Upload
chandrazackyvegeance
View
31
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dddd
Citation preview
PENINGKATAN KUALITAS SUMBERDAYA APARATUR (PEGAWAI
NEGERI) UNTUK MEWUJUDKAN TATA PEMERINTAHAN YANG
BAIK (GOOD GOVERNANCE)
Abstrak
Dalam upaya penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik di Indonesia
dengan agenda pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme serta disiplin kerja
yang bertanggungjawab, serta pelayanan yang prima kepada masyarakat.
untuk itu tulisan ini berusaha mendeskripsikan bagaimana dalam
penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik memfokuskan pada upaya penataan
kelembagaan dan ketatalaksanaan; peningkatan kualitas sumber daya manusia
aparatur agar memiliki kinerja yang optimal dengan disertai upaya perbaikan
tingkat kesejahteraan pegawai negeri.
Hal tersebut juga tertuang dalam RPJM yakni Kebijakan Peningkatan
Kualitas SDM Aparatur dan Pengembangan Etika Moral Aparatur. Karena untuk
terwujudnya keberhasilan dalam penyelenggaraan pemerintah tidak lepas dari
kualitas sumberdaya para pegawai negeri dalam menyelenggarakan setiap tugas
secara cepat, tepat tertib, serta kinerja yang optimal.
Sehingga pada hal ini sumberdaya aparatur pada pemerintahan di
hadapkan pada beberapa permasalahan yang sangat urgen yakni kualitas
sumberdaya yang dipandang masih rendah Permasalahan yang lain adalah
obyektivitas pemerintah daerah dalam penempatan pegawai negeri sesuai dengan
kompetensi dasar dan bidang masing-masing pegawai. Masih sedikit jumlah
pemerintah daerah yang secara serius melakukan tes kelayakan dan kepatutan (fit
and proper test) dalam rangka penempatan ataupun promosi pegawai.
Key Word: Pengembangan Birokrasi pemerintah, pelayanan yang baik,
peningkatan sumberdaya aparaturt, pemberdayaan masyarakat, tata
pemerintahan yang baik.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengembangan atau perubahan organisasi pemerintah merupakan suatu
tuntutan yang senantiasa harus dilakukan secara sistimatis. Pengembangan
organisasi didasarkan pada upaya penyesuaian terhadap berbagai perubahan yang
telah, sedang maupun akan terjadi. Karena itu, setiap organisasi harus melakukan
evaluasi secara terus menerus terhadap hubungan atau nilai tawar organisasi yang
dimilikinya dengan seluruh sistem yang melingkupinya.
Menurut Varney (lndrawijaya, 1989:57), terdapat empat faktor yang
mempengaruhi) organisasi untuk berubah, yaitu: (1) Organisasi secara
keseluruhan, meliputi perubahan dalam iklim dan kultur organisasi, gaya atau
strategi kepemimpinan, hubungan dengan lingkungannya, pola komunikasi atau
proses saling mempengaruhi, dan struktur organisasi; (2) Sub-sistem dan
organisasi, meliputi perubahan dalam norma yang berlaku, struktur kelompok,
struktur kekuasaan dan wewenang; (3) Pekerjaan dalam kelompok, meliputi
perubahan dalam prosedur pengambilan keputusan, norma kerja, norma dan
prosedur komunikasi, peran-peran dalam kelompok, kekuasaan dan wewenang; (4)
Tingkat-tingkat penjenjangan, meliputi perubahan dalam pola saling
mempengaruhi yang terjadi antar berbagai tingkat penjenjangan, lokasi pekerjaan
atau tanggung jawab, kekuasaan dan wewenang, praktek dan prosedur komunikasi,
tingkat saling percaya, citra diri dan citra orang lain terhadap citra diri sendiri, dan
pengendalian
Artinya dapat dikatakan berdasarkan analisis yang saya uraikan diatas adalah
bagaimana untuk meningkatkan kualitas sumberdaya aparatur tidak hanya
diperlukan untuk bagaimana merubah individunya saja tetapi juga bagaimana
merubah sistem dalam organisasi tersebut atau dengan kata lain dapat dikatakan
dapat diawali dengan merubah dari organisasinya dulu karena jika organ-organ
dari organisasi tersebut dapat dibenahi terlebih dahulu misalnya aturan-aturan dari
organisasi, struktur organisasinya, atau dapat dikatakan pembenahan dalam
kelembagaan organisasi tersebut terlebih dahulu karena apa kalau kemudian
perubahan pertama kali di lakukan kepada aparaturnya, maka apabila organisasi
tersebut tidak mengginginkan untuk berubah maka sama saja dengan akan tidak
berguna karena pasti aparaturnya tersebut juga akan secara tidak langsung atau
lama kelamaan akan mengikuti organisasinya tersebut. Atau kemudian jika
pimpinan dalam organisasi tersebut juga tidak menggigkan untuk berubah maka
aparatur tersebut juga tidak akan dapat menolak, karena pasti sebagai pimpinan
orang tersebut juga menginginkan bagaimana aparatur pegawainya juga mengikuti
prosedur yang dia terapkan, inillah beberapa hal yang ditakutkan jika dalam sebuah
oranisasi atau lembaga publik pembenahan sumberdaya yang dibenahi terlebih
dahulu adalah pada aparaturnya karena diyakini mereka tidak akan dapat
menghindar dari lingkaran keburukan organisasi. Namun kalau kemudian
perubahan tersebut dilakukan terlebih dahulu kepada organisasinya tersebut
misalnya dengan merubah mulai dari strukturnya, hubungan dalam lingkungan
internal maupun eksternal organisasi dan juga pola komunikasi yang baik dan juga
adanya aturan yang jelas dan telah disepakati bersama oleh seluruh anggota.karena
dengan merubah langsung dari kelembagaan organisasi tersebut maka aparatur
tersebut akan merubah dengan sendirinya karena kalau kemudian dia tidak dapat
menaati peraturan maka akan mendapatkan sanksi dari organisasinya. Jadi intinya
kalau kemudian jika ingin merubah suatu lembaga bukan dari individunya dahulu,
maka harus dirubah dari organisasinya terlebih dahulu.
