141
PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER KEBANGSAAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Oleh: Theresia Dian Nofitri NIM: 121134224 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG

RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Theresia Dian Nofitri

NIM: 121134224

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2016

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk

Keluarga tercinta yaitu

Orang tua:

Yohanes Djasmo Riyadi dan Yustina Sri Susanti (Alm)

Kakak-kakak:

Robertus Tristiadi

Andreas Dwi Susanto

Teman dekat:

Febrianto Eko Saputro

yang telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, semangat, dan materi sehingga peneliti

dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

MOTTO

“Lihatlah maka kamu akan tahu, belajarlah maka kamu akan mengerti, dan cobalah maka

kamu akan mendapatkan yang kamu inginkan”

(Theresia Dian)

“Perjalanan ribuan mil diawali dari satu langkah”

(Lao Tzu)

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 28 April 2016

Peneliti

Theresia Dian Nofitri

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Theresia Dian Nofitri

Nomor Mahasiswa : 121134224

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam

Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”

beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada

perpustakaan Universitas Sanata Dharma hal untuk menyimpan, mengalihkan

dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk apa saja, mendistribusikan

secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk

kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 28 April 2016

Yang menyatakan

Theresia Dian Nofitri

vii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

ABSTRAK

PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG

RUWATAN DALAM KONTEKS PENDIDIKAN KARAKTER

KEBANGSAAN

Theresia Dian Nofitri

Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan hasil penelitian pengembangan yang bertujuan untuk

untuk menjelaskan prosedur pengembangan dan mendeskripsikan kualitas

prototipe. Potensi yang peneliti lihat dalam tradisi ruwatan adalah mengajak

masyarakat untuk bersikap hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghargai

kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan mengupayakan terkondisikannya

nilai kemanusiaan. Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil kuisioner yang

diberikan kepada 29 anak usia 9-10 tahun, peneliti mendapatkan data bahwa 83%

anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41%

anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan, 83% anak memerlukan buku

yang berisi penjelasan tentang ruwatan, dan 55% anak membutuhkan buku

tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar. Oleh sebab itu, peneliti terdorong

mengembangkan prototipe berupa buku cerita anak tentang ruwatan dalam

konteks pendidikan karakter kebangsaan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan (R&D)

menggunakan enam langkah yang diadopsi dari Sugiyono (2012: 298), yaitu (1)

potensi dan masalah, (2) pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain,

(5) revisi desain, dan (6) uji coba produk. Prototipe berupa buku cerita bergambar

berjudul “Ruwatan”. Prototipe tersebut divalidasi oleh seorang ahli sastra dan

bahasa yang mendapat rata-rata 3,44, maka produk yang peneliti buat sangat baik

dan layak digunakan.

Uji coba terbatas dilakukan di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo,

Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta yang dihadiri oleh 28 anak. Refleksi anak

setelah uji coba mendapatkan hasil 75% anak mengerti bahwa siraman dalam

tradisi ruwatan bertujuan sebagai tanda “pembersihan diri”, 82% anak mengerti

bahwa permohonan doa kepada orang tua merupakan nilai Ketuhanan, dan 89%

anak memahami bahwa acara makan bersama dalam ruwatan memiliki arti nilai

kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan).

Kata kunci: Tradisi ruwatan, pendidikan karakter, karakter kebangsaan.

viii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

ABSTRACT

PROTOTYPE DEVELOPMENT OF CHILDREN BOOK STORY ABOUT

RUWATAN IN NATIONALITY CHARACTER EDUCATION CONTEXT

Theresia Dian Nofitri

Sanata Dharma University

2016

This study is the result of research and development that aimed to explain

the procedure and describe the development of a prototype quality. Researcher

have seen the potensial of ruwatan tradition, that is bringing rhe society to be

respect God, respect each other, the family and make the value of humanity in

their condition. The problem that researcher gets from the questionnaire which are

given to 29 children aged 9-10 years, researcher gets the data that shows about

83% of children do not understand ruwatan as Javanese tradition for the means of

liberation, 41% of children do not know the role of puppeteer in the ruwatan

tradition, 83% of children need the book contains the explanation of ruwatan, and

55% of children need the book of ruwatan in the form of picture books.

Therefore, researcher is encouraged to develop a prototype in the form of

children's book about ruwatan in the context of national character education.

This research is a research and development research (R & D) that used six

measures adopted from Sugiyono (2012), namely (1) the potentials and problems,

(2) data collection, (3) the design of the product, (4) design validation, (5) design

revisions, and (6) the trial product. The prototype is on the form of picture book

entitled "ruwatan". The prototype is validated by an expert on literature and

language that gets an average of 3.44, therefore, the research’s product is very

good and suitable to be used.

The trial was conducted limitedly in SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo,

Depok, Sleman, D. I. Yogyakarta which was attended by 28 children. Based on

children’s reflection after the test, 75% of the children understand that siraman in

the ruwatan tradition intended as "self-cleaning", 82% of the children understand

that the prayer for parents is the value of the Godhead, and 89% of children

understand that a feast together in ruwatan have family values and brotherhood

(unity).

Keywords: Ruwatan tradition, character education, national character.

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan berkat-Nya, sehingga skripsi yang berjudul

“Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks

Pendidikan Karakter Kebangsaan” dapat peneliti selesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Peneliti menyadari bahwa tanpa

bimbingan, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak maka skripsi ini tidak akan

selesai dengan baik. Karena itu, dengan kesungguhan hati peneliti mengucapkan

terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, bantuan, dan

dukungan demi terlaksananya penelitian ini hingga penyusunan skripsi.

Ucapan terima kasih ini peneliti sampaikan kepada:

1. Rohandi Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Guru Sekolah Dasar.

3. Dra. Ignatia Esti Sumarah, M.Hum., selaku dosen pembimbing I dan Wahyu

Wido Sari, S.Si., M.Biotech., selaku dosen pembimbing II, terima kasih atas

bimbingan, dukungan, dan kesabaran yang telah diberikan selama proses

penyusunan skripsi ini.

4. Validator yang telah memvalidasi prototipe yang peneliti buat.

5. Sri Rahayu S. Pd., selaku Kepala Sekolah SD Negeri Nanggulan yang telah

mengijinkan peneliti untuk melaksanakan penelitian.

6. Surantini S. Pd., selaku wali kelas IV yang telah mengijinkan peneliti untuk

melakukan uji coba prototipe.

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

7. Kedua orang tua Yohanes Djasmo Riyadi dan Yustina Sri Susanti (Alm) yang

telah memberikan dukungan doa, cinta kasih, dan materi.

8. Kakak-kakak Robertus Tristiadi dan Andreas Dwi Susanto yang telah

memberikan dukungan doa, cinta kasih, dan semangat sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

9. Teman dekat Febrianto Eko Saputro yang sudah menemani setiap proses

pembuatan skripsi, dari awal hingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikannya

dengan baik. Terima kasih atas segala kesabaran, semangat, dan dukungannya,

juga sebagai ilustrator prototipe yang peneliti buat sehingga dapat

terselesaikan dengan baik.

10. Teman-teman penelitian payung tradisi ruwatan, Hayu, Vinta, Ambar, dan

Tyas yang telah membantu dan memberikan dukungan. Dan ini adalah

perjuangan kita mahasiswa tingkat akhir yang tidak terlupakan.

11. Teman-teman CAPE (Cah PGSD E) yang tidak dapat peneliti sebutkan satu

persatu. Terima kasih atas segala bentuk dukungan yang tak henti-hentinya

dari semester awal hingga semester akhir ini.

12. Teman-teman Asrama Narliem, Ella, Fia, Neneng, Elyn, Yudea, Stella,

Priskila, dan Dhani yang selalu memberi semangat agar segera menyelesaikan

skripsi ini dengan baik.

13. Segenap pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang turut

memberikan bantuan dan dukungan. Peneliti berharap semoga skripsi ini

bermanfaat untuk berbagai pihak dunia pendidikan.

xi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan dan

keterbatasan. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.

Peneliti

xii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. iv

HALAMAN MOTTO ............................................................................................. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................. vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........... vii

ABSTRAK .............................................................................................................. viii

ABSTRACT .............................................................................................................. ix

KATA PENGANTAR ............................................................................................ x

DAFTAR ISI ........................................................................................................... xiii

DAFTAR BAGAN ................................................................................................. xvi

DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xviii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xix

BAB I PENDHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 5

1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 5

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................... 5

1.5 Definisi Operasional......................................................................................... 6

1.6 Spesifikasi Prototipe ........................................................................................ 7

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka ................................................................................................. 8

2.1.1 Tradisi Jawa ............................................................................................ 8

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Tradisional ..................... 8

2.1.2 Tradisi Ruwatan...................................................................................... 9

2.1.2.1 Golongan Sukerta ....................................................................... 10

2.1.2.2 Ubarampe Ruwatan .................................................................... 13

2.1.2.3 Tata Cara Ruwatan ..................................................................... 13

2.1.2.4 Jenis-Jenis Ruwatan .................................................................... 18

xiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

2.1.2.5 Tujuan Ruwatan .......................................................................... 19

2.1.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan........................................................... 20

2.1.3.1 Pendidikan .................................................................................. 20

2.1.3.2 Karakter ...................................................................................... 20

2.1.3.3 Karakter Bangsa.......................................................................... 23

2.1.3.4 Pendidikan Karakter ................................................................... 23

2.1.4 Nilai-nilai Karakter................................................................................. 27

2.1.5 Fungsi dan Tujuan Karakter ................................................................... 32

2.1.6 Karakter yang Diharapkan...................................................................... 34

2.1.7 Buku Cerita Anak ................................................................................... 36

2.1.7.1 Arti Cerita anak........................................................................... 36

2.1.7.2 Jenis-jenis Cerita......................................................................... 37

2.1.7.3 Jenis-jenis Cerita Anak ............................................................... 38

2.1.7.4 Tujuan Cerita .............................................................................. 41

2.1.8 Anak usia 9-10 tahun .............................................................................. 42

2.1.8.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD) ............................ 42

2.1.8.2 Psikologi Perkembangan Anak ................................................... 43

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan .......................................................................... 51

2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................................. 56

2.4 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 57

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian................................................................................................. 58

3.2 Setting Penelitian ............................................................................................. 58

3.2.1 Tempat Penelitian ................................................................................... 58

3.2.2 Subjek Penelitian .................................................................................... 58

3.2.3 Objek Penelitian ..................................................................................... 59

3.2.4 Waktu Penelitian .................................................................................... 59

3.3 Prosedur Pengembangan .................................................................................. 59

3.3.1 Potensi dan Masalah ............................................................................... 61

3.3.2 Pengumpulan Data.................................................................................. 61

3.3.3 Desain Prototipe ..................................................................................... 62

3.3.4 Validasi Prototipe ................................................................................... 62

3.3.5 Revisi Prototipe ...................................................................................... 63

3.3.6 Uji Coba Prototipe .................................................................................. 64

3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 64

3.4.1 Kisi-kisi Lembar Wawancara ................................................................. 65

3.4.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner .................................................................... 65

3.4.3 Instrumen Validasi Produk ..................................................................... 68

3.4.4 Instrumen Uji Coba Prototipe................................................................. 69

3.5 Teknik Pengumpulan Data............................................................................... 70

3.5.1 Kuisioner ................................................................................................ 70

3.5.2 Wawancara ............................................................................................. 71

3.6 Teknik Analisis Data........................................................................................ 72

3.6.1 Data Kualitatif ........................................................................................ 72

xiv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

3.6.2 Data Kuantitatif ...................................................................................... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................ 75

4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototipe ......................................................... 75 1. Potensi dan Masalah .......................................................................... 75

2. Pengumpulan Data ............................................................................. 76

3. Desain Prototipe................................................................................. 78

4. Validasi Prorotipe .............................................................................. 88

5. Revisi Prototipe.................................................................................. 90

6. Uji Coba Prototipe di SD Negeri Nanggulan..................................... 90

4.1.2 Deskripsi Kualitas Prototipe ................................................................... 91

4.2 Pembahasan...................................................................................................... 93

4.3 Kelebihan dan Kelemahan Prototipe ............................................................... 97

4.3.1 Kelebihan Prototipe ................................................................................ 98

4.3.2 Kelemahan Prototipe .............................................................................. 99

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 100

5.2 Keterbatasan Penelitian ................................................................................... 100

5.3 Saran ............................................................................................................... 101

DAFTAR REFERENSI ......................................................................................... 102

LAMPIRAN ........................................................................................................... 105

BIODATA PENELITI ........................................................................................... 122

xv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Langkah-langkah R&D menurut Sugiyono ........................................... 59

Bagan 3.2 Prosedur Pengembangan Prototipe ........................................................ 60

xvi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara ............................................................................... 65

Tabel 3.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner Pra Penelitian .............................................

65

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Kuisioner Pra Penelitian..........................................

66

Tabel 3.4 Instrumen Kuesioner Pernyataan Pra Penelitian untuk Anak .................

67

Tabel 3.5 Instrumen Validasi Produk......................................................................

68

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Prototipe ..................................................

69

Tabel 3.7 Instrumen Uji Coba berupa Refleksi untuk Anak ...................................

69

Tabel 3.8 Skala Likert .............................................................................................

73

Tabel 3.9 Skala Likert Modifikasi ..........................................................................

73

Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak .......................

77

Tabel 4.2 Skala Likert .............................................................................................

88

Tabel 4.3 Skala Likert Modifikasi ..........................................................................

88

Tabel 4.4 Hasil Validasi Prototipe ..........................................................................

89

Tabel 4.5 Hasil Rekapitulasi Relfeksi Anak ...........................................................

92

xvii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Korespondensi Satu-satu ..................................................................... 48

Gambar 2.2 Percobaan Korespondensi Satu-satu ................................................... 48

Gambar 4.1 Sketsa Awal ......................................................................................... 79

Gambar 4.2 Hasil yang Dibantu Oleh Ilustrator ..................................................... 83

Gambar 4.3 Kegiatan Uji Coba Prototipe ............................................................... 91

Gambar 4.4 Hasil Refleksi Anak terhadap Kualitas Prototipe................................ 95

Gambar 4.5 Hasil Kreativitas Anak ........................................................................ 96

xviii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara ............................................................................... 106

Lampiran 2. Surat Ijin Melakukan Penelitian SD Negeri Nanggulan.................... 107

Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

SD Negeri Nanggulan ............................................................................................ 108

Lampiran 4. Hasil Analisis Data Kuisioner Pra Penelitian

untuk Anak ............................................................................................................. 109

Lampiran 5. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe

Berupa Refleksi untuk Anak .................................................................................. 110

Lampiran 6. Hasil Refleksi Anak ........................................................................... 111

Lampiran 7. Dokumentasi Uji Coba Prototipe....................................................... 121

xix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, spesifikasi produk, dan definisi operasional.

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

yang dinamis dan syarat perkembangan. Menurut Brubacher (dalam Ahmadi,

2014), pendidikan adalah suatu proses timbal balik dari dalam diri pribadi

manusia dengan lingkungannya baik itu orang lain maupun alam. Dunia

pendidikan tidak melulu pada teori dan materi-materi pokok lima bidang keilmuan

seperti Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu

Pengetahuan Sosial, dan PKn. Dunia pendidikan juga perlu adanya pendidikan

karakter yang ditanamkan pada anak-anak melalui lingkungan sekolah, rumah,

dan masyarakat. Jika anak-anak memiliki karakter yang baik maka akan memberi

pengaruh yang baik pula bagi dirinya sendiri, orang tua, dan orang lain. Jika sejak

kecil anak sudah memiliki karakter yang baik, maka akan tercipta generasi bangsa

Indonesia yang baik pula. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan nasional

yaitu warga negara Indonesia harus memiliki nilai kemanusiaan yang bersumber

dari pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa (Kementerian

Pendidikan Nasional: 2010).

Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan cara-cara yang unik dalam

menjalankan tradisinya, salah satunya yaitu suku Jawa. Adat istiadat atau tradisi

1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

2

yang masih hidup dalam masyarakat Jawa hingga saat ini yaitu Ruwatan,

Sadranan, Suran, Yaqowiyu, Mitoni, dan Tedhak Siten.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai tradisi ruwatan.

Tradisi ruwatan dipilih karena pada awalnya, peneliti sendiri sebagai seorang

yang bersuku Jawa tidak tahu mengenai tradisi ruwatan. Oleh sebab itu, peneliti

terdorong untuk mempelajarinya lebih lanjut dengan adanya penelitian ini.

Ruwatan merupakan tradisi masyarakat Jawa yang sudah ada sebelum zaman

Jawa Kuno. Ruwat artinya membebaskan dan melepaskan seseorang dari

malapetaka yang menimpa. Tokoh yang terkenal dalam tradisi ruwatan yaitu

Batara Kala, Batara Guru, Batara Wisnu, dan Dewi Durga. Dalam kepercayaan

masyarakat Jawa apabila seseorang telah diruwat berarti telah terbebas dari

marabahaya.

Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan.

Pendidikan karakter merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mendidik anak-

anak agar memiliki nilai-nilai kehidupan yang dapat menumbuhkembangkan

kepribadian seorang anak (Megawangi dan Gaffar dalam Kusuma, 2011: 5). Nilai-

nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu hormat

kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan

nilai kemanusiaan.

Banyak tradisi Jawa yang harus dilestarikan oleh masyarakat Jawa mulai dari

usia anak-anak, tetapi banyak anak-anak yang tidak mengetahui keberagaman

tradisi Jawa salah satunya yaitu tradisi ruwatan. Berdasarkan wawancara di kota

Yogyakarta kepada tiga orang anak tentang tradisi ruwatan hasilnya adalah

memprihatinkan. Ketiga anak itu sama sekali tidak tahu mengenai ruwatan. Anak-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

3

anak tersebut bahkan belum pernah mendengar istilah dari ruwatan itu sendiri.

Mereka justru mengembalikan pertanyaan yang peneliti lontarkan. Anak itu

bertanya ruwatan itu apa, untuk apa, dan bagaimana. Selain itu wawancara juga

dilakukan kepada salah satu dari orang tua ketiga anak tersebut yang bernama Bu

Sugin. Beliau tahu tentang tradisi ruwatan tetapi tidak tahu ketika ditanya

mengenai proses yang dilakukan pada saat upacara ruwatan. Selain itu, Bu Sugin

juga tidak mengetahui ketika saya bertanya tentang nilai-nilai yang terkandung

dalam ruwatan.

Hasil wawancara di SD tempat peneliti PPL yaitu pada anak kelas IV,

hasilnya sama dengan wawancara sebelumnya. Anak-anak kelas IV tidak satu pun

mengetahui apa itu ruwatan. Hal ini sungguh memprihatinkan dan perlu adanya

langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memperkenalkan tradisi ruwatan

kepada anak-anak. Salah satunya dengan menyediakan buku-buku atau bacaan

untuk menambah pengetahuan mereka.

Peneliti melakukan penyebaran kuisioner kepada 29 anak usia 9-10 tahun

yang merupakan anak kelas IV di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo,

Yogyakarta. Peneliti mendapatkan data: (1) 83% anak tidak mengerti ruwatan

sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan. (2) 41% anak tidak tahu peran

dalang dalam tradisi ruwatan. (3) 83% anak memerlukan buku yang berisi

penjelasan tentang ruwatan. (4) 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan

berupa buku cerita bergambar.

Berdasarkan masalah tersebut peneliti terdorong untuk menyusun buku

cerita bergambar tentang ruwatan. Prototipe berupa buku cerita bergambar terdiri

dari cover berisi judul yaitu “Ruwatan”. Isinya memuat kata pengantar untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

4

membantu pembaca mengerti keseluruhan isi buku. Isi buku berupa sebuah buku

cerita tentang kegiatan tradisi ruwatan yang disertai 16 gambar. Prototipe tersebut

juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan tradisi ruwatan, pendidikan

karakter, dan biodata penulis.

Peneliti menyusun buku cerita bergambar, karena pada umumnya anak

usia 9-10 tahun masih menyukai gambar dan cerita. Melalui buku cerita yang

dilengkapi dengan gambar-gambar akan mempermudah anak dalam memahami isi

cerita dan mengimajinasikan cerita yang ada. Oleh karena itu, buku cerita

bergambar menjadi efektif untuk penanaman pendidikan dan karakter karena

sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Anak usia 9-10 tahun masuk dalam tahap perkembangan kognisi menurut

Piaget yaitu periode operasional konkret. Pada tahap ini anak mulai dapat

melakukan operasi yang melibatkan objek-objek dan dapat bernalar secara logis

(Piaget dalam Santrock, 2012: 28). Selain itu, pada tahap ini anak mulai dapat

menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman, dan objek yang dialami

(Piaget & Inhelder, 1969).

