39
PENINGKATAN KANDUNGAN PROTEIN ONGGOK MELALUI PROSES FERMENTASI OLEH Rhizopus oligosporus TERSELEKSI DI BALAI PENGKAJIAN BIOTEKNOLOGI BPPT, SERPONG, TANGERANG LAPORAN KERJA PRAKTEK Oleh : ELMA RAHMALIA 10606049 PROGRAM STUDI BIOLOGI

Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

PENINGKATAN KANDUNGAN PROTEIN ONGGOK MELALUI

PROSES FERMENTASI OLEH Rhizopus oligosporus TERSELEKSI

DI BALAI PENGKAJIAN BIOTEKNOLOGI BPPT, SERPONG,

TANGERANG

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Oleh :

ELMA RAHMALIA

10606049

PROGRAM STUDI BIOLOGI

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2009

Page 2: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi
Page 3: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan komponen penting dalam industri peternakan. Produksi

peternakan dunia meningkat seiring dengan peningkatan di dalam permintaan hasil-hasil

ternak seperti daging, telur, dan susu. Kebutuhan produk peternakan yang sangat tinggi

tersebut akan berkaitan dengan kebutuhan pakan untuk meningkatkan produk

peternakan. Oleh karena itu perlu dilakukan langkah- langkah dalam peningkatan

penyediaan pakan. Salah satunya adalah dengan pemanfaatan limbah organik hasil

pertanian. Umumnya nilai gizi limbah pertanian sangat rendah, terutama dari segi

kandungan protein. Selain itu limbah pertanian mengandung serat kasar tinggi sehingga

nilai ketercernaannya rendah (Landecker, 1996). Salah satu limbah pertanian yang dapat

dimanfaatkan sebagi bahan baku pakan ternak adalah onggok. Onggok berasal dari

singkong (Manihot esculenta) yang merupakan ampas padat dari industri tepung

tapioka. Ingram (1975) menyebutkan bahwa onggok dapat dimanfaatkan sebagai

sumber energi karena mengandung karbohidrat dalam jumlah tinggi, yaitu sekitar 88.2

%. Selain kandungan karbohidrat yang tinggi, onggok berpotensi menjadi bahan baku

alternatif pakan karena harganya yang murah dan mudah diperoleh. Namun

pemanfaatan onggok sebagai bahan baku pakan dibatasi oleh rendahnya kandungan

protein ( sekitar 2.5%). Masalah lainnya adalah singkong dan produk limbahnya

mengandung non-strach polysaccharide (NSP) dalam jumlah tinggi. NSP merupakan

struktur karbohidrat yang tidak dapat dicerna, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan

lignin (Iyayi et al., 1997 dalam Aro, 2008). Limbah singkong juga mengandung anti-

nutrisi seperti hidrogen sianida (HCN) dan tannin dalam jumlah tinggi (Akpan and

Ikenebomeh, 1995 dalam Aro, 2008). Kehadiran anti-nutrisi tersebut mengakibatkan

rendahnya ketercernaan pakan oleh hewan ternak serta menurunnya kinerja hewan

ternak (Alawa and Amadi, 1990 dalam Aro, 2008).

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kandungan protein onggok

adalah melalui fermentasi menggunakan kapang (Vanneste, 1982 dalam Soccol, et al.,

1993). Fermentasi merupakan aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan

baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel

Page 4: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

tunggal, antibiotika dan biopolimer (Muhiddin et al., 2001). Salah satu kapang yang

dapat digunakan untuk fermentasi adalah Rhizopus sp. Rhizopus merupakan kapang

yang dapat dikonsumsi (edible) dan telah lama digunakan dalam fermentasi makanan di

banyak negara timur, seperti Cina, Korea, Jepang, Indonesia, Malaysia, dan negara

lainnya (Raimbault and Alazard, 1980).

Rhizopus termasuk ke dalam ordo Mucorales. Anggota dari genus ini

diantaranya R. oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer, R. arrhizus dan lainnya. Fermentasi

menggunakan Rhizopus dapat meningkatkan kandungan protein dan ketercernaan

makanan (Soccol et al., 1993). Fermentasi dengan Rhizopus juga tidak menghasilkan

produk- produk yang bersifat toksik, seperti aflatoksin . Selain itu, penggunaan

Rhizopus untuk fermentasi menghasilkan biosida aktif yang dapat melawan bakteri

(Wang et al., 1969 ) dan mendetoksifikasi komponen anti nutrisi dari singkong

(Padmaja and Balagopal, 1985). Rhizopus dapat diisolasi dari tempe dimana Rhizopus

oligosporus merupakan jenis yang paling sering dijumpai pada sampel tempe meskipun

jenis Rhizopus lainnya kadang ditemukan (Hesseltine et al., 1963 dalam Jurus and

Sanberg, 1976). Selama proses fermentasi kapang mengubah senyawa-senyawa yang

ada di dalam substrat untuk pertumbuhan dan pembentukan protein sehingga produk

fermentasi merupakan bahan pakan dengan kandungan protein yang lebih tinggi. Selain

itu terjadi pula perombakan bahan-bahan yang kompleks menjadi lebih sederhana

sehingga mudah dicerna dan diserap oleh ternak. (Landecker, 1996).