` Kemudian di era globalisasi yang penuh persaingan ini, telah terjadi
reformasi di berbagai bidang kehidupan sebagai konsekuensi dari pesatnya
pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Komunikasi dan
informasi telah menimbulkan dampak yang signifikan di seluruh aspek kehidupan
masyarakat berbangsa dan bernegara. Reformasi pemerintahan yang terjadi di
Indonesia telah mengakibatkan terjadinya pergeseran paradigma penyelenggaraan
pemerintahan dari paradigma senteralistis ke arah desentralisasi yang ditandai
dengan pemberian otonomi yang luas dan nyata kepada daerah dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Berdasarkan Undang-Undang tersebut dimana pemerintah memberikan
kepada daerah otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, sehingga kondisi
ini merubah konfigurasi penyelenggaraan manajemen pemerintahan di daerah.
Pemberian otonomi daerah ini diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan
(empowering), dan peran serta masyarakat dalam menata pembangunan daerah.
Disamping itu, melalui otonomi yang luas, daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan, kekhususan, serta potensi dan
keanekaragaman daerah dalam sistem negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam menyikapi perubahan yang terjadi mengiringi diberlakukannya
Undang-Undang dimaksud, diperlukan kesiapan daerah dalam berbagai bidang
pembangunan untuk membangun dan mengembangkan potensi daerahnya.
Kesiapan daerah dari segi Sumber Daya Manusia khususnya dalam bidang aparatur
pemerintahan daerah sebagai subjek dan objek dari pelayanan dan pembangunan
daerah, serta dalam bidang pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan
non formal sebagai faktor terpenting dalam proses pembangunan daerah menuju
kesejahteraan masyarakat.
Artinya dalam hal dalam menyikapi paradigma perubahan terhadap undang-
undang yang telah berlaku saat ini adalah bahwa kemudian diperlukannya kesiapan
pemerintah dalam mengimplementasikan apa yang menjadi tujuan dari pencapaian
sasaran lembaga-lembaga pemerintah yang ada dan juga bagaimana pemerintah
menyiapkan peran-peran yang akan menjalankan amanat yang telah dibebankan
dalam undang-undang tersebut. Namun pemerintah khususnya daerah harus
melihat terlebih dahulu bagaimana atau sejauh-mana kesiapan tiap-tiap lembaga
dalam menyiapkan hal utama yang akan dibenahi. Kalau kemudian kita berbicara
mengenahi hal utama apa yang harus dibenahi dalam melakukan kesiapan ini
adalah bagaimana kita mepersiapkan sumberdaya aparaturnya karena individu-
individu inilah yang akan menjadi subjek maupun objek dalam melakukan
perubahan ini karena pembenahan aparatur merupakan komponen utama dalam
proses pembangunan daerah.
Untuk itu jika dilihat dalam berbagai kajian dilihat bahwa, kritik masyarakat
terhadap semakin buruknya kinerja, produktivitas, serta motivasi aparatur
pemerintahan daerah Kabupaten diseluruh Indonesia mulai dari pemerintah level
atas hingga pemerintah level paling bawah (kepala kampung) sebagai penyedia
layanan (service provider) bagi masyarakat antara lain di sebabkan karena
kurangnya kesiapan Sumber Daya Manusia bagi aparatur pemerintahan daerah.
Oleh karena itu, diharapkan pemerintah daerah dapat mengambil langkah-
langkah konkrit untuk perbaikan kinerja aparatur pemerintah sebagai penyedia
layanan terhadap masyarakat melalui peningkatan kualitas sumber daya aparatur
pemerintahan secara profesional dan terencana serta adanya kebijakan-kebijakan
khusus dalam meningkatkan kualitas sumber daya aparatur pemerintahan sebagai
penyedia layanan (service provider) tersebut.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menekankan dua faktor
mendasar yang dapat mempengaruhi peningkatan kualitas kinerja aparatur
pemerintah daerah Kabupaten di seluruh Indonesia dalam meningkatkan
pemberian pelayanan kepada masyarakat anatar lain seperti:
Sistem Rekrutmen Pegawai negeri
pemerintahan dan pembangunan di daerah dan juga tidak lepas dari peranan
Pegawai negeri dalam meningkatkan roda pemerintahan dan pembangunan di
daerah.
Menyadari akan pentingnya hal tersebut, diharapkan Rekrutmen adalah
proses mendapatkan sejumlah calon tenaga kerja yang kualifaid untuk jabatan dan
pekerjaan tertentu dalam suatu organisasi atau perusahaan.Stoner (1995),
sedangkan tujuan dari rekrutmen adalah mendapatkan calon tenaga kerja yang
memungkinkan pihak manajemen untuk memilih atau ,menyeleksi calon sesuai
dengan kualifikasi yang dibutuhkan oleh organisasi atau perusahaan.
