126
PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF DAN SELF-EFFICACY SISWA (Tesis) Oleh Mega Kusuma Listyotami FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDARLAMPUNG 2018

PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADAKEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF DAN

SELF-EFFICACY SISWA

(Tesis)

Oleh

Mega Kusuma Listyotami

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG2018

Page 2: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

ABSTRAK

DISCOVERY LEARNING DEVELOPMENT ORIENTED IN THEREFLECTIVE THINKING SKILLS AND

SELF-EFFICACY STUDENTS

By

Mega Kusuma Listyotami

This development research aims to produce a discovery learning model that wasoriented towards the ability of reflective thinking and student self-efficacy.Development was carried out in stages, namely preliminary studies, planning,initial product development, initial stage testing, revision of the initial productand field testing. Data collection techniques using observation, interviews,questionnaires, and tests. The subject of the research was the eighth gradestudents of Bandar Lampung 1 State Junior High School in the academic year2017/2018. The results showed that the discovery learning model that wasoriented towards the ability of reflective thinking and self-efficacy of students waseffective to improve the ability of reflective thinking and self-efficacy of studentsrespectively by 77% and 30%.

Keywords: discovery learning, reflective thinking, self-efficacy

Page 3: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

ABSTRAK

PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADAKEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF DAN

SELF-EFFICACY SISWA

Oleh

Mega Kusuma Listyotami

Penelitian pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan model discoverylearning yang berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacysiswa. Pengembangan dilakukan dengan tahap-tahap yaitu, studi pendahuluan,perencanaan, pengembangan produk awal, uji tahap awal, revisi produk awal danuji lapangan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi,wawancara, angket, dan tes. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMPNegeri 1 Bandar Lampung tahun pelajaran 2017/2018. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa model discovery learning yang berorientasi padakemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa efektif untuk meningkatankemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa masing-masing sebesar 77%dan 30%.

Kata Kunci: discovery learning, berpikir reflektif, self-efficacy

Page 4: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADAKEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF DAN

SELF-EFFICACY SISWA

Oleh

Mega Kusuma Listyotami

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarMAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan MatematikaJurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

Page 5: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan
Page 6: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan
Page 7: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan
Page 8: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat pada 04 Mei

1990. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Iwa

Kusuma Somantri dan Ibu Roaini Idris.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Bhayangkari

Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan pen-

didikan dasar di SD Negeri 08 OKU Sumatera Selatan pada tahun 2001,

pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 OKU Sumatera Selatan pada

tahun 2003, pendidikan menengah atas di SMA Muhammadiyah 2 Yogyakarta

pada tahun 2007, dan pendidikan sarjana di Universitas Negeri Yogyakarta

program studi Pendidikan Matematika pada tahun 2011. Penulis melanjutkan

program magister di Universitas Lampung pada tahun 2016 dengan mengambil

program studi Pendidikan Matematika.

Page 9: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

MOTTO

“GAMBARU”Berjuang sampai titik darah penghabisan

Page 10: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin

Dengan hati yang ikhlas dan rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan

segala rahmat dan karunia-Nya, kupersembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan

cinta kasihku kepada:

Ayahanda Iwa Kusuma Somantri dan Ibunda Roaini Idris tercinta yang selalu

berusaha memberikan yang terbaik, mencurahkan kasih sayang, perhatian, kerja keras

tanpa mengenal lelah, serta doa yang tulus yang selalu mengiringi keberhasilanku.

Suamiku (Agustian Permadi), Anakku (M.Emir Al Fauzi), dan Adik ku (Hanja Dwi

Kusuma dan Tridana Puja Kusuma) yang selalu memberikan motivasi, semangat,

dukungan, serta doa.

Para pendidik yang dengan tulus dan sabar dalam mendidik dan memberikan ilmunya

Sahabat-sahabat seperjuangan

Almamater Universitas Lampung tercinta

Page 11: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

x

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul

“Pengembangan Discovery Learning Berorientasi pada Kemampuan Berpikir

Reflektif dan Self-Efficacy Siswa.”

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya tesis ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibunda tercinta Roaini Idris, Ayahanda tercinta Iwa Kusuma Somantri,

Suamiku Agustian Permadi, Anakku M.Emir Al Fauzi, serta Adikku Hanja

Dwi Kusuma dan Tridana Puja Kusuma yang selalu memberikan cinta, kasih,

semangat, doa, serta kerja keras yang tak kenal lelah demi keberhasilan

penulis.

2. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Pembimbing Akademik sekaligus

Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan yang kritis

terhadap berbagai permasalahan, dan ilmunya sehingga tesis ini menjadi lebih

baik.

3. Ibu Dr. Een Yayah Haenilah, M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, motivasi, arahan dan dorongan dengan sabar terhadap

berbagai permasalahan serta ilmunya sehingga tesis ini menjadi lebih baik.

Page 12: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

xi

4. Bapak Dr. Budi Koestoro, M.Pd., selaku Pembahas yang telah memberikan

kritik dan saran yang bersifat kritis dan membangun sehingga tesis ini menjadi

lebih baik.

5. Bapak Dr. Riswandi, M.Pd, selaku validator ahli pengembangan model

pembelajaran yang telah memberikan masukan dan saran-saran sehingga tesis

ini menjadi lebih baik.

6. Bapak Mujib, M.Pd, selaku validator ahli media yang telah memberikan

masukan dan saran-saran sehingga tesis ini menjadi lebih baik.

7. Ibu Yohana Oktariana, M.Pd, selaku validator self-efficacy yang telah

memberikan masukan dan saran-saran sehingga tesis ini menjadi lebih baik.

8. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku validator ahli materi sekaligus

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah memberikan yang

masukan, saran-saran serta kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan tesis

ini.

9. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA yang telah membe-

rikan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

10. Bapak dan Ibu dosen yang mengajar di program studi pendidikan matematika

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu

pengetahuan kepada penulis.

11. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dekan FKIP Universitas

Lampung, beserta staf dan jajarannya.

12. Bapak Drs. H. Haryanto, M.Si, selaku Kepala SMP Negeri 1 Bandar Lampung

yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.

Page 13: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

xii

13. Bapak Jaka Tata Cahyana, S.Pd, selaku guru mitra di SMP Negeri 1 Bandar

Lampung yang telah memberikan kesempatan, semangat, dan motivasi selama

penelitian.

14. Siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri 1 Bandar Lampung tahun pelajaran

2017/2018 atas kerjasamanya.

15. Keluarga besarku yang telah memberikan doa, motivasi, dan dukungan.

16. Sahabat-sahabat yang selalu ada untukku: Lusiana Budiastuti, Eni Kartika,

Indah Putri Ratnasari, Indah Damayanti, Citra Fertika Putri, dan Damelyana

Sagita atas segala kenangan, motivasi, do’a serta dukungan yang telah

diberikan.

17. Sahabat-sahabat seperjuanganku dalam menyusun skripsi ini: Eni Kartika,

Indah Putri Ratnasari, Indah Damayanti, dan Muslikhah Rohmah, atas

dukungan, motivasi, serta bantuan yang telah diberikan.

18. Sahabat-sahabatku di Magister Pendidikan Matematika angkatan 2016 atas

dukungan, motivasi, do’a, bantuan, serta kebersamaannya selama ini.

19. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.

20. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini.

Semoga kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis

mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT dan semoga tesis ini bermanfaat.

Bandar Lampung, Mei 2018

Penulis,

Mega Kusuma Listyotami

Page 14: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xx

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xxii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ................................................................................ 8

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Berpikir Reflektif .......................................................... 10

1. Pengertian Kemampuan Berpikir Reflektif ..................................... 10

2. Fase Berpikir Reflektif .................................................................... 13

3. Tujuan dan Manfaat Berpikir Reflektif ........................................... 15

4. Indikator Kemampuan Berpikir Reflektif ....................................... 15

B. Self-Efficacy ........................................................................................ 17

1. Pengertian Self-Efficacy .................................................................. 17

2. Sumber Self-Efficacy ....................................................................... 18

3. Proses Utama Self-Efficacy ............................................................. 19

4. Karakteristik individu yang Memiliki Self-Efficacy Tinggi dan Self-

Efficacy Rendah .............................................................................. 22

5. Strategi Meningkatkan Self-Efficacy ............................................... 24

C. Model Discovery Learning ................................................................. 25

1. Konsep Dasar Discovery Learning ................................................. 25

2. Karakteristik Model Discovery Learning ........................................ 32

3. Sistem Sosial Discovery Learning .................................................. 34

4. Sistem Pendukung Discovery Learning .......................................... 35

5. Dampak Pengembangan Discovery Learning ................................. 38

D. Teori Belajar Konstruktivisme ............................................................ 38

E. Definisi Operasional ............................................................................ 40

F. Kerangka Pikir .................................................................................... 42

G. Desain Pengembangan Discovery Learning Berorientasi pada Kemampuan

Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa…............................................ 45

1. Tahap Analisis ................................................................................. 46

2. Tahap Desain ................................................................................... 47

3. Tahap Pengembangan ..................................................................... 51

Halaman

Page 15: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

xv

4. Tahap Implementasi ........................................................................ 54

5. Tahap Evaluasi ................................................................................ 54

H. Hipotesis Penelitian ............................................................................ 54

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ................................................................................... 56

B. Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian ................................................ 56

C. Prosedur Penelitian ............................................................................. 57

1. Penelitian Pendahuluan dan Pengumpulan Data....... ..................... 58

2. Perencanaan Penelitian .................................................................... 60

3. Pengembangan Desain Produk Awal .............................................. 61

4. Uji Coba Lapangan Awal ................................................................ 61

5. Merevisi Hasil Uji Coba .................................................................. 62

6. Uji Coba Lapangan ......................................................................... 63

D. Instrumen Penelitian ........................................................................... 63

1. Instrumen Nontes....... ..................................................................... 63

a. Angket Validasi Pengembangan Model....... .............................. 63

b. Angket Validasi Soal Pretest Posttest....... ................................. 64

c. Angket Validasi Silabus dan RPP....... ....................................... 65

d. Angket Validasi LKPD....... ....................................................... 68

e. Angket Uji Coba Pengembangan Model....... ............................. 69

f. Angket Uji Coba LKPD....... ....................................................... 70

g. Angket Self-Efficacy....... ............................................................ 71

2. Instrumen Tes .................................................................................. 75

a. Validitas....... ............................................................................... 75

b. Reliabilitas....... ........................................................................... 78

c. Tingkat Kesukaran....... ............................................................... 79

d. Daya Pembeda....... ..................................................................... 80

E. Teknik Analisis Data ........................................................................... 81

1. Analisis Data Pendahuluan....... ...................................................... 81

2. Analisis Data Angket Validasi ........................................................ 81

3. Analisis Efektivitas Pembelajaran ................................................... 83

a. Analisis Data Kemampuan Berpikir Reflektif ............................ 83

b. Analisis Data Self-Efficacy ......................................................... 88

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Pengembangan ......................................................... 94

1. Studi Pendahuluan dan Pengumpulan Data .................................... 94

2. Hasil Penyusunan Pengembangan Discovey Learning ................... 95

3. Hasil Validasi Ahli .......................................................................... 98

a. Validasi Pengembangan Model Discovery Learning ................. 98

b. Validasi Ahli Materi ................................................................... 99

c. Validasi Ahli Media .................................................................... 100

d. Validasi Angket Self-Efficacy .................................................... 101

4.Hasil Revisi Uji Ahli ........................................................................ 102

a. Revisi pengembangan model discovery learning ....................... 102

b. Revisi perangkat pengembangan discovery learning ................. 108

c. Revisi angket self-efficacy .......................................................... 115

Page 16: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

xvi

B. Uji Coba Penelitian Pengembangan .................................................. 116

1. Uji Coba Pengembangan Model Discovey Learning ..................... 116

2. Uji Keterbacaan LKPD .................................................................. 117

C. Uji Lapangan Penelitian Pengembangan ............................................ 119

1. Analisis Kemampuan Berpikir Reflektif ......................................... 120

a. Analisis Kemampuan Awal Berpikir Reflektif........................... 120

b. Analisis Kemampuan Akhir Berpikir Reflektif .......................... 121

c. Analisis Indeks Gain Kemampuan Berpikir Reflektif ............... 124

2. Analisis Self-Efficacy Siswa ............................................................ 124

a. Analisis Self-Efficacy Awal Siswa ............................................. 124

b. Analisis Self-Efficacy Akhir Siswa ............................................. 126

c. Analisis Indeks Gain Self-Efficacy Siswa ................................... 128

D. Pembahasan ......................................................................................... 129

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ............................................................................................. 142

B. Saran ................................................................................................... 143

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

LAIN-LAIN

Page 17: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Reflektif ......................................... 16

Tabel 2.2 Aspek Self-Efficacy ........................................................................... 25

Tabel 2.3 Fase Umum Model Discovery Learning ........................................... 51

Tabel 2.4 Pengembangan Discovery Learning Berorientasi pada Kemampuan

Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa ...................................... 52

Tabel 3.1 Kisi-kisi Instrumen Validasi Pengembangan Model Discovery

Learning ............................................................................................ 64

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Validasi Soal Pretest dan Posttest .................... 65

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Validasi LKPD oleh Ahli Materi ...................... 67

Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Validasi LKPD oleh Ahli Media ...................... 68

Tabel 3.5 Kisi-kisi Angket Respon Siswa pada Pengembangan Model Discovery

Learning ........................................................................................... 69

Tabel 3.6 Kisi-kisi Angket Respon Siswa pada LKPD .................................... 70

Tabel 3.7 Aspek Penilaian Self-Efficacy ........................................................... 71

Tabel 3.8 Hasil Uji Coba Skala Self-Efficacy Siswa ......................................... 72

Tabel 3.9 Skor Pernyataan Skala Self-Efficacy Siswa ...................................... 72

Tabel 3.10 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Reflektif ................ 75

Tabel 3.11 Validitas Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Reflektif ................. 77

Tabel 3.12 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ................................................ 78

Page 18: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

xviii

Tabel 3.13 Tingkat Kesukaran Butir Soal ........................................................... 79

Tabel 3.14 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ...................................................... 80

Tabel 3.15 Daya Pembeda Butir Soal ................................................................. 80

Tabel 3.16 Interval Nilai Tiap Kategori Penilaian .............................................. 82

Tabel 3.17 Kriteria Kepraktisan Analisis Rata-Rata ........................................... 82

Tabel 3.18 Uji Normalitas Skor Awal Kemampuan Berpikir Reflektif.............. 84

Tabel 3.19 Uji Normalitas Skor Akhir Kemampuan Berpikir Reflektif ............. 84

Tabel 3.20 Uji Homogenitas Populasi Skor Awal Kemampuan

Berpikir Reflektif ............................................................................. 86

Tabel 3.21 Uji Homogenitas Populasi Skor Akhir Kemampuan

Berpikir Reflektif ............................................................................. 86

Tabel 3.22 Kriteria Indeks Gain Kemampuan Berpikir Reflektif ....................... 88

Tabel 3.23 Uji Normalitas Skor Awal Self-Efficacy ........................................... 89

Tabel 3.24 Uji Normalitas Skor Akhir Self-Efficacy .......................................... 90

Tabel 3.25 Uji Homogenitas Populasi Skor Awal Self-Efficacy ......................... 91

Tabel 3.26 Kriteria Indeks Gain Self-Efficacy .................................................... 93

Tabel 4.1 Pengembangan Discovery Learning Berorientasi pada Kemampuan

Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa ...................................... 97

Tabel 4.2 Rekapitulasi Skor Skala Uji Keterbacaan Pengembangan Model

Discovery Learning .......................................................................... 117

Tabel 4.3 Rekapitulasi Skor Skala Uji Keterbacaan LKPD ............................. 118

Tabel 4.4 Data Skor Awal Kemampuan Berpikir Reflektif ............................. 120

Tabel 4.5 Uji t Skor Awal Kemampuan Berpikir Reflektif ............................. 121

Tabel 4.6 Data Skor Akhir Kemampuan Berpikir Reflektif ............................ 122

Tabel 4.7 Uji t Skor Akhir Kemampuan Berpikir Reflektif ............................. 123

Tabel 4.8 Data Indeks N-Gain Kemampuan Berpikir Reflektif Siswa ............ 124

Page 19: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

xix

Tabel 4.9 Data Skor Awal Self-Efficacy Siswa ................................................ 125

Tabel 4.10 Uji t Skor Awal Self-Efficacy Siswa ................................................ 125

Tabel 4.11 Data Skor Akhir Self-Efficacy Siswa ............................................... 126

Tabel 4.12 Uji Mann Whitney U Skor Akhir Self-Efficacy Siswa ..................... 126

Tabel 4.13 Data Indeks N-Gain Self-Efficacy Siswa ......................................... 128

Page 20: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

xx

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Model ADDIE Branch ..................................................................... 45

Gambar 2.2 Desain Pengembangan Discovery Learning Berorientasi pada

Kemampuan Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa ................. 51

Gambar 2.1 Model ADDIE Branch ..................................................................... 45

Gambar 2.2 Desain Pengembangan Discovery Learning Berorientasi pada

Kemampuan Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa ................. 53

Gambar 4.1 Kerangka Pengembangan Model Discovery Learning Berorientasi

pada Kemampuan Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa ........ 96

Gambar 4.2 Pengembangan Model Discovery Learning Sebelum dan Setelah

Revisi Pertama ................................................................................. 103

Gambar 4.3 Pengembangan Model Discovery Learning Sebelum dan Setelah

Revisi Ke-2 ...................................................................................... 105

Gambar 4.4 Pengembangan Model Discovery Learning Setelah

Revisi Ke-3 ...................................................................................... 106

Gambar 4.5 Pengembangan Model Discovery Learning Setelah

Revisi Ke-4 ...................................................................................... 106

Gambar 4.6 Pengembangan Model Discovery Learning Berorientasi pada

Kemampuan Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa ................. 107

Gambar 4.7 Revisi Kisi-Kisi Soal Pretest Posttest ............................................. 109

Gambar 4.8 Silabus Sebelum Revisi ................................................................... 110

Gambar 4.9 Silabus Setelah Revisi ..................................................................... 111

Gambar 4.10 RPP Sebelum Revisi ..................................................................... 112

Page 21: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

xxi

Gambar 4.11 RPP Setelah Revisi........................................................................ 113

Gambar 4.12 Revisi Materi LKPD ..................................................................... 114

Gambar 4.13 Revisi Media LKPD ...................................................................... 114

Gambar 4.14 Angket Self-Efficacy Sebelum Revisi ........................................... 115

Gambar 4.15 Angket Self-Efficacy Setelah Revisi ............................................. 116

Gambar 4.16 Tahap Data Collection dan Data Processing ............................... 132

Gambar 4.17 Tahap Verification......................................................................... 133

Gambar 4.18 Tahap Generalization (Tes dan Jurnal Refleksi Diri) ................... 134

Page 22: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

DAFTAR LAMPIRAN

A. PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN

A.1 Silabus .............................................................................................. 152

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...................................... 171

A.3 Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) ............................................... 211

B. INSTRUMEN PENELITIAN

B.1 Kisi-Kisi Soal Kemampuan Berpikir Reflektif ................................. 254

B.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Reflektif ................ 256

B.3 Soal Kemampuan Berpikir Reflektif ................................................ 257

B.4 Kunci Jawaban Soal Kemampuan Berpikir Reflektif ....................... 259

B.5 Kisi-Kisi Angket Self-Efficacy.......................................................... 266

B.6 Angket Self-Efficacy ......................................................................... 267

C. ANALISIS DATA

C.1 Analisis Validitas Soal Tes Kemampuan Berpikir Reflektif ........... 269

C.2 Analisis Reliabilitas Butir Soal Tes Kemampuan Berpikir

Reflektif .......................................................................................... 270

C.3 Analisis Tingkat Kesukaran Soal Tes Kemampuan Berpikir

Reflektif .......................................................................................... 271

C.4 Analisis Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Berpikir

Reflektif ........................................................................................... 272

C.5 Analisis Validitas Pernyataan Angket Self-Efficacy ........................ 273

C.6 Analisis Reliabilitas Angket Self-Efficacy ....................................... 279

C.7 Data Kemampuan Berpikir Reflektif .............................................. 280

C.8 Data Self-Efficacy ............................................................................ 282

C.9 Normalitas Data Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir

Reflektif ........................................................................................... 286

C.10 Normalitas Data Pretest dan Posttest Self-Efficacy ........................ 287

C.11 Homogenitas Data Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir

Reflektif .......................................................................................... 288

C.12 Homogenitas Data Pretest dan Posttest Self-Efficacy .................... 289

C.13 Uji T Data Pretest dan Posttest Kemampuan Berpikir

Reflektif .......................................................................................... 290

C.14 Uji T Data Pretest dan Posttest Self-Efficacy ................................. 291

C.15 N Gain Peningkatan Kemampuan Berpikir

Reflektif .......................................................................................... 292

C.16 N Gain Peningkatan Self-Efficacy................................................... 293

Halaman

Page 23: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

xxiii

C.17 Analisis Validasi Pengembangan Discovery Learning Berorientasi pada

Kemampuan Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa oleh Ahli

Pengembangan Pembelajaran ......................................................... 294

C.18 Analisis Validasi Perangkat Pembelajaran oleh Ahli Materi .......... 295

C.19 Analisis Validasi LKPD oleh Ahli Materi ...................................... 298

C.20 Analisis Validasi LKPD oleh Ahli Media ...................................... 299

C.21 Analisis Validasi Angket Self-Efficacy ........................................... 300

C.22 Analisis Angket Tanggapan Guru Terhadap Pengembangan Discovery

Learning Berorientasi pada Kemampuan Berpikir Reflektif dan Self-

Efficacy Siswa ................................................................................ 301

C.23 Analisis Angket Tanggapan Guru Terhadap LKPD Pengembangan

Discovery Learning Berorientasi pada Kemampuan Berpikir Reflektif

dan Self-Efficacy Siswa .................................................................. 302

C.24 Analisis Angket Tanggapan siswa Terhadap Pengembangan Discovery

Learning Berorientasi pada Kemampuan Berpikir Reflektif dan Self-

Efficacy Siswa ................................................................................ 303

C.25 Analisis Angket Tanggapan siswa Terhadap LKPD Pengembangan

Discovery Learning Berorientasi pada Kemampuan Berpikir Reflektif

dan Self-Efficacy Siswa .................................................................. 305

D. LEMBAR PENILAIAN AHLI DAN ANGKET

D.1 Lembar Penilaian Ahli Pengembangan Pembelajaran ...................... 307

D.2 Lembar Penilaian Perangkat Pembelajaran Ahli Materi ................. 312

D.3 Lembar Penilaian LKPD Ahli Materi ............................................... 315

D.4 Lembar Penilaian LKPD Ahli Media................................................ 324

D.5 Lembar Penilaian Skala Self-Efficacy .............................................. 331

D.6 Lembar Angket Tanggapan Guru Matematika ................................. 334

D.7 Lembar Jurnal Refleksi Diri Siswa ................................................... 339

Page 24: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan sangat penting bagi setiap manusia karena dengan pendidikan seseorang

dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya sehingga menjadi pribadi

yang kreatif, inovatif, mandiri, dan cerdas. Pendidikan juga merupakan suatu proses

kegiatan belajar dan mengajar yang memiliki tujuan untuk mendidik anak bangsa

agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab, dan berkepribadian baik. Hal ini

sejalan dengan tujuan pendidikan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam

Undang-Undang No 20 tahun 2003 bab II pasal 3 tentang Sistem Pendidikan

Nasional yang menegaskan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung

jawab.

