Upload
rompas-hbtm
View
314
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
A. Judul
PENGARUH INTERAKSI ORANG TUA TERHADAP MOTIVASI
BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU
DI MTs. NURUL IKHSAN NW SALUT TAHUN PELAJARAN 2012/2013
B. Latar belakang masalah
Pendidikan merupakan faktor utama dalam membentuk baik buruknya
pribadi manusia secara normatif. Pendidikan tidak hanya diperoleh di
lembaga-lembaga pendidikan tetapi semua faktor dapat digunakan sebagai
sumber pendidikan. Terutama lingkungan yang berperan atau berpengaruh
terhadap keberhasilan prestasi belajar.
Dalam tujuan pendidikan nasional menurut UU (20, 2003) tentang
sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Proses pembelajaran tidak bisa terlepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhi dan menunjang keberlangsunganya pembelajaran. Salah satu
penunjang utamanya adalah, adanya interaksi dan motivasi belajar bagi
peserta didik dari orang tua masing-masing dan bimbingan yang terstruktur
1
dan terkonstruksi dengan baik dari guru atau pendidik sebagai fasilitator
berperan aktif mengarahkan dan memfasilitasi peserta didik dalam belajar
untuk memperoleh ilmu, pengalaman, dan ketrampilan kepada peserta didik
sebagai subyek belajar.
Ketika seorang guru atau pendidik mampu melaksanakan interaksi
yang baik dan efektif, maka peserta didik akan mendapatkan kemudahan
dalam berkomunikasi dengan guru atau pendidiknya. Interaksi guru atau
pendidik dengan peserta didik di sekolah juga sering disebut interaksi
edukatif. Menurut Suryosubroto, (2002 :156) “ Interaksi edukatif adalah
hubungan timbal balik antara guru atau pendidik (pendidik tau peserta
didik/murid) dalam suatu sistem pengajaran”.
Tugas memotivasi belajar bukan hanya tanggungjawab guru atau
pendidik semata, tetapi orang tua juga berkewajiban memotivasi anak untuk
lebih giat belajar. Menurut Nanang Fatah, (2004:89) Dalam memotivasi atau
memberikan motivasi akan berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh
orang yang diberi motivasi sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi.
Keyataan bahwa peserta didik kurang berinteraksi dengan guru atau pendidik
di kelas dalam mengikuti pelajaran, peserta didik juga mengerjakan pekerjaan
rumah, kondisi ini menunjukkan kurangnya perhatian orang tua terhadap
anak.
Berdasar uraian di atas, serta hasil dari observasi peneliti selama
melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di MTs. Nurul Ikhsan
NW Salut, peneliti terdorong untuk mengungkap lebih jauh hal tersebut
2
dengan mengambil judul penelitian “Pengaruh interaksi dan motivasi orang
tua terhadap motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS Terpadu
di MTs. Nurul Ikhsan NW Salut tahun ajaran 2012/2013”.
C. Rumusan masalah
Berdasar latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah
yang akan diteliti dapat dirumuskan yaitu apakah ada pengaruh antara
interaksi orang tua terhadap motivasi belajar peserta didik pada mata
pelajaran IPS Terpadu di MTs. Nurul Ikhsan NW Salut Tahun Pelajaran
2012/2013?
D. Batasan masalah
Batasan masalah merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
penulisan proposal ini. Dalam pembatasan masalah yang tepat dan benar,
maka arah dari pembahasan masalah akan sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
Penyusunan Proposal ini, penulis memberikan batasan mengenai :
1. Interaksi orang tua terhadap motivasi belajar Peserta Didik.
2. Proses Pembelajaran IPS Terpadu di MTs. Nurul Ikhsan NW Salut.
3
E. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, Adapun tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh interaksi orang tua terhadap motivasi
belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS Terpadu di MTs. Nurul Ikhsan
NW Salut Tahun Pelajaran 2012/2013.
F. Manfaat penelitian
1. Manfaat secara teoritis
a. Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada
khususnya maupun masyarakat pada umumnya mengenai pengaruh
interaksi orang tua terhadap motivasi belajar peserta didik pada mata
pelajaran IPS Terpadu di MTs. Nurul Ikhsan NW Salut Tahun
Pelajaran 2012/2013
b. Menambah pengetahuan dan wawasan khususnya mengenai keaktifan
Peserta Didik dalam proses pembelajaran dan motivasi belajar
maupun prestasi terhadap motivasi belajar peserta didik pada mata
pelajaran IPS Terpadu Di MTs. Nurul Ikhsan NW Salut Tahun
Pelajaran 2012/2013.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan
penelitian yang sejenis pada waktu yang akan datang.
4
2. Manfaat praktis
a. Menyebarluaskan informasi mengenai arti pentingnya keaktifan
Peserta Didik dalam proses pembelajaran dan motivasi belajar untuk
mendukung pencapaian prestasi belajar secara optimal.
b. Sebagai calon pendidik, pengetahuan dan pengalaman selama
mengadakan penelitian ini dapat ditransformasikan kepada peserta
didik pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
G. Tinjauan pustaka dan perumusan hipotesis
1. Penegasan pengertian istilah
a. Interaksi orang tua
Monks mengemukakan bahwa interaksi pada dasarnya
pengaruh atau hubungan timbal balik. Dalam suatu interaksi terjadi
proses sosial, karena dalam proses interaksi selalu melibatkan orang
lain atau pihak lain untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat
timbal balik. Interaksi sosial yaitu hubungan manusia dengan
manusia lainnya atau hubungan manusia dengan kelompok atau
hubungan kelompok dengan kelompok. Noor dalam Jamilah
(2005:30) Interaksi sosial merupakan faktor utama dalam kehidupan
masyarakat. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar
kelompok maupun antar individu dengan keluarga dimana kelakuan
5
individu yang satu akan mempengaruhi, memperbaiki, mengubah,
atau memperburuk tingkah laku individu yang lain.
Menurut H. Bonner, interaksi sosial adalah suatu hubungan
dua atau lebih individu manusia, dimana tingkah laku individu yang
satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki tingkah laku
individu yang lain atau sebaliknya (Gerungan,1991:57).
b. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Pengertian dasar motivasi ialah “Keadaan internal
organisme (baik manusia ataupun hewan) yang mendorongnya
untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti
pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah”
(Gleitman, dalam Muhibbin, 1995 : 136).
Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1) Motivasi intrinsik, dan 2)
Motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan
yang berasal dari dalam diri peserta didik sendiri yang dapat
mendorongnya melakukan tindakan belajar. Adapun motivasi
ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu
peserta didik yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan
belajar.
Berdasarkan pendapat ahli di atas dalam perspektif
kognitif, motivasi yang lebih signifikan bagi peserta didik adalah
6
motivasi intrinsik karena lebih murni dan langgeng serta tidak
bergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain. Dorongan
mencapai prestasi dan dorongan memiliki pengetahuan dan
keterampilan untuk masa depan, umpamanya, memberi pengaruh
lebih kuat dan relatif lebih langgeng dibandingkan dengan
dorongan hadiah atau dorongan keharusan dari orangtua dan
pendidik.
2. Landasan teori
a. Interaksi orang tua
1) Pengertian interaksi
Interaksi sebagai peristiwa lebih mempengaruhi satu sama
lain ketika dua orang atau hadir bersama. Mereka menciptakan
suatu hasil satu sama lain, atau berkomunikasi satu sama lain.
Jadi di dalam setiap kasus interaksi, tindakan setiap orang untuk
mempengaruhi individu lain. (Thilbaut dan Kelly dalam Jamilah,
2005:30)
Adapun menurut Chaplin interaksi adalah (a) satu relasi
dua sistem yang terjadi sedemikian rupa sehingga kejadian yang
berlangsung pada satu system akan mempengaruhi kejadian pada
suatu sistem yang lain (b) satu hubungan sosial sedemikian rupa
sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu
sama lain. (Chaplin,1999:254)
7
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
interaksi adalah hubungan antara satu individu atau lebih dimana
individu satu dapat mempengaruhi individu lainnya atau
sebaliknya, saling berbicara, dan lain sebagainya. Jadi dalam
interaksi tersebut terjadi adanya hubungan timbal balik antara
individu satu dengan yang lainnya.
2) Syarat-syarat Terjadinya Interaksi
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila
tidak memenuhi dua syarat yaitu:
a) Adanya kontak sosial
Kontak merupakan tahap pertama dari terjadinya
interaksi. Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk,
yaitu:
1. Antara individu
2. Antara individu dengan kelompok atau sebaliknya
3. Antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
Suatu kontak dapat pula bersifat primer atau skunder,
Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan
langsung bertemu dan berhadapan muka, seperti apabila
orang-orang tersebut berjabat tangan, saling senyum dan
seterusnya. Sebaliknya kontak skunder memerlukan perantara,
misalnya A berkata pada B, bahwa C mengagumi
permainannya sebagai pemegang perantara utama, salah satu
8
sandiwara. A sama sekali tidak bertemu dengan C, akan tetapi
telah terjadi kontak antara mereka, oleh karena masing-
masing memberi tanggapan walaupun dengan perantara B.