Berdasarkan uraian tersebut peneliti sebagai calon seorang guru SD

terdorong untuk mengembangkan buku cerita bergambar untuk membantu

pemahaman anak tentang ruwatan. Maka penelitian ini berjudul “Pengembangan

Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter

Kebangsaan”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka penelitian ini

memiliki beberapa rumusan masalah yang akan diketahui setelah penelitian ini

dilaksanakan, sebagai berikut:

1.2.1 Bagaimana prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang

Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”?

1.2.2 Bagaimana kualitas produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak

tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan

dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan memiliki tujuan sebagai berikut:

1.3.1 Menjelaskan prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak

tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.

1.3.2 Mendeskripsikan kualitas produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita

Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini akan berguna untuk peneliti, siswa, dan orang

tua, berikut ini adalah manfaat penelitian “Pengembangan Prototipe Buku Cerita

Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”.

1.4.1 Bagi peneliti

Melatih peneliti untuk melakukan pengembangan prototipe buku cerita

anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

6

1.4.2 Bagi siswa

Memahami makna tradisi ruwatan yang mengandung nilai pendidikan

karakter, yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan

persaudaraan (persatuan), dan nilai kemanusiaan.

1.4.3 Bagi orang tua

Mendapatkan salah satu referensi buku mengenai tradisi Jawa yaitu

ruwatan.

1.5 Definisi Operasional

1.5.1 Prototipe

Prototipe adalah suatu model yang mula-mula dijadikan sebagai contoh

atau bentuk dasar dari sebuah hasil karya.

1.5.2 Anak usia 9-10 tahun

Anak usia 9-10 tahun masuk dalam tahap operasional konkret yaitu di

mana anak dapat bernalar secara logis mengenai peristiwa-peristiwa konkret dan

mengklasifikasikan objek-objek ke dalam bentuk yang berbeda.

1.5.3 Buku cerita

Buku cerita anak adalah buku yang dibuat untuk anak-anak tetapi bukan

berisi mengenai anak-anak.

1.5.4 Ruwatan

Ruwatan adalah tradisi masyarakat Jawa yang digunakan untuk

membebaskan seseorang dari segala macam bahaya dan keburukan.

1.5.5 Karakter

Karakter adalah sifat-sifat atau budi pekerti manusia yang membedakan

seorang yang satu dengan yang lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

7

1.5.6 Pendidikan karakter kebangsaan

Pendidikan karakter kebangsaan adalah suatu upaya yang dilakukan suatu

lembaga pendidikan guna membangun akhlak/kepribadian seseorang yang baik.

1.6 Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah “Pengembangan

Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter

Kebangsaan” yang memiliki spesifikasi sebagai berikut ini:

1.6.1 Produk berupa prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks

pendidikan karakter kebangsaan.

1.6.2 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan memuat cerita tentang

ruwatan sebagai salah satu tradisi Jawa.

1.6.3 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan berisi tentang makna

ruwatan, tatacara pelaksanaan tradisi ruwatan, dan nilai-nilai pendidikan

karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan.

1.6.4 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan memuat 16 gambar tentang

tradisi ruwatan.

1.6.5 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan dilengkapi dengan gambar-

gambar yang diberi keterangan.

1.6.6 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan yang memuat nilai spiritual

dan sosial.

1.6.7 Prototipe cerita anak tentang tradisi ruwatan memuat lembar refleksi siswa

yang berkaitan dengan tradisi ruwatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

BAB II LANDASAN

TEORI

Bab II ini berisi tentang landasan teori yang dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu (1) kajian ustaka, (2) kerangka berpikir, dan (3) hipotesis.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Tradisi Jawa

2.1.1.1 Pengertian Tradisi Jawa atau Upacara Tradisional

Nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh di dalam masyarakat berguna

untuk menata tingkah laku seseorang di dalam kehidupan sehari-harinya. Nilai-

nilai dan norma itu dibentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri,

yang akhirnya menjadi adat istiadat. Adat istiadat diwujudkan melalui upacara

adat.

Berbagai macam upacara adat yang terdapat di dalam masyarakat dan

khususnya masyarakat Jawa. Upacara adat adalah perwujudan tata kehidupan

masyarakat yang merupakan tindakan dan perbuatan yang telah diatur oleh tata

nilai luhur (Bratawidjaja, 1988).

Menurut Sulistyobudi (2013), upacara tradisional adalah suatu aktivitas

yang sering dilakukan di dalam kehidupan baik itu masyarakat di perkotaan

maupun di pedesaan. Tetapi upacara tradisional masih banyak dilakukan di

pedesaan karena pada dasarnya masyarakat pedesaan masih kental dengan adat

istiadatnya.

Purwadi (2005: 1-2) berpendapat bahwa upacara tradisional merupakan

salah satu peninggalan warisan sosial yang hanya dimiliki oleh warga masyarakat

8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

9

yang melakukannya dan mau mempelajari. Upacara tradisional Jawa mengandung

nilai cinta akan kebijaksanaan yang tinggi.

2.1.2 Tradisi Ruwatan

Subalidata (dalam Sulistyobudi, 2013) mengemukakan bahwa salah satu

dari berbagai jenis selamatan yang masih sering dilaksanakan masyarakat Jawa

hingga saat ini ialah upacara ruwatan. Istilah ruwatan dalam cerita Jawa menurut

Mpu Darmaja dalam Smaradahana, berasal dari kata ruwat, rumuwat, atau

mengruwat yang artinya membuat tak kuasa, menghapus kutukan, kemalangan,

dan lain-lain serta terbebas dari hal-hal yang tidak baik. Seseorang yang diruwat

atau dibebaskan, menurut kitab Kuncarakarna dan apa yang disebut dalam

Kandhang Ringgit Purwa adalah papa (kesengsaraan), mala (noda), rimang

(kesedihan atau kesusahan), kalengka (kejahatan), wirangrewang (kebingungan

atau kekusutan).

Menurut Subalidata (dalam Sulistyobudi, 2013: 4 ) sebagian masyarakat

Jawa masih percaya bila orang yang berbuat salah atau kesalahannya sangat besar,

orang tersebut akan diruwat. Keadaan seperti itu dianggap sebuah malapetaka oleh

sebagian besar masyarakat Jawa, oleh sebab itu orang tersebut harus diruwat.

Orang-orang terdahulu menganggap bahwa ruwatan merupakan beban terberat

bagi orang yang terkena malapetaka tersebut. Hingga kini, kepercayaan tersebut

masih banyak diketahui orang dan masih diyakini oleh sebagian masyarakat Jawa.

Ruwatan merupakan sebuah upacara ritual yang bertujuan untuk

membebaskan dan membersihkan seseorang dari suatu hal yang dianggap tidak

baik atau jahat. Dalam upacara ruwatan ada suatu harapan, yaitu agar orang

terhindar dari segala yang jahat atau malapetaka. Terlebih lagi masyarakat Jawa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

10

percaya apabila seseorang yang memiliki karakteristik tertentu seperti dhampit,

unting-unting, ontang-anting, dan lain-lain akan riskan terhadap malapetaka,

maka untuk mencegah hal tersebut orang itu harus diruwat. Dalam upacara

tradisional ruwatan selalu disertai dengan pertunjukan wayang kulit dengan lakon

“Murwakala”.

Upacara ruwatan sudah ada sejak zaman dahulu kala dan sampai saat ini

masyarakat Jawa masih sering melakukannya. Ruwatan di dalam tradisi Jawa

telah menjadi bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam masyarakat yang

bersosialisasi. Pandangan masyarakat Jawa menganggap bahwa, upacara Ruwatan

merupakan cara untuk membebaskan seseorang dari dosa sehingga seseorang

yang telah diruwat terbebas dari marabahaya dan malapetaka. Ruwatan ialah

tradisi ritual Jawa yang digunakan sebagai alat untuk pembebasan dan penyucian

atas segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat manusia, yang dapat

membawa malapetaka di dalam hidupnya. Kata ruwat berasal dari kata lukat yang

artinya ialah membebaskan, menghapus, dan membersihkan. Kata ruwatan erat

kaitannya dengan sukerta. Kata sukerta berasal dari kata suker yang berarti kotor

atau noda. Anak sukerta dapat juga diartkan sebagai anak yang kotor dan harus

diruwat agar terhindar dari marabahaya. Anak-anak atau bayi yang dilahirkan

dalam keadaan sukerta, harus diruwat. Bila tidak diruwat, maka anak-anak atau

bayi tersebut akan menjadi incaran dan dimakan Batara Kala (Herawati, 2010: 3).

2.1.2.1 Golongan Sukerta

Ada dua hal mengapa seseorang dikatakan sukerta, yaitu karena nasib atau

bawaan dari lahir dan karena melakukan tindakan yang salah atau bisa juga karena

seseorang menalami peristiwa, sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

11

a. Sukerta karena bawaan dari lahir. Anak-anak yang termasuk sukerta

sebagai berikut: Ontang-anting, yaitu anak laki-laki tunggal tanpa saudara

kandung, tidak mempunyai kakak dan adik; Unting-unting yaitu anak

perempuan tunggal tanpa saudara kandung, tidak mempunyai kakak dan

adik; Dhampit, yaitu kembar laki-laki perempuan sekandung; Lumunting,

yaitu anak yang dilahirkan tanpa plasenta; Kedana-kedini, yaitu dua

bersaudara laki-laki dan perempuan; Pendhawa, yaitu lima bersaudara

laki-laki semua; Pendhawi, yaitu lima bersaudara perempuan semua;

Uger-uger lawang, yaitu dua bersaudara laki-laki semua; Kembang

sepasang, yaitu dua bersaudara perempuan semua; Sendhang kapit

pancuran, yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin

perempuan, anak sulung dan anak bungsu berjenis kelamin laki-laki;

Sukerta karena bawaan dari lahir lainnya adalah Pancuran kapit

sendhang, yaitu tiga bersaudara, anak yang tengah berjenis kelamin laki-

laki, anak sulung dan anak bungsu berjenis kelamin perempuan; Julung

wangi, yaitu anak yang lahir saat matahari tebit; Julung sungsang, yaitu

bayi lahir saat matahari tegak; Julung pujutanak, yaitu anak yang lahir saat

matahari tenggelam; Julung pujud, yaitu anak lahir saat petang hari;

Margana, yaitu anak yang lahir di jalan; Gondang kasih, yaitu anak

kembar yang satu berkulit putih dan yang satu berkulit hitam; Pancagati,

yaitu lima bersaudara perempuan semua; Saramba, yaitu empat bersaudara

laki-laki semua; Sarimpi, yaitu empat bersaudara perempuan semua;

Selain itu, ada pula Tiba sabir, yaitu anak saat lahir berkalung

usus; Jempina, yaitu anak lahir belum saatnya atau belum cukup umur;

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

12

Wungkus, yaitu anak lahir dalam keadaan terbungkus kulit ari; Wungle,

yaitu anak lahir dalam keadaan bule; Kresna, yaitu anak lahir dalam

keadaan berkulit hitam; Wungkul, yaitu anak terlahir bongkok; Wujil, yaitu

anak cebol sejak lahir; Wahana, yaitu anak terlahir di tempat pesta;

Pipilan, yaitu lima bersaudara, empat perempuan dan satu laki-laki;

Padhangan, yaitu lima bersaudara, empat laki-laki dan satu perempuan;

Tawang gantun, yaitu anak lahir kembar berselang hari; Sakendra, yaitu

anak kembar dalam satu bungkus; Dengkak, yaitu anak mendongak ke

depan; Butun, yaitu anak mendongak ke belakang; Siwah, yaitu anak idiot;

Walika, yaitu anak bajang (bertaring).

b. Sukerta karena peristiwa atau melakukan tindakan yang salah. Seseorang

yang termasuk sukerta ini sebagai berikut: (1) Orang yang menjatuhkan

dandang; (2) Orang yang mematahkan pipisan; (3) Orang yang menaruh

beras di dalam lesung; (4) Orang yang rumahnya kerobohan pohon

papaya; (5) Orang yang mempunyai kebiasaan membakar rambut; (5)

Orang yang mempunyai kebiasaan membakar tulang; (7) Orang yang

membuat pagar sebelum rumahnya jadi; (8) Orang yang mimpi kerabat

dekatnya hanyut di sungai; (9) Orang yang rumahnya tidak ada tutup

keyong (bagian rumah berbentuk segitiga di atap); (10) Orang yang tidak

menutup pintu sampai lewat sandyakala; (11) Orang menampi beras pada

malam hari; (12) Orang berdiri di tengah pintu; (13) Orang membakar

galar. Galar adalah bambu yang dibelah, diremuk, dan dijadikan alas

tempat tidur; (14) Orang yang membakar sapu yang sudah tua; (15) Orang

duduk di atas bantal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

13

2.1.1.2 Ubarampe Ruwatan (Perlengkapan Ruwatan)

Dalam mengadakan upacara ruwatan terhadap orang-orang yang dianggap

sukerta, ada ubarampe yang perlu disiapkan yaitu, sebagi berikut: (a) Tuwuhan

yang terdiri atas pisang raja, kelapa muda, tebu wulung, masing-masing dua buah

dan diletakkan di sebelah kanan kiri kelir saat diselenggarakan pertunjukan

wayang dengan tokoh “Murwakala”; (b) Padi sebanyak empat ikat disebut padi

segedheng; (c) Tunas pohon kelapa; (d) Dua ekor ayam, satu ayam betina dan satu

ayam jantan. Ayam jantan diletakkan sebelah kanan kelir dan ayam betina

diletakkan sebelah kiri kelir; (e) Ungker siji, yaitu satu buah gulungan benang; (f)

Kayu bakar sebanyak empat batang dengan panjang maing-masing 40cm; (g)

Ketupat pangular sebanyak empat buah; (h) Sebuah tikar baru; (i) Sebuah sisir; (j)

Sebuah bantal; (k) Sebuah sisir suri; (l) Sebuah paying; (m) Sebuah cermin; (n)

Sebotol minyak wangi; (o) Tujuh macam kain batik; (p) Dua butir telur ayam; (q)

Satu genggam daun lontar; (r) Gedang ayu supaya rahayu; (s) Suruh ayu, ngangsu

kawruh ang rahayu; (t) Air tujuh macam; (u) Seikat benang lawe; (v) Minyak

kelapa untuk lampu blencong; (w) Nasi gurih dan ayam goring; (x) Segelas arak;

(y) Tujuh macam tumpeng; (z) Segelas air kilang tebu; (aa) Tujuh macam jenang

ketan; (bb) Kupat lepet; (cc) Jajan pasar; (dd) Macam-macam jenang (bubur); (ee)

Rujak crobo; (ff) Rujak legi; (gg) Cacahan daging dan ikan; (hh) Perlengkapan

alat dapur; (ii) Kendi berisi air penuh; (jj) Peralatan dapur; (kk) Lampu sentir

yang dihidupkan.

2.1.2.3 Tata Cara Ruwatan

Setelah ubarampe disediakan, hal-hal yang tidak kalah penting dalam

meruwat seseorang ialah dalang, lakon wayang, dan anak yang diruwat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

14

a. Dalang

Seluruh rangkaian upacara ruwatan dipimpin oleh seorang dalang. Dalang

yang bisa meruwat adalah seorang dalang yang sudah cukup umur. Selain itu,

dalang tersebut juga harus keturunan dari seorang dalang.

b. Lakon Wayang

Pertunjukan wayang dalam rangkaian upacara ruwatan, berbeda dengan

pertunjukan wayang dalam acara-acara lain. Pertunjukan wayang kulit ini

merupakan puncak dari upacara ruwatan dengan lakon “Batara Kala”.

c. Anak yang diruwat

Anak yang diruwat tidak diperkenankan meninggalkan ruangan selama

pelaksanaan puncak ruwatan. Acara ruwatan biasanya dilakukan pada siang

hingga sore hari. Cerita wayangnya ialah mengambil lakon ”Murwakala”.

d. Pertunjukan wayang bisa dilanjutkan dengan cerita wayang yang sesuai

dengan permintaan tuan rumah. Kemudian, menjelang pagi hari cerita

“Murwakala” dilanjutkan kembali. Ceritanya mengenai anak sukerta yang dikejar-

kejar oleh Batara Kala. Pada awalnya anak sukerta hamper dimakan oleh Batara

Kala tetapi berhasil digagalkan. Akhirnya yang dimakan oleh Batara Kala adalah

sesaji yang telah disediakan. Setelah anak sukerta diruwat tadi terlepas dari

kejaran Batara Kala, berarti anak tersebut telah terbebas pula dari marabahaya

atau malapetaka. Kemudian anak itu memasukkan sejumlah uang ke panci yang

berisi kembang setaman.

Bratawidjaja (1988) berpendapat bahwa, upacara ruwatan sudah ada sejak

zaman Majapahit dan hingga sekarang pun masih ada masyarakat Jawa yang

melakukannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

15

Purwadi (2005: 218-219) mengatakan bahwa ruwatan di Jawa merupakan

upacara pembebasan seseorang yang kelahirannya dianggap tidak membawa

keberuntungan atau karena seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang

dilarang. Apabila hal yang dilarang tetap dilakukan maka orang tersebut akan

dimakan Batara Kala. Acuan mengenai siapa saja yang menjadi target Batara Kala

adalah Serat Murwakala dan Serat Pustaka Raja, jumlahnya mencapai 171

macam. Tradisi-tradisi yang sampai sekarang masih digunakan sebagian besar

berasal dari Jawa. Ada penyebab mengapa ruwatan di Jawa sampai melibatkan

171 anak yang dianggap sukerta.

Anak-anak tersebut menjadi ancaman Batara Kala karena dianggap kotor

atau terdapat unsur sukerta. Oleh sebab itu, anak-anak tersebut harus melakukan

upacara ruwatan agar terbebas dari sukerta. Upacara ruwatan yang dimaksud di

sini, berbeda dengan upacara ruwatan saat ini yang dilakukan oleh seorang dalang

sejati atau dalang Kandha Buwana. Orang Jawa percaya bahwa yang meruwat

segala hal yang menjadi mangsa Batara Kala adalah Sanghyang Wisnu. Keturunan

Wisnu juga harus meruwat orang-orang yang menjadi mangsa Batara Kala.

Selain itu, menurut Herawati (2010: 6-8) ada hal pokok yang harus

dilakukan pada saat melaksanakan upacara ruwatan, yaitu upacara siraman,

memohon doa restu pada orang tua, upacara srah-srahan, pertunjukan wayang

dengan lakon “Murwakala”, dan pemotongan rambut. Kemudian, dilanjutkan

dengan acara Tirakatan, akan dijelaskan sebagai berikut.

Upacara siraman dilakukan pada pukul sembilan pagi. Siraman tersebut

dilaksanakan oleh dalang dengan air kembang setaman yang telah disediakan.

Setelah siraman selesai, anak sukerta diminta untuk berganti pakaian dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

16

menggunakan pakaian adat Jawa. Tujuan siraman yaitu sebagai pembersihan diri

seseorang dari sukerta. Setelah itu, anak sukerta didampingi oleh para pinisepuh

dan handai taulan serta dibimbing ki dalang bersujud di hadapan kedua orang

tuanya untuk memohon doa restu. Selanjutnya ki dalang membacakan doa kepada

anak sukerta untuk keselamatannya dan agar acaranya dapat berjalan dengan baik

dan lancar.

Menjelang pukul empat sore, sesaji dibawa ke tempat yang sudah

disediakan, yaitu ke tempat pertunjukan wayang. Sesaji dengan berbagai macam

benda itu kemudian disusun sesuai dengan aturan yang berlaku. Setelah itu, anak

sukerta didampingi oleh ayah dan ibunya menuju ke tempat yang telah

disediakan.

Selanjutnya, ki dalang menyerahkan lima tebu wulung sepanjang kurang

lebih 40 cm, dua puluh satu kuntum bunga melati, dan sebatang tunas kelapa

kepada anak sukerta tersebut. Srah-srahan selesai dilakukan, gamelan segera

bertalu diiringi gendhing “Ladrang Wilujeng Laras Pelog Pathet 6”.

Acara inti dalam upacara ruwatan dimulai, yaitu pertunjukan wayang kulit

dengan lakon “Murwakala”. Lakon “Murwakala” menceritakan kisah Batara Kala

yang mengejar mangsanya yaitu tiga puluh enam jenis anak sukerta, seperti

ontang-anting, unting-unting, dhampit, dan lain-lain. Saat Batara Kala mengejar

anak sukerta, mereka selalu berlari agar tidak tertangkap dan mencari tempat

sembunyi yang aman hingga akhirnya bersembunyi di dekat ki dalang. Biasanya

pertunjukan wayang pada malam harinya diselingi dengan cerita wayang lain

sesuai dengan keinginan tuan rumah. Setelah itu, dilanjutkan dengan lakon

“Murwakala” lagi. Sebelum acara pertunjukan wayang selesai, ki dalang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

17

menghentikannya sejenak. Acara selanjutnya ialah pemotongan rambut yang

dilakukan oleh dalang. Pemotongan rambut sebagai tanda bahwa seseorang sudah

diruwat dan terbebas dari mangsa Batara Kala.

