19
1 PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MTs DI KURULUM 2013 Oleh: Drs. Khamim Thohari, Med. Widyaiswara BDK Surabaya Abstrak Model pembelajaran Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem solving dengan Discovery Learning ialah bahwa pada discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Dalam Discovery Learning, hendaknya guru memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Kesulitan utama guru adalah mendesain pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja secara mandiri dan berkelompok menyeslesaikan masalah-masalah yang dibuat oleh guru yang berakhir pada generalisasi, serta menguji hasil untuk menyelesaikan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari, hal yang penting dalamberkenaan dengan metode ini adalah tersedianya LKPD (lembar Kegiatan Peserta Didik) yang baik bahasanya, mudah dipahami adalah kunci keberhasilan dalam pembelajaran. Kita harus ingat luasnya cakupan materi matematika hanya bisa dimengerti dan dipahami jika peserta didik memiliki kesempatan untuk membangun (construct) dan mengembangkan keselurahan aspek dan menemukan sendiri konsep matematika yang itu bisa dicapai melalui pola pembelajaran yang tepat, salah satu diantaranya adalah discovery learning. Kata Kunci: Discovery Learning, Pembelajaran Matematika

PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

1

PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MTs DI KURULUM 2013

Oleh:

Drs. Khamim Thohari, Med.

Widyaiswara BDK Surabaya

Abstrak

Model pembelajaran Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya

konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaan inkuiri dan

problem solving dengan Discovery Learning ialah bahwa pada discovery learning

masalah yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa

oleh guru. Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru

berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa

untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing

dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini

ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student

oriented. Dalam Discovery Learning, hendaknya guru memberikan kesempatan

muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis, historin, atau

ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi siswa

dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,

membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,

mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan. Kesulitan utama

guru adalah mendesain pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja secara

mandiri dan berkelompok menyeslesaikan masalah-masalah yang dibuat oleh guru

yang berakhir pada generalisasi, serta menguji hasil untuk menyelesaikan masalah

nyata dalam kehidupan sehari-hari, hal yang penting dalamberkenaan dengan

metode ini adalah tersedianya LKPD (lembar Kegiatan Peserta Didik) yang baik

bahasanya, mudah dipahami adalah kunci keberhasilan dalam pembelajaran. Kita

harus ingat luasnya cakupan materi matematika hanya bisa dimengerti dan

dipahami jika peserta didik memiliki kesempatan untuk membangun (construct)

dan mengembangkan keselurahan aspek dan menemukan sendiri konsep

matematika yang itu bisa dicapai melalui pola pembelajaran yang tepat, salah satu

diantaranya adalah discovery learning.

Kata Kunci: Discovery Learning, Pembelajaran Matematika

Page 2: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

2

A. Pendahuluan

Pada Kurikulum 2013, pembelajaran Matematika tidak hanya menekankan

pada aspek pengetahuan (kognitif) saja, tapi juga benar-benar memperhatikan

aspek ketrampilan dan sikap matematika juga perlu memperoleh perhatian

yang khusus. Itu terbukti pada pelaporan hasil belajar yang mengahuruskan

seorang guru untuk melaporkan capaian tiga ranah tersebut. Pendekatan

pembelajaran matematika harus bena-benar memperhatikan pendekatan proses

pembelajaran, tidak hanya pendekatan hasil saja.

Pada Permendikbud no. 65 tahun 2013 tentang Satandar Proses pada

pendidikan dasar dan menengah, ditegaskan bahawa pendekatan proses

pembelajaran menggunakan pendekatan saitifik yang mengacu pada urutan

berikut ini: mengamati, menanya, megunpulkan data/eksplorasi,

mengasosiasi/menalar, dan mengkomunikasikan ide dan gagasan. Pada tataran

pelaksanaan pendekatan ini diharapkan bisa dipadupadankan dengan model

Discovery Learning, Project Based Learning dan Problem based learning.