Sedangkan kontak skunder dapat dilakukan melalui alat-alat
misalnya, telepon atau radio.
b) Adanya komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi berarti bahwa seseorang memberi arti
pada perilaku oranglain, perasaan-perasaan apa yang ingin
disampaikan oleh orang tersebut. Orangyang bersangkutan
kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin
disampaikan oleh orang tersebu (Soekanto,1990:115)
Menurut Walgito (1994:75) komunikasi
merupakan proses penyampaian dan penerimaan lambang-
lambang yang mengandung arti, baik yang berwujud
informasi-informasi, pemikiran-pemikiran, pengetahuan
ataupun yang lain-lain dari penyampaian atau
komunikator kepada penerima atau komunikan.
Menurut Walgito bahwa didalam komunikasi
terdapat adanya beberapa unsur:
a. Komunikator atau penyampai, dalam hal ini dapat
berwujud antara lain orang yang sedang bicara, orang
yang sedang menulis, orang yang sedang menggambar
9
b. Pesan atau message yang disampaikan oleh
komunikator, yang dapat berwujud pengetahuan,
pemikiran, ide, sikap dan sebagainya. Pesan ini
berkaitan dengan lambang-lambang yang mempunyai
arti.
c. Media atau saluran, yaitu merupakan perangkat yang
digunakan untuk menyampaikan pesan dari
komunikator. Ini yang sering disebut sebagai media
komunikasi. Media komunikasi dapat berwujud media
komunikasi cetak dan non cetak, dapat verbal dan non
verbal
d. Penerima pesan atau komunikan, ini dapat berupa
seorang individu, tetapi juga dapat sekelompok
individu-individu. komunikan ini dapat terbentuk
antara lain sebagai pendengar, penonton, ataupun
pembaca.
2. Proses Komunikasi
Proses komunikasi terbagi beberapa tahap, yakni
secara primer dan secara skunder.
a. Proses komunikasi secara primer adalah proses
penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan lambing (symbol)
sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam
10
proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar,
warna dan sebagainya, yang secara langsung mampu
menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator
kepada komunikan
b. Proses komunikasi secara skunder adalah proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media
kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama Seorang komunikator menggunakan media
kedua dalam melancarkan komunikasinya, dikarenkan
komunikasi sebagai sasaranya berada di tempat yang
relatif jauh atau jumlahnya banyak, seperti surat,
telepon, majalah, radio, dan banyak lagi.
(Onong,1985:15-21)
3) Faktor yang mempengaruhi Komunikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi menurut
Yuki dalam Onong (1988:71) ada tiga, yaitu:
a. Mendapatkan perhatian, jika pesan disampaikan tetapi
penerima mengabaikan maka usaha komunikasinya gagal
b. Pemahaman pesan dari penerima, jika penerima tidak
mengerti pesan tersebut tidaklah akan berhasil dalam
memberikan informasi dan mempengaruhinya
11
c. Kesediaan menerima pesan dari penerima pesan, jika suatu
pesan di mengerti penerima mungkin tidak meyakini
informasinya benar, sekalipun komunikator benar-benar
memberikan arti yang dikatakan
4) Faktor Penghambat Komunikasi
Menurut Ninik dalam Onong (1993:92) hambatan-
hambatan dalam proses komunikasi dapat timbul dalam berbagai
macam bentuk. Pada umumnya dapat digolongkan dalam tiga
kategori, yaitu:
a. Hambatan Bahasa
Bahasa menjadi salah satu hambatan-hambatan dalam proses
komunikasi, karena kata-kata dalam bahasa memiliki makna
yang berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lain.
Jika dalam komunikasi antara orangtua dan anak mengalami
hambatan maka secara tidak langsung kan berpengaruh
terhadap motivasi belajarnya.
b. Hambatan Manusiawi
Hambatan ini dipandang sebagai masalah serius dalam segala
bentuk komunikasi yang berasal dari manusianya sendiri,
dimana masing-masing mempunyai kemampuan dan
kepekaan sendiri-sendiri maupun pengalaman manusia itu
sendiri
12
c. Hambatan Teknis
Hambatan ini biasanya disebabkan karena adanya keterbatas
fasilitas dan peralatan komunikasi. Dapat juga hambatan
komunikasi disebabkan karena kurangnya penerangan dan
penjelasan dari komunikator
5) Jenis-jenis Interaksi
Dalam setiap interaksi senantiasa di dalamnya
mengimplikasikan adanya komunikasi antar pribadi. Demikian
pula sebaliknya, setiap komunikasi antar pribadi senantiasa
mengandung interaksi, sulit untuk memisahkan antara keduanya.
Atas dasar itu, Shaw membedakan interaksi menjadi tiga jenis
yaitu:
a. Interaksi Verbal, terjadi apabila dua orang atau lebih
melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan
artikulasi. Prosesnya terjadi dalam bentuk saling tukar
percakapan satu sama lain
b. Interaksi Fisik, terjadi manakala dua orangtua atau lebih
melakukan kontak dengan menggunakan bahasa-bahasa
tubuh.
c. Interaksi emosional, terjadi manakala individu melakukan
kontak satu sama lain dengan melakukan curahan perasaan
(M.Ali&Asrori, 2004:88)
13
Selain tiga jenis interaksi diatas, Nichols membedakan
jenis-jenis interaksi berdasarkan banyaknya individu yang terlibat
dalam proses tersebut serta pola interaksi yang terjadi,
berdasarkan hal tersebut ada dua jenis interaksi, yaitu:
a) Interaksi dyadic, terjadi manakala hanya ada dua orang yang
terlibat didalamnya atau lebih dari dua orang tetapi arah
interaksinya hanya terjadi dua arah
b) Interaksi tryadic, terjadi manakala individu yang terlibat di
dalamnya lebih dari dua orang dan pola interaksi di dalam
keluarga (M.Ali& M. Asrori, 2004:88)
6) Bentuk-bentuk Interaksi
Bentuk-bentuk interaksi dapat berupa kerja sama (co-
operation) persaingan (competition) dan bahkan dapat juga
berbentuk pertentangan atau pertikaian (konflik). (Soejono,
1988:58) Menurut Kimball Young dalam bukunya Soejono
bentuk-bentuk proses sosial adalah:
a. Oposisi (opposition) yang mencakup persaingan dan
pertentangan atau pertikaian
b. Kerjasama yang menghasilkan akomodasi dan
c. Differentiation yang merupakan suatu proses dimana orang
perorang didalam masyarakat memperoleh hak-hak dan
kewajiban yang berbeda dengan orang lain dalam masyarakat
14
atas dasar perbedaan usia, seks dan pekerjaan (Soejono,
1988:59)
7) Faktor-faktor Dalam Interaksi Sosial
Kelangsungan interaksi sosial dipengaruhi oleh empat
faktor yaitu:
a) Imitasi
Imitasi dapat diartikan “peniruan” dalam interaksi
sosial faktor imitasi sangat penting jika yang diimitasi adalah
sesuatu yang baik. Imitasi positif dapat merangsang
perkembangan kepribadian seseorang dan dapat mendorong
seseorang untuk melakukan perbuatan baik. Imitasi juga bisa
bersifat negatif dan memberi pengaruh buruk bila imitasi itu
menimbulkan terjadinya kesalahan kolektif, kebiasaan
menerima sesuatu tanpa kritik dan hambatan berfikir kritis.
b) Sugesti
Menurut W.A. Gerungan sugesti merupakan suatu
proses dimana seorang individu menerima suatu cara
memandang atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang
lain tanpa kritik terlebih dahulu. Dalam sugesti hampir mirip
dengan imitasi, perbedaannya ialah bahwa dalam sugesti
seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya
yang kemudian diterima oleh orang lain, sedangkan pada
imitasi orang mengikuti sesuatu diluar dirinya. Menurut Bimo
15
sugesti adalah pengaruh psikis, baik yang datang dari diri
sendiri maupun yang datang dari orang lain yang pada
umumnya diterima tanpa adanya kritik dari individu yang
bersangkutan. Macam-macam sugesti ditinjau dari sebab
terjadinya adalah:
1. Sugesti karena Hambatan Berfikir
Dalam proses sugesti terjadi gejala bahwa orang yang
dikenai sugesti mengambil alih pandangan orang lain
tanpa memberikan pertimbangan atau kritik terlebih
dahulu.
