Upload
ngotu
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGARUH MOTIVASI PEMBELIAN RASIONAL
MOTIVASI PEMBELIAN EMOSIONAL DAN HARGA DIRI
TERHADAP LOYALITAS MEREK HANDPHONE
PADA REMAJA
MILKA
Villa Taman Kartini Blok C2/14 Bekasi Timur
ABSTRAK
Penelitian dilakukan terhadap remaja pemakai handphone Nokia, dengan
tujuan mengetahui pengaruh motivasi pembelian rasional, motivasi pembelian
emosional dan harga diri (ketiganya disebut variabel bebas) terhadap loyalitas
merek (variabel terikat). Uji Asumsi penelitian ini menggunakan regresi ganda.
Hasilnya menunjukan adanya pengaruh yang signifikan dari motivasi pembelian
rasional dan motivasi pembelian emosional terhadap loyalitas merek. Dan tidak ada
pengaruh yang signifikan dari variabel harga diri terhadap loyalitas merek. Serta
2
ada pengaruh yang signifikan dari gabungan variabel motivasi pembelian rasional,
motivasi pembelian emosional dan harga diri terhadap loyalitas konsumen. Meskipun
hasil uji regresi menunjukkan nilai determinasi motivasi pembelian emosional lebih
besar dari motivasi pembelian rasional, namun uji regresi peraspek menunjukkan
bahwa nilai determinasi yang paling besar dimiliki salah satu aspek rasional yaitu
teknologi.
Kata Kunci : Loyalitas merek, Motivasi pembelian rasional,
Motivasi pembelian emosional, Harga diri, dan Regresi ganda.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Konsumen adalah orang yang menentukan berhasil atau tidaknya suatu produk
atau jasa, sehingga fokus setiap usaha pemasaran di dalam suatu ekonomi pasar harus
terletak pada konsumen. Oleh sebab itu marketer perlu memahami sikap dan tingkah
laku konsumen (Hou, 1997).
Hawkins dkk (1998) menyatakan bahwa marketer harus memahami segmentasi
pasar dan bagaimana tingkah laku konsumen yang berbeda-beda antara satu segmen
3
dengan segmen lainnya, agar marketer dapat membuat strategi pemasaran yang
berhasil.
Di dalam suatu masyarakat yang luas, dengan kebudayaan dan sub kebudayaan
yang berbeda-beda seringkali terdapat bermacam-macam nilai-nilai dan keyakinan.
Marketer perlu memahami hal ini agar dapat membuat segmentasi pasar yang efektif
(Schiffman & Kanuk, 2000).
Pembeli yang setia menghasilkan keuntungan dan efisiensi yang lebih besar
terhadap perusahaan, karena biaya untuk mempertahankan konsumen yang lama
biasanya lebih rendah daripada biaya untuk menarik minat konsumen yang baru
(http:// www.acnielsen.com/services/custom/p13.htm).
East (1997) menyatakan bahwa Loyalitas Merek akan meningkatkan profit.
Perusahaan akan mendapat keuntungan jika konsumen cenderung lebih memilih
produk merek mereka dibandingkan produk merek yang lain. Keuntungan ini akan
semakin bertambah jika kecenderungan ini dapat dijaga dalam jangka waktu yang
lama. Loyalitas Merek dapat mengurangi biaya yang diperlukan untuk promosi.
Selain itu, Loyalitas Merek juga dapat mempersulit kompetitor untuk memasuki
pasar.
Oleh sebab itu tidak heran jika Loyalitas Merek adalah sebuah topik yang
banyak menjadi perhatian para marketer. Setiap perusahaan berusaha untuk
4
mendapatkan sekelompok konsumen tetap yang sudah tidak ragu-ragu lagi akan
kualitas produk atau jasa yang mereka hasilkan (Loudon & Bitta,1998).
Dalam tingkat yang sederhana, Loyalitas Merek berarti pembelian yang
konsisten terhadap suatu merek atau jasa dalam suatu kategori. Jika suatu merek
dibeli secara konsisten, hal ini diasumsikan bahwa proses belajar sudah terjadi dan
bila terdapat beberapa masalah di pasaran, seperti perubahan harga, maupun adanya
persaingan dari merek lain, konsumen akan tetap membeli merek yang sama, bahkan
ketika stok tidak ada atau terbatas, konsumen akan tetap berusaha membeli meskipun
dengan cara indent. Loyalitas Merek merupakan hasil dari pertumbuhan kebiasaan
konsumen. Bila pembelian produk sudah merupakan suatu kebiasaan, konsumen
cenderung membeli produk tanpa membandingkannya dengan merek lain (Schiffman
& Kanuk, 2004).
Loyalitas Merek merupakan suatu kecenderungan (bukan secara sembarangan)
dari tanggapan perilaku konsumen yang ditunjukkan dengan pembelian. Pembelian
tersebut dilakukan dalam jangka waktu yang lama dengan beberapa kali pengambilan
keputusan. Konsumen dapat loyal pada lebih dari satu merek pada waktu yang sama.
Dari tujuh sampai sepuluh merek yang ada, konsumen dapat loyal terhadap dua atau
tiga merek setelah menyeleksinya. Loyalitas Merek merupakan hasil beberapa proses
evaluasi dari pembelian suatu produk sebelumnya. Ketika memiliki Loyalitas Merek
5
terhadap suatu merek tertentu, konsumen secara aktif menyukainya dan mempunyai
komitmen serta sikap positif terhadap merek tersebut ( Mowen, 1987).
Pada awalnya seorang konsumen dapat menjadi setia terhadap suatu merek dan
tertarik terhadap produk yang ditampilkan melalui beberapa cara, antara lain adalah
dengan melakukan pembelian bermacam-macam merek dalam suatu periode waktu.
Berdasarkan pengalaman mereka dalam menggunakan merek- merek produk tersebut
dan informasi yang kemudian mereka peroleh, mereka memutuskan merek mana
yang disukai. Dalam hal ini merek berfungsi sebagai petunjuk bagi konsumen untuk
mengenali produk mana yang memuaskan mereka sebelumnya (Violitta dan Hartanti
1996).
Kelompok konsumen lainnya mencoba dengan strategi pencarian suatu merek,
mencari dan mengevaluasi. Jika merek tersebut memuaskan, konsumen berhenti
mencari merek lain dan secara konsisten mengkonsumsi merek yang memuaskan
tersebut. Sebaliknya bila suatu merek tidak memuaskan konsumen akan memilih
merek lain dan di evaluasi. Proses ini terus berlangsung sampai konsumen
menemukan produk yang bisa memenuhi kriteria kepuasan mereka. Di pihak lain ada
sekelompok konsumen yang hanya sedikit mengadakan evaluasi dibandingkan orang
lain. Ada juga beberapa konsumen yang memilih merek yang disukai serta secara
kontinyu dibelikan oleh orang tuanya, sedangkan sebagian konsumen lainnya
6
membeli berdasarkan laporan evaluasi dari yayasan lembaga konsumen sebagai
pedoman (Fisardo dkk, 1998).
Menurut Hill dan Jones (1995) perusahaan perlu melakukan beberapa hal untuk
membangun Loyalitas Merek terhadap produk mereka, diawali dengan mengiklankan
merek dan nama perusahaan pada waktu-waktu tertentu, mensahkan hak paten
produk, inovasi produk melalui program riset dan pengembangan, pengutamaan
terhadap produk-produk unggulan dan after sales service yang memuaskan.
Menurut Schiffman & Kanuk (2004)) motivasi merupakan salah satu faktor
yang dapat mengembangkan Loyalitas Merek selain faktor pengulangan dan persepsi
terhadap pengalaman. Motivasi dapat digunakan untuk memelihara Loyalitas Merek
konsumen lama terhadap produk-produk yang sudah beredar di pasaran maupun
produk inovatif; selain itu motivasi juga menciptakan Loyalitas Merek pada
konsumen baru terhadap produk-produk baru.
Sejumlah peneliti tingkah laku konsumen membedakan motivasi konsumen
menjadi dua bagian, motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional.
Mereka menggunakan istilah rasional untuk pengertian tradisional ekonomis yang
mengasumsikan bahwa konsumen bertingkah laku secara rasional dengan menyadari
semua alternatif pilihan secara seksama dan memilih pilihan yang memberikan
kegunaan yang paling besar secara hati-hati (Schiffman & Kanuk, 2004).