Disisi lain Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai

disiplin dan memajukan daya pikir manusia kita sering menyebutnya dengan

“Mother of science” yang artinya sain bisa berkembang maksimal jika di

kembangkan melalui bahasa matematika. Untuk menguasai dan mencipta

teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak

dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada anak-anak sejak dini

untuk membekali mereka dengan suatu kompetensi yang mampu berpikir

logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

(Soedjadi, 2000).

Menyadari betapa pentingnya pendidikan matematika, telah banyak dilakukan

upaya peningkatan kualitas pembelajaran matematika di sekolah. Namun

demikian sampai sejauh ini pencapaian hasil belajar matematika di sekolah

secara umum masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan.

Pada tingkat dasar sifat konkrit objek yang dipelajari anak diusahakan

lebih besar daripada yang abstrak. Semakin tinggi jenjang sekolah siswa dapat

Page 3: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

3

menerima materi dengan kemampuan berpikir yang lebih abstrak. Seorang

anak akan lebih mudah mengerti atau memahami sesuatu yang konkrit, nyata

dan baru secara bertahap meningkat ke arah abstrak dengan pelan-pelan

mengurangi sifat konkritnnya, dengan harapan akan sampai pada tahap abstrak

sepenuhnya (Soedjadi, 2007:31).

Menurut Soedjadi (2007:30) Secara umum perkembangan kemampuan

kognitif anak boleh dikatakan mulai dengan hal yang konkrit secara bertahap

mengarah ke hal yang abstrak. Bagi setiap anak perjalanan dari konkrit ke

abstrak dapat saja berbeda. Ada yang cepat dan tidak mustahil ada yang

lamban sekali. Bagi yang cepat mungkin tidak memerlukan banyak tahapan,

tetapi bagi yang tidak cepat, tidak mustahil perlu melalui banyak tahapan.

Tugas pendidik matematika saat ini adalah membantu siswa menemukan

strategi untuk mengolah materi yang dipelajari agar dia mengerti materi

tersebut. Khususnya strategi pembelajaran yang dapat menjembatani antara

konsep matematika yang bersifat abstrak dan siswa yang cenderung masih

mengedepankan pola berfikir konkrit. Strategi pembelajaran kepada peserta

didik (siswa) selama ini cenderung bersifat sekedar memindahkan ilmu

pengetahuan saja. Strategi ini harus diubah, yaitu diarahkan kepada kegiatan

yang sifatnya dapat merangsang kreativitas peserta didik dalam proses belajar

mengajar. Dalam pembelajaran yang baru ini siswa harus dikondisikan

sedemikian rupa sehingga mereka terbiasa menemukan, mencari,

mendiskusikan sesuatu yang berkaitan dengan pembelajaran

(Syahputra,1998:2)

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah pembelajaran penemuan

terbimbing. Hal ini dikarenakan bahwa banyak murid, khususnya yang lambat

dalam menerima pelajaran, sebaiknya memerlukan beberapa tahapan dengan

memakai pendekatan yang ditunjukkan dan dikatakan oleh gurunya. Dimana

guru memimpin murid-murid dengan tahapan-tahapan yang benar,

mengijinkan adanya diskusi, dan menanyakan pertanyaan yang menuntun.

Proses pembelajaran dengan pendekatan penemuan terbimbing dapat

membantu dalam mengembangkan kreativitas serta merangsang dan

memelihara daya tarik dalam belajar matematika, karena menuntut siswa untuk

Page 4: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

4

menemukan, mencari dan mendiskusikan sesuatu yang berkaitan dengan suatu

materi yang dipelajari (Sobel dan Maletsky, 2004:15)

Pada makalah ini penulis menyajikan beberapa contoh penggunaan model

pembelajaran discoveri learning pada mata pelajaran matematika diera

kurikulum 2013 pada Madrasah Tsanawiyah.