2. Sugesti karena Disosiasi
Sugesti ini mudah terjadi pada orang yang pikirannya
terhambat akibat kelelahan atau rangsangan emosi, juga
pada orang-orang yang sedang mengalami disosiasi
pikiran atau kebingungan karena menghadapi kesulitan-
kesulitan hidup yang terlalu kompleks melebihi
kemampuannya.
3. Sugesti karena Otoritas atau Prestasi
Sugesti ini terjadi pada seseorang yang menerima
pandangan atau sikap tertentu karena pandangan atau
sikap tertentu karena pandangan atau sikap tersebut
diberikan oleh orang yang ahli dalam bidangnya atau
16
orang yang mempunyai prestasi sosial yang tinggi,
misalnya sugesti yang digunakan dalam propaganda.
4. Sugesti karena Mayoritas
Banyak orang sering cenderung menerima suatu
pandangan atau ucapan seseorang apabila pandangan atau
ucapan tersebut didukung oleh sebagian besar orang dari
golongannya, kelompoknya atau masyarakat (mayoritas).
Mereka cenderung menerima pandangan itu tanpa
pertimbangan yang yang cermat karena orang banyak
sudah menerimanya.
5. Sugesti karena Kehendak untuk Percaya
Sugesti karena kehendak untuk percaya ialah sugesti
untuk meyakinkan diri sendiri. Mengenai hal ini, ada
suatu pendapat bahwa sugesti justru membuat seseorang
sadar akan adanya sikap-sikap dan pandangan-pandangan
tertentu pada orang banyak. Sugesti itu membuat dia
menerima suatu sikap atau pandangan tertentu karena
sikap atau pandangan itu sebenarnya sudah terdapat pada
dirinya tetapi masih dalam keadaan terpendam.
c) Identifikasi
Identifikasi ialah suatu proses penyamaan diri oleh
seorang individu terhadap pribadi lain secara aktif, tetapi
berlangsung tanpa disadari. (Soetarno, 1992:23) Pribadi yang
17
dijadikan obyek identifikasi adalah tokoh yang dicintai,
disegani atau dikagumi karna kekhasan pribadinya. Pada
umumnya tokoh tersebut menimbulkan gejolak emosional
yang kuat, dan citranya tertanam di dalam hati orang yang
mengidentikasi. Tokoh-tokoh ini misalnya ibu, bapak, orang-
orang terpelajar, orang-orang terkenal dan lain-lain. Jadi,
kesamaan jiwa antara seseorang dengan tokoh tertentu bukan
terjadi karena faktor keturunan saja, tetapi juga karena proses
identifikasi.
d) Simpati
Simpati mengandung pegertian menarik hati, atau
perasaan tertarik orang yang satu kepada yang lain. Simpati
timbul bukan karena penilaian rasio, melainkan karena
penilaian perasaan. Dapat terjadi seseorang tiba-tiba merasa
tertarik kepada orang lain dan rasa tertarik itu seakan-akan
terjadi dengan sendirinya, bukan karena suatu ciri tertentu,
melainkan karena keseluruhan tingkah laku orang tersebut.
Peranan simpati cukup nyata dalam hubungan persahabatan
antara dua orang atau lebih. Hubungan cinta kasih antara
manusia biasanya didahului oleh perasaan simpati ini. Simpati
dapat berkembang secara perlahan-lahan dan dapat pula
timbul secara tiba-tiba.
18
b. Interaksi Orangtua Dengan Anak
Keluarga merupakan wadah yang pertama-tama dan
merupakan dasar yang fundamental bagi perkembangan dan
pertumbuhan anak. Disinilah pertama-tama anak mengenal norma
sosial, pengenalan pertama terjadi setelah mengadakan interaksi
sosial, belajar memperhatikan keinginan orang lain, pengalaman-
pengalaman dalam interaksi sosial dikeluarga turut menentukan pula
cara bertindak dan bereaksi pergaulan sosial yang lebih besar seperti
dalam masyarakat (Kartono,1992:128)
Menurut Sarlito bahwa keluarga merupakan lembaga primer
sebagai ajang pertama seseorang belajar melakukan interaksi sosial.
Sebelum seorang anak mengenal norma-norma dan nilai-nilai dari
masyarakat umum, pertama kali ia menyerap norma-norma dan nilai-
nilai yang berlaku dalam keluarga untuk dijadikan bagian dari
pengaruh orangtua dan anak-anaknya.
Dengan demikian seorang sejak awal kehidupannya sudah
dikenai langsung dengan peranan sosial sehingga dapat dikatakan
keluarga merupakan tempat persemaian yang paling dominan bagi
perkembangan anggota-anggotanya, bahkan bertanggung jawab atas
berhasil tidaknya perkembangan yang harus dilalui oleh anggota
keluarga tersebut (Sarlito,1998:111-112)
Keberhasilan keluarga sebagian besar tergantung dari
kemampuan mereka dalam berinteraksi dan menyatukan setiap
19
anggota keluarga mereka. Apabila hal ini sudah tercapai,
dimungkinkan adanya kerjasama antar anggota keluarga sehingga
persaingan, keadaan menolak hingga anak diperlakukan tidak sama,
tidak terjadi lagi dalam keluarga (Balson,1992:128)
Dalam konteks bimbingan orangtua terhadap anak, Hoffman
mengemukakan tiga jenis pola asuh orangtua, yaitu:
1. Pola asuh bina kasih (induction) adalah yang diterapkan orangtua
dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan
penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan
perlakuan yang diambil bagi anaknya.
2. Pola asuh unjuk kuasa (power assertion) adalah pola asuh yang
diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa
memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun
sebenarnya anak tidak dapat menerimanya.
3. Pola asuh lepas kasih (love withdrawal) adalah pola asuh yang
diterapkan orangtua dalam mendidik anaknya dengan cara
menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan
apa yang yang dikehendaki orangtuanya maka cinta kasihnya itu
dikembalikan seperti sediakala.
Dalam konteks pengembangan kepribadian anak, termasuk
didalamnya pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang
disarankan oleh Hoffman untuk diterapkan adalah pola asuh bina
kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh
20
orangtua terhadap anaknya harus senantiasa disertai dengan
penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, anak
akan dapat mengembangkan pemikirannya untuk kemudian
mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau
perlakuan orangtua (M. Ali&M. Asrori, 2004:102)
Menurut Dinkmeyer dan McKay, karakteristik dari hubungan
antara orangtua dan anak yaitu:
a) Perhatian dan kepedulian timbal balik
b) Empati untuk satu sama lain
c) Keinginan untuk mendengarkan satu sama lain/saling menghargai
d) Pembagian pikiran atau perasaan ketimbang menyembunyikan
dan menahan kemarahan/saling terbuka
e) Dukungan dan penerimaan untuk satu sama lain
(Balson,1992:74).
Sedangkan Gunarsa menjelaskan bahwa karakteristik
orangtua-anak dapat terjalin sebagai berikut:
a) Saling menerima: Setiap anggota keluarga saling menerima
segala kelemahan, kekurangan dan kelebihannya
b) Saling mempercayai: Ibu dan Ayah hendaknya mengembangkan
suasana saling mempercayai dan secara timbal balik merasakan
apa yang dirasakan anak.
c) Perhatian: Perhatian dapat diartikan sebagai menaruh hati pada
seluruh keluarga
21
d) Mengembangkan rasa simpati merupakan faktor utama bagi
terbentuknya hubungan yang harmonis orangtua anak
e) Menghormati dan menghargai: dalam melakukan interaksi
dengan kelurga
f) hendaknya diciptakan suasana saling menghormati dan
menghargai Saling mengerti: orangtua dan anak hendaknya
mengembangkan rasa saling pengertian satu sama lain, dengan
demikian orangtua dapat memberikan bantuan dan nasehat bila
diperlukan (Gunarsa,1992:34).
c. Motivasi Belajar
1. Pengertian motivasiMenurut Ahmadi dan Syuhadi (1986:67) “motivasi adalah
hal-hal yang mendorong aktivitas-aktivitas yang merupakan
alasan dilakukannya suatu perbuatan”. Sedangkan menurut
Donald (Hamalik, 2001:158) “motivasi adalah perubahan energi
dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya
perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan”.
Frandsen (Ahmadi dan Shuyadi, 1986:67) menyebutkan
hal yang mendorong (motivasi) seseorang untuk belajar sebagai
berikut:
a. Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang
lebih luas.
b. Adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan
untuk selalu belajar.
22
c. Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua,
guru dan teman-teman.
d. Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila
menguasai pelajaran.
Woolfolk (Semiawan, 1998/1999) mengartikan motivasi
sebagai suatu keadaan internal yang dapat menaikkan,
mengarahkan dan memelihara perilaku. Hal ini didukung pula
oleh pendapat Sardiman (2001) yang menyatakan untuk dapat
belajar dengan baik diperlukan proses dan memotivasi yang baik
pula.
