis
wawancara yang dalam pelaksanaannya lebih bebas dan bertujuan
untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak
yang diajak wawancara dimintai pendapat atau ide-ide (Afiyanti dan
Rachmawati, 2014). Peneliti dalam melaksanakan wawancara
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan
oleh partisipan.
47
Peneliti melakukan wawancara dengan pedoman wawancara,
camera, dan tape recorder. Wawancara dilakukan selama 30 menit
dan tidak dilakukan lebih dari satu jam, karena konsentrasi tidak
akan diperoleh. Beberapa kali wawancara singkat akan lebih efektif
dibanding hanya satu kali dengan waktu yang panjang (Afiyanti dan
Rachmawati, 2014). Wawancara dilakukan pada lima partisipan
dengan waktu yang berbeda pada bulan februari-maret 2015 dan
tempat yang berbeda yaitu di rumah partisipan masing-masing.
Wawancara ini dilakukan pada partisipan pertama (P1) pada tanggal
1 maret dan 11 april 2015, partisipan kedua (P2) tanggal 4 maret
2015, partisipan ketiga (P3) 5 april 2015, partisipan keempat (P4) 8
april 2015, partisipan kelima (P5) 22 april 2015 dan 2 mei 2015.
Setelah selesai melakukan wawancara, peneliti membuat
kesimpulan tentang hasil wawancara dan mengklarifikasi pernyataan
dari partisipan. Selanjutnya peneliti mengucapkan terimakasih dan
membuat kontrak untuk pertemuan selanjutnya.
3) Fase Terminasi
Tahap terakhir dalam pengumpulan data dilakukan terminasi
dengan melakukan validasi hasil wawancara kepada setiap partisipan
dengan waktu dan tempat yang berbeda-beda. Peneliti menanyakan
hasil transkrip dan analisa kepada semua partisipan, apakah sesuai
atau tidak dengan informasi yang telah di sampaikan partisipan
selama proses wawancara. Setelah seluruh partisipan mengatakan
48
bahwa isi transkrip wawancara dan analisanya telah sesuai dengan
apa yang dimaksud partisipan, kemudian peneliti menyatakan
penelitian telah selesai serta memberikan reward ucapan terimakasih
kepada partisipan.
3.5 Analisa Data
Menurut Creswell (2013) mengemukakan metode analisis data yang
lazim digunakan pada studi fenomenologi yaitu metode Collaizi. Peneliti
memilih metode Collaizi karena metode ini memberikan langkah-langkah
yang sederhana, jelas, dan rinci. Proses transkripsi pada penelitian ini
dilakukan dengan cara :
1. Peneliti mendengarkan hasil rekaman dan membaca seluruh hasil
penelitian (transkrip) untuk memahami maksud dari setiap pernyataan
partisipan.
2. Peneliti mengumpulkan gambaran fenomena partisipan. Membaca
ulang dan mendapatkan kata kunci.
3. Peneliti membaca semua protokol atau transkrip. Mencari arti atau
makna dari setiap kunci dari perasaan yang sesuai dari partisipan.
Kemudian mengidentifikasi pernyataan partisipan yang relevan. Serta
membaca transkrip secara berulang – ulang hingga ditemukan kata
kunci dari pernyataan – pernyataan.
4. Kemudian peneliti mencari makna dan dirumuskan kedalam tema.
Mengumpulkan kata-kata kunci yang memiliki makna yang sama
49
kedalam sebuah tema atau sub tema. Mengelompokkam sub tema, yang
sama kedalam suatu tema.
5. Peneliti mengintepretasikan tema yang didapat kedalam fenomena
yang diteliti.
6. Merumuskan gambaran hubungan antara tema dan sesuai dengan
fenomena yang diteliti.
7. Mengembalikan semua hasil penelitian pada masing-masing partisipan.
3.6 Keabsahan Data
Kriteria yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data atau
pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini meliputi empat hal yaitu :
1. Credibility ( kepercayaan )
Peneliti melakukan uji credibility pada penelitian ini dengan cara
mengembalikan transkrip wawancara atau data yang di peroleh kepada
partisipan untuk mengecek kebenaran dari data yang di berikan partisipan
mengenai pengalaman dalam penanganan luka bakar. Akhir wawancara
peneliti mengulangi kembali garis besar hasil wawancara baik secara
lisan maupun laporan tertulis kepada partisipan (member check) (Afiyanti
dan Rachmawati, 2014)
Partisipan menyatakan setuju dengan semua yang dilakukan
peneliti maka kesimpulan hasil penelitian dapat dikatakan kredibel.
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada partisipan. Tujuan member check untuk mengetahui seberapa jauh
data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh partisipan,
50
apabila data yang diberikan partisipan telah sesuai, maka hasil penelitian
dapat dikatakan kredibel (Afiyanti dan Rachmawati, 2014).
2. Dependability (Kebergantungan)
Uji dependability dilakukan dengan melakukan audit terhadap
keseluruhan proses penelitian. Peneliti melakukan komunikasi dengan
peneliti lain untuk berdiskusi atau eksternal review, peneliti
mengkonsultasikan hasil temuan atau fenomena dengan pembimbing.
Dosen pembimbing yang memeriksa dan memantau segala aktivitas yang
peneliti lakukan mulai dari menentukan masalah atau fokus, memasuki
lapangan, menentukan sumber data, melakukan analisis data, melakukan
uji keabsahan data sampai membuat kesimpulan. Peneliti melampirkan
lembar bukti konsultasi dan lembar bukti penelitian.
3. Uji Transferability
Transferability (keteralihan) menunjukkan derajat ketepatan atau
dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut
diambil. Peneliti dalam membuat laporan harus memberikan uraian yang
jelas, tepat, rinci, dan sistematis sesuai dengan konsep sehingga laporan
dapat di percaya (Sugiyono, 2014). Peneliti mencantumkan sumber yang
di teliti pada daftar pustaka.
4. Uji Confirmability
Confirmabilitydalam penelitian ini di lakukan dengan inguiry audit
melalui penerapan audit trail. Peneliti mengumpulkan hasil wawancara
dan catatan lapangan, kemudian peneliti meminta konfirmasi kepada
51
partisipan terkait transkrip wawancara atau kisi-kisi hasil analisis tema
yang telah di susun. Peneliti menyatakan hasil temuan-temuannya dengan
merefleksikannya pada jurnal yang terkait, buku, konsultasi dengan ahli,
dan meminta dosen pembimbing skripsi membandingkan dengan
melakukan analisis pembanding untuk menjamin hasil penelitian. Peneliti
memperoleh konfirmabilitas dengan mendapatkan hubungan data yang
dihasilkan peneliti dengan sumbernya tersebut akurat. Sehingga para
pembaca dapat menentukan bahwa kesimpulan dan penafsiran apa yang
dituliskan peneliti muncul langsung dari sumber data tersebut (Afiyanti,
2014).
3.7 Etika Penelitian
Etika penelitian pada penelitian ini yang digunakan peneliti yaitu sebagai
berikut :
1. Persetujuan Riset (Informed Concent)
Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dengan partisipan penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Tujuan informed consent agar partisipan mengerti maksud dan tujuan
penelitian, jika partisipan bersedia maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan dan jika partisipan tidak bersedia maka peneliti harus
menghormati hak partisipan (Hidayat, 2009). Peneliti memberikan
lembar permohonan menjadi partisian dengan menjelaskan isi dari
lembar tersebut. Setelah partisipan memahami isi dalam lembar
52
permohonan partisipan dan bersedia menjadi partisipan, maka peneliti
memberikan informed consent kepada partisipan untuk menandatangani
sebagai lembar persetujuan partisipan.
2. Kerahasiaan (Confidentiality)
Masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil
penelitian, baik informasi maupun masalah lainnya, semua informasi
yang telah di kumpulkan di jamin kerahasiaannya oleh peneliti hanya
kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat,
2009). Peneliti menyimpan data partisipan dalam folder yang hanya
diketahui oleh peneliti dan mencantumkan data atau informasi yang
dibutuhkan dalam laporan penelitian serta tidak mempublikasikan semua
informasi partisipan.
3. Tanpa Nama (Anonimity)
Merahasiakan atau tidak mencantumkan nama parisipan dan hanya
menuliskan kode atau inisial pada lembar pengumpulan data atau
penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2009). Peneliti dalam
menuliskan nama partisipan dengan menggunakan kode partisipan dan
nomor partisipan yaitu P1 (partisipan pertama), P2 (partisipan kedua), P3
(partisipan ketiga) dan seterusnya.
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN
BAB 4 ini menjelaskan mengenai hasil penelitian yang didapatkan terkait
pengalaman prehospital keluarga dalam penanganan luka bakar di RSUD
Sukoharjo. Tema-tema yang didapatkan dari penelitian ini diperoleh berdasarkan
hasil wawancara yang dilakukan pada 5 anggota keluarga yang memiliki anggota
keluarga yang terkena luka bakar. Tema yang didapat meliputi 9 tema antara lain
persepsi tentang bahaya luka bakar, ketidakberdayaan, rasa empati, pertolongan
keluarga dalam penanganan luka bakar, upaya mencari pelayanan kesehatan,
keyakinan dari keluarga, ketidaktahuan penanganan luka bakar, minim saranan
dan prasarana, pemanfaatan sumber daya. Berikut uraian dari diskripsi tempat
penelitian dan hasil analisi tema yang muncul.
4.5 Lokasi Tempat Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo merupakan rumah sakit kelas B
non pendidikan dan di tetapkan statusnya sebagai Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) RSUD Kabupaten Sukoharjo. RSUD Kabupaten Sukoharjo
dengan letak geografis dekat dengan kompetitor Rumah Sakit besar di Solo.
RSUD kabupaten sukoharjo ini lebih sering disebut dengan nama DKR
(Djawatan Kesehatan Rakyat) karena dahulu pada 14 Agustus 1960 DKR
merupakan awal beroperasinya RSUD Kabupaten Sukoharjo. RSUD
54
Kabupaten Sukoharjo ini milik pemerintah daerah yang menjadi rujukan bagi
± 21 puskesmas. RSUD Kabupaten Sukoharjo memiliki angka luka bakar
yang cukup pada tahun 2014 sebesar 34 pasien dengan diagnosa luka bakar.