7
Dalam konteks pemasaran, istilah motivasi pembelian rasional menunjuk
kepada konsumen yang membeli berdasarkan kriteria yang objektif seperti misalnya
ukuran, berat, harga atau volume barang, sedangkan motivasi emosional menunjuk
kepada konsumen yang membeli berdasarkan kriteria yang subjektif seperti misalnya
kebanggaan atau status (Schiffman & Kanuk, 2004).
Konsumen yang membeli suatu produk berdasarkan motivasi rasional lebih
mengutamakan pertimbangan ekonomis seperti kualitas produk, harga, efisiensi,
pelayanan dan tersedianya barang. Konsumen lebih mendasarkan putusannya pada
faktor-faktor eksternal diluar dirinya seperti mencari informasi terlebih dahulu
tentang produk yang akan dibelinya dan mempercayai informasi tersebut dengan
pertimbangan rasional. Konsumen bertindak secara rasional ketika
mempertimbangkan semua alternatif dan pilihan yang ada untuk memberikan manfaat
terbesar bagi dirinya, dengan kata lain konsumen mendasarkan putusannya pada
kriteria objektif. Konsumen yang membeli produk berdasarkan motivasi emosional
lebih mendasarkan putusannya pada kriteria subjektif dan faktor-faktor internal yang
ada didalam dirinya, seperti harga diri, pengungkapan rasa cinta dan kenyamanan
(Violitta dan Hartanti, 1996).
Selain Loyalitas Merek dan motivasi pembelian, ada satu variabel lainnya yang
akan diteliti dalam penelitian ini yaitu harga diri (self esteem).
8
Westen (1996) mengartikan harga diri sebagai derajat penerimaan,
penghormatan dan penghargaan diri seseorang. Harga diri adalah pengukuran
seseorang secara menyeluruh terhadap keadekuatan dan keberhargaan dirinya
(Weiten, 1992).
Menurut Dickson (dalam Lewis dan Littler 1999), mengekpresikan harga diri
adalah salah satu alasan konsumen menjadi loyal terhadap suatu merek tertentu.
Dickson menyebutnya identity loyalty, konsumen setia terhadap sebuah merek karena
merasa merek tersebut dianggap dapat meningkatkan atau mempertahankan harga
dirinya. Sebagai contohnya adalah kesetiaan konsumen terhadap mobil merek
Porche.
Engel dkk (1995) menyatakan bahwa barang-barang yang dimiliki seseorang
memegang peranan penting untuk menghubungkan orang tersebut dengan masa
lalunya. Seringkali terdapat benda-benda tertentu yang dapat membangkitkan
kenangan dan atau menyajikan nostalgia yang sama meskipun dalam situasi yang
berbeda-beda. Hal ini membuat barang-barang dapat dinilai lebih dari sekedar
kegunaannya (utilitarian features).
Salah satu penelitian terhadap kaum muda di Jepang, menunjukkan bahwa
konsumen melakukan pencarian informasi dan proses pembelian terhadap produk
yang sesuai dengan self image mereka. Mungkin itulah sebabnya, iklan dengan daya
tarik yang sesuai dengan self image mereka (misalnya menggunakan model yang
9
sesuai dengan usia mereka), dinilai mempunyai pengaruh yang lebih efektif baik
kepada brand memory, brand attitude maupun intensi pembelian (Engel dkk, 1995).
Solomon (2004) menyebutkan istilah self esteem advertising, dimana produsen
berusaha mengubah sikap konsumen terhadap produk dengan cara menstimulasi
perasaan yang positif terhadap diri sendiri. Strateginya adalah dengan cara menantang
harga diri konsumen dan lalu menampilkan produk sebagai solusinya.
Salah satu produk yang saat ini dianggap sebagai solusi dalam berkomunikasi
adalah telepon genggam atau yang cukup familiar dengan sebutan handphone.
Handphone sebagai alat bantu telekomunikasi merupakan produk yang penuh dengan
teknologi dan inovasi. Berbagai inovasi dalam sejumlah spesifikasi seperti nada
dering, warna layar, permainan, pengiriman pesan serta berat dan ukuran,
meramaikan kompetisi antara sejumlah perusahaan produsen produk ini. Berbagai
inovasi ini seringkali mengundang para pengguna handphone untuk mengganti
handphone lamanya, dengan handphone baru yang lebih inovatif.
Hasil survei konsultan penelitian pasar, Gartner memaparkan bahwa penjualan
handphone di seluruh dunia meningkat cukup besar di caturwulan kedua tahun 2004.
Penjualan ponsel mencapai angka 156,4 juta unit di seluruh dunia. Angka ini 35
persen lebih tinggi dibanding penjualan handphone di caturwulan kedua tahun
sebelumnya (http://www.kompas.com/teknologi/news/ 0409/05/124128.htm).
10
Untuk tahun 2009, khususnya pada kuartal kedua, Gartner melaporkan angka
penjualan sebesar 286,1 juta unit di seluruh dunia. Dari angka tersebut Nokia masih
memimpin dengan total penjualan 105,4 juta unit, disusul Samsung dengan 55,4 juta
unit dan LG yang menjual 30,4 juta unit (http://news.id.msn.com/okezone/gadget/
article.aspx?cp-documentid=3528540).
Sebagaimana hasil penelitian gartner mengenai penjualan handphone di seluruh
dunia, Nokia juga mendominasi pasar penjualan handphone di Indonesia. Menurut
data survei AdMob, salah satu pemberi layanan periklanan handphone terbesar,
market share Indonesia di tahun 2008 dikuasai dengan telak oleh Nokia. Nokia
memperoleh 63.9%, diikuti oleh Sony Ericsson sebesar 26.6%
(http://gadnix.com/2009/04/market-share-ponsel-di-indonesia/)
Salah satu pangsa terbesar dari produk handphone di Indonesia adalah para
remaja. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa kalangan remaja menggunakan
handphone untuk berbagai kepentingan, tidak hanya untuk kepentingan-kepentingan
yang bersifat formal, tapi juga untuk hal-hal yang berkesan kurang penting, seperti
misalnya untuk saling mengirimkan lelucon, gambar, ringtone, dan juga untuk
melakukan kecurangan pada saat ujian.
Meskipun sudah banyak merek-merek handphone lainnya, Nokia tetap memiliki
pemakai setia yang ditandai dengan preferensi yang tinggi terhadap produk Nokia,
11
menolak menggunakan produk merek lain, dan secara sukarela menceritakan
mengenai pengalaman-pengalaman positifnya dalam menggunakan produk Nokia.
Penelitian ingin meneliti, hal-hal apa yang mempengauhi Loyalitas Merek
tersebut, terutama berkaitan dengan motivasi pembelian dan harga diri konsumen.
Apakah Loyalitas Merek lebih dipengaruhi oleh motivasi pembelian rasional atau
lebih dipengaruhi oleh motivasi pembelian emosional? Apakah pertimbangan
ekonomis seperti kualitas produk, harga, efisiensi, pelayanan dan tersedianya barang
lebih mendasari Loyalitas Merek produk ini? Ataukah kesetiaan konsumen produk
handphone lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor emosional seperti harga diri,
pengungkapan rasa cinta dan kenyamanan?
Selain itu, seberapa besar pengaruh harga diri terhadap Loyalitas Merek?
Apakah harga diri yang tinggi secara otomatis berpengaruh terhadap Loyalitas Merek
yang tinggi?
Peneliti mengambil produk handphone karena mengingat pesatnya
perkembangan penjualan industri handphone pada saat ini. Selain itu, cepatnya
perubahnya teknologi, tingkat persaingan yang ketat, dan sifat inovatif yang tinggi
juga menjadi alasan peneliti untuk menjadikan handphone sebagai objek penelitian.
Sedangkan remaja dipilih sebagai responden penelitian karena usia remaja adalah
salah satu pangsa konsumen terbesar.
12
Data mengenai motivasi pembelian, harga diri, dan Loyalitas Merek diperoleh
melalui instrumen penelitian berupa kuesioner. Validitas dan reliabilitas alat
pengumpulan data akan diperiksa melalui uji korelasi produk momen dari Pearson,
sedangkan besarnya pengaruh motivasi pembelian dan harga diri terhadap kesetiaan
konsumen akan diukur melalui teknik analisis regresi ganda.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa apakah ada pengaruh yang signifikan
dari variabel motivasi pembelian rasional, variabel motivasi emosional dan harga diri
terhadap Loyalitas Merek handphone pada remaja.