Dari pendapat-pendapat di atas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa dalam kegiatan belajar, maka motivasi
dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri
peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar yang memberikan arah pada
kegiatan, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar
itu dapat tercapai.
Jadi motivasi belajar memiliki peranan yaitu
menumbuhkan gairah peserta didik, senang dan bersemangat
untuk belajar. Peserta didik yang memiliki motivasi kuat, akan
mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.
Itulah para ahli psikologi pendidikan mulai memperhatikan soal
23
motivasi yang baik. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa
motivasi itu tidak pernah dikatakan baik, apabila tujuan-tujuan
yang diinginkan juga tidak baik.
2. Jenis-Jenis Motivasi dalam Belajar
Hamalik (2001:162-163) membagi motivasi menjadi dua
jenis yaitu sebagai berikut:
a. Motivasi intrinsik yaitu suatu dorongan yang berasal dari
dalam individu. Motivasi intrinsik sering juga disebut
motivasi murni. Motivasi yang sebenarnya timbul dalam diri
peserta didik sendiri. Sebagai contoh seorang peserta didik
yang senang membaca, tidak perlu ada yang menyuruh atau
mendorongnya, peserta didik tersebut sudah rajin mencari
buku-buku untuk dibacanya. Maka yang dimaksud dengan
motivasi intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang
terkandung di dalam perbuatan belajar itu sendiri. Sebagai
contoh kongkrit, seorang peserta didik itu melakukan belajar,
karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai atau
keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya. Jadi sesuai
contoh di atas bahwa seorang peserta didik belajar memang
benar-benar ingin mengetahui segala sesuatunya, bukan
karena ingin pujian atau hadiah.
b. Motivasi ekstrinsik yaitu suatu dorongan yang berasal dari
luar diri individu/faktor-faktor dari luar situasi, seperti: angka,
24
hadiah dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik dapat juga
dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya belajar
dimulai dan diluruskan berdasarkan dorongan dari luar yang
tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.
Motivasi ekstrinsik ini tetap diperlukan di sekolah, sebab
pengajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat peserta
didik atau sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Selain itu
seringkali para peserta didik belum memahami untuk apa ia
belajar hal-hal yang diberikan oleh sekolah. Karena itu
motivasi terhadap pelajaran itu perlu dibangkitkan oleh guru
sehingga para peserta didik mau dan ingin belajar.
Berdasarkan kedua jenis motivasi di atas, sesungguhnya
sulit untuk menentukan mana yang lebih baik, motivasi intrinsik
atau ekstrinsik. Memang yang dikehendaki ialah timbulnya
motivasi intrinsik pada peserta didik, akan tetapi motivasi ini
tidak mudah dan tidak selalu dapat timbul. Adanya tanggung
jawab guru agar pengajaran peserta didik berhasil dengan baik,
maka membangkitkan motivasi ekstrinsik ini menjadi kewajiban
guru untuk melaksanakannya. diharapkan lambat laun akan
timbul kesadaran sendiri pada peserta didik untuk belajar.
25
3. Fungsi Motivasi dalam Belajar
Sardiman (2001:83) membagi fungsi motivasi dalam
belajar menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak
atau motor yang melepaskan energi.
Fungsi motivasi yang pertama yaitu mendorong
manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor
yang melepaskan energi, maksunya bahwa motivasi dalam hal
ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang
akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan
Fungsi yang kedua yaitu menentukan arah perbuatan,
yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian,
motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus
dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c. Menyeleksi perbuatan
Fungsi yang ketiga yaitu menyeleksi perbuatan, yakni
menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan
yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut. Seorang peserta didik yang akan menghadapi ujian
dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan
26
belajar dan tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain
atau membaca komik, sebab tidak sesuai dengan tujuan.
Berdasarkan fungsi motivasi tersebut, maka sesungguhnya
motivasi memiliki peranan yang sangat besar dalam kegiatan
belajar. Motivasi bertalian dengan suatu tujuan. Dengan demikian
motivasi itu mempengaruhi adanya kegiatan. Di samping itu
motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha dan
pencapaian prestasi. Seorang peserta didik melakukan suatu usaha
karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam
belajar akan menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain
bahwa dengan adanya usaha yang tekun dan terutama didasari
adanya motivasi, maka seorang peserta didik yang belajar itu akan
dapat melahirkan prestasi yang baik.
d. IPS Terpadu
1) Hakekat Pengajaran IPS Terpadu.
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu
Pengetahuan Sosial Terpadu di tingkat SMP/MTs, meliputi
bahan kajian: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi. Bahan kajian
itu menjadi mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Mata
pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta didik
agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat,
memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah
yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri
maupun yang menimpa kehidupan masyarakat (Nursid
Sumaatmaja, 1998:20)
27
Dalam implementasinya, perlu dilakukan berbagai studi
yang mengarah pada peningkatan efisiensi dan efektivitas
layanan dan pengembangan sebagai konsekuensi dari suatu
inovasi pendidikan. Salah satu bentuk efisiensi dan efektivitas
implementasi kurikulum, perlu dikembangkan berbagai model
pembelajaran kurikulum.
Model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model
implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan
pada semua jenjang pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar
(SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA).
Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu
pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik
secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik
(Depdikbud, 1996:3).
Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat
memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah
kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-
kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian,
peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai
konsep yang dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan
aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru
sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi
para peserta didik. Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan
unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih
efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang
kajian yang relevan akan membentuk skema (konsep), sehingga
peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan
pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta
kebulatan pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata hanya
28
dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu (Williams,
1976:116).
Namun demikian, pelaksanaannya di sekolah SMP/MTs
pembelajaran IPS sebagian besar masih dilaksanakan secara
terpisah. Pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
mata pelajaran IPS masih dilakukan sesuai dengan bidang kajian
masing-masing (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi) tanpa ada
keterpaduan di dalamnya. Hal ini tentu saja menghambat
ketercapaian tujuan IPS itu sendiri yang dirumuskan atas dasar
realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan
interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu sosial
(sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, budaya).
Hal ini disebabkan antara lain: (1) kurikulum IPS itu sendiri
tidak menggambarkan satu kesatuan yang terintegrasi, melainkan
masih terpisah-pisah antarbidang ilmu-ilmu sosial; (2) latar
belakang guru yang mengajar merupakan guru disiplin ilmu
seperti geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi, antropologi
sehingga sangat sulit untuk melakukan pembelajaran yang
memadukan antardisiplin ilmu tersebut; serta (3) terdapat
kesulitan dalam pembagian tugas dan waktu pada masing-masing
guru ”mata pelajaran” untuk pembelajaran IPS secara terpadu.
(4) meskipun pembelajaran terpadu bukan merupakan hal yang
baru namun para guru di sekolah tidak terbiasa melaksanakannya
sehingga ”dianggap” hal yang baru.
Atas dasar pemikiran di atas, maka dalam rangka
implementasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta
untuk memenuhi ketercapai pembelajaran, maka diperlukan
pedoman pelaksanaan model pembelajaran IPS Terpadu pada
tingkat SMP/MTs. Hal ini penting, untuk memberikan gambaran
tentang pembelajaran terpadu yang dapat menjadi acuan dan
29
contoh konkret dalam kerangka implementasi Standar
Kompetensi Dan Kompetensi Dasar.
2) Tujuan Pembelajaran IPS Terpadu
Tujuan penyusunan model pembelajaran IPS Terpadu pada
tingkat SMP/MTs pada dasarnya untuk memberikan pedoman
yang dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi guru dan
pihak terkait. Secara rinci, penyusunan model ini diantaranya
bertujuan untuk:
a) memberikan wawasan dan pemahaman tentang
pembelajaran terpadu, khususnya paduan pembelajaran IPS
pada tingkat SMP/MTs.
b) membimbing guru agar memiliki kemampuan
melaksanakan pembelajaran terpadu antardisiplin ilmu-ilmu
sosial pada mata pelajaran IPS.
c) memberikan keterampilan kepada guru untuk dapat
menyusun rencana pembelajaran dan penilaian secara
terpadu dalam pembelajaran IPS.
d) memberikan wawasan, pengetahuan, dan pemahaman bagi
pihak terkait, sehingga mereka dapat memberikan dukungan
terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan
pembelajaran terpadu.
e) memberikan acuan dasar dalam pelaksanaan pembelajaran
IPS Terpadu di SMP/MTs.