4.6 Karakteristik Paristipan
a. Partisipan 1 (P1)
Partisipan 1 adalah seorang kakak dari korban luka bakar akibat sengatan
listrik. Partisipan 1 berjenis kelamin laki-laki yang berusia 35 tahun dan
pendidikan terakhir SD. Partisipan merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Adik dari partisipan yang ke dua menjadi korban luka bakar
akibat sengatan listrik pada saat kerja. Partisipan merawat adeknya selama
± 32 hari di rumah sakit.
b. Partisipan 2 (P2)
Partisipan 2 merupakan seorang ibu dari anak korban luka bakar akibat
tersiram air tremos. Partisipan 2 perempuan yang berusia 25 tahun dan
pendidikan terakhir SMK. Partisipan merawat keluarga selama 2 minggu
di rumah sakit.
c. Partisipan 3 (P3)
Partisipan 3 adalah dua pasang suami istri yang mengalami luka bakar
akibat tabung gas yang meledak. Partisipan bernama Ny. N dan istrinya
bernama Tn. M. Partisipan atau Tn. M berusia 74 tahun berjenis kelamin
laki-laki bekerja membantu Ny. N berjualan bubur pada pagi hari di depan
emperan toko. Partisipan merawat luka bakar selama ± 2 bulan.
55
d. Partisipan 4 (P4)
Partisipan 4 merupakan seorang perempuan berusia 48 tahun. Partisipan
berjualan bakso dan mie ayam di warung. Pendidikan terakhir partisipan
SD. Partisipan melakukan pengobatan selama ± 3 bulan.
e. Partisipan 5 (P5)
Partisipan 5 adalah seorang ibu dari anak yang mengalami luka bakar
tersiram air panas dari panci. Partisipan berusia 41 tahun berjenis kelamin
perempuan. Pendidikan terakhir partisipan SD. Partisipan merawat
keluarganya selama ± 1 bulan.
4.7 Hasil penelitian
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 5 partisipan dari anggota
keluarga dengan luka bakar diketahui tentang pengalaman prehospital
keluarga dalam penanganan luka bakar di RSUD Sukoharjo. Wawancara
dilakukan sesuai waktu dan tempat sudah disepakati oleh partisipan
sebelumnya dan saat wawancara dipilih tempat yang nyaman dan jauh dari
keramaian yaitu rumah partisipan supaya partisipan dapat mengungkapkan
jawaban dari pertanyaan yang diberikan oleh peneliti secara mendalam dan
terbuka mengenai persepsi, respon, tindakan, alasan tindakan, faktor yang
menghambat, dan mekanisme koping keluarga dalam penanganan luka bakar
pada anggota keluarganya.
Penelitian ini menghasilkan 9 tema berdasarkan hasil analisis tematik
yang dilakukan oleh peneliti. Analisis tema ini disusun mulai dari pencarian
56
kata kunci, pengelompokan kategori-kategori kemudian membentuk sub tema
dan menjadi tema yang sudah diperoleh dari hasil penelitian. Penelitian ini
menemukan beberapa tema yaitu persepsi tentang bahaya luka bakar,
ketidakberdayaan, rasa empati, pertolongan keluarga dalam penanganan luka
bakar, upaya mencari pelayanan kesehatan, keyakinan dari keluarga,
ketidaktahuan penanganan luka bakar, minim saranan dan prasarana,
pemanfaatan sumber daya. Peneliti akan menjelaskan tema-tema yang di telah
di temukan yaitu sebagai berikut :
4.3.1 Tujuan Khusus 1 : Mengidentifikasi persepsi keluarga tentang luka bakar
Persepsi keluarga dalam penanganan luka bakar di dapatkan satu
tema yaitu persepsi tentang bahaya luka bakar dari tema di atas
didapatkan dua sub tema yaitu Penyakit yang berbahaya dan Penyakit
yang tidak berbahaya.
Sub tema penyakit yang berbahaya di kategorikan dalam tiga
kategori yaitu penyakit yang serius, masalah yang mengancam nyawa,
dan menyebabkan kecacatan. Kategori penyakit yang serius diungkapkan
oleh empat partisipan seperti berikut :
“...luka bakar api itu kan bahaya...” (P1)
“Ya kalau sebenarnya diperhitungkan bahaya no, kaki duahitungannya ya menghabiskan uang banyak hahahahakalau bahaya.” (P3)
“Bahaya, yang penting itu mengejar nyawanya hidup.”(P4)“Ya sangat berbahaya.” (P5)
57
Ungkapan partisipan di atas menunujukkan bahwa luka bakar
merupakan penyakit yang serius yang membutuhkan penanganan segera.
Luka bakar juga di persepsikan sebagai masalah yang mengancam jiwa
seperti ungkapan ketiga partisipan berikut ini :
“Tanggapan saya luka bakar itu ada yang biasa dan adayang parah mbak...” (P1)“...luka itu ada yang parah dan nggak parah, tergantungpenyebabnya...” (P2)“...bisa menyebabkan kulit menjadi rusak, cacat dan dapatmengakibatkan kematian.” (P2)“Yang namanya luka bakar itu ya butuh penanganan cepetmbak, takutnya itu kenapa-napa.” (P5)
Partisipan mempersepsikan bahwa luka bakar merupakan suatu
masalah yang dapat mengancam nyawa. Luka bakar dipersepsikan
sebagai menyebabkan kecacatan seperti yang ungkapkan tiga partisipan
berikut ini :
“...lukanya tambah parah mbak bisa jadi rusak gak segerasembuh...” (P1)“...bisa menyebabkan kulit menjadi rusak, cacat dan dapatmengakibatkan kematian.” (P2)“Ya takut mbak, luka bakar kalau nggak segera di obatinanti kulitnya jadi cacat.” (P5)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa sebagian
partisipan beranggapan luka bakar dapat menyebabkan kecacatan. Sub
Temapenyakit yang tidak berbahaya di kategorikan dalam satu kategori
yaitu masalah yang tidak serius. Penyakit yang tidak serius diungkapkan
oleh dua partisipan seperti berikut :
“Tanggapan saya luka bakar itu ada yang biasa dan adayang parah mbak...” (P1)“...luka itu ada yang parah dan nggak parah, tergantungpenyebabnya...” (P2)
58
Partisipan mempersepsikan luka bakar merupakan masalah yang
tidak serius. Komponen Persepsi tentang bahaya luka bakar dapat di lihat
pada gambar 4.1 di bawah ini :
4.3.2 Tujuan khusus 2 : Mengidentifikasirespon psikologi keluarga dalam
menangani luka bakar
Respon psikologi keluarga di dapatkan dua tema yaitu
ketidakberdayaan keluarga dalam penanganan luka bakar dan rasa empati
keluarga dalam penanganan luka bakar. Tema ketidakberdayaan keluarga
dalam penanganan luka bakar di susun oleh tiga sub tema yaitu pasrah,
tidak bisa mengambil keputusan dan ketakutan. Sub tema pasrah di
persepsikan menjadi satu kategori yaitu tidak mempunyai pilihan.
Kategori tidak mempunyai pilihan yang diungkapkan oleh satu partisipan
seperti berikut ini :
“Ya namanya adek sendiri, ya bingung mbak gimana.Apalagi kan pas waktu itu pingsan, jadi gak bisa apa-
Gambar 4.1Skema tema persepsi tentang bahaya luka bakar
Bahaya Penyakit yangserius
Penyakit yangberbahaya
Persepsi tentangbahaya luka
bakar
1. Parah2. Penanganan cepat3. Kematian
Masalah yangmengancam
nyawa
Menyebabkankecacatan
1. Rusak2. Cacat
Masalah yangtidak serius
1. Biasa2. Nggak parah
Penyakit yangtidak
berbahaya
59
apalah pokoknya gak bisa rasain, nyritainnya gimanagak bisa mbak...” (P1)
Ungkapan partisipan diatas menunjukan bahwa sebagian partisipan
merasa tidak mempunyai pilihan ketika dalam kondisi terjadi luka bakar
pada anggota keluarganya. Tema ketidakberdayaan keluarga dalam
penanganan luka bakar juga di bangun oleh sub tema tidak bisa
mengambil keputusan yang disusun kategori bingung dan campur aduk.
Kategori bingung seperti yang di ungkapkan oleh dua partisipan berikut :
“Ya namanya adek sendiri, ya bingung mbak gimana...” (P1)
“Bingung mbak gimana agar nggak panas.” (P4)
Ungkapan partisipan di atas mengungkapkan bahwa partisipan
kebingungan harus melakukan pertolongan apa ketika terjadi luka bakar.
Pada sub tema tidak bisa mengambil keputusan terdapat juga kategori
campur aduk seperti yang di ungkapkan oleh satu partisipan berikut :
“...sedih mbak udah ketir-ketir bisa sembuh apa nggak,pikirannya udah campur aduk...” (P2)
Partisipan mengungkapkan bahwa perasaan yang dialami partisipan
campur aduk ketika anggota keluarganya terkena luka bakar. Tema
Ketidakberdayaan keluarga dalam penanganan luka bakar di susun oleh
sub tema ketakutan yang juga di kategorikan takut tidak sembuh dan di
ungkapkan oleh tiga partisipan seperti berikut :
“Karna saya memikirkan keadaan adek saya, saya takutterjadi apa-apa.” (P1)“...sedih mbak udah ketir-ketir bisa sembuh apa nggak,pikirannya udah campur aduk...” (P2)“...takutnya nanti jadi kenapa-napa sampek saya stressseminggu mbak tensi saya naik.” (P5)
60
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa perasaan yang di
alami partisipan takut dan khawatir ketika anggota keluarganya terkena
luka bakar. Komponen tema ketidakberdayaan keluarga dalam
penanganan luka bakar dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini :
Selain tema Ketidakberdayaan keluarga dalam penanganan luka
bakar terdapat juga tema Rasa empati keluarga dalam penanganan luka
bakar di susun oleh dua sub tema yaitu berduka dan kasihan. Sub tema
berduka disusun dua kategori yaitu kategori sedih dan menangis.
