54
PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BANTEN NINDYA ULFILIANJANI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

  • Upload
    dongoc

  • View
    228

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BANTEN

NINDYA ULFILIANJANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar
Page 3: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Belanja

Pemerintah Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan

Kabupaten/Kota di Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari

komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan

tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Nindya Ulfilianjani

NIM H14100075

Page 4: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

ABSTRAK

NINDYA ULFILIANJANI. Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah terhadap

Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten.

Dibimbing oleh BAMBANG JUANDA

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan dari

pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tingkat

kemiskinan yang rendah mengindikasikan bahwa suatu daerah memiliki

kesejahteraan masyarakat yang baik. Untuk memperoleh kondisi tersebut,

diperlukan peran pemerintah dengan melakukan belanja daerah yang dapat

memacu pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan. Tujuan penelitian

ini adalah menjelaskan perkembangan belanja pemerintah daerah di

Kabupaten/Kota Provinsi Banten dan menganalisis pengaruh belanja daerah

terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi

Banten. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan data panel pada 8

kabupaten dan kota di Provinsi Banten dalam kurun waktu tahun 2009 hingga

tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja pemerintah daerah terus

meningkat. Berdasarkan model dalam analisis, belanja barang dan jasa dan

belanja modal berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi

daerah dan berpengaruh signifikan dan negatif terhadap kemiskinan.

Kata Kunci : belanja daerah, data panel, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi

ABSTRACT

NINDYA ULFILIANJANI. The Influence of Government Expenditure on

Economic Growth and Poverty in Regency/City of Banten Province. Supervised

by BAMBANG JUANDA.

Economic growth is one measure of economic development. The high

economic growth and low poverty indicates that an area has good public

prosperity. To get the high economic growth and low poverty required the

maximum role of government, by government expenditure. The purpose of this

study was to explain the development of government expenditure and analyzed the

influence of government expenditure on economic growth and poverty in Banten

Province. This research uses descriptive method and panel data on 8

districts/cities in Banten Province in the periode of 2009-2012. The result indicate

that the government expenditure in Banten Province always increase. Based on

the model in analysis, goods and service expenditure and capital expenditure have

a positive effect and significant contributions to the regional economic growth

and also have a negative effect and significant contributions to the poverty.

Keywords: economic growth, government expenditure, panel data, poverty

Page 5: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN

KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BANTEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

NINDYA ULFILIANJANI

Page 6: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar
Page 7: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar
Page 8: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar
Page 9: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah Pengaruh

Belanja Pemerintah Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan

Kabupaten/Kota di Provinsi Banten.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda,

M.S. selaku pembimbing yang telah sabar dan selalu memberi arahan kepada

penulis, kepada Ibu Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si. sebagai dosen penguji utama

dan Bapak Dr. Muhammad Findi, M.E. sebagai dosen dari komisi pendidikan

yang telah bersedia menguji penulis dan memberi masukan yang bermanfaat bagi

perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.

Ungkapan terima kasih disampaikan kepada ayahanda Ikarianto Haryadi,

ibunda Neni Isnaeni, adik Tyanka Pujisyadzani serta seluruh keluarga yang telah

memberikan kasih sayang, doa serta dukungan kepada penulis. Terima kasih

untuk teman satu bimbingan Efita, Elli, Gagas dan Lundu yang selalu berdiskusi

dan memberi masukan selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada

sahabat-sahabat SMA Zahra, Dessy, Okristiana, Mutiara, Faitha, Yessie dan

Nabila yang selalu memberi nasihat dan motivasi selama penyusunan skripsi.

Terima kasih juga kepada sahabat-sahabat Irgandhini, Rengganis, Dita, Feby,

Rahman, Penny, Rahayu, Hardyani, Ayu, Afanina, Nabilah, Cynthia, Fitria, Elis,

Selly, Meliana, Ema, Riana, Uke, Chika dan Dwi yang telah tulus membantu,

memberi nasihat serta dukungan selama masa perkuliahan. Teman-teman Ilmu

Ekonomi dan Studi Pembangunan 47, teman-teman TPB A.21, HIPOTESA FEM

IPB 2013 dan PSM IPB Agria Swara terima kasih atas doa dan dukungan yang

telah diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Nindya Ulfilianjani

Page 10: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 4

TINJAUAN PUSTAKA 5

METODE PENELITIAN 10

Jenis dan Sumber Data 10

Metode Pengolahan dan Analisis Data 10

GAMBARAN UMUM PROVINSI BANTEN 15

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Banten 18

Kemiskinan Kabupaten/Kota Provinsi Banten 20

Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Banten 22

Analisis Pengaruh Belanja Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi 25

Analisis Pengaruh Belanja Daerah terhadap Kemiskinan 28

SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 34

RIWAYAT HIDUP 42

Page 11: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan sumber data 10 2 Jumlah penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 16 3 Penduduk bekerja, pengangguran, jumlah angkatan kerja dan bukan

angkatan kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2012 17 4 Persentase penduduk miskin Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun

2009-2012 20 5 Indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan

(P2) Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 21 6 Uji model pertumbuhan ekonomi terbaik (Pooled Least Square, Fixed

Effect Model, dan Random Effect Model) 25 7 Hasil estimasi Fixed Effect Model pada model pertumbuhan ekonomi 27 8 Uji model kemiskinan terbaik (Pooled Least Square, Fixed Effect

Model, dan Random Effect Model) 29 9 Hasil estimasi Random Effect Model pada model kemiskinan 30

DAFTAR GAMBAR

1 Pertumbuhan ekonomi 6 Provinsi di Pulau Jawa tahun 2009-2012 1 2 Perkembangan persentase penduduk miskin Kabupaten/Kota di

Provinsi Banten dan Nasional tahun 2009-2012 2 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun

2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan

2000 tahun 2009-2012 18 5 Distribusi PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar Harga

Konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2012 19 6 Struktur alokasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

tahun 2012 22 7 Realisasi belanja daerah Provinsi Banten tahun 2009-2013 24 8 Komposisi belanja lainnya Provinsi Banten tahun 2012 dan 2013 25

Page 12: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil Uji Chow pada model Pertumbuhan Ekonomi 34 2 Hasil Uji Hausman pada model Pertumbuhan Ekonomi 35 3 Hasil Estimasi pada model Pengaruh belanja Daerah terhadap

Pertumbuhan Ekonomi dengan model Fixed Effect 36 4 Hasil Uji Multikolinearitas pada model Pertumbuhan Ekonomi 37 5 Hasil Uji Normalitas pada model Pertumbuhan Ekonomi 37 6 Hasil Uji Chow pada model Kemiskinan 38 7 Hasil Uji Hausman pada model Kemiskinan 39 8 Hasil Estimasi pada model Pengaruh Belanja Daerah terhadap

Kemiskinan Provinsi Banten dengan model Random Effect 40 9 Hasil Uji Multikolinearitas pada model Kemiskinan 41

10 Hasil Uji Normalitas pada model Kemiskinan 41

Page 13: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan ekonomi daerah merupakan salah satu bagian penting dari

pembangunan ekonomi nasional yang tujuannya mendorong kemampuan daerah

mengelola sumber daya ekonomi untuk kemajuan daerah itu sendiri dan

kesejahteraan masyarakat. Otonomi daerah merupakan strategi dalam

pembangunan daerah yang sesuai dengan perkembangan dan kondisi masyarakat

Indonesia yang berazas demokrasi. Otonomi daerah memiliki hubungan yang erat

dengan desentralisasi fiskal dalam mencapai efektifitas pelayanan publik. Hal ini

diatur dalam Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan

Undang-undang No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah,

yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan, yang memberikan kewenangan lebih besar kepada

pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah.

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan dan ukuran

keberhasilan dari pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak lepas dari

pertumbuhan ekonomi karena pertumbuhan ekonomi akan memperlancar proses

pembangunan. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat ditunjukan oleh nilai

Produk Domestik Bruto (PDB). Pulau Jawa merupakan pulau yang memiliki

kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia. Tahun 2009 kontribusi Pulau Jawa

terhadap PDB Indonesia sebesar 58.6%, lalu kontribusinya menurun menjadi

58.1% pada tahun 2010 dan 57.59% di tahun 2011. Tahun 2012 kontribusinya

kembali meningkat menjadi 57.63%. Tingginya kontribusi Pulau Jawa terhadap

PDB nasional didukung oleh laju pertumbuhan ekonomi enam provinsi di Pulau

Jawa, terutama Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Seperti yang terlihat pada Gambar 1, pertumbuhan ekonomi keenam

provinsi di Pulau Jawa cenderung mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekonomi

Sumber: Badan Pusat Statistik RI, 2013 (diolah).

Gambar 1 Pertumbuhan ekonomi 6 Provinsi di Pulau Jawa tahun 2009-2012

0

1

2

3

4

5

6

7

8

2009 2010 2011 2012

Per

sen

tase

(%

)

Tahun

DKI Jakarta

Jawa Barat

Banten

Jawa Tengah

DI

Yogyakarta

Jawa Timur

Page 14: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

2

Provinsi Banten mengalami penurunan di tahun 2012 dan berada di peringkat ke 5

setelah Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Nilai persentase

yang relatif kecil dibandingkan dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa,

menunjukkan bahwa Provinsi Banten belum dapat memberikan kontribusi yang

maksimal untuk Pulau Jawa.

Selain pertumbuhan ekonomi, aspek pembangunan lainnya yang menjadi

fokus pemerintah daerah adalah kemiskinan. Di dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pemerintah menempatkan penurunan

kemiskinan sebagai salah satu prioritas pembangunan. Persentase penduduk

miskin di Banten mengalami penurunan sejak tahun 2009 hingga tahun 2012,

namun angkanya masih relatif kecil. Nilai persentase penduduk miskin Kota

Tangerang Selatan pada tahun 2012 merupakan yang terendah sebesar 1.33%,

sementara Kabupaten Pandeglang memiliki nilai persentase penduduk miskin

tertinggi sebesar 9.27%. Masih tingginya angka kemiskinan ini menunjukkan

bahwa program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah belum mampu untuk

menjangkau masyarakat miskin.

Salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan adalah meningkatkan jumlah

belanja pemerintah daerah. Belanja pemerintah daerah merupakan bentuk stimulus

yang dilakukan pemerintah untuk memacu perkembangan perekonomian daerah.

Kebijakan desentralisasi fiskal merupakan implementasi dari otonomi daerah,

sehingga pemerintah daerah memiliki kewenangan yang lebih luas untuk

mengelola sumber penerimaan dan melakukan pembelanjaan yang sesuai dengan

tujuan pembangunan daerah. Peningkatan jumlah belanja daerah idealnya disertai

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2013 (diolah).

Gambar 2 Perkembangan persentase penduduk miskin Kabupaten/Kota di Provinsi

Banten dan Nasional tahun 2009-2012

0 5 10 15

Kab. Pandeglang

Kab. Lebak

Kab. Tangerang

Kab. Serang

Kota Tangerang

Kota Cilegon

Kota Serang

Kota Tangerang Selatan

Persentase (%)

Ka

bu

pa

ten

/Ko

ta

2009

2010

2011

2012

Page 15: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

3

dengan peningkatan program pencapaian pembangunan sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Realisasi belanja Provinsi Banten pada Gambar 2 menunjukkan

perkembangan jumlah belanja pemerintah yang terus meningkat setiap tahunnya.

Alokasi belanja pegawai masih mendominasi belanja pemerintah dan alokasinya

lebih besar dibandingkan belanja modal dan belanja barang dan jasa. Belanja

modal yang diharapkan dapat memacu perkembangan pembangunan ekonomi dan

meningkatkan pertumbuhan ternyata masih memiliki proporsi yang kecil

meskipun mengalami peningkatan setiap tahun, sehingga peningkatan jumlah

belanja daerah belum dapat optimal mendukung pembangunan. Dapat dilihat pada

Gambar 3, realisasi belanja modal pada tahun 2010 mengalami penurunan karena

dilakukan penghematan sebagian alokasi belanja modal untuk membiayai belanja

pegawai. Menurut Kementrian Keuangan, penghematan idealnya dilakukan

dengan tidak memotong belanja modal dengan jumlah besar atau meminimumkan

pemotongan belanja modal. Seharusnya penghematan dilakukan dengan

mengurangi alokasi belanja barang dan jasa.

