Upload
others
View
11
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PERIODE MEI 2021
LAPORAN PEREKONOMIAN
PROVINSI BANTEN
MISI BANK INDONESIA
1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai rupiah melalui efektivitas kebijakan
moneter dan bauran Kebijakan Bank Indonesia;
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan
makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial
Otoritas Jasa Keuangan;
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan
sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta
mitra strategis lain;
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan melalui sinergi bauran Kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan
fiskal dan reformasi struktural Pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain;
5. Turut meningkatkan pendalaman pasar keuangan untuk memperkuat efektivitas
kebijakan Bank Indonesia dan mendukung pembiayaan ekonomi nasional;
6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga
di tingkat daerah;
7. Mewujudkan bank sentral berbasis digital dalam kebijakan dan kelembagaan
melalui penguatan organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan sistem
informasi yang handal, serta peran internasional yang proaktif.
VISI BANK INDONESIA
Menjadi bank sentral digital terdepan yang berkontribusi nyata terhadap
perekonomian nasional dan terbaik di antara negara emerging markets untuk
Indonesia maju.
RINGKASAN EKSEKUTIF
Laporan Perekonomian Provinsi Banten
Mei 2021
Perekonomian Banten pada triwulan I 2021 mengalami perbaikan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Secara quarter to quarter, terdapat pertumbuhan sebesar 0,78% walaupun masih
terkoreksi sebesar -0,39% secara year on year. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten pada
triwulan I - 2021 secara umum didorong oleh peningkatan kinerja seluruh komponen dari sisi
Pengeluaran serta masih berlanjutnya perbaikan hampir seluruh sektor utama dari sisi Lapangan
Usaha. Kondisi tersebut didorong dimulainya perbaikan perekonomian global dan nasional serta
implementasi vaksinasi bagi masyarakat yang menjadi game changer.
Secara keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk wilayah Banten
mengalami penurunan di tahun 2021. Secara akumulatif, pagu Pendapatan APBD Pemerintah
Provinsi dan Kabupaten/ Kota mengalami penurunan sebesar 7,7% dibandingkan tahun 2020.
Sementara, pagu Belanja wilayah Banten meningkat sebesar 1,7% dibandingkan tahun
sebelumnya. Sampai dengan Triwulan I 2021, realisasi Pendapatan tercatat lebih tinggi
dibandingkan realisasi Belanja Daerah. Apabila dibandingkan dengan tahun 2020, kinerja
Pendapatan Daerah tercatat sama yaitu sebesar 17,1%. Sementara Belanja Daerah triwulan I 2021
tercatat lebih rendah, baru mencapai 7,8%. Sementara itu realisasi Dana Transfer ke wilayah
Banten dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tercatat sebesar 14,4% atau
terpantau relatif baik walaupun tercatat sedikit mengalami penurunan pagu.
Dari sisi pergerakan harga, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Banten pada triwulan I
2020 tercatat sebesar 1,39% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 1,45% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut juga lebih rendah dibanding historis 3 tahun
terakhir yaitu sebesar 3,41% (yoy). Adapun angka tersebut berada di atas realisasi inflasi Nasional
dan regional Jawa yang masing-masing mencapai 1,37% (yoy) dan 1,28% (yoy). Berdasarkan
kelompok pengeluarannya, penurunan tekanan inflasi di Provinsi Banten disebabkan oleh
penurunan tekanan harga pada 5 (lima) dari 11 (sebelas) kelompok pengeluaran. Adapun
penurunan terutama terjadi pada Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau serta Kelompok
Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya.
Secara umum, kondisi stabilitas keuangan daerah pada triwulan I 2021 tetap terjaga pada level
risiko yang aman. Sementara itu, intermediasi perbankan di Provinsi Banten yang dicerminkan oleh
Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat kembali melandai dibandingkan triwulan sebelumnya.
Penurunan LDR yang terjadi, dipengaruhi oleh penurunan kredit/pembiayaan dibandingkan DPK
yang tercatat melambat. Tren perbaikan ekonomi yang terjadi di Banten dinilai masih belum
mampu mendorong permintaan kredit perbankan ditambah dengan kehati-hatian perbankan
yang cukup ketat dalam menyalurkan kredit.
Dari sisi korporasi, penyaluran kredit perbankan kepada korporasi mengalami kontraksi seiring
belum kuatnya sektor utama ekonomi Banten. Baik kredit modal kerja maupun investasi, keduanya
mengalami deselerasi terutama disebabkan oleh kredit korporasi industri pengolahan. Di sisi lain,
penurunan lebih dalam pada kedua kredit tersebut tertahan oleh kredit korporasi perdagangan
yaitu perdagangan suku cadang dan keperluan rumah tangga.
Seiring dengan semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten pada triwulan I 2021
dan semakin meningkatkan preferensi masyarakat dalam bertransaksi secara nontunai di masa
pandemi, kinerja transaksi Sistem Pembayaran (SP) non tunai di beberapa sektor tercatat
mengalami peningkatan. Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS) mengalami perbaikan
dibandingkan triwulan sebelumnya, meskipun transaksi Kliring secara nominal dan volume
mengalami perlambatan. Namun demikian, transaksi Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
Bukan Bank (KUPVA BB) tercatat masih mengalami penurunan dibandingkan dengan periode
sebelumnya sebagai dampak masih terhambat dan terbatasnya kegiatan bisnis dan operasional
KUPVA BB serta permintaan penukaran uang yang masih rendah.
Seiring dengan mulai pulihnya perekonomian Banten, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Banten
pada periode Februari 2021 mengalami perbaikan. Hal ini ditandai dengan penurunan Tingkat
Pengangguran Terbuka menjadi sebesar 9,01. Hal ini didorong oleh peningkatan jumlah angkatan
kerja disertai dengan menurunnya jumlah pengangguran dibandingkan posisi Agustus tahun lalu.
Namun demikian, kesejahteraan hidup masyarakat di Provinsi Banten tercatat masih mengalami
penurunan yang dicerminkan oleh meningkatnya angka kemiskinan baik di pedesaan maupun di
perkotaan. Pandemi COVID-19 memicu kenaikan Garis Kemiskinan yang meningkat pada
September 2020 sebesar 1,4% serta Persentase Penduduk Miskin sebesar 6,6%.
Perkembangan ekonomi Provinsi Banten pada triwulan III 2021 diperkirakan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan triwulan II 2021. Peningkatan pertumbuhan didukung oleh meningkatnya konsumsi
rumah tangga, investasi, dan membaiknya kinerja ekspor-impor terutama antar daerah. Di sisi
penawaran, sebagian sektor utama diperkirakan akan tumbuh meningkat antara lain Industri
Pengolahan, Perdagangan, Pertanian, Akomodasi & Makan Minum, dan Transportasi &
Pergudangan. Perbaikan ekonomi yang terjadi didorong oleh berlanjutnya program vaksinasi yang
diperkirakan akan mendorong pemulihan ekonomi. Di sisi perkembangan harga, laju inflasi
Provinsi Banten pada triwulan III 2021 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2020,
didorong oleh adanya momentum HBKN dan tahun ajaran baru. Berdasarkan kelompok
komoditas, inflasi tersebut akan didominasi oleh Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau.
Sementara untuk keseluruhan tahun 2021, perekonomian Provinsi Banten diperkirakan akan lebih
tinggi dibandingkan tahun 2020 disebabkan oleh adanya progress vaksinasi yang akan
mendorong Konsumsi Rumah Tangga, Investasi, baik swasta maupun pemerintah, dan kinerja
ekspor baik antar daerah maupun luar negeri. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten
tersebut akan berdampak pada peningkatan tekanan inflasi pada tahun 2021. Meski demikian,
inflasi Provinsi Banten 2021 diperkirakan masih akan sejalan dengan target pemerintah yaitu di
kisaran 3,0±1% (yoy).
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur dan atas berkat dan rahmat Allah SWT Tuhan Yang Maha
Perekonomian Provinsi Banten Mei 2021
dipublikasikan. Buku Laporan Perekonomian yang terbit setiap triwulan ini
berisi data, informasi, dan analisis terkait kondisi perekonomian Provinsi
Banten kini serta prospek perekonomian ke depan.
Pemulihan ekonomi global diprakirakan semakin membaik seiring dengan
implementasi vaksinasi Covid-19 di banyak negara untuk membangun
herd immunity dan mendorong mobilitas. Tak terkecuali di Indonesia,
implementasi vaksinasi Covid-19 sebagai game changer dan sinergi
kebijakan nasional diprakirakan akan mendorong optimisme momentum
pemulihan ekonomi nasional kedepan.
Perbaikan perekenomian Provinsi Banten juga sudah mulai terlihat, hal ini
ditandai dengan angka pertumbuhan ekonomi Banten yang tumbuh
sebesar 0,78% secara quarter to quarter dengan pertumbuhan secara year
on year yang mulai membaik meski masih terkoreksi sebesar -0,39%.
Adapun pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten lebih lanjut didorong oleh
perbaikan kondisi ekonomi global dan nasional di tengah pandemi COVID-
19. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten pada triwulan I 2021 secara
umum didorong oleh peningkatan kinerja seluruh komponen dari sisi
Pengeluaran serta masih berlanjutnya perbaikan hampir seluruh sektor
utama dari sisi Lapangan Usaha.
Di sisi lain, dukungan upaya dan sinergi Pemerintah dalam menjaga
pasokan bahan pokok mampu menjaga ketersediaan bahan makanan
utama di pasaran. Hal ini menjadi salah satu penyebab Inflasi Indeks Harga
Konsumen (IHK) Provinsi Banten yang tetap terjaga dan terkendali. Pada
triwulan I 2021 tercatat sebesar 1,39% (yoy) atau menurun dibandingkan
triwulan IV 2020 yang mencapai 1,45% (yoy). Walaupun demikian, kita
patut mewaspadai bersama penurunan daya beli masyarakat di tengah
masih berlanjutnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat
hingga pertengahan triwulan berjalan.
Hingga triwulan I 2021, stabilitas keuangan di Provinsi Banten relatif
terjaga, tercermin dari pertumbuhan indikator utama perbankan antara
lain yakni Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Di sisi lain, penyaluran kredit
masih perlu didorong terutama pada sektor dominan guna mendukung
pemulihan ekonomi lebih lanjut.
Seiring mulai membaiknya pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten pada
triwulan I 2021, kinerja transaksi Sistem Pembayaran (SP) non tunai di
beberapa sektor tercatat mengalami peningkatan. Transaksi Real Time
Gross Settlement (RTGS) dan Kliring mengalami perbaikan dibandingkan
triwulan sebelumnya, walaupun transaksi Kegiatan Usaha Penukaran
Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) tercatat masih mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya akibat turunnya
permintaan penukaran uang.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada
semua pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan
dalam penyusunan buku ini antara lain Organisasi Perangkat Daerah
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, Badan Pusat
Statistik Provinsi Banten, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Negara Provinsi Banten, perusahaan/asosiasi di Provinsi
Banten serta pihak-pihak lainnya.
Kami berharap koordinasi yang selama ini telah terjalin baik dapat terus
ditingkatkan. Selanjutnya, kami mengharapkan saran dan masukan untuk
meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat lebih bermanfaat
bagi pengembangan perekonomian Provinsi Banten dan perekonomian
Nasional.
Bab I. Perkembangan Ekonomi
Makro Daerah
Perekonomian Banten pada triwulan I 2021 mengalami
perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara
quarter to quarter, terdapat pertumbuhan sebesar
0,78% walaupun secara year on year masih terkoreksi
sebesar -0,39%. Pertumbuhan ekonomi Provinsi
Banten pada triwulan I 2021 secara umum didorong
oleh peningkatan kinerja seluruh komponen dari sisi
Pengeluaran serta masih berlanjutnya perbaikan
hampir seluruh sektor utama dari sisi Lapangan Usaha.
Kondisi tersebut didorong dimulainya perbaikan
perekonomian global dan Nasional serta implementasi
vaksinasi bagi masyarakat yang menjadi game changer.
Dibandingkan regional Jawa maupun Nasional,
pertumbuhan ekonomi Banten triwulan I 2021 tercatat
lebih tinggi. Adapun perekonomian di regional Jawa
maupun nasional masing-masing terkontraksi -0,83%
(yoy) dan -0,74% (yoy).
Sumber: BPS Provinsi Banten & BPS RI
Grafik I.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten dan Nasional
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten atas dasar harga berlaku (ADHB)
triwulan I 2021 (tabel I.1) mencapai Rp162,34 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan
triwulan IV 2020 dengan nilai Rp160,62 triliun. Secara struktur, PDRB Provinsi Banten triwulan
I 2021 dari sisi pengeluaran didominasi oleh konsumsi rumah tangga (RT) senilai Rp88,93 triliun
atau dengan pangsa 54,78%, lalu diikuti oleh PMTB dengan nilai Rp56,30 triliun atau dengan
pangsa 34,68%, dan kemudian pengeluaran pemerintah senilai Rp5,89 triliun atau dengan
pangsa 3,63%. Sementara kontribusi net ekspor total adalah sebesar Rp10,48 triliun atau dengan
pangsa 6,45%.
Perekonomian Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) pada triwulan I 2021 (tabel I.2)
terkontraksi sebesar -0,39% (yoy) atau mengalami perbaikan dibandingkan triwulan IV 2020 yang
mencapai -3,92% (yoy). Perbaikan kinerja terindikasi pada beberapa komponen PDRB dari sisi
Sumber: BPS Provinsi Banten dan BPS RI
Grafik I.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Kawasan Jawa (% yoy)
pengeluaran, termasuk Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang telah tumbuh positif dan
menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi triwulan I 2021. Dari sisi penawaran atau lapangan
usaha, pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten membaik disebabkan oleh perbaikan pertumbuhan
pada sektor utama seperti konstruksi dan real estate yang telah tumbuh positif, walaupun belum
pulih seperti kondisi sebelum Covid-19. Namun demikian, beberapa indikator perekonomian
sudah menunjukkan perbaikan selama triwulan I 2021 kendati masih berlanjutnya kebijakan
terkait pembatasan mobilitas masyarakat.
Tabel I.1 PDRB Provinsi Banten ADHB (Atas Dasar Harga Berlaku)
Menurut Pengeluaran (Rp juta)
Sumber: BPS Provinsi Banten
PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I 2021
1.1. SISI PENGELUARAN
Dari sisi pengeluaran, perbaikan ekonomi Provinsi Banten pada triwulan I 2021 terutama
didorong oleh membaiknya PMTB yang diikuti oleh Konsumsi Rumah Tangga. Lebih lanjut,
komponen lain seperti Net Ekspor Total juga mengalami pertumbuhan positif secara quarter
to quarter (qtq).
Konsumsi Rumah Tangga pada triwulan I 2021 tumbuh -1,69% (yoy), membaik dibandingkan
kontraksi triwulan sebelumnya yang sebesar -2,49% (yoy). Selain itu secara quarter to quarter
pertumbuhan komponen tersebut tercatat sebesar 0,87% (qtq), sedikit lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,14% (qtq). Peningkatan aktivitas masyarakat pada triwulan I
2021 menjadi pendorong utama perbaikan konsumsi Rumah Tangga. Lebih lanjut, penyaluran
Bantuan Sosial berupa Program Sembako, Program Keluarga Harapan, serta Bantuan pada UMKM
juga mendorong perbaikan konsumsi Rumah Tangga di tengah Pemberlakuan Pembatasan
Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro yang masih berlanjut. Dari sisi keyakinan konsumen, terlihat
tren peningkatan optimisme konsumen pada triwulan I 2021 dibandingkan triwulan sebelumnya.
Komponen Pengeluaran 2021
Q1 Q2 Q3 Q4 TOTAL Q1
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 89.438.109,51 83.245.536,46 85.455.076,64 87.527.906,44 345.666.629,05 88.931.711,53
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 774.232,03 707.581,30 696.877,55 744.228,61 2.922.919,48 731.596,93
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 5.740.567,27 6.632.550,38 6.851.211,53 8.118.708,22 27.343.037,41 5.891.804,32
Pembentukan Modal Tetap Bruto 53.536.063,75 52.310.438,52 54.591.735,70 56.286.537,62 216.724.775,59 56.304.688,98
Pembentukan Inventori 22.533,00 (2.929,55) (2.883,08) (2.859,77) 13.860,60 3.036,81
Net Ekspor Total 15.694.108,33 3.284.713,72 6.843.971,63 7.943.428,76 33.766.222,45 10.477.722,24
Ekspor Total 111.758.058,10 94.170.362,94 100.557.224,42 106.904.477,13 413.390.122,60 112.362.718,72
Impor Total 96.063.949,77 90.885.649,22 93.713.252,79 98.961.048,37 379.623.900,15 101.884.996,47
PDRB 165.205.613,88 146.177.890,84 154.435.989,97 160.617.949,89 626.437.444,58 162.340.560,82
2020
Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) secara year on year telah tercatat
mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,25% (yoy), membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mengalami kontraksi -1,39% (yoy). Sementara secara quarter to quarter, PMTB
tumbuh -0,73% (qtq) meskipun lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat
2,80% (qtq). Tumbuhnya investasi didorong berlanjutnya investasi swasta, seperti investasi
korporasi pada sektor Industri Kimia. Selain itu pembangunan Proyek Strategis Nasional, seperti
Tol Serang Panimbang seksi I, Tol Serang Balaraja, Pembangunan Bendungan Karian yang terus
dilaksanakan juga turut mendorong perbaikan kinerja investasi.
Kinerja Net Ekspor pada triwulan I 2021 tecatat masih melanjutkan perbaikan secara year on year,
dengan kontraksi sebesar -4,62% (yoy) membaik dibandingkan triwulan IV 2020 yang mengalami
kontraksi -12,38% (yoy). Sementara pertumbuhan signifikan tercataat secara quarter to quarter,
yaitu sebesar 35,34%, setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 2,53% (qtq). Perbaikan net
ekspor didorong oleh membaiknya ekonomi negara mitra dagang pasca Covid-19. Dampak dari
perbaikan ekonomi negara-negara atau kawasan utama tersebut diperkirakan akan
mempengaruhi permintaan ekspor produk utama Provinsi Banten. Hal tersebut terkonfirmasi dari
ekspor komoditas utama Banten, seperti alas kaki, kimia (plastik, barang dari plastik) yang
menunjukan peningkatan.
Pada triwulan I 2021 ekspor total Banten tumbuh -0,38% (yoy) dan tumbuh positif secara quarter
to quarter sebesar 4,36% (qtq). Adapun impor LN secara tahunan tumbuh positif 0,09% (yoy)
dan tumbuh secara quarter to quarter sebesar 1,92% (qtq). Kondisi ini didorong oleh peningkatan
kembali aktivitas industri, yang pada akhirnya menaikan pertumbuhan impor bahan baku dan
barang modal.
Tabel I.2 PDRB Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)
Menurut Pengeluaran (juta Rupiah)
Sumber: BPS Provinsi Banten
2021
Komponen Pengeluaran Q1 Q2 Q3 Q4 TOTAL Q1
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 66.108.502 61.422.639 63.078.950 64.426.260 255.036.351 64.989.494
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 576.358 524.404 497.989 518.772 2.117.523 507.425
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 3.758.662 4.326.237 4.445.560 5.228.405 17.758.863 3.755.977
Pembentukan Modal Tetap Bruto 35.437.457 34.459.676 35.855.503 36.859.690 142.612.326 36.589.567
Perubahan Inventori 20.706 (2.507) (2.447) (2.397) 13.356 2.534
Net Ekspor Total 8.299.745 3.903.202 5.704.925 5.849.508 23.757.380 7.916.690
Ekspor Total 84.097.860 73.937.837 77.216.572 80.283.584 315.535.853 83.781.846
Impor Total 75.798.114 70.034.636 71.511.647 74.434.076 291.778.472 75.865.156
P D R B 114.201.430,04 104.633.650,04 109.580.480,30 112.880.238,19 441.295.798,57 113.761.685,52
2020
Tabel I.3 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Menurut
Pengeluaran (% yoy)
Sumber: BPS Provinsi Banten
1.1.1. Konsumsi Rumah Tangga
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga (RT) pada triwulan I 2021 secara year on year tumbuh
semakin membaik meskipun masih mengalami kontraksi. Peningkatan mobilitas penduduk
pada triwulan I 2021 menjadi pendorong perbaikan konsumsi RT. Hal tersebut terkonfirmasi dari
peningkatan Google Mobility Index sepanjang triwulan I 2021, meskipun tingkat mobilitas belum
mencapai level baseline sebelum pandemi. Faktor pendorong lainnya antara lain adalah masih
diteruskannya stimulus yang diberikan oleh Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat1.
Momentum Tahun Baru pada bulan Januari 2021 juga menjadi faktor pendorong peningkatan
konsumsi RT, terutama pada komponen barang tidak tahan lama seperti bahan makanan dan
makanan jadi.
Konsumsi RT pada triwulan I 2021 terkontraksi sebesar -1,69% (yoy), membaik dibandingkan
kontraksi pada triwulan sebelumnya yang mencapai -2,49% (yoy). Konsumsi Rumah Tangga
memberikan kontribusi sebesar -0,98% (yoy) terhadap perbaikan perekonomian. Perbaikan
kinerja konsumsi RT juga didorong oleh perluasan program vaksinasi massal yang telah
diimplementasikan sejak awal tahun. Akselerasi vaksinasi bagi masyarakat telah menjadi game
changer yang meningkatkan optimisme dan pada akhirnya meningkatkan permintaan domestik.
Selain itu, pada tahun 2021 terhadap kenaikan UMR di Provinsi Banten sebesar 1,5% untuk
sektor-sektor produktif yang dinilai dapat menjadi motor penggerak perekonomian.
Perbaikan konsumsi RT turut tercermin dengan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Provinsi
Banten yaitu Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tumbuh sebesar 57,67 meskipun masih
1 Pemerintah pusat dan daerah menyiapkan sejumlah paket bantuan sosial diantaranta PKH, Bansos Sembako,
dampak COVID-19, kartu pra kerja dan BLT dana desa.
Komponen Pengeluaran 2021
Q1 Q2 Q3 Q4 TOTAL Q1
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 4,17 -5,32 -4,05 -2,49 -1,97 -1,69
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 3,17 -10,01 -14,66 -11,12 -8,28 -11,96
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 3,51 -3,88 -6,22 -22,56 -9,51 -0,07
Pembentukan Modal Tetap Bruto 3,10 -2,96 -1,54 -1,39 -0,74 3,25
Pembentukan Inventori 63,60 -120,02 -108,36 -109,48 -83,25 -87,76
Net Ekspor Total -3,91 -46,96 -30,62 -12,38 -23,10 -4,62
Ekspor Total 1,42 -10,98 -9,62 -6,02 -6,32 -0,38
Impor Total 2,04 -7,48 -7,38 -5,48 -4,63 0,09
PDRB 3,18 -7,27 -5,32 -3,92 -3,38 -0,39
2020
berada di bawah level optimisnya. Posisi ini mengalami perbaikan dibandingkan posisi pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 56,11. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) sebesar 42,17 yang
masih berada di bawah level optimisnya, sedikit menurun dibandingkan posisi triwulan IV 2020
yang mencapai 43,02. Kondisi tersebut mengindikasikan masih lemahnya optimisme masyarakat
atas kondisi ekonomi di triwulan I 2021 meskipun sudah meningkat dibandingkan triwulan IV
2020.
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik I.3. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Peningkatan konsumsi RT juga tercermin dari indikator kredit konsumsi RT Provinsi Banten yang
tumbuh sebesar 1,94% (yoy), dari sebelumnya tumbuh 0,99% (yoy). Pertumbuhan tersebut
terutama didorong oleh peningkatan pertumbuhan di hampir seluruh komponen kredit RT. Kredit
perumahan (KPR) telah mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 9,03% (yoy) dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 7,40% (yoy). Kredit multiguna juga masih tercatat tumbuh
pada triwulan I 2021 sebesar 1,65% (yoy), meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya dengan pertumbuhan sebesar 3,15% (yoy). Di sisi lain, kredit kendaraan bermotor
(KKB) terkontraksi pada triwulan I 2021 sebesar -30,92% (yoy) sedikit lebih dalam dibandingkan
periode sebelumnya yang termoderasi -26,76% (yoy).
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik I.4. Perkembangan Kredit
Konsumsi
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik I.5. Perkembangan Kredit Kendaraan
Bermotor
1.1.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi Provinsi Banten pada triwulan I 2021
juga tercatat membaik secara year on year serta mencatatkan pertumbuhan yang positif.
Pada triwulan I 2021, PMTB membaik dengan pertumbuhan mencapai 3,25% (yoy) setelah pada
triwulan sebelumnya tercatat terkontraksi sebesar -1,39% (yoy). Membaiknya investasi pada
triwulan I 2021 didorong oleh masih berlanjutnya investasi khususnya komponen PMA dan
tumbuhnya komponen PMDN pada triwulan I 2020. Kontribusi PMTB terhadap pertumbuhan
ekonomi Banten di triwulan I 2021 juga menyumbangkan kontribusi positif sebesar 1,01% (yoy)
dibandingkan dengan triwulan IV 2020 yang sebesar -0,45% (yoy). Sektor-sektor yang menjadi
pendorong utama pada triwulan I 20212 antara lain didorong oleh sektor (a) Perumahan, Kawasan
Industri, dan Perkantoran, (b) Industri Alas Kaki, serta (c) Industri Kimia dan Farmasi.
Penanaman modal di Provinsi Banten tetap tumbuh pada triwulan I 2021 dan meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan data total penanaman modal yang terdaftar di
BKPM untuk Provinsi Banten, pada triwulan I 2021 tercatat pertumbuhan sebesar 112,27% (yoy),
tetap positif meskipun sedikit melambat dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar
125,45% (yoy). Pertumbuhan angka pertumbuhan investasi di Provinsi Banten terutama didorong
oleh peningkatan pertumbuhan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar 206,35% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2020 yang tumbuh 125,81% (yoy). Sementara Penanaman
2Lima besar penanaman modal di Banten selama Tw I 2021 adalah sektor (a) Perumahan, Kawasan Industri, dan
Perkantoran, (b) Industri Alas Kaki, (c) Industri Kimia dan Farmasi, (d) Industri Logam Dasar, Barang Logam, Mesin dan
Elektronik, serta (e) Konstruksi.
Modal Asing (PMA) meningkat sebesar 66,10% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya tercatat
sebesar 117,36% (yoy).
Data realisasi penanaman modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia
menunjukkan bahwa pada triwulan I 2021 Provinsi Banten menduduki peringkat kelima PMDN
tingkat nasional dengan nilai nominal Rp6,97 triliun. Peringkat tersebut sedikit menurun dari
periode sebelumnya yaitu berada pada posisi ketiga dengan nilai Rp6,98 triliun. Untuk PMDN
peringkat pertama ditempati oleh Jawa Barat dengan nilai mencapai Rp16,04 triliun, diikuti oleh
Jawa Timur dengan nilai Rp9,98 triliun, DKI Jakarta dengan nilai Rp8,68 triliun, serta Jawa Tengah
dengan nilai Rp8,42 triliun. Sementara itu dari sisi PMA, Provinsi Banten pada triwulan I 2021
menempati peringkat enam secara nasional dengan nilai nominal USD535,04 juta. Posisi tersebut
sedikit menurun dari peringkat empat pada triwulan sebelumnya dengan nilai nominal USD770,57
juta. Untuk PMA peringkat pertama ditempati oleh Jawa Barat dengan nilai mencapai USD1,45
miliar, diikuti oleh DKI Jakarta dengan nilai USD1,03 miliar, dan posisi ketiga Sulawesi Tengah
dengan nilai USD577,44 juta. Posisi selanjutnya ditempati oleh Riau dengan nilai USD557,55 miliar
dan Sulawesi Tenggara dengan nilai USD549,33 miliar.
Di sisi lain, pertumbuhan impor barang modal sebagai bagian dari investasi non bangunan tercatat
melambat sebesar 9,66% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 28,04% (yoy). Hal
tersebut sejalan dengan moderasi impor kendaraan industri menjadi -9,48% (yoy) walaupun
terdapat pertumbuhan impor barang modal selain kendaraan sebesar 16,53% (yoy). Sementara
itu, penyaluran kredit perbankan dengan tujuan penggunaan investasi juga terkontraksi menjadi
-12,67% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tercatat terkontraksi sebesar -4,34% (yoy).
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Grafik I.6. PMA dan PMDN
Di Provinsi Banten
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Grafik I.7. Investasi PMA dan PMDN Provinsi
Banten Berdasarkan Kabupaten/kota
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik I.8. Impor Barang Modal Provinsi
Banten
Sumber: Bank Indonesia diolah
Grafik I.9. Pertumbuhan Kredit Investasi
Provinsi Banten
Secara spasial, nominal investasi PMDN di wilayah Banten yang terbesar pada triwulan I 2021
terdapat di Kota Tangerang dengan nilai mencapai Rp2,40 triliun (34% dari total PMDN Banten
triwulan I 2021). Capaian tersebut diikuti oleh Kabupaten Tangerang senilai Rp1,77 triliun (share
25%), dan Kabupaten Serang dengan nilai Rp1,40 triliun (share 20%). Sementara dari sisi PMA,
nominal investasi terbesar pada triwulan I 2021 terdapat di Kota Cilegon dengan nilai mencapai
USD350,22 juta (65% dari total PMA Banten triwulan I 2021), diikuti oleh Kabupaten Tangerang
dengan nilai USD104,02 juta (share 19%), serta Kota Tangerang dengan nilai USD51,91 juta
(share 10%).
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Grafik I.10. Tujuan Investasi PMA dan PMDN Provinsi Banten Berdasarkan Kabupaten/kota
Investasi untuk pembangunan proyek-proyek multiyears di Provinsi Banten terus berlanjut
progress-nya di triwulan I 2021. Selain investasi dalam bentuk proyek infrastruktur bagian dari
Proyek Strategis Nasional (PSN), investasi juga dalam bentuk ekspansi pabrik, perkantoran,
kawasan industri, pembelian mesin dan barang modal, ataupun pembangunan pabrik baru oleh
pihak swasta. Beberapa investasi swasta yang sedang berjalan terutama oleh pelaku usaha Industri
Baja, mamin (makanan minuman), dan Industri Kimia di Banten. Dari sisi Pemerintah, investasi
meliputi pembangunan jalan tol, pengembangan kawasan industri, pengembangan bendungan
dan SPAM sebagai infrastruktur irigasi, air baku dan air minum, serta pembangunan pembangkit
listrik.
