Upload
dinhdieu
View
225
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Rivi Hamdani Wakidi dan Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan Eksternal Perusahaan …
180
PENGARUH SISI INTERNAL DAN EKSTERNAL PERUSAHAAN
TERHADAP PENGUNGKAPAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL
PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR
DI BEI
Rivi Hamdani Wakidi1 dan Hasan Sakti Siregar
2
1Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara 2Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
Abstract : The objective of this research is to examine the influence from internal
and external to the disclosure of corporate social responsibility. This research can
be made as a basis for consideration and decision-making benchmarks disclosure of
social responsibility companies listed on the Stock Exchange in 2009. Independent
variables in this research is the size of the board of commissioners, public
ownership and institutional ownership. Data size of the board of commissioners,
public ownership, and institutional ownership that is used is taken from the financial
statements. Data disclosure of social responsibility that is used is taken from the
company's annual report sample. Samples used were 30 manufacturing companies
in 2009. The statistical methods used in this research is double linear
regression.The results of this research indicate that the size variables
simultaneously commissioners, public ownership, and institutional ownership has no
significant influence on corporate social responsibility disclosure. Partially, public
ownership and institutional ownership has no significant effect on the disclosure of
corporate responsibility. The size of the board of commissioners has a significant
influence on social responsibility disclosure.
Keywords : Internal and external corporate and social responsibility disclosure.
PENDAHULUAN
Konteks pembangunan saat ini,
tidak lagi menghadapkan perusahaan
kepada tanggung jawab yang berpijak pada
aspek keuntungan secara ekonomis semata,
yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan
dalam kondisi keuangan, namun juga harus
memperhatikan aspek sosial dan
lingkungannya. Perkembangan CSR tidak
bisa terlepas dari konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainability development).
Definisi pembangunan berkelanjutan
menurut The World Commission On
Environment and Development yang lebih
dikenal dengan The Brundtland Comission,
bahwa pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan yang dapat memenuhi
kebutuhan manusia saat ini tanpa
mengorbankan kemampuan generasi yang
akan datang dalam memenuhi kebutuhan
mereka (Solihin, 2009).
Konsep CSR menyatakan bahwa
tanggung jawab perusahaan tidak hanya
terhadap pemiliknya atau pemegang saham
saja tetapi juga terhadap para stakeholders
yang terkait dan terkena dampak dari
keberadaan perusahaan. Perusahaan yang
menjalankan CSR akan memperhatikan
dampaknya terhadap kondisi sosial dan
lingkungan dalam menetapkan dan
menjalankan strategi bisnisnya, dan
berupaya agar dampaknya positif.
Perkembangan CSR juga terkait dengan
semakin parahnya kerusakan lingkungan
yang terjadi di Indonesia maupun dunia,
mulai dari penggundulan hutan, polusi
udara dan air, hingga perubahan iklim.
Pengungkapan tanggung jawab
sosial merupakan salah satu media yang
dipilih untuk memperlihatkan kepedulian
perusahaan terhadap masyarakat di
sekitarnya, dengan kata lain, apabila
perusahaan memiliki kontrak dengan
foreign stakeholders baik dalam ownership
dan trade, maka perusahaan akan lebih
didukung dalam melakukan pengungkapan
tanggung jawab sosial. Perusahaan bukan
lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk
menciptakan profit demi kelangsungan
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 4, September 2011
181
usahanya, melainkan juga bertanggung
jawab terhadap aspek sosial dan
lingkungannya. Dasar pemikirannya adalah
menggantungkan semata-mata pada
kesehatan finansial tidak menjamin
perusahaan bisa tumbuh secara
berkelanjutan. Keberlanjutan akan terjamin
apabila perusahaan memperhatikan aspek
terkait lainnya, yaitu aspek sosial dan
lingkungan (Rudito, Budimanta, Prasetijo,
2004).
Undang-Undang No.40 tahun 2007
tentang perseroan terbatas mewajibkan
perseroan dengan bidang usaha di bidang
atau terkait dengan sumber daya alam untuk
melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Terdapat contoh kasus, terkait
permasalahan yang muncul dikarenakan
perusahaan dalam melaksanakan operasinya
kurang memperhatikan kondisi lingkungan
dan sosial di sekitarnya. Perusahaan
tersebut khususnya perusahaan yang
aktivitasnya berkaitan dengan pengelolaan
sumber daya alam (ekstraktif).
Sebagai contoh, PT Freeport
Indonesia salah satu perusahaan tambang
terbesar di Indonesia yang berlokasi di
Papua, yang memulai operasinya sejak
tahun 1969, sampai dengan saat ini tidak
lepas dari konflik berkepanjangan dengan
masyarakat lokal, baik terkait dengan tanah
ulayat, pelanggaran adat, maupun
kesenjangan sosial dan ekonomi yang
terjadi (Wibisono: 2007). Dimulai dengan
digusurnya ruang penghidupan suku-suku
di pegunungan tengah Papua. Tanah-tanah
adat tujuh suku, diantaranya suku
Amungme dan Nduga dirampas awal
masuknya PT FI dan dihancurkan saat
operasi tambang berlangsung. Limbah
tailing PT FI telah menimbun sekitar 110
kilometer bujursangkar wilayah Estuari
tercemar, sedangkan 20-40 kilometer
bentang sungai Ajkwa beracun dan 133
kilometer bujursangkar lahan subur
terkubur. Saat periode banjir datang,
kawasan-kawasan subur pun tercemar
perubahan arah sungai Ajkwa
menyebabkan banjir, kehancuran hutan
tropis (21 kilometer bujursangkar), dan
menyebabkan daerah yang semula kering
menjadi rawa. Para ibu tidak lagi bisa
mencari siput di sekitar sungai yang
merupakan sumber protein bagi keluarga.