Perumusan Masalah

Keberhasilan suatu daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat

tergantung pada kebijakan pemerintah daerah melalui alokasi belanjanya.

Seharusnya alokasi belanja modal dan belanja barang dan jasa di era desentralisasi

ini memiliki porsi yang lebih besar, karena kedua belanja tersebut merupakan

belanja pemerintah yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi suatu daerah (Kemenkeu 2011). Selain itu, peningkatan jumlah belanja

pemerintah Provinsi Banten tidak memberikan dampak yang sama pada laju

pertumbuhan ekonomi Banten, yang justru menurun di tahun 2012.

Ketika penurunan angka kemiskinan dikaitkan dengan besarnya pengeluaran

yang direalisasikan, kenyataannya hal ini tidak sesuai karena penurunan angka

kemiskinan di Banten sangatlah kecil apabila dibandingkan dengan anggaran yang

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2013 (diolah).

Gambar 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun

2009-2012

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

2009 2010 2011 2012

Mil

iar

rup

iah

Tahun

B.Pegawai

B.Modal

B.Barang

&Jasa

B.Lainnya

Page 16: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

4

disediakan. Seharusnya belanja daerah yang berkualitas diharapkan dapat

mendukung pemerataan pembangunan dan terselenggaranya pelayanan publik

sesuai dengan tujuan desentralisasi. Ketidakselarasan antara pengeluaran

pemerintah dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan

kemiskinan di Kabupaten dan Kota Provinsi Banten ini yang menjadi masalah

dalam penelitian.

Apabila tujuan utama anggaran pemerintah untuk pembangunan ekonomi,

maka kualitas belanja daerah seharusnya menjadi aspek yang perlu dipenuhi. Jika

proses pembangunan dapat berjalan dengan semestinya, maka pertumbuhan

ekonomi akan meningkat dan persentase penduduk miskin mengalami penurunan

sehingga dapat memacu pembangunan daerah. Berdasarkan uraian yang telah

dijelaskan, permasalahan pokok yang muncul untuk dianalisis dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana perkembangan pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan belanja

pemerintah daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Banten?

2. Bagaimana pengaruh belanja pemerintah daerah terhadap pertumbuhan

ekonomi dan kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Mendeskripsikan perkembangan pertumbuhan ekonomi, kemiskinan dan

perkembangan belanja pemerintah daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Banten.

2. Menganalisis besarnya pengaruh belanja pemerintah daerah terhadap

pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Kabupaten/Kota Provinsi Banten.

Manfaat Penelitian

Di samping untuk menjawab permasalahan yang ada, adapun manfaat dari

penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam

menetapkan kebijakan fiskal pemerintah maupun instansi terkait di Provinsi

Banten.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan yang dapat memberi

manfaat bagi pembacanya.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian

berikutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kabupaten/kota Provinsi Banten dengan

periode waktu penelitian tahun 2009 sampai tahun 2012. Hal ini dikarenakan

pemekaran Kota Tangerang Selatan diresmikan pada tahun 2009.

Page 17: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

5

TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan Ekonomi

Menurut Bappenas (1999) Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu

rangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam berbagai

aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan

memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumber daya, informasi, dan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan perkembangan

global. Selanjutnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari

pembangunan nasional, yang memberi kesempatan bagi peningkatan demokrasi

dan kinerja daerah yang berdaya guna dalam penyelenggaraan pemerintah dan

pelayanan masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah

secara merata dan berkeadilan. Pembangunan juga dapat diartikan sebagai suatu

proses perubahan peningkatan kualitas hidup manusia yang merupakan perubahan

perubahan ekonomi dan sosial.

Menurut Todaro dan Smith (2006) Perubahan ekonomi dan sosial dapat

dicapai dengan cara yang berbeda tergantung dari tujuan pembangunan tersebut.

Pada umumnya tujuan pembangunan mencangkup hal-hal pokok seperti

meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pemerataan pendapatan

masyarakat, meningkatkan kesempatan kerja, dan meningkatkan pembangunan

antar daerah. Salah satu ukuran yang digunakan untuk melihat keberhasilan suatu

pembangunan ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan.

Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dalam pengertian makro adalah penambahan nilai

Produk Domestik Bruto riil (PDB) atau peningkatan pendapatan nasional. Badan

pusat statistik menggunakan pendekatan PDB dan Pendapatan Domestik Regional

Bruto (PDRB) untuk menggambarkan produksi barang dan jasa yang dihasilkan

oleh suatu daerah yang mencerminkan pertumbuhan ekonomi. PDRB dihitung

dengan dua cara, yaitu atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan.

Menurut Todaro (2006), pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses

peningkatan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian secara terus menerus

sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional

yang semakin besar. Terdapat tiga faktor utama dalam menentukan pertumbuhan

ekonomi, yaitu:

1. Akumulasi modal, merupakan semua bentuk investasi baru yang ditanamkan

seperti tanah, peralatan listrik serta sumber daya manusia melalui peningkatan

di bidang kesehatan, pendidikan dan keterampilan.

2. Pertumbuhan jumlah penduduk, yang akan menyebabkan pertumbuhan

angkatan kerja

3. Kemajuan teknologi, yang merupakan sarana untuk memudahkan pekerjaan.

Page 18: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

6

Kemiskinan

Kemiskinan menurut Mudrajad Kuncoro (2000) adalah ketidakmampuan

untuk memenuhi standar hidup minimum. Permasalahan standar hidup yang

rendah berkaitan pula dengan jumlah pendapatan yang sedikit, perumahan yang

kurang layak, kesehatan dan pelayanan kesehatan yang buruk, tingkat pendidikan

masyarakat yang rendah sehingga berakibat pada rendahnya sumber daya manusia

dan banyaknya pengangguran. Tingkat standar hidup dalam suatu negara bisa

diukur dari beberapa indikator antara lain Gross National Product (GNP) per

capita, pertumbuhan relatif nasional dan pendapatan per kapita, distribusi

pendapatan nasional, tingkat kemiskinan, dan tingkat kesejahteraan masyarakat.

Todaro (2006) menjelaskan bahwa kemiskinan dapat diukur dengan atau

tanpa mengacu kepada garis kemiskinan (poverty line). Konsep yang mengacu

kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut, sedangkan konsep yang

pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif.

Kemiskinan absolut didefinisikan sebagai ketidakmampuan pemenuhan

sumberdaya pokok untuk kesejahteaan, termasuk makanan, air, perumahan, tanah,

kesehatan dan pendidikan. Sementara kemiskinan relatif merupakan kondisi yang

disebabkan oleh kebijakan pembangunan yang belum dapat menjangkau

masyarakat secara merata sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi

pendapatan.

Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan pendekatan kebutuhan dasar

untuk mengukur kemiskinan. Kemiskinan merupakan ketidakmampuan dari sisi

ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal. Kebutuhan hidup minimal

tersebut adalah kebutuhan untuk mengkonsumsi makanan dalam takaran 2,100

kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan minimal non makanan seperti

perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi.

Pengeluaran Pemerintah Daerah

Pengeluaran pemerintah merupakan suatu tindakan untuk mengatur jalannya

perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran

pemerintah setiap tahunnya, yang tercermin dalam dokumen Anggaran

Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk nasional dan Anggaran Pendapatan

Belanja Daerah (APBD) untuk daerah. APBD merupakan acuan bagi pemerintah

dalam melaksanakan kegiatan ekonomi ke depan yang akan mendorong

pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Alokasi anggaran ke dalam pos-pos

pengeluaran akan mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung

terhadap perekonomian. Pengeluaran pemerintah merupakan proxy terhadap

kebutuhan daerah yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas pendidikan dan

kesehatan, pengeluaran yang menyediakan polisi dan tentara, pengeluaran gaji

untuk pegawai pemerintah, dan pengeluaran untuk mengembangkan infrastruktur

yang dibuat untuk kepentingan masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 13 tahun

2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja daerah

diprioritaskan untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan provinsi atau kabupaten dan kota. Format belanja dikelompokan ke

dalam dua bentuk yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja

Page 19: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

7

tidak langsung merupakan belanja yang tidak digunakan secara langsung oleh

pelaksanaan program dan kegiatan yang terdiri atas belanja pegawai, belanja

bunga, belanja subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan

keuangan dan belanja tidak terduga. Sementara belanja langsung merupakan

belanja yang digunakan untuk pelaksanaan program dan kegiatan yang terkait

secara langsung. Belanja langsung merupakan pengeluaran yang bersifat

menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik,

yang terdiri atas:

1. Belanja Pegawai. Merupakan belanja kompensasi baik dalam bentuk uang

maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang diberikan kepada Pejabat Negara, PNS dan pegawai yang dipekerjakan

oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan

yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan

modal.

2. Belanja barang dan jasa. Merupakan pembelian barang dan jasa yang habis

pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak

dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau

dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja barang ini terdiri dari

belanja pengadaan barang dan jasa-jasa, belanja pemeliharaan, dan belanja

perjalanan.

3. Belanja modal. Merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang dilakukan

dalam rangka memperoleh atau menambah asset tetap dan asset lainnya yang

memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi

antara lain, belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,

jalan, irigasi dan jaringan, dan belanja modal fisik lainnya.

Dalam konsep makroekonomi dan pembangunan ekonomi, PDB(Y) terdiri

dari konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan net ekspor (X-

M) atau (Y = C + I + G + (X-M)). Belanja pemerintah mengarah kepada konsumsi

(C).

Teori Pengeluaran Pemerintah

Dalam teori ekonomi pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan

pengeluaran pemerintah mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Hukum

Wagner menyebutkan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pertumbuhan

ekonomi meningkat maka pengeluaran pemerintah juga akan meningkat. Hukum

Wagner dikenal dengan “The Law of Expanding State”, dimana analogi untuk

Hukum Wagner ini adalah dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi maka

kebutuhan akan penyediaan barang publik juga akan meningkat sehingga

dibutuhkan pembiayaan melalui penerimaan pemerintah yang pada akhirnya

pengeluaran pemerintah juga akan meningkat atau dapat diartikan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi juga akan mencerminkan besarnya dana pengeluaran

pemerintah untuk membiayai kebutuhan layanan jasa pemerintah. Namun Aliran

Keynesian menggambarkan sebaliknya, bahwa dengan adanya peningkatan

Page 20: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

8

pengeluaran pemerintah akan mendorong peningkatan permintaan barang dan jasa

secara agregat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.

Model Rostow dan Musgrave

Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah

dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan

pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang

dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal

perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi

lebih besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan sarana dan

prasarana, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, dan prasarana transportasi.

Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap

diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas,

namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan

pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta semakin

besar akan menimbulkan banyak kegagalan pasar dan juga menyebabkan

pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih

banyak dan kualitas yang lebih baik.

Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow menyatakan bahwa

pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke

pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari

tua dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Penelitian Terdahulu

Sodik (2007) dalam penelitiannya menganalisis pengaruh pengeluaran

pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi regional di 26 provinsi Indonesia.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi data panel dengan metode fixed

effect model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa investasi pemerintah, konsumsi

pemerintah, tenaga kerja dan tingkat keterbukaan ekonomi provinsi memiliki

pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional, namun variabel investasi

swasta tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Siti Anni Makhrifah (2010) melakukan penelitian untuk menganalisis

pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap pembangunan ekonomi di

Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan metode analisis Vector Auto

Regressive (VAR). Berdasarkan hasil penelitiannya, belanja modal berpengaruh

positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan IPM baik dalam jangka pendek

maupun jangka panjang, sementara belanja pegawai hanya berpengaruh dalam

jangka pendek. Belanja pegawai dan belanja lain berpengaruh positif terhadap

kemiskinan, artinya jika jenis belanja ini naik maka kemiskinan juga akan naik.