Salah satu upaya untuk mencapai keberhasilan tujuan pendidikan yaitu dengan

pembelajaran. Semakin baik proses pembelajaran, maka akan semakin baik pula

hasil yang didapatkan. Salah satu proses pembelajaran adalah dengan belajar

matematika yang telah diatur dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 37.

Undang-Undang tersebut menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

Page 25: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

2

merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan

dasar dan menengah.

Peringkat internasional siswa Indonesia untuk mata pelajaran matematika

berdasarkan hasil PISA (Programme for International Students Assessment) 2015

berada pada posisi 63 dari 73 negara (OECD, 2016). Peringkat dan rata-rata skor

siswa Indonesia tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil tes dan survey PISA

terdahulu pada tahun 2012 yang juga berada pada kelompok penguasaan materi

yang rendah. Hasil PISA ini menunjukkan bahwa belum optimalnya kemampuan

siswa Indonesia pada bidang matematika.

Menurut Permendikbud No 58 Tahun 2013 tentang kurikulum SMP dijelaskan

bahwa tujuan pembelajaran matematika di SMP antara lain agar siswa

memahami konsep, menggunakan pola dalam menyelesaikan masalah,

menggunakan penalaran dalam pemecahan masalah, mengkomunikasikan

gagasan, memiliki sikap menghargai kegunaan matematika, memiliki sikap dan

perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika, melakukan kegiatan

motorik yang menggunakan pengetahuan matematika, dan menggunakan alat

peraga sederhana dan teknologi dalam kegiatan matematika.

Sumarmo (2006) berpendapat bahwa pembelajaran matematika diarahkan untuk

mengembangkan (1) kemampuan berpikir matematis yang meliputi pemahaman,

pemecahan masalah, penalaran, komunikasi, dan koneksi matematis; (2)

kemampuan berpikir kritis, serta sikap yang terbuka dan obyektif, serta (3)

disposisi matematis atau kebiasaan, dan sikap belajar yang berkualitas tinggi.

Page 26: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

3

Salah satu upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir matematis siswa

yaitu dengan mengembangkan cara berpikir siswa terutama dalam pembentukan

kemampuan menganalisis dengan mengidentifikasi apa yang sudah diketahui,

membuat sintesis, melakukan evaluasi hingga menerapkannya dalam kehidupan

sehari-hari. Jenis kemampuan ini adalah kemampuan berpikir reflektif, hal ini

sesuai dengan pendapat Noer (2010:5).

Berpikir reflektif merupakan suatu proses yang membutuhkan keterampilan-

keterampilan yang secara mental memberi pengalaman dalam memecahkan

masalah, mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, memodifikasi

pemahaman dalam rangka memecahkan masalah, dan menerapkan hasil

yang diperoleh pada situasi-situasi yang lain.

Berpikir reflektif bisa disamakan dengan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dimana

guru perlu menyelaraskan pelajaran mereka seperti: analisis, sintesis dan evaluasi,

sesuai dengan pendapat Biongan (2015:14) yang menyatakan bahwa “reflective

thinking can be equated to higher thinking level of Bloom‟s Taxonomy (Bloom,

1976) of which teachers need to align into their lessons such as: analysis, synthesis

and evaluation”. Berdasarkan taksonomi Bloom, menganalisis, mensintesis, dan

mengevaluasi diklasifikasikan sebagai urutan yang lebih tinggi. Keterampilan

penyelidikan ilmiah klasik, seperti merumuskan hipotesis, merencanakan

eksperimen, atau menarik kesimpulan juga diklasifikasikan sebagai keterampilan

berpikir tingkat tinggi. Dengan demikian kemampuan berpikir reflektif termasuk

dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Kemampuan berpikir reflektif sangat dibutuhkan siswa dalam menyelesaikan

masalah matematika, karena untuk menyelesaikan masalah matematika secara

efektif, siswa harus: (1) mencari dan membatasi masalah; (2) mengembangkan

solusi pemecahan masalah yang baik; (3) mengevaluasi solusi; (4) memikirkan dan

Page 27: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

4

mendefinisikan kembali masalah dan solusi dari waktu ke waktu ( Santrock , 2011:

317-318). Hal ini sesuai dengan lima fase pemikiran reflektif dari Dewey dalam

Mewborn (1999:323) (1) fase pertama melibatkan pengenalan solusi yang

mungkin untuk masalah, (2) fase kedua yaitu problematisasi situasi maksudnya

adalah untuk mengidentifikasi masalah, (3) fase ketiga adalah menghasilkan

hipotesis yang bisa mengarah pada solusi, (4) fase keempat adalah menggunakan

penalaran dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk menentukan

apakah hipotesis adalah solusi yang layak untuk masalah, (5) hipotesisnya

diterapkan dalam konteks masalah.

Seseorang harus memiliki keyakinan dalam proses berpikir reflektif. Dewey

(Calderhead, 1989 : 43) menyatakan “concept of reflection, for instance, defined

broadly as active, persistent and careful consideration of any belief”. Maksudnya

adalah konsep refleksi didefinisikan secara luas sebagai pertimbangan aktif, gigih

dan keyakinan cermat. Keyakinan dalam hal ini memegang peran penting karena

dalam refleksi memuat bagaimana seseorang dapat mengevaluasi diri mereka

sendiri.

Evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk

melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan adalah definisi

dari efikasi diri atau self-efficacy (Baron dan byrne, 2000). Hackett dan Betz

(Soleymani dan Rekabdar, 2016:16) telah mendefinisikan self-efficacy matematika

sebagai penilaian kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka untuk melakukan

tugas dengan sukses atau masalah matematika tertentu.

Page 28: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

5

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Noer (2012), Nicolaidou dan

Philippou (2003), Ayotolaa dan Adedeji (2009) serta Pajares, et al (2000) bahwa

self-efficacy dalam matematika memiliki hubungan positif dan berpengaruh

signifikan terhadap prestasi pendidikan dalam matematika. Semakin tinggi self-

efficacy dan kemampuan matematika siswa maka akan semakin tinggi pula kinerja

matematika siswa. Sebaliknya, semakin rendah self-efficacy dan kemampuan

matematika siswa maka akan semakin rendah pula kinerja matematika siswa.

Self-efficacy memiliki efek pada fungsi kognitif seperti pemecahan masalah,

pengambilan keputusan, penggunaan analitis strategi, evaluasi diri, manajemen

waktu, dan strategi pengaturan diri sendiri (Katz, 2015:104). Keyakinan pada diri

sendiri merujuk pada evaluasi diri. Hal ini menghubungkan antara keyakinan diri

seseorang dengan kemampuannya mengevaluasi dirinya sendiri yang juga dikenal

dengan kemampuan seseorang untuk merefleksi dirinya. Perkembangan self-

efficacy pada diri siswa akan lebih mudah bekerja dan berkembang lebih keras serta

bertahan lama jika diiringi dengan kemampuan akademik siswa (Meral, et al,

2012:1144).

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Bandar Lampung, karena kelas VIII SMP

Negeri 1 Bandar Lampung sudah aktif menggunakan Kurikulum 2013, dan

berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti dengan siswa kelas VIII SMP

Negeri 1 Bandar Lampung, terdapat beberapa masalah yang dihadapi siswa, yaitu :

(1) siswa masih kesulitan dalam mengidentifikasi masalah kontekstual (kehidupan

sehari-hari) ke dalam bentuk model matematika; (2) siswa kesulitan dalam

menentukan strategi yang digunakan dalam menjawab soal matematika; (3) Siswa

Page 29: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

6

kesulitan dalam memberikan alasan jawaban dari suatu persoalan matematika; (4)

siswa kesulitan dalam mengerjakan soal yang memerlukan kemampuan berpikir

tingkat tinggi. Setelah bertanya lebih lanjut kepada siswa, masalah tersebut muncul

karena siswa sendiri tidak yakin dalam mengerjakan soal matematika. Masalah-

masalah yang dihadapi oleh siswa tersebut adalah terkait dengan kemampuan

berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

Untuk menguatkan hasil wawancara dengan siswa, peneliti juga melakukan

wawancara dengan guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 1 Bandar

Lampung. Menurut guru pelajaran matematika kelas VIII SMP Negeri 1 Bandar

Lampung, ketuntasan siswa dalam mata pelajaran matematika untuk KKM 80,

hanya 50% siswa yang dapat menuntaskan KKM. Hal ini karena kurangnya

penguasaan konsep pada siswa. Padahal SMP Negeri 1 Bandar Lampung sudah

menggunakan discovery learning secara aktif sesuai dengan acuan pendekatan

saintifik kurikulum 2013. Pernyataan ini didukung oleh Westwood (2008:30) salah

satu kekurangan model pembelajaran discovery learning adalah walaupun siswa

terlibat secara aktif namun siswa mungkin masih belum memahami garis besar dari

konsep.

Dalam membantu siswa mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa dan guru

di atas, perlu untuk dicarikan suatu solusi pembelajaran yang dapat menumbuhkan

serta mengoptimalkan kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

Pendekatan optimal dari suatu pembelajaran harus mencakup setidaknya satu dari

beberapa hal berikut: (a) tugas yang dipandu memiliki struktur untuk membantu

peserta didik, (b) tugas yang mengharuskan peserta didik untuk menjelaskan

Page 30: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

7

gagasan mereka sendiri dan memastikan bahwa gagasan ini akurat dengan

memberikan umpan balik yang tepat waktu, atau (c) tugas yang memberikan contoh

kerja bagaimana tugas itu berhasil (Alfieri, et al, 2011:13).

Pembelajaran yang mempunyai langkah-langkah struktur atau urutan dan

mempunyai tahapan peserta didik mengemukakan gagasan mereka sendiri serta

memastikan gagasan tersebut dengan pembuktian, adalah langkah-langkah dari

model discovery learning (Syah, 2005:244). Namun pada kenyataannya dengan

menerapkan model discovery learning, 50% siswa pada SMP Negeri 1 Bandar

Lampung belum mampu untuk menuntaskan KKM. Hal ini dikarenakan kurangnya

penguasaan konsep pada siswa. Padahal SMP Negeri 1 Bandar Lampung sudah

menggunakan discovery learning secara aktif sesuai dengan acuan pendekatan

saintifik kurikulum 2013. Pernyataan ini didukung oleh Westwood (2008:30) salah

satu kekurangan model pembelajaran discovery learning adalah walaupun siswa

terlibat secara aktif namun siswa mungkin masih belum memahami garis besar dari

konsep. Oleh karena itu perlu dicarikan solusi untuk permasalahan tersebut yaitu

dengan mengembangkan discovery learning dengan mengacu pada kemampuan

berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka peneliti termotivasi untuk

mengadakan penelitian yang berjudul: Pengembangan Discovery Learning

Berorientasi Pada Kemampuan Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa.

Page 31: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dirumuskan permasalahan dalam

penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimanakah produk pengembangan model discovery learning yang

berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa?

2. Bagaimanakah proses pengembangan model discovery learning berorientasi

pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa?

3. Bagaimanakah efektivitas produk pengembangan model discovery learning

berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa?

C Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui produk pengembangan model discovery learning yang

berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

2. Untuk mengetahui proses pengembangan model discovery learning yang

berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

3. Untuk mengetahui efektivitas produk pengembangan model discovery learning

terhadap kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

Page 32: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

9

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan

khususnya dalam pengembangan pembelajaran sehingga penelitian ini dapat

dijadikan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Secara Praktis

2.1 Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang baik untuk

sekolah yang bersangkutan atau sekolah lain sebagai upaya untuk meningkatkan

mutu pendidikan.

2.2 Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan guru dapat memperoleh suatu pendekatan belajar

yang lebih efektif.

2.3 Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat tercipta suasana pembelajaran yang

menyenangkan, sehingga siswa dapat lebih menyerap materi, berupa pengetahuan

sehingga prestasi belajarnya menjadi lebih baik, serta lebih siap dalam pelaksanaan

Kurikulum 2013.

Page 33: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Berpikir Reflektif

1. Pengertian Kemampuan Berpikir Reflektif

Kata 'refleksi' berasal dari kata kerja bahasa Latin "reflectere" yang berarti tikungan

atau putar ('flectere') ke belakang atau belakang ('re'). Istilah ini awalnya

diperkenalkan di optik untuk menggambarkan pantulan cahaya terhadap permukaan

air yang halus, cermin atau semacamnya (Bengtsson, 2006:26). Menurut Wilson

dan Jan dalam Şükran Tok (2013:265), refleksi adalah proses individu dalam

evaluasi diri, pengalaman dan pembelajaran.

Dewey dalam Korthagen (1993:317) berpendapat bahwa refleksi tidak hanya

melibatkan serangkaian gagasan, tapi juga sebuah urutan-urutan yang berurutan

dalam sebuah cara yang masing-masing menentukan yang berikutnya sebagai yang

sesuai hasil. Sementara setiap hasil pada gilirannya bersandar kembali, atau

mengacu pada, pendahulunya. Schön dalam Mahasneh (2013:50) mendefinisikan

refleksi yang mengacu pada dua hal, yaitu: (1) refleksi dalam tindakan, yang

mencerminkan saat berada di tengah pemecahan masalah, dan (2) refleksi-tindakan,

yaitu: merefleksikan proses refleksi-in-action (sebagai praktisi reflektif). "Ketika

seseorang merefleksikan tindakan".

Page 34: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

11

Noer (2010:5) menyatakan bahwa berpikir reflektif merupakan suatu proses yang

membutuhkan keterampilan-keterampilan yang secara mental memberi

pengalaman dalam memecahkan masalah, mengidentifikasi apa yang sudah

diketahui, memodifikasi pemahaman dalam rangka memecahkan masalah, dan

menerapkan hasil yang diperoleh pada situasi-situasi yang lain.

Meizrow dalam Kember (2010:23-24) memisahkan refleksi menjadi dua, yaitu

refleksi isi dan refleksi proses. Refleksi isi sebagai refleksi tentang apa yang kita

rasakan, pikirkan, rasakan atau lakukan. Refleksi proses adalah metode atau cara

kita berpikir bagaimana seseorang melakukan fungsi untuk memahami, berpikir,

merasakan, atau tindakan dan suatu penilaian dari keyakinan dalam

menjalankannya.

Praktik berpikir reflektif berkaitan dengan konsekuensi dari gagasan dan

kemungkinan tindakan fisik di kemudian hari dapat digunakan untuk memecahkan

berbagai masalah pribadi dan profesional (Phan, 2009:299). Dalam proses belajar

mengajar, pemikiran reflektif memupuk pembelajaran yang berarti membantu

siswa dan pendidik untuk mengembangkan keterampilan khusus yang mungkin bisa

membantu mereka lebih vokal dan kritis untuk mengembangkan keahlian mereka

(Phan, 2008:77). “The learning of mathematics requires the student to reflect

consciously on his (or her) own mental structures and procedures” (Gagatsis dan

Patronis, 1990:30). Belajar matematika mengharuskan siswa untuk merefleksikan

secara sadar pada dirinya untuk memiliki struktur dan prosedur mental.

Page 35: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

12

Pemikiran reflektif melibatkan kesadaran kinerja yang mengarah pada pemahaman

situasi, sehingga pengguna berpikir reflektif membangun pengetahuan dan

kemampuan berpikir dimensional yang membantu mereka menilai pemikiran dan

basis kognitif mereka, dan juga sangat memahami masalah kompleks, sesuai

dengan pendapat Tarawneh (2015:25) “the reflective thinking involves

performance awareness leading toward understanding the situations, so the users

of reflective thinking build knowledge and dimensional thinking skills that help

them assess their thinking and cognitive base, and also highly understanding

complex issues”.

Beberapa elemen refleksi menurut Wade dan Yarbrough (1996:64), yaitu : (1)

refleksi adalah proses berpikir yang diterapkan pada pengalaman, gagasan atau

masalah, (2), refleksi membutuhkan waktu dan lebih banyak waktu yang bisa kita

curahkan maka akan semakin besar potensi untuk menambah wawasan (3) refleksi

dapat menyebabkan pertumbuhan kognitif yang dihasilkan dalam bentuk

pemahaman.

Dari uraian tentang pengertian kemampuan berpikir reflektif, dapat disimpulkan

bahwa kemampuan berpikir reflektif adalah suatu jenis pemikiran yang melibatkan

pemecahan masalah, perumusan kesimpulan, memperhitungkan hal-hal yang

mungkin berkaitan dengan solusi masalah, dan membuat keputusan-keputusan

yang efektif untuk konteks tertentu dari suatu tugas berpikir.

Page 36: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

13

2. Fase Berpikir Reflektif

Dewey dalam Mahasneh (2013:50-51) menggambarkan lima ciri pengalaman

reflektif dalam praktik: (1) Kebingungan dan keraguan: pelajar dihadapkan pada

situasi dan / atau pengalaman baru, (2) Antisipasi dugaan: pelajar mulai

mengevaluasi situasi dan membuat asumsi atau hipotesis tentatif, (3) Pemeriksaan,

inspeksi, eksplorasi, dan analisis: pelajar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap

situasi, (4) Elaborasi hipotesis: pelajar lebih jauh mendefinisikan hipotesis dan

mulai mengujinya terhadap fakta, (5) Menguji hipotesis: pelajar mempelajari

kembali situasi untuk menguji hipotesis. Lee (2004 : 701) berpendapat bahwa

proses berpikir reflektif melibatkan (1) konteks masalah, (2) definisi masalah /

reframing, (3) mencari solusi yang mungkin, (4) percobaan, (5) evaluasi, (6)

penerimaan / penolakan.

Tahapan proses berpikir reflektif menurut Gagatsis dan Patronis (1990:30) adalah

seharusnya tidak hanya menunjukkan kemajuan solusi dari suatu masalah,

melainkan tingkat kesadaran pokok bahasan tentang keseluruhan tema, “the stages

of a process of reflective thinking should not simply indicate the progress of the

solution of a problem, but rather the degree of awareness of the subject about the

whole theme “.Gagatsis dan Patronis (1990:33-34) juga mengemukakan tahap

utama dari proses berpikir reflektif dalam aktivitas matematika yaitu sebagai

berikut: (1) Pikiran awal tentang konsepsi suatu subjek atau masalah, (2)

Mencerminkan subjek dan mencoba memahami, yaitu mengatur pengalaman baru

ke dalam struktur yang sudah ada sebelumnya, (3) Penemuan dengan menemukan

dan atau membenarkan sebuah aturan; Menemukan penjelasan untuk beberapa

kesalahan, (4) Introspeksi, (5) Kesadaran penuh.

Page 37: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

14

Lima fase pemikiran reflektif dari Dewey dalam Mewborn (1999: 323) adalah

sebagai berikut.

(1) Recognition of possible solutions to the problem

Fase pertama yaitu mengenali, merasakan dan mengidentifikasi suatu masalah.

(2) Problematize the situation

Fase kedua yaitu problematisasi situasi maksudnya adalah permasalahan dari

masalah yang sudah diidentifikasi pada fase pertama kemudian dibuat batasan dan

rumusan masalah tersebut.

(3) Generate hypotheses that may lead to solutions

Fase ketiga adalah menghasilkan hipotesis yang bisa mengarah pada solusi dari

masalah yang sudah ada pada fase sebelumnya dengan mengajukan beberapa

kemungkinan alternatif solusi dari permasalahan.

(4) Uses reasoning to determine whether or not the hypotheses are viable solutions

to the problem

Fase keempat adalah menggunakan penalaran dengan mengembangkan ide dengan

cara merekonstruksi pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dan

mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menentukan apakah hipotesis tersebut

adalah solusi yang layak untuk masalah.

(5) After the hypotheses have been fully developed,they are tested in the fifth and

final phase

Fase kelima, melakukan tes untuk menguji solusi masalah dengan cara

menerapkan hipotesis dalam konteks masalah.

Page 38: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

15

3. Tujuan dan Manfaat Berpikir Reflektif

Grimmet dalam Abell, et al (1997:492) menyatakan bahwa terdapat tiga tujuan

refleksi dalam pendidikan, yaitu : (1) Mengendalikan dan mengarahkan tingkah

laku, (2) Merekonstruksi pengalaman yang sudah ada, (3) Mengembangkan

tindakan atau pengalaman yang baru diperoleh.

Manfaat dari proses berpikir reflektif diungkapkan oleh Scanlan dan Chernomas

dalam Şükran Tok (2013:267) “the process of reflection facilitates understanding

of the self within the dimensions of practice, and encourages critical thinking skills

in students”. Proses refleksi memudahkan pemahaman diri dalam dimensi praktik,

dan mendorong kemampuan berpikir kritis pada siswa.

Ditambahkan pula menurut Phan (2006:582) “In the teaching and learning

processes, reflective thinking cultivates meaningful learning and helps students and

educators alike to develop specific skills that may assist them to be more vocal and

critical, and to develop expertise in their areas of professionalism”. Dalam proses

belajar mengajar, pemikiran reflektif memupuk pembelajaran yang berarti, dan

membantu siswa dan pendidik untuk mengembangkan keterampilan khusus yang

dapat membantu mereka menjadi lebih vokal dan kritis, dan untuk mengembangkan

keahlian di bidang profesionalisme mereka.

4. Indikator Kemampuan Berpikir Reflektif

Untuk mencapai kemampuan berpikir reflektif yang optimal, ada beberapa fase

kemampuan berpikir reflektif menurut Noer (2010:43-44), yaitu sebagai berikut.

Page 39: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

16

a. Reacting, yaitu bereaksi dengan pemahaman pribadi terhadap peristiwa,

stimulasi, atau masalah matematis dengan berfokus pada sifat alami situasi.

b. Comparing, yaitu melakukan analisis dan klarifikasi pengalaman individual apa

yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan pengalaman yang lain,

seperti mengacu pada suatu prinsip umum maupun suatu teori.

c. Contemplating, yaitu mengutamakan pengertian pribadi yang mendalam. Dalam

hal ini fokus terhadap suatu tingkatan pribadi dalam proses-proses seperti

menguraikan, menginformasikan, mempertimbangkan dan merekonstruksi situasi

atau masalah.

Berdasarkan fase berpikir reflektif di atas, maka indikator yang digunakan untuk

mengukur kemampuan berpikir reflektif menurut Noer (2010) adalah sebagai

berikut.

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Reflektif

Indikator Pengertian

Reacting Berpikir reflektif untuk aksi. Menuliskan sifat-sifat yang

dimiliki oleh situasi kemudian menjawab permasalahan.

Comparing Berpikir reflektif untuk evaluasi. Membandingkan suatu

reaksi dengan prinsip umum atau teori dengan memberi

alasan kenapa memilih tindakan tersebut.

Contemplating Berpikir reflektif untuk inkuiri kritis. Menginformasikan

jawaban berdasarkan situasi masalah, mempertentangkan

jawaban dengan jawaban lain kemudian merekonstruksi

situasi-situasi.