Acara ruwatan pun berakhir. Anak yang sudah diruwat bersama ayah dan

ibunya menghampiri ki dalang mengucapkan terima kasih karena anaknya telah

terbebas dari marabahaya. Kemudian, dilanjutkan dengan Tirakatan. Tirakatan

dilakukan sebagai ucapan terima kasih dari segenap keluarga besar karena semua

yang hadir dalam upacara ruwatan sudah membantu dan menghadiri proses

ruwatani sehingga berjalan dengan lancar.

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dalam upacara ruwatan

melibatkan anak sukerta, orang tua anak sukerta, dalang, dan warga setempat

yang membantu proses upacara ruwatan sehingga dapat berjalan dengan baik dan

lancar. Ada lima langkah dalam upacara ruwatan yaitu upacara siraman,

memohon doa restu pada orang tua, upacara srah-srahan, pertunjukan wayang

dengan lakon “Murwakala”, dan pemotongan rambut.

2.1.2.4 Jenis-jenis Ruwatan

Ada beberapa jenis ruwatan, yaitu Ruwatan Rosulan, Ruwatan Rukyah,

Ruwatan dengan Wayang Beber, Ruwatan dengan Wayang Kulit, Ruwatan

Massal, dan Ruwatan Agung. Jenis-jenis ruwatan tersebut, diiuraikan sebagai

berikut.

1. Ruwatan Rosulan

Ruwatan Rosulan biasa disebut juga dengan Ruwatan Rosul. Ruwatan ini

biasanya dilakukan oleh agamawan dan berupa acara selamatan. Hal ini disebut

dengan istilah Tradisi Religius atau Ruwatan Religius.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

18

2. Ruwatan Rukyah

Dalam agama Islam ada yang mirip dengan ruwatan, yaitu rukyah. Rukyah

dilakukan apabila seseorang melakukan kesalahan sebagai berikut.

a. Seseorang yang melakukan seperti memasukkan kekuaan magis yang

seharusnya tidak ada. Hal ini dilarang oleh ajaran agama, sehingga orang

tersebut harus diruwat.

b. Membersihkan kekuatan gaib yang ada di dalam diri seseorang.

Rukyah berarti membersihkan diri dari pengaruh kekuatan gaib yang ada

dalam diri seseorang. Manusia memerlukan pembersihan diri dari hal-hal negatif

dan kekuatan magis dari dalam dirinya. Orang yang akan dirukyah harus

membersihkan dirinya secara fisik dengan cara berwudu. Setelah wudu, seseorang

yang akan dirukyah diminta duduk berhadapan dengan ahli rukyah. Kemudian

seseorang yang merukyah membacakan doa dan ayat-ayat suci untuk

menghilangkan kekuatan gaib yang berada di dalam tubuh orang yang dirukyah.

3. Ruwatan dengan Wayang Beber

Ruwatan dengan wayang beber mengambil lakon “Jaka Kembang

Kuning”. Wayang beber berupa selembar kertas atau kain yang digambari dengan

beberapa lakon wayang tertentu. Satu gulung wayang beber biasanya terdiri atas

16 adegan.

4. Ruwatan dengan Wayang Kulit

Ruwatan dengan wayang kulit merupakan pertunjukan wayang yang

menggunakan lakon “Murwakala”. Ruwatan ini ialah bentuk ruwatan yang sudah

membudaya di masyarakat Jawa sejak zaman dahulu. Dalam ruwatan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

19

lakon “Murwakala” membutuhkan biaya yang cukup besar karena harus ada

banyak sesaji dan mengundang dalang yang terkenal.

5. Ruwatan Massal

Dalam ruwatan missal bisa menghemat biaya. Ruwatan missal biasanya

dilakukan secara bersama-sama dan ada yang mengkoordinasinya. Semua

ubarampe yang diperlukan sudah dipersiapkan oleh panitia. Ruwatan massal,

selain hemat dan lebih praktis, juga tidak melelahkan karena sudah ada panitia

yang mengaturnya.

6. Ruwatan Agung

Ruwatan agung dilakukan oleh banyak orang. Ruwatan ini dilakukan

ketika kondisi Negara atau masyarakat mengalami sesuatu yang luar biasa.

Sebagai contoh ialah ketika di seuatu desa terjadi gempa bumi, tanah longsor,

kebanjiran, dan lain-lain maka di desa tersebut perlu dilakukan ruwatan agung.

2.1.2.5 Tujuan Ruwatan

Herawati (2010: 14) mengatakan bahwa kepercayaan sebagian masyarakat

Jawa masih melestarikan adat istiadat Jawa. Pelaksanaan ruwatan memiliki

beberapa tujuan yaitu, sebagai berikut.

1. Untuk menghindarkan diri dari malapetaka. Keberadaan Batara Kala ini

ada pada upacara ruwatan dengan lakon “Batara Kala”. Kala berarti

waktu.

2. Dalam upacara ruwatan, tokoh Batara Kala tidak harus ada karena

tujuannya ialah untuk menghindarkan diri dari pengaruh jahat yang

ditimbulkan oleh makhluk halus atau alam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

20

3. Kekuatan alam yang luar biasa bisa menimbulkan ketakutan pada manusia.

Kekuatan itu pula bisa menimbulkan bencana pada manusia. Salah satu

cara untuk menghindarkan bencana itu dari kita adalah melakukan acara

ruwatan.

2.1.3 Pendidikan Karakter Kebangsaan

2.1.3.1 Pendidikan

Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

yang dinamis dan syarat perkembangan. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyebutkan, bahwa

pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berahlak mulia (berkarakter), sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Dari uraian

di atas tentu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Banyak

sekali permasalahan-permasalahan pendidikan yang muncul di Indonesia (Wattie,

2012).

2.1.3.2 Karakter

Secara etimologis, kata karakter dalam bahasa Inggris adalah character.

Dalam bahasa Yunani yaitu eharassein yang berarti “to engrave” (Ryan and

Bohlin dalam Suyadi, 2013: 5). Kata “to engrave” dapat diartikan menjadi

mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily, 1995:

214). Istilah “karakter” ini sama artinya dalam bahasa Inggris yaitu mengukir,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

21

melukis, memahatkan, atau menggoreskan (Echols dan Shadily dalam Suyadi,

2013: 5).

Dalam bahasa Indonesia “karakter” diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seorang yang satu dengan

yang lainnya. Dalam kebahasaan yang lain arti karakter yaitu huruf, ruang, angka,

atau simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar papan ketik (Pusat Bahasa

Depdiknas dalam Suyadi, 2013: 5). Orang yang berkarakter ialah orang yang

bertabiat, bersifat, berakhlak atau berbudi pekerti yang baik yang membuat orang

tersebut berbeda dengan yang lain.

Selain makna karakter secara etimologis, karakter juga dapat dimaknai

secara terminologis. Menurut Thomas Lickona (dalam Suyadi: 2013), secara

terminologis, seperti yang dikutip oleh Marzuki, mendefinisikan karakter sebagai:

“A reliable inner disposition to respond to situations in a morraly good

way.” Lickona menyatakan, “Character so conceived has three

interrelated part: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”.

Karakter yang baik (good karakter) meliputi pengetahuan mengenai

kebaikan (moral knowing), komitmen mengenai kebaikan (moral feeling), dan

kebiasaan melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan begitu, karakter tertuju

pada pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan motivasi (motivations), serta

perilaku (behaviors) dan keterampilan (Marzuki, 2011: 470 dalam Suyadi, 2013:

5).

Berdasarkan definisi karakter secara etimologis dan terminologis yang

diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai umum

perilaku manusia yang mencakup segala aktivitas sehari-hari, baik itu antara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

22

amusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, manusia dengan dirinya sendiri,

dan manusia dengan ligkungannya yang terwujud dalam pikiran, perkataan,

perbuatan, sikap, dan perasaan berdasarkan pada norma agama, hukum, tata

krama, budaya, dan adat istiadat.

Berbagai definisi karakter dari berbagai di atas memberi tanda bahwa

karakter erat kaitannya dengan kepribadian atau akhlak. Oleh sebab itu, dapat

disimpulkan kembali bahwa karakter adalah ciri, karakteristik, atau sifat. Karakter

atau akhlak merupakan ciri khas seseorang yang berasal dari lingkungan, misalnya

keluarga dan bawaan sejak lahir (Koesoema, 2007: 80 dalam Suyadi, 2013: 5).

Menurut Samani dan Hariyanto (2013: 22) karakter adalah suatu hal yang

sangat peting dan vital dan dorongan pilihan untuk menentukan tercapainya tujuan

hidup yang terbaik. Karakter juga dapat diartikan sebagai cara berpikir dan

berperilaku yang khas dari tiap orang dalm bekerja sama untuk hidup yang baik

dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Samani, 2013: 42) mengatakan

bahwa karakter yaitu sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang

membedakan tiap individu. Dengan begitu, dapat dikatakan juga bahwa karakter

adalah nilai-nilai yang unik dan baik dalam diri seseorang yang dapat terlihat dari

perilaku seseorang (Kementrian Pendidikan Nasional, 2010). Selain itu, karakter

juga dapat dimaknai sebagai nilai asar yang dapat membentuk diri seseorang

menjadi pribadi yang baik karena pengaruh diri sendiri maupun lingkungan, yang

membedakannya dengan orang lain yang diwujudnyatakan dalam sikap dan

perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

23

Kesuma, dkk (2011) mengatakan bahwa karakter ialah suatu nilai yang

diwujudkan dalam bentuk perilaku anak. Sedangkan menurut dosen program

pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional (2010), karakter adalah nilai-nilai

yang khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik,

dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terpateri dalam diri dan

terejawantahkan dalam perilaku. Karakter secara koheren memancar dari hasil

olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau

sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok

orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam

menghadapi kesulitan dan tantangan.

2.1.3.3 Karakter Bangsa

Menurut dosen program pendidikan Kementerian Pendidikan Nasional

(2010), karakter bangsa adalah kualitas perilaku yang khas-baik yang tergambar

dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara

sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga seseorang

atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku

kebangsaan Indonesia yang khas-baik yang tecermin dalam kesadaran,

pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang

berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip

Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.

2.1.3.4 Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter (character education) menurut Ahmad Amin (1980:

62) adalah kehendak (niat) yang merupakan awal terjadinya akhlak (karakter)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

24

pada diri seseorang apabila diwujudkan dalam bentuk pantulan dari sikap dan

perilaku.

Pendidikan karakter (character education) dikenalkan mulai sejak tahu

1900-an. Thomas Lickona disebut sebagai pembawa adanya pendidikan karakter

terutama pada bukunya yang berjudul The Return of Character Education,

kemudian buku berikutnya adalah Education for Character. How Our School Can

Teach Respect and Responsibility.

Lickona mengemukakan bahwa pendidikan karakter memuat tiga unsur

pokok, yakni mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan

(desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Sama seperti

Lickona, Frye mendefinisikan pendidikan karakter sebagai,

“A national movement creating schools that foster ethnical, responsible,

and caring young people by modeling and teaching good character

through an emphasis on universal values that we all share” (Frye, 2002:

2).

Dengan demikian, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai upaya

sadar dan terencana dalam mengetahui sebuah kebenaran atau kebaikan,

mencintainya, dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berbeda dengan Frye, Dono Baswardono mengemukakan bahwa nilai-

nilai karakter ada dua macam, yaitu nilai-ilai karakter inti dan nilai-nilai karakter

turunan. Nilai-nilai karakter inti dan nilai-nilai karakter turunan memiliki sifat

yang berbeda. Nila-nilai karakter inti besifat umum dan berlaku sepanjang masa

tanpa perlu adanya perubahan, sedangkan nilai-ilai karakter turunan bersifat lebih

fleksibel dan sesuai dengan konteks kebudayaan lokak (Baswardono, 2010).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

25

Sebagai contoh, nilai karakter kejujuran merupakan salah satu nilai karakter yang

tetap berlaku sepanjang masa. Pada kenyataannya, nilai kejujuran dapt berubah.

Satu contohnya ialah “Pendidikan Anti Korupsi atau Kantin Kejujuran”. Hal ini

merupakan salah satu dari nilai karakter, yaitu nilai karakter jujur. Jadi, inti dari

nilai karakter ialah kejujuran itu sendiri, bukan mengenai “anti korupsi” atau

“kantin kejujuran”.

Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala

hal positif yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang

diajarkan. Pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara sadar dan

sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para

peserta didiknya (Wiston dalam Samani, 2013: 43).

Burke (dalam Samani, 2013: 43) pendidikan karakter yaitu bagian dari

pembelajaran yang baik dan merupakan bagian dari pendidikan yang baik pula.

Departemen Pendidikan Amerika Serikat mendefinisikan pendidikan karakter

sebagai suatu proses pembelajaran yang mengupayakan siswa dan orang dewasa

di dalam komunitas sekolah untuk peduli dan memahami nilai-nilai etik seperti

respek, keadilan, kebaikan warga, dan bertanggung jawab kepada diri sendiri

maupun orang lain.

Pendidikan karakter menurut Kesuma, dkk (2011) merupakan sebuah

istilah yang tidak asing dan semakin diakui oleh masyarakat Indonesia saat ini.

Definisi pendidikan karakter masih jarang diketahui oleh banyak kalangan.

Bahkan tak jarang dapat menyebabkan salah tafsir mengenai makna pendidikan

karakter. Beberapa masalah yang timbul dari ketidaktepatan makna yang beredar

di masyarakat mengenai pendidikan karakter yaitu, sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

26

1. Pendidikan karakter: mata pelajaran agama dan PKn, oleh karena itu

menjadi tanggung jawab guru agama dan PKn.

2. Pendidikan karakter: mata pelajaran pendidikan budi pekerti.

3. Pendidikan karakter: pendidikan yang menjadi tanggung jawab keluarga,

bukan tanggung jawab sekolah.

4. Pendidikan karakter: adanya penambahan mata pelajaran baru.

5. Dan lain-lain.

Banyak definisi kurang tepat mengenai pendidikan karakter yang membuat

banyak guru, orang tua, dan masyarakat umum khawatir.

Menurut Megawangi (dalam Kesuma, 2011: 5) pendidikan karakter adalah

sebuah upaya untuk mendidik anak-anak agar dapat senantiasa mengambil

keputusan dengan bijak dan kemudian dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari,

sehingga orang lain dapat memberikan kontribusi yang positif kepada

lingkungannya. Pendidikan karakter adalah sebuah proses perubahan nilai-nilai

kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga

menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang tersebut (Gaffar dalam Kesuma,

2011: 5). Ada tiga ide pemikiran menurut Gaffar tentang pendidikan karakter,

yakni: (1) proses transformasi nilai-nilai; (2) ditumbuhkembangkan dalam

kepribadian; (3) menjadi satu dalam perilaku.

Lain halnya apabila pendidikan karakter dalam seting sekolah. Definisi

pendidikan karakter dalam seting sekolah memiliki makna:

1) Pendidikan karakter ialah pendidikan yang berhubungan dengan

pembelajaran dalam semua mata pelajaran;

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

27

2) Diarahkan pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh.

Pandangannya adalah bahwa anak merupakan manusia yang memiliki

potensi untuk dikuatkan dan dikembangkan;

3) Penguatan dan pengembangan perilaku didasari oleh nilai yang diarahkan

oleh sekolah (lembaga).

2.1.4 Nilai-nilai Karakter

Suyadi (2013: 7-9) mengatakan berdasarkan Kementrian Pendidikan

Nasional (Kemendiknas) telah dirumuskan bahwa ada 18 nilai karakter yang

ditanamkan kepada peserta didik sebagai usaha untuk membangun karakter

bangsa. Beberapa nilai-nilai mungkin akan berbeda dengan kementerian-

kementerian lain yang juga menaruh perhatian terhadap karakter bangsa. Sebagai

contoh, Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam

mengatakan kepada muka umum bahwa nilai karakter mengarah pada Muhammad

SAW sebagai tokoh agung yang paling berkarakter. Empat karakter yang paling

dikenal dari Nabi Muhammad SAW adalah shiddiq (benar), amanah (dapat

dipercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran) dan fathanah (menyatunya kata

dan perbuatan).

Selain fokus empat nilai karakter menurut Kementerian Agama, juga fokus

pada 18 nilai karakter menurut Kemendiknas. Suyadi beranggapan bahwa 18 nilai

karakter sudah memuat nilai karakter dari bermacam-macam agama, termasuk

Islam. Selain itu, 18 nilai karakter ini juga sudah dapat dengan mudah diterapkan

dalm pendidikan di sekolah-sekolah maupun madrasah. Tidak hanya itu, 18 nilai

karakter juga sudah dirumuskan dalam standar kompetensi dan indikator

pencapaiannya dalam semua mata pelajaran, baik di sekolah ataupun madrasah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

28

Dengan begitu, pendidikan karakter kemudian dapat dievaluasi, diukur, dan diuji

ulang.

Berikut ini akan dipaparkan 18 nilai karakter menurut Kemendiknas

seperti yang termuat dalam buku Pengembangan Pendidikan Budaya dan

Karakter Bangsa yang disusun Kemendiknas melalui Badan Penelitan dan

Pengembangan Pusat Kurikulum (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010).

a. Religius, yaitu ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan

melaksanakan kepercayaan yang dianutnya termasuk dalam hal sikap

saling menghargai dan menghormati pelaksanaan ibadah kepercayaan lain,

serta hidup rukun dan berdampingan.

b. Jujur, yaitu sikap sikap dan perilaku ynag meggambarkan kesatuan antara

pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui, mengatakan, dan

melakukan segala hal yang benar) sehingga dapat menjadi pribadi yang

dapat dipercaya oleh orang lain.

c. Toleransi, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan sikap menghargai

terhadap perbedaan agama, suku, ras, adat, bahasa, etnis, pendapat, dan

segala hal yang berbeda antara seorang dengan yang lain secara sadar dan

terbuka, serta dapat hidup dengan tentram di tengah perbedaan yang ada.

d. Disiplin, yaitu kebiasaan dan tindakan yang bersifat tetap dalam segala

bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.

e. Kerja keras, yaitu perilaku yang menunjukkan usaha secara sungguh-

sungguh dalam melakukan dan menyelesaikan berbagai tugas, pekerjaan,

permasalahan, dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

29

f. Kreatif, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan inovasi dalam

berbagai sisi dalam memecahkan masalah sehingga dapat menemukan

cara-cara baru dan hasil penyelesaian yang baru dan lebih baik pula dari

sebelumnya.

g. Mandiri, yaitu sikap dan perilaku yang tidak tergantung kepada orang lain,

baik itu dalam hal pekerjaan, tugas, memecahkan masalah, dan lain-lain.

Dalam hal ini, seseorang bisa bekerja sama dengan orang lain tetapi tidak

boleh melemparkan tanggung jawab kepada orang lain.

h. Demokratis, yaitu sikap dan cara berpikir yang mencerminkan persamaan

dan kewajiban secara adil dan merata antara seorang yang satu dengan

orang yang lain.

i. Rasa ingin tahu, yaitu cara berpikir, bersikap, dan berperilaku yang

menunjukkan penasaran dan rasa keingintahuan terhadap segala sesuatu

yang dilihat, didengar, dan dipelajari, secara lebih dalam.

j. Semangat kebangsaan (nasionalisme), yaitu sikap dan tindakan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas segala kepentingan

pribadi dan golongan.

k. Cinta tanah air, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan rasa bangga,

setia, peduli, dan penghargaan yang tinggi terhadap budaya, bahasa,

ekonomi, politik, dan lain-lain, sehingga tidak mudah percaya terhadap

bujukan Negara lain yang mungkin bisa merugikan bangsa sendiri.

l. Menghargai prestasi, yaitu sikap terbuka dan mau menerima terhadap

prestasi yang diperoleh orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

30

tanpa mengurangi rasa kepercayaan diri untuk mendapat prestasi yang

lebih tinggi.

m. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yaitu sikap dan tindakan

teruka terhadap orang lain melalui komunikasi yang baik dan santun

sehingga dapat tercipta kerja sama secara kolaboratif.

n. Cinta damai, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan suasana damai,

aman, tenang, dan nyaman dalam suatu komunitas dan masyarakat atau

kelompok tertentu.

o. Gemar membaca, yaitu suatu kebiasaan tanpa adanya paksaan dari siapa

pun dalam menyediakan waktu khusus untuk membaca berbagai informasi

seperti buku pelajaran, majalah, koran, jurnal, dan lain-lain.

p. Peduli lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berusaha dalam

hal apapun demi menjaga kelestarian lingkungan.

q. Peduli sosial, yaitu sikap dan perilaku yang menunjukkan kepedulian

terhadap orang lain yang membutuhkan bantuan.

r. Tanggung jawab, yaitu sikap dan tindakan seseorang dalam melaksanakan

tugas dan kewajibannya, baik itu berkaitan dengan orang lain, sosial,

masyarakat, bangsa, Negara, agama, maupun diri sendiri.