Nur Saidah (2011) dalam penelitiannya menganalisis pengaruh belanja

pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi 22 kabupaten tertinggal

dengan menggunakan teknik analisis data panel. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa variabel belanja fungsi pelayanan umum dan lainnya memiliki pengaruh

negatif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, sedangkan belanja fungsi

kesehatan dan pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Page 21: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

9

pertumbuhan ekonomi. Sementara itu variabel angkatan kerja tidak memberikan

pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

Haryanto (2013) dalam penelitiannya menganalisis mengenai pengaruh

pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di

Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data panel

dengan metode fixed effect model. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengeluaran pemerintah untuk belanja langsung dan belanja tidak langsung secara

bersama-sama berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kerangka Pemikiran

Menciptakan pembangunan yang merata merupakan tujuan akhir dari

desentralisasi fiskal. Agar dapat menciptakan pembangunan tersebut, diperlukan

komposisi belanja daerah yang berkualitas agar penyerapan dana pemerintah

dapat mendorong aspek-aspek pembangunan secara stabil dan merata. Dengan

keleluasaan kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengelola

keuangan daerahnya, diharapkan pemerintah daerah dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi dan mengurangi persentase penduduk miskin. Hal inilah

yang menjadi panduan untuk menganalisis pengaruh belanja daerah terhadap

pembangunan ekonomi di kabupaten/kota Provinsi Banten. Sistematis kerangka

pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Kerangka pemikiran

Analisis Deskriptif dan Data Panel

Desentralisasi Fiskal

Pendapatan Pemerintah Belanja Pemerintah

Belanja

Pegawai

Belanja

Modal

Belanja Barang

dan Jasa

Pertumbuhan Ekonomi Kemiskinan

Page 22: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

10

Keterangan:

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Belanja Modal dan belanja barang dan jasa diduga mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi secara positif dan mempengaruhi persentase penduduk

miskin secara negatif.

2. Belanja pegawai diduga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara negatif

dan mempengaruhi persentase penduduk miskin secara positif.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder dengan yang

diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Kementrian Keuangan. Data cross

section yang digunakan terdiri dari 8 kabupaten dan kota di Provinsi Banten serta

data time series tahunan periode 2009 hingga 2012. Referensi pendukung lainnya

berupa buku, jurnal, dan artikel diperoleh dari Perpustakan BPS, Perpustakaan

IPB dan internet yang relefan dengan penelitian ini.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis

deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk

memberikan gambaran umum hasil penelitian secara sederhana dalam bentuk

gambar dan tabel. Tujuannya adalah untuk menggambarkan perkembangan

belanja pemerintah daerah serta perkembangan pertumbuhan ekonomi dan

Tabel 1 Jenis dan sumber data

Jenis Data Sumber

Belanja Pegawai Kemenkeu: Realisasi APBD

Belanja Modal Kemenkeu: Realisasi APBD

Belanja Barang dan Jasa Kemenkeu: Realisasi APBD

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BPS Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan 2000

Persentase Penduduk Miskin BPS Provinsi Banten

Page 23: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

11

kemiskinan di kabupaten dan kota Provinsi Banten dalam kurun waktu tahun 2009

hingga tahun 2012.

Analisis kuantitatif data panel digunakan untuk menganalisis pengaruh

belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di

Kabupaten/Kota Provinsi Banten. Pengolahan data panel dilakukan menggunakan

software Microsoft Excel dan Eviews 6. Menurut Gujarati (2005), data panel

(pooled data) merupakan gabungan antara data time series dan data cross section.

Data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap

satu individu dan data cross section merupakan data yang dikumpulkan dalam

satu waktu terhadap banyak individu. Menurut Baltagi (2005), penggunaan data

panel dapat mengendalikan heterogenitas data individual, dapat menyajikan data

yang lebih informatif, bervariasi, memiliki kolineritas antar variabel yang kecil,

memiliki derajat kebebasan yang lebih besar, dan lebih efisien. Data panel juga

lebih unggul dalam mengidentifikasi dan mengestimasi efek yang tidak terdeteksi

secara sederhana pada model cross section dan model time series. Data panel

lebih sesuai untuk menguji model perilaku yang kompleks dibandingkan dengan

model data cross section dan model time series.

Terdapat tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi data panel,

yaitu Pooled Least Square, metode efek tetap atau Fixed Effect dan metode efek

acak atau Random Effect. Gujarati (2003)

1. Metode Pooled Least Square (PLS)

Metode PLS merupakan metode yang paling sederhana yang memiliki

intersep dan slope konstan. Model PLS didefinisikan sebagai berikut:

Yit = α

i + β X

it + u

it

dimana i merupakan kabupaten/kota yang diobservasi dalam data cross section

dan t merupakan periode tahun pada data time series. Metode ini memiliki

keterbatasan, karena intersep dan slope dari setiap variabel siasumsikan konstan

untuk setiap data yang diobservasi.

2. Fixed Effect Model (FEM)

Pada metode fixed effect model, intersep dibedakan antarindividu karena

setiap individu dianggap memiliki karakteristik sendiri. dalam membedakan

intersepnya, dapat menggunakan peubah dummy, sehingga metode ini dikenal

dengan model Least Square Dummy Variable (LSDV). Persamaan model sebagai

berikut:

Yit= β 0

i + β 1X1

it + β 2X2

it +.....+ β nXn

it + u

it

dimana β 0i merupakan intersep dan β 1, β 2 merupakan slope. Diasumsikan

bahwa slope konstan tetapi intersep berbeda untuk setiap individu, i

menggambarkan intersep berbeda antar kabupaten/kota namun intersep masing-

masing kabupaten/kota tidak berbeda antar waktu (time invariant).

3. Random Effect Model (REM)

Pada metode random effect model, intersep tidak lagi dianggap konstan,

melainkan dianggap sebagai peubah random. Nilai intersep dari masing-masing

individu didefinisikan sebagai berikut:

Page 24: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

12

β 0i = β 0 + e

i ; dengan i = 1,2,...,N

dimana merupakan sisaan acak (error term) dengan rata-rata = 0 dan ragam

= σ ². Sehingga persamaan dalam model sebagai berikut:

Yit = β 0

+ β 1X1

it + β 2X2

it + e

it + u

it

Pengujian Kesesuaian Model

Untuk memilih metode yang akan digunakan, perlu dilakukan uji kesesuaian

model sebagai berikut:

1. Chow Test

Uji Chow dilakukan untuk memilih apakah model yang lebih baik

digunakan adalah model Pooled Least Square atau model Fixed Effect. Hipotesis

uji Chow sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square (Restricted)

H1 : Model Fixed Effect (Unrestricted)

Sebagai dasar penolakan H0 dapat digunakan perbandingan statistik

Hausman dengan Chi-square atau dengan melihat p-value. Apabila nilai p-value

lebih kecil dari nilai α = 5%, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan

terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model FEM.

2. Hausman Test

Setelah melakukan uji Chow, untuk memilih model fixed effect atau random

effect yang lebih baik digunakan dalam penelitian, dengan asumsi terdapat atau

tidak korelasi antara regressor dan efek individu, dilakukan uji Hausman.

Hipotesis Uji Hausman sebagai berikut:

H0 : Random Effect Model

H1 : Fixed Effect Model

Sebagai dasar penolakan H0 dapat digunakan perbandingan statistik

Hausman dengan Chi-square atau dengan melihat p-value. Apabila nilai p-value

lebih kecil dari nilai α = 5%, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan

terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah model FEM.

Pengujian Kriteria Ekonometrika

1. Multikolinearitas

Suatu model yang terbebas dari multikolinearitas artinya tidak ada

hubungan linear antara variabel-variabel bebas dalam persamaan regresi berganda.

Salah satu cara untuk memastikan ada atau tidaknya multikolinearitas, dapat

dilihat dari koefisien korelasi antara peubah bebas dalam model. Jika nilai

Page 25: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

13

masing-masing koefisien korelasinya lebih besar dari rule of thumb (0,8) dan R²

maka model tersebut memiliki masalah multikolinearitas.

2. Heteroskedastisitas

Suatu model yang terbebas dari heteroskedastisitas artinya variant dari error

bersifat konstan atau bersifat homoskedastis. Menurut Gujarati (2006), apabila

masalah heteroskedastisitas terjadi maka pengujian hipotesis tidak bisa diandalkan

karena memungkinkan penarikan kesimpulan yang menyesatkan. Salah satu cara

untuk melihat ada atau tidaknya masalah heteroskedastisitas dengan menggunakan

metode GLS Weight Cross-section. Apabila nilai Sum Square Resid Weighted

lebih kecil dibandingkan dengan nilai Sum Square Resid Unweighted, maka dapat

disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

3. Autokorelasi

Suatu model dikatakan bebas dari masalah autokorelasi apabila pengamatan

satu dan pengamatan lainnya tidak memiliki keterkaitan atau bersifat saling bebas.

Uji yang dilakukan untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin-Watson.

Nilai statistik Durbin-Watson yang diperoleh dari hasil estimasi pada program

Eviews dibandingkan dengan nilai DW pada tabel. Model dikatakan terbebas dari

masalah autokorelasi apabila nilai statistik Durbin-Watson berada di area non-

autokorelasi. Selang statistik Durbin-Watson adalah sebagai berikut:

0 < DW < DL : ada autokorelasi positif

D L < DW < DU : tidak ada keputusan

DU < DW < 4 - DU : tidak ada autokorelasi

4 - DU < DW < 4 - DL : tidak ada keputusan

4 - DL < DW < 4 : ada autokorelasi negatif

4. Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term terdistribusi

secara normal atau tidak. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan uji

Jarque-Bera. Hipotesis pengujian normalitas adalah:

H0 : Residual terdistribusi normal

H1 : Residual tidak terdistribusi normal

Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas

Jarque-Bera dengan taraf nyata lima persen. Apabila nilai probabilitas Jarque-

Bera lebih besar dari taraf nyata lima persen, maka dapat dikatakan tidak cukup

bukti untuk menolak H0 yang artinya residual terdistribusi normal.

Model Penelitian

Analisis regresi dengan metode data panel pada penelitian ini digunakan

untuk menganalisis pengaruh belanja daerah terhadap pertumbuhan ekonomi dan

persentase penduduk miskin di kabupaten dan kota Provinsi Banten. Nilai Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) digunakan untuk menggambarkan

pertumbuhan ekonomi. Estimasi model pengaruh belanja daerah terhadap

Page 26: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

14

pertumbuhan ekonomi kabupaten dan kota di Provinsi Banten dituliskan sebagai

berikut:

PDRBit = α + β

1 (PEGAWAI)

it + β

2 (MODAL)

it + β

3 (BARANG)

it + u

it

dimana:

PDRB : Produk Domestik Regional Bruto daerah ke-i tahun ke-t (miliar rupiah)

PEGAWAI : Belanja pegawai daerah ke-i tahun ke-t (juta rupiah)

MODAL : Belanja modal daerah ke-i tahun ke-t (juta rupiah)

BARANG : Belanja barang dan jasa daerah ke-i tahun ke-t (juta rupiah)

αi

: intersep

βi

: koefisien regresi

i

: kabupaten/kota Provinsi Banten

t

: periode waktu dari tahun 2009 dampai tahun 2012

uit

: error term

Estimasi model yang digunakan untuk melihat pengaruh belanja daerah

terhadap persentase penduduk miskin kabupaten dan kota di Provinsi Banten

dituliskan sebagai berikut:

PPMit = α +

β

1 (PEGAWAI)

it + β

2 (MODAL)

it + β

3 (BARANG)

it + u

it

dimana:

PPM : Persentase Penduduk Miskin daerah ke-i tahun ke-t (persen)

PEGAWAI : Belanja pegawai daerah ke-i tahun ke-t (juta rupiah)

MODAL : Belanja modal daerah ke-i tahun ke-t (juta rupiah)

BARANG : Belanja barang dan jasa daerah ke-i tahun ke-t (juta rupiah)

αi

: intersep

βi

: koefisien regresi

i

: kabupaten/kota Provinsi Banten

t

: periode waktu dari tahun 2009 dampai tahun 2012

uit

: error term

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian berbeda satuan sehingga

di-logaritmanatural-kan. Dengan model ini, hasil regresi yang diperoleh akan

lebih efisien karena ragam konstan dan residual error menyebar normal serta

mudah diinterpretasikan dalam satuan persen. Adapun model yang telah di-

logaritmanatural-kan adalah sebagai berikut.

lnPDRBit = α + β

1 ln(PEGAWAI)

it + β

2 ln(MODAL)

it + β

3 ln (BARANG)

it + u

it

dimana:

lnPDRB : Produk Domestik Regional Bruto daerah ke-i tahun ke-t (%)

lnPEGAWAI : Belanja pegawai daerah ke-i tahun ke-t (%)

lnMODAL : Belanja modal daerah ke-i tahun ke-t (%)

Page 27: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

15

lnBARANG : Belanja barang dan jasa daerah ke-i tahun ke-t (%)

αi

: intersep

βi

: koefisien regresi

i

: kabupaten/kota Provinsi Banten

t

: periode waktu dari tahun 2009 dampai tahun 2012

uit

: error term

PPMit = α +

β

1 ln(PEGAWAI)

it + β

2 ln(MODAL)

it + β

3 ln(BARANG)

it + u

it

dimana:

PPM : Persentase Penduduk Miskin daerah ke-i tahun ke-t (persen)

lnPEGAWAI : Belanja pegawai daerah ke-i tahun ke-t (%)

lnMODAL : Belanja modal daerah ke-i tahun ke-t (%)

lnBARANG : Belanja barang dan jasa daerah ke-i tahun ke-t (%)

αi

: intersep

βi

: koefisien regresi

i

: kabupaten/kota Provinsi Banten

t

: periode waktu dari tahun 2009 dampai tahun 2012

uit

: error term

GAMBARAN UMUM PROVINSI BANTEN

Keadaan Geografis

Provinsi Banten merupakan daerah pemekaran yang terbentuk tahun 2000.

