Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGUJIAN Trichoderma spp. DARI BEBERAPA LOKASI UNTUK
MENGENDALIKAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora sp.) PADA
TANAMAN JAGUNG
(Skripsi)
Oleh
HERU PRANATA
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRAK
PENGUJIAN Trichoderma spp. DARI BEBERAPA LOKASI UNTUK
MENGENDALIKAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora sp.) PADA
TANAMAN JAGUNG
Oleh
HERU PRANATA
Salah satu kendala dalam budidaya jagung adalah penyakit bulai yang disebabkan
oleh Peronosclerospora sp. Lazimnya bulai dikendalikan dengan metalaksil yang
telah dikenal memiliki dampak negatif yaitu timbulnya patogen tahan dan
menekan mikroba yang menguntungkan. Alternatif pengendalian yang mulai
dikembangkan saat ini diantaranya yaitu pemanfaatan agensia hayati. Salah satu
agensia hayati yang berpotensi adalah Trichoderma spp.. Jamur ini dapat tumbuh
di tempat yang berbeda-beda.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat Trichoderma spp. yang mampu
mengendalikan penyakit bulai. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Desember 2018 –
April 2019. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan acak
kelompok (RAK) dengan tujuh perlakuan dan empat ulangan (kelompok).
4
Perlakuan terdiri atas (T0) tanpa isolat Trichoderma sp., (T1) Trichoderma sp.
isolat Sukoharjo, (T2) Trichoderma sp. isolat Gedong Tataan, (T3) Trichoderma
sp. isolat Hajimena, (T4) Trichoderma sp. isolat Margodadi, (T5) Trichoderma sp.
isolat Tegineneng, dan (T6) Trichoderma sp. isolat Gunung Sugih. Variabel yang
diamati yaitu masa inkubasi, keterjadian penyakit, keparahan penyakit, bobot
kering berangkasan, dan tinggi tanaman. Data pengamatan yang diperoleh
dianalisis menggunakan sidik ragam dan selanjutnya diuji dengan uji BNT pada
taraf 5 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma sp. isolat Hajimena
dan isolat Margodadi mampu memperpanjang masa inkubasi jika dibandingkan
dengan kontrol. Perlakuan Trichoderma sp. isolat Sukoharjo, Gedong Tataan,
Hajimena, Margodadi, dan Tegineneng dapat menekan keterjadian penyakit bulai,
kecuali Trichoderma sp. isolat Gunung Sugih. Semua isolat Trichoderma spp.
dapat menekan keparahan penyakit bulai. Trichoderma sp. isolat Hajimena dapat
meningkatkan bobot kering berangkasan. Sedangkan Trichoderma sp. isolat
Margodadi dapat meningkatkan tinggi tanaman jagung. Isolat Trchoderma sp.
yang terbaik dalam mengendalikan penyakit bulai yaitu isolat Hajimena. Hal ini
karena Trichoderma sp. isolat Hajimena menunjukkan masa inkubasi yang lebih
lama, keterjadian penyakit, dan keparahan penyakit yang lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol.
Kata kunci : penyakit bulai, tanaman jagung, Trichoderma spp..
Heru Pranata
PENGUJIAN Trichoderma spp. DARI BEBERAPA LOKASI UNTUK
MENGENDALIKAN PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora sp.) PADA
TANAMAN JAGUNG
Oleh
Heru Pranata
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
5
6
8
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pagar Alam, Kecamatan Ulu Belu, Kabupaten
Tanggamus pada tanggal 25 Maret 1996. Penulis merupakan anak pertama
dari 3 bersaudara pasangan bapak Bahdin Akri dan ibu Parmawati. Penulis
telah menempuh pedidikan dasar di SDN 1 Pagar Alam Ulu Belu Tanggamus
pada tahun 2008, SMP Bina Utama Datarajan Ulu Belu Tanggamus pada
tahun 2011, SMAN 2 Pringsewu Kabupaten Pringsewu pada tahun 2014.
Selanjutnya pada tahun 2015 penulis diterima di Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Selama menjadi mahasiswa di Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, penulis aktif dibeberapa kegiatan dan organisasi baik
akademik maupun non akademik. Di bidang akademik penulis pernah menjadi
asisten dosen pada mata kuliah Mikrobiologi Umum kelas Agroteknologi tahun
2018, Pengantar Ilmu Tanah (PIT) kelas Agroteknologi tahun 2018, Dasar-
Dasar Perlindungan tanaman (DDPT) kelas Agribisnis tahun 2018, Klinik
Tanaman kelas Agroteknologi tahun 2019, Klinik Tanaman kelas Proteksi
tanaman tahun 2019, dan mata kuliah Ilmu Penyakit Tumbuhan (IPT) kelas
Proteksi Tanaman tahun 2019. Sedangkan organisasi yang pernah diikuti oleh
penulis selama menjadi mahasiswa
9
di Universitas Lampung yaitu sebagai berikut:
1 . KMB X BEM U KBM Unila Kabinet Mengabdi & Berkarya tahun 2015.
2 . UKM Pramuka Universitas Lampung tahun 2015.
3 . Anggota Divisi Human Resources Development (HRD) Paguyuban Karya
Salemba Empat Universitas Lampung masa bakti 2016-2017.
4 . Duta Pertanian Universitas Lampung masa bakti 2017.
5 . Staff Ahli Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (ADKESMA) BEM U
KBM Unila masa bakti 2017-2018.
6 . Anggota Divisi Pemberdayaan Sumberdaya Manusia (PSDM) Paguyuban
Karya Salemba Empat Universitas Lampung masa bakti 2017-2018.
7 . Kepala Divisi Pemberdayaan Sumberdaya Manusia (PSDM) Paguyuban
Karya Salemba Empat Universitas Lampung masa bakti 2018-2019.
Selama menjadi mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung, penulis mendapatkan beasiswa dari yayasan Karya
Salemba Empat (KSE ) sejak semester 3 sampai penulis menyelesaikan studi.
Selain itu penulis juga pernah mengikuti beberapa pelatihan di antaranya
yaitu:
1 . Seminar nasioal MENPORA BEM U KBM Unila tahun 2015.
2 . Pelatihan pembuatan terarium Fakultas Pertanian Universitas Lampung
tahun 2015.
3 . Pelatihan Aksi Menginspirasi Se-Sumatra dan Kalimantan KSE Nusantara
tahun 2016.
4 . Seminar daerah BEM U KBM Unila tahun 2017.
5 . Sekolah BEM tahun 2017.
10
6 . Pelatihan Indofood Leadership Camp I Bisma Batch 10 di Akademi
Militer Magelang - Jawa Tengah tahun 2018.
7 . Pelatihan Indofood Leadership Camp II Bisma Batch 10 di New Pramesthi
Hotel, Cibogo Megamendung, Bogor-Jawa Barat tahun 2018.
Pada bulan Januari – Maret 2018 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata
(KKN) di Desa Pandan Sari, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu.
Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Great Giant Pineapple
Plantation Group 4 Labuhan Ratu Lampung Timur pada bulan Juli – Agustus
2018 dengan judul “ Gejala Black Hole pada Buah Nanas Berdasarkan
Kondisi Basah dan Kering di PT. GGP-PG4 Labuhan Ratu Lampung Timur”.
Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Desember 2018 – April 2019 di
Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
11
“ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang
lain). Dan hanya kepada Rabb-mulah kamu berharap”
(Qs. Al-Insyiroh 6:8)
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(Qs. Al-Baqarah: 286)
12
Universitas Lampung
14
SANWACANA
Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat-Nya yang
telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Pengujian Trichoderma spp. dari Beberapa Lokasi untuk
Mengendalikan Penyakit Bulai (Peronosclerospora sp.) pada Tanaman Jagung”
dengan tepat waktu. Penulis menyadari dalam pembuatan skripsi ini masih
banyak terdapat kekurangan. Hal ini disebabkan masih terbatasnya pengetahuan
dan kemampuan penulis. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk lebih sempurnanya skripsi ini sangat penulis harapkan. Dalam
penulisan skripsi ini penulis banyak memperoleh bimbingan, dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Dengan demikian penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
2. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
3. Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., Selaku Ketua Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan
Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
i
15
4. Ir. Joko Prasetyo, M.P., Selaku pembimbing pertama yang telah memberikan
pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis dari awal pelaksanaan
penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
5. Ir. Titik Nur Aeny, M.Sc., Selaku pembimbing kedua atas saran, motivasi,
dan bimbingannya serta nasihat-nasihat yang telah diberikan kepada penulis.
6. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., Selaku pembahas yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua penulis tercinta bapak Bahdin Akri dan ibu Parmawati yang
sampai sekarang menjadi inspirasi dan semangat terbesar bagi penulis.
8. Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., Selaku dosen Pembimbing Akademik.
9. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan doa, dukungan moril maupun
materil, serta semangat dan kasih sayangnya kepada penulis.
10. Rekan-rekan tim penelitian bulai ( Fuji, Gita, Yoan, Afrida, Reza, Aziz,
Moro, Linda, Tita, Tyas) yang telah membersamai dan membantu penulis
selama pelaksanaan penelitian hingga selesianya penyusunan skripsi ini.
11. Keluarga Besar Jurusan Agroteknologi dan Proteksi Tanaman Universitas
Lampung.
12. Keluarga Besar Beasiswa Karya Salemba Empat Universitas Lampung yang
telah meberikan beasiswa kepada penulis sampai saat ini.
13. Rekan-rekan & senior terdekat yang telah membantu dan membersamai
penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini (Ridho, Made, Ica, Mila,
Anggi, Fifi, Ikhwan, Suyadi, Charenina Putri, S.P., Aditya Kurniawan, S.P. ).
ii
16
14. Almamater tercinta Universitas Lampung dan semua pihak yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, dengan terselesainya penyusunan skripsi ini semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak dan almamater tercinta.
Bandar Lampung, 14 Juli 2019
penulis,
Heru Pranata
iii
17
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................ x
I. PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah............................................................. 1
1.2 Tujuan................................................................................................ 4
1.3 Kerangka Pemikiran.......................................................................... 4
1.4 Hipotesis............................................................................................ 6
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 7
2.1. Tanaman Jagung............................................................................... 7
2.1.1 Arti Penting Tanaman Jagung................................................... 7
2.1.2.Klasifikasi Tanaman Jagung..................................................... 8
2.1.3.Morfologi Tanaman Jagung...................................................... 8
2.1.4.Syarat Tumbuh Tanaman Jagung.............................................. 9
2.2. Permasalahan pada Tanaman Jagung...............................................10
2.2.1. Penyakit Bulai ......................................................................... 11
2.2.1.1. Penyebab Penyakit Bulai...............................................11
2.2.1.2. Gejala Penyakit Bulai ....................................................11
2.2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Penyakit Bulai................................................................12
2.2.1.4. Pengendalian Penyakit Bulai..........................................13
2.3. Jamur Trichoderma sp. ..................................................................... 13
iv
18
2.4 Pentingnya Mencari Isolat Trichoderma spp. dari Beberapa Lokasi........15
III . BAHAN DAN METODE.......................................................................16
3.1. Waktu dan Tempat.................................................................................16
3.2. Alat dan Bahan.......................................................................................16
3.3. Metode Penelitian...................................................................................17
3.4. Pelaksanaan Penelitian...........................................................................18
3.4.1. Pengambilan Sampel untuk Isolasi Trichoderma spp....................18
3.4.2. Pembuatan Media Potato Sukrose Agar (PSA)..............................18
3.4.3. Isolasi dan Pemurnian Trichoderma spp. .......................................19
3.4.4. Perbanyakan Isolat Trichoderma spp. ............................................20
3.4.5. Persiapan Tanam dan Penanaman...................................................20
3.4.5.1. Sterilisasi Media Tanam.......................................................20
3.4.5.2. Pembuatan Suspensi Trichoderma spp. ...............................21
3.4.5.3. Persiapan Media Tanaman, Aplikasi Suspensi
Trichoderma spp., dan Penanaman......................................21
3.4.6. Inokulasi bulai (Peronosclerospora sp.) .........................................22
3.4.7. Variabel Pengamatan.......................................................................22
3.5. Analisis Data............................................................................................24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................25
4.1. Hasil Penelitian.........................................................................................25
4.1.1. Masa Inkubasi Penyakit Bulai..........................................................26
4.1.2. Keterjadian Penyakit Bulai...............................................................27
4.1.3. Keparahan Penyakit Bulai................................................................28
4.1.4. Bobot Kering Berangkasan..............................................................29
4.1.5. Tinggi Tanaman...............................................................................30
4.2. Pembahasan..............................................................................................31
V. SIMPULAN DAN SARAN.........................................................................35
5.1. Simpulan...................................................................................................35
5.2. Saran.........................................................................................................35
v
19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................36 – 39
LAMPIRAN...........................................................................................40 – 57
vi
20
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Skala kategori gejala penyakit .. ..................................................23
2. Masa inkubasi penyakit bulai pada beberapa perlakuan
Trichoderma spp...........................................................................26
3. Keterjadian penyakit bulai pada beberapa perlakuan
Trichoderma spp. ..........................................................................27
4. Keparahan penyakit bulai pada beberapa perlakuan
Trichoderma spp. .........................................................................29
5. Bobot kering berangkasan tanaman jagung pada beberapa
perlakuan Trichoderma spp .........................................................30
6. Tinggi tanaman jagung pada beberapa perlakuan
Trichoderma spp...........................................................................31
7. Data pengamatan masa inkubasi penyakit bulai (hari).................41
8. Analisis ragam masa inkubasi penyakit bulai...............................41
9. Data pengamatan keterjadian penyakit bulai pada 7 hari
setelah inokulasi (%).....................................................................41
10. Data keterjadian penyakit bulai bulai pada 7 hari setelah
inokulasi (Transformasi dengan √ x + 0,5)..................................42
11. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada 7 hari setelah
inokulasi........................................................................................42
12. Data pengamatan keterjadian penyakit bulai pada 14 hari
setelah inokulasi (%)......................................................................42
13. Data keterjadian penyakit bulai bulai pada 14 hari setelah
inokulasi (Transformasi dengan √ x + 0,5)...................................43
vii
21
14. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada 14 hari setelah
inokulasi................................................................................................43