Kategori sedih di ungkapkan oleh dua partisipan seperti berikut :
“...sedih mbak udah ketir-ketir bisa sembuh apa nggak...” (P2)“Aduh sedih mbak...” (P5)
Partisipan mengungkapkan bahwa mereka sedih ketika keluarganya
mengalami luka bakar. Sub tema berduka juga di kategorikan dengan
menangis yang di ungkapkan oeh satu partisipan seperti berikut :
“Ya sudah nggak gimana-gimana nak, mbah putri itunangis trus minta tolong-tolong ya begitu.” (P3)
Gak bisa apa-apalahpokoknya gak bisarasain
Tidakmempunyai
pilihanPasrah
Ketidakberdayaankeluarga dalam
penanganan lukabakar
Bingung Tidak bisamengambilkeputusan
Campur aduk
1. Takut2. Ketir-ketir
Takut tidaksembuh
Ketakutan
Bingung
Campur aduk
Gambar 4.2Skema tema ketidakberdayaan keluarga dalam penanganan luka bakar
61
Partisipan mengungkapkan ketika terjadi masalah dalam
keluarganya, partisipan hanya bisa menangis meratapi masalahnya. Sub
tema kasihan di susun oleh satu kategori yaitu tidak tega yang di
ungkapkan satu partisipan seperti berikut :
“...pikirannya udah campur aduk nggak tega melihatlukanya M...” (P2)
Ungkapan partisipan di atas menunujukkan bahwa partisipan tidak
tega ketika keluarganya mengalami luka bakar. Komponen tema rasa
empati keluarga dalam penanganan luka bakar dapat dilihat pada gambar
4.3 berikut ini :
4.3.3 Tujuan Khusus 3 : Mengidentifikasi tindakan yang dilakukan keluarga
dalam menangani luka bakar
Tujuan khusus ketiga ini mengidentifikasi tindakan yang dilakukan
keluarga dalam menangani luka bakar yang terdapat dua tema yaitu
pertolongan pertama keluarga dalam penanganan luka bakar dan upaya
mencari pelayanan kesehatan. Tema pertolongan pertama keluarga dalam
penanganan luka bakar di bangun oleh tiga sub tema yaitu perilaku
Gambar 4.3Skema tema rasa empatikeluarga dalam penanganan luka bakar
Sedih Berduka
Rasa empati keluargadalam penanganan luka
bakar
Sedih
Nangis Menangis
Nggak tega Tidak tega Kasihan
62
keluarga terhadap sumber kebakaran, menghentikan proses kebakaran,
dan tindakan perawatan luka bakar.
Sub tema pertama perilaku keluarga terhadap sumber kebakaran
yang di persepsikan menajadi tiga kategori yaitu menjauhkan tremos, lari
dan menjauhkan panci. Kategori menjauhkan tremos di ungkapkan oleh
satu partisipan seperti berikut :
“Saya langsung menjauhkan tremosnya mbakdari M...” (P2)
Ungkapan partisipan diatas menunjukkan bahwa tindakan pertama
yang dilakukan partisipan dengan menjauhkan tremos ketika keluarganya
tersiram air tremos. Kategori kedua yaitu kategori lari yang di ungkapkan
oleh dua partisipan seperti berikut :
“...untung rumahnya tidak kebakar yang kebakar sayasama mbah putri lari sampai sini terus masih kesampeanapi itu.” (P3)“...saya nggak tahan saya lari pulang sama kakakperempuan saya, sampai disini saya suruh ambilkansarung anak saya terus saya langsung ke DKR.” (P4)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan ketika terjadi peristiwa yang membahayakan pada dirinya
dengan berlari dari tempat kejadian. Kategori ketiga yaitu menjauhkan
panci yang di ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut :
“Oh iya ho’o pancinya udah langsung di buang aja trusnolong anaknya itu...” (P5)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan partisipan dalam menolong anggota keluarganya dengan
membuang panci. Sub tema yang kedua yaitu menghentikan proses
63
kebakaran yang di persepsikan menjadi empat kategori yaitu melepas
pakaian korban, memberikan keset di lantai, menepuk dengan tangan dan
disiram air. Kategori melepas pakaian korban di ungkapkan oleh satu
partisipan seperti berikut ini :
“...Habis itu saya melepas bajunya M. Trus ibu sayanyuruh bawa ke orang pinter mbak...” (P2)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan dengan melepas baju anggota keluarganya yang badannya
tersiram air panas. Kategori memberikan keset di lantai di ungkapkan
oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“Saya langsung menjauhkan tremosnya mbak dari M trussaya kasih keset dilantainya itu...” (P2)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan partisipan untuk menghentikan proses kebakaran dengan
memberikan keset pada lantai yang bertujuan agar air panas yang tumpah
ke lantai itu tidak mengenai lagi pada korban dan orang lain. Kategori
menepuk dengan tangan di ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut
ini :
“Ya hanya di tepuk-tepukin pakai tangan.” (P3)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan untuk menghentikan proses kebakaran pada baju yang
dipakainya dengan menepuk-nepuk menggunakan tangan. Kategori
disiram air di ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“...langsung aja di bawa ke dalam kamar mandi diguyurin air...”(P5)
64
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan partisipan untuk menghentikan proses kebakaran pada anggota
keluarganya yang tersiram air panas dari panci itu dengan mengguyur air
kamar mandi.Sub tema yang ketiga yaitu tindakan perawatan luka bakar
yang di persepsikan menjadi enam kategori yaitu pemberian terapi air
garam, pemberian minyak goreng, pemberian alkohol, dikipasi,
pemberian pasta gigi dan pemberian bedak. Kategori pemberian air
garam di ungkapkan oleh dua partisipan seperti berikut ini :
“Disana saya di kasih garam sama air yang udah disuwok (di jampi-jampi) dan di doa-doakan orangpinternya (dukun) itu mbak.” (P2)
“Sama orang pinternya disuruh nyampurin trus diolesinyang luka sama disuruh minumkan air putihnya ke Msedikit mbak.” (P2)
“Sama orang pinternya (dukun) disuruh nyampurin trusdiolesin yang luka sama disuruh minumkan air putihnyake M sedikit mbak.” (P2)
“Saya mandi air minyak, minyak goreng itu saya pakaimandi. Ada yang ngolesin garam, gitu.” (P4)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan partisipan untuk merawat luka bakar dengan memberikan air
garam. Kategori pemberian minyak goreng di ungkapkan oleh satu
partisipan seperti berikut ini :
“Saya mandi air minyak, minyak goreng itu saya pakaimandi. Ada yang mblonyok’i garam, gitu.” (P4)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan partisipan untuk merawat luka bakar dengan mandi air minyak
65
goreng. Kategori pemberian alkohol di ungkapkan oleh satu partisipan
seperti berikut ini :
“Dikasih revanol nak.” (P3)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan partisipan untuk merawat luka bakar dengan memberikan
revanol. Kategori dikipasi di ungkapkan oleh satu partisipan seperti
berikut ini :
“...Iya kepanasan dikipasi dulu, trus ambil odol (pastagigi)...” (P5)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan partisipan untuk merawat luka bakar dengan cara dikipasi.
Kategori pemberian pasta gigi di ungkapkan oleh satu partisipan seperti
berikut ini :
“..Iya kepanasan dikipasi dulu, trus ambil odol (pastagigi)....” (P5)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan partisipan untuk merawat luka bakar dengan cara memberikan
pasta gigi. Kategori pemberian bedak di ungkapkan oleh satu partisipan
seperti berikut ini :
“...trus masih kepanasan juga kasih talek (bedaktabur).” (P5)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan partisipan untuk merawat luka bakar dengan cara memberikan
66
bedak. Komponen pertolongan pertama keluarga dalam penanganan luka
bakar dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut ini :
Dikipasi
Odol (pasta gigi) Pemberian pastagigi
Gambar 4.4Skema tema pertolongan pertama keluarga dalam penanganan luka bakar
Mandi air minyak,minyak goreng
Perilaku keluargaterhadap sumber
kebakaran
Pertolongan pertamakeluarga dalam
penanganan lukabakar
Pancinya udahlangsung di buang
Lari
Menjauhkan panci
Lari
Melepas bajunya M.Melepas pakaian
korban
Memberikan kesetdi lantaiKasih keset dilantainya
Ditepuk-tepukin
Di bawa ke dalam kamarmandi diguyurin air
Menepuk dengantangan
Disiram air
Menghentikanproses
kebakaran
1. Dikasih Garamsama air
2. Diolesin yang luka3. Minumkan air
putihnya4. Ada yang ngolesin
garam
Pemberian terapi airgaram
Pemberian minyakgoreng Tindakan
perawatan lukabakarDikasih revanol Pemberian alkohol
Dikipasi
Kasih talek (bedaktabur)
Pemberian bedak(tabur)
Menjauhkan tremos Menjauhkan tremos
67
Tema yang kedua yaitu upaya mencari pelayanan kesehatan yang
di susun oleh tiga sub tema yaitu dibawa ke pelayanan kesehatan medis,
dibawa ke pengobatan tradisional dan ketidakpuasan terhadap
pengobatan tradisonal. Pada sub tema dibawa ke pelayanan kesehatan
medis di persepsikan sebagai kategori dibawa ke rumah sakit yang di
ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“Pas waktu kejadian pertama ya mbak, aku langsungminta tolong sama warga setempat, pinjem mobillangsung bawa ke RSUD Sukoharjo...” (P1)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa upaya keluarga
dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cara membawa
langsung anggota keluarganya ke rumah sakit terdekat. Sub tema dibawa
ke pengobatan tradisional dipersepsikan sebagai kategori dibawa ke
dukun yang di ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“...Ya langsung saya bawa ke orang pinter (dukun) samaibu saya.” (P2)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa upaya keluarga
dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cara membawa
langsung anggota keluarganya ke pengobatan tradisional yaitu dukun.