Sudah barang tentu melalui penerimaan pegawai yang baik dan benar akan
mendapatkan tenaga-tenaga aparatur negara yang berkualitas baik dan sesuai
dengan kompotensi yang dibutuhkan. Namun kenyataannya hal tersebut tidak
sesuai dengan kenyataan yang terjadi malah disinilah awal mula kesalahan atau
kebobrokan dari pegawai. Persoalan tersebut patut kita maklumi, namun ingat
bahwa Pegawai adalah unsur utama sumber daya manusia aparatur negara yang
mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan
pemerintah daerah dalam hal ini pihak pembuat kebijakan agar kedepan jeli
melihat persoalan ini, karena rekrutmen Calon Pegawai negeri merupakan hal
mendasar yang dapat menentukan kualitas kinerja aparatur pemerintahan itu
sendiri terhadap peningkatan pelayanan masyarakat sebagai penyedia layanan.
Karena apa selama ini rekrutmen sebagai pintu pertama dalam manajemen
sumberdaya manusia ternyata tidak selamanya digunakan sebagai pangkal
penempatan dan penggembangan sumberdaya manusia. Dalam beberapa kenyataan
Hal- hal ini akan di tunjukan dalam kasus promosi, mutasi dan penempatan seperti
yang terjadi dalam kasus penerapan peraturan pemerintah (PP) no.8 tahun 2003.
Rekrutmen yang katanya harus melalui tes, ternyata secara umum tidak bisa
digunakan sebagai instrument yang predictable dalam kaitanya dengan Track
karier di kemudian hari. Seperti lingkaran setan, rekrutmen didasarkan pada anjab
yang kemudian dikaitkan dengan analisis kebutuhan pegawai, namun kalau kedua
hal tersebut tidak dilakukan dengan baik, maka penentuan kebutuhan pegawai
akhirnya spekulatif. Kalau kemudian rekrutmen spekulatif , maka proses
penempatan, promosi dan seterusnya juga tidak rasional, sistem rekrutmen
memang harus dilihat secara integral, bukan partial.
Artinya dalam beberapa paparan yang saya ungkapkan diatas maka dapat
saya ambil sebuah kesimpulan bawasanya proses rekrutmen merupakan semuah
proses awal untuk mendapat pegawai yang berkualitas artinya dengan demikian
proses ini harus dibenahi karena ini merupakan proses awal dalam mendapatkan
pegawai karena bila dalam proses ini hancur dan tenaga pegawai yang didapatkan
tidak sesuai yang diharapkan, maka kedepanya juga pegawai tersebut tidak akan
dapat bekerja secara maksimal. Maka hal apa yang kemudian pertama harus
dibenahi adalah pembenahan dalam proses rekrutmen.
Pendidikan dan Pelatihan Pegawai negeri
Disamping penerimaan pegawai yang baik dan benar, perlu diperhatikan
pula terhadap pembinaan aparatur tersebut pada saat bertugas yang antara lain
dapat meningkatkan kualitas sumber dayanya melalui mengikutsertakan
pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang tersedia dan bermutu. Dalam hal ini,
pendidikan dan pelatihan yang mengarah kepada 3 (tiga) aspek, yaitu (a)
meningkatkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara. (b) meningkatkan potensi teknik manajerial dan
atau kepemimpinan. (c) meningkatkan efesiensi, efektifitas, dan kualitas,
pelaksanaan tugas yang dilakukan dengan semangat kerja sama dan tanggung
jawab sesuai dengan lingkungan kerja dan organisasinya.
Pengembangan sumber daya manusia bagi aparatur pemerintahan, melalui
pendidikan dan pelatihan (Diklat) merupakan faktor dominan dalam meningkatkan
efesiensi kinerja, serta produktifitas kinerja pegawai agar Pegawai dapat
menyesuaikan diri dengan tuntutan nasional dan tantangan global. Dalam upaya
meningkatkan efesiensi kinerja, serta produktivitas kinerja aparatur melalui
pendidikan maupun pelatihan-pelatihan serta pembinaan-pembinaan terhadap
Pegawai.
Menyadari akan persoalan tersebut diperlukan upaya-upaya pemerintah
daerah secara terus menerus dalam meningkatkan pembinaan dan pengembangan
program pendidikan dan pelatihan. Sebab diklat itu sendiri pada hakekatnya adalah
“proses transformasi kualitas sumber daya manusia aparatur negara” yang
menyentuh empat dimensi utama yaitu dimensi spiritual, intelektual, mental, dan
physical yang terarah pada perubahan-perubahan mutu dari keempat dimensi
sumber daya apratur pemerintahan itu.
Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dalam meningkatkan
sumber daya aparatur pemerintah agar Pegawai dapat berkembang ke arah yang
lebih maju sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perkembangan jaman. Diperlukan
pembinaan Pegawai di setiap instansi pemerintahan. Dengan harapkan di setiap
instansi mempunyai kewajiban untuk menyusun program pendidikan diklat.
Masalah ini perlu dipikirkan secara baik dan bijaksana, sebab sumber daya
manusia dalam bidang paratur pemerintahan merupakan power bagi pelayanan
publik demi suksesnya pembangunan di seluruh bidang serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Hal ini tidak dapat dipungkiri oleh siapa saja, termasuk pemerintah daerah
dalam menigkatkan sumber daya manusia dalam bidang aparatur pemerintahan
yang cerdas, berdisiplin, tanggap, bijaksana, profesional, mempunyai mentalitas
rohani, dan jasmani yang baik serta terampil dalam mensosialisasikan setiap
kebijakan baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah. Untuk
menciptakan sumber daya aparatur pemerintahan yang handal dan profesional
diperlukan suatu pengorbanan, sehingga harus memiliki komitmen bersama antara
pemerintah dan masyarakat mewujudkan pemerintahan yang bersih, bertanggung
jawab dan tidak adanya Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Agar kabupaten
daerah di Indonesia menjadi setara dengan kabupaten lain di Papua dan di seluruh
Indonesia pada umumnya.
