Upload
vivi-nurul-shovia
View
33
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Geografi Politik
Citation preview
Review
Pengenalan Geograpi Politik – Ruang, Tempat dan Politik
“ An Introduction to Political Geography – Space, Palce, and Politics. “
Vivi Nurul Shovia – 1006679365
Pengertian Geografi Politik
Gambaran Geografi dan politik dapat dilihat dari isu-isu kontemporer abad
pertengahan, dimana semuanya melibatkan interaksi “politik” dalam artian yang luas dan
“geografi” yang diwakili oleh tempat, wilayah dan variasi spasial. dimana dalam dua hal
inilah simpangan antara politik dan geografi.
Terdapat beberapa pendekatan untuk mendefinisikan lingkup geografi politik.
Menurut Alexander 1963, Piala 1955) Geografi politik adalah ilmu yang mempelajari unit
teritorial politik, perbatasan, dan bagian-bagian administrasi. Dan menurut ( Burnett dan
Taylor 1981; Kasperson dan Minghi 1969 ) Geografi politik merupakan ilmu mengenai
proses politik, dengan memberi penekanan pada pengaruh geografis dan akibatnya serta
penerapan analisis spasial. kedua definisi tersebut mencerminkan pengaruh pendekatan
teoritis yang lebih luas pada geografi secara keseluruhan – geografi regional dan ilmu spasial.
Pada tiga pendekatan tersebut menyatakan bahwa geografi polik harus didefinisikan dalam
konsep kunci yang pada umumnya diidentifikasikan sebagai wilayah dan negara (Cox, 2002).
Pendekatan satu ini berusaha untuk mendefiniiskan geografi politik dengan lebih terbuka dan
inklusif, John Agnew mendefinisikan geografi politik sebagai ilmu tentang bagaimana politik
diinformasikan oleh geografi (agnew at al, 2003), kemudian Joe Painter (1995) menjelaskan
geografi politik sebagai “discourse” atau tubuh pengetahuan yang menghasilkan pemahaman
tertentu tentang dunia, ditandai dengan debat internal, perubahan adopsi ide-ide baru, dan
batas yang dinamis. Menurut penulis, geografi politik adalah sebuah cluster kerja dalam
ilmu-ilmu sosial yang terlibat dengan beberapa persimpangan politik dan geografi yang
diimajikan sebagai konfigurasi segitiga.
Gambar disamping adalah segitiga yang
terdiri dari kekuasaan(power), politik dan kebijakan.
Kekuasaan merupakan penopang dua hal lainnya,
seperti yang dikatakan Bob Jessop “ jika uang membuat dunia ekonomi berputar, maka
kekuasaan adalah media politik”. Politik adalah serangkaian proses yang terlibat dalam
mencapai, melatih, dan menolak kekuasaan dari fungsi negara untuk menentukan
peperangan. Kebijakan adalah hasil yang diharapkan, kekuasaan yang memungkinkan
seseorang untuk mencapai, dan politik adalah tentang berada pada posisi yang dapat
dilakukan. Interaksi ketiga entitas merupakan perhatian ilmu politik. Sedangkan geografi
politik adalah tentang interaksi entitas tersebut dan segitiga ruang, tempat dan wilayah.
Dalam segitiga ini, ruang merupakan objek inti geografi. Tempat adalah titik tertentu dalam
ruang, sedangkan wilayah lebih formal untuk menentukan dan membatasi ruang,
digambarkan dengan identitas dan karakter teertentu. Geografi politik mengakui bahwa enam
entitas yang telah disebutkan pada hakekatnya saling terkait.
Sejarah Geografi Politik
Sejarah Geografi Politik dapat dibagi menjadi tiga era ; era kekuasaan ekhir abad 19 –
PD II, era marjinalisasi dari 1940-1970 an, dan era kebangkitan dari akhir 1970 an dan
seterusnya.
Jerman modern menjadi negara kesatuan hanya pada tahun 1871 dibawah pimpinan prusia ambisius dalam dekade akhir abad ke-19 untuk membuat dirinya sebagai “kekuatan besar” sejajar dengan inggris, perancis, austria-hungaria dan rusia. Namun jerman dibatasi sebagian besar karna terkurung oleh daratan, berlokasi di tengah eropa yang membatasi untuk memperluas teritori. Hubungan antara wilayah dan kekuasaan merupakan keperihatinan bagi jerman. Friedich Ratzel tertarik untuk pembenaran kasus invasi wilayah jerman. Ratzel mengadopsi teori evolusi darwin, terpengaruh oleh variasi sosial darwinisme yang dikenal sebagai neo-lamarckisme yang menyatakan bahwa evolusi yang terjadi pada spesies dipengaruhi oleh lingkungan mereka bukan karena kebetulan. Menerjemahkan konsep tersebut pada ranah politik, ratzel berpendapat bahwa negara dapat dipahami sebagai sebuah organisme hidup yang memerlukan jumlah wilayah yang mendatangkan makanan. Wilayah ini disebut Lebensraum atau ruang hidup organisme tertentu. Ratzel berpendapat bahwa negara mengikuti hukum perkembangan sebagai unit biologis dan ketika lebensarium suatu negara tidak cukup misal karena pertumbuhan penduduk, negara membutuhkan wilayah baru untuk menciptakan yang baru, lebih besar, lebensraum. Dengan demikian ia menjelaskan bahwa negara dalam perkembangannya harus memperluas wilayahnya dengan menganeksasi wilayah paling kecil, dalam memperluas negara berusaha untuk mendapatkan posisi politik yang penting, ekspansi teritori, menyebar dari negara ke negara dan mengintesifkan, sehingga peningkatan perang tak terelakan.
Hartshorne (1950 ) mempromosikan ' pendekatan fungsional ', dia berargumen bahwa beografi politik bukan peduli hanya dengan membentuk strategi politik melainkan dengan
menggambarkan dan menganalisis dinamika internal (komunikasi dan perbedaan etnis, gagasan negara dan konsep ‘bangsa’, dll) dan fungsi eksternal negara(teritori, ekonomi, diplomatik, strategi antar negara, dll).
Geografi politik seperti yang dilakukan dalam langsung pasca - Perang Dunia II periode karena memiliki sedikit demi cara identitas yang berbeda yang terpisah dari mainstream geografi regional , dan menjadi sebagian besar terpaku pada teritorial negara sebagai obyeknya analisis .
Masa Depan Geografi Politik
Pada saat yang sama status geografi politik ditantang dalam arti luas bahwa banyak penelitian geografi politik tetapi bukan dilakukan oleh geografi politik. (Cox 2003 ; Flint 2003). Seperti peneltian politik budaya dan geografi dilakukan oleh geografi budaya, kewarganegaraan dan geografi oleh geografi sosial, pemerintahan, regulasi dan negara oleh ilmu ekonomi, geografi perkotaan, sosiologi dan ilmuan politik. Hal ini menghasilkan perdebatan tentang arah masa depan geografi politik sebagai subdisiplin ilmu pada konferensi asosiasi geografer amerika di los angles, 2000. Flint mengungkapkan bahwa sementara geografi politik berada dalam institusi yang baik, namun ternyata masih kurangnya koherensi dan ketidakpastian arah. Flint mengidentifikasi ketidakpastian politik bersama dilema apakah geografi politik harus berkonsentrasi pada politik dengan “P” besar atau “p” kecil? Politik p kecil bisa berupa politik identitas, lingkungan, pasca-kolonialisme. Sedang semuanya berada pada perbdedaan antara politik lama negara dan hubungan geopolitik, ini dianggap sebagai politik P besar. Flint mengatakan pengetahuan tentang politik dibutuhkan untuk memahami kontemporer dunia, dan koherensi yang bisa dipertahankan untuk geografi politik dengan berfokus pada struktur spasial yang berbeda sebagai produk politik dan area yang membatasi tindakan politik. Flint juga mencatat bahwa banyak penelitian baru tentang geografi politik “p” kecil dilakukan oleh individu yang tidak mengantongi kartu geografi politik yang akhirnya menambahkan kekhawatiran tentang batas-batas disiplin ilmu ini. Secara umum, debat menghasilkan tiga kemungkinan jalur untuk masa depan geohpolitik, 1) konsentrasi, geografi politik akan kembali fokus pada kunci konsep tradisional seperti negara atau wilayah, kembali pada definisi esensial sub-disiplin dan menetapkan batas tegas yang membedakannya dari geografi budaya, geografi ekonomi dan lainnya. 2) ekspansi, dinamisme dan keragaman penelitian serta proaktif mencari objek studi baru sebagai bagisn dari post-disiplin geografi politik. 3) jalur sebagai penghubung, penempaan koneksi intelektual baru seperti studi tentang konflik dan perdamaian, ekologi politik, geografi feminis.