Gangguan kesehatan juga terjadi akibat
masuknya orang luar ke Papua. Timika,
kota tambang PT FI, adalah kota dengan
penderita HIV AIDS tertinggi di Indonesia.
Kasus PT FI ini dikarenakan perusahaan
khususnya pihak manajemen mengabaikan
konsep CSR dan melanggar undang-undang
yang mengatur CSR.
Penelitian Sembiring (2005)
menemukan bahwa ukuran perusahaan,
profile dan ukuran dewan komisaris
berpengaruh positif terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan, namun
tidak
menemukan hubungan signifikan antara
profitabilitas dan leverage dengan
pengungkapan tanggung jawab sosial.
Nurkhin (2009) menemukan bahwa
komposisi dewan komisaris dan
profitabilitas berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan. Kepemilikan
institusional, ukuran perusahaan, dan tipe
industri tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan.
Penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Penelitian sebelumnya
melakukan penelitian dengan menggunakan
karakteristik pengungkapan tanggung jawab
sosial secara menyeluruh, namun dalam
penelitian ini, peneliti mengungkapkan
tanggung jawab sosial perusahaan yang
akan diteliti lebih terspesifikasi pada sisi
internal dan eksternal perusahaan.
Karakteristik pengungkapan tanggung
jawab sosial dibatasi sisi internal
perusahaan pada ukuran dewan komisaris
dan sisi eksternal pada kepemilikan saham
publik dan kepemilikan institusional
sebagai dasar penelitian.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti
ingin mengetahui sejauh mana pengaruh
sisi internal dan eksternal perusahaan
terhadap pengungkapan tanggung jawab
sosial pada perusahaan manufaktur di
Indonesia, maka untuk penelitian ini
ditetapkan judul: ―Pengaruh Sisi Internal
dan Eksternal Perusahaan Terhadap
Rivi Hamdani Wakidi, Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan eksternal …
182
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
BEI‖.
TINJAUAN PUSTAKA
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial
Menurut Belkaoui (1989) dalam
Sitepu (2008), akuntansi pertanggungjawaban
sosial adalah ―Proses pengurutan,
pengukuran, dan pengungkapan pengaruh
yang kuat dari pertukaran antara suatu
perusahaan dan lingkungan sosialnya‖.
Pertanggungjawaban sosial perusahaan atau
Corporate Sosial Responsibility (CSR)
adalah mekanisme bagi suatu organisasi
untuk secara sukarela mengintegrasikan
perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke
dalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholders yang melebihi tanggung jawab
organisasi di bidang hukum. Akuntansi
pertangungjawaban sosial perusahaan pada
dasarnya bertujuan untuk menyediakan
informasi yang memungkinkan dilakukan
evaluasi pengaruh kegiatan perusahaan
kepada masyarakat. Pengaruh kegiatan
perusahaan bisa negatif, yang berarti
menimbulkan biaya sosial bagi masyarakat,
atau positif yang berarti menimbulkan
manfaat sosial bagi masyarakat. Akuntansi
pertanggungjawaban sosial perusahaan
menurut National Association of
Accountants (NAA) mempunyai dua tujuan,
yaitu tujuan internal dan tujuan eksternal.
1. Tujuan internal, untuk memungkinkan
perbaikan terhadap proses
pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan ini berhubungan dengan
proses penetapan tujuan, sasaran,
prioritas dalam kaitannya dengan
perencanaan sumber daya dan
mendorong para manajer untuk
memikirkan dampak sosial dari setiap
keputusannya, memberikan dasar
untuk mengadakan evaluasi internal
terhadap prestasi sosial perusahaan,
2. Tujuan eksternal, untuk memberikan
dasar yang seragam bagi pelaporan
ekstern dan memungkinkan adanya
pemeriksaan yang independen atas
laporan pertanggungjawaban sosial
perusahaan.
Menurut Ramanathan (1976) dalam
Sitepu (2008) ada tiga tujuan akuntansi
pertanggunjawaban sosial perusahaan,
yaitu:
a. mendefinisikan dan mengukur
kontribusi neto periodik suatu
perusahaan kepada masyarakat, yang
meliputi bukan hanya manfaat dan biaya
sosial yang diinternalisasikan ke
perusahaan, namun juga yang timbul
dari eksternalitas yang mempengaruhi
segmen- segmen sosial yang
brhubungan,
b. membantu menentukan apakah strategi
dan praktik perusahaan yang secara
langsung mempengaruhi relativitas
sumber daya dan status kekuatan
individu, masyarakat dan segmen-
segmen sosial adalah konsisten dengan
prioritas sosial yang diberikan secara
luas pada satu pihak dan keinginan
individu pada pihak lain,
c. memberikan dengan cara yang optimal
kepada semua kelompok sosial,
informasi yang relevan dengan
tujuan,kebijakan, program, strategi, dan
kontribusi suatu perusahaan terhadap
tujuan- tujuan sosial.