Artinya dalam hal ini bawasanya selain rekrutmen pelatih kepada pegawai
juga sangat diperlukan karena apa kalau kemudian kita melihat kebelakang apa
yang menjadi permasalahan di dalam proses pelatihan pegawai adalah tidak adanya
sebuah hasil yang dapat diperoleh atau diterapkan pada saat kembali dari pelatihan
karena biasanya para pegawai tidak mendapatkan hasil yang maksimal setelah
kembalinya dari diklat atau dengan kata lain setelah diklat para pegawai tersebut
bukannya tambah menjadi lebih baik tetapi malah terkesan menjadi lebih buruk
dan terkesan malas-malasan dalam menjalankan tugasnya. Untuk itulah maka
berdasarkan analisis tersebut saya dapat mengambil sebuah solusi bawasanya perlu
diadakan pembenahan secara serius dalam proses pelatihan pegawai, misalnya saja
dengn mengambil pemateri dari luar yang lebih berkualitas, kemudian agar mereka
tidak lupa dengan apa yang dia dapatkan dalam pelatihan, maka setiap kembali dari
diklat diharapkan para pegawai tersebut untuk mempresentasikan beberapa poin-
poin penting yang dia dapatkan dari pelatihan tersebut agar lebih efektif dan tidak
lupa.
Dari sisi eksternal, faktor globalisasi dan revolusi teknologi informasi (e-
Government) merupakan tantangan tersendiri dalam upaya menciptakan
pemerintahan yang bersih, baik dan berwibawa. Hal tersebut terkait dengan makin
meningkatnya ketidakpastian akibat perubahan faktor lingkungan politik, ekonomi,
dan sosial yang terjadi dengan cepat; makin derasnya arus informasi dari manca
negara yang dapat menimbulkan infiltrasi budaya dan terjadinya kesenjangan
informasi dalam masyarakat (digital divide). Perubahan-perubahan ini,
membutuhkan aparatur negara yang memiliki kemampuan pengetahuan dan
keterampilan yang handal untuk melakukan antisipasi, menggali potensi dan cara
baru dalam menghadapi tuntutan perubahan.
Di samping itu, aparatur negara harus mampu meningkatkan daya saing, dan
menjaga keutuhan bangsa dan wilayah negara. Untuk itu, dibutuhkan suatu upaya
yang lebih komprehensif dan terintegrasi dalam mendorong peningkatan kinerja
birokrasi aparatur Negara dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan
akuntabel yang merupakan amanah reformasi dan tuntutan rakyat.
KAJIAN TEORITIS
2.1 Dinamika Birokrasi
Birokrasi menurut Blow dan Mayer (1987:5) adalah organisasi besar
merupakan lembaga yang sangat berkuasa yang mempunyai kemampuan sangat
besar untuk berbuat kebaikan atau keburukan. Pengertian birokrasi yang
disampaikan Blow dan mayer sangat sesuai dengan kenyataan birokrasi dewasa ini
dengan salah satu kata kuncinya yaitu: organisasi besar yang sangat berkuasa
Organisasi besar yang sangat berkuasa, hal ini dengan mudah dapat
dipahami. Dimanapun birokrasi dapat memaksakan berjalannya regulasi seperti
pegawai yang tidak masuk seperti apa yang menjadi kesepakatanya atau jam
kerjanya maka birokrasi dapat memberikan penalty/ denda. Apabila batas toleransi
ijin tidak masuk atau cuti untuk keperluan lainnya telah dilalui maka birokrasi
wajib memberika sanksi yang lebih berat lagi. Birokrasi memiliki personalia
hingga jutaan orang, suatu jumlah yang sangat besar bagi organisasi yang besar
pula.
Organisasi besar dalam artian birokrasi pemerintah yang kadang memiliki
jutaan pegawai, kadang merupakan pemborosan keuangan Negara yang tidak
sedikit. Hal ini dikarenakan beberapa hal antara lain: pengkajian formasi yang
tidak objektif, nepotisme, penyelewengan dan sebagainya.
Artinya dalam hal kajian tersebut diatas dapat saya simpulkan bawasanya
untik memperbaiki kualitas pegawai hal pertama yang harus kita rubah adalah dari
lembaga birokrasinya, karena dari sanalah nantinya para pegawai tersebut dicetak,
mulai dari sistem rekrutmen, seleksi dan penempatan, untuk itu birokrasi harus
memperbaiki kualitas kerjanya agar nantinya output yang dihasilkan oleh pegawai
tersebut dapat mencerminkan tata pemerintahan yang baik dan berkualitas.
2.2 Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu
sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Pelayanan publik (public services) oleh birokrasi publik tadi adalah
merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi
masyarakat di samping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public services)
oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga
negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Sementara itu, kondisi
masyarakat saat ini telah terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat
kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering
yang dialami oleh masyarakat (Thoha dalam Widodo, 2001).
Pelayanan publik yang profesional, artinya pelayanan publik yang dicirikan
oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur
pemerintah). Dengan ciri sebagai berikut:
1. Efektif, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan
sasaran;
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/ tata cara pelayanan diselenggarakan
secara mudah, cepat, tepat dan tidak berbelit-belit.
3. Ketepatan waktu, criteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan
masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah diselesaikan.
4. Responsif, lebih mengandung arti daya tanggap dan cepat dalam menghadapi
apa yang menjadi masalah, kebutuhan aspirasi masyarakat yang akan dilayani.
5. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan
dan aspirasi masyarakat yang dilayani yang senantiasa mengalami tumbuh
kembang.