Beberapa sektor diperkirakan masih akan melanjutkan pembangunan yang telah berlangsung
sejak triwulan I 2021. Pada periode tersebut, nilai investasi terbesar dicatatkan oleh sektor real
estate dengan PMA sebesar USD2,44 juta yang disalurkan terhadap 4 proyek di Provinsi Banten.
Posisi Provinsi Banten dengan berbagai infrastruktur yang mendukung kota-kota satelit penunjang
Provinsi DKI Jakarta membuat investor terus mengembangkan proyek kawasan hunian.
Selanjutnya, investasi terbesar kedua dicatatkan oleh subsektor industri alas kaki dengan PMA
sebesar USD2,02 juta yang disalurkan terhadap 103 proyek. Capaian tersebut diikuti oleh
subsektor Industri Kimia dengan PMA sebesar USD654 ribu yang disalurkan terhadap 58 proyek.
Kedua subsektor industri tersebut juga merupakan industri utama Provinsi Banten yang menjadi
penggerak perbaikan perekonomian selama pandemi.
Membaiknya investasi di triwulan I 2021 dan rencana ekspansi investasi oleh negara-negara mitra
dagang mendorong Provinsi Banten tetap menjadi salah satu tujuan utama investasi, baik PMA
maupun PMDN. Hal ini didorong oleh jalur distribusi produk dan infrastruktur Provinsi Banten yang
sangat memadai, seperti Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Pelabuhan Merak, Jalan Tol
Jakarta-Merak, jaringan kereta api Jakarta-Rangkasbitung serta pelabuhan-pelabuhan3.
Pemerintah Provinsi bersama dengan Pemerintah Kabupaten/Kota juga sedang berupaya
menginventarisasi Peraturan Daerah di Provinsi Banten untuk mendorong investasi melalui
optimalisasi sistem One Single Submission (OSS)4. Selain itu, adanya program Kemudahan Investasi
Langsung Konstruksi (KLIK)5 yang sudah diterapkan di beberapa kawasan industri di Provinsi
Banten juga diperkirakan akan mendorong peningkatan nilai investasi. Adanya KLIK memudahkan
investor dalam melakukan investasinya di Kawasan Industri, karena pengurusan izin dapat
dilakukan secara paralel ketika investasinya memasuki tahapan konstruksi.
1.1.3. Ekspor Impor
Kinerja net ekspor Provinsi Banten pada triwulan I 2021 mengalami perbaikan secara year
on year meskipun masih terkontraksi. Pertumbuhan net ekspor pada triwulan I 2021 sebesar
-4,62% (yoy), membaik dibandingkan triwulan IV 2020 yang terkontraksi sebesar -12,38%
(yoy). Membaiknya net ekspor didorong perbaikan komponen ekspor pada industri strategis di
Banten, seperti industri Alas Kaki dan Industri Kimia. Kinerja ekspor pada triwulan I 2021
terkontraksi sebesar -0,38% (yoy), membaik secara signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mengalami kontraksi sebesar -6,02 (yoy). Sementara itu kinerja impor tercatat juga
mengalami perbaikan pada triwulan I 2021. Komponen impor pada triwulan I 2021 tumbuh
sebesar 0,09% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat
kontraksi -5,48% (yoy). Perbaikan kinerja ekspor pada triwulan I 2021 disebabkan mulai
tumbuhnya perekonomian negara mitra dagang dan relaksasi lockdown di negara tersebut
sehingga meningkatkan permintaan terhadap produk ekspor Banten.
3 Selain memiliki pelabuhan yang dikelola oleh PT Pelindo, beberapa perusahaan besar di sepanjang Anyer, Merak, dan
Bojonegara juga memiliki pelabuhan mandiri.
4 OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga,
gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
5 KLIK adalah merupakan fasilitas yang diberikan pemerintah kepada investor setelah memperoleh pendaftaran investasi
untuk dapat segera melakukan konstruksi sambil secara paralel mengurus perizinan di daerah dan perizinan pelaksanaan
lainnya.
Sumber: Bea Cukai (diolah)
Grafik I.11. Ekspor dan Impor Barang Non Migas Provinsi Banten
Secara historis, neraca perdagangan luar negeri Provinsi Banten dalam posisi defisit karena faktor
impor luar negeri yang cukup dominan sebagai bahan baku industri, di mana pada triwulan I 2021
tercatat defisit USD 4,19 miliar. Defisit ini tercatat sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV
2020 yang mencapai USD 4,00 miliar. Dari sisi sektoral, defisit neraca perdagangan Banten
dikontribusikan oleh antara lain sektor elektronik, kimia, logam dasar, mesin, dan otomotif karena
bahan baku banyak yang diperoleh melalui impor. Beberapa diantara barang tersebut tidak
terdapat di dalam negeri dan sebagian lainnya karena pemasok dalam negeri belum dapat
memenuhi baik secara spesifikasi khusus, kualitas, maupun secara kuantitas. Sementara itu, sektor
alas kaki, karet & plastik, dan kertas merupakan sektor yang mengalami surplus neraca
perdagangan.
1.1.3.1 Ekspor
Kinerja ekspor luar negeri Provinsi Banten pada triwulan I 2021 tercatat senilai USD 3,01
miliar. Nilai tersebut tumbuh positif sebesar 19,53% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,86% (yoy) dengan nilai USD 2,87 miliar. Secara umum,
perbaikan kinerja ekspor pada triwulan I 2021 merupakan dampak lanjutan dari perbaikan
perekonomian negara mitra dagang utama yang membuat produk utama provinsi Banten seperti
alas kaki, baja, kimia yang kembali mengalami peningkatan permintaan.
Berdasarkan diskusi dengan asosiasi alas kaki, utilitas Industri Alas Kaki di Banten meningkat
seiring dengan kenaikan permintaan di mana periode Tahun Baru menjadi akselerator dalam
pemulihan kinerja ekspor alas kaki.6 Momentum tersebut meningkatkan permintaan terhadap
jenis sepatu olah raga, di mana terdapat shifting pada lifestyle masyarakat global untuk
berolahraga di dalam rumah. Peningkatan permintaan juga terjadi setelah adanya relaksasi
lockdown beberapa negara tujuan ekspor utama, seperti Amerika Serikat dan beberapa negara
Uni Eropa. Demikian juga dengan peningkatan ekspor Industri Kimia, khususnya untuk barang
plastik dan barang dari plastik. Pertumbuhan komponen tersebut didorong oleh meningkatnya
kebutuhan bahan baku plastik untuk kemasan makanan dan minuman.
Kondisi usaha sektor manufaktur negara-negara mitra dagang utama secara umum masih
melanjutkan tren perbaikan pada triwulan I 2021. Hal ini tercermin dari peningkatan angka
Purchasing Manager Index (PMI) negara-negara tersebut7. Perbaikan PMI beberapa negara dagang
utama juga diperkirakan akan menyebabkan peningkatan volume perdagangan dunia. Outlook
volume perdagangan dunia (World Trade Volume) oleh World Trade Organization diperkirakan
meningkat menjadi 8,0% (yoy) pada tahun 2021 setelah melambat pada tahun 2020 sebesar
5,3% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan perkiraan International Monetary Fund terkait
berlanjutnya perbaikan ekonomi global dari sebelumnya -3,3% (yoy) pada tahun 2020 menjadi
6,0% (yoy) di 2021. Lebih lanjut, perbaikan ekonomi negara maju yang menjadi mitra dagang
Provinsi Banten juga diperkirakan berlanjut dari -4,7% (yoy) pada tahun 2020 menjadi 5,1% (yoy)
pada 2021. Selanjutnya dari sisi permintaan, indeks penjualan ritel triwulan IV 2020 juga
menunjukkan peningkatan. Beberapa negara mitra dagang (Uni Eropa, AS, dan Jepang)
mengalami peningkatan indeks penjualan retail pada triwulan I 2021.
6 FGD Dengan Aprisindo, April 2021
7 Purchasing Manager Index (PMI) AS pada triwulan I 2021 secara rata-rata menunjukkan peningkatan dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 55,73 menjadi 58,97. Angka PMI industri manufaktur Uni Eropa secara rata-rata juga
menunjukkan peningkatan dari 54,60 menjadi 55,80. Selanjutnya, PMI Jepang telah mengalami peningkatan pada fase
ekspansi yaitu dari 49,23 menjadi 50,50. Sementara PMI Tiongkok melambat dari 53,83 menjadi 50,93.
Sumber : Bloomberg, diolah
Grafik I.12. Purchasing Manager s Index (PMI) Negara
Mitra Dagang Provinsi Banten
Pandemi Covid-19 berdampak terhadap percepatan relokasi usaha ke provinsi lain. Secara khusus,
terdapat kecenderungan pengusaha komoditas berteknologi low-medium, seperti industri alas
kaki dan TPT berorientasi ekspor, untuk mempercepat relokasi usaha ke provinsi lain yang memiliki
upah buruh yang lebih rendah. Kebijakan ini dilakukan dalam rangka menjaga keberlangsungan
bisnis korporasi ditengah penurunan permintaan akibat pandemi. Hal ini dinilai akan
mempengaruhi nilai ekspor Banten ke depan apabila tidak disikapi dengan baik, dan
dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak sosial akibat meningkatnya jumlah pengangguran
akibat tutupnya pabrik.
Sumber : Bea Cukai, diolah
Grafik I.13. Pertumbuhan Ekspor Negara
Tujuan Provinsi Banten
Sumber : Bea Cukai, diolah
Grafik I.14. Perkembangan Ekspor Beberapa
Komoditas Provinsi Banten
Pada triwulan I 2020, pangsa ekspor Banten ke negara-negara tujuan ekspor utama cenderung
stabil dibandingkan periode sebelumnya, terutama untuk negara-negara tujuan ekspor utama.
Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan pangsa stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 17,51%, diikuti Tiongkok dengan pangsa sebesar 15,38%, dan
Jepang dengan pangsa di 6,76%. Sementara kawasan tujuan ekspor terbesar adalah ASEAN dan
Uni Eropa, dengan pangsa masing-masing sebesar 26,93% dan 11,57%.
Sementara itu, dari sisi komoditas yang mendorong peningkatan ekspor pada triwulan I 2021, alas
kaki masih mendominasi dengan pangsa sebesar 20%. Komoditas makanan menyumbang pangsa
ekspor 14%, diikuti oleh komoditas kimia dan turunannya dengan pangsa ekspor sebesar 10%,
dan komoditas plastik dengan pangsa 9%. Hal tersebut sejalan dengan komposisi industri
pengolahan di Provinsi Banten yang mayoritas memiliki orientasi penjualan ekspor dan tergabung
dalam Global Value Chain (GVC).
Sumber : Bea Cukai, diolah
Grafik I.15. Pangsa Ekspor Komoditas Utama Provinsi Banten
1.1.3.2 Impor
Berdasarkan data Bea Cukai, kinerja impor luar negeri pada triwulan I 2021 tumbuh sebesar
0,09% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan IV 2020 yang terkontraksi
sebesar -5,48% (yoy). Berdasarkan jenisnya, seluruh komponen mengalami peningkatan di mana
komponen impor barang modal dan barang konsumsi menjadi pendorong utama pertumbuhan
impor Provinsi Banten dibandingkan periode sebelumnya. Impor barang konsumsi menjadi
komponen yang mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan komponen lainnya, yaitu
sebesar 74,30% (yoy) setelah pada periode sebelumnya tumbuh sebesar 22,40% (yoy).
Selanjutnya, impor barang modal juga tercatat tumbuh positif sebesar 9,66% meskipun melambat
setelah pada periode sebelumnya tumbuh 28,04% (yoy). Impor bahan baku pada triwulan I 2021
mengalami pertumbuhan positif sebesar 4,64% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang terkontraksi -0,20% (yoy). Peningkatan impor bahan baku sejalan dengan
peningkatan aktivitas produksi industri di Provinsi Banten di tengah pemulihan dinamika
perekonomian global dan domestik.
Sementara itu berdasarkan negara asal barang, Tiongkok menjadi kawasan asal barang impor
Provinsi Banten terbesar pada triwulan I 2021. Nilai impor barang asal Tiongkok pada triwulan I
2021 sebesar USD 1,69 miliar atau 23,44% dari total impor Provinsi Banten. Uni Eropa berada
pada posisi kedua negara asal barang impor terbesar Provinsi Banten dengan nilai USD 712,18
juta atau mencapai 9,90% dari total impor provinsi. Lebih lanjut, impor yang berasal dari
Singapura dan Jepang berada pada posisi ketiga dan keempat dengan nilai impor masing-masing
sebesar USD 630,77 juta dan USD 596,91 juta. Adapun pangsa impor barang dari kedua negara
tersebut masing-masing sebesar 8,77% dan 8,30%.
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik I.16. Perkembangan Nilai Impor Non-
Migas Provinsi Banten
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik I.17. Impor Bahan Baku/Penolong
Provinsi Banten
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik I.18. Impor Luar Negeri Barang
Konsumsi Provinsi Banten
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik I.19.Impor Luar Negeri Barang Modal
Provinsi Banten
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik I.20. Nilai Impor Negara Asal Provinsi Banten
1.2. SISI PENAWARAN
Dari sisi penawaran, perbaikan kondisi ekonomi Provinsi Banten terutama didorong oleh
peningkatan hampir seluruh sektor utama di Provinsi Banten di tengah pandemi Covid-19.
Beberapa sektor yang tumbuh meningkat pada triwulan I 2021 di antaranya sektor Pertanian,
Kehutanan, dan Perikanan, sektor Pengadaan Air, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor
Konstruksi, serta sektor Real Estate. Sementara sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan
Besar dan Eceran, serta sektor Transportasi dan Pergudangan mulai mengalami perbaikan
meskipun masih terkontraksi.
Tabel I.4 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten Berdasarkan Lapangan Usaha (ADHK)
xSumber: BPS Provinsi Banten
2021
Q1 Q2 Q3 Q4 TOTAL Q1Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 6.236.840,22 6.360.624 6.440.941 6.236.676 25.275.081 6.760.524,73
Pertambangan dan Penggalian 733.694,11 710.970 601.510 597.122 2.643.296 595.192,15
Industri Pengolahan 38.390.253,38 34.844.858 36.382.794 37.998.307 147.616.213 38.203.677,02
Pengadaan Listrik, Gas 1.038.590,59 860.797 945.898 987.232 3.832.518 1.053.653,85
Pengadaan Air 113.423,99 116.998 118.933 121.238 470.593 121.663,90
Konstruksi 11.182.408,59 10.352.824 11.198.679 12.014.530 44.748.442 11.835.261,38
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor15.782.398,36 14.703.603 15.189.549 14.857.203 60.532.753 15.349.665,52
Transportasi dan Pergudangan 6.779.902,29 3.802.546 4.787.105 5.499.032 20.868.586 5.225.196,48
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.944.212,46 2.511.096 2.632.631 2.774.832 10.862.772 2.808.599,22
Informasi dan Komunikasi 7.059.489,29 7.481.955 7.591.437 7.602.939 29.735.820 7.724.469,50
Jasa Keuangan 3.373.549,86 3.311.193 3.356.644 3.450.468 13.491.854 3.523.587,56
Real Estate 10.459.078,90 10.015.041 10.369.555 10.548.033 41.391.708 10.599.170,84
Jasa Perusahaan 1.264.892,20 1.086.744 1.146.500 1.129.074 4.627.210 1.110.670,72
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 2.002.161,44 1.980.526 2.014.043 2.060.103 8.056.834 1.948.716,41
Jasa Pendidikan 3.495.295,83 3.482.282 3.641.785 3.680.011 14.299.374 3.523.650,10
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.497.221,22 1.455.682 1.518.965 1.653.939 6.125.808 1.681.088,46
Jasa lainnya 1.848.017,31 1.555.909 1.643.512 1.669.499 6.716.938 1.696.897,68
PDRB 114.201.430 104.633.650 109.580.480 112.880.238 441.295.799 113.761.686
SISI PENAWARAN (dlm juta Rp)
2020
Dilihat berdasarkan pangsa sektoralnya, Industri Pengolahan menjadi sektor dengan pangsa
terbesar bagi perekonomian Provinsi Banten mencapai mencapai 31,46% atau sebesar Rp38,20
triliun. Lebih lanjut, sektor Perdagangan berada pada posisi kedua sebesar Rp15,35 triliun atau
sebesar 13,13%. Sementara itu, sektor Konstruksi berada pada posisi ketiga dengan nilai sebesar
Rp11,84 triliun atau sebesar 11,88%.
Tabel I.5 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Banten Berdasarkan Lapangan Usaha (ADHK)
xSumber: BPS Provinsi Banten
1.2.1. Industri Pengolahan
Industri Pengolahan terkontraksi sebesar -0,49% (yoy), membaik dibandingkan triwulan IV
2020 yang kontraksi sebesar -3,36%(yoy). Meredanya kontraksi yang terjadi didorong oleh
membaiknya permintaan ekspor produk industri didorong oleh pemulihan ekonomi dan relaksasi
kebijakan lockdown8 dari beberapa negara mitra dagang utama. Subsektor yang mendorong
perbaikan antara lain subsektor Industri Kimia dan Industri Alas Kaki.
Dari hasil liaison dan FGD Bank Indonesia Banten, terkonfirmasi bahwa penjualan pada sektor
Industri Pengolahan mengalami perbaikan khususnya untuk komoditas utama seperti alas kaki.
8 Beberapa negara mitra dagang utama yang melakukan relaksasi kebijakan lockdown diantaranya Amerika Serikat,
Jepang, Tiongkok, dan beberapa negara Uni Eropa.
LAPANGAN USAHA 2021
Q1 Q2 Q3 Q4 TOTAL Q1
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3,93 4,16 4,08 2,05 3,55 8,40
Pertambangan dan Penggalian 2,68 -1,11 -16,85 -17,71 -8,30 -18,88
Industri pengolahan 0,37 -9,12 -6,57 -3,36 -4,67 -0,49
Pengadaan Listrik dan Gas -6,87 -18,45 -12,77 -7,92 -11,43 1,45
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang6,33 6,34 8,27 8,79 7,45 7,26
Konstruksi 6,17 -6,31 -5,65 -4,62 -2,82 5,84
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor4,11 -5,03 -3,87 -6,39 -2,86 -2,74
Transportasi dan Pergudangan -2,93 -46,56 -35,56 -28,90 -28,69 -22,93
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 6,69 -11,83 -8,76 -6,02 -5,09 -4,61
Informasi dan Komunikasi 8,70 9,81 9,11 8,95 9,14 9,42
Jasa Keuangan dan Asuransi 2,22 3,01 2,77 2,90 2,72 4,45
Real Estate 8,26 -0,18 -0,21 1,07 2,15 1,34
Jasa Perusahaan 8,48 -9,22 -6,59 -9,71 -4,42 -12,19
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib2,66 -3,14 -1,68 -0,27 -0,65 -2,67
Jasa Pendidikan 3,03 -1,66 2,02 1,98 1,33 0,81
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 8,63 3,43 5,48 12,33 7,50 12,28
Jasa lainnya 7,97 -11,76 -8,71 -8,63 -5,43 -8,18
PDRB 3,18 -7,27 -5,32 -3,92 -3,38 -0,39
2020
Hal ini dipicu oleh peningkatan ekspor alas kaki selama triwulan I 20219. Berdasarkan informasi
yang diperoleh dari asosiasi industri alas kaki, Banten juga mendapatkan pengalihan order dari
Tiongkok yang mendorong pertumbuhan permintaan di atas triwulan sebelumnya. Permintaan
ekspor didorong oleh sepatu olah raga sejalan dengan adanya shifting lifestyle masyarakat di
negara utama tujuan ekspor untuk berolahraga di dalam rumah. Lebih lanjut, pada triwulan I 2021
industri kimia masih cukup kuat yang didorong oleh meningkatnya permintaan domestik dan
peralihan permintaan domestik dari impor ke industri kimia nasional. Di samping itu,
meningkatnya permintaan packaging untuk makanan, mendorong permintaan terhadap barang
plastik10
.
Di sisi lain, moderasi pembiayaan perbankan menahan pertumbuhan Industri Pengolahan lebih
lanjut lagi. Penyaluran kredit perbankan untuk Industri Pengolahan pada triwulan I 2021 masih
berada dalam zona kontraksi sebesar -12,43% (yoy), melambat dibandingkan periode sebelumnya
yang tercatat hingga -3,57% (yoy). Sebagai informasi, berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia
Banten triwulan I 2021 menunjukkan secara rata-rata proporsi sumber dana investasi pelaku usaha
korporasi sebesar 95,1% berasal dari non bank dan hanya 4,9% yang berasal dari perbankan.
Sementara sumber dana modal kerja pelaku usaha korporasi secara rata-rata proporsi 89,14%
berasal dari non bank dan hanya 10,86% yang berasal dari perbankan.
9 FGD dengan Aprisindo, April 2021.
10 FGD dengan Industri Kimia, April 2021.
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Grafik I.22. Perkembangan Kredit Perbankan
ke Industri Pengolahan di Provinsi Banten
Sumber : Bank Indonesia
Grafik I.23. Proporsi Sumber Pembiayaan
Investasi Korporasi
1.2.2. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Kinerja Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor11
pada triwulan I
2021 terkontraksi sebesar -2,74% (yoy), membaik dibandingkan triwulan IV 2020 yang
terkontraksi -6,39% (yoy). Pertumbuhan sektor perdagangan didorong oleh peningkatan
mobilitas masyarakat sebagaimana tercermin pada Google Mobility Index. Meskipun belum
mencapai tingkat mobilitas di atas baseline atau kembali pulih seperti sebelum pandemi, namun
telah terindikasi adanya kenaikan mobilitas masyarakat terutama dari dan ke toko bahan
makanan, apotek, dan area residensial. Ketiga tujuan mobilitas tersebut merupakan kelompok
esensial selama pandemi yang mendukung kebutuhan pokok masyarakat. Mulai meningkatnya
pergerakan masyarakat menyebabkan pertumbuhan terhadap permintaan domestik sepanjang
triwulan I 2021.
Peningkatan permintaan terhadap sektor perdagangan juga tercermin pada hasil Survei Penjualan
Eceran (SPE) Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten yang menunjukkan adanya
peningkatan Indeks Penjualan Riil (IPR) atau kenaikan omzet penjualan sebesar 4,08%
dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan tertinggi terdapat pada kelompok Makanan,
Minuman, dan Tembakau dengan IPR yang tercatat sebesar 11,65%. Secara spesifik, peningkatan
signifikan terdapat pada komoditas Bahan Makanan dengan IPR sebesar 14,42% dan diikuti oleh
komoditas Makanan Jadi yang mencatatkan peningkatan sebesar 10,40%. Membaiknya
perekonomian masyarakat, yang diamplifikasi oleh momentum Tahun Baru, menumbuhkan
permintaan terhadap kelompok tersebut sebagai salah satu kebutuhan non leisure yang secara
historis mengalami peningkatan pada awal tahun.
Peningkatan kinerja juga diperlihatkan oleh penjualan kelompok Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor. Berdasarkan hasil SPE, secara agregat penjualan kelompok tersebut di Banten
mengalami kenaikan sebesar 4,97% pada triwulan I 2021. Pertumbuhan tertinggi dialami oleh
penjualan komoditas Solar dan Pertalite yang masing-masing tercatat sebesar 8,90% dan 8,18%.
Penjualan terhadap komoditas Solar sejalan dengan posisi Provinsi Banten sebagai penghubung
logistik pangan Pulau Jawa dan Sumatera yang mengalami peningkatan permintaan selama Hari
Besar Keagamaan dan Nasional (HBKN), sehingga mendorong konsumsi bahan bakar tersebut
yang secara dominan digunakan oleh transportasi logistik. Sementara itu, peningkatan mobilitas
11 Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor untuk selanjutnya disebut
perdagangan
ke tempat wisata di Provinsi Banten selama libur panjang awal tahun juga mendorong permintaan
terhadap komoditas Solar.
Mulai membaiknya sektor perdagangan didukung oleh penyaluran kredit perbankan terhadap
sektor tersebut. Pada triwulan I 2021, penyaluran kredit terhadap sektor perdagangan tercatat
meningkat sebesar 11,40% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar 9,23% (yoy).
Secara umum, penggunaan kredit pada sektor tersebut didominasi sebagai modal kerja untuk
menopang kinerja pelaku usaha.
Dari sisi perdagangan produk bahan makanan dan makanan jadi, terdapat peningkatan impor
terhadap kelompok barang konsumsi tersebut. Pada triwulan I 2021, angka impor makanan non-
olahan tercatat tumbuh sebesar 13,81% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
dengan pertumbuhan impor sebesar 11,38% (yoy). Sementara impor makanan olahan juga
mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 31,54% (yoy) setelah pada triwulannya tumbuh
sebesar 25,61% (yoy).
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik I.21. Perkembangan Kredit Perdagangan dan
Konsumsi (yoy) Provinsi Banten
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik I.22. Perkembangan Impor Barang Konsumsi
1.2.3. Konstruksi
Pada triwulan I 2021, kinerja konstruksi tumbuh positif sebesar 5,84% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan kontraksi pada triwulan IV 2020 yang sebesar -4,62% (yoy). Peningkatan sektor
konstruksi disebabkan oleh mulai berjalannya investasi yang sempat tertahan selama pandemi.
Investasi bangunan telah menunjukkan peningkatan yang didorong oleh investasi pada sektor real
estate sebagai realisasi PMA terbesar kedua di Provinsi Banten pada triwulan I 2021. Selain itu,
pertumbuhan yang terjadi pada sektor ini didorong oleh penyelesaian beberapa proyek multiyears
seperti proyek-proyek strategis nasional12
. Selain itu, masih berlanjutnya pembangunan proyek
infrastruktur Nasional, pembangunan beberapa pabrik khususnya pabrik industri kimia dan baja
di Provinsi Banten juga turut meningkatkan pertumbuhan yang terjadi pada sektor ini.
Pembangunan proyek properti hunian dan klaster, kawasan industri, hotel, pusat-pusat
perniagaan, dan perkantoran yang turut medorong pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan
I 2021.
Di sisi lain, terdapat moderasi perkembangan kredit perbankan yang disalurkan kepada sektor
konstruksi meskipun tercatat pertumbuhan kinerja yang signifikan di sektor tersebut. Penyaluran
kredit pada triwulan I 2021 terhadap sektor konstruksi terkontraksi sebesar -3,08% (yoy), lebih
dalam dibandingkan kontraksi triwulan sebelumnya sebesar -0,49% (yoy). Kondisi tersebut
disebabkan oleh karakteristik proyek infrastruktur nasional di Provinsi Banten yang didanai oleh
APBN. Sementara berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Banten, proyek
swasta lainnya mendapatkan pembiayaan investasi dari non-bank dengan proporsi sebesar
95,1%.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik I.23. Perkembangan Kredit Konstruksi di Provinsi Banten
Beberapa proyek yang masih dalam tahap konstruksi di antaranya adalah jalan tol Serang-
Panimbang seksi 1 sepanjang 26,5 km dengan perkembangan yang telah mencapai 95,24%.
Pembangunan jalan tol Serang-Panimbang tercatat menelan investasi senilai Rp5,33 triliun.
Sementara itu, biaya konstruksi mencapai Rp3,57 triliun. Uji layak fungsi ditargetkan pada bulan
Juli 2021 dan pengoperasian untuk umum ditargetkan pada Oktober 2021. Selain itu, untuk
mendorong pertumbuhan perekonomian Provinsi Banten, Pemerintah telah berkomitmen untuk
12 Di antaranya terdapat pembangunan jalan tol Serang-Panimbang seksi 1, jalan tol Serpong-Balaraja, dan
Bendungan Karian
mengakselerasi pembangunan infrastruktur prioritas lainnya seperti jalan tol Serpong-Balaraja,
SPAM Karian-Serpong, KEK Tanjung Lesung, dan Kawasan Industri Wilmar.
1.2.4. Transportasi dan Pergudangan
Kinerja transportasi dan pergudangan pada triwulan I 2021 terkontraksi sebesar -22,93%
(yoy) membaik dibandingkan triwulan IV 2020 yang terkontraksi sebesar -28,90% (yoy).
Subsektor angkutan udara masih mendominasi sektor transportasi di Provinsi Banten, diikuti oleh
subsektor angkutan darat dan kemudian subsektor angkutan laut.
Lapangan usaha transportasi Provinsi Banten sangat berkaitan erat dengan aktivitas angkutan
udara di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Data jumlah penumpang Bandara Soekarno-Hatta
untuk pesawat rute domestik pada triwulan I 202113
mengalami penurunan menjadi 1,15 juta
penumpang atau terkontraksi sebesar -73,55% (yoy), sedikit termoderasi dibandingkan
pertumbuhan jumlah penumpang triwulan IV 2020 sebesar -57,91% (yoy). Sementara untuk rute
internasional jumlah penumpang tercatat sebesar 350 ribu penumpang atau terkontraksi sebesar
-72,12% (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh -93,15% (yoy).
Sehingga secara total penumpang triwulan I 2021 tercatat sebesar 1,51 juta penumpang atau
termoderasi -84,19% (yoy). Angka tersebut sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya
yang tumbuh -67,96% (yoy). Penurunan jumlah penumpang pada triwulan I 2021 sejalan dengan
kebijakan Pemerintah dalam membatasi mobilitas masyarakat untuk menahan penyebaran
pandemi lebih lanjut.
Dari sisi data pengiriman barang di Bandara Soekarno-Hatta, volume pengiriman barang rute
domestik pada triwulan I 2021 mencapai 29,24 ribu ton atau terkontraksi sebesar -20,69% (yoy)
setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 16,25% (yoy). Sementara itu, volume pengiriman
barang rute internasional triwulan I 2021 mencapai 6,77 ribu ton atau termoderasi -0,80% (yoy),
sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi -0,56% (yoy). Sehingga,
total volume pengiriman kargo triwulan I 2021 tercatat sebesar 36 ribu ton atau termoderasi -
0,32% (yoy), sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang termoderasi -0,11% (yoy).
13 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumber: BPS
Grafik I.24. Data Penumpang Pesawat di
Bandara Soekarno Hatta
Sumber: BPS
Grafik I.25. Data Pengiriman Barang
Menggunakan Moda Angkutan Udara di
Bandara Soekarno-Hatta
1.2.5. Real Estate
Kinerja real estate pada triwulan I 2021 tumbuh meningkat sebesar 1,34% (yoy), atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,07% (yoy). Permintaan tipe
apartemen di area Tangerang Raya terus tumbuh dibandingkan dengan pertumbuhan permintaan
rumah tapak. Sementara di wilayah lainnya seperti di Serang, Lebak, dan Pandeglang tipe rumah
tapak masih lebih diminati. Ke depan, prospek pengembangan kota mandiri, pengembangan area
sekitar exit tol serta klaster-klaster perumahan baru yang diiringi dengan pembangunan akses
jalan, moda transportasi serta fasilitas pendukung lainnya diharapkan akan terus meningkatkan
konektivitas antar daerah dan membuka pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru sehingga
kinerja sektor real estate dapat semakin mendukung perekonomian Provinsi Banten.