Noer (2010)

Page 40: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

17

B. Self-Efficacy

1. Pengertian Self-Efficacy

Self-efficacy terdiri dari kata “self” yang diartikan sebagai unsur struktur

kepribadian, dan “efficacy” yang berarti penilaian diri, apakah dapat melakukan

tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan

sesuatu sesuai dengan yang dipersyaratkan Alwisol (Widyastuti, 2010:31). Self-

efficacy merupakan presepsi individu akan keyakinan kemampuannya melakukan

tindakan yang diharapkan. Efikasi diri mempengaruhi pilihan tindakan yang akan

dilakukan, besarnya usaha dan ketahanan ketika berhadapan dengan hambatan atu

kesulitan. Individu dengan efikasi diri tinggi memilih melakukan usaha lebih besar

dan pantang menyerah.

Konsep self-efficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura. Menurut Bandura

(Hidayat, 2011:156), dari semua pemikiran yang memengaruhi fungsi manusia, dan

merupakan bagian paling inti dari teori kognitif sosial adalah efikasi diri (self-

efficacy). Bandura dalam Behjat dan Chowdury ( 2012:304) “defines self-efficacy

as a person’s beliefs in his or her ability to organize and execute a required course

of action to achieve a desired result”. Bandura mendefinisikan self-efficacy sebagai

kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya untuk berorganisasi dan

melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Bandura (2002) juga mengungkapkan bahwa self-efficacy adalah suatu belief

(keyakinan) mengenai kemampuan individu untuk melakukan sesuatu hal ketika

berada dalam berbagai macam kondisi dengan apapun keterampilan yang

Page 41: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

18

dimilikinya saat ini. Marsh & Shavelson dalam Zimmerman (2000:84) juga

menyatakan bahwa “belief is a more general self-descriptive construct that

incorporates many forms of self-knowledge and self-evaluative feelings”.

Maksudnya adalah keyakinan adalah konstruksi deskriptif diri yang lebih umum

yang menggabungkan banyak bentuk dari pengetahuan diri dan perasaan evaluatif

diri sendiri. Dari kutipan diatas, keyakinan self-efficacy adalah suatu hal yang

penting untuk dimiliki siswa karena self-efficacy akan membuat siswa termotivasi

untuk belajar melalui penggunaan pengaturan diri sebagai proses penetapan tujuan,

evaluasi diri, dan menetapkan strategi yang digunakan.

Berdasarkan uraian tentang pengertian self-efficacy, dapat disimpulkan bahwa self-

efficacy merupakan keyakinan individu terhadap kemampuannya dalam melakukan

sesuatu hal ketika berada dalam berbagai macam kondisi dengan berbagai

keterampilan yang dimilikinya, untuk mencapai hasil yang diinginkan.

2. Sumber Self-Efficacy

Sumber self-efficacy dinyatakan oleh Bandura dan Zimmerman dalam McQuiggan

(2006:86) adalah sebagai berikut.

a. Enactive mastery experiences (pengalaman penguasaan enaktif)

pengalaman penguasaan enaktif adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa

yang telah lalu. Sebagai sumber pengalaman masa lalumenjadi pengubah efikasi

diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lalu) yang bagus meningkatkan

ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan menurunkan efikasi.

Page 42: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

19

b. Vicarious experiences (pengalaman individu lain (Vikarius))

Diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati

keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang

yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figur

yang diamati berbeda dengan diri si pengamat, pengaruh vikarius tidak besar.

Sebaliknya, ketika mengamati kegagalan figur yang setara dengan dirinya, bisa jadi

orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang

diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.

c. Verbal persuasion (persuasi verbal)

Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi

verbal. Siswa mengalami suatu hasil melalui deskripsi seorang pembujuk.

Misalnya, dia mungkin didorong oleh pembujuk, yang mungkin memuji siswa

tersebut berkinerja baik. Bujukan verbal sangat berguna dalam memungkinkan

siswa untuk mengatasi keraguan diri.

d. Physiological and emotional effects (efek fisiologis dan emosional )

Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di

bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi

diri.

3. Proses Utama Self-Efficacy

Bandura dalam McQuiggan, dkk (2006:86-87) juga berpendapat bahwa keyakinan

self-efficacy siswa mengatur perilaku manusia melalui empat proses utama pusat

kinerja manusia. Empat proses tersebut adalah sebagai berikut.

Page 43: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

20

a. Cognitive process (proses kognitif)

Self-efficacy mempengaruhi penalaran dan pemecahan masalah siswa, kinerja siswa

dapat meningkat atau terganggu. Keberhasilan self-efficacy yang tinggi memberi

siswa kemampuan untuk menetapkan tujuan masa depan dan komitmen untuk

mencapainya. Siswa dengan self-efficacy tinggi lebih mampu memilih strategi

mengatasi masalah. Di sisi lain, self-efficacy rendah mengurangi hasil pencapaian

tujuan dan memunculkan ketidakmampuan untuk memilih strategi pemecahan

masalah yang optimal.

b. Motivational process (proses Motivasi)

Siswa dengan self-efficacy tinggi lebih cenderung memperlihatkan hasil yang

sukses. Menetapkan tujuan yang menantang pada gilirannya menghasilkan tingkat

motivasi yang meningkat (Lepper, et al., 1993). Self-efficacy rendah dapat

mengurangi ketahanan, ketekunan, dan kemampuan seseorang.

c. Selectiva Process (proses selektif)

Aktivitas yang dipilih siswa untuk terlibat secara signifikan mempengaruhi potensi

mereka untuk mencapainya. Siswa dengan self-efficacy tinggi memilih kegiatan

menantang dan lingkungan yang secara teratur menyajikan kesempatan untuk

menunjukkan ketekunan. Siswa dengan self-efficacy rendah cenderung memilih

aktivitas dan lingkungan yang sedikit atau tanpa tantangan.

d. Affective process (proses afektif)

Self-efficacy mempengaruhi kemampuan siswa untuk mengatur caranya sendiri

pada ranah afektif atau ranah sikap. Semakin tinggi self-efficacy yang dimiliki

Page 44: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

21

seorang siswa, maka akan semakin positif pula sikap yang ditunjukkan siswa dalam

pembelajaran, hal ini dibuktikan dengan beberapa hasil penelitian dibawah ini.

Menurut Zimerman (2000:87) keyakinan self-efficacy juga memberi siswa rasa

untuk memotivasi pembelajaran mereka melalui penggunaan proses pengaturan diri

seperti penetapan tujuan, pemantauan diri, evaluasi diri, dan penggunaan strategi.

“Self-efficacy beliefs also provide students with a sense of agency to motivate their

learning through use of such self-regulatory processes as goal setting, self-

monitoring, self-evaluation, and strategy use”.

Zimerman dan Kitsantas dalam zimerman (2000:86) “found self-efficacy to be

highly correlated with students”. Zimerman dan Kitsantas menemukan bahwa self-

efficacy berkorelasi tinggi dengan kemampuan siswa. Hal ini sesuai dengan

pendapat Ayotolaa dan Adedejib (2009:956) “there is a strong positive relationship

between mathematics self-efficacy and achievement in mathematics”, ada

hubungan positif yang kuat antara self-efficacy matematika dan prestasi dalam

matematika. Diperkuat dengan hasil penelitian Soleymani dan Rekabdar (2016:19)

“high positive self-efficacy has positive impact on mathematics achievement. In

contrast, low self-efficacy may have negative impact on students’ mathematics

achievement”. Self-efficacy yang positif tinggi memiliki dampak positif pada

prestasi matematika, sebaliknya, rendahnya self-efficacy mungkin memiliki

dampak negatif pada prestasi matematika siswa. Ditambahkan pula menurut Zarch

(2006) self-efficacy dan kemampuan matematika siswa juga memiliki efek langsung

terhadap kinerja matematika siswa.

Page 45: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

22

4. Karakteristik Individu yang Memiliki Self-Efficacy Tinggi dan Self-

Efficacy Rendah

Victoriana (2012:6) menjelaskan tentang karakteristik individu yang memiliki self-

efficacy tinggi dan self-efficacy rendah. Karakterikstik individu yang memiliki self-

efficacy adalah sebagai berikut : (1) Menghadapi suatu persoalan sebagai tantangan

untuk diatasi bukan ancaman yang harus dihindari; (2) Menunjukkan minat dan

ketertarikan untuk terlibat dalam aktivitas; (3). Membuat tujuan yang menantang

untuk dirinya dan mempertahankan komitmen yang kuat pada tujuan tersebut; (4)

Sangat berusaha pada apa yang dikerjakannya; (5) Meningkatkan usaha saat

menghadapi kegagalan; (6) Jika menghadapi kesulitan tetap fokus dan memikirkan

strategi untuk menghadapi kesulitan; (7) Menganggap kegagalan sebagai usaha

yang kurang maksimal yang akan mendukung kesuksesan; (8) Tetap

mempertahankan self-efficacy dirinya setelah mengalami kegagalan; (9) Dapat

mengontrol ancaman dengan percaya diri; (10) Memperbesar kemungkinan

penyelesaian tugas untuk mengurangi stres dan menghindari depresi.

Sedangkan karakterikstik individu yang memiliki self-efficacy rendah adalah

sebagai berikut : (1) Menghindari tugas sulit yang dihadapi; (2) Sulit untuk

memotivasi dirinya sendiri dan menjadi cepat menyerah ketika mengalami

rintangan; (3) Memiliki komitmen yang rendah terhadap tujuan yang ingin

dicapainya; (4) Jika menghadapi situasi yang mendesak, individu akan menekankan

kelemahan personalnya, seperti sulitnya tugas, dan konsekuensi merugikan jika

mengalami kegagalan; (5) Sulit memulihkan rasa efficacy setelah mengalami

kegagalan; (6) Mudah mengalami stress dan depresi.

Page 46: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

23

Individu dengan self-efficacy tinggi lebih efektif mengatasi kesulitan dan lebih

mungkin untuk mencapai hasil yang berharga melalui ketekunan (Yakin dan Erdil,

2012:371).“Individuals with high self-efficacy deal more effectively with difficulties

and are more likely to attain valued outcomes through persistence”. Hal ini sesuai

dengan pendapat Luszczynska, et al (2005:81) menyatakan bahwa “people invest

more effort and persist longer than those low in self-efficacy. When setbacks occur,

they recover more quickly and remain committed to their goals”. Orang dengan

self-efficacy tinggi memilih untuk melakukan tugas yang lebih menantang. Mereka

menetapkan tujuan mereka lebih tinggi dan tetap berpegang pada keyakinan diri

sendiri. Tindakan dipaparkan dalam pikirannya, dan orang dengan self-efficacy

tinggi menginvestasikan lebih banyak usaha dan bertahan lebih lama daripada

mereka yang mempunyai self-efficacy rendah. Saat kemunduran terjadi, orang

dengan self-efficacy tinggi pulih lebih cepat dan tetap berkomitmen untuk

tujuannya.

Dari penjelasan tentang karakteristik individu yang memiliki self-efficacy tinggi

dan self-efficacy rendah, dapat ditarik kesimpulan bahwa individu dengan efikasi

diri yang tinggi akan mengerahkan usaha yang lebih besar dan mudah untuk

mengorganisasikan sesuatu hal, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan,

menghasilkan sesuatu serta dapat mengimplementasikan tindakan untuk

menampilkan kecakapan tertentu. Sedangkan individu yang memiliki self-efficacy

rendah merasa tidak mampu dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang

dihadapi, karena memandang kegagalan sebagai lemahnya personal, sehingga tidak

jarang bahwa individu seperti ini akan mudah mengalami stress dan depresi.

Page 47: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

24

5. Strategi Meningkatkan Self-Efficacy

Strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan self-efficacy menurut Schunk

dalam Hamidah (2014) adalah sebagai berikut.

a. Mengajarkan siswa suatu strategi khusus sehingga dapat meningkatkan

kemampuannya untuk fokus pada tugas-tugasnya.

b. Memandu siswa dalam menetapkan tujuan, khususnya dalam membuat tujuan

jangka pendek setelah mereka mebuat tujuan jangka panjang.

c. Memberikan reward untuk performa siswa.

d. Mengkombinasikan strategi training dengan menekankan pada tujuan dan

memberi feedback pada siswa tentang hasil pembelajarannya.

e. Memberikan support atau dukungan pada siswa. Dukungan yang positif dapat

berasal dari guru seperti pernyataan “kamu dapat melakukan ini”.

Adapun penelitian tentang self-efficacy, telah dilakukan oleh Asri (2016), bahwa

terjadi peningkatan self-efficacy siswa SMA Negeri 7 Bandar Lampung yang

mengikuti pembelajaran penemuan terbimbing. Dari hasil penelitian tersebut,

didapatkan kesimpulan bahwa cara meningkatkan self-efficacy dapat dilakukan

dengan pembelajaran penemuan terbimbing. Oleh karena itu peneliti bermaksud

melakukan penelitian yang sama yaitu untuk mengetahui apakah self-efficacy siswa

SMP Negeri 1 Bandar Lampung dapat ditingkatkan, melalui pengembangan model

pembelajaran discovery learning.

Page 48: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

25

Menurut Noer (2012), aspek yang digunakan untuk mengukur self-efficacy adalah

sebagai berikut.

a. Pencapaian kinerja (Authentic mastery experiences)

b. Pengalaman orang Lain (Vicarious experiences)

c. Persuasi verbal (Verbal persuasions)

d. Indeks psikologis (Psychological Index)

Deskripsi dari aspek untuk mengukur self-efficacy menurut Noer (2012:805)

dinyatakan sebagai berikut.

Tabel 2.2 Aspek Self-Efficacy

Aspek Deskripsi

Pencapaian kinerja Indikator kemampuan yang didasarkan kinerja pada

pengalaman sebelumnya.

Pengalaman orang

Lain

Bukti yang didasarkan pada kompetensi dan perbandingan

informatif dengan hasil yang dicapai orang lain.

Persuasi verbal Mengacu pada umpan balik langsung/kata-kata dari guru

atau orang yang lebih dewasa.

Indeks psikologis Penilaian kemampuan, kekuatan dan kelemahan.

Noer (2012:805)

C. Model Discovery Learning

1. Konsep Dasar Discovery Learning

Menurut Dewey (1997) discovery learning adalah suatu pembelajaran penemuan

mencakup model instruksional dan strategi yang berfokus pada keaktifan dan

kesempatan belajar bagi siswa. Model pembelajaran penemuan (discovery)

merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan teori

konstruktivisme. Teori konstruktivisme yang berarti bahwa adanya pembentukan

(penemuan) pengetahuan secara aktif pada diri siswa saat siswa mengorgansir

Page 49: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

26

kembali pengalamannya berdasarkan pengetahuan dan struktur kognitif siswa

(Piaget, 1970; Von Glasersfeld, 1989 dalam Vrasidas, 2000:346).

Menurut Kurniasih & Sani (2014: 64) discovery learning didefinisikan sebagai

proses pembelajaran yang terjadi bila materi pembelajaran tidak disajikan dalam

bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Rahmadi

Widdiharto (2004:4) mendefinisikan model penemuan terbimbing atau discovery

learning adalah model pembelajaran dimana menempatkan guru sebagai fasilitator,

membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk berpikir sendiri,

menganalisis sendiri dengan memanfaatkan pengalamannya sehingga mampu

menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang disediakan oleh guru.

Seberapa jauh siswa yang dibimbing tergantung pada kemampuannya dan materi

yang sedang dipelajari.

Hal ini sesuai dengan pendapat Joolingen (2007:385).

discovery learning is seen as a promising way of learning for several reasons,

the main being that the active involvement of the learner with the domain

would result in a better structured base of knowledge in the learner as

opposed to more traditional ways of learning, where knowledge is said to be

merely transferred to the learner.

Maksudnya adalah belajar penemuan dipandang sebagai cara belajar yang

menjanjikan karena beberapa alasan, yang utama adalah keterlibatan peserta didik

secara aktif dengan domain akan menghasilkan basis terstruktur yang lebih baik

dengan pengetahuan dalam pembelajar dibandingkan dengan cara belajar yang

lebih tradisional, di mana pengetahuan dikatakan hanya ditransfer ke pelajar.

Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry

(penyelidikan), perbedaan antara keduanya yaitu di dalam discovery masalah yang

Page 50: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

27

dihadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru sedangkan

inkuiry masalah bukan hasil dari rekayasa guru tetapi siswa harus menggunakan

pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan dari masalah yang

mereka cari tahu sendiri melalui proses penelitian. Menurut Hamdani (2011:185)

“Inquiry merupakan perluasan dari discovery (discovery yang digunakan lebih

mendalam), artinya inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi

tingkatannya”.

Hal ini sesuai dengan pendapat Tuovinen dan Sweller (1999:334) “Discovery

learning requires learners to discover concepts and procedures that might

otherwise be communicated by direct instruction, Pure discovery involves almost

no structure or guidance”. Maksudnya adalah pembelajaran discovery learning

mengharuskan peserta didik untuk menemukan konsep dan prosedur yang mungkin

dikomunikasikan dengan instruksi langsung, Penemuan murni hampir tidak

melibatkan struktur atau panduan.

Ditambahkan pula dalam Wulandari, et al (2016:166).

learning by discovery takes students to organize their own knowledge for

theteaching material is not presented in its final form. Students are required

to perform a variety of activitiessuch as finding the learning goals, gather

information,compare, categorize, analyze, integrate, reorganize the subject

matter and make their conclusions.

Maksudnya adalah belajar dengan penemuan membawa siswa untuk mengatur

pengetahuan mereka sendiri untuk materi ajar tidak disajikan dalam bentuk

akhirnya. Siswa diminta untuk melakukan berbagai aktivitas seperti menemukan

tujuan pembelajaran, mengumpulkan informasi, membandingkan,

Page 51: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

28

mengkategorikan, menganalisa, mengintegrasikan, mengatur ulang materi

pelajaran dan membuat kesimpulan mereka.

Discovery learning mendorong siswa untuk menjadi agen aktif dalam proses belajar

mereka sendiri. Dalam lingkungan belajar penemuan, tugas utama siswa adalah

menemukan. Guru tidak mempresentasikan kepada siswa secara langsung dalam

pembelajaran, namun siswa harus menemukan melalui eksperimen. Guru hanya

membimbing siswa untuk menemukan. Dua pendekatan tentang discovery

learning, pendekatan pertama memberi penekanan pada penemuan proses

pembelajaran, pendekatan kedua berfokus pada pengembangan pengetahuan

(Saab,et al, 2007:85).

Berdasarkan pengertian model discovery learning di atas dapat disimpulkan bahwa

model discovery learning merupakan pembelajaran yang menekankan pada

pengalaman langsung dan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting

terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam

pembelajaran. Jadi siswa memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya tidak

melalui pemberitahuan guru secara langsung, melainkan melalui petunjuk-petunjuk

dari guru dan penemuan siswa sendiri. Hal tersebut dapat melatih keterampilan -

keterampilan kognitif siswa untuk menemukan perluasan dari petunjuk-petunjuk

yang disampaikan guru dan memecahkan masalah melalui penemuannya sendiri.

Dewey menggambarkan tiga hal utama dalam discovery learning yaitu.

1. Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk megeneralisasi pengetahuan.

2. Terdapat suatu kegiatan yang dapat mendorong siswa untuk mengembangkan

kemampuannya.

Page 52: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

29

3. Terdapat suatu kegiatan untuk mendorong pengetahuan baru siswa dengan

pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya.

Dewey dalam Korthagen (1993:317) berpendapat bahwa refleksi tidak hanya

melibatkan serangkaian gagasan, tapi juga sebuah urutan-urutan yang berurutan

dalam sebuah cara yang masing-masing menentukan yang berikutnya sebagai yang

sesuai hasil. Sementara setiap hasil pada gilirannya bersandar kembali, atau

mengacu pada, pendahulunya. Deskripsi teoritis Dewey tentang pemikiran reflektif

adalah awalnya masalah muncul dari pengalaman yang sedang dihadapi, kemudian

data yang relevan dikumpulkan dan diamati, setelah itu masalah tersebut

ditindaklanjuti dan dilakukan pengujian.

Pada tahap ketiga, Dewey berpendapat diperlukannya suatu kegiatan untuk

mendorong pengetahuan baru siswa dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa

sebelumnya. Hal ini merupakan tujuan dari kemampuan berpikir reflektif menurut

Grimmet dalam Abell, et al (1997:492) menyatakan bahwa terdapat tiga tujuan

refleksi, yaitu : (1) Mengendalikan dan mengarahkan tingkah laku; (2)

Merekonstruksi pengalaman yang sudah ada; (3) Mengembangkan tindakan atau

pengalaman yang baru diperoleh.

Menurut Syah (2005:244) langkah-langkah dalam model discovery learning adalah

sebagai berikut.

1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang).

Kegiatan belajar mengajar dimulai dengan mengajukan pertanyaan, anjuran

membaca buku/referensi, dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan

pemecahan masalah. Tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi

Page 53: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

30

belajar yang dapat membantu dan mengembangkan peserta didik dalam

mengeksplor bahan. Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang dapat

menimbulkan suatu pertanyaan agar peserta didik mempunyai keinginan untuk

menyelidiki sendiri permasalahan yang dihadapi.

2) Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah-

masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan

dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

3) Data collection (pengumpulan data)

Peserta didik diberi kesempatan untukmengumpulkan informasi sebanyak-

banyaknya yang relevan untuk membuktikan hipotesis, apakah benar atau tidak.

Hal ini dapat dilakukan dengan membaca literatur, wawancara dengan narasumber,

mengamati objek, melakukan eksperimen sendiri, dan lain sebagainya.

4) Data processing (pengolahan data)

Pada tahap ini dilakukan pengolahan datadan informasi yang telah didapat peserta

didik baik melalui wawancara maupun observasi lalu ditafsirkan.

5) Verification (pembuktian)

Pada tahapan verifikasi dilakukan pemeriksaan secara teliti untuk membuktikan

benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi, dihubungkan dengan hasil

pengolahan data.

Page 54: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

31

6) Generalization (menarik kesimpulan)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan

yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah

yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Oleh karena itu pada desain pengembangan discovery learning perlu ditambahkan

tahap refleksi. Fase yang digunakan pada pembelajaran discovery learning tetap

sama, namun pada fase terakhir yaitu generalization selain penarikan kesimpulan

juga disertakan reflection (refleksi). Refleksi yang dilakukan adalah refleksi pada

tugas siswa secara menyeluruh mulai dari solusi yang telah dikerjakan, kesimpulan

yang telah ditetapkan, dan sampai dengan mengembangkan strategi alternatif,

dengan memberikan tes dan jurnal refleksi diri siswa disetiap akhir pembelajaran

agar siswa mampu merefleksi pemahaman yang telah didapatkan siswa selama

pembelajaran.

Sehingga didapatkan suatu discovery learning berorientasi pada kemampuan

berpikir reflektif dan self-efficacy siswa, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

(1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang); (2) Problem statement

(pernyataan/identifikasi masalah); (3) Data collection (pengumpulan data); (4)

Data processing (pengolahan data); (5) Verification (pembuktian); (6)

Generalization, pada tahap generalisasi dilakukan penarikan kesimpulan terlebih

dahulu, kemudian dilakukan refleksi dengan memberikan tes dan jurnal refleksi diri

siswa disetiap akhir pembelajaran agar siswa mampu merefleksi pemahaman yang

telah didapatkan siswa selama pembelajaran.