Artinya dalam konteks pelayanan ini dapat saya ambil sebuah kajian bahwa
seorang pegawai diharapkan dapat memberikan sebuah pelayanan yang
professional dalam artian memberikan pelayanan yang sederhana artinya
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus lah cepat,tepat dan tidak
banyak aturan, dan yang lebih penting adalah tepat waktu dan memperhatikan
aspirasi masyrakat.
2.3 Manajemen Sumberdaya Manusia Aparatur
Arah kebijakan pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Pembangunan
Jangka Panjang (PJP) tahun 2005 – 2025 dan Pembangunan Jangka Menegah
(PJM) tahun 2005-2009, maupun dalam Kebijakan Strategis Nasional bidang
Pendayagunaan Aparatur Negara (Jakstrapan) tahun 2005-2009, pada bidang
aparatur negara tahun 2005 hingga tahun 2009 adalah sebagai berikut:
Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk praktik-
praktik KKN, dengan cara: a) Penerapan prinsip-prinsip tata-pemerintahan yang
baik ( good governance) pada setiap tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua
kegiatan; b) Pemberian sanksi yang seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku; c) Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui
pengawasan internal, pengawasan fungsional, dan pengawasan masyarakat; d)
Peningkatan budaya kerja serta pengetahuan dan pemahaman para penyelenggara
negara terhadap prinsip-prinsip (good governance);
Meningkatkan kualitas penyelenggaran administrasi negara melalui: a) Penataan
kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat berfungsi secara
lebih memadai, ramping, luwes dan reponsif; b) Peningkatan efektivitas dan
efisiensi ketatalaksanaan dan prosedur pada semua tingkat dan lini pemerintahan;
c) Penataan dan peningkatan kapasitas SDM aparatur agar sesuai dengan tugas dan
fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat; d)
Peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakuan sistem karier berdasarkan
prestasi;
Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan
dengan cara : a) Peningkatan kualitas pelayanan publik terutama pelayanan dasar;
b) Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Sebagaimana Kebijakan Strategis Nasional bidang Pendayagunaan
Aparatur Negara (Jakstrapan) tahun 2005-2009, pembangunan sumber daya
manusia aparatur hendaknya difokuskan pada :
Peningkatan kualitas pelayanan publik dan percepatan pemberantasan KKN;
Peningkatan kinerja aparatur melalui penerapan sistem penggajian yang berbasis
merit dan remunerasi, akuntabilitas dan penegakan disiplin secara konsisten,
kelembagaan sesuai visi-misi, dan ketatalaksanaan yang efektif.
Strategi yang dilakukan untuk melaksanakan pembangunan sumber daya
manusia aparatur tadi adalah dengan :
Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance) pada
semua tingkat, lini, dan kegiatan pemerintahan;
Peningkatan kualitas pelayanan publik yang semakin mudah, cepat, murah, bebas
KKN, dan tidak diskriminatif; Meningkatkan koordinasi pendayagunaan aparatur
negara (sinkronisasi, integrasi, simplifikasi);
Peningkatan kapasitas masyarakat untuk dapat mandiri, berpartisipasi dalam proses
pembangunan dan mengawasi jalannya pemerintahan;
Peningkatan intensitas dan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui
pengawasan internal, pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat;
Penataan dan peningkatan kapasitas sumber daya aparatur agar sesuai dengan
kebutuhan dalam melaksanakaan tugas dan fungsinya untuk memberikan
pelayanan yang terbaik bagi masyarakat;
2.4 Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan menurut Ife (1995:56) adalah meningkatkan kekuasaan atas
mereka yang kurang beruntung. “ empowerment aims to increase the power of
disadvantage”.
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya gerakan terus-menerus untuk
menghasilkan suatu kemandirian (self propelled development). Pemberdayaan
harus berawal dari kemauan politik (political will), para penguasa seperti yang
dikemukakan oleh Reonard D. White (dalam Suhendra 1998:2).
Adapun Unsur-unsur pemberdayaan masyarakat diantaranya adalah :
Kemauan politik yang mendukung.
Suasana kondusif untuk mengembangkan potensi secara menyeluruh..
Motivasi
Potensi masyarakat.
Peluang yang tersedia.
Kerelaan mengalihkan wewenang
Perlindungan.
Awerness (Kesadaran)
2.5 Konsep Good Governance
Governance, yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah
penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-
urusan negara pada semua tingkat. (Asian Development Bank, (1999), Governance
: Sound Development Management) Tata pemerintahan mencakup seluruh
mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum,
memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka.
Good Governance (Miftah Thoha, 2003) adalah Governance (tata
pemerintahan) yang dijalankan pemerintah, swasta,dan rakyat secara seimbang,
tidak sekedar jalan melainkan harus masuk kategori yang baik (good).
Pengertian ini sejalan dengan (Loina Lalolo KP, 2003) yang berpendapat
bawasanya keseimbangan pelaksanaan peran dan fungsi antara negara, pasar, dan
masyarakat.
Berdasarkan pengertian di atas ,good governance memiliki sejumlah cirri
sebagai berikut (Bappenas,2002):
- Akuntabel, artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus disertai
pertanggungjawabannya
- Transparan, artinya harus tersedia informasi yang memadai kepada masyarakat
terhadap proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
- Responsif, artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus
mampu melayani semua stakeholder
- Setara dan inklusif, artinya seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali harus
memperoleh kesempatan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan sebuah
kebijakan.
- Efektif dan efisien, artinya kebijakan dibuat dan dilaksanakan dengan
menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang tersedia dengan cara yang terbaik.
- Mengikuti aturan hukum, artinya dalam proses pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan membutuhkan kerangka hukum yang adil dan ditegakan.