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010), nilai-nilai yang

dikembangkan dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari

sumber-sumber berikut ini.

1) Agama

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu,

kehidupan individu, masyarakat dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

31

kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-

nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai

budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang

berasal dari agama.

2) Pancasila

Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip

kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat

pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang

terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Artinya nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,

kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter bangsa

bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik,

yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan dan menerapkan nilai-

nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga Negara.

3) Budaya

Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup

bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat

itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu

konsep dan arti dalam komunikasi antaranggota masyarakat tersebut. Posisi

budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan

budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa.

4) Tujuan Pendidikan Nasional

Sebagai rumusan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara

Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

32

jalur. Tujuan pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang harus

dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional

adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya

dan karakter bangsa.

2.1.5 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter

Dalam publikasi Pusat Kurikulum menyatakan bahwa pendidikan karakter

berfungsi (1) mengembangkan potensi dasar agar seseorang memiliki hati yang

baik, pikiran yang baik, dan perilaku yang baik; (2) memperkuat dan membangun

perilaku bangsa yang multicultural; (3) meningkatkan peradaban bangsa yang

kompetitif dalam pergaulan dunia.

Menurut Hariyanto (2013) berdasarkan Pusat Kurikulum Badan Penelitian

dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional dalam publikasinya

berjudul Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter (2011) mengatakan bahwa

pada intinya pendidikan karakter bertujuan untuk membentuk bangsa yang

tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bertoleran, mermoral, bergotong royong,

berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan

teknologi yang berdasarkan Pancasila dan iman kepada Tuhan yang Maha Esa.

Tujuan pendidikan karakter dalam seting sekolah yaitu, sebagai berikut:

1. Menguatkan dan mengembangan nilai-niai kehidupan yang dianggap

penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian/kepemilikan peserta didik

yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan;

2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-

nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

33

3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat

dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.

Selain itu, pendidikan karakter memiliki tujuan lain yaitu yang pertama

memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud

dalam perilaku anak, baik ketika proses masih sekolah dan setelah lulus dari

sekolah. Tujuan pendidikan karakter yang kedua adalah mengoreksi perilaku

siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai atau peraturan yang diterapkan di

sekolah.

Menurut Kementerian Pendidikan Nasional (2010), fungsi pendidikan

budaya dan karakter bangsa adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan

Pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi berperilaku

baik, ini bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang

mencerminkan budaya dan karakter bangsa.

2. Perbaikan

Memperkuat dunia pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam

pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat.

3. Penyaring

Penyaringan dilakukan untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan

budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter

bangsa yang bermartabat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

34

Adapun tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa menurut

Kementerian Pendidikan Nasional (2010), sebagai berikut:

a. Mengembangkan kemampuan nurani peserta didik sebagai manusia dan

warga negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.

b. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan

sesuai dengan nilai-nilai secara umum dan tradisi budaya bangsa yang

religius.

c. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab kepada peserta

didik sebagai generasi penerus bangsa.

d. Mengembangkan kemampuan peserta didik agar menjadi manusia yang

mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.

e. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan

belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas, dan persahabatan serta dengan

rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter

bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia,

bertoleran, mermoral, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis,

berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdasarkan Pancasila dan iman

kepada Tuhan yang Maha Esa.

2.1.6 Karakter yang Diharapkan

Menurut Pemerintah Republik Indonesia (2010: 22), untuk mencapai

karakter bangsa yang diharapkan, diperlukan individu-individu yang memiliki

karakter. Oleh karena itu, dalam usaha pembangunan karakter bangsa diperlukan

usaha yang sungguh-sungguh untuk membangun karakter individu (warga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

35

negara). Secara psikologis karakter individu diartikan sebagai hasil keterpaduan

empat bagian, yaitu olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati

berkaitan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkaitan

dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis,

kreatif, dan inovatif. Olah raga berkaitan dengan proses persepsi, kesiapan,

peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa

dan karsa berkaitan dengan kemauan dan kreativitas yang terwujud dalam sebuah

kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.

Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-

masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut (Kementerian

Pendidikan Nasional, 2010: 22).

a. Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa,

jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati,

berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa

patriotik;

b. Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,

inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif;

c. Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih dan

sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif,

determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih;

d. Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan,

saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran,

nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

36

umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk

Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

2.1.7 Buku Cerita Anak

2.1.7.1 Arti Cerita anak

Menurut Kurniawan (2013: 17-18) cerita anak bukanlah suatu cerita yang

hanya dan harus ditulis oleh anak-anak. Yang membaca cerita anak juga tidak

harus anak-anak, siapapun bisa membaca cerita anak. Cerita anak adalah cerita

yang dalam penulisannya menggunakan sudut pandang anak. Selain itu,

Kurniawan juga menganggap bahwa cerita anak merupakan hasil karya yang

menceritakan kehidupan sesuai dengan dunia anak-anak.

Ashadi (dalam Sudiati dan Widyamartaya 1995: 3-4) berpendapat bahwa

cerita anak adalah suatu gambaran yang menggunakan kata-kata dari suatu

peristiwa yang oleh manusia atau makhluk hidup lain yang seolah-olah hidup

sebagai manusia. Peristiwa tersebut terjadi ketika seorang yang satu berinteraksi

dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Interaksi yang dilakukan itu dapat

berupa pikiran, perbuatan, dan perasaan seseorang.

Agar dapat berekspresi dalam bentuk cerita itu, Ashadi mengatakan,

“Dunia subjek harus hidup. Dunia subjek yang hidup adalah dunia subjek yang

kaya lewat pengalaman batin, yaitu banyaknya pengetahuan dan keharuannya.

Dunia subjek yang dinamis ditandai oleh dapatnya pengetahuan dan keharuan itu

digunakan dalam suatu rangka yang dibangun oleh pengarang.”

HP (2006: 2) mengatakan bahwa cerita anak adalah cerita yang dibuat

untuk anak-anak, dan bukan cerita mengenai anak-anak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

37

2.1.7.2 Jenis-jenis Cerita

HP (2006) mengatakan bahwa ada dua jenis cerita, yaitu cerita fiksi dan

cerita nonfiksi.

Dalam membuat cerita anank-anak dapat digunakan bentuk cerita, seperti

cerita pendek, novelette, dan novel (roman). Berdasarkan ilmu kesusastraan ketiga

bentuk cerita tadi merupakan cerita fiksi. Kata fiksi dalam bahasa Inggris disebut

fiction yang diturunkan dari bahasa Latin yaitu fictio yang berarti membentuk,

membuat, mengadakan, dan menciptakan (Tarigan dalam Hardjana, 2006).

Dapat ditarik kesimulan bahwa ceita fiksi adalah cerita yang tidak ada,

kemudian diada-adakan, dibuat seolah-olah ada dan nyata, dan diciptakan.

Dengan kata lain, lahirnya suatu cerita fiksi karena karangan atau rekaan.

Lawan dari fiksi ialah nonfiksi. Jika fiksi berdasarkan pada imajinasi

seorang penulisnya berdasarkan sesuatu yang tidak nyata, maka nonfiksi

berdasarkan kenyataan.

Perbedaan utama antara fiksi dan nonfiksi terletak pada tujuannya.

Maksud dan tujuan karangan nonfiksi yaitu sejarah, biografi, cerita perjalanan

ialaah untuk menciptakan kembali segala sesuatu yang telah terjadi secara aktual.

Oleh karena itu, dengan kata lain dapat dikatakan:

a. Narasi nonfiksi mulai dengan mengatakan: karena semua ini fakta, maka

beginilah yang harus terjadi;

b. Narasi fiksi mulai dengan mengatakan: seandainya semua ini fakta, maka

beginilah yang akan terjadi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

38

Fiksi dapat juga dikatakan sebagai realitas, sedangkan nonfiksi itu

aktualitas. Realitas yaitu segala sesuatu yang benar-benar terjadi. Realitas ialah

sesuatu yang dapat terjadi, tetapi belum tentu terjadi (Tarigan dalam Hardjana,

2006).

2.1.7.3 Jenis-jenis Cerita Anak

Kurniawan (2013: 45-52) berpendapat bahwa cerita anak ada berbagai

jenis. Kita dapat memilih sesuai dengan keinginan kita sendiri. Berikut penjelasan

dari masing-masing jenis cerita menurut Kurniawan:

1. Cerita Anak Realisme

Cerita anak realisme adalah cerita anak yang menceritakan segala

peristiwa yang benar-benar terjadi di dalam kehidupan anak-anak. Peristiwa

tersebut dialami anak secara langsung. Di dalam cerita realisme ini, tokoh yang

dihadirkan adalah seorang tokoh anak-anak yang dihadapkan pada persoalnan

seperti yang terjadi di dalam kehidupan sebenarnya. Jenis cerita realism ini

biasanya terdapat dalam media massa atau buku-buku fiksi bacaan anak. Cerita

anak yang berjenis realisme diantaranya adalah cerita mengenai olahraga,

binatang, dan lain-lain.

2. Cerita Anak Formula

Cerita anak formula adalah cerita anak yang di dalamnya terdapat pola-

pola penceritaan tertentu yang membuatnya berbeda dengan cerita anak lainnya.

Meskipun cerita anak formula mudah ditebak, tetapi ada yang menarik dari cerita

ini yaitu adanya keterkejutan pada setiap pola. Selain adanya keterkejutan, ada

lagi yang menjadi cirri khas cerita anak formula. Hal itu ialah cerita anak yang

dibuat dengan teknik perlakuan satu, perlakuan dua, dan perlakuan ketiga yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

39

dibuat mengejutkan. Istilah ini sering disebut dengan role of three. Cerita anak

yang berjenis formula diantaranya, cerita misterius dan cerita detektif.

3. Cerita Anak Narasi

Cerita anak narasi adalah cerita yang mengisahkan suatu peristiwa yang

sulit dipahami oleh akal sehat. Tetapi kisah di dalam cerita anak narasi menarik

untuk diikuti hingga akhir. Di dalam cerita fantasi akan ada negeri, tokoh, dan

nama-nama lain yang tidak ada di kehidupan sehari-hari. Hal itu menarik bagi

anak-anak karena kisahnya adalah sesuatu yang benar-benar tidak ada dan

merupkan imajinasi penulisnya. Cerita anak fantasi biasanya ceritanya cukup

panjang sehingga masuk dalam novel-novel fatasi anak. Contoh jenis cerita anak

narasi diataranya Harry Potter, Lord Of The Ring, Golden Compas, dan lain-lain.

4. Cerita Anak Sains

Cerita anak sains adalah cerita anak yang permasalahannya diambil dari

dunia sains yang diceritakan dalam bentuk cerita anak. Cerita anak sains

menceritakan inovasi-inovasi ilmu pengetahuan, teknologi, dan sains yang dibuat

menjadi peristiwa-peristiwa fiksi. Kehidupan mengenai masa depan adalah cerita

ang biasa ditulis dalam cerita anak sains. Contoh cerita anak sains yaitu kejadian-

kejadian yang menembus waktu, kehidupan masa depan, kehidupan manusia

dengan robot, dan sebagainya.

5. Cerita Anak Tradisional

Cerita anak tradisional sering disebut dengan cerita rakyat, yaitu cerita

yang telah membudaya/banyak orang yang sudah tahu dan diceritakan secara

turun-temurun. Sampai sekarang cerita anak tradisional masih sering kita dengar.

Setiap daerahpasti memiliki cerita anak tradisional yang berbeda pula. Cerita anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

40

tradisional dapat berupa: (1) fabel, yaitu cerita yang karakter dan wataknya

diperankan oleh tokoh-tokoh binatang; (2) dongeng rakyat, yaitu dongeng yang

ceritanya dikenal begitu akrab oleh masyarakat; (3) mitos, yaitu cerita masa lalu

yang dimiliki oleh bangsa dan daerah-daerah tertentu;(4) legenda, yaitu kejadian

mengenai suatu daerah tertentu dan dipercayai oleh masyarakatnya bahwa hal

tersebut benar-benar terjadi; dan (5) epos, merupakan cerita rakyat yang berbentuk

puisi (syair) yang panjang.

Menurut Marion van Horne (dalam HP, 2006: 32-33), jenis cerita anak-

anak dapat dikelompokkan sebagai berikut (melalui Liotohe, 1991: 23).

1. Fantasi atau karangan khayal

Dongeng, fabel, legenda, dan mitos termasuk dalam fantasi. Semua yang

ada di dalam cerita ini tidak berdasarkan kenyataan, hanya berupa khayalan

semata.

2. Realistic fiction

Realistic fiction merupakan cerita fiksi atau cerita khayal tetapi

mengandung unsur kenyataan, hamper mirip dengan science fiction. Contohnya

yaitu Flash Gordon.

3. Biografi atau riwayat hidup

Biografi merupakan cerita yang memuat kisah hidup seseorang. Biasanya

tokoh-tokoh terkenal membuatnya menjadi cerita untuk diperkenalkan kepada

anak-anak, dengan bahasa yang mudah dimengerti.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

41

4. Folk tales atau cerita rakyat

Hampir semua suku bangsa mempunyai cerita rakyat yang hidup di

masyarakatnya. Cerita rakyat tersebut misalnya Joko Kendil, Panji Laras, dan

lain-lain.

5. Religius atau cerita-cerita agama

Cerita tentang nabi, orang-orang suci, atau ajaran keagamaan banyak yang

diubah menjadi bentuk cerita yang menarik. Tujuannya adalah dengan anak

membacanya, bisa membentuk anak yang berbudi luhur sesuai dengan yang

diajarkan oleh agama.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada berbagai jenis cerita

anak, antara lain cerita anak realisme, cerita anak formua, cerita anak narasi, cerita

anak sains, cerita anak tradisional, biorgrafi, dan cerita anak religius.

2.1.7.4 Tujuan Cerita

Menurut Ashadi (dalam Sudiati dan Widyamartaya 1995: 3-4) tujuan

cerita adalah membuat seseorang yang membaca cerita tersebut dapat

mengimajinasikan apa yang ada di dalam cerita. Selain itu, di dalam cerita juga

harus ada kejutan dan keharuan bagi pembacanya.

Cerita juga bertujuan untuk menggerakkan imajinasi dan hati pembaca.

Pembaca tergerak oleh cerita kita apabila, misalnya pembaca bergembira dengan

orang yang sedang bergembira, tergugah dan menyala-nyala hatinya oleh

kebesaran jiwa dan semangat pahlawannya, terbakar dan panas hatinya oleh

kejahatan, dan lain-lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

42

2.1.8 Anak usia 9-10 tahun

2.1.8.1 Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar (SD)

Usia anak masuk sekolah dasar adalah sekitar 6 atau 7 tahun dan selesai

pendidikan sekolah dasar pada usia 12 tahun. Anak usia sekolah dasar memiliki

karakter yang berbeda dengan anak yang usianya lebih muda dan lebih tua. Anak

usia sekolah dasar masih senang bermain, bergerak, berlari, membaca, menulis,

dan terlibat langsung dalam setiap aktivitas yang dilakukan (Desmita, 2009: 35-

36).

Menurut Havighurts dalam (Desmita, 2009: 35-36), ada beberapa tugas

perkembangan anak sekolah dasar yaitu: (1) Menguasai keterampilan fisik dalam

hal melakukan aktivitas fisik seperti bermain lompat tali, gundu, dan lain-lain; (2)

Belajar hidup sehat; (3) Belajar dalam kelompok; (4) Belajar bersosialisasi sesuai

dengan jenis kelamin dalam beberapa hal; (5) Belajar membaca, menulis, dan

berhitung sehingga dapat bersosialisasi; (6) Mendapatkan beberapa konsep untuk

berpikir sebab dan akibat atas perbuatan; (6) Memperluas pengetahuan moral dan

nilai-nilai; (7) Memperoleh kemandirian.

Anak usia sekolah dasar adalah anak usia 7-12 tahun. Pada anak usia

tersebut ditandai dengan sikap atau kegiatan fisik yang selalu bergerak kesana-

kemari dan tidak dapat duduk tenang. Perkembangan fisik yang normal bagi anak

adalah alah satu faktor anak dapat berhasil dalam belajarnya baik dalam

pengetahuan maupun keterampilan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

43

2.1.8.2 Psikologi Perkembangan Anak

Menurut (Piaget dalam Santrock, 2011: 26-29) seseorang dapat

membangun pemahaman tentang dunia secara aktif yaitu pada saat mereka masih

anak-anak dan melalui empat tahap perkembangan kognitif. Empat tahap

perkembangan kognitif menurut Piaget sebagai berikut:

1. Tahap sensorimotor

Tahap ini mulai dari anak lahir hingga usia 2 tahun. Tahap sensorimotor

ini merupakan tahap pertama menurut Piaget. Pada tahap ini anak membangun

pengetahuan tentang dunianya melalui pengalaman sensoris seperti melihat dan

mendengar, serta pengalaman tindakan fisik dan motorik.

2. Tahap praoperasi

Anak usia 2 sampai 7 tahun masuk dalam tahapan kedua menurut Piaget.

Pada tahap ini anak membangun pengetahuan tentang dunianya melalui kata-kata

dan gambar-gambar.

3. Tahap operasi konkret

Tahap operasi konkret berlangsung ketika anak berusia 7 sampai 11 tahun.

Ini adalah tahap ketiga Piaget. Pada tahap ini anak mulai berpikir logis dan

melibatkan objek-objek dalam aktivitasnya. Pada tahap ketiga ini juga anak mulai

dapat memecahkan masalah yang ada.

4. Tahap operasi formal

Tahap operasi formal terjadi pada anak usia antara 11 sampai 15 tahun dan

terus berlangsung sampai ia tumbuh dewasa. Tahapan ini merupakan tahapan

keempat dan terakhir menurut Piaget. Pada tahp ini, anak lebih banyak lagi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

44

mengalami pngelaman-pengalaman konkret dan dapat berpikir secara abstrak dan

lebih logis.

Dari keempat tahap perkembangan menurut Piaget, anak kelas IV sekolah

dasar masuk dalam tahap perkembangan yang ketiga. Tahap ketiga menurut

Piaget adalah tahap operasi konkret yang berlangsung ketika anak berusia 7

sampai 11 tahun. Pada tahap ini anak mulai berpikir logis dan melibatkan objek-

objek dalam aktivitasnya. Pada tahap ketiga ini juga anak mulai dapat

memecahkan masalah yang ada.

Piaget (dalam Santrock, 2011: 27-28) mengemukakan bahwa anak-anak

sudah dapat membangun pengetahuannya tentang dunia secara aktif melalui

empat tahap perkembangan kognitif. Dalam membangun pemahaman tentang

dunianya secara kognitif anak melalui dua proses, yaitu organisasi dan adaptasi.

Untuk membuat dunia menjadi masuk akal, kita berusaha mengorganisasikan

pengalaman-pengalaman (Carpendale, Muller, & Bibok, 2008 dalam Santrock

2011). Contohnya yaitu ketika kita memisahkan antara pemikiran-pemikiran atau

pendapat-pendapat yang penting dari pemikiran-pemikiran atau pendapat-

pendapat yang kurang penting dan mengaitkan antara pemikiran atau pendapat

yang satu dengan pemikiran atau pendapat yang lain.

Tahap operasional konkret yaitu dimana anak dapat bernalar secara logis

mengenai peristiwa-peristiwa konkret dan mengklasifikasikan objek-objek ke

dalam bentuk yang berbeda. Anak dalam tahap operasi konkret tidak dapat

membayangkan langkah-langkah yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu

masalah misalnya aljabar, karena masih terlalu abstrak dalam tahap ini untuk

memikirkannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

45

Sebagai contoh, seorang anak diberi dua bola lilin yang panjang dan tipis,

sedangkan yang lain tetap pada bentuk yang asli. Kemudian anak diberi

pertanyaan apakah lebih banyak lilin di dalam bola atau di dalam potongan lilin

yang panjang dan tipis itu? Pada saat anak usia 7 atau 8 tahun, sebagian besar

menjawab kedua bentuk lilin tersebut sama. Agar anak dapat menjawab

pertanyaan itu dengan benar, maka anak-anak harus membayangkan bahwa bola

lilin digulung kembali ke bentuk aslinya yang bundar. Dalam imajinasi ini anak

melibatkan tindakan mental dua arah yang disatukan dalam objek yang konkret

dan nyata. Operasi-operasi konkret memungkinkan anak memikirkan beberapa

karakteristik dan bukan berfokus pada bagian tunggal suatu objek. Salah satu

keterampilan yang penting dalam tahap ini adalah kemampuan menggolongkan

atau membagi benda-benda ke dalam tempat yang berbeda, dan memperhitungkan

kaitannya.