13
TINJAUAN PUSTAKA
Loyalitas Merek
Loyalitas Merek merupakan suatu sikap positif terhadap suatu merek sehingga
menghasilkan pembelian secara konsisten dalam jangka waktu yang lama (Assael,
1992).
Schiffman & Kanuk (2004) mengemukakan Loyalitas Merek berarti
preferensi dan atau pembelian yang konsisten terhadap suatu merek barang atau jasa
yang sama.
Engel dkk (1995) menyatakan bahwa Loyalitas Merek adalah kebiasaan yang
sulit untuk diubah dalam pembelian suatu produk atau jasa, kebiasaan ini seringkali
melibatkan konsumen secara mendalam.
Sedangkan Mowen & Minor (2002) mendefinisikan Loyalitas Merek sebagai
sejauh mana seorang pelanggan menunjukkan sikap positif terhadap suatu merek,
mempunyai komitmen terhadap Merek tertentu, dan berniat untuk terus membelinya
di masa depan.
Bagi banyak marketer ada dua tujuan utama mempelajari tingkah laku
konsumen yaitu: meningkatkan market share dan meningkatkan Loyalitas Merek
konsumen. Kedua tujuan ini memiliki ketergantungan satu sama lain: ketika Loyalitas
Merek meningkat, market share juga cenderung meningkat, atau setidaknya stabil.
14
Sebaliknya dengan porsi market share yang besar, produk juga memiliki position
yang besar, produk juga mendapatkan proporsi yang lebih besar dalam kelompok
pembeli setia. Para marketer memfokuskan semua dana promosi mereka dalam
rangka mencoba menanamkan kepada konsumen bahwa merek mereka adalah merek
terbaik dan produk mereka adalah solusi terbaik untuk permasalahan yang dihadapi
konsumen (Schiffman & Kanuk, 2000).
Branding adalah sebuah strategi pemasaran yang seringkali dapat memberikan
manfaat yang menyeluruh. Konsumen membentuk preferensi terhadap merek tertentu
dan mereka dapat tidak beralih pada merek lain seumur hidup mereka. Sebuah
penelitian yang dilakukan Boston Consulting Group terhadap pemimpin pasar di 30
kategori produk menemukan bahwa 27 dari 30 kategori produk tersebut yang menjadi
nomor satu pada 1930an, tetap menjadi yang teratas lebih dari 50 tahun kemudian
(Solomon, 2004).
Schiffman & Kanuk (2000) mengungkapkan Loyalitas Merek adalah salah
satu cara konsumen untuk menghindari resiko kesalahan dalam pembelian. Dengan
membeli produk yang sudah pernah memuaskan mereka konsumen dapat terhindar
dari kesalahan pembelian daripada mereka membeli sebuah produk baru, atau produk
yang belum pernah dicoba sebelumnya. Selain itu, Schiffman & Kanuk juga
menambahkan bahwa ketika konsumen sama sekali tidak memiliki pengalaman
mengenai sebuah jenis produk, mereka cenderung memilih produk yang sudah
15
terkenal. Konsumen cenderung berpikir bahwa produk dengan merek yang sudah
terkenal lebih baik dan lebih layak untuk dibeli.
Reichheld (dalam Pringle dan Thompson, 1999) mengkalkulasikan bahwa
peningkatan 5% dalam Loyalitas Merek dapat menghasilkan peningkatan keuntungan
mendasar sebesar 50-70%.
Kesetiaan konsumen adalah hal yang penting ketika muncul alternatif –
alternatif barang dan jasa lainnya (barang subtitusi) yang dapat memenuhi kebutuhan
konsumen. Konsumen-konsumen yang loyal biasanya menunjukkan reaksi resistensi
terhadap munculnya produk-produk subtitusi, meskipun barang atau jasa yang biasa
mereka gunakan sedang tidak ada di pasaran (Engel dkk, 1995).
Jika suatu merek dibeli secara konsisten, hal ini diasumsikan bahwa proses
belajar sudah terjadi dan bila terdapat beberapa masalah di pasaran, seperti perubahan
harga, habisnya stok barang, maupun adanya persaingan dari merek lain, konsumen
akan tetap membeli merek yang sama. Loyalitas merek merupakan hasil dari
pertumbuhan kebiasaan konsumen. Bila pembelian produk sudah merupakan suatu
kebiasaan, konsumen cenderung membeli produk tanpa membandingkannya dengan
merek lain (Schiffman & Kanuk, 2004).
Para peneliti penganut aliran behavioral yang mendukung teori instrumental
learning percaya bahwa Loyalitas Merek bermula dari saat pertama mencoba sebuah
produk dan dikuatkan olah kepuasan yang dirasakan setelah memakai produk tersebut
16
dan mendorong terjadinya pembelian kembali. Para peneliti aliran cognitive disisi lain
menekankan peran dari sebuah proses mental dalam membangun sebuah Loyalitas
Merek. Mereka percaya bahwa konsumen melakukan tingkah laku pemecahan
masalah yang melibatkan merek dan atribut-atribut pembanding, hal ini menghasilkan
preferensi yang kuat terhadap merek tertentu, dan kemudian menuntun kepada
tindakan pembelian kembali (Schiffman & Kanuk 2000)
Schiffman dan kanuk (2004) juga menyebutkan empat tahapan dalam
Loyalitas Merek, berikut dengan ciri yang menandakannya. Keempat tahapan tersebut
adalah:
a. Kognitif
Kesetiaan terhadap informasi seperti harga, keunggulan dan sebagainya.
b. Afektif
Kesetiaan untuk menyukai produk merek tertentu: “Saya membelinya karena
saya menyukainya”
c. Konatif
Kesetiaan terhadap suatu penekanan: “Saya berkomitmen untuk membelinya”
d. Aksi
Kesetiaan dalam aksi pembelian, adanya usaha untuk mengatasi rintangan-
rintangan yang menghalangi pembelian.
17
Motivasi Pembelian Rasional
Motivasi rasional adalah motivasi yang didasarkan pada fakta-fakta yang
ditunjukkan oleh suatu produk. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dapat berupa
faktor ekonomi seperti: faktor penawaran, permintaan, dan harga. Selain itu juga
faktor kualitas, layanan, ketersediaan barang, ukuran, kebersihan, efesiensi dalam
penggunaan, keawetan, dapat dipercaya dan keterbatasan waktu yang ada pada
konsumen (Fisardo dkk, 1998).
Solomon (2004) menyebut motivasi pembelian rasional sebagai kebutuhan
utilitarian yaitu suatu hasrat untuk memperoleh keuntungan fungsional atau praktikal
dari produk yang dikonsumsi.
Schiffman & Kanuk (2004) menyatakan bahwa istilah rasional digunakan
pada saat konsumen bertindak rasional dengan secara hati-hati mempertimbangkan
semua alternative yang ada dan memilih alternative yang memberikan keuntungan
terbesar. Motif rasional juga menyangkut masalah seperti harga (price), biaya
penggunaan (cost in use), dan daya tahan (durability), lamanya pemakaian yang
bermanfaat (length of useful usage), reliabilitas (reliablity), dan layanan (servicing).
Konsumen bertindak rasional pada saat menentukan secara hati-hati semua
alternatif dan pilihan terhadap suatu produk yang memberikan manfaat terbesar
baginya. Dalam konteks pemasaran, motivasi ini terjadi pada saat konsumen memilih
18
tujuan pembelian berdasarkan seluruh kriteria objektif seperti misalnya ukuran, berat,
harga, atau ukuran perkemasan (Schiffman & Kanuk 2004).
Motivasi Pembelian Emosional
Persahabatan, martabat, hak dan simbol status dapat mempengaruhi putusan
pembelian konsumen. Seringkali emosional lebih diutamakan daripada pertimbangan
rasional. Motivasi emosional adalah motivasi pembelian yang berkaitan dengan
perasaan atau emosi individu, seperti pengungkapan rasa cinta, kebanggaan,
kenyamanan, kesehatan, keamanan, dan kepraktisan. (Violitta dan Hartanti, 1996;
Fisardo dkk,1998).
Schiffman & Kanuk (2004) menyatakan bahwa istilah emosional digunakan
pada saat pilihan pembelian ditentukan berdasarkan kriteria selektif yang subjektif.
Beberapa faktor yang termasuk dalam motivasi emosi adalah keamanan,
kenyamanan, ego, kebanggaan, rekreasi, seks, persaingan, kesehatan, kepraktisan,
dan lain-lain (Huey, 1991).