15. Data pengamatan keterjadian penyakit bulai pada 21 hari setelah
inokulasi (%).........................................................................................43
16. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada 21 hari setelah
inokulasi..............................................................................................44
17. Data pengamatan keterjadian penyakit bulai pada 28 hari setelah
inokulasi (%)........................................................................................44
18. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada 28 hari setelah
inokulasi...............................................................................................44
19. Data pengamatan keterjadian penyakit bulai pada 35 hari setelah
inokulasi (%).........................................................................................45
20. Analisis ragam keterjadian penyakit bulai pada 35 hari setelah
inokulasi................................................................................................45
21. Data pengamatan keparahan penyakit bulai pada 7 hari setelah
inokulasi (%).........................................................................................45
22. Data keparahan penyakit bulai bulai pada 7 hari setelah inokulasi
(Transformasi dengan √ x + 0,5).............................................................46
23. Analisis ragam keparahan penyakit bulai pada 7 hari setelah
inokulasi................................................................................................46
24. Data pengamatan keparahan penyakit bulai pada 14 hari setelah
inokulasi (%).........................................................................................46
25. Data keparahan penyakit bulai bulai pada 14 hari setelah inokulasi
(Transformasi dengan √ x + 0,5)............................................................47
26. Analisis ragam keparahan penyakit bulai pada 14 hari setelah
inokulasi.................................................................................................47
27. Data pengamatan keparahan penyakit bulai pada 21 hari setelah
inokulasi (%)..........................................................................................47
28. Analisis ragam keparahan penyakit bulai pada 21 hari setelah
inokulasi................................................................................................48
29. Data pengamatan keparahan penyakit bulai pada 28 hari setelah
inokulasi (%)..........................................................................................48
viii
22
30. Analisis ragam keparahan penyakit bulai pada 28 hari setelah
inokulasi.................................................................................................48
31. Data pengamatan keparahan penyakit bulai pada 35 hari setelah
inokulasi (%)...........................................................................................49
32. Analisis ragam keparahan penyakit bulai pada 35 hari setelah
inokulasi..................................................................................................49
33. Data pengamatan bobot kering berangkasan bagian tajuk (g)..................49
34. Analisis ragam bobot kering berangkasan bagian tajuk............................50
35. Data pengamatan bobot kering berangkasan bagian akar (g)...................50
36. Analisis ragam bobot kering berangkasan bagian akar.............................50
37. Data pengamatan tinggi tanaman 1 MST (cm)..........................................51
38. Analisis ragam tinggi tanaman 1 MST.......................................................51
39. Data pengamatan tinggi tanaman 2 MST (cm)...........................................51
40. Analisis ragam tinggi tanaman 2 MST.......................................................52
41. Data pengamatan tinggi tanaman 3 MST (cm)...........................................52
42. Analisis ragam tinggi tanaman 3 MST.......................................................52
43. Data pengamatan tinggi tanaman 4 MST (cm)...........................................53
44. Analisis ragam tinggi tanaman 4 MST........................................................53
45. Data pengamatan tinggi tanaman 5 MST (cm)............................................53
46. Analisis ragam tinggi tanaman 5 MST........................................................54
ix
23
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. (a) Konidia, dan (b) Konidiofor Peronosclerospora sp.............11
2. Tanaman jagung bergejala bulai.................................................12
3. Tata letak percobaan...................................................................18
4. Drum pengukus tanah.................................................................21
5. Gejala dan tanda penyakit bulai jagung
(Peronosclerospora sp.) (a) gejala klorosis awal,
(b) gejala klorosis di seluruh permukaan daun, dan
(c) miselia dan konidia Peronosclerospora sp. .........................25
6. (a) Konidiofor, dan (b) Konidia Peronosclerospora sp. ...........26
7. Perkembangan keterjadian penyakit bulai 1 – 35 HSI..............28
8. Pertumbuhan koloni Trichoderma spp. umur 10 hari
(a) Trichoderma sp. isolat Sukoharjo, (b) Trichoderma sp.
isolat Gedong Tataan, (c) Trichoderma sp. isolat Hajimena,
(d) Trichoderma sp. isolat Margodadi, (e) Trichoderma sp.
isolat Tegineneng, dan (f) Trichoderma sp. isolat Gunung
Sugih...........................................................................................55
9. Plot percobaan............................................................................55
10. Pelaksanaan pengambilan sampel................................................56
11. Sterilisasi tanah...........................................................................56
12. Pelaksanaan inokulasi Peronosclerospora sp. ...........................57
x
24
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang
mempunyai banyak manfaat. Salah satu manfaat utama jagung yaitu sebagai
penghasil karbohidrat. Jagung juga mempunyai arti penting dalam perkembangan
industri di Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan
maupun industri pakan ternak. Dengan semakin berkembangnya industri
pengolahan jagung di Indonesia maka kebutuhan jagung akan semakin meningkat.
Namun di Indonesia khususnya di Provinsi Lampung produksi jagung (pipilan
kering) mengalami penurunan. Menurut Badan Pusat Statistik (2016), di Provinsi
Lampung produksi jagung pada tahun 2010 mencapai 2.126.571 ton, pada tahun
2011 dan 2012 produksi jagung mengalami penurunan yaitu menjadi 1.817.906
ton dan 1.760.275 ton, tahun 2013 produksi jagung pipilan kering mencapai
1.760.278 ton, sedangkan pada tahun 2014 dan 2015 produksi jagung pipilan
kering mengalami penurunan dengan produksi berturut-turut menjadi 1.719.386
ton dan 1.502.800 ton.
25
Menurunnya produksi jagung diduga antara lain disebabkan oleh gangguan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). OPT yang dapat merusak tanaman
jagung salah satunya yaitu hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman
jagung antara lain yaitu lalat bibit (Antherigona sp.), penggerek batang (Ostrinia
furnacalis), ulat grayak (Spodoptera litura). Sedangkan penyakit pada tanaman
jagung diantaranya yaitu penyakit bulai (Peronosclerospora sp.), penyakit bercak
daun (Bipolaris maydis), penyakit hawar daun (Rhizoctonia solani) (Surtikanti,
2011).
Penyakit yang sangat berbahaya pada tanaman jagung yaitu penyakit bulai
(BBPOPT, 2017). Menurut Semangun (2004), Penyakit ini dapat menurunkan
produksi jagung hingga 90 %. Oleh sebab itu pengendalian penyakit ini sangat
penting untuk dilakukan.
Saat ini penggunaan fungisida kimia untuk pengendalian penyakit bulai masih
menjadi pilihan utama para petani. Namun penggunaan fungisida kimia secara
terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan berbagai
dampak negatif. Salah satunya yaitu dapat memicu terjadinya resistensi pada
Peronosclerospora sp. (Burhanuddin, 2009). Dengan demikian perlu dilakukan
penelitian untuk mencari cara lain dalam mengendalikan penyakit bulai jagung.
Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu pengendalian hayati dengan
menggunakan agensia hayati Trichoderma sp.. Keuntungan dari pengendalian
menggunakan Trichoderma sp. yaitu tidak akan mencemari lingkungan, mudah
diaplikasikan dan relatif aman bagi manusia maupun hewan ternak. Selain itu
2
26
keuntungan lain dari aplikasi Trichoderma sp. yaitu dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
Trichoderma sp. akan tumbuh baik sesuai dengan lingkungannya. Semakin baik
lingkungannya maka semakin baik pula pertumbuhan Trichoderma sp. Menurut
Zali et al. (2011), Trichoderma sp. akan tumbuh baik pada lingkungan dengan
suhu sekitar 28ºC. Populasi jamur ini akan berkurang seiring dengan naiknya
suhu. Selain itu, syarat tumbuh Trichoderma sp. yaitu lingkungan dengan
kelembaban yang tinggi dan tersedianya nutrisi yang sesuai untuk
pertumbuhannya seperti karbon dan nitrogen (Burnett dan Hunter, 1998 dalam
Syahri et al., 2011). Dengan demikian, setiap wilayah tempat tumbuhnya
Trichoderma sp. diduga akan memperlihatkan pertumbuhan Trichoderma sp. yang
berbeda-beda.
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah diuraikan di atas, perlu
dilakukan penelitian untuk menjawab pertanyaan berikut:
1. Apakah isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi mampu mengendalikan
penyakit bulai ?
2. Isolat dari lokasi manakah yang terbaik dalam mengendalikan penyakit bulai ?
3. Apakah isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi mampu meningkatkan
pertumbuhan tanaman jagung ?
3
27
1.2 Tujuan
Tujuan dilaksanakannya penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi yang mampu
mengendalikan penyakit bulai.