Anak-anak pada tahap operasi-konkret juga mampu melakukan seriation

(mengurutkan secara adil), yaitu kemampuan mengurutkan simulasi menurut satu

dimensi kuantitatif (misalnya: panjang). Agar guru dapat melihat apakah siswa

sudah dapat mengurutkan secara seri, guru dapat menempatkan delapan tongkat

dengan panjang yang berbeda-beda secara acak. Kemudian guru meminta siswa

untuk mengurutkan kedelapan tongkat-tongkat tersebut berdasarkan panjangnya.

Banyak anak akan menyelesaikan tugas ini dengan menggolongkan mana yang

“panjang” dan mana yang “pendek”. Mereka tidak mengurutkan tongkat-tongkat

tersebut secara benar. Tetapi anak dalam tahap operasi konkret mampu memahami

bahwa masing-masing tongkat harus lebih panjang dari tongkat yang sebelumnya,

dan lebih pendek dari tongkat sesudahnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

46

Dalam buku lain, Piaget juga mengemukakan bahwa ada 10 pemikiran lain

mengenai ciri-ciri operasi konkret, yaitu (1) adaptasi dengan gambaran yang

menyeluruh; (2) melihat dari berbagai macam segi; (3) seriasi; (4) klasifikasi; (5)

bilangan; (6) ruang, waktu, dan kecepatan; (7) kausalitas; (8) probabilitas; (9)

penalaran; 10) egosentrisme dan sosialisme, berikut adalah penjelasannya.

1. Adaptasi dengan Gambaran yang Menyeluruh

Pada tahap ini anak sudah dapat mengemukakan mengenai ingatan,

pengalaman, dan objek yang telah dialaminya secara menyeluruh. Sebagai contoh,

anak mulai dapat menggambarkan situasi di sekolahnya, perjalanan dari sekolah

ke rumahnya, dan lain-lain (Piaget & Inhelder, 1969). Adaptasi anak dengan

lingkungan melalui gambaran lingkungan itu. Terlihat jelas bahwa pada tahap ini

adaptasi seorang anak sudah lebih berkembang.

2. Melihat dari Berbagai Macam Segi

Anak pada tahap ini sudah dapat melihat suatu objek atau permasalahan

secara sedikit menyeluruh dengan melihat situasinya. Anak tidak hanya

memusatkan pada fokus tertentu tetapi dapat sekaligus mengamati hal-hal lain

dalam waktu bersamaan. Anak mulai dapat melihat permasalahan dari sudut

pandang yang berbeda. Hal ini disebut dengan decentering Sebagai contoh, dalam

menggambarkan suatu benda, anak sudah menggabungkan beberapa unsur benda.

Selain itu, decentering juga dilakukan teradap hubungan dengan orang lain dan

hubungan sosial (Piaget & Inhelder, 1969). Misalnya anak mulai mengenal dan

berhubungan dengan beberapa teman secara bersama-sama dan memperhatikan

hal-hal yang dibicarakan oleh teman-temannya.

3. Seriasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

47

Seriasi adalah suatu proses untuk mengatur semakin besar atau semakin

kecil suatu unsur-unsur. Urutan dapat dibuat dari kecil ke besar atau dari besar ke

kecil. Seriasi bisa berupa ukuran, berat, volume, dan lain-lain.

4. Klasifikasi

Menurut Piaget apabila anak berusia 3 tahun dan 12 tahun diberi berbagai

macam objek dan diminta menggolongkannya, ada beberapa kemungkinan yang

terjadi. Misalnya anak diberi berbagai macam benda geometris (bulat, segitiga,

bujursangkar) dengan berbagai macam warna. Anak diminta menggolongkan

benda-benda tersebut. Di dalam penelitiannya, Piaget menemukan adanya tiga

level perkembangan.

Level 1. Anak berusia 4 dan 5 tahun biasanya menggabungkan benda-

benda berdasarkan kesamaannya. Tetapi, ukuran kesamaannya ialah kesamaan

dua objek pada waktu yang sama. Jadi, anak mengumpulkan lingkaran putih dan

lingkaran merah karena sama-sama lingkaran. Kemudian anak menambahkan

segitiga putih pada lingkaran putih, karena sama-sama putih. Hasilnya,

penggolongan menjadi bercampur. Anak hanya membandingkan dua-dua dan

belum melihat secara keseluruhan.

Level 2. Anak berusia 7 tahun menggabungkan benda-benda yang

memiliki kesamaan dalam satu dimensi. Sebagi contoh, semua lingkaran

disatukan dan semua segitiga disatukan karena digolongkan berdasarkan bentuk.

Apabila anak menggolongkannya menurut arna, maka akan terjadi semua warna

biru disatukan dengan biru dan semua warna hijau disatukan dengan warna hijau.

Level 3. Anak berusia 8 tahun dapat menggolongkan benda-benda dengan

baik. Anak dapat menentukan hubungan antara kelas dan subkelas (Wadsworth,

1989).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

48

Hal yang menarik dalam klasifikasi objek adalah anak usia 7-11 tahun

sudah dapat menggolongkan benda atau objek dengan cara memperhitungkan

tingkatannya. Anak-anak sudah mampu berpikir secara bersamaan, baik pada

keseluruhan maupun pada bagian-bagian, meskipun masih berdasarkan

pengelihatan yang konkret.

5. Bilangan

Pada tahap ini Piaget tidak membahas mengenai 2+2 = 4. Tetapi ia tertarik

pada korespondensi datu-satu dan kekekalan. Korespondensi satu-satu yaitu

pemasangan satu per satu antara unsur-unsur dalam suatu himpunan benda (A)

dengan unsur-unsur dalam suatu himpunan lain (B). setiap unsur pada benda A

berpasangan dengan unsur pada benda B satu-satu (lihat Gambar 2.1).

A B

Gambar 2.1 Korespondensi satu-satu

Dalam percobaan, Piaget memberikan kepada anak beberapa benda

dengan bentuk yang beragam (lihat Gambar 2.2).

A B

Benda

dengan

berbagai

bentuk

Gambar 2.2 Percobaan Korespondensi Satu-satu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

49

Pada kotak A diisi dengan lima jenis benda yang berbeda. Kemudian anak

diminta memilih benda-benda lain dan dimasukkan ke dalam kotak B dengan

jumlah yang sama dengan benda di dalam kotak A. beberapa anak mulai

memasangkan benda yang ada di dalam kotak B dengan benda yang ada di dalam

kotak A. apabila ada benda yang tidak memiliki pasangan, maka salah satu dari

kotak tersebut memiliki isi benda yang lebih banyak daipada yang lain. Meskipun

bentuk bendanya berbeda, ada sesuatu yang tetap (konstan), yaitu jumlah

bendanya.

Contoh lain dari sifat kekekalan yaitu anak diminta mengambil 10 keping

uang logam. Setelah itu, anak diminta mengurutkannya dan kemudian

menghitungnya. Lalu anak diminta menyusun dengan berbagai macam susunan

dan anak diminta menghitungnya kembali. Setelah dihitung ternyata jumlahnya

tetap sama. Ini merupakan sifat kekekalan yang menjadi pengetian bilangan. Sifat

kekekalan menghilangkan semua perbedaan yang ada pada setiap objek.

6. Ruang, Waktu, dan Kecepatan

Pada saat berusia 7 atau 8 tahun, anak sudah mengerti mengenai urutan

ruang dengan melihat melalui jarak suatu benda atau kejadian. Pada usia 8 tahun,

anak sudah bisa mengerti hubungan urutan waktu yaitu sesudah dan sebelum,

serta panjang dan pendek.

Saat usia 10 atau 11 tahun, anak mulai menyadari konsep waktu dan

kecepatan. Pada tahap operasi konkret, anak akan memperhatikan laju sebuah

benda dan hubungan antara waktu dengan jarak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

50

7. Kausalitas

Pada tahap kausalitas, anak sudah lebih mendalam melihat sebab dari

suatu kejadian. Anak mulai bertanya-tanya mengenai mengapa hal itu terjadi.

Selain itu juga ia mulai melihat dan mengamati sesuatu yang terjadi di sekitarnya.

8. Probabilitas

Pada tahap ini anak mulai bisa mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi

pada dirinya apabila ada sesuatu hal yang ia lakukan, meskipun mereka tidak bisa

mengetahui secara jelas apa akibat dari sesuatu yang ia lakukan. Probabilitas pada

tahap ini sebagai perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang

mungkin akan terjadi.

9. Penalaran

Ada beberapa macam bentuk penalaran, yaitu sinkretis, jukstaposisi,

ordinal, dan relasi bagian-keseluruhan (part-whole relation). Hingga usia 8 atau 9

tahun, penalaran anak masih sinkretis, yakni kecenderungan menghubungkan

suatu rangkaian gagasan-gagasan yang terpisah dalam suatu keseluruhan yang

membingungkan. Sebagai contoh, anak membuat dua pernyataan “Bila kucing

pergi, tikus mulai bermain”. Dua kalimat tersebut sama sekali tidak ada

hubungannya, tetapi anak merasa bahwa keduanya memiliki arti yang sama.

Saat anak berusia 6-10 tahun penalaran anak masuk pada jukstaposisi,

yaitu secara asal meletakkan satu kalimat dengan kalimat yang lain, tanpa ada

sebab akibatnya. Contohnya adalah “Saya harus mandi” karena “Sesudah itu saya

bersih”. Atau “Orang jatuh dari sepeda” karena “Ia terluka kakinya”.

Pada kesehariannya, anak pada tahap ini juga jarang memberikan alasan

saat berbicara. Hal ini juga terjadi pada saat anak menggambar. Ketika anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

51

menggambar sepeda ia hanya menggambarkan bagian dari sepeda, tetapi tidak

menghubungkannya. Hal ini terlihat bahwa anak belum berpikir secara

kesseluruhan.

10. Egosentrisme dan Sosialisme

Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentrisme dalam pemikirannya.

Anak sadar bahwa orang lain memiliki pemikiran yang berbeda. Hal ini terjadi

ketika anak mulai bertemu dengan teman-temannya dan mulai berbicara satu sama

lain dengan bahasa yang komunikatif.

Tahap operasi konkret dicirikan dengan pemikiran anak yang sudah mulai

menggunakan logika tertentu. Anak juga sudah berpikir lebih menyeluruh dengan

memikirkan dua hal atau lebih dalam waktu yang bersamaan (decentering).

Konsep bilangan, waktu, dan ruang sudah semakin terbentuk dengan lengkap. Ini

membuat pemikiran anak sudah tidak tidka egosentris lagi.

Meskipun demikian, pemikiran yang logis dengan segala unsurnya seperti

yang dijelaskan di atas, masih terbatas penerapannya terhadap hal-hal konkret.

Anak dalam tahap ini masih sulit dalam memecahkan persoalan yang mempunyai

segi dan variabel yang terlalu banyak.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Darmoko (2002) meneliti tentang “Ruwatan: Upacara Pembebasan

Malapetaka Tinjauan Sosiokultural Masyarakat Jawa”. Penelitian ini

dilatarbelakangi oleh masyarakat Jawa yang hingga kini masih mempertahankan,

melestarikan, meyakini, dan mengembangkan adat-istiadat. Hal ini benar-benar

dapat memberikan pengaruh terhadap sikap, pandangan, dan pola pemikiran bagi

masyarakat yang menganutnya. Adat-istiadat Jawa telah tumbuh dan berkembang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

52

lama, baik di lingkungan kraton maupun di luar kraton. Adat istiadat Jawa

tersebut memuat sistem tata nilai, norma, pandangan maupun aturan kehidupan

masyarakat, yang kini masih dipatuhi oleh orang Jawa yang masih ingin

melestarikannya sebagai warisan kebudayaan yang dianggap luhur dan agung.

Dalam melestarikan adat-istiadat, masyarakat Jawa melaksanakan tata upacara

tradisi sebagai wujud perencanaan, tindakan, dan perbuatan dari tata nilai yang

telah teratur rapi. Sistem tata nilai, norma, pandangan maupun aturan diwujudkan

dalam upacara tradisi yang bertujuan agar tata kehidupan masyarakat Jawa selalu

ingin lebih berhati-hati, agar dalam setiap tutur kata, sikap dan tingkah-lakunya

mendapatkan keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan baik jasmaniah

maupun rokhaniah. Tata upacara tradisi yang masih dipatuhi serta tumbuh dan

berkembang di tengah-tengah masyarakat Jawa pada prinsipnya merupakan siklus

dan selalu mengikuti dalam kehidupan mereka, sejak seseorang belum lahir, lahir,

dan meninggal.

Upacara tradisi Jawa yang diperuntukkan bagi manusia sejak dalam alam

kandungan hingga meninggal itu sering disebut upacara selamatan. Upacara

selamatan diperuntukkan bagi manusia yang belum lahir, seperti: kehamilan bulan

ke tiga (neloni), kehamilan bulan ke empat (ngapati), dan kehamilan bulan ke

tujuh (mitoni/ tingkeban). Setelah manusia dilahirkan di dunia, maka bentuk

upacara yang diperuntukkan baginya, antara lain: kelahiran bayi (brokohan), lima

hari (sepasaran), puput pusar, tiga puluh lima hari (selapanan), sunatan, tedak

siten, perkawinan, dan ruwatan. Sedangkan upacara selamatan bagi manusia yang

telah meninggal, yaitu: saat meninggal dunia (geblak), hari ke tiga, hari ketujuh,

hari ke empat puluh, hari ke seratus (nyatus), satu tahun (pendhak pisan), dua

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

53

tahun (pendhak pindho), dan tiga tahun (pendhak katelu/ nyewu). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa adat-istiadat itu mengandung tata nilai, aturan, norma,

maupun kebiasaan yang mengikat masyarakat penganutnya sekaligus merupakan

cita-cita yang diharapkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Upacara

ruwatan sebagai salah satu adat-istiadat Jawa merupakan tradisi yang kini masih

dipercayai sebagai sarana melepaskan, menghalau, atau membebaskan seseorang

dari ancaman mara bahaya yang disebabkan oleh suatu peristiwa. Murwakala

berusaha untuk menghubungkan dunia nyata dengan dunia gaib, dalam hal ini

melepaskan sukerta (aib) yang melingkupi seseorang.

Arif (2013) meneliti tentang “Makna Simbolik Ruwatan Cukur Rambut

Gembel di Desa Dieng Kejajar Wonosobo”. Penelitian ini dilatarbelakangi karena

anak berambut gembel memiiki karakter dan perilaku yang berbeda dari kebiasaan

anak seusianya. Kalau tidak energik, nakal, berjiwa heroik, suka mengatur, akan

muncul perilaku yang diam, pemalu, susah bergaul dengan dunia luar. Ruwatan

cukur rambut gembel adalah adalah kegiatan ritual, sedangkan ritual sendiri

berkaitan dengan identitas kepercayaan masyarakat. Didalamnya terkandung

makna utama yaitu kemampuan masyarakat dalam memahami konteks lokal dan

kemudian diwujudkan dengan dialog terhadap kondisi yang ada. Masyarakat

cenderung memandang adanya sebuah kekuatan gaib yang menguasai alam

semesta dan untuk itu harus dilakukan dialog.

Senada dengan kondisi kejiwaan anak berambut gembel yang diyakini

masyarakat lebih pada kekuatan mitos dimana gejala kejiwaan yang muncul

sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik rambut yang tumbuh gembel. Lebih jauh

berpangkal pada mitos menceritakan bahwa rambut gembel itu merupakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

54

“titipan”. Karena itu hanya merupakan titipan, maka suatu saat akan diambil

kembali oleh yang punya. Kondisi anak yang begitu selanjutnya disebut anak

“sukerta” yaitu anak yang dicadangkan menjadi mangsa Batara Kala. Untuk

melepaskan dan mengangkat kembali anak dari kondisi sialnya itu atau

membersihkan sesukernya (gembelnya) harus dilakukan upacara Ruwatan.

Ruwatan berasal dari kata Ruwat yang artinya melepaskan yaitu melepaskan dari

karakteristik anak gimbal yang di cadangkan menjadi mangsa Batara Kala.

Budaya Ruwatan Cukur Rambut Gembel yang hingga sekarang masih

dilakukan merupakan indikasi bahwa masyarakat Dieng yang masih memegang

teguh tradisi- tradisi nenek moyang mereka, meskipun seiring dengan

berkembangnya zaman proses dan tata caranya memengalami pergeseran namun

esensi dari ruwatan tersebut tetap sama. Bagi masyarakat Dieng, upacara ruwatan

ini memiliki makna yang sangat sakral dalam kehidupan mereka. Ketenangan hati

mereka akan tercapai jikalau anak mereka yang memiliki rambut gimbal telah

diruwat dan dipotong rambut gimbalnya. Mereka sangat yakin dan percaya sekali

bahwa setelah anaknya yang berambut gimbal diruwat dan dipotong rambutnya

yang gimbal maka si anak tersebut akan terbebas dari sesuker yang dititipkan oleh

Kyai Kolodete.

Wening (212) meneliti “Pembentukan Karakter Bangsa Melalui

Pendidikan Nilai”. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya pihak yang

menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan nilai pada

lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial

yang berkembang, yakni kekerasan yang ditunjukkan oleh kenakalan remaja

dalam masyarakat seperti perkelahian massal, perusakan lingkungan hidup, dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

55

korupsi merupakan tiga contoh permasalahan yang semakin lama dirasakan

sebagai permasalahan yang paling banyak terjadi di Indonesia. Perilaku seseorang

ditentukan oleh faktor lingkungan dengan landasan teori kondisioning, ada fungsi

bahwa karakter ditentukan oleh lingkungan. Seseorang akan menjadi pribadi yang

berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter. Tentunya ini

memerlukan usaha secara menyeluruh yang dilakukan semua pihak: keluarga,

sekolah, dan seluruh komponen yang terdapat dalam masyarakat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengembangkan dimensi

pembentuk karakter, yaitu nilai-nilai kehidupan dalam pendidikan konsumen; (2)

menelaah perolehan dimensi pendidikan nilai sebagai pembentuk karakter melalui

faktor-faktor lingkungan; (3) mengungkap pencapaian pembentukan karakter

melalui faktor-faktor lingkungan dan implementasi pendidikan nilai dalam mata

pelajaran/kurikulum. Penelitian ini penting untuk dilaksanakan karena dapat

menambah pemahaman para guru tentang pengembangan kurikulum menuju

integrated learning, dan pengembangan sekolah sebagai pusat budaya yang kuat

dalam pembentukan karakter bangsa. Oleh karena itu, diharapkan hasil penelitian

ini memberikan wacana baru dalam merekonstruksi mata pelajaran mulai dari

pengembangan konstruk, pembuatan modul pembelajaran nilai, dan proses

penilaian.

Berdasarkan hasil refleksi guru, teridentifikasi 17 nilai-nilai kehidupan

terkandung dalam pendidikan konsumen. Nilai-nilai kehidupan tersebut

berketerkaitan dengan seluruh dimensi pembentuk karakter, yaitu: nilai kesadaran

diri dan tanggung jawab dengan nilai kepercayaan; nilai bijaksana dan toleransi

sosial dengan nilai menghargai orang; kesadaran diri, tanggung jawab,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

56

menghargai uang dan nasionalisme dengan tanggung jawab; nilai bijaksana dan

keadilan dengan nilai keadilan; nilai toleransi sosial, peduli dan sadar lingkungan

dengan nilai kepedulian; nilai tanggung jawab dan nasionalisme dengan nilai

kewarganegaraan; nilai tanggung jawab dengan nilai kejujuran; nilai kritis dengan

nilai keberanian; nilai kesadaran diri, tanggung jawab, hemat, teliti, produktif dan

menghargai uang dengan nilai kerajinan; kesadaran diri dan tanggung jawab

dengan nilai totalitas.

Berdasarkan jurnal di atas, dua penelitian tentang tradisi ruwatan

menyatakan bahwa ruwatan dapat membebaskan seseorang dari segala kesialan,

sakit, malapetaka, maharabahaya, dan segala sesuatu yang dianggap mengancam

bagi seseorang. Penelitian yang ketiga menyatakan bahwa pendidikan karakter

dapat diperoleh dari nilai-nilai kehidupan lingkungan anak.