- Partisipatif, artinya pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus membuka ruang
keterlibatan banyak actor.
- Berorientasi pada konsesus(kesepakatan). Artinya pembuatan dan pelaksanaan
kebijakan harus merupakan hasil kesepakatan bersama diantara para aktor yang
terlibat.
Artinya dalam penerapan prespektif teori ini seorang pegawai dituntut untuk
bagaimana bemberikan kinerja secara baik itu dalam artian kemampuan mamupun
pelayanan yang baik untuk bagaimana mewujudkan tata pemerintahan yang
baik,sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah dituangkan dalam teori tersebut
ANALISIS FAKTUAL & TEORITIS
3.1 Perubahan dan perkembangan kebijakan pembangunan
Dalam RPJM telah mengidentifikasi 11 (sebelas) permasalahan
pembangunan yang dihadapi lima tahun kedepan, salah satu diantaranya adalah
permasalahan sumber daya manusia aparatur termasuk di dalamnya adalah PNS.
Permasalahan tersebut adalah rendahnya kualitas pelayanan umum antara lain
karena tingginya penyalahgunaan kewenangan dan penyimpangan, rendahnya
kinerja sumber daya aparatur, belum memadainya sistem kelembagaan (organisasi)
dan ketatalaksanaan (manajemen) pemerintahan, rendahnya kesejahteraan PNS,
serta banyaknya peraturan perundangundangan yang sudah tidak sesuai dengan
perkembangan keadaan dan tuntutan pembangunan. Untuk itu salah satu agenda
pembangunan nasional yang disusun adalah Menciptakan Tata Pemerintahan Yang
Bersih dan Berwibawa. Upaya untuk mewujudkan hal tersebut, disusun arah
kebijakan pembangunan penyelenggaraan negara tahun 2004-2009, yang
ditetapkan sebagai berikut:
Menuntaskan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk
praktik-praktik KKN melalui: Penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang
baik (good governance), Pemberian sanksi yang berat bagi pelaku KKN,
Peningkatan efektivitas pengawasan aparatur, Peningkatan budaya kerja aparatur,
Percepatan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan;
Meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara melalui: Penataan
kembali fungsi-fungsi kelembagaan pemerintahan agar dapat lebih memadai,
efektif dengan struktur lebih ramping, luwes dan responsif, Peningkatan efektivitas
dan efisiensi ketatalaksanaan pada semua tingkat dan lini pemerintahan, Penataan
dan peningkatan kapasitas SDM aparatur agar lebih profesional, Peningkatan
kesejahteraan pegawai dan memberlakukan sistem karier berdasarkan prestasi,
optimalisasi pengembangan dan pemanfaatan e-Government dan dokumen/arsip
negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan;
Meningkatkan keberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.
Dua dari tiga arah kebijakan pembangunan nasional penyelenggaraan negara
tersebut diatas mengamanatkan dilakukannya upaya-upaya yang difokuskan pada
dua aspek pembangunan yaitu aspek kelembagaan dan sumber daya manusia
aparatur. Maksud dari arah kebijakan tersebut yaitu agar pembangunan
penyelenggaraan negara mampu mewujudkan aparatur yang profesional, aparatur
yang akuntabel, dan aparatur yang sejahtera serta kelembagaan yang efisien dan
tanggap terhadap perubahan. Dengan terwujudnya kondisiaparatur sebagai tersebut
diatas, diharapkan dapat mengantarkan upaya pembangunan nasional
penyelenggaraan negara mencapai tujuan agenda pembangunan nasional:
Menciptakan Tata Pemerintahan Yang Bersih dan Berwibawa.
Artinya dalam hal ini bahwa sangat jelas bawasannya apa yang menjadi
tantangan atau hal apa yang harus dirubah, yakni yang utama adalah perbaikan
pada masalah sumberdaya paratur terutama yang menyangkut kelembagaan
pegawai negeri, yang seharusnya memberikan pelayanan dan kinerja yang
bermanfaat bagi masyarakat agar nantinya tercipta pemerintahan yang bersih dan
bertanggung jawab secara professional. oleh sebab itulah diperlukan sebuah aturan
agar bagaimana nantinya terwujud pemerintahan yang bersih dan akuntabel yang
dapat dipantau oleh seluruh masyarakat.
3.2 Pesatnya Perkembangan Teknologi Informasi Komunikasi.
Globalisasi dan revolusi teknologi informasi-komunikasi menjadi tantangan
tersendiri bagi birokrasi dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik,
pemerintahan yang bersih, dan berwibawa. Pemanfaatan teknologi informasi dalam
birokrasi secara tepat guna, dengan didukung kualitas sumber daya manusia yang
baik akan mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas birokrasi untuk
meningkatkan kinerjanya. Namun demikian apabila ketersediaan sarana tersebut
tidak dapat dimanfaatkan secara tepat guna dan tidak didukung dengan sumber
daya manusia yang berkualitas baik, maka hal tersebut hanya akan menciptakan
inefisiensi dan akan menghambat sistem manajemen secara keseluruhan.
Permasalahan klasik kepegawaian yang sering timbul berkaitan dengan kurang
berdayanya sistem informasi manajemen kepegawaian adalah :
Kesalahan data PNS pada surat keputusan mutasi kepegawaian yang ditetapkan
oleh pejabat kepegawaian, hal demikian terjadi (pada umumnya) dikarenakan
dalam proses pembuatan keputusan tersebut tidak didukung dengan data yang
akurat dan mutakhir.