Page 5: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

1.2 Tujuan

Tujuan kerja praktek ini adalah:

1. Melakukan seleksi koloni kapang Rhizopus oligosporus pada beberapa sampel

tempe yang berasal dari pasar untuk mendapatkan strain yang paling baik dalam

fermentasi substrat onggok.

2. Mengetahui peningkatan kadar protein pada proses fermentasi onggok

menggunakan isolat strain Rhizopus oligosporus terseleksi/terpilih.

1.3 Waktu dan Tempat Kerja Praktek

Waktu : 1- 30 Juni 2009

Tempat : Laboratorium Mikrobiologi Veteriner,

Balai Pengkajian Bioteknologi- Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi (Biotek-BPPT), Kawasan Puspiptek, Serpong.

Page 6: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

BAB III

PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

3.1 Deskripsi Aktivitas

3.1.1 Alat dan Bahan

Alat Bahan

laminar air flow sampel tempe T1, T2, dan T3

autoklaf onggok

heater media PDA 3.9 %

inkubator suhu 37oC media PDB 2.65%

neraca analitik air steril

pH meter onggok

hemasitometer KH2PO4 0.01%

mikroskop pepton

shaker yeast extract 0.2%

blender KH2PO4 0.08%

tabung destruksi urea 1.6%

unit destruksi ammonum sulfat 1.6 %

unit destilasi semi automatis larutan NaOH 5%

Burret otomatis 50 ml selenium tablet

pipet volumetrik 25 ml indikator BCG- MM 0.1 %

lemari asam Larutan HCl 0.05 N

mikropipet larutan NaOH 40%

cawan petri larutan H3BO3 4%

tabung kultur H2SO4 pekat

jarum oose tips mikropipet

labu erlenmeyer 250 dan 500 ml alkohol 70%

pembakar bunsen alkohol 95%

spatula aluminium foil

beaker glass

tabung eppendorf

III-6

Page 7: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

corong

gelas ukur

3.1.2 Cara Kerja

Isolasi Kapang R. oligosporus

Penyiapan media isolasi. Media yang digunakan adalah Potato Dextrose

Agar (PDA) 3.9 %. Media dibuat dengan melarutkan 3.9 gram PDA untuk

setiap 1 liter air steril dalam labu erlenmeyer. Media disterilisasi pada suhu

121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit menggunakan autoclave

Tommy, kemudian media ditempatkan di dalam laminar untuk

pendinginan. Setelah suhu media turun menjadi 50- 80 oC, 20 ml media

dituang ke dalam tiap cawan petri. Media dibiarkan hingga mengeras.

Inokulasi R. oligosporus. Sampel tempe yang diperoleh dari tiga lokasi

diberi label, yaitu T1, T2, dan T3. Tiap sampel tempe kemudian dipotong

kecil menggunakan spatula steril secara aseptis di dalam laminar air flow.

Satu potongan kecil dari tiap sampel diinokulasikan pada medium PDA

plate yang telah disiapkan sebelumnya. Media isolasi kemudian diinkubasi

pada suhu 37 oC selama 24- 48 jam. Koloni R. oligosporus yang tumbuh

pada media diamati pada jam ke- 24 dan ke- 48.

Seleksi Koloni R. oligosporus

Penyiapan kultur slant. Regenerasi kultur R. oligosporus dilakukan

menggunakan media agar miring (slant) PDA. Media dibuat dengan

melarutkan 3.9 gram PDA untuk setiap 1 liter air steril dalam beaker glass.

Kemudian 12 ml media dimasukkan ke dalam tiap tabung reaksi. Media

disterilisasi pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Kemudian media dimiringkan dan dibiarkan hingga mengeras. Setelah itu

sampel T1, T2, dan T3 hasil isolasi diinokulasi secara duplo ke dalam media

slant dengan metode gores. Hasil regenerasi kemudian diinkubasi pada

suhu 37 oC selama 24- 48 jam.

Penyiapan media seleksi koloni. Media seleksi koloni R. oligsporus

dibuat dengan melarutkan PDA 3.9%, onggok 1%, KH2PO4, dan 0.2 %

III-7

Page 8: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

yeast extract dalam air steril. pH media diatur pada kisaran pH 5- 6. Media

kemudian disterilisasi pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15

menit. Setelah itu media ditempatkan di dalam laminar untuk pendinginan.

Setelah suhu media turun menjadi 50- 80 oC, 20 ml media dituang ke

dalam tiap cawan petri. Media dibiarkan hingga mengeras.