Data Indonesia Property Watch menunjukkan adanya pertumbuhan signifikan di sektor real estate
pada triwulan I 2021. Peningkatan penjualan terutama terjadi pada rumah ready stock, di mana
secara agregat penjualan unit rumah di wilayah Jabodebek-Banten tumbuh sebesar 10,9% (qtq)
atau lebih tinggi dari pertumbuhan penjualan pada triwulan sebelumnya sebesar 8,2% (qtq). Saat
ini pergerakan pasar properti masih bervariasi dan belum membentuk pola yang stabil.
Pertumbuhan unit terjual di segmen harga lebih dari Rp2 miliar relatif tinggi sebesar 238,5% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya dengan pertumbuhan unit terjual terkontraksi -43,5% (qtq).
Peningkatan tersebut menyebabkan komposisi unit terjual pada triwulan I 2021 untuk segmen
harga lebih dari Rp2 miliar juga naik dari 1,5% menjadi 4,6%. Namun demikian jumlah unit terjual
masih didominasi rumah di segmen harga di bawah Rp1 miliar.
Di sisi lain, nilai penjualan perumahan di Jabodebek-Banten sepanjang triwulan I 2021 tumbuh
melambat sebesar 7,2% (qtq) setelah sebelumnya tumbuh 8,5% (qtq). Pada periode tersebut,
perlambatan pertumbuhan rata-rata harga jual rumah terdalam terjadi di Kota Serang dengan
moderasi 19,2% (qtq) dan diikuti oleh Kota Tangerang sebesar 8,1% (qtq). Sementara itu, rata-
rata harga jual rumah di Cilegon tercatat tumbuh meningkat sebesar 3,9% (qtq).
Data pembiayaan untuk sektor properti di Provinsi Banten menunjukkan pertumbuhan penyaluran
kredit yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan I 2021, data pembiayaan
untuk properti di Provinsi Banten tercatat sebesar 9,03% (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,40% (yoy). Pertumbuhan tertinggi kredit
properti pada triwulan I 2021 terutama untuk jenis pembiayaan KPA (Kredit Pemilikan Apartemen)
khususnya tipe s.d. 21 yang mencapai pertumbuhan 20,21% (yoy) diikuti oleh KPA tipe di atas 70
dengan pertumbuhan yang mencapai 18,53% (yoy), dan KPA tipe 22 s.d. 70 yang tumbuh
15,82% (yoy).
Sumber: Bank Indonesia
Grafik I.26. Pertumbuhan Kredit Properti Provinsi Banten
Bab II. Keuangan Pemerintah
Secara keseluruhan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) untuk wilayah Banten mengalami
penurunan di tahun 2021. Secara akumulatif, pagu
Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/
Kota mengalami penurunan sebesar 7,7%
dibandingkan tahun 2020. Sementara, pagu Belanja
wilayah Banten meningkat sebesar 1,7% dibandingkan
tahun sebelumnya.
Sampai dengan Triwulan I 2021, realisasi pendapatan
tercatat lebih tinggi dibandingkan realisasi belanja
daerah. Apabila dibandingkan dengan tahun 2020,
kinerja pendapatan daerah tercatat sama dengan
periode yang sama tahun 2020 yaitu sebesar 17,1%.
Sementara belanja daerah triwulan I 2021 tercatat lebih
rendah dibandingkan Triwulan I 2020.
Sementara itu realisasi Dana Transfer ke wilayah Banten
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
tercatat sebesar 14,4% atau terpantau relatif baik
walaupun tercatat sedikit mengalami penurunan pagu.
2.1. KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI BANTEN & KABUPATEN/KOTA
Total pagu Pendapatan Pemerintah Provinsi Banten dan delapan Kabupaten/kota pada tahun
2021 mencapai Rp35,16 triliun, turun sebesar 7,7% (yoy) dibandingkan tahun 2020 yang
mencapai Rp38,12 triliun. Meski demikian, pagu Belanja pada tahun 2021 mengalami
peningkatan sebesar 1,7% (yoy) dari sebesar Rp35,58 triliun pada tahun 2020 menjadi sebesar
Rp36,18 triliun pada tahun 2021.
Tabel II.1. Perkembangan dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten (dalam Rp Juta)
Sumber: DJPK dan Pemda Wilayah Banten (di olah)
Sampai dengan triwulan I tahun 2021, realisasi Pendapatan APBD Pemprov Banten dan delapan
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten senilai Rp6,02 triliun atau mencapai 17,1% dari target 2021,
sama dengan realisasi tahun 2020 yang juga mencapai 17,1%. Sementara itu, realisasi Belanja
APBD senilai Rp2,83 triliun atau 7,8% dari total pagu Belanja, lebih rendah dibandingkan realisasi
pada periode yang sama tahun 2020 sebesar 11,6%.
2.2. KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI BANTEN
Pagu Pendapatan Pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2021 senilai Rp11,63 triliun, menurun
sebesar Rp976,23 miliar atau 7,7% (yoy) dibandingkan tahun 2020 dengan nilai Rp12,61 triliun.
Sementara itu, pagu Belanja mengalami peningkatan sebesar Rp2,73 triliun atau sebesar 20,7%
(yoy) dari Rp13,21 triliun menjadi Rp15,95 triliun pada tahun 2021.
Realisasi Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Banten pada triwulan I 2021 senilai Rp1,64 triliun
atau mencapai 14,1% dari pagu, lebih tinggi dibandingkan realisasi pada twiwulan I 2020 sebesar
13,4%. Lebih rinci, realisasi perolehan dana perimbangan meningkat dari Rp287,59 miliar menjadi
sebesar Rp464,08 miliar. Sementara itu, pendapatan asli daerah (PAD) menjadi komponen yang
mengalami penurunan nominal menjadi sebesar Rp1,18 triliun dengan realisasi sebesar 16,3%.
2020 2021
APBD REALISASI % APBD REALISASI %
Total Pendapatan Daerah 38,117,950 6,536,600 17.1% 35,164,910 6,017,420 17.1%
Total Belanja Daerah 35,581,080 4,143,480 11.6% 36,184,410 2,827,280 7.8%
Surplus / (Defisit) 2,536,870 2,393,120 (1,019,500) 3,190,140
URAIANS.D. TW I-2020 S.D. TW I-2021
Tabel II.2. Perkembangan dan Realisasi APBD Pemerintah Provinsi Banten
(dalam Rp juta)
Sumber: BPKAD Provinsi Banten
Dari sisi pos belanja daerah, realisasi Belanja APBD Pemerintah Provinsi Banten sebesar Rp1,25
triliun atau 7,9% dari total pagu belanja tahun 2021. Secara nominal mengalami peningkatan
namun capaian realisasi ini lebih rendah dibandingkan tahun 2020 sebesar 9,4%. Dengan
demikian, berdasarkan capaian tersebut APBD Pemprov Banten pada triwulan I 2021 tercatat
mengalami surplus sebesar Rp390,43 miliar dibandingkan target defisit APBD 2021 sebesar
Rp4,31 triliun.
2.2.1. Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Banten
Realisasi perolehan pendapatan daerah tetap terjaga di tengah penurunan pagu pendapatan
APBD Pemerintah Provinsi Banten. Hingga triwulan I 2021 penurunan pagu pendapatan
terutama terjadi pada komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan.
Sementara itu, Realisasi pendapatan pemerintah Provinsi Banten mencapai Rp1,64 triliun atau
sebesar 14,1% terhadap target pendapatan tahun 2021. Persentase realisasi pendapatan tersebut
lebih tinggi dibandingkan triwulan I 2020 sebesar 13,4%.
Pada tahun 2021, Struktur komponen Pendapatan Pemerintah Provinsi Banten masih didominasi
oleh PAD sebesar Rp7,25 triliun atau mencapai 62,3% terhadap pagu pendapatan, diikuti Dana
Perimbangan senilai Rp4,38 triliun dengan pangsa sebesar 37,7%, dan Lain-lain Pendapatan yang
Sah dengan nilai Rp6,2 miliar dengan pangsa 0,1%.
2020 2021
APBD REALISASI % APBD REALISASI %
Pendapatan Daerah : 12,609,363 1,695,471 13.4% 11,633,132 1,644,107 14.1%
- Pendapatan Asli Daerah 8,154,746 1,406,284 17.2% 7,246,729 1,180,025 16.3%
- Dana Perimbangan 4,448,418 287,589 6.5% 4,380,203 464,082 10.6%
- Lain-lain pendapatan yang sah 6,200 1,598 25.8% 6,200 - 0.0%
Belanja Daerah : 13,214,391 1,247,804 9.4% 15,948,252 1,253,678 7.9%
- Belanja Tidak Langsung 8,237,681 906,551 11.0% 7,425,097 975,526 13.1%
- Belanja Langsung 4,976,710 341,253 6.9% 8,523,155 278,152 3.3%
Surplus / (Defisit) (605,028) 447,667 (4,315,120) 390,429
Penerimaan Pembiayaan Daerah : 655,028 0% 4,380,122 497,838 11.4%
- Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya 655,028 953,903 146% 237,112 - 0.0%
Pengeluaran Pembiayaan Daerah : 50,000 - 65,000 - 0.0%
- Penyertaan Modal Pemerintah Daerah 50,000 - 65,000 - 0.0%
Pembiayaan Netto 605,028 - 0% 4,315,122 497,838 11.5%
SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN (SILPA)
TAHUN BERKENAAN- 447,667 - 888,267
URAIAN
S.D. TW I-2020 S.D. TW I-2021
Dari grafik II.1 terlihat bahwa struktur pendapatan pada APBD Pemerintah Provinsi Banten relatif
stabil selama empat tahun terakhir.
Tabel II.3. Target dan Realisasi Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Banten
per Komponen (Rp juta)
Sumber: BPKAD Pemerintah Provinsi Banten, diolah
Pendapatan Asli Daerah
PAD Pemerintah Provinsi Banten terutama ditopang oleh pajak daerah dengan pangsa mencapai
93,1% dari total PAD. Pagu perolehan pajak daerah mengalami penurunan sebesar 12,9% (yoy)
dari Rp7,75 triliun pada tahun 2020 menjadi sebesar Rp6,75 triliun pada tahun 2021. Sejalan hal
tersebut, realisasi penerimaan pajak daerah juga tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan I
2020 2021
APBD REALISASI % APBD REALISASI %
Pendapatan Asli Daerah : 8,154,746 1,406,284 17.2% 7,246,729 1,180,025 16.3%
- Pajak Daerah 7,748,115 1,368,720 17.7% 6,746,237 1,154,900 17.1%
- Retribusi Daerah 20,701 1,172 5.7% 12,036 1,332 11.1%
- Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah 51,511 - 0.0% 52,966 - 0.0%
- Lain-lain PAD 334,419 36,392 10.9% 435,490 23,793 5.5%
Dana Perimbangan/Transfer Ke Daerah : 4,448,418 287,589 6.5% 4,380,203 464,082 10.6%
Lain-lain Pendapatan : 6,200 1,598 25.8% 6,200 - 0.0%
Pendapatan Hibah 6,200 1,598 25.8% 6,200 - 0.0%
- Dari Badan/Lembaga/Organisasi Swasta dalam
Negeri/Otonomi Khusus-
Pendapatan Lainnya -
Total Pendapatan 12,609,363 1,695,471 13.4% 11,633,131 1,644,106 14.1%
URAIAN
S.D. TW I-2020 S.D. TW I-2021
Sumber: BPKAD Pemerintah Provinsi Banten, diolah
Grafik II.1. Postur Pendapatan APBD Pemerintah Provinsi Banten
2020 yaitu sebesar 17,1% terutama akibat kurang maksimalnya penerimaan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB). Penurunan tersebut terjadi seiring pelaksanaan kebijakan
Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) dan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM) berskala mikro untuk mencegah penyebaran COVID-19 di Provinsi Banten
yang mengakibatkan terbatasnya aktivitas dan mobilitas masyarakat yang juga menyebabkan
kontraksi pada pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten. Selain itu, pembatasan operasional di
hampir seluruh wilayah Banten, khususnya Tangerang Raya, berpengaruh pada pelayanan dan
penerimaan dari Pajak Kendaraan Bermotor.
Tabel II.4. Penerimaan Pajak Daerah Pemerintah Provinsi Banten (Rp juta)
Sumber: Direktorat Evaluasi dan Sistem Informasi, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Dana Perimbangan
Dana Perimbangan atau Dana Transfer ke Daerah merupakan dana yang diperoleh dari
pemerintah pusat dan bersumber dari APBN untuk membiayai berbagai kebutuhan pembangunan
di daerah baik yang yang penggunaannya telah ditetapkan secara khusus maupun yang dapat
dialokasikan sesuai kebutuhan pembangunan masing-masing daerah.
Pada tahun 2020, Pagu Dana Perimbangan mengalami penurunan sebesar 1,5% (yoy), dari
sebelumnya Rp4,45 triiun menjadi Rp4,38 triliun. Komponen Dana Perimbangan terdiri dari Bagi
Hasil Pajak/Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK
utamanya diperuntukan untuk DAK Non Fisik yaitu dukungan pendanaan khusus untuk belanja
operasional berbasis unit cost seperti untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Bantuan
Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Tunjangan Profesi
Guru.
REALISASI
Pajak kendaraan bermotor 640,249
Bea balik nama kendaraan bermotor 401,942
Pajak bahan bakar kendaraan bermotor 188,831
Pajak air permukaan 9,651
Pajak Rokok 140,610
Total 1,381,283
Jenis Pajak
S.D. TW I-2021
Selanjutnya, realisasi Dana Perimbangan triwulan I Pemerintah Provinsi Banten sebesar 10,6%
lebih tinggi dibandingkan realisasi triwulan I 2020 yang mencapai 6,5%. Peningkatan realisasi
DAK Fisik terutama didorong terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.101/PMK.07/2020
yang salah satunya tercantum penghapusan persyaratan realisasi DAK Fisik.
Derajat Desentralisasi Fiskal
Tingkat kemandirian fiskal Provinsi Banten mengalami peningkatan sebagaimana tercermin dari
Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF)14
tahun 2021 sebesar 62,3%. Hal ini salah satunya dipengaruhi
penurunan pendapatan daerah yang lebih dalam dibandingkan penurunan PAD sehubungan
pandemi Covid-19. Tingkat kemandirian fiskal Provinsi Banten tersebut masih dalam kategori baik
sebab DDF di atas 50%.
14 DDF adalah Rasio antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Total Pendapatan Daerah. DDF digunakan untuk
melihat tingkat kemampuan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan
Sumber: BPKAD Provinsi Banten, diolah
Grafik II.2. Realisasi Pendapatan APBD
Pemerintah Provinsi Banten
Sumber: BPKAD Provinsi Banten, diolah
Grafik II.3. Realisasi Pendapatan
per Jenis Pendapatan
Sumber: BPKAD Provinsi Banten, diolah
Grafik II.4. Derajat Desentralisasi Fiskal Provinsi Banten
2.2.2 Belanja Pemerintah Daerah Provinsi Banten
Pagu anggaran belanja Pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2021 adalah sebesar Rp15,95
triliun, meningkat dibandingkan tahun 2020 yang tercatat sebesar Rp13,21 triliun. Anggaran
belanja tersebut didominasi oleh Belanja Modal dengan nilai Rp5,48 triliun (pangsa 34,4%), diikuti
oleh Belanja barang dan Jasa dengan nilai Rp3,04 triliun (pangsa 19,1%). Meningkatnya pagu
belanja pada tahun 2021 tersebut terutama didorong oleh peningkatan pagu Belanja Modal yang
naiksebesar Rp3,45 triliun atau 170,1% (yoy), dari sebesar Rp2,03 triliun menjadi Rp5,48 triliun.
Di sisi lain terjadi penurunan belanja pegawai sebesar Rp667,36 miliar atau 26,1% (yoy).
Tabel II.5. Realisasi Belanja Pemerintah Provinsi Banten
(Rp juta)
Sumber: BPKAD Provinsi Banten
Secara umum, struktur belanja APBD Pemerintah Provinsi Banten tahun 2021 di dominasi oleh
belanja modal dengan pangsa 34,4%, diikuti belanja barang dan jasa, belanja bagi hasil, belanja
bunga dan hibah, dan belanja pegawai, dengan pangsa masing-masing sebesar 19,1%, 16,5%,
14,8 dan 11,9%. Struktur tersebut mengalami sedikit perubahan dibandingkan tahun 2020 yang
didominasi oleh belanja barang dan jasa dan diikuti oleh belanja bagi hasil dan belanja pegawai.
URAIAN 2020 2021
APBD REALISASI % APBD REALISASI %
Belanja Pegawai 2,560,274 442,110 17.3% 1,892,916 403,815 21.3%
Belanja Bunga dan Hibah 2,333,530 73,826 3.2% 2,360,217 2,737 0.1%
Belanja Bagi Hasil 2,783,519 386,292 13.9% 2,627,810 551,222 21.0%
Belanja Barang dan Jasa 2,880,428 326,216 11.3% 3,043,944 276,409 9.1%
Belanja Modal 2,028,761 8,104 0.4% 5,479,211 1,743 0.0%
Belanja Lainnya 627,879 11,255 24.9% 544,155 17,753 3.3%
Total Belanja 13,214,391 1,247,804 9.4% 15,948,252 1,253,678 7.9%
S.D. TW I-2020 S.D. TW I-2021
Sumber: BPKAD Provinsi Banten, diolah
Grafik II.5. Perkembangan Realisasi Belanja
Daerah APBD Pemerintah Provinsi Banten
Sumber: BPKAD Provinsi Banten, diolah
Grafik II.6. Postur Belanja APBD
Pemerintah Provinsi Banten
Hingga triwulan I 2021, serapan anggaran belanja Pemerintah Provinsi Banten tercatat sebesar
7,9%, lebih rendah dibanding triwulan I 2020 sebesar 9,4%. Dorongan realisasi tersebut terjadi
pada realisasi Belanja Pegawai, Belanja Bagi Hasil, dan Belanja Modal yaitu masing-masing sebesar
21,3%, 21,0%, dan 9,1%. Sementara itu realisasi Belanja Hibah lebih rendah dibanding realisasi
pada triwulan I 2020.
Belanja hibah pada APBD provinsi adalah Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari
pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah,
masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya,
bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk
menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah15
. Realisasi belanja hibah sampai dengan
triwulan I 2021 adalah sebesar 0,1% lebih rendah dibanding realisasi pada triwulan I 2020 sebesar
3,2%.
Sementara itu realisasi pada komponen belanja modal mencapai sebesar 0,03%. Komponen
Belanja Modal terdiri dari belanja modal gedung dan bangunan (pangsa: 39,8%) terutama
ditujukan pada bangunan gedung tempat kerja dan tempat tinggal, belanja modal jalan, irigasi,
dan jaringan (pangsa: 30,5%) terutama ditujukan untuk pengadaan jalan, pengembangan sumber
daya air, dan pengaman sungai, belanja modal tanah 9pangsa: 17,3%), dan belanja modal
peralatan dan mesin (pangsa: 11,8%) terutama ditujukan pengadaan alat kedokteran, Dana Bos
(alat peraga sekolah), dan pengadaan unit-unit laboratorium.
Tabel II.7. Realisasi Belanja Modal Pemerintah Provinsi Banten (Rp juta)
Sumber: BPKAD Provinsi Banten
15
Permendagri No 123/2018
2021
APBD REALISASI %
Belanja Modal Tanah 949,836 397 0.04%
Belanja Modal Peralatan dan Mesin 648,055 749 0.12%
Belanja Modal Gedung dan Bangunan 2,180,218 597 0.03%
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan 1,670,007 - 0.00%
Belanja Modal Aset Tetap Lainnya 30,780 - 0.00%
Belanja Modal lain-lain 316 - 0.00%
Total 5,479,211 1,743 0.03%
Belanja Modal
S.D. TW I-2021
2.3. KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Tabel II.8. Perkembangan dan Realisasi APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota
di Provinsi Banten (Rp juta)
Sumber: http://www.djpk.kemenkeu.go.id dan BPKAD se-Provinsi Banten (diolah)
Total anggaran pendapatan delapan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten pada tahun
2021 sebesar Rp23,53 triliun, menurun sebesar 7,7% (yoy) dibandingkan anggaran tahun 2020
sebesar Rp25,51 triliun. Pada sisi belanja, total anggaran belanja yang ditargetkan pada tahun
2021 adalah sebesar Rp20,23 triliun, mengalami penurunan sebesar 9,5% (yoy) dibandingkan
anggaran tahun 2020 sebesar Rp22,37 triliun.
Sampai dengan Triwulan I 2021, realisasi pendapatan delapan Pemerintah Kabupaten/Kota di
Provinsi Banten adalah sebesar 18,6%, sedikit lebih rendah dibandingkan realisasi pada triwulan I
2020. Hal ini sejalan dengan realisasi Belanja delapan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi
Banten pada triwulan I 2021 yang juga lebih rendah dibandingkan triwulan I 2021, yatu dari
12,9% mejadi 7,8%.
Secara spasial16
, anggaran pendapatan terbesar dimiliki oleh Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan dengan pangsa masing-masing sebesar 25,9%, 19,7%,
dan 14,6%. Besarnya pendapatan di ketiga daerah tersebut didorong oleh Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yang cukup besar, dimana komponen utamanya adalah pendapatan pajak daerah
yang berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB). Sementara pada daerah lainnya, PAD yang dimiliki relatif kecil dan masih
didominasi oleh dana transfer pemerintah pusat.
16 Data Kabupaten Serang tidak tersedia
2020 2021
APBD REALISASI % APBD REALISASI %
Total Pendapatan Daerah 25,508,587 4,841,129 19.0% 23,531,778 4,373,313 18.6%
Total Belanja Daerah 22,366,689 2,895,676 12.9% 20,236,158 1,573,602 7.8%
Surplus / (Defisit) (2,620,460) 2,504,633 3,295,620 2,799,712
URAIANS.D. TW I-2020 S.D. TW I-2021
Sumber: BPKAD Provinsi Banten
Grafik II.7. Proporsi Pendapatan Daerah
Kabupaten/Kota
Sumber: BPKAD Provinsi Banten
Grafik II. 8. Proporsi Belanja Daerah
Kabupaten/Kota
Sejalan dengan sisi pendapatan, daerah dengan anggaran belanja terbesar adalah Kabupaten
Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan dengan pangsa masing-masing sebesar
25,8%, 20,5% dan 14,5%. Tingginya anggaran belanja di ketiga wilayah tersebut sangat terkait
dengan besarnya pendapatan daerah. Jenis belanja yang dilakukan oleh Kabupaten/kota terutama
adalah belanja tidak langsung pegawai diikuti dengan belanja barang dan jasa..
Sumber: BPKAD Provinsi Banten, diolah
Grafik II.9. Derajat Desentralisasi Fiskal Kabupaten/ Kota di Provinsi Banten
Selanjutnya, Kemandirian daerah dalam membiayai aktivitas pemerintahan dan pembangunan
daerahnya dapat ditunjukan oleh Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF). Semakin tinggi DDF maka
menunjukan semakin besar porsi PAD terhadap pembentukan pendapatan daerah dan semakin
kecil ketergantungan suatu daerah terhadap dana pemerintah pusat, serta sebaliknya.
Hingga triwulan I 2021, DDF tertinggi terdapat di Kota Tangerang yaitu 50,8%, diikuti oleh Kota
Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang masing-masing sebesar 49,1% dan 45,6%.
Tingginya tingkat kemampuan di tiga daerah tersebut atau biasa disebut sebagai Tangerang Raya,
tidak terlepas dari aktivitas bisnis di Provinsi Banten yang terpusat di wilayah tersebut, baik untuk
lapangan usaha industri pengolahan, perdagangan, dan juga real estate.
Sementara itu, daerah dengan DDF terendah adalah Kabupaten Pandeglang, Kota Serang, dan
Kabupaten Lebak dengan DDF masing-masing sebesar 9,4%, 14,4%, dan 15,0%. Rendahnya DDF
tersebut dapat diartikan bahwa tingkat kemandirian daerah dalam membiayai kegiatan
pemerintahan dalam kategori rendah. Sebagaimana diketahui, Kabupaten Lebak dan Kabupaten
Pandeglang merupakan daerah yang didominasi oleh lapangan usaha pertanian dan perkebunan,
sehingga PAD yang bisa dihasilkan juga relatif kecil dibandingkan wilayah lain. Sementara untuk
Kota Serang, dengan status sebagai Ibukota Provinsi Banten, angka DDF tersebut belum
mencerminkan sebagai pusat kegiatan ekonomi ataupun bisnis.
Pada triwulan I 2021, persentase realisasi pendapatan terbesar terjadi di Kabupaten Pandegelang
yaitu sebesar 28,8%, diikuti Kota Tangerang Selatan dan Kota Cilegon masing-masing sebesar
24,5% dan 20,3%. Adapun daerah dengan realisasi terendah adalah Kota Serang yaitu sebesar
6,3%.
Sumber: DJPK Kemenkeu dan BPKAD Provinsi Banten, diolah
Grafik II. 10. Realisasi Total Pendapatan
Kabupaten/Kota
Sumber: DJPK Kemenkeu dan BPKAD Provinsi Banten, diolah
Grafik II. 11. Realisasi Total Pendapatan Asli
Daerah Kabupaten/Kota
Dari sisi realisasi PAD, capaian tertinggi terjadi di Kota Tangerang Selatan yaitu sebesar 25,8%,
diikuti oleh Kabupaten Lebak dan Kota Cilegon dengan realisasi masing-masing sebesar 19,7%
dan 17,6%. Sementara itu, realisasi PAD terendah terjadi di Kota Serang sebesar 1,0%.
Dari sisi belanja daerah, realisasi tertinggi terjadi di Kabupaten Pandegelang mencapai 21,2%,
diikuti Kota Tangerang dan Kota Cilegon dengan realisasi masing-masing sebesar 12,2% dan
9,3%. Sementara itu, realisasi belanja terendah terjadi di Kabupaten Tangerang sebesar 7,7%.
2.4. REALISASI ALOKASI DANA APBN
Pagu Alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk seluruh wilayah
Banten pada tahun 2021 adalah sebesar Rp15,41 triliun, lebih rendah dibandingkan tahun
2020 yang sebesar Rp15,72 triliun. Menurut jenis belanja, penurunan didorong oleh
menurunnya Belanja Barang dan Belanja Pegawai, sementara pagu untuk Belanja Modal dan
Dana Desa mengalami peningkatan.
Tabel II.9. Alokasi APBN
Per Jenis Belanja di Provinsi Banten (Rp juta)
Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu (diolah)
Apabila dilihat menurut jenisnya, Penurunan pagu APBN di wilayah Provinsi Banten didorong oleh
menurunnya pagu pada Belanja Barang dan Belanja Pegawai masing-masing sebesar 11,8% (yoy)
2020 2021
PAGU REALISASI % PAGU REALISASI %
Belanja Pegawai 3,883,395 709,467 18.3% 3,792,441 685,697 18.1%
Belanja Barang 4,870,659 593,988 12.2% 4,293,936 483,812 11.3%
Belanja Modal 2,623,272 176,913 6.7% 3,034,672 343,905 11.3%
Belanja Bantuan Sosial 20,325 0 0.0% 12,183 832 6.8%
Dana Alokasi Khusus (DAK) 3,200,795 649,762 20.3% 3,148,040 606,432 19.3%
Dana Desa 1,122,813 11,165 1.0% 1,135,032 95,528 8.4%
Total APBN 15,721,260 2,141,295 13.6% 15,416,304 2,216,206 14.4%
URAIAN
S.D. TW I-2021S.D. TW I-2020
Sumber: DJPK Kemenkeu dan BPKAD Provinsi Banten, diolah
Grafik II. 12. Realisasi Total Belanja Kab/Kota di Provinsi Banten
dan 2,3% (yoy). Dari sisi realisasi APBN, capaian realisasi tertinggi terjadi pada DAK sebesar 19,3%
dan Belanja Pegawai sebesar 18,1%. Di sisi lain, realisasi terendah terjadi pada Belanja Bantuan
Sosial dan Dana Desa masing-masing sebesar 6,8% dan 8,4%. Sementara itu, sampai dengan
triwulan I 2020, APBN yang dialokasi ke Pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2020 mampu
direalisasikan sebesar 14,4% terutama diperuntukan Belanja Pegawai dengan pangsa 30,9%,
diikuti DAK 27,4%, dan Belanja Barang sebesar 21,8%. Selanjutnya, Penyaluran dana desa sampai
dengan triwulan I 2021 tercatat mencapai 8,4% ke desa-desa yang tersebar di Kabupaten Serang,
Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Tangerang.
Sumber: DJPK Kemenkeu
Grafik II. 13. Pangsa APBN
Per Jenis Belanja
Sumber: DJPK Kemenkeu
Grafik II. 14. Realisasi APBN
Per Jenis Belanja (Rp Juta)
Bab III. Perkembangan Inflasi
Daerah
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Banten
pada triwulan I 2020 tercatat sebesar 1,39% (yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang
mencapai 1,45% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut
juga lebih rendah dibanding historis 3 tahun terakhir
yaitu sebesar 3,41% (yoy). Adapun angka tersebut
berada di atas realisasi inflasi Nasional dan regional
Jawa yang masing-masing mencapai 1,37% (yoy) dan
1,28% (yoy).
Berdasarkan kelompok pengeluarannya, penurunan
tekanan inflasi di Provinsi Banten disebabkan oleh
penurunan tekanan harga pada 5 (lima) dari 11
(sebelas) kelompok pengeluaran. Adapun penurunan
terutama terjadi pada Kelompok Makanan, Minuman
dan Tembakau serta Kelompok Perawatan Pribadi dan
Jasa Lainnya.
Secara spasial, penurunan inflasi di Provinsi Banten
pada triwulan I 2021 terutama disebabkan oleh
penurunan tekanan inflasi di Kota Serang dan Kota
Cilegon.
3.1 INFLASI BANTEN TRIWULAN I 2021
Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Banten pada triwulan I 2021 tercatat
sebesar 1,39% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai
1,45% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut juga lebih rendah dibanding historis 3 tahun terakhir
yaitu sebesar 3,41% (yoy). Adapun angka tersebut berada di atas realisasi inflasi Nasional dan
regional Jawa yang masing-masing mencapai 1,37% (yoy) dan 1,28% (yoy).