2.3 Kerangka Berpikir

Indonesia memiliki banyak suku bangsa dengan cara-cara yang unik dalam

menjalankan tradisinya, salah satunya yaitu suku Jawa. Adat istiadat atau tradisi

yang masih hidup dalam masyarakat Jawa hingga saat ini yaitu Ruwatan,

Sadranan, Suran, Yaqowiyu, Mitoni, dan Tedhak Siten. Ruwatan adalah tradisi

masyarakat Jawa yang dilakukan untuk membebaskan seseorang dari marabahaya.

Tradisi ruwatan mengandung nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan. Nilai-

nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu hormat

kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan

nilai kemanusiaan. Namun, pada saat ini masih banyak anak-anak yang tidak tahu

tentang tradisi ruwatan. Hal ini terbukti dari hasil kuisioner pra penelitian yang

peneliti peroleh di SD Negeri Nanggulan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

57

Peneliti mendapatkan data: (1) 83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai

tradisi Jawa untuk sarana pembebasan. (2) 41% anak tidak tahu peran dalang

dalam tradisi ruwatan. (3) 83% anak memerlukan buku yang berisi penjelasan

tentang ruwatan. (4) 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku

cerita bergambar. Berdasarkan masalah tersebut peneliti terdorong untuk

menyusun buku cerita bergambar tentang ruwatan. Prototipe berupa buku cerita

bergambar terdiri dari cover berisi judul yaitu “Ruwatan”. Isinya memuat kata

pengantar untuk membantu pembaca mengerti keseluruhan isi buku. Isi buku

berupa sebuah buku cerita tentang kegiatan tradisi ruwatan yang disertai 16

gambar. Prototipe tersebut juga berisi daftar kepustakaan yang berkaitan dengan

tradisi ruwatan, pendidikan karakter, dan biodata penulis.

2.4 Pertanyaan Penelitian

Peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimanakah hasil

penelitian ini selanjutnya, peneliti memiliki beberapa pertanyaan penelitian yaitu,

sebagai berikut.

2.4.1 Bagaimana prosedur “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang

Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”?

2.4.2 Bagaimana kualitas produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak

tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan”?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III ini akan menguraikan mengenai jenis penelitian, setting penelitian,

langkah-langkah pengembangan, uji coba prototipe, instrumen penelitian, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisis data.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan,

yang biasa dikenal dengan R & D (Research and Development). Research and

Development adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan

produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tertentu (Sugiyono, 2012: 297).

Penelitian ini akan mengembangkan produk berupa pengembangan prototipe buku

cerita tentang ruwatan untuk anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan

karakter kebangsaan di sekolah dasar.

3.2 Setting Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada awal semester (genap) T.A. 2015/2016 di

SD Negeri Nanggulan yang beralamatkan di Nanggulan, Maguwoharjo, Depok,

Sleman, D. I. Yogyakarta, kode pos 55285.

3.2.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah anak usia 9-10 tahun di Yogyakarta yaitu anak

kelas IV di SD Negeri Nanggulan. Keseluruhan subjek uji coba prototipe

berjumlah 28 anak.

58

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

59

3.2.3 Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah pengembangan prototipe buku cerita tentang

ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan di sekolah dasar.

3.2.4 Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan delapan bulan terhitung mulai dari bulan Juni

2015 sampai Februari 2016.

3.3 Prosedur Pengembangan

Prosedur pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan untuk

anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan di sekolah

dasar mengikuti langkah-langkah penelitian dan pengembangan menurut

Sugiyono (2012: 298). Prosedur pengembangan ini melalui sepuluh langkah

prosedur pengembangan menurut Sugiyono (2012: 298), yaitu tahap (1) potensi

dan masalah, (2) mengumpulkan informasi, (3) desain produk, (4) validasi desain,

(5) perbaikan desain, (6) uji coba produk, (7) revisi produk, (8) uji coba

pemakaian, (9) revisi produk, dan (10) pembuatan produk masal. Langkah-

langkah penelitian dan pengembangan menurut Sugiyono ditunjukkan pada bagan

berikut.

Potensi dan

Masalah Pengumpulan

Data Desain

Produk Validasi

Desain

Uji coba

Pemakaian

Perbaikan

Produk

Uji coba

Produk

Revisi

Desain

Revisi

Produk

Pembuatan

Produk Masal

Bagan 3.1 Langkah-langkah Metode Research and Development (Sugiyono, 2012: 298)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

60

Namun, peneliti hanya menggunakan enam langkah. Langkah-langkah

dalam prosedur pengembangan prototipe buku cerita tetang ruwatan dalam

konteks pendidikan karakter kebangsaan meliputi (1) potensi dan masalah, (2)

pengumpulan data, (3) desain produk, (4) validasi desain, (5) revisi desain, dan (6)

uji coba produk, yang akan dijelaskan pada Bagan 3.2 di bawah ini.

Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan

Karakter Kebangsaan

Tahap I

Potensi dan Masalah

Potensi: Tradisi ruwatan memiliki nilai-

nilai yang berkaitan dengan pendidikan

karakter kebangsaan

Masalah: Kurangnya pemahaman anak

tentang tradisi ruwatan.

Tahap II

Pengumpulan Data

Pembagian lembar kuesioner pra

penelitian

Tahap III

Desain Produk

Menyusun buku cerita

Menbuat cerita

Menentukan gambar tradisi ruwatan

Membuat sketsa Konsultasi dan

revisi Menggabungkan cerita dan

gambar

Tahap IV

Validasi Desain

Prototipe divalidasi oleh ahli sastra dan

bahasa

Tahap V

Revisi Desain

Perbaikan prototipe berdasarkan saran

validator

Tahap VI

Uji Coba Produk

Bagan 3.2 Prosedur Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam

Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

61

3.3.1 Potensi dan Masalah

Potensi adalah segala sesuatu yang bila didayagunakan akan memiliki nilai

tambah (Sogiyono: 298). Masalah adalah penyimpangan antara yang diharapkan

dengan yang terjadi (Sogiyono: 299). Jadi potensi masalah adalah sesuatu hal

yang tidak diharapkan terjadi tetapi memungkinkan untuk terjadi.

Penelitiaan ini dilatarbelakangi oleh potensi dan masalah yang ditemukan

oleh peneliti berdasarkan penyebaran kuisioner kepada 29 anak usia 9-10 tahun di

SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Peneliti mendapatkan data: (1)

83% anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan.

(2) 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan. (3) 83% anak

memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang ruwatan. (4) 55% anak

membutuhkan buku tentang ruwatan berupa buku cerita bergambar. Pembagian

lembar kuisioner bertujuan untuk mengetahui apakah anak usia 9-10 tahun

membutuhkan sebuah buku cerita bergambar tentang ruwatan guna meningkatkan

pengembangan karakter khususnya karakter kebangsaan bagi anak. Hal ini

mendorong peneliti sebagai calon guru SD untuk membuat buku cerita bergambar

tentang ruwatan dengan tujuan menanamkan pendidikan karakter sejak dini dan

anak-anak memahami tradisi ruwatan. Oleh sebab itu, buku cerita bergambar

tentang ruwatan ini disusun dan dikembangkan untuk mencapai tujuan yang

diharapkan sesuai dengan konteks pendidikan karakter kebangsaan.

3.3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan membagikan lembar kuisioner

kepada 29 anak di SD Negeri Nanggulan. Pengumpulan data ini dilakukan sebagai

salah satu cara untuk mengetahui bentuk perencanaan buku cerita anak yang akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

62

dibuat sehingga produk yang dihasilkan dapat membantu pemahaman anak-anak

di SD Negeri Nanggulan mengenai tradisi ruwatan.

3.3.3 Desain Prototipe

Pada tahap ini, peneliti merancang dan menyusun prototipe buku cerita

bergambar tentang ruwatan agar gambar-gambar yang termuat di dalam buku

dapat meningkatkan pemahaman anak terhadap tradisi ruwatan. Desain prototipe

diawali dengan membuat cerita dengan menggunakan bahasa yang mudah

dipahami anak-anak. Cerita yang termuat dalam buku tentu saja mengandung

nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan karakter. Setelah itu, peneliti

menentukan gambar-gambar yang akan dipakai dalam buku cerita anak tentang

ruwatan. Setelah menentukan gambar peneliti mencoba menggambar sketsa

dengan bantuan seorang teman mengenai kegiatan dalam tradisi ruwatan seperti

upacara siraman, srah-srahan, pertunjukan wayang, dan pemotongan rambut.

Kemudian, peneliti menggabungkan antara cerita dan gambar dengan cara

manual. Peneliti mendesain prototipe buku cerita anak tentang ruwatan untuk

anak usia 9-10 tahun dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan.

Peneliti kemudian menentukan sumber pustaka yang akan digunakan

dalam penyusunan buku cerita bergambar. Desain produk yang berupa prototipe

ini terdiri dari cover/sampul bagian depan, halaman soft cover, kata pengantar,

daftar isi, isi yang berupa cerita, lembar refleksi siswa, daftar pustaka, dan biodata

penulis.

3.3.4 Validasi Prototipe

Pengembangan prototipe buku cerita anak tentang ruwatan selanjutnya

divalidasikan oleh seorang dosen ahli sastra dan bahasa Universitas Sanata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

63

Dharma Yogyakarta. Hal ini untuk melihat apakah buku cerita anak yang disusun

oleh peneliti sudah mencapai hasil produk yang maksimal dan layak. Validasi

prototipe ini bertujuan untuk memperoleh kritik dan saran serta penilaian dari

pakar terhadap produk yang dikembangkan. Hal itu meliputi dari segi bahasa

apakah sudah sesuai dengan kaidah penulisan EYD atau belum, apakah bahasa

mudah dipahami anak usia 9-10 tahun. Melalui kritik dan saran yang diperoleh

maka peneliti dapat menemukan kelebihan dan kekurangan dari produk yang

dikembangkan.

3.3.5 Revisi Prototipe

Revisi prototipe dilakukan setelah mendapatkan kritik dan saran dari para

ahli. Hasil kritik dan saran dari para ahli menjadi landasan bagi peneliti untuk

memperbaiki kekurangan dari prototipe buku cerita anak tentang ruwatan agar

menjadi lebih baik dan mudah dipahami oleh anak-anak usia 9-11 tahun.

Pada saat pertama kali memberikan draf cerita kepada dosen pembimbing,

cerita saya ditolak. Kemudian saya mencoba memperbaiki ceritanya disertai

dengan melengkapi gambar yang akan ada di dalam cerita. Setelah itu, saya

tunjukkan lagi kepada dosen. Gambar yang ada di dalam cerita disetujui hanya

saja kurang diwarnai dan seluruh gambar harus disesuaikan, sehingga tidak besar

kecil. Jalannya ceritanya pun sudah disetujui hanya nama tokoh dan tempat yang

masih kurang pas. Setelah gambar selesai diwarnai dan ceritanya pun telah

diperbaiki, prototipe siap diberikan kepada validator untuk mendapatkan kritik

dan saran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

64

3.3.6 Uji Coba Prototipe

Uji coba prototipe dilakukan kepada anak usia 9-10 tahun di SD Negeri

Nanggulan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Anak usia 9-10 tahun ialah siswa/siswi

kelas IV di SD Negeri Nanggulan. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui

apakah buku cerita anak tentang ruwatan yang telah dibuat, layak dan mempunyai

kualitas yang baik untuk menambah pengetahuan anak tentang salah satu tradisi

Jawa yaitu ruwatan dan menumbuhkan karakter kebangsaan dalam diri anak yang

membacanya.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah wawancara dan

kuesioner. Instrumen adalah alat ukur dalam penelitian Sugiyono (2010). Syaodih

(2006) menuturkan bahwa wawancara adalah salah satu bentuk teknik

pengumpulan data yang dilakukan secara lisan dalam bentuk pertemuan tatap

muka secara individual. Wawancara bertujuan untuk memperoleh data dari

sumber. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur.

Wawancara tidak terstruktur dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

sejauh mana pemahaman anak mengenai tradisi ruwatan. Kuesioner digunakan

untuk mengetahui sejauh mana pemahaman anak, menganalisis kebutuhan anak,

dan untuk mengetahui seberapa perlunya buku cerita bergambar mengenai tradisi

ruwatan untuk anak. Lembar kuesioner berupa instrumen pra penelitian,

instrumen validasi prototipe, dan instrumen uji coba prototipe berupa refleksi anak

yang diberikan kepada 28 anak di SD Negeri Nanggulan Maguwoharjo. Adapun

kisi-kisi dan kuisioner wawancara yang digunakan pada pra penelitian ditujukan

untuk anak dan orang tua. Sedangkan sesudah uji coba adalah kisi-kisi dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

65

kuisioner untuk anak. Berikut ini adalah kisi-kisi yang digunakan untuk

penelitian.

3.4.1 Kisi-kisi Lembar Wawancara

Wawancara menjadi acuan peneliti untuk melakukan wawancara langsung

kepada responden untuk mendapatkan sebuah garis besar yang pada akhirnya

akan digunakan untuk melakukan penelitian. Wawancara dilakukan kepada orang

tua dan juga siswa SD. Lembar wawancara digunakan untuk pra penelitian.

Berikut adalah kisi-kisinya

Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara

No Kisi – kisi 1 Apakah arti tradisi ruwatan? 2 Apakah tujuan tradisi ruwatan? 3 Apa saja yang harus dipersiapkan dalam tradisi ruwatan? 4 Bagaimana urutan tradisi ruwatan? 5 Siapa saja yang harus diruwat ?

3.4.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner

Lembar kuesioner digunakan untuk pra penelitian dan pasca penelitian.

Lembar kuesioner ditujukan untuk 29 siswa yang berusia 9-10 tahun. Berikut ini

adalah kisi-kisi lembar kuesioner yang telah dilakukan oleh peneliti.

Tabel 3.2 Kisi-kisi Lembar Kuisioner Pra Penelitian

No Aspek Nomor Item

1. Definisi ruwatan 1 dan 2

2. Tujuan ruwatan 3 dan 4

3. Kegiatan-kegiatan pada tradisi nyadran 5, 6, 7, 8, 9, dan 10

4. Upaya mengenalkan budaya Jawa menggunakan buku cerita

11 dan 12

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

66

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Kuisioner Pra Penelitian

No

Aspek Nomor

Item

Pernyataan

1.

Definisi

ruwatan

1 dan 2

1. Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana

pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan

dosa manusia yang bisa membawa bahaya,

kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya

(olah pikir dan olah hati).

2. Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional

khususnya di wilayah Yogyakarta yang dilakukan

sebagai upaya pembebasan diri seseorang dari

“sukerta” (bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang

dianggap mengganggu keselamatan hidup

seseorang. (olah pikir dan olah hati).

2.

Tujuan

ruwatan pada

umumnya

3 dan 4

3. Tradisi ruwatan bertujuan untuk membebaskan

diri dari segala bahaya, kesialan, dan pengaruh

jahat yang mengancamnya (olah hati dan olah

pikir yang berkaitan dengan beriman pada

Tuhan).

4. Ketika seseorang terbebas dari sakit atau bahaya,

kesialan, dan pengaruh jahat seseorang kembali

sehat dan ceria (olah raga atau kinestetika ).

3.

Kegiatan-

kegiatan pada

tradisi ruwatan

5-10

5. Dalam menyelenggarakan upacara ruwatan

membutuhkan bantuan yang melibatkan banyak

orang/gotong royong (olah rasa dan karsa)

6. Orang yang akan diruwat melakukan siraman

yang disertai pembacaan doa oleh dalang (olah

rasa dan olah hati yang berkaitan dengan

beriman dan taqwa).

7. Orang-orang yang menghadiri upacara ruwatan

dapat merefleksikan cerita yang ada dalam

pertunjukkan wayang (reflektif). (olah pikir)

8. Pada saat upacara srah-srahan, potongan rambut

diserahkan pada dalang sebagai simbol

pembebasan dari bahaya, kesialan, dan pengaruh

jahat (olah hati yang berkaitan dengan amanah).

9. Orang tua mengucapkan rasa terimakasih kepada

dalang karena telah mengruwat anaknya (olah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

67

hati dan olah rasa berkaitan dengan rasa

bersyukur dan kepedulian)

10. Ketika pertunjukan wayang selesai secara

bersama-sama menikmati hidangan yang telah

disediakan oleh pihak keluarga (olah rasa dan

karsa berupa kebersamaan).

4.

Upaya

mengenalkan

budaya jawa

menggunakan

buku cerita

11-12

11. Saya memerlukan buku yang berisi penjelasan

tentang ruwatan.

12. Buku tentang ruwatan sebaiknya berupa buku

cerita bergambar.

Tabel 3.4 Instrumen Kuesioner Pernyataan Pra Penelitian untuk Anak

No Pernyataan Ya Tidak

1.

Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana

pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa

manusia yang bisa membawa bahaya, kesialan, dan

pengaruh jahat di dalam hidupnya.

2.

Ruwatan adalah salah satu upacara tradisional khususnya

di wilayah Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya

pembebasan diri seseorang dari “sukerta” (bahaya,

kesialan, pengaruh jahat) yang dianggap mengganggu

keselamatan hidup seseorang.

3.

Tradisi ruwatan bertujuan untuk membebaskan diri dari

segala bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat yang

mengancamnya.

4. Ketika seseorang terbebas dari sakit atau bahaya, kesialan,

dan pengaruh jahat seseorang kembali sehat dan ceria.

5. Dalam menyelenggarakan upacara ruwatan membutuhkan

bantuan yang melibatkan banyak orang/gotong royong.

6.

Orang yang akan diruwat melakukan siraman yang

disertai pembacaan doa oleh dalang (olah rasa dan olah

hati yang berkaitan dengan beriman dan taqwa).

7.

Orang-orang yang menghadiri upacara ruwatan dapat

merefleksikan cerita yang ada dalam pertunjukkan wayang

(reflektif).

8.

Pada saat upacara srah-srahan, potongan rambut

diserahkan pada dalang sebagai simbol pembebasan dari

bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat.

9. Orang tua mengucapkan rasa terimakasih kepada dalang

karena telah meruwat anaknya.

10.

Ketika pertunjukan wayang selesai secara bersama-sama

menikmati hidangan yang telah disediakan oleh pihak

keluarga.

11. Saya memerlukan buku yang berisi penjelasan tentang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

68

ruwatan.

12. Buku tentang ruwatan sebaiknya berupa buku cerita

bergambar.

Berdasarkan kisi-kisi tersebut, lembar kuesioner menunjukkan bahwa

terdapat 12 pernyataan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tradisi ruwatan.

Lembar kuesioner dibagikan kepada siswa kelas IV di SD Negeri Nanggulan

Maguwoharjo. Lembar kuesioner tersebut digunakan untuk mengetahui sejauh

mana pemahaman siswa mengenai tradisi ruwatan dan mengetahui seberapa

perlunya buku cerita bergambar mengenai tradisi ruwatan.

3.4.3 Instrumen Validasi Produk

Peneliti menyusun instrumen validasi produk yang digunakan ahli untuk menilai

kualitas prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks pendidikan

karakter kebangsaan berupa kuisioner. Kuisioner untuk validasi prototipe oleh

para ahli ditunjukkan agar peneliti mengetahui tingkat kualitas dan kelayakan

prototipe yang dikembangkan oleh peneliti.

Tabel 3.5 Instrumen Validasi Produk

No

Item yang dinilai Skor

Saran 1 2 4 5

1. Bahasa

a. Bahasa sesuai dengan kaidah

penulisan EYD.

b. Bahasa mudah dipahami

anak usia 9-10 tahun.

2. Format penulisan

a. Sesuai dengan kaidah

penulisan buku cerita anak.

b. Menggunakan kepustakaan

yang sesuai dengan teori

salah satu tradisi Jawa yaitu

nyadran yang diintegrasikan

dengan pendidikan karakter

kebangsaan.

3. Isi

a. Memuat cerita tentang

ruwatan sebagai salah satu

tradisi Jawa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

69

b. Memuat 16 gambar tentang

tradisi ruwatan.

c. Gambar-gambar diberi

keterangan.

d. Memuat nilai spiritual dan

sosial.

e. Memuat refleksi berkaitan

dengan tradisi ruwatan.

3.4.4 Instrumen Uji Coba Prototipe

Peneliti menyusun instrumen uji coba untuk mengetahui pemahaman anak

terhadap tradisi ruwatan melalui buku cerita. Instrumen ini nantinya berupa refleksi yang

diisi oleh anak setelah menggunakan produk buku cerita anak tentang tradisi. Berikut ini

adalah kisi-kisi penyususn instrumen setelah uji coba berupa refleksi untuk anak.

Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Prototipe

No.

Aspek

Indikator

No. Pernyataan

1.