Inokulasi media seleksi koloni. Inokulasi dilakukan menggunakan

suspensi spora dari kultur slant. Air steril sebanyak 10 ml disuspensikan

permukaan kultur slant secara merata. Permukaan kultur slant kemudian

dikerik secara perlahan menggunakan jarum oose steril. Setelah itu

suspensi spora dalam kultur slant dihomogenisasi dan diambil sebanyak

100 l. Kemudian dilakukan pengenceran suspensi spora sampai

pengenceran 10-4 dengan air steril. Suspensi spora yang telah diencerkan

kemudian diinokulasikan sebanyak 10 l ke dalam media seleksi koloni

dengan cara menempatkannya tepat di tengah cawan petri. Media kultur

seleksi koloni diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Jumlah spora

dalam sisa suspensi kultur agar miring dihitung menggunakan

hemositometer. Diameter lingkaran tumbuh kultur seleksi koloni diukur

saling tegak lurus pada jam ke 16, 24, 40, dan 48. Koloni dengan

pertumbuhan paling cepat dan sedikit menghasilkan spora dipilih untuk

masuk ke tahap selanjutnya.

Kultur Inokulum R. oligosporus

Penyiapan kultur slant. Regenerasi kultur R. oligosporus dilakukan

menggunakan media agar miring (slant) PDA yang ditambahkan dengan

onggok 1%. R. oligosporus yang berasal dari koloni pada media seleksi

diinokulasi secara duplo ke dalam media slant dengan metode gores. Hasil

regenerasi kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC. Setelah kultur tumbuh

subur memadati seluruh permukaan media agar, kultur siap digunakan.

Penyiapan media inokulum. Media kultur vegetatif R. oligosporus yang

digunakan adalah media PDB 2.65%. Media dibuat dengan melarutkan

1.325 gram PDB untuk dalam 50 ml air steril dalam beaker glass.

Kemudian ke dalam larutan ditambahkan 0.1 g yeast extract, 0.05 g

III-8

Page 9: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

KH2PO4, dan 0.5 g onggok. Media disterilisasi pada suhu 121oC dan

tekanan 1 atm selama 15 menit. Kemudian media inokulum steril

ditempatkan dlaam laminar air flow untuk pendinginan sehingga mencapai

suhu 35- 40 oC. Pada saat suhu mencapai 35- 40 oC, media inokulum siap

diinokulasi menggunakan koloni R. oligosporus dari kultur slant yang

telah disiapkan sebelumnya.

Inokulasi media inokulum substrat. Inokulasi dilakukan menggunakan

spora kultur slant yang disuspensikan dengan air steril sebanyak 10 ml per

tabung. Permukaan kultur slant kemudian dikerik secara perlahan

menggunakan jarum oose steril. Setelah itu suspensi spora dalam kultur

slant dihomogenisasi. Sebanyak 10 % suspensi spora kemudian

diinokulasi ke dalam media inokulum substrat. Setelah itu media inokulum

substrat diinkubasi dalam inkubator shaker pada suhu 37 oC, kecepatan

100 rpm selama 48 jam. Setelah 48 jam inkubasi, kultur vegetatif R.

oligosporus yang tumbuh pada media siap digunakan.

Fermentasi Substrat Onggok

Penyiapan substrat. Media yang digunakan dalam fermentasi diberi dua

perlakuan yang berbeda. Media pertama (M1) adalah campuran onggok

dengan air steril sedangkan media kedua (M2) adalah campuran onggok

dengan larutan mineral. Pada M1, onggok yang telah dihaluskan

menggunakan blender dicampurkan air steril, dengan perbandingan 240 g

onggok : 360 ml air steril. Setelah dicampur rata, 31 gram campuran

ditimbang pada cawan petri (diameter 9 cm). Pembuatan M2 sama seperti

M1 namun digunakan air mineral sebagai pengganti air steril. Larutan

mineral yang digunakan terdiri dari 1.6% urea, 1.6% ammonium sulfat,

dan 0.08% KH2PO4 (pH diatur pada kisaran 7-7.2). Substrat kemudian

disterilisasi pada suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama 15 menit.

Inokulasi substrat onggok. Media onggok M1 dan M2 difermentasi

menggunakan dua inokulum yang berbeda. Inokulum pertama berasal dari

kultur vegetatif R. oligosporus yang ditumbuhkan pada media campuran

PDB dan onggok. Inokulum diberi label P. Sedangkan inokulum kedua

III-9

Page 10: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

berasal dari biakan murni hasil regenerasi dari media yang tidak

mengandung onggok (diberi label S). Inokulum P yang telah disiapkan

sebelumnya dicampurkan dengan 60 ml air steril dan dihaluskan dengan

blender. Sebanyak 3 ml inokulum P kemudian diinokulasi secara merata

ke seluruh permukaan M1 dan M2. Inokulum S diperoleh dengan

menambahkan air steril sebanyak 10 ml ke permukaan slant. Permukaan

kultur slant kemudian dikerik secara perlahan menggunakan jarum oose

steril. Setelah itu suspensi spora dalam kultur slant dihomogenisasi dan

diambil sebanyak 3 ml untuk diinokulasi ke permukaan M1 dan M2.

Fermnetasi dilakukan secara triplo untuk tiap perlakuan. Substrat

kemduian diinkubasi pada suhu 37oC selama 4- 5 hari. Jumlah sel spora

pada sisa suspensi spora inokulum P dan S dihitung menggunakan

hemasitometer.