2. Untuk mendapatkan isolat Trichoderma sp. yang terbaik dalam mengendalikan
penyakit bulai.
3. Untuk mendapatkan isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi yang mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung.
1.3 Kerangka Pemikiran
Trichoderma sp. merupakan salah satu jamur endofitik yang sering ditemukan dan
mampu berperan sebagai agensia hayati. Jamur ini dapat tumbuh baik sesuai
dengan keadaan lingkungan tumbuhnya. Lingkungan yang baik untuk
pertumbuhan Trichoderma sp. ini yaitu lingkungan tumbuh dengan suhu sekitar
28ºC (Zali et al., 2011). Oleh sebab itu setiap isolat Trichoderma sp. yang berasal
dari beberapa wilayah, diduga akan diperoleh Trichoderma sp. dengan
pertumbuhan yang berbeda-beda pula. Semakin baik pertumbuhan Trichoderma
sp. diduga akan semakin baik pula kemampuannya sebagai agensia hayati.
Menurut Widyastuti dan Hariani (2006) dalam Taribuka et al. (2016),
Trichoderma sp. dapat menekan berbagai patogen dan memicu pertumbuhan
tanaman serta merangsang respon ketahanan tanaman terhadap penyakit. Menurut
Oanh et al., (2006) Trichoderma sp. dapat meningkatkan ketahanan tanaman
dengan cara mengaktifkan gen-gen ketahanan dalam tanaman. Mekanisme
4
28
Trichoderma sp. dalam merangsang ketahanan tanaman terhadap penyakit yaitu
dengan cara memicu tanaman untuk menghasilkan senyawa-senyawa yang dapat
menghambat perkembangan patogen seperti flavonoid, resin, dan peroksidase,
serta memicu perubahan morfologi seperti penebalan lignin dan penebalan
dinding sel (Gunaeni et al., 2015; Percival, 2001 dalam Santana, 2017).
Jamur ini sudah dibuktikan mampu melindungi tanaman dari berbagai penyakit.
Sutama et al. (2015) melaporkan bahwa aplikasi Trichoderma sp. untuk
perendaman benih sebelum ditanam di media tanah dapat menurunkan keterjadian
penyakit bulai tanaman jagung hibrida NK22 pada 33 dan 40 hari setelah tanam.
Menurut hasil penelitian Wijaya (2018) bahwa aplikasi Trichoderma sp. yang
dikombinasikan dengan fungisida nabati dapat menekan keparahan penyakit bulai.
Soenartiningsih et al. (2014) melaporkan bahwa Trichoderma dapat menekan
penyakit busuk pelepah daun pada tanaman jagung. Menurut hasil penelitian
Darwis (2010) dalam Santana (2017) bahwa aplikasi suspensi Trichoderma
koningii di sekitar perakaran tanaman tembakau menyebabkan penurunan
intensitas penyakit lanas. Muslim et al. (2014) melaporkan bahwa aplikasi
Trichoderma pada media tanam dapat menghambat penyakit rebah kecambah
tanaman cabai. Menurut Harman (2000), Trichoderma dapat memperkuat sistem
perakaran tanaman sehingga berbagai jenis patogen dapat terkendalikan. Selain
itu Trichoderma sp. juga banyak dilaporkan sebagai pemicu pertumbuhan
tanaman. Sutama et al. (2015) melaporkan bahwa aplikasi Trichoderma sp. dan
Paenibacillus polymyxa dapat meningkatkan bobot tongkol jagung manis
Bonanza F1 dan jagung hibrida NK22. Yudha et al. (2016) melaporkan bahwa
5
29
perlakuan Trichoderma sp. isolat bawang dan isolat pisang dapat meningkatkan
bobot segar tanaman caisin masing-masing sebesar 30,75 % dan 28,35 %.
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah:
1. Isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi mampu mengendalikan penyakit
bulai.
2. Terdapat isolat Trichoderma sp. yang terbaik dalam mengendalikan penyakit
bulai.
3. Terdapat isolat Trichoderma spp. dari beberapa lokasi yang mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman jagung.
6
30
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung
2.1.1 Arti Penting Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang cukup
penting bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung dapat dimanfaatkan sebagai
bahan makanan pokok pengganti beras karena jagung mempunyai kandungan gizi
dan serat kasar yang cukup memadai. Dalam bentuk biji utuh, jagung bisa diolah
menjadi tepung jagung, beras jagung, dan makanan ringan (pop corn dan jagung
marning). Selain itu, jagung juga dapat diproses menjadi minyak goreng,
margarin, dan formula makanan. Dalam bidang industri, pati jagung bisa dipakai
sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan semacam es krim, kue, dan
minuman. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku
makanan ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat.
Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita dan
semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia (PT Dupont Indonesia, 2017).
31
2.1.2 Klasifikasi Tanaman Jagung
Klasifikasi tanaman jagung menurut Falah (2009) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Kelas : Monocotyledonenae
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays
2.1.3 Morfologi Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays) merupakan tanaman monoecius. Artinya, tanaman jagung
memiliki bunga jantan dan betina dalam satu tanaman. Letak bunga jantan pada
tanaman jagung yaitu tumbuh dibagian puncak tanaman berupa kerangka bunga.
Sedangkan bunga betina tumbuh dibagian batang tepatnya di sela-sela pelepah
daun. Bunga betina tersusun dalam tongkol yang terbungkus oleh kelobot dan
rambut jagung. Tanaman jagung mempunyai akar adventif. Akar adventif sering
disebut sebagai akar tunjang. Akar tunjang akan mengalami perkembangan diatas
permukaan tanah tetapi pada batang terendah dari tanaman jagung. Fungsi akar
tunjang yaitu untuk memperkuat tegaknya batang jagung dan menambah organ
penghisap air dan garam-garam tanah.
Batang tanaman jagung padat, tidak berlubang, tersusun dari ruas-ruas, dan
terdapat berkas-berkas pembuluh yang dapat memperkuat tegaknya tanaman.
Rata-rata panjang batang jagung adalah sekitar 100 – 300 cm. Daun tanaman
jagung terdiri antara 8 – 48 helai. Tetapi sebagian besar varietas jagung
mempunyai daun berkisar antara 12 – 18 helai. Panjang daun jagung berkisar
8
32
antara 30 – 150 cm. Lebar daun jagung sekitar 15 cm. Daun jagung termasuk
dalam tipe daun linier.
Buah atau biji jagung terletak pada tongkol yang tersusun memanjang.
Biji jagung akan menempel pada tongkol jagung tersebut dan akan diselimuti oleh
rambut-rambut jagung. Setiap tanaman jagung biasanya akan terbentuk 1 – 2
tongkol. Perkembangan biji jagung tersebut akan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhinya yaitu varietas dan unsur hara
dalam tanah (AAK, 1993).
2.1.4 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Tanaman jagung akan tumbuh baik di daerah-daerah beriklim sedang hingga
daerah-daerah beriklim subtropis/tropis yang basah. Adapun faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung antara lain:
a. Suhu atau temperatur : suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman jagung
yaitu antara 21ºC hingga 30ºC. Namun temperatur optimum untuk
pertumbuhan tanaman jagung yaitu antara 23ºC hingga 27ºC.
b. Ketinggian tempat : Ketinggian tempat untuk pertumbuhan tanaman jagung
tidak terlalu memberikan efek untuk jagung dapat tumbuh dengan baik.
Di Indonesia jagung dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dengan dataran
pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1.000 – 1.800 meter dari
permukaan air laut.
c. Sinar matahari : sinar matahari berperan penting untuk pembentukan batang,
daun, buah dan biji.