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab sosial perusahaan
(Corporate Social Responsibility) adalah
suatu kewajiban bagi perusahaan untuk
mengkomunikasikan semua kegiatan
operasional dan non operasional perusahaan
dan akibatnya terhadap sosial dan
lingkungan sekitarnya. CSR sangat
berkaitan dengan proses pembangunan
berkelanjutan, maksudnya seluruh kegiatan
operasional dan non operasional perusahaan
tidak hanya untuk memenuhi dan
memperoleh keuntungan dari aspek
finansial saja, tetapi juga harus
memperhatikan aspek sosial dan
lingkungan sekitarnya.
Pengimplementasian CSR yang
dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya dapat berupa peningkatan
kesejahteraan pegawai dengan peningkatan
gaji dan tunjangan lainnya. Pemberian bantuan terhadap korban bencana alam,
pemberian beasiswa kepada mahasiswa berprestasi, serta berusaha agar kegiatan
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 4, September 2011
183
produksinya tidak menyebabkan kerusakan linkungan.
Pengungkapan tanggung jawab sosial diukur dengan proksi CSRDI
(corporate social responsibility disclosure index) berdasarkan GRI (Global Reporting
Initiatives) yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari website www.globalreporting.org. Indikator GRI
terdiri dari 3 fokus pengungkapan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial sebagai
dasar sustainability. Pengukuran CSRDI mengacu pada penelitian Sayekti dan
Wondabio dalam Ahmad Nurhkin (2009), yang menggunakan content analysis dalam
mengukur variety dari CSRDI. Pendekatan ini pada dasarnya menggunakan pendekatan
dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika
diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan. Selanjutnya, skor dari setiap
item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan.
Teori Stakeholder Teori stakeholder mengatakan
bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri
namun harus mampu memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Keberadaan suatu
perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder
perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Teori stakeholder digunakan sebagai
dasar untuk menganalisis kelompok-kelompok yang mana perusahaan harus
bertanggung jawab (Moir, 2001). Definisi stakeholder menurut Freeman (1984) dalam
Moir (2001) adalah ―setiap kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh pencapaian tujuan
organisasi‖. Secara umum klasifikasi pemangku kepentingan dibagi kedalam dua
kategori, yakni:
Sisi Internal Perusahaan (inside
stakeholders)
Sisi internal perusahaan merupakan
orang-orang yang memiliki kepentingan
dan tuntutan terhadap sumber daya
perusahaan serta berada dalam struktur
organisasi. Sisi internal perusahaan yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
ukuran dewan komisaris. Ukuran dewan
komisaris merupakan bagian dari corporate
governance. Jensen (1993) dan Lipton dan
Lorsch (1992) dalam Beiner dkk (2003)
merupakan yang pertama menyimpulkan
bahwa ukuran dewan komisaris merupakan
bagian dari mekanisme corporate
governance. Pernyataan tersebut diperkuat
oleh pendapat Allen dan Gale (2000) dalam
Beiner dkk (2003) yang menegaskan bahwa
dewan komisaris merupakan mekanisme
governance yang penting.
Dewan komisaris merupakan
mekanisme pengendalian intern tertinggi
yang bertanggung jawab untuk memonitor
tindakan manajemen puncak (Fama dan
Jensen, 1983). Dewan Komisaris
sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggung jawab secara kolektif untuk
melakukan pengawasan dan memberikan
nasihat kepada Direksi serta memastikan
bahwa perusahaan melaksanakan GCG
(KNKG, 2006). Ukuran dewan komisaris
yang dimaksud disini adalah banyaknya
jumlah anggota dewan komisaris dalam
suatu perusahaan. Menurut Coller dan
Gregory (1999) dalam Sembiring (2006)
semakin besar jumlah anggota dewan
komisaris, semakin mudah untuk
mengendalikan Chief Executives Officer
(CEO) dan semakin efektif dalam
memonitor aktivitas manajemen.
Perusahaan dengan ukuran dewan
komisaris yang besar (lebih dari 5%)
mengindikasikan kemampuannya untuk
memonitor manajemen. Semakin besar
jumlah anggota dewan komisaris dalam
suatu perusahaan maka semakin luas
perusahaan tersebut melakukan
pengungkapan tanggung jawab sosial.
Sisi Eksternal Perusahaan (outside
stakeholders)
Sisi eksternal perusahaan
merupakan orang-orang maupun pihak-
pihak yang bukan pemilik perushaan, bukan
pemimpin perusahaan, dan bukan pula
karyawan perusahaan, namun memliliki
kepentingan terhadap perusahaan dan
dipengaruhi oleh keputusan dan tindakan
yang dilakukan oleh perusahaan. Sisi
eksternal perusahaan yang dimaksudkan
dalam penelitian ini diwakili kepemilikan
saham publik dan kepemilikan institusional.