Sub tema ketidakpuasan terhadap pengobatan tradisonal dipersepsikan
sebagai kategori pengobatan tradisional tidak efektif.
Kategori pengobatan tradisional yang tidak efektif di ungkapkan oleh dua
partisipan seperti berikut ini :
“Apa ya mbak, kalo dilukanya kayaknya belom adaperubahan dan Mnya juga masih rewel, nangis mbak.” (P2)
68
“Iya mbak masih kepanasan trus 2 hari melepuh saya bawake puskesmas dulu setelah itu saya bawa ke RSUDsukoharjo.” (P5)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa upaya keluarga
dalam mendapatkan pelayanan kesehatan mengalami ketidakpuasan
terhadap hasil pengobatan tradisional. Komponen tema upaya mencari
pelayanan kesehatan dapat dilihat pada gambar 4.5 berikut ini :
4.3.4 Tujuan Khusus 4 : Mengidentifikasi alasan tindakan yang dilakukan
keluarga dalam menangani luka bakar
Tujuan khusus keempat mengidentifikasi alasan tindakan yang
dilakukan keluarga dalam menangani luka bakar yang terdapat dua tema
yaitu keyakinan keluarga dalam penanganan luka bakar dan Kurang
Pengetahuan keluarga tentang penanganan luka bakar. Tema keyakinan
keluarga dalam penanganan luka bakar di susun oleh satu sub tema yaitu
keyakinan. Sub tema keyakinan di persepsikan menjadi dua kategori
Langsung bawake RSUDSukoharjo
Dibawa kerumah sakit
Dibawa kepelayanan
medis
Langsung sayabawa ke orang
pinter
Dibawa kedukun
Dibawa kepengobatantradisional
Belum adaperubahan
Pengobatantradisional
tidak efektif
Ketidakpuasanterhadap
pengobatantradisional
Upaya mencaripelayanankesehatan
Gambar 4.5Skema tema upaya mencari pelayanan kesehatan
69
yaitu kepercayaan dari nenek moyang dan kepercayaan diri sendiri.
Kategori kepercayaan dari nenek moyang di ungkapkan oleh satu
partisipan yaitu seperti berikut ini :
“Ya karna kepercayaan dari ibu saya...” (P2)
“....dari jaman dulu kan kalau sakit dibawa ke orangpinter dulu...” (P2)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa alasan partisipan
membawa anggota keluarganya yang sakit ke pengobatan tradisional
karena kepercayaan dari nenek moyang. Kategori kepercayaan diri
sendiri di ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“Ya menurut saya sendiri mbak saya percaya orang sayaudah ngalami sendiri, dulu saya juga pernah kena lukabakar...” (P5)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa alasan partisipan
memberikan pertolongan luka bakar karena kepercayaan partisipan yang
sudah mengalami dan merawat luka bakar. Komponen tema keyakinan
keluarga dalam penanganan luka bakar seperti di bawah ini :
Tema kurang pengetahuan keluarga tentang penanganan luka bakar
disusun oleh satu sub tema ketidaktahuan penanganan luka bakar yang di
1. Kepercayaan2. Jaman dulukan
kalau sakit dibawake orang pinter
Kepercayaandari nenekmoyang Keyakinan
keluarga dalampenanganan luka
bakarKepercayaan dirisendiri
Menurut saya sendiri
Keyakinan
Gambar 4.6Skema tema keyakinan keluarga dalam penanganan luka bakar
70
persepsikan menjadi tiga kategori yaitu tidak pengalaman, kurang
pengalaman dan tidak ada penyuluhan. Kategori tidak pengalaman yang
di ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“...masalahnya kalau saya mau berikan obat takut salahkarna saya nggak tau mbak gimana caranya ngobatinadek saya.” (P1)
Ungkapan partisipan diatas menunjukkan bahwa partisipan tidak
pengalaman dalam penanganan luka bakar. Kategori kurang pengalaman
di ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“Karna kurang pengalaman juga mbak, nggak tau harusgimana...” (P2)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa partisipan kurang
pengalaman dan tidak mengetahui secara benar dan tepat dalam
memberikan penanganan luka bakar. Kategori tidak ada penyuluhan di
ungkapkan oleh lima partisipan seperti berikut ini :
“Belom pernah mbak...” (P1)“Nggak ada mbak.” (P2)“Nggak ada...karna setelah sudah terjadi sudahkebakaran ya dikasih tau itu di rumah sakit kandang sapiya sebenernya mbah luka bakar kebakaran itu dicelupkanair terus...” (P3)“Nggak mbak.” (P4)“Belom ada penyuluhan mbak...” (P5)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa semua partisipan
belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang penanganan luka bakar.
71
Komponen kurang pengetahuan keluarga tentang penanganan
lukabakar dapat dilihat pada gambar 4.7 berikut ini :
4.3.5 Tujuan Khusus 5 : Mengidentifikasi faktor yang menghambat tindakan
keluarga dalam menangani luka bakar
Tujuan khusus kelima mengidentifikasi faktor yang menghambat
tindakan keluarga dalam menangani luka bakar yang didapat satu tema
Minim sarana dan prasarana dalam penanganan luka bakar yang di susun
menjadi empat sub tema yaitu masalah transportasi, sarana pelayanan
kesehatan, jarak menuju pelayanan kesehatan dan masalah ekonomi. Sub
tema masalah transportasi di persepsikan menjadi satu kategori tidak
punya mobil yang di ungkapkan oleh tiga partisipan seperti berikut ini :
“Pas waktu kejadian pertama ya mbak, aku langsungminta tolong sama warga setempat, pinjem mobillangsung bawa ke RSUD Sukoharjo...” (P1)“...gak punya mobil mbak...” (P2)“Kalau naek bis lama mbak, ada sepedamotor ya saya naek motor berdua sama anaksaya mbak, mau naek mobil nggak punyamobil...” (P5)
Gambar 4.7Skema tema kurang pengetahuan keluarga tentang penanganan luka bakar
Saya nggak tau mbakgimana caranya
ngobatin
Tidakpengalaman
Kurang pengalaman
Tidak adapenyuluhan
Kurangpengetahuan
keluarga tentangpenanganan luka
bakar
Kurangpengalaman
1. Belom pernah2. Nggak ada
72
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa faktor yang
menghambat partisipan dalam penanganan luka bakar dikarenakan
masalah transportasi. Sub tema sarana pelayanan kesehatan di
persepsikan menjadi dua kategori yaitu alatnya yang kurang memadai
dan kapasitas kamar. Kategori alatnya yang kurang memadai di
ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“...langsung di bawa ke rumah sakit yang terdekat sinikan DKR itu...katanya alatnya itu kurang apa ya kurangmemadai gitu jadi nggak sangguplah dokternya trus dikasih saran ke dr.oen...” (P1)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa faktor yang
menghambat dalam penanganan luka bakar yaitu tidak adanya alat yang
memadai di tempat pelayanan kesehatan. Kategori kapasitas kamar di
ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“Iya mbak, jadi sebelum masuk di dr.Oen tak bawa duluke DKR tapi karna disana tidak bisa nangani dankamarnya penuh akhirnya saya bawa ke dr.Oen.” (P2)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa faktor yang
menghambat dalam penanganan luka bakar dikarenakan fasilitas kamar
di tempat pelayanan kesehatan yang di tempati tidak mencukupi untuk
menampung pasien sehingga harus di rujuk ke tempat pelayanan
kesehatan lain. Sub tema jarak menuju pelayanan kesehatan di
persepsikan sebagai jarak yang di ungkapkan oleh satu partisipan seperti
berikut ini :
“Kendalanya ya jaraknya RS dari rumah mbak...” (P5)
73
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa faktor yang
menghambat dalam penanganan luka bakar dikarenakan jarak tempuh ke
tempat pelayanan kesehatan. Sub tema masalah ekonomi di persepsikan
sebagai masalah biaya berobat yang di ungkapkan oleh tiga partisipan
seperti berikut ini :
“Biaya pengobatan selama di rumah sakit mbak...” (P1)“...yang jelas sudah habisin uang sepuluh juta lebih...” (P3)“tiap dua bulan tiap sore kesini bersihin sama diperbantotalnya bayarannya disana habis satu juta empat ratus tapibelum saya bayar...” (P4)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa faktor yang
menghambat dalam penanganan luka bakar karena adanya masalah biaya
berobat di dalam keluarga.Komponen minim sarana dan prasarana dalam
penanganan luka bakar dapat di lihat pada gambar 4.8 berikut ini :
1. Pinjem mobil2. Gak punya mobil3. Nggak punya
mobil
Tidak punyamobil
Masalahtransportasi
Minim saranadan prasarana
dalampenangananluka bakar
Alatnya itu kurangapa ya kurang
memadai gitu jadinggak sangguplah
dokternya
Alat yangkurang
memadaiSarana
pelayanankesehatanDisana tidak bisa
nangani dan kamarnyapenuh
KapasitasKamar
Jaraknya JarakJarak menuju
playanankesehatan
1. Biaya pengobatan2. Uang3. Habis satu juta
empat ratus tapibelum saya bayar
Masalah biayaberobat
MasalahEkonomi
Gambar 4.8Skema tema minim sarana dan prasarana dalam penanganan luka bakar
74
4.3.6 Tujuan Khusus 6 : Mengidentifikasi mekanisme koping terhadap
hambatan keluarga dalam menangani luka bakar
Tujuan khusus ke enam ini mengidentifikasi mekasnisme koping
terhadap hambatan keluarga dalam menangani luka bakar yang
didapatkan satu tema yaitu pemanfaatan sumber daya yang di susun oleh
lima sub tema yaitu mencari bantuan, menjual harta benda, meminta
rujukan ke rumah sakit lain, melakukan aktivitas dan strategi. Sub tema
mencari bantuan di persepsikan sebagai meminta tolong yang di
ungkapkan oleh dua partisipan seperti berikut ini :