9
33
d. Curah hujan : air sangat berperan dalam kehidupan tanaman jagung. Air akan
menyediakan dan menyiapkan zat hara dari dalam tanah ke perakaran tanaman,
sehingga akar-akar tanaman dapat mudah dalam menyerap unsur hara didalam
tanah.
e. Kemiringan tanah : Tanaman jagung dapat ditanam pada kemiringan tanah
kurang dari 8 %. Hal ini karena pada tingkat kemiringan tersebut
kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil (AAK, 1993).
2.2 Permasalahan pada Tanaman Jagung
Di Indonesia saat ini permintaan jagung terus meningkat. Dengan demikian usaha
pengembangan jagung di Indonesia mempunyai prospek dan peluang yang cukup
baik. Namun usaha pengembangan jagung ini masih mempunyai berbagai
permasalahan. Permasalah utama yang ada pada tanaman jagung yaitu adanya
gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Beberapa OPT yang dapat
mengganggu tanaman jagung diantaranya yaitu hama dan penyakit. Hama yang
menyerang tanaman jagung salah satunya adalah ulat grayak (Spodoptera litura),
lalat bibit (Antherigona sp.) dan penggerek batang ( Ostrinia furnacalis).
Sedangkan penyakit yang menjadi permasalahan dalam berbudidaya tanaman
jagung yaitu adanya gangguan penyakit bulai (Peronosclerospora sp.), penyakit
hawar daun (Rhizoctonia solani), penyakit bercak daun (Bipolaris maydis)
(Surtikanti, 2011).
10
34
2.2.1 Penyakit Bulai
Penyakit bulai merupakan penyakit pada tanaman jagung yang sangat berbahaya
dan dapat menurunkan hasil produksi. Kerugian yang disebabkan oleh penyakit
bulai di Provinsi Lampung sangat besar. Bahkan dibeberapa lokasi tertentu
kerugian tersebut dapat mencapai 100 % (Wakman & Kontong, 2000 dalam
Ginting et al., 2016).
2.2.1.1 Penyebab Penyakit Bulai
Penyakit bulai disebabkan oleh Peronosclerospora sp.. Jamur ini tidak
membentuk oospora. Konidium Peronosclerospora sp. akan terbentuk pada
waktu malam hari yaitu pada waktu daun berembun. Selanjutnya konidium akan
menyebar karena adanya hembusan angin (Semangun, 2004). Konidia dan
konidiofor Peronosclerospora sp. terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. (a) Konidia, dan
(b) Konidiofor Peronosclerospora sp.
2.2.1.2 Gejala Penyakit Bulai
Gejala yang disebabkan oleh Peronosclerospora sp. dapat berupa gejala sistemik
maupun gejala lokal (Semangun, 2004). Gejala sistemik terjadi apabila patogen
a
b
11
35
menginfeksi pada titik tumbuh. Sedangkan gejala lokal akan terjadi apabila
patogen menginfeksi pada bagian daun. Gejala serangan patogen ini akan terlihat
seperti klorotik atau bergaris-garis. Serangan pada daun muda terlihat bercak
klorosis kecil-kecil. Kemudian bercak tersebut akan berkembang menjadi jalur
yang sejajar dengan tulang daun (Ginting et al., 2016). Jika dilihat pada waktu
pagi hari, dibagian bawah daun akan terlihat lapisan beledu putih yang terdiri dari
konidiofor dan konidium jamur (Semangun, 2004). Tanaman jagung bergejala
bulai terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Tanaman jagung bergejala bulai
2.2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Bulai
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit bulai
diantaranya yaitu sebagai berikut:
a. Ketinggian tempat : Penyakit bulai pada tanaman jagung terutama terdapat di
dataran rendah dan jarang terdapat di tempat-tempat yang lebih tinggi dari 900 –
1.200 m dari permukaan laut (Rutgers, 1961 dalam Semangun, 2004).
b. Cuaca : Penyakit bulai lebih banyak terdapat pada jagung musim hujan.
Sudjadi (1976) dalam Semangun (2004) telah meneliti bahwa intensitas penyakit
mempunyai hubungan erat dengan kombinasi kelembaban nisbi dan suhu.
12
36
c. Umur tanaman : Tanaman yang berumur lebih dari 3 minggu cukup tahan
terhadap infeksi, dan makin muda tanaman maka akan semakin rentan.
d. Jenis tanaman : Di antara jenis-jenis jagung terdapat perbedaan dalam
ketahanannya terhadap penyakit bulai. Reitsman dan Karthaus (1949) dalam
Semangun (2004) telah meneliti bahwa jenis tanaman jagung yang paling tahan
terhadap penyakit bulai yaitu Kodok, Genjah Warangan, Jawa Tengah Putih,
Impa-kimpa, Ngale, Boman, dan Calamba.
2.2.1.4 Pengendalian Penyakit Bulai
Untuk mengendalikan penyakit bulai pada tanaman jagung, dianjurkan melakukan
langkah-langkah pengendalian berikut ini secara terpadu. (a) menanam jenis-jenis
jagung yang tahan terhadap penyakit bulai. (b) melakukan penanaman serentak
pada tanaman jagung tegalan untuk suatu daerah yang luas. (c) segera mencabut
tanaman yang menunjukkan gejala penyakit bulai agar tidak menjadi sumber
infeksi bagi tanaman di sekitarnya (Semangun, 2004).
2.3 Jamur Trichoderma sp.
Ciri-ciri Trichoderma sp. secara umum yaitu hifa bersekat, konidiofor berbentuk
salib, konidia lonjong, atau bulat telur dan koloni berwarna hijau gelap. Jika
dilihat pada media buatan, ciri-ciri Trichoderma sp. yaitu membentuk koloni yang
berwarna hijau hingga hijau gelap. Sedangkan jika dilihat secara mikroskopis,
ciri-ciri Trichoderma sp. yaitu terdapat banyak percabangan konidiofor, pada
ujung konidiofor tumbuh sel-sel yang menyerupai botol (fialid). Sifat dari
13
37
Trichoderma sp. ini yaitu mudah diisolasi dan dibiakkan, cepat tumbuh pada
berbagai substrat, mampu memproduksi antibiotik dan bersifat saprofit tanah
(PPAH, 2012).
Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Putra (2012), yaitu sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Divisi : Amastigomycota
Kelas : Deutromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma sp.
Mekanisme Trichoderma sp. dalam menginduksi ketahanan tanaman yaitu
Trichoderma sp. akan mempenetrasi epidermis dan permukaan korteks kemudian
tanaman akan merespon dengan meningkatnya aktivitas enzim peroksidase,
meningkatnya enzim kitinase dan meningkatnya selulosa yang terdeposit pada
dinding sel. Selain di perakaran tanaman, penigkatan enzim-enzim tersebut juga
terjadi di daun (Yedidia et al., 1999 dalam Santana, 2017).
Trichoderma sp.telah banyak dilaporkan mampu mengendalikan berbagai
penyakit pada tanaman. Yudha et al. (2016) melaporkan bahwa perlakuan
Trichoderma isolat bawang mampu menekan intensitas penyakit akar gada pada
tanaman caisin. Antara et al. (2015) melaporkan bahwa pemberian Trichoderma
spp. mampu menekan perkembangan penyakit layu yang disebabkan oleh
Fusarium oxysporum. Alfizar et al. (2013) melaporkan bahwa Trichoderma spp.
dapat mengendalikan berbagai pataogen pada tanaman, diantaranya yaitu
Rhizoctonia oryzae pada padi, Collectotricum capsici pada cabai, dan Fusarium
oxysporum pada pisang.