Analisis Kadar Protein dengan Metode Kjeldahl

Sebelum dianalisis kadar proteinnya, onggok hasil fermentasi dijemur

dibawah sinar matahari hingga kering. Setelah itu onggok terfermentasi

dihaluskan menggunakan blender. Sampel dari tiap perlakuan ditimbang sebanyak

2 gram. Satu butir selenium tablet dan 10 ml H2SO4 kemudian ditambahkan pada

tiap sampel dan didestruksi dalam alat destruksi sampai sampel menjadi bening.

Sampel kemudian didinginkan. Setelah itu larutan H3BO3 4% dipipet sebanyak 25

ml ke dalam erlenmeyer 250 ml. Sampel kemudian didestilasi dengan alat

destilasi sampai selesai. Setelah itu dilakukan titrasi sampel dengan larutan HCl

0.05 N sampai titik akhir (sampel berubah warna menjadi abu-abu). Jumlah

pemakaian larutan HCl dicatat dan kandungan nitrogen total dihitung

menggunakan rumus pada Lampiran 4. Hasil penghitungan nitrogen total

kemudian dikalikan dengan faktor pengali (6.25) sehingga diperoleh kandungan

protein total.

III-10

Page 11: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

3.2 Pengamatan dan Analisis Data

3.2.1 Isolasi Kapang R. oligosporus

Hasil isolasi Rhizopus oligosporus setelah inkubasi ditunjukkan pada

Gambar B.1 dan Gambar B.2 pada Lampiran 2. Tempe yang digunakan untuk

isolasi R. oligosporus berasal dari tiga tempat, yaitu daerah Pamulang untuk T1,

daerah Serpong untuk T2, dan daerah Jakarta Pusat untuk T3. Setelah inkubasi

selama 4 hari, diperoleh koloni tunggal kapang yang diperkirakan adalah R.

oligosporus. Hal ini didasarkan pada ciri morfologis R. oligosporus yaitu miselia

yang kompak dan berwarna putih (Kuswanto, 1988). Hasil penelitian Rusmin dan

Ko (1974) menyebutkan bahwa R. oligosporus ditemukan di lebih dari 80 sampel

tempe yang dikoleksi dari berbagai daerah di Jawa dan Sumatera. Hasil penelitian

lain juga menyebutkan bahwa Rhizopus oligosporus merupakan jenis yang paling

sering dijumpai pada sampel tempe (Hesseltine et al., 1963 dalam Jurus and

Sanberg, 1976).

Pada Gambar B.1 koloni kapang T1A dan T1E terlihat tumbuh menyebar

sedangkan pertumbuhan T1B, T1C, dan T1D cenderung mengumpul. Sebaliknya,

Gambar B.2 menunjukkan bahwa kapang yang diisolasi dari sampel T2 dan T3

tumbuh menyebar. Pada pengamatan hari keempat, koloni T1A adalah koloni yang

paling banyak membentuk spora dibandingkan koloni kapang lainnya. Hal ini

mungkin dikarenakan T1A adalah koloni yang pertumbuhannya paling cepat

dibandingkan koloni lainnya. Hal ini terlihat dari besarnya diameter koloni T1A

dibandingkan koloni lainnya. Semakin cepat pertumbuhan koloni maka nutrisi

yang ada pada media semakin cepat habis. Landecker (1996) menyebutkan bahwa

kapang cenderung membentuk spora ketika miselia telah menghabiskan nutrien

pada media dan pertumbuhan miselia menurun. Pada koloni T1A sporulasi dimulai

dari daerah pinggir cawan petri. Hal tersebut dikarenakan benda keras (seperti

pinggiran cawan petri) merupakan salah satu faktor fisik yang menstimulus

sporulasi (McDonald and Bond, 1976, dalam Landecker, 1996).

Teknik isolasi dilakukan untuk memisahkan populasi campuran mikroflora

yang ada pada tempe sehingga diperoleh satu jenis mikroorganisme yang

diinginkan. Mikroflora dalam tempe terdiri atas bakteri, ragi, dan kapang. Kapang

dalam tempe adalah Rhizopus spp. dan pada umumnya satu diantara R.

III-11

Page 12: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

oligosporus, R. oryzae, R. arrhizus, dan R. stolonifer (Hesseltine, 1968; Ambsah,

1979 dalam Listryowati, 1988). Pertumbuhan kapang yang diisolasi dipengaruhi

oleh berbagai faktor, seperti nutrisi, suhu, pH, ketersediaan air dan oksigen.

Nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan kapang disediakan oleh media.