3) Ruang Lingkup Pembelajaran IPS Terpadu
Ruang lingkup penyusunan model pembelajaran IPS
Terpadu antara lain mencakup hal-hal berikut:
a) Pemetaan kompetensi yang dapat dipadukan dari masing-
masing Kompetensi Dasar yang sudah ditetapkan dalam
Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk IPS tingkat
SMP/MTs.
30
b) Pengembangan strategi model pembelajaran IPS Terpadu
pada tingkat SMP/MTs.
c) Pengembangan penilaian model pembelajaran IPS Terpadu
pada tingkat SMP/MTs.
d) Pengembangan contoh model rencana pembelajaran IPS
Terpadu pada tingkat SMP/MTs untuk kelas VII, VIII, dan
IX.
4) Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari
berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu
Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena
sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari
aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi
sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang
diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial:
sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi,
filsafat, dan psikologi sosial.
Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu
yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi
memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan
wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan
berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode.
Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan
dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-
aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekspresi dan
spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya
terpilih. Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu
tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan
dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial
31
merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran,
kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara
intensif konsep-konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial
dan studi-studi sosial.
5) Karakteristik Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Karateristik mata pelajaran IPS SMP/MTs antara lain
sebagai berikut:
a) Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan gabungan dari unsur-
unsur geografi, sejarah, ekonomi, hukum dan politik,
kewarganegaraan, sosiologi, bahkan juga bidang humaniora,
pendidikan dan agama (Numan Soemantri, 2001).
b) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS berasal dari
struktur keilmuan geografi, sejarah, ekonomi, dan sosiologi,
yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok
bahasan atau topik (tema) tertentu.
c) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS juga
menyangkut berbagai masalah sosial yang dirumuskan
dengan pendekatan interdisipliner dan multidisipliner.
d) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dapat
menyangkut peristiwa dan perubahan kehidupan masyarakat
dengan prinsip sebab akibat, kewilayahan, adaptasi dan
pengelolaan lingkungan, struktur, proses dan masalah sosial
serta upaya-upaya perjuangan hidup agar survive seperti
pemenuhan kebutuhan, kekuasaan, keadilan dan jaminan
keamanan (Daldjoeni, 1981).
e) Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS
menggunakan tiga dimensi dalam mengkaji dan memahami
fenomena sosial serta kehidupan manusia secara keseluruhan.
Ketiga dimensi tersebut terlihat pada tabel berikut.
Dimensi dalam kehidupan manusia Ruang Waktu
Nilai/Norma
32
Area dan substansi pembelajaran Alam sebagai tempat dan
penyedia potensi sumber daya Alam dan kehidupan yang selalu
berproses, masa lalu, saat ini, dan yang akan datang Kaidah atau
aturan yang menjadi perekat dan penjamin keharmonisan
kehidupan manusia dan alam.
Contoh Kompetensi Dasar yang dikembangkan Adaptasi
spasial dan eksploratif Berpikir kronologis, prospektif,
antisipatif Konsisten dengan aturan yang disepakati dan kaidah
alamiah masing-masing disiplin ilmu Alternatif penyajian dalam
mata pelajaran Geografi Sejarah Ekonomi, Sosiologi atau
Antropologi (Sardiman, 2004)
6) Tujuan Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap
masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental
positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan
terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik
yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa
masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-
program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
a) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau
lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai
sejarah dan kebudayaan masyarakat.
b) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu
menggunakan metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial
yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan
masalah-masalah sosial.
c) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta
membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah
yang berkembang di masyarakat.
33
d) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah
sosial, serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya
mampu mengambil tindakan yang tepat.
e) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu
membangun diri sendiri agar survive yang kemudian
bertanggung jawab membangun masyarakat.
(Awan Mutakin, 1998)
7) Konsep Pembelajaran Terpadu dalam Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS)
Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS sering disebut
dengan pendekatan interdisipliner. Model pembelajaran terpadu
pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun
kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta
prinsip-prinsip secara holistik dan otentik (Depdikbud, 1996:3).
Salah satu di antaranya adalah memadukan Kompetensi
Dasar. Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat
memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah
kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-
kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian,
peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai
konsep yang dipelajari.
Pada pendekatan pembelajaran terpadu, program
pembelajaran disusun dari berbagai cabang ilmu dalam rumpun
ilmu sosial. Pengembangan pembelajaran terpadu, dalam hal ini,
dapat mengambil suatu topik dari suatu cabang ilmu tertentu,
kemudian dilengkapi, dibahas, diperluas, dan diperdalam dengan
cabang-cabang ilmu yang lain. Topik/tema dapat dikembangkan
dari isu, peristiwa, dan permasalahan yang berkembang. Bisa
membentuk permasalahan yang dapat dilihat dan dipecahkan dari
berbagai disiplin atau sudut pandang, contohnya banjir,
34
pemukiman kumuh, potensi pariwisata, IPTEK, mobilitas sosial,
modernisasi, revolusi yang dibahas dari berbagai disiplin ilmu-
ilmu sosial.
8) Model Integrasi Berdasarkan Topik
Dalam pembelajaran IPS keterpaduan dapat dilakukan
berdasarkan topik yang terkait, misalnya ‘Kegiatan ekonomi
penduduk’. Kegiatan ekonomi penduduk dalam contoh yang
dikembangkan ditinjau dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup
dalam IPS. Kegiatan ekonomi penduduk dalam hal ini ditinjau
dari persebaran dan kondisi fisis-geografis yang tercakup dalam
disiplin Geografi.
Secara sosiologis, Kegiatan ekonomi penduduk dapat
mempengaruhi interaksi sosial di masyarakat atau sebaliknya.
Secara historis dari waktu ke waktu kegiatan ekonomi penduduk
selalu mengalami perubahan. Selanjutnya penguasaan konsep
tentang jenis-jenis kegiatan ekonomi sampai pada taraf mampu
menumbuhkan krteatifitas dan kemandirian dalam melakukan
tindakan ekonomi dapat dikembangkan melalui kompetensi yang
berkaitan dengan ekonomi.
9) Model Integrasi Berdasarkan Permasalahan
Model pembelajaran terpadu pada IPS yang lainnya adalah
berdasarkan permasalahan yang ada, contohnya adalah
“Pemukiman Kumuh”. Pada pembelajaran terpadu, Pemukiman
Kumuh ditinjau dari beberapa faktor sosial yang
mempengaruhinya. Di antaranya adalah faktor ekonomi, sosial,
dan budaya. Juga dapat dari faktor historis kronologis dan
kausalitas, serta perilaku masyarakat terhadap aturan/norma.
10) Strategi Pelaksanaan Pembelajaran IPS Terpadu
a) Perencanaan
Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran terpadu
bergantung pada kesesuaian rencana yang dibuat dengan
35
kondisi dan potensi peserta didik (minat, bakat, kebutuhan,
dan kemampuan). Untuk menyusun perencanaan
pembelajaran terpadu perlu dilakukan langkah-langkah
berikut ini:
1. Pemetaan Kompetensi Dasar
2. Penentuan Topik/tema
3. Penjabaran (perumusan) Kompetensi Dasar ke dalam
indikator sesuai topik/tema
4. Pengembangan Silabus
5. Penyusunan Desain/Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
b) Penjabaran Kompetensi Dasar ke dalam Indikator
Setelah melakukan langkah Pemetaan Kompetensi Dasar
dan Penentuan Topik/Tema sebagai pengikat keterpaduan,
maka Kompetensi-kompetensi Dasar tersebut dijabarkan ke
dalam indikator pencapaian hasil belajar yang nantinya
digunakan untuk penyusunan silabus.
c) Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)/Skenario Pembelajaran
Setelah teridentifikasi peta Kompetensi Dasar dan topik
yang terpadu, selanjutnya adalah menyusun desain/rencana
pelaksanaan pembelajaran. Pada pembelajaran IPS Terpadu,
sesuai dengan Standar Isi, keterpaduan terletak pada strategi
pembelajaran. Hal ini disebabkan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar telah ditentukan dalam Standar Isi.
Rencana pelaksanaan pembelajaran tersebut merupakan
realisasi dari pengalaman belajar peserta didik yang telah
ditentukan pada silabus pembelajaran terpadu. Komponennya
terdiri atas: identitas mata pelajaran, Kompetensi Dasar yang
hendak dicapai, materi pokok beserta uraiannya, langkah
pembelajaran, alat media yang digunakan, penilaian dan
tindak lanjut, serta sumber bahan yang digunakan
36
11) Implikasi Pembelajaran IPS Terpadu
a) Guru
Oleh karena pembelajaran IPS Terpadu merupakan
gabungan antara berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, yang
biasanya terdiri atas beberapa mata pelajaran seperti
Geografi, Sosiologi/Antropologi, Ekonomi, dan Sejarah,
maka dalam pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah
melainkan menjadi satu kesatuan. Hal ini memberikan
implikasi terhadap guru yang mengajar di kelas.