B. PEMBAHASAN

1. Pembelajaran Discovery Learning

Belajar adalah suatu proses aktif dimana siswa membangun (meng-konstruk)

pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/pengetahuan yang sudah

dimilikinya, Jerome Brunner dalam (Romberg & Kaput, 1999). Dalam

pandangan konstruktivisme ‘Belajar’ bukanlah semata-mata mentransfer

pengetahuan yang ada diluar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana otak

memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru denga

pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam form yang baru. Proses

pembangunan ini bisa melalui Asimilasi atau Akomodasi (Mc Mahon, 1996).

Sementara yang kita lihat saat ini sebagaian besar pola pembelajaran

matematika saat ini masih bersifat transmisif, pengajar mentransfer dan

menggerojokkan konsep-konsep secara langsung pada peserta didik. Dalam

pandangan ini, siswa secara pasif “menyerap” struktur matematika yang

diberikan guru atau yang terdapat dalam buku pelajaran. Pembelajaran hanya

sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip dan keterampilan kepada siswa

(Clements & Battista, 2001). Senada dengan itu Soedjadi (2000) menyatakan

bahwa dalam kurikulum matematika sekolah di Indonesia dan dalam

pengajarannya selama ini terpatri kebiasaan dengan urutan sajian pembelajaran

sebagai berikut: (1) diajarkan teori/teorema/definisi, (2) diberikan contoh-

contoh dan (3) diberikan latihan soal-soal.

Model Discovery Learning mengacu kepada teori belajar yang didefinisikan

sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan

pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi

sendiri. Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning mempunyai prinsip

yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan

Page 5: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

5

yang prinsipil pada ketiga istilah ini. Pada Discovery Learning lebih

menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak

diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem solving dengan Discovery Learning

ialah bahwa pada discovery learning masalah yang diperhadapkan kepada

siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dalam mengaplikasikan

model pembelajaran Discovery Learning guru berperan sebagai pembimbing

dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif,

sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan

kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini ingin merubah

kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented.

Metode Discovery Learningadalah teori belajar yang didefinisikan sebagai

proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran

dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana

pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning

that takes place when the student is not presented with subject matter in the

final form, but rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam

Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar ide Bruner ialah pendapat dari

Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di

kelas.

Bruner memakai metode yang disebutnya Discovery Learning, dimana murid

mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono,

1996:41). Metode Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan

hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu

kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila indifidu terlibat,

terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa

konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalaui observasi, klasifikasi,

pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi. Proses tersebut disebut cognitive

process sedangkan discovery itu sendiri adalah the mental process of

assimilatig conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik,

2001:219).

Sebagai strategi belajar,Discovery Learning mempunyai prinsip yang sama

dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan yang

prinsipil pada ketiga istilah ini, pada Discovery Learning lebih menekankan

Page 6: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

6

pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui.

Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang

diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.

Sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga siswa

harus mengerahkan seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan

temuan-temuan di dalam masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan

Problem Solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan

masalah. Akan tetapi prinsip belajar yang nampak jelas dalam Discovery

Learning adalah materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak

disampaikan dalam bentuk final akan tetapi siswa sebagai peserta didik

didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan

mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk

(konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk

akhir.

Setiawan (2001:1) mengemukakan bahwa pembelajaran penemuan terbimbing

merupakan salah satu metode mengajar yang mengacu pada pembelajaran aktif

yang bermanfaat dalam pembelajaran matematika, yang salah satu ciri

utamanya adalah guru dapat membimbing siswa yang perlu. Dalam metode ini

siswa didorong untuk berfikir sehingga dapat menemukan prinsip umum

berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru. Sejauh mana siswa dibimbing

tergantung pada kemampuan dan materi yang sedang dipelajari.