Media yang digunakan untuk isolasi R. oligosporus adalah Potato Dextrose Agar

(PDA). PDA merupakan media umum (undefined media) yang terdiri atas materi-

materi alami sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan kapang karena

mengandung gula, protein, vitamin, dan mineral yang mudah diasimilasi. Media

umum sering digunakan dalam kultur rutin berbagai jenis kapang karena mudah

dalam penyiapannya. PDA dan jenis media untuk kapang lainnya memiliki pH

dibawah 7 karena sebagian besar kapang tumbuh optimum pada pH asam

(Landecker, 1996). pH mempengaruhi ketersediaan kompleks ion-ion logam

dimana ion logam menjadi tidak larut pada kisaran pH tertentu. Hal tersebut akan

menyebabkan kapang mengalami defisiensi logam sehingga mengganggu

pertumbuhan kapang. Hadioetomo (1993) menyebutkan bahwa semua organisme

memerlukan unsur logam seperti natrium, kalium, kalsium, magnesium, mangan,

besi, seng, tembaga, fosfor, dan kobalt untuk pertumbuhan normalnya. Selain itu,

pH juga mempengaruhi permeabilitas sel kapang dan aktivitas enzim. Enzim

menjadi inaktif pada pH yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.

Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan kapang adalah kelembaban.

Agar-agar pada media PDA mengandung air yang berikatan dengan gel. Kapang

membutuhkan sumber air yang cukup untuk pertumbuhannya karena air

merupakan sumber hidrogen dan oksigen. Kedua elemen tersebut dibutuhkan

kapang untuk pembentukan molekul-molekul organik. Selain itu air berperan

penting dalam aktivitas enzim di dalam sel atau hifa dan pencernaan ekstraselular

berbagai nutrien. Air juga berperan dalam translokasi nutrien ke dalam miselium

karena nutrien organik maupun mineral umumnya larut dalam air. Aerasi juga

mempengaruhi pertumbuhan kapang. Apabila udara terlalu banyak maka

permukaan media akan kering dan menghambat pertumbuhan kapang. Jika udara

terlalu lembab pertumbuhan kapang akan kalah oleh bakteri karena difusi oksigen

ke dalam massa media menjadi berkurang (Listryowati, 1988).

III-12

Page 13: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

Suhu yang digunakan untuk inkubasi hasil isolasi adalah 37oC yang

merupakan suhu optimum bagi pertumbuhan R. oligosporus (Rusmin and Ko,

1974). Landecker (1996) menyebutkan bahwa suhu merupakan faktor yang sangat

penting dalam menentukan besar dan laju pertumbuhan organisme. Suhu

berpengaruh terhadap aktivitas enzim dan aktivitas kimia dalam sel. Enzim

menjadi inaktif pada suhu yang terlalu rendah dan terdenaturasi pada suhu tinggi.

Selain itu suhu juga mempengaruhi sintesis vitamin, asam amino, dan metabolit

lainnya.

Setelah diperoleh biakan murni hasil isolasi, kapang R. oligosporus

kemudian diinokulasi ke media yang mengandung onggok untuk seleksi koloni.

Seleksi koloni dilakukan untuk memilih strain R. oligosporus yang memiliki

kemampuan tumbuh paling baik pada media onggok. Sebelum diinokulasi ke

media seleksi, dilakukan subkultur R. oligosporus dari tiap sampel. Subkultur

dilakukan untuk memelihara dan mempersiapkan pengaktifan simpanan biakan

murni (Cappucino, 2004).

3.2.2 Seleksi Koloni R. oligosporus

Pada hasil pengamatan, R. oligosporus yang diinokulasikan pada media

seleksi tumbuh secara radial. Miselia kapang tumbuh dimulai dari titik pusat

inokulasi ke arah luar sehingga membentuk lingkaran. Hasil pengukuran diameter

koloni secara periodik ditunjukkan oleh Tabel 3.1.

Pengukuran diameter secara periodik dilakukan untuk mengestimasi

besarnya pertumbuhan kapang. Landecker (1996) menyebutkan bahwa

pengukuran diameter koloni merupakan metode yang paling sederhana dalam

menaksir pertumbuhan kapang. Pengukuran diameter koloni dilakukan dua kali

(saling tegak lurus). Koloni dengan pertumbuhan diameter paling cepat

merupakan koloni yang memiliki pertumbuhan paling baik pada media seleksi.

Berdasarkan tabel 3.1, pertumbuhan koloni yang paling cepat pada media seleksi

adalah koloni T2A dan T3B. Namun koloni T3B lebih cepat dan lebih banyak

membentuk spora dibandingkan koloni T2A. Hal ini menunjukkan bahwa T2A

lebih mampu beradaptasi pada media yang mengandung onggok dibandingkan

T3B. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pembentukkan spora

III-13

Page 14: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi pada media. Karena media yang digunakan

adalah sama maka dapat disimpulkan bahwa koloni T2A lebih mampu

menggunakan onggok pada media sebagai sumber nutrisinya dibandingkan T3B.

Oleh karena itu koloni yang terseleksi untuk digunakan pada fermentasi onggok

adalah T2A.