14
38
2.4 Pentingnya Mencarai Isolat Trichoderma spp. dari Beberapa Lokasi
Trichoderma sp. merupakan jamur yang biasa dianggap sebagai saprofit tanah,
namun jamur tersebut mampu berasosiasi dengan perakaran tanaman (Harman,
2000). Jamur ini akan tumbuh baik sesuai dengan lingkungannya. Menurut
Sobieralski et al. (2009) dalam Sulistiyono (2015), Trichoderma sp. akan tumbuh
optimum pada lingkungan dengan suhu antara 25ºC – 30ºC. Pertumbuhan jamur
ini akan mengalami penurunan pada suhu kurang dari 25ºC dan lebih dari 30ºC.
Selain itu, syarat tumbuh jamur Trichoderma spp. yaitu lingkungan dengan
kelembaban yang tinggi dan tersedianya bahan makanan dasar yang sesuai untuk
pertumbuhannya. Dengan demikian, setiap wilayah tempat tumbuhnya
Trichoderma spp. diduga akan memperlihatkan pertumbuhan Trichoderma spp.
yang berbeda-beda. Oleh sebab itu untuk mendapatkan berbagai isolat
Trichoderma spp. yang berbeda-beda perlu dilakukan isolasi Trichoderma sp. dari
beberapa lokasi.
Pada tanaman jagung, populasi Trichoderma sp. tertinggi terdapat pada bagian
akar tanaman (Sriwati et al., 2011). Oleh sebab itu pengambilan sampel
dilakukan dengan mengambil bagian akar tanaman jagung. Beberapa wilayah di
Provinsi Lampung yang merupakan sentra budidaya tanaman jagung diantaranya
yaitu Kecamatan Sukoharjo, Gedong Tataan, Hajimena, Margodadi, Tegineneng,
dan Gunung Sugih. Hal inilah yang mendasari pemilihan lokasi pengambilan
sampel akar jagung untuk isolasi Trichoderma sp.
15
39
III . BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2018 – April 2019. Pada
penelitian ini, pengambilan sampel untuk isolasi Trichoderma sp. dilaksanakan di
enam lokasi yang ada di Lampung yaitu Kecamatan Sukoharjo, Gedong Tataan,
Hajimena, Margodadi, Tegineneng, dan Gunung Sugih. Pelaksanaan isolasi
dilakukan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas
Lampung dan inokulasi dilaksanakan di halaman Laboratorium Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat-alat gelas (cawan petri, gelas
ukur, erlenmeyer dan pipet tetes), alat-alat untuk isolasi (pisau, plastik, nampan
dan hand sprayer), alat-alat untuk pembuatan media (pisau, panci, kompor gas,
erlenmeyer, alumunium foil, karet gelang, autoclave, LAF, mikropipet, cawan
petri, plastik wrapping , gelas ukur), alat-alat lain (timbangan, cangkul, polibeg,
kertas label, kuas, senter, haemocytometer, mikroskop, magnetik stirer, meteran,
oven, spatula).
16
40
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan-bahan untuk isolasi
(sampel akar jagung, alkohol, media PSA), bahan-bahan untuk pembuatan media
(agar, kentang, sukrose, air mineral, asam laktat, alkohol, aquades), bahan-bahan
lain (tanah steril, air, benih jagung P27, Trichoderma spp., spora jamur
Peronosclerospora sp., dan serbuk gergaji steril).
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu isolasi dan tahap
kedua yaitu percobaan in planta. Isolasi Trichoderma spp. dilakukan dengan cara
menumbuhkan isolat Trichoderma spp. dari sampel akar tanaman jagung yang
diambil dari enam lokasi yang ada di Lampung. Enam lokasi tempat mengambil
sampel akar jagung tersebut yaitu Kecamatan Sukoharjo, Gedong Tataan,
Hajimena, Margodadi, Tegineneng, dan Gunung Sugih. Dalam pelaksanaan
percobaan in planta perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan empat ulangan dan tujuh perlakuan. Perlakuan terdiri dari (T0) tanpa
isolat Trichoderma sp., (T1) Trichoderma sp. isolat Sukoharjo, (T2) Trichoderma
sp. isolat Gedong Tataan, (T3) Trichoderma sp. isolat Hajimena, (T4) Trichoderma
sp. isolat Margodadi, (T5) Trichoderma sp. isolat Tegineneng, dan (T6)
Trichoderma sp. isolat Gunung Sugih. Jumlah satuan percobaan sebanyak 28 dan
setiap satuan percobaan terdiri dari 6 tanaman, sehingga total keseluruhan 168
tanaman. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 3.
17
41
Blok 1 Blok 2 Blok 3 Blok 4
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pengambilan Sampel untuk Isolasi Trichoderma spp.
Pengambilan sampel untuk isolasi Trichoderma spp. dilakukan dibeberapa lokasi
yang ada di Lampung. Lokasi tempat pengambilan sampel yaitu Kecamatan
Sukoharjo, Gedong Tataan, Hajimena, Margodadi, Tegineneng, dan Gunung
Sugih. Dari masing-masing lokasi tersebut diambil beberapa potong sampel akar
jagung dari tanaman yang sehat beserta tanahnya sekitar 1 kg. Setelah itu
beberapa potong akar jagung beserta tanah tersebut dimasukkan ke dalam plastik
lalu dibawa ke Laboratorium Penyakit Tumbuhan Unila untuk diisolasi.
3.4.2 Pembuatan Media Potato Sukrose Agar (PSA)
Media PSA dibuat menggunakan 1000 ml akuades, 200 g kentang, 20 g agar, 20 g
sukrose, dan 1,4 ml asam laktat. Pembuatan media PSA dilakukan dengan cara
sebagai berikut: mula-mula kentang dikupas lalu dibersihkan dan dipotong
ukuran dadu kecil lalu ditimbang sebanyak 200 g. Selanjutnya kentang yang
sudah dipotong-potong tersebut dimasukkan ke dalam panci yang berisi 1000 ml
T6
T2
T1
T3
T4
T6
T3
T1
T0
T5
T1
T0
T2
T6
T2
T4
T4
T5
T3
T1
T0
T6
T5
T4
T2
T3 T0
T5
Gambar 3. Tata letak percobaan
18
42
aquades dan dimasak hingga mendidih. Setelah itu sari dari rebusan kentang
tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi sukrose
20 g dan agar 20 g. Kemudian campuran bahan tersebut diaduk hingga homogen
lalu mulut tabung erlenmeyer ditutup menggunakan alumunium foil dan diikat
menggunakan karet gelang. Selanjutnya media tersebut disterilkan menggunakan
autoclave pada suhu 121ºC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Setelah itu
pada media tersebut ditambahkan asam laktat 1,4 ml lalu diaduk hingga homogen
kemudian dituangkan ke dalam cawan petri.
3.4.3 Isolasi dan Pemurnian Trichoderma spp.
Isolasi dan pemurnian Trichoderma spp. dilakukan dengan cara sebagai berikut:
mula-mula sampel akar jagung dicuci dan dipotong kecil-kecil ukuran 3 cm lalu
direndam dengan aquades selama 30 detik kemudian dipindahkan dalam air
klorok selama 2 menit. Perendaman menggunakan air klorok tersebut bertujuan
agar sampel akar jagung tersebut bebas dari berbagai jenis mikroba. Selanjutnya
sampel akar tanaman jagung tersebut direndam kembali dengan aquades selama
30 detik lalu ditiriskan menggunakan tisu kemudian diletakkan pada media PSA
yang telah disiapkan. Setiap satu cawan media PSA diberi tiga potong sampel
akar jagung. Setelah itu diinkubasi selama tujuh hari hingga diperoleh isolat
Trichoderma spp.. Ciri Trichoderma spp. sudah tumbuh yaitu pada media PSA
tersebut terdapat koloni jamur berwarna hijau hingga hijau gelap. Setelah
diperoleh isolat Trichoderma spp., tahapan selanjutnya yaitu dilakukan pemurnian
pada media PSA yang baru. Pemurnian tersebut bertujuan untuk mendapatkan
19
43
biakan murni Trichoderma spp. Biakan murni ini selanjutnya akan diperbanyak
untuk diaplikasikan pada tanaman percobaan.