Para pendidik yang menyukai discovery learning mencatat bahwa

pendekatan/model/ metode ini konsisten dengan cara-cara seseorang belajar

dan berkembang. Misalnya, Jerome Brunner (1966, 1971) mengidentifikasi 3

tahap perkembangan kognitif, mirip dengan 3 tahap yang diidentifikasi oleh

Piaget. Brunner yakin bahwa anak-anak berkembang dari tahap enaktif

(enactive stage) ke tahap ikonic (iconic stage) dan berikutnya berkembang ke

tahap simbolik (symbolic stage). Pada tahap enaktif (mirip dengan tahap

sensori motor Piaget), anak-anak merepresentasikan dan memahami dunia

melalui aksi—untuk memahami sesuatu mereka harus memanipulasinya,

mencicipinya, melemparnya, menghancurkannya, dan sebagainya. Pada tahap

Page 7: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

7

ik onik, anak-anak merepresentasikan dunia dengan gambar-gambar—

penampakan lebih dominan. Tahap ini berkoresponden dengan tahap berpikir

praoperasional Piaget, di mana dicontohnya makin tinggi ketinggian air di

dalam gelas, berarti bahwa ada lebih banyak air di dalam gelas itu, karena hal

tersebut kelihatannya-penampakannya benar begitu. Hal ini terjadi tanpa

mereka mempertimbangkan diameter gelas yang bisa saja berbeda dan air yang

tampak tinggi belum tentu lebih banyak jumlahnya dibanding air yang terdapat

di gelas lain. Pada tahap akhir, anak-anak mulai dapat menggunakan ide-ide

abstrak, simbol, bahasa, dan logika untuk memahami dan merepresentasikan

dunia. Aksi-aksi dan gambar-gambar masih dapat digunakan dalam berpikir,

tetapi tidak lagi bersifat dominan.

Discovery learning (pembelajaran penemuan) memungkinkan siswa untuk

bergerak pada ketiga tahapan tersebut di atas saat mereka berhadapan dengan

informasi-informasi baru. Pertama-tama siswa akan memanipulasi dan berbuat

sesuatu terhadap bahan-bahan; kemudian mereka akan membentuk gambar-

gambar saat mereka mencatat ciri-ciri khusus dan melakukan observasi.

Karena siswa mengalami ketiga tahap tersebut di atas, Brunner yakin siswa

akan memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang suatu topik. Saat

siswa termotivasi dan benar-benar berpartisipasi di dalam proyek penemuan

(discovery project), pembelajaran penemuan atau discovery learning akan

membawa pada proses belajar yang sangat baik (Strike, 1975).

Agar pada situasi pembelajaran penemuan didapatkan benefit, siswa harus

mempunyai pengetahuan dasar tentang masalah yang akan dipelajari dan tahu

bagaimana mengaplikasikan strategi-strategi pemecahan masalah. Tanpa

pengetahuan dan keterampilan-keterampilan ini, mereka akan menyerah dan

frustasi. Bukannya memperoleh pelajaran dari bahan-bahan tersebut, mereka

justru akan bermain-main dengannya. Sedikit siswa yang brilian mungkin akan

memperoleh “penemuan-penemuan”, sementara kebanyakan yang lainnya akan

kehilangan minat dan menunggu secara pasif terhadap orang lain yang

mungkin akan menyelesaikan proyek penemuan itu. Alih-alih memperoleh

keuntungan dari penjelasan guru yang terorganisasi dengan baik, justru siswa-

Page 8: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

8

siswa yang tak berhasil memperoleh “penemuan” ini akan mendapatkan

penjelasan yang keliru dari dari siswa-siswa yang tak dapat

mengkomunikasikan apa yang telah mereka “temukan” dengan bahasa yang

tepat.

Para kritikus pembelajaran penemuan (discovery learning) yakin bahwa

pembelajaran penemuan tidak efektif dan terlalu sulit untuk diorganisasikan.

Pendapat ini tentunya akan sangat tepat bila guru berhadapan dengan siswa-

siswa dengan kemampuan rendah. Discovery learning mungkin tidak tepat

untuk mereka karena meminta terlalu banyak, sementara siswa-siswa tidak

atau kurang memiliki latar belakang pengetahuan yang cukup dan

keterampilan-keterampilan pemecahan masalah yang diperlukan untuk

menjamin kesuksesan pelaksanaan discovery learning. Banyak hasil penelitian

justru menunjukkan bahwa model pembelajaran penemuan (discovery

learning) tidak efektif dan bahkan melemahkan pada anak-anak

berkemampuan rendah

2. Langkah-langkah Pembelajaran Discover learning

Secara umum Langkah-langkah pembelajaran Discovery leaning dalam buku

pedoman Kemdikbud (2013:5-8) adalah sebagai berikut:

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang

menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak

memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.

Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan

pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang

mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini

berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat

mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.

Dalam hal ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan

teknik bertanya yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

dapat menghadapkan siswa pada kondisi internal yang mendorong

eksplorasi. Dengan demikian seorang Guru harus menguasai teknik-

Page 9: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

9

teknik dalam memberi stimulus kepada siswa agar tujuan mengaktifkan

siswa untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

b. Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah)

Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin

agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian

salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban

sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004:244). Sedangkan

menurut permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan

dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan (statement)

sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.

Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisa

permasasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna

dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu

masalah.

c. Data collection (pengumpulan data).

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada

para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang

relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah,

2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau

membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik

diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi

yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan

nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi

dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu

yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian

secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan

pengetahuan yang telah dimiliki.

d. Data processing (pengolahan data)

Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah

data dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui

wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai

hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,

Page 10: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

10

diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan

cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu

(Djamarah, 2002:22). Data processing disebut juga dengan pengkodean

coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan

generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan

pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu

mendapat pembuktian secara logis

e. Verification (pembuktian)

Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan

temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah,

2004:244). Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar

akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan

kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau

pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.

Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada,

pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian

dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah

kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua

kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi

(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-

prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan siswa

harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya

penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang

luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses

pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

g. Mencoba/Menggunakan simpulan

Yang tidak kalah pentingnya dalam metematika adalah menggunakan

hasil generalisasi untuk menyelesaikan masalah-malasalah nyata dalam

Page 11: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

11

kehidupan sehari hari, sehingga bisa dipastikan apakah generalisasi yang

sudah dicapai itu valid atau tidak. Jika ternyata generalisasi itu tidak valid

maka, maka hasus dikembalikan (looping) dari awal, yaitu dari problem

statmen

Jika digambarkan metode Discovery Learning itu tersaji dalam Fowchart

dibawah ini

3. Kelebihan Pembelajaran Discovery Learning

a. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-

keterampilan dan proses-proses kognitif, kita harus ingat porises kognitif

adalah yang menjadi dasar pembelajaran matematika. Usaha penemuan

Page 12: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

12

merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara

belajarnya.

b. Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh

karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

c. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki

dan berhasil.

d. Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai

dengan kecepatannya sendiri, menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan

belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.

e. Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena

memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

f. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan

gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan

sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

g. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena

mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.

h. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide matematika lebih baik;

i. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses

belajar yang baru;

j. Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri, mendorong

siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;

k. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada

pembentukanmanusia seutuhnya;

l. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;

m. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber

belajar, Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu

4. Kelemahan Pembelajaran Discovery Learning

a. Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar.

Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau

berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang

tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi.

Page 13: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

13

b. Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena

membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori

atau pemecahan masalah lainnya.

c. Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar

berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara

belajar yang lama.

d. Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman,

sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara

keseluruhan kurang mendapat perhatian.

e. Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk

mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa

f. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan

ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

5. Penggunaan Model Discovery learning Pada Pembelajaram Matematika

Kelas VII MTs

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/Semester : VII/Dua

Materi Pokok : Deret Aritmatika/Jumlah n suku pertama (Sn)

Alokasi Waktu : 2 x 40 menit

Kompetensi Dasar

3.8 Memahami pola dan menggunakannya untuk menduga dan membuat

generalisasi (kesimpulan)