Menurut Swastha & Handoko (1982), motivasi emosional adalah pembelian
yang berkaitan dengan perasaan atau emosi seseorang dan bersifat subjektif seperti
pengungkapan rasa cinta, kebanggaan, dan sebagainya.
19
Pembelian yang didasari motivasi emosional terjadi pada saat proses
penyeleksian barang atau jasa, didasari oleh alasan yang subjektif dan pribadi, seperti
misalnya kebanggaan, ketakutan, afeksi atau status.
Asumsi yang menggarisbawahi perbedaan antara motivasi pembelian
emosional dan motivasi pembelian rasional, adalah motivasi pembelian emosional
seringkali dianggap tidak memperhitungkan kegunaan atau kepuasan secara
maksimal, namun demikian cukup beralasan untuk mengatakan bahwa konsumen
selalu mencoba untuk menyeleksi alternatif-alternatif yang menurut mereka dapat
memberikan kepuasan yang maksimal. Cukup jelas bahwa ukuran kepuasan adalah
suatu hal yang sifatnya sangat personal, didasari oleh struktur kebutuhan dari masing-
masing individu, pengalaman masa lalu dan tingkah laku (yang dipelajari) dari
lingkungan. Apa yang terlihat tidak rasional bagi orang lain, dapat dianggap rasional
dalam pemikiran konsumen itu tersebut. Contoh seseorang yang melakukan operasi
plastik untuk terlihat lebih muda, terlihat menggunakan sumber daya ekonomi yang
signifikan seperti biaya operasi, waktu untuk masa pemulihan, ketidaknyamanan dan
resiko yang cukup besar jika terjadi kesalahan dalam pembedahan. Bagi orang
tersebut, tujuannya adalah terlihat lebih muda, dan semua biaya dan resiko yang
ditanggung adalah hal yang sangat rasional. Namun bagi banyak orang lain dalam
budaya yang sama, yang tidak terlalu menaruh perhatian terhadap usia, atau
20
penampilan, tindakan yang dilakukan oleh orang tersebut tidak rasional (Schiffman
dan Kanuk 2004).
Harga Diri
Westen (1996) mengartikan harga diri sebagai derajat penerimaan,
penghormatan dan penghargaan diri seseorang. Halonen dan Santrock (1998)
mengemukakan bahwa harga diri adalah dimensi afeksi dan evaluasi dari konsep diri.
Weiten (1992) menyebutkan bahwa harga diri adalah pengukuran seseorang
secara menyeluruh terhadap keadekuatan dan keberhargaan dirinya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Deaux dkk (1993) bahwa harga diri adalah evaluasi terhadap diri
baik secara positif maupun negatif dan Perera (2002) yang berpendapat bahwa harga
diri adalah opini yang seseorang miliki tentang dirinya.
Reasoner (2000) berpendapat bahwa harga diri terdiri dari tiga aspek yaitu
aspek kognisi, afeksi dan tingkah laku. Aspek kognitif menggambarkan kesadaran
individu tentang perbedaan antara ideal self dan real self, apa yang seseorang
inginkan tentang dirinya dan keadaan dirinya yang sebenarnya, penilaian yang
realistik tentang diri sendiri. Aspek emosi berkaitan dengan perasaan atau emosi
mengenai perbedaan ideal self dan real self tersebut. Sedangkan aspek tingkah laku
dinyatakan dalam tingkah laku asertif, bersemangat, tegas dan menghormati orang
lain.
21
Dinamika Pengaruh Harga Diri dan Motivasi Pembelian
Terhadap Loyalitas Merek
Loyalitas Merek telah menjadi salah satu hal yang penting dalam pembahasan
prilaku konsumen. Sejumlah penelitian yang telah diuraikan, telah menunjukkan
manfaat Loyalitas Merek bagi perusahaan. Terutama dalam mempertahankan
pelanggan dan meningkatkan penjualan.
Salah satu industri yang harus memperhatikan topik bahasan ini adalah
industri telepon genggam atau yang saat ini sudah lebih di kenal dengan istilah bahasa
asingnya, handphone. Handphone saat ini telah bergeser dari kebutuhan tertier
menjadi kebutuhan sekunder atau bahkan kebutuhan primer bagi sebagian besar
orang. Handphone yang dulu dianggap sebagai barang mewah sekarang telah
dianggap sebagai sebagai salah satu kebutuhan utama untuk berkomunikasi.
Tingkat pengguna Handphone di Indonesia terus berkembang pesat, apalagi
sesudah terjadinya kompetisi tarif yang cukup signifikan antara operator handphone,
baik GSM maupun CDMA. Tarif pemakaian Handphone yang dahulu terbilang
mahal, sekarang semakin terjangkau, sehingga tingkat penggunaan dan kepemilikan
handphone serta rasa kebutuhan akan adanya handphone semakin bertambah.
Semakin cepatnya perubahan teknologi, dan inovasi-inovasi yang dihasilkan,
membuat tingkat kecepatan keluarnya produk-produk jenis baru juga semakin
bertambah. Seseorang yang membeli handphone baru, tidak harus membeli
22
handphone yang baru karena handphone lamanya sudah rusak. Ia dapat saja membeli
handphone baru, karena handphone lamanya tidak memiliki fitur-fitur terbaru yang ia
inginkan. Dengan demikian tingkat pembelian dan kepemilikian handphone terus
bertambah.
Diantara sekian banyak produsen telepon genggam yang beredar di Indonesia,
Nokia adalah salah satu yang paling well known dan memiliki pangsa terbesar.
Pengguna Handphone merek Nokia banyak yang merupakan pengguna setia yang
cenderung hanya mau memakai merek Nokia saja.
Solomon (2004) mengungkapkan Loyalitas Merek dapat dipicu oleh
preferensi customer yang berdasarkan alasan objektif, tetapi setelah sebuah merek
dikenal untuk sekian lama, maka alasan-alasan emosional juga mengambil peranan,
baik melalui penggabungan dengan image diri konsumen itu sendiri maupun dalam
asosiasinya dengan pengalaman sebelumnya.
Dalam penelitian ini, dibahas motivasi pembelian dalam pengelompokkannya
sebagai motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional. Kedua
motivasi pembelian ini dipercaya dapat mempengaruhi Loyalitas Merek secara
bersama-sama. Namun apakah Loyalitas Merek lebih disebabkan oleh faktor-faktor
pembelian yang bersifat rasional atau faktor-faktor pembelian yang emosional?
Selain itu terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi Loyalitas Merek.
Dickson (dalam Lewis dan Littler 1999) mendeskripsikan beberapa tipe dari
23
Loyalitas Merek yang berhubungan dengan alasan mereka menjadi loyal. Salah
satunya identity loyalty, yang merupakan sebuah ekpresi yang meningkatkan harga
diri, misalnya mobil Porsche. Konsumen setia terhadap sebuah merek karena merasa
merek tersebut dapat meningkatkan atau mempertahankan harga dirinya.
Nokia sebagai salah satu produsen Handphone terbesar di dunia, dengan
branding yang menggunakan icon-icon modern seperti artis-artis terkenal bisa jadi
dianggap sebagai merek yang lebih prestisious dibandingkan merek lainnya.
Namun sebaliknya, Loyalitas Merek juga dapat disebabkan oleh harga diri
yang rendah. Adedamola, dalam penelitiannya terhadap Loyalitas Merek hotel
menemukan adanya hubungan yang signifikan antara harga diri dengan Loyalitas
konsumen, dimana konsumen dengan harga diri yang rendah cenderung memiliki
Loyalitas Merek yang tinggi.
Branden (2000) menyebutkan salah satu ciri individu yang memiliki harga diri
rendah adalah takut dalam mengambil resiko. Dalam proses pembelian, terdapat
resiko-resiko yang harus diambil konsumen ketika mengambil keputusan memilih
suatu barang atau jasa. Schiffman dan Kanuk (2004) mengungkapkan salah satu cara
konsumen mengendalikan resiko-resiko tersebut adalah dengan setia terhadap merek
yang sudah pernah memuaskan mereka. Konsumen yang banyak mempertimbangkan
resiko-resiko dari suatu produk atau jasa, biasanya lebih memilih loyal terhadap suatu
merek daripada membeli produk baru yang belum mereka kenal.