Belum berdayanya sistem informasi kepegawaian untuk menghadirkan data dan
informasi PNS secara cepat, tepat dan akurat, setiap saat diperlukan dalam rangka
pembuatan keputusan-kebijakan kepegawaian nasional. Sedangkan pemeliharaan
data PNS secara manual kurang dapat mengimbangi percepatan perubahan dan
perkembangan lingkungan yang terjadi.
Artinya: Dalam hal ini agar kinerja yang dihasilkan dapat bermanfaat atau
dapat dicapai dengan cepat, tepat dan bermanfaat bagi masyarakat untuk itu para
pegawai harus didukung dengan penerapan teknologi dalam hal ini misalnya
pengunaan komputer/ laptop. Peran teknologi ini sangat penting disamping untuk
mengikuti perkembangan teknologi juga untuk bagaimana memanfaatkan
teknologi tersebut untuk kelancaran kerja agar nantinya pekerjaan tersebut dapat
terselesaikan dengan cepat dan akurat.Tetapi yang lebih utama adalah bagaimana
menerapkan teknologi tersebut dengan benar atau sesuai prosedur agar tidak terjadi
penyimpangan dan disalah gunakan.
3.3 Peluang Kepegawaian Ke Depan
Keberadaan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparat birokrasi yang berasal dari
jalur karier kepegawaian (non political appointees) selalu dijumpai di setiap
pemerintahan suatu negara, dan keberadaannya akan terus eksis selama
pemerintahan negara tersebut masih ada. Keberadaan PNS dibutuhkan oleh
pemerintah dan negara (stakeholder), dimana PNS selaku pelaksana kebijakan
untuk menggerakan birokrasi, dan dibutuhkan oleh masyarakat secara umum
(customer) dalam wujud pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat
(fungsi public service). Oleh karena itu Pegawai Negeri Sipil disebut “public
servant atau civil servant,” yang selalu dibutuhkan oleh Pemerintah/Negara, dan
Masyarakat sebagai pengguna jasa PNS.
Perubahan dari dua faktor utama (pemerintah selaku stakeholder dan PNS
selaku pelaksana kebijakan/penyelenggara birokrasi serta penyedia pelayanan
kepada masyarakat) diperlukan, karena dipengaruhi oleh dinamika perubahan di
berbagai bidang, seperti: POLEKSOS, demografi, dan meningkatnya tuntutan
publik kepada PNS, serta pengaruh global. Dari sisi pemerintah, perkembangan
dan perubahan lingkungan yang terjadi telah disikapi dengan berbagai upaya
penyesuaian arah kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan pembangunan
penyelenggaraan negara, diarahkan untuk menciptakan Pemerintahan Yang Bersih
dan berwibawa sebagaimana tertuang dalam RPJM.Sejahtera, dimana penghasilan
PNS dapat memenuhi tingkat hidup layak bagi diri dan keluarganya, yang
didukung dengan sistern penghargaan non materiil yang adil dan rasional, sehingga
mampu menumbuhkan motivasi yang selanjutnya memacu peningkatan kinerja,
dan terciptanya aparatur yang bersih dari KKN.
Sedangkan penyesuaian yang harus dilakukan oleh kepegawaian adalah
menyelaraskan program-program kepegawaian dengan arah kebijakan
pembangunan nasional serta tuntutan stakeholder (pemerintah) dan masyarakat
yang menghendaki terwujudnya PNS yang profesional, dan bersih dari KKN,
sehingga mampu menghadirkan pelayanan terbaik bagi masyarakat dan mendorong
terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance). Untuk itu masih terbuka
peluang bagi kepegawaian di masa depan, apabila mampu mengembangkan sistem
manajemen kepegawaian yang ada, sehingga dapat mewujudkan PNS sebagaimana
diharapkan oleh stakeholder dan customernya.
3.4 Memperbaiki Manajemen Kepegawaian
Sistem manajemen kepegawaian yang berawal dari sistem perekrutan,
promosi dan mobilisasi, esolonisasi, renumerasi, pendidikan dan pelatihan,
kesejahteraan pegawai, disiplin, dan pensiun. Memerlukan perbaikan manajemen
kepegawaian yang terintegral dan komprehensif. Maka hendaknya instansi yang
menangani manajemen kepegawaian seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara (menpan), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Kepegawaian
Daerah (BKD), lembaga Administrasi Negara (LAN) sebagai pengelola PNS untuk
bisa duduk bersama memperbaiki manajemen kepegawaian yang lebih baik. Ada
beberapa masukan untuk memperbaiki manajemen kepegawaian sebagai berikut :
Manajemen kepegawaian (PNS) yang cenderung menggunakan system tertutup
karena akibat dari desentralisasi dan otonomi daerah, maka perlu dikembalikan ke
system manajemen nasional yang terpadu dan terbuka sehingga memungkinkan
semua orang bisa memasuki atau menjadi pegawai pemerintah tanpa dihalangi oleh
asal usul etnis dan kedaerahannya. Dengan demikian, hal-hal yang bisa dibantu
antara lain menata dan mereformasi manajemen kepegawaian secara menyeluruh
dengan menggunakan system yang tepat untuk wilayah Indonesia yang luas;
Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan PNS tidak lagi dititkberatkan kepada
Diklat Struktural yang cenderung menjadikan orientasi pegawai hanya untuk
mendapatkan jabatan struktural, namun Diklat diarahkan untuk meningkatkan
keahlian dan kecakapan pegawai;
Dalam pelaksanaan Otonomi Daerah, pengelolaan Manajemen kepegawaian di
daerah dilakukan secara otonom oleh daerah mulai dari rekrutmen sampai dengan
pensiun. Perlu adanya restrukturisasi kelembagaan dalam manajemen kepegawaian
di daerah tidaknya bersifat administratif, namun perlu struktur kelembagaan baru
yang diarahkan dan berorientasi terhadap pengembangan potensi dan
profesionalisme pegawai, memberi pelayanan yang opimal kepada masyarakat.