Rivi Hamdani Wakidi, Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan eksternal …
184
a. Kepemilikan Saham Publik
Kepemilikan saham publik adalah
besarnya jumlah kepemilikan saham oleh
masyarakat umum yang terdapat pada
perusahaan. Semakin besarnya
kepemilikan saham publik yang terdapat di
perusahaan, maka mengindikasikan
semakin banyaknya kegiatan operasional
perusahaan yang diketahui oleh publik.
Hasibuan (2001) ―Rasio kepemilikan
publik yang tinggi diprediksikan akan
melakukan tingkat pengungkapan sosial
yang lebih, hal ini dikaitkan dengan
tekanan dari pemegang saham, agar
perusahaan lebih memperhatikan tanggung
jawabnya terhadap masyarakat‖.
b. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah
besarnya jumlah kepemilikan saham oleh
institusi (institusi yang dimaksudkan adalah
pemerintah, perusahaan asing dan lembaga
keuangan, seperti perusahaan asuransi,
bank, dan dana pensiun) yang terdapat pada
perusahaan. Tingkat kepemilikan
institusional yang tinggi akan menimbulkan
usaha pengawasan yang lebih besar oleh
pihak investor institusional sehingga dapat
menghalangi perilaku opportunistik
manajer. Perusahaan dengan kepemilikan
institusional yang besar (lebih dari 5%)
mengindikasikan kemampuannya untuk
memonitor manajemen (Arif, 2006). Hal
senada juga dikemukan oleh Shleifer and
Vishny (1986) dalam Barnae dan Rubin
(2005) bahwa institutional shareholders,
dengan kepemilikan saham yang besar,
memiliki insentif untuk memantau
pengambilan keputusan perusahaan.
Semakin besar kepemilikan
institusional maka semakin efisien
pemanfaatan aktiva perusahaan dan
diharapkan juga dapat bertindak sebagai
pencegahan terhadap pemborosan yang
dilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004
dalam Arif, 2006). Hal ini berarti
kepemilikan institusional dapat menjadi
pendorong perusahaan untuk melakukan
pengungkapan tanggung jawab sosial
(Novita danDjakman, 2008). Kepemilikan
institusional umumnya dapat bertindak
sebagai pihak yang memonitor perusahaan.
Hal ini berarti kepemilikan institusi dapat
menjadi pendorong perusahaan untuk
melakukan pengungkapan tanggung jawab
sosial.
KERANGKA KONSEPTUAL
Sisi Internal Perusahaan
Ukuran
Dewan Komisaris
Sisi Eksternal Perusahaan
Kepemilikan
Saham Publik
Kepemilikan
Institusional
Sumber: diolah Peneliti (2011)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Pengungkapan
Tanggung Jawab
Sosial
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 4, September 2011
185
Menurut Coller dan Gregory (1999)
dalam Sembiring (2006) semakin besar jumlah
anggota dewan komisaris, semakin mudah
untuk mengendalikan Chief Executives Officer
(CEO) dan semakin efektif dalam memonitor
aktivitas manajemen. Perusahaan dengan
ukuran dewan komisaris yang besar (lebih dari
5%) mengindikasikan kemampuannya untuk
memonitor manajemen. Semakin besar jumlah
anggota dewan komisaris dalam suatu
perusahaan maka semakin luas perusahaan
tersebut melakukan pengungkapan tanggung
jawab sosial.
Hasibuan (2001) ―Rasio kepemilikan
publik yang tinggi diprediksikan akan
melakukan tingkat pengungkapan sosial yang
lebih, hal ini dikaitkan dengan tekanan dari
pemegang saham, agar perusahaan lebih
memperhatikan tanggung jawabnya terhadap
masyarakat‖. Kepemilikan saham publik
adalah besarnya jumlah kepemilikan saham
oleh masyarakat umum yang terdapat pada
perusahaan. Semakin besarnya kepemilikan
saham publik yang terdapat di perusahaan,
maka mengindikasikan semakin banyaknya
kegiatan operasional perusahaan yang
diketahui oleh publik.
Shleifer and Vishny (1986) dalam
Barnae dan Rubin (2005) bahwa institutional
shareholders, dengan kepemilikan saham yang
besar, memiliki insentif untuk memantau
pengambilan keputusan perusahaan
Kepemilikan institusional umumnya dapat
bertindak sebagai pihak yang memonitor
perusahaan. Hal ini berarti kepemilikan
institusi dapat menjadi pendorong perusahaan
untuk melakukan pengungkapan tanggung
jawab sosial. Tingkat kepemilikan institusional
yang tinggi akan menimbulkan usaha
pengawasan yang lebih besar oleh pihak
investor institusional sehingga dapat
menghalangi perilaku opportunistik manajer.
Perusahaan dengan kepemilikan institusional
yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan
kemampuannya untuk memonitor manajemen
(Arif, 2006).