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III.1 Inflasi Banten dan Nasional (yoy) Grafik III.2 Inflasi Banten dan Regional (yoy)
Secara spasial, penurunan tekanan inflasi yang terjadi di Provinsi Banten pada triwulan I 2021
disebabkan oleh menurunnya tekanan inflasi pada Kota Serang dan Kota Cilegon yang
menjadi kota sampel IHK Provinsi Banten yakni masing-masing tercatat sebesar 1,75% (yoy)
dan 1,39% (yoy) pada triwulan I 2021 setelah pada triwulan sebelumnya tercatat 1,91% (yoy)
dan 1,45% (yoy). Sementara itu, satu kota lainnya yakni Kota Tangerang mengalami
peningkatan tekanan inflasi pada triwulan I 2021, yakni sebesar 1,65% (yoy) sedangkan pada
triwulan sebelumnya sebesar 1,18% (yoy). Sebagai informasi, Kota Tangerang merupakan
kota sampel IHK di Provinsi Banten dengan bobot inflasi terbesar.
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III.3 Inflasi Banten dan Historis (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III.4 Inflasi Banten dan Kota Sampel IHK
(yoy)
Berdasarkan kelompok pengeluarannya, penurunan tekanan inflasi di Provinsi Banten
disebabkan oleh penurunan tekanan harga pada 5 (lima) dari 11 (sebelas) kelompok
pengeluaran. Adapun penurunan terutama terjadi pada Kelompok Makanan, Minuman
dan Tembakau serta Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya. Inflasi kelompok
Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya pada triwulan I 2021 mengalami penurunan tekanan
menjadi sebesar 6,10% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya mencapai 8,25% (yoy). Lebih
lanjut, kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau juga mengalami penurunan. Kelompok
ini pada triwulan I 2021 tercatat mengalami deflasi sebesar 0,81% (yoy) menurun
dibandingkan triwulan IV 2020 mencapai 1,72% (yoy). Kelompok Pakaian dan Alas Kaki dan
kelompok Rekreasi, Olahraga dan Budaya juga berada dalam kondisi penurunan dengan
capaian inflasi pada triwulan I 2021 masing-masing sebesar 2,61% (yoy) dan 0.25% (yoy)
setelah pada sebelumnya mencapai sebesar 2,81% (yoy) dan 0,45% (yoy). Selanjutnya,
kelompok Pendidikan juga mencatatkan penurunan tekanan menjadi deflasi sebesar 0,10%
(yoy) dari sebelumnya sebesar 0,55% (yoy).
Dari sisi andilnya, penurunan tekanan inflasi di Provinsi Banten pada triwulan I 2021
terutama didorong oleh penurunan tekanan pada 4 kelompok, yaitu Kelompok Makanan,
Minuman, dan Tembakau, Kelompok Pakaian dan Alas Kaki, Kelompok Pendidikan dan
Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya. Andil Kelompok Makanan, Minuman, dan
Tembakau di triwulan I 2021 yakni sebesar 0,46% (yoy) dan menjadi kelompok pengeluaran
dengan andil inflasi tertinggi. Adapun Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya memiliki
andil sebesar 0,32% (yoy), mengalami sedikit penurunan setelah pada triwulan sebelumnya
mencatat andil sebesar 0,43% (yoy). Kelompok Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran
dan Kelompok Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga menjadi
kelompok pengeluaran dengan andil terbesar ketiga dan keempat dengan masing-masing
sebesar 0,22% (yoy) dan 0,13% (yoy). Kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
menjadi kelompok dengan andil inflasi terendah pada triwulan I 2021, dengan andil sebesar -
0,01% (yoy).
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III.5 Inflasi Kelompok Pengeluaran Provinsi Banten (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III.6 Andil Inflasi Kelompok Pengeluaran Provinsi Banten (yoy)
Adapun secara tahunanan kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau masih
memberikan andil yang tertinggi di antara 11 kelompok pengeluaran dan mengalami
penurunan tekanan pada triwulan I 2021. Komoditas kelompok Makanan, Minuman, dan
Tembakau yang memberikan andil inflasi yang cukup besar pada inflasi Provinsi Banten
diantaranya minyak goreng, tahu mentah, cabai rawit dan merah, tempe, air kemasan, daging
sapi, dan rokok putih. Selanjutnya, beberapa komoditas Kelompok Penyediaan Makanan dan
Minuman/Resto adalah nasi dengan lauk. Sementara itu, komoditas yang memberikan tekanan
tertinggi berasal dari kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya yaitu emas perhiasan.
Tabel III. 1
Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi triwulan I 2021 (yoy)
Sumber : BPS, data diolah
3.2. INFLASI BANTEN BERDASARKAN KELOMPOK PENGELUARAN
Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya
NO KOMODITAS ANDIL NO KOMODITAS ANDIL
1 EMAS PERHIASAN 0.24 1 BAWANG PUTIH 0.12-
2 MINYAK GORENG 0.13 2 TELUR AYAM RAS 0.06-
3 TAHU MENTAH 0.09 3 PEPAYA 0.04-
4 CABAI RAWIT 0.08 4 TARIF LISTRIK 0.03-
5 CABAI MERAH 0.08 5 MELON 0.03-
6 TEMPE 0.05 6 APEL 0.02-
7 NASI DENGAN LAUK 0.05 7 LAPTOP/NOTEBOOK 0.01-
8 AIR KEMASAN 0.04 8 MOBIL 0.01-
9 DAGING SAPI 0.03 9 SABUN DETERGEN BUBUK/CAIR 0.01-
10 ROKOK PUTIH 0.03 10 BAWANG MERAH 0.01-
PENYUMBANG INFLASI PENYUMBANG DEFLASI
Inflasi kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya merupakan kelompok dengan inflasi
tertinggi pada triwulan I 2021. Pada triwulan I 2021, kelompok ini tercatat sebesar 6,10%
(yoy). mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2020 yang tercatat sebesar 8,25%
(yoy). Dari sisi andil, kelompok ini mencatat andil sebesar 0,32% (yoy) atau terbesar kedua
setelah kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau, sedikit menurun dibandingkan andil
pada triwulan sebelumnya yang mencapai 0,43% (yoy). Dilihat berdasarkan andil
subkelompoknya, penurunan inflasi pada kelompok ini didorong oleh inflasi pada 2
subkelompok. Subkelompok Perawatan Pribadi lainnya menjadi yang tertinggi dengan andil
0,24%, diikuti subkelompok Perawatan Pribadi dengan andil 0,08%, sementara subkelompok
Jasa Lainnya tercatat stabil.
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III. 7 Andil Inflasi Kelompok Perawatan Pribadi
dan Jasa Lainnya (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Tabel III.2 Komoditas Penyumbang Inflasi
Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa
Lainnya (yoy)
Berdasarkan komoditasnya, andil inflasi terbesar kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa
Lainnya didorong oleh komoditas emas perhiasan. Tingginya andil komoditas emas
perhiasan sejalan dengan harga emas dunia yang meningkat, didorong oleh tingginya
ketidakpastian pasar keuangan global akibat penyebaran COVID-19 yang semakin meluas.
Pada akhir triwulan I 2021, emas perhiasan tercatat sebesar USD1.796,79 per ounce, sedikit
menurun dibandingkan akhir triwulan IV 2020 yakni sebesar USD1.875,82 per ounce.
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau
Inflasi kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau pada triwulan I 2021 tercatat
sebesar 1,72% (yoy), mengalami peningkatan tekanan dibandingkan triwulan IV 2020
yakni 2,53% (yoy). Dari sisi andil, kelompok ini mencatat andil paling tinggi pada triwulan I
2021 yakni sebesar 0,46% (yoy), dan menurun dibandingkan andil pada triwulan sebelumnya
yang mencapai 0,66% (yoy). Dilihat berdasarkan andil subkelompoknya, penurunan andil pada
kelompok ini di triwulan I 2021 terutama didorong oleh meningkatnya andil subkelompok
makanan. Adapun andil tertinggi berasal dari subkelompok makanan, yang tercatat sebesar
NO KOMODITAS ANDIL
1 EMAS PERHIASAN 0.24
2 SHAMPO 0.03
3 PARFUM 0.02
4 BEDAK 0.01
5 SABUN MANDI 0.01
PENYUMBANG INFLASI
0,33% pada triwulan I 2021. Lebih lanjut, subkelompok rokok dan tembakau sebesar 0,08%,
dan subkelompok Minuman yang Tidak Beralkohol sebesar 0,05%.
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III. 8 Andil Inflasi Kelompok
Makanan, Minuman, dan Tembakau (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Tabel III. 3 Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau (yoy)
Berdasarkan komoditasnya, andil inflasi terbesar kelompok Makanan, Minuman, dan
Tembakau pada triwulan I 2021 disumbang oleh komoditas minyak goreng, tahu mentah,
cabai rawit dan cabai merah. Kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) global secara konsisten
ditransmisikan pada pergerakan harga minyak goreng domestik dan mendorong minyak
goreng menjadi komoditas penyumbang inflasi tertinggi pada kelompok ini. Selain itu, kendala
produksi akibat tingginya intensitas curah hujan di wilayah sentra dan usainya masa panen
menyebabkan terkendalanya produksi komoditas hortikultura, seperti cabai rawit dan cabai
merah sehingga mendorong kenaikan harga komoditas dimaksud. Inflasi lebih lanjut tertahan
oleh deflasinya beberapa bahan pangan utama, seperti bawang putih, telur ayam ras dan
buah-buahan seperti pepaya, melon dan apel.
Kelompok Pakaian dan Alas Kaki
Inflasi kelompok Pakaian dan Alas Kaki merupakan kelompok dengan inflasi tertinggi
kedua pada triwulan I 2021. Pada triwulan I 2021, kelompok ini tercatat sebesar 2,61%
(yoy). mengalami penurunan dibandingkan triwulan IV 2020 yang tercatat sebesar 2,81%
(yoy). Dari sisi andil, kelompok ini mencatat andil sebesar 0,12% (yoy), relatif stabil
dibandingkan andil pada triwulan sebelumnya yang tercatat memiliki andil yang sama. Dilihat
berdasarkan andil subkelompoknya, peningkatan inflasi pada kelompok ini didorong oleh
inflasi pada 2 subkelompok. Subkelompok Pakaian menjadi yang tertinggi dengan andil 0,09%
(yoy), diikuti subkelompok Alas Kaki dengan andil 0,04% (yoy).
NO KOMODITAS ANDIL NO KOMODITAS ANDIL
1 MINYAK GORENG 0.13 1 BAWANG PUTIH 0.12-
2 TAHU MENTAH 0.09 2 TELUR AYAM RAS 0.06-
3 CABAI RAWIT 0.08 3 PEPAYA 0.04-
4 CABAI MERAH 0.08 4 MELON 0.03-
5 TEMPE 0.05 5 APEL 0.02-
6 AIR KEMASAN 0.04 6 BAWANG MERAH 0.01-
7 DAGING SAPI 0.03 7 TOMAT 0.01-
8 ROKOK PUTIH 0.03 8 IKAN LELE 0.01-
9 DAGING AYAM RAS 0.03 9 MAKANAN RINGAN/SNACK 0.01-
10 ROKOK KRETEK FILTER 0.03 10 AYAM HIDUP 0.01-
PENYUMBANG INFLASI PENYUMBANG DEFLASI
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III. 9 Andil Inflasi Kelompok
Pakaian dan Alas Kaki (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Tabel III.4 Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi
Kelompok Pakaian dan Alas Kaki (yoy)
Berdasarkan komoditasnya, andil inflasi terbesar kelompok Pakaian dan Alas Kaki
didorong oleh komoditas baju muslim pria. Komoditas baju muslim pria memberikan andil
sebesar 0,03% (yoy), sementara sepatu anak dan baju muslim wanita sebagai komoditas
penyumbang andi terbesar kedua dan keduanya tercatat sebesar 0,02% (yoy).
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga pada triwulan I 2021
menjadi kelompok dengan tekanan inflasi terendah. Kelompok ini mengalami inflasi
sebesar 0,06% (yoy) pada triwulan I 2021, sedikit meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yakni sebesar 0,05% (yoy). Dilihat dari sisi andil, kelompok ini mencatatkan andil
sebesar 0,01% (yoy) dan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III. 10 Andil Inflasi Kelompok Perumahan,
Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Tabel III. 5 Komoditas Penyumbang Deflasi
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan
Bakar Rumah Tangga (yoy)
Berdasarkan komoditas, andil deflasi terbesar kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan
Bahan Bakar Rumah Tangga didorong oleh komoditas laptop/notebook dan telepon
seluler. Komoditas laptop/notebook dan telepon seluler keduanya memberikan andil deflasi
sebesar -0,01% (yoy). Tidak terdapat komoditas yang mengalami inflasi pada kelompok ini.
Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan
NO KOMODITAS ANDIL NO KOMODITAS ANDIL
1 BAJU MUSLIM PRIA 0.03 1 BAJU KAOS BERKERAH WANITA 0.00-
2 SEPATU ANAK 0.02 2 SEPATU OLAH RAGA WANITA 0.00-
3 BAJU MUSLIM WANITA 0.01 3 JAKET PRIA 0.00-
4 SEPATU OLAH RAGA PRIA 0.01 4 CELANA DALAM PRIA 0.00-
5 BAJU KAOS TANPA KERAH/ T-SHIRT PRIA0.01 5 BH (BRA) 0.00-
6 KERUDUNG/JILBAB 0.01 6 ROK LUAR MODEL BIASA 0.00-
7 SEPATU PRIA 0.01 7 KEMEJA PANJANG BATIK PRIA 0.00-
8 CELANA PANJANG JEANS ANAK 0.00
9 BAJU ANAK STELAN 0.00
10 BAJU MUSLIM ANAK 0.00
PENYUMBANG INFLASI PENYUMBANG DEFLASI
NO KOMODITAS ANDIL
1 LAPTOP/NOTEBOOK 0.01-
2 TELEPON SELULER 0.01-
PENYUMBANG DEFLASI
Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan tercatat mengalami deflasi sebesar
-0,31% (yoy) dan menjadi satu-satunya kelompok yang mengalami deflasi pada triwulan
I 2021. Walaupun mencatat deflasi terdalam pada triwulan I 2021, namun mengalami
penurunan jika dibandingkan deflasi pada triwulan IV 2020 yang mencapai -0,55% (yoy).
Dilihat dari sisi andil, kelompok ini mencatatkan andil sebesar -0,01% (yoy) sedikit menurun
dibandingkan andil deflasi triwulan sebelumnya sebesar -0,02% (yoy). Berdasarkan andil
subkelompoknya, deflasi terutama didorong oleh subkelompok Peralatan Informasi dan
Komunikasi, sementara subkelompok lainnya cenderung tidak mengalami perubahan.
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III. 11 Andil Inflasi Kelompok Informasi,
Komunikasi, dan Jasa Keuangan (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Tabel III. 6 Komoditas Penyumbang Deflasi
Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan (yoy)
Berdasarkan komoditas, andil deflasi terbesar kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan didorong oleh komoditas laptop/notebook dengan andil deflasi sebesar -
0,01% (yoy). Tidak terdapat komoditas yang mengalami inflasi pada kelompok ini. Hal ini
sejalan dengan pola konsumsi masyarakat yang masih menahan konsumsinya untuk
komoditas sekunder dan tersier di tengah masa pandemi.
3.3 INFLASI SPASIAL MENURUT KOTA
Secara spasial, penurunan inflasi di Provinsi Banten pada triwulan I 2021 terutama
disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi di Kota Serang dan Kota Cilegon. Kota Serang
dan Kota Cilegon masing-masing tercatat sebesar 1,75% (yoy) dan 2,33% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2020 yang masing-masing sebesar 1,91% (yoy) dan 2,62% (yoy).
Adapun Kota Tangerang mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan I 2021, yakni
tercatat sebesar 1,65% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya sebesar 1,18% (yoy).
Kota Tangerang
Pada triwulan I 2020, inflasi Kota Tangerang tercatat mengalami peningkatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Inflasi Kota Tangerang pada triwulan I 2021
NO KOMODITAS ANDIL
1 LAPTOP/NOTEBOOK 0.01-
PENYUMBANG DEFLASI
sebesar 1,65% (yoy) atau meningkat dibandingkan posisi pada triwulan sebelumnya yang
sebesar 1,18% (yoy). Angka tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan dengan historis 3
tahun terakhir yang sebesar 3,14% (yoy). Namun demikian, realisasi tersebut lebih tinggi
dibandingkan capaian inflasi Provinsi Banten yang sebesar 1,39% (yoy).
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III. 12 Inflasi Kota Tangerang dan Provinsi
Banten (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III. 13 Inflasi Kota Tangerang dan historis
(yoy)
Peningkatan tekanan inflasi di Kota Tangerang didorong oleh peningkatan tekanan pada
5 kelompok. Lima keompok tersebut yaitu Kelompok Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar
Rumah, Kelompok Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga,
Kelompok Transportasi, Kelompok Informasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan, serta Kelompok
Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran. Peningkatan terbesar terjadi pada Kelompok
Transportasi yang tercatat menjadi sebesar 0,82% (yoy) pada triwulan I 2021 meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya terdeflasi sebesar -1,49% (yoy).
Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya menjadi kelompok dengan inflasi tertinggi
di Kota Tangerang pada triwulan I 2021. Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya
pada triwulan I 2021 mengalami inflasi sebesar 5,78% (yoy). Inflasi kelompok ini tercatat
menurun dibandingkan posisi pada triwulan IV 2020 yang tercatat sebesar 8,10% (yoy).
Berada di posisi kedua adalah kelompok Pakaian dan Alas Kaki yang mengalami inflasi sebesar
2,72% (yoy), sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,77%
(yoy). Selanjutnya kelompok Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga
mengalami inflasi sebesar 2,24% (yoy) atau sedikit meningkat dibandingkan posisi triwulan
sebelumnya yakni sebesar 2,11% (yoy). Di sisi lain, terdapat 1 (satu) kelompok pengeluaran
mengalami deflasi yakni kelompok Rekreasi, Olahraga, dan Budaya yang mencatat deflasi
sebesar -0,05% (yoy) atau menurun dibandingkan triwulan IV 2020 yang mencatat inflasi
sebesar 0,20% (yoy).
Dari sisi andil inflasi, kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau menjadi kelompok
yang memberikan andil inflasi terbesar di Kota Tangerang pada triwulan I 2021.
Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau mencatatkan andil inflasi sebesar 0,38% (yoy)
di triwulan I 2021. Selanjutnya, kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya serta kelompok
Penyediaan Makanan dan Minuman/Restoran berada pada posisi kedua dan ketiga dengan
andil inflasi masing-masing sebesar 0,29% (yoy) dan 0,19% (yoy). Disisi lain, kelompok
Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan menjadi kelompok yang memberikan andil deflasi
di Kota Tangerang pada triwulan I 2021, yakni tercatat sebesar -0,03% (yoy).
Tabel III. 7
Komoditas Penyumbang Inflasi dan deflasi Kota Tangerang
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Dilihat berdasarkan komoditasnya, emas perhiasan, minyak goreng dan cabai merah
menjadi tiga komoditas penyumbang andil inflasi terbesar Kota Tangerang pada triwulan
I 2021. Kelompok Bahan Makanan, Minuman, dan Tembakau menjadi kelompok dengan
komoditas yang menjadi penyumbang andil inflasi tertinggi, antara lain minyak goreng, cabai
merah, tahu mentah, cabai rawit, tempe, beras, dan daging sapi. Di sisi lain bawang putih,
telur ayam ras dan pepaya menjadi komoditas dengan andil deflasi terbesar di Kota Tangerang
pada triwulan I 2021.
Kota Serang
Inflasi Kota Serang pada triwulan I 2021 mengalami penurunan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Inflasi Kota Serang pada triwulan I 2020 sebesar 1,75% (yoy) atau
mengalami penurunan dibandingkan posisi pada triwulan IV 2020 yang sebesar 1,91% (yoy).
Angka tersebut tercatat masih lebih rendah dibandingkan dengan historis 3 tahun terakhir
yang sebesar 4,22% (yoy), namun demikian lebih tinggi dibandingkan inflasi Provinsi Banten
triwulan I 2021 yang tercatat sebesar 1,39% (yoy).
NO KOMODITAS NO KOMODITAS
1 EMAS PERHIASAN 1 BAWANG PUTIH
2 MINYAK GORENG 2 TELUR AYAM RAS
3 CABAI MERAH 3 PEPAYA
4 TAHU MENTAH 4 TARIF LISTRIK
5 CABAI RAWIT 5 MELON
6 NASI DENGAN LAUK 6 LAPTOP/NOTEBOOK
7 TEMPE 7 APEL
8 BERAS 8 MOBIL
9 BAJU MUSLIM PRIA 9 SABUN DETERGEN BUBUK/CAIR
10 DAGING SAPI 10 KANGKUNG
PENYUMBANG INFLASI PENYUMBANG DEFLASI
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III. 16 Inflasi Kota Serang dan Provinsi
Banten (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III. 17 Inflasi Kota Serang dan historis
(yoy)
Penurunan inflasi pada triwulan I 2021 terutama didorong oleh penurunan tekanan pada
6 (enam) kelompok pengeluaran. Kelompok Pribadi dan Jasa Lainnya, kelompok kelompok
Pakaian dan Alas Kaki serta Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau menjadi 3
kelompok yang mengalami penurunan inflasi tertinggi. Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa
Lainnya mencatatkan inflasi sebesar 5,97% (yoy) pada triwulan I 2021 setelah pada triwulan
sebelumnya sebesar 7,80% (yoy).
Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya pada triwulan I 2020 menjadi kelompok
yang mengalami inflasi terbesar yakni mencapai 5,97% (yoy). Namun demikian, inflasi
pada kelompok ini juga mencatatkan penurunan paling besar dibandingkan posisi pada
triwulan IV 2020 yang mencapai 7,80% (yoy). Pada posisi kedua terdapat kelompok
Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga dengan inflasi sebesar 2,50%
(yoy) mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,42% (yoy).
Selanjutnya kelompok Kesehatan berada pada posisi ketiga dengan inflasi sebesar 2,34%
(yoy), mengalami peningkatan dibandingkan posisi sebelumnya yang sebesar 0,42% (yoy).
Sementara itu, kelompok Perumahan, Air, Listrik dan Bahan Bakar Rumah tercatat mengalami
inflasi sebesar 0,07% (yoy) atau menjadi yang terendah dibandingkan kelompok lainnya dan
tidak terdapat kelompok yang mengalami deflasi pada triwulan I 2021 ini.
Dari sisi andil, kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau menjadi kelompok dengan
andil inflasi terbesar di Kota Serang pada triwulan I 2021. Kelompok ini mencatatkan andil
inflasi sebesar 0,51% di triwulan I 2021. Selanjutnya, kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa
Lainnya memberikan andil sebesar 0,35% (yoy), atau sedikit menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Kelompok Perlengkapan, Peralatan dan Pemeliharaan Rutin Rumah Tangga dan
Kelompok Transportasi keduanya berada pada posisi ketiga dengan andil inflasi yang sama,
yakni sebesar 0,16% (yoy). Di sisi lain, kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah
menjadi kelompok yang memberikan andil inflasi terendah di Kota Serang pada triwulan I
2020 dengan andil sebesar 0,01% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan IV 2021 yang
memberikan andil deflasi sebesar -0,04% (yoy).
Tabel III. 10
Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi Kota Serang
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Dilihat berdasarkan komoditasnya, emas perhiasan, tahu mentah dan cabai rawit menjadi
tiga komoditas penyumbang andil inflasi terbesar Kota Serang pada triwulan I 2021.
Tekanan komoditas emas perhiasan seiring dengan pergerakan harga emas dunia yang
cenderung fluktuatif dan sedikit meningkat hingga triwulan I 2021. Andil komoditas inflasi
tertinggi di Kota Serang banyak didominasi oleh kelompok Makanan, Minuman, dan
Tembakau, hal ini disebabkan Kota Serang yang bukan merupakan kota produksi sehingga
untuk pasokan bahan pangan utama mengandalkan distribusi dari daerah lainnya. Di sisi lain,
komoditas beras, bawang putih dan telur ayam ras menjadi komoditas dengan andil deflasi
terbesar di Kota Serang pada triwulan I 2021. Hal ini sejalan dengan cukupnya pasokan
komoditas seiring dengan cuaca yang kondusif, sebagai contoh komoditas beras di pasaran
sehingga tidak ada gejolak harga pada triwulan I 2021.
Kota Cilegon
Pada triwulan I 2021, inflasi Kota Cilegon mengalami sedikit penurunan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Inflasi Kota Cilegon pada triwulan I 2021 sebesar 2,33% (yoy)
atau mengalami penurunan dibandingkan posisi pada triwulan sebelumnya yang sebesar
2,62% (yoy). Pencapaian tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan dengan historis 3 tahun
terakhir yang sebesar 4,10% (yoy), namun realisasi tersebut lebih tinggi dibandingkan capaian
inflasi provinsi Banten yang mencapai 1,39% (yoy).
NO KOMODITAS NO KOMODITAS
1 EMAS PERHIASAN 1 BERAS
2 TAHU MENTAH 2 BAWANG PUTIH
3 CABAI RAWIT 3 TELUR AYAM RAS
4 TEMPE 4 CABAI MERAH
5 AIR KEMASAN 5 KOPI BUBUK
6 UPAH ASISTEN RUMAH TANGGA 6 TARIF LISTRIK
7 DAGING AYAM RAS 7 APEL
8 ROKOK KRETEK FILTER 8 JERUK
9 MINYAK GORENG 9 PEPAYA
10 MIE 10 GULA PASIR
PENYUMBANG INFLASI PENYUMBANG DEFLASI
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III. 18 Inflasi Kota Cilegon dan Provinsi
Banten (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik III. 19 Inflasi Kota Cilegon dan historis
(yoy)
Penurunan tekanan inflasi pada triwulan I 2021 didorong oleh penurunan pada 7 (tujuh)
dari 11 (sebelas) kelompok pengeluaran, adapun Kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa
Lainnya menjadi kelompok dengan penurunan tekanan inflasi tertinggi. Pada triwulan I 2021
kelompok Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya mencatat inflasi sebesar 7,83% (yoy) turun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 9,53% (yoy).
Selain menjadi kelompok dengan penurunan tekanan inflasi tertinggi, kelompok
Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya juga menjadi kelompok dengan inflasi tertinggi di
Kota Cilegon pada triwulan I 2021. Selanjutnya, terdapat kelompok Penyediaan Makanan
dan Minuman/Restoran serta kelompok Pakaian dan Alas Kaki berada pada posisi kedua dan
ketiga sebagai kelompok yang mengalami inflasi terbesar. Dua kelompok pengeluaran
tersebut tercatat inflasi masing-masing sebesar 3,73% (yoy) dan 3,29% (yoy). Sementara itu,
kelompok Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga menjadi kelompok dengan
inflasi terendah pada triwulan I 2021 yakni tercatat sebesar 0,25% (yoy). Tidak terdapat
kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi di Kota Cilegon pada triwulan I 2021.
Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau menjadi kelompok dengan andil inflasi
terbesar di Kota Cilegon pada triwulan I 2021. Kelompok Makanan, Minuman dan
Tembakau mencatatkan andil inflasi sebesar 0,88% di triwulan I 2021. Selanjutnya, kelompok
Perawatan Pribadi dan Jasa Lainnya berada pada posisi kedua dengan andil inflasi sebesar
0,46%. Sementara itu, kelompok pengeluaran, kelompok Rekreasi, Olahraga dan Budaya
menjadi kelompok dengan andil inflasi terendah di Kota Cilegon pada triwulan I 2021, yaitu
keduanya sebesaar 0,01% (yoy) dan sejalan dengan tingkat inflasinya, tidak ada kelompok
pengeluaran yang memberikan andil deflasi pada triwulan ini.
Tabel III. 15
Komoditas Penyumbang Inflasi dan Deflasi Kota Cilegon
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Dilihat berdasarkan komoditasnya, emas perhiasan, cabai rawit dan rokok putih menjadi
3 komoditas penyumbang andil inflasi terbesar Kota Cilegon pada triwulan I 2021. Hal
ini tidak terlepas dari pergerakan harga emas dunia yang turut mendorong laju inflasi
komoditas emas perhiasan. Selain itu, kenaikan cukai rokok pada awal tahun turut
memberikan andil inflasi tiap bulan kepada komoditas rokok kretek dan rokok kretek filter.
Beberapa komoditas yang menyumbangkan andil inflasi tertinggi didominasi dari kelompok
Makanan, Minuman dan Tembakau, yakni diantaranya adalah minyak goreng, cum-cumi, dan
rokok kretek filter. Hal ini sejalan dengan sifat Kota Cilegon yang bukan merupakan kota
produsen komoditas sehingga ketersediaan beberapa komoditas akan bergantung pada sentra
produksi di daerah lainnya. Sementara itu, komoditas yang memberikan andil deflasi di Kota
Cilegon adalah bawang putih, telur ayam ras dan kopi bubuk.