Page 55: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

32

2. Karakteristik Model Discovery Learning

Tingkat efektifitas pengembangan discovery learning berorientasi pada

kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa berdasarkan beberapa

pendapat sebagai berikut.

Menurut Reid, et al (2003:10) untuk menentukan keefektifan discovery learning

ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu : (1) kemahiran proses penemuan:

Peserta didik perlu mengaktifkan sebelumnya pengetahuan dan peta yang mengarah

ke masalah yang ditujukan untuk membantu mewakili masalah dan menghasilkan

hipotesis dan pemahaman yang sesuai; (2) sistemik dan logisitas aktivitas

penemuan: Penemuan yang efektif pembelajaran melibatkan penalaran ilmiah yang

tepat, manipulasi sistematis terhadap variabel, dan desain dan implementasi

eksperimen yang berkualitas; (3) Generalisasi reflektif selama proses penemuan,

yang berarti self-monitoring proses penemuan dan abstraksi reflektif dan integrasi

aturan dan prinsip yang ditemukan.

Menurut see Zhang dalam Reid, et al (2003:10-11) tiga tautan utama yang ada

dalam proses discovery learning yang efektif adalah sebagai berikut : (1)

representasi masalah dan generasi hipotesis, yang sangat bergantung pada

pengaktifan dan pemetaan pengetahuan sebelumnya dan kegiatan pembuatan

makna; (2) menguji hipotesis dengan eksperimen yang valid; dan (3) abstraksi

reflektif, diartikan dengan menyajikan refleksi secara singkat dan cermat dalam

tugas yang diberikan kepada siswa sehingga tercipta suatu integrasi atau suatu

kesatuan yang utuh dalam pengalaman penemuan siswa.

Page 56: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

33

Menurut Jong dan Van Joolingen (1998) dalam discovery learning terdapat tiga

jenis dukungan pembelajaran pada siswa, yaitu : (1) dukungan interpretatif (IS)

yang membantu peserta didik dengan akses pengetahuan dan aktivasi, generasi

hipotesis yang sesuai, dan konstruksi pemahaman yang koheren; (2) dukungan

eksperimental (ES) yang mempertukarkan peserta didik dalam rancangan

eksperimental ilmiah yang sistematis dan logis, prediksi dan pengamatan hasil, dan

penggambaran kesimpulan yang masuk akal; dan (3) dukungan reflektif (RS) yang

meningkatkan kesadaran diri akan proses pembelajaran dan mendorong abstraksi

reflektif dan integrasi penemuan peserta didik.

Menurut Roestiyah (2011:27), penggunaan model discovery learning memiliki

beberapa keunggulan. Keunggulan discovery learning dijelaskan sebagai berikut.

a. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak

kesiapan; serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.

b. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga

dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.

c. Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa.

d. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang

dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

e. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang

kuat untuk belajar lebih giat.

f. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri

sendiri dengan proses penemuan sendiri.

g. Strategi berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar

saja; membantu bila diperlukan.

Page 57: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

34

Sedangkan kekurangan model discovery learning menurut Westwood (2008:30)

adalah sebagai berikut.

a. Metode penemuan membutuhkan banyak sumber belajar.

b. Keefektifan metode penemuan tergantung pada kemampuan siswa dalam

membaca, menghitung dan pelajaran lainnya dan juga tergantung pada kemampuan

pengaturan diri siswa.

c. Siswa akan mendapatkan sedikit hasil dari kegiatan penemuan jika mereka

hanya memiliki sedikit pengetahuan dasar atas kegiatan tersebut.

d. Walaupun siswa terlibat secara aktif namun mereka mungkin masih belum

memahami garis besar dari konsep.

e. Siswa seringkali mengalami kesulitan dalam membuat pendapat, perkiraan atau

menarik kesimpulan dari bukti-bukti yang diperoleh dalam kegiatan penemuan.

Kebanyakan dari mereka mempunyai permasalahan dalam penalaran.

f. Guru yang tidak baik dalam membuat dan mengatur lingkungan belajar

penemuan akan memperoleh hasil yang buruk.

g. Guru bisa saja tidak dapat memonitor kegiatan secara efektif sehingga tidak

dapat memberikan dorongan dan bimbingan yang dibutuhkan oleh siswa.

3. Sistem Sosial Discovery Learning

Discovery learning diawali dengan pemberian rangsangan berupa pertanyaan untuk

siswa, dimana pertanyaan tersebut dapat membuat siswa tertarik dalam

mempelajari materi bangun ruang sisi datar. Pada fase pengumpulan data,

pengolahan data, dan pembuktian terjadi interaksi sosial, siswa belajar dalam

kelompok secara aktif dan berinteraksi dengan teman dalam kelompoknya,

sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator selama pembelajaran.

Page 58: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

35

Discovery learning dalam kaitannya dengan pemikiran reflektif adalah pemikiran

reflektif muncul dari suatu situasi masalah selama terjadinya interaksi dengan

lingkungan. Interaksi dengan lingkungan inilah yang akan tercipta pada fase

pengumpulan data, pengolahan data, dan pembuktian, sehingga situasi masalah

yang terjadi adalah karena adanya interaksi sosial siswa.

4. Sistem Pendukung Discovery Learning

Dalam pengembangan discovery learning yang berorientasi pada kemampuan

berpikir reflektif dan self-efficacy siswa diperlukan beberapa sistem pendukung

yaitu.

a. Siswa

Siswa berperan penting dalam pembelajaran pengembangan discovery learning

karena siswa dituntut untuk aktif dalam setiap fasenya terutama dalam fase data

collection, data processing, dan verification. Model discovery learning berdasar

pada teori konstruktivisme sebagaimana teori konstruktivisme yang sudah kita

pahami betul, siswa yang aktif belajar selalu menemukan pengetahuan, informasi,

atau keterampilan dengan mengalami langsung.

b. Guru

Seperti discovery learning pada umumnya, guru bertindak sebagai fasilitator yang

membantu siswa dalam pembelajaran. Perbedaannya pada pengembangan

discovery learning adalah fasilitas yang diberikan oleh guru lebih kepada

merangsang kemampuan siswa dengan pengetahuan yang telah siswa miliki

sebelumnya, kemudian akan dihubungkan dengan materi pelajaran yang dipelajari

Page 59: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

36

oleh siswa. Guru sebagai fasilitator hanya bertindak apabila siswa mengalami

kesulitan saja, yang berperan aktif dalam pembelajaran adalah siswa.

c. Perangkat pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang dipergunakan oleh guru berupa silabus, RPP, dan

lembar penilaian juga akan disesuaikan dengan pengembangan discovery learning.

Sehingga silabus, RPP, dan lembar penilaian yang digunakan sudah disesuaikan

dengan pengembangan discovery learning berorientasi pada kemampuan berpikir

reflektif dan self-efficacy siswa.

d. Sumber belajar

Sumber belajar yang digunakan siswa dalam pengembangan discovery learning

selain buku matematika, juga ditambahkan lembar kerja peserta didik (LKPD) yang

sudah disesuaikan dengan pengembangan discovery learning berorientasi pada

kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa. LKPD digunakan untuk

diskusi kelompok siswa agar diskusi menjadi lebih terarah.

Selain sistem pendukung di atas, dalam pengembangan discovery learning yang

berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa juga

diperlukan beberapa metode pendukung yaitu.

a. Metode diskusi

Metode diskusi menurut Suryosubroto (2009:167) adalah suatu cara penyajian

bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada para siswa (kelompok-

kelompok siswa) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan

pendapat, membuat kesimpulan atau penyusunan berbagai alternatif pemecahan

suatu masalah.

Page 60: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

37

b. Metode brainstorming

Metode brainstorming menurut Parera (1991: 190) adalah suatu aktivitas dari suatu

kelompok kecil yang berkumpul untuk memproduksi atau menciptakan gagasan

yang baru sebanyak-banyaknya. Brainstorming dirancang untuk mendorong

kelompok mengekspresikan berbagai macam ide. Setiap orang menawarkan ide

yang dicatat, kemudian dikombinasikan dengan berbagai macam ide yang lainnya.

Metode brainstorming merupakan suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun

gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, dan pengalaman dari semua peserta.

Tujuan brainstorming untuk membuat kumpulan pendapat, informasi, pengalaman

semua peserta yang sama atau berbeda, dan hasilnya kemudian dijadikan informasi

atau gagasan untuk menjadi pembelajaran bersama.

Metode diskusi dan brainstorming merupakan pendukung siswa dalam

pengumpulan data dan pengolahan data yang eksploratif dan bersifat induktif, mulai

dari hal yang bersifat khusus dulu kemudian menuju ke hal yang bersifat deduktif

(umum). Misalnya untuk materi luas permukaan bangun ruang sisi datar, guru

menstimulasi siswa dengan memberikan apersepsi awal berupa macam-macam

bangun datar yang diketahui oleh siswa yang nantinya bangun datar tersebut

merupakan komponen penyusun dari suatu bangun ruang sisi datar. Kemudian

siswa melakukan eksplorasi lebih lanjut pada tahap pengumpulan dan pengolahan

data dalam kelompok diskusi yang membutuhkan brainstorming untuk siswa

mengekspresikan berbagai macam ide yang dimilikinya. Diskusi yang dilakukan

oleh siswa akan difasilitasi LKPD, agar diskusi siswa menjadi lebih terarah.

Page 61: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

38

5. Dampak Pengembangan Discovery Learning

Dampak instruksional pengembangan discovery learning yang berorientasi pada

kemampuan berfikir reflektif dan self-efficacy siswa adalah diharapkan

pengembangan discovery learning dapat mengatasi masalah pembelajaran di

sekolah yang menggunakan discovery learning terutama dalam hal penguasaan

konsep siswa yang juga berdampak pada masih rendahnya kemampuan berpikir

reflektif dan self-efficacy siswa.

Pengembangan discovery learning diharapkan mampu untuk meningkatkan

penguasaan konsep siswa, sehingga siswa mampu untuk meningkatkan

kemampuan berpikir reflektif siswa dan mampu untuk meningkatkan self-efficacy

diri siswa, yaitu yakin atas kemampuan dirinya dalam menyelesaikan masalah

matematika.

Dampak pengiring discovery learning berorientasi pada kemampuan berpikir

reflektif dan self-efficacy siswa yaitu dengan meningkatkan kemampuan berpikir

reflektif dan self-efficacy siswa, hal ini berdampak pada kemampuan siswa untuk

mengerjakan soal matematika yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi

dan siswa mampu untuk yakin dan percaya diri dalam mengerjakan soal-soal

matematika karena telah meningkatnya penguasaan konsep siswa.

D. Teori Belajar Konstruktivisme

Tokoh dari teori ini adalah Jean piaget dan Vygotsky. Menurut Jean Piaget teori

konstruktivisme ini adalah proses di mana anak secara aktif membangun sistem

makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-

Page 62: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

39

interaksi mereka (Trianto, 2007:14). Menurut Vygotsky teori konstruktivisme

bahwasannya adalah sebuah pengetahuan yang telah ada akan berkembang ketika

mereka berinteraksi dengan lingkungan sosial budaya (Baharudin, 2010:124).

Teori konstruktivisme yang berarti bahwa adanya pembentukan (penemuan)

pengetahuan secara aktif pada diri siswa saat siswa mengorgansir kembali

pengalamannya berdasarkan pengetahuan dan struktur kognitif siswa (Piaget dan

Vygotsky dalam Vrasidas, 2000:346). Teori kontruktivisme terangkum dalam teori

kognitif. Teori konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan

sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru

dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi

sesuai.

Dalam teori ini siswa perlu dibiasakan untuk menemukan sesuatu yang berguna

bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengkonstruksikan

pengetahuan dibenak mereka sendiri. Guru hanya membimbing siswa dalam proses

menemukan, Esensi dari teori ini adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan

mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain. Dengan dasar itu

pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkontruksi” bukan “menerima”

pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan

mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar.

Prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan teori belajar

konstruktivisme adalah pendidik tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan

kepada siswa (Hamzah, 2008:18). Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di

dalam benaknya. Pendidik dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan

Page 63: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

40

memberi kesempatan peserta didik untuk menemukan atau menerapkan ide-ide

mereka sendiri, dan mengajar siswa agar menggunakan strategi mereka sendiri

untuk belajar.

Menurut prinsip kontruktivisme, seorang guru berperan sebagai mediator dan

fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik. Fungsi

mediator dan fasilitator adalah (1) menyediakan pengalaman belajar yang

memungkinkan siswa bertanggungjawab dalam membuat rancangan, proses, dan

penelitian; (2) menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang

keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-

gagasannya dan mengkomunikasikan ide mereka; (3) Guru memonitor dan

mengevaluasi kesimpulan siswa (Suparno, 2010:70).

Hal ini sesuai dengan model discovery learning, pada saat siswa dalam proses

penemuan, permasalahan dibangun dari pengetahuan yang direkontruksi oleh siswa

sendiri dan siswa mengembangkan ide-idenya sesuai dengan persepsinya, guru

bertindak sebagai fasilitator serta membimbing ketika diperlukan.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari salah penafsiran istiah dalam penelitian ini, maka terdapat

istilah-istilah yang perlu dijelaskan, diantaranya adalah.

1. Discovery learning adalah pembelajaran yang menekankan pada pengalaman

langsung dan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu

disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Jadi

siswa memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya tidak melalui

pemberitahuan guru secara langsung, melainkan melalui petunjuk-petunjuk dari

Page 64: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

41

guru dan penemuan siswa sendiri. Tahapan discovery learning, yaitu : (1)

Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang); (2) Problem statement

(pernyataan/identifikasi masalah); (3) Data collection (pengumpulan data); (4)

Data processing (pengolahan data); (5) Verification (pembuktian); (6)

Generalization (penarikan kesimpulan).

2. Kemampuan berpikir reflektif adalah suatu jenis pemikiran yang melibatkan

pemecahan masalah, perumusan kesimpulan, memperhitungkan hal-hal yang

mungkin berkaitan dengan solusi masalah, dan membuat keputusan-keputusan

yang efektif untuk konteks tertentu dari suatu tugas berpikir. Indikator kemampuan

berpikir reflektif dalam penelitian ini diambil dari Noer (2010:43-44), yaitu : (1)

Reacting, berpikir reflektif untuk aksi. Menuliskan sifat-sifat yang dimiliki oleh

situasi kemudian menjawab permasalahan; (2) Comparing, berpikir reflektif untuk

evaluasi. Membandingkan suatu reaksi dengan prinsip umum atau teori dengan

memberi alasan kenapa memilih tindakan tersebut; (3) Contemplating, berpikir

reflektif untuk inkuiri kritis. Menginformasikan jawaban berdasarkan situasi

masalah, mempertentangkan jawaban dengan jawaban lain kemudian

merekonstruksi situasi-situasi.

3. Self-efficacy merupakan keyakinan individu terhadap kemampuannya dalam

melakukan sesuatu hal ketika berada dalam berbagai macam kondisi dengan

berbagai keterampilan yang dimilikinya, untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Aspek self-efficacy yang digunakan pada penelitian ini, yaitu : (1) Pencapaian

kinerja, indikator kemampuan yang didasarkan kinerja pada pengalaman

sebelumnya; (2) Pengalaman orang lain, bukti yang didasarkan pada kompetensi

dan perbandingan informatif dengan hasil yang dicapai orang lain; (3) Persuasi

Page 65: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

42

verbal, mengacu pada umpan balik langsung/kata-kata dari guru atau orang yang

lebih dewasa; (4) Indeks psikologis, penilaian kemampuan, kekuatan dan

kelemahan.

4. Discovery learning yang berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif dan

self-efficacy siswa dalam penelitian ini, menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut : (1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang); (2) Problem statement

(pernyataan/identifikasi masalah); (3) Data collection (pengumpulan data); (4)

Data processing (pengolahan data); (5) Verification (pembuktian); (6)

Generalization, pada tahap generalisasi dilakukan penarikan kesimpulan terlebih

dahulu, kemudian dilakukan refleksi dengan memberikan tes dan jurnal refleksi diri

siswa disetiap akhir pembelajaran agar siswa mampu merefleksi pemahaman yang

telah didapatkan siswa selama pembelajaran.

F. Kerangka Pikir

Kemampuan berpikir reflektif merupakan salah satu kemampuan yang penting

dalam proses pembelajaran. Kemampuan berpikir reflektif dikatakan suatu

kemampuan yang penting untuk dimiliki siswa adalah karena dengan kemampuan

berpikir reflektif, siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam

menganalisis, mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, membuat sintesis,

mengevaluasi hasil pekerjaan siswa kembali, dan mampu menerapkan hasil yang

diperoleh.

Dalam proses berpikir reflektif hal yang juga harus dimiliki oleh seseorang adalah

keyakinan. Konsep refleksi didefinisikan secara luas sebagai pertimbangan aktif,

gigih dan keyakinan cermat. Keyakinan dalam hal ini memegang peran penting

Page 66: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

43

karena dalam refleksi memuat bagaimana seseorang dapat mengevaluasi diri

mereka sendiri. Evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya

untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan adalah

definisi dari efikasi diri atau self-efficacy.

Self-efficacy adalah suatu hal yang penting untuk dimiliki siswa karena self-efficacy

akan membuat siswa termotivasi untuk belajar melalui penggunaan pengaturan diri

sebagai proses penetapan tujuan, evaluasi diri, dan menetapkan strategi yang

digunakan. Siswa yang memiliki self-efficacy akan cenderung berani untuk

mengungkapkan suatu alasan atau gagasan, dan self-efficacy yang dimiliki oleh

siswa dapat berpengaruh pada siswa dalam menghadapi setiap permasalahan

matematika, dengan adanya keyakinan diri pada siswa maka siswa dapat

menyelesaikan masalah tersebut dengan baik dan lebih teliti.

Kemampuan berpikir reflektif merupakan salah satu kemampuan yang penting

dalam proses pembelajaran. Kemampuan berpikir reflektif dikatakan suatu

kemampuan yang penting untuk dimiliki siswa adalah karena dengan kemampuan

berpikir reflektif, siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam

menganalisis, mengidentifikasi apa yang sudah diketahui, membuat sintesis,

mengevaluasi hasil pekerjaan siswa kembali, dan mampu menerapkan hasil yang

diperoleh.

Dalam proses berpikir reflektif hal yang juga harus dimiliki oleh seseorang adalah

keyakinan. Konsep refleksi didefinisikan secara luas sebagai pertimbangan aktif,

gigih dan keyakinan cermat. Keyakinan dalam hal ini memegang peran penting

karena dalam refleksi memuat bagaimana seseorang dapat mengevaluasi diri

Page 67: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

44

mereka sendiri. Evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya

untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan adalah

definisi dari efikasi diri atau self-efficacy.

Self-efficacy adalah suatu hal yang penting untuk dimiliki siswa karena self-efficacy

akan membuat siswa termotivasi untuk belajar melalui penggunaan pengaturan diri

sebagai proses penetapan tujuan, evaluasi diri, dan menetapkan strategi yang

digunakan. Siswa yang memiliki self-efficacy akan cenderung berani untuk

mengungkapkan suatu alasan atau gagasan, dan self-efficacy yang dimiliki oleh

siswa dapat berpengaruh pada siswa dalam menghadapi setiap permasalahan

matematika, dengan adanya keyakinan diri pada siswa maka siswa dapat

menyelesaikan masalah tersebut dengan baik dan lebih teliti.

Untuk membantu siswa menumbuhkan serta mengoptimalkan kemampuan berpikir

reflektif dan self-efficacy siswa, memerlukan suatu pembelajaran yang mempunyai

langkah-langkah struktur atau urutan dan mempunyai tahapan peserta didik

mengemukakan gagasan mereka sendiri serta memastikan gagasan tersebut dengan

pembuktian, adalah langkah-langkah dari model discovery learning.

Menurut Syah (2005:244) langkah-langkah dalam model discovery learning adalah

sebagai berikut : (1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang); (2) Problem

statement (pernyataan/identifikasi masalah); (3) Data collection (pengumpulan

data); (4) Data processing (pengolahan data); (5) Verification (pembuktian); (6)

Generalization (Generalisasi).

Page 68: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

45

Untuk menyempurnakan langkah-langkah pembelajaran discovery learning

berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa, maka

diperlukan suatu pengembangan model discovery learning yang didalam

langkahnya terdapat indikator yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir

reflektif dan self-efficacy siswa. Ditambahkan pula dalam langkah (6)

Generalization (Generalisasi), setelah penarikan kesimpulan, ditambahkan pula

fase refleksi berupa pemberian tes untuk siswa dan jurnal refleksi diri terkait

pelajaran yang telah diberikan agar pemahaman siswa lebih mendalam.

G. Desain Pengembangan Discovery Learning Berorientasi pada Kemampuan

Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa

Model pengembangan desain discovery learning pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan model pengembangan desain pembelajaran ADDIE yang merupakan

singkatan dari analysis, design, development, implementation, dan evaluation.

Menurut Branch (2009: 2).

ADDIE is an acronym for Analyze, Design, Develop, Implement, and

Evaluate. Creating products using an ADDIE process remains one of

today’s most effective tools. Because ADDIE is merely a process that serves

as a guiding framework for complex situations, it is appropriate for

developing educational products and other learning resources.

Hal ini berarti bahwa desain pengembangan pembelajaran ADDIE merupakan salah

satu alat yang paling efektif, karena ADDIE adalah proses yang berfungsi sebagai

penuntun kerangka kerja untuk situasi yang kompleks, hal itu tepat untuk

mengembangkan produk pendidikan dan sumber belajar lainnya.

Selanjutnya Branch (2009:3) berpendapat bahwa “ADDIE is used within

educational environments to facilitate the construction of knowledge and skill

Page 69: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

46

Gambar 2.1. Model ADDIE Branch

during episodes of guided learning”. Hal tersebut berarti bahwa prinsip dasar

ADDIE adalah untuk memfasilitasi lingkungan pendidikan dalam mengkostruk

pengetahuan dan kemampuan siswa selama pembelajaran. Dengan demikian model

pengembangan ADDIE sesuai apabila diterapkan dalam pengembangan

pembelajaran discovery learning. Berikut ini adalah hasil modifikasi model ADDIE

menurut Branch (2009:2).

Analyze

Penjelasan dari masing-masing tahapan model desain pengembangan pembelajaran

ADDIE yang akan dilakukan pada discovery learning adalah sebagai berikut.