Tabel 3.1 Diameter pertumbuhan koloni R. oligosporus pada media seleksi

Waktu

PengamatanSampel Diameter X (cm) Diameter Y (cm)

JAM KE- 20

T1A Kontaminasi

T1E 2 2

T2A 2.3 2.3

T2A 2 3

T3B 2 1.3

T3B 2.5 2.6

JAM KE- 48

T1A Kontaminasi

T1E 3.8 3.8

T2A 4.5 4.5

T2A 3.7 3.7

T3B 3 3.1

T3B 4 4

JAM KE- 88

T1A Kontaminasi

T1E 6 5.5

T2A 6 5.7

T2A 8 7.3

T3B 4.5 5

T3B 8 8.5

3.2.3 Fermentasi Substrat Padat

Berdasarkan hasil pengamatan, secara umum pertumbuhan miselium

kapang pada media yang diberi larutan mineral lebih subur dibandingkan pada

media kontrol. Lampiran 3 menunjukkan gambar hasil fermentasi pada hari

kelima. Pada hari kelima, R. oligosporus yang berasal dari inokulum P tumbuh di

III-14

Page 15: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

kedua jenis media (M1 dan M2). Namun pertumbuhan terlihat lebih padat pada

media yang diberi larutan mineral. R. oligosporus yang berasal dari inokulum S

tumbuh di ketiga ulangan pada M1 dengan pertumbuhan yang tidak begitu subur.

Pada M2, kapang tumbuh subur dan menyebar pada pengulangan pertama

sedangkan di pengulangan kedua dan ketiga pertumbuhannya tidak menyebar.

Pada media M1 dan M2 kontrol tidak teramati adanya miselia yang tumbuh.

Kapang tumbuh lebih subur pada M2 dikarenakan adanya penambahan

larutan mineral pada media M2. Larutan mineral yang dicampurkan pada substrat

sebelum fermentasi terdiri atas urea, amonium sulfat, dan KH2PO4. Urea

merupakan sumber N yang mudah digunakan oleh mikroba karena strukturnya

yang sederhana. Amonium sulfat terdiri atas amonia yang merupakan sumber

nitrogen dan ion sulfat. Sulfur merupakan salah satu komponen dari molekul-

molekul yang penting dalam pertumbuhan dan perkembangan kapang, seperti

asam amino (sistein, sistin, dan metionin) dan vitamin (tiamin dan biotin). Ion

sulfat masuk ke sel-sel kapang dengan transpor aktif dan kemudian direduksi dan

disatukan ke dalam molekul-molekul organik (misalnya protein). Selain itu sulfur

juga merupakan komponen dari beberapa produk samping metabolit yang

berperan memberikan aroma khas pada produk fermentasi makanan oleh ragi atau

kapang (Slaughter, 1989 dalam Landecker, 1996). KH2PO4 yang terdapat pada

larutan mineral mengandung ion potasium dan ion fosfat yang merupakan

makroelemen tambahan bagi kapang. Potasium digunakan dalam bentuk K2+ dan

berperan dalam regulasi potensial osmotik seluler dan proses transpor di dalam

sel. Ion fosfat termasuk unsur pokok dari makromolekul seperti DNA, RNA,

fosfolipid, dan molekul kecil seperti NAD, FAD, koenzim A, dan beberapa

vitamin. Selain itu fosfat penting dalam penyimpanan energi dan proses transfer di

dalam sel karena fosfat merupakan komponen dari ATP dan GTP. Sel kapang

mengambil fosfor dalam bentuk ion ortofosfat (HPO42-) (Landecker, 1996).

Satu sampel dari tiap perlakuan kemudian dipilih untuk analisis kadar

protein. Sampel yang dipilih adalah sampel dengan pertumbuhan kapang paling

subur pada tiap perlakuan dari tiga pengulangan yang dilakukan. Hasil analisis

kandungan protein total ditunjukkan oleh tabel pada Lampiran 4 dan Gambar 3.4.

III-15

Page 16: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

G

Gambar 3.4 Perbandingan kandungan protein total pada M1 dan M2

Gambar 3.4 menunjukkan bahwa kandungan protein produk fermentasi

onggok pada M2 lebih tinggi dibandingkan M1. Hal ini disebabkan oleh

pertumbuhan R. oligosporus pada M2 lebih padat dibandingkan M1. Muhiddin et

al. (2001) menyebutkan bahwa total protein diakhir fermentasi merupakan hasil

biokonversi dan protein mikroba hasil pertumbuhan. Jumlah massa mikroba yang

besar akan menyebabkan kandungan protein pada produk fermentasi meningkat

karena protein hasil pertumbuhan besar dan aktivitas biosintesis protein oleh

mikroba lebih tinggi. Protein merupakan makromolekul yang tersusun atas asam

amino dengan ikatan peptida. Asam- asam amino tersebut terdiri dari gugus amino

(-NH2) sehingga untuk mengetahui protein total sampel dianalisa kadar

nitrogennya (Kapoor et al., 1975 dalam Listryowati, 1988).