Berdasarkan perumusan masalah dan
kerangka konseptual di atas, maka hipotesis
penelitian ini adalah: ukuran dewan komisaris,
kepemilikan saham publik dan kepemilikan
institusional memiliki pengaruh terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan baik secara simultan maupun
secara parsial.
METODE
Peneliti ini menggunakan desain
penelitian asosiatif kausal yaitu penelitian
yang bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel atau lebih atau
menjelaskan pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Hubungan yang
diuji adalah hubungan secara simultan dan
parsial terhadap variabel dependen. Populasi
dalam penelitian ini adalah perusahaan
manfaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2009 yang berjumlah
114 perusahaan.
Sampel dipilih dengan menggunakan
metode judgement sampling, yaitu salah satu
bentuk purposive sampling dengan mengambil
sampel yang telah ditentukan sebelumnya
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan yang menjadi sampel adalah
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI dan sahamnya aktif diperdagangkan
selama tahun 2009. Alasan pemilihan
tahun 2009 untuk membedakan dengan
penelitian terdahulu dan agar hasil
penelitian lebih baru dari peneliti
sebelumnya.
2. Perusahaan tersebut mempublikasikan
laporan keuangan dan laporan tahunan
secara lengkap periode 2009.
3. Perusahaan tersebut mengungkapkan
secara rinci pengimplementasiaan CSR
melalui laporan tahunannya secara
lengkap pada tahun 2009.
4. Perusahaan yang mempublikasikan
proporsi saham yang dimiliki oleh pihak
publik maupun institusional (institusi
yang dimaksudkan adalah pemerintah,
perusahaan asing dan lembaga keuangan,
seperti perusahaan asuransi, bank, dana
pensiun, dan asset management) pada
tahun 2009.
Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder yang berupa laporan
keuangan dan laporan tahunan (annual report)
yang diperoleh dari website Bursa Efek
Indonesia yaitu www.idx.co.id. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan data kuantitatif yaitu data yang
diukur dalam suatu skala secara numerik.
Variabel dependen dalam penelitian
ini adalah jumlah pengungkapan tanggung
jawab sosial, yang dinyatakan dalam indeks
pengungkapan tanggung jawab sosial yang
diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan
Rivi Hamdani Wakidi, Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan eksternal …
186
tahunannya. Pengukuran CSRDI mengacu
pada penelitian Sayekti dan Wondabio dalam
Ahmad Nurhkin (2009), yang menggunakan
content analysis dalam mengukur variety dari
CSRDI. Pendekatan ini pada dasarnya
menggunakan pendekatan dikotomi yaitu
setiap item CSR dalam instrumen penelitian
diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika
tidak diungkapkan. Selanjutnya, skor dari
setiap item dijumlahkan untuk memperoleh
keseluruhan skor untuk setiap perusahaan..
Variabel-variabel independen, yaitu ukuran
dewan komisaris, kepemilikan saham publik
dan kepemilikan institusional.
1. Metode Analisis Data
Pengujian Asumsi Klasik
Metode analisis data yang digunakan
adalah model analisis regresi berganda dengan
bantuan software SPSS for Windows.
Penggunaan metode analisis regresi dalam
pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji
apakah model tersebut memenuhi asumsi
klasik atau tidak. Pengujian meliputi uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji
heterokedastisitas dan uji autokorekasi.
1. Uji Normalitas
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual mempunyai
distribusi normal. Berdasarkan hasil uji
statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov
dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi
normal. Hal ini dapat dilihat dari Asymp.Sig
(2-tailed) adalah 0,753 >0,05.
2. Uji Multikolinearitas
Uji ini bertujuan mengetahui ada
tidaknya multikolinearitas antar variabel-
variabel independen. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi antara
variabel independen. Deteksi dilakukan
dengan melihat nilai VIF (Variable Inflation
Factor) dan toleransi. Semua variabel
independen memiliki VIF sekitar 1, atau
VIF<10. Selain itu nilai toleransi untuk setiap
variabel independen lebih besar dari 0,1
(tolerance>0,1), dengan demikian disimpulkan
tidak ada multikolinearitas dalam model
regresi ini.
3. Uji Heterokedastisitas
Uji ini bertujuan untuk menguji
terjadinya perbedaan variance residual suatu
periode pengamatan ke periode lain.
Berdasarkan grafik Scatterplot, tidak ada
membentuk pola yang jelas, dimana titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada
sumbu Y, maka dapat di simpulkan tidak
terjadi heterokedasititas pada model regresi
ini.
4. Uji Autokorelasi
Uji ini bertujuan untuk melihat apakah
dalam suatu model regresi linear terdapat
korelasi antar kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-
1Berdasarkan tabel Durbin-Watson dapat
dilihat bahwa untuk jumlah pengamatan (N)
30, dan jumlah variabel independen (k) 3,
maka didapatkan nilai batas atas (Du) sebesar
1,65 dan nilai batas bawah sebesar (Dl =
1,214) sehingga nilai D-W > 1,650 < 4 -
1,650. Hasil dari nilai yang didapat dari uji
autokolerasi melalui tabel Durbin-Watson
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
autokorelasi baik secara positif maupun
negatif.