1. Tahap Analisis (Analysis)

Analisis adalah langkah yang paling penting tahapan model ADDIE. Tahap analisis

ini yang membantu mengidentifikasi siswa dalam proses desain. Menurut Branch

(2009: 17) tujuan dari fase analyze adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan

masalah yang terjadi. Dalam penelitian ini, tahap analisis merupakan tahap pra

perencanaan pengembangan discovery learning berorientasi pada kemampuan

berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

Design

Develop

Implement Evaluate

Revision

Revision Revision

Revision

Page 70: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

47

Hasil wawancara yang dilakukan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bandar

Lampung teridentifikasi beberapa masalah, yaitu : (1) siswa masih kesulitan dalam

mengidentifikasi masalah kontekstual ke dalam bentuk model matematika; (2)

siswa kesulitan dalam menentukan strategi yang digunakan dalam menjawab soal

matematika; (3) Siswa kesulitan dalam memberikan alasan jawaban dari suatu

persoalan matematika; (4) siswa kesulitan dalam mengerjakan soal yang

memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Setelah bertanya lebih lanjut

kepada siswa, ketiga masalah tersebut muncul karena siswa sendiri tidak yakin

dalam mengerjakan soal matematika. Masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa

tersebut adalah terkait dengan kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

Menurut guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 1 Bandar Lampung,

ketuntasan siswa dalam mata pelajaran matematika untuk KKM 80, hanya 50%

siswa yang dapat menuntaskan KKM. Padahal SMP Negeri 1 Bandar Lampung

sudah discovery learning secara aktif sesuai dengan acuan pendekatan saintifik

kurikulum 2013, namun ternyata pembelajaran tersebut belum cukup efektif dalam

pembelajaran matematika.

2. Tahap Desain (Design)

Tahap desain adalah langkah brainstorming. Ini adalah tahap menggunakan

informasi yang diperoleh dalam tahap analisis untuk membuat produk

pengembangan yang memenuhi kebutuhan siswa. Menurut Branch (2009:17)

tujuan dari tahap desain adalah untuk memverifikasi produk yang akan

dikembangkan.

Page 71: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

48

Fase yang digunakan pada discovery learning menurut Syah (2005:244) adalah :

(1) Stimulation (stimulasi/pemberian rangsang); (2) Problem statement

(pernyataan/identifikasi masalah); (3) Data collection (pengumpulan data); (4)

Data processing (pengolahan data); (5) Verification (pembuktian); (6)

Generalization (menarik kesimpulan). Langkah-langkah discovery learning sudah

sesuai dengan empat fase berpikir menurut para ahli yaitu Brookfield (1987), Norris

dan Ennis ( 1989), Bullen (1997), Garrison, Anderson, dan Archer (2001) dalam

Noer (2010, 29:30) adalah sebagai berikut : (1) Fase pertama (Kepekaan)

:merupakan proses memicu kejadian, memahami suatu isu, masalah, dilema dari

berbagai sumber; (2) Fase kedua (Kepedulian): merupakan proses merencanakan

solusi suatu isu, masalah, dilema dari berbagai sumber; (3) Fase ketiga

(Produktivitas): merupakan proses mengkonstruksi gagasan untuk menyelesaikan

masalah, menyimpulkan, dan menilai kesimpulan; (4) Fase keempat (Reflektif):

proses memeriksa kembali solusi yang telah dikerjakan dan mengembangkan

strategi alternatif.

Tahap-tahap dicovery learning secara umum telah termuat dalam fase berpikir

diatas, yaitu: pada fase kepekaan termuat tahap stimulation (stimulasi/pemberian

rangsang) dan problem statement (pernyataan/identifikasi masalah). Pada fase

kepedulian termuat tahap data collection (pengumpulan data). Pada fase

produktivitas termuat tahap data processing (pengolahan data), verification

(pembuktian), dan generalization (menarik kesimpulan). Namun untuk fase

reflektif belum ada langkah yang termuat dalam model pembelajaran discovery

learning.

Page 72: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

49

Hal ini juga diperkuat dengan pendapat beberapa ahli, menurut see Zhang dalam

Reid, et al (2003:10-11) tiga tautan utama yang ada dalam proses discovery

learning yang efektif adalah sebagai berikut : (1) representasi masalah dan generasi

hipotesis, yang sangat bergantung pada pengaktifan dan pemetaan pengetahuan

sebelumnya dan kegiatan pembuatan makna; (2) menguji hipotesis dengan

eksperimen yang valid; dan (3) abstraksi reflektif, diartikan dengan menyajikan

refleksi secara singkat dan cermat dalam tugas yang diberikan kepada siswa

sehingga tercipta suatu integrasi atau suatu kesatuan yang utuh dalam pengalaman

penemuan siswa.

Menurut Reid, et al (2003:10) untuk menentukan keefektifan discovery learning

ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu : (1) kemahiran proses penemuan:

Peserta didik perlu mengaktifkan sebelumnya pengetahuan dan peta yang mengarah

ke masalah yang ditujukan untuk membantu mewakili masalah dan menghasilkan

hipotesis dan pemahaman yang sesuai; (2) sistemik dan logisitas aktivitas

penemuan: Penemuan yang efektif pembelajaran melibatkan penalaran ilmiah yang

tepat, manipulasi sistematis terhadap variabel, dan desain dan implementasi

eksperimen yang berkualitas; (3) Generalisasi reflektif selama proses penemuan,

yang berarti self-monitoring proses penemuan dan abstraksi reflektif dan integrasi

aturan dan prinsip yang ditemukan.

Menurut Jong dan Van Joolingen (1998) dalam pembelajaran discovery learning

terdapat tiga jenis dukungan pembelajaran pada siswa, yaitu : (1) dukungan

interpretatif (IS) yang membantu peserta didik dengan akses pengetahuan dan

aktivasi, generasi hipotesis yang sesuai, dan konstruksi pemahaman yang koheren;

Page 73: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

50

(2) dukungan eksperimental (ES) yang mempertukarkan peserta didik dalam

rancangan eksperimental ilmiah yang sistematis dan logis, prediksi dan pengamatan

hasil, dan penggambaran kesimpulan yang masuk akal; dan (3) dukungan reflektif

(RS) yang meningkatkan kesadaran diri akan proses pembelajaran dan mendorong

abstraksi reflektif dan integrasi penemuan peserta didik.

Oleh karena itu pada desain pengembangan discovery learning berorientasi pada

kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa perlu ditambahkan indikator

kemampuan berpikir reflektif dan aspek self-efficacy siswa dalam tahapan

discovery learning. Sehingga didapatkan suatu rancangan discovery learning

berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa, dengan

desain pengembangan sebagai berikut. Pada tahap pertama pemberian rangsang

(stimulation) ditambahkan aspek self-efficacy pertama yaitu pencapaian kinerja dan

aspek self-efficacy ketiga yaitu persuasi verbal. Pada tahap kedua identifikasi

masalah (problem statement) ditambahkan indikator kemampuan berpikir reflektif

pertama yaitu reacting, aspek self-efficacy pertama yaitu pencapaian kinerja dan

aspek self-efficacy ketiga yaitu persuasi verbal. Pada tahap ketiga pengumpulan

data (data collection) ditambahkan indikator kemampuan berpikir reflektif kedua

yaitu comparing, aspek self-efficacy pertama yaitu pencapaian kinerja dan aspek

self-efficacy kedua yaitu pengalaman orang lain. Pada tahap keempat pengolahan

data (data processing) ditambahkan indikator kemampuan berpikir reflektif kedua

yaitu comparing, aspek self-efficacy pertama yaitu pencapaian kinerja, aspek self-

efficacy kedua yaitu pengalaman orang lain, dan dan aspek self-efficacy ketiga yaitu

persuasi verbal. Pada tahap kelima pembuktian (verification) ditambahkan

indikator kemampuan berpikir reflektif ketiga yaitu contemplating, aspek self-

Page 74: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

51

efficacy pertama yaitu pencapaian kinerja, aspek self-efficacy kedua yaitu

pengalaman orang lain, dan aspek self-efficacy ketiga yaitu persuasi verbal. Pada

tahap keenam generalisasi (generalization) untuk tahap tes ditambahkan indikator

kemampuan berpikir reflektif pertama yaitu reacting, indikator kemampuan

berpikir reflektif kedua yaitu comparing, indikator kemampuan berpikir reflektif

ketiga yaitu contemplating, untuk tahap refleksi diri ditambahkan aspek self-

efficacy keempat yaitu indeks psikologis.

3. Tahap Pengembangan (Development)

Tahap pengembangan berfokus pada pengembangan produk dari tahap desain.

Pengembangan produk berupa pengembangan discovery learning dengan model

sebagai berikut.

Tabel 2.3 Fase Umum Model Discovery Learning

No Fase Kegiatan

1 Stimulation

(stimulasi/pemberian

rangsang).

Pertanyaan yang diberikan adalah

tentang materi yang dipelajari.

2 Problem statement

(pernyataan/identifikasi

masalah)

Mengidentifikasi masalah yang relevan

dengan materi pelajaran.

3 Data collection (pengumpulan

data)

Pengumpulan data dengan membaca

literatur, wawancara dengan

narasumber, mengamati objek,

melakukan eksperimen sendiri

4 Data processing (pengolahan

data)

Pengolahan data melalui wawancara

maupun observasi

5 Verification (pembuktian) Pembuktian dilakukan dengan

pemeriksaan secara teliti.

6 Generalization (menarik

kesimpulan)

Melakukan penarikan kesimpulan

Page 75: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

52

Tabel 2.4 Pengembangan Discovery Learning Berorientasi pada Kemampuan

Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa

No. Fase Kegiatan

1 Stimulation

(stimulasi/pemb

erian rangsang)

Guru memberikan pertanyaan tentang materi pelajaran yang pernah

dipelajari oleh siswa yang berkaitan dengan materi yang akan

dipelajari oleh siswa.

Siswa diberikan umpan balik berupa pertanyaan yang lebih

mendaam.

2 Problem

statement

(pernyataan/ide

ntifikasi

masalah)

Mengidentifikasi masalah dengan bereaksi menuliskan sifat-sifat

suatu masalah menggunakan pemahaman pribadi.

Pada tahap identifikasi masalah, siswa melakukan identifikasi

masalah dengan mengaitkan pengetahuan yang sebelumnya pernah

dipelajari oleh siswa yang berhubungan dengan materi yang sedang

dipelajari oleh siswa.

Siswa diberikan umpan balik oleh guru untuk menggali

permasalahan-permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari

siswa terkait materi yang dipelajari oleh siswa agar siswa dapat

mengidentifikasi masalah secara mendalam.

3 Data collection

(pengumpulan

data)

Pengumpulan data diawali dengan memanfaatkan pengetahuan yang

telah dimiliki siswa sebelumnya kemudian dengan mencari literatur

dan mengamati objek.

Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan teori agar dapat

memberi alasan mengapa memilih tindakan tersebut.

Pengumpulan informasi juga melibatkan pengalaman orang lain di

dalam kelompok tersebut, sehingga pada tahap pengumpulan data

terjadi tukar-menukar informasi antar dalam kelompok tersebut.

4 Data processing

(pengolahan

data)

Pengolahan data dengan melakukan analisis dan klarifikasi data yang

telah didapatkan pada tahap pengumpulan data.

Pengolahan data dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki

oleh siswa sebelumnya.

Pengolahan data juga menggunakan pengalaman individual di dalam

kelompok, apa yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi

dengan pengalaman yang lain, seperti mengacu pada suatu prinsip

umum maupun suatu teori.

Guru membantu siswa dengan memberikan umpan balik apabila

dalam tahap pengolahan data ada yang kurang dipahami oleh siswa.

5 Verification

(pembuktian)

Pembuktian dengan menginformasikan jawaban dan merekonstruksi

situasi atau masalah.

Menguraikan informasi pada tahap pembuktian dilakukan dengan

mempresentasikan hasil diskusi kelompok, siswa saling menanggapi

satu sama lain, setiap kelompok siswa dapat membagikan

permasalahan yang dihadapi kelompoknya saat menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada LKPD. Sehingga terjadi

tukar-menukar pengalaman siswa dan menciptakan solusi untuk

menjawab permasalahan tersebut.

Apabila dalam diskusi belum menemukan penyelesaian maka guru

membantu dengan memberikan umpan balik terhadap permasalahan

tersebut.

6 Generalization

(Penarikan

kesimpulan,

refleksi berupa

pemberian tes

dan jurnal

refleksi diri)

Pada tahap generalisasi dilakukan penarikan kesimpulan dengan

pengetahuan yang telah didapatkan siswa, siswa bersama guru

menyimpulkan hasil pembelajaran.

Setelah penarikan kesimpulan, dilakukan tes untuk menguji

kemampuan berpikir reflektif siswa.

Kemudian dilakukan refleksi diri untuk mengetahui pemahaman

siswa lebih mendalam, kekuatan dan kelemahan siswa dan jika

terjadi kegagalan untuk mengetahui letak kegagalan siswa.

Page 76: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

53

Desain pengembangan terdapat pada Gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Desain Pengembangan Discovery Learning Berorientasi pada

Kemampuan Berpikir Reflektif dan Self-Efficacy Siswa

Keterangan :

DL 1 : Discovery learning fase ke-1

DL 2 : Discovery learning fase ke-2

DL 3 : Discovery learning fase ke-3

DL 4 : Discovery learning fase ke-4

DL 5 : Discovery learning fase ke-5

DL 6 : Discovery learning fase ke-6

SE 1 : Aspek self-efficacy ke-1

SE 2 : Aspek self-efficacy ke-2

SE 3 : Aspek self-efficacy ke-3

SE 4 : Aspek self-efficacy ke-4

KBR 1 : Indikator kemampuan berpikir reflektif ke-1

KBR 2 : Indikator kemampuan berpikir reflektif ke-2

KBR 3 : Indikator kemampuan berpikir reflektif ke-3

Page 77: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

54

4. Tahap Implementasi (Implementation)

Tahap implementasi yaitu proses penyajian produk yang telah dikembangkan.

Menurut Branch (2009:18) tujuan dari tahap implementasi adalah untuk

mempersiapkan lingkungan belajar dan melibatkan siswa. Prosedur utama yang

berkaitan dengan tahap menerapkan adalah mempersiapkan guru dan

mempersiapkan siswa.

5. Tahap Evaluasi (Evaluation)

Menurut Branch (2009:18) tujuan dari tahap evaluasi adalah untuk menilai kualitas

produk pengembangan dan proses pembelajaran, baik sebelum dan sesudah

implementasi. Tahap evaluasi umumnya dilakukan pada setiap tahapan ADDIE.

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan tujuan atau

tidak. Evaluasi pada tahap ADDIE ini dilakukan oleh peneliti dengan bimbingan

dari dosen pembimbing, yang kemudian menghasilkan suatu produk berupa

pengembangan discovery learning berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif

dan self-efficacy siswa.

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, hipotesis dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Hipotesis umum

Pengembangan model discovery learning berorientasi pada kemampuan berpikir

reflektif dan self-efficacy siswa memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif

meningkatkan kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

Page 78: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

55

2. Hipotesis khusus

a. Hasil pengembangan model discovery learning berorientasi pada kemampuan

berpikir reflektif dan self-efficacy siswa memenuhi kriteria valid.

b. Hasil pengembangan model discovery learning berorientasi pada kemampuan

berpikir reflektif dan self-efficacy siswa memenuhi kriteria praktis.

c. Hasil pengembangan model discovery learning berorientasi pada kemampuan

berpikir reflektif dan self-efficacy siswa efektif meningkatkan kemampuan berpikir

reflektif dan self-efficacy siswa.

d. Pengembangan model discovery learning berorientasi pada kemampuan berpikir

reflektif dan self-efficacy siswa menghasilkan model pembelajaran yang lebih

efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa

dibandingkan dengan model discovery learning biasa.

Page 79: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

56

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian dan pengembangan (Research and

Development). Research and Development adalah penelitian yang digunakan untuk

menghasilkan produk tertentu dan menguji keefektifan produk tersebut. Menurut

Gall, et al (2003), penelitian pengembangan adalah penelitian yang berorientasi

untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk yang digunakan dalam

pendidikan. Menurut Sugiyono (2012:407), metode penelitian dan pengembangan

adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dan

menguji keefektifan produk tersebut. Pengembangan yang akan dilakukan pada

penelitian ini adalah pengembangan discovery learning yang beorientasi pada

kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

B. Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Bandar Lampung pada semester genap

tahun pelajaran 2017/2018. Subjek dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa

tahap berikut.

Page 80: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

57

1. Subjek studi pendahuluan

Pada studi pendahuluan dilakukan analisis kebutuhan berupa observasi dan

wawancara. Subjek pada saat observasi adalah siswa kelas VIII. Subjek pada saat

wawancara adalah guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 1 Bandar Lampung

2. Subjek validasi pengembangan pembelajaran

Subjek validasi pengembangan pembelajaran dalam penelitian ini adalah empat

orang ahli yang terdiri atas satu ahli materi, satu ahli media, satu ahli pendidikan

untuk pengembangan model dan satu ahli untuk self-efficacy.

3. Subjek uji coba lapangan awal

Subjek pada tahap ini adalah seluruh siswa kelas IX.3 SMP Negeri 1 Bandar

Lampung untuk menguji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat

kesukaran soal pretest posttest dan juga untuk menguji validitas dan reliabilitas

angket self-efficacy siswa. Subjek untuk menguji pengembangan discovery

learning adalah seluruh siswa kelas VIII.7 SMP Negeri 1 Bandar Lampung.

4. Subjek uji coba lapangan

Subjek uji coba kelas eksperimen pada tahap ini adalah seluruh siswa kelas VIII.10

SMP Negeri 1 Bandar Lampung dan subjek uji coba kelas kontrol adalah seluruh

siswa kelas VIII.6 SMP Negeri 1 Bandar Lampung.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian pengembangan ini dilakukan dengan mengacu pada prosedur R&D dari

Gall dan Borg (Sukmadinata, 2008) ada 10 langkah pelaksanaan strategi penelitian

dan pengembangan , yaitu.

Page 81: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

58

1. Research and information collecting (penelitian dan pengumpulan data).

2. Planning (perencanaan).

3. Develop preliminary form of product (pengembangan desain produk awal).

4. Preliminary field testing (uji coba lapangan awal).

5. Main product revision (revisi hasil uji coba lapangan awal).

6. Main field testing (uji coba lapangan).

7. Operasional product revision (revisi produk hasil uji coba lapangan).

8. Operasional field testing (uji pelaksanaan lapangan).

9. Final product revision (penyempurnaan dan produk akhir).

10. Dissemination and implementation (disseminasi dan implementasi).

Akan tetapi, penelitian ini hanya akan dilakukan sampai pada langkah ke – 6

(enam). Hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya yang

dimiliki oleh peneliti. Penjelasan mengenai langkah penelitian dan pengembangan

di atas sebagai berikut.

1. Penelitian Pendahuluan dan Pengumpulan Data (Research & Information

Collecting)

Langkah pertama yang dilakukan adalah melakukan penelitian pendahuluan

(prasurvei) berupa analisis kebutuhan dan studi literatur. Analisis kebutuhan

dilakukan dengan mencari tahu masalah pembelajaran apa yang dihadapi guru dan

siswa. Pengumpulan informasi tersebut dilakukan dengan wawancara yang

dilakukan pada guru SMP Negeri 1 Bandar Lampung dan siswa kelas VIII SMP

Negeri 1 Bandar Lampung.

Page 82: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

59

Dari hasil observasi dan wawancara didapatkan bahwa permasalahan yang dihadapi

siswa adalah sebagai berikut : (1) siswa masih kesulitan dalam mengidentifikasi

masalah kontekstual ke dalam bentuk model matematika; (2) siswa kesulitan dalam

menentukan strategi yang digunakan dalam menjawab soal matematika; (3) Siswa

kesulitan dalam memberikan alasan jawaban dari suatu persoalan matematika; (4)

siswa kesulitan dalam mengerjakan soal yang memerlukan kemampuan berpikir

tingkat tinggi. Setelah bertanya lebih lanjut kepada siswa, masalah tersebut muncul

karena siswa sendiri tidak yakin dalam mengerjakan soal matematika. Masalah-

masalah yang dihadapi oleh siswa tersebut adalah terkait dengan kemampuan

berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

Guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 1 Bandar Lampung membenarkan

masalah-masalah yang dihadapi siswa tersebut, diantaranya siswa masih kesulitan

dalam mengidentifikasi masalah kontekstual ke dalam bentuk model matematika,

siswa kesulitan dalam menentukan strategi yang digunakan dalam menjawab soal

matematika, siswa kesulitan dalam memberikan alasan jawaban dari suatu

persoalan matematika dan siswa kesulitan dalam mengerjakan soal yang

memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi.

Permasalahan dalam pembelajaran matematika ini berdampak pada ketuntasan

siswa dalam mata pelajaran matematika untuk KKM 80, hanya 50% siswa yang

dapat menuntaskan KKM. Kemudian peneliti melakukan identifikasi lebih lanjut

pada pembelajaran yang dilakukan di SMP Negeri 1 Bandar Lampung,

pembelajaran sudah menggunakan discovery learning secara aktif sesuai dengan

acuan pendekatan saintifik kurikulum 2013, namun ternyata pembelajaran tersebut

Page 83: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

60

belum cukup efektif dalam pembelajaran matematika. Hal ini karena kurangnya

penguasaan konsep pada siswa. Padahal SMP Negeri 1 Bandar Lampung sudah

menggunakan discovery learning secara aktif sesuai dengan acuan pendekatan

saintifik kurikulum 2013. Pernyataan ini didukung oleh Westwood (2008:30) salah

satu kekurangan model pembelajaran discovery learning adalah walaupun siswa

terlibat secara aktif namun siswa mungkin masih belum memahami garis besar dari

konsep. Untuk mengoptimalkan discovery learning di SMP Negeri 1 Bandar

Lampung, maka peneliti akan mengembangkan discovery learning yang bertujuan

untuk mengatasi masalah pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy

siswa.

b.Studi literatur, berkaitan dengan pencarian informasi dan data empiris melalui

teori dan penelitian relevan terkait produk yang akan dikembangkan. Dalam hal ini

produk yang akan dikembangkan adalah discovery learning, oleh karena itu peneliti

mencari sumber-sumber yang relevan untuk mengembangkan discovery learning.

2. Perencanaan Penelitian (Planning)

Perencanaan dalam penelitian R&D meliputi: merumuskan tujuan penelitian,

memperkirakan hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian, merumuskan kualifikasi

peneliti dan bentuk partisipasinya dalam penelitian. Rencana penelitian meliputi

kemampuan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, rumusan tujuan yang

hendak dicapai pada penelitian tersebut, desain atau langkah-langkah penelitian,

dan kemungkinan pengujian dalam lingkup terbatas. Pada tahap perencanaan, akan

dilakukan perencanaan penyusunan pengembangan discovery learning

pengembangan yang dilakukan juga meliputi pengembangan perangkat discovery

Page 84: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

61

learning berupa silabus dan RPP, serta pembuatan alat untuk memfasilitasi

pengembangan discovery learning yang berupa LKPD. Tahap selanjutnya yaitu

menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, kemudian menentukan ahli materi,

ahli media, ahli pendidikan untuk pengembangan model dan ahli untuk self-

efficacy.

3. Pengembangan desain produk awal (Develop Preliminary of Product)

Tahapan ini meliputi: (1) Membuat desain produk yang akan dikembangkan; (2)

Menentukan sarana dan prasarana yang dibutuhkan selama penelitian; (3)

Menentukan tahap-tahap pengujian desain di lapangan. Produk yang dikembangkan

pada penelitian ini adalah discovery learning yang berorientasi pada kemampuan

berpikir reflektif dan self-efficacy siswa. Desain pengembangan model discovery

learning pada penelitian ini adalah dengan menggunakan desain pengembangan

pembelajaran ADDIE yang merupakan singkatan dari analysis, design,

development, implementation, dan evaluation.