3.4.4 Perbanyakan Isolat Trichoderma spp.
Perbanyakan isolat Trichoderma spp. dilakukan dengan cara sebagai berikut:
mula-mula isolat murni yang sudah didapatkan dari hasil pemurnian dipotong
dengan menggunakan bor gabus lalu diletakkan pada media PSA. Selanjutnya
isolat tersebut diinkubasi sampai koloni jamur tumbuh memenuhi permukaan
cawan.
3.4.5 Persiapan Tanam dan Penanaman
3.4.5.1 Sterilisasi Media Tanam
Media tanam yang akan disterilisasi yaitu tanah yang diberi pupuk kandang
(kotoran sapi) dengan perbandingan 2:1. Tahapan yang dilakukan dalam
sterilisasi media tanam ini yang pertama yaitu tanah dan pupuk kandang dicampur
dan dihomogenkan hingga merata. Setelah tanah dan pupuk kandang tersebut
homogen lalu dimasukkan ke dalam plastik tahan panas dan ditimbang sebanyak
10 kg. Plastik yang telah berisi tanah 10 kg diikat menggunakan karet gelang.
Selanjutnya tanah dalam plastik tahan panas tersebut disterilisasi menggunakan
drum pengukus tanah selama 4 jam (Gambar 4).
18
20
44
Gambar 4. Drum pengukus tanah
3.4.5.2 Pembuatan Suspensi Trichoderma spp.
Pembuatan suspensi Trichoderma spp. dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
mula-mula isolat Trichoderma spp. pada media PSA dikerok menggunakan
spatula lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi aquades sebanyak
240 ml . Setelah itu suspensi Trichoderma spp. tersebut dihomogenkan
menggunakan magnetik stirer selama 10 menit. Selanjutnya suspensi tersebut
dihitung kerapatan sporanya menggunakan haemocytometer hingga diperoleh
kerapatan spora 108.
3.4.5.3 Persiapan Media Tanaman, Aplikasi Suspensi Trichoderma spp., dan
Penanaman
Media tanam yang telah disterilisasi dimasukkan ke dalam polibeg berukuran 10
kg. Selanjutnya pada media tanam tersebut dibuat lubang tanam sebanyak enam
lubang. Masing-masing lubang tanam diberi serbuk gergaji steril sebanyak 10 g
dan suspensi Trichoderma spp. sebanyak 10 ml. Pemberian suspensi
Trichoderma spp. tersebut sesuai dengan jenis perlakuan dalam tata letak
percobaan. Setelah persiapan media tanam selelesai selanjutnya dilakukan
21
45
penanaman benih. Benih yang akan ditanam dicuci terlebih dahulu untuk
memebersihkan benih dari sisa-sisa perlakuan fungisida. Kemudian benih yang
sudah bersih dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1 benih/lubang.
3.4.6 Inokulasi bulai (Peronosclerospora sp.)
Inokulasi tanaman jagung dengan Peronosclerospora sp. dilaksanakan pada saat
umur tanaman 10 hari setelah tanam. Inokulasi dilakukan dengan cara sebagai
berikut: mula-mula pada pukul 04.00 WIB dilakukan pemanenan spora
Peronosclerospora sp. dengan cara merendam daun jagung yang menunjukan
gejala bulai lalu disapu menggunakan kuas agar spora jatuh ke dalam cawan petri
yang telah berisi aquades. Kemudian suspensi spora Peronosclerospora sp.
tersebut dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dihomogenkan menggunakan
magnetik stirer selama 10 menit. Selanjutnya suspensi tersebut dihitung
kerapatan sporanya menggunakan haemocytometer hingga diperoleh kerapatan
spora 105. Setelah itu suspensi Peronosclerospora sp. tersebut diteteskan tepat
pada titik tumbuh tanaman percobaan sebanyak 1 ml/tanaman.
3.4.7 Variabel Pengamatan
Berikut variabel pengamatan dalam penelitian ini:
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi merupakan waktu yang dimulai saat inokulasi sampai
munculnya gejala penyakit untuk pertama kalinya pada tanaman. Pengamatan
masa inkubasi dilakukan setiap hari sejak satu hari setelah inokulasi sampai
22
46
munculnya gejala awal. Pengamatan dilakukan terhadap semua unit
percobaan.
2 . Keterjadian penyakit
Keterjadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut
(Ginting, 2013):
Keterangan :
KP : keterjadian penyakit (%)
n : jumlah tanaman yang bergejala
N : jumlah tanaman yang diamati
3 . Keparahan penyakit
Keparahan penyakit dihitung dengan menggunakan skor atau skala penyakit
yang terdiri dari 5 kategori seperti Tabel 1. (Hadiwiyono, 1999 dalam Yudha et
al., 2016).
Tabel 1. Skala kategori gejala penyakit
Skor Keterangan
0 Tidak terdapat gejala
1 Gejala terjadi pada 1 – 20 % bagian daun
2 Gejala terjadi pada 21 – 40 % bagian daun
3 Gejala terjadi pada 41 – 60 % bagian daun
4 Gejala terjadi pada 61 – 80 % bagian daun
5 Gejala terjadi pada > 80 % bagian daun
Setelah mengetahui skor semua sampel, keparahan penyakit dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
∑
23
47
Keterangan :
KP : keparahan penyakit (%)
n : jumlah daun dengan skor tertentu
N : jumlah daun yang diamati
v : nilai numerik pada masing-masing kategori
V : skor tertinggi
4. Bobot kering berangkasan
Pengukuran bobot kering berangkasan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
mula-mula tanaman jagung dicabut dari media tanam lalu dicuci untuk
membersihkan sisa-sisa tanah yang masih melekat pada bagian akar. Setelah
itu tanaman tersebut dipisahkan antara bagian akar dan bagian tajuk lalu
dipotong kecil-kecil. Kemudian masing-masing bagian tanaman tersebut
dimasukkan ke dalam amplop. Selanjutnya dioven dengan suhu 80ºC selama 3
hari. Setelah dioven, bobot kering berangkasan tanaman tersebut ditimbang
menggunakan timbangan analitik.
5. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi
tanaman dengan menggunakan meteran. Pengukuran dilakukan setiap minggu
mulai dari tujuh hari setelah tanam selama lima minggu.
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam, homogenitas ragam
diuji dengan uji Barlett. Aditivitas data diuji menggunakan uji Tukey. Perbedaan
nilai tengah antar perlakuan diuji lanjut dengan menggunakan uji BNT taraf nyata
5 %.
24
58
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Semua isolat Trichoderma spp. yang diuji mampu mengendalikan penyakit
bulai.
2. Isolat Trichoderma sp. yang terbaik dalam mengendalikan penyakit bulai
adalah isolat Hajimena.
3. Isolat Trichoderma spp. yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman
jagung adalah isolat Hajimena dan isolat Margodadi.
5.2 Saran
Perlu dilakukan identifikasi Trichoderma sp. isolat Hajimena sampai pada tingkat
spesies dan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keefektifannya dalam
mengendalikan penyakit bulai pada beberapa varietas tanaman jagung yang sangat
rentan.
59
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta.