Pada tahun 2000 Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten dan dua kota yaitu

Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten

Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Kemudian terjadi pemekaran di

wilayah Kabupaten Serang menjadi Kota Serang pada tahun 2007 dan Kabupaten

Tangerang menjadi Kota Tangerang Selatan tahun 2008.

Secara astronomis, Provinsi Banten terletak pada 5°-7’50”-7°1’1” Lintang

Selatan dan 105°1’11” - 106°7’12” Bujur Timur. Wilayah Banten memiliki luas

wilayah sebesar 9.662,92 km atau sekitar 0,51 persen dari luas wilayah Indonesia.

Letak geografis Provinsi Banten berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara,

Samudra Hindia di sebelah selatan, sebelah timur berbatasan dengan Selat Sunda

dan sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Posisi

yang strategis ini mendukung wilayah Banten pada lintas perdagangan. Wilayah

bagian Selatan tepatnya di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak

merupakan kawasan pertanian yang subur, sedangkan wilayah bagian utara seperti

Kota Tangerang dan Cilegon merupakan pusat industri yang mendukung

perekonomian Provinsi Banten.

Page 28: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

16

Kependudukan

Penduduk memiliki peranan penting dalam proses pembangunan ekonomi

sebagai objek pembangunan dan sekaligus sebagai subjek pembangunan. Jumlah

penduduk di kabupaten dan kota Provinsi Banten terus mengalami peningkatan

setiap tahunnya. Berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas),

jumlah penduduk Banten pada tahun 2009 sebanyak 9.78 juta jiwa dan bertambah

tahun 2012 menjadi 11.25 juta jiwa. Persebaran penduduk di Provinsi Banten

tidak terkonsentrasi secara merata.

Dapat dilihat pada Tabel 4, persebaran penduduk selama empat tahun

terakhir masih didominasi pada beberapa daerah saja, yaitu Kabupaten Tangerang

dan Kota Tangerang. Jumlah penduduk Kabupaten Tangerang tahun 2012

sebanyak 3 juta jiwa dan jumlah penduduk Kota Tangerang sebesar 1.9 juta jiwa.

Tingginya jumlah penduduk ini terkait dengan letak daerah Kota Tangerang dan

Kabupaten Tangerang yang berbatasan langsung dengan Kota DKI Jakarta,

sehingga menjadi daerah tujuan utama imigran. Sensus Penduduk tahun 2010

mencatat tingkat tingkat imigran masuk ke perkotaan Banten mencapai 41%,

sementara untuk tingkat kabupaten/kota, Kota Tangerang Selatan dan Kota

Tangerang merupakan kota dengan tingkat migrasi masuk sebesar 66.2% dan

53.7%. Hal inilah yang menyebabkan kepadatan penduduk antar wilayah di

Provinsi Banten menjadi tidak merata dan kedua daerah tersebut merupakan

daerah dengan tingkat kepadatan penduduk terbesar.

Ketenagakerjaan

Penduduk dapat berperan sebagai penggerak pembangunan apabila dapat

menciptakan nilai tambah dalam kegiatan ekonomi. Sebaliknya, apabila jumlah

penduduk banyak namun tidak disertai dengan peningkatan kualitas sumberdaya

manusia, maka akan menjadi penghambat pembangunan. Jumlah penduduk yang

terserap dalam dunia kerja di Provinsi Banten tahun 2012 terus mengalami

Tabel 2 Jumlah penduduk Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk (jiwa)

2009 2010 2011 2012

Kab. Pandeglang 1 099 746 1 149 610 1 172 179 1 181 430

Kab. Lebak 1 258 893 1 204 095 1 228 884 1 239 660

Kab. Tangerang 3 676 684 2 834 376 2 960 474 3 050 929

Kab. Serang 1 345 557 1 402 818 1 434 137 1 448 964

Kota Tangerang 1 554 827 1 798 601 1 869 791 1 918 556

Kota Cilegon 349 162 374 559 385 720 392 341

Kota Serang 497 910 577 785 598 407 611 897

Kota Tangerang

Selatan 1 042 026 1 290 322 1 355 926 1 405 170

Provinsi Banten 9 782 779 10 632 166 11 005 518 11 248 947

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2013.

Page 29: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

17

peningkatan sebesar 76 187 jiwa dan penduduk yang menganggur mengalami

penurunan sebesar 161 354 jiwa. Berdasarkan tabel, pada tahun 2012 Kabupaten

Tangerang memiliki jumlah angkatan kerja tertinggi sebesar 1.3 juta jiwa dan

persentase pengangguran sebesar 29.32%. Sedangkan Cilegon merupakan daerah

yang memiliki jumlah angkatan kerja terendah di Banten sebesar 180 ribu jiwa

dan persentase pengangguran sebesar 3.92%.

Banten merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat pengangguran

terbuka tinggi. Tahun 2012 tingkat pengangguran terbuka Banten sebesar 10.13%,

nilai ini lebih tinggi dari tingkat nasional sebesar 6.14% dan DKI Jakarta sebesar

9.87%. Faktor penyebab utama tingginya tingkat pengangguran di Banten adalah

urbanisasi, dimana banyak pendatang baru yang masuk ke wilayah Banten karena

menganggap Banten merupakan daerah yang menjanjikan sehingga menjadi

tujuan pencari kerja.

Faktor penyebab lainnya adalah pertumbuhan penduduk dan ketersediaan

tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini juga berkaitan dengan

persebaran penduduk yang tidak merata di Provinsi Banten. Kabupaten

Pandeglang dan Kabupaten Lebak yang terletak di bagian selatan Provinsi Banten

merupakan daerah pedesaan yang kegiatan perekonomiannya didominasi oleh

pertanian. Tenaga kerja yang terserap pada sektor tersebut umumnya merupakan

tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga jumlah

pengangguran di daerah tersebut relatif tinggi.

Sementara itu, wilayah Banten bagian utara, yaitu Kabupaten Tangerang,

Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan merupakan daerah sektor

perindustrian yang dominan, sehingga menjadi daerah yang menyerap banyak

tenaga kerja. Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang merupakan daerah yang

paling berkembang, perkembangan di daerah tersebut didukung oleh

perkembangan sektor industri, perdagangan, dan sektor jasa. Dari sisi lapangan

usaha, rata-rata penduduk Provinsi Banten yang bekerja di sektor industri sekitar

25% dari total penduduk yang bekerja, pembangunan proyek industri tersebut

Tabel 3 Penduduk bekerja, pengangguran, jumlah angkatan kerja dan bukan

angkatan kerja Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2012

Kabupaten/Kota

Angkatan Kerja (jiwa) Jumlah

Angkatan

Kerja (jiwa)

Bukan

Angkatan

Kerja

(jiwa) Bekerja Pengangguran

Kab. Pandeglang 517 943 53 131 571 074 256 379

Kab. Lebak 508 065 50 687 558 752 325 859

Kab. Tangerang 1 175 846 152 235 1 328 081 760 579

Kab. Serang 582 314 86 715 669 029 367 131

Kota Tangerang 840 092 76 134 916 226 456 581

Kota Cilegon 159 670 20 360 180 030 93 811

Kota Serang 234 786 28 420 263 206 150 076

Kota Tangerang Selatan 587 131 51 528 638 659 345 442

Provinsi Banten 4 605 847 519 210 5 125 057 2 755 858 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2013.

Page 30: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

18

menyerap tenaga kerja dengan cukup signifikan. Sektor industri sebagai sektor

yang mampu menyerap tenaga kerja paling banyak diharapkan dapat memberi

kontribusi dalam ketersediaan lapangan pekerjaan. Meskipun sektor industri

menyerap sebagian besar tenaga kerja, jumlah penggangguran yang terdapat di

Kabupaten Tangerang jumlahnya masih relatif besar. Hal ini terjadi karena jumlah

angkatan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang

teredia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Banten

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk mengukur

kinerja pembangunan daerah. Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, dapat

digunakan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) untuk nasional dan nilai Domestik

Regional bruto (PDRB) untuk tingkat daerah. Nilai PDRB yang digunakan adalah

jenis PDRB atas dasar harga konstan karena tidak memperhitungkan tingkat

perkembangan inflasi yang ada, sehingga PDRB atas dasar harga konstan

menggambarkan pertumbuhan riil barang dan jasa pada periode tertentu.

Besar kontribusi PDRB setiap wilayah di Banten menyumbang dalam

pertumbuhan ekonomi regional. Gambar 4 menunjukkan bahwa Kota Tangerang

merupakan daerah yang memiliki nilai PDRB tertinggi di antara kabupaten dan

kota lainnya di Banten sebesar 33 428 miliar rupiah, kemudian disusul oleh

Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon dengan nilai PDRB masing-masing

sebesar 20 951 miliar rupiah dan 19 470 miliar rupiah. Tingginya PDRB yang

dihasilkan ketiga daerah ini disebabkan oleh pusat perekonomian dan pusat

industri yang berada di wilayah tersebut. Sementara itu kabupaten dan kota

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2013 (diolah).

Gambar 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar Harga

Konstan 2000 tahun 2009-2012

05,000

10,00015,00020,00025,00030,00035,00040,000

Mil

iar

rup

iah

Kabupaten/Kota

2009

2010

2011

2012

Page 31: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

19

lainnya memiliki nilai PDRB kurang dari 10 000 miliar rupiah. Kabupaten

Pandenglang dan Kabupaten Lebak merupakan pusat sentra kegiatan pertanian.

Nilai tambah pada sektor pertanian yang relatif kecil dibandingkan dengan nilai

tambah sektor industri menyebabkan kecilnya nilai PDRB yang dihasilkan kedua

daerah tersebut.

Besar nilai PDRB Banten tidak terlepas dari peran sektor-sektor yang

menyumbang nilai PDRB tersebut. Karakteristik alam, sosial, budaya dan

ekonomi yang berbeda pada masing-masing wilayah menyebabkan produktivitas

ekonomi yang dihasilkan juga berbeda. Nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu

sektor menunjukan tingkat ketergantungan suatu daerah pada sektor tersebut.

Semakin besar nilai tambah suatu sektor, maka tingkat ketergantungannya pun

semakin besar. Nilai PDRB Banten sangat dipengaruhi oleh tiga sektor yang

memiliki kontribusi paling besar, yaitu sektor industri pengolahan, sektor

perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor transportasi dan komunikasi.

Gambar 5 menjelaskan besaran persentase kontribusi setiap sektor dalam

PDRB kabupaten dan kota Provinsi Banten pada tahun 2012. Sektor pertanian

menyumbang kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Pandeglang dan

Kabupaten Lebak dengan besaran diatas 30%. Sektor perdagangan, hotel dan

restoran memiliki kontribusi terbesar kedua sebesar 25% dan sektor jasa memiliki

kontribusi sebesar 12%. Kemiripan nilai PDRB yang dihasilkan kedua daerah ini

disebabkan oleh letak geografis kedua daerah yang berada di bagian selatan

Provinsi Banten dan merupakan pusat kegiatan pertanian. Sementara itu

Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang dan Kota Cilegon

menyumbang nilai PDRB sektor industri dengan besaran diatas 45%. Keempat

daerah ini merupakan pusat kegiatan industri yang menjadi penggerak utama

perekonomian Banten dari sisi sektoral hingga saat ini. Nilai PDRB sektor

perdagangan, hotel dan restoran di Kota Serang dan Kota Tangerang Selatan

menyumbang kontribusi diatas 25%. Besar nilai PDRB yang dihasilkan sektor

tersebut dipengaruhi oleh letak strategis kedua wilayah ini yang berbatasan

dengan Provinsi DKI Jakarta.

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2013 (diolah).

Gambar 5 Distribusi PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

Harga Konstan 2000 menurut lapangan usaha tahun 2012

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Dis

rib

usi

Se

kto

ral

Kabupaten/Kota

Jasa-jasa

Keuangan, Persewaan

& Jasa Perusahaan

Pengangkutan dan

Komunikasi

Perdagangan, Hotel dan

Restoran

Bangunan

Listrik, Gas dan Air

Bersih

Industri Pengolahan

Pertambangan dan

Penggalian

Page 32: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

20

Kemiskinan Kabupaten/Kota Provinsi Banten

Tingkat kesejahteraan daerah dapat diukur dari persentase penduduk miskin

di daerah tersebut. Jumlah penduduk miskin di Banten tahun 2012 mencapai 648

ribu jiwa dan menurun sebesar 42 ribu jiwa dibandingkan dengan jumlah

penduduk miskin pada tahun 2011 yang sebesar 690 ribu jiwa. Apabila

dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional, tingkat kemiskinan di

kabupaten dan kota Provinsi Banten selalu berada dibawah angka nasional, hal ini

menunjukkan tingkat kemiskinan di Banten jauh lebih baik dibandingkan tingkat

nasional dengan tren yang menurun sejak tahun 2009 hingga tahun 2012. Tabel 5

menunjukkan sebaran kemiskinan berdasarkan kabupaten dan kota di Banten

masih terpusat di Banten bagian selatan, yakni Kabupaten Lebak dan Kabupaten

Pandeglang. Tahun 2012 persentase penduduk miskin di Kabupaten Pandeglang

sebesar 110 ribu jiwa dengan persentase penduduk miskin 9.27%. Sementara itu,

Kota Tangerang Selatan memiliki persentase penduduk miskin yang terkecil

sebesar 1.33% dengan jumlah penduduk miskin 18 ribu jiwa.

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase

penduduk miskin. Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman

dan keparahan kemiskinan. Selain upaya memperkecil jumlah penduduk miskin,

kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana mengurangi

tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang terkait dengan kesejahteraan

penduduk miskin. Nilai indeks (P1) menunjukkan rata-rata kesenjangan

pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.

Semakin tinggi nilai indeks, maka semakin besar rata-rata kesenjangan terhadap

garis kemiskinan. Indeks ini digunakan sebagai dasar penghitungan berapa subsidi

yang diperlukan untuk mengentaskan penduduk miskin. Sementara itu nilai indeks

(P2) menunjukkan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di Kabupaten Lebak, Kabupaten

Tangerang, Kota Tangerang dan Kota Serang mengalami penurunan pada tahun

2012. Penurunan indeks (P1) di tahun 2012 menunjukkan rata-rata jarak

kedalaman kemampuan konsumsi penduduk miskin di wilayah tersebut bergerak

naik mendekati garis kemiskinan. Sementara itu Indeks Kedalaman Kemiskinan

(P1) di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Cilegon dan Kota

Tabel 4 Persentase penduduk miskin Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun

2009-2012

Persentase Penduduk Miskin (%)

Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012

Kab. Pandeglang 12.01 11.14 9.80 9.27

Kab. Lebak 10.63 10.38 9.20 8.62

Kab. Tangerang 6.55 7.18 6.42 5.71

Kab. Serang 5.8 6.34 5.63 5.28

Kota Tangerang 6.42 6.88 6.14 5.55

Kota Cilegon 4.14 4.46 3.98 3.81

Kota Serang 6.19 7.03 6.25 5.69

Kota Tangerang Selatan 1.75 1.67 1.50 1.33 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2013

Page 33: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

21

Tangerang Selatan mengalami peningkatan, yang artinya rata-rata jarak

kedalaman kemampuan konsumsi penduduk miskin di wilayah tersebut bergerak

turun menjauhi garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di

Kabupaten Serang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan mengalami

peningkatan di tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa variasi pengeluaran

konsumsi penduduk miskin di ketiga wilayah tersebut semakin tidak merata atau

ketimpangannya semakin tinggi. Sementara itu, Indeks Keparahan Kemiskinan

(P2) di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota

Tangerang dan Kota Serang mengalami penurunan, yang artinya variasi

pengeluaran konsumsi penduduk miskin di wilayah tersebut semakin merata atau

ketimpangannya semakin menurun.

Seperti yang dapat dilihat pada tabel 4 dan 5, Kabupaten Pandeglang dan

Kabupaten Lebak memiliki tingkat kemiskinan dan nilai indeks kemiskinan yang

relatif tinggi dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya di Provinsi Banten.

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab kemiskinan di Banten yang

terpusat pada kedua daerah tersebut. Pertama, rendahnya pendidikan sebagian

masyarakat mendorong kemiskinan di Banten. Berdasarkan publikasi Bank

Indonesia, pada tahun 2009 lebih dari 50% penduduk miskin di Banten tidak lulus

Sekolah Dasar (SD) dan tingginya jumlah anak putus sekolah mencapai 9 ribu

siswa serta penduduk buta huruf mencapai 500 ribu orang.

Kedua, penurunan kontribusi sektor pertanian di pedesaan juga mendorong

kemiskinan tersebut, dimana rata-rata pekerja pertanian di desa berpendidikan

rendah dan sektor industri tidak tumbuh di daerah-daerah selatan Banten karena

keterbatasan akses dan infrastruktur yang kurang memadai. Ketiga, inflasi yang

tinggi di Banten selatan menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Inflasi ini

disebabkan oleh buruknya infrastruktur jalan menuju Banten Selatan sehingga

distribusi barang menjadi mahal dan langka.

Jenis kemiskinan yang dialami Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten

Lebak merupakan kemiskinan rural atau kemiskinan pedesaan. Kemiskinan ini

Tabel 5 Indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan

(P2) Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012

Kabupaten/Kota

Indeks Kedalaman

Kemiskinan (P1) Indeks Keparahan

Kemiskinan (P2)

2009 2010 2011 2012 2009 2010 2011 2012

Kab. Pandeglang 1.33 1.20 1.51 1.20 0.22 0.23 0.36 0.30

Kab. Lebak 1.29 2.34 1.45 1.18 0.24 0.27 0.37 0.24

Kab. Tangerang 1.02 1.31 1.09 0.78 0.23 0.36 0.29 0.21

Kab. Serang 0.64 0.74 0.61 0.75 0.12 0.13 0.12 0.15

Kota Tangerang 1.21 1.10 0.85 0.67 0.34 0.45 0.18 0.13

Kota Cilegon 0.48 0.84 0.37 0.63 0.10 0.22 0.09 0.14

Kota Serang 0.67 1.06 0.81 0.74 0.12 0.23 0.17 0.16

Kota Tangerang

Selatan 0.37 0.35 0.09 0.14 0.12 0.11 0.01 0.03

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, 2013.

Page 34: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

22

terjadi terutama di negara berkembang karena kegiatan utamanya merupakan

kegiatan pertanian yang memiliki nilai tambah sektoral yang relatif kecil.

Belanja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Provinsi Banten

Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jendral Perimbangan

Keuangan (DJPK), rata-rata alokasi belanja pegawai di Kabupaten dan Kota

Provinsi Banten tahun 2012 sebesar 50%, namun Kabupaten Tangerang, Kota

Tangerang dan Kota Tangerang Selatan memiliki alokasi belanja pegawai kurang

dari 50%. Penyerapan anggaran belanja pegawai rata-rata mencapai 96% dari total

pagu anggaran. Tingkat penyerapan ini berada di atas rata-rata penyerapan

anggaran belanja pegawai tingkat nasional yang sebesar 95.67%. Penyerapan

anggaran belanja pegawai mempunyai sifat yang konstan sesuai dengan jadwal

pembayaran gaji secara rutin setiap bulan. Tingkat penyerapan belanja pegawai

hampir tidak pernah mengalami permasalahan. Kenaikan maupun penurunan

realisasi belanja tidak tergantung pada kelancaran pelaksanaan kegiatan, namun

hanya karena kenaikan jumlah pegawai maupun kenaikan angka gaji per pegawai.

Lonjakan realisasi belanja pegawai biasanya terjadi pada bulan tertentu yang

disebabkan karena kenaikan gaji pokok dan pembayaran gaji ke-13.

Belanja barang mempunyai sifat yang berbeda bila dibandingkan dengan

belanja pegawai. Alokasi belanja barang berkisar antara 13% hingga 30% dari

total belanja. Pelaksanaan pembangunan masing-masing daerah tergantung

kebijakan pemerintah daerah yang dimanifestasikan dalam alokasi belanja daerah.

Sebab pada dasarnya alokasi belanja yang disusun mencerminkan pola-pola

kebijakan, prioritas-prioritas dan program-program untuk setiap tahun (Priyarsono,

2008)

Rasio belanja modal terhadap total belanja daerah mencerminkan porsi

belanja daerah yang dibelanjakan untuk belanja modal. Belanja modal yang

Sumber: DJPK Kementrian Keuangan, 2013 (diolah).

Gambar 6 Struktur alokasi belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi

Banten tahun 2012

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

pe

rse

nta

se a

loka

si

Kabupaten/kota

B.Lainnya

B.Barang

&Jasa

B.Modal

B.Pegawai

Page 35: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

23

dilakukan oleh pemerintah daerah dapat berkontribusi pada perekonomian

regional apabila benar-benar diprioritaskan untuk pembangunan infrastruktur di

daerahnya. Infrastruktur merupakan investasi penunjang yang menjadi salah satu

faktor penentu pembangunan ekonomi. Belanja modal sangat erat kaitannya

dengan investasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Alokasi belanja modal

berkisar antara 20% hingga 60% dari total belanja daerah.

Kota Tangerang Selatan memiliki rasio belanja modal yang lebih besar

dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Hal ini terjadi karena sejak Kota

Tangerang Selatan berdiri menjadi kota sendiri, diperlukan banyak dana untuk

membangun infrastruktur yang dapat mendukung pelaksanaan pembangunan

ekonomi. Hal ini didukung oleh teori Rostow, yang menyatakan pada awal

pembentukan daerah, alokasi belanja sebagian besar akan digunakan untuk

belanja pembangunan. Untuk Kota Serang serta Kota Cilegon, belanja modal

mendapat porsi yang kecil, kurang dari 20%. Hal ini disebabkan infrastruktur di

kedua kota tersebut relatif sudah lebih baik dibandingkan daerah-daerah lain di

Provinsi Banten.

Pengeluaran pemerintah dapat dinilai berkualitas atau tidak dapat ditinjau

dari besar alokasi belanja yang digunakan untuk membiayai pembangunan

daerahnya. Menurut Kementrian Keuangan, kualitas belanja diartikan sebagai

suatu ukuran atas belanja yang mempunyai karakteristik dengan suatu derajat

ekslensi yang tinggi. Sesuai dengan prinsip keuangan negara, dalam PP No. 58

Tahun 2005 tentang asas umum pengelolaan keuangan daerah pasal 4 ayat 1,

disebutkan bahwa keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan

perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan dapat

bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepanutan, dan manfaat

untuk masyarakat. Belanja daerah lebih diprioritaskan untuk melindungi dan

meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban

daerah untuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, dan fasilitas

umum yang layak. Maka secara umum, belanja daerah yang berkualitas

merupakan kriteria belanja yang dialokasikan berdasarkan prioritas pembangunan

daerah yang dilakukan secara efektif dan efisien.