Setelah menyelesaikan produk pengembangan discovery learning, kemudian

dilakukan validasi oleh ahli pendidikan untuk pengembangan model discovery

learning dan validasi oleh ahli materi serta ahli media untuk perangkat yang

digunakan dalam memfasilitasi pengembangan discovery learning.

4. Uji Coba Lapangan Awal (Preliminary Field Testing)

Tahapan ini berkaitan dengan: (1) Melakukan pengujian awal terhadap

pengembangan discovery learning; (2) Pengujian bersifat terbatas; (3) Uji coba

lapangan dilakukan berkali-kali agar mendapatkan pengembangan model discovery

learning yang sesuai dengan kebutuhan. Pengujian soal pretest dan posttest akan

Page 85: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

62

dilakukan di kelas IX.3 SMP Negeri 1 Bandar Lampung, pengujian ini dilakukan

untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran soal yang

dikerjakan oleh siswa.

Peneliti menguji cobakan pengembangan model discovery learning dan desain

LKPD kepada siswa kelas VIII.7 SMP Negeri 1 Bandar Lampung. Kelas VIII.7

dipilih karena siswa VIII.7 mempunyai kemampuan yang sama dengan siswa kelas

VIII.6 (kelas kontrol) dan VIII.10 (kelas eksperimen). Hal ini dilakukan agar

pengembangan model discovery learning nantinya juga akan berdampak sama

untuk kelas eksperimen.

Untuk LKPD yang digunakan dalam pengembangan discovery learning juga diuji

cobakan agar bisa digunakan oleh seluruh siswa kelas eksperimen dengan baik.

Peneliti memberikan angket yang berisi pengembangan model discovery learning

dan angket yang berisi uji keterbacaan LKPD yang digunakan dalam

pengembangan discovery learning. Angket tersebut kemudian dianalisis dan

dijadikan sebagai salah satu acuan untuk melakukan revisi serta penyempurnaan

pengembangan model discovery learning dan LKPD yang digunakan dalam

pengembangan discovery learning.

5. Merevisi Hasil Uji Coba (Main Product Revision)

Tahapan ini merupakan perbaikan dari hasil uji coba lapangan awal. Perbaikan yang

dilakukan adalah pada soal pretest dan posttest apabila ada soal yang belum

memenuhi validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran soal, maka akan

dilakukan revisi pada soal pretest dan posttest. Perbaikan juga dilakukan pada

pengembangan model discovery learning dan desain LKPD yang digunakan dalam

Page 86: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

63

pengembangan discovery learning dengan melihat hasil angket siswa untuk

menyempurnakan pengembangan model discovery learning dan LKPD yang

digunakan dalam pengembangan discovery learning.

6. Uji Coba Lapangan (Main Field Testing)

Tahap ini berkaitan dengan uji produk secara lebih luas, yang meliputi: (1) Menguji

efektivitas desain produk; (2) Uji efisiensi desain; (3) Hasil uji lapangan adalah

desain yang efektif, baik dari sisi substansi maupun metodologi. Data terkait

penggunan produk dikumpulkan untuk melihat efektifitas dan efisiensi produk.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari dua jenis instrumen, yaitu

nontes dan tes. Instrumen – instrumen tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Instrumen Nontes

Instrumen nontes ini terdiri dari beberapa bentuk yang disesuaikan dengan langkah

– langkah dalam penelitian pengembangan. Terdapat dua jenis instrumen nontes

yang digunakan yaitu pedoman wawancara dan angket. Pedoman wawancara

digunakan saat studi pendahuluan, untuk mengetahui kondisi awal siswa. Instrumen

yang kedua, yaitu angket digunakan pada beberapa tahapan penelitian. Beberapa

jenis angket dan fungsinya dijelaskan sebagai berikut.

a. Angket Validasi Pengembangan Model Discovery Learning

Instrumen untuk memvalidasi pengembangan model discovery learning diserahkan

kepada ahli pendidikan. Instrumen yang diberikan berupa skala likert dengan empat

pilihan jawaban yaitu Sangat Baik (SB), Baik (B), Kurang (K), Sangat Kurang (K),

Page 87: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

64

serta dilengkapi dengan komentar dan saran. Kriteria yang menjadi penilaian dari

angket validasi pengembangan model discovery learning adalah: (1) Teori

discovery learning.yang disampaikan cukup untuk dijadikan landasan dalam

penyusunan pengembangan model discovery learning; (2) Konsep dasar yang

relevan sebagai landasan pengembangan model discovery learning; (3) Latar

belakang, tujuan, karakteristik, sistem sosial, sistem pendukung pengembangan

model dinyatakan dengan jelas; (4) Langkah-langkah pembelajaran dinyatakan

dengan jelas; (5) Evaluasi dan penilaian dinyatakan dengan jelas; serta (6) Hasil

belajar yang diinginkan dinyatakan dengan jelas. Tujuan pemberian skala ini adalah

menilai kesesuaian isi pengembangan model discovery learning berorientasi pada

kemampuan berikir reflektif dan self-efficacy siswa.

Tabel 3.1 Kisi – kisi Instrumen Validasi Pengembangan Model Discovery

Learning

Kriteria Indikator Butir Angket

Teori pendukung Teori dalam pengembangan model 1

Konsep dasar pengembangan model 2

Struktur

pengembangan

model

Latar belakang pengembangan model 3

Tujuan pengembangan model 4

Karakteristik pengembangan model 5

Sistem sosial pengembangan model 6

Sistem pendukung pengembangan

model

7

Langkah-langkah pembelajaran 8

Evaluasi dan penilaian 9

Hasil belajar Hasil belajar yang diinginkan 10

b. Angket Validasi Soal Pretest dan Posttest

Instrumen untuk memvalidasi soal pretest dan posttest diserahkan kepada ahli

materi. Instrumen yang diberikan berupa skala likert dengan empat pilihan jawaban

yaitu Sangat Baik (SB), Baik (B), Kurang (K), Sangat Kurang (K), serta dilengkapi

dengan komentar dan saran. Kriteria yang menjadi penilaian dari angket validasi

Page 88: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

65

soal pretest dan posttest adalah: (1) Ketepatan pemilihan teknik penilaian dengan

indikator dan tujuan pembelajaran; (2) Kesesuaian butir instrumen dengan indikator

dan tujuan pembelajaran; (3) Ketersediaan kunci jawaban; (4) Kesesuaian

pertanyaan dengan materi; (5) Kesesuaian kunci jawaban dengan pertanyaan soal;

(6) Ketersediaan petunjuk dan kejelasan pengerjaan soal; (7) Ketepatan pilihan

bentuk soal dengan SK dan KD; (8) Penggunaan bahasa, kejelasan penulisan, dan

kemudahan memahami bahasa.

Tabel 3.2 Kisi – kisi Instrumen Validasi Soal Pretest dan Posttest

Kriteria Indikator Butir Angket Kesesuaian teknik

penilaian

Ketepatan pemilihan teknik penilaian

dengan indikator dan tujuan

pembelajaran

1

Kesesuaian butir instrumen dengan

indikator dan tujuan pembelajaran

2

Kelengkapan

instrumen

Ketersediaan kunci jawaban 3

Kecukupan tempat yang disediakan

untuk jawaban soal

4

Kesesuaian isi Kesesuaian pertanyaan dengan materi 5

Kesesuaian kunci jawaban dengan

pertanyaan soal

6

Konstruksi soal Ketersediaan petunjuk pengerjaan soal 7

Kejelasan tujuan soal 8

Ketepatan pilihan bentuk soal dengan

SK dan KD

9

Kesesuaian pertanyaan dengan tingkat

kognitif peserta didik

10

Kebahasaan Penggunaan kaidah bahasa Indonesia 11

Kejelasan penulisan bahasa soal 12

Kemudahan memahami bahasa yang

digunakan

13

c. Angket Validasi Silabus dan RPP

Instrumen untuk memvalidasi silabus dan RPP diserahkan kepada ahli materi.

Instrumen yang diberikan berupa skala likert dengan empat pilihan jawaban yaitu

Sangat Baik (SB), Baik (B), Kurang (K), Sangat Kurang (K), serta dilengkapi

Page 89: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

66

dengan komentar dan saran. Kriteria yang menjadi penilaian dari angket validasi

silabus adalah: (1) Aspek kelayakan isi, meliputi kesesuaian silabus dengan KD dan

indikator, kegiatan pembelajaran dirancang berdasarkan pengembangan discovery

learning; (2) Aspek kelayakan bahasa, meliputi penggunaan bahasa sesuai dengan

EYD, kesederhanaan struktur kalimat; serta (3) Aspek kelayakan waktu, meliputi

kesesuaian pemilihan alokasi waktu didasarkan pada KD dan alokasi waktu

persemeter. Tujuan pemberian skala ini adalah menilai kesesuaian isi silabus

dengan discovery learning berorientasi pada kemampuan berikir reflektif dan self-

efficacy siswa.

Kriteria penilaian angket validasi RPP adalah: (1) Aspek kelayakan tujuan, meliputi

kesesuaian RPP dengan kompetensi dasar (KD), ketepatan penjabaran kompetensi

dasar (KD) ke dalam indikator; (2) Aspek kelayakan isi, meliputi sistematika

penyusunan RPP, skenario pembelajaran yang dirancang berdasarkan

pengembangan discovery learning; (3) Aspek kelayakan bahasa, meliputi

penggunaan bahasa sesuai dengan EYD, komunikatif dan kesederhanaan struktur

kalimat; serta (4) Aspek kelayakan waktu, meliputi kesesuaian pemilihan alokasi

waktu didasarkan pada KD. Tujuan pemberian skala ini adalah menilai kesesuaian

isi RPP dengan discovery learning berorientasi pada kemampuan berikir reflektif

dan self-efficacy siswa.

d. Angket Validasi LKPD

Instrumen untuk memvalidasi LKPD diserahkan kepada ahli materi dan ahli media.

Untuk ahli materi instrumen yang diberikan berupa skala likert dengan empat

pilihan jawaban yaitu Sangat Baik (SB), Baik (B), Kurang (K), Sangat Kurang (K),

Page 90: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

67

serta dilengkapi dengan komentar dan saran dari para ahli. Kriteria yang menjadi

penilaian dari ahli materi adalah: (1) Aspek kelayakan isi, meliputi kesesuaian

materi dengan KD, keakuratan materi, keberadaan modul dalam mendorong

keinginan siswa; (2) Aspek kelayakan penyajian, meliputi teknik penyajian,

kelengkapan penyajian, penyajian pembelajaran, koherensi dan keruntutan proses

berpikir; serta (3) Aspek penilaian strategi discovery learning.

Tujuan pemberian skala ini adalah menilai kesesuaian isi LKPD dengan model

discovery learning berorientasi pada kemampuan berikir reflektif dan self-efficacy

siswa. Kisi-kisi instrumen validasi LKPD oleh ahli materi dinyatakan pada tabel

sebagai berikut.

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Validasi LKPD oleh Ahli Materi

Kriteria Indikator Butir Angket

Aspek Kelayakan

Isi

Kesesuaian materi dengan KI

dan KD 1,2,3

Keakuratan materi 4,5,6,7,8

Mendorong kreativitas siswa 9

Aspek Kelayakan

Penyajian

Teknik penyajian 10,11

Kelengkapan penyajian 12,13,14

Penyajian pembelajaran 15, 16

Koherensi dan keruntutan proses berpikir 17,18

Penilaian

pengembangan

discovery learning

Karakteristik pengembangan discovery

learning 19,20,21,22,23,24

Untuk ahli media instrumen yang diberikan berupa skala likert dengan empat

pilihan jawaban yaitu Sangat Baik (SB), Baik (B), Kurang (K), Sangat Kurang (K),

serta dilengkapi dengan komentar dan saran dari para ahli. Kriteria penilaian LKPD

oleh ahli media adalah: (1) Aspek kelayakan kegrafikan, meliputi desain isi LKPD;

serta (2) Aspek kelayakan bahasa, meliputi kelugasan, komunikatif, dialogis dan

Page 91: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

68

interaktif, kesesuaian dengan perkembangan siswa, kesesuaian dengan kaidah

bahasa, penggunaan istilah dan simbol. Pemberian skala ini bertujuan untuk menilai

tampilan LKPD dan kesesuaian antara desain yang digunakan dan isi LKPD.

Tujuan pemberian skala ini adalah menilai kesesuaian isi LKPD dengan model

discovery learning berorientasi pada kemampuan berikir reflektif dan self-efficacy

siswa. Kisi-kisi instrumen validasi LKPD oleh ahli materi dinyatakan pada tabel

sebagai berikut.

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Validasi LKPD oleh Ahli Media

Kriteria Indikator Butir Angket

Aspek Kelayakan

Kegrafikan

Ukuran LKPD 1, 2

Desain Sampul LKPD 3, 4, 5, 6, 7

Desain Isi LKPD 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,

15, 16

Aspek Kelayakan

Bahasa

Lugas 17, 18, 19

Komunikatif 20, 21

Kesesuaian dengan Kaidah Bahasa 22, 23

Penggunaan istilah, simbol, maupun

lambing 24, 25

e. Angket Uji Coba Pengembangan Model Discovery Learning

Instrumen angket ini diberikan kepada siswa yang menjadi subjek uji coba selain

kelas eksperimen dan kontrol. Angket uji coba pengembangan model discovery

learning diberikan kepada seluruh siswa kelas VIII.6 SMP Negeri 1 Bandar

Lampung untuk mengetahui bagaimana kesesuaian pernyataan untuk menarik

perhatian dan motivasi peserta didik, bagaimana pengelolaan waktu pada

pengembangan model discovery learning serta penggunaan bahasa. Instrumen yang

diberikan berupa pernyataan skala likert dengan empat pilihan jawaban yaitu

Page 92: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

69

Sangat Baik (SB), Baik (B), Kurang (K), Sangat Kurang (K). Adapun kisi-kisi

angket respon siswa tertera pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Kisi – kisi Angket Respon Siswa pada Pengembangan Model

Discovery Learning

Kriteria Indikator Butir Angket

Aspek petunjuk Petunjuk penggunaan 1

Kriteria penilaian 2

Aspek cakupan Ketertarikan peserta didik 3

Pemberian motivasi 4

Kejelasan materi 5

Kesesuaian contoh dengan materi 6

Pengelolaan kelas 7

Keefektifan penggunaan waktu. 8

Penekanan nilai karakter 9

Penarikan kesimpulan 10

Aspek bahasa Penggunaan Bahasa Indonesia yang

benar dan komunikatif

11

Penggunaan bahasa mudah dipahami 12

f. Angket Uji Coba LKPD

Instrumen angket ini diberikan kepada enam siswa yang menjadi subjek uji coba

LKPD untuk mengetahui bagaimana keterbacaan, ketertarikan siswa, dan

tanggapannya terhadap LKPD. Enam siswa tersebut dipilih dari siswa yang

berkemampuan tinggi, sedang dan rendah. Hal ini dilakukan agar LKPD nantinya

bisa digunakan oleh seluruh siswa baik dari kemampuan tinggi, sedang maupun

rendah. Peneliti memberikan angket yang berisi uji keterbacaan LKPD untuk

keenam siswa tersebut. Angket tersebut kemudian dianalisis dan dijadikan sebagai

salah satu acuan untuk kembali melakukan revisi dan penyempurnaan. LKPD yang

dianggap sudah tepat, maka dilanjutkan pada tahap uji coba lapangan. Instrumen

yang diberikan berupa pernyataan skala likert dengan empat pilihan jawaban yaitu

Sangat Baik (SB), Baik (B), Kurang (K), Sangat Kurang (K).

Page 93: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

70

Adapun kisi-kisi angket respon siswa tertera pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Kisi – kisi Angket Respon Siswa pada LKPD

Kriteria Indikator Butir Angket

Aspek tampilan Kejelasan teks 1, 2, 4, 7, 13

Kesesuaian gambar /ilustrasi

dengan materi

15, 17

Aspek penyajian

materi

Kemudahan pemahaman materi 20

Ketepatan penggunaan lambang

atau symbol

14

Kelengakapan dan ketepatan

sistematika penyajian

3, 11, 23

Kesesuaian contoh dengan materi 18, 19

Aspek manfaat Kemudahan belajar 9, 10, 22

Peningkatan motivasi belajar 8, 16, 21

Ketertarikan mengunakan LKPD 5, 6, 12

g. Angket Self-Efficacy

Skala self-efficacy pada penelitian ini mengukur empat aspek, yaitu pencapaian

kinerja berdasarkan pengalaman, pengalaman orang lain, persuasi verbal, dan

indeks psikologi. Angket self-efficacy yang digunakan adalah angket berupa

checklist (daftar cek). Pengukuran skor untuk pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan dilakukan menggunakan skala likert dengan skala 4, yaitu:

1) Skor 1 adalah sangat tidak setuju.

2) Skor 2 adalah tidak setuju.

3) Skor 3 adalah setuju.

4) Skor 4 adalah sangat setuju.

Page 94: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

71

Indikator kemampuan self-efficacy ditunjukkan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Aspek Penilaian Self-Efficacy

No ASPEK DESKRIPSI INDIKATOR

1 Pencapaian

Kinerja

Indikator kemampuan

yang didasarkan kinerja

pengalaman sebelumnya

1. Pandangan siswa terhadap

kemampuan matematika yang

dimilikinya.

2. Pandangan siswa tentang

keterampilan matematika

2 Pengalaman

Orang Lain

Bukti yang didasarkan

pada kompetensi dan

perbandingan

1. Kemampuan siswa

membandingkan kemampuan

matematikanya dengan orang lain

2. Pandangan siswa tentang

kemampuan matematika yang

dimiliki oleh dirinya dan orang

lain

3 Persuasi

Verbal

Mengacu pada umpan

balik langsung atau kata-

kata guru atau orang yang

lebih dewasa

1. Kemampuan siswa memahami

makna kalimat matematis dalam

soal-soal berpikir kreatif

matematis

4 Indeks

Psikologis

Penilaian terhadap

kemampuan, kelebihan,

dan kelemahan tentang

suatu tugas atau

pekerjaan

1. Pandangannya siswa tentang

kemampuan matematika yang

dimilikinya

2. Pandangan tentang kelemahan

dan kelebihan yang dimiliki siswa

pada matematika

(Noer, 2012)

Sebelum digunakan pada uji lapangan, skala self-efficacy ini divalidasi oleh ahli,

yaitu Yohana Oktariana, M.Pd. Beliau adalah dosen Bimbingan Konseling (BK)

FKIP Universitas Lampung. Tujuan dari validasi ini adalah melihat kesesuaian isi

dengan indikator dan tujuan pembuatan skala. Kriteria yang menjadi penilaian dari

ahli adalah: (1) Keterkaitan indikator dengan tujuan; (2) Kesesuaian pernyataan

dengan indikator yang diukur; (3) Kesesuaian antara pernyataan dengan tujuan;

serta (4) Penggunaan bahasa yang baik dan benar. Berdasarkan penilaian tiap

kriteria tersebut, skala self-efficacy telah memenuhi kriteria baik dan dinyatakan

Page 95: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

72

layak untuk digunakan pada uji lapangan. Secara lengkap, kisi-kisi dan instrumen

skala self-efficacy dapat dilihat pada Lampiran B.5.

Setelah dilakukan validasi, skala tersebut diujicobakan untuk mengetahui

reliabilitas dan validitas secara empiris. Uji coba dilakukan pada siswa kelas IX.3

SMP Negeri 1 Bandar Lampung dengan 34 responden. Proses perhitungan

menggunakan menggunakan SPSS versi 20,0. Diketahui N = 34, maka df (degree

of freedom) nya adalah df = N-2, sehingga df =32, kemudian dicek menggunakan r

tabel, didapatkan r tabelnya adalah 0,338.

Dengan demikian pernyataan dikatakan valid jika rxy ≥0,338 Hasil perhitungan

validitas butir pernyataan dapat dilihat pada Tabel 3.8, sedangkan data

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.5.

Tabel 3.8 Hasil Uji Coba Validitas Skala Self Efficacy Siswa

No.

Pernyataan rxy Kriteria

No.

Pernyataan rxy Kriteria

1 0,523 Valid 19 0,491 Valid

2 0,395 Valid 20 0,549 Valid

3 0,581 Valid 21 0,646 Valid

4 0,420 Valid 22 0,760 Valid

5 0,658 Valid 23 0,409 Valid

6 0,593 Valid 24 0,635 Valid

7 0,637 Valid 25 0,498 Valid

8 0,631 Valid 26 0,679 Valid

9 0,706 Valid 27 0,605 Valid

10 0,578 Valid 28 0,564 Valid

11 0,626 Valid 29 0,627 Valid

12 0,704 Valid 30 0,463 Valid

13 0,571 Valid 31 0,636 Valid

14 0,632 Valid 32 0,590 Valid

15 0,708 Valid 33 0,748 Valid

16 0,650 Valid 34 0,594 Valid

17 0,573 Valid 35 0,503 Valid

18 0,650 Valid

Page 96: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

73

Berdasarkan hasil uji validitas, terdapat 35 butir pernyataan dengan indeks

konsistensi internal lebih dari 0,338. Dari hasil perhitungan untuk mencari koefisien

reliabilitas (r11) dengan menggunakan SPSS versi 20,0 menunjukkan bahwa skala

tersebut memiliki indeks reliabilitas sebesar 0,946. Dengan demikian skala self-

efficacy tersebut memenuhi kriteria skala yang layak digunakan untuk mengambil

data. Maka dapat disimpulkan, terdapat 35 butir pernyataan yang dapat digunakan.

Tabel 3.9 Skor Pernyataan Skala Self Efficacy Siswa

Nomor

Pernyataan

Skor Nomor

Pernyataan

Skor

STS TS S SS STS TS S SS

1 1 2 3 4 19 1 2 3 4

2 1 2 3 4 20 1 2 3 4

3 1 2 3 4 21 1 2 3 4

4 1 2 3 4 22 1 2 3 4

5 1 2 3 4 23 1 2 3 4

6 1 2 3 4 24 1 2 3 4

7 1 2 3 4 25 1 2 3 4

8 1 2 3 4 26 1 2 3 4

9 1 2 3 4 27 1 2 3 4

10 1 2 3 4 28 1 2 3 4

11 1 2 3 4 29 1 2 3 4

12 1 2 3 4 30 1 2 3 4

13 1 2 3 4 31 1 2 3 4

14 1 2 3 4 32 1 2 3 4

15 1 2 3 4 33 1 2 3 4

16 1 2 3 4 34 1 2 3 4

17 1 2 3 4 35 1 2 3 4

18 1 2 3 4

Skala self-efficacy yang telah layak diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas

kontrol pada awal dan akhir kegiatan pembelajaran yang berisi pernyataan-

pernyataan. Penyataan yang diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kelas

kontrol bertujuan untuk mengetahui self-efficacy siswa terhadap pembelajaran

matematika.

Page 97: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

74

2. Instrumen Tes

Instrumen ini berupa tes kemampuan berpikir reflektif matematis. Penilaian hasil

tes dilakukan sesuai dengan pedoman penilaian indikator berpikir reflektif dalam

Noer (2010, 43-44) yaitu reacting, comparing, dan contemplating dengan

penjelasan sebagai berikut.