24
Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik beberapa hipotesis, yaitu:
1. Terdapat pengaruh yang signifikan motivasi pembelian rasional terhadap
Loyalitas Merek
2. Terdapat pengaruh yang signifikan motivasi pembelian emosional
terhadap Loyalitas Merek
3. Terdapat pengaruh yang signifikan harga diri terhadap Loyalitas Merek
4. Terdapat pengaruh bersama-sama yang signifikan antara motivasi
pembelian rasional, motivasi pembelian emosional dan harga diri terhadap
Loyalitas Merek
METODOLOGI PENELITIAN
1. Variabel bebas : Motivasi Pembelian Rasional
Motivasi Pembelian Emosional
Harga Diri
2. Variabel terikat : Loyalitas Merek
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen produk handphone Nokia
berusia remaja di Jakarta. Rentang usia remaja yang digunakan adalah 14-24 tahun
(Loudon & Bitta, 1998)
25
Teknik sampling yang digunakan adalah purposive – insidental non random
sampling, yaitu pengambilan subjek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Hal ini
dikarenakan sampel yang dikenakan kuesioner adalah pengguna handphone Nokia
dengan kelompok usia tertentu.
Alat dan Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan metode angket
(kuesioner). Kuesioner tersebut terdiri dari skala harga diri, skala motivasi pembelian
(motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional digabungkan
menjadi satu), skala Loyalitas Merek dan daftar isian identitas subjek.
1. Skala Variabel Loyalitas Merek
Dalam penelitian ini Loyalitas Merek diukur dengan menggunakan 4 dimensi
yaitu: kognitif, afektif, konatif dan aksi. Keempat dimensi tersebut dibagi lagi
kedalam sejumlah indikator dan lalu dituangkan kedalam pernyataan-pernyataan,
menjadi suatu instrumen yang mengacu pada pembuatan skala Likert, Skala ini
memiliki empat alternatif pilihan. Pemberian skor pada pernyataan bersifat
Favourable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat sesuai
(SS), bernilai 3 untuk pilihan sesuai (S), bernilai 2 untuk pilihan tidak sesuai (TS),
dan bernilai 1 untuk pilihan sangat tidak sesuai (STS). Dan sebaliknya pemberian
26
skor pada pernyataan bersifat unfavourable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4
untuk pilihan yang sangat tidak sesuai (STS), bernilai 3 untuk pilihan tidak sesuai
(TS), bernilai 2 untuk pilihan sesuai (S), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat sesuai
(SS). Adapun distribusi itemnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel.1
Distribusi Tabel Sebaran Item Skala Loyalitas MerekAspek Indikator F UAfektif Bangga menggunakan produk tersebut 6 19
Menyukai produk merek tersebut 1 7Aksi Membeli produk secara continue 13 8
Mempromosikan secara sukarela produk merektersebut kepada orang lain 2 14Mencari produk di pasaran 9 15
KognitifMengenal logo, bentuk dan ciri produk merektersebut 3 10Mengingat Sejumlah Detil informasi mengenaimerek tersebut 16 20Tahu mengenai perkembangan produk merektersebut 4 11
Konatif Komitmen untuk memakai produk tersebut 17 12Tidak mau untuk mencoba produk merek lain 18 5
2. Skala Variabel Motivasi Pembelian Rasional dan Emosional
Dalam penelitian ini motivasi pembelian rasional dan emosional dituangkan
dalam satu skala (instrumen penelitian).
Indikator-indikator yang sudah disebutkan diatas, baik motivasi pembelian
rasional maupun motivasi pembelian emosional dituangkan kedalam pernyataan-
pernyataan, lalu kemudian dibentuk menjadi suatu instrumen yang mengacu pada
27
pembuatan skala Likert. Skala ini memiliki empat alternatif pilihan. Pemberian skor
pada pernyataan bersifat Favorable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk
pilihan yang sangat sesuai (SS), bernilai 3 untuk pilihan sesuai (S), bernilai 2 untuk
pilihan tidak sesuai (TS), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat tidak sesuai (STS). Dan
sebaliknya pemberian skor pada pernyataan bersifat unfavorable adalah sebagai
berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat tidak sesuai (STS), bernilai 3 untuk
pilihan tidak sesuai (TS), bernilai 2 untuk pilihan sesuai (S), dan bernilai 1 untuk
pilihan sangat sesuai (SS). Adapun distribusi itemnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel.2
Distribusi Tabel Sebaran Item Instrumen Pengukuran
Motivasi Pembelian Rasional dan Motivasi Pembelian EmosionalMotivasi Aspek F UEmosional Kenyamanan 10 15
Kepercayaan 11 9preferensi peer 20 1Rekreasi 14 8Trend pasar 16 3
Rasional Daya tahan 19 2Harga 7 17Ketersediaan barang 4 12Service dan Garansi 6 18Teknologi 5 13
3. Skala Variabel Harga Diri
Dalam penelitian ini harga diri diukur dengan menggunakan Skala Harga Diri
Rosenberg. Skala ini diciptakan untuk mengukur harga diri yang bersifat keseluruhan
(global self esteem), berfokus pada perasaan seseorang secara umum, tanpa
28
mengkhususkan kepada atribut atau kualitas tertentu. Setengah dari pernyataan-
pernyataan dalam skala tersebut berbentuk pernyataan positif (favourable); sedangkan
sebagian lainnya dalam bentuk negatif (unfavourable). Pemberian skor pada
pernyataan bersifat Favorable adalah sebagai berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan
yang sangat sesuai (SS), bernilai 3 untuk pilihan sesuai (S), bernilai 2 untuk pilihan
tidak sesuai (TS), dan bernilai 1 untuk pilihan sangat tidak sesuai (STS). Dan
sebaliknya pemberian skor pada pernyataan bersifat unfavorable adalah sebagai
berikut yaitu bernilai 4 untuk pilihan yang sangat tidak sesuai (STS), bernilai 3 untuk
pilihan tidak sesuai (TS), bernilai 2 untuk pilihan sesuai (S), dan bernilai 1 untuk
pilihan sangat sesuai (SS).
Tabel.3
Skala Pengukuran Harga Diri RosenbergNO Pernyataan F/U1 saya merasa saya tidak memiliki kelebihan dalam segala hal U2 Saya memandang diri saya secara positif F
3secara keseluruhan saya merasa bahwa saya adalah orang yanggagal U
4 Saya berharap saya bisa lebih menghargai diri saya sendiri U5 Saya sering merasa diri saya tidak berguna U
6Saya merasa diri saya berharga, setidaknya sederajat dengan oranglain F
7 Secara keseluruhan, saya puas dengan diri saya sendiri F8 Saya merasa saya tidak memiliki suatu apapun untuk dibanggakan U9 Saya merasa saya memiliki kualitas dalam beberapa hal F
10Saya mampu melakukan tugas-tugas, sebaik yang dilakukan oranglain F
Sumber: Brown (1998)
29
Seperti halnya skala Loyalitas Merek dan motivasi pembelian, skala ini juga
mengacu pada skla likert yang memiliki empat alternatif pilihan.
Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpul Data
Validitas yang digunakan untuk mengukur validitas variabel-variabel ini
adalah validitas nominal (face validity) dan validitas konstruk (construct validity).
Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah koefisien korelasi
produk momen dari Pearson. Penghitungan reliabilitas dan validitas dilakukan dengan
bantuan program komputer SPSS versi.16.
Teknik Analisis Data
Teknik uji asumsi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik uji
Multikolinearitas, Autokorelasi dan Heteroskedasitas. Ketiganya dihitung dengan
menggunakan bantuan program komputer SPSS. Versi 16.
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, digunakan teknik analisis
regresi Ganda, yang dihitung dengan menggunakan bantuan program komputer
SPSS. Versi 16.
30
HASIL PENELITIAN
Uji Validitas
Untuk Skala Loyalitas Merek dari 20 item yang diuji terdapat 18 item yang
dinyatakan sahih dan 2 item yang dinyatakan gugur. Sedangkan untuk Skala
Motivasi pembelian dari total 20 item yang diuji ada 16 item yang dinyatakan sahih
dan 4 item yang gugur. Diantara item yang gugur 2 diantaranya adalah bagian dari
skala motivasi pembelian rasional dan 2 adalah bagian dari skala motivasi pembelian
emosional. Hasil tes validitas skala harga diri adalah sebagai berikut: dari 10 item
yang diuji terdapat 9 item yang dinyatakan sahih dan 1 item yang dinyatakan gugur.