Maka perlu kiranya manajemen kepegawaian dibantu melakukan analisis
organisasi, analisis jabatan yang tepat bagi pemenuhan kebutuhan peningkatan
kompetensi dan profesionalisme pegawai.
3.5 Prespektif Perbaikan Kinerja Untuk Mewujudkan Tata Kelola
Pemerintahan Yang Baik
Aparatur negara merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan
Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance). Kepemerintahan yang baik (good
governance) bukan hanya konsep yang perlu disosialisasikan, namun perlu
diterapkan pada semua level pemerintah di manapun berada. Penerapan konsep
good governance untuk kasus pemerintah di Indonesia diamanatkan dalam
Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Kemudian pemerintah
Indonesia juga mengeluarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dri Kolusi, Korupsi, dan
Nepotisme.
Beberapa poin penting yang terkait dengan implementasi prinsip-prinsip
Good Governance merupakan pegangan bagi birokrasi publik dalam melakukan
transformasi manajemen pemerintahan. Menurut Tjokroamidjojo, tuntutan ke arah
Good Governance juga lahir akibat kualitas pelayanan publik yang rendah.
Untuk itu diharapkan adanya penyelenggaraan kepemerintahan yang baik
tingkat kompetensi aparatur seperti misalnya dengan memiliki pegangan seperti
antara lain:
Insentif dan responsive terhadap peluang dan tantangan baru yang timbul.
Tidak terpaku pada kegiatan-kegiatan rutin yang terkait dengan fungsi instrumen
birokrasi, akan tetapi harus mampu melakukan terobosan melalui pemikiran yang
kreatif dan inovatif
Mempunyai wawasan yang luas dan jauh kedepan.
Memiliki kemampuan untuk mengantisipasi, mempertimbangkan dan
meminimalkan resiko
Tanggap terhadap peluang dan potensi yang dapat dikembangkan.
Memiliki kemampuan untuk menggali sumber-sumber potensial
Artinya disini diharapkan kepada bagaimana sumberdaya aparatur yang
dalam hal ini adalah pegawai negeri untuk bagaimana memberikan pelayanan dan
kinerja yang betanggung jawab agar bagaimana dapat mencerminkan tata
pemerintahan yang baik, dalam hal ini pegawai tidak hanya menunggu apa
kemudian langkah yang diambil oleh pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya
tersebut namun bagaimana para pegawai tersebut nantinya dapat mengambil
peluang tersendiri untuk bagaimana memciptakan sebuah terobosan-terobosan
yang dapat memperbaiki kualitasnya atau kinerjanya dalam mewujudkan tata
pemerintahan yang baik.
KESIMPULAN
Dari beberapa paparan yang dapat saya ungkapkan diatas dapat kita ambil
sebuah kesimpulan yakni bagaimana akan pentingnya sumberdaya aparatur yang
dalam hal ini adalah pegawai negeri untuk bagaimana memperbaiki kinerjanya
misalnya mulai dari perekrutan pegawai baru, seleksi, penetapan dan pelatihan
setelah dan sebelum menjadi pegawai yang selama ini dipandang dalam
masyarakat sangat rendah karena kualitas pelayanan, kineja dan profesionalisme
yang masih kurang dan terkesan setelah menjadi pegawai mereka tambah malas .
banyak masyarakat yang mengeluhkan akan hal ini. Sehingga aparatur
pemerintahan ini selalu mendapatkan kritikan , karena inilah para pegawai
diharapkan untuk nantinya dapat menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik
yang sesuai dengan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Good Governance, dan
ada beberapa hal yang menjadi kunci perubahan sumberdaya aparatur antaralain:
Besarnya political will/government will secara konsisten, sungguh-sungguh, dan
serius dalam pemberantasan KKN serta perubahan mind-set;
Meningkatnya kesamaan persepsi dalam tujuan, pola tindak serta rencana;
Memanfaatkan teknologi informasi (e-gov, e-procurement) dalam pemberantasan
KKN;
Adanya kesepakatan penerapan single identity number (SIN);
Pembaharuan peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih;
Penataan criminal justice system.
Artinya dalam hal ini tidak hanya pemerintah tapi aparaturnya yang dalam
hal ini adalah pegawai negeri haruslah sudah siap dan benar-benar bersungguh-
sungguh untuk merubah kinerjanya dalam berbagai aspek, dalam rangka
mewujudkan cita-cita bersama yakni penciptaan tata kelola pemerintahan yang
baik bersih dari unsur KKN.
DAFTAR PUSTAKA
< Albrow Martin,1989, Birokrasi; Terjemahan M. Rusli Karim dan Totok
Daryanto, Yogyakarta: Tiara Wacana.
< Bratakusumah, Otonomi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. PT.
Gramedia, Jakarta. 2002.
< Dwiyanto, Agus, dkk. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik. Gajah Mada Press, Yogyakarta. 2006.
< Ife, Jim. 1995, Commutity Development, creating community alternatives
Visions analisis and practices, Australia : Logman Inc.
< Suhendra.2006, Peran Birokrasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat, bandung
: Tria Kencana.
< Saiful H. Djarot, Manajemen Pelayanan Publik Dalam Pelaksanaan Otonomi
Daerah dan Penataan Kelembagaan di Pemerintah.
< Teguh Sulistiyani, Ambar. 2004, Memahami Good Governance Dalam
Prespektif Sumberdaya Manusia.