1. Reacting adalah bereaksi dengan pemahaman pribadi terhadap peristiwa,

stimulasi, atau masalah matematis dengan berfokus pada sifat alami situasi.

2. Comparing adalah melakukan analisis dan klarifikasi pengalaman individual apa

yang diyakini dengan cara membandingkan reaksi dengan pengalaman yang lain,

seperti mengacu pada suatu prinsip umum maupun suatu teori.

3. Contemplating adalah mengutamakan pengertian pribadi yang mendalam.

Dalam hal ini fokus terhadap suatu tingkatan pribadi dalam proses-proses seperti

menguraikan, menginformasikan, mempertimbangkan dan merekonstruksi situasi

atau masalah.

Sebelum diberikan di awal dan akhir pembelajaran, instrumen ini diujicobakan

terlebih dulu pada kelas lain yang telah menempuh materi untuk mengetahui

validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal. Pedoman

penskoran tes kemampuan berpikir reflektif dinyatakan dalam Tabel 3.9 sebagai

berikut.

Page 98: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

75

Tabel 3.10 Pedoman Pensekoran Tes Kemampuan Berpikir Reflektif

No

Indikator

Berpikir

Reflektif

Reaksi terhadap soal/masalah Skor

1 Reacting

Tidak menjawab 0

Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi

masalah dengan cara langsung menjawab, tetapi jawaban

salah

1

Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi

masalah dengan cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh

situasi, kemudian menjawab permasalahan, tetapi tidak

selesai

2

Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi

masalah dengan cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh

situasi, kemudian menjawab permasalahan, tetapi

jawaban salah

3

Bereaksi dengan perhatian pribadi terhadap situasi

masalah dengan cara menuliskan sifat yang dimiliki oleh

situasi, kemudian menjawab permasalahan dan jawaban

benar

4

2 Comparing

Tidak menjawab 0

Tidak melakukan evaluasi terhadap tindakan dan apa

yang diyakini 1

Mengevaluasi tindakan apa yang diyakini dengan cara

membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum atau

teori tetapi tidak memberi alasan mengapa memilih

tindakan tersebut

2

Mengevaluasi tindakan apa yang diyakini dengan cara

membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum atau

teori, memberi alasan mengapa memilih tindakan

tersebut tetapi jawaban salah

3

Mengevaluasi tindakan apa yang diyakini dengan cara

membandingkan reaksi dengan suatu prinsip umum atau

teori, memberi alasan mengapa memilih tindakan

tersebut dan jawaban benar

4

3 Contemplating

Tidak menjawab 0

Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan

situasi masalah yang dihadapi tetapi jawaban salah 1

Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan

situasi masalah yang dihadapi dan jawaban benar 2

Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan

situasi masalah yang dihadapi, mempertentangkan

jawaban dengan jawaban lainnya

3

Menguraikan, menginformasikan jawaban berdasarkan

situasi masalah yang dihadapi, mempertentangkan

jawaban dengan jawaban lainnya, kemudian

merekonstruksi situasi-situasi

4

(Noer, 2010:95)

Page 99: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

76

Uji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal dijelaskan

sebagai berikut.

a. Validitas

Validitas yang dilakukan terhadap instrumen tes berpikir reflektif didasarkan pada

validitas isi dan validitas empiris. Validitas isi dari tes kemampuan berpikir reflektif

divalidasi oleh validator. Validitas isi dapat diketahui dengan cara membandingkan

isi yang terkandung dalam tes kemampuan berpikir reflektif dengan indikator

pembelajaran yang telah ditentukan. Tes yang dikategorikan valid adalah yang telah

dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur, maka

validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian dosen pembimbing.

Teknik yang digunakan untuk menguji validitas empiris ini dilakukan dengan

menggunakan rumus korelasi product moment (Widoyoko, 2012:137).

𝑟𝑥𝑦 =𝑁 ∑ 𝑋𝑌−(∑ 𝑋)(∑ 𝑌)

√(𝑁 ∑ 𝑋2−(∑ 𝑋)2)(𝑁 ∑ 𝑌2−(∑ 𝑌)2)

Keterangan:

𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N = Jumlah Siswa

∑ 𝑋 = Jumlah skor siswa pada setiap butir soal

∑ 𝑌 = Jumlah total skor siswa ∑ 𝑋𝑌 = Jumlah hasil perkalian skor siswa pada setiap butir soal dengan total

skor siswa.

Penafsiran harga korelasi dilakukan dengan membandingkan dengan harga 𝑟𝑥𝑦

untuk validitas butir instrumen, yaitu 0,3. Artinya apabila 𝑟𝑥𝑦 ≥ 0,3, nomor butir

tersebut dikatakan valid dan memuaskan (Widoyoko, 2012:143). Tabel 3.11

menyajikan hasil validitas instrumen tes kemampuan berpikir reflektif. Perhitungan

selengkapnya terdapat pada Lampiran C.1.

Page 100: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

77

Tabel 3.11 Validitas Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Reflektif

Nomor Soal rxy Keterangan

1 0,880 Valid

2 0,900 Valid

3 0,910 Valid

4 0,920 Valid

b. Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk

mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Bentuk soal tes

yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe uraian. Menurut Arikunto

(2011: 109) untuk mencari koefisien reliabilitas (r11) soal tipe uraian menggunakan

rumus Alpha yang dirumuskan sebagai berikut.

r11 = (𝑛

𝑛−1) (1 −

∑ 𝜎𝑖2

𝜎𝑖2 )

Keterangan:

r 11 = Koefisien reliabilitas alat evaluasi

𝑛 = Banyaknya butir soal

∑ 𝜎𝑖2= Jumlah varians skor tiap soal

𝜎𝑖2 = Varians skor total

Sudijono (2008: 209) berpendapat bahwa suatu tes dikatakan baik apabila memiliki

nilai reliabilitas ≥ 0,70. Kriteria yang akan digunakan adalah memiliki nilai

reliabilitas ≥ 0,70. Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen kemampuan

berpikir reflektif, diperoleh nilai koefisien reliabilitas sebesar 0,92. Hal ini

menunjukkan bahwa instrumen yang diujicobakan memiliki reliabilitas yang tinggi

sehingga instrumen tes ini dapat digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir

Page 101: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

78

reflektif siswa. Hasil perhitungan reliabilitas uji coba instrumen dapat dilihat pada

Lampiran C.2.

c. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal.

Sudijono (2008:372) mengungkapkan untuk menghitung tingkat kesukaran suatu

butir soal digunakan rumus berikut.

TK = JT

IT

Keterangan:

TK = tingkat kesukaran suatu butir soal

JT = jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT = jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks

kesukaran menurut Sudijono (2008:372) sebagai berikut.

Tabel 3.12 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

0,00 ≤ TK ≤ 0,15 Sangat Sukar

0,16 ≤ TK ≤ 0,30 Sukar

0,31 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang

0,71 ≤ TK ≤ 0,85 Mudah

0,86 ≤ TK ≤ 1,00 Sangat Mudah

Sudijono (2008: 372)

Kriteria soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal memiliki nilai tingkat

kesukaran 0,31 ≤ TK ≤ 0,85.Hasil perhitungan tingkat kesukaran uji coba soal

kemampuan berpikir reflektif disajikan pada Tabel 3.13.

Page 102: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

79

Tabel 3.13 Tingkat Kesukaran Butir Soal

No. Butir Soal Indeks TK Interpretasi

1 0,820 Mudah

2 0,660 Sedang

3 0,690 Sedang

4 0,630 Sedang

Dengan melihat hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal yang diperoleh,

maka instrumen tes kemampuan berpikir reflektif telah memenuhi kriteria tingkat

kesukaran soal yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Hasil perhitungan

tingkat kesukaran butir soal dapat dilihat pada Lampiran C.3.

d. Daya Pembeda

Daya beda suatu butir tes adalah kemampuan suatu butir untuk membedakan antara

peserta tes yang berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah. Daya beda butir

dapat diketahui dengan melihat besar kecilnya tingkat diskriminasi atau angka yang

menunjukkan besar kecilnya daya beda. Untuk menghitung daya pembeda, terlebih

dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang

memeperoleh nial terendah. Kemudian diambil 27% siswa yang memperoleh nilai

tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah

(disebut kelompok bawah).

Sudijono (2008:120) mengungkapkan menghitung daya pembeda ditentukan

dengan rumus:

DP =JA − JB

IA

Keterangan :

DP = indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

JA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah

Page 103: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

80

JB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah

IA = jumlah skor ideal kelompok (atas/bawah)

Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera

dalam Tabel 3.14.

Tabel 3.14 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Daya Pembeda Kriteria

-1,00 ≤ DP ≤ 0,00

Sangat Buruk

0,00 < DP ≤ 0,20 Buruk

0,20 < DP ≤ 0,40 Agak baik, perlu revisi

0,40 < DP ≤ 0,70 Baik

0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat Baik

Sudijono (2008:121)

Kriteria soal tes yang digunakan dalam penelitian ini memiliki interpretasi baik,

yaitu memiliki nilai daya pembeda ≥ 0,30. Hasil perhitungan daya pembeda butir

soal yang telah diujicobakan disajikan pada Tabel 3.15.

Tabel 3.15 Daya Pembeda Butir Soal

No. Butir Soal Nilai DP Interpretasi

1 0,410 Baik

2 0,580 Baik

3 0,430 Baik

4 0,540 Baik

Dengan melihat hasil perhitungan daya pembeda butir soal yang diperoleh, maka

instrumen tes yang sudah diujicobakan telah memenuhi kriteria daya pembeda soal

yang sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Hasil perhitungan daya pembeda butir

soal dapat dilihat pada Lampiran C.4.

Page 104: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

81

E. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis kemudian digunakan untuk

merevisi discovery learning yang dikembangkan sehingga diperoleh discovery

learning yang layak sesuai dengan kriteria yang ditentukan yaitu valid, praktis dan

efektif.

1. Analisis Data Pendahuluan

Data studi pendahuluan berupa hasil observasi dan wawancara dianalisis secara

deskriptif sebagai latar belakang diperlukannya pengembangan discovery learning

berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa.

2. Analisis Data Angket Validasi

Data yang diperoleh saat validasi discovery learning adalah hasil penilaian

validator terhadap pengembangan discovery learning melalui skala kelayakan.

Analisis yang digunakan berupa deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif

berupa komentar dan saran dari validator dideskripsikan secara kualitatif sebagai

acuan untuk memperbaiki pengembangan discovery learning. Data kuantitatif

berupa skor penilaian untuk silabus, RPP divalidasi oleh ahli materi. Data

kuantitatif berupa skor penilaian untuk LKPD divalidasi oleh ahli materi dan ahli

media. Data dideskripsikan secara kuantitatif menggunakan skala likert dengan 4

skala kemudian dijelaskan secara kualitatif. Skala yang digunakan dalam penelitian

pengembangan ini adalah 4 skala, yaitu:

4) Skor 1 adalah kurang baik.

5) Skor 2 adalah cukup baik.

6) Skor 3 adalah baik.

Page 105: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

82

7) Skor 4 adalah sangat baik.

Berdasarkan data angket validasi yang diperoleh, rumus yang digunakan untuk

menghitung hasil angket dari validator adalah sebagai berikut.

𝑃 = ∑ 𝑋

∑ 𝑋𝑖× 100%

Keterangan :

P : Presentase yang dicari

∑ 𝑋 : Jumlah nilai jawaban responden ∑ 𝑋𝑖 : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi

Tabel 3.16 Interval Nilai Tiap Kategori Penilaian

Persentase (%) Kriteria Validasi

76-100 Valid

56-75 Cukup Valid

40-55 Kurang Valid

0-39 Tidak Valid

Arikunto (2016)

Berdasarkan data angket validasi yang diperoleh, kategori penilaian dan interval

nilai untuk menghitung hasil angket dari siswa berupa angket pengembangan model

dan angket LKPD ditunjukkan pada Tabel 3.17.

Tabel 3.17 Kriteria Kepraktisan Analisis Rata-Rata

Nilai Tingkat Kepraktisan

85-100 Sangat Praktis

70-84 Praktis

55-69 Cukup Praktis

50-54 Kurang Praktis 0-49 Tidak Praktis

Arikunto (2009)

Rumus yang digunakan untuk menghitung hasil angket dari sswa adalah sebagai

berikut.

Page 106: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

83

𝑃 = ∑ 𝑋

∑ 𝑋𝑖× 100

Keterangan :

P : Nilai yang dicari

∑ 𝑋 : Jumlah nilai jawaban responden ∑ 𝑋𝑖 : Jumlah nilai ideal atau jawaban tertinggi

3. Analisis Efektivitas Pembelajaran Menggunakan Pengembangan Discovery

Learning

a. Analisis Data Kemampuan Berpikir Reflektif

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan memberikan tes

kemampuan berpikir reflektif sebelum dan setelah pembelajaran (pretest dan

posttest) pada kelas kontrol dan eksperimen. Pengolahan dan analisis data

kemampuan berpikir reflektif dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap

peningkatan kemampuan berpikir reflektif siswa (indeks gain) dari kelas

eksperimen dan kelas kontrol dengan bantuan software SPPS versi 20.0. Adapun

langkah-langkahnya sebagai berikut.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berasal dari

populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov Z. Adapun hipotesis uji adalah sebagai berikut.

Ho : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Z

(K-S Z) menggunakan software SPPS versi 20.0 dengan kriteria pengujian yaitu

jika nilai probabilitas (sig) dari Z lebih besar dari 𝛼 = 0,05, maka hipotesis nol

Page 107: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

84

diterima (Trihendradi, 2005: 113). Setelah dilakukan pengujian normalitas pada

skor awal (skor pretest) kemampuan berpikir kreatif matematis didapat hasil yang

disajikan pada Tabel 3.18.

Tabel 3.18 Uji Normalitas Skor Awal Kemampuan Berpikir Reflektif

Kelompok Penelitian Banyaknya Siswa Probabilitas (Sig)

Eksperimen 35 0,200

Kontrol 35 0,200

Berdasarkan output SPSS hasil signifikan yang dibaca pada kolmogorov smirnov,

signifikan untuk data kemampuan awal berpikir reflektif siswa kelas eksperimen

dan kelas kontrol mempunyai nilai sig 0,20. Dengan demikian, nilai signifikansi

data kemampuan awal berpikir reflektif siswa kelas VIII.10 (Eksperimen) dan kelas

VIII.6 (Kontrol) lebih dari 0,05 artinya terima H0. Kesimpulannya, hasil yang

diambil dari data kemampuan awal berpikir reflektif siswa kelas VIII.10

(Eksperimen) dan kelas VIII.6 (Kontrol) berasal dari populasi yang berdistribusi

normal. Perhitungan uji normalitas data skor awal dapat dilihat pada Lampiran C.9

. Uji normalitas juga dilakukan terhadap data posttest kemampuan berpikir reflektif,

setelah dilakukan perhitungan didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 3.19.

Tabel 3.19 Uji Normalitas Skor Akhir Kemampuan Berpikir Reflektif

Kelompok Penelitian Banyaknya Siswa Probabilitas (Sig)

Eksperimen 35 0,200

Kontrol 35 0,084

Pada Tabel 3.19 terlihat bahwa probabilitas (Sig) data kemampuan akhir berpikir

reflektif siswa kelas eksperimen mempunyai nilai sig 0,200 dan kelas kontrol

mempunyai nilai sig 0,084. Dengan demikian, nilai signifikansi data kemampuan

akhir berpikir reflektif siswa kelas VIII.10 (Eksperimen) dan kelas VIII.7 (Kontrol)

Page 108: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

85

lebih dari 0,05 artinya terima H0. Kesimpulannya, hasil yang diambil dari data

kemampuan akhir berpikir reflektif siswa kelas VIII.10 (Eksperimen) dan kelas

VIII.6 (Kontrol) berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan uji

normalitas data skor akhir dapat dilihat pada Lampiran C.9.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas variansi dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok

data memiliki variansi yang homogen atau tidak (Sugiyono, 2010). Untuk menguji

homogenitas variansi maka dilakukan uji Levene. Adapun hipotesis untuk uji ini

adalah sebagai berikut.

Ho : 𝜎12 = 𝜎2

2 (kedua kelompok populasi memiliki varians yang homogen)

H1 : 𝜎12 ≠ 𝜎2

2 (kedua kelompok populasi memiliki varians yang tidak homogen)

Dalam penelitian ini, uji homogenitas menggunakan uji Levene dengan software

SPSS versi 20.0 dengan kriteria pengujian adalah jika nilai probabilitas (Sig.) lebih

besar dari 𝛼 = 0,05, maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005: 145).

Berdasarkan hasil uji normalitas pada data skor awal kemampuan berpikir reflektif

diketahui bahwa kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Sehingga selanjutnya dilakukan uji homogenitas terhadap skor awal kemampuan

berpikir reflektif. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil uji homogenitas

yang disajikan pada Tabel 3.20.

Page 109: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

86

Tabel 3.20 Uji Homogenitas Populasi Skor Awal Kemampuan Berpikir

Reflektif

Kelompok Penelitian Statistik Levene Probabilitas (Sig.)

Eksperimen 1,602 0,210

Kontrol

Pada Tabel 3.20 terlihat bahwa nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 sehingga

hipotesis nol diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa data skor awal (pretest)

kemampuan berpikir reflektif siswa dari kedua kelompok populasi memiliki varians

yang homogen atau sama. Perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada Lampiran

11.

Untuk data skor akhir kemampuan berpikir reflektif, berdasarkan hasil uji

normalitas pada data skor akhir kemampuan berpikir reflektif diketahui bahwa

kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Sehingga selanjutnya

dilakukan uji homogenitas terhadap skor akhir kemampuan berpikir reflektif.

Setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil uji homogenitas yang disajikan pada

Tabel 3.21.

Tabel 3.21 Uji Homogenitas Populasi Skor Akhir Kemampuan Berpikir

Reflektif

Kelompok Penelitian Statistik Levene Probabilitas (Sig.)

Eksperimen 0,034 0,052

Kontrol

Pada Tabel 3.21 terlihat bahwa nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 sehingga

hipotesis nol diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa data skor akhir (posttest)

kemampuan berpikir reflektif siswa dari kedua kelompok populasi memiliki varians

yang homogen atau sama. Perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada Lampiran

C.11.

Page 110: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

87

3. Uji Hipotesis pretest

Berdasarkan uji normalitas kedua sampel berdistribusi normal maka analisis data

dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t dengan

hipotesis uji sebagai berikut.

H0: Tidak ada perbedaan kemampuan awal berpikir reflektif siswa yang

menggunakan pengembangan discovery learning dengan kemampuan awal

berpikir reflektif siswa yang menggunakan discovery learning.

H1: Ada perbedaan kemampuan awal berpikir reflektif siswa yang menggunakan

pengembangan discovery learning dengan kemampuan awal berpikir reflektif

siswa yang menggunakan discovery learning.

Kriteria uji adalah jika nilai probabilitas (Sig.) lebih besar dari 𝛼 = 0,05, maka

hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005: 146).

4. Uji Hipotesis posttest

Berdasarkan uji normalitas kedua sampel berdistribusi normal maka analisis data

dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata, yaitu uji t dengan

hipotesis uji sebagai berikut.

H0: Tidak ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir reflektif siswa yang

menggunakan pengembangan discovery learning dengan kemampuan berpikir

reflektif siswa yang menggunakan discovery learning.

H1: Ada perbedaan peningkatan kemampuan berpikir reflektif siswa yang

menggunakan pengembangan discovery learning dengan kemampuan berpikir

reflektif siswa yang menggunakan discovery learning.

Page 111: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

88

Dalam penelitian ini, uji-t menggunakan software SPPS versi 20.0. dengan kriteria

pengujian: jika nilai probabilitas (Sig) lebih besar dari 𝛼 = 0,05, maka hipotesis

nol diterima ( Trihendradi, 2005: 146).

Adapun analisis lanjutan tersebut menurut Ruseffendi (1998: 314) menyatakan

bahwa jika H1 diterima maka cukup melihat data sampel mana yang rata-ratanya

lebih tinggi. Analisis data dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil tes

kemampuan berpikir reflektif siswa sebelum pembelajaran dan setelah

pembelajaran kemudian dianalisis untuk mengetahui besarnya peningkatan

kemampuan berpikir reflektif siswa pada kelas yang menggunakan pengembangan

pembelajaran discovery learning dan siswa yang mengikuti pembelajaran discovery

learning. Menurut Melzer dalam Noer (2010: 105) besarnya peningkatan dihitung

dengan rumus indeks gain, yaitu .

𝑔 =𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 − 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒

𝑚𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑝𝑜𝑠𝑠𝑠𝑖𝑏𝑙𝑒 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 − 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasi-

fikasi dari Hake ( dalam Noer, 2010: 105) seperti terdapat pada Tabel 3.22.

Tabel 3.22 Kriteria Indeks Gain Kemampuan Berpikir Reflektif

Indeks Gain (g) Kriteria

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

b. Analisis Data Self-Efficacy

Analisis data self-efficacy dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil

pengisian skala self-efficacy sebelum pembelajaran dan setelah pembelajaran.

Page 112: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

89

Pengolahan dan analisis data self-efficacy dilakukan dengan menggunakan uji

statistik terhadap peningkatan self-efficacy siswa (indeks gain) dari kelas

eksperimen dan kelas kontrol dengan bantuan software SPPS versi 20.0. Adapun

langkah-langkahnya sebagai berikut.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menentukan apakah data yang didapat berasal dari

populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji ini menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov Z. Adapun hipotesis uji adalah sebagai berikut.

Ho : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Z

(K-S Z) menggunakan software SPPS versi 20.0 dengan kriteria pengujian yaitu

jika nilai probabilitas (sig) dari Z lebih besar dari 𝛼 = 0,05, maka hipotesis nol

diterima (Trihendradi, 2005: 113). Setelah dilakukan pengujian normalitas pada

skor awal self-efficacy siswa didapat hasil yang disajikan pada Tabel 3.23.

Tabel 3.23 Uji Normalitas Skor Awal Self-Efficacy

Kelompok Penelitian Banyaknya Siswa Probabilitas (Sig)

Eksperimen 35 0,200

Kontrol 35 0,200

Pada Tabel 3.23 terlihat bahwa probabilitas (Sig) data self-efficacy awal siswa kelas

eksperimen mempunyai nilai sig 0,200 dan kelas kontrol mempunyai nilai sig

0,200. Dengan demikian, nilai signifikansi data kemampuan akhir berpikir reflektif

siswa kelas VIII.10 (Eksperimen) dan kelas VIII.6 (Kontrol) lebih dari 0,05 artinya

terima H0. Kesimpulannya, hasil yang diambil dari data kemampuan akhir berpikir

Page 113: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

90

reflektif siswa kelas VIII.10 (Eksperimen) dan kelas VIII.6 (Kontrol) berasal dari

populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data skor awal dapat

dilihat pada Lampiran C.10 .

Setelah dilakukan pengujian normalitas pada skor akhir self-efficacy siswa didapat

hasil yang disajikan pada Tabel 3.24.