Uji Reliabilitas
Setelah memisahkan item-item yang tidak valid, hasil uji reliabilitas untuk
kuesioner loyalitas merek menunjukkan koefisien reliabilitas keseluruhan sebesar
0,819. Koefisien reliabilitas untuk kuesioner motivasi pembelian rasional sebesar
0,608. Sedangkan koefisien reliabilitas untuk kuesioner motivasi pembelian
emosional sebesar 0,7123. Hasil pengujian reliabilitas terhadap variabel harga diri
menunjukkan koefisien reliabilitas sebesar 0,794.
31
Uji Asumsi
Terdapat beberapa asumsi atau persyaratan yang harus terpenuhi dalam
menggunakan analisis regresi.
a. Tidak terjadi multikolinearitas
Multikolinearitas dapat terjadi jika korelasi antar variabel bebas diatas 0,5.
Berdasarkan uji korelasi pearson, ditemukan bahwa nilai korelasi antara motivasi
rasional dan motivasi emosional 0,396. Sedangkan korelasi antara motivasi rasional
dan harga diri -0,006 dan korelasi antara motivasi emosional dan harga diri adalah
0.188. Karena korelasi antara variabel bebas tidak ada yang diatas 0,5 dapat
disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas.
b. Tidak terjadi Autokorelasi
Dalam penelitian ini Autokorelasi diuji dengan metode Durbin Watson. Nilai
Table Durbin Watson untuk Jumlah sampel 45 (diambil yang paling mendekati n=47)
dan K=3 dengan tingkat signifikansi 95% adalah 1,666. Dari perhitungan diatas dapat
dilihat bahwa nilai 2,053 (>1,666), artinya tidak terjadi Autokorelasi.
c. Tidak terjadi Heteroskedastisitas
Untuk mengetahui apakah terjadi Heteroskedastisitas atau tidak di dalam
penelitian ini, digunakan bantuan spss ver.16 untuk membuat scatterplot. Hasil yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
32
Gambar 1Scatterplot Uji Regresi dengan Variabel terikat Loyalitas Merek
Dan Variabel Bebas Motivasi Pembelian Rasional,Motivasi Pembelian Emosional dan Harga Diri
Terlihat pada gambar diatas bahwa titik-titik menyebar secara acak, tanpa ada
pola tertentu. Dengan demikian disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas.
33
Uji Hipotesis
a. Korelasi
Sebelum melakukan perhitungan analisis regresi, perlu juga diketahui korelasi
masing-masing variabel.
Korelasi antara variabel motivasi pembelian rasional dan loyalitas merek
adalah 0,46, dengan nilai signifikansi 0,001 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara variabel loyalitas merek dan motivasi pembelian
rasional. Namun karena nilai korelasi masih dibawah 0,5 dapat dikatakan bahwa
hubungan antara variabel motivasi rasional dan loyalitas merek berkorelasi lemah.
Korelasi antara variabel motivasi pembelian emosional dan loyalitas merek
adalah 0,624, dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05). Hal ini menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara variabel loyalitas merek dan motivasi pembelian
emosional. Berdasarkan nilai korelasi sebesar 0,624, dapat dikatakan kedua variabel
mempunyai korelasi yang cukup kuat.
Variabel lainnya yaitu harga diri memiliki angka korelasi sebesar 0,245
dengan signifikansi sebesar 0,048 (<0,05). Hal ini berarti Harga diri memiliki korelasi
dengan loyalitas merek, namun sama seperti motivasi pembelian rasional, hubungan
antara kedua variabel tersebut dapat dikatakan berkorelasi lemah.
34
b. Perhitungan Regresi
Regresi antara variabel Motivasi Pembelian Rasional terhadap Loyalitas merek
Dari uji ANOVA atau F Test, diperoleh F hitung sebesar 12,067 dengan
tingkat signifikansi 0,001. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka
model regresi dapat dipakai untuk memprediksi loyalitas merek. Oleh karena itu
hipotesis 1 pada penelitian ini diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dari
motivasi pembelian Rasional terhadap loyalitas merek. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.Tabel Hasil Uji Anova dengan Predictor Motivasi Rasional
terhadap Loyalitas Konsumen
Model
Sum ofSquares Df
MeanSquare F Sig.
1 Regression 331.605 1 331.605 12.067 .001(a)Residual 1236.607 45 27.480
Total 1568.213 46
a Predictors: (Constant), RATIONAL MOTIVESb Dependent Variabel: BRAND LOYALTY
Selain itu perhitungan regresi antara variabel motivasi pembelian Rasional
terhadap loyalitas merek memperoleh R Square atau koefisien determinasi sebesar
0,211 yang berarti 21,1% loyalitas merek dapat dijelaskan oleh variabel motivasi
pembelian Rasional. Sedangkan sisanya (100% - 21,1% =79,9%) dijelaskan oleh
sebab-sebab lain.
35
Tabel 5Tabel Hasil Perhitungan Regresi dengan Predictor Motivasi Rasional
terhadap Loyalitas Merek
Model R R Square
AdjustedR Square Std. Error of the Estimate
1 .460(a) .211 .194 5.242
a Predictors: (Constant), RATIONAL MOTIVES
Regresi antara variabel Motivasi Pembelian Emosional terhadap Loyalitas
merek
Dari uji ANOVA atau F Test, diperoleh F hitung sebesar 28,736 dengan
tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka
model regresi dapat dipakai untuk memprediksi loyalitas merek. Oleh karena itu
hipotesis 2 pada penelitian ini diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dari
motivasi pembelian emosional terhadap loyalitas merek. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel. 6Tabel Hasil Uji Anova dengan Predictor Motivasi Emosional
terhadap Loyalitas Konsumen
ModelSum ofSquares Df
MeanSquare F Sig.
1 Regression
611.159 1 611.159 28.736 .000(a)
Residual 957.053 45 21.268Total 1568.213 46
a Predictors: (Constant), EMOTIONAL MOTIVESb Dependent Variabel: BRAND LOYALTY
36
Hasil perhitungan juga menunjukkan R Square atau koefisien determinasi
sebesar 0,390 yang berarti 39% loyalitas merek dapat dijelaskan oleh variabel
motivasi pembelian emosional. Sedangkan sisanya (100% - 39% = 61%) dijelaskan
oleh sebab-sebab lain.
Tabel. 7Tabel Hasil Perhitungan Regresi dengan Predictor Motivasi Emosional
terhadap Loyalitas MerekMode
l R R Square Adjusted R SquareStd. Error of the
Estimate
1 .624(a) .390 .376 4.612
a Predictors: (Constant), EMOTIONAL MOTIVES
Regresi antara variabel Harga diri terhadap Loyalitas merek
Berbeda dengan dua variabel lainnya hasil uji ANOVA atau F Test dengan
variabel bebas Harga Diri, memperoleh F hitung sebesar 2,282 dengan tingkat
signifikansi 0,096. Oleh karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, maka model
regresi tidak dapat dipakai untuk memprediksi loyalitas merek. Oleh karena itu
hipotesis 3 pada penelitian ini ditolak, tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari
harga diri terhadap loyalitas merek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
37
Tabel 8Tabel Hasil Perhitungan Regresi dengan Predictor Harga Diri
terhadap Loyalitas Konsumen
ModelSum ofSquares df
MeanSquare F Sig.
1 Regression
94.390 1 94.390 2.882 .096(a)
Residual 1473.822 45 32.752Total 1568.213 46
a Predictors: (Constant), SELF ESTEEMb Dependent Variabel: BRAND LOYALTY
Regresi antara variabel Motivasi Pembelian Emosional, Motivasi Pembelian
Rasional dan Harga Diri terhadap Loyalitas merek
Perhitungan regresi yang terakhir dilakukan dengan menggabungkan ketiga
variabel bebas. ANOVA atau F Test, menghasilkan nilai F hitung sebesar 12,526
dengan tingkat signifikansi 0,000. Oleh karena nilai signifikansi jauh lebih kecil dari
0,05, maka model regresi dapat dipakai untuk memprediksi loyalitas merek, hipotesis
keempat dalam penelitian ini diterima, yaitu terdapat pengaruh yang signifikan dari
motivasi pembelian emosional, motivasi pembelian rasional dan harga diri terhadap
loyalitas merek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
38
Tabel. 9Tabel Hasil Uji Anova dengan Predictor Motivasi Rasional,
Motivasi Emosionaldan Harga Diri terhadap Loyalitas Merek
ModelSum ofSquares df Mean Square F Sig.