4.1 Menggunakan pola dan generalisasi untuk menyelesaikan masalah

Indikator

3.5.5 menemukan bentuk umum jumlah n suku pertama melalui

generalisasi

4.1.1 menggunakan konsep pola bilangan untuk menyelesaikan soal dalam

kehidupan sehari-hari

Kegiatan awal

a) Meminta siswa untuk menanyakan kesulitan mengenai materi sebelumnya (bentuk

umum suku ke-n) dan atau pekerjaan rumah

b) Meminta siswa menjumlahkan 1+2+3+4

Page 14: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

14

c) Meminta siswa menjumlahkan 1+2+3+ … + 1000 (ini untuk memancing

permasalahan, betapa sulitnya jika penjumlahan itu berhubjngan dengan hal ayang

cukup banyak dan cukup besar

Kagiatan Inti

Mengamati

a) Guru meminta siswa mengamati masalah “Menara Batu” (lembar Peraga 1)

b) Guru meminta siswa mengamati dan menginvertsrisir fakta yang ada pada obyek

(menghubungkan dengan penjumlahan bilangan yang berurutan).

Menanyakan:

a) Siswa menanyakan hal hal yang belum dimengerti. (Membuat kalimat tang dengan

kata tanya berapa, bagaimana, dst)

b) Guru meminta siswa secara berpasangan mengumpulkan informasi tentang soal

(yang berhubungan dengan penjumlahan bilangan berurutan)

Mencoba/mengekplorasi:

c) Siswa mencoba penyelesaian (soal a), dengan mempartisi bangun (Guru mengamati

penyelesaian siswa)

d) Siswa diminta untuk mencoba menyelesaikan pada soal b (Lembar Peragaan 1),

menghentikan kegiatan penghitungan karena ketinggian batu yang dihitung terlalu

tinggi (100 step)

e) Guru membagikan LKPD 1, dan meminta siswa mengerjakannya secara

berpasangan.

Page 15: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

15

f) Dengan berpasangan siswa mencoba menurunkan sebuah konsep tentang bentuk

umum jumlah n suku pertaman (Sn)

g) Guru meminta siswa untuk mempelajari pola bilangan pada buku siswa masalah 2.25

(hal 123)

h) Guru mengamati dan atau membimbing selama siswa melakukan diskusi,

memastikan bahwa semua siswa terlibat dalam penurunan konsep

i) Guru meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi, siswa

yang lain diminta menanggapi hasil presentasi.

j) Guru memberikan umpan balik hasil diskusi dan presentasi dan memberikan

penguatan

k) Guru meminta siswa untuk mencoba menggunakan konsep yang baru

diturunkannnya untuk mengerjakan soal nomor 3 di LKPD1, dan

Mengasosiasi/menalar:

(a) Guru meminta siswa menyelesaikan masalah yang lebih rumit (lembar peragaan 1,

soal b, c, dan d) dan hasilnya dipresentasikan

(b) Guru meminta menghubunkan konsep Sn= ½ n (a+Un) dengan konsep sebelumnya Un

= (a + (n-1)b), sehingga muncul konsep baru

Page 16: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

16

(c) Guru meminta mempresentasikan hasil

(d) Guru meminta siswa untuk mengerjakan soal-soal melibatkan rumus Sn dan Un atau

dengan konsep-konsep yang lain secara berpasangan (Lembar Peraga 2), hasilnya

dipresentasikan

Mengkomunikasi/jejaring:

a) Guru meminta menyampaikan secara tertulis/lisan rumusan bentuk umum suku

ke-n dan jumlah n suku pertama, kelompok lain menanggapi presentasi.

b) Memprediksi pola barisan dan deret aritmetika dan geometri

atau barisan lainnya melalui pengamatan dan memberikan

alasannya.

c) Menyajikan hasil menemukan pola barisan dan deret dan

penerapannya dalam penyelesaian masalah sederhana.

Kegiatan Penutup a) Siswa diminta menyimpulkan hasil-hasil pembelajaran hari ini

b) Dengan bantuan presentasi komputer, guru menayangkan apa yang telah dipelajari

dan disimpulkan, dan merefleksi sikap sikap baik yang perlu terus dikembangkan

dalam pembelajaran

Page 17: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

17

c) Guru meminta siswa mengerjakan Lembar Soal 1 secara individual, dan

mengumpulkan hasil pekerjaannya

d) Guru memberikan tugas PR pada buku siswa hal. 116-117

e) Guru menyampaikan kegiatan pembelajaran pada pertemuanyang akan datang, dan

mencari konsep yang akan diajarkan dari berbagai sumber

f) Guru mengakhiri kegiatan belajar dengan memberikan pesan untuk tetap belajar.