Tabel 3.24 Uji Normalitas Skor Akhir Self-Efficacy

Kelompok Penelitian Banyaknya Siswa Probabilitas (Sig)

Eksperimen 35 0,017

Kontrol 35 0,008

Pada Tabel 3.24 terlihat bahwa probabilitas (Sig) data skor akhir self-efficacy siswa

kelas eksperimen kelas kontrol mempunyai nilai sig kurang dari 0,05, sehingga

untuk data skor akhir self-efficacy siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak

berdistribusi normal. Dengan demikian, data skor akhir self-efficacy siswa tidak

dilakukan uji homogenitas karena salah satu data sampel berasal dari populasi yang

tidak berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas variansi dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok

data memiliki variansi yang homogen atau tidak (Sugiyono, 2010). Untuk menguji

homogenitas variansi maka dilakukan uji Levene. Adapun hipotesis untuk uji ini

adalah sebagai berikut.

Ho : 𝜎12 = 𝜎2

2 (kedua kelompok populasi memiliki varians yang homogen)

H1 : 𝜎12 ≠ 𝜎2

2 (kedua kelompok populasi memiliki varians yang tidak homogen)

Page 114: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

91

Dalam penelitian ini, uji homogenitas menggunakan uji Levene dengan software

SPSS versi 20.0 dengan kriteria pengujian adalah jika nilai probabilitas (Sig.) lebih

besar dari 𝛼 = 0,05, maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005: 145).

Berdasarkan uji normalitas pada skor awal self-efficacy awal siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal, kemudian dilakukan uji

homogenitas kedua kelas tersebut dengan hasil yang disajikan pada Tabel 3.25.

Tabel 3.25 Uji Homogenitas Populasi Skor Awal Self-Efficacy

Kelompok Penelitian Statistik Levene Probabilitas (Sig.)

Eksperimen 0,424 0,517

Kontrol

Pada Tabel 3.25 terlihat bahwa nilai probabilitas (sig) lebih besar dari 0,05 sehingga

hipotesis nol diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa data skor awal (pretest) self-

efficacy siswa dari kedua kelompok populasi memiliki varians yang homogen atau

sama. Perhitungan uji homogenitas dapat dilihat pada Lampiran C12. . Sedangkan

untuk data skor akhir self-efficacy siswa tidak dilakukan uji homogenitas karena

salah satu data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.

3. Uji Hipotesis untuk data pretest

Berdasarkan uji normalitas dan homogenitas kedua sampel berdistribusi normal

maka analisis data dilakukan dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata,

yaitu uji t dengan hipotesis uji sebagai berikut.

H0: Tidak ada perbedaan self-efficacy awal siswa yang menggunakan

pengembangan discovery learning dengan self-efficacy siswa yang

menggunakan discovery learning.

Page 115: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

92

H1: Ada perbedaan self-efficacy awal siswa yang menggunakan pengembangan

discovery learning dengan self-efficacy siswa yang menggunakan discovery

learning.

Dalam penelitian ini, uji-t menggunakan software SPPS versi 20.0. dengan kriteria

pengujian: jika nilai probabilitas (Sig) lebih besar dari 𝛼 = 0,05, maka hipotesis

nol diterima ( Trihendradi, 2005: 146).

4. Uji Hipotesis untuk data posttest

Berdasarkan uji normalitas kedua sampel tidak berdistribusi normal maka analisis

data dilakukan dengan uji Mann-Whitney U dengan hipotesis uji sebagai berikut.

H0: Tidak ada perbedaan peningkatan self-efficacy siswa yang menggunakan

pengembangan discovery learning dengan self-efficacy siswa yang

menggunakan discovery learning.

H1: Ada perbedaan peningkatan self-efficacy siswa yang menggunakan

pengembangan discovery learning dengan self-efficacy siswa yang

menggunakan discovery learning.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan SPSS versi 20.0. untuk melakukan uji

Mann-Whitney U dengan kriteria uji adalah jika nilai probabilitas (Sig.) lebih besar

dari 𝛼 = 0,05, maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2005: 146).

Jika hipotesis nol ditolak maka perlu dianalisis lanjutan untuk mengetahui apakah

peningkatan self-efficacy siswa yang menggunakan pengembangan discovery

learning lebih tinggi daripada peningkatan self-efficacy siswa yang menggunakan

discovery learning. Adapun analisis lanjutan tersebut menurut Ruseffendi (1998:

Page 116: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

93

314) menyatakan bahwa jika H1 diterima maka cukup melihat data sampel mana

yang rata-ratanya lebih tinggi.

Analisis data self-efficacy dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil

pengisian skala self-efficacy sebelum pembelajaran dan setelah pembelajaran

kemudian dianalisis untuk mengetahui besarnya peningkatan self-efficacy siswa

pada kelas yang menggunakan pengembangan pembelajaran discovery learning

dan siswa yang mengikuti pembelajaran discovery learning. Menurut Melzer dalam

Noer (2010: 105) besarnya peningkatan dihitung dengan rumus indeks gain, yaitu .

𝑔 =𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 − 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒

𝑚𝑎𝑥𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑝𝑜𝑠𝑠𝑠𝑖𝑏𝑙𝑒 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒 − 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡 𝑠𝑐𝑜𝑟𝑒

Hasil perhitungan gain kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasi-

fikasi dari Hake ( dalam Noer, 2010: 105) seperti terdapat pada Tabel 3.26.

Tabel 3.26 Kriteria Indeks Gain self-efficacy

Indeks Gain (g) Kriteria

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g ≤ 0,7 Sedang

g ≤ 0,3 Rendah

Page 117: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai

berikut.

1. Pengembangan discovery learning berorientasi pada kemampuan berpikir

reflektif dan self-efficacy siswa dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan

berpikir reflektif dan self-efficacy siswa diawali dari studi pendahuluan

menggunakan pedoman wawancara dan observasi terhadap guru dan siswa.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, didapatkan bahwa terdapat beberapa

masalah yang dihadapi siswa, yaitu : (1) siswa masih kesulitan dalam

mengidentifikasi masalah kontekstual (kehidupan sehari-hari) ke dalam bentuk

model matematika; (2) siswa kesulitan dalam menentukan strategi yang digunakan

dalam menjawab soal matematika; (3) Siswa kesulitan dalam memberikan alasan

2. Berdasarkan hasil validasi oleh ahli pengembangan pembelajaran, ahli materi

dan ahli media, menunjukkan bahwa pengembangan discovery learning yang

dikembangkan telah layak digunakan dan termasuk dalam kategori baik dan

sangat baik dan dapat digunakan pada uji lapangan setelah dilakukan revisi

berdasarkan

Page 118: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

143

saran dan masukan dari para ahli. Hasil uji coba lapangan awal menunjukkan

bahwa pengembangan discovery learning yang dikembangkan termasuk dalam

kategori baik. Selain itu, hasil angket respon siswa juga menunjukkan bahwa

siswa merasa tertarik dan mendapatkan manfaat dari pengembangan discovery

learning tersebut.

3. Hasil akhir dari penelitian adalah pengembangan discovery learning

berorientasi pada kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa efektif

untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa pada

materi pokok bangun ruang sisi datar kelas VIII SMP.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan dan penelitian, dikemukakan saran-saran sebagai

berikut:

1. Guru dapat menggunakan pengembangan discovery learning sebagai alternatif

untuk meningkatkan kemampuan berpikir reflektif dan self-efficacy siswa pada

materi pokok bangun ruang sisi datar kelas VIII SMP.

2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan

mengenai pengembangan discovery learning hendaknya melakukan

pengembangan untuk kemampuan lainnya yang harus dimiliki siswa dalam

pembelajaran matematika.

Page 119: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

144

DAFTAR PUSTAKA

Abell, Sandra. K, Lynn A.Bryan, Maria A. Anderson. 1997. Investigating

Preservice Elementary Science Teacher Reflective Thinking Using Integrated

Media Case-Based Instruction in Elementary Science Teacher Preparation.

Science teacher education.

Alfieri, Louis, Patricia J. Brooks, and Naomi J. Aldrich, Harriet R. Tenenbaum.

2011. Does Discovery-Based Instruction Enhance Learning? Journal of

Educational Psychology © 2010 American Psychological Association 2011,

Vol. 103, No. 1, 1–18.

Archambault, J. 2008. “The Effect of Developing Kinematics Concepts

GraphicallyPrior to Introducing Algebraic Problem Solving Techniques”.

Action Research Reguared for the Master of Natural Science Degree with

Concentration in Physics. Arizona State University.

Ayotola, Aremu dan Tella Adedeji. 2009. The relationship between mathematics

self-efficacy and achievement in mathematics. Procedia Social and

Behavioral Sciences 1 (2009) 953–957.

Arikunto, Suharsimi. 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

_________________. 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Asri, Eka Yulia. 2016. Pengembangan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing

untuk Meningkatkan Kemampuan berpikir Kritis Matematis dan Self-

efficacy siswa. S2 Thesis Universitas Lampung.

Baharudin dan Wahyuni Esa Nur. 2010.Teori belajar dan Pembelajaran,

Jogjakarta: AR-Ruzz Media.

Bandura, Albert. 2002. Self efficacy: The Exercise of Control. New York : W. H.

Freeman & Company.

Baron, R. A., & Byrne, D. 2000. Social psychology (9th edition). Massachusetts:

Allyn & Bacon.

Page 120: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

145

Behjat, Saeed and Mohammmed S. Chowdhury. 2012. Emotional Intelligence,

Self-efficacy and DiversityReceptiveness of University Students: A

Correlation Study. International Journal of Academic Research in Business

and Social SciencesApril 2012, Vol. 2, No. 4ISSN: 2222-6990.

Bengtsson, Jan. 1995. What is Reflection? On reflection in the teaching profession

and teacher education. Teachers and Teaching: theory and practice, Vol. 1,

No. 1.

Biongan, Aida Amasol. 2015. Reflective Thinking Skills of Teachers and Students’

Motivational Preferences: The Mediating Role of Teachers’ Creativity on

Their Relationship. International Journal of Novel Research in Education

and Learning. Vol. 2, Issue 5, pp: (13-25). Available at:

www.noveltyjournals.com.

Branch, R.M. (2009). Instructional Design: the ADDIE Approach. New York:

Springer Science.

Budiyono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Surakarta, Sebelas Maret University :

Pers, Surakarta.

Calderhead, James. 1989. REFLECTIVE TEACHING AND TEACHER

EDUCATION. Teschrn~ & Teacher Educmon. Vol. 5. No I,pp.4S51.

De Jong, T. & van Joolingen, W.R. (1998) Scientific discovery learning with

computer simulations of conceptual domains. Review of Educational

Research, 68, 2, 179–201.

Dewey, J. (1997). Democracy and education. New York: Simon and Schuster.

(Original work published 1916).

Gagatsis, A. dan T. Patronis. 1990. Using Geometrical Models of Reflective

Thinking in Learning and Teaching Mathematics. Educational Studies in

Mathematics 21: 29-54. Kluwer Academic Publishers. Printed in the

Netherlands.

Gall, M.D, Gall, J.I.P, dan Borg, W.R. 2003. Educational Research, An

Introduction (edisi 7). Boston: Pearson.

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia. 20-185 hlm.

Hamidah. 2004. Pengaruh self efficacy Terhadap kemampuan komunikasi

matematik. STKIP Siliwangi. Bandung.

Hamzah, 2008. “Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar

Konstruktivisme”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.

Page 121: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

146

Ismanuza, D. 2013. Pengembangan Instrumen Kemampuan Berpikir Kritis

Matematis untuk Siswa SMP. Prosiding Seminar Nasional Sains dan

Matematika Jurusan Pendidikan MIPA FKIP UNTAD. Palu. 375 hlm.

Katz Sara, dan Moshe Stupel. 2015. REFLECTION ON SELF-EFFICACY

TRAINING AND SKILL TRAINING TO FOSTER STUDENT

PERFORMANCE IN GEOMETRY: A CASE STUDY. Far East Journal of

Mathematical Education © 2015 Pushpa Publishing House, Allahabad, India

http://dx.doi.org/10.17654/FJMEMay2015_103_135 Volume 14, Number 2,

2015, Pages 103-135.

Kember, David. 2010. Determining the level of reflective thinking from students'

written journals using a coding scheme based on the work of Mezirow.

International Journal of Lifelong Education, 18:1, 18-30.

Korthagen, Fred A. 1993. Two Modes of Reflection. Teacher & Teacher

Education, Vol. 9. No. 3, pp. 317.326, 1993.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014. Implementasi Kurikulum 2013. Konsep dan

Penerapan. Surabaya: Kata Pena.

Lee, Hea-Jin. 2005. Understanding and assessing preservice teachers’ reflective

thinking. Elsevier Teaching and Teacher Education 21.

www.elsevier.com/locate/tate.

Lepper, M., Woolverton, M., Mumme, D., Gurtner, J.1993: Motivational

techniques of expert human tutors: lessons for the design of computer-based

tutors. In: Lajoie, S., Derry, S. (eds.) Computers as Cognitive Tools, pp. 75–

105. Erlbaum, Hillsdale, NJ.

Luszczynska, Aleksandra dan Benicio Gutie´rrez-Don. 2005. General self-efficacy

in various domains of human functioning: Evidence from five countries..

General self-efficacy in various domains of human functioning: Evidence

from five countries. International Journal of Psychology, 2005, 40 (2), 80–

89.

Mahasneh, Ahmad M.. 2013. The relationship between Reflective Thinking and

Learning Styles among Sample of Jordanian University Students. Journal of

Education and Practice www.iiste.org ISSN 2222-1735 (Paper) ISSN 2222-

288X (Online)Vol.4, No.21, 2013.

McQuiggan, Scott W, Bradford W. Mott, James C. Laster. 2008. Modeling self-

efficacy in intelligent tutoring systems: An inductive approach. Springer

Science+Business Media B.V.User Model User-Adap Inter (2008) 18:81–123

DOI 10.1007/s11257-007-9040-y.

Page 122: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

147

Meral, et al. 2012. The relationship between self-efficacy and academic

performance. Procedia - Social and Behavioral Sciences 46 ( 2012 ) 1143 –

1146. Available online at www.sciencedirect.com.

Mendikbud. 2014. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58

Tahun 2014 tentang Kurikulum SMP.

Mendikbud. 2016. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22

Tahun 2016 tentang Standar Proses.

Mewborn, Denise S. 1999. Reflective Thinking Among Preservice Elementary

Mathematics Teachers. Journal for Research in Mathematics Education Vol.

30, No. 3, 316-341.

Nicolaidou, M. and Philippou, G. 2003. Attitudes towards mathematics, self-

efficacy and achievement in problem solving. European Research in

Mathematics Education III, M. A. Mariotti, Ed., pp. 1–11, University of Pisa,

Pisa, Italy.

Nindiasari, Hepsi. 2011. Pengembangan Bahan Ajar dan Instrumen untuk

Meningkatkan Berpikir Reflektif Matematis Berbasis Pendekatan

Metakognitif pada Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Seminar Nasional

Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema ”Matematika dan

Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran” pada tanggal 3 Desember 2011

di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Noer, Sri Hastuti. 2010.Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis, Kreatif, dan

Reflektif (K2R) Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis

Masalah. S3 thesis, Universitas Pendidikan Indonesia.

______________, 2012. Self Efficacy Mahasiswa Terhadap Matematika.

Prosiding. FMIPA UNY. Yogyakarta.

OECD.2016.(Online),https://nces.ed.govsurveys/pisa/pisa2015/pisa2015highlight

s_5asp

Pajares, Frank, Shari L. Britner, and Giovanni Valiante. 2000. Relation between

Achievement Goals and Self-Beliefs ofMiddle School Students in Writing

and Science. Contemporary Educational Psychology 25, 406–422 (2000)

doi:10.1006/ceps.1999.1027, available online at http://www.idealibrary.com

on.

Parera, D.J. (1991).Belajar Mengemukakan Pendapat.Jakarta: Erlangga.

Phan, Huy P. 2006. Examination of student learning approaches, reflective

thinking, and epistemological beliefs: A latent variables approach. Electronic

Journal of Research in Educational Psychology, No. 10, Vol 4(3), 2006.

ISSN:1696-2095. pp:577-610.

Page 123: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

148

__________. 2008. Predicting change in epistemological beliefs, reflective

thinking and learning styles: A longitudinal study. British Journal of

Educational Psychology, 78,755-93.

Phan, Huy Phuong. 2009. Exploring students’ reflective thinking practice, deep

processing strategies, effort, and achievement goal orientations. International

Journal of Experimental Educational Psychology, 29:3, 297-313, DOI:

10.1080/01443410902877988.

Reid, D.J., J. Zhang & Q. Chen. 2003. Supporting scientific discovery learning in a

simulation environment. Journal of Computer Assisted Learning (2003) 19,

9-20.

Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP

Bandung Press.

Roestiyah. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta Cet ke. 8. Jakarta. 20-21

hlm.

Saab, Nadira, Wouter R Van Joolingen, Bernadette H.A.M. Van Hout-

Wolters.2007. Supporting Communication in a Collaborative Discovery

Learning Environment: the Effect of Instruction. Instructional Science (2007)

35:73–98 DOI 10.1007/s11251-006-9003-4.

Santrock, John.W. 2011. Educational Psychology, 5th Edition. University of Texas

at Dallas.

Schön, Donald A. 1992. The Theory of Inquiry: Dewey's Legacy to Education,

Curriculum Inquiry, 22:2, 119-139. The Ontario Institute for Studies in

Education.

Setyati Puji Wulandari1,a), Budiyono1, Isnandar Slamet. 2016. The Development

of Learning Module with Discovery Learning Approach in Material of Limit

Algebra

Functions. International Conference on Mathematics, Science, and

Education 2016 (ICMSE 2016).

Soleymani Bahare , Ghasem Rekabdar. 2016. Relation between Math Self-Efficacy

and Mathematics Achievement with Control of Math Attitude. Applied

Mathematics 2016, 6(1): 16-19. Published online at

http://journal.sapub.org/am.

Sudijono, Anis. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Page 124: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

149

________. 2012. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung:

Alfabeta.

Sumarmo, Utari. 2006. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa dan Bagaimana

Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah. (Tidak diterbitkan).

Suparno, Paul. 2000. Filsafat Kontruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius. 70 hlm.

Supriyono, Koes H. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Malang : Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Malang.

Suryanto, Adi, 2011, Evaluasi Pembelajaran di SD, Jakarta: Universitas Terbuka,

Edisi 1, Cetakan Ke-8.

Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Syafaruddin dan Irwan Nasution. 2005. Manajemen Pembelajaran. Jakarta:

Quantum Teaching, Cet I.

Syah, Muhibbin. 2005. Psikologi belajar. Jakarta:Raya Grafindo Perkasa.

Tarawneh, Ahmed Abdallah Al-. 2015. Reflective Thinking and its Relationship

with Future Problem Solving for Mutah University Students. British Journal

of Humanities and Social Sciences. July 2015, Vol. 13 (2).

Tok, Şükran & Sevda Doğan Dolapçıoğlu. 2013. Reflective teaching practices in

Turkish primary school teachers, Teacher Development: An international

journal of teachers' professional development, 17:2, 265-287, DOI:

10.1080/13664530.2012.753940.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Beorientasi Konstruktivistik,

Jakarta :Prestasi Pustaka Publisher, 2007.

Trihendradi, Cornelius. 2005. Step by Step SPSS 13.0 Analisis Data Statistik.

Yogyakarta: Andi Offset.

Tuovinen, Juhani E. and John Sweller. 1999. A Comparison of Cognitive Load

Associated With Discovery Learning and Worked Examples. Journal of

Educational Psychology. American Psychological Association.

Ulfah, Maria. 2016. Perbandingan Keefektifan Pembelajaran Matematika Antara

Pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan Pembelajaran Menggunakan

Budaya Lokal pada Materi Pokok Geometri Ditinjau dari Prestasi dan

Page 125: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

150

Motivasi Belajar Matematika Siswa SMK. S2 Thesis. Universitas Pendidikan

Indonesia.

Victoriana, Evany. 2012. Studi Kasus Mengenai Self-Efficacy Untuk Menguasai

Mata Kuliah Psikodiagnostika Umum pada Mahasiswa Magister Profesi

Psikologi Di Universitas “X”. [Online]. Tersedia:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20422/4/Chapter%20II.pdf.

Vrasidas, C. 2000. Constructivism versus objectivism: Implications for interaction,

course design, and evaluation in distance education. International Journal of

Educational Telecommunications, 6(4), 339-362.

Wade, Rahima C. dan Donald B. Yarbrough.1996. Portofolios a Tool for Reflektif

Thinking :in Teacher Education ? Teaching & TeacherEducation, Vol. 12,

No. 1, pp. 63-79, 1996.

Westwood, P. (2008). What Teachers Need to Know about Teaching

Method.Camberwell: Acer Press. (p.29-30).

Widdiharto, Rachmadi. 2004. Model-Model Pembelajaran Matematika SMP.

Makalah Disampaikan Pada Diklat Instruktur/ Pengembangan Matematika

SMP Jenjang Dasar. Yogyakarta: dinas pendidikan nasional.

Widoyoko, Eko Putro. 2013. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Widyastuti. 2010. Pengaruh Pembelajaran Model-Eliciting Activities terhadap

Kemampuan Representasi Matematis dan Self-Efficacy. Tesis. Bandung:

UPI. 31 hlm.

Wouter Van Joolingen. 1998. Cognitive tools for discovery learning. International

Journal of Artificial Intelligence in Education (IJAIED) 10, pp.385-397.

Wulandari, Setyati Puji, Budiyono, Isnandar Slamet. 2016. The Development of

Learning Module with Discovery Learning Approach in Material of Limit

Algebra Functions. International Conference on Mathematics, Science, and

Education 2016 (ICMSE 2016).

Yakin, Mustafa dan Oya Erdil. 2012. Relationships Between Self-Efficacy and

Work Engagement and theEffects on Job Satisfaction: A Survey on Certified

Public Accountants. Procedia - Social and Behavioral Sciences 58 ( 2012 )

370 – 378. Available online at www.sciencedirect.com.

Zarch, Kamali Mahmood. 2006. The Role of Mathematics self-efficacy and

Mathematics ability in the structural model of Mathematics performance.

Proceedings of the 9th WSEAS International Conference on Applied

Mathematics, Istanbul, Turkey, May 27-29, 2006 (pp242-249).

Page 126: PENGEMBANGAN DISCOVERY LEARNING BERORIENTASI PADA ...digilib.unila.ac.id/33337/3/3. TESIS FULL TANPA PEMBAHASAN.pdf · Kabupaten OKU Sumatera Selatan pada tahun 1995. Penulis menyelesaikan

151

Zimmerman, Barry J.. 2000. Self-Efficacy: An Essential Motive to Learn.

Contemporary Educational Psychology 25, 82–91, (2000)

doi:10.1006/ceps.1999.1016, available online at http://www.idealibrary.com

on.

Zohar, Anat, Yehudit J.Dori. 2003. Higher Order Thinking Skills and

LowAchieving Students: Are They Mutually Exclusive?. Journal of the

Learning Sciences, 12:2, 145-181, DOI: 10.1207/S15327809JLS1202_.

Zubaidi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana Prenada Media.