Olah hati - Permohonan doa kepada orang tua - Tujuan siraman, srah-srahan, dan

pemotongan rambut

3, 4, 5, 6

2. Olah pikir - Arti ruwatan

- 1 dan 2

3. Olah raga - Orang yang telah diruwat akan kembali

bersih dan sehat. 8

4. Olah rasa dan

karsa - Tirakatan 7

Tabel 3.7 Instrumen Uji Coba berupa Refleksi untuk Anak

No Pernyataan Ya Tidak

Setelah membaca buku cerita “ Ruwatan”, saya:

1. mengerti arti ruwatan sebagai permohonan untuk

membebaskan diri dari sakit.

2. mengerti arti ruwatan sebagai ucapan syukur kepada

Tuhan karena terbebas dari sakit.

3. mengerti bahwa siraman dalam tradisi ruwatan

bertujuan sebagai tanda pembersihan diri Tini.

4. mengerti bahwa permohonan doa kepada orang tua

merupakan nilai Ketuhanan.

5. Mengerti bahwa srah-srahan bertujuan untuk

menaati aturan yang ada dalam upacara ruwatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

70

6. mengerti bahwa pemotongan rambut dalam upacara

ruwatan sebagai tanda jika seseorang sudah diruwat

dan terbebas dari mangsa Batara Kala.

7. memahami bahwa acara makan bersama dalam

ruwatan memiliki arti nilai kekeluargaan dan

persaudaraan (persatuan).

8. mengerti bahwa orang yang telah diruwat akan

kembali bersih dan sehat.

9. buku cerita “Ruwatan” membantu saya mengerti arti

dari tradisi ruwatan.

10. buku cerita “Ruwatan” membantu saya melestarikan

tradisi ruwatan.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti menggunakan data

kuantitatif dan data kualitatif. Hasil pengumpulan data pada penelitian ini berupa

kuantitatif yang diperoleh dari hasil kuesioner yang diberikan kepada 29 anak.

Teknik pembagian kuesioner bertujuan untuk membantu peneliti dalam

melakukan revisi ulang atas pengembangan buku cerita anak tentang ruwatan

tersebut. Data atau informasi yang diperoleh kemudian dianalisis untuk

mendapatkan informasi mengenai kebutuhan anak terhadap pentingnya menjaga

dan melestarikan tradisi ruwatan. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara

sebelum penelitian dilakukan. Teknik pengumpulan data secara rinci akan

dijabarkan sebagai berikut ini.

3.5.1 Kuisioner

Kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan oleh

peneliti dalam penelitian ini. Sugiyono (2010) mengatakan bahwa kuesioner ialah

teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat

pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Hasil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

71

analisis kuisioner pakar ahli dan siswa selanjutnya digunakan peneliti sebagai

pertimbangan untuk merevisi pengembangan prototipe yang akan dibuat.

Kuisioner yang disusun oleh peneliti meliputi kuisioner validasi prototipe

buku cerita bergambar dan kuisioner refleksi anak. Hasil penyebaran kuesioner

merupakan data kuantitatif. Kuisioner validasi prototipe digunakan peneliti untuk

mengetahui kelebihan dan kelemahan dari prototipe yang dikembangkan oleh

peneliti. Sedangkan kuisioner refleksi anak digunakan untuk mengetahui

keefektifan prototipe yang dikembangkan dalam kegiatan uji coba yang dilakukan

oleh peneliti.

3.5.2 Wawancara

Wawancara atau interview merupakan salah satu bentuk pengumpulan data

yang banyak digunakan untuk penelitian (Sukmadinata, 2011). Sebelum

melakukan wawancara, peneliti membuat instrumen wawancara. Wawancara

dilakukan secara lisan dalam pertemuan tatap muka terhadap responden. Ada dua

jenis wawancara menurut Sugiyono (2014) terdapat yaitu wawancara terstruktur

dan wawancara tidak terstruktur. Peneliti menggunakan jenis wawancara tidak

terstruktur dalam penelitian ini agar peneliti bisa mendapatkan jawaban yang

bervariasi. Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang bebas

dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun

secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Sugiyono, 2014).

Hasil wawancara yang didapat merupakan data kualitatif yang digunakan sebagai

data awal mengenai sejauh mana pengetahuan orang tua dan anak mengenai

tradisi ruwatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

72

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

3.6.1 Data Kualitatif

Teknik analisis data kualitatif diperoleh dari komentar terhadap kuesioner

yang disebarkan. Adapun komentar tersebut diperoleh dari komentar para pakar

yang memberikan masukan terhadap kelayakan buku cerita anak yang sudah

dirancang oleh peneliti. Jumlah item pada kuesioner tersebut adalah 12 item.

3.6.2 Data Kuantitatif

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian kuantitatif berupa

skor yang diberikan oleh para ahli. Data tersebut dianalisis oleh peneliti sebagai

dasar untuk mengetahui sejauh mana kelayakan prototipe yang telah dihasilkan

dan kemudian memperbaikinya. Data kuantitatif diperoleh melalui instrumen

berupa lembar kuesioner. Peneliti dalam hal ini akan memberikan rentang skor

atas komentar para pakar dan anak sehingga data yang awalnya berupa kuesioner

akan menjadi data interval. Skala penilaian terhadap pengembangan buku cerita

anak adalah sangat baik (4), baik (3), tidak baik (2), dan sangat tidak baik (1).

Pilihan respon skala empat mempunyai variabilitas respon lebih baik atau lebih

lengkap dibandingkan skala tiga dan skala lima. Selain itu, tidak ada peluang bagi

responden untuk bersikap netral/ cukup/ ragu-ragu sehingga memaksa responden

untuk menentukan nilai terhadap pernyataan dalam instrumen (Widoyoko, 2012:

104). Skor yang sudah didapat kemudian dikonversikan menjadi data kualitatif

menggunakan tabel konversi nilai skala empat berdasarkan modifikasi dari skala

Likert (Widoyoko, 2012: 112). Penyusunan tabel klasifikasi menggunakan aturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

73

yang sama dengan dasar jumlah skor responden yaitu dicari skor tertinggi, skor

terendah, jumlah kelas, dan jarak interval.

Skor tertinggi = 4

Skor terendah = 1

Jumlah kelas = 1

Jarak interval = (4-1)/4 = 0,75

Tabel 3.8 Skala Likert

Rentang Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan

3,25 – 4 Sangat Baik

2,5 – 3,25 Baik

1,75 – 2,5 Tidak Baik

1,0 – 1,75 Sangat Tidak Baik

Peneliti melakukan sedikit modifikasi dalam penghitungan nilai yang

didapatkan untuk mempermudah dalam pemahaman maupun penghitungan data.

Penghitungan sekala Likert dengan sedikit modifikasi sebagai berikut.

Perhitungan kelayakan prototipe:

Nilai kelayakan prototipe = .... / 45 x 100 = ...

Tabel 3.9 Skala Likert Modifikasi

Nilai Keterangan

36,25 – 45 Sangat layak

27,5 – 36,25 Layak

18,75 – 27,5 Tidak layak

10 – 18,75 Sangat tidak layak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

74

Hasil dari penghitungan skor masing-masing validasi yang dilakukan akan

dicari rerata skor perolehannya kemudian dapat dikonversikan dari data kuantitatif

ke data kualitatif dalam kategori tertentu seperti yang tertera pada tabel kriteria

skor skala empat. Peneliti mendapat skor 31 dari seorang ahli sastra dan bahasa

dengan item yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian dicari rata-ratanya dengan

cara skor yang didapatkan oleh ahli : jumlah item, yaitu 31: 9 sehingga mendapat

rata-rata 3,44. Jika dilihat berdasarkan tabel di atas, maka prototipe yang peneliti

buat sangat baik dan layak digunakan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV ini berisi penjelasan hasil penelitian dan pembahasan mengenai

prototipe pengembangan buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks

pendidikan karakter kebangsaan. Poin-poin yang akan dijelaskan yaitu: (1) hasil

penelitian, dan (2) pembahasan. Hasil penelitian dan pembahasan dijelaskan

sebagai berikut:

4.1 Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini akan menjawab permasalahan penelitian. Oleh karena

itu, pada bagian ini peneliti akan: a) Menjelaskan prosedur “Pengembangan

Prototipe Buku Cerita Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter

Kebangsaan”, b) Mendeskripsikan produk “Pengembangan Prototipe Buku Cerita

Anak tentang Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan” yang

berkualitas.

4.1.1 Prosedur Pengembangan Prototipe Buku Cerita Anak tentang

Ruwatan dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan

Peneliti mengadopsi enam dari sepuluh langkah penelitian pengembangan

menurut Sugiyono, (2012: 298). Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti

adalah sebagai berikut:

a. Potensi dan Masalah

Potensi dalam penelitian ini adalah tradisi ruwatan. Ruwatan dalah tradisi

masyarakat Jawa yang dilakukan untuk membebaskan seseorang dari marabahaya.

75

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

76

Nilai-nilai karakter kebangsaan yang terkandung dalam tradisi ruwatan

yaitu hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan

(persatuan), dan nilai kemanusiaan.

Masalah yang peneliti dapatkan dari hasil kuisioner yang diberikan kepada

29 anak usia 9-10 tahun, peneliti mendapatkan data bahwa 83% anak tidak

mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak

tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan, 83% anak memerlukan buku yang berisi

penjelasan tentang ruwatan, dan 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan

berupa buku cerita bergambar. Hal tersebut mendorong peneliti sebagai seorang

calon guru SD untuk mengembangkan buku cerita bergambar tentang ruwatan

dengan tujuan menanamkan nilai pendidikan karakter dan anak juga dapat

memahami tradisi ruwatan.

b. Pengumpulan Data

Peneliti mendapatkan data dari wawancara kepada tiga anak di Yogyakarta

dan pengumpulan kuisioner yang diberikan kepada 29 anak usia 9-10 tahun di SD

Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Yogyakarta. Data yang peneliti dapatkan

adalah: (1) 83% anak tidak mengetahui bahwa ruwatan adalah tradisi ritual Jawa

sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang

bisa membawa bahaya, kesialan, dan pengaruh jahat di dalam hidupnya. (2) 41%

anak tidak tahu bahwa orang yang akan diruwat melakukan siraman yang disertai

pembacaan doa oleh dalang. (3) 83% anak memerlukan buku yang berisi

penjelasan tentang ruwatan. (4) 55% anak membutuhkan buku tentang ruwatan

dalam bentuk buku cerita bergambar. Berikut merupakan rekapitulasi data

kuisioner pra penelitian untuk anak yang disajikan dalam bentuk tabel 4.1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

77

Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Kuesioner Pra Penelitian untuk Anak

Item

Pertanyaan

Jumlah responden Presentase

Ya Tidak Ya Tidak

1. Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa

sebagai sarana pembebasan dan

penyucian atas kesalahan dan dosa

manusia yang bisa membawa bahaya,

kesialan, dan pengaruh jahat di dalam

hidupnya.

5

24

17%

83%

2. Ruwatan adalah salah satu upacara

tradisional khususnya di wilayah

Yogyakarta yang dilakukan sebagai upaya

pembebasan diri seseorang dari “sukerta”

(bahaya, kesialan, pengaruh jahat) yang

dianggap mengganggu keselamatan hidup

seseorang.

28

1

97%

3%

3. Tradisi ruwatan bertujuan untuk

membebaskan diri dari segala bahaya,

kesialan, dan pengaruh jahat yang

mengancamnya.

19

10

66%

34%

4. Ketika seseorang terbebas dari sakit atau

bahaya, kesialan, pengaruh jahat,

seseorang kembali sehat dan ceria

27

2

93%

7%

5. Dalam menyelenggarakan upacara

ruwatan membutuhkan bantuan yang

melibatkan banyak orang/gotong royong.

19

10

66%

34%

6. Orang yang akan diruwat melakukan

siraman yang disertai pembacaan doa

oleh dalang

17

12

59%

41%

7. Orang-orang yang menghadiri upacara

ruwatan dapat merefleksikan cerita yang

ada dalam pertunjukkan wayang.

22

7

76%

24%

8. Pada saat upacara srah-srahan, potongan

rambut diserahkan pada dalang sebagai

simbol pembebasan dari bahaya, kesialan,

dan pengaruh jahat.

17

12

59%

41%

9. Orang tua mengucapkan rasa terimakasih

kepada dalang karena telah mengruwat

anaknya.

22

7

76%

24%

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

78

10. Ketika pertunjukan wayang selesai secara

bersama-sama menikmati hidangan yang

telah disediakan oleh pihak keluarga.

21

8

72%

28%

11. Saya memerlukan buku yang berisi

penjelasan tentang ruwatan.

24

5

83%

17%

12. Buku tentang ruwatan sebaiknya

berupa buku cerita bergambar.

16

13

55%

45%

Peneliti memilih nomor item 1, 6, 11, 12 sebagai acuan bagi peneliti untuk

melakukan penelitian dan pengembangan dalam menyusun prototipe buku cerita

bergambar tentang ruwatan. Prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan

diharapkan dapat membantu anak-anak memahami tradisi ruwatansejak dini.

c. Desain Prototipe

Langkah awal yang peneliti lakukan adalah membuat cerita dengan bahasa

yang sederhana dan mudah dipahami oleh anak-anak. Cerita yang termuat dalam

buku tentu saja mengandung nilai-nilai yang berkaitan dengan pendidikan

karakter. Kemudian peneliti membuat sketsa awal yang berkaitan dengan

kegiatan-kegiatan tradisi ruwatan dengan bantuan ilustrator yang nantinya akan

menjadi prototipe buku cerita bergambar tentang ruwatan.

Prototipe ini terdiri dari cover depan berjudul “Ruwatan” yang dilengkapi

dengan gambar tokoh yang sedang sakit dan kemudian diruwat. Prototipe buku

cerita bergambar ini berisi kata pengantar agar dapat membantu pembaca

mengerti isi keseluruhan buku, halaman soft cover, daftar isi, isi yang berupa

cerita dengan dilengkapi 16 gambar, lembar refleksi, daftar pustaka, dan biodata

penulis.

Gambar 1 sampai 2 menceritakan tentang Tini (10 tahun) anak dari Pak

Joni dan Bu Surti yang tinggal di Bekasi yang kerap mengalami sakit. Gambar 3

sampai 6 menceritakan keluarga Pak Joni berlibur ke kampung halamannya di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

79

Desa Pleret, Gunung Kidul. Disana Tini sakit sehingga salah seorang warga

menyarankan agar Tini diruwat. Gambar 7 sampai 9 berisi tentang arti ruwatan.

Gambar 10 sampai 16 berisi tentang tata cara ruwatan yang dilakukan kepada

Tini. Ada lima langkah yang dilakukan kepada Tini yaitu siraman, sujud kepada

kedua orang tua, srah-srahan, pertunjukan wayang, dan pemotongan rambut.

Kelima langkah tersebut berisi tentang nilai-nilai karakter kebangsaan yaitu

hormat kepada Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan

(persatuan), dan nilai kemanusiaan. Berikut merupakan hasil sketsa yang telah

dibuat oleh ilustrator:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

80

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

81

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

82

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

83

Gambar 4.1 Sketsa Awal

Berikut ini merupakan hasil perbaikan dari sketsa gambar awal 1 sampai

dengan 16 yang telah diwarnai dan diperbaiki oleh ilustrator.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

84

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

85

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

86

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

87

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

88

Gambar 4.2Hasil yang Dibantu Oleh Ilustrator

d. Validasi Prorotipe

Validasi desain dilakukan peneliti sebelum melakukan uji coba produk.

Validasi desain dilakukan dengan seorang ahli bahasa dan sastra dosen

Universitas Sanata Dharma. Cara penilaiannya menggunakan tabel konversi nilai

skala empat berdasarkan berdasarkan modifikasi dari skala Likert (Widoyoko,

2012: 112). Hasil validasi dari ahli bahasa dan sastra sebagai berikut:

Tabel 4.2 Skala Likert

Rentang Skor Jawaban Klasifikasi Kelayakan

3,25 – 4 Sangat Baik 2,5 – 3,25 Baik 1,75 – 2,5 Tidak Baik 1,0 – 1,75 Sangat Tidak Baik

Perhitungan kelayakan prototipe:

Nilai kelayakan prototipe = .... / 45 x 100 = ...

Tabel 4.3 Skala Likert Modifikasi

Nilai Keterangan

36,25 – 45 Sangat layak 27,5 – 36,25 Layak 18,75 – 27,5 Tidak layak 10 – 18,75 Sangat tidak layak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

89

Tabel 4.4 Hasil Validasi Prototipe

No

Item yang dinilai Skor

1-4

Saran

1.

Bahasa

a. Bahasa sesuai dengan kaidah

penulisan EYD 2 Kalimat terlalu panjang,

perlu disederhanakan

b. Bahasa mudah dipahami anak

usia 9-10 tahun 2 Ada beberapa istilah yang

sulit dipahami

2.

Format

penulisan

prototipe

a. Format sesuai dengan kaidah

penulisan buku cerita

bergambar

4 Gambar dan penjelasan

sudah sesuai

b. Menggunakan kepustakaan yang sesuai dengan teori salah

satu tradisi Jawa yaitu ruwatan

yang diintegrasikan dengan

pendidikan karakter

kebangsaan

4 Kepustakaan sesuai, perbaiki penulisan daftar

pustaka

3.

Isi Buku

a. Memuat cerita tentang ruwatan

sebagai salah satu tradisi Jawa 4 Konsep tentang ruwatan

perlu disederhanakan

b. Memuat 16 gambar tentang ruwatan

4 Gambar bisa ditambah agar lebih menarik

c. Gambar-gambar diberi

keterangan 4 Sudah sesuai

d. Memuat nilai spiritual dan

social 3 Nilai-nilai kurang tepat,

perlu digali lagi

e. Memuat refleksi berkaitan

dengan tradisi ruwatan 4 Sudah memuat refleksi

tentang ruwatan, tetapi

belum begitu mendalam

Jumlah/ Skor 31

Peneliti mendapat skor 31 dari seorang ahli sastra dan bahasa dengan item

yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian dicari rata-ratanya dengan cara skor

yang didapatkan oleh ahli : jumlah item, yaitu 31: 9 sehingga mendapat rata-rata

3,44.Berdasarkan tabel skala Likert maka prototipe masuk dalam kategori sangat

baik, sehingga prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan sudah layak untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

90

diujicobakan. Sedangkan, saran dan komentar dari validator digunakan untuk

memperbaiki produk agar lebih baik dan mudah dipahami oleh anak-anak.

f. Revisi Prototipe

Peneliti melakukan revisi desain sesuai dengan saran dan komentar dari

validator, yaitu: (1) membuat kalimat-kalimat yang lebih sederhana agar mudah

dipahami anak, (2) memperbaiki istilah yang sulit dipahami, (3) menyederhanakan

konsep tentang ruwatan, (4) menggali nilai-nilai yang ada dalam tradisi ruwatan,

dan (5) memperbaiki refleksi agar lebih mendalam.

g. Uji Coba Prototipedi SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok,

Sleman, Yogyakarta.

Uji coba produk dilakukan pada tanggal 08 Januari 2016 di SD Negeri

Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Prototipe tersebut

peneliti ujicobakan kepada 28 anak usia 9-10 tahun. Peneliti melakukan uji coba

di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok Sleman, Yogyakarta dengan

tujuan untuk menggali seberapa besar pemahaman anak terhadap tradisi ruwatan.

Uji coba dilakukan pada jam pulang sekolah. Hal tersebut agar tidak

mengganggu proses kegiatan belajar mengajar dengan wali kelas. Pada saat

pengujian prototipe saya datang bersama teman saya. Meskipun kami sudah

mengenal satu sama lain dengan siswa di sana, kami kembali memperkenalkan

diri kami. Setelah itu saya menjelaskan tujuan saya datang kesana yaitu untuk

mengenalkan tradisi ruwatan melalui buku cerita bergambar. Kemudian peneliti

mulai membagikan prototipe berupa buku cerita bergambar tentang ruwatan

kepada para siswa. Selama proses uji coba prototipe, peneliti mendampingi anak-

anak saat membaca cerita tentang ruwatan. Setelah anak-anak selesai membaca

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

91

cerita, peneliti membagikan lembar refleksi yang digunakan untuk mengetahui

sejauh mana pemahaman anak setelah membaca buku cerita bergambar tersebut.