Berdasarkan proporsi alokasi belanja modal serta belanja barang dan jasa

yang digunakan sebagai investasi pemerintah untuk pembangunan Provinsi

Banten, Kota Tangerang Selatan memiliki persentase alokasi terbesar untuk

belanja tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas belanja yang

baik terdapat pada Kota Tangerang Selatan. Hal ini didukung oleh adanya

pembangunan infrastruktur perhubungan darat yang menghubungkan pusat-pusat

kegiatan ekonomi di kota tersebut, sehingga rasio belanja modal terhadap total

belanja tinggi. Sedangkan kualitas belanja yang kurang baik terdapat pada

Kabupaten Pandeglang yang memiliki alokasi belanja pegawai paling besar dan

alokasi belanja modal terendah. Kabupaten Pandeglang sendiri merupakan daerah

yang sangat memerlukan keseimbangan pendanaan karena kemampuan fiskal

daerahnya yang relatif kecil dan dibawah rata-rata nasional, sehingga perlu

ditinjau kembali mengenai alokasi belanja yang diperlukan untuk membantu

pembangunan.

Page 36: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

24

Dapat dilihat pada Gambar 7, realisasi belanja pemerintah Provinsi Banten

memiliki alokasi yang berbeda dengan realisasi belanja pemerintah kabupaten dan

kota. Pada tahun 2012 dan 2013 proporsi belanja terbesar adalah belanja lainnya.

Realisasi belanja barang mengalami peningkatan dari tahun 2009 hingga tahun

2011, namun mengalami penurunan di tahun 2012. Sementara itu realisasi belanja

modal mengalami penurunan di tahun 2011 dan kembali menunjukkan tren

meningkat di tahun 2012 dan kembali menurun di tahun 2013. Meskipun proporsi

belanja modal mengalami penurunan, nilai riilnya relatif stagnan pada kisaran 800

miliar rupiah. Realisasi belanja pegawai pemerintah provinsi menunjukkan alokasi

yang relatif rendah dibandingkan dengan alokasi belanja pemerintah kabupaten

dan kota. Alokasi belanja yang besar justru ditunjukkan oleh peningkatan belanja

lainnya yang signifikan.

Proporsi belanja lainnya pada tahun 2012 dan 2013 untuk belanja hibah

senilai 1.3 triliun rupiah. Sementara itu alokasi untuk belanja bagi hasil pada

tahun 2013 meningkat menjadi 1.3 triliun rupiah. Alokasi belanja bantuan

keuangan menurun menjadi 36 miliar rupiah. Belanja bantuan keuangan

dialokasikan untuk bantuan keuangan kepada kabupaten/kota dan pemerintahan

desa. Menurut laporan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD),

alokasi belanja hibah sebagian diperuntukkan bagi bantuan operasional sekolah

dan sebagian lainnya disalurkan kepada penerima dana hibah yang diusulkan

melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Penggunaan belanja hibah

senantiasa mengandung berbagai permasalahan, terutama dalam sistem

akuntabilitasnya.pemberian dana hibah harus disertai dengan sinkronisasi

kebijakan agar tidak terjadi tumpang-tindih dan perlu pengawasan ketat agar tepat

sasaran.

Sumber: DJPK Kementrian Keuangan, 2013 (diolah).

Gambar 7 Realisasi belanja daerah Provinsi Banten tahun 2009-2013

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

2009 2010 2011 2012 2013

Mil

iar

rup

iah

Tahun

B. Pegawai

B. Modal

B. Barang

B. Lainnya

Page 37: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

25

Belanja

Hibah

46% (1.3

triliun)

Belanja

Bantuan

Sosial

1% (36

miliar)

Belanja

Bagi

Hasil

46%

(1.3

triliun)

Belanja

Bantuan

Keuangan

7% (190

miliar)

2013

Belanja

Hibah

44%

(1.2

triliun)

Belanja

Bantuan

Sosial

1% (39

miliar)

Belanja

Bagi Hasil

41%

(1.1

triliun)

Belanja

Bantuan

Keuangan

14%

(410

miliar)

2012

Sumber: DJPK Kementrian Keuangan, 2013 (diolah).

Gambar 8 Komposisi belanja lainnya Provinsi Banten tahun 2012 dan 2013

Analisis Pengaruh Belanja Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Analasis data panel dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan

pengaruh belanja pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk

menentukan model yang akan digunakan, dilakukan uji kesesuaian model.

Variabel bebas yang digunakan adalah belanja pegawai (PEGAWAI), belanja

barang dan jasa (BARANG), dan belanja modal (MODAL). Uji Chow dilakukan

untuk memilih model yang terbaik antara pooled least square dan fixed effect.

Hasil Uji Chow diperoleh nilai probabilitas (0.0000) lebih kecil dari α = 5%,

sehingga menolak hipotesis nol untuk menggunakan pooled least square dan

menerima hipotesis untuk menggunakan fixed effect. Selanjutnya dilakukan Uji

Hausman untuk memilih model Fixed Effect dan random effect. Hasil Uji

Hausman menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0012 signifikan pada taraf

nyata lima persen (p-value < 5%), sehingga dapat diputuskan tolak H0 dan

menerima hipotesis untuk menggunakan fixed effect. Perbandingan hasil Uji Chow

dan Uji Hausman dapat dilihat pada tabel 6.

Berdasarkan hasil estimasi untuk melihat pengaruh belanja daerah

terhadap pertumbuhan ekonomi menggunakan metode fixed effect, diperoleh nilai

R² sebesar 0.998249. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman pertumbuhan

ekonomi dapat dijelaskan oleh variabel bebas sebesar 99.8249% sedangkan

sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai F-statistik yang

Tabel 6 Uji model pertumbuhan ekonomi terbaik (Pooled Least Square, Fixed

Effect Model, dan Random Effect Model)

Uji Model Terbaik Probabilitas Chi-Square

Uji Chow 0.0000

Uji Hausman 0.0012

Page 38: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

26

signifikan yaitu pada tingkat α = 5% yaitu sebesar 0.000000 yang artinya masing-

masing variabel berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Hasil estimasi

model dapat dilihat pada tabel 7.

Tahap selanjutnya adalah menguji apakah model memenuhi asumsi model

linear klasik atau tidak, yang artinya model tersebut terbebas dari masalah

multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas, serta apakah residual error

terdistribusi normal dalam model. Tahap uji asumsi yang dilakukan adalah

sebagai berikut:

1. Multikolinearitas

Untuk melihat ada atau tidaknya multikolinearitas dapat dilihat dari nilai

matriks korelasi antar variabel bebas. Berdasarkan hasil pengujian, nilai masing-

masing koefisien korelasi antar peubah bebas tidak lebih besar dari 0.8 yang

merupakan rule of thumb dari ada atau tidaknya multikolinearitas. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah multikolinearitas yang artinya

tidak ada hubungan linier antara peubah bebas. Hasil uji multikolinearitas dapat

dilihat pada Lampiran 4.

2. Autokorelasi

Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh pada tabel, diperoleh nilai

statistik Durbin-Watson sebesar 1.560497 pada tabel Durbin-Watson dengan taraf

nyata lima persen, untuk n = 32 dan k = 3 maka diperoleh nilai batas bawah (DL)

sebesar 1.244 dan batas atas (Du) sebesar 1.650. Syarat model terbebas dari

masalah autokorelasi, nilai statistik Durbin-Watson harus berada diantara nilai

(DU < DW < 4 - DU) atau berada pada selang 1.244 < DW < 2.756 oleh karena itu

dapat disimpulkan model tidak mengalami autokorelasi positif atau negatif.

3. Heteroskedastisitas

Berdasarkan hasil estimasi menggunakan metode Generalized Least Square

(GLS) pada tabel, nilai Sum squared resid (SSR) weighted sebesar 0.168780 lebih

kecil dari nilai Sum squared resid (SSR) unweighted sebesar 0.185775, sehingga

dapat dikatakan bahwa model terbebas dari masalah heteroskedastisitas yang

berartivariansi error bersifat konstan.

Menurut Winarno (2007), heteroskedastisitas dapat menyebabkan estimator

tidak lagi BLUE karena mempunyai varians yang minimum, perhitungan standar

error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena estimasi regresi yang

dihasilkan tidak efisien serta uji hipotesis yang didasarkan pada uji F tidak dapat

dipercaya. Jika model mengalami masalah ini, dengan menggunakan metode

Generalized Least Square (GLS) atau cross-section weighting masalah sudah

teratasi.

4. Normalitas

Berdasarkan hasil estimasi Fixed Effect Model, nilai probabilitas Jarque-

Bera sebesar 0.204141. Nilai probabilitas tersebut lebih besar dari nilai α = 5%,

maka dapat disimpulkan bahwa tidak cukup bukti untuk menolak H0 yang artinya

residual error terdistribusi normal dalam model. Hasil uji normalitas disajikan

pada lampiran 5.

Page 39: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

27

Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh pada tabel 7, variabel belanja

pegawai tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan

koefisien sebesar -0.018705. walaupun tidak signifikan pada taraf nyata 5%

maupun taraf nyata 10%, pengaruhnya negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana kenaikan jumlah belanja

pegawai justru akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi tersebut

disebabkan oleh komposisi jenis belanja pegawai yang bersifat tidak produktif,

seperti belanja tunjangan pegawai. Belanja pegawai sebagai komposisi

pengeluaran konsumsi pemerintah hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu

saja yaitu pegawai negeri sipil (PNS) dan tidak bersentuhan langsung dengan

kepentingan publik sehingga peningkatan belanja pegawai tidak berdampak pada

peningkatan output sehingga tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

Banten. Hasil penelitian didukung oleh hasil penelitian Barro (1991) yang

mengemukakan bahwa pengeluaran konsumsi pemerintah memiliki dampak yang

negatif terhadap pertumbuhan.

Hasil estimasi menunjukkan variabel belanja modal serta variabel belanja

barang dan jasa secara signifikan positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

pada taraf nyata 5%. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian, dimana belanja

modal dan barang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai

koefisien variabel belanja modal adalah sebesar 0.068912, artinya kenaikan satu

persen belanja modal dapat langsung mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

Banten sebesar 0.069% dengan asumsi ceteris paribus. Sedangkan nilai koefisien

belanja barang dan jasa sebesar 0.063792 memiliki pengertian, setiap kenaikan

satu persen belanja barang dan jasa secara langsung dapat mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi Banten sebesar 0.064% dengan asumsi ceteris paribus. Hal

ini menunjukkan hasil estimasi yang sesuai dengan hipotesis yaitu peningkatan

belanja modal dan belanja barang dan jasa menyebabkan pertumbuhan ekonomi

meningkat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Barro (1990) dan penelitian

Folster dan Henrekson (1999) yang menyatakan bahwa kontribusi pengeluaran

yang produktif memiliki hubungan positif terhadap pertumbuhan, dan sebaliknya

pengeluaran yang tidak produktif memiliki hubungan yang negatif terhadap

pertumbuhan.

Tabel 7 Hasil estimasi Fixed Effect Model pada model pertumbuhan ekonomi

Variabel Koefisien Probabilitas

LNPEGAWAI -0.018705 0.3646

LNMODAL 0.068912 0.0006

LNBARANG 0.063792 0.0081

C 27.55154 0.0000

R-squared 0.998249

Adjusted R-squared 0.997416

Prob(F-statistic) 0.000000

Sum squared resid weighted 0.168780

Sum squared resid unweighted 0.185775

Durbin-Watson stat 1.560497

Page 40: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

28

Belanja modal serta belanja barang dan jasa akan secara langsung

berdampak positif terhadap pertumbuhan. Jenis belanja yang termasuk dalam jenis

belanja barang dan jasa adalah belanja pengadaan barang dan belanja

pemeliharaan serta perbaikan. Apabila suatu barang diinvestasi dan dipelihara

dengan baik, maka akan menambah jangka waktu operasi barang tersebut.