Pengujian Hipotesis
a. Koefisien Korelasi dan Koefisien
Determinasi (Goodness of Fit)
Nilai koefisien korelasi (R) menunjukkan
seberapa besar korelasi atau hubungan antara
variabel-variabel independen dengan variabel
dependen. Koefisien korelasi dikatakan kuat
jika nilai R berada diatas 0,05 dan mendekati
1. Adapun koefisien determinasi (goodness of
fit), yang dinotasikan 𝑅 2 merupakan satu
ukuran yang penting dalam regresi.
Determinasi (𝑅 2) mencerminkan kemampuan
model dalam menjelaskan variabel dependen.
Berdasarkan tabel ditunjukkan bahwa nilai
koefisien korelasi (R) sebesar 0,476 yang
berarti bahwa korelasi antara variabel
dependen dengan variabel-variabel
independennya adalah lemah dengan
didasarkan pada nilai R yang berada di bawah
0,05. Nilai 𝑅 2 (Adjusted R Square) pada tabel
4.4 menunjukkan nilai 0,137, artinya ketiga
variabel independen dalam penelitian yaitu
ukuran dewan komisaris, kepemillikan saham
publik dan kepemilikan institusional dapat
menjelaskan 13,7% pengungkapan tanggung
jawab sosial yang diungkapkan. Adapun
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 4, September 2011
187
sisanya dijelaskan oleh sebab-sebab lain di
luar model.
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Dari hasil analisis regresi ini, didapat
F-hitung adalah 2,535 dengan signifikansi
0,079 (p = 0,079; p > 0,05). Adapun nilai F-
tabel untuk α = 0,05 dengan pembilang sebesar
3 dan penyebut 29 adalah 8,62 Maka diperoleh
bahwa F hitung 2,535 < F tabel (2,535 < 8,62).
Hal ini menunjukkan bahwa H1 ditolak,
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pengungkapan tanggung jawab sosial tidak
berpengaruh secara simultan atau bersama-
sama oleh ukuran dewan komisaris,
kepemilikan saham publik dan kepemilikan
institusional.
c. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)
Dari tabel 4.7 di atas dapat diperoleh model
persamaan regresi berganda sebagai berikut:
CSRDI= 0,031 + 0,045 UDK 0,26 KSP
0,53 KI
Dari uji t yang dilakukan diperoleh
nilai t hitung untuk masing-masing variabel
independen. Sementara t tabel yang diperoleh
dengan ketentuan α = 0,05 dan derajat
kebebasan (n-2) = 28 adalah 1,699. Dengan
demikian dapat diketahui pengaruh masing-
masing variabel independen terhadap variabel
dependen.
a. Ukuran dewan komisaris memiliki nilai
signifikansi sebesar 0,011 yang berarti nilai
lebih kecil 0,05, sedangkan nilai t hitung
diperoleh sebesar 2,737. Nilai t hitung ini
lebih besar dari t tabel 1,699 (2,737 >
1,699). Berdasarkan nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa H2 diterima atau
ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh
signifikan terhadap pengungkapan
tanggungjawab sosial.
b. Kepemilikan saham publik memiliki nilai
signifikansi sebesar 0,899 yang berarti nilai
lebih besar 0,05, sedangkan nilai t hitung
diperoleh sebesar -,128. Nilai t hitung ini
lebih kecil dari t tabel 1,699 (-,128 <
1,699). Berdasarkan nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa H3 ditolak atau
kepemilikan saham publik tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggungjawab sosial.
c. Kepemilikan institusional memiliki nilai
signifikansi sebesar 0,736 yang berarti nilai
lebih besar 0,05, sedangkan nilai t hitung
diperoleh sebesar -,340. Nilai t hitung ini
lebih kecil dari t tabel 1,699 (-,340 <
1,699). Berdasarkan nilai tersebut dapat
disimpulkan bahwa H4 ditolak atau
kepemilikan institusional tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisa statistik menunjukkan
bahwa secara simultan, variabel ukuran dewan
komisaris, kepemilikan saham publik dan
kepemilikan institusional secara bersama-sama
tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
tanggungjawab sosial sebesar 13,7%
(Adjusted 𝑅 20,137). Sisanya sebesar 86,3%
dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel
yang digunakan. Tingkat Adjusted 𝑅 2 yang
rendah ini menunjukkan perlunya dilakukan
penelitian lanjutan dengan menambah variabel
lain sebagai penduga pengungkapan
tanggungjawab sosial perusahaan. Walaupun
demikian apabila dilihat dari signifikansinya
dengan nilai F hitung 2,535 yang lebih kecil
dari F tabel (2,535 < 8,62) dan p = 0,079 ( p
0,079 > 0,05).
Dalam pengujian secara parsial
ditemukan bahwa satu variabel independen
yaitu ukuran dewan komisaris berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan, sedangkan dua
variabel lainnya yaitu kepemilikan saham
publik dan kepemilikan institusional tidak
memiliki pengaruh signifikan. Pembahasan
terhadap masing-masing variabel dalm
pengujian secara parsial akan dibahas berikut
ini.
a. Ukuran Dewan komisaris
Dewan Komisaris sebagai organ
perusahaan bertugas dan bertanggung jawab
secara kolektif untuk melakukan pengawasan
dan memberikan nasihat kepada Direksi serta
memastikan bahwa perusahaan melaksanakan
GCG (KNKG, 2006).