Gambar 4.3 Kegiatan Uji Coba Prototipe

4.1.2 Deskripsi Kualitas PrototipeBuku Cerita Anak tentang Ruwatan

dalam Konteks Pendidikan Karakter Kebangsaan

Peneliti mendapatkan deskripsi kualitas prototipe buku cerita anak

“Ruwatan” setelah mengolah kuisioner berupa refleksi terhadap kualitas buku

tersebut. Lembar refleksi dibagikan kepada 28 siswa kelas IV di SD yang berusia

9-10 tahun di Negeri Nanggulan Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta. Berikut

merupakan hasil rekapitulasi refleksi anak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

92

Tabel 4.5 Hasil Rekapitulasi Relfeksi Anak

No

Pernyataan Jawaban

Probandus

Presentase

Setelah membaca buku cerita “Ruwatan”, saya: Ya Tidak Ya Tidak

1. mengerti arti ruwatan sebagai permohonan untuk

membebaskan diri dari sakit.

22

6

79%

21%

2. mengerti arti ruwatan sebagai ucapan syukur kepada

Tuhan karena terbebas dari sakit.

18

10

64%

36%

3. mengerti bahwa siraman dalam tradisi ruwatan

bertujuan sebagai tanda “pembersihan diri”.

21

7

75%

25%

4. mengerti bahwa permohonan doa kepada orang

tua merupakan nilai Ketuhanan.

23

5

82%

18%

5. mengerti bahwa srah-srahan bertujuan untuk menaati

aturan yang ada dalam upacara ruwatan.

21

7

75%

25%

6. mengerti bahwa pemotongan rambut dalam upacara

ruwatan sebagai tanda jika seseorang sudah diruwat

dan terbebas dari mangsa Batara Kala.

23

5

82%

18%

7. memahami bahwa acara makan bersama dalam

ruwatan memiliki arti nilai kekeluargaan dan

persaudaraan (persatuan).

25

3

89%

11%

8. mengerti bahwa orang yang telah diruwat akan

kembali bersih dan sehat.

26

2

93%

7%

9. buku cerita “Ruwatan” membantu saya mengerti arti

dari tradisi ruwatan.

26

2

93%

7%

10. buku cerita “Ruwatan” membantu saya melestarikan

tradisi ruwatan.

19

9

68%

32%

Melalui produk yang peneliti buat, peneliti mendapatkan data bahwa

sebanyak 75% anak mengerti bahwa siraman dalam tradisi ruwatan bertujuan

sebagai tanda “pembersihan diri”, 82% anak mengerti bahwa permohonan doa

kepada orang tua merupakan nilai Ketuhanan, dan 89% anak memahami bahwa

acara makan bersama dalam ruwatan memiliki arti nilai kekeluargaan dan

persaudaraan (persatuan). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produk dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

93

penelitian yang dikembangkan oleh peneliti selain membantu anak dalam

memahami tradisi ruwatan juga dapat menanamkan nilai-nilai pendidikan

karakter kebangsaan.

4.2 Pembahasan

Prototipe buku cerita bergambar berjudul “Ruwatan” mendapatkan skor

31. Berdasarkan tabel kelayakan maka prototipe masuk dalam kategori sangat

baik yaitu sudah layak diujicobakan. Uji coba produk dilakukan pada tanggal 08

Januari 2016 di SD Negeri Nanggulan, Maguwoharjo, Depok, Sleman,

Yogyakarta. Prototipe tersebut peneliti ujicobakan kepada 28 siswa kelas IV yang

berusia 9-10 tahun. Lembar refleksi anak diberikan setelah melakukan uji coba

prototipe kepada anak usia 9-10 tahun, sehingga secara keseluruhan lembar

refleksi diisi dan kembali 28 sesuai dengan jumlah siswa yang ada.

Prototipe buku cerita bergambar mendapat skor 31 dari seorang ahli sastra

dan bahasa dengan item yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian dicari rata-

ratanya dengan cara skor yang didapatkan oleh ahli : jumlah item, yaitu 31: 9

sehingga mendapat rata-rata 3,44 yaitu masuk dalam kategori sangat baik dan

dapat membantu anak dalam memahami tradisi ruwatan karena prototipe tersebut

dikembangkan peneliti dengan memperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut:

a. Produk disusun untuk memfasilitasi anak memahami tradisi ruwatan.

Menurut Subalidata (dalam Sulistyowati, 2013: 4) ruwatan merupakan

sebuah upacara ritual yang bertujuan untuk membebaskan dan membersihkan

seseorang dari suatu hal yang dianggap tidak baik atau jahat. Dalam upacara

ruwatan ada suatu harapan, yaitu agar orang terhindar dari segala yang jahat atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

94

malapetaka. Ruwatan adalah tradisi masyarakat Jawa yang digunakan untuk

membebaskan seseorang dari segala macam bahaya dan keburukan.

Berdasarkan hasil kuisioner yang dibagikan kepada 29 anak usia 9-10

tahun di SD Negeri Nanggulan, mereka tidak memahami tradisi ruwatan. Hal

tersebut mendorong peneliti sebagai seorang calon guru SD untuk

mengembangkan buku cerita bergambar tentang ruwatan dengan tujuan

menanamkan nilai pendidikan karakter dan anak juga dapat memahami tradisi

ruwatan.

Prototipe ini terdiri dari cover depan berjudul “Ruwatan” yang dilengkapi

dengan gambar tokoh yang sedang sakit dan kemudian diruwat. Prototipe buku

cerita bergambar ini berisi kata pengantar agar dapat membantu pembaca

mengerti isi keseluruhan buku, halaman soft cover, daftar isi, isi yang berupa

cerita dengan dilengkapi 16 gambar, lembar refleksi, daftar pustaka, dan biodata

penulis.

Setelah menyusun prototipe, peneliti melakukan uji coba prototipe kepada

anak usia 9-10 tahun untuk mengetahui kualitas prototipe yang dikembangkan.

Setelah melakukan uji coba prototipe, peneliti melihat adanya perbedaan sebelum

dan sesudah dilakukannya uji coba. Sebelum uji coba dilakukan, anak tidak

paham mengenai arti dan kegiatan tradisi ruwatan. Setelah uji coba dilakukan,

anak-anak paham mengenai arti dan kegiatan tradisi ruwatan. Hal itu dapat

ditunjukkan melalui hasil refleksi anak berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

95

Gambar 4.4 Hasil Refleksi Anak terhadap Kualitas Prototipe Buku Cerita Anak

Berdasarkan data tersebut, prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan

memfasilitasi anak untuk memahami tradisi ruwatan.

b. Prototipe buku disusun dengan menonjolkan nilai-nilai pendidikan

karakter kebangsaan yang terkandung dalam tradisi ruwatan.

Isi prototipe buku cerita bergambar yang peneliti kembangkan terdiri dari

16 gambar tentang ruwatan. Gambar-gambar tersebut disertai dengan cerita

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

96

sederhana yang menonjolkan nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan di dalam

tradisi ruwatan.

Pendidikan karakter merupakan usaha yang dilakukan untuk mendidik

anak-anak agar dapat menumbuhkembangkan kepribadiannya. Nilai-nilai

pendidikan karakter yang terkandung dalam tradisi ruwatan yaitu hormat kepada

Tuhan Yang Maha Esa, kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan), dan nilai

kemanusiaan.

Setelah melakukan uji coba prototipe, peneliti melihat bahwa anak-anak

sudah mampu memahami tentang nilai-nilai pendidikan karakter kebangsaan yang

terkandung dalam tradisi ruwatan. Hal tersebut terbukti dengan anak-anak dapat

mengerjakan lembar refleksi dengan baik dan menggambar bagian cerita yang

mereka anggap paling menarik dan mengandung nilai karakter. Berikut ini

merupakan salah satu contoh hasil kreativitas anak yang menggambarkan nilai

kekeluargaan dan persaudaraan (persatuan) yaitu Tini dan keluarganya makan

bersama setelah upacara ruwatan selesai dilakukan.

Gambar 4.5 Hasil Kreativitas Anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

97

c. Prototipe disusun dalam bentuk buku cerita

Sebagian besar anak usia sekolah dasar masih senang membaca buku

cerita, apalagi buku cerita yang bergambar. Buku cerita bergambar dapat

membantu anak untuk dapat dengan mudah memahami makna upacara ruwatan,

tata cara upacara ruwatan, dan tujuan dilakukannya upacara ruwatan. Selain itu,

anak juga dapat mengambil nilai-nilai pendidikan karakter yang terdapat di dalam

cerita tersebut. Peneliti menyusun prototipe buku cerita anak dalam bentuk buku

cerita bergambar tentang ruwatan. Buku cerita bergambar tersebut dapat

diggunakan untuk memfasilitasi pemahaman anak tentang ruwatan yang berkaitan

dengan pendidikan karakter kebangsaan.

d. Produk disusun sesuai dengan tahap perkembangan anak usia 9-10 tahun

Anak usia sekolah dasar masih senang bermain, bergerak, berlari,

membaca, menulis, dan terlibat langsung dalam setiap aktivitas yang dilakukan

(Desmita, 2009: 35-36). Menurut Piaget dalam Santrock (2011: 27) pada usia 9-10

tahun, anak mulai berpikir logis dan melibatkan objek-objek dalam aktivitasnya

dan anak mulai dapat memecahkan masalah yang ada. Oleh sebab itu, peneliti

menyusun prototipebuku cerita bergambar mengenai tradisi ruwatan yang di

dalamnya berisi cerita yang berupa gambaran dari objek atau benda-benda asli dan

kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan sekitar anak. Dengan membaca

prototipe buku cerita bergambar yang peneliti buat, anak bisa mengimajinasikan

peristiwa yang terjadi di dalam cerita sesuai dengan tahap perkembangannya.

4.3 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN PROTOTIPE

Melalui validasi dan uji coba prototipe, peneliti mendapatkan masukan

tentang prototipe buku cerita bergambar yang dikembangkan. Data tersebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

98

membantu peneliti untuk dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan prototipe

yang peneliti kembangkan. Berikut ini akan dijelaskan kelebihan dan kelemahan

prototipe buku cerita bergambar “Ruwatan” dalam konteks pendidikan karakter

kebangsaan.

4.3.1 Kelebihan Prototipe

a. Prototipe buku cerita bergambar terdiri dari 16 gambar yang bercerita

tentang proses kegiatan tradisi ruwatan.

b. Prototipe buku cerita bergambar memuat informasi tentang ruwatan

yang disajikan dalam bentuk cerita bergambar yang berkaitan dengan

nilai-nilai karakter kebangsaan.

c. Enam belas gambar di dalam prototipe buku cerita bergambar dapat

memotivasi anak untuk mengembangkan daya imajinasinya dan

mewujudkan nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan.

d. Isi cerita tradisi ruwatan mudah dipahami anak oleh anak usia 9-10

tahun.

e. Meningkatkan kebiasaan gemar membaca pada anak.

f. Meningkatkan daya imajinasi anak.

g. Melatih motorik halus.

h. Harga prototipe buku cerita bergambar tradisi ruwatan mudah

dijangkau oleh guru maupun anak-anak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

99

4.3.2 Kelemahan Prototipe

a. Jenis huruf yang digunakan dalam cerita kurang menarik untuk anak

usia 9-10 tahun.

b. Ukuran huruf dalam prototipe buku cerita bergambar masih terlalu

kecil.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

BAB V

PENUTUP

Bab V ini akan memaparkan tentang (1) kesimpulan, (2) keterbatasan

penelitian, dan (3) saran. Berikut ini adalah penjelasannya.

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil prototipe pengembangan buku cerita anak tentang

ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

5.1.1 Langkah-langkah pengembangan prototipe buku cerita anak tentang

ruwatan dalam konteks pendidikan karakter kebangsaan mengadopsi enam

langkah menurut Sugiyono yaitu: (1) potensi dan masalah, (2)

pengumpulan data, (3) desain prototipe, (4) validasi prototipe, (5) revisi

prototipe, dan (6) uji coba prototipe.

5.1.2 Kualitas prototipe buku cerita anak tentang ruwatan dalam konteks

pendidikan karakter kebangsaan mendapatkan skor 31 dari seorang ahli

sastra dan bahasa dengan item yang dinilai berjumlah 9 item. Kemudian

dicari rata-ratanya dengan cara skor yang didapatkan oleh ahli : jumlah

item, yaitu 31: 9 sehingga mendapat rata-rata 3,44 yaitu sangat baik dan

layak diujicobakan.

5.2 KETERBATASAN PENELITIAN

Produk yang dikembangkan peneliti mempunyai beberapa keterbatasan,

diantaranya sebagai berikut.

100

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

101

5.2.1 Prototipe buku cerita anak hanya divalidasi oleh seorang validator dengan

latar belakang sastra dan bahasa, tidak melibatkan validator yang

memahami tradisi Jawa.

5.2.2 Tradisi Jawa yang termuat dalam prototipe buku cerita anak yang peneliti

buat terbatas pada tradisi ruwatan saja.

5.3 SARAN

Saran untuk peneliti yang akan mengembangkan produk berupa buku

cerita bergambar adalah sebagai berikut ini.

5.3.1 Prototipe buku cerita anak tentang ruwatan sebaiknya divalidasi oleh dua

orang validator dengan latar belakang sastra dan bahasa, serta yang

memahami tradisi Jawa.

5.3.2 Tradisi Jawa yang termuat dalam prototipe buku cerita anak sebaiknya

ditambahkan, sehingga tidak hanya tradisi ruwatan saja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

DAFTAR REFERENSI

Ahmadi, Rulam. (2014). PENGANTAR PENDIDIKAN Asas & Filsafat

Pendidikan. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Albiladiyah, Ilmi S dan Gatut Murniatmo. (1981). Risalah Sejarah dan Budaya.

Yogyakarta: Departemen Pndidikan dan Kebudayaan.

Arif, Choirul. (2013). Makna Simbolik Ruwatan Cukur Rambut Gembel Di Desa

Dieng Kejajar Wonosobo. Jurnal tidak dipublikasikan.

Bratawidjaja, Thomas Wiyasa. (1988). Upacara Tradisional Masyarakat Jawa.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Darmoko. (2002). Ruwatan: Upacara Pembebasan Malapetaka Tinjauan

Sosiokultural Masyarakat Jawa. Depok. VOL. 6, NO. 1.

Desmita. (2009). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Herawati, Nanik. (2010). Mutiara Adat Jawa. Klaten: PT Macanan Jaya

Cemerlang.

HP, Harjana. (2006). Cara Mudah mengarang Cerita Anak-anak. Jakarta: PT

Gramedia Widiasarana Indonesia.

Kementerian Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat

Kurikulum. (2010). Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi

Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya

Saing dan Karakter Bangsa.

Kesuma, Dharma, dkk. (2011). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di

Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Kurniawan, Heru. (2013). Menulis Kreatif Cerita Anak. Jakarta Barat: @kademia.

Megawangi, Ratna. (2004). Pendidikan Karakter; Solusi yang Tepat untuk

Membangun Bangsa. Bogor: Indonesia Haritage Foundation.

Nuryanti, Lusi. (2008). Psikologi Anak. Klaten: PT Macanan Jaya Cemerlang.

Purwadi. (2005). Upacara Tradisional Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Salim, Yenny dan Peter Salim. (1991). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer.

Jakarta: Modern English Press.

102

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

103

Samani, Muchlas dan Hariyanto. (2013). Konsep dan Model Pendidikan Karakter.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Santrock, John W. (2012). Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit

Erlangga.

Sudiati, Vero dan Widyamarta. (1995). Kiat Menulis Cerita. Yogyakarta: Yayasan

Pustaka Nusatama.

Sudiati, Vero dan Widyamartaya A. (1995). Kiat Menulis Cerita. Yogyakarta:

Yayasan Pustaka Nusatama.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sukmadinata, Nana Syaodih. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. PT Remaja

Rosdakarya offset. Bandung.

Sulistyobudi, Noor, dkk. (2013). Upacara Adat. Yogyakarta: Balai Pelestarian

Nilai Budaya (BPNP).

Suyadi. (2013). Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Syah, Muhibbin. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Syaodih, Nana. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Wattie, Anna Marie, dkk. (2012). Pendidikan Karakter Berbasis Pendidikan Seni

Budaya Tingkat Sekolah Dasar di Kota Malang, Jawa Timur. Daerah

Istimewa Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya.

Wening, Sri. (2012). Pembentukan Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Nilai.

Yogyakarta. Jurnal tidak dipublikasikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

104

Widoyoko, Eko Putro. (2012). Teknik penyusunan Instrumen Penelitian.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yana. (2012). Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Bintang

Cemerlang.

Yusuf, Syamsu dan Nani Sugandhi. (2011). Perkembangan Peserta Didik.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

LAMPIRAN

105

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

106

Lampiran 1. Hasil Wawancara

Lusi, Nopa, dan Pia (Anak-anak)

Berdasarkan wawancara di kota Yogyakarta kepada tiga orang anak tentang

tradisi ruwatan hasilnya adalah memprihatinkan. Ketiga anak itu sama sekali tidak

tahu mengenai ruwatan. Anak-anak tersebut bahkan belum pernah mendengar

istilah dari ruwatan itu sendiri. Mereka justru mengembalikan pertanyaan yang

peneliti lontarkan. Anak itu bertanya ruwatan itu apa, untuk apa, dan bagaimana.

Sugin (Orang tua)

Berdasarkan hasil wawancara kepada Ibu Sugin, beliau tahu tentang tradisi

ruwatan tetapi tidak tahu ketika ditanya mengenai proses yang dilakukan pada

saat upacara Ruwatan. Selain itu, Bu Sugin juga tidak mengetahui ketika saya

bertanya tentang nilai-nilai yang terkandung dalam ruwatan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

107

Lampiran 2. Surat Ijin Melakukan Penelitian di SD Negeri Nanggulan

Maguwoharjo, Yogyakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

108

Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di SD Negeri

Nanggulan Maguwoharjo, Yogyakarta

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

109

Lampiran 4. Hasil Analisis Data Kuisioner Pra Penelitian Untuk Anak

Kode

Proband

us

Nomor Pertanyaan Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 7 2 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 8 3 0 1 1 1 0 0 0 0 1 1 1 0 6 4 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8 5 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 8 6 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 9 7 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 8 8 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 8 9 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 8 10 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 8 11 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 9 12 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 6 13 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 7 14 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 7 15 0 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 8 16 0 1 0 1 1 0 0 0 1 0 1 1 6 17 0 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 8 18 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 10 19 0 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9 20 0 1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 8 21 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 10 22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 23 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9 24 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 9 25 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 10 26 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 10 27 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 6 28 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 0 1 6 29 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 9

Jumlah 5 28 19 27 19 17 22 17 22 21 24 16

% 17 97 66 93 66 59 76 59 76 72 83 55

Keterangan:

Kode Probandus = jumlah sample anak

1 = jawaban “ya”

0 = jawaban “tidak”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

110

Lampiran 5. Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Prototipe Berupa Refleksi untuk

Anak

Kode

Probandus

Nomor Pertanyaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1

2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

6 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1

7 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1

8 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1

9 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1

10 0 0 0 1 0 0 0 1 1 1

11 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1

12 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1

13 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0

14 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0

15 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0

16 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0

17 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0

18 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0

19 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0

20 0 1 0 0 0 1 1 1 1 0

21 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0

22 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1

23 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1

24 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1

25 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1

26 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1

27 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1

28 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1

Jumlah 22 18 21 21 23 23 25 26 26 19

Keterangan:

Kode Probandus = jumlah sample anak

1 = jawaban “ya”

0 = jawaban “tidak”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

111

Lampiran 6. Hasil Refleksi Anak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

112

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

113

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

114

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

115

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

116

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

117

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

118

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

119

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

120

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

121

Lampiran 7. Dokumentasi Uji Coba Prototipe

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: PENGEMBANGAN PROTOTIPE BUKU CERITA ANAK TENTANG · anak tidak mengerti ruwatan sebagai tradisi Jawa untuk sarana pembebasan, 41% anak tidak tahu peran dalang dalam tradisi ruwatan,

122

BIODATA PENELITI

Theresia Dian Nofitri, lahir di Metro, 1 September 1994.

Peneliti masuk Sekolah Dasar pada tahun 2000 di SD

Negeri 2 Simbarwaringin dan lulus tahun 2006. Pada

tahun 2006-2009 peneliti menyelesaikan jenjang

Pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Kristen 1

Metro, Lampung. Kemudian peneliti melanjutkan ke

Sekolah Menengah Atas pada tahun 2009-2012 di SMA Kristen 1 Metro,

Lampung. Pada tahun 2012 peneliti melanjutkan studi ke Program Studi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti juga pernah mengikuti beberapa seminar, workshop, dan kepanitiaan.

Seminar, workshop, dan kepanitiaan yang pernah diikuti penulis antara lain: (1)

PPKM I dan II; (2) Kursus Mahir Dasar Pramuka (KMD); (3) Sie Acara dan

Liturgi Perayaan Pekan Suci 2013; (4) Sie Pendamping Kelompok Insipro 2013

dan 2014; (5) Story Telling and Writing Contest.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI