12
Pengertian budaya k 3 Kita seringkali mendengar istilah bahaya dan risiko di tempat kerja. Namun, terkadang kita sering mengabaikan hal tersebut lantaran itu hanya sebuah potensi yang belum tentu terjadi dalam diri kita. Secara harfiah, pengertian bahaya dapat diartikan sebuah potensi yang muncul dari aktivitas atau kegiatan manusia yang berinteraksi dengan mesin maupun lingkungan yang dapat menimbulkan kerugian, baik secara material maupun non material. Sedangkan, risiko merupakan besar kecilnya kemungkinan potensi bahaya tersebut terjadi. Dalam sistem Manajemen K3, bahaya dan risiko dari aktivitas pekerjaan itu menjadi parameter utama. Bukan hanya untuk diidentifikasi dan melakukan penilaian terhadap potensi- potensi. Bahkan kita perlu melakukan tindakan pencegahan untuk menghilangkan potensi dan risiko yang muncul di tempat kerja. Tentunya, menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan selamat menjadi tujuan akhir dari penerapan sistem. Secara umum, industri melakukan pengklasifikasian bahaya berdasarkan proses dan aktiviitas yang ada di lingkungan kerja. Kategori bahaya yang ada di tempat kerja yakni terdiri dari bahaya fisika, bahaya mekanik, bahaya kimia, bahaya biologis, bahaya ergonomis dan lainnya. Pengkategorian ini, untuk mempermudah kita dalam melakukan tindakan pengendalian, yakni dengan melakukan pengendalian merekayasa mesin atau alat, pengaturan secara administratif, bahkan yang paling sering dilakukan yakni dengan melindungi manusianya dengan alat pelindung. Setiap industri, melakukan semuanya itu dengan sistematis. Merancang program-program denganpanduan sistem manajemen K3, bahkan hingga melakukan sertifikasi dengan OHSAS 18001. Namun, kita masih sering mendengar kecelakaan kerja dan angka kesakitan dalam dunia kerja terjadi. Ironisnya lagi, masih ada kejadian-kejadian yang muncul bukan dari aktivitas yang memiliki risiko besar. Justru aktivitas-aktivitas berisiko kecil yang sering terjadi.

Pengertian Budaya k 3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengertian Budaya k 3

Pengertian budaya k 3

Kita seringkali mendengar istilah bahaya dan risiko di tempat kerja. Namun, terkadang kita sering mengabaikan hal tersebut lantaran itu hanya sebuah potensi yang belum tentu terjadi dalam diri kita. Secara harfiah, pengertian bahaya dapat diartikan sebuah potensi yang muncul dari aktivitas atau kegiatan manusia yang berinteraksi dengan mesin maupun lingkungan yang dapat menimbulkan kerugian, baik secara material maupun non material. Sedangkan, risiko merupakan besar kecilnya kemungkinan potensi bahaya tersebut terjadi.

Dalam sistem Manajemen K3, bahaya dan risiko dari aktivitas pekerjaan itu menjadi parameter utama. Bukan hanya untuk diidentifikasi dan melakukan penilaian terhadap potensi-potensi. Bahkan kita perlu melakukan tindakan pencegahan untuk menghilangkan potensi dan risiko yang muncul di tempat kerja. Tentunya, menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan selamat menjadi tujuan akhir dari penerapan sistem.

Secara umum, industri melakukan pengklasifikasian bahaya berdasarkan proses dan aktiviitas yang ada di lingkungan kerja. Kategori bahaya yang ada di tempat kerja yakni terdiri dari bahaya fisika, bahaya mekanik, bahaya kimia, bahaya biologis, bahaya ergonomis dan lainnya.  Pengkategorian ini, untuk mempermudah kita dalam melakukan tindakan pengendalian, yakni dengan melakukan pengendalian merekayasa mesin atau alat, pengaturan secara administratif, bahkan yang paling sering dilakukan yakni dengan melindungi manusianya dengan alat pelindung.

Setiap industri, melakukan semuanya itu dengan sistematis. Merancang program-program denganpanduan sistem manajemen K3, bahkan hingga melakukan sertifikasi dengan OHSAS 18001. Namun, kita masih sering mendengar kecelakaan kerja dan angka kesakitan dalam dunia kerja terjadi. Ironisnya lagi, masih ada kejadian-kejadian yang muncul bukan dari aktivitas yang memiliki risiko besar. Justru aktivitas-aktivitas berisiko kecil yang sering terjadi.

Perlu kita sadari, memang suatu hal yang sangat sulit untuk menciptakan nihil angka kecelakaan kerja maupun angka kesakitan kerja. Akan tetapi, bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Intinya, kita bukan hanya sekedar mengenalkan bahaya serta tindakan pengendaliannya kepada pekerja. Namun, kita perlu memastikan pekerja tersebut benar-benar memahami betul hingga menjadikan suatu kebiasaan bahkan menjadi suatu budaya dalam dirinya.

Kebiasaan-kebiasaan bersikap dan berperilaku aman,sehat dan selamat memang tidak mudah untuk dilakukan. Hal ini merupakan suatu karakter yang mesti dibentuk dalam diri pekerja. Bukan hanya untuk ditempat kerja saja, dalam setiap aktivitas kehidupan, baik di rumah, di jalan dan dimanapun terdapat aktivitas atau kegiatan dilakukan.

Page 2: Pengertian Budaya k 3

Pemerintah Indonesia telah mencanangkan “Indonesia berbudaya K3 di tahun 2015”. Pencanangan ini merupakan suatu tantangan besar bagi kita semua. Jika, disebutkan “Indonesia berbudaya K3” berati bukan hanya penerapan K3 untuk dunia kerja. Melainkan penerapan ini berlaku untuk setiap aktivitas manusia indonesia secara umum. Di rumah, di pasar, di jalan, di tempat wisata, dan di mana pun setiap aktivitas itu dilakukan.

Perlu kita sadari, pencanangan pemerintah tentang Indonesia berbudaya K3 hanya berfokus pada tempat kerja. Kita masih seringkali melihat tindakan-tindakan tidak aman di jalan. Contoh kecil yang sering dilakukan adalah menelpon saat mengemudi atau mengendarai kendaraan bermotor. Pencanangan ini akan lebih efektif dimulai dari lingkungan kecil di rumah, lingkungan pendidikan dasar seperti taman kanak-kanak, sekolah dasar. Membangun karakter atau budaya akan lebih mudah dilakukan dengan  dimulai sejak dini. Menanamkan filosofi hidup sehat, aman dan selamat kepada calon-calon generasi mendatang. Bukan hanya mengenalkan bahaya dan risiko yang ada saja. Akan tetapi menanamkan filosofi agar kita semua lebih peka terhadap bahaya dan risiko.

Pencanangan ini tugas kita bersama. Kita dapat memulai dari diri kita sendiri, mulai dari hal terkecil, dan dimulai dari sekarang. Semoga kita dapat mewujudkan “Indonesia berbudaya K3” kelak.

Membentuk budaya k 3 di perusahaan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu bentuk upaya untuk mencapai situasi perusahaan, dimana pegawai di dalamnya merasa sehat, dan merasa aman dari suatu Bahaya maupun Risiko yang muncul. Dapat dikatakan pula, tujuan akhir dari suatu program K3 di perusahaan adalah tidak adanya angka Kecelakaan kerja, bahkan hingga tidak adanya angka kesakitan akibat kerja di dalam perusahaan.

Menurut Maslow, di dalam teori hirarki kebutuhan menjelaskan bahwa Kesehatan dan juga keselamatan merupakan suatu kebutuhan yang paling mendasar. Namun, terkadang hal yang kita butuhkan tidak semuanya terpenuhi. Apalagi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat abstrak seperti halnya Kesehatan dan juga keselamatan yang memang belum terjadi.

Seseorang akan cenderung memahami, jika orang tersebut mengalaminya sendiri. Hal ini yang seringkali menjadi permasalahan utama dalam suatu program K3 di perusahaan. Para petugas K3 perusahaan, sering bahkan tidak pernah bosan menjelaskan tentang Bahaya dan Risiko. Namun, jika di perusahaan yang memang belum pernah mengalami Terpapar oleh

Page 3: Pengertian Budaya k 3

Bahaya dan Risiko tersebut, cenderung mengabaikan. “Toh, hal tersebut belum pernah terjadi pada diri saya”. Kalimat tersebut yang sering muncul.

Hal tersebut menjadi sebuah dilemma bagi petugas K3 yang ada. Pada akhirnya, disatu sisi memang suatu kewajiban dari perusahaan, dilain sisi terkadang petugas K3 kesal dengan ungkapan-ungkapan tersebut. Kondisi seperti ini memang tidak terjadi di semua perusahaan, apalagi untuk perusahaan besar yang memang K3 itu sudah menjadi prioritas utama. Segala sesuatu Aktivitas, Selalu dilihat dari aspek keselamatan dan juga Kesehatan pekerjanya maupun asset perusahaan yang ada. Ini yang dinamakan perusahaan yang memiliki karakter yang kuat dalam K3. Ini bukan suatu proses yang singkat atau mudah dilakukan. Justru ini hal tersulit dilakukan dalam mengimplementasikan K3 di perusahaan.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, tempramen, watak” . Karakter berasal dari bahasa Yunan yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang memiliki tindakan tidak baik berkarakter jelek . Sebaliknya orang yang Berperilaku baik disebut dengan berkarakter baik.

Karakter ini merupakan sifat bawaan, atau suatu sikap maupun perilaku yang di bentuk sejak kecil. Namun, permasalahan yang muncul adalah Apakah setiap Pekerja yang ada di perusahaan kita memiliki karakter baik? Atau malah para Pekerja kita terdiri orang yang memiliki karakter jelek, seperti halnya cuek, tidak peduli, dan bersifat acuh terhadap orang lain? Semua itu kembali lagi ke visi misi dari sebuah perusahaan, baik secara umum perusahaan maupun visi misi pribadi dari pemilik perusahaan atau pengelola perusahaan. Tidak jarang kita menemui, perusahan yang menjadikan program K3 menjadi suatu formalitas untuk mempermudah mendapatkan tender atau meningkatkan image perusahaan di mata customer. Bukan suatu hal yang sulit, jika kita Membentuk suatu perusahaan yang berkarakter K3 positif, dengan Kondisi-kondisi di atas. Semuanya kembali kepada Komitmen perusahaan maupun personal di dalamnya.

Seperti kita ketahui bersama program K3, merupakan suatu program untuk membentuk sikap maupun perilaku Pekerja yang aman dan sehat. Untuk mencapai sikap dan perilaku yang sehat, selamat dan aman ini saat ini dipermudah dengan adanya suatu sistem Manajemen K3 (SMK3) atau dengan adanya sertifikasi OHSAS 18001 dengan Sistem Manajemen K3. Secara normative di bahas di dalam PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3, pasal 1 menjelaskan SMK3 adalah bagian dari sistem Manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian pengkajian, dan pemeliharaan Kebijakan keselamatan dan Kesehatan kerja dalam rangka pengendalian Risiko

Page 4: Pengertian Budaya k 3

yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempa kerja yang aman, efisien dan produktif.

Dalam sistem SMK3 di jelaskan hal yang pertama kali dilakukan adalah membangun sebuah komitmen serta tanggung Jawab bersama terhadap Kesehatan dan keselamatan kerja, terutama bagi pimpinan perusahaan. Komitmen dan tanggung Jawab ini merupakan penekanan awal dalam pembentukan karakter. Jika suatu pimpinan perusahaan berkomitmen terhadap K3, maka jika melihat atau mendengar suatu laporan adanya pelanggaran maka pimpinan ini mesti mengambil sikap dan tindakan yang tegas. Sikap dan perilaku pimpinan pun dapat menjadi contoh bagi setiap karyawan. Ini yang dinamakan pembentukan karakter, seperti anak kecil yang akan Selalu meniru kedua orang tuanya. Setiap ucapan, maupun tindakan ayah dan ibunya yang kelak menjadi sikap dan perilaku si anak tersebut.

Seseorang cenderung akan mencontoh orang yang memiliki power kuat, memiliki pengaruh yang besar, dan dapat dijadikan role model. Hal ini, dapat dilakukan dengan penekanan dari pimpinan perusahaan bagi para atasan, manajer atau level supervisor. Untuk Selalu, memberikan contoh sikap dan perilaku yang aman, sehat dan selamat kepada anak buahnya.Kemudian, di dalam SMK3 juga terdapat klausul yang menjelaskan mengenai implementasi atau penerapan program K3. Salah satu bagian dari program, adalah dengan adanya pengembangan dan Pelatihan bagi karyawan terutama terkait aspek K3 di perusahaan. Program ini yang akan mengedukasi karyawan, memberikan pengetahuan yang cukup sehingga tersimpan dalam benak karyawan tentang aspek K3 tersebut.

Di dalam klausul implementasi, terdapat juga program Komunikasi dan Promosi K3. Para atasan menyampaikan kepada bawahannya tentang aspek Bahaya dan Risiko yang ada di tempat kerja. Hal ini terkesan sangat membosankan. Akan tetapi, ini penting untuk Selalu disampaikan kepada pekerja. Agar Pekerja akan Selalu ingat, dan bahkan dapat mengingatkan rekan kerja jika terdapat penyimpangan atau ketidaksesuaian. Ini yang biasa disebut dengan toolbox meeting atau safety talk yang disampaikan setiap hari.Kemudian, promosi K3 secara regular dilakukan agar Pekerja dapat Selalu ingat dan lebih memahami tentang aspek-aspek K3 yang disampaikan. Bentuk promosi K3 dapat dilakukan dengan visualisasi atau gambar. Seperti poster, Spanduk, banner, pamflet, sticker, dan lain-lain. Bentuk promosi juga dapat dilakukan dengan suatu program yang menarik, seperti dibuatkan lomba, kuis, dan bentuk program lainnya. Intinya, petugas K3 melakukan sosialisasi dan promosi-promosi yang menarik agar Pekerja lebih memiliki awareness yang tinggi terhadap aspek K3.Pada pelaksanaannya memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Melakukan suatu perubahan karakter individu, budaya organisasi, dan merubah sikap maupun perilaku merupakan suatu tahapan proses. Dengan sistem Manajemen K3, merupakan suatu cara untuk memberikan suatu perubahan dari berbagai arah. Dari sisi pimpinan perusahaan, dengan memberikan komitmen dan tanggung Jawab, serta memberikan contoh sikap dan perilaku. Kemudian, melakukan penekanan kepada level manajer dan juga level supervisor untuk

Page 5: Pengertian Budaya k 3

Selalu bersikap dan Berperilaku yang aman, sehat dan selamat. Sehingga dapat menjadi role model bagi Pekerja. Dari sisi pekerjanya pun, dengan pembekalan pengetahuan yang cukup, serta stimulus dengan Selalu diingatkan, diberikan contoh visualisasi gambar, dan dengan memberikan program-program yang dapat menarik para Pekerja untuk dapat terlibat.Membentuk karakter yang kuat terhadap aspek K3 di perusahaan bukan hal yang sulit. Dengan komitmen, konsistensi, dan keterlibatan Seluruh level di perusahaan hal itu akan mudah dilakukan.

Langkah tepat Implementasi Sistem Manajemen K3 di Perusahaan

Saat ini, Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu program wajib bagi setiap perusahaan. Tuntutan pelaksanaan K3, bukan hanya pada tingkatan pemerintahan atau peraturan pemerintah. Melainkan, setiap perusahaan pun diwajibkan untuk dapat Mengimplementasikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di dalam usaha dan bisnisnya.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan no. 1 tahun 1970 mengenai keselamatan kerja, dituliskan setiap aktivitas pekerjaan yang memiliki potensi bahaya dan risiko harus dan wajib untuk Mengimplementasikan program-program K3 di dalamnya.Patut kita sadari, keselamatan dan kesehatan merupakan hak asasi manusia yang mendasar yang harus terpenuhi. Namun, pada pelaksanaannya banyak sekali penyimpangan yang terjadi. Entah dari perusahaannya yang terlalu mengejar target produksi tanpa menghiraukan keselamatan pekerjanya, dan juga para pekerjanya yang belum paham arti penting keselamatan bagi dirinya sendiri.

Kesehatan dan Keselamatan kerja bagi perusahaan merupakan suatu program yang utama. Ini merupakan syarat mutlak bagi perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya. Tidak jarang perusahaan, menjadikan program K3 sebagai momok dalam menjalankan usahanya. K3 dianggap sebagai penghambat proses produksi. K3 dianggap sebagai program penuh dengan cost atau biaya.

Kebanyakan dari perusahaan yang berpikiran seperti itu, tidak memahami K3 yang sebenarnya itu sangat mudah diimplementasikan. K3 itu tidak memakan cost atau biaya. K3 itu sebagai bentuk perlindungan bagi karyawan dalam menjalankan pekerjaan sehingga karyawan akan tenang dalam bekerja, dan mamupu meningkatkan produktivitas.

Pada umumnya, dalam Sistem Manajemen K3 terdapat beberapa elemen penting. Yakni Komitmen pimpinan, Kebijakan K3, Perencanaan, Implementasi dan Operasi, Pemeriksanaan dan Tindakan Perbaikan, Audit, dan Tinjauan Manajemen pimpinan perusahaan. Hal tersebut merupakan siklus sebuah sistem manajemen K3 yang ideal dalam perusahaan. Namun, sistem

Page 6: Pengertian Budaya k 3

tersebut dilihat sebagai sebuah momok, karena ketidaktahuan atau effort yang besar dalam membentuk sebuah sistem Manajemen K3 di perusahaan.Inti dari pelaksanaan program K3 adalah komitmen. Baik dari perusahaan maupun komitmen dari individu atau masing-masing pekerja di dalamnya. Bentuk nyata sebuah komitmen dari perusahaan adalah para pimpinan perusahaan turun langsung dalam pelaksanaan program K3. Dengan demikian, pimpinan perusahaan akan memberikan motivasi atau dorongan bagi para bawahannya dalam menjalankan programnya. Ini memang tidak mudah. Diperlukan usaha serta komitmen yang kuat dari pimpinan. Biasanya, para pimpinan hanya berpikir pendek. Produksi tetap berjalan, dan K3 pun harus jalan. Jadi, terkesan memaksakan namun tidak ada tindakan nyata. Pada akhirnya, program K3 hanya sebagai formalitas dalam perusahaan.

Langkah selanjutnya, dari sebuah komitmen tersebut diturunkan menjadi sebuah kebijakan dari pimpinan perusahaan. Kebijakan dalam hal ini, pimpinan perusahaan menyelaraskan dengan tujuan serta visi dan misi perusahaan. Jika perusahaan menganggap karyawan sebagai aset penting dalam usaha bisnisnya. Maka, keselamatan dan kesehatan kerja karyawan tentunya akan dijadikan sebagai tujuan utama sebuah perusahaan.

Sebuah kebijakan ini, dibuatkan dalam bentuk tertulis serta dapat terukur. Kemudian, disosialisasikan kepada seluruh karyawannya. Setelah itu, dilakukan pengawasan dalam menjalankan kebijakan tersebut. Disinilah peranan atasan masing-masing bagian, bukan hanya mengawasi besarnya produksi. Namun, mengawasi proses pelaksanaannya jangan sampai ada hambatan yang muncul karena kelalaian yang mengancam kesehatan dan keselamatan karyawan.

Kedua hal di atas, merupakan hal penting dalam pelaksanaan program K3 di perusahaan. Peranan para pimpinan perusahaan dalam bentuk atau tindakan nyata menunjukan komitmen yang kuat dalam sebuah usaha pengimplementasian program kesehatan dan keselamatan kerja karyawan.

Page 7: Pengertian Budaya k 3

Menuju budaya k 3

Dengan mengetahui di tingkat mana budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) perusahaan

anda berada, kita dapat menentukan program K3 yang paling efisien dan efektif untuk meningkatkan

kinerja K3 perusahaan.

 

Selama lebih dari 60 tahun, industri kerja telah berhasil menurunkan tingkat kecelakaan dengan

mengadopsi perbaikan engineering dan penerapan sistem manajemen K3 yang canggih. Namun,

kinerja K3 telah mencapai tahap stagnan. Meski sudah banyak uang dan usaha yang dikeluarkan,

peningkatan kinerja yang dihasilkan tidak berbeda signifikan dari tahun-tahun sebelumnya.

Saat ini, sebagian besar kecelakaan berasal dari kesalahan (error) atau pelanggaran (violation)

pekerja. Langkah besar yang harus ditempuh adalah membangun budaya K3 yang baik, sehingga

mempengaruhi perilaku pekerja secara positif, yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat

kesalahan dan pelanggarannya.

Budaya bisa kita definisikan secara sederhana sebagai perilaku, nilai-nilai dan keyakinan yang

menjadi dasar ‘cara melakukan sesuatu’.

International Association of Oil & Gas Producers (OGP) memberikan klasifikasi tahapan budaya K3

perusahaan. Dengan mengetahui di posisi mana perusahaan anda berada, kita juga mengetahui apa

saja yang diperlukan untuk meningkatkan budaya K3 perusahaan.

Kelima tingkatan budaya K3 ini merupakan pengembangan 3 tingkatan budaya organisasi Westrum

(1985), yaitu: patologis, reaktif, kalkulatif, proaktif, generatif.

Page 8: Pengertian Budaya k 3

Di tahapan paling bawah (patologis), bisa terlihat dari tidak ada atau kurangnya kemauan organisasi

untuk mengenali dan/atau menangani isu yang menyebabkan buruknya kinerja K3. Di tahapan paling

atas (generatif), praktek kerja aman dipandang sebagai kebutuhan dan bagian yang diinginkan oleh

pekerjaan apapun.

Organisasi yang memiliki budaya patologis, meyakini bahwa pekerja -umumnya yang ada di level

rendah- menjadi penyebab kecelakaan. Mereka menerapkan hanya yang diwajibkan undang-

undang/peraturan, termasuk inspeksi dan audit yang dipersyaratkan, untuk menghindari tuntutan

hukuman. K3 dipandang sebagai hambatan dalam bekerja.

Organisasi di tahap budaya reaktif sudah memandang K3 sebagai sebuah hal yang penting, namun

masih mempercayai bahwa sebagian besar masalah ada di tingkatan pekerja terendah. Kemampuan

K3 perusahaan dan karyawan masih minim dan hanya menginginkan program-program K3 yang

sederhana. Contohnya, jika kelalaian untuk memakai sabuk pengaman ketika berkendara

diindentifikasi dalam investigasi kecelakaan, maka kampanye penggunaan sabuk pengaman

dipandang sudah cukup; perilaku tidak aman lain yang berkontribusi dalam kecelakaan berkendara

semisal memacu kendaraan melebihi batas kecepatan, kemungkinan besar tidak di akan

ditindaklanjuti.

Page 9: Pengertian Budaya k 3

Organisasi berbudaya kalkulatif meyakini bahwa sistem manajemen K3 memiliki pengaruh dalam

mendongkrak kinerja. Perusahaan di tingkat ini telah mempunyai banyak program dan pelatihan K3.

Program-program yang ada lebih ke arah pencapaian target angka scorecard, contohnya: pencapaian

jumlah pekerja yang dilatih ketimbang menilai kompetensi pekerja setelah pelatihan. Profesional K3

perusahaan dilihat sebagai pemeran utama pelaksana program K3 dan bertanggungjawab atas

kinerja K3 perusahaan. Organisasi berbudaya kalkulatif mempertimbangkan pelaksaaan program K3

berdasarkan kebutuhan untuk memperbaiki isu kinerja, terutama terkait kecelakaan yang dihadapi,

semisal kampanye berkendara aman untuk menangani isu tingginya angka kecelakaan berkendara.

Organisasi yang proaktif sudah memandang K3 sebagai nilai inti (fundamental core), dan para

pimpinan di setiap line secara tulus peduli kepada kesehatan dan keselamatan semua pekerja dan

kontraktornya. Organisasi proaktif memahami bahwa penyebab utama kecelakaan terletak pada

kegagalan manajemen sistem. Data, termasuk informasi pendukung kejadian nyaris celaka

(nearmiss), dipergunakan sebagai target scorecard kinerja. Perbaikan berkelanjutan menjadi tujuan

yang jelas bagi semua di organisasi yang proaktif.

Sementara itu, organsisasi yang berbudaya generatif merupakan organisasi yang memiliki

kemampuan tertinggi dalam memenuhi sendiri kebutuhan organsisasinya, organisasi di tahap ini terus

berusaha untuk mengerti lingkungan pekerjaannya. Program-progam K3 yang dipilih dan

dipergunakan merupakan program yang disukai para pekerja -merasa nyaman dengannya. Program

yang sifatnya wajib bagi pekerja bisa memberikan hasil yang kontra produktif, karena tidak

memberikan kepercayaan yang penuh. Di tahap organisasi generatif, semua pekerja merasa nyaman

dan tidak ragu untuk menyoroti permasalahan yang nyata atau bahkan isu yang mungkin

menyebabkan masalah. Pekerja merasa diberdayakan untuk menyelesaikan permasalahan K3, dan

para pimpinan memberikan dukungan yang diperlukan.

Budaya K3 erat sekali kaitannya dengan kepercayaan, kredibilitas dan perilaku para pimpinannya.

Dan untuk mencapai budaya K3 perusahaan yang mapan bukanlah sebuah akhir dari perjalanan,

karena membangun budaya K3 merupakan usaha terus menerus perbaikan berkelanjutan.