Dikaitkan dengan pengungkapan
tanggung jawab sosial semakin besar jumlah
anggota dewan komisaris dalam suatu
perusahaan maka tekanan terhadap manajemen
juga semakin besar untuk semakin luas
perusahaan tersebut melakukan pengungkapan
tanggung jawab sosial. Berdasarkan penelitian
Rivi Hamdani Wakidi, Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan eksternal …
188
ini, melalui analisis uji t, ukuran dewan
komisaris yang diproksi dengan jumlah
anggota dewankomisaris menunjukkan
pengaruh signifikan terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan dengan nilai
t 2.737 (t > 1,699) dan p = 0,011 ( p 0,011 <
0,05). Hal ini berarti semakin besar jumlah
anggota dewan komisaris dalam suatu
perusahaan maka semakin luas perusahaan
tersebut melakukan pengungkapan tanggung
jawab sosial.
Hal ini sesuai dengan pendapat Coller
dan Gregory (1999) dalam Sembiring (2006)
semakin besar jumlah anggota dewan
komisaris, semakin mudah untuk
mengendalikan Chief Executives Officer
(CEO) dan semakin efektif dalam memonitor
aktivitas manajemen. Hasil penelitian ini juga
berhasil mendukung hasil penelitian Sembiring
(2005) dan Sitepu (2010) yang menemukan
ukuran dewan komisaris berpengaruh positif
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
b. Kepemilikan Saham Publik
Hasibuan (2001) menyatakan bahwa
rasio kepemilikan publik yang tinggi
diprediksikan akan melakukan tingkat
pengungkapan sosial yang lebih, hal ini
dikaitkan dengan tekanan dari pemegang
saham, agar perusahaan lebih memperhatikan
tanggung jawabnya terhadap masyarakat.
Dikaitkan dengan pengungkapan tanggung
jawab sosial, semakin tingginya rasio
kepemilikan saham yang dimiliki masyarakat
umum pada suatu perusahaan maka
masyarakat yang berperan sebagai pemegang
saham akan menekan pihak perusahaan agar
perusahaan lebih memperhatikan tanggung
jawabnya terhadap masyarakat.
Berdasarkan penelitian ini, melalui
analisis uji t, kepemilikan saham publik yang
diproksi dengan rasio kepemilikan saham
publik tidak menunjukkan pengaruh signifikan
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan dengan nilai t = -0,128 (t < 1,699)
dan p = 0, 899 ( p 0,899 > 0,05). Hal ini berarti
tinggi rendahnya rasio kepemilikan saham
pubik pada suatu perusahaan tidak
mempengaruhi luaas pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan. Hasil penelitian ini
juga mendukung hasil penelitian Marpaung
(2009) yang menemukan kepemilikan saham
publik tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan sosial pada laporan tahunan.
c. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional dapat
menjadi pendorong perusahaan untuk
melakukan pengungkapan tanggung jawab
sosial (Novita dan Djakman, 2008). Semakin
besar kepemilikan institusional pada suatu
perusahaan diharapkan pihak institusional
dapat bertindak sebagai monitor pencegahan
terhadap pemborosan yang dilakukan oleh
manajemen juga diharapkan membuat semakin
efisien pemanfaatan aktiva perusahaan.
kepemilikan institusional dapat menjadi
pendorong perusahaan untuk melakukan
pengungkapan tanggung jawab sosial (Novita
danDjakman, 2008). Kepemilikan institusional
umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang
memonitor perusahaan. Hal ini berarti
kepemilikan institusi dapat menjadi pendorong
perusahaan untuk melakukan pengungkapan
tanggung jawab sosial. Dikaitkan dengan
pengungkapan tanggung jawab sosial, semakin
tingginya rasio kepemilikan institusi pada
suatu perusahaan maka masyarakat yang
berperan sebagai pihak yang akan memonitor
pihak manajemen perusahaan dan mendorong
untuk melakukan pengungkapan tanggung
jawab sosial.
Berdasarkan penelitian ini, melalui analisis uji
t, kepemilikan institusional yang diproksi
dengan rasio kepemilikan institusional tidak
menunjukkan pengaruh signifikan terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan dengan nilai t = -0,340 (t < 1,669)
dan p = 0, 736 ( p 0,736 > 0,05). Hal ini berarti
tinggi rendahnya rasio kepemilikan
institusional pada suatu perusahaan tidak
mempengaruhi luas pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan. hasil
penelitian ini juga berhasil
mendukung hasil penelitian Novita dan
Djakman (2008) dan Nurkhin (2009) yang
menemukan hasil yang sama dan menyatakan
hasil tersebut di atas mencerminkan bahwa
kepemilikan institusi yang terdiri dari
perusahaan perbankan, asuransi, dana pensiun,
dan asset management di Indonesia belum
mempertimbangkan tanggung jawab sosial
sebagai salah satu kriteria dalam melakukan
investasi, sehingga para investor institusi ini
juga cenderung tidak menekan perusahaan
untuk mengungkapan CSR secara detail
(menggunakan indikator GRI) dalam laporan
tahunan perusahaan.