3.4 Program Pengendalian Inflasi Triwulan I 2020
Pada triwulan I 2021, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Banten telah
melakukan beberapa program koordinasi dalam rangka menjaga kestabilan inflasi. Secara
umum, pengendalian inflasi tetap mengacu pada prinsip 4K yakni: (1) Ketersediaan Pasokan,
(2) Kelancaran Distribusi, (3) Keterjangkauan Harga dan (4) Komunikasi Efektif. Secara khusus,
beberapa strategi yang telah dilaksanakan oleh TPID Provinsi Banten sebagai berikut:
Keterjangkauan Harga
a. Pelaksanaan Program Pasar Murah secara efektif sehingga penyaluran tepat sasaran serta
penerapan protokol kesehatan yang ketat. Adapun pelaksanaan program dilakukan secara
NO KOMODITAS NO KOMODITAS
1 EMAS PERHIASAN 1 BAWANG PUTIH
2 CABAI RAWIT 2 TELUR AYAM RAS
3 ROKOK PUTIH 3 KOPI BUBUK
4 ROKOK KRETEK FILTER 4 BERAS
5 MINYAK GORENG 5 TARIF LISTRIK
6 CUMI-CUMI 6 GULA PASIR
7 NASI DENGAN LAUK 7 ICE CREAM
8 BAYAM 8 KERAMIK
9 BUBUR 9 WAFER
10 BAHAN BAKAR RUMAH TANGGA 10 SEMANGKA
PENYUMBANG INFLASI PENYUMBANG DEFLASI
terkoordinasi, bersama Satgas Pangan Polda Banten, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Kabupaten/Kota dan Satgas Covid-19 Banten. Operasi dimaksud dilaksanakan untuk
melakukan sidak terhadap pelaku perdagangan dalam rangka mencegah praktik
penimbunan pasokan yang akan menyebabkan peningkatan harga komoditas.
b. Pemanfaatan plaform digital untuk menjual produk pertanian. Di tengah pembatasan
mobilitas masyarakat, pemanfaatan teknologi digital untuk melakukan pembelian
komoditas hortikultura untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ketersediaan Pasokan
a. Peningkatan produktivitas pertanian melalui implementasi pengaturan pola tanam
sehingga dapat mengotimalkan lahan pertanian
b. Rencana pembangunan rice milling unit sebagai pusat tempat penggilingan padi termasuk
tempat pengeringan, usaha pemotongan ayam, dan sebagainya
c. Pembinaan klaster-klaster ketahanan pangan komoditas beras, cabai dan bawang merah,
bekerja sama dengan pemerintah daerah
Kelancaran Distribusi
a. Koordinasi dengan anggota TPID Provinsi, Kabupaten dan Kota, khususnya dengan Dinas
Perhubungan dan Polda Banten guna memastikan kelancaran distribusi bahan pangan
strategis di tengah masih berlakunya pembatasan mobilitas masyarakat.
b. Penjajakan kerjasama baik intra maupun antardaerah, guna memenuhi memastikan
kelancaran distribusi bahan pokok.
c. Rencana pembangunan Pasar Induk Agribisnis Banten Mandiri dan Pusat Distribusi Provinsi
Banten guna memperpendek rantai distribusi komoditas strategis
Komunikasi Efektif
a. High Level Meeting maupun Rapat Koordinasi dengan TPID Provinsi maupun
Kabupaten/Kota secara rutin guna membahas pengembangan klaster pangan dan
program terobosan guna memperkuat ketahanan pangan.
b. Pemaanfaatan teknologi dalam pengumpulan data statistik sektoral bersama Dinas
Komunikasi, Informatika, Statisrtik dan Persandian dalam rangka kegiatan pengendalian
inflasi. Hal ini dilakukan untuk monitoring dan integrasi data sektoral dalam rangka
mendukung pengendalian inflasi daerah.
c. Melakukan moral suasion dalam rangka membentuk ekspektasi masyarakat atas harga
bahan pangan strategis seperti melalui: (i) penyampaian upaya-upaya yang telah dilakukan
TPID dalam menjaga ketersediaan stok termasuk upaya penyediaan sarana pemasaran
yang efektif dalam penerapan protokol kesehatan; (ii) himbauan kepada masyarakat baik
melalui media atau tokoh agama untuk melakukan konsumsi secara wajar serta bijak
berbelanja; dan (iii) inspeksi ke pasar-pasar dan pergudangan untuk memastikan
kewajaran harga dan ketersediaan stok.
3.5 Inflasi Triwulan Berjalan
Tekanan inflasi Provinsi Banten pada triwulan II 2021diperkirakan meningkat secara
tahunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Percepatan pemulihan ekonomi didukung
perluasan vaksinasi akan mendorong berlanjutnya tren peningkatan konsumsi dan mobilitas
masyarakat serta menyebabkan peningkatan tekanan inflasi. Meskipun pembatasan mobilitas
masyarakat masih berlangsung, berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional didukung
implementasi vaksinasi sebagai game changer, serta tren meningkatnya konsumsi masyarakat
pada bulan Ramadhan dan Idul Fitri 2021 yang mendorong demand beberapa komoditas
strategis akan menyebabkan peningkatan tekanan inflasi.
Sampai dengan bulan April 2021, inflasi Provinsi Banten mencatat sedikit penurunan tekanan
dibandingkan triwulan I 2021. Pada bulan April 2021, Provinsi Banten tercatat inflasi sebesar
0,17% (mtm), 0,81% (ytd), dan 1,31% (yoy). Secara tahunan, inflasi Provinsi Banten berada
pada level di bawah inflasi Nasional yang mencapai 1,42% (yoy), namun berada sedikit diatas
Regional Jawa yang tercatat sebesar 1,26% (yoy). Adapun komoditas yang menyumbang
inflasi pada bulan berjalan antara lain cabai merah, cabai rawit, air kemasan, telepon seluler
dan ikan bawal. Sementara komoditas yang memberikan andil deflasi dan menjadi penahan
tekanan inflasi lebih lanjut antara lain daging ayam ras, rokok kretek filter, jeruk, melon dan
rokok kretek.
Secara spasial, pada bulan berjalan 3 Kota Sample IHK juga mencatat inflasi. Inflasi terbesar di
Kota Cilegon yang mencapai 0,22% (mtm), diikuti Kota Serang yang deflasi sebesar 0,19%
(mtm), dan Kota Tangerang yang mengalami inflasi sebesar 0,15% (mtm).
Sumber : BMKG
Gambar III.1 Perkiraan Gelombang Tinggi Sumber : BMKG
Gambar III.2 Peta Prakiraan Curah Hujan
Hingga triwulan II 2021, cuaca di hampir seluruh wilayah Indonesia diprakirakan kondusif
dengan curah hujan berada pada level rendah hingga menengah. Adapun pada bulan Juni
2021, kondisi curah hujan Banten juga diprakirakan pada level rendah hingga menengah dan
potensi banjir yang cenderung rendah. Hal tersebut diprakirakan mendukung ketersediaan
pasokan komoditas, khususnya komoditas hortikultura sehingga akan menahan peningkatan
tekanan inflasi. Selain itu, tekanan inflasi lebih lanjut juga akan tertahan oleh masih
berlangsungnya pembatasan mobilitas masyarakat dan harga emas dunia yang masih
cenderung fluktiatif. Pada akhir triwulan I 2021, emas global tercatat sebesar USD1.796,79
per ounce, menurun dibandingkan akhir triwulan IV 2020 yakni sebesar USD1.875,82 per
ounce.
Sumber : BPS, diolah
Grafik III. 24 Harga dan Pertumbuhan Emas Global
Di sisi lain, tekanan inflasi lebih lanjut diprakirakan berasal dari penyesuaian tarif Angkutan
Udara maupun tarif Angkutan Antar dan Dalam Kota. Pelarangan mudik jelang Idul Fitri pada
tahun 2021 diprakirakan mendorong beberapa pelaku usaha melakukan penyesuaian tarif
tiket semakin tinggi. Selain itu, tekanan lainnya juga diprakirakan berasal dari kenaikan tarif
rokok pada tahun 2021 sebagai dampak lanjutan kebijakan kenaikan cukai rokok sebesar 23%
Bab IV. Stabilitas Keuangan
Daerah, Pengembangan Akses
Keuangan dan UMKM
Secara umum, kondisi stabilitas keuangan daerah pada
triwulan I 2021 tetap terjaga pada level risiko yang aman.
Sementara itu, intermediasi perbankan di Provinsi Banten yang
dicerminkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) tercatat kembali
melandai dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan LDR
yang terjadi, dipengaruhi oleh penurunan kredit/pembiayaan
dibandingkan DPK yang tercatat melambat. Tren perbaikan
ekonomi yang terjadi di Banten dinilai masih belum mampu
mendorong permintaan kredit perbankan ditambah dengan
kehati-hatian perbankan yang cukup ketat dalam menyalurkan
kredit.
Dari sisi korporasi, penyaluran kredit perbankan kepada
korporasi mengalami kontraksi seiring belum kuatnya sektor
utama ekonomi Banten. Baik kredit modal kerja maupun
investasi, keduanya mengalami deselerasi terutama disebabkan
oleh kredit korporasi industri pengolahan. Di sisi lain,
penurunan lebih dalam pada kedua kredit tersebut tertahan
oleh kredit korporasi perdagangan yaitu perdagangan suku
cadang dan keperluan rumah tangga.
Berbeda dengan hal tersebut, kredit rumah tangga mengalami
sedikit kenaikan seiring adanya tambahan pendapatan
meskipun masih bersifat sementara ditunjukan oleh angka
tingkat pekerja paruh waktu dan indeks kondisi ekonomi (IKE)
dalam survei konsumen yang meningkat. Hal ini juga terutama
ditopang permintaan Kredit kategori KPR/KPA/Ruko yang
menguat.
Di sisi risiko kredit/pembiayaan, tingkat risiko kredit secara total
sedikit meningkat yang ditunjukan oleh tingkat Non
Performing Loan (NPL) pada seruh jenis penggunaan kredit
yang meningkat. Namun demikian, tingkat risiko terpantau
aman dan berada di bawah threshold yang ditetapkan yaitu
sebesar 5%.
4.1. PERKEMBANGAN KINERJA PERBANKAN
4.1.1. Kondisi Umum
Stabilitas keuangan di Provinsi Banten pada triwulan I 2021 berada dalam kondisi ketahanan
yang baik. Kinerja DPK tercatat melambat sementara posisi kredit mengalami kontraksi. Hal ini
dipengaruhi masih tertekannya kinerja swasta akibat pandemi Covid-19 yang masih berlanjut
yang mana pada periode yang sama tahun sebelumnya belum terjadi pembatasan aktivitas
masyarakat. Intermediasi perbankan terpantau lebih rendah dengan tingkat risiko kredit berada
dalam batas aman level indikatifnya. Dari sisi Aset, perbankan di Provinsi Banten pada Triwulan I
2021 mencatatkan aset senilai Rp250,90 triliun atau tumbuh sebesar 5,09% (yoy). Capaian ini
sedikit melambat dibandingkan triwulan IV 2020 yang tumbuh sebesar 8,08% (yoy) atau sebesar
Rp251,55 triliun.
4.1.2. Perkembangan Dana Pihak ketiga (DPK)
Secara nominal, DPK yang dihimpun oleh perbankan di Provinsi Banten sampai dengan triwulan
I 2021 sebesar Rp222,56 triliun atau tumbuh sebesar 7,47% (yoy), melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,61% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK pada triwulan
I 2021 dipengaruhi oleh deselerasi jenis produk giro dan tabungan. Di sisi lain, deposito
mengalami peningkatan kinerja dibandingkan sebelumnya.
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 1. Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit
Perbankan
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 2. Dana Pihak Ketiga
Berdasarkan Jenis Simpanan
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 3. Struktur Dana Pihak Ketiga
Berdasarkan Golongan Nasabah
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 4. DPK Berdasarkan Lokasi
Penghimpunan
Simpanan masyarakat pada perbankan di Provinsi Banten didominasi oleh deposito dengan
pangsa sebesar 37,22%, diikuti oleh tabungan sebesar 36,41% dan giro sebesar 26,37%.
Simpanan deposito mengalami pertumbuhan sebesar 11,88% (yoy), meningkat dibandingkan
triwulan IV 2020 yang tumbuh sebesar 9,66% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi
dibandingkan historis tiga tahun terakhir yang tercatat sebesar 9,88% (yoy). Di sisi lain, simpanan
tabungan tumbuh sebesar 8,09% (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh
15,13% (yoy). Capaian ini lebih rendah dibandingkan historis tiga tahun terakhir sebesar 12,12%
(yoy). Sejalan hal tersebut, simpanan giro tercatat mengalami perlambatan menjadi sebesar
1,05% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,20% (yoy) dan lebih
rendah dibandingkan rata-rata pertumbuhan selama tiga tahun terakhir sebesar 11,45% (yoy).
Berdasarkan golongan nasabah, proporsi terbesar DPK perbankan di Provinsi Banten masih
didominasi oleh nasabah perseorangan dengan pangsa mencapai 55,74%, diikuti oleh nasabah
korporasi (perusahaan) dengan pangsa 38,39%, dan pemerintah sebanyak 5,35%.
Secara spasial, mayoritas penghimpunan DPK berasal dari daerah dengan pangsa ekonomi
terbesar di Provinsi Banten. Posisi DPK Kabupaten Tangerang mencapai Rp105,48 triliun atau
47,40% dari total DPK di Provinsi Banten. Posisi selanjutnya adalah Kota Tangerang dengan nilai
mencapai Rp77,55 triliun dan pangsa sebesar 34,85%, dan diikuti Kota Cilegon senilai Rp15,81
triliun atau pangsa sebesar 7,10% dari total DPK Perbankan di Provinsi Banten. Pangsa dari ketiga
wilayah tersebut mencapai 89,35%, sementara untuk lima wilayah lainnya hanya sebesar
10,65%.
4.1.3. Perkembangan Kredit/Pembiayaan
Dari sisi Penyaluran Kredit, berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Banten pada triwulan I 2021
tercatat sebesar Rp342,59 triliun atau mengalami kontraksi sebesar -2,40% (yoy), dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,31% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga di bawah
rata-rata pertumbuhan tiga tahun terakhir sebesar 4,80% (yoy). Perlambatan terutama
disebabkan oleh deselerasi kinerja kredit modal kerja dan kredit investasi sementara kredit
konsumsi sedikit menguat. Kredit modal kerja mengalami penurunan sebesar -0,45% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,94% (yoy). Sementara itu, kredit
investasi kembali mengalami kontraksi lebih dalam yaitu sebesar -12,67% (yoy) dibandingkan -
4,34% (yoy) pada triwulan lalu. Di sisi lain, kredit konsumsi tumbuh sebesar 1,82% (yoy)
dibandingkan 0,94% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Dari sisi lokasi bank pelapor, penyaluran
kredit berdasarkan lokasi bank pada triwulan I 2021 tumbuh sebesar 4,54% (yoy) atau sebesar
Rp156,55 triliun, meningkat dibandingkan triwulan IV 2020 yang tumbuh 1,77% (yoy) atau
sebesar Rp152,23 triliun.
Berdasarkan jenisnya, kredit menurut lokasi proyek secara mayoritas ditujukan untuk kredit
produktif dengan 64,87% sedangkan kredit rumah tangga sebesar 35,13%. Sementara
berdasarkan jenis penggunaan, posisi kredit di Provinsi Banten didominasi untuk kredit modal
kerja dengan pangsa 45,03% atau senilai Rp154,28 triliun, diikuti oleh kredit konsumsi dengan
pangsa 35,13% dan kredit investasi dengan pangsa 19,84%.
Sejalan dengan kontribusi daerah pada PDRB Provinsi Banten, mayoritas penyaluran kredit
di Provinsi Banten juga ditujukan ke wilayah yang memiliki ukuran ekonomi yang besar yaitu
Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon. Dominasi penyaluran kredit
perbankan di Provinsi Banten berada di Kabupaten Tangerang dengan nilai mencapai Rp126,47
triliun atau sekitar 36,83% dari total kredit di Provinsi Banten. Penyaluran kredit terbesar kedua
disalurkan ke Kota Tangerang yang mencapai Rp89,46 triliun atau dengan pangsa 26,11%.
Sementara itu, Posisi penyaluran kredit ketiga terbesar di Provinsi Banten adalah Kota Cilegon
dengan nilai mencapai Rp50,42 triliun dengan pangsa sebesar 14,72%. Wilayah dengan pangsa
terkecil adalah Kabupaten Pandeglang dan Kota Serang dengan pangsa masing-masing sebesar
1,81% dan 2,90%.
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 5. Struktur Kredit Lokasi Proyek
Berdasarkan Golongan Debitur
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 6. Pangsa Kredit Spasial Berdasarkan
Lokasi Proyek
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 7. Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 8. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan
Non Performing Loan (NPL)
4.1.4. Tingkat Intermediasi dan Risiko Perbankan Umum
Dari sisi intermediasi perbankan di Provinsi Banten pada triwulan I 2021 tercatat mengalami
penurunan yang dicerminkan oleh Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 153,94%, lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 155,41%. Penurunan LDR yang terjadi
terutama diakibatkan oleh kredit yang terkontraksi di tengah DPK yang melambat. Meskipun
demikian, angka LDR masih di atas 100% yang menunjukan besarnya peran pendanaan dari
kantor bank di luar Provinsi Banten untuk membiayai proyek yang berlokasi di Banten. Hal ini
tidak terlepas dari kewenangan plafon pemberian kredit korporasi besar yang mayoritas
merupakan kewenangan langsung dari kantor pusat bank yang berkantor di Jakarta.
Dari sisi risiko, rasio Non Performing Loan (NPL) mengalami kenaikan dari 2,26% pada triwulan
IV 2020 menjadi 2,59% pada triwulan I 2021. Rasio NPL tersebut masih berada di bawah ambang
batas yang ditetapkan BI sebesar 5%. Berdasarkan jenis penggunaan, kenaikan risiko kredit pada
triwulan I 2021 terjadi pada seruh jenis penggunaan kredit. NPL kredit modal kerja sebesar 1,42%
dari sebelumnya 1,18%; NPL kredit investasi sebesar 1,27% dari sebelumnya 1,13%; dan NPL
kredit konsumsi sebesar 3,02% dari sebelumnya 2,77%.
4.2. Kinerja Keuangan Sektor Korporasi dan Rumah Tangga
4.2.1. Ketahanan Sektor Korporasi
4.2.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Pertumbuhan ekonomi Banten pada triwulan I 2021 tercatat mengalami perbaikan sejalan
dengan tren pemulihan ekonomi yang berlanjut. Lapangan usaha Industri Pengolahan dengan
pangsa 31,39% dan Perdagangan dengan pangsa 13,13% yang merupakan penggerak utama
perbaikan sejalan dengan pemulihan ekonomi global. Kinerja didukung tingkat Purchasing
(PMI) Manufaktur negara mitra dagang utama Banten yang menunjukan
perbaikan. PMI Manufaktur Eropa dan Amerika Serikat tercatat meningkat masing-masing
sebesar 58,0 dan 59,0. Senada hal tersebut, Jepang juga mencatatkan kenaikan menjadi sebesar
51,3. Dari sisi domestik, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) menunjukan adanya perbaikan
optimisme tercermin dari peningkatan Saldo Bersih tertimbang (SBT) PMI dan SBT kapasitas
produksi berturut-turut sebesar 44,09% dan 75,11%.
Sumber: investing.com (diolah)
Grafik IV. 9. PMI Manufaktur Negara Mitra
Dagang Utama Banten
Sumber: SKDU Bank Indonesia (diolah)
Grafik IV. 10. Perkembangan Realisasi
SKDU (Survei Kegiatan Dunia Usaha)
Aktivitas impor Provinsi Banten terutama berasal dari impor Bahan Baku Penolong (70,18%),
diikuti oleh impor barang modal (17,49%) dan impor barang konsumsi (12,33%). Secara lebih
rinci, impor bahan baku penolong didominasi oleh bahan baku olahan untuk industri (7,55%)
dan impor suku cadang dan perlengkapan barang modal (20,63%). Hal ini menyebabkan adanya
kerentanan bagi perusahaan yang mengutamakan sumber bahan baku impor antara lain bahan
kimia untuk Industri Petrokimia dan kebutuhan tekstil untuk Industri Alas Kaki Banten. Sejalan
dengan adanya rencana megaproyek petrokimia nasional untuk mengurangi dominasi impor
bahan baku yang diprakirakan baru dapat beroperasi penuh pada tahun 2035, maka pengawasan
atas kelancaran lalu lintas logistik impor, kondisi negara asal dan alternatif sumber bahan baku
perlu terus dijaga untuk mendukung kinerja korporasi secara berkelanjutan.
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik IV. 11. Pangsa Komposisi Nilai Impor
Bahan Baku Penolong
Sumber: Dirjen Bea Cukai, diolah
Grafik IV. 12. Pangsa Impor Banten Menurut
ISIC
4.2.2.1. Eksposur Perbankan dalam Sektor Korporasi
Kinerja DPK korporasi pada perbankan di Provinsi Banten memiliki pangsa 38,45% terhadap
total DPK dan pada triwulan I 2021 tumbuh sebesar 7,78% (yoy), melambat dibandingkan
20,17% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Perlambatan terutama dipengaruhi deselerasi giro
dan tabungan korporasi. Giro Korporasi yang memiliki share 55,67% tercatat melambat sebesar
4,03% (yoy) dibandingkan 14,42% pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, tabungan
korporasi yang memiliki share 6,82% mengalami kontraksi sebesar -19,31% (yoy). Di sisi lain,
deposito yang memiliki share 37,51% korporasi mengalami peningkatan dari 17,64% (yoy)
menjadi sebesar 21,73% (yoy).
Dari sisi kredit, Kinerja penyaluran kredit perbankan triwulan I 2021 kepada sektor korporasi
di Provinsi Banten tercatat kontraksi dibandingkan periode sebelumnya. Posisi kredit
korporasi tumbuh sebesar -4,41% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 0,48% (yoy).
Hal ini terutama dipengaruhi oleh penurunan kredit pada Industri Pengolahan, Real Estate, Listrik,
Gas, dan Air. Menurut penggunaannya, penyaluran kredit sektor korporasi tercatat mengalami
kontraksi kredit modal kerja serta dipengaruhi kredit investasi yang terkontraksi lebih dalam
dibandingkan periode sebelumnya.
Perkembangan Kredit Modal Kerja (KMK) Korporasi
Kontraksi KMK sektor korporasi utamanya terjadi pada sektor utama Provinsi Banten.
Berdasarkan kontribusinya, Kredit korporasi sektor industri pengolahan terutama bersumber
dari penurunan pada kredit korporasi Industri Pengolahan dengan andil -4,0%, Konstruksi
dengan andil -0,9%, dan Real Estate dengan andil -0,6%. Hal ini disinyalir akibat permintaan
global yang belum sekuat sebelumnya meskipun dalam tren yang membaik dan permintaan
perumahan yang masih terbatas. Industri Pengolahan dengan pangsa 54,4% tumbuh -7,35%
(yoy), kontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,5% (yoy) terutama disebabkan oleh
penurunan penyaluran kredit pada sub Industri Minyak Goreng dari Kelapa Sawit Mentah (-
24,72%-yoy pada triwulan IV 2020 menjadi -99,10%-yoy pada triwulan I 2021) serta Industri
Logam Dasar Besi dan Baja (-3,75%-yoy pada triwulan IV 2020 menjadi -5,90%-yoy pada
triwulan I 2021).
Kontraksi ini tertahan oleh pertumbuhan
KMK korporasi pada Perdagangan,
Transportasi, dan Pertanian. KMK korporasi
perdagangan tumbuh 13,41% (yoy) terutama
didorong oleh sub Perdagangan Besar Logam
dan Bijih Logam; sub Perdagangan Besar
Barang-barang Keperan Rumah Tangga; serta
sub Perdagangan Besar Mesin-mesin, Suku
Cadang dan Perlengkapannya. Sementara itu,
Transportasi tumbuh sebesar 40,88% (yoy)
didorong terutama oleh kinerja sub Angkutan Udara Berjadwal; sub Angkutan Jalan Untuk
Barang; dan sub Jasa Pengiriman dan Pengepakan.
Perkembangan Kredit Investasi (KI) Korporasi
Kontraksi lebih dalam yang terjadi pada KI
sektor korporasi utamanya bersumber dari
penurunan pada Industri Pengolahan (andil:
-10,7%), Transportasi (-0,5%), dan
Pertanian (-0,2%). Pada Industri Pengolahan,
deselerasi kinerja terutama dipengaruhi kinerja
Sub Industri Logam Dasar Besi dan Baja sebesar
(1,49%-yoy pada triwulan IV 2020 menjadi -
26,78%-yoy pada triwulan I 2021) serta Industri
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 10. Pertumbuhan KMK sektor Korporasi
(%,yoy)
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 11. Pertumbuhan KI sektor Korporasi
(%,yoy)
Kimia Dasar, Kecuali Pupuk (-28,54%-yoy pada triwulan IV 2020 menjadi -43,03%-yoy pada
triwulan I 2021). Hal ini salah satunya sehubungan dengan telah selesainya pembangunan pabrik
Hot Strip Mill (HSM) II PT Krakatau Steel yang mulai dioperasikan April 2021.
Secara lebih lanjut, kontraksi tertahan oleh pertumbuhan KI korporasi pada Konstruksi dan
Perdagangan. KI korporasi Konstruksi tumbuh 12,9% (yoy) terutama didorong oleh sub
Bangunan Jalan Tol dan sub Instalasi Gedung. Sementara itu, Perdagangan tumbuh sebesar 7,2%
(yoy) didorong terutama oleh kinerja sub Perdagangan Eceran Bahan Konstruksi; sub
Perdagangan Impor Lainnya; dan sub Perdagangan Besar Barang-barang Keperan Rumah Tangga
lainnya.
4.2.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga
4.2.2.1. Sumber Kerentanan Sektor Rumah Tangga
Pada triwulan I 2021, Konsumsi Rumah Tangga masih menjadi penopang utama
perekonomian Provinsi Banten. Dari sisi permintaan, Konsumsi Rumah Tangga memiliki pangsa
mencapai 54,78% terhadap total PDRB Provinsi Banten. Sejalan dengan hal tersebut, DPK rumah
tangga menguasai 61,55% pembentukan total DPK di Provinsi Banten. Kondisi tersebut
mendorong pernya asesmen khusus dalam ketahanan komponen Konsumsi Rumah Tangga.
Faktor yang mempengaruhi kinerja sektor rumah tangga di Banten terutama tekanan pada
rumah tangga yang bekerja pada utama. Berdasarkan Data BPS Provinsi Banten pada Sakernas
Februari 2021, lapangan usaha yang mendominasi penyerapan tenaga kerja adalah Perdagangan
sebesar 22,21% atau mengalami kenaikan pangsa sebesar 0,13% dibandingkan Februari 2021.
berikutnya yang mendominasi yaitu Industri Pengolahan dengan persentase 19,75% dan
Pertanian sebesar 14,59% terhadap jumlah penduduk bekerja. Berdasarkan data yang sama,
penduduk bekerja pada sektor Industri pengolahan mengalami penurunan sebesar 0,88%
dibandingkan Februari 2021. Di sisi lain, Sektor pertanian mengalami kenaikan pangsa tenaga
kerja sebesar 1,23% dibandingkan Februari 2020.
Di samping itu, Pandemi Covid-19 yang berlanjut pada awal 2021 masih memberikan
tekanan terhadap ketenagakerjaan namun tidak setinggi Agustus 2020. Kebijakan
pembatasan mobilitas masyarakat, PPKM Mikro, aktvitas WFH masih berlanjut namun disertai
adanya vaksinasi covid-19 sehingga dinilai dapat mendorong pelaku usaha. Jumlah
pengangguran karena covid-19 mengalami penurunan dari 205,24 ribu orang pada Agustus
2020 menjadi 104,31 ribu orang pada Februari 2021. Sementara itu, jumlah pekerja yang
mengalami pengurangan jam kerja juga menurun dari 1,5 juta orang menjadi 829,34 ribu orang
pada Februari 2021. Persentase penduduk usia kerja yang terdampak covid-19 juga menurun
menjadi 10,27% dari sebelumnya 19,18%. Meskipun demikian, tingkat pekerja penuh masih
menurun dari 72,58% menjadi 72,00% pada Februari 2021. Sementara itu, tingkat pekerja paruh
waktu meningkat dari 17,88% menjadi 19,13%. Hal ini menunjukan bahwa pengurangan
pengangguran yang terjadi masih bersifat dipenuhi dari peningkatan pekerjaan sementara
sehingga dinilai belum dapat mendorong konsumsi sesuai harapan.
Dengan capaian tersebut, angka penduduk bekerja di Banten pada Februari 2021 sebesar 5,68
juta orang meningkat dibandingkan 5,55 juta orang pada Agustus 2020. Jumlah pengangguran
juga menurun dari 661,06 ribu orang menjadi 563,40 ribu orang pada Februari 2021. Dengan
demikian, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga menurun dari 10,64% pada Agustus 2020
menjadi 9,01% pada Februari 2021. Hal ini dinilai dapat menjadi indikasi adanya perbaikan
pendapatan dari sisi masyarakat terdampak covid-19 yang kembali bekerja.
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik IV. 12. Dampak Covid-19 terhadap
Pekerjaan (ribu orang)
Sumber: BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik IV. 13. Persentase Penduduk Bekerja dan
Pengangguran
Hal ini juga tercermin pada hasil Survei Konsumen Bank Indonesia Provinsi Banten triwulan I 2021
yang membaik tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari sebelumnya 55,93 menjadi
61,03 meskipun masih dalam level pesimis (nilai indeks <100). Angka indeks ini juga masih lebih
rendah dibandingkan triwulan I 2020 sebesar 100,03. Secara lebih rinci, ketersediaan lapangan
kerja saat ini mengalami perbaikan sehingga cenderung mendorong pendapatan. Sementara itu,
konsumsi barang tahan lama masih tertahan dan pengeluaran diutamakan untuk memenuhi
kebutuhan primer terlebih dahu.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik IV. 14. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik IV. 15. Indeks Kondisi Ekonomi (IKE)
4.2.2.2. Eksposur Perbankan dalam Sektor Rumah Tangga
Dana pihak ketiga (DPK) sektor rumah tangga pada triwulan I 2021 mencapai Rp124,05
triliun. DPK sektor rumah tangga tumbuh sebesar 6,52% (yoy), melambat dibandingkan
triwulan IV 2020 yang tumbuh 10,54% (yoy). Perlambatan simpanan rumah tangga terutama
dipengaruhi oleh deselerasi komponen giro dan deposito. Komponen giro rumah tangga pada
triwulan I 2021 tercatat sebesar Rp5,74 triliun atau mengalami kontraksi sebesar -27,31% (yoy),
dibandingkan 16,20% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Selanjutnya, komponen deposito rumah
tangga tercatat sebesar Rp43,75 triliun atau tumbuh 6,04% (yoy), melambat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,40% (yoy). Di sisi lain, komponen tabungan dengan
nilai sebesar Rp74,55 triliun tumbuh sebesar 10,78% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 10,70% (yoy).
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 16. Perkembangan Pertumbuhan Kredit
dan DPK Rumah Tangga
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 17. Perkembangan Pertumbuhan DPK
Rumah Tangga
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 181. Perkembangan Pertumbuhan Kredit
Rumah Tangga
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 19. Perkembangan NPL Kredit Rumah
Tangga
Dari sisi penyaluran kredit, hingga triwulan I 2021 posisi penyaluran kredit kepada sektor
rumah tangga di Provinsi Banten sebesar Rp120,31 triliun. Kredit Rumah Tangga tercatat
tumbuh sebesar 1,94% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan IV 2020 sebesar 0,99% (yoy).
Secara nominal, kredit kepada sektor rumah tangga didominasi oleh KPR (Kredit Pemilikan
Rumah/Apartemen/Ruko) dengan nilai mencapai Rp72,23 triliun atau dengan pangsa sebesar
60,03%, diikuti oleh kredit multiguna sebesar Rp26,81 triliun dengan pangsa sebesar 22,29%
dan kredit kendaraan bermotor (KKB) sebesar Rp7,19 triliun dengan pangsa sebesar 5,98%.