“...aku langsung minta tolong sama warga setempat,pinjem mobil langsung bawa ke RSUD Sukoharjo..” (P1)“...minta tolong tetangga yang punya mobil untuk ngantarke rumah sakit.” (P2)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa partisipan dalam
menyelesaikan masalah yang ada dengan cara meminta bantuan kepada
orang lain. Sub tema menjual harta benda di persepsikan menjadi dua
kategori menjual tanah dan menjual kalung serta gelang. Kategori
menjual tanah di ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“Iya mbak, jadi keluarga itu jual tanah ya apa yang dipunya di jual mbak...” (P1)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa cara partisipan
menyelesaikan masalah dalam penanganan luka bakar dengan menjual
tanah yang dimiliki keluarga. Kategori menjual kalung dan gelang di
ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“Punyanya kita sendiri ya sudah apa punyanya kalungjual, gelang jual yang penting bisa untuk berobat.” (P3)
75
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa cara yang
dilakukan partisipan dalam menyelesaikan masalah dalam penanganan
luka bakar dengan menjual perhiasan yang dimiliki keluarga. Sub tema
meminta rujukan ke rumah sakit lain di persepsikan menjadi dua kategori
yaitu meminta rujukan pindah ke dr.oen dan meninta rujukan pindah ke
RSUD Sukoharjo. Kategori meminta rujukan pindah ke dr.oen yang di
ungkapkan oleh dua partisipan seperti berikut ini :
“...langsung di bawa ke rumah sakit yang terdekat sinikan DKR itu...katanya alatnya itu kurang apa ya kurangmemadai gitu jadi nggak sangguplah dokternya trus dikasih saran ke dr.oen itu langsung saya cabut minta suratrujukan saya pindah kesana.” (P1)“...akhirnya saya bawa ke dr.Oen.” (P2)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa cara partisipan
menyelesaikan masalah dalam penanganan luka bakar dengan meminta
rujukan pindah ke rumah sakit lain. Kategori meninta rujukan pindah ke
RSUD Sukoharjo di ungkapkan oleh satu partisipan seperti berikut ini :
“...trus 2 hari melepuh bawa ke puskesmas takutnya disitukurang apa ya trus saya minta rujukan aja di bawa keRSUD sukoharjo.” (P5)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa cara partisipan
menyelesaikan masalah dalam penanganan luka bakar dengan meminta
rujukan pindah ke rumah sakit lain. Sub tema melakukan aktivitas di
persepsikan sebagai kategori bekerja yang di ungkapkan oleh satu
partisipan seperti berikut in :
“Saya buat kerja mbak, orang nggak punya kalau nggakgitu gimana mau bayar hutang.” (P4)
76
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa cara partisipan
menyelesaikan masalah dalam penanganan luka bakar dengan bekerja
melakukan aktivitas yang dapat menghasilkan uang sehingga partisipan
dapat membayar biaya pengobatan. Sub tema strategi di persepsikan
sebagai kategori berangkat awal yang di ungkapkan oleh satu partisipan
seperti berikut ini :
“....jadi harus berangkat pagi mbak supaya tidak dapatnomer antrian yang belakang.” (P5)
Ungkapan partisipan di atas menunjukkan bahwa cara partisipan
dengan strategi koping datang lebih awal di tempat pelayanan kesehatan
untuk mendapatkan tiket antrian ketika berobat. Komponen pemanfaatan
sumber daya dapat di lihat pada gambar 4.9 berikut ini :
Gambar 4.9Skema Tema Pemanfaatan Sumber Daya
Menjual hartabenda
Minta tolongMeminta
tolongMencari bantuan
Pemanfaatansumber daya
Jual tanah Menjual tanah
Kalung jual,gelang jual
Menjualkalung dan
gelang
1. Suratrujukan
2. Bawa kedr.oen
Memintarujukan pindah
ke dr.oen
Memintarujukan pindah
ke RSUDSukoharjo
Minta rujukanaja di bawa ke
RSUDSukoharjo
Meminta rujukanke rumah sakit lain
Kerja Bekerja Melakukanaktivitas
Berangkat pagi BerangkatAwal
Strategi
81
4.4 Skematik
Luka Bakar
Persepsi tentang bahaya luka bakar1. Penyakit yang berbahaya2. Penyakit yang tidak berbahaya
Ketidakberdayaan1. Pasrah2. Tidak bisa mengambil
keputusan3. Ketakutan
Rasa empati1. Berduka2. Kasihan
Pertolongan pertama keluargadalam penanganan luka bakar1. Perilaku keluarga terhadap
sumber kebakaran2. Menghentikan proses
kebakaran3. Tindakan perawatan luka bakar
Upaya mencari pelayanan kesehatan1. Dibaya ke pelayanan medis2. Dibaya ke pengobatan tradisional3. Ketidakpuasan terhadap pengobatan
tradisional
Minim sarana dan prasarana1. Masalah transportasi2. Sarana pelayanan kesehatan3. Jarak menuju pelayanan kesehatan4. Masalah ekonomi
Kurang pengetahuan tentangpenanganan luka bakar1. Ketidaktahuan penanganan luka
bakar
Pemanfaatan sumber daya1. Mencari bantuan2. Menjual harta benda3. Meminta rujukan ke rumah sakit
lain4. Meningkatkan produktivitas5. Strategi
Keyakinan dari keluarga
Gambar 4.10Skema Tema
77
78
Penanganan luka bakar pada keluarga merupakan persepsi tentang bahaya luka
bakar yang keluarga anggap sebagai penyakit yang bahaya dan penyakit yang
tidak bahaya karena luka bakar bisa mengakibatkan kecacatan. Persepsi tentang
bahaya luka bakar mempengaruhi sikap keluarga menjadi tidak berdaya sehingga
keluarga merasa pasrah, tidak bisa mengambil keputusan dan keluarga merasa
ketakutan ketika terjadi luka bakar pada anggota keluarganya. Sikap keluarga
dalam kondisi anggota keluarganya yang terluka dapat menimbulkan rasa empati
keluarga menjadi berduka dan merasa kasihan. Rasa empati tersebut dapat
mempengaruhi keluarga untuk melakukan pertolongan pertama luka bakar antara
lain menjauhkan sumber kebakaran, menghentikan proses kebakaran dan tindakan
perawatan luka bakar seperti pemberian air garam, pemberian minyak goreng,
pemberian alkohol, pemberian pasta gigi dan bedak pada area luka bakar. Setelah
keluarga melakukan pertolongan pertama dalam penanganan luka bakar kemudian
keluarga berupaya dalam mencari pelayanan kesehatan dengan di bawa ke
pelayanan medis, dibawa ke pengobatan tradisional dan pada akhirnya keluarga
merasa tidak puas terhadap pengobatan tradisional yang tidak efektif sehingga
keluarga membawa anggota keluarganya ke pengobatan medis. Upaaya keluarga
dalam mencari pelayanan kesehatan mengalami hambatan sehingga dengan
minimnya sarana dan prasarana meliputi masalah transportasi, sarana pelayanan
kesehatan, jarak tempuh menuju pelayanan kesehatan dan masalah ekonomi
menjadikan keluarga mengambil kebijakan untuk memanfaatkan sumber daya
yang ada.
79
BAB V
PEMBAHASAN
5.10Persepsi tentang bahaya luka bakar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi tentang bahaya luka
bakar pada keluarga merupakan penyakit yang bahaya karena luka bakar
merupakan penyakit yang serius yang mengancam nyawa dan dapat
menyebabkan kecacatan. Hal ini sesuai dengan teori yang di ungkapkan oleh
Musliha dalam Elan (2014) kondisi gawat merupakan sesuatu yang
mengancam nyawa meliputi kasus trauma berat, akut miokard infark,
sumbatan jalan nafas, tension pneumothorax, luka bakar disertai trauma
inhalasi, sedangkan darurat yaitu perlu mendapatkan penanganan atau
tindakan dengan segera untuk menghilangkan ancaman nyawa korban, seperti
cedera vertebra, fraktur terbuka, trauma capitis tertutup, dan appendicitis
akut. Menurut Nazhifah dkk (2013) dalam penelitiannya yang berjudul uji
sensitivitas isolat bakteri dari pasien luka bakar di Bangsal luka bakar RSUP
dr. M. Djamil padang mengatakan bahwa kulit dengan adanya luka bakar
akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis, maupun jaringan
subkutan. Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan
jaringan disebabkan kontak dengan sumber yang memiliki suhu sangat tinggi
(Moenadjat Y., 2009).
80
Hidayat, Noer, dan Saputro (2014) menyatakan bahwa luka bakar
merupakan penyebab umum morbiditas dan kematian. Jumlah penderita luka
bakar meningkat dalam 12 tahun belakang ini dan masih menjadi alasan sakit
dan kematian yang utama. Penilaian dan pengamatan yang selayaknya,
digabungkan dengan rujukan awal yang tepat ke sebuah pusat spesialis sangat
membantu dalam mengurangi penderitaan dan mengoptimalkan hasil.
Penyebab utama dari luka bakar adalah percikan api (48.3%). Trauma
pernafasan ditemukan pada 96 (14.4%) pasien. Ada hubungan signifikan
antara hasil pelayanan dan trauma pernafasan (p=0.0001 r=0.625). Jumlah
kematian yag disebabkan luka bakar di 2011 adalah 10.3%. Terdapat
hubungan antara kematian dengan etiologi dan tauma perafasan.
Sebagian keluarga berpendapat bahwa luka bakar merupakan suatu
penyakit yang tidak berbahaya yang tergantung pada penyebabnya. Menurut
Evers, dkk (2010) mengatakan bahwa tergantung pada tingkat kedalaman
kerusakan jaringan yang terlibat maka luka bakar, berturut-turut dari kondisi
ringan ke berat, terbagi dalam derajat I, II, dan III. Kerusakan jaringan akibat
luka bakar mengakibatkan gangguan suplai nutrisi, oksigen, serta proses
regulasi cairan tubuh dan suhu pada kulit. Kondisi ini menjadikan durasi
penyembuhan luka bakar berlangsung lama (Desanti dkk, 2005).
Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa persepsi tentang bahaya luka
bakar berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian Utomo dkk (2010)
menunjukkan bahwa sebanyak 492 masyarakat RT I dan II Desa Roomo
Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik mempunyai tingkat pengetahuan
81
tentang pertolongan pertama pada luka bakar yang cukup, tidak ditemukan
responden dengan tingkat pengetahuan baik. Masih banyaknya masyarakat
yang mempunyai persepsi yang salah tentang pertolongan pertama pada luka
bakar yaitu dengan memberikan pasta gigi margarin kecap kopi air liur dan
sebagainya. Hanya 16 responden yang memperoleh informasi tentang
pertolongan pertama pada luka bakar dari tenaga kesehatan.
5.11Ketidakberdayaan keluarga dalam penanganan luka bakar
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa
keluarga merasa tidak berdaya dalam penanganan luka bakar seperti yang di
persepsikan keluarga yaitu tidak mempunyai pilihan, bingung, campur aduk,
takut tidak sembuh. Ketidakberdayaan yaitu tidak memiliki kekuatan, tidak
memiliki kemampuan, tidak mempunyai akal untuk mengatasi sesuatu atau
masalah yang dihadapi. Berdasarkan Tupattinaja (2003) mengatakan bahwa
ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi perubahan yang demikian
cepat dan dirasakan semakin bertambah berat dapat menimbulkan perasaan
cemas karena ketidak-mampuan atau ketidak-berdaya untuk apa-apa selain
mengikuti saja alur keputusan yang ada dan berupaya melewati hari demi hari
sebagaimana adanya. Kecemasan adalah suatu keadaan yang membuat
seseorang tidak nyaman khawatir, gelisah, takut, dan tidak tentram disertai
berbagai keluhan fisik, cemas berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan
tidak berdaya (Kusumawati, 2010). Faktor yang dapat menyebabkan
82
kecemasan misalnya masalah ekonomi, keluarga, pekerjaan, kondisi
kesehatan, pendidikan dan lain-lain (Taufik, 2008).
5.12Rasa empati keluarga dalam penanganan luka bakar
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa
partisipan merasa empati kepada keluarganya yang terkena luka bakar yang
dipersepsikan sebagai perasaan sedih, menangis dan tidak tega. Berdasarkan
teori yang diungkapkan oleh KBBI (2015) bahwa rasa empati adalah keadaan
mental yg membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi dirinya dalam
keadaan perasaan atau pikiran yg sama dng orang atau kelompok lain.
Persepsi partisipan yang dinyatakan dengan menangis ini sesuai dengan
teori KBBI (2015) yang menyatakan bahwa tangis adalah ungkapan perasaan
sedih (kecewa, menyesal, dan sebagainya) dengan mencucurkan air mata dan
mengeluarkan suara (tersedu-sedu, menjerit-jerit, dan sebagainya sedangkan
ungkapan partisipan yang di persepsikan sebagai perasaan tidak tega sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa tidak tega adalah menaruh belas
kasihan, merasa sayang (kasihan dan sebagainya), peduli akan nasib
(penderitaan) orang, sampai. Berdasarkan teori lain yang dikatakan oleh
Chaplin (2002) bahwa depresi didefinisikan pada dua keadaan, yaitu pada
orang normal dan pada kasus patologis. Pada orang normal, depresi
merupakan keadaan kemurungan (kesedihan, patah semangat) yang ditandai
dengan perasaan tidak puas, menurunnya kegiatan, dan pesimis dalam
menghadapi masa yang akan datang. Pada kasus patologis, depresi
83
merupakan ketidakmampuan ekstrem untuk bereaksi terhadap perangsang,
disertai menurunnya nilai diri, ketidakpastian, tidak mampu dan putus asa.
Perasaan cemas dan takut selama hospitalisasi orang tua akan merasa
begitu cemas dan takut terhadap kondisi anaknya. Perasaan tersebut muncul
pada saat orang tua melihat anak mendapat prosedur menyakitkan, seperti
pengambilan darah, injeksi, infus yang dilakukan pungsi lumbal, dan
prosedur invasif lainnya. Sering kali pada saat anak harus dilakukan prosedur
tersebut, orang tua bahkan menangis karena tidak tega melihat anaknya, dan
pada kondisi ini perawat atau petugas kesehatan harus bijaksana bersikap
pada anak dan orang tuanya (Supartini, 2000). Kesimpulan dari data
penelitian ini tentang rasa empati keluarga dalam penanganan luka bakar
sesuai dengan teori bahwa keluarga merasa sedih, takut, tidak tega dan
menangis ketika keluarga mengalami masalah kesehatan.
5.13Pertolongan pertama keluarga dalam penanganan luka bakar
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa
partisipan memberikan pertolongan pertama dalam penanganan luka bakar
dengan perilaku keluarga terhadap sumber kebakaran seperti yang di
persepsikan keluarga yaitu dengan menjauhkan panci, menjauhkan tremos
dan berlari. Hal ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh
Rahayuningsih (2012) mengatakan bahwa penanganan pertama pada luka
bakar antara lain menjauhkan penderita dari sumber luka bakar,
memadamkan pakaian yang terbakar, menghilangkan zat kimia penyebab
84
luka bakar, menyiram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia,
dan mematikan listrik atau buang sumber listrik dengan menggunakan objek
yang kering dan tidak menghantarkan arus (nonconductive).
Keluarga menghentikan proses kebakaran dengan melepas pakaian
korban, memberikan keset di lantai, menepuk dengan tangan dan di siram air.
Berdasarkan Fitriana (2014) menyebutkan bahwa menghentikan proses
pembakaran yaitu jika menemukan penderita masih dalam keadaan terbakar
maka harus segera dilakukan pemadaman dengan cara menyiram dengan air
dalam jumlah banyak apabila disebabkan bensin atau minyak.
Menggulingkan penderita pada tanah (drop and roll) atau menggunakan
selimut basah untuk memadamkan api. Walaupun api sudah mati, luka bakar
akan tetap mengalami proses perjalanan pembakaran, untuk mengurangi
proses ini luka dapat disiram atau direndam dengan air bersih untuk
pendinginan. Perlu diketahui bahwa proses pendalaman ini hanya akan
berlangsung selama 15 menit, sehingga apabila pertolongan datang setelah 15
menit, usaha sia-sia dan hanya akan menimbulkan hipotermi. Tidak
diperbolehkan sekali-kali mengompres luka bakar dengan kassa air es karena
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan.
Setelah keluarga menghentikan proses kebakaran, keluarga melakukan
tindakan perawatan luka bakar dengan pemberian terapi air garam, pemberian
minyak goreng, di kipasi, pemberian alkohol, pemberian odol (pasta gigi) dan
pemberian bedak. Hal ini tidak sesuai dengan teori Rembulan (2015) yang
menyatakan bahwa prinsip penanganan luka bakar adalah prinsip pengelolaan
85
penderita trauma yaitu airway, breathing, circulation, dissability, and
exposure, resusitasi cairan, penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan
infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang
vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut.
Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan
pembalutan luka (Rahayuningsih, 2012).
Berdasarkan teori Smeltzer & Bare dalam Azizah (2013) menyatakan
bahwa dalam melakukan perawatan luka bakar terdapat tiga macam yaitu
pembersihan luka, pemberian terapi antibiotik topikal dan balutan. Pertama,
membersihan luka dapat dilakukan dengan tap water, larutan normal salin,
atau antiseptik seperti larutan iodine yang diencerkan. Daerah tubuh yang
tidak terbakar disekitar luka juga harus dibersihkan untuk mencegah
kontaminasi pada luka. Pada saat proses membersihkan luka, harus diinspeksi
kondisi luka yag meliputi tanda kemerahan, keretakan maupun tanda-tanda
infeksi. Cairan pada bula dikeluarkan begitu pula bila ada kulit yang lepas
juga harus diangkat dengan mempertahankan teknik aseptik. Pembersihan
luka dilakukan sehari sekali pada luka yang tidak mengalami pembedahan.
Kedua, terapi antibiotik luka bakar tidak mensterilkan namun bertujuan
untuk mengurangi jumlah bakteri. Kriteria untuk memilih preparat topikal
meliputi preparat tersebut harus efektif terhadap mikroorganisme gram
negatif bahkan jamur, efektif secara klinis, dapat menembus skar namun tidak
bersifat toksik, cost-effective, mudah diperoleh dan dapat diterima pasien
serta mudah dipakai sehingga tidak menghabiskan banyak waktu dalam
86
aplikasinya. Preparat topikal yang sering digunakan adalah silver sulfazidin,
silver nitrat dan mafenide asetat, salep providon-iodin (10%), gentamisin
sulfat, nitrofurazon, larutan dakin, asam setat, mikonazol dan klortimazol.
Ketiga, balutan luar dapat dibuka dengan cara digunting dengan
menggunakan gunting verban. Kassa yang menempel pada luka dapat dilepas
tanpa menimbulkan rasa sakit dengan terlebih dahulu dibasahi dengan normal
salin. Balutan dilepas dengan hati-hati menggunakan sarung tangan steril atau
pinset steril. Dalam proses ini, pasien dapat turut dilibatkan untuk melepas
balutannya sehingga dapat mengontrol rasa nyeri. Langkah selanjutnya adalah
pembersihan luka, debridemen untuk menghilangkan debris, preparat lokal
yang tersisa, eksudat dan kulit mati. Gunting dan pinset steril dapat
digunakan untuk memangkas eskar dan kulit mati. Selama proses penggantian
balutan kedaan luka perlu diinspeksi meliputi warna, bau, eksudat, ukuran,
tanda reepitelisasi serta eskar. Proses selanjutnya adalah mengoleskan
kembali preparat topikal yang diresepkan. Luka tersebut kemudian ditutup
kembali dengan kassa dan dibalut dari sebelah distal ke proksimal.
Pemakaian balutan juga bertujuan untuk melindungi graft (pencangkokan)
yang terkadang diperlukan untuk memperbaiki luka bakar derajat III, luka
yang sangat luas atau bila reepitelisasi spontan tidak mungkin terjadi.