Sementara belanja modal yang dilakukan untuk belanja investasi dengan sifatnya

yang tidak habis pakai akan menambah modal dan berpengaruh langsung pada

penambahan PDRB. Semakin tinggi angka rasionya, semakin baik pengaruhnya

terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini relevan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Sodik (2007), yang menemukan pengeluaran investasi pemerintah

daerah berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Belanja modal serta belanja barang dan jasa merupakan proxy dari

pengeluaran pembangunan yang bersifat produktif. Penelitian yang dilakukan

Barro (1991) juga mendukung bahwa pengeluaran investasi memiliki dampak

positif terhadap pertumbuhan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan Teori

Rostow dan Musgrave yang menyatakan bahwa pada tahap pembangunan

diperlukan investasi pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

daerah. Investasi pemerintah yang dimaksud adalah belanja modal serta belanja

barang dan jasa.

Berdasarkan hasil analisis, jenis belanja yang memiliki pengaruh positif

terhadap pertumbuhan ekonomi adalah belanja modal dan belanja barang dan jasa.

Hal ini berarti apabila ingin meningkatkan pertumbuhan ekonomi, maka alokasi

belanja modal serta barang dan jasa perlu mendapat perhatian lebih. Dengan

adanya peningkatan belanja modal serta barang dan jasa maka porsi belanja untuk

pembangunan fasilitas pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur akan

semakin besar, sehingga dapat memperlancar proses kegiatan ekonomi dan dapat

meningkatkan pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Banten.

Penyerapan belanja modal melalui pembangunan infrastruktur akan

memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi

sehingga menghasilkan output yang lebih besar. Semakin pesat pertumbuhan

perekonomian Banten, akan mendorong pemerintah daerah Provinsi Banten untuk

memperbaiki struktur APBD. Melalui alokasi yang lebih besar untuk anggaran

belanja modal dan belanja barang dan jasa akan mendukung pertumbuhan

ekonomi yang stabil dan berkepanjangan.

Analisis Pengaruh Belanja Daerah terhadap Kemiskinan

Analisis data panel yang kedua dalam penelitian ini digunakan untuk

menjelaskan pengaruh belanja pemerintah daerah terhadap kemiskinan. Pada hasil

Uji Chow diperoleh nilai probabilitas (0.0000) lebih kecil dari α = 5%, sehingga

menerima hipotesis untuk menggunakan fixed effect. Pada hasil Uji Hausman

menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.6712. Karena nilai p-value lebih besar

dari taraf nyata lima persen maupun sepuluh persen, maka diputuskan tidak cukup

bukti untuk menolak H0 dan menerima hipotesis untuk menggunakan model

random effect. Perbandingan hasil Uji Chow dan Uji Hausman dapat dilihat pada

tabel 8.

Page 41: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

29

Hasil estimasi untuk melihat pengaruh belanja daerah terhadap kemiskinan

dapat dilihat pada tabel. Berdasarkan hasi estimasi, diperoleh nilai R² pada

Random Effect Model sebesar 0.721909. Hal ini menunjukkan keragaman

persentase penduduk miskin dapat dijelaskan oleh variabel belanja daerah sebesar

0.72%, sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Penggunaan

Random Effect Model menyatakan bahwa minimal terdapat satu di antara variabel

belanja daerah yang signifikan mempengaruhi persentase penduduk miskin. Hal

tersebut didasari oleh nilai F-statistik (0.0000) yang signifikan pada taraf nyata

lima persen.

Uji kriteria ekonometrika dilakukan untuk menguji asumsi klasik yang ada

seperti normalitas, multikolinearitas, autokorelasi dan heteroskedastisitas. Tahap

uji asumsi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Multikolinearitas

Berdasarkan hasil pengujian multikolinearitas, nilai masing-masing

koefisien korelasi antar peubah bebas tidak lebih besar dari 0.8 (rule of thumb)

dan R². Sehingga dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah

multikolinearitas yang artinya tidak ada hubungan linier antara peubah bebas.

Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada Lampiran 9.

2. Autokorelasi

Berdasarkan hasil estimasi model random effect, diperoleh nilai statistik

Durbin-Watson sebesar 1.822662. Syarat model terbebas dari masalah

autokorelasi, dengan nilai statistik Durbin-Watson berada diantara (DU < DW < 4

- DU) atau berada pada selang 1.244 < DW < 2.756 terpenuhi, maka dapat

disimpulkan model tidak mengalami masalah autokorelasi.

3. Heteroskedastisitas

Berdasarkan hasil estimasi pada tabel, nilai Sum squared resid (SSR)

weighted sebesar 6.517820 lebih kecil dari nilai Sum squared resid (SSR)

unweighted sebesar 201.4148, sehingga dapat disimpulkan bahwa model terbebas

dari masalah heteroskedastisitas yang artinya variansi error bersifat konstan.

4. Normalitas

Berdasarkan hasil estimasi, nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0.480845

lebih besar dari nilai α = 5%, maka dapat disimpulkan bahwa tidak cukup bukti

untuk menolak H0 yang artinya residual error terdistribusi normal dalam model.

Hasil uji normalitas disajikan pada lampiran 10.

Tabel 8 Uji model kemiskinan terbaik (Pooled Least Square, Fixed Effect

Model, dan Random Effect Model)

Uji Model Terbaik Probabilitas Chi-Square

Uji Chow 0.0000

Uji Hausman 0.6712

Page 42: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

30

Berdasarkan hasil estimasi pada tabel 9, dapat dilihat bahwa variabel

belanja pegawai tidak berpengaruh signifikan terhadap persentase penduduk

miskin dengan koefisien sebesar 0.150669. Selain tidak signifikan pada taraf

nyata 5% maupun taraf nyata 10%, pengaruhnya positif terhadap persentase

penduduk miskin, sehingga kenaikan jumlah belanja pegwai justru akan

meningkatkan persentase penduduk miskin. Hal ini sesuai dengan hipotesis

penelitian, dimana kenaikan jumlah belanja pegawai justru akan meningkatkan

presentase penduduk miskin. Belanja pegawai sebagai komposisi pengeluaran

konsumsi pemerintah hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu saja yaitu

pegawai negeri sipil (PNS) dan tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan

publik. Peningkatan belanja pegawai tidak dapat meningkatkan daya beli

masyarakat sehingga tidak berpengaruh pada penurunan penduduk miskin.

Sementara itu, hasil estimasi untuk belanja modal dan belanja barang dan

jasa berpengaruh negatif signifikan terhadap persentase penduduk miskin di

Banten. Nilai koefisien dari belanja modal adalah sebesar -0.762993, hal ini

berarti bahwa kenaikan satu persen alokasi belanja modal akan menurunkan

persentase penduduk miskin sebesar 0.76%. Sementara itu, nilai koefisien untuk

belanja barang dan jasa sebesar -1.136091, artinya kenaikan satu persen alokasi

belanja barang dan jasa akan menurunkan persentase penduduk miskin sebesar

1,14%. Hal ini juga sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa

bertambahnya jumlah alokasi belanja modal dan belanja pegawai akan

mengurangi persentase penduduk miskin Provinsi Banten.

Berdasarkan ketiga jenis belanja yang dibahas pada penelitian, belanja

barang dan jasa memiliki pengaruh paling besar terhadap pengurangan

kemiskinan dibandingkan dengan belanja modal. Hal ini menunjukkan bahwa

infrastruktur dan fasilitas publik seperti rumah sakit dan sekolah di kabupaten dan

kota Provinsi Banten lebih memerlukan perbaikan dibandingkan dengan

pembangunan gedung-gedung baru. Hal ini juga sesuai dengan kondisi fasilitas

umum dan infrastruktur yang kurang memadai di kabupaten dan kota Provinsi

Banten, terutama di bagian selatan Provinsi Banten yaitu Kabupaten Pandeglang

dan Kabupaten Lebak.

Tabel 9 Hasil estimasi Random Effect Model pada model kemiskinan

Variabel Koefisien Probabilitas

LNPEGAWAI 0.150669 0.5744

LNMODAL -0.762993 0.0016

LNBARANG -1.136091 0.0000

C 39.96471 0.0000

R-squared 0.721909

Adjusted R-squared 0.692113

Prob(F-statistic) 0.000000

Sum squared resid weighted 6.517820

Sum squared resid unweighted 201.4148

Durbin-Watson stat 1.822662

Page 43: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

31

Rasio penurunan penduduk miskin mencerminkan korelasi antara

pertumbuhan belanja kesejahteraan dibandingkan dengan penurunan persentase

penduduk miskin. Secara ideal, rasio pertumbuhan belanja modal dan barang

bertolak belakang dengan penurunan penduduk miskin. Dengan adanya

peningkatan belanja modal dan belanja barang, maka alokasi yang digunakan

untuk pengadaan infrastruktur publik semakin meningkat. Adanya peningkatan

fasilitas kesehatan dan pendidikan akan meningkatkan taraf hidup masyarakat

sehingga akan berdampak pada peningkatan pendapatan dan tingkat kemiskinan

akan menurun. Belanja pemerintah daerah diharapkan akan mendorong

pengentasan kemiskinan dengan penyediaan kebutuhan masyarakat melalui

pelayanan publik. Semakin tinggi rasio belanja modal terhadap total belanja, maka

semakin besar dampak terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

masyarakat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis mengenai pengaruh belanja pemerintah terhadap

pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan Provinsi Banten, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Perkembangan PDRB selama kurun waktu 2009-2012 di kabupaten dan kota

Provinsi Banten semakin meningkat dan didukung oleh tiga sektor utama yaitu

sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor

transportasi dan komunikasi. Perkembangan kemiskinan selama kurun waktu

2009-2012 di kabupaten dan kota Provinsi Banten mengalami penurunan

namun Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak memiliki tingkat

kemiskinan dan nilai indeks kemiskinan tertinggi. Sementara itu perkembangan

belanja pemerintah selama kurun waktu 2009-2012 di kabupaten dan kota

Provinsi Banten mengalami peningkatan dengan alokasi terbesar untuk belanja

pegawai, kemudian belanja modal dan belanja barang. Kualitas belanja daerah

yang baik terdapat pada Kota Tangerang Selatan, dengan rasio belanja modal

tertinggi, sementara kualitas belanja yang kurang baik terdapat pada Kabupaten

pandeglang dengan rasio belanja modal terendah dan alokasi belanja pegawai

tertinggi di Banten.

2. Belanja modal dan belanja barang dan jasa sebagai bentuk investasi pemerintah

memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi,

karena dengan alokasi yang besar akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di

Banten. Belanja modal dan belanja barang dan jasa berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap persentase penduduk miskin, sehingga peningkatan belanja

modal dan barang akan mengurangi persentase penduduk miskin. Sedangkan

belanja pegawai sebagai bentuk konsumsi pemerintah tidak berpengaruh

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan.

Page 44: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

32

Saran

1. Perlu dihitung jumlah pegawai negeri sipil daerah (PNSD) ideal di

Kabupaten/Kota Provinsi Banten yang hasilnya akan digunakan sebagai dasar

dalam alokasi belanja pegawai maksimal. Hal ini perlu dilakukan untuk

penyesuaian alokasi belanja, sehingga dapat memperbesar porsi belanja modal

dalam APBD yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara

berkelanjutan. Penyerapan belanja modal melalui pembangunan infrastruktur

akan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan kegiatan

perekonomian.

2. Perlunya upaya pemerintah daerah untuk menyelaraskan pola alokasi belanja

ke daerah dengan target kesejahteraan masyarakat. Usaha untuk pencapaian

target tersebut dapat berupa pembangunan serta perbaikan fasilitas publik dan

infrastruktur di daerah yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi yaitu

Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Alokasi belanja modal dan

belanja barang yang besar diharapkan dapat memacu produktivitas tenaga kerja

sehingga dapat menekan tingkat kemiskinan di daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

[BI] Bank Indonesia. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Banten.

http://www.bi.go.id [3 Maret 2014]

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Banten Dalam Angka, Berbagai Edisi. Banten

(ID). BPS Provinsi Banten.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. PDRB Kabupaten/Kota di Indonesia, Berbagai

Edisi. Jakarta (ID). BPS.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Keuangan Pemerintahan, Berbagai

Edisi. Jakarta (ID). BPS.