Jurnal Ekonom, Vol 14, No 4, September 2011
189
KESIMPULAN
1. Setelah menganalisis dan melakukan
pembahasan dalam penelitian ini, peneliti
memberikan empat kesimpulan. Penelitian
ini memberikan hasil bahwa ukuran dewan
komisaris, kepemilikan saham publik dan
kepemilikan institusional secara bersama-
sama atau simultan tidak berpengaruh
signifikan terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2009.
2. Penelitian ini memberikan hasil bahwa
secara parsial, ukuran dewan komisaris
berpengaruh terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2009. Hal ini dapat
dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,011
lebih kecil dari 0,05.
3. Penelitian ini memberikan hasil bahwa
secara parsial, kepemilikan saham publik
tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2009. Hal ini dapat
dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,899
lebih besar dari 0,05.
4. Penelitian ini memberikan hasil bahwa
secara parsial, kepemilikan institusional
tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2009. Hal ini dapat
dilihat dari nilai signifikansi sebesar 0,736
lebih besar dari 0,05.
Penelitian ini memiliki tiga keterbatasan.
1. Sampel yang digunakan hanya perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI, sehingga
tidak diketahui bagaimana pengaruh
variabel dependen pada jenis perusahaan
lain.
2. Periode waktu yang digunakan hanya tahun
2009, sehingga kondisi tersebut tidak dapat
digeneralisir untuk hasil penelitian yang
telah ada.
3. Variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini hanya empat yaitu, tiga
variabel independen (ukuran dewan
komisaris, kepemilikan saham publik dan
kepemilikan institusional) dan satu variabel
dependen (pengungkapan tanggung jawab
sosial) sehingga variabel-variabel
independen tersebut tidak begitu mampu
menjelaskan jumlah pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan.
SARAN
Berdasarkan keterbatasan di atas
penulis mengajukan beberapa saran sebagai
berikut.
1. Peneliti selanjutnya hendaknya
menggunakan jumlah variabel-variabel
independen yang lebih banyak lagi agar
nantinya variabel-variabel independen
tersebut dapat menjelaskan pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan.
2. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya, item-
item pengungkapan tangung jawab sosial
yang digunakan hendaknya senantiasa
dikembangkan dan lebih disesuaikan
dengan kondisi masyarakat dan peraturan
yang berlaku.
3. Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya
menambahkan semua jenis perusahaan
yang ada di Indonesia sebagai sampel
penelitian agar hasil penelitian dapat lebih
akurat lagi.
DAFTAR RUJUKAN
Erlina, 2008, Metodologi Penelitian
Bisnis: Untuk Akuntansi dan
Manajeme.Edisi Kedua. Cetakan
Pertama. Medan: USU Press.
Ghozali dan Chariri,2007, Teori
Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit
Undip.
Jogiyanto,2004.,Metodologi Penelitian
Bisnis. Edisi Pertama. Cetakan
Pertama. Yogyakarta: Badan Penerbit
Fakultas Ekonomi-Yogyakarta.
Moir, L. 2001. ―What Do We Mean By
CSR?‖, Corporate Governance. Vol.
1, No.2, Hal. 16-22
Mulyadi, 2003, Pengelolan Program
Corporate Social Responsibility:
Pendekatan, Keberpihakan dan
Keberlanjutannya. Center for
Populaton Studies, UGM
Nurkhin, Ahmad, 2009, ―Corporate
Governance dan Profitabilitas;
Pengaruhnya terhadap Pengungkapan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
(Studi Empiris pada Perusahaan yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).
Jurnal Magister Akuntansi.
Universitas Dipenogoro.
Rivi Hamdani Wakidi, Hasan Sakti Siregar: Pengaruh Sisi Internal dan eksternal …
190
Sembiring, Eddy Rismanda, 2005,
Karakteristik Perusahaan dan
Pengungkapan Tanggungjawab Sosial
pada Perusahaan yang Tercatat di
Bursa Efek Jakarta”. Simposium
Nasional Akuntansi 7, Solo 15-16
Desember 2005.
Solihin, Ismail, 2009, Corporate Social
Responsibility; From Charity to
Sustainability. Jakarta: Salemba Empat
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian
Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Umar, Husein, 2003, Metode Riset:
Akuntansi Terapan. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Undang-Undang No. 40 Tentang
Perseroan Terbatas.
Wibisono, Yusuf, 2007, Membedah Konsep
dan Aplikasi CSR. Gresik: Fascho
Publishing.
situs web:
Kurniawan, D, 2008, ―TABEL DISTRIBUSI
Dilengkapi Metode Untuk Membaca
Tabel Distribusi‖.
<http://www.ineddeni.wordpress.com
> (16/4/2011)
Lembaga Keuangan, BAPEPAM, 2009, ―Fact
Book Indonesia Stock Exchange‖.
<http//www.idx.co.id> (8/12/2010)