III-16

Page 17: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

Gambar 3.5 Perbandingan kenaikan protein total pada M2 yang diinokulasi dengan

inokulum P dan S

Gambar 3.5 menunjukkan bahwa diantara perlakuan M2 kenaikan protein

total pada media yang difermentasi dengan inokulum P lebih besar (5.625%)

dibandingkan media yang diinokulasi dengan inokulum S (2.25%). Hal ini

berbanding terbalik dengan jumlah sel spora dalam inokulum S yang lebih besar

(1x109) dibandingkan sel spora dalam inokulum P (2x105). Perbedaan jumlah

mikroba pada awal fermentasi secara teoritis mengakibatkan penggandaan jumlah

sel yang berbeda pula. Berdasarkan hal tersebut seharusnya massa sel R.

oligosporus pada M2S lebih besar dibandingkan M2P. Hal ini mungkin

dikarenakan inokulum P berasal dari koloni T2A yang sebelumnya telah

diadaptasikan pada media onggok ketika seleksi koloni, sedangkan inokulum S

belum pernah ditumbuhkan pada media yang mengandung onggok. Akibatnya R.

oligosporus yang berasal dari inokulum P lebih mampu mendegradasi komponen

pada onggok menjadi protein.

III-17

Page 18: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

Gambar 3.6 Perbandingan kenaikan protein total pada M1 yang diinokulasi dengan

inokulum P dan S

Berdasarkan Gambar 3.6, kenaikan protein total pada M1 yang

diinokulasikan dengan inokulum P dan S adalah sama, yaitu sebesar 0.1875%. Hal

ini dikarenakan kurang suburnya pertumbuhan R. oligosporus akibat tidak adanya

larutan mineral pada media. Hal tersebut menyebabkan aktivitas biosintesis

protein rendah dan protein hasil pertumbuhan kecil.

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa

fermentasi dengan R. oligosporus dapat meningkatkan kandungan protein onggok.

Selama fermentasi, R. oligosporus mensintesis berbagai macam enzim yang

menghidrolisis substrat dan mengubah tekstur, rasa, serta aroma substrat. Proses

ini juga mengurangi komponen anti-nutrisi pada produk fermentasi. Penelitian

yang dilakukan oleh Miszkiewicz et al. (2004) membuktikan bahwa selama

fermentasi, R. oligosporus mensintesis enzim-enzim yang mendegradasi

polisakarida, lemak, dan protein, diantaranya lipase, alfa-amilase, xylanase,

endoglukanase, dan beta- glukosidase. R. oligosporus merupakan jenis yang

memiliki aktivitas proteolitik yang paling kuat dibandingkan anggota genus

Rhizopus lainnya. Dalam fermentasi, enzim lipolitik dan proteolitik memiliki

peranan penting dimana enzim-enzim tersebut akan memutuskan rantai

polipeptida protein dan membentuk oligopeptida dan asam amino bebas.

Berdasarkan hal tersebut maka onggok yang telah difermentasi menjadi lebih

III-18

Page 19: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

mudah dicerna (Arbianto, 1987 dalam Listryowati, 1988). Seperti yang telah

disebutkan sebelumnya bahwa onggok mengandung non-strach polysaccharide

(NSP) dalam jumlah tinggi yang merupakan struktur karbohidrat yang tidak dapat

dicerna, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan lignin (Iyayi et al., 1997 dalam

Aro, 2008). Selulosa dan lignin tersebut didegradasi pada saat fermentasi sehingga

dihasilkan protein (Landecker, 1996). Hasil yang sama juga dibuktikan oleh

Miszkiewicz et al. (2004) dimana R. oligosporus menggunakan pati yang

terkandung pada substrat sebagai sumber karbon dan pada akhir fermentasi

jumlah protein pada substrat meningkat.

III-19

Page 20: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Rhizopus oligosporus yang berasal dari sampel T2A adalah strain yang

memiliki potensi sebagai strain terbaik untuk digunakan dalam fermentasi

substrat onggok karena pertumbuhannya yang menyebar dan sedikit

menghasilkan spora pada media yang mengandung onggok.

2. Kandungan protein onggok meningkat dari 1.93% sebelum fermentasi

menjadi 2.12% pada perlakuan onggok yang tidak ditambah larutan

mineral, baik pada inokulum P maupun inokulum S. Kandungan protein

onggok yang ditambah larutan mineral meningkat dari 11.12 % menjadi

16.75 % pada produk fermentasi inokulum P dan 13.37 % pada produk

fermentasi inokulum S.

4.2 Saran

1. Optimasi proses fermentasi padat perlu dilakukan untuk memperoleh hasil

yang lebih baik lagi.

2. Identifikasi kapang hasil isolasi di Lab. Genetika sebaiknya dilakukan

untuk memastikan bahwa kapang yang digunakan adalah Rhizopus

oligosporus (prosedur ini biasa dilakukan di Lab. Probiotik Balai

Bioteknologi namun keterbatasan waktu kerja praktek dan padatnya

kegiatan lab. Genetika menyebabkan prosedur ini tidak dapat dilakukan).

IV-1

Page 21: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

Daftar Pustaka

1. ARO, S. O., 2008. Imrpovement in the nutritive quality of cassava and its

by-products through microbial fermentation. African Journal of

Biotechnology, 7(25), pp. 4789- 4797.