Seyogianya guru dalam pembelajaran IPS dilakukan oleh
seorang guru mata pelajaran yakni guru IPS Terpadu.
Di sekolah pada umumnya guru-guru yang tersedia
terdiri atas guru-guru disiplin ilmu seperti guru Geografi,
Sosiologi/Antropologi, Ekonomi, dan Sejarah. Guru
dengan latar belakang tersebut tentunya sulit untuk
beradaptasi ke dalam pengintegrasian disiplin ilmu-ilmu
sosial, karena mereka yang memiliki latar belakang
Geografi tidak memiliki kemampuan yang optimal pada
Ekonomi dan Sejaran, begitu pula sebaliknya. Di samping
itu, pembelajaran IPS Terpadu juga menimbulkan
konsekuensi terhadap berkurangnya beban jam pelajaran
yang diemban guru-guru yang tercakup ke dalam IPS,
sementara ketentuan yang berkaitan dengan kewajiban
atas beban jam mengajar untuk setiap guru masih tetap.
Untuk itu, dalam pembelajaran IPS dapat dilakukan
dengan dua cara, yakni: (1) team teaching, dan (2) guru
tunggal. Hal tersebut disesuaikan dengan keadaan guru
dan kebijakan sekolah masing-masing.
1. Team Teaching
Pembelajaran terpadu dalam hal ini diajarkan dengan
cara team; satu topik pembelajaran dilakukan oleh
37
lebih dari seorang guru. Setiap guru memiliki tugas
masing-masing sesuai dengan keahlian dan
kesepakatan. Kelebihan sistem ini antara lain adalah:
(1) pencapaian KD pada setiap topik efektif karena
dalam tim terdiri atas beberapa yang ahli dalam ilmu-
ilmu sosial, (2) pengalaman dan pemahaman peserta
didik lebih kaya daripada dilakukan oleh seorang guru
karena dalam satu tim dapat mengungkapkan berbagai
konsep dan pengalaman, dan (3) peserta didik akan
lebih cepat memahami karena diskusi akan berjalan
dengan narasumber dari berbagai disiplin ilmu.
Kelemahan dari sistem ini antara lain adalah jika tidak
ada koordinasi, maka setiap guru dalam tim akan
saling mengandalkan sehingga pencapaian KD tidak
akan terpenuhi. Selanjutnya, jika kurang persiapan,
penampilan di kelas akan tersendat-sendat karena
skenario tidak berjalan dengan semestinya, sehingga
para guru tidak tahu apa yang akan dilakukan di dalam
kelas. Untuk itu maka diperlukan beberapa langkah
seperti berikut: (a) Dilakukan penelaahan untuk
memastikan berapa KD dan SK yang harus dicapai
dalam satu topik pembelajaran. Hal ini berkaitan
dengan berapa guru bidang studi IPS yang dapat
dilibatkan dalam pembelajaran pada topik tersebut.
(b) Setiap guru bertanggung jawab atas tercapainya
KD yang termasuk dalam SK yang ia mampu, seperti
misalnya SK-1 oleh guru dengan latar belakang
Sosiologi/Antropologi, SK-2 oleh guru dengan latar
belakang Geografi, dan seterusnya. (c) Disusun
skenario pembelajaran dengan melibatkan semua guru
yang termasuk ke dalam topik yang bersangkutan,
38
sehingga setiap anggota memahami apa yang harus
dikerjakan dalam pembelajaran tersebut. (d) Sebaiknya
dilakukan simulasi terlebih dahulu jika pembelajaran
dengan sistem ini merupakan hal yang baru, sehingga
tidak terjadi kecanggungan di dalam kelas.
(e) Evaluasi dan remedial menjadi tanggung jawab
masing-masing guru sesuai dengan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar, sehingga
akumulasi nilai gabungan dari setiap Kompetensi
Dasar dan Standar Kompetensi menjadi nilai mata
pelajaran IPS.
2. Guru Tunggal
Pembelajaran IPS dengan seorang guru merupakan hal
yang ideal dilakukan. Hal ini disebabkan: (1) IPS
merupakan satu mata pelajaran, (2) guru dapat
merancang skenario pembelajaran sesuai dengan topik
yang ia kembangkan tanpa konsolidasi terlebih dahulu
dengan guru yang lain, dan (3) oleh karena tanggung
jawab dipikul oleh seorang diri, maka potensi untuk
saling mengandalkan tidak akan muncul.
Namun demikian, terdapat beberapa kelemahan dalam
pembelajaran IPS terpadu yang dilakukan oleh guru
tunggal, yakni: (1) oleh karena mata pelajaran IPS
terpadu merupakan hal yang baru, sedangkan guru-
guru yang tersedia merupakan guru bidang studi
sehingga sangat sulit untuk melakukan penggabungan
terhadap berbagai bidang studi tersebut, (2) seorang
guru bidang studi geografi tidak menguasai secara
mendalam tentang sejarah dan ekonomi sehingga
dalam pembelajaran IPS terpadu akan didominasi oleh
bidang studi geografi, serta (3) jika skenario
39
pembelajaran tidak menggunakan metode yang
inovatif maka pencapaian Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar tidak akan tercapai karena akan
menjadi sebuah narasi yang kering tanpa makna.
Untuk tercapainya pembelajaran IPS Terpadu yang
dilakukan oleh guru tunggal tersebut, maka dapat
dilakukan beberapa hal sebagai berikut:
a. Guru-guru yang tercakup ke dalam mata
pelajaran IPS diberikan pelatihan bidang-bidang
studi di luar bidang keahliannya, seperti guru
bidang studi Sejarah diberikan pelatihan tentang
bidang studi Geografi dan Ekonomi.
b. Koordinasi antarbidang studi yang tercakup
dalam mata pelajaran IPS tetap dilakukan, untuk
mereviu apakah skenario yang disusun sudah
dapat memenuhi persyaratan yang berkaitan
dengan bidang studi di luar yang ia mampu.
c. Disusun skenario dengan metode pembelajaran
yang inovatif dan memunculkan nalar para
peserta didik sehingga guru tidak terjebak ke
dalam pemaparan yang parsial bidang studi.
d. Persiapan pembelajaran disusun dengan matang
sesuai dengan target pencapaian Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar sesuai dengan
topik yang dihasilkan dari pemetaan yang telah
dilakukan.
b) Peserta didik
Dilihat dari aspek peserta didik, pembelajaran IPS
Terpadu memiliki peluang untuk pengembangan
kreativitas akademik. Hal ini disebabkan model ini
menekankan pada pengembangan kemampuan analitik,
40
kemampuan asosiatif, serta kemampuan eksploratif dan
elaboratif. Pembelajaran IPS Terpadu ini akan lebih
dipahami peserta didik jika dalam penyajiannya lebih
mengupas pada permasalahan sosial yang ada, terutama
permasalahan sosial di lingkungan peserta didik itu
sendiri.
Selain itu, model pembelajaran IPS Terpadu dapat
mempermudah dan memotivasi peserta didik untuk
mengenal, menerima, menyerap, dan memahami
keterkaitan atau hubungan antara konsep, pengetahuan,
nilai atau tindakan yang terdapat dalam beberapa indikator
dan Kompetensi Dasar. Dengan mempergunakan model
pembelajaran IPS Terpadu, secara psikologik, peserta
didik digiring berpikir secara luas dan mendalam untuk
menangkap dan memahami hubungan-hubungan
konseptual yang disajikan guru. Selanjutnya, peserta didik
akan terbiasa berpikir terarah, teratur, utuh, menyeluruh,
sistemik, dan analitik. Dengan demikian, pembelajaran
model ini menuntun kemampuan belajar peserta didik
lebih baik, baik dalam aspek intelegensi maupun
kreativitas.
c) Bahan Ajar
Bahan ajar memiliki peran yang penting dalam
pembelajaran termasuk dalam pembelajaran terpadu. Oleh
karena pembelajaran terpadu pada dasarnya merupakan
perpaduan dari berbagai disiplin ilmu yang tercakup dalam
ilmu-ilmu sosial, maka dalam pembelajaran ini
memerlukan bahan ajar yang lebih lengkap dan
komprehensif dibandingkan dengan pembelajaran
monolitik. Dalam satu topik pembelajaran, dalam hal ini,
diperlukan sejumlah sumber belajar yang sesuai dengan
41
jumlah Standar Kompetensi yang merupakan jumlah
bidang studi yang tercakup di dalamnya. Jika
pembelajaran dalam satu topik tersebut mencakup seluruh
SK (4 Standar Kompetensi), maka ia akan memerlukan
bahan ajar yang mencakup empat bidang studi yakni
Sosiologi/Antroplogi, Geografi, Sejarah, dan Ekonomi.