C. Penutup

Berdasarkan paparan dalam makalah ini, penulis bisa membuat simpulan dari

penggunaan discovery learning pada pembelajaran matematika sebagai

berikut:

Page 18: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

18

1. Rencana pembelajaran pada metode discovery learning perlu persiapan

yang cukup lengkap diantaranya: Indikator pencapaian kompetensi harus

jelas; Lembar kerja peserta didiki (LKPD) harus dipersiapakan dengan

dengan tepat, yang mampu membimbing siswa melakukan kegiatan yang

pada bagaian akhir mampu melakukan generalisasi terhadap sebuah

konsep.

2. Penggunaan LKPD (Lemmbar Kerja Peserta Didik) perlu diperhatikan dari

segi kebahasaannya, keterbacaannya, alur penggunaan logika apakah sudah

benar-benar mampu membawa dan membimbing peserta didik mencapai

kesimpulan yang diharapkan oleh guru.

3. Perangkat pembelajaran yang disusun dengan menggunakan pembelajaran

penemuan terbimbing merupakan suatu pendekatan yang memberikan

kesempatan pada siswa untuk ikut berpartisipasi dalam proses penemuan

dan formalisasi dengan mengidentifikasi keteraturan dari suatu kejadian

sehingga dapat ditemukan pola atau aturan umum yang sangat bermanfaat

dalam menentukan kesimpulan atau generalisasi dari suatu persoalan.

4. Pola hasil generalisasi harus memperoleh validasi guru dan diujicoba untuk

menyelesaikan masalah. Guru punya kewajiban meyakinkan pesrta didik

bahwa konsep dari hasil generalisasi itu benar dan bisa

dipertanggungjawabkan dari segi keilmuan.

Page 19: PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING PADA PEMBELAJARAN

19

DAFTAR PUSTAKA

Clements, D.H. & Battista, M.T. 2001. Constructivist Learning and Teaching.

(Online)

(Http://www.terc.edu/investigation/relevant/html/constructivistlearning.ht

ml.

Davidson, Neil & Kroll, D.L. 1991. “An Overview of Research ON Cooperative

Learning Related to Mathematics”. Journal for Research in Mathematics

Education. 22(5):362-365

Hudojo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Belajar Matematika. Malang: IKIP

Malang.

Hudojo, H. 1998. Pembelajaran Matematika Menurut Pandangan Konstruktivis.

Makalah disajikan pada Seminar Nasional “Upaya-upaya Meningkatkan

Peran Pendidikan Matematika dalam Era Globalisasi”. Program Pasca

Sarjana IKIP Malang. Malang: 4 April.

Ibrahim, M dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Unesa University

Press.

Dahar, RW. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Depdikbud P2LPTK.

Ruseffendi, E.T. 1980. Pengajaran Matematika Modern. Bandung: Tarsito.

Slavin, R.E. 1994. Educational Psyhology and Practice. Boston: Allin and Bacon

Sobel, M. A and Evan M. Maletsky. 1991. Teaching Mathematics A Source Book

of Aids, Activities and Strategies. Second Edition. Boston: Alin and

Soedjadi, R. 1995, Miskonsepsi dalam Pembelajaran Matematika (Pokok-pokok

tinjauan dikaitkan dengan konstruktivisme) (makalah). Disampaikan

pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika FPMIPA. Medan: IKIP

Medan

Setiawan, 2001. Pembelajaran Matematika di Sekolah dalam Rangka

Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia. Makalah

Seminar RME. Surabaya: UNESA

Yunengsih, Yuyun. Dkk. 2008. Ujian Nasional: Dapatkah Menjadi Tolak Ukur

Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Research Department Putra

Sampoerna Foundation.