2. CAPPUCINO, J.C. and SHJERMAN, N., 2004. Microbiology: Laboratory

Manual. San Fransisco: Benjamin Cummings Publishing Company, Inc.

3. HADIOETOMO, R. S., 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

4. INGRAM, J. S., 1975. Standards, specifications, and quality requiremnets

for processed cassava products. London: Tropical Products Institute.

5. JURUS, A. M. and SUNDBERG, W. J., 1976. Penetration of Rhizopus

oligosporus into soybeans in tempeh. Applied and Environmental

Microbiology. 32(2), pp. 284- 287.

6. KUSWANTO, K.R. 1988. Fermentasi. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi

Universitas Gadjah Mada.

7. LANDECKER, E. M., 1996. Fundamentals of the fungi. New Jersey:

Prentice Hall International Inc.

8. LISTRYOWATI, S., 1988. Membandingkan nilai cerna tempe hasil

fermnetasi inokulum tunggal hasil fusi Rhizopus oligosporus dengan R.

oryzae terhadap tempe hasil fermentasi inokulum campuran. Tesis Sarjana

Biologi. Institut Teknologi Bandung.

9. MISZKIEWICZ, H., BIZUKOJC, M., ROZWANDOWICZ, A. and

BIELECKI, S. 2004. Physiological properties and enzymatic activities of

Rhizopus oligosporus in solid state fermentations. Electronic joutnal of

polish agricultural universities. 7(1), pp. 1-7.

10. MUHIDDIN, N. A., JULI, N., ARYANTHA, I. N. P., 2001. Peningkatan

kandungan protein kulit umbi ubi kayu melalui proses fermentasi. JMS,

6(1), pp 1-12.

11. PADMAJA, G. and BALAGOPAL, 1985. Cyanide degradation by

Rhizopus. Can J Microbiol, 35(8), pp. 663-669.

IV-1

Page 22: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

12. RAIMBAULT, M. and ALAZARD, D., 1980. Culture method to study

fungal growth in solid fermentation. Critical Reviews in Biotechnology, 4,

pp. 199-209.

13. RUSMIN, S. and KO, S. D., 1974. Rice-grown Rhizopus oligosporus

inoculum for tempeh fermentation. Applied Microbiology. 28(3), pp. 347-

350.

14. SOCCOL C.R., LEON, J. R., MARIN B., ROUSSOS S., and

RAIMBAULT, M., 1993. Growth kinetics of Rhizopus in solid state

fermentation of treated cassava. Sci Technol Leners, 7, pp. 563-568.

15. WANG, H.L., RUTTLE, D.I., HESSELTINE, C.W., 1969. Antibacterial

compound From a soybean product fermented by Rhizopus oligosporus.

Proc Soc Exper Biol Med, 131, 579-583.

IV-1

Page 23: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

Lampiran 1

Struktur organisasi Balai Pengkajian Bioteknologi-BPPT

IV-1

Page 24: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

Lampiran 2

Gambar Hasil Pengamatan Isolasi R. oligosporus

Gambar B.1 Hasil isolasi R. oligosporus dari sampel T1 setelah inkubasi 4 hari

Gambar B.2 Hasil isolasi R. oligosporus dari sampel T2 dan T3 setelah inkubasi

4 hari

IV-1

T1A T1B T1C

T1D T1E

T3BT3A

T2A T2B

Page 25: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

Lampiran 3

Gambar Hasil Pengamatan Fermentasi Onggok

Gambar hasil fermentasi pada hari kelima*

* Keterangan: M1: media onggok tanpa larutan mineral

M2: media onggok dengan larutan mineral

K : kontrol

P : inokulum yang berasal dari koloni teradaptasi pada onggok

S : inokulum yang berasal dari koloni belum teradaptasi pada

onggok

IV-1

Page 26: Peningkatan kandungan protein onggok melalui proses fermentasi oleh Rhizopus oligosporus terseleksi

Lampiran 4

Hasil Analisis Kadar Nitrogen dan Protein Total Produk Fermentasi

Kandungan nitrogen total pada produk fermentasi dihitung dengan rumus:

Ntotal (% w/w)= (Vs- Vb) x NHCl x 14.01 x 100

berat contoh

Vs = volume HCl yang digunakan pada titrasi sampel

Vb = volume HCl yang digunakan pada titrasi blanko

NHCl = Normalitas HCl

Berat contoh dalam mg

Tabel 1. Kadar nitrogen produk fermentasi onggok menggunakan R. oligosporus

Tabel 2. Kadar protein produk fermentasi onggok menggunakan R. oligosporus

InokulumPerlakuan Media

M1 M1

Kontrol 1.93 % 11.12 %

Inokulum P 2.12 % 16.75 %

Inokulum S 2.12 % 13.37 %

IV-1

InokulumPerlakuan Media

M1 M2

Kontrol 0.31 % 1.78 %

Inokulum P 0.34 % 2.68 %

Inokulum S 0.34 % 2.14 %