Alfizar., Marlina., & Susanti, F. 2013. Kemampuan antagonis Trichoderma sp.
terhadap beberapa jamur patogen in vitro. Jurnal Floratek. 8 : 45 – 51.
Antara, I.M.S., Rosmini., & Panggeso, J. 2015. Pengaruh berbagai dosis
cendawan antagonis Trichoderma spp. untuk mengendalikan penyakit layu
Fusarium oxysporum pada tanaman tomat. E-j. Agrotekbis. 3 (5) : 622 –
629.
Badan Pusat Statistika. 2016. Produksi Jagung Menurut Provinsi (ton), 1993-
2015. https://www.bps.go.id. Diakses tanggal 29 November 2018 Pukul
11.15 WIB.
Balai Besar Peramalan Organisasi Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT). 2017.
Laporan Tahunan BBPOPT 2017. Karantina Pertanian. Karawang.
Burhanuddin. 2009. Fungisida Metalaksil Tidak Efektif Menekan Penyakit Bulai
(Perenosclerospora maydis) di Kalimantan Barat dan Alternatif
Pengendaliannya. Prosiding Seminar Nasional Serealia.
Cornejo, H.A.C., Rodriguez, L.M., Penagos,C.C., & Bucio, J.L.2009.
Trichoderma virens a plant benifical fungus, enhances biomass production
and promotes lateral root growth through an auxin-dependent mechanism in
arabidopsiss. Plant Physiology. 149:1579 – 1592.
Falah, R.S. 2009. Budidaya Tanaman Jagung Manis. http://www.bbpplembang
.info. Diakses tanggal 12 Oktober 2018 pukul 14.30 WIB.
Ginting, C. 2013. Ilmu Penyakit Tumbuhan Konsep dan Aplikasi. Lembaga
Penelitian Universitas Lampung. Lampung.
Ginting, C & Prasetyo, J. 2016. Jamur Patogen Tumbuhan. Plantaxia.
Yogyakarta.
60
Harman, G.E. 2000. Changes in perceptions derived from research on
Trichoderma harzianum T-22. Plant Disease. 84 (4):377 – 393.
Hersanti. 2001. Pengujian kemampuan Aspergillus spp., Trichoderma spp.,
Pinicillium spp. dalam meningkatkan ketahanan tanaman tomat terhadap
penyakit bercak coklat (Alternaria solani Sor.). Jurnal Bionatura. 4 (3) :
131 – 136.
Muslim, A., Paliman, K., Hamidson, H., Salim, A., & Anwar, N. 2014. Evaluasi
Trichoderma dalam mengendalikan penyakit rebah kecambah tanaman
cabai. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 10 (3):73 – 80.
Oanh, K.L., Vichai, K., Chainarong, R., & Sirikul, W. 2006. Influences of biotic
and chemical plant inducers on resistanceof chilli to anthracnose. Jurnal
Kasetsart. 40 : 39 – 48 .
PT Dupont Indonesia. 2017. Cara Bercocok Tanam Jagung yang Benar.
https://www.pioneer.com/web/site/indonesia/Berita-Umum/Cara-Bercocok-
Tanam-Jagung-Yang-Benar . Diakses tanggal 29 November 2018 pukul
11.30 WIB.
Pudjihartati, E., Siswanto., Ilyas, S., & Sudarsono. 2006. Aktivitas enzim kitinase
pada kacang tanah yang sehat dan yang terinfeksi Sclerotium rolfsii. Hayati.
13 (2) : 73 – 78 .
Pusat Pelayanan Agens Hayati (PPAH). 2012. Identifikasi Agens Hayati. http
://bumilestaringawi. blogspot.com /2012/08/identifikasi-agens-hayati.html.
Diakses tanggal 30 November 2018 pukul 07.58 WIB.
Putra, F.D. 2012. Trichoderma sp. http://fatandwiputra. blogspot.com /2012/12/
trichoderma-sp.html, Diakses tanggal 29 November 2018 Pukul 10.00 WIB.
Santana, M. 2017. Potensi Trichoderma spp dan ekstrak rimpang kencur
(Kaempferia gulanga L.) dalam meningkatkan ketahanan tanaman pisang
terhadap penyakit daun sigatoka. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar
Lampung. 81 pp.
Sasmita, M. 2015. Skrining Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai agens
pengendali hayati antraknosa ( Colletotrichum dematium Var. truncatum)
pada kedelai.( Sripsi). Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Semangun, H. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
37
61
Soenartiningsih., Djaenuddin, N., & Saenong, M.S. 2014. Efektivitas
Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. sebagai agen biokontrol hayati
penyakit busuk pelepah daun pada jagung. Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan. 33 (2):129 – 135.
Sriwati, R., Chamzurni,T., & Sukarman. 2011. Deteksi dan identifikasi cendawan
endofit Trichoderma yang berasosiasi pada tanaman kakao. Agrista. 15
(1):15 – 20.
Sulistiyono, F.D. 2015. Karakteristik fisiologi empat antagonis isolat Trichoderma
sp. sebagai agensia hayati. Jurnal Sains Natural Universitas Nusa Bangsa. 5
(1): 24 – 29.
Surtikanti. 2011. Hama dan penyakit penting tanaman jagung dan pengendalianya.
Seminar Nasional Serealia. hlm 497 – 508.
Sutama,K., Ratih,S., Maryono,T., & Ginting, C. 2015. Pengaruh bakteri
Paenibacillus polymixa dan jamur Trichoderma sp. terhadap penyakit bulai
(Perenosclerospora maydis (Rac.) Shaw) pada tanaman jagung. J.Agrotek
Tropika. 3 (2):199 – 203.
Syahri & Thamrin, T. 2011. Potensi Pemanfaatan Cendawan Trichoderma spp.
Sebagai Agens Pengendali Penyakit Tanaman di Lahan Rawa Lebak.
http://hamsyahri.blogspot.com/2011/01/trichoderma-spp.html. Diakses
tanggal 12 Oktober 2018 Pukul 15.00 WIB.
Taribuka, J., Sumardiyono, C.,Widyastuti, S.M., & Wibowo, A. 2016. Eksplorasi
dan identifikasi Trichoderma endofitik pada pisang. J HPT Tropika. 16 (2) :
115 – 123.
Vargas, W. A., Mandawe, J.C., & Kenerly, C.M. 2009. Plant-derived sucrose is a
key element in the symbiotic association between Trichoderma virens and
maize plants. Plant Physiol Journal. 151 : 792 – 808.
Widyanti, Fitri. 2018. Pengujian Trichoderma sp. terduga mutan tahan N tinggi, P
tinggi dan pH rendah sebagai antagonis Ganoderma boninense dan PGPF.
(Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 105 pp.
Wijaya, R.A. 2018. Aplikasi kombinasi Trichoderma, Mikoriza dan fungisida
nabati pada tanah steril untuk mengendalikan bulai pada jagung. (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung. 41 pp.
Yedidia, I., Benhamou, N. & Chet, I. 1999. Induction of defense responses in
cucumber plants ( Cucumis sativus L.) by the biocontrol agent Trichoderma
harzianum. Applied and Environmental Microbiology. 65 (3) : 1061 – 1070.
38
62
Yudha, M.K., Soesanto, L., & Mugiastuti, E. 2016. Pemanfaatan empat isolat
Trichoderma sp. untuk mengendalikan penyakit akar gada pada tanaman
caisin. Jurnal Kultivasi. 15 (3): 143 – 149.
Zali, M & Purdiyanto, J. 2011. Penentuan Suhu Optimum Pertumbuhan Jamur
Trichoderma sp. Pada Proses Permentasi Bokashiplus. https
://Fp.unira.ac.id/?p=415. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2018 pukul 15.20
WIB.
39