1 Regression 731.355 3 243.785 12.526 .000a
Residual 836.858 43 19.462
Total 1568.213 46
a. Predictors: (Constant), SELF ESTEEM, RATIONAL MOTIVES, EMOTIONALMOTIVES
b. Dependent Variabel: BRAND LOYALTY
Hasil perhitungan regresi bersama-sama antara variabel motivasi pembelian
rasional, motivasi pembelian emosional dan harga diri terhadap loyalitas merek
memperoleh R Square atau koefisien determinasi sebesar 0,466 yang berarti 46,6%
loyalitas merek dapat dijelaskan oleh variabel motivasi pembelian emosional,
motivasi pembelian rasional dan harga diri. Sedangkan sisanya (100% - 46,6% =
53,4%) dijelaskan oleh sebab-sebab lain.
Tabel 10Tabel Hasil Uji Regresi dengan Predictor Motivasi Rasional, Motivasi
Emosionaldan Harga Diri terhadap Loyalitas Merek
Model R R SquareAdjusted RSquare
Std. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
1 .683a .466 .429 4.412 2.053
a. Predictors: (Constant), SELF ESTEEM, RATIONAL MOTIVES,EMOTIONAL MOTIVES
b. Dependent Variabel: BRAND LOYALTY
39
Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional serta harga diri
terhadap loyalitas merek pemakai handphone Nokia. Seperti telah dibahas
sebelumnya Nokia adalah market leader di dalam penjualan telepon genggam. bukan
hanya memiliki pangsa penjualan terbesar Nokia juga memiliki konsumen loyal yang
bahkan membentuk komunitas sendiri untuk saling mengupdate berita tentang Nokia.
Namun seiring dengan perkembangan zaman saat ini, tren penggunaan Handphone
mulai bergeser ke penggunaannya sebagai smartphone. Jika pada awalnya
Handphone hanya berfungsi alat komunikasi melalui suara atau data (sms), dalam
tahun-tahun belakangan ini perkembangan teknologi memungkinkan handphone
menjalankan fungsi yang lebih luas seperti pemutar music, kamera, dan sarana untuk
chating, browsing dan fasilitas internet lainnya. Oleh sebab itulah Nokia sempat
kehilangan sejumlah market sharenya akibat gempuran blackberry dan Iphone (Di
tingkat dunia) serta dengan berkembangnya produk-produk Handphone lokal seperti
misalnya Nexian (di tingkat regional Indonesia) (http://tekno.liputan6.com/
berita/201004/270963/Nexian.Pesaing.Kuat.Produk.Impor).
Meskipun demikian, laporan dari 2 lembaga riset di dunia, dan data dari pusat
ritel RBS mengungkapkan bahwa Nokia masih mendominasi penjualan di tingkat
dunia. Demikian pula dengan di Indonesia, Nokia masih menjadi yang pertama,
40
disusul dengan Nexian (http://tekno.liputan6.com/berita/201004/270963/
Nexian.Pesaing.Kuat.Produk.Impor).
Hal apakah yang membuat produk Nokia tetap digemari oleh para
penggunanya? Variable apakah yang lebih berperan? Apakah pengaruh motivasi
pembelian emosional lebih besar dari motivasi pembelian rasional? Atau sebaliknya
kesetiaan merek para pemakai handphone merek Nokia justru lebih dipengaruhi oleh
faktor-faktor rasional seperti misalnya harga, daya tahan produk dan teknologi dari
produk itu sendiri? Demikian pula dengan harga diri, apakah harga diri memiliki
pengaruh yang cukup besar, yang membuat konsumen tidak bersedia untuk berpindah
ke merek handphone lainnya?
Dari hasil perhitungan, ditemukan bahwa dari tiga variabel bebas dalam
penelitian ini, ada dua variabel yang pengaruhnya signifikan (Hipotesis diterima)
yaitu motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian emosional dan ada satu
variabel yang pengaruhnya tidak signifikan (Hipotesis ditolak) yaitu variabel harga
diri. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya loyalitas merek dipengaruhi oleh
motivasi pembelian emosional dan motivasi pembelian rasional yang dimiliki oleh
konsumen tersebut, namun tidak dipengaruhi oleh harga dirinya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Solomon (2004) bahwa dalam terjadinya loyalitas merek, tindakan
pembelian yang berulang harus disertai dengan sikap yang positif terhadap produk
tersebut. Pada awalnya, loyalitas merek memang dapat di picu oleh alasan yang
41
bersifat rasional, namun setelah merek tersebut sudah berada di sekeliling konsumen
dalam waktu yang cukup lama, dan merek tersebut diiklankan dengan gencar, maka
kesetiaan merek dapat lebih disebabkan oleh adanya ikatan emosional antara
konsumen dengan merek tersebut.
Baik motivasi pembelian rasional maupun motivasi pembelian emosional,
keduanya sama-sama berpengaruh terhadap loyalitas konsumen, namun besarnya
pengaruh tersebut tidak sama, bahkan ada perbedaan besar yang cukup signifikan
antara kedua variabel. Nilai koefisien determinasi hasil perhitungan regresi motivasi
pembelian emosional terhadap loyalitas merek adalah 0,390, angka ini menunjukkan
bahwa 39% loyalitas merek dapat dijelaskan oleh variabel motivasi pembelian
emosional. Nilai determinasi sebesar 39% ini lebih besar dari nilai determinasi yang
diperoleh dari hasil perhitungan regresi antara motivasi pembelian rasional terhadap
loyalitas merek, yaitu sebesar 0,211, yang berarti hanya 21,1 % loyalitas merek dapat
dijelaskan oleh motivasi rasional. Hal ini berarti loyalitas merek para pengguna
handphone merek Nokia lebih dipengaruhi oleh motivasi pembelian emosional
daripada motivasi pembelian rasional.
Namun demikian, jika dilihat lebih dalam dari hasil regresi peraspek, maka
akan dapat dilihat bahwa nilai determinasi terbesar justru dimiliki oleh teknologi
yang merupakan aspek dari motivasi pembelian rasional. Lebih lengkapnya dapat
terlihat pada tabel berikut:
42
Tabel 11Tabel Nilai Koefisien Determinasi (R Square) Peraspek Motivasi
terhadap Loyalitas MerekVariabel Aspek R Square
Motivasi PembelianRasional
daya tahan 0.011Harga 0.014
Ketersediaan barang 0.005Service dan Garansi 0.108
Teknologi 0.369
Motivasi pembelianEmosional
Kenyamanan 0.043Kepercayaan 0.097
preferensi peer 0.268Rekreasi 0.315
Trend pasar 0.204
Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat bahwa nilai R square paling tinggi
terdapat pada teknologi, disusul dengan rekreasi, lalu preferensi peers. Hal ini
menunjukkan bahwa ketiga aspek tersebut dapat diprediksi memberikan sumbangan
pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan aspek lainnya. Hal ini sesuai dengan
sifat karakteristik konsumen remaja, sejumlah penelitian menyebutkan bahwa
kalangan remaja menggunakan handphone untuk berbagai kepentingan, tidak hanya
untuk kepentingan-kepentingan yang bersifat formal, tapi juga untuk hal-hal yang
berkesan kurang penting, seperti misalnya untuk saling mengirimkan lelucon,
gambar, ringtone, dan juga untuk melakukan kecurangan pada saat ujian.
Dengan perkembangan teknologi sekarang ini, para remaja sering
menggunakan handphone untuk kegiatan-kegiatan pertemanan online seperti chatting,
facebook dan twitter. Tidak heran jika teknologi dan rekreasi menjadi predictor
43
terbesar dalam penelitian ini. Selain itu preferensi peers juga mendapat nilai yang
tinggi karena sifat remaja yang dipengaruhi oleh apa yang dianggap penting oleh
mereka yang seusia dengannya (Solomon, 2004).
Hal ini hendaknya menjadi suatu hal yang dapat dicermati oleh para
marketer, terutama produsen handphone Nokia. Untuk memperoleh konsumen remaja
yang loyal, faktor teknologi, rekreasi dan preferensi peers harus menjadi bagian yang
diperhatikan baik dalam pengembangan produk maupun dalam strategi pemasaran.
Hawkins dkk (2007) menyebutkan hal yang harus dipertimbangkan dalam
strategi pemasaran dalam hubungannya dengan motivasi pembelian yang beraneka:
1. Pertimbangan pertama adalah motivasi atau aspek mana yang lebih dianggap
penting? Jika ada lebih dari satu aspek yang berpengaruh, produk tersebut
harus memiliki benefit yang memenuhi kebutuhan beberapa aspek tersebut.