Sumber belajar utama yang dapat digunakan dalam
pembelajaran IPS Terpadu dapat berbentuk teks tertulis
seperti buku, majalah, brosur, surat kabar, poster dan
informasi lepas, atau berupa lingkungan sekitar seperti:
lingkungan alam, lingkungan sosial sehari-hari. Seorang
guru yang akan menyusun materi perlu mengumpulkan
dan mempersiapkan bahan kepustakaan atau rujukan
(buku dan pedoman yang berkaitan dan sesuai) untuk
menyusun dan mengembangkan silabus. Pencarian
informasi ini, sebenarnya dapat pula memanfaatkan
perangkat teknologi informasi mutakhir seperti
multimedia dan internet.
Bahan yang akan digunakan dapat berbentuk buku sumber
utama Sosiologi/Antropologi, Geografi, Sejarah, dan
Ekonomi maupun buku penunjang lainnya. Di samping
itu, bahan bacaan penunjang seperti jurnal, hasil
penelitian, majalah, koran, brosur, serta alat pembelajaran
yang terkait dengan indikator dan Kompetensi Dasar
ditetapkan. Sebagai bahan penunjang, dapat juga
digunakan disket, kaset, atau CD yang berisi cerita atau
tayangan yang berkaitan dengan bahan yang akan
dipadukan. Guru, dalam hal ini, dituntut untuk rajin dan
kreatif mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang
diperlukan dalam pembelajaran. Keberhasilan seorang
guru dalam melaksanakan pembelajaran terpadu
42
tergantung pada wawasan, pengetahuan, pemahaman, dan
tingkat kreativitasnya dalam mengelola bahan ajar.
Semakin lengkap bahan yang terkumpulkan dan semakin
luas wawasan dan pemahaman guru terhadap materi
tersebut maka berkecenderungan akan semakin baik
pembelajaran yang dilaksanakan.
Bahan yang sudah terkumpul selanjutnya dipilah,
dikelompokkan, dan disusun ke dalam indikator dari
Kompetensi Dasar. Setelah bahan-bahan yang diperlukan
terkumpul secara memadai, seorang guru selanjutnya perlu
mempelajari secara cermat dan mendalam tentang isi
bahan ajar yang berkaitan dengan langkah kegiatan
berikutnya.
d) Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang harus tersedia dalam
pembelajaran IPS Terpadu pada dasarnya relatif sama
dengan pembelajaran yang lainnya, hanya saja ia memiliki
kekhasan tersendiri dalam beberapa hal. Dalam
pembelajaran IPS Terpadu, guru harus memilih secara jeli
media yang akan digunakan, dalam hal ini media tersebut
harus memiliki kegunaan yang dapat dimanfaatkan oleh
berbagai bidang studi yang terkait dan tentu saja terpadu.
Misalnya, peta yang digunakan tidak hanya peta yang
dapat digunakan untuk Standar Kompetensi yang
berkaitan dengan Geografi saja melainkan juga seyogianya
dapat digunakan untuk mencapai Standar Kompetensi
yang lainnya. Dengan demikian, efisiensi pemanfaatan
sarana dapat terlaksana dalam pembelajaran ini.
Namun demikian, dalam pembelajaran ini tidak menutup
kemungkinan untuk menggunakan sarana yang relatif
lebih banyak dari pembelajaran monolitik. Hal ini
43
disebabkan untuk memberikan pengalaman yang terpadu,
peserta didik harus diberikan ilustrasi dan demonstrasi
yang komprehensif untuk satu topik tertentu. Guru dalam
pembelajaran ini diharapkan dapat mengoptimalkan sarana
yang tersedia untuk mencapai tujuan pembelajaran
IPS Terpadu.
H. Metode penelitian
1. Jenis penelitian
Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan
pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi-asumsi dasar,
pandangan-pandangan filosofis dan ideologis, pertanyaan dan isu-isu
yang dihadapi (Nana Syaodik Sukmadinata, 2009:52). Sebuah sumber
menyebutkan bahwa metode penelitian adalah “cara yang teratur dan
terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan),
cara kerja yang bersistem untuk melaksanakan sesuatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan” (Masrial, 1993:19).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode
merupakan jalan atau cara yang diperlukan dalam penelitian untuk
mencapai tujuan kebenaran ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan
dan sekaligus menjawab pertanyaan yang ada dalam penelitian.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan secara
empiris artinya bahwa gejala-gejala yang akan diteliti sudah ada secara
wajar dan tidak perlu diadakan eksperimen. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suharsimi (2002:5) yang mengatakan bahwa penelitian non-
44
eksperimen hanya meneliti apa yang sudah ada. Oleh karena itu, data
yang akan diteliti baik variable bebas tentang Interaksi orang tua maupun
variable terikat tentang motivasi belajar peserta didik tidak perlu
dilakukan percobaan atau eksperimen.
2. Populasi dan sampel
a. Populasi
Arikunto (2002:108) menjelaskan bahwa populasi adalah
keseluruhan subyek penelitian. Sedangkan menurut Margono
(2000:118) populasi adalah seluruh obyek yang menjadi perhatian
peneliti dalam ruang lingkup, waktu yang ditentukan peneliti.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik
kelas VIII MTs. Nurul Ikhsan NW Salut yang berjumlah 30 peserta
didik.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti
(Arikunto, 1998:117). Dalam pengambilan sampel ini tidak ada satu
ketetapan yang mutlak, berapa persen sampel harus diambil. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sutrisno Hadi “sebenarnya tidak ada
ketetapan mutlak itu tidak perlu menimbulkan keraguan pada
seseorang penyelidik”.
Arikunto memberikan anjuran bahwa dalam pengambilan
sampel, apabila jumlah subyek kurang dari 100 orang, lebih baik
jumlah tersebut diambil semua, sehingga penelitiannya menjadi
45
penelitian populasi, selanjutnya apabila jumlah subyek besar atau
lebih dari 100 orang maka dapat diambil antara 10%-15 % atau 20%-
25% atau lebih (Arikunto,1998:120)
Berdasarkan pendapat diatas, maka pengambilan sampel pada
penelitian ini menggunakan tehnik sampel yaitu populasi sampling.
Populasi sampling menurut hadi dan Singarimbun (1989:152) adalah
pengambilan sampel penelitian secara keseluruhan jumlah populasi
yang ada. Karena jumlah populasi dalam penelitian ini kurang dari
100.
3. Data penelitian
a. Jenis dan sumber data
Dalam penelitan kuantitatif, analisa data dilakukan setelah
data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul,
kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data
berdasarkan variabel, mentabulasi data berdasarkan variabel dari
seluruh responden, menyajikan data, melakukan perhitungan untuk
merumuskan masalah, melakukan perhitungan untuk menguji
hipotesis yang telah diajukan.
Ditinjau dari jenisnya, menurut suharsimi(1998:245), data
dapat dikategorikan kedalam:
46
1. Data kualitatif, yaitu data yang digambarkan dengan kata-kata
atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk
memperoleh kesimpulan.
2. Data kuantitatif, yaitu data yang berwujud angka-angka hasil
perhitungan ataupun data yang diperoleh dengan mengubah data
kualitatif yang dikuantitatifkan. Dengan mengetahui jenis data,
maka dapat ditentukan tekhnik analisanya, apakah menggunakan
analisa statistik atau non statistik.
Dalam penelitian ini data yang akan diperoleh berupa
angka-angka hasil angket dan hasil tes. Karena berupa angka-angka
maka analisa yang digunakan adalah analisa statistik.
b. Tekhnik pengumpulan data
Sesuai dengan tujuan penelitian ini, agar peneliti menjawab
semua masalah dan tujuan yang telah ditetapkan, maka dalam
penelitian ini untuk mengumpulkan data, penulis akan menggunakan
metode sebagai berikut:
1) Metode observasi
Metode observasi atau pengamatan adalah kegiatan
pemuatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan
menggunakan seluruh alat indra (Arikunto. 1998:146). Bentuk
observasi yang dilakukan adalah observasi non sistematis yakni
observasi yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak
47
menggunakan instrumen pengamatan. Tujuan dipakainya metode
observasi ini adalah untuk mengamati secara langsung situasi
populasi penelitian yang terkait dengan variabel-variabel dalam
penelitian
2) Metode Test
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat
lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan,
inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok (Arikunto,1998:139). Alat tes yang digunakan
disini adalah alat tes yang sifatnya terstandart, adapun alat tes
yang digunakan oleh peneliti disini adalah alat tes motivasi
belajar (TKV) dari Munandar dengan tujuan untuk mengukur
tingkat motivasi belajar siswa di MTs. Nurul Ikhsan NW Salut
3) Metode Dokumentasi
Metode Dokumentasi yang diselidiki peneliti adalah
benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen,
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya
(Arikunto,1998:149). Metode ini digunakan dengan cara
memeriksa dan mencatat dokumen yang ada seperti sejarah
berdirinya MTs. Nurul Ikhsan NW Salut , tentang keadan guru,
data siswa serta hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini.