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 20. Pertumbuhan KPR/KPA/Ruko
Berdasarkan Tipe Rumah
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 21. Pertumbuhan KKB Berdasarkan Jenis
Kendaraan
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 22. Perkembangan NPL
Kredit RT
Sumber: Laporan Bank Umum, diolah
Grafik IV. 23. Posisi NPL KKB
Berdasarkan Jenis Kendaraan
Kenaikan pertumbuhan kredit RT terutama dipengaruhi oleh akselerasi KPR di tengah
tertekannya laju kredit multiguna dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
KPR tumbuh sebesar 9,03% (yoy) melanjutkan tren kenaikan yang terjadi sejak triwulan III 2020.
Akselerasi KPR terjadi pada seruh jenis hunian terutama didorong oleh peningkatan kredit rumah
tinggal tipe 22 s.d 70 dan tipe diatas 70 yang masing-masing meningkat menjadi sebesar 8,65%
(yoy) dan 10,41% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya sebesar 7,12% (yoy) dan 8,59% (yoy).
Selain itu, kenaikan juga dipengaruhi oleh perbaikan pertumbuhan kredit ruko/rukan menjadi
sebesar 0,70% (yoy) dibandingkan periode sebelumnya yang kontraksi sebesar -0,28% (yoy).
Kelompok hunian yang masih mencatatkan kontraksi yaitu rumah tinggal sampai dengan tipe 21
yaitu sebesar -0,39% (yoy), membaik dibandingkan -1,81% (yoy) pada triwulan IV 2020.
Kredit Multiguna tumbuh 1,65% (yoy), lebih rendah dibandingkan 3,15% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Selanjutnya, KKB tercatat mengalami kontraksi lebih dalam yaitu sebesar -30,92%
(yoy) dibandingkan -26,76% (yoy) pada triwulan IV 2020. Perlambatan yang terjadi pada KKB
terutama dipengaruhi oleh tertahannya permintaan kredit untuk pembelian mobil roda empat
yang belum dapat setinggi tahun sebelumnya dan tercatat kontraksi lebih dalam sebesar -22,92%
(yoy) menjadi sebesar -27,45% (yoy) pada triwulan IV 2020.
4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.3.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM
Kredit Perbankan Provinsi Banten kepada UMKM pada triwulan I 2021 terkontraksi lebih
dalam dibandingkan triwulan sebelumnya. Penyaluran kredit kepada UMKM di Provinsi Banten
secara nominal tercatat sebesar Rp45,38 triliun atau sebanyak 13,25% dari total kredit yang
disalurkan di Provinsi Banten. Pangsa kredit UMKM tersebut sedikit menurun dibandingkan
triwulan III 2020 yaitu 13,39%. Memperhatikan hal ini, maka penyaluran kredit oleh perbankan
kepada UMKM di Provinsi Banten per terus didorong dan ditingkatkan terutama dalam rangka
mendorong pemulihan ekonomi nasional sehubungan dengan dampak pandemi Covid-19.
Penurunan ini dipengaruhi oleh kontraksi yang masih terjadi pada sebagian besar kredit UMKM.
Menurut lapangan usahanya, kredit UMKM dominan yang masih turun lebih dalam yaitu kredit
UMKM industri pengolahan (pangsa: 20,47%) tumbuh -12,37% (yoy) lebih dalam dibandingkan
-8,16% (yoy) pada triwulan sebelumnya dan kredit UMKM konstruksi (pangsa: 10,20%) yang
tumbuh -19,67% (yoy) dibandingkan -12,34% (yoy). Sementara itu, untuk perdagangan, hotel,
dan restoran (pangsa: 45,69%) mengalami perbaikan menjadi sebesar -0,26% (yoy)
dibandingkan -1,47% (yoy) pada triwulan IV 2020.
Sejalan dengan adanya kenaikan risiko kredit secara total, risiko kredit UMKM di Provinsi Banten
pada triwulan I 2021 juga mengalami peningkatan yang tercermin dari NPL sebesar 4,19% dari
sebelumnya sebesar 3,82%. Peningkatan NPL pada lapangan usaha utama kredit UMKM yaitu
PHR sebesar 2,97% dibandingkan 2,81% pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, NPL Industri
Pengolahan meningkat ke level 4,73% setelah pada periode sebelumnya tercatat 4,69%.
Menurut jenis penggunaannya, kredit modal kerja UMKM tercatat tumbuh sebesar 4,63% dan
kredit investasi UMKM sebesar 2,95% atau meningkat dibandingkan sebelumnya masing-masing
sebesar 4,22% dan 2,95%.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik IV. 24. Perkembangan Kredit UMKM
Sumber: Bank Indonesia
Grafik IV. 25. Perkembangan Kredit UMKM
Berdasarkan Lapangan Usaha
4.3.2. Program Pengembangan UMKM Bank Indonesia
Bank Indonesia senantiasa mendorong pelaksanaan pengembangan UMKM dengan
mengedepankan pemberian dorongan akses UMKM kepada lembaga keuangan secara
seimbang dan berkualitas untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
UMKM berkontribusi besar untuk menopang perekonomian termasuk dalam penyerapan tenaga
kerja sehingga berperan dalam stabilitas keuangan. Sehubungan hal tersebut, Bank Indonesia
melakukan berbagai upaya guna mewujudkan UMKM berdaya saing dan inklusif terutama
melalui pelaksanaan pilar kebijakan UMKM yaitu, korporatisasi, kapasitas, dan pembiayaan.
Dalam rangka mempercepat pemulihan UMKM pada masa pandemi Covid-19, Bank Indonesia
juga melakukan berbagai langkah, yaitu (1) melakukan komunikasi kebijakan untuk mendorong
UMKM memanfaatkan relaksasi kebijakan serta pro-aktif melayani penyelesaian masalah pada
UMKM bersama pemerintah daerah dan perbankan; (2) program virtual peningkatan kapasitas
UMKM melalui literasi keuangan digital dan pelatihan pencatatan keuangan melalui aplikasi SI-
APIK; (3) sinergi aksi mempercepat akses pembiayaan bersama BMPD (Badan Musyawarah
Perbankan Daerah), asosiasi, BUMN, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan KKMB (Konsultan
Keuangan Mitra Bank) melalui dukungan CSR (corporate social responsibility) serta alokasi PSBI
bagi UMKM binaan yang terdampak; serta perluasan pemanfaatan digital payment berupa
penggunaan aplikasi QR payment, Pemasaran online dan offline baik pada event nasional
maupun internasional dan korporatisasi merchant, serta instansi daerah sebagai off-taker.
Selain itu, program pengembangan UMKM yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga diarahkan
terutama untuk mengurangi tekanan inflasi harga pangan yang bergejolak (volatile food) dan
mendorong Kinerja UMKM berorientasi ekspor dan mendukung pariwisata dalam rangka
mengurangi current account deficit (CAD).
4.3.2.1. Klaster Ketahanan Pangan
Hingga triwulan I 2021, KPw BI Provinsi Banten membina 5 klaster ketahanan pangan dengan
komoditas padi, cabai merah dan bawang merah yang tersebar di Provinsi Banten. Adapun upaya
pengembangan UMKM binaan KPW BI Banten hingga triwulan I 2021 sebagai berikut:
Klaster Cabai Merah Kab. Pandeglang dan Kab. Serang
Terdapat 2 klaster binaan KPw BI provinsi Banten yaitu Gapoktan Taruna Mekar di Kab.
Pandeglang dan Poktan Setia Kawan di Kab. Serang. Pengembangan dilakukan dengan
pembuatan demplot budidaya cabai proliga (produksi lipat ganda), penerapan good agricultural
product (GAP), mekanisasi pertanian, dan pengolahan pasca panen. Beberapa upaya yang
dilakukan KPw BI Provinsi Banten tidak hanya melalui strategi pengembangan sisi hulu dan off-
taker di hilir saja namun juga juga memberikan peningkatan akses kepada lembaga keuangan
melalui pelatihan SiAPIK (Sistem Aplikasi Pencatatan Informasi Keuangan) dan penggunaan QRIS
guna mendorong kemudahan pencatatan keuangan usaha dalam rangka credit rating oleh
perbankan. Pada kelompok Taruna Mekar, keberhasilan matching perbankan ditunjukan dengan
berhasil diperolehnya pinjaman dari Bank Mandiri sebagai modal usaha. Selanjutnya, dalam ajang
apresiasi UMKM binaan Bank Indonesia yang dilakukan pada Januari 2021, Gapoktan Taruna
Mekar terpilih sebagai klaster championship dengan apresiasi klaster terbaik III subsektor
hortikultura tahun 2020 dengan hadiah alokasi anggaran program sosial BI dari Kantor Pusat
bank Indonesia.
Klaster Bawang Merah Kab. Serang dan Kab. Pandeglang
Terdapat 2 klaster binaan KPw BI provinsi Banten yaitu Poktan Mekar Jaya di Kab. Serang dan
Poktan Sejahtera di Kab. Pandeglang. Pada triwulan I 2021, kedua klaster tersebut menghasilkan
panen sebanyak 76,67 ton dari 13 Ha lahan yang ditanami. Pengembangan dilakukan dengan
budidaya off-season menggunakan irigasi kabut sehingga dapat panen 3 kali setahun, bantuan
fasilitasi irigasi dan pengairan, serta pembuatan penangkaran bibit bawang varian Crok Kuning.
Poktan juga memperoleh pelatihan SiAPIK dan sosialisasi QRIS dalam rangka peningkatan akses
keuangan.
Klaster Padi Kab. Lebak
Gapoktan Suka Bungah telah menjadi binaan KPw BI provinsi Banten sejak tahun 2015.
Pengembangan dilakukan dengan penggunaan bibit Jarwo Super, membuat penangkaran benih,
pengemasan hasil panen, dan fasilitasi mesin giling padi. Penjualan telah berhasil dilakukan
melalui berbagai channel antara lain Toko Tani Indonesia, marketplace, Instagram, dan penjualan
langsung kepada mitra yaitu PT Indofood Sukses Makmur, Tbk. Kelompok juga berhasil
memperoleh pinjaman dari Bank BRI.
On-going Pembentukan Klaster Ketahanan Pangan Potensial
Terdapat beberapa komoditas potensial yang sedang dalam tahapan persiapan pembinaan oleh
KPw BI Provinsi Banten yaitu Klaster Mina Padi dan Klaster Perikanan. Klaster Mina Padi
rencananya akan dikembangkan di Kab. Lebak bekerjasama dengan Dinas pertanian setempat
dan BPTP yang mana proses survei kelayakannya telah dilakukan pada triwulan I 2021. Bentuk
pelaksanaan pembinaan berupa demonstration plot (demplot) dan pelatihan budidaya Mina Padi
terutama menggunaan teknologi kincir air.
Selain padi, terdapat klaster bidang perikanan yang rencananya akan dilakukan di Kab.
Pandeglang tepatnya di Tanjung Lesung dan Binuwangen. Kelak, klaster Local Heroes
Binuwangen ini diarahkan untuk mampu memenuhi permintaan ekspor sehingga strategi
pembinaan yang dilakukan antara lain teknologi hu dan hilir produksi, penggunaan pakan yang
berkualitas dan ramah lingkungan, off-taker ekspor dan business matching. Dalam
pemasarannya, klaster akan bekerjasama dengan PT Aruna Jaya Nuswantara yaitu platform digital
ekspor sektor perikanan. Survei kelayakan pembentukan klaster juga telah dilakukan pada
triwulan I 2021.
4.3.2.2. UMKM Binaan Pengembangan Ekonomi Lokal
Pengembangan UMKM dilakukan secara end-to-end process dari hu ke hilir, sehingga selain
membantu proses produksi, pengembangan dan perluasan pasar poduk UMKM juga didorong
melalui berbagai kegiatan yaitu Fasilitasi Expo, Business Matching, Business Coaching UMKM,
dan akses ke platform merchant online pada event Karya Kreatif Indonesia dan Karya Kreatif
Banten. Untuk perluasan akses ke pasar internasional, Bank Indonesia juga bekerja sama dengan
kantor perwakilan BI di luar negeri dan atase perdagangan dalam rangka expo perdagangan baik
online maupun offline.
Adapun UMKM yang menjadi binaan KPw BI Provinsi Banten yaitu KUB Mitra Mandala dengan
produk Gula Aren Hariang, KUB Sakinah dengan produk Anyaman Pandan Banjar, dan KUB Bina
Niaga dengan produk Sale Pisang Cilograng. Seruh kelompok tersebut telah melakukan penjualan
melalui marketplace. Melalui berbagai expo dan promosi internasional bersama KPw BI Banten,
KUB Mitra Mandala berhasil meningkatkan penjualannya ke berbagai negara didukung
meningkatnya tren penggunaan brown sugar di dunia, selain itu, KUB juga memperoleh
pembiayaan dari investor dan berhasil meraih juara 2 wirausaha muda syariah pada ajang lomba
FESyar 2020.
Pada event Karya Kreatif Indonesia (KKI) yang diselenggarakan pada bulan Maret 2021 dan
sebagia bagian Road to Karya Kreatif Banten (KKB) 2021, KPw BI Provinsi Banten juga
menyelenggarakan expo dan event belanja online bertajuk Belanja Karya Kreatif Banten. Hal ini
dilakukan sebagi bagian on-boarding UMKM dan inklusi keuangan sebab pembayaran dilakukan
menggunakan digital payment dan QRIS. Event tersebut dilaksanakan bekerjasama dengan
platform belanja online Blibli.com. Terdapat 14 UMKM Unggulan baik binaan maupun mitra
UMKM BI Banten yang telah lolos kurasi BI dan IDEA tergabung dalam event tersebut. Menurut
kategori produknya, penjualan terutama pada produk makanan dan minuman (39%) dan
kategori kain (25%), diikuti oleh produk pakaian (21%) dan produk kerajinan (15%) dari total
penjualan dalam periode event tersebut. Selain melakukan showcase produk secara hybrid yaitu
online pada berbagai channel dan offline berlokasi di Aula Surosowan KPw BI Banten, dilakukan
penandatangan inisiasi business matching pembiayaan antara pelaku UMKM dengan Bank BRI
dan Bank BJB.
On-going Pembentukan UMKM LED Potensial
Mengawali tahun 2021, KPw BI Provinsi Banten berencana untuk melakukan perluasan
pembinaan UMKM dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi lokal yaitu pada
komoditas talas beneng dan kain tenun baduy. Komoditas Talas Beneng yang akan
dikembangkan berlokasi di Kab. Pandeglang. Sebagai langkah awal telah dilakukan
penandatangan dokumen inisiasi klaster antara KPw BI Provinsi Banten dan Perkumpulan Talas
Beneng Indonesia (Pertabenindo) Banten bersama Dinas Pertanian Provinsi Banten. Adapun
berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan strategi pegembangan akan menyasar akses pasar
lokal dan ekspor bekerjasama dengan Pusat Pelatihan Ekspor Indonesia (PPEI) dan pembuatan
demplot budidaya talas beneng organik. Talas beneng yang saat ini sedang menjadi primadona
dan dikembangkan di berbagai daerah diharapkan mampu mendorong kemajuan daerah dan
unggul dibandingkan daerah lainnya. Produksi talas beneng kemudian akan diolah menjadi
produk setengah jadi yaitu tepung maupun berbagai produk akhir.
Komoditas lainnya yang akan dikembangkan pada tahun 2021 yaitu kain tenun baduy. Inisiasi
dilakukan dengan melibatkan para pengrajin tenun di wilayah Baduy Luar melalui peningkatan
kapasitas teknik tenun mulai dari pewarnaan, desain, hingga finalisasi produk. KPw BI Provinsi
Banten juga memfasilitasi penyediaan mesin serta berbagai pelatihan dengan melibatkan
desainer Indonesia yaitu Bapak Wignyo Rahadi.
Dari sisi syariah, Bank Indonesia juga melakukan pemberdayaan pesantren. Pemberdayaan
pesantren meliputi Kegiatan santripreneurship yang bertujuan meningkatkan ilmu dan
pengetahuan santri mengenai pengelolaan sektor usaha potensial yang dapat dilakukan oleh
masing-masing pondok pesantren. Bekerjasama dengan Koperasi Mitra Santri Nasional (KMSN)
serta dibantu juga oleh Pimpinan Ponpes Tanara. Pemberdayaan Pesantren dilakukan di 5
pesantren yang bekerjasama dengan KPw BI Banten, yaitu Pondok Pesantren Modern Daarun
Naim, Pondok Pesantren Manahijussadat, Pondok Pesantren Roudlotul Huda, Pondok Pesantren
Al-Kirom, dan Pondok Pesantren Al-Furqoon.
BOKS
KETAHANAN KORPORASI UTAMA BANTEN TETAP SOLID
Kinerja korporasi di Provinsi Banten selama masa pandemi covid-19 masih terjaga. Profitabilitas
korporasi terpantau masih berkinerja positif meskipun menurun tercermin dari Return on Assets
(RoA) tercatat sebesar 1,93 pada triwulan IV 2020, lebih rendah dibandingkan 3,31 pada triwulan
I 2020. Sementara itu, kemampuan membayar utang atau repayment capacity yang tercermin
dari Interest Coverage Ratio (ICR) tercatat sebesar 2,06, sedikit meningkat dari 1,94 pada triwulan
I 2020. Dari sejumlah korporasi yang berkantor pusat atau yang memiliki pabrik bervaluasi
signifikan di Banten, sebanyak 37,5% korporasi memiliki RoA di atas rata-rata serta ICR di atas
threshold atau berada dalam kuadran II. Kuadran tersebut didominasi oleh korporasi yang
bergerak di subsektor industri kimia, industri makanan & minuman, serta industri TPT. Kinerja
subsektor kimia tetap solid didorong tetap tingginya kebutuhan produk kemasan, bahan/alat
pembersih, dan disinfektan baik di dalam maupun luar negeri.
Sumber: Laporan Keuangan Perusahaan, diolah
Gambar. Kuadran Business & Financial Condition Provinsi Banten
Masa Pre dan On Pandemi
Berdasarkan kuadran Business & Financial Condition Provinsi Banten, diketahui bahwa terjadi
perubahan kemampuan perusahaan dalam mengelola aktiva (asset) untuk menghasilkan profit
dan pengelolaan beban suku bunga dalam aktivitas perusahaan baik pada masa sebelum
pandemi (triwulan I 2020) maupun saat pandemi dengan data terakhir hingga triwulan IV 2020.
Kondisi terbaik dari kuadran ini berada pada kuadran II yang mana RoA berada di atas rata-rata
dan ICR di atas threshold yang ideal. Akibat adanya penurunan pendapatan korporasi pada masa
pandemi maka perusahaan harus melakukan berbagai efisiensi, adapun subsektor industri
pendukung otomotif, industri logam, dan konstruksi mengalami pergeseran dari kuadran I
menjadi Kuadran IV dengan ICR di bawah 1,5.
Penurunan ICR menjadi di bawah threshold menunjukan bahwa permintaan kredit perusahaan
pada subsektor tersebut kepada perbankan melemah. Perlambatan sejalan dengan penurunan
daya beli masyarakat yang menekan penjualan kendaraan bermotor. Oleh sebab itu, maka pada
awal tahun 2021 pemerintah mulai memberlakukan relaksasi PPnBM serta memperluas cakupan
kendaraan untuk mendorong permintaan lebih lanjut. Senada hal tersebut, perlambatan daya
beli juga menahan pembelian hunian tinggal terutama pada tipe menengah besar yang kemudian
membuat persediaan cukup banyak bagi para pengembang yang kemudian menahan sisi
investasi bangunan swasta. Terkait kedua hal ini, Bank Indonesia melonggarkan uang muka
kredit/pembiayaan kendaraan bermotor (KKB) dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan
manajemen risiko. Selain itu, guna mendorong permintaan perumahan maka BI melakukan
pelonggaran rasio LTV/FTV kredit properti dan KPR Inden sebesar paling tinggi 100% bagi bank
yang memenuhi rasio NPL/NPF dan bagi kredit properti yang memerlukan Inden dengan
memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
Bab V. Penyelenggaraan Sistem
Pembayaran dan Pengelolaan
Uang Rupiah
Seiring dengan semakin membaiknya pertumbuhan
ekonomi Provinsi Banten pada triwulan I 2021 dan
semakin meningkatkan preferensi masyarakat dalam
bertransaksi secara nontunai di masa pandemi, kinerja
transaksi Sistem Pembayaran (SP) non tunai di
beberapa sektor tercatat mengalami peningkatan.
Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)
mengalami perbaikan dibandingkan triwulan
sebelumnya, meskipun transaksi Kliring secara nominal
dan volume mengalami perlambatan. Namun
demikian, transaksi Kegiatan Usaha Penukaran Valuta
Asing Bukan Bank (KUPVA BB) tercatat masih
mengalami penurunan dibandingkan dengan periode
sebelumnya sebagai dampak masih terhambat dan
terbatasnya kegiatan bisnis dan operasional KUPVA BB
serta permintaan penukaran uang yang masih rendah.
Pada Triwulan I 2021, dari Sistem Pembayaran tunai,
perputaran uang melalui Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Banten mengalami net outflow
sebesar Rp1,1 triliun, menurun dibandingkan periode
sebelumnya yang tercatat net outflow sebesar Rp3,98
triliun.
Sementara itu, dari sisi upaya Pemerintah untuk
menahan dampak pandemi COVID-19 terutama ke
masyarakat, terjadi peningkatan penyaluran bantuan
sosial di Provinsi Banten yang bersumber dari APBN
baik Program Sembako maupun Program Keluarga
Harapan. Upaya penyaluran bantuan tersebut
dilakukan secara nontunai sebagai bagian dari program
digitalisasi. Program digitalisasi ekonomi di Provinsi
Banten juga menunjukkan perkembangan,
sebagaimana ditunjukkan dengan meningkatnya
jumlah National Merchant Repository (NMR) QR Code
Indonesia Standard (QRIS) di berbagai komunitas
masyarakat, termasuk UMKM. Hal ini sejalan dengan
semakin baiknya penetrasi digital di Provinsi Banten,
salah satunya dengan menjadikan QRIS sebagai sarana
pembayaran nirsentuh di tengah upaya pemulihan
ekonomi nasional di era pandemi COVID-19.
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI
5.1.1. Perkembangan Transaksi RTGS
Transaksi keuangan non tunai di Provinsi Banten melalui Sistem BI - Real Time Gross
Settlement (RTGS) pada triwulan I 2021 mengalami peningkatan baik secara nominal
maupun volume. Secara nominal, transaksi melalui RTGS mencapai nilai Rp232,58 triliun,
meningkat sebesar 0,20% (yoy) setelah pada triwulan IV 2020 tumbuh lebih tinggi sebesar
1,84% (yoy). Sedangkan dari segi volume, jumlah transaksi RTGS pada triwulan I 2021 sebanyak
56.553 transaksi, meningkat sebesar 48,19% (yoy), dan lebih tinggi dibandingkan triwulan IV
2020 yang tumbuh sebesar 45,98% (qtq). Adanya peningkatan transaksi melalui BI-RTGS ini
searah dengan peningkatan realisasi pengeluaran pemerintah dan berbagai faktor lain yang
terindikasi sebagai respon pelaku usaha terhadap perbaikan ekonomi di tahun 2021. Transaksi
non tunai melalui BI-RTGS dan pembayaran menggunakan kartu juga ikut mengalami
peningkatan, seiring dengan perbaikan ekonomi Banten dan meningkatnya preferensi
masyarakat dalam bertransaksi secara nontunai di masa pandemi.
5.1.2. Perkembangan Transaksi Kliring
Transaksi non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) pada triwulan I
2021 secara nominal mengalami pertumbuhan positif dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya. Nominal transaksi pada triwulan I 2021 tercatat sebesar Rp11,05 triliun atau
kontraksi -5.84% secara year on year, dan melemah -8.10% dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang mencatat nominal sebesar Rp12,03 triliun (qtq). Kontraksi ini selaras dengan
data transaksi berdasarkan volume, dimana pada triwulan I 2021 tercatat transaksi sebesar
235.043 bilyet menurun -12% (yoy) dan dibandingkan secara qtq kontraksi sebesar -20%. Masih
berlanjutnya penurunan nominal transaksi kliring tersebut sebetulnya telah terjadi sejak triwulan
II 2020 pada saat awal mula pandemi COVID-19 melanda di Indonesia. Penurunan kinerja
pertumbuhan transaksi ini sejalan dengan kinerja ekonomi Provinsi Banten yang
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V. 1. Transaksi RTGS di Provinsi Banten
Berdasarkan Nominal
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V. 2. Transaksi RTGS di Provinsi
Banten Berdasarkan Volume
direpresentasikan oleh PDRB yang sama-sama masih menunjukkan kontraksi 0.39% pada
triwulan I 2021, serta sebagai dampak natural terhadap perlambatan perputaran uang di bank.
Sebagaimana tren sejak tahun 2015, kliring kredit masih lebih mendominasi transaksi SKNBI di
Provinsi Bantendibandingkan dengan kliring debit. Pangsa transaksi kliring kredit pada triwulan I
2021 terhadap total transaksi SKNBI mencapai 94.32%.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V. 3. Nominal Transaksi Kliring di
Provinsi Banten Berdasarkan Jenis
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V. 4. Volume Transaksi Kliring di
Provinsi Banten Berdasarkan Jenis
Sejalan dengan transaksi secara triwulanan, total perputaran kliring harian berdasarkan volume
pada triwulan I 2021 mengalami penurunan. Volume perputaran kliring harian pada triwulan I
2021 mengalami kontraksi yakni 8,10% (yoy). Sedangkan berdasarkan nominal, perputaran
kliring harian pada triwulan I 2021 mencapai nilai Rp11,05 Triliun, menurun dibandingkan
triwulan IV 2020 yang mencapai Rp12,03 Triliun.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V. 5. Nominal Transaksi Kliring Harian di
Wilayah Provinsi Banten
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V. 6. Volume Transaksi Kliring Harian di
Wilayah Provinsi Banten
5.1.3. Elektronifikasi Transaksi Pemerintah
5.1.3.1 Bantuan Sosial Non Tunai
Berdasarkan sumber anggaran, program elektronifikasi Bantuan Sosial (Bansos) yang
diimplementasikan di Provinsi Banten terdiri atas dua jenis yaitu bantuan sosial yang berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bantuan sosial yang berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bansos yang berasal dari APBN terdiri dari Bantuan
Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), sementara yang berasal dari
APBD yaitu Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (Jamsosratu). Namun demikian Jamsosratu
tersebut belum mulai disalurkan hingga triwulan III 2020, dimana pemerintah daerah Provinsi
Banten lebih memfokuskan pada penyaluran Jaring Pengaman Sosial (JPS) bagi masyarakat rentan
terhadap dampak sosial akibat wabah corona virus disease 2019 (COVID-19).
Dalam rangka fasilitasi dan monitoring penyaluran bantuan sosial non tunai (BSNT) di Provinsi
Banten, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten melakukan koordinasi intensif terkait
penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai dengan Dinas Sosial se-Provinsi Banten, Kepolisian Daerah
Banten, Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), dan Koordinator Teknis. Selain itu juga,
sebagai upaya untuk terus mencapai penyaluran BSNT sesuai dengan 6T (tepat sasaran, tepat
jumlah, tepat waktu, tepat kualitas, tepat harga, dan tepat administrasi), Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi Banten senantiasa melalukan berbagai upaya yang mencakup analisis 3I dan
2K di antaranya, pengkinian data untuk memastikan setiap KPM benar-benar layak menerima
bantuan, sehingga kuota dapat terpenuhi secara optimal, melanjutkan pengkinian data KPM
berbasis NIK secara berkwla dan dilaporkan melalui SIKNG, meningkatkan koordinasi di level
teknis Kabupaten/Kota untuk melakukan pendataan KPM yang belum menerima KKS sehingga
dapat ditindaklanjuti oleh bank penyalur, dan melakukan edukasi serta sosialisasi pedoman
pelaksanaan BSNT terbaru 2021 secara lebih masif kepada Dinsos di level Kabupten/Kota se-
Provinsi Banten.
a. Program Sembako
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V. 7. Program Sembako per Kabupaten/Kota
Program Sembako merupakan kelanjutan BPNT yang disalurkan di seluruh kabupaten/kota di
Provinsi Banten dengan dengan nominal per Maret 2020 sebesar Rp200.000/KPM yang
disalurkan melalui Bank Penyalur BNI, BRI, BTN, dan Bank Mandiri. Secara spasial, pada Maret
2021, penyaluran Program Sembako paling besar dilakukan di Kabupaten Tangerang yakni
kepada 125.432 KPM dengan nominal sebesar Rp24,97 miliar atau sebesar 31%, diikuti
Kabupaten Lebak yakni sebanyak 93.513 KPM dengan nominal bantuan Rp18,7 miliar atau
22.92%. Adapun untuk penyaluran bulan Maret dan April 2021 disalurkan sekaligus pada akhir
bulan Maret 2021 disebabkan oleh tertundanya bantuan bulan Maret 2021 sebagai implikasi dari
proses perbaikan data dari sisi Kemensos dan dipercepatnya penyaluran bantuan pada bulan April
secara bertahap sebagai tindak lanjut dari arahan Presdien RI dalam Ratas 17 Maret 2021.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.8. Nominal Penyerapan Program
Sembako Di Provinsi Banten
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.9. Penyerapan KPM Program Sembako
di Provinsi Banten
Dilihat dari sisi Keluarga Penerima Manfaat (KPM), jumlah KPM penerima Program Sembako pada
Maret 2021 berjumlah 407.954 KPM dengan persentase penyerapan 107.4%. Sedangkan dari
sisi nominal, diketahui pada triwulan triwulan 2021 nominal penyaluran ialah Rp260,79 miliar
menurun seiring dengan menurunnya jumlah KPM yang menerima bantuan dibandingkan
dengan triwulan IV 2020. Sementara itu, dari sisi penyerapan, dibandingkan dengan triwulan IV
2020, nilai penyerapan pada triwulan I 2021 telah mencapai lebih dari 100% karena adanya
percepatan penyaluran bantuan pada April secara bertahap pada Maret 2021.
dipercepatnya penyaluran bantuan pada bulan April secara bertahap sebagai
b. Program Keluarga Harapan (PKH)
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.10. Nominal Penyaluran PKH
Di Provinsi Banten
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.11. Penyerapan KPM PKH
Di Provinsi Banten
Jumlah dana Program Keluarga Harapan (PKH) yang disalurkan di seluruh Kota/Kabupaten di
Provinsi Banten pada tahap II 2021 tercatat sebesar Rp201,26 miliar. Berdasarkan jumlah KPM,
terjadi penurunan sebesar 8%, yaitu dari 315.237 KPM pada tahap I 2021 menjadi 290.782
KPM pada tahap II 2021.