Dan iklan yang mengiklankan produk tersebut harus dapat
mengkomunikasikan benefit-benefit tersebut.
2. Pertimbangan selanjutnya adalah selain motivasi yang terlihat (termanifestasi)
terdapat juga motivasi yang bersifat latent (tersembunyi). Iklan harus dapat
memenuhi kedua motivasi tersebut. Hawkins dkk (2007) mengambil contoh
iklan mobil Cadilac yang secara ekplisit mengungkapkan ”... the quality come
standard from Cadillac”, kalimat ini secara langsung menampilkan daya tarik
untuk memenuhi kebutuhan yang nyata yaitu kebutuhan akan kualitas
44
kendaraan. Selain itu, 60% dari iklan Cadillac menampilkan mobil tersebut
dikendarai oleh orang yang berpenampilan berkecukupan di depan club yang
mewah. Hal ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan yang tersembunyi
(latent), yaitu kebutuhan akan kesejahteraan hidup.
Berhubungan dengan yang disampaikan Hawkins dkk, selain memperhatikan
aspek-aspek yang memiliki nilai korelasi terbesar Nokia hendaknya juga
memperhatikan cara yang efektif untuk dapat menampilkan iklan yang tidak hanya
menampilkan kebutuhan yang termanifestasi, melainkan juga yang tersembunyi.
Hasil pengujian lainnya menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan dari
variabel harga diri terhadap loyalitas merek. Hal ini berlawanan dengan hasil
penelitian Dickson (dalam Lewis dan Littler 1999). Dickson mengungkapkan
beberapa tipe dari loyalitas merek yang berhubungan dengan alasan mereka menjadi
loyal. Salah satunya identity loyalty, yang merupakan sebuah ekpresi yang
meningkatkan harga diri, misalnya mobil Porsche. Konsumen setia terhadap sebuah
merek karena merasa merek tersebut dapat meningkatkan atau mempertahankan
harga dirinya.
Dalam penelitian ini harga diri yang tinggi tidak membuat konsumen loyal
terhadap produk Nokia, hal ini dapat disebabkan oleh karena adanya tren penggunaan
45
handphone merek lain yang dianggap lebih bergengsi dibandingkan Nokia, seperti
misalnya Blackberry atau I-phone.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari Motivasi pembelian Rasional
dan motivasi pembelian emosional terhadap Loyalitas Konsumen, dan tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara harga diri dan loyalitas konsumen. Selain itu,
berdasarkan penelitian ini juga diketahui bahwa secara bersama-sama terdapat
pengaruh yang signifikan dari motivasi pembelian rasional dan motivasi pembelian
emosional serta harga diri terhadap loyalitas konsumen. Nilai pengaruh yang paling
besar terdapat pada saat ketiga variabel secara bersama-sama mempengaruhi loyalitas
konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
bagi perusahaan produsen handphone, khususnya Handphone merek Nokia, peneliti
memberikan saran agar perusahaan dapat meningkatkan mutu produk yang
berhubungan dengan faktor teknologi dan rekreasi. Khususnya ketika membidik
pangsa konsumen remaja, perusahaan produsen handphone harus dapat
mengakomodir kebutuhan konsumen remaja tersebut terhadap faktor teknologi dan
46
rekreasi. Kemampuan akses internet, terutama games, facebook, twitter nampaknya
menjadi hal yang cukup penting bagi konsumen remaja. Selain itu berkaitan dengan
besarnya aspek preferensi peers terhadap loyalitas konsumen, produsen handphone
Nokia perlu memikirkan cara promosi yang sesuai dengan identitas diri remaja,
misalnya memakai icon model yang berusia remaja.
Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memvalidasi ulang aitem-aitem
yang gugur melalui penelitian yang berbeda, serta melakukan pada kelompok sample,
yang jumlahnya lebih besar. Penelitian ini juga perlu diujicobakan pada kelompok
usia lainnya, terutama kelompok dewasa muda, dimana kelompok ini juga merupakan
salah satu pangsa terbesar untuk industri telekomunikasi
47
DAFTAR PUSTAKA
Assael, H (1992). Consumer Behavior and Marketing Action. Fourth Edition. Boston:PWS-KENT Publishing Company.
Branden, N. 2003. Facts about Self Esteem. Availablehttp://www.moreSE.com/SE.com
Brown, J.D. 1998. The Self. NewYork: Mcraw-Hill Companies,Inc
Deaux, K., Dane, F. C., Wrightsman, L. S., dan Sigelman, C. K. 1993. SocialPsychology in the 90’s. Sixth Edition. California: Brooks/Cole Publishing co.
East, R. (1997). Consumer Behavior: Advances & Applications in Marketing.London: Prentice Hall Europe.
Engel, J. F., Blackwell, R.D. dan Miniard, P. W. (1995) Consumer Behavior. EightEdition. Orlando: Harcourt Brace & Company.
Fisardo, D. Hartanti & Tjahjoanggoro, A. J. (1998). Hubungan Antara Motif Rasionaldan Motif Emosional dengan Loyalitas terhadap Mcdonald’s. Anima Vol. 14.no. 53. Universitas Surabaya.
Halonen, J. S. dan Santrock, J. W. 1998. Human Adjustment. New York : Brown andBenchmack inc.
Hawkins, D. I., Best, R. J. & Coney, K. A. (1998). Consumer Behavior SeventhEdition. Texas: Business Publication, Inc.
Hill, C.W & Jones, G. R. (1995). Strategic Management:An Integrated Approach.Boston: Houghton and Mifflin Company.
http:// www.acnielsen.com/services/custom/p13.htm
http://gadnix.com/2009/04/market-share-ponsel-di-indonesia/http://news.id.msn.com/okezone/gadget/article.aspx?cp-documentid=3528540http://tekno.liputan6.com/ berita/201004/270963/Nexian.Pesaing.Kuat.Produk.Imporhttp://www.brand.com/loyal.htmhttp://www.kompas.com/teknologi/news/ 0409/05/124128.htmHuey, C. (1991). Consumer Behavior. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.Loudon, D. & Bitta, A. J. D. (1998). Consumer Behavior. Fourth Edition. New York:
McGraw Hill.Mayasari, F. dan Hadjam, M. N. R. 2000. Perilaku Seksual Remaja dalam Berpacaran
Ditinjau dari Harga Diri, Berdasarkan Jenis Kelamin. JurnalPsikologi.Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Mowen, J. C & Minor, M (2002) Perilaku Konsumen. Jilid 2. Edisi Kelima. AlihBahasa: Dwi Kartini Yahya. Jakarta: Erlangga.
48
Mowen, J. C. (1987) Consumer Behavior. New Jersey: Macmillan PublishingCompany.
Perera, K. 2002. What is Self Esteem?. Availablehttp://www.more_selfesteem,com/whatisselfesteem.htm.
Reasoner, R. W. 2000. Review of Self Esteem Research. Availablehttp://www.Selfesteemnase.org/research.shtml#schoolachievement
Schiffman, L. G. & Kanuk, L.L. (2000). Consumer Behavior Seventh edition. NewJersey: Prentice Hall-Inc.
Schiffman, L. G. & Kanuk, L.L. (2004). Consumer Behavior Eighth edition. NewJersey: Pearson Education Inc.
Solomon, M. R. 2004. Consumer Behavior: Buying, Havung dan Being. SixthEdition. Prentice Hall.
Swastha, B & Handoko, T. H. (1992) Manajemen Pemasaran: analisis perilakukonsumen. Yogya: Liberty.
Thompson, M. & Pringle, H. (1999). Brand Spirit: How Cause Related MarketingBuilds Brand. Chochester: John Willey & Sons.
Violitta, L & Hartanti (1996) Hubungan Antara Motif Rasional dan Motif Emosionaldengan Loyalitas Pemakaian Produk Lipstik dalam Negri dan Luar Negri.Anima Vol. 12. no.45. Universitas Surabaya.
Wee Chow Hou, (1997). Practical marketing. An Asian Perspective. Jakarta:MegaMedia.
Weiten, W. 1992. Psychology: Themes and Variations. Second Edition. California:Brooks/Cole Publishing Company.
Westen, D. 1996. Psychology: Mind, Brain, and Culture. New York: John Willey andSons Inc.