[Kementrian Keuangan RI] Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Daerah

Kementrian Keuangan RI. 2013. Realisasi APBD, Berbagai edisi. Jakarta (ID).

Kementrian Keuangan RI.

[Kementrian Keuangan RI] Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan. 2013.

Deskripsi dan Analisis APBD 2012. Jakarta (ID). Kementrian Keuangan RI.

Barro, Robert J. 1990. Government Spending in a simple Model of Endogenous

Growth. [Jurnal]. Journal of Political Economy.

Barro, Robert J. 1991. Economic Growth in a Cross section of Countries. [Jurnal].

Journal of Economy.

Firdaus, M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series.

Bogor (ID): IPB Pr.

Gujarati, D.N. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika Ed Ke-3. Julius A Mulyadi

[penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga.

Haryanto, T. P. 2013. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007-2011. [Jurnal].

Economic Development Analysis Journal

[IPB] Institut Pertanian Bogor. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Ed Ke-3.

Bogor (ID): IPB Pr.

Page 45: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

33

Jhingan, M.L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. D. Guritno

[penerjemah]. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Pr.

Juanda B, Junaidi. 2012. Ekonometrika Deret Waktu. Bogor (ID): IPB Pr.

Makrifah, S. A. 2009. Analisis Pengelolaan Keuangan Daerah dan Dampaknya

terhadap Pembangunan Ekonomi di Era Desentralisasi Fiskal [Tesis]. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Mankiw, N.G. 2003. Teori Makroekonomi Ed Ke-5. Imam Nurmawan

[penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga.

Saidah, Nur. 2010. Analisis Pengaruh Belanja Pemerintah Daerah terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tertinggal [Skripsi]. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Sodik, J. 2007. “Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional”.

Jurnal Ekonomi Pembangunan. Volume 12 (1): 27-36. Universitas Islam

Indonesia, Yogyakarta.

Todaro MP, Stephen CS. 2006. Pembangunan Ekonomi Ed Ke-9. Haris Munandar

[penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga.

[RI]. Republik Indonesia. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22

Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Jakarta (ID): RI

[RI]. Republik Indonesia. 1999. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25

Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Jakarta (ID): RI

[RI]. Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta (ID): RI

[RI]. Republik Indonesia. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33

Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Jakarta (ID): RI

Page 46: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

34

LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Uji Chow pada model Pertumbuhan Ekonomi

Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 514.096139 (7,21) 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: LNPDRB Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 05/17/14 Time: 13:14 Sample: 2009 2012 Periods included: 4 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 32 Use pre-specified GLS weights

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNPEGAWAI 0.662973 0.156157 4.245541 0.0002

LNMODAL 0.135734 0.172706 0.785926 0.4385 LNBARANG 0.120180 0.226143 0.531436 0.5993

C 12.74988 2.424120 5.259590 0.0000 Weighted Statistics R-squared 0.698252 Mean dependent var 65.35785

Adjusted R-squared 0.665922 S.D. dependent var 33.82964 S.E. of regression 1.019310 Sum squared resid 29.09179 F-statistic 21.59760 Durbin-Watson stat 0.820232 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics R-squared 0.524614 Mean dependent var 29.74656

Sum squared resid 9.449022 Durbin-Watson stat 0.538545

Page 47: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

35

Lampiran 2 Hasil Uji Hausman pada model Pertumbuhan Ekonomi

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 15.803250 3 0.0012

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. LNPEGAWAI -0.025246 -0.004097 0.000039 0.0007

LNMODAL 0.086427 0.082974 0.000013 0.3397 LNBARANG 0.066373 0.067689 0.000004 0.5262

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: LNPDRB Method: Panel Least Squares Date: 05/17/14 Time: 13:19 Sample: 2009 2012 Periods included: 4 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 32

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 27.28587 0.807215 33.80248 0.0000

LNPEGAWAI -0.025246 0.050298 -0.501934 0.6209 LNMODAL 0.086427 0.041374 2.088924 0.0491

LNBARANG 0.066373 0.043034 1.542350 0.1379 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.990764 Mean dependent var 29.74656

Adjusted R-squared 0.986366 S.D. dependent var 0.800736 S.E. of regression 0.093497 Akaike info criterion -1.635498 Sum squared resid 0.183574 Schwarz criterion -1.131651 Log likelihood 37.16796 Hannan-Quinn criter. -1.468487 F-statistic 225.2784 Durbin-Watson stat 1.500497 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 48: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

36

Lampiran 3 Hasil Estimasi pada model Pengaruh belanja Daerah terhadap

Pertumbuhan Ekonomi dengan model Fixed Effect

Dependent Variable: LNPDRB

Method: Panel EGLS (Cross-section weights)

Date: 05/11/14 Time: 23:06

Sample: 2009 2012

Periods included: 4

Cross-sections included: 8

Total panel (balanced) observations: 32

Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LNPEGAWAI -0.018705 0.020186 -0.926644 0.3646

LNMODAL 0.068912 0.017210 4.004072 0.0006

LNBARANG 0.063792 0.021811 2.924715 0.0081

C 27.55154 0.341583 80.65844 0.0000

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

Weighted Statistics

R-squared 0.998249 Mean dependent var 65.35785

Adjusted R-squared 0.997416 S.D. dependent var 33.82964

S.E. of regression 0.089650 Sum squared resid 0.168780

F-statistic 1197.470 Durbin-Watson stat 1.560497

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.990654 Mean dependent var 29.74656

Sum squared resid 0.185775 Durbin-Watson stat 1.432534

Page 49: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

37

Lampiran 4 Hasil Uji Multikolinearitas pada model Pertumbuhan Ekonomi

Covariance Analysis: Ordinary

Date: 05/11/14 Time: 23:10

Sample: 2009 2012

Included observations: 32

Correlation LNPDRB LNPEGAWAI LNMODAL LNBARANG

LNPDRB 1.000000

LNPEGAWAI 0.750274 1.000000

LNMODAL 0.555597 0.723419 1.000000

LNBARANG 0.527655 0.634383 0.620433 1.000000

Lampiran 5 Hasil Uji Normalitas pada model Pertumbuhan Ekonomi

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5

Series: Standardized Residuals

Sample 2009 2012

Observations 32

Mean 3.02e-16

Median -0.222185

Maximum 1.264871

Minimum -0.986570

Std. Dev. 0.749302

Skewness 0.406020

Kurtosis 1.686985

Jarque-Bera 3.177890

Probability 0.204141

Page 50: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

38

Lampiran 6 Hasil Uji Chow pada model Kemiskinan

Redundant Fixed Effects Tests

Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 190.842601 (7,21) 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: PPM Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 05/17/14 Time: 13:24 Sample: 2009 2012 Periods included: 4 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 32 Use pre-specified GLS weights

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNBP -1.400380 1.062438 -1.318081 0.1982

LNBM 1.336810 0.948253 1.409761 0.1696 LNBB -0.286202 1.029432 -0.278020 0.7830

C 10.22458 16.25157 0.629144 0.5344 Weighted Statistics R-squared 0.075126 Mean dependent var 9.312343

Adjusted R-squared -0.023968 S.D. dependent var 5.315609 S.E. of regression 3.428281 Sum squared resid 329.0870 F-statistic 0.758129 Durbin-Watson stat 0.206898 Prob(F-statistic) 0.527050

Unweighted Statistics R-squared -0.227023 Mean dependent var 6.446875

Sum squared resid 270.2006 Durbin-Watson stat 0.190172

Page 51: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

39

Lampiran 7 Hasil Uji Hausman pada model Kemiskinan

Dependent Variable: PPM Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 05/17/14 Time: 13:24 Sample: 2009 2012 Periods included: 4 Cross-sections included: 8 Total panel (balanced) observations: 32 Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNBP 0.150669 0.265114 0.568316 0.5744

LNBM -0.762993 0.218674 -3.489187 0.0016 LNBB -1.136091 0.227872 -4.985652 0.0000

C 39.96471 4.385192 9.113559 0.0000 Effects Specification S.D. Rho Cross-section random 2.965419 0.9728

Idiosyncratic random 0.495489 0.0272 Weighted Statistics R-squared 0.721909 Mean dependent var 0.536731

Adjusted R-squared 0.692113 S.D. dependent var 0.869514 S.E. of regression 0.482472 Sum squared resid 6.517820 F-statistic 24.22878 Durbin-Watson stat 1.822662 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics R-squared 0.085344 Mean dependent var 6.446875

Sum squared resid 201.4148 Durbin-Watson stat 0.058982

Page 52: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

40

Lampiran 8 Hasil Estimasi pada model Pengaruh Belanja Daerah terhadap

Kemiskinan Provinsi Banten dengan model Random Effect

Dependent Variable: PPM

Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)

Date: 05/11/14 Time: 22:57

Sample: 2009 2012

Periods included: 4

Cross-sections included: 8

Total panel (balanced) observations: 32

Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LNBP 0.150669 0.265114 0.568316 0.5744

LNBM -0.762993 0.218674 -3.489187 0.0016

LNBB -1.136091 0.227872 -4.985652 0.0000

C 39.96471 4.385192 9.113559 0.0000

Effects Specification

S.D. Rho

Cross-section random 2.965419 0.9728

Idiosyncratic random 0.495489 0.0272

Weighted Statistics

R-squared 0.721909 Mean dependent var 0.536731

Adjusted R-squared 0.692113 S.D. dependent var 0.869514

S.E. of regression 0.482472 Sum squared resid 6.517820

F-statistic 24.22878 Durbin-Watson stat 1.822662

Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.085344 Mean dependent var 6.446875

Sum squared resid 201.4148 Durbin-Watson stat 0.058982

Page 53: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

41

Lampiran 9 Hasil Uji Multikolinearitas pada model Kemiskinan

Covariance Analysis: Ordinary

Date: 05/11/14 Time: 22:59

Sample: 2009 2012

Included observations: 32

Correlation PPM LNBP LNBB LNBM

PPM 1.000000

LNBP -0.344411 1.000000

LNBB -0.366046 0.634383 1.000000

LNBM -0.201622 0.723419 0.620433 1.000000

Lampiran 10 Hasil Uji Normalitas pada model Kemiskinan

0

1

2

3

4

5

6

7

-6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4

Series: Standardized Residuals

Sample 2009 2012

Observations 32

Mean 9.02e-15

Median -0.189777

Maximum 3.929845

Minimum -5.263611

Std. Dev. 2.548971

Skewness -0.141911

Kurtosis 1.991158

Jarque-Bera 1.464422

Probability 0.480845

Page 54: PENGARUH BELANJA PEMERINTAH DAERAH TERHADAP … · 3 Realisasi belanja daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten tahun 2009-2012 3 4 PDRB Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Atas Dasar

42

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nindya Ulfilianjani, lahir di Bogor pada tanggal 5 Desember

1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dan merupakan putri

dari pasangan Bapak Ikarianto Haryadi dan Ibu Neni Isnaeni. Penulis menamatkan

pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Al-Azhar Jambi tahun 1998, kemudian

melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Adhyaksa Jambi hingga tahun 2000

dan menamatkan pendidikan di SD Pengadilan 1 Bogor tahun 2004. Pada tahun

2007 penulis menamatkan pendidikan di SMP Negeri 2 Bogor kemudian

melanjutkan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 5 Bogor dan

menamatkannya tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk

Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan

diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kampus. Pada

masa kepengurusan 2011-2012 penulis menjabat sebagai Bendahara Umum Unit

Kegiatan Mahasiswa (UKM) IPB Agria Swara, Ketua Coast Vocal Grup FEM

IPB, dan anggota Divisi Event Organizer CEPHOT FEM IPB. Pada periode 2012-

2013 penulis dipercaya untuk menjadi Bendahara Umum pada Himpunan Profesi

dan Peminat Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan (HIPOTESA) dan anggota divisi

Kesejahteraan Anggota UKM IPB Agria Swara. Selain aktif dalam organisasi,

penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan baik yang didakan oleh

Departemen, Fakultas maupun Unit Kegiatan Mahasiswa. Penulis pernah

mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Penelitian tahun 2013 dengan

judul “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Peningkatan Upah

Buruh : Kasus Karyawan Industri Kabupaten Bogor”.