Dari sisi penyerapan, PKH telah terserap sebesar 94.36% atau 274.380 KPM dari total
penyaluran untuk 292.839 KPM. Angka penyerapan PKH di Provinsi Banten masih belum
mencapai 100% antara lain dikarenakan KPM baru masih belum menerima Kartu Keluarga
Sejahtera (KKS) dan terdapat KPM lama yang kehilangan KKS sehingga tidak dapat melakukan
pencairan BSNT. Secara spasial KPM, penyaluran PKH paling besar dilakukan di Kabupaten
Tangerang yakni 125.432 KPM atau setara 30.75% dari total penyaluran di Provinsi Banten,
diikuti dengan Kabupaten Lebak sebanyak 93.513 KPM, dan Pandeglang sebanyak 68.138
KPM.
Secara nominal, penyaluran yang dilakukan untuk Provinsi Banten pada tahap II 2021 sebesar
Rp201,26 miliar atau mencapai 99%. Penyaluran PKH pada tahap II ini dilakukan pada akhir
Maret 2021, sesuai arahan Presiden RI dalam Ratas 17 Maret 2021 agar disalurkan bertahap
untuk Kabupaten/Kota.
5.1.3. Perkembangan QRIS
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.12. Perkembangan NMR
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.13. Sebaran Merchant
Pada triwulan I 2021, National Merchant Repository (NMR) di Provinsi Banten tercatat sejumlah
450,095 merchant atau tumbuh sebesar 16.61% (qtq), melambat dibandingkan dengan
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22.17% (qtq). Meskipun demikian,
sampai dengan posisi terakhir pada Mei 2021 jumlah NMR di Provinsi Banten terus mengalami
peningkatan menjadi 486,408 NMR.
Kendala dalam peningkatan jumlah merchant di Provinsi Banten antara lain masih disebabkan
oleh pandemi COVID-19, sehingga mengurangi laju Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran
(PJSP) dalam mengakuisisi merchant untuk menggunakan QRIS. Selain untuk transaksi
perdagangan, QRIS di Provinsi Banten juga telah dimanfaatkan sebagai salah satu kanal
pembayaran transaksi pemerintah khususnya pembayaran pajak dan retribusi sebagian Pemda
yaitu 44% atau 4 dari 9 Pemda yang ada. Perkembangan ini semakin menunjukkan adanya
komitmen Pemda setempat untuk dapat menerapkan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah (ETP)
secara menyeluruh. Pembayaran pajak maupun retribusi daerah menggunakan QRIS juga dapat
menjadi salah satu upaya untuk memitigasi potensi penyebaran dan penularan virus COVID-19 di
masa pandemi saat ini.
Selain itu, akseptasi QRIS di Provinsi Banten juga terus meluas di antaranya untuk keperluan
pembayaran ZISWAF (Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf), unit usaha maupun administrasi
pondok pesantren, fasilitas kesehatan, sampai dengan moda transportasi. Sebagai contoh ialah
moda transportasi BRT, Bus Si Tayo, dan Angkot Si Benteng yang dikelola oleh Pemerintah Kota
Tangerang bersama dengan BUMD PT. Tangerang Nusantara Global. Ketiga moda transportasi
ini per 1 Maret 2021 telah secara efektif menerapkan pembayaran non tunai menggunakan QRIS,
meskipun masih QRIS statis. Kemudian dari kategori wisata khas Provinsi Banten, Kawasan
Ekonomi Khusus Tanjung Lesung menjadi salah satu contoh destinasi wisata yang telah
mengimplementasikan QRIS pada sarana pendukung dan akomodasi penginapan yakni Hotel
Tanjung Lesung Beach Hotel dan Kalicaa Village.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.14. Perkembangan NMR
Sedangkan dilihat berdasarkan pangsa QRIS terhadap UMKM, Provinsi Banten diketahui
menempati peringkat ke-5 secara nasional dengan total akuisisi QRIS tertinggi sebesar 491.450
NMR. Posisi ini berada setelah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Apabila
dilihat lebih rinci, kategori usaha mikro di Provinsi Banten menjadi pelaku usaha paling
mendominasi penggunaan QRIS yakni mencapai 59.19% atau sebanyak 290,840 NMR, disusul
oleh jenis pelaku usaha kecil mencapai 23.59% atau sebanyak 115.934 NMR.
Sebagai upaya untuk terus mendorong penggunaan QRIS di masyarakat, meskipun dalam masa
pandemi COVID-19, KPwBI Banten masih terus konsisten melakukan berbabagi kegiatan edukasi,
sosialisasi, rapat koordinasi, dan Forum Group Discussion (FGD) bersama berbagai stakeholder
termasuk PJSP dan komunitas yang sudah ditargetkan, di antaranya sosialisasi QRIS kepada
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) se-Provinsi Banten, Asosiasi Pedagang Kaki Lima, instansi
vertikal, dan aparat penegak hukum (Apgakum), dan mahasiswa khususnya melalui Generasi
Baru Indonesia (GenBI).
5.2. PERKEMBANGAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Pada Triwulan I 2021, total perputaran uang melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Banten tercatat mengalami net outflow sebesar Rp1,12 triliun. Net outflow
mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi triwulan IV 2020 (qtq) yaitu sebesar Rp3,98
triliun. Kondisi net outflow tersebut merupakan implikasi dari lebih rendahnya total nominal
inflow yaitu senilai Rp1,1 trilun, namun lebih tinggi dibandingkan inflow pada triwulan
sebelumnya sebesar Rp0,51 triliun. Sementara itu, total nominal outflow sebesar Rp2,22 triliun
tercatat menurun 51% (yoy) dibandingkan triwulan IV 2020 yang mencatatkan outflow Rp4,49
triliun.
Penurunan realisasi net outflow salah satunya terjadi akibat adanya penurunan proyeksi
perbankan akibat adanya migrasi sebagian rekening nasabah sebagai respon isu pending merger
dan implementasi merger 2 (dua) perbankan baik konvensional maupun syariah. Meskipun
demikian, potensi peningkatan outflow pada beberapa triwulan ke depan masih mungkin terjadi
selaras dengan beberapa penyebab utama lainnya di antaranya:
1. Peningkatan realisasi pengeluaran pemerintah untuk membiayai berbagai program
pembangunan di antaranya di bidang pendidikan (sarana dan prasarana sekolah umum
& berkebutuhan khusus), kesehatan (program peningkatan layanan pembangunan sarana
kesehatan), infrastruktur (peningkatan & pembukaan jalan/jembatan baru untuk
membuka akses kepada masyarakat serta peningkatan kualitas sumber daya air), dan
ketahanan pangan dan infrastruktur sosial (peningkatan/perbaikan Rumah Tidak Layak
Huni).
2. Terdapat 4 (empat) proyek prioritas di Provinsi Banten yaitu pengembangan konvektivitas
Jalan Serang-Panimbang, pengembangan kawasan industry terintegrasi Wilmar,
pengembangan KEK Tanjung Lesung, dan pengembangan wilayah Kota Baru Maja yang
merupakan major project untuk mengurangi kesenjangan dan mendorong pemerataan.
3. Posisi geografis Banten yang menjadi penyangga Jakarta, cukup berpengaruh terhadap
behavior perbankan di Banten yang selama ini sebagian besar memenuhi kebutuhan
uangnya dari Kantor Pusatnya di Jakarta (khususnya pemenuhan uang untuk Tangerang
Raya). Adanya pengetatan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk
wilayah Provinsi DKI Jakarta dan Banten menyebabkan pengalihan kegiatan pengelolaan
rupiah beberapa Bank dari DPU ke Provinsi Banten.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.15. Perkembangan Perputaran
Uang di Provinsi Banten
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.16. Total Temuan
Uang Tidak Asli di Provinsi Banten
Sementara itu, jumlah uang tidak asli yang ditemukan di Provinsi Banten pada triwulan I 2021
sebanyak 115 lembar, yang terdiri atas 44 lembar uang pecahan Rp100,000 dan 71 lembar
pecahan Rp50,000. Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan dengan temuan uang tidak
asli atau uang palsu pada triwulan yang sama tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 264 lembar.
Dari total temuan tersebut, diketahui juga bahwa Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Banten paling banyak menerima pengaduan temuan uang palsu yaitu berasal dari perbankan
yang melaporkan melalui BI-CAC (Bank Indonesia-Counterfeit Analysis Center).
Dalam rangka terus menekan peredaran uang palsu maka Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Banten konsisten untuk melakukan berbagai langkah strategis, salah satunya edukasi dan
sosisaliasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah (CIKUR) atau yang saat ini tercakup pada program CBP
(Cinta, Bangga, dan Paham) Rupiah. Sampai dengan Triwulan I 2021, diketahui terdapat berbagai
stakeholder dan komunitas yang disasar di antaranya pimpinan perbankan cabang
kabupaten/kota, para pelaku usaha baik mikro, kecil, menengah, dan besar, pondok pesantren,
aparat penegak hokum (apgakum), serta mahasiswa khususnya melalui Komunitas Generasi Baru
Indonesia (GenBI) Provinsi Banten. Lebih lanjut, meskipun di tengah pandemi COVID-19, Bank
Indonesia tetap melakukan berbagai upaya edukasi dan sosialisasi untuk terus meningkatkan
literasi dan pemahaman masyarakat terkait ciri keaslian uang Rupiah walaupun dengan cara yang
berbeda, seperti webinar maupun edukasi melalui media sosial (IG LIVE).
Kemudian dari sisi temuan Uang Rupiah Layak Edar (ULE) di Provinsi Banten, diketahui bahwa
berdasarkan survey tingkat kelayakan uang yang beredar pada tahun 2020 memeroleh hasil 9.6
untuk Uang Pecahan Besar (UPB), dan 6.4 untuk Uang Pecahan Kecil (UPK). Angka mengalami
penurunan dari tahun 2019 pada semester II yakni 11 untuk UPB dan 7 untuk UPK. Keterbatasan
layanan penukaran uang dan kas keliling menjadi pemicu penurunan kualitas uang yang beredar.
Pandemi COVID-19 juga ikut mempengaruhi layanan penukaran di loket perbankan yang dibatasi
bahkan beberapa perbankan juga meniadakan karena alasan Kesehatan yakni memitigasi risiko
penularan virus.
5.3. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PENUKARAN VALUTA ASING
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) berizin
diperlukan untuk mendukung keberlangsungan pasar keuangan terutama pasar valuta
asing domestik yang sehat. Pasar keuangan domestik yang sehat diperlukan guna turut
menciptakan kestabilan nilai rupiah dan mendorong kelangsungan ekonomi nasional. Oleh
karena itu, diperlukan adanya pengaturan dan pengawasan KUPVA BB untuk mencegah
dimanfaatkannya KUPVA BB sebagai sarana pencucian uang, pendanaan terorisme, atau
kejahatan lainnya.
Berdasarkan data KUPVA BB di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten,
sampai dengan akhir triwulan IV 2020, jumlah penyelenggara KUPVA BB berizin tercatat
sebanyak 51 (lima puluh satu) perusahaan tersebar di Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.17. Sebaran KUPVA
di Provinsi Banten
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.18. Rekapitulasi Transaksi KUPVA BB
di Provinsi Banten
Berdasarkan lokasi usaha penyelenggara KUPVA BB, sebanyak 88.23% kantor Pusat KUPVA BB
berlokasi wilayah Tangerang Raya, yakni Tangerang Selatan sebanyak 23 (dua puluh tiga) KUPVA
BB, Kota Tangerang sebanyak 16 (enam belas) KUPVA BB, dan Kabupaten Tangerang sebanyak
6 (enam) KUPVA BB. Sementara 11.77% berada di wilayah lainnya yaitu Kota Cilegon sebanyak
3 (tiga) KUPVA BB, Kabupaten Lebak 2 (dua) KUPVA BB dan di Kota Serang 1 (satu) KUPVA BB.
Dominasi jumlah KUPVA BB di wilayah Tangerang Raya, salah satunya dipicu oleh adanya Bandara
Internasional Soekarno-Hatta yang menjadi pusat aktivitas masyarakat untuk melakukan
perjalanan dari dan menuju luar negeri. Aktivitas ini erat kaitannya dengan frekuensi dan
intensitas kegiatan jual beli valuta asing yang dilakukan oleh KUPVA BB di sekitarnya.
Perkembangan usaha KUPVA BB dapat digambarkan dari aktivitas transaksi jual beli valuta asing
yang berjalan selama kegiatan operasional penyelenggaraan KUPVA BB di wilayah Provinsi
Banten. Pada triwulan I 2021, jumlah transaksi jual-beli valuta asing senilai Rp632,88 miliar atau
menurun sebesar -44.17% dibandingkan triwulan I 2021 (yoy), dan menurun -24.05%
dibandingkan dengan triwulan IV 2020 (qtq). Sedangkan dilihat dari proporsinya, penjualan
valuta asing di Provinsi Banten masih sedikit lebih mendominasi sekitar 50.26% dibandingkan
dengan transaksi pembeliannya.
Tren penurunan transaksi ini menunjukkan masih adanya pelemahan aktivitas KUPVA BB di masa
pandemi, meskipun penurunannya tidak separah triwulan II dan III 2020 pada saat penyebaran
virus COVID-19 masih cukup tinggi maupun berbagai kebijakan pemerintah terkait social and
physical distancing masih ketat diberlakukan. Adapun imbas lain dari tren penurunan transaksi
valuta asing, menyebabkan beberapa KUPVA BB di Provinsi Banten mulai menekan biaya
operasional dengan mengurangi sumber daya manusia (pegawai) hingga menutup sementara
usaha sampai dengan waktu yang belum dapat ditentukan.
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.19. Pangsa Mata Uang Yang
Ditransaksikan
Sumber: Bank Indonesia
Grafik V.20. Pangsa Mata Uang Yang
Dominan Ditransaksikan
Berdasarkan mata uang yang ditransaksikan selama triwulan I 2021, mayoritas transaksi adalah
dalam Dolar Amerika Serikat (USD) senilai Rp267,91 miliar (42.33%), diikuti oleh Dolar Singapura
(SGD) senilai Rp245,41 miliar (38.78%), kemudian diikuti oleh Euro senilai Rp29,75 miliar
(4.00%). Sementara itu, apabila dibandingkan dengan triwulan IV 2020, mata uang yang
mendominasi ditransaksikan dalam jual beli valuta asing di Provinsi Banten ialah Dolar Singapura
mencapai Rp343,8 miliar atau 47.08% dari total transaksi.
Sementara itu, di tengah kondisi pandemi, sampai dengan triwulan I 2021 Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Banten tetap menyelesaikan target pemeriksaan umum kepada 6
penyelenggara KUPVA BB dan 1 PTD BB secara daring maupun secara langsung dengan tetap
memperhatikan protokol kesehatan. Kemudian, sesuai kewenangan KPwDN untuk memproses
perizinan KUPVA BB dan PTD BB, KPwBI Provinsi Banten juga sampai dengan Mei 2021 sedang
memproses perizinan baru melalui e-licensing sebanyak 2 (dua) calon KUPVA BB dan 2 (dua)
calon PTD BB. Selain itu, bertepatan dengan telah berlakunya secara efektif Peraturan Bank
Indonesia terkait persyarakan pendidikan minimal D3 bagi pengurus KUPVA BB per tahun 2021,
serta jatuh adanya 30 dair 51 KUPVA BB yang masa izin usahanya jatuh tempo pada tahun
2021, maka KPwBI Banten sedang menggalakkan himbauan maupun memproses permohonan
perpanjangan izin KUPVA BB di wilayah kerja Provinsi Banten.
Menindaklanjuti target pembentukan minimal 2 (dua) Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi
(TP2DD) di Provinsi Banten pada tahun 2021, serta selaras dengan penerbitan Keputusan Presiden
No. 3 tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah, yang
mengatur kewajiban pembentukan Satgas P2DD di tingkat pusat dan pembentukan TP2DD untuk
tiap pemerintah provinsi serta kabupaten/kota, sampai dengan Triwulan I 2021 diketahui bahwa
telah terbentuk 5 (lima) TP2DD dengan rincian 4 (empat) TP2DD Kota/Kabupaten yaitu Kota
Serang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kabupaten Lebak, serta 1 (satu) TP2DD
Provinsi. Pembentukan TP2DD ini menjadi salah satu indikator untuk meningkatkan stagging
Pemda mencapai level digitalize. Adapun berdasarkan level kesiapan ETP, diketahui saat ini
Provinsi Banten diketahui telah memiliki 5 Pemda yang berada pada stage digitalize, 2 commit,
dan 2 sisanya berada pada stage aware. Sedangkan berdasarkan penilaian indeks IETPD yang
mempertimbangkan 5 (lima) aspek yaitu Implementasi, Realisasi, Kontribusi terhadap PAD,
Kesiapan, dan Dukungan Strategis, diketahui sampai dengan Triwulan I 2021 Provinsi Banten
terkategorisasi maju dengan skor 75.7.
Ceremonial Pembentukan dan Penetapan TP2DD di Provinsi Banten
Melalui pembentukan TP2DD ini, diharapkan dapat mendorong terlaksananya pengelolaan
keuangan daerah yang lebih baik dan senantiasa mampu mengikuti perkembangan digitalisasi di
bidang sistem pembayaran. Peningkatan efisiensi, kemudahan, dan inklusivitas, serta ekosistem
BOKS
Provinsi Banten Telah Membentuk 5 (lima) TP2DD di Level Provinsi
maupun Kabupaten/Kota
ekonomi keuangan dan digital yang terintegrasi juga diharapkan dapat tercapai dengan
terbentuknya TP2DD ini sehingga pada akhirnya akan mampu mengoptimalkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan meningkatkan tata kelola keuangan Pemda yang semakin govern.
Tindak Lanjut Pembentukan TP2DD
Sebagai wujud dukungan dan penerapan fungsi advisory terhadap pemerintah daerah, Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Banten terus berkomitmen untuk mendorong implementasi
ETP guna meningkatkan transaksi keuangan daerah dan mengintegrasikan sistem pengelolaan
keuangan daerah selaras dengan telah dibentukan 5 TP2DD dari 9 Pemda, berikut merupakan
beberapa tindak lanjut yang akan dan sedang dilakukan oleh KPwBI Provinsi Banten sampai
dengan Triwulan II 2021:
1. Rapat koordinasi penyusunan roadmap Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah
(ETPD) Provinsi Banten.
2. Rapat koordinasi rencana pembentukan TP2DD di 4 kabupaten/kota lainnya di antaranya
Kota Cilegon, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, dan Kabupaten Pandeglang.
3. Monitoring dan evaluasi berkala pelaksanaan tugas TP2DD dalam rangka mendorong
pemahaman, motivasi, dan level kompetensi OPD maupun masyarakat dalam
mengimplementasikan ETP. Serta mendorong mendukung Pemda untuk mengikuti
Championship P2DD.
Bab VI. Ketenagakerjaan dan
Kesejahteraan Masyarakat
Seiring dengan mulai pulihnya perekonomian Banten,
kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Banten pada
periode Februari 2021 mengalami perbaikan. Hal ini
ditandai dengan penurunan Tingkat Pengangguran
Terbuka menjadi sebesar 9,01. Hal ini didorong oleh
peningkatan jumlah angkatan kerja disertai dengan
menurunnya jumlah pengangguran dibandingkan posisi
Agustus tahun lalu.
Namun demikian, kesejahteraan hidup masyarakat di
Provinsi Banten tercatat masih belum pulih, hal ini
dicerminkan oleh meningkatnya angka kemiskinan baik
di Pedesaan maupun di Perkotaan. Pandemi Covid-19
memicu kenaikan Garis Kemiskinan yang meningkat
pada September 2020 sebesar 1,4% serta Persentase
Penduduk Miskin sebesar 6,6%.
Lebih lanjut, kenaikan angka kemiskinan tersebut
mendorong meningkatnya ketimpangan masyarakat
sebagaimana ditunjukkan oleh angka Gini Ratio pada
September 2020. Gini Ratio Provinsi Banten meningkat
0,002 dibandingkan posisi Maret 2020 menjadi 0,365.
Kesenjangan kualitas hidup masyarakat wilayah Banten
Utara dengan Banten Selatan masih menjadi masalah
struktural. Hal ini ditunjukkan oleh perbedaan antara
IPM di Tangerang Raya dengan di Kabupaten Lebak dan
Kabupaten Pandeglang.
6.1. KETENAGAKERJAAN
Di tengah masih berlanjutnya masa pandemi COVID-19, kondisi ketenagakerjaan Provinsi
Banten mengalami perbaikan. Kondisi ketenagakerjaan tidak hanya dilihat dari seberapa besar
peningkatan pengangguran yang terjadi, melainkan juga seberapa besar pekerjaan yang hilang
akibat pandemi. Berdasarkan data BPS Provinsi Banten, jumlah angkatan kerja pada Februari
2021 tercatat sebanyak 6,25 juta orang, atau naik sekitar 37,08 ribu orang dibandingkan posisi
bulan Agustus 2020 sebanyak 6,21 juta orang. Kenaikan jumlah angkatan kerja secara
keseluruhan ini sejalan dengan kenaikan jumlah penduduk bekerja di Provinsi Banten. Adapun
jumlah penduduk yang bekerja mengalami sedikit peningkatan pada periode Februari 2021.
Apabila dibandingkan dengan Agustus 2020, jumlah penduduk bekerja tercatat menurun dari
sebelumnya 5,55 juta orang menjadi 5,69 juta orang.
Sumber : BPS Provinsi Banten
Grafik VI. 1 Pertumbuhan PDRB dan Jumlah
Penduduk Bekerja di Provinsi Banten
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah Grafik VI. 2. Perkembangan Indikator
Ketenagakerjaan Provinsi Banten
Sumber : BPS Provinsi Banten
Grafik VI. 3. Angkatan Kerja dan TPAK
Provinsi Banten
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik VI. 4 Penduduk Bekerja dan TPT
Provinsi Banten
Peningkatan jumlah angkatan kerja pada Februari 2021 diikuti oleh adanya kenaikan pada
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). TPAK pada Februari 2021 tercatat sebesar 64,28%,
atau mengalami peningkatan sebesar 0,41% dari posisi Februari 2020 namun turun sebesar
0,20% apabila dibandingkan Agustus 2020. Grafik VI.2 menunjukkan bahwa dalam lima tahun
terakhir jumlah angkatan kerja dan penduduk bekerja di Provinsi Banten relatif stabil.
Selaras dengan peningkatan jumlah angkatan kerja dan jumlah penduduk bekerja, pada Februari
2021 angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Banten tercatat menurun. Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Banten tercatat 9,01% pada Februari 2021, menurun
1,63% dibandingkan bulan Agustus 2020 yang mencapai 10,64%. Dengan demikian, TPT pada
bulan Februari 2021 ini menjadi yang tertinggi kedua dalam 5 (lima) tahun terakhir, dengan TPT
bulan Agustus 2020 menjadi yang tertinggi. Adapun TPT terendah terjadi pada posisi di bulan
Februari 2019 yang tercatat sebesar 7,58%.
Pada bulan Februari 2021, terdapat 1,85 juta orang penduduk usia kerja yang terdampak Covid-
19, mengalami penurunan sebesar 849,82 ribu orang atau sebesar 45,98% dibandingkan
dengan posisi bulan Agustus 2020. Adapun komposisi penduduk usia kerja yang terdampak
pandemi Covid-19 yakni 104,31 ribu orang menjadi pengangguran, 24,02 ribu orang Bukan
angkatan kerja (BAK), 40,71 ribu orang sementara tidak bekerja, dan 829,33 juta orang bekerja
dengan pengurangan jam kerja (shorter hours) karena Covid-19. Pengangguran karena Covid-19
adalah penduduk usia kerja yang termasuk pengangguran dan memiliki pengalaman berhenti
kerja karena Covid-19 pada periode Feburari 2020 hingga Februari 2021. Sedangkan Bukan
angkatan kerja (BAK) karena Covid-19 adalah penduduk usia kerja yang termasuk bukan
angkatan kerja dan memiliki pengalaman berhenti karena Covid-19.17
Sumber : BPS Provinsi Banten
Grafik VI. 5. TPT Provinsi di Jawa dan Nasional
Pada periode Februari 2021, angka TPT Provinsi Banten masih lebih tinggi dibandingkan dengan
TPT nasional yang tercatat sebesar 6,26% dan menjadi provinsi dengan TPT tertinggi kedua
secara nasional setelah Provinsi Kepulauan Riau. Sejak resmi terbentuk pada tahun 2000, Provinsi
Banten menjadi provinsi dengan angkat TPT yang lebih tinggi dibandingkan angka nasional, dan
menjadi Provinsi dengan tingkat pengangguran tertinggi selama 3 tahun terakhir. Hal ini menjadi
tantangan utama bagi pemerintah Provinsi Banten di tengah meningkatnya investasi di berbagai
sektor usaha, terutama industri pengolahan untuk memastikan ketersedian lapangan kerja dan
mendorong tingkat penyerapan tenaga kerja.
17 BRS Provinsi Banten Februari 2021
Dari sisi penyerapan tenaga kerja berdasarkan struktur lapangan pekerjaan utama di Provinsi
Banten, pada periode Februari 2021, lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja
adalah sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan dominasi pangsa mencapai 22,21%. Sektor
Industri dengan pangsa terbesar kedua mencapai 19,75% dalam menyerap tenaga kerja,
kemudian ketiga ialah sektor Pertanian dengan pangsa 14,59%. Dari grafik IV.7, terlihat adanya
pergeseran penyerapan tenaga kerja yang sebelumnya didominasi oleh industri pengolahan pada
Februari 2019 menjadi sektor perdagangan besar dan eceran sejak periode Agustus 2019.
Berdasarkan data BPS, sejak tahun 2016 sektor Perdagangan dan Industri Pengolahan
mendominasi penyerapan tenaga kerja di Provinsi Banten. Hal ini sejalan dengan distribusi PDRB
di Provinsi Banten pada triwulan I 2021 yaitu Industri Pengolahan masih menjadi sektor yang
paling mendominasi pada struktur PDRB dengan pangsa sebesar 31,46%, diikuti oleh sektor
perdagangan sebesar 13,13%. Sementara itu, pangsa lapangan usaha Pertanian terhadap PDRB
Provinsi Banten sepanjang berada di posisi ke-lima yaitu dengan pangsa 6,51%, setelah Real
Estate dan Konstruksi dengan kontribusi sebesar 8,60%. Meskipun kontribusi sektor Pertanian
terhadap PDRB Banten relatif kecil, pangsa penyerapan tenaga kerjanya termasuk yang tertinggi
ketiga setelah sektor Perdagangan dan Industri Pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor
pertanian menjadi salah satu sektor penyerap tenaga kerja, didukung oleh ketersediaan lahan
pertanian dan syarat masuk ke sektor tersebut yang relatif tidak terlalu sulit. Selanjutnya,
diperlukan upaya untuk selalu meningkatkan peran sektor pertanian mengingat produktivitas
sektor pertanian yang relatif rendah, yang selanjutnya berdampak pada rendahnya pendapatan
para pekerja di bidang Pertanian dibandingkan lapangan usaha lainnya. Namun demikian, sektor
pertanian merupakan salah satu dari sedikit sektor yang tetap mengalami pertumbuhan positif di
masa pandemi COVID-19 dalam tiga triwulan terakhir.
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik VI. 6 Pertumbuhan PDRB
Provinsi Banten
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik VI. 7. Pangsa Penyerapan Tenaga Kerja
per Provinsi Banten
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik VI. 8. Tenaga Kerja
Menurut Status Pekerjaan
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik VI. 9. Perkembangan Tenaga Kerja
Menurut Status Pekerjaan
Berdasarkan status pekerjaan, penduduk bekerja dapat dikategorikan menjadi formal dan jumlah
tenaga kerja yang bekerja di sektor formal pada periode Februari 2021 tercatat sebesar 49,51%
atau sebanyak 2,82 juta orang, mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode Agustus
2020 yang tercatat sebesar 50,83%. Sementara pekerja informal mengalami kenaikan dari
49,17% menjadi 50,49% atau sebanyak 2,87 juta orang pada Februari 2021. Secara terperinci,
penurunan pekerja di sektor formal tersebut didorong oleh menurunnya tenaga kerja dengan
status pekerjaan buruh/karyawan/pegawai, sedangkan peningkatan pekerja di sektor informal
terutama didorong oleh meningkatnya tenaga kerja dengan status pekerja bekerja sendiri dan
pekerja keluarga/ tidak dibayar.
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik VI. 10. Pangsa Penduduk Bekerja
Menurut Pendidikan Tertinggi
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah Grafik VI. 11. Tingkat Pengangguran Terbuka
Menurut Kabupaten/Kota Posisi Agustus 2020
Sumber : BPS Provinsi Banten, diolah
Grafik VI. 12. Tingkat Pengangguran Terbuka
Berdasarkan Pendidikan Tertinggi
Berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Banten, data pengangguran hingga periode Agustus
2020 menunjukkan bahwa angka tertinggi terjadi di Kabupaten Tangerang dengan TPT mencapai
13,06%, diikuti oleh Kota Cilegon dan Kabupaten Serang dengan TPT masing-masing sebesar
12,69% dan 12,22%. Adapun ketiga wilayah yang mencatatkan angka TPT tertinggi tersebut
merupakan sentra-sentra industri di Provinsi Banten.
Sementara itu berdasarkan latar belakang pendidikan, Tingkat Pengangguran tertinggi (TPT)
tertinggi masih berasal dari lulusan SMK dan SMA dengan TPT masing-masing sebesar 14,84%
dan 11,75%. Adapun angka ini menunjukkan adanya penurunan dibandingkan TPT lulusan SMK
dan SMA pada periode Agustus 2020 yang masing-masing mencapai 18,28% dan 13,65%. Data
ini mengindikasikan penyerapan tenaga kerja dengan pendidikan SMA dan SMK sudah
mengalami sedikit perbaikan namun belum optimal, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
mismatch atau kesenjangan antara kualifikasi yang dipersyaratkan oleh industri dengan
kompetensi para pencari kerja.
Adapun Tingkat Penganggurang Terbuka (TPT) lulusan SMP dan SD tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan lulusan SMA. Pada Februari 2021, tercatat TPT lulusan SMP dan SD masing-
masing sebesar 9,15% dan 5,05%. Angka ini mengalami peningkatan dari periode sebelumnya
di tahun 2019 masing-masing sebesar 7,22% dan 4,33%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
tingkat penyerapan tenaga kerja dengan pendidikan yang relatif rendah lebih mudah terutama
pada pekerjaan sektor informal seperti sektor jasa, pertanian, perdagangan, dan lain-lain. Adapun
kondisi pandemi COVID-19 tetap memberikan dampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja
di seluruh kategori latar belakang Pendidikan. Sedangkan di periode yang sama Februari 2021,
TPT yang merupakan lulusan Perguruan Tinggi tercatat sebesar 6,69%, meningkat dibandingkan
periode yang sama Februari 2020 yang tercatat hanya mencapai 3,58%. Hal ini menjadi salah
satu indikator bahwa terdapat peningkatan penyerapan tenaga kerja seiring dengan pemulihan
ekonomi Banten hingga triwulan I 2021.
Meskipun TPT lulusan SMA dan SMK telah mengalami sedikit penurunan pad Februari 2021,
tingginya TPT lulusan SMA dan SMK menjadi salah satu penyebab tingginya angka pengangguran
di Provinsi Banten. Adanya pergeseran kualifikasi permintaan kapasitas tenaga kerja dari
berpendidikan rendah menjadi berpendidikan menengah dan tinggi, menjadi salah satu
penyebab tingginya TPT lulusan SMA dan SMK, seiring dengan semakin berkembangnya
teknologi yang digunakan oleh industri di Provinsi Banten. Adanya pergeseran kualifikasi tenaga
kerja perlu diimbangi oleh kualitas tenaga kerja yang tersedia di Provinsi Banten, terlebih untuk
industri pengolahan padat modal, yang relatif memerlukan keahlian tenaga kerja tertentu
sehingga dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja, industri tidak mengambil tenaga kerja yang
berasal dari luar Provinsi Banten yang memiliki latar belakang pendidikan dan keterampilan sesuai
kebutuhan industri.
Selain itu, tingginya angka penggangguran di Provinsi Banten juga disebabkan oleh besarnya
jumlah penduduk migran yang datang ke Provinsi Banten untuk mencari pekerjaan. Lokasi
geografis Provinsi Banten yang strategis yaitu sebagai penghubung antara Pulau Jawa dan
Sumatera, didukung oleh banyaknya Industri skala besar dan menengah serta relatif tingginya
Upah Minimum Regional (UMR) dan adanya Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK)
menjadi daya tarik utama bagi pencari kerja dari daerah lain. Pada awal tahun 2021 ini, UMSK
Banten pada sektor-sektor produktif meningkat sebesar 1,5%. Meskipun demikian, tingginya
minat penduduk migran untuk datang ke Provinsi Banten tidak selalu diiringi dengan tingkat
keterampilan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan lowongan kerja yang ada
sehingga pada akhirnya menambah jumlah pengangguran di Provinsi Banten.
Berdasarkan penjelasan di atas, dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran di Provinsi
Banten, pemerintah perlu menciptakan lapangan pekerjaan yang bersifat padat karya, baik
industri pengolahan maupun industri lainnya, tanpa mengabaikan industri padat modal.
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah diharapkan dapat mendorong perkembangan dan
masuknya investasi dengan memberikan insentif ataupun kemudahan dalam hal perizinan
maupun fasilitas pendukung lainnya. Selain itu, pemerintah juga harus terus mengupayakan
peningkatan kualitas pendidikan dan penyesuaian kualifikasi pendidikan, terutama pada sekolah
kejuruan. Program Link and Match yang dilakukan Kementerian Perindustrian, yaitu
penandatanganan MoU kerjasama antara SMK dengan dunia usaha dan industri di Provinsi
Banten untuk memberikan keterampilan bagi lulusan SMK sesuai kebutuhan industri perlu
didorong dan diawasi sehingga mampu mencetak lulusan-lulusan yang siap kerja. Terkait dengan
pengembangan SDM di Banten, pemerintah daerah tengah menggencarkan pemanfaatan skema
insentif Super Tax Deduction (STD). Fasilitasi oleh pemerintah daerah melalui pembentukan klinik
STD sehingga mempermudah bagi industri yang akan memanfaatkan insentif dimaksud dan
selaras dengan program kampus merdeka yang telah diinisiasi sebelumnya.
6.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
6.2.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Banten secara konsisten mengalami peningkatan
dan mencatatkan angka yang lebih tinggi dari IPM Nasional. Namun, berdasarkan kota dan
kabupaten di Provinsi Banten, terdapat perbedaan yang cukup tinggi antara IPM di Tangerang
Raya dengan IPM di Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang. Hal ini
mencerminkan masih adanya kesenjangan kualitas hidup masyarakat antara wilayah Banten
Utara dengan Banten Selatan.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator untuk mengukur keberhasilan dalam
membangun kualitas hidup manusia yang menunjukkan akses penduduk terhadap hasil
pembangunan antara lain pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya di suatu wilayah.
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI.14. IPM Banten dan Nasional
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI. 15. IPM Provinsi di Jawa
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI.16. IPM per Kabupaten/Kota di Provinsi Banten
IPM dibentuk oleh tiga dimensi dasar yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan
standar hidup layak. Dimensi umur panjang dan hidup sehat dicerminkan oleh Angka Harapan
Hidup saat lahir (AHH). Dimensi Pengetahuan dicerminkan oleh indikator Harapan lama sekolah
dan Rata-rata lama sekolah. Sementara dimensi Standar Hidup layak digambarkan oleh
pengeluaran per kapita disesuaikan.
IPM Provinsi Banten secara konsisten terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2020
mencapai level 72,45. Sejak tahun 2015, status pembangunan Banten berubah dari kategori
mengindikasikan adanya kemajuan dalam upaya membangun kualitas hidup masyarakat di
Provinsi Banten.
Secara spasial pulau Jawa, IPM Provinsi Banten pada tahun 2020 berada di posisi tertinggi ketiga
setelah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta. Secara nasional, IPM Provinsi Banten berada di posisi
kedelapan dan selalu tercatat lebih tinggi dari angka nasional.
Sedangkan secara spasial Provinsi Banten, IPM Kota Tangerang Selatan adalah yang tertinggi di
Provinsi Banten yaitu mencapai 81,36 pada tahun 2020
ngerang Selatan sejak tahun 2016 seiring
meningkatnya IPM dari 79,38 pada tahun 2015 menjadi 80,11. Selanjutnya, terdapat 4 (empat)
Kota Cilegon, Kota Serang dan Kabupaten Tangerang.
Pandeglang, dan Kabupaten Lebak. Kondisi ini tidak mengalami perubahan dibanding periode
sebelumnya. Relatif tingginya deviasi antara IPM di daerah yang berada di wilayah Utara dengan
wilayah Selatan, menjadi salah satu indikator masih adanya kesejangan kualitas hidup antara
masyarakat di Banten Utara dengan di wilayah Banten Selatan, terutama di Kabupaten Lebak,
Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang.
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI.17. Rata-rata Lama Sekolah
Provinsi Di Jawa
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI. 18. Rata-rata Lama Sekolah per
Kabupaten Kota di Provinsi Banten
Salah satu komponen yang digunakan dalam perhitungan IPM adalah angka Rata-rata Lama
Sekolah (RLS). Pada tahun 2020, RLS di Provinsi Banten mencapai 8,99 tahun, meningkat 1,69%
(yoy) dibandingkan RLS tahun 2019 sebesar 8,74 tahun. Angka 8,99 tahun tersebut
mencerminkan bahwa rata-rata pelajar di Banten menamatkan sekolah pada pertengahan masa
kelas 3 (tiga) tingkat Sekolah Menengah Pertama. Dibandingkan dengan provinsi lainnya di pulau
Jawa, RLS Provinsi Banten berada di posisi terbesar ketiga setelah DKI Jakarta dan DI Yogyakarta
yang tercatat sebesar 11,13 tahun dan 9,55 tahun. Sama seperti tahun sebelumnya, RLS Banten
pada tahun 2020 juga lebih tinggi dari angka Rata-rata Lama Sekolah nasional yaitu 8,48 tahun.
Sejalan dengan angka IPM, angka RLS di Kota Tangerang Selatan merupakan yang tertinggi di
Provinsi Banten, yaitu sebesar 11,81, diikuti oleh Kota Tangerang dan Kota Cilegon memiliki
angka RLS terbesar kedua dan ketiga di Provinsi Banten, masing-masing 10,69 tahun dan 9,87
tahun. RLS di Kota Tangerang Selatan tersebut bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan RLS di
DKI Jakarta dan menunjukkan bahwa rata-rata pelajar menamatkan sekolah pada tingkat Sekolah
Menengah Atas kelas 3. Sementara itu, RLS terendah dialami oleh kabupaten Lebak sebesar 6,4
tahun yang mencerminkan bahwa rata-rata pelajar di kabupaten Lebak hanya menamatkan
sekolah di tingkat sekolah dasar kelas 6.
6.2.2. Nilai Tukar Petani (NTP)
Di tengah perlambatan kinerja lapangan usaha pertanian di Provinsi Banten, Nilai Tukar
Petani (NTP) pada triwulan I 2021 mengalami penurunan yang disebabkan oleh penurunan
NTP pada dua subsektor yaitu tanaman pangan dan peternakan namun di tahan oleh
subsektor Perkebunan Rakyat.
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan petani yang
mencerminkan daya beli masyarakat di pedesaan. NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga
yang diterima petani (It) terhadap indeks harga yang dibayar petani (Ib). NTP yang meningkat
menunjukkan kemampuan petani untuk membeli barang dan jasa yang dikonsumsi semakin
menguat, namun jika NTP melambat dapat mengindikasikan penurunan kemampuan petani
untuk membeli barang dan jasa yang dikonsumsi.
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI. 19. Nilai Tukar Petani Provinsi
Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI. 20. Nilai Tukar Petani Berdasarkan
Subsektor
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI. 21. Pertumbuhan PDRB Sektor
Pertanian dan NTP Provinsi Banten
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik VI.22. Nilai Tukar Petani
Provinsi di Pulau Jawa dan Nasional
NTP di Provinsi Banten pada triwulan I 2021 tercatat menurun ditengah peningkatan kinerja
sektor pertanian, yakni sebesar 99,69 setelah pada triwulan IV 2020 berada pada posisi 100,74,
atau menurun sebesar 2,31%. Adapun penurunan NTP terutama didorong oleh menurunnya NTP
pada subsektor pangan dan peternakan, yakni tercatat masing-masing sebesar 98,43 dan 94,32
setelah pada triwulan sebelumnya tercatat masing-masing sebesar 100,74 dan 95,49. Di sisi lain,
subsektor hortikultura, perkebunan rakyat, dan perikanan mengalami peningkatan pada triwulan
I 2021. Subsektor hortikultura menjadi subsektor dengan peningkatan terbesar, yakni tercatat
103,78 setelah pada triwulan sebelumnya berada pada posisi 100,38 didukung oleh perbaikan
harga komoditas hortiukultura seiring mulai kondusifnya curah hujan di triwulan I 2021.
Berdasarkan komponen pembentuk, menurunnya NTP dikarenakan adanya penurunan Indeks
Harga yang Diterima Petani (lt), namun terjadi kenaikan pada Indeks Harga yang Dibayar Petani
(lb). Adapun Indeks Harga yang Diterima Petani (lt) tercatat sebesar 109,01, sedikit menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yakni 109,05. Sementara Indeks Harga yang Dibayar Petani
(lb) mengalami peningkatan menjadi sebesar 109,35 setelah pada triwulan IV 2020 tercatat
sebesar 108,25.
Secara spasial, terdapat 19 provinsi dengan angka NTP berada di atas angka 100. Adapun NTP
Provinsi Banten sebesar 99,69 tercatat dibawah angka nasional, yakni 103,29 dan menduduki
posisi pertama sebagai provinsi dengan NTP terbesar di wilayah Jawa dan posisi ke-20 secara
nasional. Namun demikian, berdasarkan grafik IV.19 terlihat bahwa bahwa pertumbuhan NTP
Banten secara tahunan dalam dua triwulan terakhir hingga triwulan I 2021 masih mengalami
penurunan yang cukup signifikan.
6.2.3. Tingkat Kemiskinan
Tantangan mengenai kesejahteraan masyarakat di Provinsi Banten kembali menjadi hal yang
harus diperhatikan lebih serius terutama di masa Pandemi COVID-19. Hal ini ditandai oleh
meningkatnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten menjadi 6,60%.
Tingkat kemiskinan merupakan salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan
penduduk di suatu wilayah. BPS menggunakan konsep kemampuan penduduk untuk memenuhi
kebutuhan dasar (basic needs approach) dalam melakukan pengukuran kemiskinan. BPS
mendefinisikan penduduk miskin sebagai penduduk yang pengeluaran rata-ratanya tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan dasar. Pengeluaran untuk kebutuhan dasar tersebut terdiri dari
bahan makanan dan bukan makanan yang secara nominal diukur sebagai garis kemiskinan.
Garis kemiskinan di Provinsi Banten pada bulan September 2020 sebesar Rp515.111,00 per
kapita per bulan meningkat sebesar 1,40% dibandingkan Maret 2020 yang mencapai
Rp508.092,00 per kapita per bulan. Berdasarkan wilayah, Garis Kemiskinan Provinsi Banten di
perkotaan Rp532.097 sementara di pedesaan sebesar Rp474,487 per kapita per bulan, masing-
masing meningkat sebesar 0,8% dan 3,0% dibandingkan posisi Maret 2020.
Berdasarkan komponennya, Garis Kemiskinan di Provinsi Banten didominasi oleh komponen
Makanan senilai Rp370,293 dengan pangsa 71,86%, sementara komponen Non Makanan
sebesar Rp144,818 dengan pangsa 28,11%. Lebih dominannya GK Makanan terjadi di perkotaan
maupun di pedesaan masing-masing sebesar 70,85% dan 74,93%. Komoditas yang menjadi
penyumbang terbesar di komponen Makanan antara lain adalah beras, rokok kretek filter, daging
dan telur ayam ras, roti, serta mie instan. Sementara itu komponen utama GK Non Makanan
adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI.23. Garis Kemiskinan
di Provinsi Banten
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik VI.24. Garis Kemiskinan
Menurut Komponen
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten pada bulan September 2020 sebanyak 857,64 ribu
orang, mengalami peningkatan sebanyak 81,65 ribu orang dibandingkan posisi bulan Maret
2020 sebanyak 775,99 ribu orang. Angka persentase kemiskinan pada bulan September 2020
juga meningkat yaitu sebesar 6,60% dari sebelumnya 5,9% pada Maret 2020 dan merupakan
yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan data lima tahun terakhir, jumlah penduduk
miskin pada yang tercatat pada September 2020 merupakan yang terbesar di Provinsi Banten
terjadi sejak periode Maret 2015 yaitu sebanyak 702 ribu orang dengan presentase 5,90%.
Jumlah penduduk miskin setelah itu terus mengalami tren penurunan dan mencapai jumlah
terendah pada September 2019 yang mencapai 641,42 ribu orang dengan tingkat kemiskinan
4,94%, namun mengalami peningkatan pada tahun 2020 akibat Pandemi COVID-19.
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI.25. Perkembangan Kemiskinan
di Provinsi Banten
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI.26. Kemiskinan Berdasarkan
Wilayah di Provinsi Banten
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik VI.27. Persentase Kemiskinan per
Provinsi di Pulau Jawa
Berdasarkan wilayah, peningkatan angka kemiskinan di Banten, didorong oleh meningkatnya
jumlah penduduk miskin baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan jumlah penduduk
miskin meningkat sebesar 5,03% dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 472,84 ribu
sedangkan di pedesaan peningkatan jumlah penduduk miskin mencapai 8,18% dengan jumlah
penduduk miskin sebanyak 303,14 ribu dibandingkan data Maret 2020.
Di wilayah regional Jawa, persentase penduduk miskin di Provinsi Banten berada di posisi
terendah kedua setelah DKI Jakarta, yaitu dengan angka kemiskinan 6,63%. Tingkat kemiskinan
di Provinsi Banten tersebut juga lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional yang sebesar
10,19%. Angka kemiskinan tertinggi di Pulau Jawa pada periode September 2020 terjadi di DI
Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan presentase sebesar 12,8% dan 11,84%.
Perlu upaya bersama untuk mengoptimalisasi realisasi berbagai program pengentasan kemiskinan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah di tengah meningkatnya jumlah dan persentase
penduduk miskin akibat Pandemi COVID-19 antara lain pemberian bantuan sosial yang berasal
dari APBN dan APBD. Program bantuan sosial yang berasal dari APBN adalah Bantuan Pangan
Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), sementara yang berasal dari APBD yaitu
Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (Jamsosratu).
6.2.4. Perkembangan Gini Ratio
Tingkat Ketimpangan di Provinsi Banten tercatat stabil walaupun sedikit mengalami
peningkatan yang dicerminkan oleh meningkatnya Gini ratio pada periode September 2020
dibandingkan Maret 2020 yang terjadi baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan. Hal
ini sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten.
Salah satu indikator yang kerap digunakan untuk mengukur kesejahteraan masyarakat adalah
tingkat ketimpangan ekonomi di suatu wilayah. Semakin besar ketimpangan di suatu daerah
mencerminkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak merata di seluruh wilayah sehingga terjadi
deviasi dari rata-rata pengeluaran per kapita antar kabupaten/kota dalam satu provinsi atau antar
provinsi dalam satu negara. Ketimpangan masyarakat ini diukur salah satunya dengan gini ratio
yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) selama dua kali dalam satu tahun, yaitu di bulan
Maret dan September.
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI. 27. Perkembangan Gini Ratio
Provinsi Banten dan Nasional
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik VI. 28. Perkembangan Gini Ratio
berdasarkan Wilayah Tempat Tinggal
Sumber: BPS Provinsi Banten
Grafik VI. 29. Perkembangan Gini Ratio
per Provinsi di Pulau Jawa
Angka gini ratio Provinsi Banten pada bulan September 2020 sebesar 0,365 atau mengalami
peningkatan dibandingkan posisi Maret 2020 sebesar 0,363. Tingkat ketimpangan di Provinsi
Banten secara konsisten terus mengalami penurunan meskipun akibat Pandemi COVID-19
mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk miskin. Selain itu, sejak
Maret 2015, tingkat ketimpangan di Provinsi Banten selalu lebih rendah dibandingkan nasional.
Hal ini dapat diartikan adanya perbaikan pada tingkat kesenjangan ekonomi di Provinsi Banten
dari tahun ke tahun seiring pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten yang juga menunjukkan
akselerasi.
Berdasarkan wilayah, meningkatnya ketimpangan di Provinsi Banten terutama terjadi diperkotaan
yaitu dari 0,360 pada Maret 2020 menjadi 0,361 pada September 2020. Angka gini ratio di
pedesaan tidak mengalami perubahan yaitu 0,296 pada September 2020. Lebih lanjut diketahui
bahwa angka gini ratio di pedesaan Provinsi Banten sepanjang 5 tahun terakhir selalu lebih
rendah dibandingkan di perkotaan yang menunjukkan bahwa pendapatan maupun pengeluaran
masyarakat di wilayah pedesaan relatif lebih merata dibandingkan di perkotaan.
Secara regional Jawa, dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa pada bulan September,
nilai gini ratio Provinsi Banten berada di posisi ke tiga terendah setelah Jawa Tengah dan Jawa
Timur yaitu 0,359 dan 0,364. Sementara itu, Provinsi DI Yogyakarta mencatatkan angka gini ratio
tertinggi di Pulau Jawa sebesar 0,437.
Bab VII. Prospek Perekonomian
Daerah
Untuk keseluruhan tahun 2021, perekonomian Provinsi
Banten diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan
tahun 2020 disebabkan oleh adanya progress vaksinasi
yang akan mendorong Konsumsi Rumah Tangga,
Investasi, baik swasta maupun pemerintah, dan kinerja
ekspor baik antar daerah maupun luar negeri. Dari sisi
penawaran, sebagian sektor utama diperkirakan akan
tumbuh meningkat antara lain Industri Pengolahan,
Perdagangan, Pertanian, Akomodasi & Makan Minum,
dan Transportasi & Pergudangan. Perbaikan
pertumbuhan juga didorong oleh berbagai stimulus yang
diberikan Pemerintah, termasuk relaksasi kebijakan Rasio
Loan to Value (LTV) yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten
tersebut akan berdampak pada peningkatan tekanan
inflasi pada tahun 2021. Peningkatan laju tekanan inflasi
diperkirakan terjadi pada kelompok Makanan, Minuman
dan Tembakau seiring mulai meningkatnya permintaan
masyarakat terutama pada momentum HBKN. Meski
demikian, inflasi Provinsi Banten 2021 diperkirakan masih
akan sejalan dengan target pemerintah yaitu di kisaran
3,0±1% (yoy).
7.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2021
Untuk keseluruhan tahun 2021, pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten diperkirakan akan
tumbuh membaik, dibandingkan realisasi pada tahun 2020. Pertumbuhan ekonomi Banten
diprakirakan akan berada pada kisaran 3%-4% secara year on year. Adanya program vaksinasi
diperkirakan akan membuat pemulihan ekonomi global dan domestik serta juga akan mendorong
ekspektasi pelaku usaha. Berbagai stimulus juga diperkirakan mendorong pertumbuhan
perekonomian, termasuk relaksasi kebijakan Loan to Value (LTV) yang telah dikeluarkan Bank
Indonesia sejak triwulan I 2021.18
Di sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tumbuh meningkat
dibandingkan dengan tahun 2021. Konsumsi masyarakat, yang memiliki pangsa terbesar dari
PDRB Provinsi Banten, merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten. Daya
beli masyarakat diperkirakan meningkat seiring prospek pendapatan masyarakat yang membaik
pada tahun 2021. Vaksinasi diperkirakan akan mulai mendorong aktivitas ekonomi global dan
domestik sehingga pada akhirnya akan berdampak pada ekspektasi konsumsi. Lebih lanjut,
adanya bantuan sosial yang diberikan pemerintah juga diharapkan dapat menjadi pendorong
pertumbuhan komponen ini pada tahun 2021.
Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut sejalan dengan meningkatnya rata-rata indeks
Survei Konsumen khususnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang tercatat sebesar 70,00 pada
bulan April-Mei 2021. Adapun indeks tersebut terus mengalami perbaikan secara gradual seiring
dengan meningkatnya optimisme masyarakat akan kondisi ekonomi ke depan serta optimisme
masyarakat terhadap kegiatan usaha dan penghasilan enam bulan mendatang. Kondisi tersebut
juga didukung oleh Google Mobility Index yang menunjukkan peningkatan mobilitas masyarakat
di atas baseline pada Mei 2021 untuk pergerakan dari dan ke toko bahan makanan, apotek, dan
wilayah residensial.
Peran sektor Pemerintah juga mengalami peningkatan pada tahun 2021 seiring penggunaan
anggaran APBD dalam rangka penanganan pandemi COVID-19. Berdasarkan informasi dari
BPKAD Provinsi Banten, Pemerintah Provinsi kembali akan melakukan refocusing anggaran untuk
penanganan COVID-19. Saat ini progress refocusing masih menunggu persetujuan DPRD Provinsi
Banten. Selanjutnya, Pemerintah Provinsi Banten pada tahun 2021 juga telah menyiapkan
anggaran sebesar Rp 56,46 miliar untuk program Bantuan Sosial lanjutan program COVID-19.
18 Bank Indonesia (BI) menerbitkan ketentuan pelonggaran Rasio Loan To Value (LTV) Untuk Kredit Properti,
Rasio Financing to Value (FTV) untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan
Kendaraan Bermotor melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 23/2/PBI/2021 tentang Perubahan Ketiga atas
PBI No. 20/8/PBI/2018 tentang Rasio LTV Untuk Kredit Properti, Rasio FTV untuk Pembiayaan Properti, dan Uang
Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (PBI LTV/FTV dan Uang Muka). Ketentuan ini berlaku
efektif 1 Maret 2021.
Selanjutnya, investasi juga diperkirakan akan meningkat pada tahun 2021. Saat ini investasi
swasta yang tertunda pembangunannya pada tahun 2020 diperkirakan akan mulai berjalan pada
tahun 2021. Beberapa proyek investasi yang akan berjalan diantaranya merupakan proyek
investasi yang bersifat multiyears, seperti pembangunan pabrik di sektor petrokimia, kimia, alas
kaki, otomotif, makanan minuman, dan sebagainya. Untuk investasi lainnya, pelaku usaha masih
menunggu kepastian selesainya masa pandemi COVID-19. Disisi investasi pemerintah,
pembangunan proyek Tol Serang-Panimbang serta sport center juga diperkirakan akan
mendorong peningkatan pertumbuhan sektor investasi pada tahun 2021.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten tahun 2021 juga akan didukung oleh membaiknya kinerja
ekspor yang didukung oleh ekspor luar negeri serta ekspor antar daerah. Kinerja ekspor luar
negeri diperkirakan membaik seiring proyeksi perbaikan volume perdagangan dunia pada tahun
2021. Ekspor ke negara tujuan utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Uni Eropa dan Jepang
diperkirakan meningkat seiring proyeksi pertumbuhan beberapa negara tersebut yang juga mulai
membaik.
Sementara itu di sisi penawaran, kinerja mayoritas sektor utama di Provinsi Banten diperkirakan
juga akan membaik pada tahun 2021. Industri pengolahan diperkirakan akan mengalami
peningkatan pertumbuhan seiring normalisasi permintaan ekspor dari negara mitra dagang
sebagai dampak pemulihan ekonomi global. Lebih lanjut, kinerja Industri Kimia diperkirakan
meningkat seiring beroperasinya pabrik polyethylene milik PT Chandra Asri Petrochemical sejak
akhir tahun 2019 yang akan mendorong peningkatan kapasitas produksi sehingga akan dapat
semakin berkontribusi terhadap perekonomian Provinsi Banten. Selain itu, sektor Perdagangan,
Konstruksi, Transportasi dan Real Estate juga diperkirakan akan membaik seiring peningkatan
ekpektasi masyarakat pada tahun 2021 pasca dilakukannya program vaksinasi. Berdasarkan hasil
FGD dan liaison, dampak relaksasi LTV serta PPnBM diperkirakan mulai terasa pada triwulan III
2021 baik pada penjualan perumahan maupun kendaraan bermotor.
SSumber : Bank Indonesia
Grafik VII.1 Indeks Ekspektasi Konsumen
Survei Konsumen
Sumber : Liaison
Grafik VII.2 Perkembangan Likert Scale Realisasi
Investasi dan Perkiraan 1 Tahun
7.2. PROSPEK INFLASI TAHUN 2021
Inflasi Provinsi Banten pada tahun 2021 masih berada dalam sasaran inflasi nasional sebesar
3,0% ± 1%. Angka tersebut diperkirakan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan tahun
2020. Pemulihan ekonomi yang didorong program vaksinasi akan menyebabkan peningkatan
ekspektasi konsumsi masyarakat. Meski demikian, penguatan koordinasi antara Bank Indonesia
dengan pemerintah daerah, serta kebijakan pemerintah untuk menjaga harga di level stabil
diperkirakan dapat menjaga inflasi Provinsi Banten masih berada dalam koridor sasaran inflasi
nasional selama momen pemulihan ekonomi.
Berdasarkan kelompok komoditasnya, inflasi provinsi Banten pada tahun 2021 diperkirakan
didorong utamanya oleh kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau. Sementara kelompok lainnya diperkirakan relatif stabil jika dibandingkan
dengan capaian tahun 2020. Adanya bencana banjir yang berdampak pada beberapa lahan
pertanian di wilayah provinsi Banten berpotensi mempengaruhi tekanan inflasi di tahun 2021.
Meski demikian, jumlah produksi, produktivitas dan mutu hasil tanaman pangan berpotensi
mengalami peningkatan yang terindikasi dari peningkatan anggaran program untuk tahun 2021.
Selain itu, peningkatan inflasi dari kelompok bahan makanan di sepanjang tahun 2021 dapat
ditahan dengan kesiapan infrastruktur pertanian, seperti sarana pengairan dan konektivitas serta
telah adanya BUMD agribisnis milik pemerintah daerah.
Laju inflasi pada kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga diperkirakan akan
mengalami peningkatan. Adanya kebijakan pemerintah untuk menaikkan cukai rokok
diperkriakan akan mendorong peningkatan laju inflasi pada kelompok ini. Meski demikian,
keputusan pemerintah untuk tetap memberikan subsidi listrik selama pandemi COVID-19
diperkirakan akan dapat menahan peningkatan tekanan kelompok Perumahan, Air, Listrik Gas
dan Bahan Bakar.
7.3. FAKTOR RISIKO
Beberapa hal yang dapat menjadi faktor pendorong (upside risk) maupun faktor penahan
(downside risk) pertumbuhan ekonomi lebih lanjut serta inflasi Provinsi Banten adalah sebagai
berikut:
FAKTOR PENDORONG FAKTOR PENAHAN
1) Kinerja industri pengolahan diperkirakan
melanjutkan perbaikan, terutama pada
subsektor industri utama unggulan Banten.
Industri alas kaki masih mendapatkan
peningkatan order untuk ekspor sepatu olah
raga. Sementara dari sisi penjualan domestik,
1) Risiko pandemi global virus Covid-19 yang
berkepanjangan berpotensi menurunkan
perekonomian dan perdagangan global,
khususnya dari sektor transportasi udara dan
laut, manufaktur, logistik, pariwisata, dan
sektor jasa lainnya. Meski demikian, mulai
kinerja industri logam berpotensi meningkat
seiring pertumbuhan sektor konstruksi.
2) Proyek padat karya pembangunan
infrastruktur di tahun 2021 terus berlanjut,
antara lain pembangunan tol Serang-
Panimbang, tol Serpong-Balaraja, sport
center Banten, Pusat Distribusi Regional, dan
lainnya.
3) Dampak relaksasi LTV dan PPnBM
diperkirakan mulai terasa pada semester II
2021, yang berdampak terhadap
perdagangan kendaraan dan perumahan.
4) Peningkatan pagu APBD Provinsi Banten
tahun 2021, peningkatan UMP Provinsi
Banten sebesar 1,5% atau menjadi sekitar
Rp2.400.000 serta penyaluran bantuan sosial
dapat mendorong tingkat konsumsi dan daya
beli masyarakat lebih lanjut.
dilakukannya program vaksinasi diperkirakan
akan mulai mendorong aktivitas
perekonomian.
2) Potensi ketidakpastian adanya
penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2021 yang
dapat berdampak terhadap permintaan
ekspor industri alas kaki.
3) Pengalihan fungsi lahan pertanian di Provinsi
Banten yang signifikan menjadi lahan industri
dan perumahan. Hal tersebut berpengaruh
terhadap produksi pertanian Provinsi Banten
serta meningkatkan ketergantungan
terhadap wilayah lain untuk memenuhi
kebutuhan pangan.
4) Potensi anomali cuaca dengan adanya bibit
siklon tropis yang mendorong peningkatan
curah hujan akan berpotensi mengganggu
hasil pertanian Provinsi Banten pada tahun
2021.