Daerah dan Teritori
State atau Negara merupakan suatu organisasi yang memiliki batasan dan merupakan
kumpulan dari komunitas manusia. Menurut Max Weber, seorang ilmuwan sosialis,
mengatakan bahwa “State” merupakan “komunitas manusia” yang secara sukses mengklaim
monopoli legitimasi dari kekuatan fisik dalam sebuah batas territorial (Gerth and Mills 1970).
Michael Mann (1984) berpendapat bahwa definisi dari Negara itu sendiri harus terdiri dari
beberapa elemen yang berbeda, diantaranya;
1. Satuan institusi dan anggota yang berkaitan
2. Memiliki fungsi sentralitas
3. Memiliki batasan teritori
4. Memiliki kekuasaan mutlak dalam membuat peraturan
Definisi Negara akan berbeda-beda bergantung dari sudut pandang serta bidang ilmu
apa yang menjadi dasar dari defenisi tersebut. Bidang ilmu Geografi juga memiliki sudut
pandang dan pengertian tersendiri terhadap sebuah Negara atau “state”. Selain memiliki sudut
pandang tersendiri, bidang ilmu Geografi juga memiliki peran tersendiri dalam artian sebuah
Negara. Setidaknya ada tiga hal yang dapat diperoleh dari prespektif Geografi dalam
kaitannya dengan Negara. Pertama, bidang ilmu geografi dapat memberikan gambaran jelas
mengenai fakta bahwa Negara memiliki perbedaan dari setiap region, khususnya untuk skala
yang besar (skala global). Kedua, ilmu Geografi dapat menunjukkan perbedaan effek dari
kebijakan yang diterapkan pada region-region yang berbeda dalam satu Negara. Kemudian
yang ketiga, ilmu Geografi dapat membantu dalam memahami makna Negara itu sendiri dari
segi batasan teritori kedaulatan.
Pada pembahasan Negara dan Teritori, focus utama bahasannya mengenai perubahan
makna Negara dari waktu ke waktu. Proses perubahan tersebut dimulai dari proses
konsolidasi Negara. Menurut Charles Tilly (1975, 1990), proses konsolidasi tersebut terlihat
dengan jelas pada wilayah Eropa, sekitar tahun 1500 hingga seterusnya, dimana masa
tersebut dikenal dengan masa modern. Pada saat itu, bentuk Negara mulai terkonsolidasi
menjadi bentuk yang ada seperti saat ini. Makna “konsolidsi” menurul Charles, merupakan
proses sebuah Negara pada masa tersebut menjadi “territory defined”, memiliki batasan
territorial sebagai batasan Negara, serta memiliki fungsi sentralisasi dan kekuasaan dalam
mengatur wilayahnya berdasarkan batas teritori tersebut.
Selanjutnya mengenai teritorialiasasi sebuah Negara. Salah satu konsekuansi utama
akibat dari konsolidasi selama era modern di Eropa, adalah semakin meningkatnya jumlah
tempat – tempat yang mengalami konflik mengenai perbatasan antar Negara. Dalam hal ini,
kekuasaan territorial memiliki peranan kunci dalam indeologi konstitusi serta bentuk
kekuasaan fisik suatu negara untuk setiap negara – negara modern. Dengan kata lain, sebuah
Negara harus menjaga dan mengatur batas dan wilayah teritorialnya untuk menjaga kesatuan
negara tersebut, dalam hal batasan negara. Hendrik Spruyt (1994), mengatakan bahwa pada
era modern di Eropa, terjadi perubahan bentuk teritori. Setidaknya ada tiga bentuk teritori
yang berkembang di Eropa selama era modern. Pertama adalah bentuk “city-state”, yaitu
bentuk negara yang berkembang melalui kota, seperti Florence dan Genoa, kemudian bentuk
“extensive empires” seperi Holi Roman Empire, yang merupakan negara dengan batasan
territorial yang sangat luas. Sedangkan yang ketiga adalah “medium-sized state”, yang
merupakan Negara dengan ukuran territorial sedang, tidak terlalu besar ataupun kecil,
contohnya Inggris dan Prancis. Ketiganya memilki karakteristik tersendiri, berdasarkan
kelebihan dan kekurangannya.