Penelitian Dewi, Sanarto & Taqiyah (2012) menujukkan bahwa proses
penggantian balutan yang terbaik untuk mempercepat prses penyembuhan
luka dalah 2-3 kali dalam sehari, dibandingkan dengan 2 hari sekali atau
sehari sekali karena kelembaban luka lebih terjamin dan terhindar dari risiko
87
infeksi. Data dalam penelitian ini tentang perawatan luka bakar yang
dilakukan keluarga tidak sesuai dengan teori bahwa untuk melakukan
tindakan perawatan luka bakar menggunakan pembersihan luka dengan
antiseptik, pemberian obat topikal, dan pembalutan.
5.14Upaya mencari pelayanan kesehatan
Upaya mencari pelayanan kesehatan yang dipersepsikan keluarga yaitu
dibawa ke dukun, di bawa ke rumah sakit dan pengobatan tradisional tidak
efektif. Keluarga merasa tidak puas terhadap pengobatan tradisonal di
karenakan pengobatan tradisional tidak efektif sehingga keluarga berupaya
mencari pelayanan kesehatan yang optimal untuk mengobati keluarganya
yang sakit. Pengobatan tradisional (batra) adalah seseorang yang diakui dan
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai orang yang mampu melakukan
pengobatan secara tradisional (Zulkifli, 2004). Pengobatan tradisional adalah
pengobatan dan atau perawatan dengan cara, obat, dan pengobatannya yang
mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun dan diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat (Zulkifli, 2004).
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi
dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin
secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan, pelayanan juga dapat
diartikan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain (Hasyim, 2006).
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas bukan merupakan
hal baru. Masyarakat mengharapkan dalam mengerus kepentingan mereka
88
pada unit- unit pelayanan publik terutama pelayanan kesehatan di rawat inap
akan memperoleh pelayanan yang mudah, sederhana, lancar, cepat, tidak
berbelit- belit, ramah, manusiawi, kejelasan prosedur pelayanan, biaya yang
masuk akal, kenyamanan dan keterbukaan (Rochmaningtyas, 2010).
Berdasarkan ungkapan partisipan yang di persepsikan dengan di bawa
ke rumah sakit sesuai dengan teori Anjaryani (2009) bahwa rumah sakit
adalah bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif,
mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta sebagai
pusat rujukan kesehatan masyarakat. Ketidakpuasan pasien diartikan sama
dengan keluhan terhadap rumah sakit, berikut pelayanan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatannya (dokter, perawat, apoteker, psikolog dan lainnya) dan
struktur sistem perawatan kesehatan (biaya, sistem asuransi, kemampuan dan
prasarana pusat kesehatan dan lain-lain).
5.15Keyakinan keluarga dalam penangana luka bakar
Keyakinan keluarga mempersepsikan sebagai kepercayaan dri dirinya
dan berdasarkan kepercayaan dari nenek moyang turun temurun. Enung
Fatimah (dalam Khusnia,S., & Rahayu, S. A, 2010) mengartikan kepercayaan
diri sebagai sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk
mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun
lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Penelitian Hendrawan (2005)
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku dalam pencarian
pengobatan di Kabupaten Serang menyatakan bahwa terdapat hubungan
89
faktor kepercayaan terhadap pengobatan dengan pemilihan upaya
pengobatan.
Pernyataan partisipan dalam penanganan luka bakar menganut
kepercayaan dari nenek moyang, sesuai dengan KBBI (2015) bahwa
tradisional adalah sikap dan cara berpikir serta bertindak yg selalu berpegang
teguh pada norma dan adat kebiasaan yang ada secara turun-temurun. Ibadah
orang abangan meliputi upacara perjalanan, penyembahan roh halus, upacara
cocok tanam, dan tata cara pengobatan yang semuanya bedasarkan
kepercayaan kepada roh baik dan roh jahat (Yana, 2010). Adapun yang
dimaksud dengan pengobatan tradisional disini adalah cara pengobatan atau
perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain diluar ilmu kedokteran atau
ilmu keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada pengetahuan,
pengalaman dan keterampilan yang diperoleh secara turun temurun, atau
berguru melalui pendidikan, baik asli maupun yang berasal dari luar
Indonesia, dan diterapkan sesuai norma yang berlaku dalam masyarakat (UU
No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).
Pengobatan tradisional dalam konteks penggunaan di Indonesia tumbuh
dan berkembang sejak munculnya kehidupan sosial ditengah-tengah
masyarakat, hal ini dibuktikan dengan tersebarnya pengetahuan akan
pengobatan tradisional dalam kehidupan masyarakat pada saat ini,
penggunaan pengobatan tradisional dapat juga disebut sebagai suatu proses
pengobatan alternatif (Aritonang, 2011). Pengobatan tradisional sebagai suatu
proses pengobatan dengan dasar budaya yang dianut suatu masyarakat pada
90
umumnya menggunakaan pola-pola kebudayannya dalam upaya pengobatan
secara tradisional, sehingga penggunaan bahan-bahan pengobatan seperti
daun-daunan, akar-akaran dan lain sebagainya tergantung pada sistem
pengetahuan yang ada dan berkembang dalam kebudayaan tersebut
(Aritonang, 2011).
Perilaku pencarian pengobatan oleh masyarakat dipengaruhi oleh
jumlah dan jenis sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di sekitarnya. Oleh
karena itu pada wilayah yang banyak tersedia sarana pelayanan kesehatan
seperti : puskesmas, rumah sakit pemerintah dan swasta, balai pengobatan
serta praktek dokter, maka pilihan masyarakat semakin beragam untuk
melakukan pencarian pengobatan.
5.16Kurang pengetahuan keluarga tentang penanganan luka bakar
Kurang pengetahuan keluarga tentang penanganan luka bakar
disebabkan karena keluarga tidak pengalaman, kurang pengalaman dan tidak
adanya penyuluhan yang di berikan kepada mereka. Menurut Notoatmojo
(2007) mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
pengetahuan meliputi pendidikan, lingkungan, usia, sosial dan budaya,
informasi atau media masa, pengalaman, serta pekerjaan. Pengalaman
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari –
harinya. Pengalaman juga sangat berharga bagi setiap manusia, dan
pengalaman juga dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan dan
menjadi pedoman serta pembelajaran manusia (KBBI, 2015).
91
Berdasarkan hasil penelitian Utomo dkk (2010) menunjukkan bahwa
sebanyak 492 masyarakat RT I dan II Desa Roomo Kecamatan Manyar
Kabupaten Gresik mempunyai tingkat pengetahuan tentang pertolongan
pertama pada luka bakar yang cukup. Masih banyaknya masyarakat yang
mempunyai persepsi yang salah tentang pertolongan pertama pada luka bakar
yaitu dengan memberikan pasta gigi margarin kecap kopi air liur dan
sebagainya. Hanya 16 responden yang memperoleh informasi tentang
pertolongan pertama pada luka bakar dari tenaga kesehatan. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah bahwa secara umum tingkat pengetahuan masyarakat RT
I II Desa Roomo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik tentang pertolongan
pertama pada luka bakar adalah cukup.
5.17Minim sarana dan prasarana
Kendala yang di hadapi partisipan ketika melakukan pertolongan luka
bakar yang dikarenakan minimnya sarana dan prasarana penunjang yang
meliputi masalah transportasi, sarana pelayanan kesehatan, jarak menuju
pelayanan kesehatan dan masalah ekonomi. Sarana adalah segala sesuatu
yang dapat dipakai sebagai alat mencapai maksud atau tujuan, alat dan
media. Prasarana adalah segala sesuatu yg merupakan penunjang utama
terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dan sebagainya)
sebagai contoh jalan dan angkutan merupakan penting bagi pembangunan
suatu daerah (KBBI, 2015).
92
Pelayanan kesehatan yaitu sarana yang menyediakan bentuk pelayanan
yang sifatnya lebih luas dari pada bidang klinik, bersifat preventif, promotif,
dan rehabilitatif (KBBI, 2015). Pelayanan kesehatan masyarakat adalah
pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan
kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan,
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan
kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta
berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes RI, 2004).
Minimnya sarana dan prasarana yang di ungkapkan partisipan seperti
masalah transportasi untuk mencapai pelayanan kesehatan sesuai dengan
yang di ungkapkan oleh Tumuwe, Tilaardan Maramis (2014) mengatakan
bahwa hambatan lainnya dalam mencapai target indikator standar pelayanan
minimal puskesmas ondong adalah masalah transportasi, cuaca dan
kurangnya prasarana seperti puskesmas keliling laut, serta sumberdaya
manusia yang berkompetensi mengemudikan puskesmas keliling laut dan
tingkat evaluasi di Puskesmas masih rendah. Menurut Hanlon dalam Nara
(2014) mengatakan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi
oleh: tersedianya sumber daya, pendapatan keluarga, jarak tempat tinggal dari
pusat pelayanan, persepsi sehat dari penerima dan pemberi pelayanan. hal ini
berarti dengan meningkatnya kunjungan puskesmas disebabkan adanya
kesadaran individu dan masyarakat itu sendiri untuk mencapai serta
93
mendapatkan pelayanan kesehatan dari fasilitas kesehatan yang pemerintah
siapkan.
Berdasarkan ungkapan partisipan bahwa biaya pengobatan ini sesuai
dengan teori dalam penelitian Setyawan (2007) yang menyatakan ada hubungan
antara sikap dan minat masyarakat untuk memanfaatkan sarana pelayanan
kesehatan modern, selain itu pencarian pengobatan juga berkaitan dengan faktor-
faktor pendukung antara lain biaya pengobatan, hasil pengobatan, kepercayaan
kepada sarana pengobatan, kondisi, waktu berobat, keberadaan sarana, pelayanan
pengobatan dan situasi di sarana pengobatan serta konsep sehat dan sakit yang
dimiliki oleh masyarakat.
5.18Pemanfaatan sumber daya
Partisipan dalam melakukan pertolongan luka bakar dengan melakukan
pemanfaatan sumber daya yang meliputi mencari bantuan, menjual harta
benda, meminta rujukan ke rumah sakit lain, melakukan aktivitas dan strategi.
Sumber daya adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau
unsur tertentu dalam kehidupan. Sumber daya tidak selalu bersifat fisik, tetapi
juga non fisik. Sumber daya alam materi adalah sumber daya alam yang
dimanfaatkan dalam bentuk fisiknya, misalnya batu, besi, emas, kayu, serat
kapas, rosela dan sebagainya (Jupri, 2012). Sumber daya manusia adalah ilmu
dan seni mengatur proses pendayagunaan sumber daya manusia dan sumber
lainnya, secara efisien, efektif dan produktif (Rival, 2005).
Studi mengenai individu-individu dan masyarakat membuat pilihan,
dengan atau tanpa menggunakan uang, dengan menggunakan sumber-sumber
94
daya yang terbatas tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara untuk
menghasilkan berbagai barang dan jasa dan mendistribusikannya untuk
kebutuhan konsumsi masyarakat, sekarang dan dimasa mendatang (Sidik,
2013). Data dalam penelitian ini sesuai dengan teori bahwa untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi dengan menjual harta benda agar kebutuhan kesehatan
terpenuhi.
Berdasarkan teori Notoatmojo (2007) mengatakan bahwa pencarian
pengobatan oleh masyarakat terkait dengan respons seseorang apabila sakit
serta membutuhkan pelayanan kesehatan. Respons tersebut antara lain :
tindakan mengobati sendiri, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas
pengobatan tradisional, mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke
warung-warung obat, mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas modern (balai
pengobatan, puskesmas dan rumah sakit), dan mencari pengobatan ke
fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktek.
Berdasarkan Gaol (2013) mengatakan bahwa faktor yang memengaruhi
pemanfaatan atau penggunaan pelayanan kesehatan, adalah fakor sosio
kultural (meliputi norma dan nilai yang ada di masyarakat, dan teknologi
yang digunakan dalam pelayanan kesehatan), faktor organisasi (meliputi
ketersediaan sumber daya, keterjangkauan lokasi, dan keterjangkauan sosial),
faktor interaksi konsumen-provider, faktor yang berhubungan dengan
konsumen (meliputi kebutuhan yang dirasakan dipengaruhi faktor sosio
demografi, faktor sosio psikologis, dan faktor epidemiologis penyakit).
Kebutuhan yang dirasakan membuat individu mengambil keputusan untuk
95
mencari pelayanan kesehatan atau tidak. Hasil penelitian tentang pemanfaatan
sumber daya masyarakat menggunakan uang dan mencari pertolongan ke
fasilitas modern yaitu rumah sakit dan puskesmas.
81
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Y., dan Rachmawati, I.N. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam
Riset Keperawatan. Jakarta : Rajawali Pers.
Anonim. 2009. Luka bakar. http://id.wikipedia.org/wiki/Luka_bakar. Diakses
tanggal 20 Januari 2015
Chaplin, J.P. (2002). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada
Cuttle L & Kimble RM. 2010. First aid treatment of burn injuries. Wound
Practice and Research
Desanti L. 2005. Pathophysiology and Current Management of Burn Injury. Adv
Skin Wound Care. 18(6):323-332
dr. Adibah & dr. Rena Winasis. 2014. Pertolongan Pertama Luka Bakar. Group
10, Issue 0005. http://udoctor.co.id(diakses pada tanggal 17 Januari 2015
Jam 16.25)
Dr. Dida A. Gurnida, SpA(K), M.Kes dan Melisa Lilisari. 2011. Dukungan
Nutrisi Pada Penderita Luka Bakar. Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rumah Sakit Hasan Sadikin,
Bandung.
Evers L. Bhavsar D. Maila¨nder P. 2010. The biology of burn injury. Exp Derm.
19:777-783
Furwanti, Elan. 2014. Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien Di Instalasi Gawat
Darurat (IGD) RSUD Panembahan Senopati Bantul. Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah, Yogyakarta.
Galuh Absari Utomo, Nanik Setijowati, Soemardini. 2010. Gambaran Tingkat
Pengetahuan Masyarakat Tentang Pertolongan Pertama Pada Luka Bakar
di Wilayah RT I, II Desa Roomo Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik.
Laporan Penelitian, Fakultas Kedokteran.
Gaol, Tiomarni Lumban. 2013. Pengaruh Faktor Sosiodemografi, Sosioekonomi
Dan Kebutuhan Terhadap Perilaku Masyarakat Dalam Pencarian
82
Pengobatan Di Kecamatan Medan Kota Tahun 2013. Tesis.Program Studi
S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Georgiade SG, Christopher WP. 2011. Luka bakar. Dalam: Buku Ajar Bedah Jilid
1. Edisi ke-17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Hardisman. 2014. Gawat Darurat Medis Praktis. Yogyakarta : Gosyen Publishing
Herkutanto. 2007. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia/ Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Istikhara, Inka Nesya. 2011. Pembentukan Komunitas Luka Bakar Dalam Proses
Perawatan Bagi Penderita Luka Bakar Di Jakarta : Tinjauan Medis.
Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Program Studi Sarjana
Reguler, Departemen Antropologi, Depok.
Iswanti, Fathiyah dan Prasetyo. 2010. Studi Tentang Pengetahuan Indegeneous
Lansia Dalam Mengobati Dan Menjaga Kesehatan Anak. Fakultas Ilmu
Kedokteran, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Karaoz, Bano. 2010. first-aid Home Treatment of Burns Among Children and
Some Implications at Milas. Turkey
Lin TS, Azian AL, Srijit D. 2010. Use of traditional herbal extracts in treatment
of burn wound. Journal of Clinical Dermatology
Meishinta Fitria, Deddy Saputra, Gusti Revilla. 2014. Pengaruh Papain Getah
Pepaya Terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi pada Penyembuhan
Luka Bakar Tikus Percobaan. Jurnal Kesehatan Andalas
Moenadjat Y. 2009. Luka bakar masalah dan tatalaksana. Balai penerbit FKUI :
Jakarta
Mubarak, W.I., Santoso, B.A., dan Chayatin, N. 2007. Promosi Kesehatan :
Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Mubarak, W.I., Santoso, B.A., dan Chayatin, N. 2009. Ilmu Keperawatan
Komnitas : Konsep Dan Aplikasi Buku 2. Jakarta : Salemba Medika
83
Nadhia A, Sunariani J. 2009. Penurunan Sensitivitas Rasa Manis Akinat Pemakaian
Pasta Gigi yang mengandung Sodium Lauryl Sulfate 5%. Jurnal PDGI .
Nara,Adriana. 2014. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Akses Pelayanan Kesehatan,
Jumlah Sumber Informasi Dan Dukungan Keluarga Dengan Pemanfaatan
Fasilitas Persalinan Yang Memadai Oleh Ibu Bersalin Di Puskesmas
Kawangu Kabupaten Sumba Timur. Tesis. Program Pascasarjana,
Universitas Udayana, Denpasar
Nazhifah, Rustini dan Deswinar Darwin. 2014. uji sensitivitas isolat bakteri dari
pasien luka bakar di bangsal luka bakar RSUP DR. M. Djamil Padang.
Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan
Klinik III, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas.
Ngadiran, Antonius. 2010. Studi Fenomenologi Pengalaman Keluarga Tentang
Beban Dan Sumber Dukungan Keluarga Dalam Merawat Klien Dengan
Halusinasi. Tesis.Program Magister Keperawatan, Kekhususan
Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia,
Depok.
Nina, R. (2008). Efek Penyembuhan Luka Bakar Dalam Sediaan Gel Ekstrak
Etanol 70% Daun Lidah Buaya (Aloe Vera L.) pada Kulit Punggung
Kelinci New Zealand. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Notoatmojo, S. 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta
Notoatmojo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta :
Rineka Cipta
Prabhat Shrivastava & Arun Goel. 2010. Pre-hospital care in burn injury
Pranata, Hardhi. 2009. Luka bakar dari perspektif herbalist. Makalah yang
dipresentasikan di simposium “enlighment and refreshment of burn
management”, Depok : Universitas Indonesia.
Rahayuningsih, T. 2012. Penatalaksanaan Luka Bakar Combustio. Volume 08,
Dosen AKPER POLTEKKES Bhakti Mulia, Sukoharjo.
84
http://download.portalgaruda.org/(Diakses pada tanggal 17 Januari Jam
16.25)
Rival, Veithzal. 2003. Manajemen sumber daya manusia untuk perusahan. Jakarta :
Rajagrafindo Persada
Saryono, dan Anggraeni., M.D. 2013. Metodologi penelitian kualitatif dan
kuantitatif dalam bidang kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika
Setyawan, EF. 2007. Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Kelompok Ibu
RumahTangga di Desa Tirtonarto Kecamatan cawas Kabupaten Klaten.
Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro, Semarang.
Smeltzer, S & Bare, B.G. (2008). Brunner & suddarth’s textbook of medical
surgical nursing. Philadelpia: Lippincot.
Sugiono. (2014). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Albeta
Suriati, Gina. 2011. Pengetahuan Keluarga dalam Penatalaksanaan Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan yang Terjadi Pada Balita di Rumah di
Lingkungan VI Kelurahan Pasar Merah Tmur Medan. Universitas
Sumatera Utara
Taufik, S 2008. Gambaran Tingkat Kecemasan Keluarga Pasien Stroke Yang
Dirawat Di Ruang Mawar RSUD Undata Palu.. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan, Palu.
Wibowo, Danang. 2009. Asuhan Keperawatan pada pasien Tn. J dengan luka
bakar yang dirawat di ruang Mahoni I Rumah Sakit Kepolisian Pusat
Raden Said Soekanto Jakarta. Skripsi. Jakarta
Wim de Jong. 2005. Bab 3 : Luka, Luka Bakar : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Yosep, Iyus. 2009.Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung : PT Refika
Aditama
Yunanto, dkk. 2005. Peran Alkohol 70%, Povidon-Iodine 10% dan Kasa Kering
Steril dalam Pencegahan Infeksi pada Perawatan Tali Pusat. Fakultas
Ilmu Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.