4) Metode Angket
48
a. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk variabel
interaksi orangtua-anak adalah dengan menggunakan metode
angket. Bentuk angket dalam penelitian ini menggunakan
skala likert, Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap,
pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok tentang
kejadian atau gejala sosial. Metode ini menggunakan
distribusi respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya.
Pertanyaan dalam skala ini ada yang berbentuk
menyenangkan dan tidak menyenangkan. Pengumpulan data
dengan angket ini disebarkan di MTs. Nurul Ikhsan NW
Salut dengan cara membagikan angket kepada siswa didalam
kelas, memberikan penjelasan tentang cara mengerjakan serta
membuka pertanyaan kepada siswa yang merasa belum
mengerti.
4. Variabel penelitian
Variabel dapat diartikan sebagai suatu konsep yang memiliki nilai
ganda, atau dengan perkataan lain suatu faktor yang jika diukur akan
menghasilkan skor yang bervariasi. Variabel penelitian merupakan gejala
yang menjadi obyek penelitian(Yatim,1996: 11) Variabel adalam hal ini
diartikan sebagai segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan
peneliti (Rahman, 1998 : 52). Sering pula diartikan bahwa variabel
penelitian itu sebagai faktor – faktor yang berperan dalam peristiwa atau
49
gejala yang akan diteliti. Sedangkan menurut Arikunto (1999 : 97)
variabel yaitu obyek penelitian yang bervariasi.
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Interaksi orang tua
terhadap motivasi belajar peserta didik kelas VIII pada mata
pelajaran IPS Terpadu di MTs. Nurul Ikhsan NW Salut tahun
pelajaran 2012/2013
b. Variabel Terikat.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi belajar peserta
didik kelas VIII pada mata pelajaran IPS Terpadu materi ekonomi
di MTs. Nurul Ikhsan NW Salut tahun pelajaran 2012/2013.
5. Analisis data
Dalam buku metodologi penelitian pendidikan dijelaskan bahwa
dalam setiap penelitian, disamping perlu menggunakan metode penelitian
yang tepat, juga memilih tekhnik dan alat pengumpul data yang relevan.
Penggunaan tekhnik dan alat pengumpul data yang tepat, memungkinkan
diperolehnya data yang objektif dan akurat (Margono, 2000:158).
Dalam penelitan kuantitatif, analisa data dilakukan setelah data dari
seluruh responden atau sumber data lain terkumpul, kegiatan dalam analisi
data adalah mengelompokkan data berdasarkan variabel, mentabulasi data
berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data, melakukan
50
perhitungan untuk merumuskan masalah, melakukan perhitungan untuk
menguji hipotesis yang telah diajukan.
Dalam penelitian ini data yang akan diperoleh berupa angka-angka
hasil angket dan hasil tes. Karena berupa angka-angka maka analisa yang
digunakan adalah analisa statistik. Untuk menganilis pengaruh antara
variabel tingkat interaksi orangtua-anak dan variabel motivasi belajar,
maka rumus yang digunakan dalam menganalisa kedua variabel tersebut
adalah product moment dari pearson
Formula Korelasi Product Moment Perason
(Suharsimi Arikunto, 2005:327)
6. Pengujian hipotesis
51
Setelah peneliti mengadakan penelahan yang mendalam terhadap
berbagai sumber untuk menentukan anggapan dasar, maka langkah
berikutnya adalah merumuskan hipotesis. Hipotesis dapat diartikan
sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.
“Hipotesis merupakan prediksi mengenai kemungkinan hasil dari
suatu penelitian” (Fraenkel dan Wallen dalam Yatim Riyanto, 2001 : 16).
Atas dasar pendapat di atas, hipotesis yang diajukan masih perlu diuji
kebenarannya. Hipotesis yang dimaksud dalam penelitian ini berbentuk
alternatif yang terdiri dari hipotesa mayor dan hipotesa minor. Sesuai
dengan teknik analisis yang digunakan seperti disebutkan di atas, maka
hipotesis alternatif (Ha) diubah menjadi hipotesis nihil (Ho).
(Ha) Ada pengaruh yang positif dan signifikan pengaruh Interaksi orang tua
terhadap motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS Terpau di
MTs. Nurul Ikhsan NW Salut tahun pelajaran 2012/2013
(Ho) Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan pengaruh Interaksi orang tua
terhadap motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran IPS Terpau di
MTs. Nurul Ikhsan NW Salut tahun pelajaran 2012/2013
Untuk keperluan pengujian hipotesis digunakan teknik Dua
proporsi z-test (En=Two-proportion z-test) tidak digabung.
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang positif dan
signifikan tentang pengaruh Interaksi orang tua terhadap motivasi belajar
peserta didik pada mata pelajaran IPS Terpadu di MTs. Nurul Ikhsan NW
Salut tahun pelajaran 2012/2013.
52
n1 p1 > 5 dan n1(1 − p1) > 5 dan n2 p2 > 5 dan n2(1 − p2) > 5 dan observasi
independen.
Dengan keterangan:
= x/n = Proporsi sampel, (kecuali ditentukan sebelumnya)
= Dugaan proporsi populasi
= proporsi 1
= proporsi 2
= Dugaan perbedaan proporsi
= Jumlah sampel
= Jumlah sampel 1
= Jumlah sampel 2
Lehmann, E.L.; Romano, Joseph P. (2005).
a. Tolak Ho, apabila z hitung > z tabel pada taraf uji 95 %
dan derajat kebebasan (dk = n1 + n2 -2). Dan sebaliknya apabila z hitung
< z tabel maka Ho diterima pada taraf uji yang sama.
b. Ho di tolak artinya terdapat perbedaan yang signifikan
dan menerima Ho artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan
I. Jadwal kegiatan penelitian
NO KEGIATAN
BULANJULI2012
AGUSTUS2012
SEPTEMBER2012
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 51 Persiapan2 Penyusunan Proposal3 Konsultasi Proposal
53
4 Perizinan5 Penyusunan Skripsi6 Konsultasi Skripsi7 Seminar
Adapun tempat melakukan penelitian ini yaitu di Kelas VIII MTs. Nurul
Ikhsan NW Salut Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan
mulai dari bulan Juli sampai dengan bulan September tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek.
Jakarta : PT. Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rhineka Cipta
Budiyono. 2000. Statistik Dasar Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rhineka Cipta.
Fatah, Nanang. 2004. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Hadi, Sutrisno. 2000. Metode Research Jilid I. Yogyakarta: Andi Offset.
54
Hakim. A.M. Mendidik Anak Secara Bijak; Panduan Keluarga Muslim Modern.
Bandung. Marja
Halloran. 1978. Cara membina hubungan baik dengan orang lain. Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara
Hawari. D. 1997. Al-Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa.
Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa
Hurlock. 1990. Kreativitas yang perlu dikembangkan. Jakarta. Penerbit PT.
Gunung Mulia.
Iif, Sofyan, Tatik. 2011. Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu. Jakarta :
Prestasipustaka
Jamilah. 2005. Kemampuan Interaksi Sosial Pada Anak Tunagrahita. (Skripsi
tidak diterbitkan). UIN Malang.
Jordan E.A. 2002. Bengkel Kreativitas (10 Cara Menemukan Ide-ide Pamungkas).
Jakarta. Kaifa.
Kartono, Kartini. 1984. Psikologi Umum. Bandung: Penerbit ALUMNI.
Kerlinger, F.N. 1990. Azas-azas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Kuntoro, A. Sodiq. 1985. Dimensi Manusia dalam Pemikiran Pendidikan.
Yogyakarta: Nurcahaya.
Maricha. F. 2002. Pengaruh kreativitas Verbal Terhadap Prestasi Belajar Siswa.
(Skripsi tidak diterbitkan). UIIS. Malang
Munandar, U. 1985. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta. PT. Gramedia. Rineka Cipta.
55
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono . 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono . 2008. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta.
Suryosubroto. 2002. Proses Belajar Mengajar Disekolah. Jakarta : Rineka Cipta.
Undang-undang republik Indonesia no.20 tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional(sisdiknas) Jakarta :Gramedia
E.L.; Romano, Joseph P. (2005). Testing Statistical Hypotheses (edisi ke-3E).
New York: Springer.
______.1988. Psikologi Anak. Jakarta: Penerbit Erlangga
___________. 1999. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: PT.
http://blog.unila.ac.id/pargito/2010/07/17/hakekat-pendidikan-ips
56